Anda di halaman 1dari 6

Rekayas Faktor Manusia

(Rabu, 09 Maret 2022)

Dosen Pengampu : Bapak Ahmad Basuki, M.Sc

Oleh:
Desni Barani Sondrara Halawa
Nomor Taruna 21011038
Prodi RSTJ Kelas B

POLITEKNIK KESELAMATAN TRANSPORTASI JALAN


TAHUN AKADEMIK 2020/2021
TUGAS 1
PERBEDAAN HUMAN FACTOR DAN HUMAN ERROR

1. Human Factor

Human factor adalah bagian dari kemampuan manusia, keterbatasan manusia dan
karakteristik manusia lainnya yang berhubungan dengan desain dan disiplin ilmu yang
mempelajari perilaku manusia secara fisik dan psikologis serta hubungannya dengan
lingkungan.

Menurut Chapanis (1985), faktor manusia berkaitan dengan informasi tentang perilaku
manusia, kapabilitas, dan keterbatasan serta karakteristik mengenai desain peralatan, mesin,
sistem, pekerjaan dan lingkungan untuk menghasilkan keselamatan, kenyamanan, dan efektivitas
dalam penggunaannya.

Secara garis besar aktivitas manusia dapat digolongkan menjadi dua komponen utama, yaitu:

1. Kerja fisik (menggunakan otot sebagai aktivitas utama).


2. Kerja mental (menggunakan otak sebagai pemicu utama).

Kedua aktivitas tersebut tidak dapat dipisahkan sepenuhnya karena terdapat hubungan yang
erat antara satu dengan yang lainnya. Faktor manusia juga diartikan sebagai penerapan ilmiah
dari kemampuan dan keterbatasan yang dimiliki manusia dalam merancang sistem atau produk
atau lingkungan dan sebagainya sehingga aman, efektif, efisien, produktif dan mudah
digunakan. Faktor manusia merupakan aplikasi ilmiah dari kekuatan dan kelemahan manusia
dalam merancang suatu sistem atau teknologi. Faktor manusia sering disamakan dengan
ergonomi, rekayasa kegunaan, ergonomi kognitif, atau desain yang berpusat pada pengguna.

Contohnya : Manusia sebagai makhluk individu memiliki perbedaan kemampuan dalam


menyelesaikan tugas/pekerjaan, menggunakan peralatan, meskipun terkadang telah dilatih atau
direkrut secara profesional dengan kualifikasi pekerjaan yang sama. Misalnya, Pengemudi A
memiliki kemampuan mengemudi yang lebih professional di bandingkan dengan Pengemudi B
yang memiliki keterbatasan di beberapa hal yang mengoperasikan kendaraan.

2.Human Error

Human Error adalah kegagalan manusia dalam melaksanakan tugas yang telah dirancang
dalam batas kecepatan, rangkaian atau waktu tertentu atau semua kejadian dimana kegiatan yang
direncanakan tidak sesuai dengan yang diharapkan, sehingga hasil yang diperoleh tidak
memuaskan.

Human Error sering disebut-sebut sebagai faktor utama penyebab kecelakaan. Bagi
masyarakat umum, pelaporan tentang kecelakaan transportasi yang penyebabnya adalah human
error seringkali diartikan sebagai human error oleh operator sistem (misal masinis, pilot, dll).
Persepsi tersebut sebenarnya kurang tepat, mengingat masih banyak faktor dan aspek lain yang
secara langsung maupun tidak langsung dapat mendorong operator melakukan tindakan yang
tidak tepat.
Contohnya :

 Misalnya jika seorang pengguna memiliki pengetahuan yang kurang tentang suatu alat,
maka pengguna tersebut tidak dapat mengoperasikan peralatan tersebut dengan baik dan
hasil yang diperoleh juga akan kurang maksimal atau tidak sesuai dengan yang diharapkan.
 Seorang pengemudi mengalami kecelakaan lalu lintas di karenakan berada di bawah
pengaruh obat-obatan terlarang (narkoba), dalam kondisi mabuk (minum minuman keras),
kelelahan, bermain perangkat elektronik saat berkendara dan lain sebagainya.

Kesalahan Manusia dan Faktor Manusia bukanlah hal yang sama tetapi saling terkait dan
tidak dapat dipisahkan. Faktor manusia mempunyai komponen yaitu kemampuan, keterbatasan,
dan sebagainya. Kesalahan manusia terjadi karena sifat manusia yang mudah melupakan apa
yang telah dipelajari, kebingungan, kelelahan, kelalaian, kesalahan, dan sebagainya. Banyak
yang mengatakan bahwa kecelakaan lebih banyak dipengaruhi oleh human error, namun
kecelakaan yang disebabkan oleh human error tidak lepas dari faktor lain seperti peralatan yang
digunakan, mesin, dan ruang kerja.
TUGAS 1

KASUS KECELAKAAN TRUK TRONTON DI BALIKPAPAN

 KRONOLIG KEJADIA
(SUMBER : https://oto.detik.com/berita/d-5917969/terungkap-penyebab-kecelakaan-truk-di-
balikpapan-salah-satunya-karena-klakson-telolet)

Jakarta - Kecelakaan truk kontainer di Balikpapan masih menimbulkan tanda tanya terkait sebab
mengalami rem blong. Menurut KNKT (Komite Nasional Keselamatan Transportasi), salah satu
penyebab truk tersebut mengalami rem blong adalah karena menggunakan klakson telolet.
Kecelakaan fatal melibatkan truk dimensi panjang terjadi di Simpang Rapak, pada 21 Januari
2022 sekira pukul 06.15 WITA. Dalam kecelakaan itu, truk kontainer mengalami rem blong dan
menabrak para pengendara yang sedang berhenti untuk menunggu lampu merah.

Kecelakaan itu mengakibatkan 4 orang korban tewas dan sekitar 30 orang luka berat hingga
ringan. Truk tronton itu sendiri dikendarai sopir bernama M Ali (47). Ia langsung diamankan
sesaat setelah kejadian dan juga ditetapkan menjadi tersangka.

Dijelaskan oleh Senior Investigator KNKT, Achmad Wildan, kecelakaan yang terjadi di
Balikpapan dipastikan terjadi akibat kasus angin tekor, yang mengakibatkan rem truk tersebut
tidak berfungsi.

Dari hasil investigasi, Wildan menjabarkan ada tiga temuan yang berhasil dikulik dari
pengakuan sopir truk tersebut."(Kejadian truk kecelakaan) di Balikpapan akan saya sampaikan
faktualnya. Pertama, pengemudi pada saat masuk turunan itu menggunakan gigi empat.
Sekalipun (dia) ngomong sehabis itu dia masuk gigi tiga, saya tidak percaya. Karena saya kan
pengemudi juga, saya asesor kompetensi pengemudi, jadi saya paham betapa sulitnya
memindahkan gigi ketika di turunan dalam kondisi pedal kopling nggak bisa diinjak," buka
Wildan di Purwakarta, Kamis (27/1/2022).
"Kemudian pengemudi menjelaskan, jarum rpm menunjuk angka 5, pedal rem keras. Oke,
berarti di sini masalahnya angin tekor. Saya minta tim investigator ngecek, coba cek gap atau
celah kampas dengan rem, ketemu, (ada gap) lebih dari 2 mm," lanjut Wildan.
Selain dua temuan tersebut, temuan lain tim KNKT adalah klakson telolet yang dipasang pada
truk tersebut. Klakson telolet itu menggunakan angin dari tabung yang sama dengan tabung
angin untuk kebutuhan rem.

Modifikasi klakson telolet tersebut sejatinya tidak dibenarkan, jika sumber udara pada klakson
itu disatukan dengan sumber udara pada sistem pengereman. Seharusnya klakson itu
menggunakan tabung angin sendiri sehingga kebutuhan udara untuk sistem pengereman selalu
terjaga.

"Apalagi temuannya? Dipasang klakson telolet. Nah di situ, dua titik tadi itu menunjukkan dia
boros (angin). Karena pada saat dia turun, pengemudi itu nggak sempat ngisi (angin)," jelas
Wildan.

Jadi gini, celah rem, kampas dengan tromol sama klakson telolet, itu ketika beroperasi di jalan
mendatar nggak masalah. Karena buang angin, nanti diisi lagi, kan ngegas terus. Tapi pada saat
jalan turun, nggak akan punya kesempatan ngisi (angin). Hanya buang aja. Begitu buang tanpa
ngisi, saya yakin dua tiga kali injekan, dua tiga kali nglakson selesai. Dia nggak bisa lagi nginjak
pedal rem. Nah itulah kasus yang terjadi di Balikpapan. Jadi kasusnya adalah angin tekor,"
katanya lagi.

"Namun intinya adalah bahwa kita harus memberikan edukasi kepada pengemudi. Kalau di jalan
menurun, jangan gunakan gigi tinggi, jangan ngerem pakai service brake karena akan ketemu
tiga hal. Kalau kondisi kendaraan bagus semua akan ketemu brake fading. Kalau ketemu gap
kampas dan remnya renggang, ketemu angin tekor. Kalau misalkan remnya ada kandungan air,
akan ketemu vapor lock. Tiga-tiganya (bikin) rem blong," jelasnya.
ANALISIS KASUS KECELAKAAN TRUK TRONTON
DI BALIKPAPAN BERDASARKAN
HUMAN FACTOR ENGINEERING

Berdasarkan kronologis kasus kecelakaan truk tronton di Balikpapan yang saya baca di
situs web https://oto.detik.com/berita/d-5917969/terungkap-penyebab-kecelakaan-truk-di
balikpapan-salah-satunya-karena-klakson-telolet, ada beberapa hal yang berkaitan dengan
penyebab kasus kecelakaan tersebut yaitu :
1. Kasus kecelakaan tersebut dipastikan terjadi akibat kasus angin tekor, yang mengakibatkan
rem truk tersebut tidak berfungsi.
2. Pengemudi pada saat masuk turunan itu menggunakan gigi empat. Sekalipun pengemudi
mengatakan sehabis itu masuk gigi tiga, hal itu masih meragukan karena betapa sulitnya
memindahkan gigi ketika di turunan dalam kondisi pedal kopling tidak bisa diinjak.
3. Pengemudi menjelaskan, jarum rpm menunjuk angka 5, pedal rem keras, berarti di sini
masalahnya angin tekor dan sudah di lakukan pengecekan di gap atau celah kampas dengan
rem ditemukan (ada gap) lebih dari 2 mm
4. Klakson telolet yang dipasang pada truk tersebut menggunakan angin dari tabung yang
sama dengan tabung angin untuk kebutuhan rem. Pengemudi melakukan modifikasi klakson
telolet tersebut tidak dibenarkan, jika sumber udara pada klakson itu disatukan dengan
sumber udara pada sistem pengereman. Seharusnya klakson itu menggunakan tabung angin
sendiri sehingga kebutuhan udara untuk sistem pengereman selalu terjaga.

Berdasarkan hal diatas, menurut saya kasus kecelakaan truk tronton di Balikpapan
disebabkan oleh human error. Alasannya karena Pengemudi sudah melakukan modifikasi pada
truk yang tidak sesuai dengan ketentuan spesifikasi kendaraan yang sebenarnya dengan
melakukan modifikasi klekson telolet dimana sumber udaranya disatukan dengan sumber udara
pada sistem pengereman yang membuat boros sumber angin, sehingga pada saat penurunan
tidak memiliki kesempatan untuk mengisi angin, hanya buang saja yang membuat tidak bisa
menginjak pedal rem akibat angin tekor. Ha ini sesuai dengan pengertian dari human error
sendiri yaitu kegagalan manusia dalam melaksanakan tugas yang telah dirancang dalam batas
kecepatan, rangkaian atau waktu tertentu atau semua kejadian dimana kegiatan yang
direncanakan tidak sesuai dengan yang diharapkan, sehingga hasil yang diperoleh tidak
memuaskan.

Anda mungkin juga menyukai