WRAP UP SKENARIO 1
“PERDARAHAN PERSALINAN”
KELOMPOK A-4
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2016/2017
1
SKENARIO 1
PERDARAHAN PERSALINAN
Seorang pasien usia 27 tahun datang ke IGD RSUD dengan keluhan nyeri pada perut
sejak 3 jam yang lalu disertai dengan keluar darah dari kemaluan. Usia kehamilan dihitung
dari haid terakhir didapatkan 34 minggu. Pasien melakukan Antenatal Care di Puskesmas
sebanyak 4 kali dan terakhir kontrol satu minggu yang lalu. Pasien juga pergi ke paraji dan
periksa terakhir sebelum ke RS untuk diurut. Selama kehamilan pasien mengalami kenaikan
berat badan 10 kg dan tidak ada edema jantung, ginjal, DM, dan hipertensi dalam
keluarganya. Dilakukan pemeriksaan fisik dengan hasil pasien tampak sakit sedang dan
didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, frekuensi nadi 110 kali per menit, suhu 37 C dan
nafas 20 kali per menit. Dari status obstetric didapatkan tinggi fundus uteri 28 cm, denyut
jantung janin tidak jelas. Dilakukan pemeriksaan inspekulo tampak darah warna merah
kehitaman mengalir dari OUI dan pembukaan cerviks tidak ada. Selanjutnya dilakukan
pemeriksaan penunjang USG dengan hasil kehamilan tunggal dengan janin presentasi kepala
dan hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan protein urin negative. Dari pemeriksaan CTG
didapatkan kesan gawat janin.
2
Kata Sulit
1. CTG (Cardiotocography)
Pemeriksaan yang dilakukan untuk menghitung detak jantung janin, kontraksi rahim, dan
gerakan janin.
2. Antenatal Care
Pemeriksaan kehamilan untuk memeriksa kesehatan ibu dan janin secara berkala yang
diikuti dengan kelainan yang ditemukan. Minimal pemeriksaan sebanyak empat kali.
3. Gawat Janin
Keadaan dimana janin tidak menerima oksigen yang cukup sehingga mengalami sesak.
3
Pertanyaan
1. Mengapa darah yang mengalir dari OUI tampak berwarna kehitaman ?
2. Apa saja tanda-tanda gawat janin ?
3. Mengapa detak jantung janin tidak jelas ?
4. Apa yang harus dilakukan ketika terjadi gawat janin ?
5. Mengapa dilakukan pemeriksaan lab protein urin, dan apa yang diharapkan dari hasil lab
tersebut ?
6. Apa saja faktor penyebab gawat janin ?
7. Apa saja kemungkinan penyebab perdarahan antepartum ?
8. Apakah gejala yang dialami pasien ada hubungannya dengan pasien pergi ke paraji ?
9. Bagaimana penanganan yang dapat dilakukan pada pasien ?
10. Apa suspect diagnosis pasien ini ?
Jawaban
1. Karena terjadinya hematoma di plasenta yang nantinya akan menyebabkan koagulasi, saat
plasenta robeknya meluas darah yang koagulasi menjadi berwarna kehitaman.
2. - Air ketuban berwarna hijau dan berbau
- Tidak ada gerakan janin
- Detak jantung janin < 100x/menit atau >160x/menit.
3. Karena janin kekurangan oksigen.
4. Harus segera dilahirkan.
5. Protein urin menandakan beratnya infeksi, dan untuk menyingkirkan diagnosis banding
preeklampsia.
6. 1. Persalinan berlangsung lama
2. Kontraksi Hipertonik ( induksi persalinan dengan oksitosin)
3. Perdarahan / infeksi
4. Insuffisiensi plasenta.
7. Plasenta previa, solusio plasenta, rupture uteri, dan vasa previa.
8. ya, karena pasien pergi ke paraji untuk diurut, dan di urut dapat menyebabkan trauma pada
abdomen dan dapat merangsang kontraksi uterus.
9. Tergantung derajat solusio plasenta :
Ringan : istirahat, periksa Hb, Ht, trombofibrinogen.
Sedang dan berat : Perbaiki keadaan umum, hentikan perdarahan, infus oksitosin,
amniotomi (pecahkan ketuban) untuk mengurangi regangan dinding uterus dan
mempercepat persalinan.
10. Perdarahan antepartum et causa solusio plasenta.
4
HIPOTESA
Adanya faktor resiko seperti diurut dapat menyebabkan trauma abdomen dan merangsang
kontraksi uterus yang dapat menyebabkan perdarahan pervaginam. Kemudian dilakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Apabila darah berwarna merah segar
merupakan tanda terjadinya rupture uteri, plasenta previa, dan vasa previa, sedangkan darah yang
berwarna kehitaman disebabkan karena hematom di plasenta yang menyebabkan koagulasi,
kemudian saat plasenta robek semakin meluas sehingga darah yang terkoagulasi menjadi
kehitaman dan merupakan tanda dari solusio plasenta. Adapun penanganan pada pasien ini yaitu
tergantung derajat berat ringannya solusio plasenta. Pada solusio plasenta ringan penanganan
berupa istirahat, kemudian periksa hemoglobin, hematokrit, dan trombofibrinogen, sedangkan
untuk derajat sedang dan berat berupa perbaiki keadaan umum,hentikan perdarahan, transfusi
darah, infus oksitosin, dan amniotomi yaitu memecahkan ketuban untuk mengurangi regangan
dinding uterus dan mempercepat persalinan. Solusio plasenta ditambah dengan faktor resiko
seperti persalinan berlangsung lama, kontraksi hipertonik dan perdarahan/infeksi dapat
menyebabkan gawat janin yang disebabkan karena bayi kekurangan oksigen dengan gejala detak
jantung janin <100x/menit atau >160x/menit, air ketuban berwarna hijau dan berbau, dan tidak
ada gerakan janin. Untuk itu penanganan yang dapat dilakukan adalah janin harus segera
dilahirkan.
5
SASARAN BELAJAR
6
LI.1 Memahami dan Menjelaskan Perdarahan Dalam Kehamilan
LO.1.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Perdarahan Dalam Kehamilan.
Perdarahan antepartum adalah perdarahan pervaginam yang terjadi sebelum bayi lahir.
Perdarahan yang terjadi sebelum kehamilan 28 minggu seringkali berhubungan dengan aborsi
atau kelainan. Perdarahan kehamilan setelah 28 minggu dapat disebabkan karena terlepasnya
plasenta secara prematur, trauma, atau penyakit saluran kelamin bagian bawah (Depkes
RI,2000)
Abortus dapat terjadi karena beberapa sebab, yaitu: –Kelainan pertumbuhan hasil
konsepsi, biasa menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum usia 8 minggu. Faktor
yang menyebabkan kelainan ini adalah:
- Kelainan kromosom, terutama trisomi autosom dan monosom X
- Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna.
- Pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan, tembakau, dan alkohol.
- Kelainan pada plasenta, misalnya endarteritis vili korialis karena hipertensi
menahun.
- Faktor maternal, seperti pneumonia, tifus, anemia berat, keracunan, dan
toxoplasmosis.
- Kelainan traktus genitalia, seperti inkompetensi serviks (untuk abortus pada
trisemester kedua), retroversi uteri, mioma uteri, dan kelainan bawaan uterus
7
Salpingitis
Riwayat operasi tuba
Cacat bawaan pada tuba
Riw kehamilan ektopik
Aborsi tuba & pemakaian IUD
Kelaian zigot, kelainan kromosom
Bekas radang pada tuba
Abortus buatan
Mola Hidatidosa
Hamil mola adalah suatu kehamilan dimana setelah fertilisasi hasil konsepsi tidak
berkembang menjadi embrio tetapi terjadi proliferasi dari vili koriales disertai dengan
degenerasi hidropik. Uterus melunak dan berkembang lebih cepat dari usia gestasi
yang normal, tidak dijumpai adanya janin, kavum uteri hanya terisi oleh jaringan
seperti rangkaian buah anggur.
Etiologi
Faktor ovum: ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat
dikeluarkan.
Imunoselektif dari trofoblast.
Keadaan sosio ekonomi yang rendah.
Paritas tinggi.
Kekurangan protein
Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
Plasenta previa
Plasenta previa ialah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah Rahim dan
menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum. Angka kejadian plasenta
previa adalah 0,4 – 0,6% dari keseluruhan persalinan. Dengan penatalaksanaan dan
perawatan yang baik, mortalitas perinatal adalah 50 per 1000 kelahiran hidup.
Etiologi
Angka kejadian PP meningkat dengan semakin bertambahnya usia pasien,
multiparitas dan riwayat seksio sesar sebelumnya; sehingga etiologi plasenta previa
diperkirakan adalah:
Vaskularisasi daerah endometrium yang buruk atau adanya jaringan parut
Ukuran plasenta besar
Plasentasi abnormal (lobus succenteriata atau plasenta difusa).
Jaringan parut
Klasifikasi Klinis
Plasenta previa totalis:
Seluruh ostium uteri intermum tertutup oleh plasenta
Plasenta previa parsialis / lateralis:
Sebagian ostium uteri intemum tertutup oleh plasenta
Plasenta previa marginalis
Pinggir bawah plasenta berada tepat pada pinggir ostium uteri internum
Plasenta previa letak rendah
8
Plasenta yang letaknya abnormal pada segmen bawah uterus, tapi belum sampai
menutupi pembukaan jalan lahir. Pinggir plasenta berada kira-kira 3 atau 4 cm
diatas pinggir pembukaan, sehingga tidak akan teraba pada pembukaan jalan
lahir.
Solusio plasenta
Terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada uterus, sebelum
janin dilahirkan. Definisi ini berlaku pada kehamilan dengan masa gestasi di atas 22
minggu atau berat janin di atas 500 gr.
Proses solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan dalam desidua basalis
yang menyebabkan hematoma retroplasenter.
Hematoma dapat semakin membesar ke arah pinggir plasenta sehingga jika
amniokhorion sampai terlepas, perdarahan akan keluar melalui ostium uteri
(perdarahan keluar), sebaliknya apabila amniokhorion tidak terlepas, perdarahan
tertampung dalam uterus (perdarahan tersembunyi
1.Keadaan umum penderita relatif lebih baik 1.Keadaan plasenta lebih jelek
2.Plasenta terlepas sebagian atau inkomplit 2.Plasenta terlepas luas, uterus keras / tegang
3.Jarang berhubungan dengan hipertensi 3.Sering berkaitan dengan hipertensi
Ruptur uteri
Rupture uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding Rahim akibat dilampauinya
daya regang myometrium.
Penyebab rupture uteri adalah disproporsi janin dan panggul, partus macet atau
traumatik
Abortus
Berbagai factor terlibat dalam proses ini :
Mola Hidatidosa
Faktor resiko
9
Perempuan usia <20 tahun atau >40 tahun, nulipara, status ekonomi rendah, diet
rendah protein, asam folat rendah dan kadar karoten darah rendah.
Kehamilan Ektopik
Faktor resiko
Resiko tinggi Resiko sedang Resiko rendah
Riwayata operasi tuba infertilitas Riwayat operasi panggul /
abdomen
Sterilisasi Riwayat infeksi genital Merokok
Riwayat kehamilan Pasangan seksual>1 Kebiasaan bilas vagina
ektopik
Paparan dietil stilbestrol in Sedikit sampai tidak ada Usia pertama kali
utero berhubungan seks>18
tahun
Penggunaan akdr Tidak ada Tertutup
Adanya patologi pada
tuba.
Plasenta Previa
Faktor resiko
1. Usia penderita
Umur muda karena endometrium masih belum sempurna
Umur diatas 35 tahun karena tumbuh endometrium yang kurang subur.
2. Paritas
Pada paritas yang tinggi kejadian plasenta previa makin besar karena
endometrium belum sempat tumbuh.
3. Endometrium yang cacat
Bekas persalinan berulang dengan jarak pendek
Bekas operasi, bekas kuretase atau plasenta manual
Perubahan endometrium pada mioma uteri atau polip
Pada keadaan malnutrisi.
4. Kebiasaan merokok
10
Menurut Dep Kes RI (1997), jika tidak melaksanakan ANC sesuai aturan dikhawatirkan akan
terjadi komplikasi-komplikasi yang terbagi menjadi 3 kelompok sebagai berikut :
Komplikasi Obstetrik Langsung, meliputi :
1) Perdarahan
2) Pre-eklampsia/eklampsia
3) Kelainan Letak (Letak Lintang/Letak Sungsang)
Komplikasi Obstetrik Tidak Langsung
1) Penyakit Jantung
2) Tuberculosis
Komplikasi yang Tidak Berhubungan Dengan Obstetrik
komplikasi akibat kecelakaan (kendaraan, keracunan, kebakaran) (Dewi, 2009)
LI.2 Memahami dan Menjelaskan Solusio Plasenta
LO.2.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Solusio Plasenta.
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaaan maternal plasenta
dari tempat implantasinya yang normal pada lapisan desidua endometrium sebelum waktunya
yakini sebelum lahir.
LO.2.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Solusio Plasenta.
Sebab primer dari solusio plasenta tidak diketahui, namun ada beberapa factor resiko seperti
usia ibu dan paritas yang tinggi memiliki resiko yang lebih tinggi, berikut adalah factor resiko
dari solusio plasenta adalah :
- Pernah mengalami solusio plasenta sebelumnya
- Ketuban pecah preterm/ korioamnionitis
- Sindroma pre eklamsia
- Hipertensi kronik
- Merokok / nikotin
- Pecandu kokain
- Mioma dibelakang plasenta
- Trombofilia
- Acquired antiphospholipis autoantibodies
- Trauma abdomen pada masa kehamilan
- Plasenta sirkumvalata
Beberapa faktor yang menjadi predisposisi
1. Faktor kardio-reno-vaskuler
Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan eklamsia. Pada
penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus solusio
plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai penyakit
hipertensi kronik, sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan
2. Faktor trauma
Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.
Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi
luar atau tindakan pertolongan persalinan
Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.
11
Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Beberapa penelitian
menerangkan bahwa makin tinggi paritas ibu makin kurang baik keadaan endometrium
5. Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan solusio plasenta
apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung leiomioma
9. Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena cava
inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan, dan lain-lain
12
Sedang : Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre renjatan, gawat
janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian permukaan, kadar
fibrinogen plasma 120-150 mg%.
Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin mati,
pelepasan plasenta dapat terjadi lebih 2/3 bagian atau keseluruhan
Etiologi penyakit yang dapat menyebabkan thrombosis adalah etiologic yang menyebabkan
proses inflamasi. Produksi sitokin dapat bersifat sitotoksik terhadap sel plasenta sehingga
dapat menyebabkan kerusakan sel. Kerusakan akan memicu terjadinya thrombosis
Terdapaat beberapa keadaan yang secara teoritis dapat menyebabkan kematian sel karena
iskemia pada hipoksia:
Korioamnionitis
Keadaan dimana terjadi kontaminasi ketuban. Agen infeksius akan melepas bahan bahan
bersifat sitotoksik seperti lipopolisakarida, berbagai endoktoksin (sitokin), serta bahan-
bahan oksidan (superoksida). Bahan-bahan sitotoksik menghasilkan NOS
menghasilkan NO (vasodilator kuat, penghambat agregasi trombosit) metabolisme NO
menyebabkan pembentukan peroksinitrit menyebabkan iskemia sel endothelium
pembuluh darah terjadi kematian sel
Terjadi pada penyakit autoimun
Defisiensi protein C dan S
Merupakan kelainan genetik yang meningkatkan pembentukan thrombosis
Trombofilia
Terjadi kecenderungan pembekuan darah berakhir dengan pembentukan thrombosis di
dalam desidua basalis yang mengakibatkan iskemia
Hyperhomocysteinemia
Biasanya disebabkan terjadi mutase pada gen enzim metilentetrahidrofolat reductase
(MTHR). Dapat diatasi dengan meningkatkan konsumsi asam folat dan piridoksin
Nikotin dan kokain
Dapat menyebabkan vasokonstriksi hingga menyebabkan iskemia. Pada plasenta dapat
dijumpai lesi seperti infark, oksidatif stress, apoptosis, dan nekrosis.
Setelah terjadi apoptosis sel plasenta, maka akan terjadi pendarahan. Pendarahan akan
memicu peningkatan prostaglandin sehingga terjadi spasme uterus. Hal tersebut yang
menyebabkan rasa sakit pada pasien. Jika dibiarkan terlalu lama, akan terjadi ekstravasasi ke
sela-sela myometrium dan menyebabkan spasme yang lebih parah (Couvelaire uterus).
Spasme dapat menghalangi perfusi plasenta, mengakibatkan iskemi sel plasenta yang lebih
luas. Selain itu, perfusi fetus juga terhambat sehingga jika dibiarkan dapat mengancam nyawa
fetus.
Saat ada pendarahan maka terjadi proses pembekuan darah. Proses tersebut
mengakibatkan terbentuknya hematom retroplasenta, yaitu gumpalan darah beku yang
13
menempel di sisi maternal plasenta. Hematom akan semakin membesar seiring berjalannya
pendarahan. Semakin besar hematom, maka hematom akan semakin menghalangi perfusi
plasenta. Semakin besar tingkat iskemi sel plasenta, dan akhirnya semakin besar pelepasan
plasenta. Hematom yang besar juga menghalangi perfusi ke fetus sehingga dapat mengancam
nyawa fetus
Jika pendarahan berlanjut terus menerus, maka dapat terjadi pembekuan darah luas (DIC).
Pada tahap ini terjadi perombakan fibrinogen yang berlebihan sehingga kadar fibrinogen
terkuras habis dan terjadi penumpukan fibrin. Penumpukan fibrin dapat menyebabkan
kerusakan jaringan. Pada DIC, kerusakan jaringan selanjutnya merangsang pembentukan
plasmin dari plasminogen. Plasmin sebenarnya berfungsi untuk menghancurkan fibrin yang
berlebih di dalam tubuh. Namun penghancuran fibrin malah memicu lebih banyak
perombakan fibrinogen menjadi fibrin. Lama kelamaan pasien akan mengalami
hipofibronogenemia dan darah akan jadi sulit membeku, menyebabkan pendarahan yang
lebih ekstensif.
Selain itu pendarahan yang terus berlanjut dapat mengakibatkan gagal ginjal akut karena
shock hipovolemik
Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi menimbulkan tanda yang lebih khas
karena seluruh perdarahan tertahan di dalam dan menambah volume uterus. Umumnya lebih
berbahaya karena jumlah perdarahan yang keluar tidak sesuai dengan beratnya syok.
Perdarahan pada solusio plasenta terutama berasal dari ibu,namun dapat juga berasal dari
anak.
14
Gejala-gejala dan tanda-tanda sudah sudah jelas seperti rasa nyeri pada perut yang terus
menerus, denyut jantung janin biasanya telah menunjukkan gawat janin, perdarahan
tampak keluar lebih banyak, taki9kardia, hipotensi, kulit dingi dan keringatan, oliguria
mulai ada , kadar fibrinogen berkurang antara 150 sampai 250 mg/100 ml dan mungkin
kelainan pembekuan darah dan gangguan fungsi ginjal sudah mulai ada.
Rasa nyeri dan tegang perut jelas sehingga bagian-bagia janin sulit teraba. Rasa nyeri
akut, perdarahan pervaginam berwana kehitaman, penderita pucat karena mulai syok
sehingga keringat dingin.keadaan janin biasanya sudah gawat.
LO.2.6 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Solusio Plasenta.
Keluhan dan gejala pada solusio plasenta dapat bervariasi cukup luas. Sebagai contoh,
perdarahan eksternal dapat banyak sekali meskipun pelepasan plasenta belum begitu luas
sehingga menimbulkan efek langsung pada janin, atau dapat juga terjadi perdarahan eksternal
tidak ada, tetapi plasenta sudah terlepas seluruhnya dan janin meninggal sebagai akibat
langsung dari keadaan ini. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi mengandung
ancaman bahaya yang jauh lebih besar bagi ibu, hal ini bukan saja terjadi akibat
kemungkinan koagulopati yang lebih tinggi, namun juga akibat intensitas perdarahan yang
tidak diketahui sehingga pemberian transfusi sering tidak memadai atau terlambat
15
Tabel 2. 2 Tanda dan Gejala Pada Solusio Plasenta
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa perdarahan pervaginam merupakan gejala atau tanda
dengan frekuensi tertinggi pada kasus-kasus solusio plasenta.
Berdasarkan kepada gejala dan tanda yang terdapat pada solusio plasenta klasik
umumnya tidak sulit menegakkan diagnosis, tapi tidak demikian halnya pada bentuk solusio
plasenta sedang dan ringan. Solusio plasenta klasik mempunyai ciri-ciri nyeri yang hebat
pada perut yang datangnya cepat disertai uterus yang tegang terus menerus seperti papan,
penderita menjadi anemia dan syok, denyut jantung janin tidak terdengar dan pada
pemeriksaan palpasi perut ditemui kesulitan dalam meraba bagian-bagian janin.
Prosedur pemeriksaan untuk dapat menegakkan diagnosis solusio plasenta antara lain :
1. Anamnesis
- terdapat perdarahan disertai rasa nyeri, terjadi spontan atau karena trauma, perut
terasa nyeri diikuti penurunan sampai terhentinya gerakan janin dalam Rahim.
Perdarahan pervaginam, kontraksi uterus dan nyeri abdomen.
2. Inspeksi
- Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.
- Pucat, sianosis dan berkeringat dingin.
- Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu).
3. Palpasi
- Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.
- Uterus tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois (wooden uterus)
baik waktu his maupun di luar his.
- Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas.
- Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus) tegang.
16
4. Auskultasi
- Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila denyut jantung terdengar biasanya di atas
140, kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas
lebih dari satu per tiga bagian
5. Pemeriksaan dalam
- Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup
- Kalau sudah terbuka maka plasenta dapat teraba menonjol dan tegang, baik sewaktu
his maupun di luar his.
- Apabila plasenta sudah pecah dan sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan turun
ke bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus placenta, ini sering
meragukan dengan plasenta previa.
6. Pemeriksaan umum
Pemeriksaan fisik umum : keadaan umum penderita tidak sesuai dengan jumlah
perdarahan, tekanan darah menurun, nadi dan pernapasan meningkat, penderita
tampak anemis.
Pemeriksaan khusus : palpasi abdomen (perut tegang terus-menerus, tersa nyeri saat
dipalpasi, bagian janin sukar ditentukan), auskultasi (denyut jantung janin sangat
bervariasi dari asfiksia ringan sampai berat), pemeriksaan dalam (terdapat
pembekuan, ketuban tegang dan menonol).
7. Pemeriksaan laboratorium
- Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder dan leukosit.
- Darah : Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-match test. Karena pada
solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah hipofibrinogenemia, maka
diperiksakan pula COT(Clot Observation test) tiap l jam, tes kualitatif fibrinogen
(fiberindex), dan tes kuantitatif fibrinogen (kadar normalnya 15O mg%.
8. Pemeriksaan plasenta
- Plasenta dapat diperiksa setelah dilahirkan. Biasanya tampak tipis dan cekung di
bagian plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat koagulum atau darah beku yang
biasanya menempel di belakang plasenta, yang disebut hematoma retroplacenter
17
Anamnesis Mendadak Perlahan tanpa disadari
18
Tanpa melakukan pemeriksaan dalam
Diantar petugas yang dapat memberikan pertolongan
Mempersiapkan donor dari masyarakat atau keluarganya
Menyertakan keterangan tentang apa yang telah dilakukan untuk memberikan pertolongan
pertama
Pilihan metode kelahiran pada kasus ini bergantung kepada kondisi ibu serta janin, partus
pervaginam dapat dilakukan pada kondisi :
Derajat pemisahan plasenta sedikit serta hasil CTG reassuring
Derajat pemisahan plasenta luas tetapi janin sudah meninggal
Pengecualian partus pervaginam adalah apabila perdarahan tidak dapat dikontrol dan
operasi memerlukan waktu lebih lama untuk menyelamatkan nyawa ibu atau bayi.
Penanganan kasus-kasus solusio plasenta didasarkan kepada berat atau ringannya gejala
klinis, yaitu:
Solusio plasenta ringan
Ekspektatif, bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan
(perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup) dengan tirah
baring dan observasi ketat, kemudian tunggu persalinan spontan.
Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio plasenta makin jelas,
pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta bertambah luas), maka kehamilan
harus segera diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan
amniotomi disusul infus oksitosin untuk mempercepat persalinan.
19
memerlukan, dan bukan pengobatan rutin. Dengan melakukan persalinan secepatnya
dan transfusi darah dapat mencegah kelainan pembekuan darah.
Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya solusio plasenta. Tetapi
jika itu tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan amniotomi dan infus
oksitosin, maka satu-satunya cara melakukan persalinan adalah seksio sesaria.
Apoplexi uteroplacenta (uterus couvelaire) tidak merupakan indikasi histerektomi. Akan
tetapi, jika perdarahan tidak dapat dikendalikan setelah dilakukan seksio sesaria maka
tindakan histerektomi perlu dilakukan
Gagal ginjal
Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita solusio
plasenta, pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena perdarahan
yang terjadi. Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak, yang umumnya
masih dapat ditolong dengan penanganan yang baik. Perfusi ginjal akan terganggu
karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguri dan proteinuri akan terjadi akibat
nekrosis tubuli atau nekrosis korteks ginjal mendadak. Oleh karena itu oliguria hanya
dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang harus secara rutin
dilakukan pada solusio plasenta berat. Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian
darah yang hilang secukupnya, pemberantasan infeksi, atasi hipovolemia, secepat
mungkin menyelesaikan persalinan dan mengatasi kelainan pembekuan darah
20
Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya disebabkan oleh
hipofibrinogenemia. Dari penelitian yang dilakukan oleh Wirjohadiwardojo di
RSUPNCM dilaporkan kelainan pembekuan darah terjadi pada 46% dari 134 kasus
solusio plasenta yang ditelitinya. Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil
cukup bulan ialah 450 mg%, berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen
plasma kurang dari 100 mg% maka akan terjadi gangguan pembekuan darah.
Mekanisme gangguan pembekuan darah terjadi melalui dua fase :
a.Fase I
Pada pembuluh darah terminal (arteriole, kapiler, venule) terjadi pembekuan darah,
disebut disseminated intravasculer clotting. Akibatnya ialah peredaran darah kapiler
(mikrosirkulasi) terganggu. Jadi pada fase I, turunnya kadar fibrinogen disebabkan
karena pemakaian zat tersebut, maka fase I disebut juga coagulopathi consumptive.
Diduga bahwa hematom subkhorionik mengeluarkan tromboplastin yang
menyebabkan pembekuan intravaskuler tersebut. Akibat gangguan mikrosirkulasi
dapat mengakibatkan syok, kerusakan jaringan pada alat-alat yang penting karena
hipoksia dan kerusakan ginjal yang dapat menyebabkan oliguria/anuria
b. Fase II
Fase ini sebetulnya fase regulasi reparatif, yaitu usaha tubuh untuk membuka
kembali peredaran darah kapiler yang tersumbat. Usaha ini dilaksanakan dengan
fibrinolisis. Fibrinolisis yang berlebihan malah berakibat lebih menurunkan lagi
kadar fibrinogen sehingga terjadi perdarahan patologis. Kecurigaan akan adanya
kelainan pembekuan darah harus dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium,
namun di klinik pengamatan pembekuan darah merupakan cara pemeriksaan yang
terbaik karena pemeriksaan laboratorium lainnya memerlukan waktu terlalu lama,
sehingga hasilnya tidak mencerminkan keadaan penderita saat itu.
21
- Pemeriksaan kehamilan ke dokter atau bidan sejak awal diketahui adanya kehamilan dan
secara teratur selama masa kehamilan.
- Mengenali dan mengatasi adanya masalah kesehatan pada ibu hamil seperti diabetes dan
tekanan darah tinggi dapat menurunkan risiko terjadinya solusio plasenta.
Pada sekitar separuh kasus solusio plasenta, stres pada janin terjadi di awal kejadian. Bayi
yang masih hidup memiliki kemungkinan sebanyak 40-50% untuk mengalami komplikasi
yang bervariasi mulai dari yang ringan sampai yang berat.
DAFTAR PUSTAKA
Corwin & Elizabeth, J 2009, Buku saku patofisiologi, edk 3, Nike Budhi, EGC, Jakarta.
Cunningham, F. Gary. 2005. Obstetri Williams. Jakarta : EGC
DeCherney, AH & Pernoll, ML 2006, Obstetric & Gynecologic Diagnosis & Treatment, 10th
edn, McGraw-Hill, New York.
22
Francois KE, Foley MR. Antepartum and postpartum hemorrhage. In: Gabbe SG, Niebyl JR,
Gasong MS, Hartono E, Moerniaeni N. Penatalaksanaan Perdarahan Antepartum. Bagian
Obstetri dan Ginekologi FK UNHAS; 1997. 3-8.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25583/4/Chapter%20II.pdf
Manuaba, IBG, Manuaba, IAC & Manuaba, IBGF 2007, Pengantar kuliah obstetri, EGC,
Jakarta.
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Obstetri Fisiologi Dan Obstetri Patologi. Jilid 1.
Jakarta: EGC. Hlm: 198-208.
Norwitz, Errol. 2007. At a Glance Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Erlangga. Hlm: 88-89.
Obstetri William : panduan ringkas / Kenneth J. Lereno, Egi Komara Yudha, Nike Budhi
Subekti, Jakarta EGC 2009.
Prawirodihardjo, S . 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Saifuddin, A B. 2010. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawihardjo Ed 4. Jakarta : PT Bina Pus
Simpson JL, eds. 2007. Obstetrics - Normal and Problem Pregnancies. 5th ed. Philadelphia,
Pa: Elsevier Churchill Livingstone. chap 18.
23