Anda di halaman 1dari 56

HUBUNGAN DERAJAT NYERI DENGAN TINGKAT

AKTIVITAS FISIK PASIEN OSTEOARTHRITIS DI


POLI SYARAF RSI ARAFAH REMBANG TAHUN 2021

WITONO
202101063

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
CENDEKIA UTAMA KUDUS
TAHUN 2021
1

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah, rahmat dan
hidayah-NYA yang senantiasa dilimpahkan kepada penulis, sehingga mampu
menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “HUBUNGAN DERAJAT
NYERI DENGAN TINGKAT AKTIVITAS FISIK PASIEN OSTEOARTHRITIS
DI POLI SYARAF RSI ARAFAH REMBANG TAHUN 2021”. Skripsi ini
disusun guna melengkapi salah satu persyaratan untuk memperoleh Gelar Sarjana
Keperawatan (S-I) di STIKES Cendekia Utama Kudus.

Dalam penyusunan skripsi ini banyak hambatan serta rintangan yang penulis
hadapi, namun pada akhirnya dapat melaluinya berkat adanya bimbingan dan
bantuan dari berbagai pihak baik secara moral maupun spiritual. Untuk itu pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya, penghargaan yang setinggi-tingginya dan permohonan maaf atas segala
kesalahan yang pernah penulis lakukan kepada semua pihak yang telah
membantu, terutama kepada:

1. Bapak Ilham Setyobudi S.Kp., M.Kes selaku ketua STIKES Cendekia


Utama Kudus.
2. Dr. Nowohadi Tjitrosuwito, Sp. PD selaku direktur RSI Arafah yang
telah memberikan ijin studi dan selalu memberikan semangat untuk
memperoleh gelar Sarjana Keperawatan di STIKES Cendekia Utama
Kudus.
3. Ibu Biyanti Dwi Winarsih, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku dosen
pembimbing utama yang telah bersedia meluangkan waktu untuk
memberikan arahan selama penyusunan skripsi.
4. Seluruh jajaran Dosen dan Staf Jurusan Ilmu Keperawatan STIKES
Cendekia Utama Kudus.
5. Seluruh staf RSI Arafah Rembang yang telah memberikan semangat
dan membantu kelancaran dalam proses studi di STIKES Cendekia
Utama Kudus.
6. Keluarga kecilku Bapak, Ibu dan adik yang telah terabaikan kasih
sayangnya dan selalu memberikan dukungan baik moral maupun
Page 2 of 56
1

material serta doa yang tiada henti setiap hari selama penulis
menyelesaikan skripsi.
7. Rekan-rekan seangkatan dan seperjuangan di STIKES Cendekia
Utama Kudus yang telah banyak memberikan dukungan.
8. Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh


dari sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang
dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari berbagai pihak demi penyempurnaan selanjutnya.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat untuk mendorong penelitian
– penelitian selanjutnya.

Kudus, 18 Februari 2022.

PENULIS

Page 3 of 56
1

Page 4 of 56
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif kronis yang
menyerang tulang rawan artikular. Penyakit ini erat kaitannya dengan proses
penuaan dan sebagian besar berlokasi di sendi lutut, pinggul, jari, dan daerah
vertebra lumbal oleh karena proses penekanan yang terus menerus selama
beberapa tahun (Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak
Menular Kemenkes, 2016).

Osteoartritis termasuk salah satu masalah kesehatan yang sering dijumpai


karena adanya perubahan pola hidup dan peningkatan usia. Osteoartritis (OA)
adalah penyakit degeneratif yang berkaitan dengan kartilago, lapisan sendi,
ligament, tulang yang dapat menimbulkan kekakuan sendi, dan progresif lambat.
( Soeryadi Aylin, dkk. 2017). OA dikaitkan dengan proses penuaan dan paparan
stres yang berkepanjangan yang dapat memungkinkan mempengaruhi sendi.
Pravalensi OA menurut WHO (World Health Organization), di seluruh dunia
terapat 9,6% kasus OA pada pria sedangkan pada wanita yang berusia diatas 60
tahun sebesar 18%. Di Indonesia terdapat 5% kasus OA pada pria usia 61 tahun.
Pravelensi OA lutut di Indonesia cukup tinggi yang terdiri dari 15,5% pada pria
dan 12,7% pada wanita dari total popilasi Indonesia yang berjumlah 255 juta
orang( Ahmad.I.W et al, 2018). Berdasarkan data dari RISKESDAS 2018,
prevalensi penyakit sendi di Indonesia tercatat sekitar 7,3% dan osteoarthritis
(OA) atau radang sendi merupakan penyakit sendi yang umum terjadi. Meski
sering dikaitkan dengan pertambahan usia, atau dikenal sebagai penyakit
degeneratif, penyakit sendi telah terjadi pada masyarakat di rentang usia 15 –
24 tahun (angka prevalensi sekitar 1,3%), angka prevalensi terus meningkat pada
rentang usia 24 – 35 tahun (3,1%) dan rentang usia 35 – 44 tahun (6,3%). Di
Jawa Tengah pada tahun 2018 jumlah prevalensi penderita osteoarthritis

Page 5 of 56
1

sebanyak 6,78% (Riskesdas, 2018). Di Kabupaten Sukoharjo jumlah penderita


osteoartitis sebanyak 5,57% (Riskesdas, 2018).
Osteoarthritis menempati urutan ke lima penyebab disabilitas terbesar
diseluruh populasi negara maju, dan urutan ke sembilan pada negara berkembang.
Hampir 50% dari keseluruhan penyakit muskuloskeletal merupakan kasus
osteoarthritis, dalam hal ini dipertimbangkan sebagai kondisi yang paling
membebani dari seluruh kelompok penyakit muskuloskeletal, yang juga
mencakup rheumatoid dan osteoporosis (Wahyuni,2016).

Prevalensi kejadiannya pada tahun 2014 sekitar 560 juta jiwa di seluruh
dunia. Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO), penduduk yang
mengalami gangguan osteoarthritis di Indonesia mencapai 20 juta jiwa dari total
penduduk. Di Jawa Tengah, kejadian penyakit osteoarthritis mencapai 1,7 juta
jiwa dari semua penduduk (Konggres Nasional Ikatan Reumatologi Indonesia
VI,2015).

Masalah muskuloskeletal seperti arthritis dan gangguan pada tulang menjadi


masalah yang sering terjadi pada lansia karena mempengaruhi mobilitas dan
aktivitas yang merupakan hal vital bagi kesehatan lansia. Arthritis dan gangguan2
pada tulang menyebabkan munculnya nyeri sendi. Nyeri sendi merupakan nyeri
yang dirasakan di bagian persendian dan sekitarnya akibat proses inflamasi.
Belum ada penyebab yang pasti dari penyakit osteoarthritis, namun berdasarkan
sejumlah penelitian faktor risiko utama pada penderita osteoarthritis adalah
usia,jenis kelamin, obesitas, aktivitas fisik, faktor genetik, ras, trauma sendi, dan
chondrocalcinosis. Selain itu ada beberapa hal yang dapat memperparah
osteoarthritis, seperti kurang bergerak, penyakit diabetes dan kelompok
perempuan usia pre-menopause. (Cahyaningtyas, 2017)

Berdasarkan dari hasil survei pendahuluan yang dilakukan di poli syaraf di


RSI Arafah Rembang pada bulan nopember 2021, didapatkan data jumlah pasien
pada 3 bulan terakhir yang menderita osteoarthritis sebanyak 107 pasien. Jumlah
pasien osteoarthritis dengan jenis kelamin laki-laki berjumlah 35 orang

Page 6 of 56
1

sedangkan pasien dengan jenis kelamin perempuan berjumlah 72 pasien. Jumlah


penderita yang berusia <50 tahun sebanyak 20 pasien, penderita yang berusia 50-
60 tahun sebanyak 50 pasien dan pasien berusia >60 tahun sebanyak 37 pasien ,
skala nyeri Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui gambaran tingkat
nyeri dan tingkat aktivitas fisik pada pasien osteoarthritis di Poliklinik syaraf di
Rsi Arafah Rembang tahun 2021, dengan menggunakan desain penelitian
deskriptif. Sampel yang diteliti adalah pasien osteoarthritis sebanyak 38
responden dengan teknik pengambilan sampel yaitu purposive sampling
yangsesuai dengan kriteria penelitian yang telah ditetapkan. Instrumen yang
digunakan pada penelitian ini adalah skala intensitas nyeri Numerical Rating
Scale oleh Potter & Perry (2006) dan International Physical Activity Questionnare
(2002) short form yang sudah baku. Hasil studi pendahuluan ini menunjukkan
bahwa lebih dari setengahnya responden yang memiliki tingkat nyeri sedang
berjumlah 27 orang (71%), sebagian kecil responden yang memiliki tingkat nyeri
berat berjumlah 7 orang (18%), dan tingkat nyeri ringan berjumlah 4 orang (11%),
lebih dari setengahnya responden yang memiliki tingkat aktivitas fisik sedang
berjumlah 29 orang (76%), sebagian kecil responden yang memiliki tingkat
aktivitas fisik ringan berjumlah 8 orang (21%), dan tingkat aktivitas fisik berat
berjumlah 1 orang (3%). Aktivitas fisik yang tidak tepat akan memperparah nyeri
sedangkan aktivitas fisik yang teratur membantu mengurangi penyakit dengan
mengurangi nyeri.

Pasien Osteoarthritis di RSI Arafah dapat dijumpai pada kunjungan poli


penyakit dalam, poli syaraf dan poli bedah orthopedi. Berdasarkan data 10 besar
penyakit yang ada pada kunjungan rawat jalan di RSI Arafah pada tahun 2021
Osteoarthritis menduduki peringkat lima besar diantara penyakit yang lain.

Berbagai dampak dapat diakibatkan oleh osteoarthritis diantaranya adalah


nyeri, keterbatasan gerak, dan tidak dapat melaksanakan aktivitas sehari-hari. Jika
dibiarkan osteoarthritis dapat menyebabkan kecacatan permanen pada tulang,
bentuk tulang bisa berubah menjadi bengkok kedalam atau keluar. Dampak

Page 7 of 56
1

ekonomi, psikologi dan sosial dari osteoarthritis cukup besar, tidak hanya untuk
penderita, tetapi juga keluarga dan lingkungannya (Wahyuni, 2016).

Antara 2015 dan 2050, proporsi dari lansia diperkirakan dua kali lipat dari
12% sampai 22%. Hal ini merupakan peningkatan yang tidak dapat di duga dari
900 juta menjadi 2 milyar orang dengan usia 60 tahun. Lansia menghadapi
permasalahan kesehatan fisik dan mental khusus. Terdapat 125 juta orang dengan
usia 80 tahun bahkan lebih. (World Health Organization, 2015). Kualitas hidup
(Quality of Life) merupakan sebuah konsep yang biasanya kurang di explore
sebelum tahun 1970an. Isu dari biaya efektifitas dan perbaikan perawatan medis
mendorong explorasi ke dalam sejumlah substansi dari pengeluaran uang untuk
mempertahankan seseorang tetap hidup untuk beberapa tahun dengan alat
pernafasan dan peralatan pendukung hidup lainnya. (Wallace, 2008). Kualitas
hidup atau Quality of Life telah dipelajari selama 20 tahun terakhir pada orang
dengan gangguan kronis, salah satunya seperti osteoartritis yang merupakan
penyakit degeneratif dan penyebab utama nyeri. Masalah ini mempengaruhi kira-
kira 46,4 juta orang Amerika, dengan 8,8% dari mereka merupakan penderita
artritis dengan keterbatasan dan menyebutkan bahwa artritisnya merupakan faktor
genetik. (Black and Hawks, 2014)

Rasa nyeri merupakan rasa yang sering dikeluhkan oleh pasien osteoartritis
kepada dokter pada awal mula datang ke pelayanan kesehatan atau Rumah Sakit.
Nyeri terutama dirasakan apabila sendi bergerak atau menanggung beban. Rasa
nyeri merupakan kunci penting yang menunjukkan arah pasien tersebut sedang
mengalami ketidakmampuan. Nyeri yang dirasakan pada penderita osteoartritis
termasuk nyeri neuromuskuloskeletal non-neurogenik, biasanya sering disebut
sebagai altralgia yaitu nyeri akibat proses patologik pada persendian. Proses
terjadinya nyeri pada persendian bisa disebabkan karena inflamasi, imunologik,
non-infeksi, perdarahan dan proses maligna (Mardjono dan Sidharta, 2010). Pada
pemeriksaan radiologi gambaran berupa penyempitan celah sendi asimetris,
peningkatan densitas tulang subkondral, kista tulang, osteofit pada pinggir sendi
dan perubahan anatomi. Nyeri ketika melakukan aktivitas sehari-hari,

Page 8 of 56
1

pembengkakan pada sendi, kaku, kelainan bentuk tubuh (genu varus) merupakan
manifestasi dari osteoarthritis. Oleh karena itu fokus penanganannya adalah
mengontrol rasa nyeri, proteksi sendi serta mempertahankan fungsi kualitas gerak.

Seseorang dengan nyeri osteoatritis akan terjadi disfungsi sendi dan otot
sehingga akan mengalami keterbatasan gerak, penurunan kekuatan dan
keseimbangan otot. Sekitar 18% mengalami kesulitan dan keterbatasan dalam
beraktifitas, kehilangan fungsi kapasitas kerja dan penurunan kualitas hidup (Reis
et. al, 2014). Oleh karena itu, pengukuran kualitas hidup merupakan pengukuran
yang relevan dan penting dalam menilai kondisi fisik, sosial, emosional yang
mana sebagai akibat dari menderita osteoartritis (Miller et. al, 2013).

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui ada


tidaknya hubungan derajat nyeri dengan tingkat aktivitas fisik pada pasien
osteoartritis di poliklinik syaraf di RSI Arafah Rembang.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah
penelitian yaitu apakah terdapat hubungan derajat nyeri dengan tingkat
aktivitas fisik pada pasien osteoartritis di poliklinik syaraf di RSI Arafah
Rembang.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengidentifikasi hubungan derajat nyeri dengan tingkat aktivitas
fisik pada pasien osteoartritis di poliklinik syaraf di RSI Arafah
Rembang.
2. Tujuan Khusus
a. Menggambarkan karakteristik berdasarkan usia dan jenis kelamin pada
pasien osteoartritis di poliklinik syaraf di RSI Arafah Rembang.
b. Menggambarkan derajat nyeri pasien osteoartritis di Poliklinik Syaraf
di RSI Arafah Rembang.

Page 9 of 56
1

c. Menggambarkan tingkat aktivitas fisik pasien osteoartritis di Poliklinik


Syaraf di RSI Arafah Rembang.
d. Menganalisa hubungan derajat n y e r i dengan tingkat aktivitas fisik
pasien osteoartritis di Poliklinik Syaraf di RSI Arafah Rembang.
D. Ruang Lingkup
1. Ruang Lingkup Materi
Masalah yang dikaji adalah. hubungan derajat yeri dengan tingkat
aktivitas fisik pasien osteoartritis di Poliklinik Syaraf di RSI Arafah
Rembang
2. Ruang Lingkup Waktu
Penelitian dilakukan pada bulan November 2021 sampai selesai.
3. Ruang Lingkup Responden
Responden dari penelitian ini diambil dari pasien osteoarthritis dengan
pemeriksaan skala nyeri dan pemeriksaan foto radiologi pada genu.
4. Ruang Lingkup Tempat
Penelitian ini dilakukan di poli syaraf RSI Arafah Rembang tahun 2021.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi masukan atau informasi
dalam menambah wawasan pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti
tentang hubungan derajat nyeri dengan tingkat aktivitas fisik pada pasien
osteoartritis di poliklinik syaraf di RSI Arafah Rembang
2. Bagi STIKES Cendekia Kudus
Penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan tentang penyakit Osteoarthritis.
3. Bagi RSI Arafah Rembang
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi dalam
mengkaji, menganalisa, mendiagnosa dan memberikan asuhan
keperawatan pasien dengan Osteoarthritis.

Page 10 of 56
1

b. Sebagai bahan penyuluhan perawat berbasis bukti.


c. Sebagai bahan dalam pemberian pendidikan kesehatan tentang
derajat nyeri dengan tingkat aktivitas fisik pada pasien osteoarthritis.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi atau
referensi bagi penelitian berikutnya dan bahan pertimbangan bagi yang
berkepentingan untuk melakukan penelitian yang sejenis.

F. Keaslian Penelitian
Penelitian yang sejenis dengan judul Hubungan derajat nyeri dengan tingkat
aktivitas fisik pada pasien osteoartritis di poliklinik syaraf di RSI Arafah
Rembang.adalah:

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian


Nama, Judul dan Desain Hasil Perbedaan
tahun
Hubungan Populasi 40 Hasil Uji Penelitian
derajat nyeri responden, Analisis Pearson dahulu: Variable
dengan tingkat Desain didapatkan bebas:
aktivitas fisik menggunakan bahwa terdapat Derajat nyeri
pasien metode analitik hubungan yang dengan tingkat
osteoarthritis di observasi dengan bermakna antara aktivitas fisik
poli syaraf rancangan cross derajat nyeri Penelitian
rumah sakit sectional. dengan tingkat sekarang:
umum daerah dr dan tekhnik aktivitas fisik Variable bebas:
hardjoto pengambilan pasien Derajat nyeri
ponorogo ( Thiar sampel purposive osteoarthritis . dengan tingkat
Theria Amanda, sampling di poli aktivitas fisik
2015) syaraf rumah
sakit umum
daerah dr

Page 11 of 56
1

hardjoto
ponorogo.

Hubungan Populasi 30 Hasil Penelitian


Interferensi responden, diidentifikasi dahulu:
Nyeri dengan Desain berdasarkan Variable terikat:
intensitas nyeri menggunakan karakteristik Interferensi nyeri
pada pasien metode deskriptif demografi Variable bebas:
osteoarthritis di kolerasi di RSUP dengan kedua Pada pasien
RSUP Haji Haji Adam Malik variable yaitu osteoarthritis
Adam Malik Medan. interferensi nyeri Penelitian
Medan(Desi dan variabel sekarang:
Lianti, 2019) intensitas nyeri, Variable terikat:
jenis kelamin, Kejadian
usia, suku,dan osteoarthritis
pendidikan Variable bebas:
terakhir Derajat Nyeri
merupakan data tingkat aktivitas
demografi yang fisik
akan digunakan
dalam penelitian
ini.

Page 12 of 56
1

. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Osteoarthritis
1. Definisi

Osteoarthritis merupakan sebuah kata dalam bahasa


Yunani dimana osteo adalah tulang, arthro adalah sendi, dan itis
yang berarti inflamasi. meskipun yang terjadi pada kasus atau
klinik, tidak terdapat inflamasi pada persendian pasien atau pasien
mengalami inflamasi ringan pada persendian” (Koentjoro, 2010).

American College of Rheumatology (2011) menyatakan,


“Osteoarthritis lutut adalah berbagai macam manifestasi klinis
karena perihal yang terjadi pada persendian”. Tanda dari penyakit
ini adalah adanya pengikisan rawan sendi dan adanya osteogenesis
yang irreguler pada lapisan luar persendian. Nyeri adalah gejala
khas Osteoarthritis lutut. Rasa nyeri semakin parah seiring pasien
beraktivitas dan setelah beraktivitas dengan sendi yang mengalami
Osteoarthritis lutut dan rasa nyeri semakin ringan bila beristirahat
(Sumual, 2013).

2. Klasifikasi Osteoarthritis
Pada umumnya diagnosis osteoarthritis didasarkan pada gabungan
gejala klinik dan perubahan radiografi. Gejala klinik perlu diperhatikan,
oleh karena tidak semua pasien dengan perubahan radiografi osteoarthritis
mempunyai keluhan pada sendi. Terdapat 4 kelainan radiografi utama
pada osteoarthritis, yaitu: penyempitan rongga sendi, pengerasan tulang
rawan sendi, pembentukan kista dibawah rawan sendi dan pembentukan
osteofit.

Page 13 of 56
1

Sendi yang dapat terkena osteoarthritis antara lain:


a. Osteoarthritis sendi lutut
b. Osteoarthritis sendi panggul
c. Osteoarthritis sendi-sendi kaki
d. Osteoarthritis sendi bahu
e. Osteoarthritis sendi-sendi tangan
f. Osteoarthritis sendi tulang belakang (Wahyuningsih, 2009).
Namun, ada pula yang membagi klasifikasi osteoarthritis
berdasarkan patogenesisnya yaitu osteoarthritis primer dan sekunder.
Osteoarthritis primer disebut juga osteoarthritis idiopatik adalah
osteoarthritis yang tidak diketahui penyebabnya dan tidak ada
hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal
pada sendi. Sedangkan osteoarthritis sekunder adalah osteoarthritis yang
didasari oleh adanya kelainan endokrin, inflamasi, metabolic,
pertumbuhan dan imobilisasi yang lama. Osteoarthritis primer lebih sering
ditemukan daripada osteoarthritis sekunder (Arissa,2012).

3. Faktor Resiko
Faktor-faktor yang telah diteliti sebagai faktor resiko osteoarthritis
antara lain usia lebih dari dari 50 tahun, jenis kelamin perempuan, ras /
etnik, genetik, kebiasaan merokok, konsumsi vitamin D, obesitas,
osteoporosis, diabetes mellitus, hipertensi, hiperurisemi, histerektomi,
menisektomi, riwayat trauma lutut, kelainan anatomis, kebiasaan bekerja
dengan beban berat dan kebiasaan olah raga (Maharani EP,2008).
Menurut Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal yang disusun oleh
(Helmi, 2012), terdapat beberapa faktor resiko yang terdiri dari:
a. Peningkatan usia
Proses penuaan dianggap sebagai penyebab peningkatan kelemahan
disekitar sendi, penurunan kelenturan sendi, kalsifikasi tulang rawan
dan menurunkan fungsi kondrosit, yang semuanya mendukung
terjadinya osteoarthritis. Studi Framingham menunjukkan bahwa 27%

Page 14 of 56
1

orang berusia 63 – 70 tahun memiliki bukti radiografik menderita


osteoarthritis yang meningkat mencapai 40% pada usia 80 tahun atau
lebih.
b. Obesitas
Obesitas merupakan faktor resiko terkuat yang dapat memberi andil
pada terjadinya osteoarthritis. Selama berjalan, setengah berat badan
bertumpu pada sendi lutut. Peningkatan berat badan akan
melipatgandakan beban sendi lutut saat berjalan. Setiap kilogram
penambahan berat badan atau massa tubuh dapat meningkatkan beban
tekan lutut sekitar 4 kilogram. Dan terbukti bahwa penurunan berat
badan dapat mengurangi resiko terjadinya osteoarthritis (Maharani,
2008).
c. Jenis kelamin wanita
Prevalensi OA pada laki- laki sebelum usia 50 tahunlebih tinggi
dibandingkan perempuan, tetapi setelah usia lebih dari 50 tahun
prevalensi perempuan lebih tinggi menderita OA dibandingkan laki-
laki. Hal ini berhubungan dengan kondisi wanita setelah usia 50 tahun
mengalami menopause (Maharani, 2008). Hubungan antara esterogen
dalam pembentukan tulang dan prevalensi osteoarthritis pada
perempuan menunjukan bahwa hormon memainkan peranan aktif
dalam perkembangan dan progesivitas penyakit ini (Price, 2013).
d. Riwayat Trauma lutut
Trauma lutut yang akut termasuk robekan pada ligamentum krusiatum
dan meniscus merupakan faktor resiko timbulnya osteoarthritis lutut.
Riwayat trauma lutut biasanya terjadi pada kelompok usia yang lebih
muda serta dapat menyebabkan kecacatan yang lama dan
pengangguran.
e. Histerektomi
Histerektomi adalah suatu prosedur medis untuk mengangkat rahim
(uterus) dan leher rahim (serviks). Rahim atau uterus merupakan organ
reproduksi tempat bayi berkembang selama masa kehamilan.

Page 15 of 56
1

f. Prevalensi osteoarthritis pada wanita yang mengalami pengangkatan


rahim lebih tinggi dibandingkan wanita yang tidak mengalami
pengangkatan rahim. Hal ini diduga berkaitan dengan pengurangan
produksi hormone estrogen setelah dilakukan pengangkatan rahim
(Maharani, 2008).
g. Faktor genetik
Faktor genetik diduga juga berperan pada kejadian osteoarthritis,
karena hal tersebut berhubungan dengan abnormalitas kode genetik
untuk sintesis kolagen yang bersifat diturunkan (Maharani, 2008).
h. Kelainan pertumbuhan tulang
Pada kelainan kongenital atau pertumbuhan tulang paha seperti
penyakit perthes dan dislokasi kongenitas tulang paha dikaitkan
dengan timbulnya osteoarthritis paha pada usia muda (Sudoyo, 2009).
i. Tingginya kepadatan tulang
Tingginya kepadatan tulang merupakan faktor yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya osteoarthritis, hal ini mungkin terjadi
akibat tulang yang lebih padat atau keras tidak membantu mengurangi
benturan beban yang diterima oleh tulang rawan sendi (Sudoyo,
2009).
j. Aktivitas fisik
Bekerja dengan beban rata-rata 24,2 kg, lama kerja lebih 10 tahun dan
kondisi geografis berbukit-bukit merupakan faktor resiko dari
osteoarthritis lutut (Maharani, 2008).
Dan orang yang mengangkat berat beban 25 kg pada usia 43 tahun,
mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadinya osteoarthritis dan akan
meningkat tajam pada usia setelah 50 tahun (Martin, 2013).

4. Patofisiologi Osteoarthritis
Rawan sendi dibentuk oleh sel tulang rawan sendi (kondrosit) dan
matriks rawan sendi. Kondrosit berfungsi mensintesis dan memelihara

Page 16 of 56
1

matriks tulang rawan sehingga fungsi bantalan rawan sendi tetep terjaga
dengan baik. Matriks rawan sendi terutama terdiri dari air, proteoglikan
dan kolagen. Perkembangan perjalanan penyakit osteoarthritis dibagi
menjadi 3 fase, yaitu sebagai berikut:
a. Fase 1
Terjadinya penguraian proteolitik pada matriks kartilago. Metabolisme
kondrosit menjadi terpengaruh dan meningkatkan produksi enzim
seperti metalloproteinases yang kemudian hancur dalam matriks
kartilago. Kondrosit juga memproduksi penghambat protease yang
mempengaruhi proteolitik. Kondisi ini memberikan manifestasi pada
penipisan kartilago.
b. Fase 2
Pada fase ini terjadi fibrilasi dan erosi dari permukaan kartilago,
disertai adanya pelepasan proteoglikan dan fragmen kolagen kedalam
cairan sinovia.

c. Fase 3
Proses Penguraian dari produk kartilago yang menginduksi respon
inflamasi pada sinovia. Produksi makrofag sinovia seperti interleukin 1
(IL-1), tumor necrosis factor alpha (TNF-a), dan metalloproteinase
menjadi meningkat. Kondisi ini memberikan manifestasi balik pada
kartilago dan secara langsung memberikan dampak adanya destruksi
pada kartilago. Molekul-molekul pro inflamasi lainnya seperti nitric
oxide (NO) juga ikut terlibat. Kondisi ini memberikan manifestasi
perubahan arsitektur sendi dan memberikan dampak terhadap
pertumbuhan tulang akibat stabilitas sendi. Perubahan arsitektur
sendidan stress inflamasi memberikan pengaruh pada permukaan
artikular menjadi kondisi gangguan yang progresif (Helmi, 2012).

Page 17 of 56
1

5. Manifestasi Klinis
Menurut Australian Physiotherapy Association (APA) (2003) dalam
Wahyuningsih (2009) penyakit osteoarthritis mempunyai gejalan-gejala
yang biasanya menyulitkan bagi kehidupan penderitanya. Adapun gejala
tersebut antara lain:
a. Nyeri sendi (recurring pain or tenderness in joint)
Keluhan nyeri merupakan keluhan utama yang sering kali membawa
penderita ke dokter, walaupun mungkin sebelumnya sendi sudah kaku
dan berubah bentuknya. Biasanya nyeri sendi bertambah dikarenakan
gerakan dan sedikit berkurang bila istirahat. Pada gerakan tertentu
(misal lutut digerakkan ke tengah) menimbulkan rasa nyeri. Nyeri pada
osteoarthritis dapat menjalar kebagian lain, missal osteoarthritis
pinggang menimbulkan nyeri betis yang disebut sebagai claudicatio
intermetten. Korelasi antara nyeri sering ditemukan pada panggul, lutut
dan jarang pada tangan dan sendi apofise spinalis.
b. Kekakuan (stiffness)
Pada beberapa penderita, kaku sendi dapat timbul setelah duduk lama
di kursi, dimobil, bahkan setelah bangun tidur. Kebanyakan penderita
mengeluh kaku sendi setelah sendi tidak digerakkan beberapa lama,
tetapi kekakuan akan hilang setelah sendi digerakkan. Jika terjadi
kekakuan pada pagi hari, biasanya hanya berlangsung selama beberapa
menit (tidak lebih dari 30 menit)
c. Hambatan gerakan sendi
Kelainan ini biasanya ditemukan pada osteoarthritis sedang sampai
berat. Hambatan gerak ini disebabkan oleh nyeri, inflamasi, sendi
membengkok, perubahan bentuk. Hambatan gerak sendi biasanya
dirasakan pada saat berdiri dari kursi, bangun dari tempat berbaring,
menulis atau berjalan. Semua gangguan aktifitas tergantung pada
lokasi dan beratnya kelainan sendi yang terkena.
d. Bunyi gemeretak (krepitasi)

Page 18 of 56
1

Sendinya terdengar berbunyi saat bergerak. Suaranya lebih besar


dibandingkan dengan arthrtitis reumatoid dimana gemeretaknya lebih
halus. Gemeretak yang jelas terdengar kasar merupakan tanda yang
signifikan.
e. Pembengkakan sendi (sweelling in joint)
Sendi membengkak/membesar bisa disebabkan oeh radang sendi dan
bertambahnya cairan sendi atau keduanya.
f. Kemerahan pada daerah sendi
Kemerahan pada sendi merupakan salah satu tanda peradangan sendi.
Hal ini mungkin dijumpai pada osteoarthritis karena adanya sinovitis,
dan biasanya tanda kemerahan ini tidak menonjol dan timbul
belakangan (Sudoyo, 2009).

6. Diagnosis Osteoarthritis
Wahyuningsih (2009) menyatakan bahwa kriteria diagnosis untuk
osteoarthritis lutut, koksa dan tangan digunakan kriteria menurut
American College of Rheumatology, yaitu:
Tabel 2.1. Kriteria Diagnostik menurut American College of
Rheumatology (ACR)
Klinik dan laboratorik Klinik dan Klinik
Radiografik
Nyeri lutut + minimal 5 Nyeri lutut + Nyeri lutut + minimal
dari 9 kriteria berikut: minimal 1 dari 3 3 dari 6 kriteria
1. Umur >50 tahun kriteria berikut : berikut :
2. Kaku pagi <30 menit 1. Umur >50 tahun 1. Umur >50 tahun
3. Krepitus 2. Kaku pagi <30 2. Kaku pagi <30
4. Nyeri tekan menit menit
5. Pembesaran tulang 3. Krepitus 3. Krepitus
6. Tidak panas pada 4. Nyeri tekan
perabaan + 5. Pembesaran
7. LED <40 mm/jam tulang

Page 19 of 56
1

8. RF<1 : 40 OSTEOFIT 6. Tidak panas pada


9. Analisis cairan sendi perabaan
normal
Diagnosis osteoarthritis selain berdasarkan gejala klinis juga
didasarkan pada hasil radiologi. Tetapi pada awal penyakit radiografi sendi
seringkali masih normal. Adapun gambaran radiologis sendi yang
menyokong diagnosis osteoarthritis adalah:
a. Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris ( lebih berat pada
bagian yang menanggug beban)
b. Peningkatan densitas (sclerosis) tulang subkondrial
c. Kista tulang
d. Osteofit pada pinggir sendi
e. Perubahan struktur anatomi sendi (Soeroso J, 2009).
Pada hasil radiografi pasien ditemukan adanya osteofit. Pemeriksaan
penunjang laboratorium osteoarthritis biasanya tidak banyak berguna.
Darah tepi (hb, leukosit, laju endap darah) dalam batas normal kecuali
osteoarthritis generalisata yang harus dibedakan dengan arthritis
peradangan (Imayati, 2011).

Gambar 2.1 Perbandingan sendi normal dan sendi pada osteoarthritis

Tabel 2.2. Klasifikasi radiografi osteoarthritis menurut kriteria Kellgren-


Lawrence
Page 20 of 56
1

Derajat Klasifikasi Gambaran Radiografis


0 Normal Tidak ada gambaran radiografis yang
abnormal
1 Meragukan Tampak Osteofit kecil
2 Minimal Tampak osteofit, celah sendi normal
3 Sedang Osteofit jelas, penyempitan celah sendi
4 Berat Penyempitan celah sendi berat dan adanya
sklerosis

7. Penatalaksanaan Osteoarthritis

Tujuan pengobatan pada pasien Osteoarthritis lutut adalah


untuk mengurangi gejala dan mencegah terjadinya kontraktur atau
atrofi otot. Penanganan pertama yang perlu dilakukan adalah
dengan memberikan terapi non-farmakologis berupa edukasi
mengenai penyakitnya secara lengkap, yang selanjutnya adalah
memberikan terapi farmakologis untuk mengurangi nyerinya yaitu
dengan memberikan analgetik lalu dilanjutkan dengan fisioterapi
(Imayati, 2012). Penanganan Osteoarthritis lutut berdasarkan atas
distribusinya (sendi mana yang terkena) dan berat ringannya sendi
yang terkena. Penanganannya terdiri dari 3 hal :

1) Terapi non-farmakologis
a) Edukasi
b) Terapi fisik dan rehabilitasi
c) Penurunan berat badan (Nur, 2009)
2) Terapi farmakologis
a) Analgesik oral non-opiat
b) Analgesik topikal
c) NSAID
d) Chondroprotective

Page 21 of 56
1

e) Steroid intra-artikuler (Nur, 2009)


3) Terapi bedah
a) Malaligment, deformitas lutut Valgus-Varus dsb
b) Arthroscopic debridement dan joint lavage
c) Osteotomi
d) Artroplasti sendi total (Nur, 2009)

Terapi fisik berguna untuk melatih pasien agar persendiannya


tetap dapat dipakai dan melatih pasien untuk melindungi sendi.
Terapi fisik membuat penderita dapat beraktivitas seperti biasanya
sekaligus mengurangi resiko fisik yang tidak berfungsi dengan baik.
Terapi fisik pada penderita osteoarthritis dapat berupa fisioterapi
ataupun olahraga ringan seperti bersepeda dan berenang. Terapi
fisik ini berusaha untuk tidak memberikan beban yang terlalu berat
pada penderita (Nur,2009).

B. NYERI
1. Definisi

Nyeri adalah bentuk pengalaman sensoris yang dapat


mengarah ke kerusakan di suatu daerah di tubuh (Mangku et al,
2010). Rasa nyeri memang penting bagi tubuh. Provokasi saraf-
saraf sensoris nyeri menghasilkan reaksi ketidaknyamanan,
distress, atau penderitaan. Penilaian dan pengukuran derajat nyeri
sangat penting dalam proses diagnosis penyebab nyeri. Dengan
penilaian dan pengukuran derajat nyeri dapat dilakukan tata
laksana nyeri yang tepat, evaluasi serta perubahan tata laksana
sesuai dengan respon pasien. Nyeri harus diperiksa dalam suatu
faktor fisiologis, psikologis serta lingkungan. (Yudiyanta et al,
2015)

Page 22 of 56
1

2. Mekanisme Nyeri pada Osteoarthritis

Di dalam kasus Osteoarthritis lutut, nyeri umumnya timbul pada


fase 3 dari Osteoarthritis. Di dalam fase ini terdapat 2 jalur yang
mungkin terjadi secara bersamaan. Atau mungkin salah satu dari
kedua jalur. Nyeri dapat terjadi dikarenakan kerusakan jaringan
pada persendian yang melepaskan zat-zat yang merangsang sistem
imun tubuh seperti Interleukin, TNF-alfa, dan Prostaglandin. Nyeri
juga dapat dikarenakan penekanan persyarafan di daerah sendi
dimana syaraf harusnya tertutupi oleh jaringan sendi (Sudoyo et al,
2014)

3. Skala Nyeri

1) Visual Analog Scale (VAS)


Visual analog scale (VAS) adalah cara yang paling banyak
digunakan untuk menilai nyeri. Skala ini menggambarkan gradasi
nyeri dengan linier. Rentang nyeri diwakili sebagai garis 10 cm,
dengan atau tanpa tanda pada tiap sentimeter (Gambar 1). Tanda
pada kedua ujung garis ini dapat berupa angka atau pernyataan
deskriptif.

Ujung yang satu mewakili tidak ada nyeri, sedangkan ujung yang
lain mewakili rasa nyeri terparah yang mungkin terjadi. Skala dapat
dibuat vertikal atau horizontal. VAS juga dapat diadaptasi menjadi
skala hilangnya/reda rasa nyeri. Digunakan pada pasien anak >8
tahun dan dewasa. Manfaat utama VAS adalah penggunaannya
sangat mudah dan sederhana. Namun, untuk periode pasca bedah,
VAS tidak banyak bermanfaat karena VAS memerlukan koordinasi
visual dan motorik serta kemampuan konsentrasi (Yudiyanta et al,
2015)

Page 23 of 56
1

Gambar 2. 4 Skala Visual Analog Scale (VAS) (Yudiyanta et al,


2015)

2) Verbal Rating Scale (VRS)

Skala ini menggunakan angka 0 sampai 10 untuk menggambarkan


keparahan nyeri. Dua ujung polar digunakan pada skala VRS, sama
seperti VAS atau skala reda nyeri (Gambar 2). Skala numerik verbal
ini lebih bermanfaat pada periode pascabedah, karena secara alami
verbal / kata-kata tidak terlalu mengandalkan koordinasi visual dan
motorik. Skala verbal menggunakan kata - kata dan bukan garis atau
angka untuk menggambarkan tingkat nyeri. Skala yang digunakan
dapat berupa tidak ada nyeri, sedang, parah. Hilang/redanya nyeri
dapat dinyatakan sebagai sama sekali tidak hilang, sedikit
berkurang, cukup berkurang, baik/ nyeri hilang sama sekali. Karena

skala ini membatasi pilihan kata pasien, skala ini tidak dapat
membedakan berbagai tipe nyeri (Yudiyanta et al, 2015)

Gambar 2. 5 Skala Verbal Rating Scale (VRS) (Yudiyanta et al,


2015)

3) Numeric Rating Scale (NRS) (Gambar 3)

Page 24 of 56
1

Dianggap sederhana dan mudah dimengerti, sensitif terhadap dosis,


jenis kelamin, dan perbedaan etnis. Lebih baik daripada VAS
terutama untuk menilai nyeri akut. Namun, kekurangannya adalah
keterbatasan pilihan kata untuk menggambarkan rasa nyeri, tidak
memungkinkan untuk membedakan tingkat nyeri dengan lebih teliti
dan dianggap terdapat jarak yang sama antar kata yang
menggambarkan efek analgesik. (Yudiyanta et al, 2015)

Gambar 2. 6 Skala NRS. (Yudiyanta et al, 2015)

4. Manajemen Nyeri

1) Manajemen Non Farmakologi

Manajemen nyeri non farmakologi merupakan tindakan


menurunkan respon nyeri tanpa menggunakan agen
farmakologi. Manajemen non farmakologi dapat berupa
edukasi terhadap pasien bahwa pasien harus memperbaiki gaya
hidup untuk semua derajat osteoarthritis, dan rehabilitasi
hingga terapi bedah bila derajat osteoarthritis dirasakan pasien
sudah mengganggu aktivitas sehari-hari. Terapi bedah pada
osteoarthritis dapat berupa realignment lutut, debridement
sendi lutut, osteotomi lutut, dan artroplasti lutut (Sudoyo et al,
2014).
2) Manajemen Farmakologi

Manajemen nyeri farmakologi merupakan metode yang


menggunakan obat- obatan dalam praktik penanganannya. Cara
dan metode ini memerlukan instruksi dari medis. Ada beberapa

Page 25 of 56
1

strategi menggunakan pendekatan farmakologis dengan


manajemen nyeri persendian dengan penggunaan analgesik dan
atau kortikosteroid (Sudoyo et al, 2014).

C. AKTIVITAS FISIK
1. Definisi
Aktivitas adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka
yang memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas yang tidak ada
(kurangnya aktivitas), merupakan faktor resiko independen untuk penyakit
kronis, dan secara keseluruhan diperkirakan menyebabkan kematian secara
global (WHO,2010 dalam Physical Activity In Guide to Community
Preventive Services Website, 2012).

2. Jenis – jenis aktivitas fisik


Menurut (Nurmalina, 2011) Aktivitas fisik dapat digolongkan menjadi
tiga tingkatan, sebagai berikut:
a. Kegiatan ringan : hanya memerlukan sedikit tenaga dan biasanya tidak
menyebabkan perubahan dalam pernapasan atau ketahanan
(endurance). Contoh : Duduk, berdiri, memasak, menyetrika,
menonton tv, berjalan pelahan, menyapu lantai, mencuci baju/piring,
berdandan, main komputer, belajar di rumah.
b. Kegiatan sedang : membutuhkan tenaga intens atau terus menerus,
gerakan otot yang berirama atau kelenturan (flexibility). Contoh:
berlari kecil, tenis meja, berenang, bermain dengan hewan peliharaan,
bersepeda, jalan sedang dan cepat, menggosok lantai, mencuci mobil,
menanam tanaman, bersepeda, berenang, main voli.
c. Kegiatan berat : biasanya berhubungan dengan olahraga dan
membutuhkan kekuatan (strength), membuat berkeringat. Contoh :
berlari, berkebun, bermain sepak bola, aerobik, bela diri ( misal karate,
taekwondo, pencak silat ) dan outbond.

Page 26 of 56
1

3. Faktor yang mempengaruhi aktifitas fisik


Menurut (Potter & Perry, 2010) faktor-faktor yang mempengaruhi
aktivitas fisik ada 4 yaitu:
a. Umur
Aktivitas fisik remaja sampai dewasa meningkat sampai mencapai
maksimal pada usia 25-30 tahun, kemudian akan terjadi penurunan
kapasitas fungsional dari seluruh tubuh, kira-kira sebesar 0,8-1% per
tahun, tetapi bila rajin berolahraga penurunan ini dapat dikurangi
sampai separuhnya.
b. Jenis kelamin
Sampai pubertas biasanya aktivitas fisik remaja laki-laki hampir sama
dengan remaja perempuan, tapi setelah pubertas remaja laki-laki
biasanya mempunyai nilai yang jauh lebih besar.
c. Pola makan
Makanan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas, karena bila
jumlah makanan dan porsi makanan lebih banyak, maka tubuh akan
merasa mudah lelah, dan tidak ingin melakukan kegiatan seperti olah
raga atau menjalankan aktivitas lainnya. Kandungan dari makanan
yang berlemak juga banyak mempengaruhi tubuh untuk melakukan
aktivitas sehari-hari ataupun berolahraga, sebaiknya makanan yang
akan di konsumsi dipertimbangkan kandungan gizinya agar tubuh
tidak mengalami kelebihan energi namun tidak dapat dikeluarkan
secara maksimal.
d. Penyakit/ kelainan pada tubuh
Berpengaruh terhadap kapasitas jantung paru, postur tubuh, obesitas,
hemoglobin/sel darah dan serat otot. Bila ada kelainan pada tubuh
seperti di atas akan mempengaruhi aktivitas yang akan di lakukan.

Page 27 of 56
1

Seperti kekurangan sel darah merah, maka orang tersebut tidak di


perbolehkan untuk melakukan olah raga yang berat. Obesitas juga
menjadikan kesulitan dalam melakukan aktivitas fisik ( Karim, 2012).
Penyakit lain yang bisa menurunkan aktivitas fisik yaitu osteoarthritis
Berbagai dampak dapat diakibatkan oleh osteoarthritis diantaranya
adalah nyeri, keterbatasan gerak, dan tidak dapat melaksanakan
aktivitas sehari-hari (Wahyuni, 2016).

4. Cara mengukur aktivitas fisik


Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ) merupakan
instrumen untuk mengukur aktivitas fisik yang dikembangkan oleh WHO.
GPAQ dikembangkan untuk kepentingan pengawasan aktivitas fisik di
negara berkembang. GPAQ mencakup 4 area aktivitas fisik yaitu aktivitas
fisik pada hari-hari kerja, aktivitas fisik di luar pekerjaan, dan olah raga,
transportasi, pekerjaan rumah tangga dan merawat anak/orang tua. Berikut
akan dipaparkan 4 aktivitas fisik tersebut:
a. Aktivitas fisik pada hari-hari kerja.
Di negara-negara industri negara maju, umumnya untuk menilai
kegiatan fisik dalam suatu survei berdasar pada kegiatan waktu
senggang, yang membutuhkan energi lebih banyak daripada energi
yang dikeluarkan dalam kegiatan sehari-hari. Namun, di negara
berkembang dan negara miskin aktivitas fisik di hari-hari kerja
mencakup sebagian besar penggunaan energi.
b. Aktivitas fisik di luar pekerjaan dan olah raga
Istilah waktu senggang dapat diartikan berbeda oleh berbagai
masyarakat dan sering diartikan sebagai tidak aktif / tidak melakukan
kegiatan / bermalas-malasan, maka lebih tepat disebut sebagai kegiatan
diluar pekerjaan.
c. Transportasi
Sebagai tambahan dari pekerjaan, kegiatan dalam perjalanan, seperti
bersepeda / berjalan kaki juga membutuhkan banyak energi.

Page 28 of 56
1

d. Pekerjaan rumah tangga dan merawat anak/orang tua


Pekerjaan ini juga merupakan pekerjaan yang mengeluarkan energi,
terutama dijumpai pada ibu rumah tangga dan keluarga dari kondisi
sosial ekonomi menengah ke bawah. (Kristanti, 2012).
GPAQ merupakan kuesioner terstruktur yang didesain untuk di isi
sendiri atau di tanyakan melalui interview. Semua pengukuran
dikumpulkan dalam kategori yang terpisah. Pengukuran dibagi
menjadi 3 bagian. Bagian pertama, yaitu kegiatan fisik yang
berhubungan dengan pekerjaan, menanyakan tentang aktifitas fisik
pada hari-hari kerja. Bagian kedua, yaitu kegiatan fisik di luar
pekerjaan. Bagian ketiga, yaitu kegiatan fisik yang berhubungan
dengan perjalanan, menanyakan tentang macam transportasi yang
digunakan untuk pergi dan kembali dari tempat kerja, pasar, masjid,
dan lainnya (Kristanti, 2012).

5. Hubungan aktifitas fisik dengan osteoarthritis


Aktifitas fisik dan latihan yang normal tidak menyebabkan
osteoarthritis, tetapi bila aktifitas tersebut dilakukan sangat berat, berulang
atau pekerjaan yang menuntut fisik seseorang dapat meningkatkan resiko
osteoarthritis. Pekerjaan dan olah raga yang berat dapat meningkatkan
resiko osteoarthritis lutut. Penelitian HANES I menyebutkan bahwa
pekerja yang sering membebani sendi lutut mempunyai resiko lebih besar
dibanding dengan pekerja yang jarang membebani sendi lutut.
Penelitian Rossignol (2005), membagi lima macam stress
biomekanik yang sering membebani sendi seseorang sat beraktifitas dan
menjalankan kerja rutin yaitu: membawa beban berat, bekerja dengan
posisi yang tidak nyaman atau tidak ergonomis, bekerja dengan alat/mesin
yang bergetr/stres vibrasi, bekerja dengan gerakan repetitif yang terus
menerus, dan bekerja dengan mesin yang bergerak cepat.
Kejadian osteoartritis pada populasi penelitian yang dilakukan oleh
Rossignol et al (2005) berupa lima macam stress biomekanis yang terpapar

Page 29 of 56
1

terus menerus oleh kelompok individu dan diklasifikasi berdasarkan jenis


kelamin dan lokasi osteoartritis. Dilaporkan bahwa tidak ada perbedaan
paparan antara pasien yang memiliki OA pada panggul dan pasien dengan
OA lutut. Namun demikian, terdapat perbedaan antara OA ekstremitas
bawah (kombinasi OA paggul dan lutut) dan dari OA tangan yang
dilaporkan memiliki paparan terhadap tiga jenis stress setelah dibagi
berdasarkan faktor risiko usia, BMI dan riwayat trauma (Wahyuni, 2016).

Page 30 of 56
1

D. Kerangka Teori

Faktor-Faktor
yang Aktivitas
mempengaruhi Fisik
aktivitas fisik
1) Umur
2) Jenis kelamin
3) Pola makan Manifestasi
4) Penyakit/ klinis
kelainan pada Osteoarthritis
tubuh
- Postur 1) Nyeri sendi
tubuh 2) kekakuan
- Obesitas 3) hambatan gerak sendi
- Kelainan 4) bunyi gemeretak
sel darah 5) pembengkakakn sendi

- Kelainan 6) kemerahan pada


daerah sendi
serat otot
- osteoarthr
itis

Ket : = diteliti

= tidak diteliti

Gambar 2.2 : Kerangka Teori


Sumber: (Sudoyo, 2009).

Page 31 of 56
1

BAB III
METODE PENELITIAN

A. KERANGKA KONSEP
Kerangka konsep adalah suatu uraian dari visualisasi hubungan atau
kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara
variabel yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin di
teliti (Notoatmodjo, Metodologi Penelitian Kesehatan , 2010).

Variabel Bebas Variabel Terikat


Nyeri pada Aktivitas
Osteoarthritis Fisik

Gambar 3.1 : Kerangka Konsep

B. HIPOTESIS PENELITIAN
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah
penelitian yang secara teoritis dianggap paling mungkin dan paling tinggi
kebenarannya (Setiawan, dkk, 2010).
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
Ha : Ada hubungan derajat n y e r i dengan tingkat aktivitas fisik
pasien osteoartritis di Poliklinik Syaraf di RSI Arafah Rembang.
Ho : Tidak ada hubungan derajat n yeri dengan tingkat aktivitas fisik
pasien osteoartritis di Poliklinik Syaraf di RSI Arafah Rembang.

Page 32 of 56
1

C. JENIS DAN RANCANGAN PENELITIAN


1. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian


observasional analitik yaitu melakukan pengamatan dan wawancara
langsung dengan responden, sedangkan rancang bangun penelitian ini
adalah cross sectional yaitu mempelajari hubungan penyakit dan paparan
dengan cara mengamati status paparan dan penyakit serentak pada
individu-individu dari populasi tunggal, pada satu saat atau periode
(Murti, 2003).

2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah termasuk jenis penelitian kuantitatif.
Desain penelitian yang digunakan adalah observasional analitik / survey
yaitu penelitian yang dilakukan tanpa melakukan intervensi terhadap
subjek penelitian sehingga disebut penelitian non eksperimental
(Notoatmodjo, 2012). Hal ini karena penelitian ini tidak melakukan
percobaan terhadap populasi dan sampel ini. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah korelatif yaitu suatu metode penelitian mencari
hubungan antara dua variabel pada suatu studi atau kelompok subyek
(Notoatmodjo, 2010).Dengan pendekatan ini maka akan diketahui adakah
Ada hubungan derajat n yeri dengan tingkat aktivitas fisik pasien
osteoartritis di Poliklinik Syaraf di RSI Arafah Rembang.

3. Pendekatan Waktu Pengumpulan Data


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelatif yaitu
suatu metode penelitian mencari hubungan antara dua variabel pada
suatu studi atau kelompok subyek (Notoatmodjo, 2010).

Page 33 of 56
1

D. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN


Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Syaraf di RSI Arafah
Rembang, dimulai pada bulan februari sampai pada bulan maret 2022

E. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN


1. POPULASI
Populasi dalam penelitian adalah subjek (misalnya: manusia / klien) yang
memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2008). Populasi
merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu yang
akan di teliti. Populasi pada penelitian ini adalah penderita osteoarthritis
(OA) di poli syaraf RSI Arafah Rembang rata-rata selama 3 bulan sebanyak
107 pasien.

2. SAMPEL
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan obyek yang diteliti
dan dianggap sebagai populasi (Notoatmodjo,2012).
Cara pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan tehnik
random sampling( pengambilan sampel secara acak). Alasan
mengambil tehnik random sampling karena setiap anggota populasi itu
mempunyai kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel
(Notoatmodjo, 2012).
Teknik sampling dibagi menjadi dua kelompok yaitu probability sampling
dan non probability sampling. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan
probability sampling. Menurut Sugiyono (2017:82) “probability sampling
adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang atau
kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk
dipilih menjadi sampel”.Probability sampling terdiri dari simple random
sampling, proponate stratified random sampling, disproportionate
stratified random, sampling area (cluster) sampling. Pada penelitian ini
peneliti menggunakan simple random sampling, kemudian menurut
Sugiyono (2017:82) Simple Random Sampling adalah pengambilan

Page 34 of 56
1

anggota sampel dari populasi yang dilakukan secara acak tanpa


memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu (Sugiyono 2017 ).
Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah penderita osteoarthritis di
poli Rehabilitasi Medik RSI Arafah Rembang,dengan kriteria sebagai
berikut:
a. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari
suatu populasi target yang terjangkau dan diteliti (Nursalam, 2008).
Adapun Kriteria Inklusi sampel pada penelitian ini adalah :
1) Jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang terdiagnosis
osteoarthritis
2) Bersedia menjadi responden dalam penelitian
3) Pasien sadar dan kooperatif

b. Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subyek
yang memenuhi kriteria inklusi (Nursalam, 2008).
Kriteria Ekslusi dalam penelitian ini adalah:
1) Pasien menolak dalam pengisian kuesioner
2) Bukan penderita osteoarthritis.
Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 45 orang dari jumlah
populasi yang ada dan termasuk dalam kriteria inklusi tapi tidak masuk
dalam kriteria eksklusi.
Menurut (Notoatmojo,2010), besarnya sampel dapat dicari dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
N
n= 2
1+ N (d )
107
n=
1+107 ( 0.05 ) ²
107
n=
1,2675

Page 35 of 56
1

n = 84
n = 84 pasien
Jadi sampel dalam penelitian ini adalah 45 orang.
Keterangan :
N = Besar Populasi
n = Besar Sampel
d = Tingkat kesalahan (0.05)

F. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN

Tabel 3.1 Definisi Operasional


Variabel Definisi Alat ukur Hasil ukur Skala
Aktivitas Setiap gerakan Kuesioner 1.1. Aktivitas Ordinal
fiisik tubuh yang Aktifitas rendah jika
dihasilkan oeh Fisik yang <50%
otot rangka terdiri dari 2. Aktivitas
yang 14 sedang 50
memerlukan pertanyaan. %-70%
pengeluaran 3. Aktivitas
energi tinggi ≥75%

Osteoarth
Gangguan Hasil baca
ritis Ordinal
pada sendi foto rontgent 1. Derajat 1
yang bergerak yang 2. Derajat 2
dilakukan 3. Derajat 3
dokter
spesialis
Radiologi di
Rekam

Page 36 of 56
1

Medis

G. INSTRUMEN PENELITIAN DAN TEKNIK PENGUMPULAN


DATA
a. Instrumen penelitian
Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ) merupakan
instrumen untuk mengukur aktivitas fisik yang dikembangkan oleh WHO.
GPAQ dikembangkan untuk kepentingan pengawasan aktivitas fisik di
negara berkembang. GPAQ mencakup 4 area aktivitas fisik yaitu aktivitas
fisik pada hari-hari kerja, aktivitas fisik di luar pekerjaan, dan olah raga,
transportasi, pekerjaan rumah tangga dan merawat anak/orang tua. Berikut
akan dipaparkan 4 aktivitas fisik tersebut:
1) Aktivitas fisik pada hari-hari kerja.
Di negara-negara industri negara maju, umumnya untuk menilai
kegiatan fisik dalam suatu survei berdasar pada kegiatan waktu
senggang, yang membutuhkan energi lebih banyak daripada energi
yang dikeluarkan dalam kegiatan sehari-hari. Namun, di negara
berkembang dan negara miskin aktivitas fisik di hari-hari kerja
mencakup sebagian besar penggunaan energi.
2) Aktivitas fisik di luar pekerjaan dan olah raga
Istilah waktu senggang dapat diartikan berbeda oleh berbagai
masyarakat dan sering diartikan sebagai tidak aktif / tidak melakukan
kegiatan / bermalas-malasan, maka lebih tepat disebut sebagai kegiatan
diluar pekerjaan.
3) Transportasi

Page 37 of 56
1

Sebagai tambahan dari pekerjaan, kegiatan dalam perjalanan, seperti


bersepeda / berjalan kaki juga membutuhkan banyak energi.
4) Pekerjaan rumah tangga dan merawat anak/orang tua
Pekerjaan ini juga merupakan pekerjaan yang mengeluarkan energi,
terutama dijumpai pada ibu rumah tangga dan keluarga dari kondisi
sosial ekonomi menengah ke bawah. (Kristanti, 2012).
GPAQ merupakan kuesioner terstruktur yang didesain untuk di isi
sendiri atau di tanyakan melalui interview. Semua pengukuran
dikumpulkan dalam kategori yang terpisah. Pengukuran dibagi
menjadi 3 bagian. Bagian pertama, yaitu kegiatan fisik yang
berhubungan dengan pekerjaan, menanyakan tentang aktifitas fisik
pada hari-hari kerja. Bagian kedua, yaitu kegiatan fisik di luar
pekerjaan. Bagian ketiga, yaitu kegiatan fisik yang berhubungan
dengan perjalanan, menanyakan tentang macam transportasi yang
digunakan untuk pergi dan kembali dari tempat kerja, pasar, masjid,
dan lainnya (Kristanti, 2012).

Tabel 3.2 Kisi-kisi kuesioner aktivitas fisik dan keterbatasan gerak

No Aktivitas Fisik Pernyataan

Favorable Unfavorable

1 Aktivitas saat kerja 1,2,3,4,5,6 7

2 Aktivitas di luar 8, 9, 10
pekerjaan

3 Olah raga 11 12

Page 38 of 56
1

4 Transportasi 14 13

Kuesioner disusun oleh peneliti, maka sebelum digunakan


untuk pengambilan data dilakukan terlebih dahulu uji validitas dan
reliabilitas yaitu dengan cara mengujicobakan kuesioner pada
pasienPoli Syaraf RSU DR. R. Soetrasno Rembang dengan jumlah
20 responden yang terdiagnosa osteoarthritis dan memiliki
karakteristik yang hampir sama dengan pasien Osteoarthritis di poli
Syaraf RSI Arafah Rembang.
Derajat osteoarthritis dinilai berdasarkan skala penilaian
Kellgren- Lawrence (K-L system).K-L system merupakan alat
penilaian yang digunakan untuk menilai tingkat keparahan
Osteoarthritis pada foto polos X-Ray.Berdasarkan skala penilaian
Kellgren-Lawrence, Osteoarthritis dibagi menjadi lima tahap :
a) Derajat 0
Pada tahap ini sendi masih dikategorikan 'normal'.Sendi tidak
menunjukkan tanda- tanda osteoarthritis, dan fungsi sendi
masih normal, tanpa gangguan maupun nyeri.
b) Derajat 1
Merupakan tahap awal osteoarthritis.Pada tahap 1 ini mulai
terjadi pembentukan osteophyte (pertumbuhan tulang yang
terjadi pada sendi, disebut juga dengan 'spurs').
c) Derajat 2
Tahap ini disebut sebagai tahap ringan dari osteoarthritis.Pada
tahap ini terjadi penyempitan ruang sendi yang
sedang.Terbentuk subkondral sklerosis yang moderate.
d) Derajat 3
Pada tahap ini >50% terjadi penyempitan sendi, kondilus
Page 39 of 56
1

femoralis bulat, subkondral sklerosis yang luas, pembentukan


osteophyte yang luas.
e) Derajat 4
Pada tahap ini, derajat OA termasuk dalam kategori berat.
Pasien yang mengalami OA pada derajat 4 ini akan
merasakan nyeri dan ketidaknyamanan saat berjalan. Pada
tahap ini terjadi kerusakan sendi, hilangnya ruang sendi,
terdapat kista subkondral pada bagian atas tibia dan di
kondilus femoralis (Joern, et al., 2010 dalam Putri, 2017 ).
Instrumen ini menggunakan catatan hasil foto rontgen pada
rekam medis. Semua instrument menggunakan instrument
baku sehingga tidak dilakukan uji validitas dan reliabilitas.

b. Uji Validitas dan Reliabilitas


1) Uji Validitas
Uji validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat
kevalidan atau kesalihan suatu instrumen, sebuah instrumen dikatakan
valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat
mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat.
(Notoatmojo, 2010).

Untuk menguji validitas suatu variabel dapat menggunakan


korelasi produc moment dengan menggunakan perangkat
komputer, dengan rumus yaitu(Arikunto,2010):
n ( ∑ XY ) −( ∑ X ) .(∑ Y )
r hitung=
√ [ n . ∑ X − (∑ X ¿¿¿ 2 ) ] ¿ ¿ ¿
2

Keterangan :
r hitung : koefisien korelasi
∑X : jumlah skor item
∑Y :jumlah skor total
n : jumlah responden
Rumus uji t :
Page 40 of 56
1

r =√ n−2
r hitung=
√1−r 2
Keterangan :
r hitung : nilai r hitung
r : koefiensi korelasi hasil r hitung
n : jumlah responden
Untuk table r : 0,05 derajat kebebasan (dk : n-2)
r tabel : 0,444

Didalam penelitian ini yang dilakukan uji validitas yaitu


kuesioner aktifitas fisik karena menggunakan modifikasi dari
GPAQ, dan untuk mengukur derajat nyeri menggunakan VAS
karena sudah baku jadi tidak dilakukan uji validitas.

Kuesioner disusun oleh peneliti, maka sebelum digunakan


untuk pengambilan data dilakukan terlebih dahulu uji validitas dan
reliabilitas yaitu dengan cara mengujicobakan kuesioner pada
pasien Poli Syaraf RSU DR. R. Soetrasno Rembang dengan jumlah
20 responden yang terdiagnosa osteoarthritis dan memiliki
karakteristik yang hampir sama dengan pasien Osteoarthritis di poli
Syaraf RSI Arafah Rembang. Dan alasan menggunakan RSUD
DR.R.Soetrasno Rembang karena rumah sakit terdekat yang bisa
dijangkau oleh peneliti.

2) Uji Reliabilitas.
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana alat
ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. (Notoatmojo,
2010).Pengujian reliabilitas digunakan dengan rumus koefisien
reliabilitas alpha cronbach dengan bantuan komputer, dengan
rumus yaitu (Arikunto, 2010) :

Page 41 of 56
1

( )( ∑σ
)
2
k
r11 = 1− 2 b
k −1 σt
Keterangan :
r11 :Reliabilitas instrumen
k : Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
2
∑σ b : Jumlah varians butir
2
σσ 1 : Varians total

c. Teknik Pengumpulan Data


Data dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi, anamnesis,
dan pengukuran variabel yang dikerjakan pada waktu tetentu dan hanya
dilakukan satu kali observasi serta pengukuran pada tiap sampel.
Langkah-langkah pengambilan data tiap sampel adalah:
1) Pencatatan data sekunder
Peneliti melakukan pencatatan mengenai identitas sampel (nama, usia,
jenis kelamin, dan pendidikan) yang terdapat pada rekam medis.
2) Wawancara atau anamnesa
Peneliti melakukan anamnesis pada sampel, untuk mengkaji skala nyeri.

D. ANALISA DATA
Analisa data digunakan untuk menjawab hipotesis penelitian. Untuk
alasan tersebut dipergunakan uji statistik yang cocok dengan variabel
penelitian.
Analisa data dibagi menjadi dua macam yaitu:
1) Analisa Univariat
Analisa univariat yaitu analisa yang digunakan untuk
menggambarkan karakteristik responden dan kejadian antara
kedua variabel independen dan dependen (Sugiyono, 2011).

Page 42 of 56
1

F
P= ×100 %
n
Keterangan :
P = Presentase
F = Jumlah jawaban
n = Jumlah skor maksimal

2. Analisis Bivariat
Analisa Bivariat yaitu analisa yang digunakan untuk menganalisa
hubungan antara variabel dependen dan independen:
Untuk mengetahui hubungan aktivitas fisik dengan kejadian
osteoarthritis dilakukan Uji Statistik dengan menggunakan
rumus korelasi Rank Spearman, karena penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan antara skala data
ordinal. Menurut Dsugiyono (2007), Rank Spearman sumber
data kedua variabel yang akan dikonversikan dapat berasal
dari data yang tidak sama dan jenis datanya adalah ordinal,
serta data kedua variabel tidak harus membentuk distribusi
normal.
Rumus Rank Spearman adalah sebagai berikut:
6 ∑d2
P=1-
n (n2 -1)

Keterangan:
P : Koefisien korelasi spearman
d : selisih peringkat untuk masing-masing pasangan
n : Jumlah pengamatan / observasi
Interprestasi dari hasil korelasi Rink Spearman menurut
arikunto (2011) adalah sebagai berikut:
Tabel 3.5 Interprestasi nilai r

Page 43 of 56
1

Besarnya nilai r Interprestasi


0,800 – 1,00 Sangat kuat
0,600 – 0,799 Kuat
0,400 – 0,599 Cukup
0,300 – 0,299 Rendah
0,000 – 0,100 Sangat rendah

E. ETIKA PENELITIAN
Dalam melakukan penelitian peneliti akan mengajukan permohonan
ijin kepada direkturRSI ArafahRembang, untuk mendapatkan tujuan.
Kemudian setelah mendapatkan persetujuan barulah melakukan penelitian
dengan menekankan masalah-masalah etika yang meliputi:
1. Informed Consent.
Merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan responden penelitian
dengan memberikan lembar persetujuan, Informed Consent tersebut
diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar
persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan informed consent adalah
agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui
dampaknya. Jika subjek bersedia, maka mereka harus menandatangani
lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus
menghormati hak responden.
2. Anonimity ( Tanpanama)
Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan
jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak
memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat
ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau
hasil penelitian yang akan disajikan.
3. Confidentiality ( Kerahasiaan)

Page 44 of 56
1

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan,


kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah
lainya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin
kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan
dilaporkan pada hasil riset.
4. Autonomy (Kebebasan)
Responden peneliti diberi kebebasan untuk menentukan apakah
bersedia atau tidak untuk mengikuti kegiatan penelitian secara suka rela
dengan memberikan tanda tangan pada lembar informed consent.
Tujuan, manfaat dan resiko yang mungkin terjadi pada pelaksanaan
penelitian dijelaskan, sebelum responden memberikan persetujuan.
Responden juga diberi kebebasan untuk mengundurkan diri pada saat
penelitian.
5. Justice (Keadilan)
Seluruh responden diperlakukan secara adil baik sebelum,
selama dan sesudah keikutsertaannya dalam penelitian tanpa ada
diskriminasi apabila ternyata responden tidak bersedia dari
penelitian.

F. JADWAL PENELITIAN
Terlampir

Page 45 of 56
1

DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, N. E. (2014). Hubungan Obesitas dan Faktor-Faktor Pada
Individu dengan Kejadian Osteoarthritis Genu. Jurnal Berkala
Epidemiologi, Vol. 2,
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Arrisa, M.I. (2012). Pola Distribusi Kasus Osteoarthritis di RSU Dokter Soedarso
Pontianak Periode 1 Januari – 31 Desember 2009. Pontianak: Universitas
Tanjungpura.
Azwar, S. (2012). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Depkes RI. 2015. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 80


Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Pekerjaan Dan Praktik Fisioterapi
Jakarta : Depkes RI.
Helmi, Z. N. (2012). Buku Ajar Gangguan Muskulo Skeletal. Jakarta: Salemba
Medika.
Hidayat, A. (2007). Riset Keperawatan dan Tehnik Penulisan Ilmiah. Jakarta:
Salemba Medika.

Imayati, K. (2011). Laporan Kasus Osteoarthritis. Denpasar: Bagian Ilmu


Penyakit Dalam FK. Universitas Udayana .
Kerlinger. 2012. Asas–Asas Penelitian Behaviour. Edisi 3, Cetakan 7.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Page 46 of 56
1

Koentjoro, S. (2010). Hubungan Antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan


Derajat Osteoarthritis Lutut menurut Kellgren dan Lawrence. Semarang:
Universitas Diponegoro (Skripsi)

Martin, K. D. (2013). Body Mass Indeks, Ocupational Activity, And Leisure Time
Physical Activity: An Exporation of Risk Factor and Modifiers for Knee
Osteoarthritis in The 1946 British Birth Cohort. BMC Muscular Disorders
14 (219), 1471-2474.
Misnadiarly. (2007). Obesitas sebagai Faktor Resiko Beberapa Penyakit. Jakarta:
Pustaka Obor Populer.
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan . Jakarta: Rineka
Cipta.

Notoatmodjo, S. (2012). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nurmalina, L. (2011). Panduan untuk Keluarga Pencegahan & Manajemen


Obesitas. 13, 17, 19.
Nur M. (2009). Pengaruh Peningkatan Kualitas Hidup Penderita Osteoarthtritis
Terhadap Perkembangan Industri Olahraga. Diakses Tanggal 25 Mei 2012.

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metode Penelitian Ilmu


Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Potter & Perry. (2010). Fundamental of Nursing edisi 7. Jakarta: Salemba


Medika.
Pratiwi, A. I. (2015). Diagnosis And Treatment Osteoarthritis.
Price, S. A. (2013). Pathofosiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC.
S, S. (2014). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: CV Sagung
Seto.

Sastroasmoro. (2011). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: CV


Sagung Seto.

Setiawan, dkk. (2010). Metodologi Penelitian Kebidanan. Jakarta: Nuha


Medika.

Page 47 of 56
1

Soeroso J, I. K. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 . Jakarta: Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Sudarsini, 2017, Fisioterapi, Malang : Gunung Samudra

Sudoyo, A. d. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi 5. Jakarta:
Internal Publishing.
Sugiyono. (2011). Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sukardi. (2008). Metodologi Penelitian Pendidikan, Kompetensi dan


Praktiknya. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Sumual, A.S. (2012). Pengaruh Berat Badan Terhadap Gaya Gesek Dan
Timbulnya Osteoarthritis Pada Orang Di atas 45 Tahun Di RSUP Prof. Dr. R.
Kandou Manado. Bagian Fisika Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi
Manado: Manado (Skripsi).

Wahyuni, L. (2016). Faktor Resiko Aktifitas Fisik Terhadap Kejadian


Osteoarthritis. Departemen Ilmu Penyakit Dalam: FK Universitas
Sriwijaya RS DR. Mohammad Hoesin Palembang (Referat).
Wahyuningsih, N.A.S. (2009). Hubungan Obesitas Dengan Osteoarthritis Lutut Pada
Lansia di Kelurahan Punscang Sawit, Kecamatan Jebres, Surakarta : Universitas Sebelas
Maret(Skripsi).

Wasis. (2008). Pedoman Riset Praktis Untuk Profesi Perawat. Jakarta: EGC.

Yudiyanta, Novita, K., & Wahyu, N. R. (2015). Assessment Nyeri. Jurnal


Kesehatan, 42(3).

Page 48 of 56
1

PERSETUJUAN JUDUL / TOPIK PENELITIAN

Yang bertandatangan dibawah ini, Pembimbing Utama dari :

Nama Mahasiswa : Witono


NIM : 202101063
Judul Proposal : HUBUNGAN DERAJAT NYERI DENGAN TINGKAT
AKTIVITAS FISIK PASIEN OSTEOARTHRITIS DI POLI SYARAF RSI ARAFAH
REMBANG TAHUN 2021

Menyatakan Persetujuan judul / topik penelitian mahasiswa untuk dapat segera di


proses dalam bimbingan skripsi – tugas akhir STIKES Cendekia Utama Kudus

Kudus, 18 Februari 2022


Dosen Pembimbing

Page 49 of 56
1

Biyanti Dwi Winarsih, S.Kep.,Ns.,M.Kep


NIDN 0607097801

PERSETUJUAN PROPOSAL PENELITIAN

Yang bertandatangan dibawah ini, Pembimbing Utama dari :

Nama Mahasiswa : Witono


NIM : 202101063
Judul Proposal : HUBUNGAN DERAJAT NYERI DENGAN TINGKAT
AKTIVITAS FISIK PASIEN OSTEOARTHRITIS DI POLI SYARAF RSI ARAFAH
REMBANG TAHUN 2021

Menyatakan persetujuan untuk dilaksanakan seminar proposal oleh Tim Penguji


pada tanggal

Kudus, 18 Februari 2022


Menyetujui,
Pembimbing Utama

Page 50 of 56
1

Biyanti Dwi Winarsih, S.Kep.,Ns.,M.Kep

NIDN 0607097801

Kuesioner Aktifitas Fisik

Nama ( Inisial ) :
Umur :
Jenis Kelamin :
No Responden :
Pilihlah jawaban yang paling tepat dengan memberi tanda ( √ ) pada
pertanyaan dibawah ini:
No Pertanyaan Jarang Jarang Sering Sangat Skor
Sekali Sering
1 Selama bekerja apakah anda
duduk?
2 Selama bekerja apakah anda
sering berdiri?
3 Selama bekerja apakah anda
berjalan?
4 Selama bekerja apakah anda
mengangkat beban berat?
5 Selama bekerja apakah anda
jongkok?
6 Selama bekerja apakah anda
membungkuk?
7 Apakah anda naik atau turun
tangga?
8 Selama waktu luang apakah

Page 51 of 56
1

and a menonton TV?


9 Apakah anda biasa tidur
siang?
10 Apakah anda sering duduk
nongkrong ?
11 Apakah anda biasa berolah
raga seperti jalan pagi, jogging
atau senam?
12 Apakah anda berlari atau
berjalan cepat dan merasa
lelah?
13 Apakah anda naik sepeda?
14 Apakah anda bepergian naik
kendaraan

Keterangan ;
1. Untuk kategori aktivitas ringan seperti pada pertanyaan nomor 1, 8, 9 dan
10, maka skor untuk jawabannya adalah:
 Jarang sekali : skor 4
 Jarang : skor 3
 Sering : skor 2
 Sangat sering : skor 1
2. Untuk kategori aktivitas berat (selain pada pertanyaan butir 1) maka skor
jawabannya adalah:
 Jarang sekali : skor 1
 Jarang : skor 2
 Sering : skor 3
 Sangat sering : skor 4

Page 52 of 56
1

JADWAL KONSULTASI
no Tanggal Materi Konsultasi Dosen Paraf
Pembimbing
1. 11 Desember 2021 Judul Skripsi Biyanti Dwi
Winarsih,
S.Kep.,Ns.,M.Kep
2. 15 Desember 2021 BAB I Biyanti Dwi
Winarsih,
S.Kep.,Ns.,M.Kep
3. 16 Desember 2021 BAB I Biyanti Dwi
menambahkan hasil-hasil Winarsih,
penelitian lain dan refrensi S.Kep.,Ns.,M.Kep
yang terbaru
4. 19 Januari 2022 BAB 2 Biyanti Dwi
Winarsih,
S.Kep.,Ns.,M.Ke
5. 21 Januari 2022 BAB 2 Biyanti Dwi
Numbering, kerangka teori Winarsih,
S.Kep.,Ns.,M.Ke
6. 29 Januari 2022 BAB 3 Biyanti Dwi
Winarsih,
S.Kep.,Ns.,M.Ke
7. 31 Januari 2022 BAB 3 Biyanti Dwi
Hepotesis penelitian, Winarsih,
Rancangan Penilitian, S.Kep.,Ns.,M.Ke
Populasi, Sampel, Analisa Data

Page 53 of 56
1

Page 54 of 56
1

Page 55 of 56
1

Page 56 of 56

Anda mungkin juga menyukai