Anda di halaman 1dari 13

Luaran Kehamilan Pada Maternal Yang Terinfeksi HIV/AIDS Di Hubungkan Dengan

Penggunaan Antiretroviral (ARV) Dan Jenis Persalinan

Abstrak
Tujuan : Mengetahui hubungan penggunaan ARV pada maternal terinfeksi HIV/AIDS
dengan luaran kehamilan, dan mengetahui hubungan jenis persalinan dengan luaran maternal
terinfeksi HIV/AIDS.
Metode : Menggunakan metode analisis deskriptif dengan rancangan cross sectional.
Pengumpulan data ibu bersalin yang terinfeksi HIV/AIDS dari Buku Register dan Buku
Partus di Ruang Bersalin RSUP Prof. Dr. R.D Kandou Manado. Dikelompokkan berdasarkan;
1. Penggunaan antiretroviral dan yang bukan pengguna dihubungkan dengan luaran
kehamilan yaitu ketuban pecah dini, prematuritas, berat badan lahir, asfiksia, dan kematian
neonatal. 2. Jenis persalinan yakni pervaginam dan seksio sesarea, dihubungkan dengan
luaran maternal yaitu perdaahan postpartum, infeksi nifas dan kematian maternal. Analisis
menggunakan uji statistic chi square test, bermakna bila p <0,05 dan apa bila uji chi square
tidak terpenuhi, dilakukan uji fisher exact.
Hasil : Terdapat 30 kasus persalinan dengan HIV/AIDS, yang menggunakan ARV sebanyak
18 orang (60,0%), dan yang tidak menggunaan ARV sebanyak 12 orang (40,0%), dihubungka
dengan luaran kehamialn dengan uji statistik fisher exact pada variabel ketuban pecah dini p-
value = 1, prematuritas p-value = 1, asfiksia neonatorum p-value = 0,812, berat badan lahir p-
value = 0,548, dan kematian neonatal p-value = 0,400 hasilnya tidak signifikan. Maternal
yang menjalani seksio sesarea sebanyak 16 orang (53,3%), dan persalinan pervaginam
sebanya 14 orang (46,7%), dihubungkan dengan luaran maternal dengan uji statistik fisher
exact pada variabel perdarahan post partum didapati p-value = 0,602, dan kematian maternal
p-value = 0,467 hasilnya tidak signifikan.
Kesimpulan : Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan antiretroviral
(ARV) pada maternal dengan infeksi HIV/AIDS terhadap luaran kehamilan yang merugikan.
Serta tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis persalinan pada maternal yang
terinfeksi HIV/AIDS terhadap luaran maternal yang merugikan.

1
Pendahuluan
Kasus HIV/AIDS yang terjadi di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Sampai dengan September 2020, Kemenkes RI melaporkan terdapat sebanyak 409.857 orang 
pengidap HIV dan sebanyak 127.873 orang pengidap AIDS di indonesia dengan 5  provinsi
kasus HIV/AIDS tertinggi yaitu DKI Jakarta 69.353 kasus, Jawa Timur 62.392 kasus,
provinsi Jawa Barat dengan 44.739 kasus kemudian  Papua 38.315 dan di di posisi ke 5
adalah provinsi Jawa Tengan dengan jumlah kasus HIV sebanyak 37.631 kasus, untuk
Provinsi Sulawesi Utara sendiri berada diurutan ke 17 setelah Provinsi NTT dengan jumlah
kasus HIV sebanyak 5.285 kasus yang tentunya terus meningkat dari tahun ke tahun.
Masalah yang berkembang sehubungan dengan penyakit infeksi HIV/AIDS adalah
angka kejadian yang cenderung terus meningkat dengan angka kematian yang tinggi
(Nasronudin,2013). Penting untuk mendeteksi HIV/AIDS selama masa kehamilan, dimana
lebih dari 90% bayi terinfeksi HIV tertular dari ibu yang menderita HIV/AIDS. Di Indonesia
dari tahun 2017 sampai tahun 2019, terdapat sekitar 11.958 maternal yang dinyatakan positif
HIV setelah menjalani tes yang kemungkinan besar tidak seluruhnya mendapatkan
pengobatan ARV, hal ini didasarkan pada data tahun 2012 dari WHO, UNAIDS dan UNICEF
yang memperkirakan bahwa hanya 62% dari 1,4 hingga 1,7 juta maternal yang hidup dengan
HIV/AIDS yang mendapatkan pengobatan ARV.
Infeksi HIV/AIDS pada maternal dikaitkan dengan luaran kehamilan yang merugikan
terutama pada neonatal seperti; berat badan lahir rendah (BBLR) dan peningkatan kematian
perinatal dan neonatal [1-8]. Penelitian telah menunjukkan bahwa kelahiran dengan berat
badan lahir rendah dikaitkan dengan tingkat morbiditas dan mortalitas bayi yang tinggi [12].
Selain berat badan lahir rendah, secara global kelahiran prematur diketahui berkontribusi
terhadap 50% kematian neonatal dan terkait dengan gangguan perkembangan saraf jangka
panjang di antara neonatus yang masih hidup [2]. Kelahiran prematur di negara berkembang
sebagian besar diklasifikasikan sebagai kelahiran prematur spontan karena onset persalinan
spontan atau ketuban pecah dini (KPD)[4] . Meskipun infeksi HIV/AIDS merupakan faktor
risiko untuk terjadinya kelahiran prematur [10-13], tidak banyak penelitian yang
mengeksplorasi hubungan antara infeksi HIV/AIDS dan KPD. Pada era pra-ARV, HIV/AIDS
di Afrika Selatan dikaitkan dengan tingkat kelahiran prematur spontan yang lebih tinggi [14].
Telah banyak penelitian menunjukkan bukti yang bertentangan, mengenai hubungan antara
infeksi HIV/AIDS pada maternal dengan luaran dari kehamilan yang merugikan. Penting
untuk mengetahui tentang hubungan antara maternal yang terinfeksi HIV/AIDS denga luaran

2
dari kehamilannya serta memberikan bukti ilmiah yang mendukung untuk kemungkinan
dilakukan intervensi dalam program Pencegahan Penularan HIV/AIDS dari Ibu ke Anak.
Operasi seksio sesarea sebelum persalinan berlangsung, merupakan tindakan
intervensi yang efektif untuk mencegah penularan HIV dari ibu ke bayi (PMTCT) baik pada
maternal dengan HIV/AIDS yang tidak mendapatkan antiretroviral (ARV) atau maternal yang
mendapatkan ARV jangka pendek dengan tingkat virus yang ditekan secara tidak sempurna
[1]. Walau demikian dapat dipertimbangkan juga bahwa persalinan dengan seksio sesarea
mungkin memiliki efek merugikan, terutama pada ibu dengan HIV/AIDS yang tidak
mendapatkan pengobatan ARV atau pengobatannya tidak lengkap, sehingga terdapat
pertentangan mengenai jenis persalinan, dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap
perkembangan dan mortalitas pada maternal dengan penyakit HIV/AIDS.
Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menilai seberapa besar pengaruh infeksi
HIV/AIDS pada maternal terhadap luaran kehamilan, juga menilai hubungan penggunaan
ARV terhadap luaran kehamilan pada maternal dengan HIV/AIDS. Penelitian ini juga
dimaksudkan untuk mengetahui dampak dari jenis persalinan pada maternal yang menderita
HIV/AIDS terhadap perkembagan penyakit HIV/AIDS.

Metode
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode analisis deskriptif dengan
rancangan cross sectional. Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder dari ibu
bersalin yang terinfeksi HIV/AIDS di RSUP. Prof. Dr. R.D Kandou Manado periode Januari
2019 sampai dengan januari 2021. Peneliti menggunakan data yang diambil dari Buku
Register di Poli Obstetri RSUP Prof. Dr. R.D Kandou Manado dan Buku Partus di Ruang
Bersalin RSUP Prof. Dr. R.D Kandou Manado. Sampel pada penelitian ini adalah seluruh ibu
yang bersalin dengan infeksi HIV/AIDS di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
berdasarkan kriteria inklusi yaitu ibu bersalin dengan infeksi HIV/AIDS dan melahirkan di
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado tahun 2019-2021. Kriteria eksklusi yaitu data yang
tidak lengkap.
Data dikelompokkan berdasarkan penggunaan antiretroviral dan yang bukan
pengguna. Sample pengguna antiretroviral yang diambil ialah pasien yang menggunakan
antiretroviral minimal sejak usia kehamilan trimester kedua. Obat antiretroviral yang
dikonsumsi adalah kombinasi zidovudine, lamivudine dan nevirapine. Selain itu juga data
dikelompokkan berdasarkan jenis persalinan yakni secara pervaginam dan secara seksio
sesarea baik elektif maupun emergensi.

3
Luaran maternal yang dinilai meliputi perdaahan postpartum, infeksi nifas, ketuban
pecah dini, prematuritas dan kematian maternal. Perdarahan post partum adalah kehilangan
darah > 500 ml pada persalinan pervaginam dan atau > 1000 ml pada persalinan perabdominal
(seksio sesarea). Infeksi nifas (demam pueperalis) adalah kenaikan suhu badan sampai dengan
380 C atau lebih selama 2 hari berturut-turut dalam 10 hari post partum. Ketuban pecah dini
adalah keluarnya cairan amnion secara spontan sebelum adanya tanda-tanda inpartu.
Prematuritas adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan 20 minggu hingga 37
minggu. Kematian maternal adalah kematian ibu selama kehamilan atau dalam 42 hari setelah
kehamilan (postpartum).
Luaran neonatal yang dinilai adalah berat badan lahir rendah, asfiksia, dan kematian
neonatal. Definisis berat badan lahir rendah ialah kurang dari 2500 gram. Asfiksia ialah
APGAR skor yang didapat kurang dari 7. Kematian neonatal adalah bayi yang meninggal
sebelum bayi berumur 1 bulan.
Dilakukan uji statistic dengan chi square test dengan P bermakna bila <0,05 dan apa
bila tidak memenuhi kriteria chi square test dilakukan uji fisher exact. Data pengelompokan
berdasarkan riwayat penggunaan ARV dan jenis persalinan, dihubungkan dengan luaran
kehamilan baik maternal maupun neonatal, kemudian ditabulasi dalam bentuk table.

Hasil
Tabel 1. Karakteristik Maternal Yang Terinfeksi HIV/AIDS
Karakteristik Ibu Frekuensi (n) Persentase
(%)
Usia
<20 tahun 2 6,7
20-35 tahun 26 86,7
>35 tahun 2 6,7
Pendidikan
D3 1 3,3
SLTA 22 73,3
SLTP 7 23,3
Pekerjaan
Tidak Bekerja 25 83,3
Bekerja 5 16,7
Jumlah Kehamilan
Primigravida 7 23,3
Multigravida 23 76,7
ANC
<4 kali 5 16,7
≥4 kali 25 83,3
Infeksi Oportunistik

4
Ada 10 33,3
Tidak ada 20 66,7
Indikasi Obstetrik
Ada 7 23,3
Tidak ada 23 76,7
Usia Persalinan
<37 minggu 3 10,0
≥37 minggu 27 90,0
Riwayat Penggunaan ARV
Ya 21 70,0
Tidak 9 30,0
Persalinan
Pervaginam 14 46,7
Perabdominal 16 53,3

Berdasarkan tabel 1. dapat diketahui bahwa ibu yang mengalami kehamilan dengan
HIV/AIDS paling dominan adalah pada usia 20-35 tahun yaitu sebanyak 26 orang (86,7%)
dan sisanya adalah pada usia <20 tahun dan >35 tahun yang masing-masing sebanyak 2 orang
(6,7%), dengan usia paling tua adalah 37 tahun, dan paling muda adalah 16 tahun. Tingkat
pendidikan ibu yang paling dominan adalah pada jenjang SLTA yaitu sebanyak 22 orang
(73,3%) dan yang paling sedikit adalah pada jenjang D3 yaitu sebanyak 1 orang (3,3%). Ibu
hamil dengan HIV/AIDS paling dominan pada Ibu Rumah Tangga yaitu sebanyak 25 orang
(83,3%) dan sisanya PNS yaitu sebanyak 5 orang (16,7%). Berdasarkan data jumlah
kehamilan, paling dominan ada pada multigravida yaitu sebanyak 23 orang (76,7%) dan
sisanya primigravida yaitu 7 orang (23,3%). Sebagian besar ibu, yaitu sebanyak 25 orang
(83,3%) juga telah melakukan kunjungan ANC ≥4 kali selama masa kehamilan, serta sisanya
yaitu sebanyak 5 orang (16,7%) melakukan kunjungan ANC <4 kali selama masa kehamilan.
Berdasarkan data juga diketahui bahwa sebangian besar ibu, yaitu sebanyak 20 orang (66,7%)
tidak mengalami infeksi oportunistik, serta sisanya 10 orang (33,3%) mengalami infeksi
oportunistik.
Berdasarkan data yang didapatkan juga diketahui bahwa sebagian besar ibu yang
mengalami kehamilan dengan HIV/AIDS, yaitu sebanyak 23 orang (76,7%) tidak memiliki
indikasi obstetrik, dan sisanya yaitu sebanyak 7 orang (23,3%), sebagian besar memiliki usia
kehamilan ≥37 minggu, yaitu sebanyak 27 orang (90,0%), sisanya memiliki usia kehamilan
<37 minggu, sebanyak 3 orang (10,0%). Jenis persalinan dengan seksio sesarea
(perabdominal) sebanyak 16 orang (53,3%), dan sisanya 14 orang (46,7%)
dengan persalinan pervaginam. Berdasarkan data juga diketahui bahwa sebagian besar ibu
yang mengalami kehamilan dengan HIV/AIDS memiliki riwayat menggunakan ARV, yaitu

5
sebanyak 21 orang (70,0%), serta sisanya sebanyak 9 orang (30,0%) tidak memiliki riwayat
penggunaan ARV.

Tabel 2. Luaran Ibu dan Bayi Pada Kehamilan Dengan HIV/AIDS


Luaran Ibu Frekuensi (n) Persentase (%)
Perdarahan Post Partum
Ya
4 13,3
Tidak 26 86,7
Ketuban Pecah Dini
Ya 6 20,0
Tidak 24 80,0

Infeksi Nifas
Tidak 30 100,0

Prematuritas
Ya 5 16,7

Tidak 25 83,3
Kematian Maternal
Ya 1 3,3
Tidak 29 96,7
Luaran Bayi
Asfiksia Neonatorum
APGAR <7 15 51,7
APGAR ≥7 14 48,3
Berat Badan Lahir
<2500 gram 3 10,0
≥2500 gram 27 90,0
Kematian Neonatal
Ya 1 3,3
Tidak 29 96,7
Kejadian HIV
Positif 4 16,0
Negatif 21 84,0

Pada tabel 2. dapat diketahui tentang luaran ibu yang mengalami kehamilan dengan
HIV/AIDS. Berdasarkan data tersebut, sebanyak 26 orang (86,7%) tidak mengalami
perdarahan post partum dan sisanya sebanyak 4 orang (13,3%) mengalami perdarahan post
partum. Sebagian besar tidak mengalami ketuban pecah dini yaitu 24 orang (80,0%, sisanya
sebanyak 6 orang (20,0%) mengalami ketuban pecah dini, untuk infeksi nifas secara
keseluruhan sebanyak 30 orang (100,0%) tidak mengalami infeksi. Sebanyak 25 orang
(83,3%) tidak mengalami persalinan prematur, dan sisanya ada sebanyak 5 orang (16,7%) ibu

6
yang mengalami persalinan prematur. Sedangkan berdasarkan data kematian maternal, dari 30
orang ibu yang mengalami kehamilan dengan HIV/AIDS dapat diketahui bahwa terdapat 1
orang (3,3%) ibu yang mengalami kematian maternal. Pada tabel 2. dapat diketahui tentang
luaran bayi dari ibu yang mengalami kehamilan dengan HIV/AIDS. Berdasarkan data
tersebut, diketahui bahwa bayi yang dilahirkan sebagian besar, yaitu sebanyak 15 orang
(51,7%) memiliki skor APGAR <7, dan sisanya memiliki skor APGAR ≥7 sebanyak 14 orang
(48,3%). Sebagian besar bayi, yaitu sebanyak 27 orang (90,0%) terlahir dengan berat ≥2500
gram, dan sisanya yaitu sebanyak 3 orang (10,0%) terlahir dengan berat <2500 gram.
Sedangkan berdasarkan data kematian neonatal, dari 30 orang bayi yang terlahir
dari ibu yang mengalami kehamilan dengan HIV/AIDS dapat diketahui bahwa terdapat 1
orang (3,3%) bayi yang mengalami kematian neonatal. Serta, dari 25 bayi yang dilakukan
pemeriksaan HIV, terdapat 4 orang (16,0%) yang positif HIV dan sebanyak 21 orang (84,0%)
bayi yang negatif HIV.

Tabel 3. Perbandingan Luaran kehamilan Berdasarkan Riwayat Penggunaan


ARV
Riwayat Luaran Kehamilan Frekuensi (n) Persentase P-value
Penggunaan (%)
ARV
Ketuban Pecah Dini
Ya Ya 4 19,0 1
Tidak 17 81,0
Tidak Ya 2 22,2
Tidak 7 77,8
Prematuritas
Ya Ya 3 14,3 0,622
Tidak 18 85,7
Tidak Ya 2 22,2
Tidak 7 77,8
Asfiksia
Neonatorum
Ya APGAR <7 10 47,6 0,682
APGAR ≥7 11 52,4
Tidak APGAR <7 5 62,5
APGAR ≥7 3 37,5
Berat Badan Lahir
Ya <2500 gram 1 4,8 0,207
≥2500 gram 20 95,2
Tidak <2500 gram 2 22,2
≥2500 gram 7 77,8
Kematian Neonatal

7
Ya Ya 0 0,0 0,300
Tidak 21 100,0
Tidak Ya 1 8,3
Tidak 8 91,7
Kejadian HIV
Ya Positif 1 5,3 0,031
Negatif 18 94,7
Tidak Positif 3 50,0
Negatif 3 50,0

Pada tabel 3. dapat diketahui tentang perbandingan luaran kehamilan pada ibu yang
mengalami kehamilan dengan HIV/AIDS berdasarkan riwayat penggunaan ARV. Dari
keseluruhan ibu yang menggunakan ARV, sebagian besar tidak mengalami ketuban pecah
dini yaitu sebanyak 17 orang (81,0%) dan sisanya mengalami ketuban pecah dini yaitu
sebanyak 4 orang (19,0%), sedangkan dari keseluruhan ibu yang tidak menggunakan ARV,
sebagian besar tidak mengalami ketuban pecah dini yaitu sebanyak 7 orang (77,8%) dan
sisanya mengalami ketuban pecah dini yaitu sebanyak 2 orang (22,2%). Dari keseluruhan ibu
yang menggunakan ARV, sebagian besar tidak mengalami persalinan prematur yaitu
sebanyak 18 orang (85,7%) dan sisanya mengalami persalinan prematur yaitu sebanyak 3
orang (14,3%), sedangkan dari keseluruhan ibu yang tidak menggunakan ARV, sebagian
besar tidak mengalami persalinan prematur yaitu sebanyak 7 orang (77,8%) dan sisanya
mengalami persalinan prematur yaitu sebanyak 2 orang (22,2%).
Dari keseluruhan bayi dari ibu yang menggunakan ARV, yang lebih dominan adalah
bayi yang memiliki skor APGAR ≥7 yaitu sebanyak 9 orang (50,0%) dan sisanya memiliki
skor APGAR <7 yaitu sebanyak 10 orang (47,6%), sedangkan dari keseluruhan bayi dari ibu
yang tidak menggunakan ARV, yang lebih dominan adalah bayi yang memperoleh skor
APGAR <7 yaitu sebanyak 5 orang (62,5%) dan sisanya memperoleh skor APGAR ≥7
sebanyak 3 orang (37,5%). Dari keseluruhan bayi dari ibu yang menggunakan ARV, sebagian
besar memiliki berat ≥ 2500 gram yaitu sebanyak 20 orang (95,2%) dan sisanya memiliki
berat < 2500 gram yaitu sebanyak 1 orang (4,8%), sedangkan dari keseluruhan bayi dari ibu
yang tidak menggunakan ARV, sebagian besar memiliki berat ≥2500 gram yaitu sebanyak 7
orang (77,8%) dan sisanya memiliki berat <2500 gram yaitu sebanyak 2 orang (22,2%). Dari
keseluruhan bayi dari ibu yang menggunakan ARV, seluruhnya yaitu sebanyak 21 orang
(100,0%) tidak mengalami kematian neonatal, sedangkan dari keseluruhan bayi dari ibu yang
tidak menggunakan ARV, sebagian besar tidak mengalami kematian neonatal yaitu sebanyak
8 orang (88,9%) dan terdapat kematian neonatal yaitu sebanyak 1 orang (1,1%). Serta, dari
keseluruhan bayi dari ibu yang menggunakan ARV, sebagian besar negatif HIV yaitu

8
sebanyak 18 orang (94,7%) dan sisanya positif HIV yaitu sebanyak 1 orang (5,3%),
sedangkan dari keseluruhan bayi dari ibu yang tidak menggunakan ARV, baik yang positif
HIV maupun yang negatif HIV masing-masing adalah sebanyak 3 orang (50,0%).
Berdasarkan uji statistik fisher exact pada variabel ketuban pecah dini p-value = 1,
prematuritas p-value = 0,622, asfiksia neonatorum p-value = 0,682, berat badan lahir p-value
= 0,207, kematian neonatal p-value = 0,300 dan kejadian HIV p-value = 0,031.

Tabel 4. Perbandingan Luaran Ibu Berdasarkan Jenis Persalinan

Jenis Luaran Ibu Frekuensi Persentase P-value


Persalinan (n) (%)
Perdarahan Post Partum
Normal Ya 1 7,1 0,602
Tidak 13 92,9
Caesar Ya 3 18,8
Tidak 13 81,3
Infeksi Nifas
Normal Ya 0 0,0 -
Tidak 14 100
Caesar Ya 0. 0,0
Tidak 16 100
Kematian Maternal
Normal Ya 1 7,1 0,467
Tidak 13 92,9
Caesar Ya 0 0,0
Tidak 16 100,0

Pada tabel 4. dapat diketahui tentang perbandingan luaran pada ibu yang mengalami
kehamilan dengan HIV/AIDS berdasarkan jenis persalinan. Dari keseluruhan ibu yang
melakukan persalinan pervaginam, sebagian besar tidak mengalami perdarahan post partum
yaitu sebanyak 13 orang (92,9%) dan sisanya mengalami perdarahan post partum yaitu
sebanyak 1 orang (7,1%), sedangkan dari keseluruhan ibu yang menjalani seksio sesarea,
sebagian besar tidak mengalami perdarahan post partum yaitu sebanyak 13 orang (81,3%) dan
sisanya mengalami perdarahan post partum yaitu sebanyak 3 orang (18,8%). Dari keseluruhan
ibu yang melakukan persalinan pervaginam, seluruhnya yaitu sebanyak 14 orang (100,0%)
tidak mengalami infeksi nifas, sedangkan dari keseluruhan ibu yang menjalani seksio sesarea,
seluruhnya yaitu sebanyak 16 orang (100,0%) juga tidak mengalami infeksi nifas. Serta dari
keseluruhan ibu yang melakukan persalinan pervaginam, sebagian besar yaitu sebanyak 13

9
orang (92,9%) tidak mengalami kematian maternal, dan terdapat kematian maternal yaitu
sebanyak 1 orang (7,1%), sedangkan dari keseluruhan ibu yang menjalani seksio sesarea,
seluruhnya yaitu sebanyak 16 orang (100,0%) tidak mengalami kematian maternal.
Berdasarkan uji statistik fisher exact pada luaran ibu, yaitu pada variabel infeksi nifas
tidak dapat dilakukan uji karena semua ibu baik yang melahirkan pervaginam maupun seksio
sesarea, tidak mengalami infeksi nifas, sedangkan variabel perdarahan post partum didapati p-
value = 0,602, dan kematian maternal p-value = 0,467.

Pembahasan

Dari uji statistic fisher exact, pada penelitan ini, terdapat hubungan yang signifikan
antara luaran kehamilan yaitu kejadian HIV pada bayi dengan penggunaan ARV pada ibu
hamil dengan HIV/AIDS. Serta, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara ketuban
pecah dini, prematuritas, asfiksia neonatorum, berat badan lahir dan kematian neonatal,
terhadap penggunaan ARV pada ibu hamil dengan HIV/AIDS. Hal ini dibuktikan pada uji
statistik variabel ketuban pecah dini p-value = 1, prematuritas p-value = 0,622, asfiksia
neonatorum p-value = 0,682, berat badan lahir p-value = 0,207, kematian neonatal p-value =
0,300 dan kejadian HIV p-value = 0,031.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Afrika Selatan, dari
penelitiannya ditemukan bahwa Infeksi HIV/AIDS sendiri tidak berkaitan dengan
peningkatan risiko ketuban pecah dini, dan hasil kelahiran yang merugikan. Usia kehamilan
saat melahirkan dan berat badan lahir tidak berbeda pada maternal yang terinfeksi HIV/AIDS
dibandingkan dengan maternal yang tidak terinfeksi HIV/AIDS yang kehamilannya dipersulit
oleh ketuban pecah dini. [22]. Hampir sama dengan penelitian ini, dimana yang dibandingkan
adalah maternal yang terinfeksi HIV/AIDS yang menggunakan ARV dengan yang tidak
menggunakan ARV. Meskipun infeksi intra-amnion, infeksi saluran kemih dan infeksi
menular seksual telah lama diidentifikasi sebagai penyebab ketuban pecah dini, hal ini
mungkin berkaitan dengan infeksi oportunistik yang dialami oleh maternal, dimana dalam
penelitian ini didapati sekitar 33,3% maternal yang mengalami infeksi oportunistik. Namun
karena keterbatasan data maka pada penelitian ini tidak memungkinkan untuk eksplorasi lebih
lanjut tentang peran infeksi oportunistik pada ketuban pecah dini.
Hasil ini tentunya bertentangan dengan beberapa penelitian yang pernah dilakukan,
bahwa terapi antiretroviral (ART) di antara maternal yang terinfeksi HIV/AIDS berhubungan
dengan luaran kehamilan, dimana pemberian ART yang berkelanjutan pada ibu hamil yang

10
terinfeksi HIV/AIDS mengurangi angka luaran yang merugikan, seperti lahir mati, berat
badan lahir rendah, dan prematuritas [16, 19]. Namun bertentangan dengan penelitian yang
dilakukan pada rentan waktu dari tahun 2015 sampai tahun 2016, dimana bayi dari maternal
yang terinfeksi HIV/AIDS secara signifikan memiliki berat badan lebih dari bayi yang lahir
dari maternal yang tidak terinfeksi HIV/AIDS.

Dari penelitian ini kemudian disimpulkan bahwa status ART tidak berpengaruh pada
hubungan antara infeksi HIV/AIDS pada maternal terhadap berat badan lahir. Hal ini
mungkin dipengaruhi oleh asupan makanan bergizi yang baik oleh maternal, dimana melalui
layanan antenatal care (ANC) selain memastikan maternal yang terinfeksi HIV/AIDS
menggunakan ART, juga mendorong ibu untuk mendapatkan gizi yang baik. Penelitian lebih
lanjut menunjukkan bahwa tingkat kematian neonatal antara maternal yang terinfeksi
HIV/AIDS dan yang tidak terinfeksi HIV/AIDS adalah sama. Hasil tersebut mungkin
disebabkan karena bayi dari maternal yang terinfeksi HIV/AIDS memiliki berat lahir yang
normal maka mereka cenderung tidak meninggal karena BBLR atau prematuritas. Selain itu,
melalui layanan perawatan antenatal, ibu hamil yang terinfeksi HIV/AIDS diberikan ART dan
didorong untuk menghadiri setidaknya 4 kunjungan ANC di mana mereka menerima
suplemen zat besi dan asam folat yang sangat dibutuhkan [57]. Berdasarkan dengan data yang
didapat pada penelitian ini, dimana rata-rata maternal melakukan ANC >4 kali yaitu sekitar
83,3%, Ini mungkin telah membantu ibu hamil yang terinfeksi HIV/AIDS untuk
mempertahankan status gizi seimbang yang pada gilirannya menunjang pertumbuhan janin.

Hasil penenlitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ezechi et al (2013)
di Afrika yang mengatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara maternal yang terinfeksi
HIV/AIDS dengan APGAR skor bayi menit pertama. Juga pada penelitian terbaru di RSD dr.
Soebandi Jember (2017), dimana tidak terdapat hubungan yang signifikan antara maternal
yang terinfeksi HIV/AIDS dengan APGAR skor bayi di RSD. Dr. Soebandi Jember dengan
nilai p-value = 1.

Sebagian besar bukti tentang hubungan antara infeksi HIV/AIDS pada maternal
dengan luaran kehamilan berasal dari studi observasi. Walau demikian, dalam penetapan ada
tidaknya dampak infeksi HIV/AIDS pada maternal terhadap luaran kehamilan masih menjadi
perdebatan, oleh karena adanya kemungkin faktor lain yang diklaim selain adanya infeksi
HIV/AIDS pada maternal terkait dengan luaran kehamilan yang merugikan. Adanya faktor
perancu yang memberikan gambaran yang berbeda mengenai dampak infeksi HIV/AIDS pada

11
maternal terhadap luaran kehamilan, hal ini dikarenakan distribusi faktor ini mungkin berbeda
diantaranya, baik maternal yang terinfeksi HIV/AIDS yang menggunakan ARV dan yang
tidak menggunakan ARV. Anemia pada maternal, infeksi saluran urogenital selama
kehamilan, hipertensi, riwayat berat lahir dan riwayat persalinan adalah beberapa faktor yang
diketahui berhubungan dengan luaran kehamilan [14-17, 20-22], selain itu sosial ekonomi dan
faktor lingkungan seperti; pendidikan ibu, usia, tingkat kemiskinan, polusi udara dan
kebiasaan merokok juga dikaitkan dengan luaran kehamilan [22-26].

Pada penelitian ini didapatkan bahwa perdarahan infeksi nifas, post partum, dan
kematian maternal tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan jenis persalinan pada
maternal dengan HIV/AIDS. Hal ini dibuktikan dengan uji statistik fisher exact, didapati
Variabel perdarahan post partum p-value = 0,602 dan kematian maternal p-value = 0,467.

Hal ini sejalan dengan studi kohort yang dilakukan di Amerika Utara dan Eropa,
sejauh ini telah menerbitkan hasil penelitian mereka tentang hubungan antara jenis persalinan
dan perkembangan penyakit pascapersalinan. Tidak ditemukan adanya hubungan antara jenis
persalinan dan perkembangan penyakit HIV/AIDS pasca persalinan, meskipun jenis
persalinan tampaknya berdampak pada mortalitas, namun tidak berhubungan secara langsung
peningkatan mortalitas oleh dampak dari jenis persalinan akibat perkembangan penyakit
HIV//AIDS. Secara khusus, baik persalinan secara seksio sesarea maupun persalinan
pervaginam, tidak terkait dengan penurunan jumlah CD4 yang bermakna atau peningkatan
tingkat viral load dari HIV/AIDS.

Penelitian sebelumnya menunjukkan hasil yang bertentangan tentang dampak dari


jenis persalinan pada perkembangan penyakit di antara maternal yang terinfeksi HIV/AIDS,
dalam penelitian European Collaborative Study (ECS) terhadap lebih dari 1.200 wanita
mengalami peningkatan dari gejala HIV/AIDS, di antara maternal dengan HIV/AIDS yang
melahirkan dengan operasi seksio sesarea dibandingkan maternal yang melahirkan secara
pervaginam [11]. Ada kemungkinan komplikasi seksio sesarea meningkat sejalan dengan
bertambahnya usia, dan juga dipengaruhi oleh kondisi obstetrik ibu dan janin. Terdapat
peningkatan hampir dua kali lipat di antara maternal dengan infeksi HIV/AIDS yang berusia
di atas 29 tahun dibandingkan dengan mereka yang berusia di bawah 20 tahun [24-27. Dari
data yang didapat pada penelitian ini, rata-rata usia maternal yang terinfeksi HIV/AIDS
adalah 20-35 tahun yakni sekitar 86,7%, namun yang menjadi kekurangan bahwa tidak
diketahui berapa usia rata-rata maternal yang menjalani seksio sesarea.

12
Studi Penularan Wanita dan Bayi (WITS) tidak menemukan hubungan yang signifikan
antara cara persalinan terhadap perkembangan penyakit dalam hal ini HIV/AIDS, yang dinilai
berdasarkan penurunan CD4 dan peningkatan viral load HIV selama 18 bulan setelah
melahirkan, atau dengan menilai perkembangan klinis hingga kematian maternal [10].

Etiologi penyebab tingginya morbiditas pada post seksio sesarea merupakan


multifaktorial, termasuk di dalamnya anemia berat [3,8], adanya febris [5,6,8], pneumonia [3],
ISK [8], dan endometritis [5,8,9], Data tentang morbiditas dan mortalitas postpartum pada
penelitian ini terbatas sehingga dengan keterbatasan data, tidak mungkin membuat
rekomendasi mengenai cara persalinan atau perubahan dalam manajemen persalinan pada
maternal yang terinfeksi HIV/AIDS. Meskipun hal ini tidak dapat disimpulkan karena data
yang tersedia sangat terbatas, namun hal ini layak untuk dilakukan penelitian selanjutnya.

Saran

Dilakukan penelitian lebih lanjut di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado tentang
luaran maternal dengan HIV/AIDS dihubungkan dengan Infeksi oportunistik, serta
menganalisis adanya faktor perancu yang memberikan gambaran yang berbeda mengenai
dampak infeksi HIV/AIDS pada maternal terhadap luaran kehamilan.

13

Anda mungkin juga menyukai