Anda di halaman 1dari 6

Ucapan Terima Kasih

Assalammu’alaikum wr.wb. Alhamdulillah, puji syukur saya


panjatkan pada Tuhan YME bahwa dengan ini tugas berkedok
novel saya telah selesai. Saya berterima kasih pada Allah.swt
atas anugerah yang tak mampu diucapkan oleh kata-kata.
Terima kasih pada Ibu Nina Karina yang sudah memberikan
saya tugas ini, ya seenggaknya mama jadi percaya saya punya
bakat menulis.

Sekian kiranya dari saya, selamat membaca, maaf jika


terkesan aneh. Wassalammu’alaikum wr.wb.
Mengingat berbagai kenangan mungkin bukan kesukaan Sasaki. Tapi, sesekali ia berpikir untuk dapat
mengabadikan suatu momen agar tak lekang oleh memori, maka itu mungkin hari ini.

Ia tak pernah begitu ingin menyentuh kamera tua peninggalan ayahnya lagi selepas ayahnya
meninggal dunia. Tapi, untuk momen ini, di waktu ini, merupakan awal dan mungkin akhir dari tahun
berawalan satu ini.

“Saki-chan! Melamun? Ayo ambil sodanya!” seru pemuda bersurai oranye tersebut. Baju bertuliskan
angka 78 berwarna merah berpadu kontras dengan warna semu merah pipi akibat dingin selepas
meminum es tanpa henti.

“Hah? Eh, tidak! Berapa banyak sudah kamu minum es? Pipimu sampai memerah begitu!” balas Saki
menatap pemuda tersebut terkejut.

Yang ditatap hanya cengengesan. Soda yang masih tersedia dalam gelas kertas ia teguk lagi hingga
habis.

“Kamu aneh, sebentar lagi berganti tahun, tapi malah terlihat murung! Padahal selama bertahun-
tahun kamu berteman denganku, kamu tidak pernah terlihat seaneh ini!” ujar pemuda tersebut
menunjuk tepat di depan wajah Saki.

“Shoyou! Dasar tidak sopan!” seru Saki sembari menepis tangan Shoyou yang berada di depan
wajahnya. “Lagipula aku tidak apa, hanya penasaran apa betul semua akan terulang dari nol lagi
setelah ini?” lanjut Saki beralih dari isi pemikirannya yang sebenarnya.

“Memang kenapa kalau terulang dari nol? Asik, bukan? Kita memulai sejarah baru!” seru Shoyou.
Celana jeans hitam sepahanya ia tepuk-tepuk lantaran ketumpahan air lelehan es batu dari gelas
sodanya tadi.

“Hei,” panggil Saki.

“Apa?” tanya Shoyou mendekat pada Saki yang menatap jendela luar. Salju sedikit demi sedikit
bertabur di luar sana.

“Apa... Setelah ini kamu benar-benar akan pergi untuk masuk ke tim voli?” tanya Saki pelan.
Shoyou mengangguk, pandangannya tertuju pada salju yang berjatuhan, senyum tipis terukir di
paras lucunya. “Ya. Mungkin akan butuh waktu lama bagi kita untuk bertemu lagi,”

We talk all of the time

But it still feels like I’m just a voice on the line, so

“Tapi kamu tahu? Aku benar-benar suka tahun ini, tahun dimana kamu dan aku bertambah dekat,
tahun dimana kita bermain skateboard bersama. Tahun dimana sepatu kets dan baju sport longgar
seperti ini masihlah keren! Mana tahu di tahun depan nanti ini semua sudah menghilang?” ujar
Shoyou.

Saki mengangguk. Benaknya berkecamuk. Ia tidak mau malam ini berakhir, ia mau Shoyou tetap
lebih lama berada di sampingnya. Ia tidak mau berpisah. Ia tidak mau tahun ini berakhir.

“Shoyou, mau berfoto bersama? Aku sangat menyukai tahun ini,” tanya Saki.

Shoyou mengangguk dengan senang, kamera tua di atas nakas Saki lekas ia ambil dan dengan cepat
mendekap Saki. Lampu flash dengan tiba-tiba menyilaukan mata Saki, berbanding terbalik dengan
Shoyou yang sudah siap dengan senyum lebarnya.

“IHH!! Shoyou! Aku belum siap tahu!!!” kesal Saki yang hanya dibalas tawa kencant oleh Shoyou.

Foto biasa, dengan hasil aneh.

Tapi buktinya, mampu membuat Saki tertawa sendiri lepas 5 tahun lamanya telah berlalu.

Juni, 2004.

“Saki! Kangen aku?” seru pemuda bersurai oranye riang.

Senyum lebar terulas, manik Saki sampai menyipit.

“IYA DONGG!!”
Lights on the ceilings, we’re more than a feeling.

“HAHAHAHA!! ASTAGA, KAMU MASIH MENYIMPAN FOTO ITU?” Shoyou tertawa nyaring. Foto yang
mulai menguning dengan ekspresi mereka berdua yang lucu masih saja dipajang di atas nakas Saki
sesaat saat ia baru masuk ke rumah teman lamanya tersebut.

“Ya suka-suka aku, dong!” cuek Saki membawa minuman cola favorit mereka berdua.

“Duh, jadi pengen balik ke tahun 1999,” ujar Shoyou, tersenyum dengan pikiran melayang jauh ke
memori bertajuk nostalgi.

“Iya, duh, kangen tahun itu,” ujar Saki.

Keduanya lantas menghabiskan waktu mengulang masa-masa di tahun 1999.

So, if you wanna come over, act like it’s 1999

End.
Tentang Penulis

Cielo Nadiva Capullet Maulana, yang akrabnya dipanggil ‘Dipa' atau ‘Cece' oleh
anak-anak kelas X PPLG 2 ini sebenernya lebih seneng gambar sama bikin
cerita. Niat awal masuk jurusan mm, eh kelempar soalnya nilainya kurang
huhuhu. Lahir di Lamongan, 18 April 2006 dengan rusuhnya. Bercita-cita punya
pekerjaan yang gampang nyaman dan berpenghasilan milyaran, hobi anak ini
adalah ngehalu sampai lembur. Mulai tertarik sama yang namanya desain
grafis dari jaman gajah mada duduk di atas genteng, Cielo Nadiva ini sejauh ini
berusaha mengembangkan bakat gambarnya.

Anda mungkin juga menyukai