Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN REFLEKSI

KASUS SOLUSIO PLASENTA

Disusun Oleh :
Fitri Ulfah Fauziah
Npm: 215491517020

UNIVERSITAS NASIONAL
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
PROFESI BIDAN
2021
KASUS REFLEKSI SOLUSIO PLASENTA
DI RUANG BERSALIN UPT PUSKESMAS CIKEUSIK
KABUPATEN PANDEGLANG

Introduction

Essay pada kasus ini menggunakan Gibss Reflection Cycle (1988). Melalui refleksi ini
semoga dapat sebagai bahan untuk pengembangan diri dan pengetahuan saya dimasa
yang akan datang.

Description

Praktik pertama saya di stase Kehamilan ini adalah mengenai kasus kehamilan dengan
solusio plasenta, yang saya temukan diruang Bersalin UPT Puskesmas Cikeusik. UPT
Puskesmas Cikeusik merupakan Puskesmas yang melayani pemeriksaan pranikah,
konsultasi program hamil, pemeriksaan kehamilan, persalinan normal, pemeriksaan nifas
dan bayi baru lahir serta melayani keluarga berencana (KB), imunisasi dan pemeriksaan
tumbuh kembang (SDIDTK), konsultasi dan pemeriksaan kesehatan reproduksi,
menopause, pemeriksaan IVA, Pap Smear, pengobatan, pelayanan Imunisasi bayi balita,
pemeriksaan kesehatan Umum, UGD dan pemeriksaan laboratorium.

Penatalaksanaan kasus kehamilan di UPT Puskesmas Cikeusik meliputi anamnesa,


pemeriksaan fisik, status gizi dan laboratorium yang terdiri dari cek darah rutin, urin rutin,
dan screening Hepatitis B, HIV dan Sifilis dan pemeriksaan USG. Hal yang menarik
perhatian saya adalah saya masih menemukan banyak kekurangan dalam melakukan
pemeriksaan dan penatalaksanaan pada kasus kehamilan dengan Solusio Plasenta.
Menurut pengetahuan saya, standar pemeriksaan dalam memberikan asuhan kebidanan
pada kasus kehamilan dengan Solusio Plasenta meliputi anamnesa, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang (USG), status Gizi, pemeriksaan laboratorium yang terdiri cek
darah rutin, urin rutin, dan screening Hepatitis B, HIV dan Sifilis, dan pelayanan
kesehatan lainnya seperti kondisi psikologis.

Salah satu kasus yang saya temui di ruang Bersalin UPT Puskesmas Cikeusik,
berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, USG dan laboratorium pada Ny.H umur
45 tahun G5P4A0 hamil 28 minggu mengeluh keluar darah pervaginam sudah 2 hari,
darah yang keluar berwarna merah kehitaman, perut dan pinggang terasa sakit, gerakan
janin kurang dari 10 kali perhari, hasil pemeriksaan USG terlihat plasenta tampak di
korpus dan detak jantung bayi 110 kali permenit. Pemeriksaan palpasi perut keras seperti
papan, Pemeriksaan Laboratorium di lakukan pemeriksaan haemoglobin, screening
Hepatitis B, HIV dan Sifilis. Menganjurkan ibu kepada keluarga untuk segera di rujuk ke
Rumah sakit yang memiliki perawatan yang intensif. Disini ditemukan kekurangan
dimana hasil USG tidak dapat memastikan pelepasan plasenta karena USG di UPT
Puskesmas hanya menggunakan USG 2 dimensi dan di lakukan oleh Bidan.

Evaluation

Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implementasinya yang normal
pada uterus, sebelum janin dilahirkan (sarwono prawirahordjo,2009). Terlepasnya plasenta
sebelum waktunya menyebabkan timbunan darah antar plasenta dan dinding rahim yang
dapat menyebabkan gangguan penyulitan terhadap ibu dan janin.

Pergerakan Penyebab utama dari solusio plasenta masih belum diketahui dengan jelas.
Meskipun demikian,beberapa hal di bawah ini di duga merupakan factor-faktor yang
berpengaruh pada kejadiannya, antara lain sebagai berikut:
1. Hipertensi esensial atau preeklampsi.
2. Tali pusat yang pendek karena janin yang banyak atau bebas.
3. Trauma abdomen seperti terjatuh terkelungkup,tendangan anak yang sedang di
gendong.
4. Tekanan rahim yang membesar pada vena cava inferior.
5. Uterus yang sangat kecil.
6. Umur ibu (< 20 tahun atau > 35 tahun 7)
7. Defisiensi asam folat.
8. Merokok,alcohol,dan kokain.
9. Perdarahan retroplasenta.
10. Kekuatan rahim ibu berkurang pada multiparitas
11. Peredaran darah ibu terganggu sehingga suplay darah ke janin tidak ada
12. Pengecilan yang tiba-tiba pada hidromnion dan gamely

Pada kasus Ny. H umur 45 th G5P4A0 hamil 28 minggu ditemukan usia ibu di atas 35
tahun, sehingga ibu beresiko tinggi mengalami kasus kehamilandengan solusio plasenta.
Penatalaksanaan kasus hanya sebatas pemriksaan fisik, pemeriksaan penunjang (USG)
dan pemeriksaan darah. Hasil dari USG tidak terlihat bagian plasenta yang lepas karena
USG yang di gunakan USG 2 Dimensi dan di lakukan pemeriksaan oleh Bidan. sehingga
ibu di rujuk ke Rumah sakit yang memiliki dokter sepesialis kandungan dan ruang NICU
untuk lebih mendapatkan penanganan yg intensif.

Analysis
Diagnosa kehamilan dengan solusio plasenta dilakukan dengan anamnesis untuk
mendapatkan data subjektif, pemeriksaan fisik untuk mendapatkan data objektif, dan
laboratorium untuk mendapatkan data penunjang. Anamnesa dilakukan mendalam
dengan menunjukan sikap empati dan responsif terhadap klien dan suami. Hal ini untuk
memudahkan Bidan menggali beberapa informasi penting untuk mengetahui faktor resiko
terjadinya kehamilan denga mola hidatidosa dan kemungkinan hal-hal yang tidak
diinginkan.
Beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko terjadinya solusio plasenta, di antaranya:
1. Hipertensi maternal.

2. Trauma maternal seperti jatuh atau kecelakaan kendaraan bermotor.

3. Merokok.

4. Konsumsi alkohol.

5. Penggunaan kokain.

6. Tali pusat pendek.

7. Dekompresi rahim tiba-tiba.

8. Fibromyoma retroplasenta.

9. Perdarahan retroplasenta akibat tusukan jarum, seperti pada amniosentesis.

10. Abnormalitas pembuluh darah rahim.

11. Memiliki riwayat solusio plasenta sebelumnya.

12. Korioamnionitis.

13. Ketuban pecah dini.

14. Usia ibu lebih dari 35 tahun.

15. Usia ibu kurang dari 20 tahun.

16. Janin laki-laki.

17. Status ekonomi sosial rendah.


18. Peningkatan serum alpha-fetoprotein ibu.

19. Hematoma subkorionik.

Penyebab solusio plasenta seringkali tidak ditemukan, tapi kemungkinan trauma


atau cedera pada perut karena kecelakaan misalnya, berperan dalam terjadinya
kondisi tersebut.

Berdasarkan gejalanya, solusio plasenta dibagi menjadi 3 kelas:

1. Kelas 0: tidak ada gejala.

Karena tidak menimbulkan gejala gejala, solusio plasenta kelas 0 ini baru
ditemukan pada saat kelahiran dengan ciri berupa gumpalan darah atau adanya
area yang penyok pada plasenta.

2. Kelas 1: gejala ringan (48 persen kasus), gejalanya antara lain:

a. Tidak ada perdarahan atau perdarahan vagina ringan.

b. Nyeri rahim ringan.

c. Tekanan darah dan denyut nadi ibu normal.

d. Tidak ada gangguan koagulasi darah.

e. Tidak ada gawat janin.

3. Kelas 2: gejala sedang (27 persen kasus), gejalanya antara lain:

a. Tidak ada perdarahan atau perdarahan vagina ringan.

b. Nyeri rahim sedang-berat dengan kontraksi tetanik.

c. Peningkatan denyut nadi ibu dengan perubahan tekanan darah dan denyut
nadi orthostatic (dipengaruhi posisi berdiri/ duduk).

d. Gawat janin.

e. Hipofibrinogenemia.

4. Kelas 3: gejala berat (24 persen kasus)

a. Tidak ada perdarahan sampai perdarahan vagina berat.

b. Kejang rahim (tetanik) yang berat dan sangat nyeri.

c. Syok maternal.

d. Hipofibrinogenemia.
e. Koagulopati.

f. Kematian janin.

Solusio plasenta dapat menyebabkan masalah yang berakibat fatal bagi ibu dan bayi.
Bagi ibu, solusio plasenta dapat menyebabkan komplikasi berikut:

1. Syok karena kehilangan darah.

2. Gangguan pembekuan darah (koagulasi intravascular diseminata).

3. Kebutuhan akan transfusi darah.

4. Gagal ginjal atau organ lainnya akibat kehilangan darah yang signifikan.

Bagi bayi, solusio plasenta bisa menyebabkan masalah:

1. Gangguan pertumbuhan karena tidak mendapatkan nutrisi yang cukup.

2. Lahir prematur.

3. Tidak mendapatkan oksigen yang cukup.

4. Meninggal saat dilahirkan.

Conclusion And Action Plan

Pengobatan solusio plasenta meliputi rawat inap, pemberian cairan intravena dan persiapan
transfusi darah. Jika disebabkan oleh gangguan koagulasi, dokter akan memperbaiki
kondisi tersebut dengan obat-obatan atau juga transfusi faktor koagulan.

Pemberian Rh immunoglobulin diperlukan pada pasien Rh-negatif. Jika usia kehamilan


kurang dari 37 minggu, pemberian kortikosteroid untuk pematangan paru janin perlu
dilakukan. Jika hemodinamik ibu stabil, dapat dipikirkan kelahiran pervaginam. Namun,
jika kondisi ibu tidak stabil, harus dilakukan pembedahan seksio cesaria.

Dua gaya hidup tidak sehat yang mesti dihentikan untuk mencegah solusio plasenta adalah
merokok dan penyalahgunaan kokain. Masyarakat juga perlu diberi edukasi mengenai
faktor risiko, program penghentian, atau rehabilitasi guna mencegah berulangnya solusio
plasenta di masa depan.

Pasien yang ditemukan memiliki trombofilia dan mengalami solusio berat atau awal,
terutama dengan kematian janin, biasanya diobati dengan terapi antikoagulasi heparin
selama kehamilan berikutnya dan selama 6 minggu pasca persalinan. Walau begitu, sedikit
bukti menunjukkan tindakan ini mengurangi risiko kekambuhan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Baskom. Metode Pendokumentasian. http://baskommetro.blogspot.com. diakses


tanggal 06 April 2010.
2. Berita Departemen. Kematian Ibu di Indonesia
Tertinggi di ASEAN. http://www.depkominfo.go.id. di akses tanggal 06
April 2010.
3. Chapman, Vicky. 2006. Asuhan Kebidanan Persalinan dan Kelahiran. Jakarta:
ECG, hal 29.
4. Saifuddin, Abdul bari, dkk. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Edisi 1. Cet. IV; Jakarta: YBP-SP, hal 116-117, 178 dan
273.
5. Marilynn E.Doengoes. (2000). Rencana asuhan keperawatan : pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Edisi 2. Jakarta : EGC.
6. Mochtar, Rustam. (1998). Sinopsis obstetri. Edisi 2. Jakarta : EGC.
7. NANDA. (2006). Nursing diagnosis : definition and classification. Philadelphia
: North American Nursing Association.
8. Sarwono, Prawirohardjo. (1999). Ilmu kandungan. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
9. Jurnal Kedokteran Diponegoro volume 6, Nomor 2, April 2017. Http://ejournal-
s1.Undip.ac.id/Index.php/Medico
10. Jurnal Keperawatan, Volume XII, Nomor.2. oktober 2016.
Http://download.garuda.risketdikti.go.id

Anda mungkin juga menyukai