Anda di halaman 1dari 23

BLOK EMERGENSI

WRAP UP SKENARIO 1

“PERDARAHAN PERSALINAN”

KELOMPOK A-4

KETUA AUDITYA WIDYASARI 1102013047


SEKRETARIS ARINA ZHABRINA 1102013042
ANGGOTA AYU MULYALESTARI 1102012037
ADELINA ANNISA PERMATA 1102013006
DWINANTO MULYA NUGRAHA 1102013089
FADHILA AYU SAFIRINA 1102013101
INNA NURROHMATUL KARIMAH 1102013135
ISMY DRINA MUTIA 1102013141
LATHIFAH NABILAHSARI 1102013154

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2016/2017

1
SKENARIO 1

PERDARAHAN PERSALINAN

Seorang pasien usia 27 tahun datang ke IGD RSUD dengan keluhan nyeri pada perut
sejak 3 jam yang lalu disertai dengan keluar darah dari kemaluan. Usia kehamilan dihitung
dari haid terakhir didapatkan 34 minggu. Pasien melakukan Antenatal Care di Puskesmas
sebanyak 4 kali dan terakhir kontrol satu minggu yang lalu. Pasien juga pergi ke paraji dan
periksa terakhir sebelum ke RS untuk diurut. Selama kehamilan pasien mengalami kenaikan
berat badan 10 kg dan tidak ada edema jantung, ginjal, DM, dan hipertensi dalam
keluarganya. Dilakukan pemeriksaan fisik dengan hasil pasien tampak sakit sedang dan
didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, frekuensi nadi 110 kali per menit, suhu 37 C dan
nafas 20 kali per menit. Dari status obstetric didapatkan tinggi fundus uteri 28 cm, denyut
jantung janin tidak jelas. Dilakukan pemeriksaan inspekulo tampak darah warna merah
kehitaman mengalir dari OUI dan pembukaan cerviks tidak ada. Selanjutnya dilakukan
pemeriksaan penunjang USG dengan hasil kehamilan tunggal dengan janin presentasi kepala
dan hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan protein urin negative. Dari pemeriksaan CTG
didapatkan kesan gawat janin.

2
Kata Sulit

1. CTG (Cardiotocography)
Pemeriksaan yang dilakukan untuk menghitung detak jantung janin, kontraksi rahim, dan
gerakan janin.
2. Antenatal Care
Pemeriksaan kehamilan untuk memeriksa kesehatan ibu dan janin secara berkala yang
diikuti dengan kelainan yang ditemukan. Minimal pemeriksaan sebanyak empat kali.
3. Gawat Janin
Keadaan dimana janin tidak menerima oksigen yang cukup sehingga mengalami sesak.

3
Pertanyaan
1. Mengapa darah yang mengalir dari OUI tampak berwarna kehitaman ?
2. Apa saja tanda-tanda gawat janin ?
3. Mengapa detak jantung janin tidak jelas ?
4. Apa yang harus dilakukan ketika terjadi gawat janin ?
5. Mengapa dilakukan pemeriksaan lab protein urin, dan apa yang diharapkan dari hasil lab
tersebut ?
6. Apa saja faktor penyebab gawat janin ?
7. Apa saja kemungkinan penyebab perdarahan antepartum ?
8. Apakah gejala yang dialami pasien ada hubungannya dengan pasien pergi ke paraji ?
9. Bagaimana penanganan yang dapat dilakukan pada pasien ?
10. Apa suspect diagnosis pasien ini ?
Jawaban
1. Karena terjadinya hematoma di plasenta yang nantinya akan menyebabkan koagulasi, saat
plasenta robeknya meluas darah yang koagulasi menjadi berwarna kehitaman.
2. - Air ketuban berwarna hijau dan berbau
- Tidak ada gerakan janin
- Detak jantung janin < 100x/menit atau >160x/menit.
3. Karena janin kekurangan oksigen.
4. Harus segera dilahirkan.
5. Protein urin menandakan beratnya infeksi, dan untuk menyingkirkan diagnosis banding
preeklampsia.
6. 1. Persalinan berlangsung lama
2. Kontraksi Hipertonik ( induksi persalinan dengan oksitosin)
3. Perdarahan / infeksi
4. Insuffisiensi plasenta.
7. Plasenta previa, solusio plasenta, rupture uteri, dan vasa previa.
8. ya, karena pasien pergi ke paraji untuk diurut, dan di urut dapat menyebabkan trauma pada
abdomen dan dapat merangsang kontraksi uterus.
9. Tergantung derajat solusio plasenta :
Ringan : istirahat, periksa Hb, Ht, trombofibrinogen.
Sedang dan berat : Perbaiki keadaan umum, hentikan perdarahan, infus oksitosin,
amniotomi (pecahkan ketuban) untuk mengurangi regangan dinding uterus dan
mempercepat persalinan.
10. Perdarahan antepartum et causa solusio plasenta.

4
HIPOTESA

Adanya faktor resiko seperti diurut dapat menyebabkan trauma abdomen dan merangsang
kontraksi uterus yang dapat menyebabkan perdarahan pervaginam. Kemudian dilakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Apabila darah berwarna merah segar
merupakan tanda terjadinya rupture uteri, plasenta previa, dan vasa previa, sedangkan darah yang
berwarna kehitaman disebabkan karena hematom di plasenta yang menyebabkan koagulasi,
kemudian saat plasenta robek semakin meluas sehingga darah yang terkoagulasi menjadi
kehitaman dan merupakan tanda dari solusio plasenta. Adapun penanganan pada pasien ini yaitu
tergantung derajat berat ringannya solusio plasenta. Pada solusio plasenta ringan penanganan
berupa istirahat, kemudian periksa hemoglobin, hematokrit, dan trombofibrinogen, sedangkan
untuk derajat sedang dan berat berupa perbaiki keadaan umum,hentikan perdarahan, transfusi
darah, infus oksitosin, dan amniotomi yaitu memecahkan ketuban untuk mengurangi regangan
dinding uterus dan mempercepat persalinan. Solusio plasenta ditambah dengan faktor resiko
seperti persalinan berlangsung lama, kontraksi hipertonik dan perdarahan/infeksi dapat
menyebabkan gawat janin yang disebabkan karena bayi kekurangan oksigen dengan gejala detak
jantung janin <100x/menit atau >160x/menit, air ketuban berwarna hijau dan berbau, dan tidak
ada gerakan janin. Untuk itu penanganan yang dapat dilakukan adalah janin harus segera
dilahirkan.

5
SASARAN BELAJAR

LI.1 Memahami dan Menjelaskan Perdarahan Dalam Kehamilan


LO.1.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Perdarahan Dalam Kehamilan.
LO.1.2 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Perdarahan Dalam Kehamilan.
LO.1.3 Memahami dan Menjelaskan Faktor Resiko Perdarahan Dalam Kehamilan.
LO.1.4 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Perdarahan Dalam Kehamilan.

LI.2 Memahami dan Menjelaskan Solusio Plasenta


LO.2.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Solusio Plasenta.
LO.2.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Solusio Plasenta.
LO.2.3 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Solusio Plasenta.
LO.2.4 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Solusio Plasenta.
LO.2.5 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Solusio Plasenta.
LO.2.6 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Solusio Plasenta.
LO.2.7 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana Solusio Plasenta.
LO.2.8 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Solusio Plasenta.
LO.2.9 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Solusio Plasenta.
LO.2.10 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Solusio Plasenta.

6
LI.1 Memahami dan Menjelaskan Perdarahan Dalam Kehamilan
LO.1.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Perdarahan Dalam Kehamilan.
Perdarahan antepartum adalah perdarahan pervaginam yang terjadi sebelum bayi lahir.
Perdarahan yang terjadi sebelum kehamilan 28 minggu seringkali berhubungan dengan aborsi
atau kelainan. Perdarahan kehamilan setelah 28 minggu dapat disebabkan karena terlepasnya
plasenta secara prematur, trauma, atau penyakit saluran kelamin bagian bawah (Depkes
RI,2000)

LO.1.2 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Perdarahan Dalam Kehamilan.


Perdarahan dalam kehamilan muda (< 22 minggu)
Abortus
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) pada atau
sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu
untuk hidup di luar kandungan. Di Indonesia umumnya batasan untuk abortus adalah
sesuai dengan definisi Greenhill yaitu jika umur kehamilan kurang dari 20 minggu
dan berat janin kurang dari 500 gram.
- Abortus spontan adalah abortus yang terjadi secara alamiah tanpa intervensi luar
(buatan) untuk mengakhiri kehamilan tersebut. Terminologi umum untuk
masalah ini adalah keguguran atau miscarriage.
- Abortus buatan adalah abortus yang terjadi akibat intervensi tertentu yang
bertujuan untuk mengakhiri proses kehamilan. Terminologi untuk keadaan ini
adalah pengguguran, aborsi atau abortus provokatus

Abortus dapat terjadi karena beberapa sebab, yaitu: –Kelainan pertumbuhan hasil
konsepsi, biasa menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum usia 8 minggu. Faktor
yang menyebabkan kelainan ini adalah:
- Kelainan kromosom, terutama trisomi autosom dan monosom X
- Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna.
- Pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan, tembakau, dan alkohol.
- Kelainan pada plasenta, misalnya endarteritis vili korialis karena hipertensi
menahun.
- Faktor maternal, seperti pneumonia, tifus, anemia berat, keracunan, dan
toxoplasmosis.
- Kelainan traktus genitalia, seperti inkompetensi serviks (untuk abortus pada
trisemester kedua), retroversi uteri, mioma uteri, dan kelainan bawaan uterus

Kehamilan ektopik terganggu


Kehamilan ektopik adalah kehamilan di mana setelah fetilisasi, implantasi terjadi di
luar endometrium kavum uteri. Hampir 90% kehamilan ektopik terjadi di tuba uterine.
Kehamilan ektopik dapat mengalami abortus atau rupture apabila massa kehamilan
berkembang melebihi kapasitas ruang implantasi (misalnya: tuba)
Etiologi

7
Salpingitis
Riwayat operasi tuba
Cacat bawaan pada tuba
Riw kehamilan ektopik
Aborsi tuba & pemakaian IUD
Kelaian zigot, kelainan kromosom
Bekas radang pada tuba
Abortus buatan

Mola Hidatidosa
Hamil mola adalah suatu kehamilan dimana setelah fertilisasi hasil konsepsi tidak
berkembang menjadi embrio tetapi terjadi proliferasi dari vili koriales disertai dengan
degenerasi hidropik. Uterus melunak dan berkembang lebih cepat dari usia gestasi
yang normal, tidak dijumpai adanya janin, kavum uteri hanya terisi oleh jaringan
seperti rangkaian buah anggur.
Etiologi
Faktor ovum: ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat
dikeluarkan.
Imunoselektif dari trofoblast.
Keadaan sosio ekonomi yang rendah.
Paritas tinggi.
Kekurangan protein
Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas

Perdarahan dalam kehamilan tua (> 22 minggu)

Plasenta previa
Plasenta previa ialah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah Rahim dan
menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum. Angka kejadian plasenta
previa adalah 0,4 – 0,6% dari keseluruhan persalinan. Dengan penatalaksanaan dan
perawatan yang baik, mortalitas perinatal adalah 50 per 1000 kelahiran hidup.
Etiologi
Angka kejadian PP meningkat dengan semakin bertambahnya usia pasien,
multiparitas dan riwayat seksio sesar sebelumnya; sehingga etiologi plasenta previa
diperkirakan adalah:
Vaskularisasi daerah endometrium yang buruk atau adanya jaringan parut
Ukuran plasenta besar
Plasentasi abnormal (lobus succenteriata atau plasenta difusa).
Jaringan parut
Klasifikasi Klinis
Plasenta previa totalis:
Seluruh ostium uteri intermum tertutup oleh plasenta
Plasenta previa parsialis / lateralis:
Sebagian ostium uteri intemum tertutup oleh plasenta
Plasenta previa marginalis
Pinggir bawah plasenta berada tepat pada pinggir ostium uteri internum
Plasenta previa letak rendah

8
Plasenta yang letaknya abnormal pada segmen bawah uterus, tapi belum sampai
menutupi pembukaan jalan lahir. Pinggir plasenta berada kira-kira 3 atau 4 cm
diatas pinggir pembukaan, sehingga tidak akan teraba pada pembukaan jalan
lahir.

Solusio plasenta
Terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada uterus, sebelum
janin dilahirkan. Definisi ini berlaku pada kehamilan dengan masa gestasi di atas 22
minggu atau berat janin di atas 500 gr.
Proses solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan dalam desidua basalis
yang menyebabkan hematoma retroplasenter.
Hematoma dapat semakin membesar ke arah pinggir plasenta sehingga jika
amniokhorion sampai terlepas, perdarahan akan keluar melalui ostium uteri
(perdarahan keluar), sebaliknya apabila amniokhorion tidak terlepas, perdarahan
tertampung dalam uterus (perdarahan tersembunyi

Perdarahan Keluar Perdarahan tersembunyi

1.Keadaan umum penderita relatif lebih baik 1.Keadaan plasenta lebih jelek
2.Plasenta terlepas sebagian atau inkomplit 2.Plasenta terlepas luas, uterus keras / tegang
3.Jarang berhubungan dengan hipertensi 3.Sering berkaitan dengan hipertensi

Ruptur uteri
Rupture uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding Rahim akibat dilampauinya
daya regang myometrium.
Penyebab rupture uteri adalah disproporsi janin dan panggul, partus macet atau
traumatik

LO.1.3 Memahami dan Menjelaskan Faktor Resiko Perdarahan Dalam Kehamilan.


A. Perdarahan pada kahamilan muda

Abortus
Berbagai factor terlibat dalam proses ini :

 Factor fetus : kelainan kromosom


 Factor maternal : infeksi, penyakit kronis, penyakit endokrin (hipotiroid,
diabetes), nutrisi, obat-obatan, factor lingkungan (rokok, alcohol, tembakau,
radiasi, kontrasepsi) factor imunologis.

Mola Hidatidosa
Faktor resiko

9
Perempuan usia <20 tahun atau >40 tahun, nulipara, status ekonomi rendah, diet
rendah protein, asam folat rendah dan kadar karoten darah rendah.

Kehamilan Ektopik
Faktor resiko
Resiko tinggi Resiko sedang Resiko rendah
Riwayata operasi tuba infertilitas Riwayat operasi panggul /
abdomen
Sterilisasi Riwayat infeksi genital Merokok
Riwayat kehamilan Pasangan seksual>1 Kebiasaan bilas vagina
ektopik
Paparan dietil stilbestrol in Sedikit sampai tidak ada Usia pertama kali
utero berhubungan seks>18
tahun
Penggunaan akdr Tidak ada Tertutup
Adanya patologi pada
tuba.

B. Perdarahan pada kehamilan tua

Plasenta Previa
Faktor resiko
1. Usia penderita
 Umur muda karena endometrium masih belum sempurna
 Umur diatas 35 tahun karena tumbuh endometrium yang kurang subur.
2. Paritas
Pada paritas yang tinggi kejadian plasenta previa makin besar karena
endometrium belum sempat tumbuh.
3. Endometrium yang cacat
 Bekas persalinan berulang dengan jarak pendek
 Bekas operasi, bekas kuretase atau plasenta manual
 Perubahan endometrium pada mioma uteri atau polip
 Pada keadaan malnutrisi.
4. Kebiasaan merokok

LO.1.4 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Perdarahan Dalam Kehamilan.


Komplikasi kehamilan adalah kegawat daruratan obstetrik yang dapat menyebabkan
kematian pada ibu dan bayi (Prawirohardjo, 1999).
Macam-macam komplikasi kehamilan

10
Menurut Dep Kes RI (1997), jika tidak melaksanakan ANC sesuai aturan dikhawatirkan akan
terjadi komplikasi-komplikasi yang terbagi menjadi 3 kelompok sebagai berikut :
Komplikasi Obstetrik Langsung, meliputi :
1)   Perdarahan
2)   Pre-eklampsia/eklampsia
3)   Kelainan Letak (Letak Lintang/Letak Sungsang)
Komplikasi Obstetrik Tidak Langsung
1)   Penyakit Jantung
2)   Tuberculosis
Komplikasi yang Tidak Berhubungan Dengan Obstetrik
komplikasi akibat kecelakaan (kendaraan, keracunan, kebakaran) (Dewi, 2009)
LI.2 Memahami dan Menjelaskan Solusio Plasenta
LO.2.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Solusio Plasenta.
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaaan maternal plasenta
dari tempat implantasinya yang normal pada lapisan desidua endometrium sebelum waktunya
yakini sebelum lahir.
LO.2.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Solusio Plasenta.
Sebab primer dari solusio plasenta tidak diketahui, namun ada beberapa factor resiko seperti
usia ibu dan paritas yang tinggi memiliki resiko yang lebih tinggi, berikut adalah factor resiko
dari solusio plasenta adalah :
- Pernah mengalami solusio plasenta sebelumnya
- Ketuban pecah preterm/ korioamnionitis
- Sindroma pre eklamsia
- Hipertensi kronik
- Merokok / nikotin
- Pecandu kokain
- Mioma dibelakang plasenta
- Trombofilia
- Acquired antiphospholipis autoantibodies
- Trauma abdomen pada masa kehamilan
- Plasenta sirkumvalata
Beberapa faktor yang menjadi predisposisi
1.   Faktor kardio-reno-vaskuler
Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan eklamsia. Pada
penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus solusio
plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai penyakit
hipertensi kronik, sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan

2.   Faktor trauma
Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.
Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi
luar atau tindakan pertolongan persalinan
Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.

3.   Faktor paritas ibu

11
Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Beberapa penelitian
menerangkan bahwa  makin tinggi paritas ibu makin kurang baik keadaan endometrium

4.   Faktor usia ibu


Makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun

5.   Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan solusio plasenta
apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung leiomioma

6.   Faktor pengunaan kokain


Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan peningkatan pelepasan
katekolamin yang bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme pembuluh darah uterus
dan berakibat terlepasnya plasenta. Namun, hipotesis ini belum terbukti secara definitive

7.   Faktor kebiasaan merokok


Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta sampai
dengan 25% pada ibu yang merokok ≤ 1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat diterangkan
pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan beberapa
abnormalitas pada mikrosirkulasinya

8.   Riwayat solusio plasenta sebelumnya


Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio plasenta
adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan berikutnya jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta

9.   Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena cava
inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan, dan lain-lain

LO.2.3 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Solusio Plasenta.


Trijatmo Rachimhadhi membagi solusio plasenta menurut derajat pelepasan plasenta (2)
Solusio plasenta totalis, plasenta terlepas seluruhnya.
Solusio plasenta partialis, plasenta terlepas sebagian.
Ruptura sinus marginalis, sebagian kecil pinggir plasenta yang terlepas.

Pritchard JA membagi solusio plasenta menurut bentuk perdarahan  (4)


Solusio plasenta dengan perdarahan keluar
Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi, yang membentuk hematoma
retroplacenter
Solusio plasenta yang perdarahannya masuk ke dalam kantong amnion .

Cunningham dan Gasong masing-masing dalam bukunya mengklasifikasikan solusio


plasenta menurut tingkat gejala klinisnya, yaitu
Ringan : perdarahan <100-200 cc,uterus tidak tegang, belum ada tanda renjatan, janin
hidup,pelepasan plasenta <1/6 bagian permukaan,kadar fibrinogen plasma >150 mg%

12
Sedang : Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre renjatan, gawat
janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian permukaan, kadar
fibrinogen plasma 120-150 mg%.
Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin mati,
pelepasan plasenta dapat terjadi lebih 2/3 bagian atau keseluruhan

LO.2.4 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Solusio Plasenta.


Etiologi  thrombosis dalam pembuluh darah desidua atau vascular vili hipoksia 
kematian sel, terjadi pelepasan plasenta dimulai dari tingkat mikro  pendarahan  terjadi
proses pembekuan darah  terbentuk Hematom retroplasenta  jika pendarahan berlanjut,
hematom akan membesar  mendorong lebih banyak pelepasan plasenta akibat kompresi
dan penekanan perfusi plasenta  semakin banyak yang lepas, pendarahan semakin banyak

Etiologi penyakit yang dapat menyebabkan thrombosis adalah etiologic yang menyebabkan
proses inflamasi. Produksi sitokin dapat bersifat sitotoksik terhadap sel plasenta sehingga
dapat menyebabkan kerusakan sel. Kerusakan akan memicu terjadinya thrombosis

Terdapaat beberapa keadaan yang secara teoritis dapat menyebabkan kematian sel karena
iskemia pada hipoksia:
Korioamnionitis
Keadaan dimana terjadi kontaminasi ketuban. Agen infeksius akan melepas bahan bahan
bersifat sitotoksik seperti lipopolisakarida, berbagai endoktoksin (sitokin), serta bahan-
bahan oksidan (superoksida). Bahan-bahan sitotoksik menghasilkan NOS 
menghasilkan NO (vasodilator kuat, penghambat agregasi trombosit)  metabolisme NO
menyebabkan pembentukan peroksinitrit menyebabkan iskemia sel endothelium
pembuluh darah  terjadi kematian sel
Terjadi pada penyakit autoimun
Defisiensi protein C dan S
Merupakan kelainan genetik yang meningkatkan pembentukan thrombosis
Trombofilia
Terjadi kecenderungan pembekuan darah berakhir dengan pembentukan thrombosis di
dalam desidua basalis yang mengakibatkan iskemia
Hyperhomocysteinemia
Biasanya disebabkan terjadi mutase pada gen enzim metilentetrahidrofolat reductase
(MTHR). Dapat diatasi dengan meningkatkan konsumsi asam folat dan piridoksin
Nikotin dan kokain
Dapat menyebabkan vasokonstriksi hingga menyebabkan iskemia. Pada plasenta dapat
dijumpai lesi seperti infark, oksidatif stress, apoptosis, dan nekrosis.

Setelah terjadi apoptosis sel plasenta, maka akan terjadi pendarahan. Pendarahan akan
memicu peningkatan prostaglandin sehingga terjadi spasme uterus. Hal tersebut yang
menyebabkan rasa sakit pada pasien. Jika dibiarkan terlalu lama, akan terjadi ekstravasasi ke
sela-sela myometrium dan menyebabkan spasme yang lebih parah (Couvelaire uterus).
Spasme dapat menghalangi perfusi plasenta, mengakibatkan iskemi sel plasenta yang lebih
luas. Selain itu, perfusi fetus juga terhambat sehingga jika dibiarkan dapat mengancam nyawa
fetus.

Saat ada pendarahan maka terjadi proses pembekuan darah. Proses tersebut
mengakibatkan terbentuknya hematom retroplasenta, yaitu gumpalan darah beku yang

13
menempel di sisi maternal plasenta. Hematom akan semakin membesar seiring berjalannya
pendarahan. Semakin besar hematom, maka hematom akan semakin menghalangi perfusi
plasenta. Semakin besar tingkat iskemi sel plasenta, dan akhirnya semakin besar pelepasan
plasenta. Hematom yang besar juga menghalangi perfusi ke fetus sehingga dapat mengancam
nyawa fetus

Jika pendarahan berlanjut terus menerus, maka dapat terjadi pembekuan darah luas (DIC).
Pada tahap ini terjadi perombakan fibrinogen yang berlebihan sehingga kadar fibrinogen
terkuras habis dan terjadi penumpukan fibrin. Penumpukan fibrin dapat menyebabkan
kerusakan jaringan. Pada DIC, kerusakan jaringan selanjutnya merangsang pembentukan
plasmin dari plasminogen. Plasmin sebenarnya berfungsi untuk menghancurkan fibrin yang
berlebih di dalam tubuh. Namun penghancuran fibrin malah memicu lebih banyak
perombakan fibrinogen menjadi fibrin. Lama kelamaan pasien akan mengalami
hipofibronogenemia dan darah akan jadi sulit membeku, menyebabkan pendarahan yang
lebih ekstensif.

Selain itu pendarahan yang terus berlanjut dapat mengakibatkan gagal ginjal akut karena
shock hipovolemik

Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi menimbulkan tanda yang lebih khas
karena seluruh perdarahan tertahan di dalam dan menambah volume uterus. Umumnya lebih
berbahaya karena jumlah perdarahan yang keluar tidak sesuai dengan beratnya syok.
Perdarahan pada solusio plasenta terutama berasal dari ibu,namun dapat juga berasal dari
anak.

Perdarahan keluar Perdarahan tersembunyi


Keadaan umum penderita relative lebih Keadaan penderita jauh lebih jelek.
baik. Plasenta terlepas luas,uterus
Plasenta terlepas sebagian atau inkomplit. keras/tegang.
Jarang berhubungan dengan hipertensi. Sering berkaitan dengan hipertensi.

LO.2.5 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Solusio Plasenta.


Gambaran klinik penderita solusio plasenta bervariasi sesuai dengan berat ringannya atau
luas permukaan maternal plasenta yang terlepas. Gejala dan tanda klinis yang klasiok dari
solusio plasenta adalah terjadinya perdarahan yang berwarna tua keluar melalui vagina, rasa
nyeri perut dan uterus tegang terus-menerus mirip his partus prematurus.
1. Solusio Plasenta Ringan
Pada solusio plasenta ringan tidak ada gejala kecuali hematoma yang berukuran beberapa
sentimeter terdapat pada permukaan maternal plasenta. Rasa nyeri pada perut masih
ringan dan darah yang keluar masih sedikit, sehingga belum keluar melalui vagina.
Tanda-tanda vital dan keadaan umum ibu ataupun janin masih baik. Pada inspeksi dan
auskultasi tidak dijumpai kelainan kecuali pada palpasi sedikit terasa nyeri lokal pada
tempat terbentuk hematom dan perut sedikit tegang tapi bagian-bagian janin masih bisa
teraba.

2. Solusio Plasenta Sedang

14
Gejala-gejala dan tanda-tanda sudah sudah jelas seperti rasa nyeri pada perut yang terus
menerus, denyut jantung janin biasanya telah menunjukkan gawat janin, perdarahan
tampak keluar lebih banyak, taki9kardia, hipotensi, kulit dingi dan keringatan, oliguria
mulai ada , kadar fibrinogen berkurang antara 150 sampai 250 mg/100 ml dan mungkin
kelainan pembekuan darah dan gangguan fungsi ginjal sudah mulai ada.
Rasa nyeri dan tegang perut jelas sehingga bagian-bagia janin sulit teraba. Rasa nyeri
akut, perdarahan pervaginam berwana kehitaman, penderita pucat karena mulai syok
sehingga keringat dingin.keadaan janin biasanya sudah gawat.

3. Solusio Plasenta Berat


Perut sangat nyeri dan tegang serta keras seperti papan disertai perdarahan yang berwarna
hitam. Sehingga palpasi bagian-bagian janin tidak mungkin lagi dilakukan. Fundus uteri
lebih tinggi daripada seharusnya hal ini terjadi karena penumpukan darah di dalam rahim.
Jika dalam masa observasi tinggi fundus betrtambah lagi berarti perdarahan baru masih
berlangsung. Pada inspeksi rahim kelihatan membulat dan kulit diatasnya kencang dan
berkilat. Pada auskultasi DJJ tidak terdengar lagi akibat gangguan anatomik dan fungsi
plasenta. Keadaan umum menjadi buruk disertai syok. Hipofibrinogemia atau rendahnya
kadar fibrinogen di dalam darah dan oliguria telah terjadi sebagai akibat komplikasi
pembekuan darah intravaskular yang luas dan gangguan fungsi ginjal. Kadar fibrinigen
darah rendah yaitu kurang kurang dari 150 mg% dan teoah ada trombositopenia.

LO.2.6 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Solusio Plasenta.
Keluhan dan gejala pada solusio plasenta dapat bervariasi cukup luas. Sebagai contoh,
perdarahan eksternal dapat banyak sekali meskipun pelepasan plasenta belum begitu luas
sehingga menimbulkan efek langsung pada janin, atau dapat juga terjadi perdarahan eksternal
tidak ada, tetapi plasenta sudah terlepas seluruhnya dan janin meninggal sebagai akibat
langsung dari keadaan ini. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi mengandung
ancaman bahaya yang jauh lebih besar bagi ibu, hal ini bukan saja terjadi akibat
kemungkinan koagulopati yang lebih tinggi, namun juga akibat intensitas perdarahan yang
tidak diketahui sehingga pemberian transfusi sering tidak memadai atau terlambat

15
 
Tabel 2. 2 Tanda dan Gejala Pada Solusio Plasenta
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa perdarahan pervaginam merupakan gejala atau tanda
dengan frekuensi tertinggi pada kasus-kasus solusio plasenta.

Berdasarkan kepada gejala dan tanda yang terdapat pada solusio plasenta klasik
umumnya tidak sulit menegakkan diagnosis, tapi tidak demikian halnya pada bentuk solusio
plasenta sedang dan ringan. Solusio plasenta klasik mempunyai ciri-ciri nyeri yang hebat
pada perut yang datangnya cepat disertai uterus yang tegang terus menerus  seperti papan,
penderita menjadi anemia dan syok, denyut jantung janin tidak terdengar dan pada
pemeriksaan palpasi perut ditemui kesulitan dalam meraba bagian-bagian janin.
Prosedur pemeriksaan untuk dapat menegakkan diagnosis solusio plasenta antara lain :
1. Anamnesis
- terdapat perdarahan disertai rasa nyeri, terjadi spontan atau karena trauma, perut
terasa nyeri diikuti penurunan sampai terhentinya gerakan janin dalam Rahim.
Perdarahan pervaginam, kontraksi uterus dan nyeri abdomen.

2. Inspeksi
- Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.
- Pucat, sianosis dan berkeringat dingin.
- Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu).

3. Palpasi
 
- Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.
- Uterus tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois (wooden uterus)
baik waktu his maupun di luar his.
- Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas.
- Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus) tegang.
16
4. Auskultasi
- Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila denyut jantung terdengar biasanya di atas
140, kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas
lebih dari satu per tiga bagian

5. Pemeriksaan dalam
- Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup
- Kalau sudah terbuka maka plasenta dapat teraba menonjol dan tegang, baik sewaktu
his maupun di luar his.
- Apabila plasenta sudah pecah dan sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan turun
ke bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus placenta, ini sering
meragukan dengan plasenta previa.
6. Pemeriksaan umum
 Pemeriksaan fisik umum : keadaan umum penderita tidak sesuai dengan jumlah
perdarahan, tekanan darah menurun, nadi dan pernapasan meningkat, penderita
tampak anemis.
 Pemeriksaan khusus : palpasi abdomen (perut tegang terus-menerus, tersa nyeri saat
dipalpasi, bagian janin sukar ditentukan), auskultasi (denyut jantung janin sangat
bervariasi dari asfiksia ringan sampai berat), pemeriksaan dalam (terdapat
pembekuan, ketuban tegang dan menonol).

7. Pemeriksaan laboratorium
- Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder dan leukosit.
- Darah : Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-match test. Karena pada
solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah hipofibrinogenemia, maka
diperiksakan pula COT(Clot Observation test) tiap l jam, tes kualitatif fibrinogen
(fiberindex), dan tes kuantitatif fibrinogen (kadar normalnya 15O mg%.
8. Pemeriksaan plasenta
- Plasenta dapat diperiksa setelah dilahirkan. Biasanya tampak tipis dan cekung di
bagian plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat koagulum atau darah beku yang
biasanya menempel di belakang plasenta, yang disebut hematoma retroplacenter 

9. Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)


Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain :  
Terlihat daerah terlepasnya plasenta
Janin dan kandung kemih ibu
Darah
Tepian plasenta
Diagnosis banding

Solusio plasenta Plasenta previa

Kejadian Hamil tua in partu Hamil tua

17
Anamnesis Mendadak Perlahan tanpa disadari

Terdapat trauma Tanpa trauma

Perdarahan dengan nyeri Perdarahan tanpa nyeri

Keadaan umum Tidak sesuai dengan Sesuai dengan perdarahaan


perdarahan yang tampak

Anemis, tekanan darah,


nadi, pernapasan tidak
sesuai dengan perdarahan

Dapat disertai pre-


eklamsia/eklamsia

Palpasi abdomen Tegang, nyeri Lembek – tanpa rasa nyeri

Bagian janin sulit diraba Bagian janin mudah diraba

Pemeriksaan dalam Ketuban tegang menonjol Jaringanplasenta

Denyut jantung janin Asfiksia sampai mati Asfiksia


bergantung pada lepasnya
Meninggal bila Hb < 5 g%
plasenta

LO.2.7 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana Solusio Plasenta.


Solusio plasenta ringan
Dengan tanda perut tegang sedikit, perdarahan tidak terlalu banyak, keadaan janin masih
baik, dapat dilakukan penanganan secara konservatif.Bila perdarahan berlangsung terus,
ketegangan makin meningkat, dengan janin yang masih baik dilakukan seksio
sesaria.Penanganan perdarahan yang berhenti dan keadaan yang baik pada kehamilan
premature dilakukan dirumah sakit.

Solusio plasenta sedang dan berat


Penanganannya dilakukan dirumah sakit karena dapat membahayakan jiwa penderita.
Tatalaksananya adalah pemasangan infus dan transfuse darah, memecahkan ketuban, induksi
persalinan atau seksio sesarea. Oleh karena itu, penanganan solusio plasenta sedang dan berat
harus dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas yang mencukupi.

Dalam melakukan rujukan diberikan pertolongan darurat :


Pemasangan infus,

18
Tanpa melakukan pemeriksaan dalam
Diantar petugas yang dapat memberikan pertolongan
Mempersiapkan donor dari masyarakat atau keluarganya
Menyertakan keterangan tentang apa yang telah dilakukan untuk memberikan pertolongan
pertama

Pilihan metode kelahiran pada kasus ini bergantung kepada kondisi ibu serta janin, partus
pervaginam dapat dilakukan pada kondisi :
Derajat pemisahan plasenta sedikit serta hasil CTG reassuring
Derajat pemisahan plasenta luas tetapi janin sudah meninggal
Pengecualian partus pervaginam adalah apabila perdarahan tidak dapat dikontrol dan
operasi memerlukan waktu lebih lama untuk menyelamatkan nyawa ibu atau bayi.

Penanganan kasus-kasus solusio plasenta didasarkan kepada berat atau ringannya gejala
klinis, yaitu:
Solusio plasenta ringan
Ekspektatif, bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan
(perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup) dengan tirah
baring dan observasi ketat, kemudian tunggu persalinan spontan.
Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio plasenta makin jelas,
pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta bertambah luas), maka kehamilan
harus segera diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan
amniotomi disusul infus oksitosin untuk mempercepat persalinan.

Solusio plasenta sedang dan berat


Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan di rumah
sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu seksio sesaria.
Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan telah terjadi
sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus segera diberikan.
Amniotomi akan merangsang persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin. Keluarnya
cairan amnion juga dapat mengurangi perdarahan dari tempat implantasi dan
mengurangi masuknya tromboplastin ke dalam sirkulasi ibu yang mungkin akan
mengaktifkan faktor-faktor pembekuan dari hematom subkhorionik dan terjadinya
pembekuan intravaskuler dimana-mana. Persalinan juga dapat dipercepat dengan
memberikan infus oksitosin yang bertujuan untuk memperbaiki kontraksi uterus yang
mungkin saja telah mengalami gangguan.
Gagal ginjal sering merupakan komplikasi solusio plasenta. Biasanya yang terjadi adalah
nekrosis tubuli ginjal mendadak yang umumnya masih dapat tertolong dengan
penanganan yang baik. Tetapi bila telah terjadi nekrosis korteks ginjal, prognosisnya
buruk sekali. Pada tahap oliguria, keadaan umum penderita umumnya masih baik. Oleh
karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang
teliti yang harus secara rutin dilakukan pada penderita solusio plasenta sedang dan
berat, apalagi yang disertai hipertensi menahun dan preeklamsia. Pencegahan gagal
ginjal meliputi penggantian darah yang hilang, pemberantasan infeksi yang mungkin
terjadi, mengatasi hipovolemia, menyelesaikan persalinan secepat mungkin dan
mengatasi kelainan pembekuan darah.
Kemungkinan kelainan pembekuan darah harus selalu diawasi dengan pengamatan
pembekuan darah. Pengobatan dengan fibrinogen tidak bebas dari bahaya hepatitis,
oleh karena itu pengobatan dengan fibrinogen hanya pada penderita yang sangat

19
memerlukan, dan bukan pengobatan rutin. Dengan melakukan persalinan secepatnya
dan transfusi darah dapat mencegah kelainan pembekuan darah.
Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya solusio plasenta. Tetapi
jika itu tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan amniotomi dan infus
oksitosin, maka satu-satunya cara melakukan persalinan adalah seksio sesaria.
Apoplexi uteroplacenta (uterus couvelaire) tidak merupakan indikasi histerektomi. Akan
tetapi, jika perdarahan tidak dapat dikendalikan setelah dilakukan seksio sesaria maka
tindakan histerektomi perlu dilakukan

LO.2.8 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Solusio Plasenta.


Komplikasi solusio plasenta pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang
terlepas, usia kehamilan dan lamanya solusio plasenta berlangsung
Komplikasi yang dapat terjadi pada Ibu:
Syok perdarahan
Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak dapat
dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan telah
diselesaikan, penderita belum bebas dari perdarahan postpartum karena kontraksi
uterus yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III persalinan dan
adanya kelainan pada pembekuan darah. Pada solusio plasenta berat keadaan syok
sering tidak sesuai dengan jumlah perdarahan yang terlihat. Titik akhir dari hipotensi
yang persisten adalah asfiksia, karena itu pengobatan segera ialah pemulihan defisit
volume intravaskuler secepat mungkin. Angka kesakitan dan kematian ibu tertinggi
terjadi pada solusio plasenta berat. Meskipun kematian dapat terjadi akibat nekrosis
hipofifis dan gagal ginjal, tapi mayoritas kematian disebabkan syok perdarahan dan
penimbunan cairan yang berlebihan. Tekanan darah tidak merupakan petunjuk
banyaknya perdarahan, karena vasospasme akibat perdarahan akan meninggikan
tekanan darah. Pemberian terapi cairan bertujuan mengembalikan stabilitas
hemodinamik dan mengkoreksi keadaan koagulopathi. Untuk tujuan ini pemberian
darah segar adalah pilihan yang ideal, karena pemberian darah segar selain dapat
memberikan sel darah merah juga dilengkapi oleh platelet dan faktor pembekuan.

Gagal ginjal
Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita solusio
plasenta, pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena perdarahan
yang terjadi. Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak, yang umumnya
masih dapat ditolong dengan penanganan yang baik. Perfusi ginjal akan terganggu
karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguri dan proteinuri akan terjadi akibat
nekrosis tubuli atau nekrosis korteks ginjal mendadak. Oleh karena itu oliguria hanya
dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang harus secara rutin
dilakukan pada solusio plasenta berat. Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian
darah yang hilang secukupnya, pemberantasan infeksi, atasi hipovolemia, secepat
mungkin menyelesaikan persalinan dan mengatasi kelainan pembekuan darah

Kelainan pembekuan darah

20
Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya disebabkan oleh
hipofibrinogenemia. Dari penelitian yang dilakukan oleh Wirjohadiwardojo di
RSUPNCM dilaporkan kelainan pembekuan darah terjadi pada 46% dari 134 kasus
solusio plasenta yang ditelitinya. Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil
cukup bulan ialah 450 mg%, berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen
plasma kurang dari 100 mg% maka akan terjadi gangguan pembekuan darah.
Mekanisme gangguan pembekuan darah terjadi melalui dua fase :

a.Fase I
Pada pembuluh darah terminal (arteriole, kapiler, venule) terjadi pembekuan darah,
disebut disseminated intravasculer clotting. Akibatnya ialah peredaran darah kapiler
(mikrosirkulasi) terganggu. Jadi pada fase I, turunnya kadar fibrinogen disebabkan
karena pemakaian zat tersebut, maka fase I disebut juga coagulopathi consumptive.
Diduga bahwa hematom subkhorionik mengeluarkan tromboplastin yang
menyebabkan pembekuan intravaskuler tersebut. Akibat gangguan mikrosirkulasi
dapat mengakibatkan syok, kerusakan jaringan pada alat-alat yang penting karena
hipoksia dan kerusakan ginjal yang dapat menyebabkan oliguria/anuria

b. Fase II
Fase ini sebetulnya fase regulasi reparatif, yaitu usaha tubuh untuk membuka
kembali peredaran darah kapiler yang tersumbat. Usaha ini dilaksanakan dengan
fibrinolisis. Fibrinolisis yang berlebihan malah berakibat lebih menurunkan lagi
kadar fibrinogen sehingga terjadi perdarahan patologis. Kecurigaan akan adanya
kelainan pembekuan darah harus dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium,
namun di klinik pengamatan pembekuan darah merupakan cara pemeriksaan yang
terbaik karena pemeriksaan laboratorium lainnya memerlukan waktu terlalu lama,
sehingga hasilnya tidak mencerminkan keadaan penderita saat itu.

Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)


Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim dan di
bawah perimetrium kadang-kadang juga dalam ligamentum latum. Perdarahan ini
menyebabkan gangguan kontraktilitas uterus dan warna uterus berubah menjadi biru
atau ungu yang biasa disebut Uterus couvelaire. Tapi apakah uterus ini harus
diangkat atau tidak, tergantung pada kesanggupannya dalam membantu menghentikan
perdarahan

Komplikasi yang dapat terjadi pada janin :


1.Fetal distress
2. Gangguan pertumbuhan/perkembangan
3. Hipoksia dan anemia
4. Kematian

LO.2.9 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Solusio Plasenta.


- Hindari minuman beralkohol, merokok, atau penggunaan obat-obatan narkotika dan
psikotropika selama kehamilan.

21
- Pemeriksaan kehamilan ke dokter atau bidan sejak awal diketahui adanya kehamilan dan
secara teratur selama masa kehamilan.
- Mengenali dan mengatasi adanya masalah kesehatan pada ibu hamil seperti diabetes dan
tekanan darah tinggi dapat menurunkan risiko terjadinya solusio plasenta.

LO.2.10 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Solusio Plasenta.


Prognosis ibu tergantung luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus, banyaknya
perdarahan, ada atau tidak hipertensi menahun atau preeklamsia, tersembunyi tidaknya
perdarahan, dan selisih waktu terjadinya solusio plasenta sampai selesainya persalinan. Angka
kematian ibu pada kasus solusio plasenta berat berkisar antara 0,5-5%. Sebagian  besar kematian
tersebut disebabkan oleh perdarahan, gagal jantung dan gagal ginjal. Hampir 100% janin pada
kasus solusio plasenta berat mengalami kematian. Tetapi ada literatur yang menyebutkan angka
kematian pada kasus berat berkisar antara 50-80%. Pada kasus solusio plasenta ringan sampai
sedang, keadaan janin tergantung pada luasnya plasenta yang lepas dari dinding uterus, lamanya
solusio plasenta berlangsung dan usia kehamilan. Perdarahan lebih dari 2000 ml biasanya
menyebabkan kematian  janin. Pada kasus-kasus tertentu tindakan seksio sesaria dapat
mengurangi angka kematian janin.
Solusio plasenta tidak selalu menyebabkan kematian bagi ibu hamil yang mengalaminya.
Namun bagaimanapun semua keadaan berikut ini dapat meningkatkan risiko kematian ibu
dan bayi, antara lain:
Serviks (leher rahim) yang menutup
Diagnosis dan penanganan solusio plasenta yang terlambat
Perdarahan yang berlebihan, yang mengakibatkan syok
Perdarahan uterus yang tersembunyi selama kehamilan
Tidak adanya tanda-tanda persalinan

Pada sekitar separuh kasus solusio plasenta, stres pada janin terjadi di awal kejadian. Bayi
yang masih hidup memiliki kemungkinan sebanyak 40-50% untuk mengalami komplikasi
yang bervariasi mulai dari yang ringan sampai yang berat.

DAFTAR PUSTAKA

Corwin & Elizabeth, J 2009, Buku saku patofisiologi, edk 3, Nike Budhi, EGC, Jakarta.
 
Cunningham, F. Gary. 2005. Obstetri Williams. Jakarta : EGC

DeCherney, AH & Pernoll, ML 2006, Obstetric & Gynecologic Diagnosis & Treatment, 10th
edn, McGraw-Hill, New York.
 

22
Francois KE, Foley MR. Antepartum and postpartum hemorrhage. In: Gabbe SG, Niebyl JR,
Gasong MS, Hartono E, Moerniaeni N. Penatalaksanaan Perdarahan Antepartum. Bagian
Obstetri dan Ginekologi FK UNHAS; 1997. 3-8.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25583/4/Chapter%20II.pdf  
  
Manuaba, IBG, Manuaba, IAC & Manuaba, IBGF 2007, Pengantar kuliah obstetri, EGC,
Jakarta.
 
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Obstetri Fisiologi Dan Obstetri Patologi. Jilid 1.
Jakarta: EGC. Hlm: 198-208.
 
 Norwitz, Errol. 2007. At a Glance Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Erlangga. Hlm: 88-89.
 
Obstetri William : panduan ringkas / Kenneth J. Lereno, Egi Komara Yudha, Nike Budhi
Subekti, Jakarta EGC 2009.
 
Prawirodihardjo, S . 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
 
Saifuddin, A B. 2010. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawihardjo Ed 4. Jakarta : PT Bina Pus
Simpson JL, eds. 2007. Obstetrics - Normal and Problem Pregnancies. 5th ed. Philadelphia,
Pa: Elsevier Churchill Livingstone. chap 18.

23

Anda mungkin juga menyukai