Anda di halaman 1dari 14

Luaran Maternal dan Neonatal Pada Kehamilan Dengan HIV/AIDS Di Hubungkan

Dengan Penggunaan Antiretroviral (ARV)

Juneke J. Kaeng1, Freddy W. Wagey2, Vicky. Rustan3


PPDS Obstetri dan Ginekologi FK UNSRAT-RSUP Prof Dr. R D. Kandou Manado
Divisi Fetomaternal SMF Obstetri dan Ginekologi FK-UNSRAT
RSUP Prof Dr. R D. Kandou Manado

Abstrak
Tujuan : Mengetahui hubungan antara penggunaan ARV pada maternal terinfeksi HIV/AIDS dengan
luaran kehamilan
Metode : Menggunakan analisis deskriptif dengan rancangan cross sectional. Pengumpulan data ibu
bersalin yang terinfeksi HIV/AIDS dari buku register, buku partus di ruang bersalin dan buku register
di poli Pediatri Sosial RSUP Prof. Dr. R.D Kandou Manado. Dikelompokkan berdasarkan penggunaan
antiretroviral dan yang bukan pengguna dihubungkan dengan luaran kehamilan yaitu ketuban pecah
dini, prematuritas, infeksi nifas, kematian maternal, berat badan lahir, asfiksia, kematian neonatal, bayi
terinfeksi HIV. Analisis menggunakan uji statistic chi square test, bermakna bila p <0,05 dan apa bila
uji chi square tidak terpenuhi, dilakukan uji fisher exact.
Hasil : Terdapat 30 kasus persalinan dengan HIV/AIDS, yang menggunakan ARV sebanyak 21 orang
(70,0%), dan yang tidak menggunaan ARV sebanyak 9 orang (30,0%), dihubungka dengan luaran
kehamialn dengan Uji statistic fisher exact pada variable ketuban pecah dini p-value= 1, prematuritas
p-value=0,622, kematian maternal p-value=0,300, asfiksia neonatorum p-value=0,682, berat badan
lahir p-value=0,207, kematian neonatal p-value=0,300 dan bayi terinfeksi HIV p-value=0,031.
Kesimpulan : Terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan antiretroviral (ARV) pada
maternal dengan infeksi HIV/AIDS terhadap kejadian infeksi HIV pada neonatal.
Kata Kunci : HIV/AIDS, maternal terinfeksi, ARV, luaran, RSUP. Dr. R.D Kandou

Pendahuluan

1
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang disebabkan oleh HIV, telah menjadi

masalah kesehatan secara global. Menurut WHO, secara global pada tahun 2015, terdapat sekitar 36,7

juta orang hidup dengan HIV dimana 2,1 juta orang merupakan kasus baru. 1,2

Kasus HIV/AIDS di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Sampai

dengan September 2020, Kemenkes RI melaporkan sebanyak 409.857 orang  pengidap HIV

dan sebanyak 127.873 orang pengidap AIDS di Indonesia. Provinsi Sulawesi Utara sendiri

berada diurutan ke 17 dengan jumlah kasus HIV sebanyak 5.285 kasus yang tentunya terus

meningkat dari tahun ke tahun.3

Masalah yang berkembang sehubungan dengan penyakit infeksi HIV/AIDS adalah

penurunan kualitas hidup oleh karena penyakit penyerta (komorbid) serta stigma dan

diskriminasi. Penting untuk mendeteksi HIV/AIDS selama masa kehamilan, di Indonesia dari

tahun 2017 sampai tahun 2019, terdapat sekitar 11.958 maternal yang dinyatakan positif HIV

dan kemungkinan besar tidak seluruhnya mendapatkan pengobatan ARV, hal ini didasarkan

pada data tahun 2012 dari WHO, UNAIDS dan UNICEF yang memperkirakan bahwa hanya

62% dari 1,4 hingga 1,7 juta maternal yang hidup dengan HIV/AIDS yang mendapatkan

pengobatan ARV.4,5,6

Mayoritas infeksi HIV pada anak di bawah usia 15 tahun disebabkan oleh Mother To

Child Transmision (MTCT) yang dapat terjadi selama kehamilan, persalinan, dan menyusui

sehingga perlu mengidentifikasi HIV pada bayi baru lahir, minimal 6 minggu postpartum

untuk diagnosis dini dan pengobatan tepat waktu. Tanpa adanya intervensi apapun, risiko

MTCT selama kehamilan, persalinan, dan menyusui diperkirakan 25% sampai 45%.7,8,9

Selain MTCT, Infeksi HIV/AIDS pada maternal dikaitkan dengan luaran kehamilan

yang merugikan terutama pada neonatal seperti; berat badan lahir rendah (BBLR) dan

peningkatan kematian perinatal dan neonatal. Penelitian telah menunjukkan bahwa kelahiran

dengan berat badan lahir rendah dikaitkan dengan tingkat morbiditas dan mortalitas bayi yang

tinggi.10,11,12

2
Selain berat badan lahir rendah, secara global kelahiran prematur diketahui

berkontribusi terhadap 50% kematian neonatal. Kelahiran prematur di negara berkembang

sebagian besar diklasifikasikan sebagai kelahiran prematur spontan karena onset persalinan

spontan atau ketuban pecah dini (KPD). Meskipun infeksi HIV/AIDS merupakan faktor risiko

untuk terjadinya kelahiran prematur, tidak banyak penelitian yang mengeksplorasi hubungan

antara infeksi HIV/AIDS dan KPD. Telah banyak penelitian menunjukkan bukti yang

bertentangan, mengenai hubungan antara infeksi HIV/AIDS pada maternal dengan luaran dari

kehamilan yang merugikan. Penting untuk mengetahui tentang hubungan antara maternal

yang terinfeksi HIV/AIDS denga luaran dari kehamilannya serta memberikan bukti ilmiah

yang mendukung untuk kemungkinan dilakukan intervensi dalam program Pencegahan

Penularan HIV/AIDS dari Ibu ke Anak.13-18

Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menilai seberapa besar pengaruh infeksi

HIV/AIDS pada maternal terhadap luaran kehamilan, juga menilai hubungan penggunaan

ARV terhadap luaran kehamilan pada maternal dengan HIV/AIDS.

Metode

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif menggunakan metode observasional

analitik dengan rancangan cross sectional. Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data

sekunder dari ibu bersalin yang terinfeksi HIV/AIDS di RSUP. Prof. Dr. R.D Kandou

Manado periode Januari 2019 sampai dengan januari 2021. Peneliti menggunakan data yang

diambil dari Buku Register di Poli Obstetri, buku register di Poli PedSos dan Buku Partus di

Ruang Bersalin RSUP Prof. Dr. R.D Kandou Manado. Sampel pada penelitian ini adalah

seluruh ibu yang bersalin dengan infeksi HIV/AIDS di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado

berdasarkan kriteria inklusi yaitu ibu bersalin dengan infeksi HIV/AIDS dan melahirkan di

RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado tahun 2019-2021. Kriteria eksklusi yaitu data yang

tidak lengkap. Data dikelompokkan berdasarkan penggunaan antiretroviral dan yang bukan

3
pengguna. Sample pengguna antiretroviral yang diambil ialah pasien yang menggunakan

antiretroviral minimal sejak usia kehamilan trimester kedua. Obat antiretroviral yang

dikonsumsi adalah kombinasi zidovudine, lamivudine dan nevirapine.

Luaran maternal yang dinilai meliputi infeksi nifas, ketuban pecah dini, prematuritas

dan kematian maternal. Infeksi nifas (demam pueperalis) adalah kenaikan suhu badan sampai

dengan 380 C atau lebih selama 2 hari berturut-turut dalam 10 hari post partum. Ketuban

pecah dini adalah keluarnya cairan amnion secara spontan sebelum adanya tanda-tanda

inpartu. Prematuritas adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan 20 minggu hingga

37 minggu. Kematian maternal adalah kematian ibu selama kehamilan atau dalam 42 hari

setelah kehamilan (postpartum).

Luaran neonatal yang dinilai adalah berat badan lahir rendah, asfiksia, kematian

neonatal dan bayi lahir yang terinfeksi HIV. Definisis berat badan lahir rendah ialah kurang

dari 2500 gram. Asfiksia ialah APGAR skor yang didapat kurang dari 7. Kematian neonatal

adalah bayi yang meninggal sebelum bayi berumur 1 bulan. Bayi terinfeksi HIV yaitu bayi

positif HIV yang diperiksa minimal stelah 6 minggu postpartum.

Dilakukan uji statistic dengan chi square test dengan P bermakna bila <0,05 dan apa

bila tidak memenuhi kriteria chi square test dilakukan uji fisher exact. Data pengelompokan

berdasarkan pengguna ARV, dihubungkan dengan luaran kehamilan baik maternal maupun

neonatal, kemudian ditabulasi dalam bentuk table.

Hasil

Tabel 1. Karakteristik Maternal Yang Terinfeksi HIV/AIDS


Karakteristik Ibu Frekuensi (n) Persentase (%)
Usia
<20 tahun 2 6,7
20-35 tahun 26 86,7
>35 tahun 2 6,7
Pendidikan
D3 1 3,3
SLTA 22 73,3
SLTP 7 23,3

4
Pekerjaan
Tidak Bekerja 25 83,3
Bekerja 5 16,7
Jumlah Kehamilan
Primigravida 7 23,3
Multigravida 23 76,7
ANC
<4 kali 5 16,7
≥4 kali 25 83,3
Infeksi Oportunistik
Ada 10 33,3
Tidak ada 20 66,7
Indikasi Obstetrik
Ada 7 23,3
Tidak ada 23 76,7
Usia Persalinan
<37 minggu 3 10,0
≥37 minggu 27 90,0
Penggunaan ARV
Ya 21 70,0
Tidak 9 30,0
Persalinan
Pervaginam 14 46,7
Perabdominal 16 53,3

Berdasarkan tabel 1. dapat diketahui bahwa ibu yang mengalami kehamilan dengan

HIV/AIDS paling dominan adalah pada usia 20-35 tahun yaitu sebanyak 26 orang (86,7%)

dengan usia paling tua adalah 37 tahun, dan paling muda adalah 16 tahun. Tingkat pendidikan

ibu yang paling dominan adalah pada jenjang SLTA yaitu sebanyak 22 orang (73,3%). Ibu

hamil dengan HIV/AIDS paling dominan pada Ibu Rumah Tangga yaitu sebanyak 25 orang

(83,3%). Berdasarkan data jumlah kehamilan, paling dominan ada pada multigravida yaitu

sebanyak 23 orang (76,7%). Sebagian besar ibu, yaitu sebanyak 25 orang (83,3%) juga telah

melakukan kunjungan ANC ≥4 kali selama masa kehamilan. Berdasarkan data juga diketahui

bahwa sebangian besar ibu, yaitu sebanyak 20 orang (66,7%) tidak mengalami infeksi

oportunistik.

Berdasarkan data yang didapatkan juga diketahui bahwa sebagian besar ibu yang

mengalami kehamilan dengan HIV/AIDS, yaitu sebanyak 23 orang (76,7%) tidak memiliki

indikasi obstetrik, sebagian besar memiliki usia kehamilan ≥37 minggu, yaitu sebanyak 27

5
orang (90,0%). Jenis persalinan dengan seksio sesarea (perabdominal) sebanyak 16 orang

(53,3%), dan sisanya 14 orang (46,7%) dengan persalinan pervaginam. Ibu yang

menggunakan ARV sebanyak 21 orang (70,0%) dan sebanyak 9 orang (30,0%) tidak

menggunakan ARV.  

Tabel 2. Luaran Ibu dan Bayi Pada Kehamilan Dengan HIV/AIDS


Luaran Ibu Frekuensi (n) Persentase (%)
Ketuban Pecah Dini
Ya 6 20,0
Tidak 24 80,0
Infeksi Nifas
Tidak 30 100,0
Prematuritas
Ya 5 16,7
Tidak 25 83,3
Kematian Maternal
Ya 1 3,3
Tidak 29 96,7
Luaran Bayi
Asfiksia Neonatorum
APGAR <7 15 51,7
APGAR ≥7 14 48,3
Berat Badan Lahir
<2500 gram 3 10,0
≥2500 gram 27 90,0
Kematian Neonatal
Ya 1 3,3
Tidak 29 96,7
HIV pada Bayi

Positif 4 16,0
Negatif 21 84,0

Pada tabel 2. dapat diketahui tentang luaran ibu yang mengalami kehamilan dengan

HIV/AIDS. Berdasarkan data tersebut, sebagian besar tidak mengalami ketuban pecah dini

yaitu 24 orang (80,0%, untuk infeksi nifas secara keseluruhan sebanyak 30 orang (100,0%)

tidak mengalami infeksi. Sebanyak 25 orang (83,3%) tidak mengalami persalinan premature.

Sedangkan berdasarkan data kematian maternal, dari 30 orang ibu yang mengalami kehamilan

dengan HIV/AIDS dapat diketahui bahwa terdapat 1 orang (3,3%) ibu yang mengalami

kematian maternal. Pada tabel 2. dapat diketahui tentang luaran bayi dari ibu yang mengalami

6
kehamilan dengan HIV/AIDS. Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa bayi yang

dilahirkan sebagian besar, yaitu sebanyak 15 orang (51,7%) memiliki APGAR skor <7.

Sebagian besar bayi, yaitu sebanyak 27 orang (90,0%) terlahir dengan berat ≥2500 gram.

Sedangkan berdasarkan data kematian neonatal, dari 30 orang bayi yang lahir terdapat 1

(3,3%) kematian neonatal. Serta, dari 25 bayi yang dilakukan pemeriksaan HIV, terdapat 4

orang (16,0%) yang positif HIV dan sebanyak 21 orang (84,0%) bayi yang negatif HIV.

Tabel 3. Perbandingan Luaran kehamilan Berdasarkan Penggunaan ARV


Riwayat Penggunaan Luaran Ibu Frekuensi Persentase P-
ARV (n) (%) value

Ketuban Pecah Dini


Ya Ya 4 19,0 1
Tidak 17 81,0
Tidak Ya 2 22,2
Tidak 7 77,9
Infeksi Nifas
Ya Ya 0 0,0 -
Tidak 21 100,0
Tidak Ya 0 0,0
Tidak 9 100,0
Prematuritas
Ya Ya 3 14,3 0,622
Tidak 18 85,7
Tidak Ya 2 22,2
Tidak 7 77,8
Kematian Maternal
Ya Ya 0 0,0 0,300
Tidak 21 100,0
Tidak Ya 1 11,1
Tidak 8 88,9
Luaran Bayi
Asfiksia
Neonatorum
Ya APGAR <7 10 47,6 0,682
APGAR ≥7 11 52,4
Tidak APGAR <7 5 62,5
APGAR ≥7 3 37,5
Berat Badan Lahir
Ya <2500 gram 1 4,8 0,207
≥2500 gram 20 95,2

7
Tidak <2500 gram 2 22,2
≥2500 gram 7 77,8
Kematian Neonatal
Ya Ya 0 0,0 0,300
Tidak 21 100,0
Tidak Ya 1 8,3
Tidak 8 91,7
Bayi Terinfeksi
HIV
Ya Positif 1 5,3 0,031
Negatif 18 94,7
Tidak Positif 3 50,0
Negatif 3 50,0

Pada tabel 3. dapat diketahui tentang perbandingan luaran kehamilan pada ibu yang

mengalami kehamilan dengan HIV/AIDS berdasarkan penggunaan ARV, dari keseluruhan

ibu yang menggunakan ARV, sebagian besar tidak mengalami ketuban pecah dini yaitu

sebanyak 17 orang (81,0%) , sedangkan dari keseluruhan ibu yang tidak menggunakan ARV,

sebagian besar tidak mengalami ketuban pecah dini yaitu sebanyak 7 orang (77,8%). Dari

keseluruhan ibu baik yang menggunakan ARV yaitu sebanyak 21 orang (100,0%) maupun

yang tidak menggunakan ARV yaitu sebanyak 9 (100,0%), tidak mengalami infeksi nifas.

Dari keseluruhan ibu yang menggunakan ARV, sebagian besar tidak mengalami persalinan

prematur yaitu sebanyak 18 orang (85,7%), sedangkan dari keseluruhan ibu yang tidak

menggunakan ARV, sebagian besar tidak mengalami persalinan prematur yaitu sebanyak 7

orang (77,8%). Serta, dari keseluruhan ibu yang menggunakan ARV, seluruhnya yaitu

sebanyak 21 orang (100,0%) tidak mengalami kematian maternal, sedangkan dari keseluruhan

ibu yang tidak menggunakan ARV, terdapat 1 kematian maternal (1,1%).

Dari keseluruhan bayi dari ibu yang menggunakan ARV, yang dominan adalah bayi

dengan APGAR skor ≥7 yaitu sebanyak 9 orang (50,0%), sedangkan dari keseluruhan bayi

dari ibu yang tidak menggunakan ARV, yang dominan adalah bayi dengan APGAR skor <7

sebanyak 5 orang (62,5%). Dari keseluruhan bayi dari ibu yang menggunakan ARV, sebagian

besar memiliki berat ≥ 2500 gram yaitu sebanyak 20 orang (95,2%), sedangkan dari

8
keseluruhan bayi dari ibu yang tidak menggunakan ARV, sebagian besar memiliki berat

≥2500 gram yaitu sebanyak 7 orang (77,8%) dan sisanya memiliki berat <2500 gram yaitu

sebanyak 2 orang (22,2%). Dari keseluruhan bayi dari ibu yang menggunakan ARV,

seluruhnya yaitu sebanyak 21 orang (100,0%) tidak mengalami kematian neonatal, sedangkan

dari keseluruhan bayi dari ibu yang tidak menggunakan ARV terdapat 1 kematian neonatal

(1,1%). Serta, dari keseluruhan bayi dari ibu yang menggunakan ARV terdapat 1 orang positif

HIV (5,3%), sedangkan dari keseluruhan bayi dari ibu yang tidak menggunakan ARV

terdapat 3 orang positif HIV (50,0%).  Berdasarkan uji statistik fisher exact pada variabel

ketuban pecah dini p-value = 1, prematuritas p-value = 0,622, kematian maternal p-value =

0,300, asfiksia neonatorum p-value = 0,682, berat badan lahir p-value = 0,207, kematian

neonatal p-value = 0,300 dan bayi terinfeksi HIV p-value = 0,031.

Pembahasan

Dari uji statistik fisher exact, pada penelitan ini, terdapat hubungan yang signifikan

antara kejadian HIV pada bayi dengan penggunaan ARV pada maternal dengan HIV/AIDS.

Dibuktikan pada uji statistik variabel bayi terinfeksi HIV p-value = 0,031. Hasil ini sejalan

dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa peningkatan 1 minggu durasi

pemberiaan ART sebelum persalinan dikaitkan dengan penurunan sekitar 10% dalam risiko

penularan HIV dari ibu ke bayi. Memulai terapi ART pada kehamilan adalah intervensi

penting sebagai PMTCT dan untuk kesehatan ibu jangka panjang, dimana dengan

penambahan durasi pemberian ART sebelum persalinan, berkontribusi pada penurunan

viremia dan risiko MTCT selama kehamilan, persalinan dan menyusui.19-25

Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara ketuban pecah dini, prematuritas,

berat badan lahir rendah dan kematian neonatal, terhadap penggunaan ARV pada maternal

dengan HIV/AIDS. Hal ini dibuktikan pada uji statistik variabel ketuban pecah dini p-value =

1, prematuritas p-value = 0,622, berat badan lahir p-value = 0,207, kematian neonatal p-value

9
= 0,300. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Afrika Selatan, ditemukan

bahwa Infeksi HIV/AIDS tidak berkaitan dengan peningkatan risiko ketuban pecah dini, dan

hasil kelahiran yang merugikan. Usia kehamilan saat melahirkan dan berat badan lahir tidak

berbeda pada maternal yang terinfeksi HIV/AIDS dibandingkan dengan maternal yang tidak

terinfeksi HIV/AIDS yang kehamilannya dipersulit oleh ketuban pecah dini. Hampir sama

dengan penelitian ini, dimana yang dibandingkan adalah maternal yang terinfeksi HIV/AIDS

yang menggunakan ARV dengan yang tidak menggunakan ARV. Meskipun infeksi intra-

amnion, infeksi saluran kemih dan infeksi menular seksual telah lama diidentifikasi sebagai

penyebab ketuban pecah dini, hal ini mungkin berkaitan dengan infeksi oportunistik yang

dialami oleh maternal, dimana dalam penelitian ini didapati sekitar 33,3% maternal yang

mengalami infeksi oportunistik. Namun karena keterbatasan data maka pada penelitian ini

tidak memungkinkan untuk eksplorasi lebih lanjut tentang peran infeksi oportunistik pada

ketuban pecah dini.26,27

Hasil ini tentunya bertentangan dengan penelitian yang dilakukan di Botswana pada

tahun 2012, bahwa terapi antiretroviral (ART) di antara maternal yang terinfeksi HIV/AIDS

dapat mengurangi angka luaran yang merugikan, seperti lahir mati, berat badan lahir rendah,

dan prematuritas. Namun bertentangan dengan penelitian yang dilakukan di Malawi pada

rentan waktu dari tahun 2015 sampai tahun 2016, dimana bayi dari maternal yang terinfeksi

HIV/AIDS secara signifikan memiliki berat badan lebih dari bayi yang lahir dari maternal

yang tidak terinfeksi HIV/AIDS, dari penelitian ini disimpulkan bahwa status ART tidak

berpengaruh terhadap berat badan lahir rendah. Hal ini dipengaruhi oleh asupan makanan

bergizi yang baik oleh maternal, dimana melalui layanan perawatan antenatal, ibu hamil yang

terinfeksi HIV/AIDS diberikan ART dan didorong untuk menghadiri setidaknya 4 kunjungan

ANC di mana mereka menerima suplemen zat besi dan asam folat yang sangat dibutuhkan.

Berdasarkan dengan data yang didapat pada penelitian ini, dimana rata-rata maternal

10
melakukan ANC >4 kali yaitu sekitar 83,3%, Ini mungkin telah membantu ibu hamil yang

terinfeksi HIV/AIDS untuk mempertahankan status gizi seimbang yang pada gilirannya

menunjang pertumbuhan janin. Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa tingkat kematian

neonatal antara maternal yang terinfeksi HIV/AIDS dan yang tidak terinfeksi adalah sama,

mungkin disebabkan karena bayi dari maternal yang terinfeksi HIV/AIDS memiliki berat

lahir yang normal maka mereka tidak mengalami BBLR atau prematuritas yang dapa

menyebabkan kematian neonatal.28,29,30

Pada uji statistik variable asfiksia neonatorum p-value = 0,682, artinya tidak terdapat

hubungan yang signifikan antara kejadian asfiksia neonatorum terhadap pengguanaan ARV

pada maternal dengan HIV/AIDS Hasil penenlitian ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Ezechi et al (2013) di Afrika yang mengatakan bahwa tidak terdapat hubungan

antara maternal yang terinfeksi HIV/AIDS dengan APGAR skor bayi menit pertama. Juga

pada penelitian terbaru di RSD dr. Soebandi Jember (2017), tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara maternal yang terinfeksi HIV/AIDS dengan APGAR skor bayi di RSD. Dr.

Soebandi Jember dengan nilai p-value = 1.31

Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kematian maternal terhadap

penggunaan ARV pada maternal dengan HIV/AIDS. Hal ini dibuktikan pada uji statistik

variable kematian maternal p-value = 0,300. Hal ini sejalan dengan studi kohort yang

dilakukan di Amerika Utara dan Eropa, tentang hubungan infeksi HIV/AIDS pada maternal

terhadap luaran maternal yang merugikan, dalam hal ini berkaitan dengan jenis persalinan dan

perkembangan penyakit pascapersalinan. Tidak ditemukan adanya hubungan antara jenis

persalinan dan perkembangan penyakit HIV/AIDS pasca persalinan, meskipun jenis

persalinan tampaknya berdampak pada mortalitas, namun tidak berhubungan secara langsung

peningkatan mortalitas oleh dampak dari jenis persalinan terhadap perkembangan penyakit

HIV//AIDS. Bertentangan dengan hasil penelitian di Malawi, didapati komplikasi lebih tinggi

11
pada mereka yang menerima ARV kurang dari 4 minggu atau yang tidak terpajan ARV

selama kehamilan.32,33

Dalam penetapan ada tidaknya dampak infeksi HIV/AIDS pada maternal terhadap

luaran kehamilan masih menjadi perdebatan, oleh karena adanya faktor lain yang diklaim,

selain HIV/AIDS pada maternal terkait dengan luaran kehamilan yang merugikan. Adanya

faktor perancu yang memberikan gambaran yang berbeda, hal ini dikarenakan distribusi

faktor ini mungkin berbeda diantaranya, baik maternal yang menggunakan ARV dan yang

tidak menggunakan ARV. Anemia pada maternal, infeksi saluran urogenital selama

kehamilan, hipertensi, riwayat berat lahir rendah dan riwayat persalinan adalah beberapa

faktor yang diketahui berhubungan dengan luaran kehamilan, selain itu sosial ekonomi dan

faktor lingkungan seperti; pendidikan ibu, usia, tingkat kemiskinan, polusi udara dan

kebiasaan merokok juga dikaitkan dengan luaran kehamilan.13-17,34-40

Saran

Dilakukan penelitian lebih lanjut di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado tentang

luaran maternal dengan HIV/AIDS dihubungkan dengan Infeksi oportunistik, serta

menganalisis adanya faktor perancu yang memberikan gambaran yang berbeda mengenai

dampak infeksi HIV/AIDS pada maternal terhadap luaran kehamilan.

Daftar Pustaka

1. Lal RB, Chakrabarti S, Yang C. Impact of genetic diversity of HIV-1 on diagnosis,


antiretroviral therapy & vaccine development. Indian J Med Res. 2005;121(4):287.
2. WHO. global AIDS up date 2016. UNAIDS;2016
3. KEMENKES RI. Laporan perkembangan HIV/AIDS & PIMS di Indonesia triwulan III
tahun 2020. Jakarta: PUSDATIN;2020.
4. The multi-stakeholder European initiative. Launched recommendation on the long-term
health, well being and chronic care of people living with HIV(PLHIV). HIV Outcomes
Beyond Viral Suppresion.2017 [29 November 2017] Available from :
https://hivoutcomes.eu/recommendations/
5. KEMENKES RI. Situasi umum HIV AIDS dan tes HIV. Jakarta: InfoDatin; 2017.
6. WHO, UNAIDS, UNICEF. Global HIV/AIDS response: Epidemic update and health
sector progress towards Universal access: Progress Report 2011. Geneva: WHO; 2011.
7. Lu D, Liu J, Samson L, et al.Factors responsible for mother-to-child HIV transmission
in Ontario Canada 1996-2008. Can J Public Health. 2014; 105(1):15–20.

12
8. Chi BH, Adler MR, Bolu O, et al. Progress, challenges, and new opportunities for the
prevention of mother-to-child transmission of HIV under the US President's emergency
plan for AIDS relief. J Acquir Immune Defic Syndr. 2012; 60 (Suppl 3): S78–87.
9. Gangar J. Nutritional assessment of newborns of HIV infected mothers. Indian Pediatri.
2009; 46(4): 339.
10. Dreyfuss ML, Msamanga GI, Spiegelman D, et al. Determinants of low birth weight
among HIV-infected pregnant women in Tanzania. Am J Clin Nutr.2001; 74(6):814-26.
11. Bayou G, Berhan Y. Perinatal mortality and associated risk factors: a case control
study. Ethiop J Health Sci. 2012; 22(3).
12. Oza S, Lawn J. E, Hogan D. R, et al. Neonatal cause-of-death estimates for the early
and late neonatal periods for 194 countries 2000–2013. Bull World Health Organ.2014;
93:19–28.
13. Chawanpaiboon S, Vogel JP, Moller AB, et al. Global, regional, and national estimates
of levels of preterm birth in 2014: a systematic review and modelling analysis. Lancet
Glob Health. 2019;7(1):e37–46.
14. Goldenberg RL, Culhane JF, Iams JD, et al. Epidemiology and causes of preterm birth.
Lancet. 2008;371(9606):75–84.
15. Lopez M, Figueras F, Hernandez S, et al. Association of HIV infection with
spontaneous and iatrogenic preterm delivery: effect of HAART.Aids.2012;26(1):37–43.
16. Deressa AT, Cherie A, Belihu TM, et al. Factors associated with spontaneous preterm
birth in Addis Ababa public hospitals, Ethiopia: cross sectional study. BMC Pregnancy
Childbirth. 2018; 18(1): 332.
17. Xiao PL, Zhou YB, Chen Y, et al. Association between maternal HIV infection and low
birth weight and prematurity: a meta-analysis of cohort studies. BMC Pregnancy
Childbirth. 2015;15:246.
18. Obimbo MM, Zhou Y, McMaster MT, et al. Placental structure in preterm birth among
HIV- positive versus HIV-negative women in Kenya. J Acquir Immune Defic Syndr.
2019; 80(1): 94–102.
19. Kuhn L, Aldrovandi GM, Sinkala M, et al. Potential impact of new WHO criteria for
antiretroviral treatment for prevention of mother-to-child HIV transmission. Aids. 2010;
24:1374–1377.
20. Abrams EJ, Myer L, Rosenfield A, et al. Prevention of mother-to-child transmission
services as a gateway to family-based human immunodeficiency virus care and
treatment in resource-limited settings: rationale and international experiences. Am J
Obstet Gynecol. 2007;197: 101–106.
21. European Collaborative Study. Time to undetectable viral load after highly active
antiretroviral therapy initiation among HIV-infected pregnant women. Clin Infect Dis.
2007; 44: 1647–1656.
22. Townsend CL, Cortina-Borja M, Peckham CS, et al. Low rates of mother-to-child
transmission of HIV following effective pregnancy interventions in the United
Kingdom and Ireland, 2000–2006. AIDS. 2008; 22: 973–981.
23. Fitzgerald FC,Bekker L-G,Kaplan R,et al. Mother-to-child transmission of HIV in a
community-based antiretroviral clinic in South Africa. S Afr Med J. 2010;100:827–831.
24. Hoffman RM, Black V, Technau K, et al. Effects of highly active antiretroviral therapy
duration and regimen on risk for mother-to-child transmission of HIV in Johannesburg,
South Africa. J Acquir Immune Defic Syndr. 2010; 54:35–41.
25. Chibwesha CJ,Giganti MJ,Putta N,et al. Optimal time on HAART for prevention of
mother-to-child transmission of HIV. J Acquir Immune Defic Syndr.2011;58:224–228.

13
26. Moodley T, Moodley D, Sebitloane M, et al. Improved pregnancy outcomes with
increasing antiretroviral coverage in South Africa. BMC Pregnancy Childbirth.
2016;16:35.
27. Ekwo EE, Gosselink CA, Woolson R, et al. Risks for premature rupture of amniotic
membranes. Int J Epidemiol. 1993; 22(3):495–503.
28. Marazzi MC, Palombi L, Nielsen-Saines K, et al. Extended antenatal use of triple
antiretroviral therapy for prevention of mother-to-child transmission of hiv-1 correlates
with favorable pregnancy outcomes. Aids. 2011; 25(13): 1611–8.
29. Chen JY, Ribaudo HJ, Souda S, et al. Highly active antiretroviral therapy and adverse
birth outcomes among hiv-infected women in botswana. J Infect Dis. 2012; 206(11):
1695–705.
30. Halima S. T, Samuel O. M, Dylan S. S. Assessing the effects of maternal HIV
infection on pregnancy outcomes using cross-sectional data in Malawi. BMC Public
Health. 2020; 20: 1-15.
31. Nurlaila A. P, Muhammad A. S, Cholis A. Hubungan ibu hamil positif HIV/AIDS
dengan APGAR score bayi di RSD dr. Soebandi Jember. Journal of Agromedicine and
Medical Sciences. 2018; 4(3): 178-183.
32. Navas-Nacher EL, Read JS, Leighty RM, et al. Mode of delivery and postpartum HIV-1
disease progression: the women and infants transmission study. Aids. 2006; 20(3): 429–
436.
33. Lyson T, Joep J, Andreas D. H, et al. Patterns of caesarean section in HIV infected and
non-infected women in Malawi: is caesarean section used for PMTCT? BMC
Pregnancy and Childbirth. 2018; 18(95): 1-10.
34. Bian Y, Zhang Z, Liu Q, et al. Maternal risk factors for low birth weight for term births
in a developed region in china: a hospital-based study of 55.633 pregnancies. J Biomed
Res. 2013;27(1):14.
35. Khan M, Arbab M, Murad M, et al. Study of factors affecting and causing low birth
weight. J Sci Res. 2014; 6(2): 387–94.
36. Nascimento LFC, Moreira DA. Are environmental pollutants risk factors for low birth
weight. Cad Saúde Pública. 2009; 25: 1791–6.
37. Gebremedhin M, Ambaw F, Admassu E, et al. Maternal associated factors of low birth
weight: a hospital based cross-sectional mixed study in tigray, northern ethiopia. BMC
Pregnancy Childbirth. 2015; 15(1): 222.
38. Ngwira A, Stanley CC. Determinants of low birth weight in malawi: Bayesian geo-
additive modelling. PloS One. 2015; 10(6): 13-57.
39. Metgud CS, Naik VA, Mallapur MD. Factors affecting birth weight of a newborn–a
community based study in rural karnataka, india. PloS One. 2012; 7(7): 4-40.
40. Dubois L, Kyvik KO, Girard M, et al. Genetic and environmental contributions to
weight, height, and bmi from birth to 19 years of age: an international study of over
12.000 twin pairs. PLOS One. 2012; 7(2): 3-153.

14

Anda mungkin juga menyukai