Anda di halaman 1dari 361

Prolog.

"Fwaaahh...!!"

Seorang pria menguap dan bangun dari sebuah kursi besar.

Pada awalnya, pundak dan pinggangnya akan terasa kaku meskipun baru
tertidur setelah satu atau dua jam, tapi sekarang dia merasa sudah terbiasa
dengan bentuk dari kursi itu dan ketika bangun, dia sudah tidak merasa lelah
seperti sebelumnya.

"Aku bahkan tidak tahu kalau kemampuan beradaptasiku sehebat ini."

Pria itu melakukan peregangan, mengambil sikat gigi dan cangkir yang
diletakkan di sebelah monitor komputer bermerk DERU, dan berjalan keluar
kompartemen menuju kamar mandi.

Langit-langit yang tinggi, kompartemen dan rak yang tak terhitung jumlahnya
memenuhi tempat ini. Di dalamnya hanya terdengar suara AC dan suara
pergerakan dari pelanggan lain, ini adalah sebuah warnet yang berada di dalam
kota.

"Ah, lampu pada teh Oolong menyala."

Setelah berjalan ke area minuman gratis, pria itu mendapati bahwa lampu pada
teh Oolong menyala, menandakan kalau itu perlu diisi ulang.

"Oh, pria Yunani."

"Ah, selamat pagi, Satoh."

Kali ini, pria itu secara kebetulan bertemu dengan seseorang yang dia kenal,
dan pelanggan yang memanggil pria itu sebagai 'pria Yunani' adalah seorang
pria yang secara umum dikenal sebagai Satoh.

"Satoh, kau benar-benar sial, teh Oolong nya sudah habis."


"Ah? Yang benar saja?"

Satoh melirik ke arah area minuman dan menggumam dengan kecewa.

"Cih, sial!! Sepertinya hari ini tidak akan berjalan lancar."

"Ini tidak seburuk itu, ini hanyalah teh Oolong, bilang saja pada boss yang ada
di counter mengenai hal ini."

"Hal bodoh apa yang kau katakan? Si manager hanya akan datang siang ini.
Saat ini, orang yang mendiami counter adalah seorang WNA bernama Ka-kun
atau semacamnya, orang itu akan jadi super gugup jika melihatku, aku sama
sekali tidak ingin bicara dengan pria itu."

"Kalau begitu, menyerahlah dan minum cola saja!"

Pria itu tidak tahu nama asli Satoh.

Satoh bersikeras untuk tidak meminum minuman lain selain teh Oolong.
Menurutnya, itu demi mempertahankan kesehatannya, dia sangat sadar
terhadap bahaya gula dan lemak.

"Apa kau bercanda? Aku tidak ingin cepat mati. Setelah minum air, aku harus
pergi bekerja."

Setelah mengatakan hal tersebut, Satoh menuangkan air dari mesin minuman
dan dengan cepat pergi tanpa menoleh ke arah pria itu.

"Jadi, kau sudah dapat kerja hari ini, selamat!!"

Pria itu berteriak ke arah punggung Satoh, dan Satoh hanya merespon dengan
mengangkat tangannya tanpa menoleh sama sekali.

".... Huuh, minum cola di pagi hari, itu sepertinya sedikit memaksa."

Pria itu menggumamkan hal tersebut sambil berjalan ke arah wastafel yang ada
di kamar mandi, dan mulai menggosok giginya.
Dikarenakan fakta bahwa warnet 'CYBER@SAFE' ini bisa dipesan ketika kau
ingin menginap, warnet ini menjadi sangat terkenal di wilayah ini.

Meskipun pria itu memilih tempat ini hanya untuk mendapatkan channel
informasi murah sekaligus tempat untuk tidur, sebelum dia menyadarinya, dia
sudah menginap di sini untuk waktu yang sangat lama.

Selama periode waktu tersebut, dia berkenalan dengan Satoh.

Pria itu tidak tahu kenapa Satoh menolak untuk memberitahukan nama aslinya,
tapi ketika dia bertanya mengenai hal tersebut...

"Jika aku dengan ceroboh memberitahu nama asliku, itu mungkin akan jadi
masalah untuk banyak orang."

Dia dengan aneh menghindari pertanyaan tersebut dengan sikap itu.

Akan tetapi, pria itu juga tidak mengatakan nama aslinya dan hanya
mengizinkan orang-orang memanggilnya 'pria Yunani'. Pria itu sama sekali
tidak terlihat seperti orang Jepang, tapi Satoh dengan hangat masih
mengajaknya berbicara semenjak pertemuan pertama mereka. Oleh karena itu,
bagi si pria, Satoh adalah orang yang menarik untuk diamati.

Meskipun Satoh tidak mengatakan nama aslinya, dia begitu cerewet ketika
membicarakan tentang masa lalunya.

Dia datang ke kota dari sebuah pedesaan, dan lulus dari sebuah universitas
negeri dengan peringkat 14 besar, dia kemudian menjadi pegawai
pemerintahan melalui tes PNS. Setelah bekerja di sana selama beberapa tahun,
dia pun mengundurkan diri saat semakin berkembangnya teknologi untuk
memulai jalur karir yang baru. Rupanya, Satoh sangat kaya dalam beberapa
periode waktu, tidak hanya membangun sebuah rumah lengkap dengan
halaman rumputnya, dia juga mempunyai sebuah villa di Karuizawa.

Akan tetapi, bagi Satoh yang menjalankan bisnisnya sendirian, dia sangat
kurang dalam hal kepopuleran. Setelah salah satu bawahannya
menyalahgunakan dana yang dipercayakan padanya, operasi bisnis
perusahaannya pun menurun tajam. Tidak hanya harus menyerahkan
perusahaannya kepada orang lain, dia bahkan mempunyai hutang yang sangat
besar.

Meski begitu, Satoh masih berani memasuki sebuah bisnis transportasi


berdasarkan motivasinya, dan menghabiskan waktu 10 tahun untuk melunasi
semua hutangnya. Ketika dia berpikir akhirnya dia bisa mulai dari awal,
perusahaan transportasi di mana dia bekerja tiba-tiba mempunyai banyak
kompetitor dikarenakan mengendurnya regulasi pemerintah dan diakuisisi oleh
perusahaan lain. Satoh secara tak terduga juga dipecat dan hidup di jalanan,
tanpa mempunyai apa-apa sekali lagi.

Meski begitu, setelah beberapa bulan hidup sebagai gelandangan, Satoh tidak
menyerah dan menabung uang lewat pekerjaan sementara yang dia dapatkan.
Kedua orang itu pun bertemu setelah si pria tinggal di warnet ini sebagai
penghuni selama 2 bulan.

Menurut Satoh, pertama-tama dia bermaksud untuk menabung uang dengan


rutin, pindah ke apartemen yang lebih layak, dan tanpa rasa kapok, dia
berkeinginan untuk membangun bisnis baru.

"Luar biasa. Aku tidak pernah bertemu pria dengan karakter aneh seperti itu."

Pria itu tidak peduli apakah cerita Satoh benar atau tidak.

Setidaknya, berdasarkan standar hidup di negara ini, situasi Satoh tidak bisa
disebut kaya, akan tetapi....

"Dia terlihat bersemangat. Tatapan di matanya benar-benar berbeda."

Setelah menggosok giginya, pria itu membasuh mukanya dengan air dan
membersihkannya dengan handuk.

Mengalihkan pandangannya ke arah cermin, terdapat bayangan seorang pria


bertubuh besar, berambut perak, dengan mata berwarna merah gelap. Jika T-
shirt yang bertuliskan 'I LOVE L.A' tidak terlihat di bawah jubah panjang yang
dia kenakan, dari penampilannya, dia pasti akan terlihat seperti 'Orang Yunani
Kuno'.

Entah dari corak kulit ataupun kesehatannya, pria itu terlihat jauh lebih baik
daripada Satoh, dia juga terlihat kuat, dan tanpa perlu dikatakan lagi, dia juga
lebih muda. Tapi...

".... Bahkan dengan mata merah milik ikan laut beku yang dijual di
supermarket, mereka jauh lebih bersemangat dibandingkan mataku."

Lahir dari Pohon Kehidupan, benda bulat yang membangun dunia, Sephira,
lalu penjaga mereka, Gabriel, mengolok-olok dirinya sendiri sambil
mengangkat bahunya.

"Oh ya ampun?"

Setelah kembali ke kompartemen yang dia sewa, Gabriel terburu-buru


mengambil sebuah alat yang berbunyi dari tempatnya berada, yaitu di sebelah
monitor.

"Hello!"

Kalau dia menggunakan alat yang dunia ini sebut dengan Handphone, dia bisa
mengadakan 'transmisi mental' dengan lebih akurat. Itu adalah penemuan baru
Gabriel akhir-akhir ini.

Gabriel yang menyukai hal ini, memerintahkan para bawahannya yang berasal
dari Tentara Surga untuk tetap tinggal di Jepang, tinggal di sekitaran warnet
dan terus saling kontak. Akan tetapi, orang yang meneleponnya kali ini
bukanlah salah satu dari mereka.

"Kau sudah di sini? Ya, ya, ya. Itu salahku karena tidak mendapatkan hasil
yang sesuai, aku benar-benar minta maaf."

Gabriel mengangkat bahunya, dan dari nadanya, itu terdengar seperti dia sama
sekali tidak merasa menyesal.
"Apakah 'perang' di sana baik-baik saja? Oh ya, kau tidak menyebabkannya
huh.. Oh? Aku paham! Kalau begitu, di mana kau? Obelisk? Oh di sana. Biar
kukatakan ini dulu, tidak ada yang namanya Obelisk di sini, itu adalah
bangunan tempat para manusia bekerja. Yeah, tunggu saja sebentar di atap, aku
akan datang menemuimu."

Tanpa motivasi apapun, Gabriel menutup teleponnya.

"Sekarang... Untuk alasan apa aku harus bekerja..."

Mata merah yang pada awalnya terlihat tidak lebih bersemangat dibandingkan
ikan laut mati, kini bercahaya karena tampaknya dia sedang menantikan
perkembangan situasi.

"Sebagai seorang Malaikat, aku juga masih ingin bekerja demi keadilan."

-----
Chapter 1 : Raja Iblis Dengan Tegas Memutuskan Membeli
Televisi

Bangunan itu dikenal dengan nama 'Villa Rose'.

Sejak zaman dahulu, mawar / rose sudah dilihat sebagai simbol keindahan dan
dicintai oleh orang yang berkuasa, bunga yang indah ketika mekar itu hampir
selalu bisa dilihat dalam sejarah manusia.

'Villa' yang diberikan nama ratu bunga ini, dengan sendirinya mempunyai
keagungan dan keindahan yang telah terakumulasi menjadi sejarah yang begitu
panjang. Ini adalah tempat di mana pelanggan penting yang dikenal sebagai
'Raja', bisa mengistirahatkan tubuhnya dan mendapatkan ketenangan.

Oleh sebab itu, bagi seorang malaikat yang dipuja banyak orang, mengunjungi
apartemen dengan sejarah yang setara dengan mawar, ratu dari seluruh bunga
yang mana telah menyediakan tempat bagi sang Raja untuk beristirahat ini,
mungkin adalah sesuatu yang sudah bisa diperkirakan.

Akan tetapi, 'Villa Rose' masihlah objek fisik di bumi, dan kapasitasnya tidak
akan cukup untuk menerima eksistensi yang berasal dari Surga.

Disinari oleh cahaya dari sang malaikat, sebuah lubang besar muncul di Villa
Rose yang mana membawa kehancuran taman surgawi dan menyatakan akhir
dari hidup stabil milik sang Raja.

"Waktu kepergian kita tidak begitu lama, tapi juga tidak terlalu singkat."

Sang Raja melihat ke arah dinding Villa Rose yang seharusnya memiliki
lubang besar yang disebabkan oleh sang Malaikat.

"Sebenarnya, itu bisa disebut sebentar, karena kita bahkan tidak bekerja selama
separuh dari jadwal aslinya."

Pelayan yang berdiri di samping Sang Raja juga mengangkat kepalanya untuk
melihat ke arah Villa.
"Aku benar-benar lega. Dengan begini, aku bisa terus tinggal di dalam rumah."

Parasit yang dipelihara oleh sang Raja, mengekspresikan hal tersebut tanpa
motivasi apapun.

"Ada ungkapan yang mengatakan bahwa 'ketika kau menetap di suatu tempat
untuk waktu yang lama, kau pasti akan menganggapnya sebagai surga', tapi
melihat ini, benar-benar timbul perasaan 'aku pulang'"

Penyelidik yang tinggal di sebelah kamar sang Raja, mengungkapkannya


dengan penuh perasaan.

"Tapi, aku tidak menyangka kalau tempat ini akan direnovasi seperti keadaan
semula hanya dalam waktu 4 hari."

Junior dari tempat kerja sang Raja melihat villa itu dengan takjub.

"Ini sungguh menentang akal sehat, lubang besar seperti itu benar-benar bisa
menghilang tanpa jejak dalam 4 hari."

Musuh dari sang Raja mengatakan hal tersebut dengan tenang.

"Rumah, menjadi bagus?"

Anak kecil yang menganggap sang Raja dan musuh Raja sebagai orang tuanya,
bertanya kepada sang Raja.

"Huuh, meski semuanya memiliki banyak hal yang ingin diucapkan, tapi aku
ingin bertanya kepada ibu kos mengenai satu hal!"

'Villa Rose' juga dikenal sebagai Villa Rosa Sasazuka.

Orang yang berencana menaklukan Ente Isla, raja dari seluruh iblis, Satan....
Maou Sadao melihat ke arah apartemen dua lantai yang terbuat dari kayu dan
telah berusia 60 tahun, yang mana terletak di Sasazuka, distrik Shibuya, Tokyo,
dia mengatakan hal ini dengan keras...
"Kenapa kita harus memindahkan semuanya, tempat ini sama sekali tidak
berubah, ya kan?"

Kastil Iblis yang mendapatkan sebuah lubang besar akibat serangan Malaikat
Agung Gabriel, adalah kamar nomor 201 dari Villa Rosa Sasazuka.

Penampilan luar dari apartemen termasuk Kastil Iblis sendiri telah pulih seperti
bagaimana kelihatannya beberapa hari yang lalu. Bangunan tersebut dengan
hening mendiami pojok area perumahan Sasazuka, distrik Shibuya, Tokyo,
melukiskan berlalunya waktu.

XxxxX

'Yesod' terlahir dari Pohon Kehidupan, dan salah satu dari 'Sephira' yang
membentuk dunia.

Dalam pertarungan untuk mendapatkan fragmen 'Yesod', fragmen yang


berwujud gadis kecil, Alas Ramus, bergabung dengan 'Evolving Holy Sword,
Better Half' milik Emilia sang Pahlawan dan melakukan pertarungan sengit
dengan Malaikat Agung Gabriel. Kastil Iblis yang berada di kamar 201 Villa
Rosa Sasazuka di Sasazuka, distrik Shibuya, Tokyo, tidak hanya berakhir
dengan mendapatkan lubang besar yang membuatnya tidak layak huni, tapi
para penghuninya juga harus meninggalkan tempat itu dikarenakan renovasi.

Penyelidik yang tinggal di sebelah Kastil Iblis, Crestia Bell.... Kamazuki


Suzuno memutuskan untuk menetap di apartemen milik Emilia sang Pahlawan,
yang juga dikenal sebagai Yusa Emi, tapi, bagi Maou yang menghadapi fakta
bahwa tempat kerjanya juga tutup sementara karena perubahan pekerjaan dan
dengan renovasi apartemen, dia pun kehilangan rumah sekaligus tempat
kerjanya di saat yang sama.

Di bawah arahan ibu kos, Shiba Miki, Maou pun memutuskan pergi ke rumah
pantai di pantai Chiba yang dijalankan oleh keponakan Shiba untuk tinggal di
sana dan bekerja selama beberapa periode waktu. Jadi Jenderal Iblis Alsiel...
Ashiya Shiro dan Lucifer, yang juga memiliki nama Urushihara Hanzo,
mengikuti Maou ke Chiba.

Emi, Suzuno, dan Sasaki Chiho, seorang gadis SMA yang menjadi satu-
satunya orang yang tahu identitas asli Maou dan Emi sebagai penghuni dunia
lain selain identitas mereka sebagai orang Jepang biasa, juga mengikuti Maou
ke Chiba.

Di tempat itu, mereka bertemu dengan Menteri Iblis Camio yang pada awalnya
bertugas mengawasi Dunia Iblis. Dan dari dia, mereka mendengar tentang
pergolakan situasi yang ada di Ente Isla dan Dunia Iblis, mereka juga
mempelajari kebenaran kalau bumi juga dipenuhi oleh banyak misteri dan lain
sebagainya.

Akan tetapi, bagi Maou sebagai Raja Iblis, hal paling penting dari semua ini
adalah fakta bahwa rumah pantai di mana dia seharusnya bekerja selama
setengah bulan, secara harfiah telah lenyap kurang dari 4 hari.

Meskipun pada akhirnya Maou, Ashiya, dan Urushihara mendapatkan bayaran


yang lebih tinggi dari bayaran Maou selama setengah bulan, untuk pekerjaan
yang berakhir jauh lebih awal daripada kesepakatannya, Maou sadar, sulit
untuk menyembunyikan kekecewaannya pada fakta ini.

Pesan yang Camio sampaikan tentang situasi di Dunia Iblis dan para manusia
di Ente Isla yang memulai perang demi mendapatkan pedang suci Emi,
membuat Maou dan Emi menjadi merasa berat hati.

Pada saat yang sama dengan insiden ini, mereka pun menemukan bukti bahwa
orang yang menyebabkan kekacauan di Jepang, rekan dari sang Pahlawan
sekaligus atasan Suzuno.... Pendeta tertinggi di gereja Benua Barat Ente Isla,
Olba Meyers, adalah orang yang mengendalikan semuanya dari balik
bayangan.
Jika lebih banyak lagi masalah terjadi di sekitar Maou dan yang lainnya ketika
berada di Jepang, mereka mungkin akan menghadapi bahaya yang berkaitan
dengan pangan mereka setelah bulan depan.

Inilah apa yang terjadi pada minggu pertama pada bulan Agustus, di mana
mereka seharusnya bekerja di rumah pantai Ooguro-ya.

XxxxX

"Baiklah, Ayo naik Ashiya!"

"Mengerti. Urushihara, kau harus mengarahkan kami dengan benar!"

"Iya, iya, hati-hati jangan sampai salah langkah."

Beberapa kotak kardus dan peralatan rumah tangga diletakkan di halaman


depan Villa Rosa Sasazuka.

Mereka harus memindahkan barang-barang ini ke kamar mereka, tapi ketika


Ashiya tahu kalau ada biaya tambahan yang harus dibayarkan kepada para
pekerja untuk membawa semua furnitur ini ke lantai dua, dia pun langsung
menolak biaya tambahan tersebut.

Oleh karena itu, situasinya menjadi Maou menariknya dari atas dan Ashiya
mendorongnya dari bawah, sementara Urushihara, dia berdiri di halaman untuk
melihat tangga dan mengarahkan mereka. Inilah situasi di mana mereka bertiga
bekerja sama memindahkan barang-barang mereka ke lantai dua.

Bagi kedua pria yang tidak handal dalam mengangkut furnitur, membawa
benda-benda berat dan menantang tangga yang telah membuat sang Pahlawan
salah langkah dan terjatuh, bisa dikatakan kalau situasi ini membutuhkan
keberanian melampaui jumlah keberanian yang dimiliki oleh sang Pahlawan.
Tapi, jika kulkas saja tidak bisa mereka pindahkan ke lantai dua bahkan setelah
mengumpulkan Raja Iblis dan para Jenderal Iblisnya, maka mereka harus
melupakan rencana penaklukan dunia.

"Ngomong-ngomong, aku sudah sedikit membersihkan kamarnya... Berhati-


hatilah!!"

Chiho menjulurkan kepalanya dari dalam Kastil Iblis.

Chiho dengan sukarela membantu merapikan tempat tersebut setelah benda-


benda yang lebih ringan seperti pakaian, peralatan makan, dan lain sebagainya
dinaikkan, tapi dia nampaknya berpikir kalau Maou dan yang lainnya tidak
akan mengizinkan dia untuk membantu memindahkan peralatan listrik, jadi
Chiho pun hanya bisa melihat Maou dan yang lainnya dengan cemas.

"Cepat, masih ada orang yang menunggu di belakang!"

Di sisi lain, Suzuno yang berada di halaman, melihat ke arah tangga dengan
ekspresi tidak senang di wajahnya, dan mendesak ketiga orang itu tanpa ampun.

Dibandingkan dengan Maou dan yang lainnya, Suzuno mempunyai lebih


banyak furnitur dan peralatan listrik, seperti contohnya lemari baju yang
terbuat dari kayu Paulownia untuk menyimpan kimononya, kulkas family-
sized yang nampak terlalu besar bagi orang yang tinggal sendiri, lemari rias
yang terbuat dari kayu cherry dan lain sebagainya. Mereka semua adalah
barang-barang yang akan membuat orang lain khawatir jika saja mereka rusak,
dikarenakan tangan-tangan yang membawanya terselip dan jatuh, mereka
membawa beban mental yang lebih berat dibandingkan dengan barang-barang
yang dimiliki oleh Maou dan yang lainnya.

Akan tetapi, Suzuno juga menolak bantuan dari para pekerja untuk
memindahkan mereka ke lantai dua.

Dia menggunakan alasan 'ada pria lain di sini yang bisa membantu' untuk
menolak tawaran para pekerja itu, oleh sebab itu, termasuk kulkas milik Maou,
kedua pria tersebut harus menyiapkan mental mereka untuk menaikkan semua
furnitur itu ke atas tangga.

"Lakukan yang terbaik, papa!!"

Emi yang berdiri tidak jauh dari mereka sambil menggendong Alas Ramus,
melihat situasi ini dengan acuh tak acuh.

Meskipun mereka meminjam kekuatan Emi, mengangkut benda-benda berat


ini masihlah pekerjaan yang sangat sulit.

Selain itu, dari sudut pandang logika, mustahil bagi dua orang wanita bisa
memindahkan semua furnitur itu ke kamar Suzuno di lantai dua.

Siapa sangka hutang yang mereka punyai selama di rumah pantai Ooguro-ya
harus dibayar sekarang?

Ketika memikirkan satu pergerakan sembrono saja bisa menyebabkan benda-


benda berharga ini jatuh ataupun rusak, bahkan jika itu bukan Maou, mereka
pasti tetap akan merasa merinding.

"Maou-sama! Apa yang kau lamunkan?"

Ashiya, yang menyadari kalau Maou terlihat bimbang, meneriakkan hal


tersebut dengan gelisah.

"Ah, m-maaf, kalau begitu aku akan mengangkatnya sedikit, kau doronglah
dengan benar... Ooof!!"

Maou, yang berdiri di tangga menarik kulkas itu ke atas dan sedikit
mengangkatnya.

"Baiklah, aku akan mengerahkan seluruh kekuatanku."

Ashiya memegang pegangan yang ada di samping dan mengerahkan seluruh


tenaganya untuk mendorong kulkas itu naik satu langkah dari tanah.
"Ashiya, gerakkan sedikit ke kanan. Kalau tidak, kau mungkin akan terjebak
di sudutnya. Hm, sekarang sudah oke!"

Urushihara bergerak ke bawah tangga dan memberikan arahannya setelah


memastikan kondisi sekitar. Sementara untuk Maou dan Ashiya, mereka
menyelaraskan postur mereka dan dengan berbagai kesulitan, berhasil
menggerakkan kulkas itu satu langkah ke atas.

Pada poin ini, ketiga iblis itu sudah berkeringat.

"B-bagus, sekarang, kita akan lanjut memindahkan benda ini ke atas."

"Mengerti!! Melanjutkan dengan pace seperti ini, hanya ada 12 langkah


tersisa!!"

"Haaaah!!"

"Maou, kau menggores dindingnya!"

Setelah krik-krak dan bam-bang yang berkelanjutan, Raja Iblis dan Jenderal
Iblisnya pun bekerja sama untuk menaikkan kulkas tersebut selangkah demi
selangkah ke dalam Kastil Iblis.

"Maou-san, lakukan yang terbaik!!"

Chiho berteriak dari puncak tangga dan menyemangati Maou.

"Serius... Jika kita membayar 3000 yen, ini tidak akan jadi seperti ini.."

Urushihara mengatakannya dengan sikap tidak puas dari bawah tangga.

"Hanya untuk kali ini, aku setuju dengan Lucifer!"

Emi yang melihat kedua musuhnya sibuk memindahkan kulkas tersebut dari
kejauhan, mendesah dengan keras.

"Jadi Bell, kau tidak benar-benar bermaksud meminta bantuan mereka kan?"

Emi menanyakannya sambil melihat ke arah furnitur Suzuno.


Suzuno menggelengkan kepala sebagai jawabannya.

"Tentu saja aku tidak bermaksud melakukan hal seperti itu. Selama aku
meminta Chiho-dono untuk mengawasi daerah sekitar, untuk sedikit barang-
barang ini, aku bisa membawanya sendiri!"

Untuk memindahkan kulkas berukuran normal saja sudah mendorong batas-


batas dua orang pria dewasa, lalu, apa yang bisa dilakukan oleh Suzuno yang
bertubuh kecil dan ramping dengan kulkas family-sized nya?

Akan tetapi, Emi menjawabnya dengan.....

"Itu benar!"

Dia sama sekali tidak meragukannya.

Ketika mereka berdua berbicara, Maou dan Ashiya akhirnya berhasil


mendaratkan kulkas di lorong lantai dua tanpa menjatuhkannya.

Di panasnya musim panas Agustus, kedua orang itu benar-benar dipenuhi


keringat.

"Hey, ini bukan waktunya beristirahat!! Mesin cucinya bahkan masih belum
dipindahkan!"

Gerutuan dari Urushihara di bawah benar-benar sangat mengganggu.

"Maou-san, Ashiya-san, tinggal sedikit lagi, lakukan yang terbaik!!"

Seperti biasa, hanya Chiho yang berpihak pada mereka.

"Chi-chan, bisakah aku minta tolong untuk membawa beberapa kardus


kosong?"

Ketika mengepak barang-barang mereka sebelumnya, Ashiya mengambil


beberapa kotak kardus dari supermarket, mendengar hal itu, Chiho pun
melakukan apa yang diminta Maou, dan menyerahkan 2 kardus kosong yang
sebelumnya berisi baju kepada Maou.
"Ashiya, majukan sedikit demi sedikit.... bagus, lapisan ini kita taruh di
belakangnya."

Maou meletakkan kardus kosong di bawah kulkas yang berada di lorong.

"Sekarang, kita akan mulai menariknya, siaaap....."

Sekarang, sedikit demi sedikit, mereka mulai menarik kulkas ke depan beranda
kamar mereka.

Tindakan Maou yang sebelumnya meletakkan kardus kosong, dimaksudkan


untuk mencegah bagian bawah kulkas agar tidak menggores lantai.

Pada akhirnya, kedua orang itu berhasil mencapai gerbang Kastil Iblis yang
sudah mereka rindukan. Di depan pintu kamar nomor 201, dalam sekali
percobaan, mereka mengangkat kulkas sampai di atas ambang pintu sebelum
akhirnya mengembalikannya pada posisinya semula.

Setelah mencolokkannya, bagian dalam kulkas itu pun mulai memproduksi


udara dingin yang tidak kalah dengan panasnya musim panas.

"Bagus, bagus, sepertinya ini tidak rusak..."

Maou menyentuh pintu kulkas dan mengatakan hal tersebut pada Ashiya yang
dipenuhi keringat dan terlihat sangat lelah.

"Hey, selanjutnya kita masih harus memindahkan mesin cuci, jika kita
beristirahat sekarang, kita akan dimarahi oleh Emi dan yang lainnya."

"Ba-baiklah, ta-tanganku gemetar.."

Ashiya mengusap keringat yang ada di dahinya, dan dengan teguran dari Maou,
dia pun mengangkat kepalanya dan bersiap-siap meninggalkan ruangan, akan
tetapi, ketika mereka baru meninggalkan beranda kamar mereka...

"Wah, Su-Suzuno-san?"
Di saat yang bersamaan, mereka mendengar teriakan Chiho sekaligus suara
benda berat yang diletakkan di atas lantai.

"Ada apa Chi-chan.... huh?"

Benda yang berada di depan Maou, membuatnya serasa tidak bisa


mempercayainya.

Mesin cuci milik Kastil Iblis yang sebelumnya berada di halaman, kini telah
diletakkan dengan sempurna di sebelah pipa drainase yang ada di lorong.

Dan di sisi lain, terdapat Chiho yang matanya melebar dan tertegun, serta
Suzuno yang dengan tenang menggoyangkan tangannya.

"Jika kita mengikuti kecepatanmu, mungkin sudah gelap ketika kita selesai
memindahkan semuanya."

Suzuno mengerutkan dahinya yang dipenuhi keringat dikarenakan matahari,


dan mengatakannya dengan acuh tak acuh.

Maou dan Ashiya yang menjulurkan kepalanya keluar pintu, melihat ke arah
mesin cuci dan Suzuno secara bergantian.

"I-ini, kau, sendirian?"

"Benar, memangnya kenapa?"

"Uh... bagaimana... huh?"

Maou menganga shock dan benar-benar tertegun, sementara itu, Ashiya tanpa
sadar menyembunyikan tangannya yang gemetar karena kerja keras yang baru
saja dilakukannya.

Maou dan Ashiya sepenuhnya tidak bisa membayangkan image Suzuno yang
bertubuh kecil dan ramping berbalut kimono, berjalan menaiki tangga sambil
mengangkat mesin cuci sendirian.

"Er, erhm, Su Suzuno-san, de, dengan mudah..."


Chiho yang jarang terlihat bingung, tiba-tiba mulai tergagap.

"Chiho-dono, tidak perlu terkejut. Bagiku dan Emilia, sesuatu seperti ini
bukanlah apa-apa."

Setelah melirik ke arah Maou, Ashiya, dan Chiho yang tampak begitu terkejut,
sandal jerami yang dikenakan Suzuno pun bergerak menuruni tangga dengan
suara 'thump thump thump'.

Suzuno berjalan melewati Urushihara yang juga tertegun dan berjalan menuju
kulkas besar miliknya sendiri.

"Oooff!!"

Dia dengan mudah mengangkat kulkas besar itu, seolah-olah sedang


mengangkat kotak styrofoam kosong.

"Hey, Raja Iblis, Alsiel!! Kalian akan membuat Suzuno tidak bisa masuk
lorong jika kalian berdiri di sana, cepat menyingkirlah!!"

Emi berbicara, mengingatkan Maou san Ashiya yang berada di atas tangga,
kedua orang yang tidak bisa berkata-kata itu dengan patuh mundur ke dalam
ruangan.

Chiho juga perlahan mundur ketika melihat kulkas itu semakin mendekat.

"Chiho-dono, maafkan aku, tapi bisakah aku minta tolong untuk membukakan
pintu kamarku?"

"Ba-baiklah!"

Menanggapi permintaannya, Chiho pun membuka pintu kamar nomor 202


tanpa keberatan.

"Terima kasih."

Kulkas itu sedikit direndahkan dan memasuki kamar nomor 202 bersamaan
dengan gadis yang memakai kimono.
".... Kalau dipikir-pikir, Suzuno itu...."

Maou melihat adegan ini dan berbicara dengan linglung.

"Ketika dia pertama kali datang ke sini, dia sama sekali tidak kesulitan
membawa kardus yang berisi udon di dalamnya..."

"Mung-mugkinkah tidak seperti penampilannya, dia itu sebenarnya super


kuat..."

"Hey, aku bisa mendengar semuanya, dasar kalian iblis bodoh."

Setelah mendengar Maou dan Ashiya yang saling berbisik satu sama lain,
Suzuno pun keluar dari kamar 202 dan menasehati mereka.

"Ini hanyalah penguatan otot-otot melalui sihir suci yang sederhana. Bukankah
seharusnya kalian tahu mengenai hal ini?"

".... Oh, jadi itu ya..."

Dengan kata lain, kemampuan fisik mereka telah diperkuat dengan sihir suci,
level tertingginya mungkin seperti 'Heavenly Boots' milik Emi, yang bahkan
bisa membuatnya terbang di udara.

Sebenarnya ini adalah mantra yang digunakan oleh dokter dari Gereja untuk
mendorong kekuatan fisik pasien ketika mereka sedang berada dalam
perawatan untuk memastikan operasinya bisa berjalan dengan lancar.

Selain itu, mantra ini tidaklah sesederhana seperti hanya memasukkan sihir
suci ke dalam tubuh, jika sihir yang diberikan melebihi kapasitas yang dimiliki
pasien, tidak hanya akan menyia-nyiakan sihir penggunanya, hal ini juga malah
akan menimbulkan efek samping berupa berkurangnya kekuatan fisik pasien
dikarenakan rusaknya mantra, jadi, hal ini tidak bisa digunakan begitu saja
untuk menambah kekuatan lengan para tentara.
Oleh sebab itu, teknik ini hanya bisa digunakan oleh petarung tingkat tinggi
yang bisa menggunakan sihir suci..... seperti halnya palu besar 'Heavenly Iron'
yang dimiliki oleh Suzuno.

Sihir suci yang dianggap sebagai keajaiban di dalam Gereja Benua Barat malah
dipakai untuk memindahkan kulkas dan mesin cuci ke lantai dua, Maou hanya
bisa berpikir kalau ada yang tidak beres dengan penyelidik yang satu ini.

"Ah, jadi selama Maou-san dan yang lainnya juga menggunakan sihir iblis..."

"Jika mereka bisa melakukan itu, tidak mungkin mereka akan tenggelam di
laut Choshi."

Emi berjalan menaiki tangga dengan wajah yang terlihat melecehkan Maou
dan yang lainnya sambil dengan santai membawa Alas Ramus di tangan
kanannya sekaligus Microwave Suzuno di tangan kirinya.

Meskipun Maou berencana untuk membantahnya...

"Papa terus meniup gelembung..."

Tapi ketika Alas Ramus yang polos berkata seperti itu, kata-kata yang hampir
diucapkannya pun menghilang entah ke mana dan kemudian hanya diisi
dengan sebuah helaan.

"Alas Ramus.... Dia tidak mungkin akan berakhir menjadi seperti mamanya
ketika dia tumbuh dewasa..."

"Apa maksudnya itu, apakah itu hal yang buruk?"

Emi tidak melewatkan kata-kata yang digumamkan oleh Maou dengan depresi.

"Itu adalah maksud secara harfiah. Alas Ramus itu masih kecil, akan lebih baik
kalau kau meminimalkan paparannya terhadap kata-kata yang tidak baik kan?"

Urushihara yang tiba-tiba memasuki Kastil Iblis setelah muncul dari tangga,
menjawab seperti itu ketika dia melewati semua orang. Meskipun Emi ingin
membantahnya, tapi karena apa yang dia katakan bisa dianggap beralasan, Emi
pun membiarkannya dan hanya memberikan Urushihara tatapan tidak senang.

Karena alasan yang tidak diketahui, Urushihara hanya akan mengatakan


sesuatu yang serius ketika berhubungan dengan Alas Ramus. Mengenai hal ini,
tidak hanya Emi, semuanya pun juga merasa aneh dan sulit untuk
memahaminya.

"T-tapi, itu berarti Maou-san telah menggunakan semua kekuatannya untuk


melindungi Jepang, kan?

"Seperti yang kuharapkan dari Sasaki-san, kau benar-benar paham!"

Chiho menengahi mereka dengan panik, sementara Ashiya menganggukkan


kepalanya untuk menunjukkan kesetujuannya.

"Selain itu, sehubungan dengan insiden Maracoda, bukankah kau bilang kalau
kau ingin membagi pertanggung jawabannya?"

"Uh.."

Ketika Maou menunjukkan hal ini, Emi untuk sesaat tidak bisa berkata apa-
apa.

"Jadi, melihat kami yang memaksakan diri untuk memindahkan barang-barang


ini, kau seharusnya juga ikut bertanggung jawab!!"

"Apa yang kau katakan? Kedua hal ini sama sekali tidak ada hubungannya!!"

"Bagaimana mungkin hal itu tidak ada hubungannya? Pada dasarnya, apapun
itu, hanya kalian yang tiba-tiba bisa menggunakan sihir suci semau kalian! Jika
kami harus menggunakan kekuatan kami, maka konsumsi di bagian kami juga
akan lebih besar, kau harus mempertimbangkan hal ini juga!"

Sampai hari ini, para penghuni Kastil Iblis masih belum mengetahui kalau Emi
dan Suzuno, melalui rekan mereka di Ente Isla, Emeralda Etuva, menerima
minuman sihir suci yaitu Holy Vitamin Beta.
"Meski begitu, bagi kalian yang menggunakan sihir iblis di tempat seperti ini,
tidakkah kalian merasa itu benar-benar menyedihkan?"

"Sebenarnya tidak ada alasan bagi Suzuno untuk menggunakannya ketika kami
tidak bisa."

"Terserah!"

Seperti biasa, Maou dan Emi terlibat argumen yang tidak berguna, dan pada
akhirnya, yang melangkah di antara mereka berdua adalah lemari baju yang
terbuat dari kayu Paulownia.

"Kalian berdua menghalangi saja, berdiri di sana seperti itu!"

"Ah, maaf."

"Ma-maaf."

"Meskipun aku tidak ingin meniru Lucifer, tapi untuk orang tua yang terlibat
pertengkaran di depan anak kecil, sepertinya itu akan menimbulkan efek buruk
bagi perkembangan anak itu."

Setelah lemari baju kayu Paulownia itu melakukan tindakan langka seperti
menggoda mereka berdua, lemari itu pun melewati Maou dan Emi yang
terdiam dan dengan santai memasuki kamar nomor 202.

"Jadi semuanya, ayo yang akrab!"

Tidak yakin apakah dia bisa membaca situasinya, Chiho menimpali kata-kata
Suzuno dan membuat kesimpulan aneh.

"......"

Maou dan Emi menatap satu sama lain dengan kikuk, dan setelah itu, secara
bersamaan, mereka pun memutuskan untuk memalingkan wajahnya masing-
masing, dan saling mengabaikan satu sama lain.

"Papa, Mama, dilarang bertengkar okay?"


Bagimanapun, Alas Ramus yang sama sekali tidak merasakan gugup,
menengahi mereka dengan sikap seperti itu. Dan akhirnya pekerjaan
memindahkan barang-barang milik Kastil Iblis dan Suzuno pun berakhir
dengan atmosfer yang kacau.

".... Tapi, ini sama sekali tidak berubah."

Maou berkomentar ketika dia memeriksa bagian dalam kamarnya sekali lagi.

Maou, Ashiya, dan Chiho yang duduk di sekeliling kotatsu, dan Urushihara
yang duduk di posisi tetapnya di depan komputer di sebelah jendela, saat ini
sedang menikmati teh hangat untuk mengisi kembali cairan tubuh mereka.

Sementara untuk Emi, Suzuno, dan Alas Ramus, mereka meminum teh di
kamar 202, makan malam bersama yang diselenggarakan di kamar Suzuno
juga berakhir dengan wajar.

Ketika sekumpulan orang selalu bersama dalam beberapa hari belakangan,


bahkan jika sudah ada empat orang sekarang, tetap saja rasanya masih sedikit
sepi.

"Tidak, bukan itu masalahnya."

Ashiya menunjuk tempat cuci piring yang ada di dapur.

"Keran yang longgar sudah diperbaiki. Akhir-akhir ini, keran itu terus saja
meneteskan air tidak peduli bagaimanapun keran itu di putar, itu membuatku
merasa begitu stres. Ini merupakan bantuan yang sangat besar."

".... Begitu ya."

Berhadapan dengan pemikiran Ashiya yang berlebihan, Maou hanya bisa


menjawab dengan sikap seperti itu.

"Meski hanya ada sebagian lubang yang harus ditambal, tapi seluruh dinding
ruangan ini sepertinya dicat ulang juga."

"Eh, benarkah?"
"Yeah, pada awalnya itu berwarna hijau gelap, tapi sekarang itu mempunyai
warna indah yang lebih sesuai. Itu sepertinya dicat ulang untuk menyesuaikan
warna dinding yang ditambal, kurasa?"

"Aku sama sekali tidak menyadarinya..."

Seperti yang Chiho katakan, dinding ruangan tersebut terlihat lebih cerah
dibandingkan sebelumnya.

Tapi, perubahan ini sangatlah minim, sehingga membuat penghuni yang sudah
tinggal di dalamnya selama lebih dari setahun tidak bisa membuktikannya
dengan jelas.

"Huuh, bagaimanapun, biaya sewanya tidak berubah, berharap terlalu banyak


itu rasanya sedikit tidak tahu malu."

"Benar, aku berharap Maou-san dan yang lainnya selalu bisa tinggal di dekat
sini, jika biaya sewanya bertambah, aku bisa sedikit kesusahan."

Chiho dengan natural mengikuti alur pembicaraan Maou, namun, Maou


dengan ekspresi kagetnya balik bertanya kepada Chiho.

"Kenapa Chi-chan merasa kesusahan?"

"Eh? Itu karena aku tidak ingin Maou-san dan yang lainnya pindah ke tempat
yang jauh. Sejujurnya, kadang-kadang aku merasa khawatir jika semuanya jadi
seperti ini lagi."

"Kami tidak akan pergi kemana-mana, ya? Kami tidak punya tempat untuk
pergi, dan kami juga tidak punya uang untuk pindah rumah."

Maou menjawab dengan normal, sementara Ashiya mengangguk setuju.

Chiho dengan pelan mengatakan 'Bukan itu maksudku', dan melanjutkan...

"Kalau begitu, baguslah."


Kali ini, dia menjawab dengan volume yang bisa didengar oleh kedua orang
itu.

".... Serius, sepertinya orang yang terlibat malah sama sekali tidak mengerti."

Urushihara, yang seperti biasa mengikuti alur dan mendengarkan percakapan


mereka, berdiri dengan malas untuk memastikan kondisi baterai laptopnya.

Setelah itu, dia mengambil charger dari dalam lemari, menghubungkannya ke


laptop dan mencolokkannya pada colokan listrik, sepertinya laptop Urushihara
memang perlu dicharge.

"Eh?"

Kali ini, Urushihara menemukan objek aneh.

"Apakah ini terlihat seperti sebelumnya?"

Di Villa Rosa Sasazuka, hanya ada dua colokan di dapur untuk masing-masing
kamar, yaitu untuk kulkas, microwave, magic com, dan peralatan elektronik
lainnya. Ada juga colokan di bagian bawah dari area luar lorong untuk mesin
cuci, sementara di jendela dan dinding yang menghadap ke halaman belakang
terdapat dua colokan lagi untuk kebutuhan umum.

Salah satu colokan memang biasanya dipakai oleh kabel yang terhubung pada
komputer Urushihara, tapi pada panel listrik di samping kedua colokan itu
terdapat satu konektor lain.

Sebelum Villa Rosa Sasazuka direnovasi, penampilan pada konektor tersebut


mempunyai dua sekrup pengaman dan satu plat berwarna emas seperti grendel
pintu.

Karena tidak ada peralatan listrik di Kastil Iblis yang menggunakan konektor
itu, maka tidak ada seorangpun yang memperhatikan konektor tersebut, tapi
penampilan luar dari konektor yang ada di hadapan Urushihara saat ini, benar-
benar berbeda dengan konektor yang mereka ketahui sebelum mereka pergi ke
rumah pantai Ooguro-ya.
"Mungkinkah ini...."

Urushihara menggumamkan hal tersebut tanpa sadar.

Itu adalah sebuah konektor berbentuk bulat.

Ada sebuah sekrup di atas konektor tersebut, itu adalah benda berbentuk bulat
silinder dengan lubang di tengahnya.

Seketika, sebuah pemikiran, tiba-tiba terlintas di pikiran Urushihara.

"Jangan katakan kalau.."

Maou, Ashiya, dan Chiho membelalakkan matanya ngeri karena teriakan tiba-
tiba Urushihara.

Akan tetapi, Urushihara mengabaikan ketiga orang itu dan berlari keluar.

Bagi Urushihara yang pergi keluar rumah dengan sendirinya, itu bahkan lebih
sulit dipercaya dibandingkan dengan dewi kuno yang mengunci dirinya di
Ama-no-Iwato kemudian dengan tiba-tiba menjadi kompetitor di Triathon, tapi
sebelum Maou dan yang lainnya bisa bereaksi, Urushihara sudah berlari
menuruni tangga dan melihat pada bagian belakang atap apartemen.

(T/N : Dewi kuno merujuk pada Amaterasu, dewi matahari dalam legenda
Jepang)

"Seperti yang kuduga..."

Karena ekspresi di wajah Urushihara ketika kembali, terlihat sangat serius,


bagi Maou, Ashiya, dan Chiho yang tidak tahu apa yang terjadi, hanya bisa
diam menunggu Urushihara berbicara.

Selanjutnya, Malaikat jatuh dengan mata amethyst-nya itu berbicara dengan


nada berat.

"Maou, ini sangat serius."

"A-ada apa?"
Maou tanpa sadar menelan ludahnya.

Urushihara melihat ke arah mereka bertiga dengan ekspresi serius yang tidak
pernah terlihat sebelumnya, dan apa yang dia katakan selanjutnya benar-benar
membawa shock kepada Raja Iblis dan Jenderal Iblisnya.

"Villa Rosa Sasazuka... Sekarang sudah support Televisi Digital!!"

Tempat itu seketika menjadi hening. Chiho masih tidak mengerti kenapa
Urushihara menjadi segelisah itu.

Akan tetapi, bagi Maou dan Ashiya...

"Apa...."

"Apa...."

""Apa katamuu??""

"Wah!!"

"Apa yang terjadi, Alas Ramus baru saja tertidur, dan dia langsung terbangun
gara-gara kalian!!"

"Apa yang terjadi, apa ada serangan musuh?"

Dengan seluruh kekuatan mereka, Maou dan Ashiya berteriak dengan begitu
keras, sehingga menyebabkan Chiho membeku shock dan membuat Emi serta
Suzuno berlari ke Kastil Iblis dengan kaget.

XxxxX

Dalam periode lebih dari setahun ini, meskipun Kastil Iblis sudah
menghabiskan banyak uang untuk membeli kulkas, mesin cuci, komputer,
sepeda, dan berbagai barang lainnya, tapi karena beberapa alasan, mereka tidak
membeli televisi.
Selain fakta bahwa mereka tidak mengalokasikan budget untuk membeli
televisi, alasan utamanya adalah karena Maou dan Ashiya yang baru datang ke
Jepang, sama sekali tidak memahami konsep 'menonton acara TV'.

Meskipun akhirnya mereka mengerti kalau TV bisa membantu mereka


mengetahui iklan komersial, acara berita yang membantu memahami situasi
dunia, sekaligus prakiraan cuaca dan informasi lainnya, namun tidak hanya
dari TV, ada banyak metode lain untuk mendapatkan informasi-informasi
tersebut.

Juga, fakta bahwa TV Digital telah menjadi tren dari era modern adalah alasan
paling utama kenapa penghuni Kastil Iblis ragu-ragu untuk membeli TV.

Saat ini, konektor antena di Villa Rosa Sasazuka hanya bisa menerima sinyal
analog, dan dalam kontrak penyewaan, tidak disebutkan tentang TV digital.

Setelah Maou dan yang lainnya melakukan penyelidikan, mereka mengetahui


jika mereka ingin memasang TV digital, mereka harus menanggung biaya
pemasangan antena dan jika mereka ingin memasang antena atas keinginan
mereka sendiri, mereka takut kalau pengumpul biaya dari MHK akan
menguras keuangan mereka.

(*MHK parodi dari NHK)

Hanya membeli televisi saja sudah membutuhkan tekad yang begitu besar, jika
mereka tidak berhati-hati dan bertanya kepada ibu kos tentang antena,
kemudian dia memutuskan untuk memasangnya dan menambah biaya sewa,
itu adalah sesuatu yang sangat mereka takutkan.

Mereka tidak bergantung pada TV, ada banyak cara untuk mendapatkan
informasi di Jepang, dibandingkan dengan kulkas yang mempunyai hubungan
erat dengan masalah rasio ataupun mesin cuci yang perlu digunakan untuk
menjaga kebersihan, membeli TV bukanlah hal yang terlalu penting bagi Kastil
Iblis.
"Haah, selama ada HP dan internet, tidak akan ada masalah apapun dalam hal
menonton berita ataupun prakiraan cuaca."

"Ketika kau bicara seperti itu, entah kenapa aku merasa agak kesal."

Emi, sebagai pengunjung dari dunia lain sana, mengatakan hal itu dengan riang,
dan membuat Maou, si Raja Iblis, ingin mencari lubang untuk bersembunyi.

"Itu benar, akhir-akhir ini aku mulai tahu bagaimana cara mendapatkan
informasi lewat HP dan internet setelah sedikit bersusah payah."

Suzuno memegang 'Easy Call Phone' yang baru beberapa waktu lalu dibelinya,
sebuah ponsel yang mudah dioperasikan yang dikeluarkan oleh Docodemo.

"Jika kau sedikit berusaha, kau bahkan bisa menggunakan HP untuk menonton
TV.... tapi itu membutuhkan banyak daya, jadi aku tidak terlalu sering
menggunakan fungsi ini."

Ponsel lipat Chiho adalah salah satu model di mana layarnya bisa dibuka dan
dilipat.

"Akhir-akhir ini, masalah yang berhubungan dengan baterai semakin


bertambah. Meskipun itu tergantung penggunaannya juga, tapi akan lebih baik
kalau daya baterai bisa bertahan lama. Kalau untuk Slimphone, charger-nya
harus ikut dibawa juga ketika kau ingin menggunakannya."

Emi mendesah mendengar kata-kata Chiho.

Emi adalah seorang pegawai Customer Service di perusahaan HP Docodemo,


setelah mencuatnya informasi tentang perangkat dengan fungsi yang lengkap....
Slimphone pun mulai lazim digunakan dan menyebabkan pertanyaan
mengenai baterai semakin bertambah dibandingkan dengan sebelumnya.

Untuk teknologi yang ada di dalam Slimphone, daripada menyebutnya ponsel,


lebih tepat jika disebut mini komputer. Meskipun transmisi dan penggunaan
fungsinya memang berpengaruh besar pada daya tahan baterai, tapi waktu
stand-by normalnya juga lebih pendek dibandingkan ponsel model lama yang
digunakan oleh Chiho dan Suzuno.

"Maksudku, apa kalian benar-benar berpikir kalau HP-ku secanggih itu


sehingga bisa digunakan untuk menonton TV?"

Maou memberikan ketiga wanita yang sedang mengoceh tentang HP itu,


sebuah tatapan tidak senang.

"Dengar baik-baik dan terkejutlah!! Ponsel milik Raja Iblis kami, sudah punya
antena yang terpasang di dalamnya."

"Eh?"

"Eh?"

"Hm?"

Kata-kata Urushihara, dia ucapkan dengan nada yang sombong, menyebabkan


Chiho terkejut dan membuat Emi terbelalak. Sementara Suzuno, dia terlihat
bingung karena tidak mengerti maksudnya.

"Daaan, itu hanya perlu di charge setiap dua hari sekali."

"Eh?"

"Setiap dua hari sekali?"

"Apa itu termasuk lama? atau sebentar? Aku benar-benar tidak mengerti."

Kali ini, bahkan Emi pun sangat terkejut, sementara Suzuno masih tidak paham
akan situasinya.

"Aku membeli ini tidak lama setelah datang ke sini, karena tidak masalah
selama harganya murah, maka pada akhirnya aku memilih yang ini."

Setelah Maou mengatakannya, dia mengeluarkan HP miliknya dari dalam


sakunya.
Meskipun ada beberapa goresan di permukaannya, tapi itu masih terlihat kalau
Maou benar-benar menjaga HP-nya. Ponsel tersebut terlihat jelas lebih tua
dibandingkan model yang digunakan oleh Chiho dan Suzuno.

"A-ayahku menggunakan ponsel seperti ini sebelumnya."

Untuk Chiho yang tumbuh di dalam lingkungan masyarakat berlatar belakang


informasi, dia sudah terbiasa dengan benda-benda elektronik seperti HP yang
ada di sekitarnya, jadi ketika dia melihat desain HP Maou, dia langsung tahu
kalau itu adalah model lama.

".... Ini, apa merk ponsel ini?"

Logo-nya terpampang di bagian belakang ponsel, bahkan Emi yang bekerja di


bidang yang berhubungan dengan HP dan tahu tentang berbagai merk
perusahaan lain sampai batas tertentu, tidak pernah melihat logo seperti itu
sebelumnya.

"Dari alamat email Maou-san, itu harusnya 'ae' kan?"

Maou mengangguk menanggapi pertanyaan Chiho.

"Tagihan teleponnya memang dibayarkan ke ae. Tapi ketika aku membeli


ponsel, pegawainya bilang sesuatu seperti kuota dan telepon unlimited yang
sama sekali tidak kupahami, lalu aku menjawab, sudah cukup selama bisa
digunakan untuk telepon dan mengirim pesan, dan orang itu memberikan
ponsel ini padaku."

"Hanya untuk telepon dan mengirim pesan... mungkinkah ini Thu-ka?"

Thu-ka adalah merk HP yang poin jualnya adalah pengoperasian, fungsi, dan
metode pembayaran yang sederhana. Tapi karena pelayanan aslinya sudah
dihentikan, layanan telekomunikasinya pun kini berada di bawah naungan ae,
salah satu dari 3 merk terkenal di Jepang.

"Karena HP-nya sendiri gratis, pengoperasiannya mudah, dan tidak


membutuhkan biaya tambahan, maka aku memilih model yang ini."
Meskipun Maou mengatakannya dengan acuh tak acuh, tapi dengan pengaruh
Slimphone, bahkan pasar untuk model yang dikenal sebagai ponsel anak muda
pun semakin menyusut. Jadi jumlah orang yang masih menggunakan ponsel
model lama Thu-ka, sudah sangat jarang sekali.

Sebelum itu, hanya dari fakta bahwa ponsel Thu-ka masih bisa menggunakan
protokol saat ini, sudah bisa dianggap sebagai sebuah keajaiban.

Tepat seperti slogan Thu-ka pada waktu itu 'intinya, sudah cukup selama bisa
digunakan untuk telepon dan mengirim pesan', ponsel Thu-ka pun juga tidak
punya fitur internet.

"L-lalu Maou-san, sampai sekarang, bagaimana caranya kau memeriksa


prakiraan cuaca?"

"Eh? Aku menelepon 177."

Chiho bertanya dengan gelisah, tapi langsung tidak bisa berkata-kata ketika
mendengar jawaban Maou.

"Tapi sampai sekarang, aku hanya menelepon hotline waktu pelaporannya


setiap 5 kali sekali."

"Emilia, apa itu 177?"

"Hm, itu adalah layanan yang digunakan untuk mengecek prakiraan cuaca
melalui HP. Ngomong-ngomong, hotline waktu pelaporannya adalah 117. Aku
pernah diberitahu tentang angka khusus yang harus ditekan terlebih dahulu
sebelum menelepon melalui telepon, tapi karena selama training kerja
dikatakan kalau ini adalah pengetahuan yang tidak lagi digunakan dalam era
modern, aku pun melupakannya."

Seperti yang diharapkan dari Emi yang bekerja di bidang yang berkaitan
dengan ponsel, dia bisa menjawab pertanyaan Suzuno yang ditanyakan secara
pribadi.
"Tapi sekarang, bahkan layar standby dari HP saja akan menunjukkan
prakiraan cuaca dengan sendirinya, aku tidak pernah menyangka kalau masih
ada orang yang akan menggunakan layanan ini.... selain itu, jika kau tidak ingin
menelepon nomor yang salah, maka simpanlah nomor itu di dalam buku
telepon."

"Ini bukan pertama kalinya kita didesak seperti ini."

Urushihara melihat ke arah laptop dan menggelengkan kepalanya.

"La-lalu, kalau soal berita...."

Dari sudut pandang Chiho, Maou tidak terlihat seperti tidak bisa mengikuti
perkembangan peristiwa saat ini ketika berbicara dengan orang lain di tempat
kerja.

Oleh karena itu, Chiho selalu menganggap Maou, entah itu berita politik,
ekonomi, berita internasional, kriminal, olahraga dan berita-berita lainnya, dia
punya standar pemahaman tertentu.

"Huuh, kami punya komputer setelah Urushihara datang ke sini, dan aku juga
membaca koran yang dibawa oleh agen koran di terminal dan main ke toko
buku untuk membaca beberapa majalah, jadi tidak sulit bagiku untuk
mengikuti topik-topik di sekitarku."

"....."

Bagi Chiho, yang sudah terbiasa dengan masyarakat modern, kata-kata Maou
benar-benar sulit dipercayai.

"Huuh, mengenai HP, apapun tidak masalah. Ini cukup menyenangkan dan aku
tidak berkeinginan untuk berganti model HP. Tapi, apartemen ini akhirnya
terpasang antena untuk TV digital...."

Maou melihat ke arah konektor antena dengan penuh perasaan, tapi ketika
pandangannya beralih pada colokan yang sudah diisi dengan charger komputer
Urushihara, dia mengernyitkan dahinya.
"Hey, Ashiya."

"Ada apa?"

Maou berbicara seolah berbicara pada dirinya sendiri.

"Ayo beli Televisi."

"Ehh??"

"Reaksi macam apa itu?"

Wajah Maou langsung menjadi waspada, ketika melihat Ashiya yang


mengerang seolah sedang terkena sakit tenggorokan.

"Dari percakapan Maou-sama tadi, kesimpulan seharusnya adalah kita tidak


membutuhkannya...... dan bukankah kau bilang sendiri meskipun tidak ada TV,
kau masih bisa tahu tentang keadaan dunia ini kan? Selain itu, bukankah kita
sudah punya komputer dan internet?"

Ashiya melihat ke arah Urushihara dengan kesal.

"Jangan membuatnya terdengar seolah-olah alasan untuk keberadaanku di sini


hanyalah untuk komputer dan internet, okay?"

"Aku akui kau sudah tumbuh dan menjadi mesin penjual otomatis yang bisa
mengatur antrean."

"Setidaknya bilang kalau aku ini adalah mesin penjual otomatis yang bisa
menyebabkan terbentuknya antrean."

Kedua Jenderal Iblis itu mengatakan omong kosong yang tidak berguna.

"Huuh, tapi apa yang dikatakan Alsiel cukup masuk akal. Sudah cukup lama
sejak aku membeli TV, tapi selain untuk menonton berita di pagi hari, film dan
drama seri di malam hari, sekaligus ramalan cuaca, TV ku biasanya kumatikan.
Aku tidak berpikir kalau membeli TV itu perlu hanya karena antenanya
berubah."
"Kau tidak membiarkan Alas Ramus menonton acara anak-anak ya?"

Maou memandang ke arah kepala Emi.

Alas Ramus yang tertidur di kamar nomor 202, saat ini telah bergabung dengan
Emi.

"Apa kau lupa dengan pertunjukan yang diselenggarakan di Tokyo Big Egg
Town beberapa waktu lalu?"

Emi melihat balik ke arah Maou dengan ekspresi keheranan.

"Entah itu kartun anak-anak ataupun 'Fun With Mama' di saluran edukasi
MHK, warna-warna yang muncul di dalamnya kebanyakan sangatlah cerah.
Aku khawatir kalau anak ini akan menjadi seperti waktu itu, jadi aku
meminimalisir waktunya dengan TV."

"Ah, begitu ya."

Beberapa waktu lalu, Maou, Emi, dan Alas Ramus pergi menonton
pertunjukan pahlawan di Tokyo Big Egg Town, dan setelah menyaksikan para
pemeran penuh warna yang bergerak dengan semangat di atas panggung, Alas
Ramus pun mulai menunjukkan tanda-tanda kejang.

Pohon besar dan benda-benda dengan warna yang cerah mempunyai hubungan
mendalam dengan Alas Ramus, hal itu membuatnya mengingat 'Sephira' yang
mempunyai warna yang berbeda-beda dan membentuk dunia, sekaligus Pohon
Kehidupan tempat asal dia dilahirkan.

Kenyataannya, pada waktu itu, apa yang Emi dan lainnya ketahui tentang
Pohon Kehidupan hanya terbatas pada apa yang mereka dengar dari rumor.

Meskipun saat ini tidak ada yang bisa menyimpulkan efek apa yang akan
terjadi pada Alas Ramus, tapi karena pada waktu itu Alas Ramus merasa tidak
nyaman, maka Emi pun mencoba sebaik mungkin untuk menghindari hal-hal
yang bisa membuatnya mengingat Pohon Kehidupan.
"Dulu, ada satu periode waktu di mana aku berpikir kalau akan lebih baik kalau
kita punya TV."

Maou mulai berbicara tentang beberapa kenangan yang bisa dibilang pahit.

"Ini terjadi sebelum Chi-chan bekerja di MgRonald. Bukankah Mags


mempunyai menu Happy Meal yang didesain khusus untuk anak-anak? Menu
itu mempunyai hadiah berupa mainan."

"Ah yeah, ada."

"Untuk mainan-mainan itu, ada perbedaan besar antara yang populer dan tidak
populer kan? Pada waktu itu, yang dirilis adalah mainan dari Pokemon, suatu
hari ada seorang anak kecil yang terlihat baru masuk SD memesan Happy Meal
dan bersiap-siap memilih mainannya. Ketika aku bertanya pada anak itu mana
yang dia inginkan...."

Ketika Maou mencapai poin ini, dia terlihat mengernyitkan dahinya dalam-
dalam.

Bahkan Ashiya tidak pernah melihat Maou menunjukkan ekspresi seperti itu
dalam beberapa bulan terakhir.

"Anak kecil itu bilang dia ingin tipe yang bersuara 'gero gero'."

Maou berhasil mengatakannya setelah upaya yang begitu keras, menyebabkan


Ashiya, Chiho, Emi dan Suzuno terbelalak.

"Benar!! Perasaanku pada waktu itu persis sekali seperti perasaan kalian saat
ini. Sebenarnya mainan mana yang bersuara 'gero gero'? Pada waktu itu, aku
bahkan tidak tahu kalau pokemon mempunyai nama panggilan unik sendiri,
tentu saja aku tidak tahu mana yang bisa bersuara 'gero gero'. Bagaimanapun,
saat itu hampir ada 10 model, jadi aku tidak mungkin memilihnya hanya
berdasarkan insting."
Karena mereka tidak tahu kapan cerita Maou akan berakhir, mereka pun hanya
bisa diam mendengarkan, namun secara tak terduga, Urushihara memecah
keheningan tersebut.

"Aku mencoba mencarinya, itu sepertinya adalah pokemon khusus yang hanya
muncul di film. Itu adalah wujud awal dari Dragohelios, pokemon legenda
yang muncul di film 'Dragohelios, Path of the King of the Sky' dan dikenal
dengan nama Dragos. Itu adalah pokemon kodok tipe air yang sering muncul
dan menjadi naga karena sebuah mutasi."

"Bisa kau berbicara dengan bahasa manusia?"

Bagi Suzuno yang tidak familiar dengan budaya modern Jepang, kata-kata
Urushihara terdengar seperti sebuah kutukan.

"Tapi Maou-sama, jika memang begitu, tidakkah kau bisa menyimpulkan


kalau itu harusnya adalah tipe yang terlihat seperti kodok dari suara 'gero gero'
nya?"

"Ashiya, kau masih berpikir seperti itu padahal kau sudah tinggal di Jepang
selama lebih dari setahun? Jika kau pikirkan baik-baik, hanya di Jepang-lah
mereka menggunakan 'koke kokko' untuk mendeskripsikan suara ayam."

Di Bumi, peniruan suara binatang bisa menjadi berbeda karena perbedaan


negara dan wilayah. Jadi, meski tanpa berbicara tentang dunia, bagi Maou yang
tidak terlalu memahami tentang perbedaan species dalam biologi, bagaimana
mungkin dia tahu kalau 'gero gero' adalah untuk mendeskripsikan suara kodok?
Dan, satu-satunya orang yang mengajari Maou tentang hal-hal ini, Manager
dari MgRonald, Kisaki Mayumi, sama sekali tidak tahu mengenai masalah
tersebut.

"Ngomong-ngomong, Happy Meal berkolaborasi dengan film itu, dan karena


pokemon itu berhubungan dengan inti ceritanya, maka pokemon itu pun
muncul di trailernya. Anak itu tidak tahu nama Drago dan juga tidak ingat
wujud makhluk itu. Pada akhirnya, kami tidak tahu tipe mana yang dia
inginkan, jadi ibunya bermaksud memilih Pirichu."
Pirichu adalah pokemon paling umum dan terkenal dalam seri pokemon.

"Akan tetapi, karena pirichu begitu populer, stoknya pun habis. Hasilnya ibu-
ibu itu memilih ubur-ubur yang di atasnya terlihat seperti banyak magnet yang
tertempel, itu adalah mainan yang sama sekali tidak terlihat lucu maupun keren,
bahkan di mataku."

Mereka sama sekali tidak memahami soal pokemon, meskipun mereka pernah
mendengarnya, mereka masih saja tidak dapat memahaminya.

".... Jadi, apa poin dari cerita ini?"

Emi bertanya, tidak mampu menahan pertanyaannya untuk keluar.

"Dengan kata lain, jika aku dengan seksama menyaksikan trailer film yang
muncul di TV dan mendapatkan pengetahuan yang cukup, maka aku harusnya
bisa memberikan produk yang diinginkan oleh pelanggan itu. Meskipun sangat
disayangkan karena stok Pirichu habis, tapi setidaknya masih ada tipe lain yang
tersisa."

"Terlalu panjang!"

Kata-kata Urushihara mengekspresikan pemikiran semua orang saat ini.

"Jadi apa hubungannya hal itu dengan membeli Televisi? Bahkan jika itu
bukan jangkauan Ashiya-san, aku rasa informasi seperti itu bisa ditemukan
lewat internet."

Maou mengangguk menanggapi pertanyaan Chiho.

"Jika suatu penyelidikan tidak dilakukan berdasarkan ketertarikan, seseorang


mungkin tidak akan pernah mengambil inisiatif untuk mencari informasinya.
Meskipun kegagalan adalah ibu dari kesuksesan, tapi jika kita tidak
menghindari kegagalan yang bisa dicegah hanya dengan lebih memperhatikan
sesuatu, maka itu tidak bisa disebut kegagalan, melainkan kelalaian, ya kan?"
"Jadi, tidak baik mencari tahu lewat internet? Jika kau ingin mendapatkan
wawasan yang lebih luas, aku dengar kalau kau bisa mendapatkan informasi
yang ada di TV dan koran melalui internet."

Sikap Ashiya benar-benar menunjukkan pemikirannya kalau dia tidak ingin


menggunakan uangnya untuk membeli TV, kemudian Maou mengatakan hal
ini dengan senyum kecut di wajahnya.

"Biar kuberikan satu contoh yang bisa kau pahami dengan mudah, kau
seharusnya pernah mengalami situasi di mana kau tahu kalau daging cincang
sedang dijual di supermarket dengan harga khusus, dan ketika kau
memutuskan pergi membeli bahan-bahan untuk membuat hamburger steak,
kau tiba-tiba menyadari kalau salmon fillet ternyata lebih murah, dan kau pun
berganti menu ke salmon mentega. Kemudian kau menggunakan beberapa
puluh yen yang telah kau simpan untuk membeli tauge guna menambah nutrisi
dan porsinya, ya kan?"

"Eh..... yeah, aku pernah mengalaminya beberapa kali..."

Ashiya menjadi sedikit bingung ketika topiknya tiba-tiba berubah menjadi


masalah pekerjaan rumah tangga.

"Hamburger steak dihidangkan dengan daging dan saus tomat, tapi jika salmon
yang akan dimasak, maka mentega juga harus dibeli. Dan setelah itu, kalau
menu-nya menggunakan salmon, mentega, dan tauge, kau akan lebih
memperhatikan informasi pada harga yang berhubungan dengan barang-
barang tersebut kan?"

"Yeah, memang benar."

Suzuno yang sering memasak seperti Ashiya, juga menyetujuinya.

"Bagaimana ya, hmm jika informasi terkumpul lewat internet, maka hal-hal
seperti tadi tidak akan terjadi. Jika kita memikirkan hamburger steak, kita
mungkin akan memikirkan lobak tumbuk ala Jepang, saus demiglaze,
hamburger steak keju, hamburger steak tahu, hamburger steak ala toko,
hamburger Jerman dan hal-hal lainnya kan? Tapi kita tidak akan mungkin
berpikir tentang salmon mentega dan tauge, benar kan? Intinya, tidak mungkin
kita bisa memperluas kemungkinannya."

"Memperluas kemungkinan, huh?"

Dalam situasi yang sangat langka, Urushihara mendengarkan Maou dengan


seksama dan membungkuk ke depan dari posisi duduk ala Jepangnya.

"Tentu saja, ada banyak cara perluasan dan mereka tidak mungkin bisa
disatukan. Tapi kalau hanya berbicara tentang internet, untuk hal-hal yang
tidak menarik, mereka mungkin tidak akan memperhatikannya dan bahkan
merasa tidak perlu memperhatikannya."

"Haah, memang benar. Tapi untuk televisi, apakah kau tidak akan
mematikannya jika kau tidak tertarik?"

Emi, satu-satunya penghuni dari dunia lain yang mempunyai TV


mengekspresikan pendapatnya, dan Maou menggelengkan kepalanya untuk
menjawab.

"Untuk program-program yang tayang di TV, memang ada beberapa di antara


mereka yang tidak menarik ketika tayang pertama kali, namun ketertarikan
pada mereka mungkin akan muncul setelahnya, itu bukan hanya sekedar
masalah menghidupkan atau mematikan televisi. Hanya dari poin ini,
bukankah internet juga hanya memungkinkan orang-orang untuk melihat
informasi yang ingin mereka lihat? Di dunia ini, mungkin ada beberapa hal
yang tidak dibutuhkan hari ini, lalu pada akhirnya berguna di masa yang akan
datang, ya kan?"

"Maou-sama, kenapa kau punya pemahaman seperti itu tentang televisi?

Ashiya menanyakan sebuah pertanyaan polos.

"Ah, aku baru saja ingat ketika aku pertama kali datang ke Jepang, ada suatu
saat di mana aku makan di restoran Soba yang memiliki fasilitas TV di
dalamnya. Berita di TV itu sedang mengabarkan kalau perusahaan pengiriman
tempatku bekerja sedang menghadapi beberapa masalah, namun ketika aku
ingin menontonnya karena hal itu berhubungan juga denganku, tiba-tiba
pembeli di sebelahku mengganti channel TV-nya menjadi program hiburan
yang aneh, itu membuatku benar-benar marah."

"Meskipun aneh untuk menanyakannya sekarang, tapi Maou-san itu benar-


benar Raja Iblis di suatu dunia sana, kan?"

"Chiho-dono, jangan mengatakan sesuatu yang akan membuat orang lain


depresi. Sebagai seorang Raja Iblis, membicarakan sesuatu tentang restoran
Soba, hamburger, dan salmon fillet, hal-hal seperti ini......"

Entah kenapa, musuhnya terlihat lebih khawatir terhadap masa depan Maou
dibandingkan para bawahannya.

"Ngomong-ngomong, aku merasa kalau cara mendapatkan informasi seperti


ini lebih mirip seperti sebuah game yang cukup menarik. Tentu saja, aku tahu
kalau internet itu lebih nyaman, tapi sebagai tonggak awal untuk membangun
ketertarikan terhadap sesuatu, televisi masihlah sangat penting. Jika
ketertarikan sudah terbentuk dan dibutuhkan informasi lebih banyak, maka
pada saat itulah tidak apa-apa menggunakan internet untuk mencarinya lebih
jauh."

"Itu benar. Meskipun beberapa orang mengklaim kalau TV tidak lagi


dibutuhkan, tapi pencarian teratas ataupun keyword populer sepertinya masih
begitu terpengaruh oleh TV."

Dalam situasi yang sangat langka, Maou mengangguk menyetujui kata-kata


Urushihara.

"Aku tidak membutuhkan fitur seperti 3D ataupun Blu-ray. Hanya saja, ada
informasi yang berperan penting dalam kehidupan masyarakat manusia, di
masa depan nanti, hal itu tidak hanya akan membantu kita untuk lebih
memahami dunia manusia, mungkin itu juga akan berguna ketika menaklukan
dunia."
"Uhhhhh..."

Setelah mendengar pemikiran Maou, Ashiya langsung berpikir keras.

"Selain itu...."

Maou menunjuk ke arah Emi kali ini.

"Bukankah TV juga menyiarkan berita tentang bencana ataupun kecelakaan?


Seperti laporan badai atau semacamnya gitu."

"Terus kenapa?"

"Dalam kasus ini, jika sesuatu terjadi, maka penanggulangan dari kita bisa
segera dilakukan."

Pada titik ini, Maou menggunakan jari telunjuk dan jari tengah di kedua
tangannya untuk membuat bentuk seperti sabit.

"...."

Emi dengan cepat bisa tahu kalau kata-kata Maou merujuk pada Malebranche
yang mereka hadapi di Choshi.

"Haah, meskipun ini adalah alasan yang baru saja kutambahkan, tapi
setidaknya jika terjadi sebuah insiden atau kecelakaan yang tidak sesuai
dengan kondisi Jepang, maka kita masih bisa menyelidikinya apakah itu terjadi
karena campur tangan orang lain di sisi sebelah sana atau tidak."

Poin ini adalah sumber kekhawatiran semua orang saat ini, mereka pernah
bentrok dengan Malaikat beberapa kali di tengah-tengah kota, dan sebelumnya,
mereka menghentikan Pasukan Iblis yang ada di atas laut Choshi.

Meskipun mereka berhasil meminimalisir dampaknya sampai sekarang, tapi


tidak ada yang bisa menjamin kalau insiden berikutnya masih bisa diakhiri
dengan damai.
'Karena pihak kita hanya bisa menunggu insiden yang akan terjadi dengan pasif,
ketika kita berada di Jepang, sebaik mungkin kita harus memastikan kalau kita
punya cara untuk mendapatkan informasi', pendapat Maou sangatlah beralasan.

"Memang benar sih.... tapi..."

Ashiya merasa begitu bimbang.

Ini tidak seperti dia tidak memahami pemikiran tuannya, dan sebisa mungkin
dia ingin menunjukkan kesetujuannya. Tapi di sisi lain, budget dan pendekatan
alternatifnya masih berada dalam belenggu, menyebabkan Ashiya tidak bisa
dengan cepat memantapkan pikirannya untuk membeli televisi.

"Masih ada masalah dengan biaya penyiaran MHK."

Urushihara menambahkan kalimat tersebut seolah-olah membaca pikiran


Ashiya.

"... Kalau begitu Maou-sama, bagaimana dengan ini?"

Ashiya mengangkat kepalanya dan menunjukkan ekspresi menderita di


wajahnya.

"Kata-kata Maou-sama memang masuk akal, tapi kita masih harus menghadapi
masalah yang dinamakan dengan budget, kalau begitu kenapa kita tidak
melakukan riset pasar terlebih dahulu?"

"Riset pasar?"

"Pertama, ayo kita pergi menemui agensi apartemen dan memastikan kalau
kontrak penyewaan masih tidak berubah setelah pemodifikasian antena. Jika
kita, para penyewa masih harus membayar biaya penyiaran MHK, maka
masalah ini akan kita batalkan."

"Kalau di apartemen tempatku tinggal, selain biaya listrik dan gas, semuanya
sudah termasuk ke dalam biaya sewa...."
"Emilia, jangan mengatakan hal yang tidak perlu!! Sejujurnya, aku tidak ingin
membeli sebuah televisi."

"Ashiya-san, apa kau tidak terlalu jujur di sini?"

Maou dan Urushihara nampak sudah terbiasa dengan Ashiya yang


menggunakan nada bicara seperti itu, jadi mereka hanya mengangguk kecil
untuk menanggapinya.

"Dan jika kita beruntung karena biaya penyiaran MHK sudah termasuk ke
dalam biaya sewa seperti apartemen milik Emilia dan biaya sewa kita tidak
bertambah, maka kita akan pergi ke toko elektronik untuk melakukan riset
terhadap harga dan fungsinya. Aku dengar, dibandingkan dengan analog TV
sebelumnya, harga dari televisi super slim yang support televisi digital itu lebih
mahal. Jika harga termurahnya masih terlalu mahal, maka rencana ini juga
akan kita batalkan."

"Itu, itu benar-benar ketat...."

"Tentu saja!! Kita seharusnya masih berkerja di rumah pantai untuk setengah
bulan ini, kau tahu? Meskipun kita dibayar dengan gaji yang sedikit lebih
tinggi dibandingkan dengan gaji yang Maou-sama terima dari MgRonald
selama setengah bulan, tapi ini bukanlah kondisi di mana kita bisa enak-enakan
dan dengan mudah membeli perangkat elektronik seperti televisi."

Bagi Ashiya yang mempunyai sifat seperti ini, memang sangatlah beralasan.

Karena mereka kehilangan pekerjaan mereka di rumah pantai Ooguro-ya,


sebelum MgRonald di depan stasiun Hatagaya buka, pada kenyataannya Maou
adalah seorang pengangguran.

Meskipun ketiga iblis itu berhasil menghindari krisis di mana mereka menjadi
miskin dan gelandangan, tapi mempertimbangkan pemasukan untuk bulan
depan, mereka bertiga masih berharap kalau pekerjaan mereka di Ooguro-ya
akan terus menjadi pekerjaan mereka pada bulan Agustus dan menggunakan
gaji 150.000 yen ini untuk mengisi gaji Maou yang seharusnya dia terima pada
bulan September.

Meskipun gaji Maou pada bulan Juli akan diberikan pada tanggal 25 bulan ini,
namun jumlah pemasukan ini pasti tidak akan cukup untuk membeli televisi.

"Tapi, televisi berukuran kecil saat ini cukup murah kau tahu? Jika kau tidak
punya persyaratan khusus dengan merk-nya, kau harusnya bisa membeli model
yang murah."

"..... Sasaki-san.... itulah kenapa....."

Ashiya memang bisa dengan berani memarahi Emi secara langsung, tapi dia
masih tidak mampu menggunakan sikap seperti itu pada Chiho.

".....?"

Emi melihat ke arah Chiho yang tiba-tiba menyela dengan ekspresi bingung di
wajahnya.

Meskipun Emi sudah mengacak-acak bulu Ashiya dengan menyetujui


pembelian televisi, tapi masih sangat tak terduga kalau Chiho akan mengatakan
sesuatu seperti ini setelah hal tersebut terjadi.

"Setelah mendengarkan apa yang dikatakan Chi-chan, nampaknya kesempatan


untuk membeli TV menjadi sangat tinggi. Oiya Ashiya, jika tidak ada masalah
dengan biaya penyiaran MHK dan biaya sewanya, berapa harga yang bisa kau
terima?"

Menanggapi hal ini, Ashiya menjawabnya tanpa ragu.

"Mempertimbangkan pendapatan kita bertiga dari Ooguro-ya, itu akan jadi


30.000 yen, jika kita mengumpulkan masing-masing 10.000 yen. Jika ada
sedikit kompromi, sepertinya paling tinggi mungkin 35.000 yen, tidak bisa
lebih tinggi lagi."

"Eh? Apa? Aku harus ikutan juga?*


Urushihara benar-benar terkejut mendengar penghitungan Ashiya.

"Pada awalnya aku berencana menggunakan semua uang yang kau dapatkan
kali ini untuk menutupi pengeluaran yang kau telah habiskan sampai sekarang,
kau tahu?"

Tapi karena ekspresi keras Ashiya, Urushihara langsung menghentikan


protesnya.

"Heh, heh, heh, 35.000 yen, Ashiya, tadi kau bilang 35.000 yen kan?"

Di sisi lain, Maou menunjukkan senyum tak kenal takut.

"Ashiya, apa kau tidak lupa sesuatu?"

"Ap-apa?"

Karena senyum Maou telah melebihi batas tidak kenal takut, sampai-sampai
menjadi terlihat aneh, Ashiya tanpa sadar menjadi sedikit khawatir.

Maou yang masih tersenyum menunjuk ke arah kulkas.

"Apa kau ingat di mana kita membeli kulkas itu? Dan di mana kita membeli
mesin cuci yang ada di luar?"

"Kulkas dan mesin cuci?"

Dua peralatan rumah tangga yang Maou beli dengan menghabiskan hampir
seluruh tabungannya di awal musim panas, bisa dikatakan kalau itu adalah
produk paling mahal di dalam Kastil Iblis.

Tentu saja, dibandingkan dengan milik Suzuno, mereka memang jauh lebih
rendah baik dari segi harga maupun fungsinya.

"Aku ingat, kita membelinya di Toko Peralatan Rumah Tangga Yodogawa


Bridge yang terletak di Shinjuku Nishiguchi di mana Maou-sama..... Ah!!"

Pada titik ini, Ashiya juga mulai menyadarinya.


Entah kapan, Maou saat ini sudah mengeluarkan dompetnya, dan mulai
membuka perekatnya.

Selanjutnya, seolah-olah mencoba menyiksa Ashiya yang saat ini gemetar


ketakutan, dia mengeluarkan sebuah kartu yang bersinar keperakan.

"Sepertinya kau sudah menyadarinya."

Maou melambaikan kartu itu di depan kepalanya, dan mengayunkannya


dengan sudut yang tajam untuk berhenti di depan Ashiya.

Di atas kartu itu terdapat logo Toko Peralatan Rumah Tangga Yodogawa
Bridge dan tulisan 'Points Card', di atas lapisan tipisnya, terdapat tulisan '6239
points' yang berkilau.

"Benar.... Poin!! Apa kau pikir aku akan dengan gegabah membeli barang-
barang tersebut tanpa mempertimbangkan apapun? Pada waktu itu, ada sebuah
event di mana 10% dari setiap harga produk akan dikonversikan menjadi poin."

"A-apa katamu?"

Karena ini pertama kalinya Ashiya mendengar kebenaran yang mengejutkan,


dia merasa seperti terjatuh dengan bokong terlebih dahulu di atas tatami,
meskipun pada kenyataannya, dari awal dia sudah duduk di atasnya.

"Dari ekspresimu, sepertinya kau benar-benar ingin bertanya kenapa aku tidak
pernah menggunakan poin ini sampai sekarang! Hmmph hitung saja sendiri!!
Hitung saja benda-benda yang bisa dibeli di toko elektronik yang paling
dibutuhkan oleh Kastil Iblis!!"

Berbicara tentang benda-benda yang bisa dibeli di toko elektronik, benda


pertama yang terlintas di pikiran kita pasti adalah lampu dan baterai.

Akan tetapi, dapur Kastil Iblis dan ruangan 3 tsubo mereka menggunakan
lampu pijar, dan selain kamar mandi dan beranda yang menggunakan bohlam,
tidak ada alat pencahayaan lainnya. Kulkas dan mesin cuci mereka beli pada
awal musim panas ini, dan setelah itu mereka hanya mengganti lampu kamar
mandi sekali.

Perangkat elektronik di Kastil Iblis yang menggunakan baterai hanyalah lampu


darurat, komputer lama Urushihara, kamera digital, dan printer yang
digunakan untuk merekam keseharian Alas Ramus. Meskipun waktu
pembeliannya berbeda, mereka semua dibeli di toko murahan di Akibahara dan
tidak ada hubungannya dengan poin dari Toko Peralatan Rumah Tangga
Yodogawa Bridge.

Untuk tinta cartridge, karena mereka adalah model lama, stok pabrik aslinya
pun tidak bisa ditemukan di toko-toko besar. Jadi meskipun mereka
menggunakan tinta cartridge biasa, mereka hanya pernah mengganti yang
warna merah sekali.

Bahkan jika toko-toko elektronik saat ini juga menjual produk harian dan
bahan-bahan makanan, tidak perlu juga bagi Maou untuk pergi ke Shinjuku
dan membeli semua itu, banyak toko lebih murah yang bisa ditemukan di
Sasazuka untuk membeli barang-barang tersebut.

Dengan kata lain, dari awal musim panas, poin tersebut hanya pernah
digunakan sekali untuk membeli bohlam kamar mandi.

"35.000 yen? Hah, itu sudah cukup!! Kalau kita menambahkan poin ini, jumlah
maksimal yang bisa dicapai adalah 41.239 yen! Selama ada 40.000 yen ini,
tidak akan ada masalah bahkan jika kita ingin membeli sesuatu yang lebih baik
daripada model televisi biasa."

"Ba-bagaimana mungkin?"

"Hahaha! Ashiya, kecerdasanmu malah menjadi bumerang untukmu sendiri!!


Dengan begini, hanya ada satu kendala lagi untuk membeli TV! Aku sudah
tidak sabar untuk pergi menemui agensi apartemen sekarang!!"

"M-mwahahaha, Maou-sama, jangan sombong dulu!! Saat ini kita tidak bisa
menjamin kalau kontrak dari agensi apartemen tidak akan berpengaruh pada
kita! Apa kau lupa kalau kita harus membatalkan masalah ini jika kita masih
harus membayar biaya penyiaran MHK ataupun jika ada tanda-tanda kenaikan
biaya sewa? Dengan itu, meskipun kau mempunyai poin-poin itu, mereka
semua akan sia-sia! Jangan lupa kalau kesombongan selalu diikuti dengan
kejatuhan!"

"Baik!! Kalau begitu aku akan segera mencari agensi apartemen dan
menentukan siapa pemenangnya secepat mungkin!"

"Aku tidak keberatan. Maou-sama, karena ini adalah saran yang tulus, dengar
baik-baik, izinkan aku, bawahanmu ini untuk mengajarkan prinsip ini
kepadamu!"

Raja Iblis dan Jenderal Iblis bawahannya benar-benar mengabaikan


keberadaan Emi dan yang lainnya dan heboh sendiri karena poin dari sebuah
toko elektronik.

".... Maafkan aku. Izinkan aku meminta maaf kali ini. Ini benar-benar
memalukan!"

Sebagai respon dari kalimat tersebut, Urushihara, Emi dan Suzuno hanya bisa
menganggukkan kepalanya.

Hanya Chiho yang melihat ke arah Maou dan Ashiya yang sedang bercekcok
berdasarkan pendapat mereka masing-masing, dengan ekspresi bahagia di
wajahnya.

"Maou-san benar-benar ingin membeli TV, ya kan?"

"Haah, dia sepertinya baru menonton sebuah film sebelumnya ... Mungkin, dia
benar-benar tertarik...."

Emi menjatuhkan bahunya tanpa semangat.

"Jika aku nanti tertarik, aku akan memikirkan untuk membelinya juga."
Suzuno yang mempunyai keuangan lebih memadai karena persiapannya lebih
matang, mengambil sebuah kesempatan untuk menambahkan kalimat tersebut.

XxxxX

Ketika Maou dan Ashiya pergi untuk mencari agensi apartemen dengan sikap
tidak tahu malu, kekanakan, dan bahkan tidak mirip iblis, dan juga setelah
kebanyakan barang-barang dimasukkan ke dalam apartemen, Emi pun pergi
meninggalkan apartemen bersama dengan Chiho untuk pulang ke rumah.

"Ah, tapi ini benar-benar hebat."

"Apa maksudmu?"

Di jalanan yang masih dipenuhi dengan panasnya musim panas, Emi


menanyakan hal tersebut kepada Chiho.

"Meskipun ada banyak hal yang terjadi, tapi pada akhirnya semua orang bisa
kembali ke Sasazuka dengan selamat. Maou-san dan yang lainnya sekaligus
Suzuno-san sudah kembali ke apartemen mereka tanpa masalah apapun,
memberikan perasaan seperti kembali ke kehidupan normal sehari-hari."

"Normal, huh? Akhir-akhir ini, aku tidak lagi yakin apa yang bisa dianggap
dengan normal."

"Maou-san dan Suzuno-san bilang kalau mereka ingin membeli TV, itu sangat
hebat!"

"Eh? Kenapa?"

Tanpa mengikutsertakan Suzuno, karena Kastil Iblis telah memutuskan untuk


menambah peralatan elektronik mereka, itu menunjukkan kalau sebuah
kelonggaran sampai tingkat tertentu telah tercipta dalam gaya hidup mereka.
Dari sudut pandang Emi, Iblis yang mempunyai kelonggaran dan keleluasaan
seperti itu, itu berarti dia harus menjadi lebih waspada.

Meskipun mereka harus bekerja sama untuk menaikkan sebuah kulkas, dan
bahkan bertengkar karena poin dari sebuah toko elektronik, mereka tetap saja
adalah para iblis yang telah mengguncang dunia.

Jika hal ini dikesampingkan, meskipun keuangan Kastil Iblis sudah menjadi
lebih baik, seharusnya ada barang yang lebih penting untuk dibeli selain TV.

Selama beberapa hari Alas Ramus tinggal di Kastil Iblis, karena Maou dan
yang lainnya tidak punya futon, mereka menumpuk handuk untuk menjadi
sebuah bantal dan menidurkan Alas Ramus tepat di atas tatami. Dan setelah
Emi tahu, Alas Ramus ternyata terkena dampak yang cukup keras di kepalanya.

"Pada dasarnya, setelah Ooguro-ya menghilang, mereka seharusnya saat ini


jadi pengangguran kan? Kenapa mereka terlihat begitu santai?"

"Seharusnya seperti itu, dan MgRonald baru buka pada tanggal 15....."

Chiho mengeluarkan HP-nya untuk memastikan tanggal.

Masih ada satu minggu penuh sebelum pembukaan MgRonald. Meskipun sulit
untuk membayangkan Maou dan Ashiya tidak bekerja dan hanya bersantai-
santai di rumah menonton televisi, itu akan jauh lebih mudah jika mengganti
subyeknya dengan Urushihara.

"Akan tetapi, karena itu Maou-san, seharusnya dia punya pertimbangannya


sendiri. Sebagai contoh, bukankah ada banyak lowongan pekerjaan untuk satu
hari?"

"Hm~ begitu ya?"

Rasanya seperti jika Maou punya rencana, maka Ashiya tidak mungkin
sebegitu menentangnya. Meskipun Ashiya mempunyai kecenderungan untuk
jadi hemat berlebih, tapi dia adalah orang dengan pemikiran terbuka ketika
menghadapi pengeluaran yang masuk akal.
Pada poin ini, Emi tiba-tiba menyadari sesuatu.

"Yah, bahkan jika pada akhirnya mereka kesulitan karena menggunakan terlalu
banyak pengeluaran, hal itu sama sekali tidak ada hubungannya denganku."

Emi sebenarnya tidak perlu memikirkan tentang masalah finansial Kastil Iblis,
lalu kenapa dia khawatir dengan masa depan Kastil Iblis?

Keuntungan memiliki televisi yang Maou presentasikan memanglah sangat


penting, tapi di sisi lain, televisi juga tidak selalu menyiarkan informasi yang
berguna.

Sebagai contoh, ada acara talkshow selebriti yang tidak dimengerti Emi, ada
pula acara komedi yang bahkan Emi tidak paham di mana lucunya meskipun
dia sudah tinggal di Jepang selama lebih dari setahun.

Di samping itu, ada juga program shopping yang membuat orang lain bertanya-
tanya kenapa mereka tidak bisa dibeli di luar padahal mereka sangat bagus, ada
juga acara gosip yang tidak ada hubungannya dengan kehidupan sehari-hari
dan masih banyak lagi. Emi memang tidak memahami apa yang program-
program ini hasilkan adalah untuk mencoba berekspresi pada masyarakat, tapi
dia menyadari, bagaimanapun, setiap channel menyiarkan acara yang hampir
serupa di saat yang bersamaan.

Tentu saja, Emi berpikir seperti itu karena dia adalah penghuni dunia lain.
Bahkan jika acara drama yang dia sukai, hanyalah sebuah program yang
memungkinkan seseorang melewati waktu luang mereka, apapun itu, apakah
memang benar membeli TV bisa membantu Pasukan Iblis menaklukan dunia,
jawabannya seharusnya adalah tidak.

Chiho melihat sisi wajah Emi yang dengan jelas memperlihatkan perasaan
rumit yang Emi rasakan di dalamnya, dia memastikan kalau Emi tidak
menyadarinya dan memberikan sebuah senyum kecut.

".... Apapun itu, karena Maou-san dan Suzuno-san ingin membeli TV, itu
berarti mereka akan tinggal di Jepang untuk sementara kan?"
Chiho mengarahkan topik pembicaraannya agar tetap berada di jalur.

"Maksudmu?"

Emi terlihat bingung karena dia tidak tahu makna yang tersirat di balik kalimat
Chiho.

"Bukankah banyak iblis-san yang datang ketika kita berada di Choshi?"

Meskipun menggunakan iblis-san untuk menyebut mereka terdengar sangat


familiar, Emi tetap mengangguk untuk menjawabnya.

"Aku terus saja khawatir apakah semuanya akan kembali ke Ente Isla karena
insiden ini. Meskipun itu tidak terjadi di atas laut Choshi, tapi jika terjadi di
tempat seperti Shinjuku, bukankah itu akan menimbulkan kepanikan besar?
Aku bertanya-tanya ketika Maou-san atau Yusa-san mengatakan 'aku tidak
ingin menyebabkan masalah untuk Jepang', maka apa yang harus aku
lakukan?"

"Pemikiran seperti itu tidak pernah terlintas di pikiranku sebelumnya."

Emi mengatakannya dengan pelan.

"TV bukanlah barang elektronik yang bisa dibeli hanya karena harganya murah,
tapi itu adalah sesuatu yang akan kau beli karena kau berencana
menggunakannya untuk jangka waktu yang cukup lama kan? Kupikir karena
mereka ingin membelinya, itu berarti mereka akan tinggal di Jepang untuk
sementara."

Chiho mengatakannya dengan sebuah senyum yang menyegarkan.

"Meskipun aku senang karena kau begitu menyambut kami, tapi apa kau tidak
merasa takut?"

Emi secara khusus menanyakan hal ini.

"Chiho seharusnya juga sudah tahu kan? Tidak peduli malaikat, manusia atau
iblis, jika mereka terdesak, mereka tidak akan ragu-ragu untuk membahayakan
negara ini. Bukankah Chiho sudah pernah mengalami situasi hampir mati
sekali?"

Pada insiden itu, tidak hanya iblis, bahkan manusia pun juga terlibat dan lagi
manusia itu adalah salah satu rekan Emi di masa lalu, hal ini membuat Emi
merasa begitu menyesal.

"Hm, aku tidak setakut itu sekarang. Meskipun agak menakutkan pada awalnya,
tapi Maou-san dan Yusa-san selalu melindungiku kok."

Tanpa tahu perasaan Emi, Chiho secara tak terduga menjawabnya tanpa ragu.

"Meskipun aku tidak benar-benar mengerti masalah Ente Isla, tapi karena yang
terkuat di antara manusia, Sang Pahlawan, dan yang terkuat di antara iblis, Raja
Iblis melindungiku bersama-sama, itu akan jadi sedikit kasar jika aku masih
tidak merasa lega."

"Begitu ya?"

Kata-kata Chiho sangat masuk akal. Sebuah eksistensi yang berteman dengan
Pahlawan dan Raja Iblis, kemudian di saat yang bersamaan menerima
perlindungan dari mereka berdua, bahkan jika dicari di seluruh dunia, mungkin
hanya Chiho lah yang paling sesuai dengan deskripsi ini.

"..... Tentu saja, aku tidak lupa kalau tujuan Yusa-san dan Suzuno-san adalah
untuk mengalahkan Maou-san, dan kalian berdua tidak mungkin bisa
memaafkan apa yang telah dilakukan Maou-san dan yang lainnya di Ente Isla.
Jadi aku terus memikirkannya, apakah ada suatu cara di mana orang-orang
yang paling kusukai bisa mendapatkan sebuah kebahagiaan di masa yang akan
datang."

"Tidak ada."

"Ayolah, jangan menjawab sebegitu cepatnya!"


Chiho dengan sengaja cemberut. Sebenarnya Chiho sudah tahu kalau Emi akan
menjawab seperti itu, karena pada awalnya Emi sering menunjukkan maksud
tersebut.

Chiho yang melihat sisi wajah Emi, mengalihkan pandangannya pada tas besar
yang Emi bawa.

"Meskipun aku bisa mengatakan kalau harapanku tidak akan terpenuhi, tapi
jika aku menempatkan harapanku pada Alas Ramus-chan, seharusnya itu tidak
akan jadi masalah kan?"

".... huuh, aku akui hal ini benar-benar membuatku kerepotan."

Emi mengangkat bahunya frustasi.

"Apa dia masih tertidur?"

"Yeah, jika dia tidak bangun, maka seharusnya lebih baik kalau aku
mengeluarkannya setelah sampai di rumah dengan naik kereta."

Alas Ramus, saat ini sedang tidur siang, dia berada di dalam tubuh Emi.

Jika mereka ingin Alas Ramus tidur di Villa Rosa Sasazuka yang tidak
memiliki AC, maka mereka harus memperhatikan suhu ruangannya, kapanpun
waktu tidur selain malam hari, Emi akan membuat Alas Ramus bergabung
dengannya.

Meski begitu, di dalam tas Emi, dia masih menyiapkan beberapa popok
pengganti, minuman elektrolit sekaligus botol air dengan sebuah sedotan,
akhir-akhir ini dia semakin mirip dengan sosok seorang ibu.

"Tidak masalah jika dia hanya bergabung denganku, tapi pada kenyataannya
dia juga harus bergabung dengan pedang suci. Karena dia menganggap Raja
Iblis sebagai ayahnya, selama aku menggunakan pedang suci untuk bertarung,
maka aku bisa saja membuat anak ini melakukan pembunuhan terhadap
ayahnya.... bagaimanapun juga, dikatakan seorang anak itu adalah jembatan di
antara kedua orang tuanya, meski begitu, masih ada batas untuk hal itu."
"Yeah, maafkan aku."

Chiho yang merasa telah melewati garisnya, menundukkan kepalanya dan


meminta maaf dengan jujur.

".... Selain itu, aku juga menghadapi beberapa situasi yang mencegahku untuk
kembali sekarang. Selama Raja Iblis tidak menunjukkan kemarahannya dan
ingin kembali ke Ente Isla karena tidak bisa membeli TV, maka aku akan tetap
tinggal di sini untuk sementara."

"Yusa-san tidak bisa kembali sekarang?"

Chiho merasa bingung karena ini adalah pertama kalinya dia mendengar
kebenaran seperti itu, tapi Emi hanya menggelengkan kepalanya lemah.

Oleh sebab itu, Chiho tidak menekan masalah ini, dan sampai mereka tiba di
depan stasiun Sasazuka, mereka berdua terus saja diam.

"Kalau begitu, aku akan pergi dulu."

Ketika mereka sampai di stasiun Sasazuka, Emi melambaikan tangannya


perlahan dan bersiap memasuki gerbang tiket.

Akan tetapi, dalam perjalanan menuju ke sana, Emi tampak menyadari sesuatu
dan dengan cepat melebarkan matanya....

"Chiho, maaf, tolong tunggu di sini sebentar."

Setelah mengatakan hal itu, Emi buru-buru berlari ke dalam stan foto kilat yang
terletak di pojok stasiun.

Tentu saja, Chiho tidak tahu kenapa Emi tiba-tiba berlari ke tempat seperti itu.

Seperti yang diduga, Emi keluar, dan membawa Alas Ramus yang bermata
ngantuk dengan senyum kecut di wajahnya.

"Dia sepertinya ingin bilang 'bye bye' ke Chiho nee-san tidak peduli apapun
yang terjadi."
"Fw...hm.. Chi nee-chan, ah bye."

Alas Ramus yang berbicara dengan sedikit ngelantur karena baru bangun tidur,
membuka matanya sekuat tenaga dan melambaikan tangan kecilnya kepada
Chiho.

Pemandangan ini membuat Chiho tidak bisa lagi menahan senyumnya.

"Yeah, bye bye Alas Ramus, ayo kita main lagi lain kali."

"Uu... ingin main di air lagi...."

"Yeah, ayo pergi berenang bersama lain kali."

"Uu.... fwah..."

"Baiklah, baiklah, kau bisa tidur lagi ketika kita sampai di rumah..... setelah
cuti beberapa hari terakhir, ketika aku memikirkan kalau aku harus bekerja
besok, kepalaku mulai sakit! Kalau begitu, kami akan pergi sekarang."

Emi menenangkan Alas Ramus yang mulai kembali masuk ke dalam alam tidur
dan menguatkan pegangannya, Emi menjawab Chiho dengan matanya dan kali
ini, benar-benar mulai berjalan menuju gerbang tiket.

Karena Emi sudah terlihat membawa anak kecil di depan umum, maka
bergabung kembali dengannya sangatlah tidak mungkin. Chiho menyaksikan
mereka pergi dengan sebuah senyum kecut, dan ketika mereka sudah tidak
terlihat lagi, Chiho pun mulai melanjutkan perjalanannya pulang ke rumah.
Sebuah senyum tersungging di wajahnya ketika dia mengingat kembali tangan
kecil dan ekspresi Alas Ramus.

"Oh, ya ampun, kau sudah pulang, cukup cepat juga hari ini."

Ketika Chiho mencapai pintu rumahnya, dia langsung bertemu dengan ibunya,
Riho, yang berjalan keluar pintu dengan mengenakan pakaian untuk jalan-jalan.

"Ma, kau mau pergi ke mana?"


"Hm, ada sesuatu yang perlu aku urus di Shinjuku. Seorang teman lama dari
luar negeri bilang akan datang ke sini, jadi aku akan minum teh bersama
dengan temanku. Aku akan pulang sebelum makan malam, jadi bisakah kau
mencuci dua cangkir beras?"

"Aku mengerti. Karena hanya dua cangkir, itu berarti ayah tidak akan pulang
kan?"

"Aku tidak tahu. Dia tidak menghubungiku. Masih ada beberapa mi instan di
rumah, jika ayahmu pulang, dia bisa memakan itu."

Kalau tidak ada yang terjadi, untuk pekerjaan seorang polisi, waktu mereka
pulang bekerja sebenarnya sudah ditetapkan, tapi jika terjadi sesuatu, pulang
ke rumah saja sudah sangat sulit.

Itu adalah kebiasaan buruk ayah Chiho yang tidak pernah menelepon ke rumah
jika dia ingin pulang makan malam. Akan tetapi membiarkan ayahnya makan
mi instan ketika dia bisa pulang ke rumah setelah bekerja, rasanya terlalu
menyedihkan. Jadi setelah dia melihat ibunya keluar, dia memutuskan untuk
mencuci 3 cangkir beras.

Ketika dia masuk ke dalam rumah, masih ada sisa-sisa udara dingin dari AC
yang sebelumnya dinyalakan oleh ibunya, membuat kulit berkeringatnya terasa
nyaman.

"Aku akan mandi setelah istirahat sebentar, lagipula, tidak masalah mencuci
beras di sore hari."

Sekarang baru saja jam 03.00 siang. Karena sangat jarang tidak ada aktivitas
klub ataupun jadwal kerja dan juga tidak ada insiden yang berhubungan dengan
dunia lain, Chiho pun mengambil remote yang ada di meja ruang tamu.

"Aku penasaran acara macam apa yang akan Maou-san tonton setelah dia
membeli televisi. Tapi sepertinya dia suka acara kuis dan acara yang berbau
pengetahuan lainnya."
Chiho membayangkan adegan Maou, Ashiya, dan Urushihara bertengkar
merebutkan remote televisi untuk menonton acara kuis, acara memasak dan
anime, dia hanya bisa tertawa ketika membayangkannya.

"Tidak, tidak. Maou-san dan yang lainnya selalu serius."

Chiho, seperti orang normal lainnya juga menonton televisi.

Acara TV dan program musik adalah bahan yang penting untuk dibicarakan
dengan teman-teman di sekolah. Ketertarikan pribadi Chiho adalah menonton
acara travelling dan dokumenter, dan di saat yang sama, dia juga menonton
acara kuis yang tayang setiap minggu.

Akhir-akhir ini, karena pengaruh Emi dan Suzuno, dia juga mulai menonton
drama seri yang tidak pernah dia perhatikan sebelumnya. Ketika dia berpikir
bisa berbicara dengan Maou tentang topik yang berhubungan dengan TV, dan
kehidupan normal mereka bisa menjadi lebih menarik mulai sekarang sampai
seterusnya, dia merasa kalau masa depan itu tidak hanya akan diisi dengan hal-
hal yang tidak menyenangkan.

"Aku penasaran apa yang sedang tayang sekarang...."

Chiho mengambil daftar program yang ada di meja ruang tamu dan melihatnya.

"Ah, penayangan kembali 'Aitaka' sudah mau dimulai. Program berita


sepertinya sedang tayang saat ini, kalau begitu aku akan menonton berita-berita
MHK kemudian menonton 'Aitaka'."

Sambil mengatakan hal itu, Chiho mengarahkan remote controlnya ke arah


televisi.

Setelah menyalakan dayanya, dua buah kilatan unik di TV slim yang support
sinyal digital itu pun muncul di layar. Kemudian....

"..... Eh?"
Ketika gambar terlihat, sebuah kilatan cahaya putih menelan seluruh ruang
tamu rumah keluarga Sasaki.

XxxxX

Emi duduk di dalam kereta sambil memikirkan kembali panggilan yang


diterimanya dari Emeralda via transmisi mental ketika ia pulang dari Choshi.

Usai mengucapkan selamat tinggal kepada Chiho, Alas Ramus mulai


mengantuk dan tertidur di lengan Emi,

"Berenang bersama semuanya, huh?"

Emi melihat keluar jendela kereta dengan santainya, dan saat itulah ia dapat
melihat pemandangan jalan yang dilewati oleh kereta dari stasiun Sasazuka.

Kereta cepat dari jalur Keio saat ini meninggalkan stasiun Daitabashi, stasiun
setelah Sasazuka dan bergerak menuju Meidaime dengan cepat.

Kalau Emi berganti ke jalur Keio Inokashira di sana, dia bisa kembali ke
tempat tinggalnya di Jepang.

"Kehidupan yang damai ini, aku penasaran berapa lama akan bertahan."

Dari nada Emi, tak seorangpun dapat memahami apa ia akan merasa senang
atau tidak, jika itu terus berlanjut.

Bahkan, itu lebih seperti Emi sendiri tidak tahu jawabannya.

Dibandingkan laporan peristiwa-peristiwa terbaru yang disampaikan Emeralda


sampai sekarang, isi pesan yang Emeralda sampaikan lewat telepon itu jauh
lebih penting.

Tapi setelah rangkaian peristiwa yang terjadi di Choshi, bagi Emi yang sudah
siap secara mental untuk kejadian tiba-tiba lainnya, dia sama sekali tidak
merasa terkejut.
Ketika rekan lama Emi, Emeralda, meneleponnya kemarin, itu adalah malam
harinya ketika dia kembali dari Choshi.

Karena renovasi Villa Rosa Sasazuka sudah selesai lebih awal daripada
perkiraannya, Emi pun berdiri di samping Suzuno yang meminjam kamarnya
dan mengemas barang-barang miliknya, dan mulai berbicara dengan Emeralda
memakai telepon via transmisi mental.

"Manusia di Ente Isla saat ini sedang memulai perang besar~ jadi Emilia~
kumohon untuk saat ini jangan kembali dulu ~"

Menurut Emeralda, ketika kabar kemunculan sisa-sisa Pasukan Iblis yang


semakin sering, dilaporkan ke Benua Utama, Afashan Empire dari Benua
Timur menyatakan perang kepada Aliansi Kesatria Lima Benua sekaligus
negara asal mereka agar bisa merebut kendali Benua Utama. Hal paling
mengejutkannya adalah para iblis itu termasuk bagian dari pasukan Afashan.

Fakta bahwa Iblis yang berbaur dengan manusia ini, membuat Emi mengingat
faksi pendukung perang Dunia Iblis, Barbariccia, yang disebutkan oleh
Menteri Iblis Camio, dan juga Olba, yang mempengaruhi mereka dari balik
bayangan.

Untuk Benua Timur yang tiba-tiba menyatakan perang, mungkin Olba juga
terlibat di dalamnya. Emi menyampaikan kepada Emeralda kemungkinan itu
sekaligus menyampaikan fakta bahwa iblis yang menjadi pasukan Benua
Timur adalah Malebranche.

Ketika dia mendengar nama Olba, bahkan Emeralda sendiri menjadi sangat
terkejut sampai tidak bisa berkata-kata, nampaknya dia memiliki informasi
obyektif lain mengenai Malebranche, dan reaksi ini memastikan kalau tebakan
Emi sangat tepat.

"Tapi, kenapa aku tidak bisa kembali? Di antara para Malebranche itu,
sepertinya ada iblis yang setingkat dengan Jenderal Iblis Benua Selatan,
Maracoda!"
Emeralda menjawab pertanyaan Emi dengan ringkas.

"Bukankah sudah jelas~ karena ini hanyalah konflik antar negara yang
dikuasai oleh manusia~"

Pasti ada iblis di dalam pasukan Benua Timur.

Bagaimanapun, pihak yang menyatakan perang adalah Afashan Empire yang


menguasai Benua Timur, dan nama yang mereka gunakan adalah Unifying
Azure Emperor.

"Jika informasi bahwa penyelamat yang menghilang ternyata tergabung ke


dalam suatu pasukan dan ikut berperang sampai diketahui oleh publik~
meskipun perang itu dipastikan menang~ berbagai negara, agar bisa menjamin
keamanan mereka sendiri~ pasti akan memulai peperangan untuk
memperebutkan Emilia~"

"Memangnya aku ini senjata nuklir?"

"Senjata nuklir?"

".... Tidak, bukan apa-apa."

"Meskipun metode yang digunakan Unifying Azure Emperor sangat licik~


meskipun alasannya tidak diketahui~ selain ingin menguasai Benua Utama~
dia sepertinya juga menginginkan pedang suci Emilia~"

Mengenai hal ini, Emi juga sudah menduganya. Karena insiden ini
berhubungan dengan Olba dan Barbariccia, daripada mengatakan Benua
Utama, tujuan asli mereka yang sebenarnya adalah pedang suci.

"Memerintah para iblis dan menginginkan pedang suci, huh~ apa kau tahu
sesuatu tentang metode mereka~?"

Pertanyaan Emeralda membuat Emi berpikir keras.


Afashan yang dipimpin oleh Unifying Azure Emperor adalah negara yang
paling sering terjadi konflik internal, namun meski begitu, orang itu masih
tetap seorang pemimpin dari negara tersebut.

Selama perjalanan untuk memerangi Raja Iblis, Emi sebelumnya pernah


berada di Afashan, meskipun tempat itu memiliki banyak wilayah yang miskin
dan tidak stabil, tapi masih ada banyak kota yang kaya dan makmur, serta para
penduduk yang loyal terhadap Unifying Azure Emperor.

Ini artinya kepemimpinan dan pengaruh Unifying Azure Emperor sudah


menyebar ke seluruh benua. Dan untuk orang seperti Unfying Azure Emperor
memerintah iblis dan menyatakan perang terhadap negara lain, apa maksudnya
itu?

"Meskipun aku tidak tahu siapa yang telah merancang skema ini, tapi orang
hina ini benar-benar hina sampai ke akarnya."

"Kau menyadarinya~?"

"Memang lebih bagus jika kemenangan bisa kita dapatkan. Tapi, meskipun
mereka kalah, mereka bisa mengklaim kalau ini bukan tindakan mereka dan
melemparkan tanggung jawabnya kepada orang lain, ya kan?"

"Tepat sekali~"

Sebuah senyum kecut bisa terasa dari nada Emeralda.

Itu adalah metode Afashan.

Jika mereka berhasil menguasai Benua Utama dan membuat Aliansi Kesatria
dari Benua Utara, Barat, dan Selatan menyerah kepada mereka, tanpa
diragukan lagi, itu akan jadi kemenangan Afashan.

Di sisi lain, jika faktor tidak terduga seperti 'Emilia sang Pahlawan' ikut campur
untuk mengacaukan rencana mereka dan menyebabkan kekalahan mereka,
selama mereka memberi alasan seperti 'kami ditipu oleh iblis, seluruh negara
dikuasai oleh iblis', di dalam Ente Isla yang masih belum pulih dari ketakutan
akan Pasukan Iblis, maka akan sulit untuk meminta kompensasi dan investigasi
tanggung jawab dari Unifying Azure Emperor hingga selesai.

Daripada itu, ini lebih seperti jika salah satu dari pihak Benua Utara, Selatan,
atau Barat jatuh ke pihak Benua Timur, dan Emi dengan gegabah ikut dalam
pertarungan dengan pedang sucinya, maka dia akan dituduh 'Emilia sang
Pahlawan telah mengkhianati manusia' dan menyebabkan kedamaian yang
dijaga oleh keberadaan 'Sang Pahlawan' menjadi terguncang.
"Aku tahu itu. Tapi, Emm seharusnya juga lebih berhati-hati. Entah itu Surga,
Dunia Iblis, ataupun Ente Isla, saat ini hubungan mereka itu terlalu rumit,
membuatnya sulit untuk mengetahui siapa lawan siapa kawan."

"Jangan khawatir~ tidak peduli apa yang terjadi, Emilia dan Alberto pasti akan
selalu jadi rekanku~"

Kalimat dari rekan yang selalu bertindak sesukanya ini, membuat Emi tidak
bisa menahan matanya yang memerah.

".... Haha, benar, kau benar mengenai hal ini."

"Seperti kata peribahasa, ketika dalam kesulitan~ bahkan orang tua pun akan
meminta bantuan~ mungkin bantuan Emilia akan dibutuhkan suatu hari nanti~
tapi untuk sekarang berjuanglah sebagai Yusa Emi~"

"Yeah... Terima kasih."

"Sama-sama, akulah yang seharusnya berterima kasih padamu karena telah


memberikan informasi yang berguna~ jadi~ tolong sampaikan salamku kepada
semuanya di sana~ termasuk suamimu dan anakmu yang manis itu~"

".... Em!!"

"Ahahah~ Sengaja~"

Bahkan ketika berhadapan dengan nada Emi yang dingin sampai-sampai bisa
membekukan magma, Emeralda masih tertawa acuh tak acuh dan menutup
teleponnya.

Emi memberitahu Suzuno tentang isi panggilan tersebut tanpa


menyembunyikan apapun.

Termasuk kekejaman Afashan Empire, fakta bahwa perang ini ada


hubungannya dengan Olba, dan bahkan fakta bahwa mereka telah memiliki
informasi yang dilaporkan oleh Camio. Meskipun Suzuno tidak bisa
menyembunyikan keterkejutannya, namun dia juga mencapai kesimpulan yang
sama seperti Emeralda.

Emilia sang Pahlawan tidak bisa kembali ke Ente Isla sekarang.

Suzuno menghentikan kegiatan mengemasnya dan berbalik ke arah Emi, ia


pikir, dengan situasi mereka saat ini, bahaya yang tidak pernah mereka prediksi
sebelumnya bisa saja muncul.

"Emilia, mungkin.... kita harus melakukan sesuatu yang benar-benar


berlawanan dengan tujuan awal kita."

Suzuno mengernyitkan dahinya dan mengatakan hal tersebut dengan penuh


penyesalan.

"Kita mungkin.... harus melindungi Raja Iblis."

"Eh? Apa maksudnya itu?"

Emi terbelalak karena pernyataan tiba-tiba tersebut, tapi nampaknya Suzuno


benar-benar serius akan hal ini.

"Coba pikir, akibat insiden Choshi, Dunia Iblis pastinya sudah tahu kalau Raja
Iblis masih hidup. Selain itu, Olba-sama yang diduga sebagai orang yang
menarik benang antara Dunia Iblis dan Benua Timur, juga sudah tahu kalau
Raja Iblis berada di Jepang, kan?"

"Ya, benar."

"Jika kita tidak berhati-hati, mungkin Raja Iblis akan dibawa ke Ente Isla."

"Ah?"

"Pwah!"

Alas Ramus sudah tertidur pulas karena kelelahan selama perjalanan, tapi dia
masih bisa bereaksi terhadap teriakan Emi yang tiba-tiba, dan setelah Emi
menutup mulutnya dengan panik, gadis kecil itu pun akhirnya berbalik secara
perlahan dan kembali bernapas dengan tenang.

"...... Membawa Raja Iblis, apa maksudnya itu?"

Emi bertanya kepada Suzuno dengan suara pelan.

"Pikirkan kembali apa yang Camio katakan. Kenapa kekuatan Dunia Iblis bisa
terbagi setelah runtuhnya Pasukan Iblis? Itu karena Camio yang percaya
bahwa Raja Iblis masih hidup memutuskan untuk menjaga kestabilan negeri,
sementara Barbariccia dan Ciriatto memilih untuk membawa keinginan Raja
Iblis dan mulai berencana untuk menaklukan Ente Isla, kan? Sekarang, apa
yang akan terjadi jika Raja Iblis kembali sekarang?"

"Apa yang akan terjadi....."

"Bukankah Camio kembali ke Dunia Iblis setelah setuju dengan Raja Iblis
yang tetap tinggal di Jepang? Kita tidak perlu khawatir mengenai hal ini. Tapi,
ini berbeda dengan Barbariccia. Jika dia sampai tahu kalau Raja Iblis masih
hidup, dia pasti akan memintanya kembali agar bisa membangkitkan Pasukan
Iblis. Karena faksi pendukung perang Dunia Iblis hanya terpecah dari
organisasi awalnya karena konflik politik, mereka tidak mungkin akan
kehilangan loyalitasnya terhadap Raja Iblis Satan."

"Haaa, setelah menyimpulkan kata-kata Camio, memang benar kalau


situasinya akan jadi seperti itu.

Emi mengangguk.

"Ditambah lagi, ada juga kekejaman yang dilakukan oleh Afashan. Dari awal,
Afashan itu tidak ahli dalam hal diplomasi, dan sering memberikan tekanan
pada negara di sekitarnya dari atas. Di dalam negeri mereka sendiri, konflik
internal juga terus menerus terjadi karena kepemimpinan tangan besi Unifying
Azure Emperor, dan dia diangap sebagai seorang diktator jahat. Bagaimanapun,
dibingungkan oleh informasi ini bukanlah hal yang bagus. Meskipun itu
terdengar seperti alasan licik akibat kekalahan, tapi kita juga tidak bisa
sepenuhnya mengabaikan kemungkinan bahwa Unifying Azure Emperor
memang benar-benar telah menyerah kepada Olba-sama dan Barbariccia, dan
dikendalikan oleh mereka."

"Be-benar...."

Meskipun Emi menunjukkan kesetujuannya, tapi dia sudah yakin kalau


Unifying Azure Emperor berencana mendapatkan kendali Benua Utama
karena keserakahan, oleh karena itu, dia menggunakan nada yang ambigu
ketika menjawabnya.

Ini adalah perbedaan pemikiran antara Emi, seorang prajurit garis depan,
dengan Suzuno, seorang politikus di belakang.

"Tanpa menganggap kalau cara kepemimpinannya itu benar, aku masih punya
anggapan yang tinggi terhadap Unifying Azure Emperor sebagai seorang
politikus. Lagipula, dia memerintah seluruh Benua Timur yang besar sebagai
satu negara. Dan aku juga dengar dia tidak hanya sekedar berkuasa selama
lebih dari 20 tahun, tapi dia juga membesarkan seorang penerus."

".... Apakah Missionary Department akan menyelidiki hal ini juga?"

"Tentu saja. Sebelum menyebarkan agama di negara lain, kita perlu memahami
sisi religius dari orang yang berkuasa. Aku bahkan bisa mengatakannya dengan
percaya diri bahwa di seluruh di Ente Isla, tidak ada satupun negara di mana
Gereja tidak mempunyai gambaran yang jelas mengenai situasi politiknya."

Suzuno mengatakannya dengan santai.

"Adapun kenapa aku berpikir kalau Unifying Azure Emperor kemungkinan


sedang dimanipulasi, itu karena seberapa lamanya dia berada di tahta."

"Eh?"

"Coba pikir, ketika masih ada Pasukan Iblis, siapa Jenderal Iblis yang bertugas
menekan Benua Timur?"
"Ah!"

Pada poin ini, bahkan Emi pun menyadarinya.

"Alsiel!"

"Benar, meskipun dia saat ini terlihat seperti suami rumah tangga yang cerewet
di mata orang lain, tapi dia lah satu-satunya Jenderal Iblis yang tidak diperangi
oleh Emilia sang Pahlawan. Dan bahkan sebelum kekuatan Pasukan Iblis mulai
mencuat ke permukaan, jauh sebelum itu, Alsiel sudah menekan Benua Timur.
Jika ketakutan yang dia rasakan pada waktu itu masih tersisa dalam ingatan
Unifying Azure Emperor, mungkin saja dia akan menyerah kepada iblis sekali
lagi untuk melindungi negara dan nyawanya sendiri. Selain itu, jika
Barbariccia tidak hanya membawa Raja Iblis, tapi juga Alsiel yang mempunyai
pengetahuan bagaimana mengendalikan keseluruhan Benua Timur, maka
mungkin saja iblis ini akan membangun jembatan untuk menaklukan Ente Isla
dari Benua Timur."

"....."

Semakin lama Emi mendengarnya, semakin dia merasa kalau situasi yang ada
jadi semakin serius.

"Tapi..... meski bukan maksudku memuji Raja Iblis... tapi jika Barbariccia
melakukan hal seperti itu.... bukankah Raja Iblis akan marah?"

"Yeah, dia mungkin akan marah."

Suzuno mengakui hal ini tanpa ragu.

"Alasan kenapa kita bisa berhubungan baik dengan Raja Iblis di Jepang,
sejujurnya adalah karena dia punya kepribadian yang murah hati. Meskipun
aku tidak ingin mengakuinya, tapi ini adalah sesuatu yang perlu diakui."

"..... Benar."
Emi tidak ingin mengakui hal ini, tapi peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam
beberapa bulan terakhir mengkhianati perasaanya.

"Jika Barbariccia menggunakan cara paksa, mungkin Raja Iblis akan marah
dan menghukumnya. Tapi bagaimanapun juga, orang itu masihlah seorang
'Raja'. Selama insiden yang terjadi di Choshi, aku sangat yakin mengenai fakta
ini."

"Raja?"

"Maksudku, ketika berhadapan dengan sebuah keputusan, dia mungkin tidak


akan meninggalkan para penduduk dan bawahan yang telah mengandalkannya.
Lalu dia.... tidak akan pernah kembali ke Jepang."

"Ugh....."

Emi menahan napasnya.

Mungkin saja prediksi Suzuno akan menjadi nyata.

Meskipun dia biasanya hanya terlihat duduk dan tidak melakukan apa-apa, tapi
ketika Maou harus berpikir, dia akan melakukannya dengan benar, dan dia
sudah mengatakannya berkali-kali di depan Emi kalau dia pasti akan kembali
ke Ente Isla.

Selain itu, Raja Iblis mungkin tidak akan menyerah terhadap iblis-iblis di
Dunia Iblis yang menganggapnya sebagai raja.

Fakta bahwa dia memaafkan Ciriatto yang terpecah dari Camio dan
meninggalkan Dunia Iblis, kemudian mengizinkannya untuk kembali, adalah
bukti dari hal ini.

Lalu.....

"..... Eh?"

Emi mengerang pelan.


Maou kembali ke Dunia Iblis sebagai Raja Iblis.

Emi terkejut karena hal pertama yang dia permasalahkan ketika memikirkan
hal ini adalah 'Alas Ramus akan sedih'.

"Eh? Eh? Bukan, bukan seperti itu...."

Chiho juga pasti akan sedih.

"Ti-tidak, tidak seperti itu juga, ugh, meskipun itu tidak sepenuhnya salah...."

Meski dia masih berhutang banyak pada Chiho, dia ingin pergi begitu saja?

"Bukan seperti itu!"

"Hm.... fwa..... eehmm."

Alas Ramus mengangkat bahunya sekali, dan terkejut sampai-sampai


terbangun karena teriakan tanpa sadar Emi, model bangun tidur seperti ini
nampaknya membuat dia tidak senang, hal itu bisa dilihat dari ekspresinya
yang menjadi semakin kesal.

"Ah, ah, m-maaf Alas Ramus, tiba-tiba berteriak seperti itu!"

"Uwah, waahhhhh!"

Pada akhirnya, Alas Ramus pun menangis.

Emi menggendong Alas Ramus, mencoba untuk menenangkannya, dan


bersamaan dengan hal itu, banyak pemikiran mulai terlintas di pikirannya
sehingga dia tidak bisa berkonsentrasi dan berpikir.

Dan anehnya, keadaan mental Emi juga terhubung dengan Alas Ramus, dan
membuat gadis kecil itu menangis tanpa henti.

Pada akhirnya, Emi hanya bisa terus menenangkan Alas Ramus sampai dia
kembali tertidur karena kelelahan menangis.
Setelah menggunakan tisu basah untuk membersihkan wajah Alas Ramus yang
dipenuhi air mata dan ingus, Emi pun menaruh gadis itu di atas kasur.

"......huuuh..."

Karena dia merasa sangat lelah, Emi juga menidurkan kepalanya di sebelah
Alas Ramus.

Kali ini, dia akhirnya mengingat sesuatu.

"Aku tidak akan membiarkannya membangun kembali Pasukan Iblis. Orang


itu.... di samping menjadi musuh ayah yang baik, dia juga musuh bagi seluruh
umat manusia..."

"Nadamu benar-benar kaku, huh?"

Rasanya seolah-olah Suzuno sedang tersenyum kecut.

"Berisik... Aku sendiri juga merasa sangat terkejut, jadi jangan mencela orang
lain."

‘Aku adalah sang Pahlawan, dan orang itu adalah raja dari para iblis. Ini tidak
seperti aku mengabaikan keselamatan manusia dan kedamaian dunia, lebih
penting lagi, aku tidak bisa memaafkan Pasukan Iblis yang telah
menghancurkan hidup bahagia dan sederhana milik ayahku.’

Meskipun mereka tidak bisa dimaafkan.

Akan tetapi.....

Butuh waktu lama bagi Emi untuk mengingatnya

Mungkinkah dia sudah melupakan perasaannya?

Bagaimana mungkin hal itu bisa terjadi?

"Tidak mungkin... seperti itu..."

Emi menggumam lemah.


Itu bukan sebuah gerakan yang disengaja, tapi setelah Alas Ramus berbalik,
dia menempatkan tangannya di atas kepala Emi dengan hangat.

Seolah-olah dia sedang menghibur Emi.

".......uuuuuu!"

Emi, seolah dikuasai oleh kesedihan, menggigit bibirnya dan menidurkan


kepalanya kembali.

"Jika dia tidak bisa bertemu Raja Iblis, Alas Ramus pasti akan sedih."

Suzuno menggumam pelan.

"Chiho-dono juga akan sedih. Lalu kita tidak akan bisa mempertahankan
hubungan yang sama dengan Chiho-dono di masa yang akan datang."

"......"

"Terlebih lagi, orang-orang dari Kastil Iblis itu juga berhutang banyak pada
kita, jika mereka pergi ke tempat lain sebelum membalasnya, rasanya itu
tindakan yang buruk sekali."

"Kau bahkan membaca pikiranku. Benar-benar hobi yang buruk."

Emi mengatakannya pelan dengan nada yang hampir mirip seperti sebuah
amarah.

"Bukan begitu, ini hanya karena apa yang kupikirkan sama dengan apa yang
kau pikirkan. Tapi di bagian setelahnya, pemikiranku benar-benar berbeda
dengan Emilia. Sebagai seorang penyelidik, tidak peduli apapun alasannya,
aku tidak akan membiarkan orang dewasa membuat anak kecil melakukan
pembunuhan terhadap ayahnya demi kenyamanan mereka sendiri, ini juga
berlaku bahkan jika targetnya adalah Raja Iblis. Jadi...."

Dari suara baju yang saling bergesekan, Suzuno seharusnya sudah berdiri.
"Saat ini, untuk amannya, kita hanya bisa melindungi Raja Iblis, dan mencegah
mereka jatuh ke tangan iblis dari Dunia Iblis."

"Serius.... Aku tidak ingin melakukannya, rasanya itu merepotkan...."

"Aku tidak akan memintamu untuk melindungi mereka. Bagaimanapun, aku


tinggal di sebelah rumah mereka, dan orang yang paling ingin menyusun
situasi di mana sang Pahlawan mengalahkan Raja Iblis, tidak lain tidak bukan
adalah aku. Setidaknya, biarkan aku membawa tanggung jawab ini. Selama
musuh seperti Malaikat Agung ataupun pemimpin Malebranche tidak muncul,
meskipun sendirian, mungkin aku masih bisa menanganinya."

"..... Biar kukatakan ini terlebih dahulu, tidak ada yang lebih membosankan
dibandingkan dengan mengawasi."

Tanpa mengangkat kepalanya, Emi mengatakan kata-kata tanpa motivasi yang


tidak terdengar seperti seorang Pahlawan.

"Alsiel selalu hidup dengan kehidupan yang ketat untuk menghemat


pengeluaran mereka, sementara Lucifer, dia selalu melekat pada komputernya.
Untuk Raja Iblis, dia hanya bekerja terus menerus dan melayani pelanggan
dengan semangat pelayanan penuh serta senyum di wajahnya. Kadang-kadang,
hal itu membuatku berpikir kalau aku yang selalu mengawasi mereka, sama
saja dengan seorang stalker."

"Bagaimanapun juga, MgRonalds masih tutup sekarang. Paling tidak mereka


perlu dilindungi dengan benar di saat-saat seperti ini. Ketika MgRonalds
kembali buka, Sariel-sama pasti akan mulai menyebarkan pengaruhnya, dan
para iblis itu harusnya tidak bisa bertindak gegabah."

Berhadapan dengan MgRonalds di depan stasiun Hatagaya di mana Maou


bekerja, terdapat Sentucky di mana Malaikat Agung Sariel bertindak sebagai
manager toko.
Sariel yang sangat menyukai manager MgRonalds, Kisaki Mayumi, begitu
ramah terhadap Maou dalam beberapa minggu belakangan ini, sampai-sampai
terlihat begitu menjijikkan.

Meskipun bukan berarti Maou dan Sariel telah mencapai sebuah kesepakatan,
tapi Barbairiccia seharusnya tidak sebodoh itu untuk menculik Raja Iblis ketika
berada di dalam zona pengaruh Malaikat Agung.

".... Begitu ya."

Emi menggumam dengan acuh tak acuh dan terus berbicara,

"Ne, Bell. Apa kau tahu kenapa aku menyukai drama seri? Aku tidak mengacu
pada cerita swordsmen maupun prajurit, melainkan drama seperti 'Mito no
Fukushogun' atau 'Abarendo Shogun'.... meski aku mulai menyukai 'Onihei
Hankacho' akhir-akhir ini."

"Hm? Itu....."

Suzuno terus menerus mengedipkan matanya karena tidak mengerti apa yang
ingin Emi ungkapkan.

Setelah itu, Emi akhirnya mengangkat kepalanya dan mengatakan,

"Karena cerita ini memperlihatkan orang-orang jujur dengan hati yang


bijaksana, sedang mengajarkan pelajaran kepada orang-orang jahat yang tidak
bisa mendengarkan dengan tenang, mereka datang untuk membenarkan mana
yang salah agar bisa mencapai sebuah akhir yang bahagia. Setidaknya dalam
cerita ini, sangat bagus bisa membawa keadilan dengan sikap polos seperti itu."

"Begitu ya, singkatnya, permasalahan dunia tidak akan berjalan ke arah yang
diinginkan seseorang, bukankah begitu?"

"Soal apa itu?"

"Itu adalah sesuatu yang disebutkan dalam buku yang kubaca baru-baru ini."

"Oh begitu."
Emi mengerang sambil berdiri, sementara Suzuno berpura-pura tidak
mengetahui kalau sudut mata Emi kini telah memerah.

Setelah mendengus sekali, Emi menggelengkan kepalanya dengan lemah.

".... Paling tidak..."

"Hm?"

"Jika saja apartemen itu punya AC....."

"Sang Pahlawan yang menyelamatkan dunia, benar-benar telah melunak."

Suzuno membelai rambut Alas Ramus dan mengatakannya dengan sikap


mengejek.

Emi menatap ke arah Suzuno dengan wajah yang dingin.

"Berapa biaya sewa apartemen di sana?"

"45.000 yen."

"Untuk kamar ini, karena berbagai alasan, biaya sewanya hanya 50.000 yen
perbulan."

Ketika dia mendengar harga tersebut, Suzuno langsung melihat ke sekeliling


ruangan.

"Oh, lalu, hm.... yah mau bagaimana lagi."

Apartemen ini adalah apartemen berukuran empat tsubo dengan dua kamar dan
dapur besar di dalamnya. Selain memiliki AC dan kamar mandi, dapurnya pun
menggunakan dapur listrik, sementara untuk aula di depan beranda apartemen,
menggunakan kunci otomatis.

"Tidak mungkin, untuk biaya sewa di tempat seperti ini hanya 50.000 yen, itu
sangat aneh tidak peduli bagaimana kau memikirkannya, ya kan?"
"Ada begitu banyak alasan. Huuh... sepertinya masih banyak kamar kosong di
sana, mungkin aku harus memantapkan keputusanku suatu hari nanti."

Suzuno sengaja tidak bertanya di mana 'di sana' itu, dan juga tidak bertanya
kapan 'suatu hari' itu.

"eeehhhmmm... mama..."

Alas Ramus mengigau, dan di saat yang sama, tangan kecilnya berada di atas
telapak tangan Suzuno.

Suzuno membelai kulit lembut gadis itu, dan tanpa sadar menyunggingkan
sebuah senyum.

"Aku...... tidak membenci hidup yang damai seperti ini."

"Eh?"

"Tidakkah kau merasa kalau situasi saat ini sangat tenang? Meskipun kita
mengalami banyak hal, selama Raja Iblis masih berada di Jepang, dia hanyalah
seseorang yang rajin dan tidak berbahaya. Dan di dalam peradaban yang luar
biasa ini, kita juga bisa dengan santai menghabiskan hari-hari bersama teman
dan orang-orang yang baik. Aku penasaran...."

Suzuno dengan lembut menggenggam tangan Alas Ramus dan membantunya


menarik handuk hingga ke pundaknya.

".... berapa lama kehidupan kita yang seperti ini bisa bertahan."

Entah itu Suzuno, Emi, atau bahkan Raja Iblis, tidak mungkin tahu jawaban
dari pertanyaan ini.

"Mama, kapan kita bisa pergi main di air lagi??"

Setelah kembali ke apartemen Emi di Eifuku Town, Alas Ramus yang hampir
bangun sepenuhnya dalam perjalanan pulang, menanyakan hal tersebut kepada
Emi.
"Mengenai itu, kapan ya enaknya?"

Emi menjawab dengan ambigu.

"Jika Alas Ramus menjadi anak yang baik..... tidak, jika semuanya tetap seperti
ini, kita mungkin bisa pergi secepatnya."

"Aku ingin pergi! Ayo main di air dan ciprat-ciprat."

Tidak diketahui apakah Alas Ramus merasakan perasaan Emi atau tidak, tapi
mata gadis kecil itu langsung berbinar-binar ketika mendengar kata
'secepatnya'.

Ketika memikirkan apa yang Suzuno katakan kemarin malam dan melihat
tingkah Alas Ramus ini, Emi seketika merasakan sebuah kesedihan.

".... Baiklah, Alas Ramus, kau begitu berkeringat. Ayo mandi bareng mama."

"Mandi!! Main air!"

Alas Ramus sangat menyukai mandi.

Sepertinya dia memiliki kenangan yang indah saat pergi ke pemandian umum
bersama Maou dan yang lainnya ketika dia masih tinggal di kastil Iblis. Jadi,
ketika dia memasuki kamar mandi, dia pasti akan menjadi sangat bersemangat.

Baru-baru ini Emi menyadari kalau kelahiran Alas Ramus dari Pohon
Kehidupan sama sekali tidak ada hubungannya dengan dia yang sangat suka
bermain air.

Karena panasnya musim panas dan pertimbangan kalau dia masih anak kecil,
selama bak mandi diisi dengan air hangat, bahkan Emi pun bisa masuk ke
dalam bak mandi dengan nyaman.

"Kalau begitu, aku akan membuat beberapa persiapan dulu, jadilah anak yang
patuh, okay?"

"Yeah!!"
Alas Ramus mengangkat tangannya dengan bersemangat dan berjalan menuju
ruang tamu, dia meletakkan topinya di atas meja dan duduk anteng di atas sofa.
Dia mengambil sangkar burung kertas dari atas meja dan menoleh untuk
melirik ke arah Emi diam-diam.

Ini adalah tanda kalau dia telah menjadi patuh.

Emi, tersenyum dan memberikan sebuah anggukan ke arah gadis kecil itu,
setelah meletakkan tasnya di sudut dapur, dia langsung berjalan menuju arah
kamar mandi. Ketika dia mengalirkan air yang tersisa di dalam bak bekas
mencuci baju tadi pagi, kemudian berencana mengambil spons untuk
membersihkan bak serta menyalakan shower....

"Mama! Ini wrrr wrrrring!"

Alas Ramus yang baru duduk diam beberapa detik yang lalu, saat ini telah
mengambil smartphone yang Emi letakkan di dalam tas dan berdiri di depan
kamar mandi.

Ketika dia melihat ke arah layar dengan seksama, Emi pun menyadari kalau
Alas Ramus telah mengangkat sebuah panggilan.

Ketika dia mengeluarkan HP dari dalam tas, mungkin Alas Ramus sudah
menyentuh sesuatu secara tidak sengaja.

Saat Emi berpikir kalau orang di seberang sana mungkin sudah mendengar
teriakan Alas Ramus, wajah Emi pun langsung menjadi pucat.

"He... hello? Emi?"

Setelah memastikan suara dari speaker dan nama yang tertera di layar, Emi
akhirnya bisa bernapas lega.

"Terima kasih Alas Ramus, tapi lain kali, jangan sentuh HP mama tanpa seizin
mama, okay?"

"Tidak boleh?"
"Emi? Hello..."

"Yeah, tapi terima kasih karena telah membawanya ke sini."

"Hee hee, un!"

Setelah tangannya dibelai, Alas Ramus nampak tertawa karena sensasi geli
yang dia rasakan dan kembali ke ruang tamu.

"Emi, apa Emi di sana?"

"Hello, maaf Rika, Alas Ramus menyentuh HP-ku atas keinginannya


sendiri...."

Panggilan tersebut berasal dari rekan kerja sekaligus teman Emi, Suzuki Rika.

Meskipun dia tidak tahu tentang masalah Ente Isla, tapi dia kenal dengan Maou,
Chiho, Suzuno dan juga yang lainnya, dia juga tahu kalau Emi diminta untuk
merawat anak kecil bernama Alas Ramus.

"Berbahaya sekali. Akan lebih baik kalau dia tidak membuat panggilan
internasional, dan membuatmu harus membayar puluhan ribu yen tagihan
telepon."

"Maaf maaf, aku akan lebih memperhatikannya nanti. Jadi, apa yang ingin kau
bicarakan?"

"Uh~ itu...."

Emi baru saja menyelesaikan pertanyaannya, namun Rika sudah mulai


tergagap.

"???"

"Ne, Emi, sepertinya ada suara-suara di belakangmu? Kau ada di mana?"

"Eh? Aku sedang berada di dalam kamar mandi, aku berencana mau mandi."
"Begitu ya, hm, kalau begitu, tidak masalah kalau kita bicara nanti, maaf
mengganggumu..."

"Ada apa, apa yang terjadi? Ini tidak seperti gayamu, apakah ini akan butuh
waktu yang sangat lama?"

Nada bicara Rika terdengar sangat ragu-ragu. Karena kepribadiannya yang


biasanya bersemangat, sulit untuk membayangkan kalau dia akan melakukan
panggilan gugup seperti itu.

"Tidak, ini tidak butuh waktu selama itu, erhm, bagaimana mengatakannya
ya..... mungkin, ini perlu sedikit waktu...."

"Rika...? Ada apa? Apa terjadi sesuatu?"

Emi bertanya dengan nada yang tegas. Mungkin, Rika memiliki beberapa
masalah.

Dari fakta bahwa Rika menjadi murung ketika ditanyai apa yang terjadi, ini
sepertinya bukanlah masalah kecil.

Emi duduk di pinggiran bak mandi, dan menyesuaikan posturnya sehingga dia
bisa mendengar suara Rika dengan jelas.

"Jika kau punya masalah, ceritakan saja padaku! Kau meneleponku karena kau
ingin mengatakan sesuatu padaku kan?"

"......... Jangan tertawa, okay?"

Setelah mempertimbangkannya sejenak, Rika menanyakan hal tersebut.

Setelah mendengar hal ini, Emi menjadi sedikit lega. Karena itu adalah sesuatu
yang tidak ingin orang lain tertawakan, itu seharusnya bukanlah sesuatu yang
sangat mengkhawatirkan.

"Aku tidak akan tertawa. Ada apa?"

"E erhm... Aku merasa aneh jika bertanya kepada orang lain mengenai hal ini."
"Hm?"

"Tapi selain Emi, aku tidak punya orang lain untuk diajak berdiskusi.....
Bisakah kau mendiskusikan hal ini denganku sebentar?"

"Baiklah, ada apa?"

Emi meminta Rika untuk berbicara. Karena ini adalah kekhawatiran dari
seorang teman yang sangat penting, Emi pasti akan membantu dia untuk
menyelesaikannya. Sampai saat ini, Emi sudah mendiskusikan banyak hal
dengan Rika, dan Rika pun juga sudah banyak membantu Emi.

Karena hal ini membuat Rika merasa kesulitan sampai seperti ini, ini pasti
bukanlah kekhawatiran yang sederhana.

"Itu....."

Rika nampaknya mengambil napas dalam untuk memantapkan pikirannya.

"Menurutmu, baju model apa yang akan disukai oleh Ashiya-san?"

".........................................."

Terduduk di pinggiran bak mandi dengan HP di telinganya, Emi seketika


mematung dengan sebuah senyum di wajahnya.

"...Emi?"

Karena Emi tidak segera menjawab, Rika pun memanggilnya dengan kaget.

Meski begitu, Emi masih belum keluar dari keadaan mematungnya.

Bahkan saat orang-orang menemui situasi yang tidak terduga, mereka pasti
selalu bisa memikirkan pengalaman mereka sebelumnya dan mencoba
mengamati situasinya dengan apa yang sesuai ekspektasi mereka.

Emi saat ini sedang berada di dalam kondisi tersebut.

"Mungkin.... baju yang murah."


Oleh karena itu, dia memberikan jawaban tersebut dengan susah payah.

"Baju murah? Maksudmu baju yang tidak bermerk?"

"Benar!"

Emi masih membeku, nada bicaranya terdengar agak kaku.

"Aku tidak pernah melihatnya mengenakan apapun selain UNIxLO. Bahkan


untuk sepatu, mungkin karena dia menyukainya, dia juga memakai barang-
barang yang murah...."

"Eh? Hey, Emi, salah, salah, bukan itu maksudku. Aku tidak bertanya apa yang
biasanya Ashiya-san kenakan ataupun baju apa yang dia beli."

"....Lantas, apa maksudmu?"

Untuk pertama kalinya ekspresi Emi berubah.

Perasaan tidak enak yang menghampiri otaknya dan fakta bahwa jantung serta
perutnya terasa berat, bukanlah ilusi semata.

"Jadi, serius, kau seharusnya tahu kan? Aku bertanya jenis baju perempuan
model apa yang dianggap manis oleh Ashiya-san?"

Rika pasti mengumpulkan banyak keberanian untuk menanyakan pertanyaan


ini.

Ini bukanlah sesuatu yang bisa didiskusikan dengan siapapun.

Di antara orang-orang di sekitar Rika, wanita yang kenal Ashiya lebih dulu
dibandingkan dengan dirinya hanyalah Emi, Chiho, dan Suzuno. Dan dari
sudut pandang Emi, Rika tidak terlalu dekat dengan Chiho dan Suzuno untuk
bisa ditanyai pertanyaan seperti itu.

Meskipun Rika sudah menjadi sangat dekat dengan Chiho akibat insiden yang
berkaitan dengan Alas Ramus, tapi bagaimanapun, bertanya tentang apa yang
harus dikenakan agar dianggap menarik oleh seorang pria, itu 99% sama saja
dengan mengaku kalau dia menyukai pria itu.

"Se-sebelum menjawabnya, Rika, boleh aku bertanya?"

"A-ada apa?"

Bagi Emi, dia memang sangat terkejut sampai-sampai jantungnya terasa


berhenti dan terasa menjadi patung, namun Rika pun juga kehilangan kendali
akibat pengakuannya dan menjadi begitu gelisah.

"Apa terjadi sesuatu antara kau dan Al... Ashiya?"

Jika tidak terjadi apa-apa, tidak mungkin Rika akan mengatakan hal seperti itu.

Ketika Rika dan Suzuno bertemu dengan Ashiya secara tidak sengaja di
Sentucky cabang Hatagaya, Emi memang merasa kalau sikap Rika terhadap
Ashiya sedikit berbeda dari biasanya, tapi setelah itu, apakah Rika dan Ashiya
punya kesempatan untuk berkomunikasi satu sama lain?

"Ti-tidak ada sama sekali! Tidak ada!! T-tapi tapi......"

Rika menyangkalnya dengan panik.

Namun, suara Rika menjadi semakin pelan dan semakin pelan setelah itu, pada
akhirnya, dengan suara yang mirip seperti dengungan nyamuk, dia
mengucapkan sebuah kalimat yang membuat Emi sepenuhnya membeku.

"Ashiya-san..... memintaku untuk.... membeli sesuatu bersama dengannya...."

Emi seketika merasa pemandangan di depannya menjadi gelap.


Chapter 2 : Raja Iblis Berbicara Tentang Hubungan Antar
Manusia

"Meski aku tahu kalau kau masih ada di Jepang, tapi apa yang kau lakukan di
sini? Jika kau mencari Maou, dia sudah pergi tadi."

Urushihara mengatakannya sambil terus menatap layar komputer.

Lantai yang sudah dibersihkan oleh Chiho, dengan cepat dibuat berantakan
oleh botol PET kosong dan remahan snack. Seolah-olah sekeliling Urushihara
secara alami menciptakan pelindung sihir dan membentuk sebuah ruang
khusus.

Langit musim panas sangatlah cerah dan sinar matahari tanpa ampun
menyinari kota Sasazuka.

Urushihara meminum teh gandum dari cangkirnya.

"Aku tahu, aku sudah melihat-lihat tadi. Aku tidak mencarinya, aku mencarimu.
Karena Raja Iblis dan bawahannya sekaligus nyonya di kamar sebelah sedang
pergi keluar, jadi kesempatan yang paling pas adalah sekarang."

"Ada apa?"

Urushihara, seperti sebelumnya, masih tidak melihat ke arah orang yang


berbicara kepadanya.

"Wow, tapi ruangan ini sangat panas! Apa tidak masalah menggunakan
komputer dengan panas seperti ini? Aku ingat kalau komputer itu tidak begitu
tahan dengan panas."

"Tidak seburuk itu. Selama kau tidak terlalu memaksakannya."

"Oh begitu ya. Jadi itu alasannya kenapa meja ini berada di sebelah jendela.
Jadi, setidaknya tempat ini mendapat angin segar."

"Ngomong-ngomong....."
"Oh benar, bukankah sekarang ini sangat panas? Aku jadi ketagihan dengan es
krim Hiigan Diaz, rasa cokelat mintnya sangat enak."

Akhirnya, mata Urushihara meninggalkan layar komputer dan menolehkan


kepalanya dengan ekspresi kesal di wajahnya.

"Ngomong-ngomong, jika kau ingin mengatakan sesuatu, cepat katakan. Kalau


tidak, aku akan menggunakan Skyphone untuk melapor pada Maou dan
mengatakan kalau kau menyerang rumah kami dan menggeledah isi kulkas,
Gabriel."

Seorang Malaikat bertubuh kekar saat ini sedang mengambil es krim dari
kulkas rumah Maou tanpa izin dan memakannya dengan ceria.

"Ah, keuangan rumahmu sepertinya agak kesulitan akhir-akhir ini."

"Berhentilah bersikap bodoh, jika kau terus mengacau, aku akan dimarahi."

"Jangan kaku begitu, anggap saja ini seperti tamu sedang berkunjung dan kau
menyajikan teh gandum dan es krim kepada tamu itu."

"Siapa yang kau sebut tamu? Cukup, jika kau ingin mengatakan sesuatu, cepat
katakan dan segera enyah dari sini! Jika orang-orang itu kembali dan
memintamu biaya perbaikan dinding, aku tidak akan mau melibatkan diriku."

"Hey, ini tidak seperti itu kan? Lebih tepatnya, orang yang menghancurkan
dinding itu bukan aku, tapi gadis kecil, Alas Ramus yang menerbangkanku, ya
kan?"

"Tapi orang yang membuatnya melakukan itu adalah kau, ya kan?" Kata
Urushihara dengan dingin.

Tentu saja, Gabriel tidak tahu kalau biaya perbaikan dinding ditanggung oleh
ibu pemilik kontrakan, tapi dari kasus penghancuran dinding ini, dia sepertinya
punya cukup pandangan kalau dia juga ikut bertanggung jawab.

"Ngomong-ngomong, 'aku akan dimarahi'....."


Gabriel menunjukkan senyum licik sambil menghabiskan es krim dan menjilat
sticknya, merasa enggan untuk membuangnya. Meski begitu, dia masih
mengambil stick itu dan membuangnya ke tempat sampah yang terlihat di
sudut matanya.

"Tempat sampah itu untuk sampah plastik. Sampah mudah terbakar seharusnya
kau buang di sebelah kulkas."

"Kubilang, jangan kaku begitu...."

"Apa maksudmu dengan 'kubilang', bukankah sudah kubilang kalau kau akan
membuatku dimarahi? Terserah, cepat pergi dari sini! Kau benar-benar
mengganggu! Untuk apa juga kau datang ke sini?"

Nampaknya kesabaran Urushihara telah mencapai batasnya, dan dia sama


sekali tidak menyembunyikan perasaan tidak senangnya.

"Tapi...."

"Apa lagi sekarang?"

"Mendengarnya dari mulutmu, orang yang diberi nama 'Anak dari Sang Fajar',
sekaligus orang yang paling dekat dengan Tuhan, mendengarmu mengatakan
'aku akan dimarahi' atau semacamnya itu sangat menggelikan, kau tahu. Dan
berpikir kalau kau akan jadi begitu rewel terhadap kategori sampah dari stick
es krim, itu benar-benar aneh, sampai-sampai aku bahkan tidak bisa tertawa."

Gabriel menunjukkan fakta ini.

Akan tetapi, tidak ada perubahan di wajah tidak senang Urushihara.


"Kalau begitu aku minta maaf. Aku yang sekarang
adalah seperti ini. Sebenarnya, bukankah kau sudah bilang sebelumnya kalau
image dari seorang malaikat itu sangat penting? Karena kau juga seorang
malaikat, setidaknya kelompokkanlah tipe-tipe sampah."

Kata Urushihara dengan remeh sebelum kembali menolehkan kepalanya ke


arah layar komputer.

Tapi, Gabriel mengabaikan komentar itu dan terus berbicara.

"Kenapa kau memilih menjadi bawahan dari Iblis muda seperti dia? Meskipun
semua orang mengatakan kalau kekuatanmu saat ini jauh lebih rendah
dibandingkan dengan saat masa jayamu, tapi aku tidak pernah melihat
kekuatan penuhmu, jadi aku sedikit penasaran apa yang ada di kepalamu ketika
kau memutuskan menjadi iblis di Dunia Iblis?"

"Karena aku tidak punya pekerjaan untuk dilakukan."

Urushihara menjawabnya dengan enteng.

"Tidak punya pekerjaan yang bisa dilakukan?"

Gabriel sedikit tersenyum ketika mengulangi jawaban Urushihara.

"Aku cukup bahagia saat ini, kau tahu?"

"... Kau akan dimarahi kalau tidak menyortir sampah dan harus tinggal di
ruangan panas seperti ini sambil berselancar di situs anime dan kau bahagia?
Meski sedikit... kau tahu... Bahkan hidupku jauh lebih nyaman dibandingkan
dirimu, dengan menginap di warnet."

"Di sini menyenangkan. Setidaknya...."

"Kau tidak menghina bagian warnetnya?"

Urushihara menggunakan sepasang mata amethyst-nya untuk menatap Gabriel


dengan tajam melewati poninya yang panjang.
"Dibandingkan tempat yang sama sekali tidak memiliki apa-apa, tempat ini
jauh lebih baik daripada membiarkan waktu yang lama, cukup lama sampai
bisa membuat siapapun menjadi gila, berlalu begitu saja."

"Tapi pihak kami sedang berada dalam kekacauan besar karena dirimu."

"Kau bisa memanfaatkan hal itu untuk menyibukkan dirimu sendiri kan?"

Gabriel tidak menjawab, pohon yang ada di halaman apartemen disinggahi


berbagai jenis jangkrik, dan menegaskan panasnya hari-hari musim panas.

"Karena aku tidak punya pekerjaan untuk dilakukan dan begitu malas sampai-
sampai aku tidak bisa menahannya, makanya aku mengikuti Satan dalam
semua tindakannya. Itu saja. Baiklah aku sudah selesai berbicara. Jika tidak
ada yang lain, cepat sana pergi!"

"Benar, ini mengenai masalah itu."

"Ah?"

Ketika Urushihara berpikir untuk mengusir tamu yang tak diundang itu,
Gabriel tiba-tiba menepukkan tangannya dan membuat Urushihara menjadi
kaget.

"Aku ingin bertanya tentang Satan, itulah sebabnya aku datang ke tempat yang
sangat jauh, yaitu Sasazuka, di hari yang begitu panas ini."

"Kalau begitu tanya orangnya langsung. Ini tidak seperti Maou sedang pergi
dalam perjalanan jauh. Dia seharusnya ada di Shinjuku atau semacamnya."

"Ya ampun, aku punya firasat kalau dia tidak akan menjawabku meski aku
bertanya langsung padanya. Lagipula, bukankah dia itu masih muda? Dari pada
bertanya padanya, bertanya padamu itu lebih praktis."

Gabriel kembali ke nada bicaranya yang meremehkan, dan mengatakan hal


tersebut kepada Lucifer.
"Juga, daripada bertanya kepada seseorang yang tahu hanya dari rumor, kenapa
tidak bertanya kepada orang yang kenal langsung dengan orangnya,
informasinya akan lebih akurat, ya kan?"

"???"

Bukankah Maou Sadao adalah Raja Iblis Satan itu sendiri?

Meski tidak ada pertanyaan apakah Lucifer tahu orang yang dimaksud atau
tidak, Gabriel masih menggoyang-goyangkan jarinya dan mengatakan,

"Lucifer, 'Satan' yang ada kaitannya denganmu seharusnya Satan yang satunya
lagi kan? Aku tidak membahas anak muda yang tidak tahu apa-apa mengenai
dunia itu."

Urushihara mendengar hal tersebut dan menyipitkan matanya.

Gabriel terus berbicara dengan senyum jahat di wajahnya.

"Aku ingin bertanya informasi tentang 'Legenda Raja Iblis Satan', dan seberapa
banyak yang kau ketahui."

"Itu? Kau ingin bertanya soal itu? Kau membuatku memasang ekspresi serius
untuk hal yang sia-sia."

Urushihara mendesah dengan sikap yang begitu kecewa, dia menolehkan


kembali kepalanya untuk melihat ke arah layar komputer.

Sebaliknya, Gabriel yang tidak mengira akan mendapatkan jawaban seperti itu
dari Urushihara, menjatuhkan diri dengan lututnya tanpa berpikir panjang.

"Hey, reaksi macam apa itu? Aku tadi seharusnya sudah menciptakan suasana
yang pas untuk membicarakan topik serius, ya kan?"

"NEET yang mau repot-repot melihat suasana hanya pantas berada di kasta
kedua."

"Bahkan jika aku menjadi kasta pertama, apa bagusnya itu?"


"Meski tidak ada keuntungannya, tapi itu tidak menimbulkan kerugian atau
kehilangan apapun."

"Itu hanya pendapat pribadimu kan? Jika kau melihatnya secara obyektif, tidak
peduli bagaimanapun itu, kehidupan seperti itu hanya akan menempatkanmu
dalam posisi rugi, ya kan?"

"Jika kau menjadi ragu-ragu karena pendapat orang lain, maka kau bisa
melupakan tentang menjadi NEET. Orang semacam itu hanya pantas
mendapatkan gelar kasta ketiga."

"Jika kau sudah mencapai tingkat itu, menurut peraturannya, kau akan
ditendang dari rumah, ya kan?"

"Seseorang yang diusir dari rumah, pada dasarnya berada di bawah kasta ketiga.
Bahkan jika seseorang tidak berusaha melakukan kebaikan untuk pihak lain,
dia masih harus berhati-hati untuk tidak membiarkan orang yang dia andalkan
terkena serangan fatal. Seseorang yang bisa melihat ini dengan akurat adalah
kasta pertama. Hal ini agak mirip dengan semacam olahraga."

"Kau harus meminta maaf kepada seluruh manusia di bumi yang terlibat dalam
olahraga. Tapi intinya, bukankah itu sama saja dengan melihat suasana?"

"Tidak. Hal ini disebut dengan mampu melihat level toleransi musuhmu dan
membuat mereka mengambil tindakan berdasarkan aturan mereka, kau tidak
harus selalu melihat suasananya. Meski begitu, terkadang aturannya bisa
berubah dan bahkan menjadi lebih ketat, tapi tidak peduli di dunia mana kau
berada, bukankah semuanya sama saja?"

"......"

"Selama seseorang tidak takut akan kematian, dan berusaha serta bertekad
berada di bawah kategori 'Not in Education, Employment, or Training', maka
dia bisa menjadi NEET yang sesungguhnya. Jika dia melanggar peraturan dan
diusir, maka dia bukanlah NEET, melainkan hanya gelandangan biasa."
(T/N : Not in Education, Employment, or Training adalah kepanjangan dari
NEET.)

Biasanya dia akan menjadi bimbang dan marah ketika dipanggil NEET, tapi
sekarang dia memiliki sikap seperti seseorang yang sedang mencoba mencapai
level seni yang lebih tinggi. Nampaknya penyakit Urushihara menjadi semakin
parah.

Sejujurnya, tidak ada situasi lain di dunia ini yang kurang tepat dibandingkan
penggunaan istilah 'tidak takut akan kematian' atau 'yang sesungguhnya' untuk
menggambarkan tekad seseorang.

Meskipun Gabriel adalah seorang Malaikat Agung dari dunia lain, berkaitan
dengan apa yang dia rasakan mengenai situasi ini, dia sepertinya tidak terlalu
berbeda dengan orang Jepang pada umumnya, dia sudah melebihi batas-batas
rasa terkejut. Karena dia adalah seseorang dengan pemikiran yang terbuka,
Gabriel hanya menunjukkan wajah tanpa ekspresinya.

"Kata-kata itu sama sekali tak punya kekuatan untuk meyakinkan seseorang,
benar kan? Jika kau pikir kau bisa menggunakan metode seperti itu untuk
meyakinkan orang lain, maka kau sudah membuat kesalahan besar."

Urushihara nampak menikmati reaksi Gabriel dan memperburuknya dengan


mengatakan,

"Kaulah yang seharusnya menjadi orang yang tidak kaku, Gabriel."

"Eh?"

"Jika tidak ada hal-hal semacam itu, entah aku, kau, ataupun orang lain, semua
orang di luar sana adalah seorang NEET."

"!!"

Gabriel untuk sejenak tidak bisa berkata apa-apa dan bernapas dengan tajam.
Urushihara membaca situasinya dan menunjukkan sebuah senyum licik. Dia
terus berbicara karena dia tahu kalau dialah yang memenangkan pembicaraan
ini.

"Lihat, kau menyesuaikan diri dengan suasananya, jadi kau hanya bisa
dikelompokkan ke dalam kasta kedua."

".... Dengar."

Gabriel yang akhirnya sadar kalau dia sedang dipermainkan, menggelengkan


kepalanya pelan untuk mendapatkan ketenangannya kembali dan mengatakan,

"Sepertinya kita menyimpang dari topik utama kita. Apa yang ingin
kutanyakan adalah....."

"Kau masih punya muka untuk mengatakan itu, sejak awal, kaulah orang yang
berdiri di sana dan bertingkah sok berkuasa."

Gabriel menatap tajam ke arah Urushihara dan mengatakan,

"Mengenai 'Warisan Raja Iblis Satan yang Agung', jika kau tahu sesuatu,
tolong beritahu aku."

"Jika itu uang, maka aku juga menginginkannya, tapi aku tidak mau membayar
pajak warisannya."

Urushihara sama sekali tidak berniat untuk menjawab pertanyaan itu dengan
benar.

"Aku tidak bertanya tentang masalah itu. Pokoknya itu bukanlah uang."

"Lalu apa yang ingin kau tanyakan?"

"Karena aku tidak punya petunjuk, makanya aku bertanya padamu."

"Kalau kau tidak punya petunjuk, lalu bagaimana kau tahu kalau itu bukan
uang?"

"Apakah Dunia Iblis punya sistem keuangan?"


"Tidak."

"Aku benar-benar ingin marah, kau tahu?"

"Serius... Merepotkan sekali..."

Urushihara bangun dari tempat duduknya dan meregangkan punggungnya


yang kaku.

Kemudian dia mengambil kertas dan pulpen dari dalam laci dan mulai menulis
beberapa kata di atasnya.

"Begini, ada beberapa harta di Dunia Iblis yang mungkin bisa membuat Surga
jadi pucat ketakutan."

"Tulisan tanganmu benar-benar jelek."

Tulisan tangan Urushihara benar-benar sangat jelek, bahkan Gabriel sampai


mengekspresikan keluhannya. Selain itu, semua tulisan tersebut tertulis dalam
Hiragana.

"Noton... Nothung? Itu mengacu pada Pedang Iblis Gram kan? Bukan itu. Dan
ada juga Adelroa... Tidak, tombak Adoramerekinesu? Bagaimana kau
membaca ini?"

"Itu adalah tombak dari bangsa Adramelech. Itu sudah ada sejak zaman kuno."

"Jadi itu Tombak Kuno Adramelech? Kau harusnya paling tidak mempelajari
Katakana! Kalau begini, aku bahkan tidak tahu di mana akhir kalimatnya."

"Kupikir orang yang bersusah payah mengingat Kanji itu bahkan lebih aneh."

"Serius... Gikin no Madou... sihir Iblis Uang Palsu huh? Bukankah itu seperti
saat di mana kau membuat emas untuk menipu orang-orang, namun pada
akhirnya emas itu sebenarnya perunggu?? Batu Astral, golongan,
Renbererureberube.... Apa ini?"
"Renberureberube adalah nama binatang iblis yang dipelihara oleh Raja Iblis
Agung Satan. Menurut rumor, dia mengenakan kalung yang dibuat sendiri oleh
Raja Iblis Agung Satan yang mana memiliki gem misterius... Batu Astral,
sampai saat ini, benda itu masih berada di suatu tempat di Dunia Iblis. Mungkin
itu adalah fragmen Yesod."

".... Aku benar-benar akan marah."

"Apa.... Jangan melihatku seperti itu. Aku benar-benar serius di sini!!"

Gabriel merengut dan melotot ke arah Urushihara ketika Urushihara menjawab


dengan kaget.

"Sejak zaman dahulu, setiap iblis yang dipanggil Satan itu sangat miskin.
Bahkan ketika mereka menjadi Raja Iblis, mereka masih akan melakukan hal-
hal kecil seperti pemalsuan, kau tahu? Aku sebenarnya tidak tahu tentang
kekuatan atau senjata apa yang bisa disebut sebagai warisan, jadi aku hanya
bisa memikirkan benda-benda ini."

"Serius... Aku benar-benar tidak tahu seberapa seriusnya kau mengenai


masalah ini..."

Gabriel meremas kertas yang digunakan untuk menulis oleh Urushihara dan
membuangnya ke tempat sampah.

"Bagaimanapun, karena aku tidak bisa menggunakan cara paksa untuk


mendapatkan informasi darimu, maka cukup itu saja untuk hari ini, aku akan
segera pergi."

"Bukankah sudah kubilang kalau kau tidak boleh membuang sampah yang
mudah terbakar ke sana?"

"Tapi jangan lupa, karena musuhmu adalah aku, makanya aku bisa pergi begitu
saja."

"Ah? Apa maksudnya itu?"


Gabriel menatap ke arah Urushihara yang sedang memungut kertas serta stick
es krim dari tempat sampah dengan ekspresi yang tiba-tiba menjadi serius.

"'The Watcher' akan segera datang. Menilai bagaimana kepribadiannya, orang


yang akan mengunjungi kalian nanti mungkin bukanlah kelas merpati
sepertiku."

(T/N : Kelas Merpati : Orang yang lebih memilih cara halus)

Untuk pertama kalinya, Urushihara nampak terguncang.

"Kau bilang 'The Watcher'?"

"Apa-apaan ekspresi kagetmu itu? Rekannya, 'The Light of The Fallen' sudah
tidak ada lagi di sampingnya, kan? Kalau begitu, kau seharusnya sudah
menduga kalau orang itu akan bergerak suatu hari nanti."

"Siapa yang akan menduga itu, kami ini hanyalah sekumpulan NEET, kenapa
kalian semua tiba-tiba jadi bersemangat? Selain itu, kau bukanlah kelas
merpati, jika kau benar-benar ingin menggambarkannya, kau seharusnya
adalah kelas Shoebill karena tidak ada seorangpun yang tahu apa yang sedang
mereka lakukan."

"Ketika kau mengatakannya, entah kenapa aku merasa kesal. Ngomong-


ngomong apa itu Shoebill?"

Usai berbicara, Gabriel mengeluarkan sepotong kertas dari dalam jubahnya.

"Jika kau kepikiran sesuatu, telepon saja ke nomor di kertas ini. Tapi itu tidak
berarti aku begitu berharap atau semacamnya."

"Siapa juga yang ingin meneleponmu?"

Setelah meletakkan kertas seukuran kartu nama yang terdapat nomor telepon
di atas tatakan tatami, Gabriel mengambil sandalnya di pintu masuk dan
bersiap-siap pergi.

"Ngomong-ngomong..."
"Apa?"

"Lupakan tentang warisan Satan, bagaimana dengan fragmen Yesod itu?


Beberapa waktu lalu, fragmen yang baru muncul di dekat Emilia, ya kan?"

Fragmen itu secara kebetulan berada di sarung pedang yang dibawa oleh
Camio, Urushihara sama sekali tidak tahu bagaimana Emilia menggunakan
benda itu setelahnya.

Logikanya, dia mungkin akan menggabungkannya dengan Alas Ramus agar


bisa menambah kekuatan pedang suci sekaligus Armor Pembasmi
Kejahatannya dan memanfaatkan kekuatan penghancurnya untuk mencegah
Gabriel melakukan apa-apa.

Bahkan jika hanya satu fragmen saja yang bergabung dengan Alas Ramus, itu
mungkin bisa membuat Armor Pembasmi Kejahatannya menjadi lebih lengkap.

Jika kekuatan Emilia bertambah, entah itu Pasukan Iblis ataupun Gabriel,
mereka pasti akan berada dalam keadaan yang tidak menguntungkan.

Itulah yang Urushihara asumsikan, tapi mengejutkannya, Gabriel sama sekali


tidak merasa kaget.

"Erhm, begitulah. Untuk sekarang, kami akan menyerahkan fragmen itu


kepadanya. Karena 'The Watcher' akan segera datang, kita bisa menyimpulkan
bahwa dari kesalahan dan kegagalan sebelumnya, aku sudah disingkirkan dari
garis depan insiden ini. Karena fragmen itu sekarang berada di tangan Emilia,
maka seharusnya tidak ada masalah untuk sekarang."

"Hrmph, kalau begitu lupakan saja."

"Terima kasih untuk informasimu, jika kau bertemu dengan Emilia, katakan
padanya kalau kami tidak akan melakukan apa-apa untuk sekarang, katakan
padanya untuk menjaga anak itu dengan baik."

Usai berbicara, Gabriel melambaikan tangannya dan berjalan keluar melalui


pintu.
Setelah suara langkah kaki Gabriel dan aura energi suci yang tidak bisa dia
sembunyikan meskipun dia ingin menyembunyikannya, menghilang,
Urushihara pun kembali ke depan layar komputernya sekali lagi.

Di dalam ruangan tersebut hanya terdengar suara jangkrik dan bunyi keyboard.

Kemudian Urushihara mulai menyanyikan sebuah lagu yang dimainkan di


dalam sebuah website anime.

"Ayah Abraham memiliki 7 anak, yang satunya tinggi, dan yang lainnya
pendek......"

XxxxX

Ada sebuah tensi yang aneh di kantor Call Center yang terletak di bawah nama
perusahan telepon Docodemo.

Yusa Emi yang baik dan ramah terhadap orang lain, fasih dalam bahasa asing,
berani dan bisa diandalkan, menjadi pegawai kunci dalam kantor customer
service, saat ini sedang memancarkan aura yang tidak bisa dilukiskan.

Dia masih menangani panggilan telepon yang tidak bisa ditangani oleh rekan
kerjanya.

Jika seseorang berbincang-bincang dengannya, dia masih bisa merespon


selayaknya Yusa Emi yang biasanya.

Tapi, ketika dia tidak berbicara dengan siapa-siapa, saat dia sedang menunggu
panggilan telepon, dengan kata lain adalah saat dia sedang sendirian, ekspresi
Emi sangatlah mengerikan, singkatnya, itu sangat menakutkan. Bahkan orang
lain pun bisa merasakannya, dia saat ini sedang marah dan gelisah karena
alasan yang tidak diketahui.
Emi nyatanya sangat cemas terhadap sesuatu, dan karenanya, itu membuat dia
begitu frustasi. Meskipun hal ini tidak berpengaruh pada pekerjaannya, tapi
Emi saat ini terasa seolah tidak bisa didekati.

"Yu-yusa-san.... Uh..."

".... Ya?"

"Eh, ah, ma-maaf, bukan apa-apa."

Wanita yang ada di sebelahnya mencoba untuk berbicara dengannya.

Dia nampaknya merasakan aura misterius yang tidak menyenangkan di sekitar


Emi dan mundur dengan cepat. Apakah ekspresi Emi benar-benar seburuk itu?

Emi sedikit menekan dahinya dengan menggunakan tangannya.

Karena hari ini Rika izin tidak masuk kerja, orang yang duduk di samping Emi,
sekaligus biasanya duduk berseberangan dengan Rika adalah junior Emi dan
Rika... Dia adalah seorang mahasiswi, Shimizu Maki.

Meskipun dia memiliki kepribadian yang kuat, tapi, karena ia memiliki


pekerjaan di Call Center di mana dia harus bertanggung jawab untuk
menghadapi banyak permintaan dan cenderung menjumpai komplain yang
buruk, sebagai seorang mahasiswa, dia dianggap sebagai pegawai yang cukup
baik dan memiliki keberanian yang begitu langka.

".... Maaf, Maki, apa ada yang salah?"

Maki sepertinya duduk di bangku kuliah tahun kedua, jadi jika berbicara
mengenai usia mereka yang sebenarnya, Emi itu lebih muda dibandingkan
dengannya.

Tapi jika kau menilai dari jumlah pengalaman dan latihan yang kedua orang
ini dapatkan, tidak peduli bagaimana kau melihatnya, Emi nampak jauh lebih
tua.
Jadi pada akhirnya, Emi dianggap dan dihormati oleh banyak rekan kerjanya
di industri ini sebagai senior mereka.

"Soal itu..... Ekspresimu benar-benar menakutkan."

Jawaban jujur tersebut membuat Emi sedikit mundur.

Apakah wajahnya benar-benar setegang itu?

Sekarang kalau dia memikirkannya dengan seksama, bahkan Maki yang tidak
kenal takut pun merasa kesulitan berbicara dengannya, jadi kemungkinan besar
dia memang sudah membuat seluruh atmosfernya jadi begitu kaku.

"Maaf, ini mungkin pertanyaan yang aneh, tapi...."

"Ya, ada apa?"

Meski sulit untuk mengungkapkannya, Maki tetap bertanya sejelas yang dia
bisa.

"Kau tidak sedang berselisih dengan Rika-san kan?"

"Eh?"

Maki menanyakan hal ini dengan sikap yang begitu terbuka, tapi Emi tetap saja
terkejut karena itu adalah pertanyaan yang benar-benar tidak terduga.

"Ke-kenapa?"

"Itu tidak... ah... baguslah.."

"Aku tidak bertengkar dengan Rika kau tahu? Kenapa kau bertanya seperti
itu?"

Mungkin dia merasa lega karena ekspresi terkejut Emi yang jujur, kegugupan
Maki pun berkurang secara drastis.
"Aku bekerja dengan Rika-san kemarin. Meski istirahat makan siang sedikit
lebih telat dibandingkan biasanya, ketika kami berencana untuk pergi makan
siang, Rika-san tiba-tiba menerima sebuah telepon."

Topik yang dibicarakan oleh Maki, seketika membuat perut Emi terasa lebih
berat.

Karena Emi tahu siapa yang menelepon Rika.

"Setelah itu, Rika-san mulai bersikap aneh... dan setelah bekerja, dia
nampaknya menelepon Yusa-san, jadi aku penasaran apakah terjadi sesuatu."

"Dan hari ini aku terlihat tidak senang, tidak heran kalau kau menganggap kami
terlibat pertengkaran...."

Emi menghela napas dalam.

Telepon sore hari yang Maki sebutkan, adalah panggilan telepon yang Emi
terima ketika dia berada di dalam kamar mandi.

Sementara untuk panggilan telepon di siang hari.....

"Haa... Kalau diingat-ingat, ekspresi Rika-san nampak berubah dari yang


sebelumnya bahagia, menjadi cemas, dan dia juga terlihat sangat bingung."

Maki tiba-tiba menyeringai, dan mencari konfirmasi dari Emi dengan ceria.

"Apa Rika-san mempunyai seorang pacar?"

"Ugh!!"

Emi menanggapinya dengan sikap yang berlebihan.

"Yu-Yusa-san!"

"Aku, aku baik-baik saja, bukan apa-apa kok...."

Kali ini, kejadian di Sentucky tiba-tiba terlintas di pikiran Emi.


"Tidak mungkin, tidak tidak tidak tidak, aku tidak ingin terlibat ke dalam
masalah seperti itu lagi."

"Yusa-san?"

Mengabaikan reaksi keheranan milik Maki, Emi pun menjatuhkan diri ke meja.

Dalam situasi Chiho, itu saja sudah mencapai babak di mana Emi tidak bisa
lagi ikut campur semenjak dia mengenal Chiho.

Jika Rika juga jatuh cinta, kestressan Emi mungkin akan bertambah sampai
tingkat di mana dia bisa meledak.

"Dari semua masalah, kenapa....."

"Ah, ada telepon. Selamat siang, terima kasih sudah menelepon, di sini dengan
pusat customer service Docodemo, nama belakangku adalah Shimizu..."

"Hello selamat siang, di sini dengan pusat customer service Docodemo...."

"Terima kasih sudah menelepon, hello...."

"Kenapa semuanya jadi sangat sibuk di saat seperti ini?"

Emi mulai merasa seperti ingin menangis.

Sejak jam kerja yang dimulai tadi pagi, panggilan telepon terus saja
berdatangan.

Di pagi harinya, semua staff customer service menerima sebuah email yang
berisi pemberitahuan penting, yang mengatakan bahwa semua slimphone
dengan fitur televisi digital mendapatkan gangguan sinyal di layarnya.

"Yang benar saja, bahkan di sini pun semuanya berkaitan dengan televisi."

"Yu Yusa-san....!"

Maki menggenggam microfonnya dan memperlihatkan ekspresi keras kepada


Emi.
Kemungkinan suara Emi mencapai mikrofon Maki. Dengan ekspresi tegang di
wajahnya, Emi mengangkat tangannya untuk meminta maaf.

"..... Hello, terima kasih sudah menelepon. Di sini dengan pusat customer
service Docodemo, nama belakangku adalah Yusa...."

Sambungan telepon Emi juga ikut berdering, dan setelah diangkat, seperti yang
sudah diduga, keluhannya adalah sesuatu yang berhubungan dengan televisi
digital.

Kebanyakan masalah di antara telepon-telepon itu adalah layar yang tiba-tiba


berubah putih setelah berkedip sekali.

Setelah fenomena itu, tepatnya setelah kilatan tersebut, baterai akan mulai
kehabisan daya dengan kecepatan yang mengejutkan.

Akan tetapi, fenomena ini tidak terjadi di tempat yang memiliki sinyal lemah.

Selain itu, kebanyakan pengguna mengalami fenomena ini di saat yang


bersamaan.

Poin-poin setelahnya bisa dibilang tidak terlalu penting, tapi dalam panggilan-
panggilan itu, tak disangka, banyak pengguna menyebutkan tentang hal ini...

"Waktu itu, aku sedang berada di rumah dan menonton televisi digital di
ponselku."

Kebanyakan situasinya mirip seperti itu.

"Kalau kau berada di rumah, maka gunakan saja televisi normal..."

Emi mengatakannya pada dirinya sendiri.

Karena call center tidak menerima informasi apapun dari tim di kantor pusat
yang bertugas menyelidiki masalah ini, saat para pegawai, termasuk Emi
menangani semua panggilan tersebut, mereka hanya bisa terus meminta maaf.
Selain itu, mereka juga agak beruntung karena masalah itu tidak terjadi pada
sistem telepon, pesan, ataupun internet, jadi jumlah panggilannya tidak terlalu
banyak.

Bagi pengguna HP, layanan televisi digital adalah sesuatu yang tidak terlalu
sering digunakan.

Dibandingkan televisi digital, fitur yang paling dituntut oleh pengguna adalah
pemutar musik. Tidak peduli seberapa tinggi resolusinya, layar HP hanyalah
layar yang berukuran beberapa inchi.

Sekarang ini adalah zaman di mana bahkan saat sedang berada di rumah,
selama televisi digital sudah terpasang, berbagai acara bisa dengan mudah
direkam. Dibandingkan dengan pengguna yang bersikeras ingin menonton
televisi secara langsung, televisi digital di HP hanyalah sebuah fitur nomor dua.

Di antara model-model HP terbaru yang muncul di setiap musimnya, pasti akan


ada beberapa model yang memilih menghilangkan fitur televisi digital untuk
meningkatkan fitur telepon dan pesannya. Dari sini sangat jelas kalau tuntutan
pengguna terhadap fitur ini tidaklah terlalu banyak.

Jadi meskipun terdapat masalah dengan model HP Docodemo yang memiliki


fitur televisi digital, panggilan yang menanyakan tentang masalah itu tidaklah
terlalu banyak, dan Emi cukup hanya perlu khawatir mengenai masalah Rika.

Dulu, ketika ada gangguan koneksi internet yang berhubungan dengan


komunikasi, hanya 30 menit saja mereka sudah tidak mampu menahan semua
pesan sehingga mereka harus memutus semua jalur panggilan di call center
dari seluruh pelosok negeri, hal ini bahkan dilaporkan dalam berita.

"Televisi huh....."

Pikiran Emi seketika menjadi kosong ketika dia berdiskusi tentang masalah itu
dengan Rika kemarin, itu terjadi setelah dia mendengarkan latar belakang
situasi di mana Emi tahu kalau Ashiya meminta pendapat Rika untuk membeli
televisi.
Emi tidak tahu bagaimana Ashiya mendapatkan nomor telepon Rika, tapi pada
akhirnya, Ashiya sepertinya membuat janji dengan Rika kalau dia akan
meminta pendapatnya ketika dia ingin membeli HP.

Meskipun masalah ini tertunda karena Maou dan yang lainnya pergi ke Choshi,
tapi Ashiya sudah menelepon Rika kemarin, dan dengan suara yang agak
depresi, Ashiya mengekspresikan keinginannya kepada Rika untuk membeli
sesuatu bersama.

Emi yang tidak bisa memberitahu Rika tentang identitas Ashiya yang
sebenarnya, meskipun dia merasa sangat khawatir, dia hanya bisa memberikan
saran sederhana 'jalani saja seperti yang biasa kau lakukan', dan menutup
teleponnya.

Sesudahnya, Emi langsung menghubungi Suzuno, dan seperti yang dia duga,
usai kembali dari agensi apartemen, Maou memperlihatkan senyum
kemenangan di wajahnya, sementara Ashiya menujukan ekspresi seolah-olah
dunia mau kiamat.

Hasil dari pertemuan itu adalah biaya sewa tidak bertambah dan para penyewa
tidak harus menanggung biaya pengerjaannya. Biaya untuk MHK akan
ditanggung oleh ibu pemilik kontrakan sebagai bagian dari kontrak penyewaan
dan biaya ini sudah termasuk dalam biaya sewa kontrakan.

"Mengingat masalah yang kita bicarakan kemarin malam, aku juga berencana
memakai kesempatan ini untuk membeli TV bersama mereka."

Setelah mendengar kalimat ini, meski itu seperti kapas yang terjatuh di pojok
ruangan, Emi akhirnya merasa sedikit lega.

Nampaknya tidak hanya Rika dan Ashiya yang pergi berdua, Maou dan Suzuno
sepertinya juga akan ikut.

".... Tapi, bagaimana ini?"

"Yu Yusa-san?"
Emi kembali mulai berbicara sendiri. Maki dengan ragu-ragu mencoba
berbicara dengan Emi, tapi Emi yang sedang tenggelam dalam pemikirannya,
sama sekali tidak menyadarinya.

Rika melihat Ashiya sebagai seorang pria.

Lebih baik berhenti menghindari fakta ini.

Sebagai Pahlawan, Emi memutuskan untuk mundur dengan jumlah langkah


yang setara dengan berjalan melintasi 7 lautan dan separuh bumi, kemudian
mencoba menilai manusia bernama Ashiya Shiro ini.

Dia adalah pria yang cerdas, tinggi dan kuat. Dengan gaya rambut yang masih
bisa dianggap santai dan tampang lesu di wajahnya karena kemiskinan, di mata
orang-orang yang tidak mengenalnya, dia adalah gambaran sempurna dari
ikemen yang tampak agak sayu.

"Ugh!!"

Emi secara tidak sadar merasa jijik ketika dia berpikir tentang masalah itu, tapi
intinya, Ashiya memang memberikan kesan tersebut.

Selain itu, Ashiya yang ramah terhadap orang lain, pasti akan selalu bersikap
sopan dan tidak akan bertingkah arogan; di sisi lain, bahkan jika orang yang
membuat kesalahan adalah masternya sendiri, Maou, Ashiya masih akan
menegurnya secara blak-blakan dan akan menceramahi Urushihara yang
menjadi seorang NEET.

Satu-satunya masalah Ashiya adalah dia tidak punya penghasilan, tapi itu
adalah keputusannya sendiri, jika dia mencari pekerjaan melalui prosedur yang
normal, dengan kualitasnya, dia seharusnya bisa dengan mudah mendapatkan
pekerjaan apapun. Selain itu dia adalah iblis, tidak hanya handal dalam
berbahasa, dia juga memiliki kepribadian yang berani.

Karena kepribadiannya yang selalu ingin menabung kapanpun dia bisa, Ashiya
tidak akan pernah menghabiskan uang untuk barang-barang yang tidak
berguna, jadi kau tidak perlu khawatir kalau dia akan terkena masalah yang
berkaitan dengan rokok ataupun minum-minuman.

Selain itu, entah itu memasak, mencuci baju, ataupun bersih-bersih, Ashiya
sangat handal melakukan itu semua.

Untuk ukuran gadis SMA zaman sekarang, Sasaki Chiho saja sudah bisa
mencapai tingkat nasional dan diakui secara luas sebagai orang yang berbakat,
jika orang-orang mengikuti logika ini, maka harus diakui bahwa, Ashiya,
sebagai seorang pria, bisa dianggap sebagai 'pasangan' yang baik.

"Aku penasaran apa Rika.... tahu kalau Raja Iblis dan Bell akan ikut juga?"

Memikirkan masalah tersebut, kali ini, sebuah perasaan tidak puas muncul di
hati Emi.

Perasaan ini tidak datang dari Emilia Sang Pahlawan, tapi datang dari teman
Suzuki Rika, Yusa Emi.

Dalam suara Rika ketika dia menelepon kemarin, selain kebingungan yang
tidak bisa dia tekan, terdapat sedikit perasaan berharap yang ikut bercampur.

Karena Rika sendiri tidak menggunakan kata 'kencan', itu berarti Rika
seharusnya tahu kalau Ashiya tidak melihat dia sebagai gadis yang special.

Bagaimanapun....

"Hanya untuk masalah ini, orang-orang itu mungkin bisa menanganinya


dengan benar..."

Karena sudah diketahui bahwa apa yang ingin dibeli Ashiya adalah televisi
untuk Kastil Iblis, itu berarti Rika, Ashiya, Maou, dan Suzuno akan terus
bersama sampai kegiatan itu selesai.

Mengingat kepribadian Ashiya yang cermat, dia mungkin sudah memberitahu


Rika tentang hal ini terlebih dahulu.
Akan tetapi, di dalam hati Rika, pasti ada sedikit harapan di suatu tempat di
hatinya, harapan itu begitu kecil sampai-sampai bahkan tidak bisa disebut
harapan.

Dia berharap kalau dia bisa berkencan dengan Ashiya.

Jika Maou dan Suzuno juga ikut, meski Rika bisa mengerti, dia pasti masih
akan merasa kecewa...

"Tunggu, tunggu!! Ini tidak benar!!"

"Ap-apa ada sesuatu yang salah?"

Emi menyangkal dirinya sendiri, dan membuat Maki yang sedang menunggu
panggilan telepon, menjadi terduduk tegak karena ketakutan.

Akan tetapi, Emi sama sekali tidak punya waktu untuk mempedulikannya.

Sebenarnya, apa yang salah dengan hal itu?

Ashiya adalah iblis, saat ini dia berubah menjadi manusia karena dia
kehilangan sihir iblisnya, bagaimana Emi bisa membiarkan orang semacam itu
pergi bersama temannya yang berharga, yaitu Rika?

Pemikiran Emi sudah berubah jadi sedikit aneh sejak kemarin.

Seperti yang Suzuno katakan, dia terlalu terbiasa dengan hidup yang damai
seperti ini.

Bahkan Maou, Ashiya, dan Urushihara hanya sementara menyebutnya


gencatan senjata karena mereka tidak punya pilihan lain selain melakukannya,
bagaimanapun, orang-orang itu masihlah musuh bagi umat manusia.

Selain itu, selama Suzuno ada di sekitar mereka, dia pasti bisa melindungi Rika,
Maou, dan Ashiya jika terjadi sesuatu, jadi untuk yang ini, Emi tidak perlu
khawatir.

"Salah!! Aku sama sekali tidak perlu khawatir dengan Raja Iblis dan Alsiel!!"
"Eeee!!"

Maki yang duduk di sebelahnya terlihat seperti ingin menangis.

Setelah itu, di belakang Emi yang sedang menggaruk kepalanya dengan cemas,
sebuah bayangan besar pun muncul. Emi tidak menyadarinya, tapi Maki
melihat ke arah orang itu dengan ekspresi 'akhirnya aku selamat!'.

"......"

15 menit kemudian.

Emi, memakai pakaian normalnya dan berdiri di luar kantor.

Manajer yang bertugas mengawasi Emi dan yang lainnya, beberapa saat yang
lalu memanggil Emi.

Emi biasanya melakukan pekerjaannya dengan serius dan punya hubungan


yang baik dengan rekan kerjanya, jadi meskipun dia tidak dimarahi....

"Kau capek kan? Jika kau terus berada di sini, itu akan jadi pengaruh yang
buruk terhadap suasana tempat kerja, kupikir kau sebaiknya pulang untuk hari
ini!"

Manajer tersebut masih saja tanpa ampun mengatakan kata-kata kejam itu
kepada Emi.

Emi memang memasang ekspresi suram, tapi dia tahu kalau dia benar-benar
mengkhawatirkan banyak hal hari ini, dan itu menyebabkan dia tidak bisa
mempertahankan ketenangannya.

Khususnya kepada Maki, dia merasa begitu bersalah, dia harus menemukan
kesempatan yang tepat untuk meminta maaf kepadanya nanti.

Emi melihat jam tangannya.

Saat ini jam 3 sore. Hari ini, dia pulang 2 jam lebih awal dibandingkan hari
biasanya.
Kalau begitu, dia harus mengambil tindakan yang tepat.

Mengambil kesimpulan dari percakapan Maou dan Ashiya kemarin, mereka


dan Rika saat ini kemungkinan berada di suatu tempat di Shinjuku.

Emi membuka HP lipatnya, bersiap-siap untuk menghubungi Rika atau


Suzuno.

".... Tapi kalau seperti ini, ini akan jadi sedikit aneh."

Di pikirannya, Emi masih mempertahankan keinginannya dan menolak ide


yang dia miliki.

Kemarin Emi mendiskusikan hal ini dengan Rika, jika dia tiba-tiba muncul
ketika Rika, Ashiya, dan yang lainnya sedang berbelanja, dia pasti akan
membuat Rika kehilangan muka.

Dan lagi, akan sangat tidak pantas bagi Emi jika dia mengikuti mereka tanpa
diketahui oleh Rika.

Menurut pengalaman Emi selama beberapa bulan terakhir, Ashiya pasti akan
memperlakukan Rika dengan sikap yang sangat sopan.

Tidak diragukan lagi, jika situasi ini diketahui oleh Maou, Emi punya firasat
kalau Maou pasti akan mengejeknya selama sisa hidupnya.

Dari keadaan ini, jika tindakan stalkingnya sampai diketahui, ini mungkin
malah akan membuat retak hubungannya dengan Rika. Dengan kata lain, sama
sekali tidak ada keuntungan bagi Emi dalam masalah ini.

"Bahkan hal seperti itu pun..... Tapi tak masalah jika terkadang kita mengambil
tindakan berdasarkan tujuan kita sendiri..."

Emi menggumam.

Karena Alas Ramus sudah bergabung dengan pedang suci, maka tidak
mungkin bagi Emi untuk mengalahkan Maou dalam waktu dekat ini.
Bahkan jika kekhawatiran Suzuno tepat dan seseorang benar-benar berencana
membawa pergi Raja Iblis dan Jenderal Iblis, Emi pun masih tidak bisa
mengikuti mereka dalam jarak dekat. Dan jika dia benar-benar ingin
menekannya, sebelum semua kejadian ini dimulai, dia seharusnya tidak
membuat kontak dengan Rika.

Kalau begitu....

Emi membuka saku resleting di tas bahunya dan menggunakan jarinya untuk
mengambil sebuah benda yang terlihat seperti batu dari dalamnya.

Itu adalah sesuatu yang lebih kecil dari kelereng, sebuah fragmen Yesod yang
memiliki beberapa perubahan pada bentuknya.

Fragmen ini pada awalnya tertanam pada sarung pedang yang dibawa oleh
Camio, tapi Maou memberikan alasan kalau dia tidak membutuhkannya dan
mempercayakannya kepada Emi.

Apa yang lebih mengejutkan dari itu adalah, bahkan ketika Alas Ramus
melihat fragmen itu, dia juga sama sekali tidak tertarik.

Kalau dipikir-pikir, ini adalah pertama kalinya Emi memegang sebuah


fragmen normal. Mengingat hubungan antara Alas Ramus dan fragmen lainnya
sampai sekarang, Emi menyimpulkan kalau dia bisa menggunakan beberapa
cara untuk menarik keluar kekuatan dari sebuah fragmen, dan membiarkan
Alas Ramus dan fragmen itu saling menarik satu sama lain.

Seperti pada saat di Kastil Iblis di Ente Isla, terdapat sebuah tarikan antara
pedang suci Emi dan Alas Ramus.

Oleh karena itu, Emi memutuskan untuk mencari semua fragmen Yesod yang
mungkin ada di Jepang saat ini.

Meski Emi tidak menyadarinya pada waktu itu, tapi Maou mengatakan kalau
benda itu adalah fragmen Yesod.
Batu mulia tersebut memiliki kemampuan yang memungkinkan Alas Ramus
untuk mendapatkan kembali kekuatannya.

Dan orang yang memiliki salah satu dari batu itu mengetahui nama Alas Ramus.

Di hari itu, Emi bertemu dengan seorang wanita yang mengenakan gaun putih
dan memiliki cincin dengan batu ungu di Tokyo Big Egg Town.

Mungkin dia adalah.....

"... Saat ini, kurasa lebih baik tidak terlalu memikirkan masalah itu."

Emi menggelengkan kepalanya seolah mengingatkan dirinya akan fakta itu.

Orang yang dimaksud adalah seseorang yang seharusnya tidak ada.

Seseorang yang hanya ada di dalam rumor yang disebarkan oleh orang-orang.

Seseorang yang tinggal bersama dengan rekannya selama beberapa hari tapi
tidak datang dan menemuinya.

Orang itu mungkin....

"Well, aku tidak mungkin bisa mengeluarkan pedang suciku di tengah jalan
seperti ini..."

Ketika Emi menerima fragmen itu di Choshi, dia sudah memutuskan


bagaimana dia akan menggunakannya.

Fragmen 'Yesod' akan saling tarik menarik satu sama lain.

Tapi fragmen Yesod yang Emi miliki hanya terdiri dari Evolving Holy Sword
Better Half, Alas Ramus, dan Armor Pembasmi Kejahatan.

Tidak peduli seberapa besar Emi menekan sihir sucinya, Emi masih tidak bisa
mengecilkan pedang suci sampai seukuran pisau. Dan jika output sihir suci
berkurang sampai ke tingkat tertentu, pedang suci tidak akan mampu
mempertahankan bentuknya.
Jika dia ingin menggunakan fragmen yang tertanam pada pegangan pedang
suci, tidak peduli apa yang terjadi, Emi harus mematerialisasikan pedang
sucinya. Jika orang bergaun putih itu tinggal di suatu kota di Jepang, maka Emi
yang mengayun-ayunkan pedangnya di tengah jalan pasti akan dilaporkan ke
polisi dan ditahan.

Jika kita membicarakan tentang situasi Alas Ramus, fragmen milik gadis itu
akan muncul sebagai sebuah tanda berbentuk bulan sabit di dahinya.

Jika dia menggunakan Alas Ramus untuk mencari fragmen lainnya, maka
cahaya aneh yang mirip seperti milik pahlawan antar galaksi yang digunakan
untuk menembak jatuh musuhnya akan terus memancar dari dahinya, hal itu
pasti akan mengundang banyak perhatian.

Sementara untuk Armor Pembasmi Kejahatan yang bahkan tidak diketahui di


mana letak intinya, maka sudah jelas tidak ada ruang untuk mendiskusikannya
sama sekali.

Ketika mempertimbangkan pilihan-pilihan ini, fragmen yang berukuran seperti


batu kerikil itu tidak hanya bisa diletakkan di dalam tas dan dibawa pergi,
menilai situasinya, juga ada begitu banyak cara untuk menyembunyikannya.

Di zaman sekarang ini, sama sekali tidak aneh jika kau melihat gantungan
kunci yang bisa bersinar.

Satu-satunya kekhawatiran Emi yang tersisa hanyalah tentang tertariknya


Gabriel atau kekuatan Surga lainnya ketika dia menggunakan fragmen itu
untuk melacak sumber reaksi fragmen lain. Tapi entah kenapa Emi merasa
kalau kesempatan itu bisa terjadi sangatlah rendah.

Ketika berada di Choshi, Emi mengaktifkan Evolving Holy Sword Better Half,
dan Armor Pembasmi Kejahatannya dengan kekuatan penuh.

Jika itu adalah Gabriel yang dulu, secara logika dia pasti akan segera
mencarinya seperti saat dia mendeteksi reaksi dari wanita bergaun putih
ataupun Alas Ramus. Tapi kali ini, sama sekali tidak ada tanda-tanda
kemunculannya.

Sementara untuk fakta fragmen yang diletakkan dengan sembrono ke dalam


pedang yang dibuat oleh Olba, yang mana mengetahui keberadaan Emi,
sekaligus fakta bahwa Camio memilikinya, itu masih sedikit mencurigakan.

Meskipun dia tidak yakin siapa yang berbicara dengan Ciriatto melalui kristal
komunikasi, tapi kemungkinan orang itu juga memiliki fragmen Yesod.

Dan, orang itu sepertinya tidak bermaksud untuk menemui Emi.

Tentu saja, orang itu mungkin hanya ingin membiarkan Emi bebas dan
mengawasi dari balik bayangan, tapi kekuatan Emi itu cukup kuat untuk
mengalahkan Gabriel. Tidak peduli trik apa yang digunakan oleh orang itu,
Emi hanya perlu melawan balik.

".... Aku sebenarnya hanya ingin hidup dengan lebih cerdas dan damai..."

Saat merasa tertekan terhadap pemikirannya sendiri, Emi pun pergi


meninggalkan gedung tempat ia bekerja dan berjalan menuju stasiun Shinjuku.
Pada awalnya ada sebuah tangga menuju ke underpass dari tempat Emi bekerja,
tapi karena Olba dan Urushihara membuatnya runtuh beberapa bulan yang lalu,
tempat itu masih belum pulih bahkan sampai sekarang.

(T/N : Underpass, semacam jalanan dibawah jalan gitu, kalo di Indonesia


mungkin kayak jalan yang diatasnya ada jalan tollnya, lebih jelasnya lihat di
google pake keyword underpass)

"Akan ada pendingin udara jika aku bisa berjalan di bawah underpass."

Emi menggumam dengan tidak senang, dia tidak berjalan menuju gerbang
timur dari stasiun Shinjuku yang paling dekat dengan area bisnis, melainkan
malah bersiap-siap pergi menuju gerbang selatan baru di mana gerbang tiket
untuk bus jarak jauh berada.
Setelah berjalan melewati bagian depan gerbang selatan dan berada di bawah
jalan layang yang selalu berada dalam perbaikan, Emi pun langsung menaiki
tangga yang mengarah pada gerbang selatan baru, dan berjalan menuju pintu
otomatis milik pusat perbelanjaan Takashidaya.

Emi diam-diam menarik napas ketika dia menemui pendingin udara di pusat
perbelanjaan tersebut. Sambil mengabaikan tas bermerk, sepatu, dan toko
aksesoris yang berbaris di tepi, Emi langsung berjalan menuju bagian yang
lebih dalam dari gedung itu.

Melewati area penjualan baju berkualitas tinggi, Emi pun mendatangi sebuah
tempat yang dihiasi dengan tema hijau gelap dan diisi dengan berbagai macam
barang.

Tempat ini terpisah dari Takashidaya oleh sebuah eskalator. Meskipun mereka
berada di bangunan yang sama, tapi rasanya mereka seperti berada di dimensi
yang berbeda.

Tempat itu disebut Tokyu Hands cabang Shinjuku.

Itu adalah pusat perbelanjaan yang mengklaim menyediakan semua peralatan


sekolah dan barang-barang untuk kehidupan di kota.

Dari peralatan yang terbuat dari kayu sampai peralatan elektronik, jam tangan,
bahan kulit, batu, produk-produk outdoor, kotak peralatan, bahan-bahan dan
properti pesta, berbagai macam merchandise, sampai barang-barang
berkarakter, kau bisa mengatakan kalau Tokyu Hands memiliki aneka barang
yang sangat beragam.

Emi menaiki eskalator dan pergi menuju tingkat yang menjual berbagai macam
batu mineral warna warni dan batu fosil. Pertama dia membeli botol kecil yang
memiliki gabus kayu yang lunak untuk menyimpan dan memperlihatkan batu
mineral, kemudian dia pergi menuju ke bagian aksesoris untuk membeli rantai
manik-manik guna membuat gantungan kunci dan aksesoris logam lainnya.
Setelah itu, dia keluar dari Tokyu Hands yang terletak di Takashidaya dan
berjalan menuju bangunan Yoyogi Docodemo, di mana kantor bisnis dan
komunikasi Yoyogi Docodemo berada.

Gedung yang mengingatkan orang-orang terhadap gedung pencakar langit


yang terletak di Amerika ini, memiliki sebuah restoran Burger Umami di lantai
dasarnya. Emi memasuki restoran itu dan meminum tehnya sambil meletakkan
bahan-bahan yang dia beli ke atas meja.

"..... Sudah selesai."

Setelah menambahkan gantungan kunci pada botol gabus kecil dan menaruh
fragmen Yesod di dalamnya, di mata orang lain, benda itu kini hanya terlihat
seperti hiasan kecil yang aneh. Karena fragmen Yesod tidak harus bersinar
sepanjang waktu, bahkan jika secara kebetulan fragmen terlihat oleh orang lain,
hal ini akan cukup untuk mengelabuhi mereka.

Dibandingkan membawa-bawa pedang suci, ataupun membiarkan dahi Alas


Ramus bersinar, ini mungkin akan jadi pilihan yang jauh lebih baik.

Saat ini sudah sore, tapi masih terlalu awal untuk waktu makan malam, oleh
karena itu, tidak ada begitu banyak pelanggan di dalam restoran.

Emi meletakkan botol gantungan kunci kecil yang baru saja dia buat ke dalam
tasnya, kemudian dia menyalurkan sihir sucinya ke dalam fragmen Yesod yang
ada di dalam tasnya sedikit demi sedikit.

'Evolving Holy Sword, Better Half', Armor Pembasmi Kejahatan, dan Alas
Ramus juga merespon sihir suci Emi, menambah kekuatan fragmen itu untuk
bereaksi.

Sambil mengingat kembali situasi ketika dia pertama kali menginjakkan


kakinya di Kastil Iblis Ente Isla, Emi menambah kekuatannya dengan hati-hati,
sehingga orang di sekitarnya tidak bisa melihat sinar dari sihir suci....

"Sukses."
Emi menggunakan tangannya yang bebas untuk membuat gestur kemenangan.

Fragmen Yesod yang terletak di dalam botol kecil itu mulai menunjukkan
cahaya keunguan yang redup seperti pedang suci dan dahi Alas Ramus. Dan
setelah itu, sebuah cahaya bersinar dari dalam botol dan mengarah ke suatu
tempat tertentu.

Tentu saja, semua ini terjadi di dalam tas Emi, sinarnya langsung terhalangi
oleh bagian dalam tas, tapi itu sudah cukup untuk mengetahui arahnya.

Pancaran cahaya itu bersinar ke arah barat daya Yoyogi.

Adapun area yang terpikirkan ketika mengetahui arah itu adalah....

"Itu, itu arah ke Sasazuka...."

Diperkirakan cahaya itu mengarah ke tempat di mana Emi, Maou, dan yang
lainnya menjalani kehidupan sehari-hari mereka.

"Tu-tunggu, itu masih belum pasti. Mungkin itu mengarah lebih jauh....
Bagaimanapun, ayo kita lihat dulu ke mana cahaya ini membawa kita."

Tentu saja Sasazuka juga perlu ikut dipertimbangkan, tapi karena hanya
diketahui secara umum kalau cahaya itu mengarah ke arah barat daya, maka
tidak ada yang bisa menjamin kalau cahaya itu tidak akan bersinar sampai ke
daerah Okinawa.

Satu-satunya hal yang bisa dikonfirmasi adalah, selain fragmen yang Emi
letakkan ke dalam botol, Evolving Holy Sword Better Half, Armor
Pembasmi Kejahatan, dan Alas Ramus, masih ada fragmen Yesod lain yang
berada di bumi.

"Jika lokasinya berada di sisi lain dari bumi, aku penasaran ke arah mana
cahaya ini akan menunjuk."

Emi memikirkan hal yang tidak berguna itu ketika dia berjalan keluar dari
Umami Burger.
XxxxX

Rika sangat paham mengenai masalah ini.

Dipikir baik-baik, karena orang itu sudah bilang begitu sebelumnya, jika Rika
mengubah pikirannya di menit-menit terakhir, dia mungkin saja akan kesulitan.

Dia begitu memperhatikan masalah ini, dan ketika Rika memikirkannya


dengan cermat, sikapnya ketika berdua bersama orang itu memang benar-benar
tidak biasa.

Akan tetapi....

"Mengantisipasi perkembangan yang tak terduga juga sebuah kebenaran."

"Apa ada sesuatu yang salah?"

"Tidak, tidak ada!"

Kata Ashiya yang berdiri di samping Rika dengan penuh perhatian, Rika
menggelengkan kepalanya dengan sebuah senyum kecut.

Rika, yang terus khawatir tentang bagaimana dia harus berdandan, akhirnya
memilih baju pendek bergaya barat yang tidak akan menarik terlalu banyak
perhatian ketika digunakan jalan-jalan, dan juga hot pants. Dia memadukannya
dengan sandal karet yang biasa dia gunakan, dan hasilnya, itu adalah jawaban
yang tepat.

Ashiya berdiri di sampingnya, tapi di depan mereka berdua terdapat Maou,


yang tidak Rika ketahui apakah dia itu teman Ashiya ataukah mantan bosnya,
dan juga teman Emi, Kamazuki Suzuno.
Maou dan Ashiya mengenakan baju UNIXLO yang terlihat hampir mirip
seperti saat Rika bertemu dengan mereka sebelumnya, sementara Suzuno,
seperti biasa, adalah satu-satunya orang yang mengenakan Kimono.

Jika dia menjadi begitu termotivasi dan berdandan secara berlebihan, maka
akan ada perbedaan besar antara dia dan kedua pria itu. Akibatnya, pakaian
Rika tidak akan bisa membentuk keseimbangan di dalam grup tersebut.

Mereka berempat bertemu di gerbang tiket yang ada di gerbang barat stasiun
Shinjuku, pergi melewati underpass, dan bersiap-siap menuju Toko Peralatan
Rumah Tangga Yodogawa Bridge yang terletak di depan terminal bus jarak
jauh.

Pada awalnya Rika hanya membawa tas bahu kecil yang digunakan untuk
membawa dompet, HP, dan berbagai peralatan rias, tapi saat ini dia membawa
sebuah tas plastik besar di tangannya.

Oleh-oleh khas Choshi yang ada di dalamnya adalah, Sanma rebus, Saba, dan
Iwashi. Itu adalah hidangan lokal yang diberikan oleh Ashiya.

Sebelum berangkat, Ashiya sudah meneleponnya dan memberitahunya hal ini.

Ketiga jenis produk ikan itu adalah 100% 'hidangan lokal' tidak peduli
bagaimanapun kau melihatnya, dan tidak ada maknanya sama sekali.

"Huuh, lupakan."

Rika merasakan panas yang berbeda dengan panasnya musim panas, sebuah
senyum tanpa sadar terlihat di wajahnya.

Hadiah ini memang benar-benar cocok dengan gaya Ashiya.

Jika dia mengabaikan masalah ini, bagi Rika yang hidup sendiri, hidangan-
hidangan yang bisa dimakan dengan nasi ini, memang sangat bermanfaat
baginya.
Berpikir ke arah ini, sebenarnya ini sangat berbeda dengan masa kecil dulu di
mana perasaan nyaman saja sudah cukup. Meski bisa dianggap sebagai sebuah
perkembangan, hal ini juga bisa dilihat seperti jadi orang dewasa dalam artian
negatif.

"Lalu? Apa yang ingin semuanya beli hari ini?"

Rika mengesampingkan perasaannya dan bertanya dengan volume yang bisa


didengar oleh Maou dan Suzuno.

"Aku hanya ingin membeli televisi. Sementara untuk kedua orang ini, aku tidak
yakin."

"Televisi, televisi!!"

Kata Suzuno dengan yakin kalau dia tidak tahu apa yang ingin Maou beli, tapi
Maou mengungkapkan tujuannya dengan sikap yang begitu jujur. Rika
mengangkat kepalanya untuk melihat wajah Ashiya yang berada di
sampingnya, dan tidak peduli bagaimana dia mengartikannya, ekspresi itu
terlihat seolah-olah Ashiya ingin sekali menentang hal ini.

"Lalu bagaimana dengan HP?"

".... Itu, aku akan memutuskannya setelah melihat-lihat harga televisi..."

"Apa maksudnya dengan HP?"

Maou menolehkan kepalanya dan bertanya karena dia kepikiran pertanyaan


Rika.

"Bukankah sudah kubilang sebelumnya? Karena Ashiya-san tidak memiliki


HP sampai sekarang, jadi aku setuju untuk memberinya saran mengenai HP."

"Kapan kau membuat kesepakatan itu?"

Maou tidak tahu kalau Ashiya, Rika, Chiho mengikutinya ketika berada di
Tokyo Big Egg Town.
Di mata Maou, sama seperti Emi, dia merasa kalau Ashiya dan Rika tiba-tiba
menjadi sangat dekat, dia juga merasa begitu terganggu karena tidak tahu
kapan kedua orang itu membuat kesepakatan tersebut.

"Tapi soal televisi, aku tidak yakin kalau aku bisa memberimu saran. Di
rumahku hanya terpasang satu set televisi digital, dan aku tidak tahu banyak
soal tv itu sendiri."

"Tidak, Suzuki-san punya televisi saja sudah sangat penting. Kau membeli
televisimu sendiri kan?"

Apartemen Rika terletak di Takadanobaba, sebuah TV LCD tipis di dalamnya


adalah sesuatu yang dia beli dengan menabung uangnya setelah pindah ke
Tokyo.

"Yeah, itu adalah tipe Ragza milik Toshiba, meskipun itu adalah model lawas
dari saat dimulainya era televisi digital, tapi televisi itu memiliki port video
bebas dan port video analog, jadi aku juga membeli Blu-ray akhir-akhir ini."

Seraya berbicara, Rika mulai mengenalkan fitur-fitur televisi yang ada di


rumahnya.

Akan tetapi, ketiga orang itu hanya saling menatap dengan bingung karena
mereka tidak mengerti apa yang Rika bicarakan.

"Erhm...."

"Meski Rika-dono sulit mempercayainya...."

Suzuno berdeham, mengucapkan komentar pembuka tersebut.

"Sejujurnya, pengetahuan kami mengenai peralatan elektronik itu hanya


sampai pada era Showa."

"Yang seperti itu tuh cuma kau kan?"

Suzuno mengabaikan komentar Maou.


"Huuh.... ini sama dengan saat aku membeli HP, bagaimana aku
mengatakannya ya, meskipun orang itu sudah menjelaskannya setelah
mengonfirmasi pengetahuan dasar yang kumiliki, dan bahkan jika mereka
memberitahuku apa yang HP ini bisa lakukan dan apa saja fiturnya, pada
dasarnya aku tidak tahu apa artinya benda-benda ini."

"Sehubungan dengan hal ini, aku punya sesuatu yang ingin kukonsultasikan
dengan Suzuki-san terlebih dahulu..."

"Eh?"

"Toshiba itu, apa itu merujuk pada sebuah perusahaan elektronik?"

"Kau bahkan tidak tahu tentang hal ini?"

Pertanyaan Ashiya membuat Rika menjadi begitu terkejut.

"Tu-tunggu dulu, tunggu dulu. Aku mulai berpikir kalau pergi ke toko
elektronik seperti ini akan sangat berbahaya."

Rika berhenti berjalan dan setelah berpikir sebentar, dia mengangkat


tangannya dan mengatakan,

"Se-semuanya, apa kalian sudah makan? Kenapa kita tidak makan siang
terlebih dahulu dan menggunakan waktunya untuk meninjau kembali beberapa
pengetahuan dasar yang kalian miliki?"

"Ah... Apa ini sudah waktunya? Aku tidak terlalu nafsu makan karena cuaca
yang sangat panas, jadi aku lupa."

Maou mengusap keringat yang ada di dahinya dan mengangguk setuju.

"Aku juga belum makan, tapi....."

Suzuno memberikan sebuah senyum kecut dan mengarahkan dagunya ke arah


Ashiya.

"Masalahnya, apakah si tuan kikir itu setuju untuk makan di luar?"


"Kamazuki Suzuno.... Kau tidak berpikir kalau aku ini adalah orang yang pelit
kan?"

Ashiya menjawab Suzuno dengan sikap yang angkuh dan kemudian dia
menoleh ke arah Rika...

"Selama satu porsi tidak berharga lebih dari 300 yen, maka aku juga akan
bersiap-siap untuk makan."

Ashiya menyatakannya dengan terang-terangan.

""......""

Bahkan Maou dan Suzuno pun hanya bisa berdiri diam mematung.

Hal itu masih bisa dipahami jika 500 yen, tapi makanan yang bisa dibeli dengan
300 yen itu sangat-sangat terbatas. Dengan harga segitu, bahkan memesan
menu pas di MgRonalds ataupun restoran cabang Gyudon pun masih akan
sangat memaksa.

Akan tetapi ekspresi Rika sama sekali tidak terpengaruh.

"Kalau begitu kita sebaiknya pergi ke restoran itu. Tidak masalah kalau kita
pergi ke tempat yang kuketahui kan? Tempat itu ada di dekat sini."

Setelah mengatakannya dengan acuh tak acuh, Rika mulai berjalan memimpin
jalan.

"Apakah tempat seperti itu benar-benar ada? Sebuah tempat makan yang hanya
menghabiskan 300 yen...."

Maou yang mengikuti di belakang Rika, menanyakan hal ini.

"Heeeh, aku sudah menduga kalau semuanya akan jadi seperti ini, meski aku
tidak yakin apakah kalian akan kenyang makan di sana atau tidak."

Rika dengan percaya diri sampai ke lantai dasar dan membawa ketiga orang
itu ke depan sebuah gedung bisnis campuran.
Setelah melihat papan yang ada di depan restoran itu, Suzuno, yang sangat
sensitif, adalah orang pertama yang bereaksi.

"Hanamaru Udon... Apa itu benar-benar Udon?"

Hanamaru Udon adalah cabang restoran udon yang tersebar ke seluruh negeri
dari prefektur Kagawa, daerah utama penghasil Udon. Selain memiliki menu
utama udon, restoran ini juga dikenal memiliki restoran cabang di seluruh
negeri yang menggunakan gaya prasmanan untuk para pelanggan agar mereka
bisa memilih menu dan toping mereka sendiri, dan ciri paling special dari
tempat ini adalah, Sanuki Udon tingkat tinggi yang bisa dimakan hanya dengan
150 yen.

"U-udon seharga 150 yen?"

Orang yang menerima syok paling besar tidak lain tidak bukan adalah Ashiya.

Meski tidak bermaksud untuk membuat repot orang lain, tapi tetap saja, Ashiya
tidak pernah menduga kalau ada restoran yang harga makanannya bahkan lebih
murah dibandingkan dengan harga yang dia ajukan.

"Aku sudah pernah mendengarnya sebelumnya.... Tapi di sini ya letak si


Hanamaru itu?"

Maou yang bekerja di restoran cepat saji, sudah mengetahui keberadaan tempat
ini, tapi ini adalah pertama kalinya dia mengunjungi tempat yang
sesungguhnya.

"Satu mangkok kecil udon di sini hanya berharga 150 yen, jika kau menambah
dua piring lagi, maka kau akan kenyang dengan 300 yen."

"Su-Suzuki-san bagaimana kau tahu tentang tempat ini?"

"Aku terkadang makan di sini. Kaldu pada udon Tokyo terlalu kuat menurutku,
tapi rasa dari sup di sini lebih lembut jadi aku lumayan menyukainya, dan
tempat ini tidak akan menyiksa dompet kita juga, kan?"
"Yeah...."

"Pokoknya, ayo kita isi perut kita terlebih dahulu di sini dan meninjau kembali
beberapa pengetahuan dasar sebelum akhirnya pergi ke toko elektronik. Meski
aku juga tidak tahu banyak mengenai tempat ini, tapi ini benar-benar berbahaya
untuk kalian semua dengan keadaan kalian yang seperti sekarang ini."

Rika pertama-tama mencontohkan cara memesan.

Selanjutnya adalah Ashiya, Maou, yang meniru apa yang dilakukan Ashiya,
dan terakhir Suzuno. Mereka berempat akhirnya menyelesaikan pesanan
mereka sendiri-sendiri.

"Suzuno, apa kau hanya memesan sup udon?"

Rika mau tidak mau harus bertanya. Bahkan Maou dan Ashiya saja memesan
150 yen sup udon, kentang goreng dan Chikuwa goreng, tapi tak disangka,
Suzuno hanya memesan 150 yen mangkok kecil sup udon.

"Aku ingin mencoba rasanya terlebih dahulu, aku ingin merasakan langsung
satu mangkok sup udon ini."

Suzuno menjawabnya dengan enteng.

Merasakan langsung itu berarti memakan udon tidak dalam keadaan panas atau
dingin, melainkan dengan temperatur yang ditentukan oleh Hanamaru.

Untuk 150 yen, selain fakta bahwa itu sangat murah, lebih dari itu, makanan
ini bahkan dapat mengimplikasikan perasaan Hanamaru yang berharap kalau
semua orang bisa dengan mudah menikmati Sanuki Udon. Ini juga
menunjukkan kalau mereka sangat percaya diri dengan udon.

"Karena aku sudah memutuskan untuk menantangnya, maka aku tidak bisa
mundur."

".... Apa maksudnya itu?"


Setelah mendapatkan meja untuk empat orang dan mengambil sumpit, di
antara keempat orang itu, hanya Suzuno lah yang terfokus seperti seorang
master pedang yang siap menarik pedangnya, dia sedang berpikir keras di
depan mangkok udon tersebut.

"Ka-kalau begitu, Itadakimasu!"

Ucap Rika seolah-olah dia adalah mahasiswa yang bertugas mendistribusikan


nutrisi makan siang kepada semua orang, Ashiya dan Maou pun meraih udon
dengan sumpit mereka.

"Itadakimasu!"

Suzuno tiba-tiba membuka matanya dan mulai memakan suapan udon


berukuran besar yang sedikit hangat sekaligus.

"!!!"

Suzuno sedikit menunduk saat ekspresinya berubah.

"Ini, ini...."

"Hey, hey, Suzuno?"

Suzuno berlagak tuli ketika Maou memanggilnya, dia pun langsung memulai
gelombang serangan keduanya. Setelah itu, hanya dalam satu menit, dia sudah
menghabiskan semangkok sup udonnya di hadapan ketiga orang tersebut.

Ketiga orang itu terkejut karena menyaksikan cara makan yang begitu terang-
terangan tersebut. Suzuno, setelah menelan suapan terakhir supnya, dia sedikit
mendesah, dan setelah itu, bahunya mulai bergetar tak terkendali.

"Kenapa.... Kenapa....."

"Ada, ada apa Suzuno? Apa itu tidak cocok dengan seleramu?"
Reaksi Suzuno benar-benar tidak normal, oleh karenanya, Rika pun mulai
khawatir. Namun, Suzuno menatap ke arah Rika dengan tatapan sengit di
matanya, dan dengan sebuah desahan pelan....

"Kenapa.... Udon seenak itu hanya berharga 150 yen?"

"Eh?"

"Ketebalannya, teksturnya, kelembutannya, rasa asin, ataupun sensasinya


ketika memasuki tenggorokan..... itu semua sangat sempurna dalam setiap
aspek."

"Be-begitu ya.... Ba-baguslah kalau kau menyukainya...."

Suzuno mempertahankan ekspresi kakunya, dia mengambil mangkok itu


dengan sikap yang begitu serius seperti seorang ahli pencicip makanan, dan
mengatakan...

".... Aku akan pesan semangkok lagi."

"Si-silakan.."

Maou menatap punggung Suzuno yang bisa menyebabkan orang lain


mengangkat bahu, dan berbicara sambil memakan udonnya.

"I-ini sangat enak, tapi apa memang seenak itu?"

"Kamazuki nampaknya sangat menyukai udon, mungkin dia memiliki


pemikiran khusus tentang udon?"

Ashiya menggunakan sumpitnya dengan tenang dan menjawab dengan acuh


tak acuh. Dan Rika, karena alasan yang tidak diketahui, merasa terguncang
ketika dia mendengar kalimat tersebut.

Kenapa Ashiya tahu makanan yang disukai oleh Suzuno?


Rika tahu kalau kedua orang itu adalah tetangga di dalam bangunan kontrakan
yang sama, tapi apakah mungkin hubungan mereka seakrab itu sehingga
mereka tahu kebiasaan makan masing-masing?

"Huuuh..."

Saat dia memikirkan hal ini, Rika dengan cepat menggelengkan kepalanya. Itu
bukanlah sesuatu yang aneh. Meskipun ingatannya tidak jelas, tapi Rika sendiri
juga mengingat makanan apa yang disukai oleh orang-orang di sekitarnya.

Suzuno kenal Ashiya lebih dahulu dibandingkan dengannya, dan bahkan


tinggal di sebelah kontrakan Ashiya, yang mana itu berarti, sampai tingkat
tertentu, Ashiya mungkin memiliki kesempatan untuk mengetahui makanan
apa yang disukai oleh Suzuno.

Untuk membuang perasaan tidak nyaman itu, Rika dengan sengaja menggigit
satu gigitan besar pada pancake goreng yang dia pesan.

"Kalau begitu, masalah televisi, meski kalian tidak bisa menjelaskannya, tapi
bisakah kalian memberitahuku model apa yang ingin kalian beli?"

Sebagian karena ingin mengalihkan perasaannya, Rika menggunakan nada


bicara yang lebih ceria untuk menanyakan hal tersebut.

"Tidak masalah selama aku bisa menonton acara televisi."

"Begitu ya."

"Tadi, Suzuki-san menyebutkan kalau TV di rumahmu adalah model tertentu


dari Toshiba kan...? Apa aku boleh tahu apakah model 26 itu, mengacu pada
nomor pemasaran atau nomor model atau sejenisnya?"

Jawaban santai Maou memang begitu menyusahkan, tapi pertanyaan Ashiya


juga benar-benar di luar ekspektasi Rika.

"Ah, tidak, tidak, itu sebenarnya mengacu pada ukuran layar atau ukuran dari
televisi itu sendiri...."
Rika yang menjawabnya, mulai merasa bingung sendiri karena kedua makna
itu memang tidak begitu berbeda, normalnya itu adalah jawaban yang tepat.

Akan tetapi, pertanyaan Ashiya sudah jauh melebihi ketidaktahuan tentang


peralatan rumah tangga.

Bagi Rika sendiri, dia memang tidak terlalu familiar dengan barang-barang
elektronik. Tapi paling tidak, sejak dia dilahirkan, televisi dan recorder itu
sudah ada, setelahnya hanya media perekaman dan prosedur pengoperasiannya
saja yang sedikit berubah. Bahkan pemutar Blu-ray, tidak seperti
penampilannya, ternyata itu tidak begitu sulit untuk dioperasikan.

Saat ini, hal-hal yang sebelumnya hanya bisa dilakukan melalui layar analog,
sekarang bisa dilakukan pada layar digital.

Namun, pertanyaan Ashiya memiliki perbedaan mendasar dari apa yang


disebut kesenjangan digital.

"Karena 26 dianggap normal, maka sedikit lebih besar itu paling tinggi adalah
29 ya."

"Eh?"

Rika kembali mengernyit karena Maou mengatakan hal-hal yang aneh.

"Kalau begitu aku ingin membeli yang sedikit lebih besar, televisi ukuran 27
mungkin. 24 terlalu kecil, jika memungkinkan aku ingin yang 26, 27, atau
28..."

Setelah menyebutkan angka-angka yang Maou katakan, Rika akhirnya


mengerti apa yang Maou maksudkan, dia sadar kalau dia tidak akan bisa
membuat orang-orang ini paham tentang televisi dengan cara yang normal.

"Kau seenaknya sendiri lagi..."

"Eh?"
"Saat ini, model televisi rumahan terbaru, minimal adalah ukuran 32. Jika tidak
ada batasan biaya, bahkan 50 atau 60 pun bisa dianggap normal, okay? Jika
aku meletakkannya secara horizontal di atas lantai, ukurannya sekitar setengah
tsubo (satu tatakan tatami)."

"Membeli TV besar seperti itu, memangnya apa yang ingin mereka tonton?"

Pertanyaan Maou bisa dianggap beralasan.

"Orang-orang itu begitu keras kepala jika berhubungan dengan gambar atau
kualitas suara, jadi mungkin mereka ingin menggunakannya untuk menonton
film."

"Untuk acara TV normal, apa mereka akan menggunakan layar sebesar itu juga
untuk menontonnya?"

Ashiya yang merasa merinding karena mendengar ukuran setengah tsubo,


menanyakan hal tersebut, Rika, mau tidak mau harus membayangkan adegan
yang disebutkan Ashiya.

"Itu, sepertinya agak menjengkelkan."

Memang tidak masalah jika itu adalah film atau acara dokumenter, tapi jika
layar berukuran besar dan berkualitas tinggi seperti itu digunakan untuk
menonton acara berita, acara pemerintah, ataupun variety show, pasti tidak
akan ditemukan poin apapun di dalamnya.

Ketika dia mencoba membayangkan seluruh dinding dipenuhi oleh wajah


pembaca berita, Rika pun sedikit tertawa.

"Huuh, pokoknya, tidak peduli apapun alasannya, hal-hal seperti itu sudah
berada di luar jangkauan kita sebagai orang miskin. TV di rumahku berukuran
26 inchi, kira-kira sebesar ini. Sebenarnya model-model yang dijual sekarang
kebanyakan adalah model televisi berlayar flat, selain itu, kita juga harus
melihat tumpuannya dulu, sebelum memutuskan di mana akan menaruh
televisinya."
Rika membuat sebuah bentuk segiempat di depannya untuk menggambarkan
ukuran layar televisi miliknya.

"Kau punya dana berapa?"

"40.1239 yen."

Maou langsung menjawabnya.

"Kenapa itu sangat rinci?"

"Karena kami juga mempertimbangkan situasi keuangan kami."

"Boleh aku tahu apakah.... 40.1239 yen itu bisa untuk membeli sebuah
televisi?"

Ashiya bertanya dengan gugup.

"Kami sudah mencari tahu sebelum pergi dari rumah... Tapi kami hanya
menemukan barang-barang bekas, situs online shop yang rumit, ataupun
informasi kalau harganya akan lebih murah jika membeli sekaligus jaringan
broadband-nya.... Pada akhirnya, kami masih tidak tahu berapa harga untuk
membeli televisi."

"Yeah, jika ingin membeli barang-barang elektronik, lebih baik memeriksa


barangnya secara langsung."

Setelah mengucapkan komentar pembuka tersebut, Rika menganggukkan


kepalanya pelan dan mengatakan...

"Kalau ada 40.000 yen, itu seharusnya sudah cukup untuk membeli televisi
kecil model 20?"

"Yes!"

"Apa....."

Maou memperlihatkan pose kemenangan setelah mendengar jawaban Rika, di


sisi lain, ekspresi Ashiya berubah menjadi sedikit suram.
Pada saat itu, Suzuno yang membuat pesanan tambahan pun kembali.

"Mangkok yang besar!"

Kali ini Suzuno membawa mangkok besar yang ukurannya dua kali lipat dari
mangkok sebelumnya, di dalamnya terdapat sup udon yang sama.

"Bahkan mangkok yang besar pun hanya berharga 400 yen, bagaimana bisa
mereka mendapatkan uang kalau begini... Dengan situasi pangan Jepang,
muncul lagi sebuah misteri baru. Oh, topiknya sudah kembali lagi ke masalah
televisi ya."

Suzuno yang sepertinya memiliki waktu luang untuk makan dan


memperhatikan sekitarnya, menanyakan hal ini sambil memakan udonnya
dengan ekspresi yang lebih lembut dibandingkan sebelumnya.

"Budget-ku sekitar 70.000 yen. Apa itu cukup untuk membeli sebuah televisi?"

"70.000 yen itu harusnya sudah cukup untuk membeli model yang lumayan
bagus. Kurang dari setahun, akan ada peralihan total menuju era televisi digital,
jadi tidak heran jika beberapa model lama tiba-tiba menjadi lebih murah."

"Apa sesuatu yang seperti itu benar-benar ada.... televisi digital sialan.... tidak
peduli apa yang terjadi, sepertinya kau akan menghalangiku..."

Tak diketahui apa yang membuat Ashiya menjadi begitu marah, hal itu
menyebabkan ketiga orang itu khawatir jika saja dia mematahkan sumpitnya.

"Selain itu... Jika kita pergi ke toko barang-barang bekas, mungkin kita bisa
membeli model televisi CRT yang besar dengan harga di bawah 10.000 yen...
tapi analog sinyal tidak bisa diterima sekarang, jadi tidak akan ada gunanya
meski kau membelinya."

"Lalu kenapa benda seperti itu masih dijual?"

Maou dengan polos mengajukan sebuah pertanyaan.


"Karena, selain mengganti antenanya, televisi digital juga bisa dinikmati
dengan menghubungkan sebuah kabel ke kabel televisi. Kalau ingin seperti ini,
satu set topbox bisa disewa dari operator kabel untuk menonton televisi digital
dengan menggunakan televisi analog model lama. Sepertinya ada cukup
banyak orang yang tidak ingin membuang televisi lama mereka yang masih
bisa digunakan."

"Artinya, meskipun menggunakan televisi CRT ataupun televisi transistor,


mereka masih bisa ditonton menggunakan peralatan-peralatan itu?"

".... Ugh, aku tidak yakin mengenai masalah itu. Selain itu bukankah transistor
hanya digunakan pada radio?"

Suzuno menanyakan hal tersebut dengan antusias karena alasan yang tak
diketahui, Rika menggelengkan kepala untuk menyangkalnya. Dan lagi, apa
sih yang ada di pikiran Suzuno ketika menanyakan hal-hal seperti itu?

"Ya ampun, bukan apa-apa. Benda-benda di Jepang berevolusi dengan sangat


cepat, jadi pada awalnya aku berpikir kalau barang-barang tua itu akan segera
menghilang. Aku tidak pernah menyangka kalau masih ada teknologi yang
mempertahankan barang-barang tua, itu membuatku sedikit senang."

"Ini sedikit menggangguku.... Tapi Suzuno, apakah kau juga baru kembali dari
luar negeri seperti Emi?"

"Eh?"

"Itu karena kau terlihat sering mengatakan sesuatu seperti 'Jepang ini dan itu'."

".... Ah, yeah, itu benar. Sebenarnya keluargaku adalah pendeta dari generasi
ke generasi, jadi aku berada di luar negeri selama ini..."

Pertanyaan Rika membuat Suzuno, dengan sikap yang sangat jarang, terlihat
kalang kabut mencari sebuah alasan.

"Kau terlalu fokus pada udon."


Maou yang duduk di seberang Suzuno, menggumam, Suzuno yang
mendengarnya menendang kaki Maou dengan wajah memerah.

Meski begitu, mungkin karena Suzuno tidak benar-benar berbohong, Rika juga
tidak begitu curiga.

"Jadi memang ada ya orang-orang sepertimu yang berkaitan dengan


penyebaran agama. Ketika aku menonton di televisi kalau ada pendeta Jepang
yang pergi ke Africa untuk mengenalkan kristen, aku benar-benar berpikir
kalau dunia itu sangat luas."

".... Jadi di negara ini ada juga orang-orang seperti itu...."

Suzuno menatap Rika dengan takjub.

"Kupikir orang Jepang tidak memiliki ketertarikan terhadap agama."

"Ada sebuah ketertarikan besar kok. Kalau tidak ada, kenapa situs mobile
memiliki bagian ramalan ataupun bagian penarikan tongkat nasib?"

"Karena kau bisa mendapatkan keberuntungan dengan menelepon ke suatu


tempat tertentu?"

"Bukan, tapi itu karena mereka tidak sama dengan prakiraan cuaca ataupun
hotline pemberitahuan waktu."

"....."

Rika memang tidak memberikan contoh tersebut dengan maksud tertentu, tapi
Maou tetap terdiam karena kombinasi jawabannya.

"Bukan hanya kantor perusahaan informasi saja yang memiliki semacam kuil
'dewa naga', bahkan perusahaan elektronik pun juga akan meminta para
pendeta untuk mengusir setan-setan di tempat mereka, sebelum akhirnya
membangun sebuah perusahaan. Dan sebaliknya, seharusnya ada sebagian
orang yang tidak pernah menarik tongkat nasib selama hidup mereka, ya kan?
Aku seharusnya sudah pernah bilang kalau keluargaku juga memiliki sebuah
perusahaan kan? Tidak hanya di dalam kantor yang ada di rumahku saja yang
memiliki kuil 'dewa naga', bahkan di sudut tempat yang difungsikan sebagai
perusahaan pun juga digunakan untuk memuja Inari-sama. Dulu, ketika aku
masih kecil, aku selalu membantu membersihkannya setiap hari."

"Apakah perusahaan itu membuat Inari Sushi?"

Suzuno tanpa sadar melihat ke arah Inari Sushi yang berada di meja prasmanan.

"Hey, Suzuno, apa kau tidak bersikap terlalu bodoh?"

"Eh?"

Suzuno menatap Maou yang menoleh ke arah samping karena tidak bisa lagi
menahannya, sementara Suzuno, dia terlihat kebingungan.

"Ahahaha, ya ampun, bukan itu. Aku sudah pernah bilang kalau keluargaku
menjalankan perusahaan yang berhubungan dengan sepatu kan? Oh iya, karena
kau berada di luar negeri, Inari-sama yang kubicarakan tadi itu mengacu pada
kuil yang digunakan untuk menyembah 'dewa rubah'."

"Oh, ah, ya benar, jadi seperti itu ya? Maafkan aku... De, Sadao-san! Kenapa
kau tidak memberitahuku lebih awal?"

Suzuno yang menyadari kesalahpahamannya, kembali tersipu, dan menegur


Maou dengan sikap yang menyedihkan.

"Bagi dirimu yang tidak mengetahui hal-hal seperti ini meski kau adalah
seorang pendeta, itu benar-benar masalah, kau tahu. Ini sama seperti insiden
Mukae-bi sebelumnya.... Ketika kau pulang, kau sebaiknya berhenti menjadi
pendeta dan mulai mendirikan sebuah restoran udon."

(T/N : Mukae-bi : api selamat datang, itu lo ada di volume 3)

Maou memberikan bantahan yang begitu masuk akal dan membuat Suzuno,
menyusut seolah akan segera menghilang.

"Ow!"
Meski begitu, Suzuno tetap tidak lupa memberikan serangan balasan terhadap
Maou. Setelah seseorang menendang pahanya dengan sandal karet yang kuat,
Maou merasa kalau air mata mulai muncul di matanya.

"Ah~ itu sangat lucu!! Maaf, menertawakanmu seperti ini. Aku memang tidak
pernah berdoa sebelum makan siang ataupun pergi ke gereja di hari minggu,
tapi orang Jepang itu memiliki filosofi untuk menunjukkan tekad mereka dan
bersyukur kepada 'entitas' yang lebih hebat. Meski ada begitu banyak 'entitas'
yang membuatnya sedikit kacau, tapi hal itu tidak akan terjadi dalam beberapa
hari."

"Filosofi bersyukur?"

"Hm~ tapi bagi Suzuno yang biasanya menyebarkan agama, mungkin kau
tidak akan bisa menerima keadaan ini."

Dibandingkan dengan Suzuno yang memiliki ekspresi kaku, nada Rika dari
awal sampai akhir terdengar begitu ceria.

"Bukankah dewa memerintahkan kita untuk mengasihi sesama? Jika ada dewa-
dewa yang mengatakan kalau orang yang tidak mau mendengarkannya akan
dibunuh, maka mereka tidak bisa dianggap sebagai dewa, bukankah bagus jika
semua orang bisa menjadi akrab?"

"......!!"

Ketika Suzuno merasa kaget setelah mendengar kata-kata Rika,

"Hm? Sepertinya terjadi sesuatu?"

Maou yang mengetahui kalau ada pelanggan yang sedang berselisih dengan
seorang pegawai, mengatakan hal tersebut.

"Erhm, pelanggan-san..."
Sepertinya seorang siswi perempuan yang bekerja di sini sedang mencoba
menjelaskan sesuatu, tapi nampaknya itu tidak tersampaikan kepada si
pelanggan.

"Ah..."

Itu tidak aneh, karena, ketika kau mendengarkannya dengan seksama, kau akan
menyadari kalau si pelanggan pria itu adalah seorang WNA.

Di sisi lain, si pegawai yang menyadari kalau si pelanggan sedang berbicara


dengan menggunakan bahasa inggris, menjadi panik dan tidak sanggup
menangani situasi yang ada di hadapannya.

Tidak akan jadi masalah jika pegawai lain datang membantu, tapi ada antrian
panjang di depan kasir, jadi mereka hanya bisa mengabaikannya.

"Aku akan pergi sebentar."

"Eh, hey, bukankah lebih baik tidak ikut campur?"

Rika mencoba menghentikan Maou yang berdiri karena ingin ikut campur.
Pelanggan pria itu kira-kira setinggi Maou, dan memiliki selera fashion yang
sangat buruk, dia mengenakan kaca mata hitam besar dan mempunyai kepala
dengan rambut afro yang memberikan orang lain kesan seperti seorang punk.

Dari caranya berteriak tanpa mempedulikan tatapan yang ada di sekitarnya, dia
jelas-jelas bukan tipe pelanggan yang bersahabat.

"Suzuki-san, jangan khawatir."

Akan tetapi, Ashiya menghentikan Rika. Maou memberikan sinyal kepada


Ashiya dan Rika dengan tatapan matanya, dan berjalan di antara pegawai dan
pelanggan yang sedang terlibat konflik tersebut.

"Tentang masalah ini, bolehkah aku tahu apa yang terjadi?"

"Eh? Er, erhm...."


Pegawai wanita yang menangis itu melihat ke arah Maou seperti seseorang
yang meminta pertolongan.

Ketika Maou melihat ekspresi pegawai itu, dia segera menilai kalau dia tidak
akan bisa mengharapkan jawaban yang tenang dari pegawai tersebut. Itu
adalah ekspresi kesulitan dari seorang pegawai baru yang seolah mengatakan
'bahkan akupun tidak memahami situasinya'.

(T/N : Dari sini, kata-kata sebelum tanda kurung adalah kata-kata yang ada di
naskah aslinya, dan kata-kata yang ada di dalam kurung adalah versi kata-kata
yang bisa lebih mudah dipahami. Menurut raw englishnya, si translator hanya
ingin menunjukkan betapa buruknya bahasa Inggris yang tertulis di novel,
karena menurut si translator itu lucu)

"Helly guy." (Maaf, permisi)

Maou yang beranggapan kalau si pegawai wanita itu terlalu panik untuk
menjawab, menolehkan kepalanya dan berbicara dengan si pelanggan pria.

"She can’t grasp your request. What do you want her?" (Dia tidak mengerti apa
yang kau minta, apa yang kau inginkan darinya?)

"Eh, Maou-san bisa berbicara bahasa Inggris?"

Rika mengungkapkan pemikirannya dengan suara yang terdengar kaget, hal itu
membuat Maou merasa sedikit bangga dengan dirinya sendiri.

"Ah....."

Si pelanggan pria melihat ke arah si pegawai wanita dan Maou, pada akhirnya
dia memilih untuk berbicara dengan Maou, dan mengatakan..

"Here have a fork Ha?" (Apa kalian memiliki garpu di sini?)

"Fork?" (Garpu?)

"I can see chopsticks like drumsticks. So, do you know the law what forbidden
to use the fork when to eat UDON?" (Bagiku, sumpit itu seperti stick drum,
apa ada peraturan yang melarang menggunakan garpu ketika memakan
UDON?)

Sambil mengatakan hal tersebut, pria itu menatap mata Maou melalui
kacamata hitamnya. Merespon pria tersebut, dengan nada yang berlebihan,
Maou mengangkat sebelah alisnya dan menjawab..

"……don’t. But, if your wording make refine till tomorrow. You will be
forbidden to get in UDON restaurant." (Aku tidak pernah mendengar hal itu
sebelumnya. Tapi jika kau tidak segera merubah cara berbicaramu menjadi
lebih baik, kau bisa dilarang memasuki restoran Udon.)

Merespon serangan balik Maou, pria itu hanya tertawa ringan.

Setelah Maou memberitahu kepada si pegawai kalau pria itu menginginkan


garpu....

"Ah, baiklah, aku akan segera membawanya kemari."

Tanpa menunggu perintah, pegawai tersebut langsung berlari menuju dapur.

"You cool, considering young." (Kau terlihat masih muda, tapi kau keren.)

Pria itu dengan ceria menggunakan tinjunya untuk meninju pundak Maou
pelan dan berjalan menuju antrian loket pemesanan.

Sepertinya pria itu bisa memahami sistem yang ada di sini, kalau begitu,
kenapa dia tidak bertindak setelah selesai membaca situasi, Maou mengangkat
bahunya.

"Thanks." (Terima kasih banyak.)

Dengan perasaan yang rumit, Maou meninggalkan pria itu dan kembali ke
kursinya.

"I have exceptional reason..... (Aku juga memiliki berbagai macam masalahku
sendiri)... Eh, oh?"
Setelah kembali ke kursinya, Rika menatap Maou dengan takjub.

"....Misterius sekali... Emi dan bahkan Maou-san, kenapa kalian masih perlu
bekerja?"

"Hah?"

"Tidak, tidak. Oiya, karena semuanya sudah selesai makan, kurasa ini
waktunya pergi. Lagipula pengunjung di restoran ini juga semakin bertambah."

"Ah yeah."

Melihat sekelilingnya dengan cermat, Ashiya dan Suzuno nampaknya sudah


menghabiskan makanan mereka ketika Maou berbicara dengan si pelanggan
tadi. Tidak bagus untuk terus berlama-lama di restoran kecil seperti ini, jadi
akan lebih baik kalau mereka segera meninggalkan tempat ini dan pergi
menuju tempat tujuan mereka yang sebenarnya.

"Er, Erhm..."

Ketika mereka mencapai pintu masuk toko, pegawai wanita yang sebelumnya
dibantu Maou mengejar mereka.

"Te-terima kasih banyak atas bantuanmu sebelumnya! I-ini, manajer ingin


memberikan ini kepadamu..."

Pegawai itu menyerahkan sebuah kupon dengan tulisan 'kupon untuk


semangkok kecil sup mi' di atasnya kepada Maou. Jika itu Maou yang biasanya,
dia pasti akan segera menerimanya, tapi kali ini dia menggelengkan kepalanya
dan menjawab.

"Tidak usah. Aku mengerti kalau sulit untuk tidak merasa gugup ketika
berhadapan dengan orang asing, tapi tetap saja, mereka itu hanya manusia,
bahkan jika kau tidak mengerti apa yang mereka maksudkan, setidaknya kau
harus membuat mereka memahami poin ini."

"Ba-baiklah..."
"Lain kali, jika ada orang asing yang datang, selama kau dengan cermat
mengamati apa yang mereka ingin katakan dan bertindak sesuai dengan itu,
kupikir tidak akan ada masalah. Kalau begitu, aku akan datang lagi nanti."

"Baiklah! Er, erhm, terima kasih banyak! Tolong datang lagi."

Pegawai wanita itu membungkuk dalam-dalam ke arah punggung Maou ketika


dia pergi. Ashiya nampak merasa bangga seolah-olah itu adalah prestasinya.
Suzuno mengikuti di belakang Maou, hatinya penuh dengan kecurigaan.
Hanya Rika yang memiringkan kepalanya untuk menunjukkan
ketidakpahamannya akan situasi ini.

"Kau langsung ikut campur kalau orang itu adalah gadis."

Kata Suzuno dengan kesal, dan dengan nada yang meremehkan, Maou
menoleh dan menjawab...

"Bukan seperti itu. Hanya saja, jika hal itu terus berlanjut, suasana di toko pasti
akan jadi semakin buruk. Jika sudah begitu, bahkan kita pun yang makan di
pinggir juga akan merasa tidak nyaman."

"Kalau begitu setidaknya terima kupon itu. Aku tidak pernah menyangka kalau
Maou-san akan menolaknya."

Rika mengikuti Suzuno dan menunjukkan keraguannya.

"Ah, aku juga merasa kalau itu adalah kesalahan kecil, tapi tetap saja aku tidak
bisa menerimanya. Kalau aku pergi ke tempat semacam itu, perasaanku pasti
akan lebih condong ke arah pegawainya, tidak peduli apapun alasannya."

"Eh?"

"Ketika aku melihat gadis itu tadi, aku jadi kepikiran Chi-chan ketika dia masih
baru. Kalau dipikir-pikir, ketika aku pertama kali kenal Chi-chan, itu juga
karena masalah bahasa seperti tadi."

Maou tersenyum merasa terkenang.


"Aku tidak ingin orang lain membuat kebiasaan mengikuti perintah atasannya
dengan menggunakan kupon promosi untuk memecahkan masalah, ketika si
pegawai itu masih baru. Jika dia tidak mengalami sendiri sakitnya kegagalan,
maka dia tidak akan bisa merenungkan kesalahannya dengan sungguh-
sungguh. Jika sikap seperti menggunakan kupon promosi untuk melarikan diri
dari masalah sudah terukir ke dalam hati si anak baru, itu hanya akan
menghilangkan motivasi mereka untuk berkembang. Itulah kenapa aku tidak
menerimanya."

"Meskipun dari dalam lubuk hatiku aku merasa kalau itu sangat disayangkan,
tapi semenjak kau menganggapnya seperti itu, kurasa memang tidak ada
pilihan lain lagi."

Ashiya yang berdiri di pinggir, terlihat begitu menyesalkannya dan mendesah


dengan suram.

"Sebaliknya, aku semakin tidak paham kenapa Maou-san tidak tahu apapun
mengenai televisi...."

Rika menyilangkan tangannya, dan terdiam sambil berpikir.

"Ah, anggap saja seperti ini, seperti kata peribahasa, 'satu kebaikan pantas
mendapatkan kebaikan lainnya', mungkin kebaikan ini akan dibalas suatu hari
nanti, dan bukankah kita tadi berbicara tentang mengasihi sesama? Sebagai
seorang pegawai dari sebuah restoran, selama kita terus mengasah kemampuan
kita untuk kesejahteraan tempat kita bekerja, mungkin gadis itu akan muncul
di depan kita lagi sebagai seorang musuh yang kuat."

"Jika benar begitu, bukankah itu terlalu sembrono? Jangan katakan kalau
mengasihi sesama itu demi membuat orang lain menjadi musuhmu?"

"Meski itu tertulis sebagai musuh, tapi itu masih bisa dibaca sebagai 'teman'
kan? Mags dan Hanamaru itu perusahaan besar, mereka seharusnya punya
toleransi terhadap hal ini."
Tidak mengetahui seberapa seriusnya dia, Maou dan Ashiya terus berdiskusi.
Suzuno yang mendengar kata-kata Maou tiba-tiba mengangkat kepalanya dan
bertanya,

"Benar juga, Rika-dono..."

Suzuno memanggil Rika yang hendak kembali berjalan.

"Sebenarnya aku sudah berniat bertanya soal pendapatmu dari tadi. 'Jika
mereka tidak dianggap sebagai dewa', maka mereka itu apa?"

"Maksudmu?"

"Jika dewa yang mengatakan bahwa manusia yang tidak mendengarkannya


akan dibunuh itu tidak bisa disebut sebagai dewa, lalu mereka itu apa?"

Rika menghabiskan waktu hampir 10 detik untuk memahami pertanyaan


Suzuno.

"Ah, topik yang tadi? Meski aku yang mengatakannya sendiri, tapi aku malah
melupakannya...... Tapi, bukankah sudah jelas? Satu-satunya makhluk yang
akan menggunakan nama dewa untuk melakukan sesuatu yang jahat....."

Jawaban Rika sangat sederhana.

"....tentu saja adalah manusia."

"Hey, apa-apaan ini?"

Pria berkacamata hitam dan berambut afro tadi berjalan keluar dari Hanamaru
Udon, dia langsung mengambil HPnya untuk menelepon seseorang.

Dan bahasa yang dia gunakan adalah bahasa Jepang yang sangat lancar.

"Karena kau bilang kalau itu adalah bahasa utama di dunia ini, aku memilih
bahasa Inggris, dan hasilnya aku tidak bisa berkomunikasi dengan benar di
manapun! Terus, karena kau tahu kalau target negara kita adalah Jepang, dari
awal kau seharusnya memilihkan bahasa itu untukku! Kau membuatku begitu
malu, bagaimana kau akan membayarnya, hah?"

Sepertinya orang di ujung sambungan telepon itu tidak meminta maaf dengan
serius.

Itu bisa dilihat dari mata yang berada di bawah kacamata tersebut yang
perlahan mulai diselimuti oleh amarah.

"Ini bukan masalah berkomunikasi dengan satu miliar orang kan? Sampai saat
ini, aku hanya berhasil berbicara dengan satu orang! Aku sama sekali tidak bisa
mempercayai kata-katamu!"

Pria itu menghentakkan kakinya ke tanah dengan marah dan melepas kacamata
hitamnya.

"Ah? Yeah, perutku sudah kenyang, saat ini energiku benar-benar penuh. Yeah,
yeah, meski pekerjaanku bertambah karena seseorang, aku pasti akan
melakukannya dengan benar. Ah! Merepotkan sekali."

Adapun warna mata pria itu....

Mengangkat kepalanya, mata yang memandang ke arah sinar matahari yang


cerah itu, berwarna ungu, hal tersebut sangat cocok dengan gaya punknya.

"Baiklah, baiklah, kalau begitu hari ini aku akan bekerja untuk yang kedua
kalinya. Dalam kesempatan yang sangat langka, untuk pertama kalinya, aku
mendapatkan reaksi kemarin, tapi hasilnya aku hanya kebetulan mendapat
reaksi yang sedikit lebih kuat dari seorang wanita muda dari sebuah keluarga.
Serius, kenapa aku jadi satu-satunya orang yang harus melakukan pekerjaan
ini?"

Setelah pria itu menutup teleponnya, dia berjalan menuju area keramaian di
pusat kota dengan jengkel.

Afro-nya, memiliki rambut berwarna ungu, namun, satu-satunya 'orang' yang


bisa berbicara dengan pria itu tidak mengetahui hal ini.
XxxxX

Hanya dengan berjalan selama 10 menit saja, sudut cahaya tersebut sudah
mulai berubah.

Berjalan menaiki jalan melandai di sebelah kantor polisi yang terletak di


gerbang barat dari stasiun JR Yoyogi, Emi mulai menggenggam harapan samar
kalau arah yang ditujunya mungkin berada di dekat sini.

Kalau dipikir-pikir, ketika dia bertemu dengan wanita bergaun putih itu, dia
sedang berada di Tokyo Big Egg Town yang terletak di distrik Bunkyo. Dan
kelihatannya, orang itu tidak akan berkeliaran tanpa tujuan, siapa yang tahu
kalau saat ini dia sedang berada di distrik 23 Tokyo? Tidak mungkin kan
wanita bergaun putih yang membawa fragmen Yesod itu hanya berkeliaran
tidak jelas karena dia datang ke Jepang untuk melihat-lihat.

Karena sudut cahaya itu berubah drastis setelah berjalan lebih dari 10 menit,
artinya dengan mengikuti jalan ini, lokasi antara Emi dan orang yang ditujunya
juga banyak berubah.

Dari hal ini, bisa dilihat kalau orang tersebut berada di dekat-dekat sini.

"Aku ingat di depan sana itu.... Kuil Meiji."

Hutan Kuil Meiji membentang luas antara stasiun JR Yoyogi dan stasiun
Harajuku. Sando-nya terletak sejajar dengan jalur kereta api, tempat itu bisa
dicapai setelah berjalan kira-kira 15 menit.

(T/N : Sando, jalanan yang terlihat pada kuil Shinto ataupun Budha)

Kenapa Emi tahu hal ini? Itu karena Kuil Meiji adalah tempat yang terkenal
memiliki kekuatan, dan dia sudah pernah mengunjungi tempat ini.
Ketika dia pertama kali datang ke Jepang, Emi datang ke tempat ini karena dia
pikir dia mungkin bisa memulihkan sihir sucinya, tapi pada akhirnya, di sana
hanya terdapat sumur dalam yang tidak bisa dia pahami di mana letak
kekuatannya, dan itu sangat tidak berguna. Lebih tepatnya, Emi tidak tahan
dengan turis yang mengunjungi tempat ini, dan memilih untuk segera pergi.

"Eh? Bukan Kuil Meiji?"

Akan tetapi, setelah menuruni lereng dan mengonfirmasi cahayanya, Emi


mendapati kalau arah yang dituju oleh cahaya itu bukanlah arah hutan Kuil
Meiji yang ada di depannya, melainkan jalanan yang ada di bawah jalur bebas
hambatan Shuto.

Dia merasa heran, tapi Emi tetap berjalan menuju arah yang ditunjuk oleh
cahaya itu, setelahnya, sebuah bangunan terlihat di hadapan Emi.

Dan di saat yang sama, cahayanya juga perlahan merubah sudutnya, cahaya itu
menunjuk langsung ke arah lantai atas dari bangunan tersebut

".... Tidak mungkin."

Bangunan itu adalah bangunan rumah sakit.

Di depan bangunan itu terdapat label 'Saikai University Medical College


Affiliated Hospital Tokyo Branch', Emi merasa ragu.

Untuk berjaga-jaga, Emi mencoba berjalan melewati rumah sakit tersebut, tapi
cahaya itu merubah sudutnya kembali, menunjuk arah belakangnya.

"Apa yang terjadi?"

Mengetahui bahwa reaksi fragmen itu terjadi di dekat sini saja sudah sangat
mengejutkan, tapi Emi sama sekali tidak bisa menebak alasan kenapa orang itu
ada di rumah sakit.

Setelah memikirkan kembali situasinya, kemungkinan terbesarnya adalah


wanita bergaun putih itu bekerja di rumah sakit ini.
Tidak peduli malaikat ataupun iblis, ketika mereka berada di Jepang, mereka
harus memakan makanan agar bisa terus bertahan. Sariel yang menggunakan
kekuatan 'Wicked Light of the Fallen', saat ini sedang bekerja keras sebagai
manager restoran Sentucky Fried Chicken, dan bahkan Gabriel pun
menunjukkan tanda-tanda membeli sesuatu di sebuah minimarket.

Penjelasan normal lainnya, wanita itu mungkin harus tinggal di rumah sakit
atau mendapatkan perawatan medis karena dia sedang terluka ataupun sakit.

Mengenai identitas wanita bergaun putih itu, Emi sudah memiliki tebakan
kasar. Tapi meski tebakannya benar, tidak ada jaminan kalau dia akan
menggunakan nama itu di rumah sakit ini.

Emi mencoba memeriksa udara di sekitar tempat ini, tapi dia tidak merasakan
sihir suci, sihir iblis, ataupun kekuatan yang tidak normal di Jepang.

Jika kepura-puraannya sebagai pengunjung pasien diketahui, maka hal itu akan
mencoreng kehidupan sosialnya, ketika Emi mulai memiliki pemikiran negatif
yang tidak cocok dengan gaya seorang Pahlawan, dia memeras otaknya untuk
menemukan cara memasuki rumah sakit dan menyelidiki masalah ini.....

"Erhm... Kalau tidak salah, Yusa-san, benar kan?"

Seseorang tiba-tiba memulai percakapan dengan Emi dari arah belakang, hal
ini membuat jantung Emi serasa ingin melompat keluar dari tenggorokannya.

"Y-ya.... Eh?"

"Ya ampun, ternyata memang Yusa-san.... Kebetulan sekali. Apa Yusa-san


memiliki urusan di rumah sakit ini?"

Orang yang menyapa Emi, adalah orang yang bahkan tidak pernah terpikirkan
olehnya.

"I-ibu Chiho?"

Orang itu adalah ibu Chiho, Sasaki Riho.


Kenapa dia ada di sini, dan dia bahkan keluar dari rumah sakit?

"Padahal aku belum memberitahu siapa-siapa, hmm.... Apa kau bekerja di


dekat sini?"

"Ah, yeah, emm benar."

Karena dia tidak bisa memberitahukan kebenarannya, Emi menjawab dengan


tidak jelas.

Meski begitu, Emi menyadari ada sesuatu yang aneh di dalam kata-kata Riho.

"Ehmmm... Boleh aku bertanya, tentang belum memberitahu siapa-siapa, apa


maksudnya itu?"

Emi bertanya.

Riho yang terlihat sedikit kesulitan, menunjukkan wajah yang cemas ketika dia
menatap Emi, dia terlihat seolah-olah bisa menangis kapan saja.

Emi yang melihat hal ini, entah kenapa merasakan sebuah firasat buruk.

"Yusa-san, apa kau punya waktu luang sekarang? Jika tidak keberatan, maukah
kau ikut denganku?"

Setelah mengatakan hal ini, Riho berbalik dan kembali ke dalam rumah sakit,
melihat punggungnya, Emi pun mulai berpikir yang tidak-tidak.

Riho berjalan melewati counter dan mengajak Emi untuk berdiri di depan
elevator. Kali ini, untuk pertama kalinya, Emi menyadari kalau sebuah tanda
pengenal 'pengunjung' yang menandakan kalau dia ada di sini untuk
mengunjungi pasien, tersemat di lengan bajunya.

Usai memasuki elevator yang datang setelah waktu yang cukup lama, Emi pun
ingat kalau dia lupa mematikan HPnya, dia melihat ke dalam tasnya.

"....."
Cahaya dari botol kecil yang terletak di dalam tasnya dengan cepat mengubah
sudutnya.

Sepertinya fragmen Yesod memang berada di rumah sakit ini.

"Silakan lewat sini."

Saat ini, detak jantung Emi menjadi lebih cemas dan lebih cepat dibandingkan
saat dia menyerang Kastil Iblis di Ente Isla.

Riho membawa Emi ke sebuah kamar pasien yang memiliki plat penanda pintu
dengan tulisan 'Sasaki-san' di atasnya.

Di dalam kamar pasien tersebut, terdapat empat ruang yang dipisahkan oleh
tirai, Riho mendekati salah satu tirai, dia perlahan membuka tirai itu setelah
melambaikan tangannya pada Emi.

"....!"

Emi menahan napasnya.......

XxxxX

Entah berangkat dari Hanamaru Udon ataupun dari stasiun, mereka bisa
mencapai Toko Peralatan Rumah Tangga Yodogawa Bridge di Shinjuku-
Nishiguchi dalam waktu kurang dari 5 menit. Tempat itu adalah toko
elektronik yang cukup besar yang berada tepat di depan terminal Bus jarak jauh
Keio.

Di Shinjuku-Higashiguchi, Sakurabaya yang membuka gedung khusus


perbelanjaan untuk mempertahankan individualitasnya, telah menghentikan
operasinya, dan saat ini, hanya ada dua toko besar, yaitu BIG CAMERA dan
LABIT, Amada Denki yang masih bersaing satu sama lain, namun di
Nishiguchi, bisa dikatakan kalau tempat itu adalah taman bermain bagi Toko
Peralatan Rumah Tangga Yodogawa Bridge.

Meskipun masih ada toko elektronik yang menargetkan produk tertentu,


seperti toko kamera di sekitarnya, tapi berdasarkan kekuatan keseluruhan,
Toko Peralatan Rumah Tangga Yodogawa Bridge, tidak diragukan lagi adalah
penguasa dari Shinjuku-Nishiguchi.

"Inilah toko yang akan melayani Raja Iblis!!"

Maou memandang toko dan mengatakan hal tersebut dengan ceria.

Meskipun membeli mesin cuci dan kulkas, serta menggunakan poinnya untuk
membeli bohlam tidak bisa disebut pelayanan penuh, tapi bagaimanapun, kartu
Yodogawa Bridge milik Kastil Iblis memang telah mengumpulkan sejumlah
poin. Karena kartu ini senilai dengan 6.139 yen di Yodogawa Bridge, maka
membeli barang-barang di sini dan menggunakan poinnya untuk menghemat
uang adalah sifat alami manusia.

Mempertimbangkan hal ini sebagai kekuatan pemasaran yang bisa diulang-


ulang, tidak heran kalau berbagai bisnis akan berupaya sepenuhnya untuk
membuat pelanggan mereka mendaftar untuk memiliki kartu poin.

Pada akhirnya, asalkan para pembeli menggunakannya, sebelum seluruh


poinnya habis, pemikiran kalau 'masih ada poin' akan membuat mereka ingin
terus berbelanja.

"Hey Ashiya, apa ada sesuatu di Kastil Iblis yang bisa mengumpulkan poin?"

"Jangan pikirkan hal-hal yang tidak penting seperti itu, fokus saja pada
belanjaan yang ada di hadapanmu."

Ashiya mengabaikan hal tersebut. Sepertinya dia sedang membuka lebar


matanya, dan memeriksa pamflet dari toko-toko lain.
Termasuk juga Peralatan Rumah Tangga Yodogawa Bridge, pamflet dari
setiap toko biasanya memiliki slogan 'walau hanya 1 yen, asalkan toko lain
lebih murah daripada di sini...." atau sesuatu yang mirip seperti itu.

Begitu Ashiya melihat slogan ini, tanpa mempedulikan cuaca panas atau
apapun, dia pasti akan berlari ke Higashiguchi sendirian, mengambil pamflet
dari semua toko pesaing dan kembali.

"Mata Ashiya-san benar-benar serius."

Rika, yang baru pertama kali melihat Ashiya seperti ini tersenyum kecut.

"Tapi, itu tidak terlalu berbeda kan? Tidak perlu membandingkannya sampai
segitunya...."

"Tidak, kurasa apa yang dilakukan Ashiya-san itu benar."

Maou merasa kalau mereka seharusnya tidak perlu mempermasalahkan


beberapa ratus yen, tapi Rika mendukung metode Ashiya secara terang-
terangan.

"Karena pihak toko sudah mengatakannya sendiri, maka kita harus


memanfaatkan hal ini kan?"

"... Soal itu, meskipun secara teori benar, tapi itu rasanya seolah-olah kita
terlalu banyak menawar..."

"Hah?"

Rika melipat tangannya, dan menjelaskan dengan sikap yang serius.

"Membeli itu juga tentang tawar menawar. Pembeli ingin membeli dengan
harga yang semurah mungkin, sementara penjual ingin menjual dengan harga
setinggi mungkin. Bagi penjual, mereka berkompromi melalui sebuah metode
untuk mencapai tingkat harga tertentu, dan untuk pembeli, mereka mencari
alasan yang bisa digunakan untuk membujuk penjual menyetujui tingkat harga
yang mereka inginkan, beginilah bagaimana bisnis itu bisa terus berjalan.
Tidak ada yang lebih penting daripada mengumpulkan informasi."

"Tawar-menawar ya?"

"Dan menurutku, alasan kenapa orang-orang menganggap tawar-menawar


sebagai sesuatu yang berlebihan, adalah karena orang Tokyo merasa kalau
'potongan harga' itu hanya semata-mata tentang menurunkan harga."

"Eh? Jadi kau benar-benar dari Kansai?"

"Bukankah aku sudah memberitahu Maou-san sebelumnya? Aku ini lahir di


Kobe."

Rika menunjuk dirinya sendiri ketika sedang menjelaskan.

".... Bagaimana biasanya kau menyingkat MgRonald?"

"Berhenti bercanda! Aku sudah ditanyai hal ini berulang kali oleh orang-orang
Tokyo."

Meski ini adalah masalah penting bagi Maou, tapi Rika tampaknya tidak
menanggapi pertanyaan ini dengan serius.

"Kesimpulannya, hmm bagaimana mengatakannya ya. Mengenai potongan


harga, itu sebenarnya adalah sebuah negosiasi agar bisa melihat hubungan
dengan jelas."

"Melihat sebuah hubungan dengan jelas?"

"Yeah, contohnya..."

Rika dengan cermat mengamati pembeli lain di bagian televisi.

"Sebelah sana, di sana ada pasangan berusia sekitar 50 tahun dan seorang
pegawai, apa kau bisa melihatnya?"

Setelah melihat arah yang ditunjuk Rika, Maou pun mengangguk.


"Pegawai itu terlihat sangat handal. Untuk istilah-istilah yang sulit dipahami
oleh orang tua, dia menjelaskannya secara detail dengan istilah orang awam.
Maou-san juga bekerja di industri pelayanan, kau seharusnya bisa mengerti
kalau tipe-tipe orang seperti itu bisa memberikan kesan yang baik kepada
orang lain kan?"

"Yeah, jika mereka tidak memiliki pengetahuan tentang produk secara penuh
dan kesediaan untuk melayani, mereka tidak akan bisa mencapai standar
tersebut."

"Tapi lihat pegawai itu, menurutmu dia berbicara dengan siapa?"

"Berbicara dengan siapa....?"

Dari sudut pandang orang luar, terlihat si suami menanyakan berbagai


pertanyaan kepada si pegawai, sementara si pegawai, menjawab pertanyaan itu
untuk orang yang berbeda dengan sikap yang sudah terlatih.

"Meski yang bertanya adalah si suami, tapi pegawai itu nampak menjawab ke
arah si istri sepanjang waktu."

Suzuno yang melihat ke arah yang sama, menyuarakan pemikirannya.

"Karena pegawai itu tahu kalau pemain kunci yang akan melakukan transaksi
adalah si istri."

"Jadi artinya dompet si suami dikuasai oleh si istri?"

Maou menjawabnya dengan sebuah kerutan di dahi, Rika mengangkat bahu,


menggelengkan kepalanya dan mengatakan...

"Salah, salah, salah. Inilah kenapa pria benar-benar..... Sesuatu seperti televisi,
bukankah itu adalah sesuatu yang digunakan oleh seluruh anggota keluarga?"

"Hah?"
"Maksudnya, mengizinkan orang yang paham untuk memutuskan membeli,
atau membeli setelah memperoleh persetujuan dari semua pengguna, perasaan
setelah membeli dalam dua situasi ini akan sangat berbeda."

Ashiya yang tidak menoleh sama sekali dari pamflet iklan, menjelaskannya
kepada Maou yang mana masih terlihat tidak mengerti.

"Jika mereka mengizinkan si suami untuk mencari tahu tentang produk dan
membelinya tanpa persetujuan si istri, maka akan ada perbedaan pemikiran
antara si suami dan si istri soal pembelian ini. Kalau mereka membuat si istri
yang tidak terlalu paham tentang permesinan menerima tawaran ini, maka
mereka akan membeli dengan perasaan yang lebih puas. Dilihat dari situasi
saat ini, si suami sepertinya sudah memutuskan untuk membelinya."

"Seperti yang diharapkan dari Ashiya-san, suami rumah tangga memang


beda."

"Aku tersanjung."

Ashiya tidak mengangkat kepalanya dan masih menatap ke arah pamflet.

"Jika kau benar-benar ingin membicarakannya, ini ada hubungannya dengan


apa yang dikatakan Suzuki-san soal tawar menawar. Asalkan kau
menjelaskannya dengan benar dan mendapatkan persetujuan si istri, kemudian
memberikan diskon ataupun cara untuk menambah poin, maka proses jual beli
ini akan berjalan lancar. Selain itu, pembeli juga akan mendapatkan
pengalaman berbelanja yang menyenangkan, tidak hanya dengan pelayanan
yang baik, tapi juga dengan transaksi yang hebat pula. Jika kau melihat toko
semacam ini, kesan apa yang akan dapatkan?"

"Kesan macam apa, itu...."

"Mungkin kau akan memiliki pemikiran 'ayo beli lagi di sini lain kali'. Dan ini
tidak ada hubungannya dengan mengumpulkan poin."

Suzuno satu langkah lebih cepat daripada Maou dalam hal memahami apa yang
coba dikatakan oleh Ashiya.
"Benar. Dan jika si pegawai masih mengingat pelanggan itu ketika mereka
datang kembali, maka itu akan menjadi lebih sempurna."

Rika mengangguk puas, menyetujui jawaban Ashiya dan Suzuno, sementara


Maou yang masih tidak mengerti, melihat ke arah pasangan yang disebut-sebut
dalam topik ini. Si pegawai terlihat membawa mereka ke kasir, dan sepertinya
mereka juga telah selesai menyelesaikan berbagai urusan.

"Pada akhirnya, potongan harga itu berarti 'aku akan menjadi pelanggan
tetapmu, jadi berikan aku diskon'. Dan hasilnya berbagai toko merubahnya
menjadi sistem kartu poin tersebut. Dengan benda itu, bahkan orang-orang
Tokyo introvert pun, bisa bertanya langsung kepada orang lain untuk meminta
diskon, iya kan?"

Rika menggunakan dagunya untuk menunjuk ke arah kartu poin yang dipegang
oleh Maou dengan sikap yang begitu menghargai.

"Uuhh..."

"Tentu saja ini tidak berarti pihak toko akan memberikan diskon dengan
sembrono. Mereka juga perlu menemukan garis di mana mereka bisa
meminimalkan kerugian mereka selagi membuat pembeli berminat untuk
datang kembali. Jadi, potongan harga itu sebenarnya adalah sebuah tipe
negosiasi. Ibu-ibu dari Osaka itu sangat menakjubkan, kau tahu? Meskipun
orang-orang cenderung mengatakan kalau mereka adalah wujud dari kekikiran
orang Jepang, asalkan toko bisa mendapatkan kesan baik dari mereka, maka
orang-orang itu akan membawa keluarga mereka dan menghabiskan banyak
uang di sana. Bagi toko-toko ini, jika ada kesempatan untuk menciptakan
penjualan yang lebih besar dengan keuntungan yang kecil, tentu saja mereka
akan melakukan perjudian. Karena ada kemungkinan kalau kedua pihak akan
merasa puas di waktu yang akan datang, itulah kenapa sangat memungkinkan
untuk mendapatkan potongan harga dengan orang lain di Kansai."

Dilihat dari ekspresi Maou dan Suzuno, bagi mereka, kata-kata Rika hampir
seperti konsep dari dunia lain.
"Meskipun kedua pihak menganggapnya sebagai bisnis, tapi bisa berbelanja
dengan penghitungan yang cermat dan menemukan tempat di mana kompromi
sangat memungkinkan di level perasaan manusia, adalah apa yang disebut
dengan 'negosiasi potongan harga'. Tapi di kepala orang-orang Tokyo, mereka
hanya berpikir tentang menurunkan harga di atas kertas, dan bagi mereka yang
tidak ingin menurunkan harga, maka mereka tidak akan pernah menurunkan
harganya sama sekali, di mata orang lain, mereka masih akan merasa kalau itu
seperti tawar menawar. Jangan hanya puas dengan sudut pandang pembeli saja,
karena mereka ingin memberi kita sesuatu yang begitu menyenangkan, maka
kita sebaiknya menggunakan 'pembicaraan bisnis' untuk menyerang secara
proaktif."

"Su-sudut pandang setiap orang ternyata sedikit berbeda ya..... Tapi, ngomong-
ngomong...."

Maou, yang nampak mengingat sesuatu, mengatakan...

"Ketika aku pertama kali membeli mesin cuci dan kulkas, meski aku tidak
berkata apa-apa, tapi mereka dengan sendirinya menurunkan harga sampai di
bawah ribuan digit. Apa ini juga prinsip yang sama?"

"Itu sepertinya masalah waktu, mungkin? Kapan kau membeli barang-barang


itu?"

"Kira-kira awal musim panas...."

"Nah mungkin saja. Pada waktu itu, gelombang pindah rumah pada musim
semi sudah terlewati, dan saat itu adalah periode di mana penjualan alat-alat
rumah tangga sedang menurun. Waktu itu, kau membeli mesin cuci dan kulkas
sekaligus, tentu saja si pegawai akan menunjukkan sisi baik mereka
kepadamu."

".... Kalau begitu, apakah sekarang waktu yang tepat untuk membeli televisi?"

Jawaban macam apa yang Ashiya harapkan dengan menanyakan pertanyaan


ini?
"Bisa dikatakan tidak buruk, kurasa? Sebelum beralih sepenuhnya ke era
pemakaian televisi digital, mereka seharusnya berharap bisa meningkatkan
keuntungan dari penjualan televisi, selain itu....."

Rika tiba-tiba menoleh ke arah Suzuno.

"Hm? Ada apa?"

"Erhm....."

Rika memberi isyarat kepada Ashiya, dan mengatakan hal ini setelah membuat
jarak dengan Suzuno.

"Kau harus mendekati Suzuno, okay."

"Ke-kenapa...?"

"Pikirkan baik-baik, berapa dana yang dia miliki?"

"Dia tadi sepertinya bilang 70.000......"

Begitu mengatakan hal tersebut, Ashiya tiba-tiba mengangkat kepalanya.

"Be-benar! Kalau kita berdua pergi menemui pegawai toko bersama...."

"Lakukan yang terbaik!"

Rika yang telah memberikan seluruh petunjuknya, menepuk punggung Ashiya


dengan pelan. Ashiya yang sebelumnya mengubur dirinya di dalam pamflet
iklan dengan wajah tanpa ekspresi, kini mengubah ekspresinya, menunjukkan
senyum bahagia dan tanpa sadar memegang tangan Rika.

"Terima kasih, Suzuki-san, senang rasanya kau ikut ke sini!"

"Kya! Eh, ah, eh, eh, ye-yeah, ti-tidak masalah!"

Karena tindakan Ashiya yang tiba-tiba, wajah Rika seketika memerah, dia
menatap tangannya yang dipegang oleh Ashiya.
"Aku akan berusaha yang terbaik untuk memeras budget dari 41.239 yen agar
bisa membeli HP. Sampai jumpa lagi!"

"Kya, kyah!"

Setelah menunjukkan wajah penuh senyum kepada Rika yang mengeluarkan


teriakan aneh, Ashiya pun dengan cepat berlari ke samping Suzuno.

"Kamazuki Suzuno! Ayo pergi dan melihat-lihat bersama!"

"Kenapa, kenapa tiba-tiba! Apa yang terjadi? Jangan, jangan tarik aku,
lepaskan, dasar menjijikkan!"

"....Ada apa ini?"

Maou memandang ke arah Ashiya yang memegang Suzuno dan berlari ke


dalam toko, serta Rika yang mematung di tempatnya dengan wajah yang
sepenuhnya memerah.

"Hey, sebenarnya apa yang kau katakan pada Ashiya?"

"......"

"He-hello?"

Maou mencoba melambaikan tangannya di depan Rika, tapi Rika sama sekali
tidak bereaksi.

Merasa seolah pernah menemui situasi yang mirip seperti ini entah di mana,
setelah Maou memikirkannya sejenak....

"..... Yosh!"

Maou menepukkan tangannya di sebelah telinga Rika.

"Woah!"

Setelah mengeluarkan suara yang benar-benar berbeda dan sama sekali tidak
terdengar manis, Rika pun akhirnya mendapatkan kembali akal sehatnya.
"Eh, eh, eh? Aku, aku....."

"He, hello, boleh aku bertanya sesuatu?"

"Wah! Ap, apa, ternyata Maou-san, sejak kapan kau berdiri di sana?"

"..... Sekitar beberapa detik yang lalu. Boleh aku bertanya sekarang?"

"Ad-ada apa?"

"Kau, apa kau sebenarnya...."

"Ye-yeah?"

Maou menolehkan kepalanya untuk melihat punggung Ashiya yang menemui


seorang pegawai toko dan terus menanyakan pertanyaan bersama dengan
Suzuno yang berwajah dingin, kemudian dia mengalihkan kembali
pandangannya ke arah Rika.

".... memiliki perasaan terhadap Ashiya?"

"Wagh!"

Seketika wajah Rika mengeluarkan uap dan suara seperti sebuah alat pelembab
udara, dan jatuh ke tanah.

"He-hello, apa kau baik-baik saja? Aku tidak menyangka kalau kau akan
bereaksi seperti ini!"

Maou mencoba memberdirikan Rika dengan panik dan menariknya ke arah


bangku terdekat untuk mendudukkannya.

XxxxX

"Hey, Raja Iblis."


"Ah?"

"Kenapa aku harus duduk di sini bersamamu dan meminum teh?"

"Ada apa, ini tidak seburuk itu."

"Ini membuatku tidak senang."

"Jujur sekali!"

Maou dan Suzuno sedang duduk di sebuah bangku yang ada di sebelah
eskalator di Toko Peralatan Rumah Tangga Yodogawa Bridge.

Mereka berdua sedang meminum teh gandum yang ada di dalam botol termos
yang sebelumnya sudah mereka dinginkan di dalam kulkas, dan di bawah kaki
mereka masing-masing, kini terdapat kotak yang berisi sebuah televisi.

Karena Suzuno dan Ashiya masing-masing membeli satu televisi, pegawai


yang melayani mereka pun memberikan diskon yang cukup bagus.

Tanpa mendiskusikannya dengan Maou, Ashiya pun membeli stok produk


paling murah di toko, yaitu sebuah televisi LCD tipis seharga 32.800 yen.
Meskipun televisi yang Suzuno pilih memiliki ukuran yang sama dengan
Ashiya, tapi dia membeli model yang dilengkapi dengan perekam bluray dan
fungsi playback.

Si pegawai tidak hanya membantu mereka berdua menghemat ribuan digit, tapi
dia juga membantu mereka menambah poin yang pada awalnya tidak dimiliki
oleh produk-produk berharga khusus.

Karena pegawai itu salah mengira kalau mereka berdua memiliki hubungan
yang dekat seperti keluarga ataupun sepasang kekasih, Suzuno pun terlihat
tidak senang dari awal hingga akhir, meskipun pegawai itu harus berusaha
keras untuk memenangkan hati Suzuno, dari hasilnya, ini adalah
perkembangan yang lumayan bagus.
Budget awal Maou dan yang lainnya adalah 41.239 yen, namun pada akhirnya
mereka hanya menghabiskan 30.000 yen termasuk 5% biaya garansi, jadi
Ashiya nampaknya berencana menggunakan uang sisanya untuk membeli HP.

Alasan Rika ikut hari ini pada awalnya adalah untuk memenuhi janji yang dia
buat dengan Ashiya sebelumnya, tapi dari hasilnya, Kastil Iblis juga berhasil
membeli televisi yang murah.

Setidaknya, jika Rika tidak ada, meskipun penghuni Kastil Iblis datang ke
pertokoan elektronik bersama dengan Suzuno, pemikiran untuk membeli
sesuatu bersama pun tidak akan pernah ada di kepala mereka.

"Hey, aku ingin tanya, apa yang kau pikirkan mengenai kedua orang itu?"

"Kedua orang itu? Apa maksudmu Alsiel dan Rika-dono?"

Maou menggunakan dagunya untuk menunjuk arah yang dimaksudnya, saat


ini, Ashiya dan Rika sedang berlari-lari di area penjualan HP.

Dibandingkan dengan Ashiya yang perhatiannya nampak tersedot ke dalam


area produk, Rika terlihat sedang menutupi sesuatu, dia berulang kali melihat
ke arah Maou, tapi ketika pandangannya bertemu dengan Maou, dia akan
langsung memalingkan pandangannya.

Selain itu, wajahnya terlihat sedikit memerah, apakah itu karena udara panas
dari luar yang masuk ke dalam toko, ataukah.....

"Rika-dono terlihat sangat menonjol."

"Ah?"

"Ketika mereka berdua berdiri bersama, dandanan Alsiel terlihat terlalu biasa.
Meskipun mereka bilang kalau satu hal bagus bisa menutupi tujuh hal buruk,
tapi jika dia tidak memperhatikan dandanannya, bukankah itu akan berefek
pada kredit sosialnya?"

"Jadi, kredit sosial itu, apakah seserius itu?"


"Tentu saja. Berdiri dengan pria seperti itu akan membuat dandanan cantik
Rika-dono terlihat berlebihan."

"Kalau begitu, pernahkah kau berpikir kenapa Suzuki Rika berdandan begitu
cantik? Dari yang aku lihat, itu bukanlah pakaian normal yang biasa dipakainya
ketika dia pergi keluar."

"Kenapa..... Karena belanja kali ini di rencanakan oleh Alsiel. Meskipun aku
tidak tahu bagaimana Alsiel dan Rika-dono saling mengenal, tapi Rika-dono
tidak tahu kalau Alsiel itu adalah iblis. Karena seorang pria mengajaknya,
maka dia seharusnya paling tidak mempersiapkan sesuatu yang khusus
digunakan untuk pergi keluar..."

Ketika Suzuno yang berbicara dengan acuh tak acuh sampai pada bagian ini,
dia tiba-tiba merasa ada sesuatu yang salah dengan apa yang dia ucapkan dan
terdiam.

"Ini tidak ada hubungannya dengan potongan harga yang tadi kita bicarakan,
tapi menurut kepribadian seorang wanita, apa menurutmu dia akan melakukan
hal-hal yang tidak berguna seperti itu?"

".... hey, hey, tunggu Raja Iblis, mungkinkah?"

"Jangan lupa kalau kepribadian gadis itu adalah tipe yang tidak akan peduli
dengan detail poin-poin tertentu, bahkan dengan diriku yang baru pertama kali
ditemuinya, dia akan berbicara secara terang-terangan karena aku adalah teman
dari temannya, apa kau pikir gadis seperti itu akan sengaja berdandan hanya
karena ajakan Ashiya?"

"Jangan bilang kalau Rika-dono....."

Suzuno membeku seketika, dia bahkan tanpa sengaja menjatuhkan botol


termos di tangannya.

Karena 80% botol tersebut berisi es, dan adanya sebuah handuk yang menutupi
bagian luarnya agar bisa menyerap uap, bukan hanya tidak menimbulkan suara
yang keras, tapi teh gandum di dalamnya juga tidak tumpah.
"Ra-Raja Iblis, jangan bilang kalau maksudmu Rika-dono itu tertarik dengan
Alsiel?"

"Aku bertanya kepadanya tadi, dan dia membuat teriakan seperti seekor
banteng dan pingsan.......wah!"

Maou baru berbicara setengah jalan ketika Suzuno tidak tahan lagi dan
memukul Maou.

"Sakit! Apa yang kau lakukan?"

"Akulah yang ingin tahu apa yang telah kau lakukan! Meski kau itu bodoh,
seharusnya masih ada batasnya juga!"

"Hah?"

"Tidak heran Rika-dono terus memperhatikan arah sini dari tadi! Bagaimana
kau menanyainya?"

"Ow.....uh, aku hanya bertanya secara normal apakah dia menyukai Ashiya......
wah!"

Kali ini, Maou juga menjatuhkan botol termosnya karena dampak dari pukulan
Suzuno.

"Dasar Raja Ibliiiiiis!"

"Suzu-Suzuno, ow, aku sulit bernapas.....! A-ada orang lain yang melihat kita!"

"....Ugh!"

Suzuno yang lupa akan sekitarnya dan mencengkeram bagian depan baju Maou,
memperoleh kembali akal sehatnya di saat-saat terakhir.

"Hal-hal seperti ini, lebih baik kau tidak mengatakannya secara terang-
terangan...."

"Apa yang akan terjadi jika aku mengatakannya dengan terang-terangan?"


Suzuno menarik napas dalam untuk menenangkan diri, dia menghembuskan
napasnya setelah duduk di atas bangku dengan berat.

"Well, ini bukan masalah apakah itu mungkin atau tidak....."

Suzuno menatap tajam ke arah Maou yang menggumamkan kata-kata tersebut,


melalui sudut matanya.

Dan dengan nada yang ringan dan tajam, dia berbicara dengan volume yang
hanya bisa didengar oleh Maou,

"Kasus ini berbeda dengan kasus Chiho-dono, apa kau benar-benar ingin aku
dan Emilia memanipulasi ingatan Rika-dono?"

"Hah?"

Karena Maou tidak bisa mengerti maksud di balik kata-kata Suzuno, dia
mengeluarkan sebuah suara tidak paham.

Mungkin karena reaksi ini masih berada dalam prediksinya, Suzuno hanya
terus menjelaskannya dengan nada yang sama.

"Selain kami, Chiho-dono juga tahu tentang kalian semua. Meski begitu, dia
masih menyukai orang sepertimu. Mengenai fakta bahwa kau mungkin akan
diserang oleh orang lain, Chiho-dono seharusnya sudah bersiap-siap secara
mental dengan caranya sendiri. Akan tetapi, Rika-dono itu berbeda."

"...."

'Setelah diingat-ingat, rasanya itu sangat merepotkan bahkan melebihi


bayanganku', pikir Maou, tapi jika dia mengatakannya, mungkin dia akan
dibunuh dengan Reinforced Holy Hammer, jadi ia tidak mengatakannya.

"Menyukai Alsiel, hanya akan membuat Rika-dono menghadapi masa depan


yang suram. Jika kau tidak ingin dia terlibat seperti Chiho-dono, kau
seharusnya juga tidak terlibat dengan dia ke depannya."
"Ya ampun, itu tidak hanya akan membawa masa depan yang suram..... pada
dasarnya, soal ketetapan hati Chi-chan, itu sebenarnya lebih mengacu ke
sekarat, ya kan? Tapi belum dipastikan kalau semua ini akan jadi seperti itu...."

"Itu...."

Ketika ia hendak membantahnya, Suzuno tiba-tiba teringat percakapannya


dengan Emi di malam ketika mereka pulang dari Choshi, serta hal-hal
mengenai Alas Ramus, oleh karena itu, dia baru berbicara setelah berpikir
sejenak...

"Dari sudut pandang obyektif, kemungkinan hal itu bisa terjadi adalah seperti
ukuran kotoran Paramecium."

"Jadi kesempatanku bertahan sekecil itu?"

"Tapi dengan Alsiel dan Rika-dono, mereka bahkan tidak punya kemungkinan.
Raja Iblis, meskipun kau, Alsiel, dan Lucifer memutuskan untuk menetap di
Jepang, itu masih saja mustahil."

"A-apakah seburuk itu? Ugh, meskipun kami tidak berencana melakukan itu
dari awal....."

"Berapa lama kalian sudah berubah ke dalam keadaan seperti ini? Siapa yang
bisa menjamin kalau kalian semua masih akan mempertahankan wujud yang
sama di masa yang akan datang, atau menjadi tua seperti manusia pada
umumnya?"

"Hm....."

"Meskipun kau memiliki kekuatan fisik manusia, meski kau memiliki tubuh
yang perlu dirawat dengan perawatan medis dari dunia manusia ketika sedang
terluka, saat kau berhasil mengumpulkan sihir iblis, pada akhirnya kau
masihlah seorang iblis. Oleh karena itu, meskipun kalian semua membuka
lembaran baru dan menemukan 'pasangan' manusia, 'pasangan' kalian masih
akan menghadapi kemalangan sosial.... selama kalian masih berada di dalam
tubuh muda tersebut."
"Kau benar-benar berpikir kalau kami akan bertindak sejauh itu demi manusia,
hal ini sebenarnya jauh lebih mengejutkan buatku."

"Di saat begini, kau masih saja mengatakan hal-hal seperti itu."

Suzuno mengangguk dengan acuh tak acuh.

"Jawaban yang tepat tidak bisa didapatkan hanya dengan anggapan semata.
Aku berinteraksi langsung dengan kalian di negara ini, kalau aku membuat
penilaian menyeluruh terhadap kepribadian kalian semua, kesimpulan ini akan
datang dengan sendirinya.... ah!"

Kali ini, Suzuno tiba-tiba menatap Maou, seolah-olah Maou adalah pembunuh
ayahnya.

"Meski begitu, ini bukan berarti aku memiliki penilaian positif terhadap kalian!
Bagaimanapun, ini adalah pengamatan obyektif."

"A-aku sudah tahu. Te-terlalu dekat, terlalu dekat, aku bilang aku paham."

Menghadapi seorang Penyelidik yang tiba-tiba mencengkeram bagian depan


kaosnya dan menatap tajam ke arahnya, Maou hanya bisa menunjukkan
senyum sembrono untuk menenangkan si Penyelidik tersebut.

Suzuno mempertahankan tatapan tegasnya dan melihat ke arah Ashiya dan


Rika yang berada di bagian penjualan HP.

"Karena Rika-dono memiliki perasaan terhadap Alsiel, dia pasti akan


menghadapi kepahitan dari rusaknya sebuah hubungan, atau akhirnya
mengalami perpisahan dengan penghuni dunia lain seperti kita. Apa kau pikir
aku dan Emilia akan membiarkannya?"

"....."

Mungkin Suzuno memang telah membayangkannya, setelah Maou menata


kembali kerahnya dan mengambil botol termos di lantai, dia balik menatap
Suzuno dengan ekspresi suram.
"Kau seharusnya tahu apa yang ingin kukatakan kan? Jika memungkinkan,
suruh Alsiel untuk memutus hubungannya dengan Rika-dono mulai hari ini.
Dengan begini, rasa sakit yang dirasakan Rika-dono juga akan......"

"Lalu, kenapa kalian semua tidak menghapus ingatan Chi-chan?"

".... menjadi minim..... Apa yang kau katakan?"

"Perbedaan antara Chi-chan dan Suzuki Rika hanyalah apa mereka tahu
identitas asli kami atau tidak. Jika kau tidak ingin Chi-chan mengalami
kesialan, harusnya tidak masalah jika kalian menghapus ingatannya kan?"

Suzuno sangat terkejut dengan pertanyaan Maou yang mendadak.

"Kriteria apa yang kau gunakan untuk membedakan Chi-chan dan Rika? Tekad
Chi-chan patut dihargai sebagai seorang teman, lalu apa tekad Rika tidak
pantas untuk dihargai?"

"Bu-bukan seperti itu!! Hanya saja...."

"Hanya apa?"

"....."

Suzuno tidak bisa membalas kata-kata Maou.

"Biar kuajarkan padamu bagaimana mudahnya merubah masa depan tragis


Suzuki Rika yang menyukai Ashiya."

Maou mengatakannya dengan santai.

"Itu sederhana. Kita hanya perlu membuat Suzuki Rika tahu kalau kami adalah
iblis dari dunia lain dengan cara yang bisa dia percayai. Jika dia begitu beriman,
maka dia tidak akan berani mendekati kami, itu juga bagus buatmu dan Emi,
jika Suzuki Rika masih menyukai Ashiya bahkan dengan hal ini, itu artinya dia
harus berinteraksi dengan kami dengan sejumlah tekad di hatinya. Paling tidak
dia tidak akan merasa sedih dengan cara yang sangat tidak adil."
"Ba-bagaimana mungkin? Jika itu terjadi...."

"Apa yang akan terjadi?"

"Ka-kalau begitu, bukankah Rika-dono akan terseret ke dalam masalah kita


juga?"

Nada bicara Suzuno kehilangan ketegasannya.

"Akan sangat bagus jika berbagai macam 'musuh kita' tidak mengetahuinya."

Maou dengan sengaja menggunakan kata 'musuh kita' untuk mengungkapkan


hal ini.

"Pada awalnya, Olba itu menyeret Chi-chan yang tidak tahu apa-apa tanpa ragu,
kau tahu? Jangan bilang kalau menurutmu Ciriatto atau orang yang mengirim
Ciriatto, tidak akan melibatkan orang Jepang yang tidak tahu apa-apa ke dalam
masalah ini?"

Maou mengatakannya dengan cara yang halus, tenang, namun percaya diri.

"Semenjak aku dan Emi masuk ke dalam pusat masyarakat manusia di Jepang,
yaitu Tokyo, pemikiran untuk tidak ingin melibatkan manusia ke dalam
masalah ini sudah tidak berlaku. Jika sesuatu terjadi, apakah yang terbaik itu
adalah menyembunyikan identitas asli kita dari orang-orang di sekitar kita,
ataukah dalam sudut pandangmu, hubungan kami dengan Suzuki Rika hanya
ada di permukaan saja, di mana titik lemah akan muncul ketika identitas kami
diketahui?"

"Itu adalah logika yang bertentangan! Hubungan antar manusia tidaklah


sesederhana itu!"

"Apa gunanya mengatakan hal itu, kami ini iblis sekaligus manusia di sini.
Meskipun logikanya itu akan lebih merepotkan, tapi saat ini kami memiliki
hubungan yang baik dengan Chi-chan, iya kan? Apapun alasannya, sejak saat
Emi tidak memikirkannya dengan serius dan memperoleh teman, Suzuki Rika
itu sudah termasuk dalam kelompok yang terlibat, hanya saja dia tidak pernah
menemui bahaya sampai sekarang."

"....."

"Meski tidak diketahui apakah hal ini baik atau buruk, tapi memperluas
hubungan dengan manusia tidak sama dengan melibatkan mereka ke dalam
masalah kita. Aku juga berinteraksi dengan banyak orang karena pekerjaan
dan....."

Maou perlahan berdiri, dan mulai melakukan peregangan untuk mengendurkan


otot-otot di pinggangnya.

"Hal ini seharusnya tidak diucapkan olehku, tapi bukankah membosankan


menjalani hidup sendirian? Tentunya, memiliki seorang rekan akan sangat
bagus, benar?"

Suzuno, dalam keadaan tak bisa berkata-kata, menundukkan kepalanya, dan


dengan tangan di atas pangkuannya, pundaknya terus bergetar tanpa henti.

Dia memang tidak bisa menyangkal logika ini, namun Suzuno tetap merasa
frustasi karena tidak bisa menerimanya secara emosional.

Maou melirik ke arah Suzuno melalui sudut matanya dan mendesah seolah
merasa lebih santai.

"Cara berpikirmu sudah terlalu kuno. Tidak masalah jika kau terkadang
menjadi seperti Emi dan bertindak tanpa berpikir."

Melihat jepit rambut milik Suzuno bergetar karena rasa bencinya, Maou pun
meletakkan tangannya di atas kepala Suzuno.

"Ja-jangan sentuh aku!"

Suzuno dengan mata agak memerah, menyingkirkan tangan itu dengan paksa.
"Itu, itu karena kau dan Emilia terlalu santai! Bahkan jika akulah satu-satunya
orang yang memikirkannya dengan serius, apa ada yang salah mengenai hal
itu?"

"Tidak ada yang salah mengenai hal itu. Akan tetapi, jika pemikiran itu
membawa ke arah yang negatif dan tidak berguna, maka itu hampir sama saja
dengan menyerah untuk berpikir. Karena jalan hidup untuk membuat
hubungan dengan orang lain sudah kita pilih, maka tidak peduli betapa sulitnya
situasi di depan kita, hidup kita akan lebih bahagia jika kita menjalaninya
dengan melihat sisi yang baik. Terutama karena aku adalah seorang raja, agar
bisa membawa orang-orang yang mengikutiku ke arah yang benar, aku
memiliki tugas untuk membawa jalan kehidupan ini."

".... Raja....."

Suzuno mengulangi apa yang Maou katakan.

"K-kalau begitu.."

"Hm?"

"Jika arah yang kita pikir benar, ternyata salah saat kita terus menjalaninya,
lalu apa yang harus kita lakukan?"

"Bukankah sudah jelas?"

Meski Suzuno bertanya dengan niat jahat karena terpancing oleh penggunaan
kata-kata Maou, tapi Maou tetap menjawabnya dengan sikap yang sederhana
dan ceria.

"Tak masalah selama aku mengizinkan orang yang percaya bisa membimbing
semuanya ke tempat yang lebih baik untuk menggantikanku, dan sekali berdiri
di depan semua orang."

"Ne, ne, Ashiya-san."

"Ya?"
"Apa Maou-san dan Suzuno itu memiliki hubungan yang sangat baik?"

"Eh?"

Ashiya melihat ke arah yang ditunjuk Rika, dan menemukan Maou dan Suzuno
yang sedang membuat keributan di sebelah tangga. Meski mereka tidak terlihat
sedang bermain-main, tapi mereka juga tidak seperti mendebatkan sesuatu
yang remeh.

"Sebenarnya mereka itu saling bermusuhan satu sama lain."

"Bermusuhan satu sama lain... maksudnya?"

"Tapi....."

Ashiya, dengan ekspresi gelisah di wajahnya, mengatakan sesuatu yang


berlawanan dengan apa yang digambarkan oleh ekspresinya.

"...akhir-akhir ini, mereka sudah tidak seperti itu."

".... rasanya, seperti sedikit rumit, begitu?"

"Benar. Itu agak rumit."

Usai melembutkan ekspresinya, Ashiya menatap mata Rika.

Hanya dengan itu saja, sudah cukup untuk membuat detak jantung Rika
menjadi lebih cepat beberapa kali lipat.

"Mungkin suatu hari, kami perlu menjelaskannya juga kepada Suzuki-san."

Di bawah tatapan yang hanya bisa dideskripsikan sebagai ketulusan.....

"Yeah...."

Rika hanya bisa mengangguk.

Ashiya memang memiliki sisi yang tidak bisa dimasuki oleh Rika. Sejak
pertama kali mereka bertemu, Rika sudah merasakan hal ini. Hubungan antara
dia dan Maou juga memiliki atmosfer yang sepertinya tidak bisa dipahami
hanya sebagai atasan dan bawahan, biarpun Emi melihat mereka berdua
dengan rasa permusuhan yang lebih dari yang seharusnya, tapi Rika juga tahu
kalau Emi tidak benar-benar membenci mereka.

Sebenarnya, tidak memiliki pengetahuan sosial mengenai televisi seperti tadi,


meski mereka sudah berpengalaman menjalankan sebuah perusahaan, rasanya
juga terlalu aneh.

Rika memang menerima penjelasan Ashiya ketika mereka pertama kali


bertemu, tapi mungkin 'Maou Group' yang sebelumnya Ashiya bicarakan,
adalah sebuah kebohongan untuk menutupi masa lalu mereka yang begitu
besar.

Dia baru bertemu dengan Ashiya tiga kali, dan itu hanya sebatas mengenal satu
sama lain. Jika Rika ditanyai, mereka sebenarnya memang sudah dihitung
sebagai teman, tapi mereka belumlah sedekat itu, jadi dia tidak bisa
mengumpulkan informasi tentang masa lalu mereka.

Selain itu, kapanpun dan di manapun, Ashiya terus menggunakan honorifik


ketika menyebutkan namanya seolah-olah Rika itu orang luar.

Sampai saat ini, dengan pria-pria seumuran yang Rika kenal, dia hanya butuh
satu hari untuk memperkecil jarak di antara mereka dan menjadi familiar.
Namun dengan dinding antara dia dan Ashiya, jangankan kata hancur, bahkan
tidak ada sedikitpun retakan pada dinding itu.

Aku ingin menghancurkan dinding itu.

Aku ingin lebih mengenal Ashiya di balik dinding ini.

Keinginan ini secara alami tumbuh di hati Rika.

Maou dan Suzuno memang terlihat saling tidak menyukai, tapi di mata orang
lain, interaksi di antara mereka berdua sangatlah terbuka dan jujur.
Meski sedikit aneh kalau menyebut hubungan semacam itu ideal, tapi Rika
ingin lebih mengetahui apa yang Ashiya pikirkan dan hidup macam apa yang
dia jalani.

Rika tiba-tiba menyadari sesuatu.

Tangan yang ia gunakan untuk membawa Sanma rebus, Saba, dan Iwashi, saat
ini sedang menguatkan genggamannya.

"Ashiya-san."

-Aku......

"Apa kau hanya ingin mengumpulkan informasi saja untuk hari ini? Sejak awal,
kau tidak harus memutuskan untuk membeli HP hari ini juga, kan?"

"Yeah, memang benar sih...."

-menyukai.....

"Kau tidak perlu memilih Docodemo hanya karena diriku, dan ada masalah
budget juga, akan lebih baik jika kau memikirkannya dengan benar setelah
membicarakannya dengan Maou-san. Dan setelah itu, jika kau masih belum
memiliki pilihan......"

-pria aneh ini.

"Asalkan kau memberitahuku, aku masih bisa kok pergi membeli sesuatu
bersamamu."

Rika menyarankan hal ini dengan 90% ketulusan dan 10% perhitungan.

Karena Ashiya menjadi begitu senang ketika TV yang dia beli ternyata
harganya lebih murah dari yang dia bayangkan, dia pun kehilangan
pembawaannya yang tenang.

Menurut Ashiya, dia tidak pernah mengecek 'plan' apa yang HP Maou gunakan,
Rika pikir, kalau dia bisa menyesuaikan kontrak Maou dan membuat mereka
berdua menggunakan 'plan' pembayaran bersama, mereka mungkin akan
mendapatkan fungsi yang mereka inginkan dengan harga yang lebih murah.
Dan memang mereka tidak memiliki informasi yang cukup dalam aspek ini.

Sementara untuk 10% perhitungan sisanya, jika dia mengajukan hal ini,
mungkin Rika bisa membuat kesempatan lainnya untuk bertemu dengan
Ashiya, ini adalah tindakan yang murni disengaja.

Hal ini sama saja saat dia menelepon Emi kemarin, karena alasan yang tak
diketahui, dia akan menjadi sangat gugup jika nama Ashiya disebut. Dia juga
tidak pernah menyangka kalau memberitahu orang lain mengenai masalah ini
akan begitu sulit, waktu itu, Rika memang masih belum bisa memahami
perasaannya sendiri, tapi saat dia mulai menyadarinya, jawabannya ternyata
begitu mudah untuk dipahami.

"..... Lain kali, boleh aku merepotkanmu lagi?"

Begitu dipastikan akan ada 'lain kali', Rika sudah merasa begitu bahagia.

"Serahkan padaku! Dengan gelar yang kuakui sendiri sebagai kartu truf dari
pusat layanan telepon, agar pelanggan bisa memilih HP yang paling cocok
dengan dirinya, izinkan aku untuk memberimu saran!"

"Aku akan menantikannya."

Meskipun Rika belum mengenal Ashiya dengan begitu baik, tapi dia masih
merasa sebahagia ini hanya karena senyuman orang itu.

Ah, serius ini, ini sama sekali tidak cocok dengan gayaku.

"Kalau begitu, aku akan menyimpan dulu informasi yang kudapat hari ini.
Setelah ini, tergantung situasi pekerjaan Maou, aku akan menghubungimu lagi
dalam waktu dekat ini."

"Yeah, aku juga memiliki pekerjaan, kita akan membicarakan dan memutuskan
waktunya nanti. Kalau begitu, kita akan berpisah setelah kedua orang yang
membuat keributan di sana itu mulai menjadi tenang....."
Sebelum Rika bisa menyelesaikan kalimatnya.......

"Kyaaaaaaaaaaa!"

Sebuah teriakan tiba-tiba terdengar dari tangga, membuat Ashiya, Rika, Maou,
dan Suzuno seketika membeku di tempat.

Pembeli di dalam toko juga menunjukkan ekspresi kebingungan, melihat ke


sekitar mereka untuk menemukan asal suara teriakan tersebut.

"Hey, apa yang terjadi?"

"A-aku akan pergi melihatnya."

Di sana, seorang pegawai yang terlihat seperti pegawai senior berlari menaiki
tangga setelah mengatakan hal tersebut.

Setelah Maou yang berdiri di bawah tangga melihat pegawai itu pergi, dia
nampak menyadari sesuatu dan menoleh ke arah Ashiya karena hal ini.

Dan Ashiya, sepertinya juga menyadari hal yang sama dengan Maou.

"Suzuki-san, maukah kau menunggu di sini sebentar?"

"Eh?"

"Hey, Suzuno, kau seharusnya menyadarinya juga kan?"

Maou bertanya kepada Suzuno dengan ekspresi suram, sementara Suzuno


mengangguk dengan ekspresi tidak senang di wajahnya.

"...... Aku serahkan Suzuki Rika padamu, Ashiya dan aku akan memeriksa
situasinya."

Setelah itu, tanpa menunggu jawaban Suzuno, Maou pun langsung berlari
menaiki tangga, dan Ashiya mengikutinya dari belakang.

"Eh? Hey, Ashiya-san, Maou-san, bukanlah lebih baik tidak pergi ke sana?"
Rika yang merasakan atmosfer kecemasan ini, mengatakan hal tersebut seolah-
olah berbicara pada dirinya sendiri. Suzuno, menyaksikan Maou dan Ashiya
menghilang di puncak tangga, dia segera bergerak ke samping Rika, dan mulai
meningkatkan kewaspadaannya.

Lantai kedua adalah lantai di mana Ashiya dan Suzuno membeli televisi.

Meski belum ada sesuatu yang aneh terjadi, karena alasan yang tak diketahui,
sebelum dan sesudah teriakan itu terdengar, sebuah aura menyesakkan bisa
dirasakan dari tangga.

".... Rika-san, kupikir lebih baik kita menunggu di luar toko. Aku punya firasat
buruk mengenai hal ini."

"Eh, ah, yeah, tapi Ashiya-san dan......"

"Mereka akan baik-baik saja. Mereka mungkin terlihat seperti itu, tapi mereka
berdua telah melewati begitu banyak cobaan dan kesulitan."

"A-apa maksudnya itu.... ah, tunggu, tunggu sebentar Suzuno, kau melupakan
televisinya!"

Rika berhasil mengingatkan Suzuno untuk membawa kedua televisi tersebut,


mereka pun berlari ke luar toko di bawah arahan Suzuno.

Di luar toko, terlihat Shinjuku yang biasanya, sepertinya teriakan itu hanya
terjadi di dalam area toko, pejalan kaki yang ada di jalanan pun juga tidak
berubah banyak.

Di sisi lain, Maou dan Ashiya langsung menemui situasi yang aneh ketika
mereka mencapai lantai di atas tangga.

Berbagai macam televisi yang dipamerkan di dalam toko yang baru saja
mereka kagumi....

Semua layar mereka kini telah hancur.


Panel LCD hancur berserakan di atas lantai, para pembeli dan pegawai yang
kebingungan, hanya bisa menganga melihat kejadian ini.

"Apa, apa yang terjadi?"

Pegawai yang berlari dari lantai pertama untuk memeriksa situasi, langsung
memanggil pegawai lain untuk mencari tahu situasinya.

Dan pegawai muda yang menjawabnya, kebetulan adalah orang yang melayani
Ashiya dan Suzuno.

"Erhm, itu, uh, lay-layar...... yang digunakan untuk pajangan tiba-tiba


memancarkan cahaya putih...."

"Kau bilang semua layar itu memancarkan cahaya di saat yang sama?"

"Karena cahaya itu begitu silau seperti flash kamera, akupun langsung menoleh,
lalu....."

Pegawai lain yang berlari mendekat, juga mengatakan hal yang sama seperti si
pegawai pertama.

"Ketika aku memulihkan kembali pandanganku, aku mendapati semua layar


LCD ini sudah hancur."

"Ba-bagaimana hal semacam ini bisa terjadi? Be-benar, pertama-tama, ayo kita
ungsikan semua pelanggan keluar! Dan juga, cepat cari seseorang untuk
menghubungi pemadam kebakaran dan polisi....."

Pegawai yang mencoba menyelidiki masalah ini tadi, tidak bisa menangani
situasinya dengan tenang karena keseriusan masalahnya, tapi dilihat dari
bagaimana dia langsung memikirkan keselamatan pelanggan dan
kemampuannya untuk memimpin yang lain, dia pastinya adalah supervisor
yang handal.

Maou dan Ashiya yang baru menaiki tangga, langsung diminta untuk turun
oleh pegawai di dekat mereka.
Setelah berbalik dan melihat ke arah bagian penjualan televisi, Maou pun
menuruni tangga dan berjalan keluar toko dengan ekspresi tegang di wajahnya.

"Hey, apa yang sebenarnya terjadi?"

"Ashiya-san, apa kau baik-baik saja?"

Suzuno menekan Maou seolah-olah Maou lah alasan di balik insiden ini,
sementara Rika hanya khawatir dengan keselamatan Ashiya.

Maou merasa sedikit berkecil hati, tapi dia masih terlihat ceria dan memberikan
instruksi pada Ashiya.

"Hey, Ashiya, untuk amannya, kau sebaiknya mengantar Suzuki Rika pulang."

"Eh?"

"Aku akan mempertaruhkan nyawaku untuk melaksanakannya."

Rika menjadi begitu terkejut karena perintah Maou yang tiba-tiba, namun
Ashiya menerima perintah itu dengan sikap yang begitu terang-terangan.

"Suzu, Suzuki-san, biar kuantar kau pulang. Aku ingat kau tinggal di
Takadanobaba......"

"Ah, eh, uh, erhm, tunggu, tunggu sebentar, kemajuan ini terlalu pesat, aku
belum siap secara mental, dan aku masih harus merapikan kamarku, erhm!"

Usai menyaksikan Ashiya memegang Rika dan berjalan menuju stasiun,


sekaligus Rika yang pergi sambil terus merasa panik karena alasan yang tak
diketahui, Maou pun menggerakkan dagunya untuk memberi isyarat kepada
Suzuno.

"Kita akan membicarakannya dalam perjalanan pulang. Pokoknya, setelah


bertemu dengan Urushihara, suruh Emi untuk datang juga. Ah, Chi-chan juga
perlu dihubungi. Kita harus memberitahunya kalau di luar saat ini begitu
berbahaya, dia juga harus kita larang agar tidak datang ke apartemen."
"Izinkan aku memastikan sesuatu denganmu terlebih dahulu!"

Nada bicara Suzuno menjadi lebih tegas dibandingkan sebelumnya.

"Itu tadi sihir iblis kan? Apa itu ada hubungannya dengan kelompok
Barbariccia?"

"Aku tidak tahu. Tapi biar kujelaskan hal ini dulu padamu. Meski
mengatakannya sekarang tidak akan terlalu berguna, tapi itu benar-benar
bukan ulah kami."

Aura menyesakkan dari tangga itu tidak diragukan lagi adalah sihir iblis.

Tentu saja, Maou dan Ashiya tidak melakukan apa-apa, Maou juga tidak tahu
bagaimana sihir iblis bisa ada hubungannya dengan penghancuran televisi
massal.

Tapi satu hal yang pasti, itu bukanlah kejadian biasa.

"Aku sudah tahu meski kau tidak mengatakannya!"

Suzuno mempercepat langkahnya dengan ekspresi dingin di wajahnya.

Karena mereka berjalan sambil membawa televisi, kucuran keringat pun mulai
muncul di dahi mereka masing-masing.

"Kau baru saja mendebatku untuk hal yang tidak berguna. Meski kau tidak
mengatakannya, aku juga tahu kalau kau bukanlah dalang di balik ini. Dan
masa iya, kau yang seorang 'Raja' akan menjadi sangat takut di tempat yang
aneh semacam ini."

"Karena aku terlalu sering makan bersama orang yang mengawasi hidupku
akhir-akhir ini, aku menjadi agak paranoid."

Maou membalas sarkas tersebut dengan senyum enteng.

"..... Terserah apa katamu. Pokoknya, ayo kita cepat pulang."


Suzuno yang tidak memiliki minat untuk mengurusi hal ini, memalingkan
wajahnya dan mendahului Maou dengan langkah yang lebih cepat.

Mereka buru-buru pulang dengan seluruh kekuatan mereka, dua orang yang
menyapa mereka saat sampai di Villa Rosa Sasazuka adalah Emi, yang
ekspresinya bahkan lebih berat dibandingkan dengan mereka, dan Urushihara,
yang menunjukkan ekspresi tegang.

"Bell, Raja Iblis ini selalu bersamamu sepanjang waktu, kan?"

"Yeah, yeah.... Alsiel berpisah dengan kami beberapa saat yang lalu...."

Setelah mendengar jawaban Suzuno, Emi memperlihatkan ekspresi sedikit


lega. Tapi segera setelahnya, dia langsung menatap tajam ke arah Maou dengan
ekspresi dingin.

"Di mana Alsiel? Cepat suruh dia kembali!"

"A-ada apa? Apa terjadi sesuatu?"

Keadaan mental Emi sangat tidak normal, bahkan Maou pun menyadari kalau
tingkah laku Emi agak aneh.

Mata Emi terlihat dipenuhi kegelisahan yang tidak pernah terlihat sebelumnya.

Emi adalah musuh Maou, matanya selalu terbakar dengan tekad yang kuat.

Tapi saat ini, Emi terlihat kehilangan tekadnya, tatapannya terasa seolah-olah
dia telah dipojokkan.

Entah itu, Maou, Urushihara ataupun Suzuno, ini adalah pertama kalinya
mereka melihat Emi menunjukkan ekspresi seperti ini.

"Aku yang menduga kalau kaulah penyebabnya, dan aku yang merasa lega
karena kau bukan penyebabnya, saat ini sedang bertentangan di dalam hatiku.
Biar kupastikan kembali, Raja Iblis dan Alsiel terus bersama Bell sepanjang
waktu ini, dan kemarin, setelah kembali dari agensi apartemen, kau tidak pergi
keluar sama sekali, kan?"
Maou dan Suzuno mengangguk di saat yang bersamaan.

Setelah Emi memastikan hal ini, dengan ekspresi yang begitu sedih, dia
mengungkap sebuah fakta yang begitu mengejutkan....

"Chiho pingsan karena terkontaminasi sihir yang kuat. Menurut ibu Chiho,
semenjak kemarin malam, kondisinya sudah sedikit aneh."
Chapter 3 : Raja Iblis dan Pahlawan, Untuk Pertama Kalinya
Berkonsentrasi Menangani Apa Yang Terjadi Di Depan
Mereka

Meskipun Maou dan Ashiya pernah mengendarai ambulans sebelumnya, tapi


semenjak mereka datang ke Jepang, ada sebuah kendaraan yang belum pernah
mereka gunakan.

Itu adalah taksi.

Taksi adalah alat transportasi yang sangat nyaman dan bisa mencapai tujuan
dengan akurat, tapi kenyamanan ini juga membuatnya menjadi salah satu alat
transportasi sehari-hari dengan harga tertinggi.

Jika biaya naik taksi di dalam kota dikonversi ke dalam harga tiket kereta di
jalur Keio, hanya tarif dasar saja sudah cukup untuk satu orang pergi dari
Shinjuku ke stasiun Takaosanguchi, jika dikonversi untuk Kami-Kitazawa, itu
bahkan cukup untuk mengadakan perjalanan bolak balik.

Sebenarnya, para penghuni Kastil Iblis tidak pernah menemui situasi yang
membuat mereka harus mengandalkan taksi untuk bepergian, jika jaraknya
hanya berjarak 3 stasiun dalam kota, Maou dan Ashiya pasti akan lebih
memilih berjalan.

Setelah tanpa ragu memanggil dua taksi ke apartemen ketika Ashiya kembali,
Maou dan yang lainnya kemudian memisahkan diri menjadi 2 kelompok yaitu
kelompok Kastil Iblis dan kelompok Pahlawan, mereka pun pergi ke Yoyogi.

Atmosfer di dalam taksi terasa begitu berat dan tidak ada seorangpun yang
berbicara.

Maou yang duduk di kursi depan menatap arah di depannya dengan tatapan
kaku, dan di dalam taksi yang dinaiki oleh Emi dan yang lainnya, sebuah
tangan yang terlihat sedang menggenggam pegangan pintu taksi tanpa sadar
semakin mengeratkan genggamannya.
Sama halnya dengan Ashiya, ekspresinya kini terlihat begitu menderita, dan
bahkan Urushihara yang biasanya mengabaikan suasana dan membicarakan
omong kosong, saat ini hanya diam memandang keluar jendela.

Di samping tarif dasar, argometer di dalam taksi tidak mungkin akan melompat
terlalu jauh. Kedua taksi itu pun mencapai Yoyogi yang terletak di Shibuya,
dan memasuki jalur putaran U yang ada di Rumah Sakit Universitas Saikai.

Ketika taksi berhenti, Maou yang meminta Ashiya untuk membayar, langsung
terburu-buru keluar bahkan tanpa melihat ke arah sopir.

Sama halnya dengan taksi di depan, Emi juga keluar lebih dulu, dan nampak
menyerahkan tagihannya kepada Suzuno.

"Lewat sini!"

Emi menggunakan dagunya untuk memberi isyarat kepada Maou, dan berjalan
terlebih dahulu menuju resepsionis rumah sakit.

"Kami ke sini untuk menjenguk Sasaki-san yang ada di kamar 305...."

"Baik, silakan mendaftar dulu di kartu pengunjung ini, lalu serahkan kartu ini
kepada resepsionis yang ada di lantai 3."

Bahkan waktu yang mereka habiskan untuk mengisi form yang diserahkan oleh
resepsionis perempuan itu terasa begitu sia-sia.

"Aku tahu kau cemas, tapi jangan berlari sembarangan di dalam rumah sakit.
Nyawanya tidak terancam bahaya, jadi tenangkan dirimu!"

"....Yeah!"

Setelah memastikan hal itu, Maou dengan ekspresi kaku di wajahnya


mengambil napas dalam untuk menenangkan dirinya, Emi menyerahkan kartu
pengunjung yang dipinjamnya dari counter kepada Maou.

"Jika kartu ini tidak ada, maka kau tidak akan bisa berkunjung, jangan sampai
menghilangkannya, okay?"
"Aku bukan anak kecil lagi, cepat dan tunjukan saja jalannya!"

"Aku tahu. Lewat sini."

Hanya kali ini, Emi tidak keberatan dengan nada kasar Maou, dia kemudian
berbalik dan menunjukkan jalannya dengan cepat.

Kedua orang itu menaiki lift berukuran besar sampai ke lantai 3 dan
menunjukkan kartu pengunjung mereka kepada pusat perawat.

"Kalian boleh menjenguknya sekarang. Tapi karena itu adalah kamar umum,
tolong jangan berisik!"

Usai mengatakannya, seorang pegawai berpakaian putih yang ramah itu


menunjuk sebuah ruangan yang ada di tepi.

Setelah Emi dan Maou menunjukkan rasa terima kasih mereka dengan
tatapannya, mereka berjalan menuju kamar 305 yang pintunya terbuka.

Di dalam ruangan tersebut, terdapat 4 ranjang yang dipisahkan oleh tirai, dan
ketika melihat ranjang yang dikelilingi banyak mesin, Maou mulai berkeringat
ketakutan.

"Itu bukan di sana, dia ada di sini."

Emi yang cukup sensitif untuk menyadari perubahan ekspresi Maou, menarik
lengan baju Maou dan berjalan menuju ranjang yang tidak terdapat mesin
apapun di sampingnya. Melihatnya dengan seksama, terdapat plat nama yang
tergantung pada tirai dengan nama 'Sasaki-san' di atasnya.

"...... Maaf karena sudah sering mengganggu, ini Yusa."

Emi mengecilkan volume suaranya dan berbicara dengan orang yang ada di
dalam tirai, setelah itu, sebuah suara yang familiar pun terdengar.

"Tidak masalah, masuklah!"

"Permisi!"
Orang yang menjawabnya adalah ibu Chiho, Riho.

Maou pada awalnya bermaksud menyapa Riho yang duduk di sebelah ranjang,
tapi saat dia melihat pemandangan di hadapannya, seketika, dia tidak bisa
berkata apa-apa.

"....."

Chiho saat ini sedang tertidur di atas ranjang rumah sakit.

Dilihat dari penampilannya, corak wajah Chiho tidak terlalu buruk, dan
napasnya juga normal.

Meski begitu, Maou masih tidak bisa berkata-kata dikarenakan fakta bahwa
Chiho saat ini sedang tertidur di ranjang rumah sakit.

"Ya ampun, Maou-san, sampai membuatmu repot-repot datang ke sini, aku


benar-benar minta maaf."

Setelah melihat Maou, Riho berdiri dan sedikit membungkuk.

Meskipun senyum Riho murni memperlihatkan sebuah sambutan, tapi hal itu
masih tidak bisa menyembunyikan kelelahan yang ada di dalamnya.

"Apa yang sebenarnya..... terjadi pada Chi-chan?"

Merespon Maou yang berbicara dengan sedikit kesulitan, Riho menjawabnya


dengan gelisah,

"Akan jadi lebih baik kalau kami tahu alasannya...."

Senyum kecut Riho terdistorsi karena perasaan cemasnya....

"Ketika aku pulang ke rumah pada waktu makan malam, aku menemukannya
sedang tertidur di sofa ruang tamu. Kupikir, padahal aku sudah menyuruhnya
untuk mencuci beras, kenapa dia malah tidur siang...."

... tapi dia masih berusaha mempertahankan senyumnya.


"Tapi... Karena alasan yang tidak diketahui, tidak peduli bagaimana aku
memanggilnya, bagaimanapun aku mengguncang tubuhnya.... dia sama sekali
tidak bangun.... Aku merasa kalau situasi ini sangat aneh, aku pun
mengumpulkan tekadku untuk menampar Chiho meskipun aku tahu kalau itu
akan membuatnya marah, namun dia masih tidak bereaksi sama sekali...."

Riho yang menilai kalau itu bukan tertidur, melainkan pingsan, langsung
menelepon ambulans tanpa ragu.

Lalu Chiho dibawa ke Rumah Sakit Universitas Saikai.

Entah itu paramedis ataupun dokter yang menerima ambulans dan merawat
pasien, mereka tidak mampu menemukan alasan tidur Chiho yang
berkepanjangan.

Karena tidak ada keanehan pada napas dan gelombang otak sekaligus tidak
terlihat adanya luka luar, dokter yang membuat dugaan awal kalau tidak ada
bahaya yang mengancam nyawa, langsung mengatur Chiho agar bisa dirawat
di rumah sakit untuk menyelidiki alasan ketidaksadarannya.

"Selain itu, tidak terlihat tanda kebocoran gas, kepalanya juga tidak terbentur
sesuatu, jadi aku benar-benar tidak tahu apa alasannya...."

Riho menatap wajah tertidur Chiho yang terbalut piyama dengan motif bunga
berwarna pink, Emi dan Maou tanpa sadar juga tertarik oleh pandangan Riho
dan menatap wajah Chiho sekali lagi.

Ekspresi Chiho sangat stabil dan tidak terlihat kesakitan.

Tapi karena Emi menyimpulkan kalau ini adalah 'keracunan yang disebabkan
oleh sihir', maka seharusnya ada sebab dan alasan yang sesuai.

"Chiho-dono!"

"Sasaki-san!"

"Ashiya, suaramu terlalu keras."


Kali ini, Ashiya dan Urushihara juga memasuki kamar dengan tergesa-gesa di
belakang Suzuno.

"Ya ampun, semuanya ada di sini, aku benar-benar minta maaf, karena telah
menyebabkan masalah untuk semuanya.... uh..... kalian berdua ini Suzuno-san
dan Urushihara Hanzo-san, kan?"
Setelah memastikan nama Urushihara dan Suzuno yang baru pertama kali
ditemuinya, Riho pun membungkuk dalam-dalam.

"Meskipun agak aneh berterima kasih sekarang, tapi Chiho pasti sudah banyak
dibantu oleh kalian ketika dia ada di Choshi. Apa dia mengatakan sesuatu yang
keras kepala dan menyebabkan masalah pada semuanya?"

"Tidak, tidak ada yang seperti itu."

Pada akhirnya, Maou lah yang menjawab pertanyaan Riho.

".... Kami.... selalu menerima bantuan dari Chi-chan. Jika tidak ada Chi-chan....
dan bantuanmu, kami tidak akan bisa hidup di negara ini."

"Ketika dia bangun, silakan katakan ini padanya secara langsung. Tidak ada
hal lain yang akan bisa membuatnya lebih senang dibandingkan pujian dari
Maou-san."

"....Uh."

Kata-kata tanpa ada maksud jahat Riho kembali membuat Maou tak bisa
berkata-kata.

"Dan lagi, karena ini tidak bisa dianggap sebagai penyakit atau luka, aku tidak
bisa menghubungi teman ataupun sekolahnya..... apa yang sebaiknya
kulakukan, ini benar-benar menyusahkan."

Maou merasa benda yang dipegang oleh Riho di tangannya, adalah HP milik
Chiho.

Riho adalah wanita dengan kepribadian yang ceria. Meskipun dia berusaha
keras untuk menutupinya, tapi dia tidak bisa sepenuhnya menyembunyikan
rasa takut dan kecemasannya karena putrinya sedang berada dalam situasi yang
tidak diketahui.

Tapi baik Maou, Ashiya, Emi, Suzuno, ataupun Urushihara, mereka tidak bisa
menemukan kata satupun yang bisa membuat Riho ceria.
"Chiho-dono...."

Suzuno, dengan nada yang gemetar, mengambil satu langkah ke depan dan
menggenggam tangan kanan Chiho yang berada di luar selimut.

"....."

Emi menyaksikan adegan ini dengan tatapan kaku.

"Benar, oiya Maou-san..."

"Ya?"

Meski suaranya sedikit bergetar, Riho tetap menepuk lengan Maou dengan
pelan, dan menggunakan suara yang dibuat ceria.

"Itu, apa Maou-san yang memberikan ini padanya?"

"Maksudnya?"

"Serius, kau tidak perlu berpura-pura kalau kau tidak tahu apa-apa. Aku tidak
akan marah, okay? Ya ampun, bahkan dengan sudut pandang seorang gadis
pun, sebelumnya kupikir benda itu tidak mungkin cocok dengan Chiho."

Riho sadar kalau Maou masih tidak mengerti maksudnya, dan oleh karenanya,
dia menunjuk ke arah sisi lain yang tidak dipegangi oleh Suzuno, yaitu tangan
kiri Chiho.

Meski Riho sudah menjelaskannya sejauh ini, Maou tetap menatap Riho,
terlihat bingung.

"Itu benar-benar bukan kau? Kupikir jika itu bukan dari Maou-san, Chiho tidak
mungkin akan mengenakan benda itu di tangannya dengan begitu terbuka
seperti ini...."

Riho berputar ke sisi lain ranjang dan mengangkat tangan Chiho.

Selain Emi, semua orang di sana menahan napasnya ketika melihat benda yang
Chiho kenakan di tangannya
Chiho mengenakan sebuah cincin di jari telunjuk tangan kirinya. Jika itu hanya
cincin biasa, memang masih bisa dipahami kalau seorang gadis SMA
mengenakan aksesoris sebagai bentuk cintanya.

Namun, permata yang tertanam pada cincin itu, dan sinarnya yang meredup
ketika terkena sinar matahari yang melewati jendela, segera menarik perhatian
semua orang.

Saat ini, Maou akhirnya tahu bagaimana Emi menemukan tempat di mana
Chiho dirawat.

Meski mereka sudah pernah bertemu sebelumnya karena masalah yang


berkaitan dengan Choshi, tetap saja sulit dipercayai jika Riho, sebagai seorang
ibu, akan menghubungi Emi terlebih dahulu sebelum menghubungi pihak
sekolah.

Emi secara kebetulan datang ke rumah sakit ini untuk mengejar benda itu.

Benda yang membawa Emi ke Rumah Sakit Universitas Saikai yang berada di
sebelah selatan Yoyogi Umami Burger, dan memungkinkan dia untuk
mengetahui kalau Chiho sedang dirawat di rumah sakit, adalah benda yang
dikenakan di tangan kiri Chiho, sebuah benda yang disebut fragmen 'Yesod'.

XxxxX

Terdapat ruang penerimaan tamu yang berbeda di tiap lantai rumah sakit, selain
memungkinkan sebagai tempat bagi para pengunjung untuk beristirahat, itu
juga bisa digunakan oleh pasien yang bisa bergerak untuk menonton televisi
ataupun kegunaan lainnya.

Saat ini, Urushihara sedang menonton televisi dengan malas, sementara Maou,
Ashiya, dan Emi duduk di kursi dengan wajah tanpa ekspresi.
Di sisi lain, Suzuno menggunakan buku catatan Rilakkuma milik Emi dan
pulpen kuning yang dihiasi dengan karakter Rilakkuma untuk menulis sesuatu
seperti formula di dalam buku catatan tersebut.

Di mata orang yang tidak tahu apa-apa, mereka mungkin berpikir kalau Suzuno
hanya menulis sekumpulan karakter tidak jelas di atas kertas.

Tapi karakter yang dia tulis adalah salah satu bahasa resmi dari Benua Barat
Ente Isla, yaitu bahasa Holy Weiss.

Pengaruh Gereja sangatlah kuat di bagian barat dari Benua Barat, dan bahasa
yang digunakan di sana adalah bahasa Holy Weiss, sementara untuk bagian
timur yang dekat dengan Benua Utama, mereka menggunakan bahasa Deweiss.
Karena bahasa Deweiss sangat dipengaruhi oleh 'Bahasa Pusat Perdagangan',
bahasa itu juga menyebar secara luas sebagai bahasa sehari-hari, karenanya, di
Benua Barat, bahasa Holy Weiss adalah bahasa yang lebih sering digunakan
oleh masyarakat kelas atas.

Meski begitu, di tempat yang lebih dikhususkan pada politik, administrasi,


hukum, medis, dan seni, semuanya menggunakan bahasa Holy Weiss, jadi jika
kau ingin menjadi orang berpengetahuan luas di tempat itu, bahasa Holy Weiss
bisa dikatakan sebagai pelajaran paling dasar.

Benua Barat adalah satu-satunya area yang tidak berhasil ditaklukan oleh
Pasukan Iblis, meski Maou, Ashiya, dan Urushihara bisa mengerti bahasa
Deweiss, tapi kalau bahasa Weiss, mereka bahkan tidak bisa membaca satupun
karakter paling dasar.

Ketika Suzuno mulai menulis, Emi bertanya kepada Suzuno apa yang dia tulis.

"Jangan tanya, tunggu saja!!"

Tapi Suzuno segera menolaknya.

Setelah mereka meninggalkan kamar Chiho, satu jam telah terlewati dalam
sekejap mata. Meskipun masih sangat terang di luar, tapi sekarang sudah
hampir waktunya bagi sang matahari untuk mendekati cakrawala.
Karena sudah terlalu larut, hanya Maou dan gerombolannya yang masih berada
di dalam ruang penerimaan tamu.

Ketika acara televisi akan berganti dari acara berita ke acara trailer berurutan
dari berbagai variety show untuk hari ini....

"Aku selesai menghitungnya!"

Suzuno akhirnya mendongak dari kertasnya.

"Apanya yang sudah selesai kau hitung, dan apa pula yang kau lakukan sejak
tadi?"

"Semenjak ujian di Holy College, aku tak pernah terpikir kalau aku akan
menulis formula dari awal hingga akhir seperti ini. Pokoknya, Emilia, aku
sudah selesai menghitungnya."

"Jadi, apa hasilnya?"

Suzuno menjawab pertanyaan Emi dengan ekspresi ceria.

"Tubuh Chiho-dono sehat-sehat saja, dia masih muda dan memiliki stamina.
Dia akan mampu menetralkan sihir di dalam tubuhnya paling cepat besok pagi,
paling lambat 2 atau 3 hari, dan kemudian dia akan mendapatkan kembali
kesadarannya."

"Be-benarkah?"

Maou melompat dari kursinya karena kata-kata Suzuno.

"Ke-kenapa kau terlihat begitu yakin?"

Ashiya bertanya kepada Suzuno dengan setengah curiga.

"Dibandingkan menjelaskan, ini akan lebih mudah jika kau mengalaminya


sendiri, ulurkan tanganmu."

"Apa?"
Meski terlihat tidak senang, Ashiya tetap mengulurkan tangannya secara
terang-terangan untuk berjabat tangan dengan Suzuno.

"Woah!"

Ketika Ashiya mengerang, seberkas cahaya terpancar dari tubuhnya, di momen


selanjutnya, rambutnya langsung berdiri seperti ada arus listrik yang mengalir
di seluruh tubuhnya.

"Uh, ap-apa yang kau lakukan?"

Ashiya memprotes dengan lidah yang tidak terdengar seperti miliknya, dan
melihat ke arah Suzuno dengan tatapan tidak fokus.

"Jadi, jika korbannya iblis, ini malah menekan ya, meskipun jumlahnya sama
dengan jumlah sonar yang memasuki tubuh Chiho-dono."

".... Sonar?"

Mendengar istilah yang tidak biasa, Maou membuka lebar matanya terkejut.

Saat Suzuno menggenggam tangan Chiho sebagai bentuk perhatiannya,


tindakan itu memang terlihat disengaja. Pada waktu itu, Suzuno mungkin
memasukkan sonar ke dalam tubuh Chiho.

"Ini sebenarnya adalah metode untuk mengukur kapasitas dasar di dalam tubuh
seseorang sebelum mulai berlatih sihir suci. Kalian semua seharusnya tahu
ketika menggunakan sihir suci untuk merangsang aktivitas tubuh, itu juga akan
sangat dipengaruhi oleh kapasitas perapalnya kan?"

"Yeah, yeah."

"Jika mantra pemeriksaan sihir suci disuntikan ke dalam tubuh dan menghitung
respon dari berbagai bagian tubuh, maka perkiraan jumlah dari targetnya bisa
ditemukan. Respon dari tubuh manusia itu sangat rumit, oleh karenanya,
sebuah peralatan khusus biasanya akan digunakan, namun, bahkan jika hanya
sebuah perkiraan, hal itu masih bisa dihitung melalui persepsi perapalnya."
Suzuno menunjukkan berbagai karakter misterius yang menghabiskan 10
halaman buku catatan Emi.

"Meski hanya perkiraan, penghitungan manualnya masih membutuhkan waktu


selama itu ya?"

"Siapa juga yang akan memahaminya, jika kau melewati penjelasan dan
langsung ke intinya?"

Maou dan Ashiya memelototi Suzuno dengan wajah dingin.

Sementara Urushihara, dia masih terus menonton televisi.

"Sebelum itu, aku ingin bertanya. Emilia, kenapa kau berpikir kalau kondisi
Chiho-dono disebabkan oleh keracunan sihir?"

Suzuno menanyakan hal ini sambil melihat ke arah Emi.

"Aku datang ke rumah sakit ini karena mengikuti cahaya ini."

Emi mengeluarkan fragmen Yesod yang dia masukkan ke dalam sebuah botol
dari dalam tasnya. Maou, dengan mata yang sedikit terbelalak, berkata,

"...Itu fragmen yang dibawa Camio. Bukankah kau memberikannya pada Alas
Ramus?"

"Fragmen ini tidak bisa dipisahkan ketika sudah bergabung dengan Alas
Ramus. Mengingat kalau fragmen lain harus dicari juga ke depannya, aku
secara khusus mempertahankannya. Aku tidak bisa membiarkan pedang suci
memancarkan cahaya penunjuk di tengah-tengah kota Tokyo."

"Yeah, begitu ya."

Emi menjelaskan kalau tujuannya adalah untuk mencari wanita bergaun putih
yang telah menyembuhkan Alas Ramus ketika berada di Tokyo Big Egg Town,
dia berencana melacak salah satu fragmen yang dimiliki oleh wanita itu.
"Singkatnya, ketika aku mengaktifkan benda ini di Shinjuku Tokyu Hands, aku
tidak pernah menduga kalau fragmen itu akan berada di sebuah tempat yang
bisa ditempuh kurang dari 30 menit dengan berjalan, itu membuatku terkejut.
Dan apa yang lebih membuatku terkejut lagi adalah fragmen itu berada di
tangan Chiho..."

Emi merasa sangat terkejut ketika dia tahu kalau Chiho sedang tidak sadar
karena alasan yang tak diketahui, tapi setelah mengunjungi Chiho di kamarnya,
dia merasakan sisa-sisa sihir dari Chiho.

Emi pikir, karena cincin itu berada di tangan Chiho, dia tak mungkin bisa
memecahkan masalah ini dengan penilaiannya sendiri, itulah kenapa dia pergi
menuju Kastil Iblis.

"Kenapa kau tidak langsung meneleponku atau Raja Iblis?"

Pertanyaan Suzuno bisa dianggap sangat beralasan. Saat ini, Emi seharusnya
tahu kalau Maou, Ashiya, dan Suzuno sedang berada di suatu tempat di
Shinjuku.

"Aku meneleponnya. Karena aku punya sesuatu yang ingin kukatakan pada
Emilia."

Adalah Urushihara yang menjawab menggantikan Emi.

"Tapi tak masalah jika aku membahas soal itu nanti. Sekarang, ayo kita
dengarkan diagnosa Suzuno lebih dulu."

Mata Urushihara masih tidak meninggalkan layar televisi.

".... Singkatnya, begini, ketika aku masih di Ente Isla, aku sudah melihat
banyak orang yang membuat kontak dengan sihir seperti Chiho, secara logika
aku seharusnya tidak bisa merasakan sihir dari Chiho, itulah kenapa aku
berpikiran kalau itu adalah keracunan sihir..."

Suzuno mengangguk menanggapi penjelasan singkat Emi.


"Insting Emilia, separuh benar juga separuh salah."

"Apa maksudnya itu?"

"Gejala yang diderita Chiho memanglah keracunan sihir, tapi itu bukan karena
dia membuat kontak sihir dari sumber eksternal, tapi itu karena akibat dari
seseorang mengganggu keseimbangan energi di dalam tubuh Chiho dan
menciptakan sihir di dalam tubuhnya."

"???"

Tidak hanya Emi, bahkan Maou dan Ashiya pun menahan napasnya karena
tidak bisa menyembunyikan keterkejutan mereka setelah mendengar hal ini,
Urushihara juga melirik ke arah Suzuno dengan tatapan tajam.

"Seseorang menciptakan sihir, di dalam tubuh Chiho?"

"Dengan kata lain, bisa disebut energi kehidupan Chiho telah termutasi dengan
sihir."

"Tunggu, tunggu, tunggu, tunggu dulu, apa itu mungkin?"

Maou mengangkat tangannya untuk menghentikan Suzuno.

"Yeah, selama penghitunganku dan formula yang diwariskan secara turun


temurun di dalam gereja sejak dahulu kala tidak salah."

"Kalau begitu pastikan."

"Berhenti bercanda. Aku sudah memastikannya dua kali karena aku sulit
mempercayainya, dan pada akhirnya aku mendapatkan kesimpulan ini."

Suzuno membalas kata-kata dingin Maou dengan kesal.

"Tapi, menciptakan sihir di dalam tubuh.... Chi-chan itu manusia, orang


Jepang... Seseorang yang berasal dari bumi, kau tahu?"

"Meski aku memahami apa yang coba kau katakan, tapi pada kenyataannya,
sudah terlambat untuk mengatakan ini sekarang. Bukankah kau kembali ke
wujud Raja Iblismu beberapa kali di Jepang setelah menyerap sihir iblis yang
tercipta dari hati manusia?"

"Ugh, uh, itu, benar...."

"Singkatnya, usai menghitung jumlah sisa sihir di dalam tubuh Chiho melalui
respon sonar, aku menemukan meski jumlah sihir ini cukup untuk
menyebabkan keracunan sihir, tapi itu tidak mencapai level di mana itu bisa
membahayakan nyawa. Saat ini, tubuh fisik Chiho sedang mengkonsumsi
energi untuk menekan sihir yang tersisa di dalam tubuhnya, itulah kenapa dia
menjadi tidak sadar. Sihir suci yang kusuntikkan ke dalam tubuh Chiho
bersamaan dengan sonar memiliki efek untuk mempercepat netralisasi sihir,
setelah netralisasi, dia akan mendapatkan kembali kesadarannya secara alami."

"Dengan kata lain, dari kesimpulan ini, tadi kau berniat mensucikanku??"

Suzuno memberikan senyum kecut menanggapi wajah protes Ashiya yang


dingin.

Jika apa yang dikatakan Suzuno benar, maka setidaknya mereka tidak perlu
khawatir dengan kesehatan Chiho.

Tapi dalam proses penyelidikan alasannya, pertanyaan lain pun mencuat.

Dikatakan bahwa di dalam tubuh manusia normal Chiho, sihir telah benar-
benar diciptakan.

Dan alasan untuk fenomena ini masih belum jelas.

Dan Chiho yang tidak sadarkan diri, saat ini memakai cincin dengan fragmen
Yesod yang tertanam di dalamnya.

"Meski ini tidak akan menyelesaikan masalahnya..... tapi kurasa cincin yang
Chiho pakai dan cincin yang di pakai oleh wanita bergaun putih yang
sebelumnya menyembuhkan Alas Ramus, adalah benda yang sama."

Ucap Emi sambil mencari keping ingatannya.


"Apa maksudmu dengan 'kurasa'?"

"Aku sangat khawatir pada waktu itu, jadi aku tidak benar-benar ingat seperti
apa cincin itu. Tapi aku merasa kalau itu adalah benda yang sama....."

"Tidak berguna. Lalu, kenapa cincin itu bisa ada di tangan Chi-chan?"

"Soal itu..... mungkin karena wanita bergaun putih itu meletakkannya di jari
Chiho karena suatu alasan tertentu..."

"Sepertinya tidak ada banyak hal yang bisa dikatakan! Apapun alasannya,
sehubungan dengan asal muasal cincin itu, kita kesampingkan saja lebih dulu.
Dibandingkan dengan itu, pertanyaan yang paling perlu kita pikirkan adalah..."

"Alasan yang menyebabkan terciptanya sihir di dalam tubuh Sasaki Chiho, iya
kan?"

"..... Urushihara?"

Semua orang saat ini menatap ke arah Urushihara yang masih menonton
televisi bersamaan.

"Meski sangat tidak mungkin sesuatu seperti sihir muncul di tubuh Sasaki
Chiho, kalau mengingat Maou dan Ashiya yang pernah bertransformasi dulu,
tidaklah mustahil menganggap manusia di dunia ini sebenarnya memang
seperti itu, kecuali kalian semua tidak tahu. Tapi apapun yang terjadi, Sasaki
Chiho, yang kini menjadi seperti itu, alasannya pasti adalah sesuatu yang
berasal dari luar."

"Setidaknya, berhenti melihat ke arah televisi dan berbaliklah ketika kau


berbicara."

Urushihara yang tidak menengok ke arah Maou dan yang lainnya, nampak
sedang menonton berita tentang event masakan lokal dengan malas, meski Emi
mengkomplainnya dengan tidak senang, Urushihara tetap mengabaikannya.
"Bukankah sudah kukatakan kalau akulah yang menelepon Yusa? Yusa
biasanya memang memperlakukanku seperti mesin penjual otomatis yang
hanya bisa mengatur antrean, lalu kenapa dia mau bertemu denganku?"

Ketika topik pembicaraannya kembali mengarah ke Emi, Emi hanya bisa


menjawabnya dengan wajah dingin.

"Karena aku mendengar kalau Gabriel datang kembali ke Villa Rosa


Sasazuka."

"Gabriel katamu?"

Maou, Ashiya, dan Suzuno menunjukkan ekspresi kaku di saat yang


bersamaan.

"Si pria besar bodoh yang sombong itu, mungkinkah dia, pada Chi-chan....."

"Jika seperti itu, maka semuanya akan jadi lebih sederhana. Tapi pria itu datang
untuk menemuiku ketimbang untuk hal-hal lain. Nampaknya, karena dia terus
menerus gagal, dia dipindah tugaskan dari tugas mencari fragmen Yesod, kau
tahu? Saat ini dia sedang mencari Warisan Raja Iblis Kuno."

"Dipindah tugaskan? Kedengarannya seolah dia ikut berperan di suatu drama


polisi."

Kata Emi dengan wajah tanpa ekspresi.

"Kau bilang..... Warisan Raja Iblis Kuno?"

"Maou, apa kau tahu mengenai hal itu?"

".... Jika itu adalah uang, maka aku juga menginginkannya, tapi jika aku harus
membayar pajak warisannya, mending lupakan saja. Ini tidak seperti aku tidak
tahu apa-apa, tapi aku merasa kalau itu bukanlah sesuatu yang layak dicari oleh
pihak Surga sebegitu agresifnya."

"Yeah, sepertinya Maou juga setingkat denganku."


"Hah?"

"Bukan apa-apa. Pokoknya, Gabriel terlihat tidak yakin dengan apa yang dia
cari.... Tapi untuk menggantikan Gabriel, mungkin akan ada malaikat lain yang
datang ke Jepang. Saat ini, yang paling mencurigakan seharusnya adalah orang
itu."

"Hei Suzuno. Jika kau masih memiliki hati nurani sebagai seorang penyelidik,
begitu kau kembali ke Ente Isla, hancurkan saja pihak Gereja seolah-olah
mereka itu pemuja dewa jahat."

"..... Aku sungguh tidak bisa berkata apa-apa."

Suzuno menjawabnya dengan suram.

"Serius ini, jika bukan NEET, ya Playboy, benar-benar tak ada bagusnya sama
sekali."

Ashiya menyilangkan tangannya frustasi.

"Ashiya, jangan ikut sertakan aku di sana. Aku pergi karena aku tidak
menyukai surga."

"Pergi?"

"Dengan kata lain, kau sebenarnya menjadi NEET karena keinginanmu


sendiri?"

"Ugh!"

Ashiya sedikit merenungkan kata-kata Urushihara, namun Maou


membantahnya dengan lebih cepat, dan untuk sejenak, Urushihara tak bisa
berkata apa-apa.

"Po-pokoknya,"

Urushihara sedikit terbatuk dan melanjutkan kata-katanya,


"Jika apa yang dikatakan Gabriel benar, maka malaikat yang datang ke Jepang
kali ini adalah 'The Watcher'."

"'The Watcher'.....? Apa maksudmu pengawas yang mengawasi gerakan semua


malaikat, Raguel?"

Urushihara mengangguk menanggapi pertanyaan Suzuno.

"Meski dia bukan malaikat tingkat atas, tidak ahli dalam pertarungan seperti
Gabriel, dan terlebih lagi, juga bukan seorang malaikat penjaga Pohon
Kehidupan, namun Raguel dianugerahi sebuah otoritas khusus."

"Apa maksudmu 'Declaration of the Eschaton'....?"

(T/N : Declaration of the Eschaton = Deklarasi Akhir Dunia / Kiamat)

Kata Suzuno tepat di saat.....

"Halo semuanya, setelah ini, berita akhir pekan hari Jumat akan
menyiarkan......."

(T/N : Dalam bahasa Jepang Eschaton (Kiamat) dan Akhir Pekan (Weekend)
memiliki pelafalan yang sama)

Televisi yang Urushihara tonton, berganti program dari berita ke acara yang
pembawa acaranya sedang menyapa penonton.

"....."

Ketika momen itu terjadi, pandangan semua orang terfokus pada Suzuno.

"Eh? Ah, bukan, bukan! I-ini hanya kebetulan!"

Setelah memahami apa maksud tatapan mereka, Suzuno langsung


menyangkalnya dengan wajah memerah.

"A-aku tidak tahu apa-apa!"

Urushihara mengabaikan protes Suzuno dan melanjutkan kata-katanya,


"Karena alasan yang tak diketahui, ada pupa legenda tentang Deklarasi Kiamat
di Ente Isla, namun legenda itu sendiri tidak sepenuhnya benar. Raguel hanya
mengawasi tindakan para malaikat ketika memang diperlukan, selain itu, dia
juga bertanggung jawab untuk mengumumkan hasil ketika suatu hukuman
sudah diputuskan. Biasanya itu berhubungan dengan Kejatuhan."

"Deklarasi Kejatuhan?"

"Benar. Tidak lama setelah aku meninggalkan Surga, sepertinya kebijakan ini
dibuat. 'The Watcher' bertanggung jawab untuk memutuskan, dan 'Wicked
Light of the Fallen' bertugas menjalankan putusan itu."

"'Wicked Light of the Fallen'.... apa maksudmu Sariel?"

Maou nampak terkejut ketika nama Sariel tiba-tiba disebut.

"Coba pikir, jika Sariel bisa memutuskan apa yang membuat malaikat jatuh
seenaknya sendiri, maka para malaikat pria di surga pasti sudah menghilang
sejak dulu."

Maou, Emi, dan Suzuno saling menatap satu sama lain. Ini memang sebuah
penjelasan persuasif.

"Meski para malaikat terlihat seolah mereka bisa melakukan apa saja yang
mereka inginkan, tapi ada batasan tertentu yang harus ditaati ketika
menggunakan kekuatan mereka di dalam surga. Bukankah ini sama dengan
dunia manusia? Ini sama seperti tentara lapangan yang bisa menekan tombol
untuk melepas bom nuklir tapi tidak bisa menaklukan dunia, prinsipnya sama."

"Kalau begitu, untuk apa si Raguel itu datang ke Jepang? Meskipun dikatakan
untuk menggantikan Gabriel, tapi dari hal ini, dia tidak terlihat memiliki
sesuatu yang bisa dia banggakan...."

Urushihara mengangguk menanggapi pertanyaan Emi.

"Jika Raguel tidak datang untuk membawa Sariel kembali.... maka kurasa dia
datang untuk menyampaikan sebuah putusan."
'Orang yang akan mengunjungi kalian nanti mungkin bukanlah kelas merpati
sepertiku.'

Gabriel memberikan peringatan ini pada Urushihara.

"Putusan, apa maksudnya itu?"

Urushihara menjawab pertanyaan Maou dengan remeh.

"Kau tidak tahu? Bahkan jika Raja dari Dunia Iblis dan Pahlawan setengah
malaikat sedang berkumpul?"

Kali ini, Urushihara melihat ke arah Suzuno karena alasan yang tak diketahui.

"Surga, yang hanya diam berdiri ketika Ente Isla diinjak-injak oleh Pasukan
Iblis, kenapa mereka terus mengirim malaikat ke Jepang seperti ada diskon
besar-besaran, apakah kalian pernah memikirkan alasannya?"

Bagi Suzuno, sebagai seorang penyelidik di Gereja yang memuja-muja


perlindungan Tuhan ketika sedang mengirim kesatria dalam jumlah besar-
besaran menuju kematian mereka, ini adalah pertanyaan yang benar-benar
menyakitkan.

"... Karena tidak peduli berapa banyak orang yang mati di Ente Isla, itu tidak
akan berpengaruh pada Surga...."

"Tepat."

Ini adalah jawaban yang begitu kejam.

"Akan tetapi, ketika mereka merasa kalau mereka akan dirugikan, mereka akan
berusaha keras untuk menghilangkan ancaman itu. Paham sekarang? Entah itu
Maou atau Yusa, tentu saja Ashiya dan Bell juga, kalian semua sudah semakin
dekat dengan kebenaran yang coba disembunyikan oleh Surga, selain
memonopoli fragmen Yesod, kalian semua juga menggunakan cara paksa
untuk mengusir malaikat yang hebat dalam pertarungan. Jika Raguel menilai
bahwa kalian semua membahayakan Surga dan menyampaikan
putusannya....."

Gambar berita yang hanya ditonton oleh Maou dan yang lainnya, saat ini
memperlihatkan perang sipil yang terjadi di sebuah negara.

"Surga akan dengan terang-terangan melancarkan serangan. Dan itu akan


menjadi skala di mana pasukan Gabriel hanya bisa disebut kecil jika
dibandingkan."

"... Lelucon macam apa ini! Apa belum cukup mereka datang ke kita secara
langsung seperti ini?"

Maou memukul meja dengan marah.

"Aku tidak yakin mengenai hal ini. Lagipula, teori ini berada di bawah asumsi
kalau kata-kata Gabriel bisa dipercaya, dan saat ini, karena situasinya tidak
berubah jadi seperti itu, artinya mereka mungkin mencari sesuatu yang tidak
ada hubungannya dengan kita. Seperti 'wanita bergaun putih' yang Emilia lihat.
Dan cincin Sasaki Chiho, bukankah benda itu muncul di tempat yang tidak ada
hubungannya dengan kita?"

"Kalau begitu, apa yang harus kita lakukan? Jika kita hanya menunggu pria
bernama Raguel itu melakukan pergerakannya selanjutnya, mungkin korban
lain seperti Sasaki-san akan muncul."

"Ugh, soal itu, aku memiliki beberapa ide, dan aku sudah menunggunya sejak
tadi."

"Menunggu? Menunggu untuk apa...."

"Sekarang kami persembahkan pada anda kumpulan siaran berita hari ini."

Saat ini, laporan perang sipil telah berakhir, dan pembaca berita mulai
melaporkan berita-berita utama yang terjadi di Jepang hari ini.
"Sehubungan dengan telepon seluler dan perangkat informasi dengan fitur
program televisi, yang juga dikenal sebagai mobile digital television, telah
terjadi sebuah error komunikasi di daerah Kanto, sampai sekarang, alasannya
masih belum jelas, perusahaan telekomunikasi yang menjual perangkat dengan
fitur mobile digital television, sekarang sedang berusaha untuk mencari tahu
alasannya dan menjelaskannya pada pelanggan."

"Ah, jadi bukan hanya Docodemo yang mengalami masalah ini?"

Karena error yang terjadi pada mobile digital television membuat Emi
mendapat banyak masalah pekerjaan, Emi pun mendongak untuk mengamati
berita itu ketika dia mendengarnya.

Para staff dari sebuah perusahaan yang menggelar konferensi pers untuk
meminta maaf atas insiden ini menampakkan diri, sekumpulan orang itu
meminta maaf secara bersamaan seperti sudah direncanakan sebelumnya, dan
setelah itu, kilatan kamera dari para reporter membuat layar menjadi bersinar.

Seketika....

"Eh?"

"Woah."

"Ugh!"

Maou dan Ashiya nampak terlempar oleh kilatan itu, dan jatuh dari kursi
mereka.

Urushihara mencengkeram tepi meja dan berhasil menahannya, namun


lututnya terus gemetar.

"Hey, hey, kenapa kalian tiba-tiba jadi seperti ini?"

"Apa kau baik-baik saja?"

Emi membantu Maou berdiri, dia terlempar meski nampak tidak ada sesuatu
yang terjadi, sementara Suzuno membantu Ashiya untuk bangun.
"Eh?"

"Apa?"

Akan tetapi, ketika Emi dan Suzuno melihat seperti apa penampilan Maou dan
Ashiya setelah mereka berdiri, mereka berdua langsung begitu terkejut.

Rambut di kepala Maou dan Ashiya berdiri seperti baru saja kesetrum.

Dan dalam kasus rambut Ashiya yang panjang, karena sonar yang sebelumnya
sudah disuntikkan oleh Suzuno dengan niat setengah bercanda, rambutnya kini
berdiri tegak sampai pada titik di mana orang-orang akan berpikir kalau itu tak
akan berubah meskipun jika satu botol minyak rambut digunakan.

"Apa ini! Apa yang terjadi?"

".... Itu juga yang ingin ku ketahui."

Maou menjawab tidak senang dengan suara yang gemetar.

"Emilia dan Bell tidak menyadarinya? Sepertinya itu karena kapasitas kalian
berdua terlalu besar."

Urushihara yang terlihat tidak berubah banyak, mengatakannya dengan penuh


derita dan mengarahkan dagunya ke arah televisi.

Saat mereka berlima sedang panik, berita di televisi sudah berganti menjadi
berita di mana orang-orang terkena serangan panas karena cuaca di sekitar
kepulauan.

"Eh, ap-apa? Televisi? Eh? A-aku mengerti, tolong tunggu sebentar!"

Kali ini, Emi tiba-tiba menggunakan tangannya untuk menekan dahinya dan
mulai berbicara sendiri, dia kemudian dengan panik memeriksa sekeliling,
begitu ia memastikan kalau tidak ada kamera CCTV atau orang lain, dia pun
mematerialisasi Alas Ramus di dalam ruang penerimaan tamu.

"Aiiiee!"
Alas Ramus dengan cepat berlari ke arah televisi, dan mulai memukul layarnya
secara terus menerus.

Diserang oleh gadis kecil itu, layar LCD tersebut mulai sedikit melengkung,
Emi dengan panik bergerak untuk menghentikan Alas Ramus yang tiba-tiba
mengamuk.

"A-Alas Ramus, apa yang kau lakukan? Jangan! itu televisi rumah sakit..."

"Benda itu baru saja 'boom' tadi."

"Eh....?"

Alas Ramus mulai menggunakan tangan lembutnya untuk mengetuk layar


televisi dengan suara 'pi pi pa pa'.

"Itu tadi 'clank', pa~, dan eee~"

Gadis kecil itu menunjuk ke arah televisi dengan tangan kanannya, dan
berulang kali menggunakan jari di tangan kirinya untuk menunjuk matanya
sendiri.

"'clank', pa~, dan eee~?"

Karena Alas Ramus hanya menggunakan peniruan suara, Emi sama sekali
tidak mengerti apa yang coba Alas Ramus sampaikan.

"Bukankah Bell sudah mencobanya sekali pada Ashiya? Mungkin karena Alas
Ramus mudah terpengaruh, jadi dia merasakannya?"

Urushihara merapikan rambutnya yang berdiri dengan tangannya, dan


mengarahkan dagunya ke arah televisi.

"Itu adalah sonar. Hari ini, seseorang yang tak dikenal telah menggunakan
televisi untuk memancarkan gelombang sonar. Selama lokasi dari televisi yang
menerima gelombang listrik diketahui, maka itu akan lebih efisien
dibandingkan memancarkan gelombang sonar jarak jauh dengan sembrono,
dan lokasi targetnya pun bisa disaring. Sasaki Chiho seharusnya terpengaruh
karena hal ini."

"Sonar? Benda yang mirip seperti listrik statis tadi, itu sonar?"

Maou terus menekan Urushihara, masih dengan rambutnya yang berdiri.

"Itu, itu mirip dengan kejahilan Bell...."

Ashiya menatap tajam ke arah Suzuno dan mengangguk di saat yang sama
untuk mengonfirmasi penjelasan Maou.

"Urushihara, sonar itu, apa itu kelakuan malaikat yang bernama nama Raguel
tadi?"

"Yeah, kemungkinannya sangat tinggi. Kalau pelakunya bukan Gabriel, kurasa


Raguel lah yang berada di belakang semua ini."

"Tunggu, tunggu dulu, bagaimana dia bisa membuat televisi memancarkan


sonar? Selain itu, apa itu mungkin? Meskipun teori itu benar, ada sepuluh ribu
orang yang sedang menonton televisi di Jepang! Logikanya, selain Chiho-dono,
seharusnya ada korban lain kan? Sebenarnya, aku tidak pernah mendengar ada
sonar yang bisa menyebabkan seseorang tidak sadarkan diri..."

Suzuno yang memancarkan sonar pada Ashiya dan Chiho, panik saat itu juga,
Maou tiba-tiba mengangkat kepalanya seolah sedang memikirkan sesuatu,
rambutnya yang berdiri, bergoyang karena pergerakan tersebut.

"Rumah Chi-chan.... pernah menjadi tempat ledakan sonar."

"Apa?"

"Ah...."

Setelah Maou mengucapkan hal itu, Emi menganga seperti mengingat hal yang
sama.

"Itu Alber.... Apa maksudmu sonar yang Alberto lepaskan sebelumnya?"


Itu adalah sesuatu yang terjadi sebelum Chiho tahu tentang identitas Maou dan
Emi yang sebenarnya.

Rekan perjalanan Emi di masa lalu, Alberto, melepaskan gelombang sonar


beberapa kali untuk memperingatkan Emi kalau Jepang akan menghadapi
sebuah malapetaka.

Dan tindakan Chiho yang menemui Maou untuk mendiskusikan tentang


insiden ini, adalah penyebab tidak langsung hubungan mendalam antara Chiho
dengan Maou dan yang lainnya....

"Benar. Rumah Chi-chan pernah menerima sonar tidak jelas dan komunikasi
mental yang dikirim dari Ente Isla beberapa kali. Hey Suzuno, seingatku,
berdasarkan kekuatan perapalnya, respon dari target sonar dan mental
komunikasi itu masih bisa dirubah, kan?"

"Y-yeah. Jika itu murni hanya untuk mencari keberadaan seseorang atau suatu
benda, maka penghitungannya akan jadi jauh lebih sederhana, selain itu, untuk
apa yang aku lakukan terhadap Chiho-dono dan Alsiel, menggunakannya
untuk berbagai tujuan tertentu bisa dilakukan hanya dengan melalui
pengubahan resonansi."

Pada awalnya, Chiho menerima transmisi mental dari Alberto secara kebetulan.
Dan alasan kenapa rumah Chiho menjadi titik ledakan sonar, mungkin karena
Alberto secara kebetulan menemukan Chiho ketika dia sedang mencari lokasi
penerimaan transmisi mental tersebut.

Kondisi yang Alberto atur adalah 'memiliki perasaan kuat terhadap Raja Iblis
Satan', oleh karenanya, transmisi mental tersebut bereaksi terhadap kekuatan
di hati Chiho, dan setelah menerima transmisi ini, Chiho menjadi satu-satunya
orang Jepang yang terlibat dengan Ente Isla.

"Mungkin rumah Chiho bereaksi kuat terhadap sonar yang dipancarkan


melalui televisi itu karena hal ini."
"Tunggu? Meski suatu tempat pernah terpapar reaksi kuat sebelumnya, itu
tidak berarti fenomena yang sama pasti akan terjadi kan? Jika suatu mantra
bisa bereaksi terhadap sisa-sisa mantra yang Alber atau Em tinggalkan, maka
dengan adanya sihir suci yang tersebar di sekitar Sasazuka ketika aku bertarung
dengan Gabriel, tidak akan aneh jika sebuah ledakan terjadi di sana karena
bereaksi terhadap sonar itu."

"Hanya dengan sonar sihir suci saja sudah cukup untuk membuat kepala kita
meledak."

"Itu benar."

Emi mengabaikan keluhan Maou dan Ashiya.

"Meski pada waktu itu aku dikalahkan oleh Maou, tapi aku tidak begitu yakin
dengan keseluruhan insiden itu."

Namun, sikap Urushihara masih penuh dengan keyakinan.

"Tapi kenapa Emeralda Etuva dan Alberto Ende bisa menembakkan sonar ke
Jepang yang terletak di bumi?"

".... apa maksudnya itu?"

"Olba tahu, iya kan? Lagipula, dialah orang yang menelusuri jalur 'gate' yang
Maou buka dari Kastil Iblis dan mengirim Emilia ke sini. Tapi kedua orang itu
berbeda. Kenapa kedua orang itu yang logikanya tidak bisa menggunakan 'gate',
bisa mengumpulkan informasi tentang lokasi 'dunia lain' yang tidak jelas? Dan
berdasar pada hal itu, mereka bahkan bisa tahu kalau Emilia berada di Jepang,
dan menembakkan sonar dari Ente Isla ke Jepang secara langsung."

"Ini terjadi sebelum aku datang ke sini, jadi aku tidak tahu detailnya, tapi
bukankah itu karena mereka berdua menelusuri jalurmu bersama dengan Olba-
sama? Sejujurnya aku datang ke sini menggunakan cara yang sama."
"Jangan membuatku mengatakannya berulang kali, Bell. Entah itu Emeralda
Etuva atau Alberto Ende, mereka itu tidak bisa menggunakan mantra 'gate', ya
kan?"

"Tapi, Alber dan Em berhasil datang ke sini dengan mulus. Bukankah Raja
Iblis bilang kalau dia memiliki pena bulu malaikat yang dibuat dari bulu
seorang malaikat agung, dan asalkan seseorang selain iblis menggunakan
peralatan ini, mereka akan bisa menggunakan mantra 'gate', benar? Mereka
berdua bisa menggunakan sonar dan transmisi mental ke Jepang karena mereka
memiliki pena bulu Laila....... ibuku. Chiho bisa menerima komunikasi mental
dari Alber karena hal ini....... eh?"

"....Ah."

Maou dan Emi saling memandang satu sama lain seolah menyadari sesuatu.

"Ternyata seperti itu. Nah, apa kau tahu apa yang Raguel coba cari
menggunakan sonar?"

Seketika, wajah Emi menjadi pucat.

Panggilan telepon dari Emeralda yang terjadi dulu sekali.

Semenjak Emi bertemu dengan wanita bergaun putih yang mengetahui kondisi
Alas Ramus, sampai hari ini, apa saja yang sudah dia pikirkan?

"Prioritas utama Raguel dan Gabriel, bukanlah fragmen Yesod, Evolving Holy
Sword Better Half, ataupun Maou. Mereka semua adalah hal-hal yang bisa
diurus belakangan."

Malaikat itu mungkin datang ke Jepang, meski dia sudah tahu tentang masalah
ini dari awal.

"Itu adalah Laila. Meski aku tidak tahu alasannya, tapi mereka berada di
Jepang untuk mencari Laila dan bermaksud menyampaikan semacam putusan
padanya."
"Dengan kata lain, itu terjadi karena si idiot Alberto itu menggunakan pena
bulu Laila untuk mengirimkan komunikasi mental kan? Jika kita tidak berhati-
hati, bahkan ibu Chi-chan pun bisa berada dalam bahaya."

Maou yang akhirnya menyadari betapa seriusnya situasi ini, menggumam,


namun bagi Emi, situasi ini jauh lebih genting.

"Pu-putusan akhir Raguel, kira-kira apa itu?"

Emi tanpa sadar mencengkeram bagian depan kaos Urushihara.

"Ugh!"

"Emilia! Kau terlalu keras! Ini adalah rumah sakit, tenanglah!"

"Siapa coba yang bisa tenang di situasi ini?"

Emi secara otomatis meninggikan volume suaranya.

"Meski kami belum pernah bertemu sebelumnya dan aku hanya tahu
keberadaannya baru-baru ini..... tapi, tapi.... sebelum kami bertemu, sebelum
berbicara dengannya, dia harus dipastikan segar bugar, dia itu adalah...... ibuku,
kau tahu?"

"Permisi, boleh aku tahu apa yang terjadi? Apa kau mencari seseorang?"

Saat ini, seorang perawat yang mendengar teriakan Emi muncul dengan
ekspresi kaget di wajahnya. Emi mendapatkan kembali akal sehatnya karena
suara perawat itu dan melepaskan Urushihara di saat yang sama.

"Ma-maaf, bukan apa-apa."

"Oh begitu? Ini adalah rumah sakit, bisakah aku meminta kalian untuk tetap
tenang?"

Perawat itu nampak tidak percaya sepenuhnya, tapi dia tetap pergi
meninggalkan mereka dengan tenang.
"Ugh, Uhuk, yeah.... kemungkinan paling besarnya adalah Kejatuhan. Lagian,
itu adalah kelompok yang terdiri dari 'The Watcher' dan 'Wicked Light of the
Fallen'."

Dia berkaca-kaca, namun karena dia tahu kalau Emi sangat serius, Urushihara
menjawabnya dengan jujur tanpa komplain apapun.

"Jadi, itu artinya insiden ini ada hubungannya dengan Sariel?"

"Tidak, itu seharusnya tidak mungkin. Meski sedikit aneh mengatakan hal ini,
bagi orang itu, karena suatu alasan tertentu, dia sudah tidak peduli dengan
apapun yang berhubungan dengan Surga."

Maou ingat saat sebelum dia pergi ke Choshi, bagaimana Sariel hancur,
meleleh, dan mengalir ke selokan karena syok besar yang dia terima dari
Kisaki yang dia sukai dari dalam lubuk hatinya, hal itu terjadi saat dia dilarang
memasuki MgRonalds.

"Kalau begitu, aku tidak tahu apa yang mereka rencanakan. Dari awal,
Kejatuhan itu bukanlah putusan yang mudah dibuat, dan terlebih lagi, bagi
seseorang yang pergi ke dunia lain dan mengakibatkan banyak hal hanya untuk
memberi putusan kepada seorang Malaikat Agung, hal seperti itu tak pernah
terdengar sebelumnya."

"..... Si bangsat Raguel itu sebaiknya diberi pelajaran dulu."

Kali ini, Maou mengangguk dan perlahan berdiri.

"Karena bahkan Urushihara pun tidak tahu, maka kita hanya bisa bertanya
kepada orangnya langsung."

"Biar kutanyakan hal ini, kenapa Maou-sama merasa perlu untuk memberi
pelajaran kepada Raguel?"

Ashiya menanyakan hal ini saat dia masih duduk di kursinya.

Jawaban Maou sangatlah sederhana.


"Aku tidak tertarik dengan hubungan antar sekumpulan malaikat. Tapi, salah
satu dari jenderal pengganti untuk Pasukan Iblis masa depan yang aku pimpin
telah diganggu oleh mereka. Selain itu, apa perlu alasan lain?"

Ashiya tersenyum, memahami ekspresi serius Maou.

"Tidak, aku tidak masalah dengan hal ini. Jika itu demi rekan di masa yang
akan datang, maka aku pasti akan membantumu."

"Urushihara, Emi, Suzuno."

"Yeah?"

"Ada apa?"

"Apa?"

Maou menatap wajah mereka secara berurutan.

"Aku pasti akan menyeret si Raguel itu keluar dan membuatnya bertanggung
jawab karena telah melukai Chi-chan. Kalian semua harus ikut membantu."

Meski sikap Maou terlihat sombong, tapi tak disangka, tak ada seorangpun
yang keberatan.

"Huuh, bagaimanapun, aku juga tidak ada pekerjaan. Dan aku sadar kalau
Sasaki Chiho telah banyak membantu kita selama ini."

"Aku memang berharap kalau kau hanya akan mengatakan kata-kata mimpi
seperti mengangkat Chiho menjadi jenderal setelah kau mati, namun karena ini
demi melindungi keselamatan seorang teman yang berharga, maka kurasa
tidak ada pilihan lain."

"Untuk melindungi seorang teman, aku pasti akan membenarkan ajaran para
malaikat. Untuk kali ini saja, aku secara resmi bekerja sama dengan kalian
semua."
Hanya untuk melindungi seorang gadis, Raja Iblis, Jenderal Iblis, Fallen Angel,
Pahlawan, dan Penyelidik, berdiri di dalam ruang penerima tamu rumah sakit
dengan tujuan yang sama.
".....Hm?"

Kali ini, Maou merasa ada seseorang di sebelah kakinya yang menarik
celananya.

"Papa!"

Alas Ramus melihat ke arah Maou dengan tatapan serius.

"Alas Ramus juga sangat menyukai Chi nee-chan!"

Gadis kecil itu menyatakannya dengan bangga.

Maou menunjukkan sebuah senyum yang tidak kalah dari gadis itu, dan
langsung menggendongnya.

"Ayo!"

"Yeah!"

Kelima orang dan seorang gadis kecil itu, berjalan menuju lift bersama, dan
meninggalkan Rumah Sakit Universitas Saikai.

Dan orang yang menyaksikan mereka pergi adalah perawat yang


mengingatkan Emi saat Emi membuat keributan.

Melambaikan tabel pemeriksaan medis di tangannya, dia berjalan menuju


ruangan Chiho.

"Permisi, Sasaki-san..... Eh?"

Usai memasuki ruangan, si perawat menyadari kalau ibu gadis itu tidak berada
di sana. Dan dari fakta bahwa tasnya masih ada di sana, dia mungkin pergi
membeli sesuatu atau pergi ke toilet.

Perawat itu mengangguk dan berhenti di depan ranjang di mana Chiho


terbaring.
"..... Sasaki-san, berkat teman-temanmu yang bisa diandalkan, kau pasti bisa
segera sembuh."

Perawat itu menatap wajah tertidur Chiho dan memperlihatkan sebuah senyum
lebar.

"Kau yang mampu menyatukan orang-orang yang bermusuhan.... mungkin ada


kesempatan bagimu untuk menjadi 'Ibu Kebijaksanaan' yang baru."

Beberapa menit kemudian, Riho kembali dari toilet di luar, begitu dia melihat
tabel jadwal untuk pemeriksaan yang akan dilakukan besok yang mana
diletakkan di sebelah ranjang, dia langsung mengambil potongan kertas
tersebut dan mulai membacanya.

Karena hal itu, Riho jadi tidak menyadari kalau permata di dalam cincin
misterius yang ada di tangan kiri Chiho, saat ini sedang bersinar lemah.

Setelah berjalan keluar dari rumah sakit yang dipenuhi dengan udara dingin,
sebuah kelembaban yang menyesakkan sekaligus udara panas karena tingginya
suhu di luar ruangan meski saat ini sudah malam, langsung menyerang para
prajurit dari dunia lain di saat yang bersamaan.

Meski baru beberapa menit mereka membuat keputusan itu, namun kelima
orang tersebut kini sudah menunjukkan ekspresi lesu.

"Karena kau sudah membuat pernyataan seperti itu, kau seharusnya tahu di
mana Raguel berada kan?"

"Urushihara, apa kau punya petunjuk?"

Menerima bola lurus dari Emi, Maou langsung mengopernya kepada


Urushihara dengan teknik yang cantik.

"..... Apa kau yakin dengan pertanyaan itu?"


Melihat bola yang tiba-tiba dioper ke arahnya, Urushihara dengan ekspresi
muak, langsung mengangkat kepalanya dan memelototi Maou yang pertama
kali mengangkat pertanyaan sulit tersebut.

"Aku memiliki beberapa ide. Tapi aku tidak ingin diremehkan oleh dirimu
yang ahli dalam komputer, jadi kupikir aku harus bertanya padamu langsung
dari awal."

Maou menjawab dengan sikap yang tidak tahu malu dan membuat Urushihara
terdiam.

"... Maou, apa kau sudah memikirkan lokasinya?"

"Ada dua tempat."

Urushihara mengangkat sebelah alisnya karena jawaban Maou yang tiba-tiba.

"Ah, sama dengan yang kupikirkan."

"Bisakah kalian berdua tidak bersikap seperti satu-satunya orang yang


mengerti?"

Suzuno mendorong punggung Maou dengan pelan, menyebabkan Maou


mengangkat sebelah alisnya dan menatap Suzuno.

"Apa kau ingat apa yang rusak ketika kita pergi ke toko elektronik? Dan benda
apa yang terkena kerusakan layar berkedip sepanjang hari ini? Dan kenapa
rambut Ashiya dan rambutku menjadi seperti ini?"

"Berantakan, halus!"

Maou memperbolehkan Alas Ramus untuk terus bermain dengan rambutnya


yang berdiri seraya berbicara.

"Itu televisi kan?"

"Jangan bilang....."
Emi membelalakkan matanya ketika dia nampak menyadari sesuatu.
Urushihara pun mengangguk.

"Karena tidak mungkin semua televisi yang mengalami kondisi aneh ini
menampilkan acara yang sama, maka kuncinya bukanlah stasiun televisi
tertentu. Kalau begitu, itu pasti adalah sesuatu yang bisa menghubungkan
semua televisi di daerah Kanto, dan itu hanya ada dua tempat."

"Bukankah ada pepatah yang mengatakan bahwa asap, babi yang dipelihara
manusia, orang bodoh dan arogan itu menyukai tempat yang tinggi? Aku pun
juga berpikir begitu."

Angin malam musim panas meniup rambut kelima orang itu.

"Tempat itu seharusnya adalah Tokyo Tower dan Tokyo Skytree."

XxxxX

"Hey Ashiya, apa kau tahu?"

"Ya?"

Taman Shiba di Minato, Tokyo.

Raja Iblis dari dunia lain kini sedang berbicara kepada Jenderal Iblis
kepercayaannya dengan bangga.

"Puncak Tokyo Tower itu terbuat dari tank."

"....."

Ashiya mendesah dan melihat ke arah benda yang berada di tangan Maou.

"Apa itu fakta yang tertulis di sana?"


Tangan Maou saat ini sedang memegang sebuah buku yang diperoleh dari
Kiyosuke pada saat perjalanan mereka menuju terminal bis. Buku itu berjudul
'Tidak berani bertanya pada siapapun sampai sekarang? Semuanya tentang
penyiaran televisi digital', dari bagian pengetahuan umum.

"Puncak menara pengawas di Tokyo Tower terbuat dari besi daur ulang bekas
kendaraan perang Amerika yang dibuang setelah perang Korea. Sepertinya
pada waktu itu, Jepang kesulitan untuk memperoleh besi berkualitas bagus,
dan kebetulan tentara Amerika berencana meluncurkan kendaraan perang baru,
dan, inilah hasilnya, karena hal itu menguntungkan kedua belah pihak."

"....! .....!"

Maou melihat wajah Ashiya dan buku di tangannya sambil menggumamkan


kata-kata ini dengan suara rendah;

".... Kau, kau sudah tahu hal ini sebelumnya?"

"Beberapa waktu lalu, aku membantu kelompok teater untuk memindahkan


properti mereka, dan pertunjukan yang mereka tampilkan kebetulan adalah
tentang Jepang pada saat puncak pertumbuhan ekonomi mereka. Dan di situlah
aku mendapatkan informasi semacam ini."

Ashiya menjelaskannya seolah itu bukan apa-apa.

Dan asal kalian tahu, Maou dan Ashiya sudah merapikan rambut mereka.

"Kalau begitu Maou-sama, apa kau tahu kenapa Tokyo Tower dicat dengan
warna putih dan warna orange yang mengacu pada standar internasional?"

".... Tidak."

"Itu karena menurut peraturan keamanan penerbangan, jika struktur suatu


bangunan memiliki tinggi di atas 60 meter atau entah bagaimana bisa
mengganggu keamanan operasi penerbangan, maka mereka semua harus dicat
dengan warna internasional orange dan putih untuk menandakan kalau ada
sebuah penghalang. Jadi Tokyo Tower, keseluruhan towernya dianggap
sebagai sebuah halangan terhadap keamanan udara jadi mereka dicat dengan
dua warna tersebut."

Maou terdiam menganga dan menatap sisi wajah Ashiya.

"Ta-tapi di Tokyo Skytree tidak terdapat warna orange di manapun?"

"Jika lampu berintensitas tinggi sudah terpasang pada bangunan penghalang


udara, maka tidak perlu mengecatnya dengan warna orange untuk menandakan
kalau ada sebuah penghalang."

"... Ah, benar."

Maou membalik halaman buku informasi tersebut dengan cepat, nampaknya


dia menemukan catatan yang sesuai.

Ashiya melihat ke arah Maou yang depresi dan berbicara sambil tersenyum
kecut.

"Meskipun Tokyo Tower menjadi seperti ini karena berbagai alasan.... tapi aku
merasa tower ini akan sangat cantik jika dicat dengan warna merah."

Setelah mengatakan hal tersebut, Ashiya mengangkat kepalanya dan melihat


ke arah Tokyo Tower yang ada di hadapannya.

Memiliki tinggi 333 meter. Selain televisi, tempat ini juga menjadi basis untuk
banyak bisnis telekomunikasi. Bangunan ini telah menjadi ikon dari kota
Tokyo selama bertahun-tahun, dan dicintai oleh orang banyak.

Meskipun tinggi bangunan ini telah dilampaui oleh Tokyo Skytree, tapi
keberadaannya sama sekali tidak berkurang sejak saat itu.

Selain menerima banyak pengunjung setiap hari, karena telah diputuskan


bahwa setelah adopsi penuh televisi digital, berbagai macam frekuensi bebas
akan menggunakan sumber daya telekomunikasi, maka alasan untuk
keberadaan tempat ini pun menjadi sesuatu yang lebih berarti bagi warga kota
dan orang Jepang.
"Meskipun ini adalah apa yang kuusulkan, tapi aku merasa sedikit ragu."

"Apa maksudmu?"

"Ada begitu banyak orang di sini. Apa seorang malaikat akan benar-benar
tinggal di tempat seperti ini?"

Meski tidak ada hubungannya dengan Maou dan yang lainnya, bagi orang
Jepang, Agustus dianggap sebagai bulan hari libur musim panas.

Pertama, Tokyo Tower adalah tempat yang cukup bagus untuk melambangkan
keberadaan Jepang, dan karena hari ini ada banyak pengunjung dan turis yang
datang bersama dengan keluarga mereka, tempat ini menjadi ramai luar biasa.

"Itu artinya kemungkinan besar dia ada di Tokyo Skytree yang didatangi
Emilia?"

Maou, Ashiya, dan Emi berpencar. Dua orang pertama bertugas ke Tokyo
Tower, sementara sisanya pergi menuju ke Tokyo Skytree. Sedangkan untuk
Urushihara dan Suzuno, mengikuti saran Urushihara, mereka berdua tetap
berada di Yoyogi, agar jika saat ada kejadian di mana salah satu tim menemui
masalah, mereka bisa datang secepatnya untuk membantu.

Meskipun Maou merasa sedikit keberatan dengan saran Urushihara, namun,


baik mereka mengambil jalur JR Sobu ke stasiun Kinshichou di dekat Tokyo
Skytree, ataupun mengambil jalur Toei Oude ke stasiun Akabaneshi di dekat
Tokyo Tower, kedua rute tersebut memiliki titik pemberhentian di Yoyogi,
oleh sebab itu, saran Urushihara untuk tetap berada di Yoyogi bisa dibilang
cukup beralasan.

Formasi yang mengharuskan Suzuno, yang mana memiliki kemampuan


bertarung lebih tinggi untuk meninggalkan garis depan, pada awalnya juga
ditentang oleh Suzuno.

Akan tetapi, dalam skenario di mana seorang malaikat akan bertarung dengan
serius, selain Emi, tak ada seorangpun saat ini yang sekiranya mampu melawan
balik.
Sebagai contoh ketika Suzuno bertarung dengan Sariel, dia tidak bisa
mempertahankan pendiriannya ketika melawan seorang Malaikat Agung, dan
baru setelah Maou berubah menjadi Raja Iblis lalu Suzuno membantu dari
kejauhan, dia akhirnya bisa menerima hal itu dengan begitu banyak kesulitan.

"Bagaimanapun, agar memudahkan untuk beres-beres nanti, tolong cobalah


kurangi area efek seranganmu!"

Dengan sikap yang berlebihan, Suzuno dulu pernah menghancurkan fasilitas


di stasiun Shinjuku sehingga menyebabkan kereta JR berhenti di sepanjang
jalur.

Jadi tidaklah aneh bagi Maou jika dia secara khusus mengingatkan Suzuno
akan hal ini.

"Yeah, hanya jika sihir di area tersebut cukup untuk merubahmu menjadi Raja
Iblis."

Akan tetapi, Suzuno menjawabnya dengan dingin.

Begitu Maou berpikir tentang pemberesannya nanti, perasaan Maou menjadi


terasa berat, tapi bagi Emi dan Suzuno mau mempertimbangkan situasi di mana
Maou dan yang lainnya bisa kembali ke wujud iblis mereka jika ada yang tidak
beres, itu saja sudah menjadi peningkatan yang sangat besar.

"Namun, bahkan jika mereka ingin pergi ke Tokyo Skytree, tempat itu belum
beroperasi sepenuhnya kan? Jika peralatan telekomunikasinya diganggu,
bukankah seseorang akan mengetahuinya sebelum tindakan itu bisa
dilakukan?"

Dengan apa yang diketahui oleh Maou dan yang lainnya sekarang, kekacauan
situasi ini sudah melampaui tahap hanya sekedar mempertimbangkan apakah
seseorang akan mengetahuinya, tapi bagaimanapun, jika si Raguel itu benar-
benar berencana untuk mengganggu fungsi transmisi sonar televisi melalui
cara-cara seperti yang diprediksi Urushihara, tidak ada hal lain lagi yang akan
menghambat efisiensi misinya daripada dihentikan oleh orang Jepang.
"Meski pemeliharaan dan pemeriksaan Tokyo Tower tidak dilakukan dengan
keamanan kedap udara, kupikir kondisi kedua tim hampir sama. Lebih baik
kita tidak perlu terlalu memikirkannya, ayo pergi ke sana dulu dan
membicarakannya nanti."

Kedua pria itu, Maou dan Ashiya saat ini sedang berada di ujung antrian
wisatawan.

Karena mereka harus menyelediki tempat ini dengan kemampuan terbaik


mereka, maka mereka perlu meningkatkan area yang harus dijelajahi oleh satu
orang hingga mencapai batasnya.

Tiket umum untuk area pameran dan dek observasi khusus memiliki harga
1.420 yen per orang, tidak merasakan apapun setelah membayar total biaya
2.840 yen tanpa ragu, adalah pertama kalinya bagi Maou setelah mereka datang
ke Jepang.

Ini adalah bukti bahwa bagi Maou dan Ashiya, Chiho adalah orang penting
bagi mereka dalam berbagai aspek.

"Oiya, Maou-sama. kita harus naik menggunakan elevator kan?"

"Yeah."

"Tapi kudengar di Tokyo Skytree sepertinya ada tangga yang bisa digunakan
naik dan turun."

".... Hah?"

"Meski kupikir itu tidak mungkin, tapi jika malaikat Raguel itu ada di
tangga....."

"Hey, tunggu, tunggu, jangan bilang kalau kita harus menggunakan kaki kita
untuk menaiki tangga tower ini..."

Maou melihat ke arah tower yang bersinar merah di antara berbagai cahaya
malam hari.
Dan di saat yang sama, Maou juga ingat saat dia berlari menaiki tangga gedung
Pemerintah Tokyo hanya dengan menggunakan pakaian dalamnya untuk
menyelamatkan Chiho.

"..... Apa kau serius?"

Di sisi lain, hanya dengan menggunakan mantra 'Heavenly Light Boots' saja,
Emi bisa dengan mudah terbang menuju Tokyo Skytree dari atap bangunan
pencakar langit terdekat.

Untuk mencegah orang-orang agar tidak melihatnya terbang dari tanah, Emi
bahkan mengganti bajunya dengan baju berlengan panjang berwarna hitam,
celana hitam, dan boots.

Ketika Emi membeli satu set baju hitam tipis di Shinjuku Unixlo, hanya
dengan baju berlengan panjang saja sudah cukup untuk membuat seseorang
menderita kepanasan, tapi, di atas Skytree yang memiliki tinggi 600 meter di
atas tanah, terdapat angin kuat yang cukup untuk mencuri suhu tubuh orang
normal bertiup.

"Pasti lebih baik berpakaian lebih hangat sebelum datang ke sini...."

Emi menggumam ketika angin meniup poninya. Untuk masalah baju yang
lebih hangat, satu-satunya yang tersisa di toko hanyalah baju berharga 10.000
yen dengan label 'Produk baru untuk musim gugur dan musim dingin,
sekaligus peralatan pendaki gunung.

Ini bukanlah seperti tindakan hitung-hitungan terhadap pertemanan, tapi


sebagai seorang Pahlawan, sangatlah sulit untuk bisa makan tanpa adanya nasi.

Meski ini sudah malam, tapi masih ada banyak orang yang keluar masuk ke
Tokyo Skytree untuk menambah kesibukan arus orang-orang di area sekitar.
Daripada menyelidikinya tanpa rencana, akan lebih mudah memulai dari
kejauhan dan menuruni tower dari atas.

Tentu saja, di tempat tinggi pun juga terdapat operator yang bekerja
memelihara dan memeriksa tower di ketinggian. Terutama karena Tokyo
Skytree masih berada dalam proses pembangunan, pihak berita pun juga
melaporkan status operasi pada percobaan antena setiap hari. Oleh sebab itu,
tinggi kemungkinan kalau pemeliharaan antena juga dilakukan saat malam.

Jika tubuh manusia berada di dekat antena mulai siang sampai sore hari di
mana gelombang elektromagnetik berada di puncaknya, maka gelombang
frekuensi tinggi tersebut akan memanaskan tubuh manusia, menyebabkan
fenomena yang disebut 'Pemanasan Frekuensi Tinggi'.

Emi mendarat di atas sebuah atap di salah satu dek observasi Tokyo Skytree,
yang memiliki tinggi 450 meter dari tanah.

Setelah memastikan penempatan Holy Vitamin beta yang ada di saku depannya,
Emi mengamati sekelilingnya dengan waspada.

Cukup mudah untuk berhati-hati agar tidak diketahui oleh orang biasa, tapi jika
malaikat yang dia cari berada di suatu tempat di dalam tower ini, maka mereka
pasti bisa merasakan sihir suci yang Emi gunakan ketika dia sedang terbang.

Meskipun Emi sudah menyiapkan dirinya untuk skenario terburuk di mana dia
ditembak oleh seseorang dari dalam tower, tapi selain angin yang berhembus,
Emi tidak bisa merasakan keberadaan orang lain di dalam Tokyo SkyTree, hal
ini membuatnya bingung.

Di hadapan Emi saat ini, terbentang luas pemandangan malam Tokyo, meski
ini sudah malam, tapi dia masih bisa melihat jejak siluet redup dari pegunungan
yang terletak di pinggiran dataran Kanto.

Setelah melirik ke arah lampu penghalang penerbangan yang ada di


sampingnya, Emi dengan hati-hati berjalan melewati atap dek observasi sambil
memastikan dia tidak tertiup oleh angin.

"Apa dia tidak ada di sini?"

Dalam pandangannya, hanya ada lampu penghalang penerbangan dan


kerangka besi kokoh yang melolong ketika tertiup oleh angin kuat.
"Aku sebaiknya melihat-lihat sebentar sebelum memeriksa Tokyo Tower....."

Ketika Emi berencana menghubungi Maou atau Suzuno bahwa tak ada hasil
apa-apa di sini, dan hampir menjatuhkan HPnya karena hembusan angin kuat
yang tidak biasa....

"!!!"

Emi yang menyadari ada sebuah suara yang ikut berbaur di dalam angin,
langsung merendahkan tubuhnya dan memeriksa sekitarnya dengan waspada.

Di antara bayangan besi, dia tidak melihat satupun orang.

Itulah kenapa hal ini terasa aneh. Suara yang dia dengar tadi adalah....

"Bersin?"

"Ah-choo!!"

Kali ini Emi mendengarnya dengan sangat jelas. Itu adalah suara bersin dari
seorang pria dan terdengar bodoh, setelah memikirkannya lebih jauh, Emi
merasa pernah mendengar suara ini.

"Mama! Ketemu! Di atas!"

Suara Alas Ramus di dalam tubuh Emi terdengar sedikit cemas, Emi melihat
ke arah yang di tunjuk gadis itu....

....dan mendapati di antara kerangka besi yang terletak lebih dari 10 meter di
atasnya, terdapat sosok yang sedikit aneh.

Sebelum Emi datang, dia sudah menyiapkan diri untuk bertarung melawan
malaikat yang di panggil Raguel itu di sini. Tapi sosok itu benar-benar terlalu
aneh.

Cahaya yang redup membuatnya sulit untuk melihat wajah orang itu, tapi orang
itu terlihat meringkuk dan memeluk lututnya.

"Ah-choo!"
Dan dia kembali bersin. Ketika Emi menatap orang itu, tidak tahu apa yang
harus dia lakukan.....

"Ah!"

Sosok yang bergerak perlahan itu juga melihat Emi.

Setelahnya, sosok yang dengan panik berusaha bangun itu, jatuh dari kerangka
besi.

"Awas!!"

Meski dia tidak tahu siapa orang itu, Emi masih meneriakkan hal tersebut
secara refleks, tapi insiden tragis di mana seseorang jatuh dari ketinggian 450
meter berhasil di hindari dalam satu detik.

"!!"

Ketika Emi melihat kejadian ini, dia segera menghunuskan pedang sucinya
tanpa ragu.

Itu karena sosok yang terjatuh dari kerangka besi tersebut, dalam sekejap
membentangkan sayap yang bersinar di punggungnya.

Tidak peduli bagaimana Emi melihatnya, dia adalah malaikat yang Emi tunggu.

Meski ini membuktikan dugaan Maou bahwa tower televisi memang


mencurigakan, tapi satu keraguan lain pun mencuat ke permukaan.

Kenapa malaikat tersebut tidak langsung menemui Emi yang mendekat ke


bangunan penting ini sedari tadi?

Agar bisa membalas berbagai serangan yang mungkin dilancarkan oleh musuh,
Emi sudah meningkatkan jumlah sihir suci di dalam tubuhnya hampir pada
batasnya, tapi malaikat ini hanya terbang dengan sayapnya yang bergoyang di
udara seperti tirai yang tertiup angin. Pada akhirnya, setelah berjuang keras,
malaikat tersebut berhasil mendarat di tempat yang tidak jauh dari Emi dengan
pose yang mirip seperti katak dan tidak bergerak.
Emi tidak tahu apa yang menyebabkan situasi ini, dan dia sudah selangkah
lebih dekat untuk mengamati keadaan orang itu, saat.....

"Mama! Itu Wajah Putih Palsu! Berhati-hatilah!"

Emi sejenak menjadi ragu, kemudian dia segera menyadari bahwa istilah
'Wajah putih palsu' yang terdengar mirip seperti sebuah umpatan misterius itu,
sebenarnya mengacu pada Gabriel, Emi pun melompat ke belakang dengan
kekuatannya untuk memperlebar jarak di antara mereka, dan memasang kuda-
kuda bertarung dengan pedang sucinya.

Emi sudah dengar dari Urushihara kalau Gabriel kembali muncul di Jepang,
tapi Emi tidak pernah menyangka kalau dia akan bertemu dengannya di tempat
di mana sonar sihir suci dipancarkan.

Meskipun Emi pernah mendesaknya sebelumnya, tapi Gabriel masihlah


seorang Malaikat Agung yang mewakili Surga. Agar bisa bereaksi terhadap
setiap pergerakan Gabriel, Emi membuka lebar matanya, tidak mengalihkan
pandangannya sama sekali.

"Itu menakutkan!"

Namun, Gabriel lah yang pertama kali bereaksi, dan dia menggunakan suara
yang bergetar ketika mengucapkan kata-kata tersebut.

"A-aku tidak menyadarinya sama sekali.... Ka-kapan kau datang?"

Gabriel mengangkat kepalanya untuk melihat ke arah Emi sambil mengusap-


usap lengannya, dilihat lebih dekat, bibir Gabriel berubah menjadi biru.

"Tempat ini, sa-sa-sangat dingiiiinn!"

".... Siapa peduli!"

Bagi Emi, dia hanya bisa menjawab demikian.

Emi tidak tahu bagaimana Gabriel memadukan pakaiannya, di bawah jubah


panjang yang terlihat seperti yang digunakan oleh orang Yunani kuno pada
saat musim panas, terdapat T-shirt yang bertuliskan 'I Love L.A'. Dia
memperlihatkan pahanya yang mungkin tidak ingin dilihat orang manapun,
dan mengenakan sandal serta tidak mengenakan kaos kaki.

Tentu saja, barang-barang ini tetaplah apa yang dikenakan oleh malaikat, jadi
selain T-shirt, pakaian ini seharusnya menyembunyikan kekuatan yang akan
melampaui penampilannya. Sayangnya kekuatan tersebut, nampak tidak
mencakup perlindungan terhadap dingin.

"L-l-lalu Emilia? Ap-apa yang kau lakukan di sini? To-Tokyo Skytree masih
belum dibuka secara umum, kan? 634 meter adalah sesuatu yang tidak akan
terjadi untuk waktu yang lama, kau tahu?"

Gabriel mengeluh tidak jelas sambil menggigil.

"Ke-kekuatan manusia, be-benar tidak bisa diremehkan, ya? Entah itu Ente Isla
atau Surga, tidak ada bangunan apapun yang setinggi ini! Bahkan, Kastil Iblis
hanya setinggi Tokyo Tower..... Aku tidak pernah menyangka kalau angin di
sini akan sangat kuat dan dingin..... ah-choo!"

Si Malaikat Agung tersebut menyebarkan bersin menjijikkan di langit kota.

"Akulah yang ingin bertanya kenapa kau ada di sini. Apa kau dicopot dari
tugasmu mencari fragmen Yesod?"

Emi tidak peduli dengan kondisi tubuh Gabriel, dan mengarahkan pedang
sucinya ke arah Gabriel ketika ia mengatakan hal tersebut.

"Yeah, benar. Oiya, apa kau membawa tisu? Jika bisa, akan sangat bagus kalau
tisu itu tipe yang lembut dan lembab."

Dan Gabriel masih mengabaikan atmosfer bahaya sekaligus ancaman yang


Emi pancarkan, dan berbicara dengan seenaknya sendiri.

Gabriel ingin melukai Alas Ramus sebelumnya, jadi tidak ada alasan bagi Emi
untuk bersikap baik pada orang itu.
Emi mendekati Gabriel dengan kecepatan suara, dan seperti yang dia lakukan
sebelumnya, Emi menempatkan ujung pedang sucinya pada dada Gabriel.

"Kau seharusnya tidak lupa dengan apa yang terjadi sebelumnya kan? Aku
tidak memiliki kesabaran sebanyak itu."

"Kelakuanmu itu tetap saja sama entah untuk Iblis atau Malaikat!"

Gabriel bahkan hampir menangis.

"Uh, itu, bagaimana aku mengatakannya ya. Pokoknya, aku sudah memberi
tahu Lucifer soal ini, aku tidak berniat untuk terlibat denganmu, pedang suci,
ataupun Raja Iblis. I-ini serius! Aku hanya datang ke sini karena ada sebuah
pekerjaan, kalian hanya perlu menjalani hidup kalian yang damai seperti
biasanya...."

"Karena kehidupan yang damai itu telah dihancurkan oleh seseorang, makanya
aku ada di sini. Sonar itu, apa kau yang memancarkannya?"

"......"

Emi bersikap dingin dan mengangkat pedangnya dengan hati-hati. Saat ini,
tidak ada cara untuk memastikan tujuan malaikat itu, apa dia memang sedang
mencari Laila seperti apa yang dikatakan Urushihara.

"Apa kau masih ingat dengan gadis yang tahu identitas asli kita? Dia
kehilangan kesadaran karena sonar tersebut."

"Eh? Benarkah?"

Emi tidak yakin apakah itu benar-benar keterkejutan dari dalam lubuk hati
Gabriel, ataukah hanya hasil dari aktingnya yang hebat. Pokoknya, malaikat
angkuh ini menunjukkan ekspresi terkejut, dan di saat yang sama, dia
membuka mulutnya lebar, menghisap napas panjang.....

"Ah-choo!!"

Dan kemudian mengeluarkan bersin keras tanpa sebab.


Seketika, Gabriel yang pada awalnya dibidik oleh pedang suci, tiba-tiba
menghilang di depan mata Emi.

"!!!"

"Mama! Bukan di sana!"

Mengejar sihir suci Gabriel, Emi mengayunkan pedang sucinya ke belakang....

"Tebakanmu salah."

Sebuah jari mengarah ke belakang kepala Emi.

"BANG! Aku menang!"

"...."

Bilah pedang suci Emi mengenai sihir suci yang Gabriel pancarkan sebagai
umpan, dan Gabriel, dengan hidung yang penuh ingus, berada di atas,
memposisikan tangannya menyerupai pistol, dan mengarahkan jari
telunjuknya ke arah belakang kepala Emi.

"Meski pertarungan dengan pedang sangat tidak menguntungkan buatku, tapi


masih ada cara lain untuk bertarung."

Tanda-tanda meningkatnya sihir suci bisa dirasakan dari arah belakang kepala
Emi.

".... Apa kau berniat membunuhku? Dan kemudian mengambil Alas Ramus?"

Angin di ketinggian, mengaburkan suara Emi.

"Aku tidak ingin melakukan sesuatu seperti itu. Karena masih tidak diketahui
bagaimana caranya kalian bergabung, jika anak itu juga ikut mati setelah kau
mati, bukankah itu akan jadi sangat buruk?"

Sihir suci Gabriel tiba-tiba melemah, dan aura membunuh yang diarahkan pada
belakang kepala Emi juga ikut menghilang.
"Abaikan saja itu dulu.... Soal gadis yang kehilangan kesadaran itu, bisakah
kau memberitahuku lebih detail?"

"Eh?"

"Alasan aku berada di sini, hanyalah untuk mencegah gelombang percobaan


yang terpancar dari tower ini agar tidak bercampur dengan gelombang yang
dipancarkan dari Tokyo Tower, yang mana hal itu akan menyebabkan
berkurangnya akurasi sonar tersebut. Sejujurnya aku tidak tahu bagaimana
Raguel memancarkan sonar itu, dan lebih dari itu, aku tidak pernah mendengar
kalau metode ini akan menyebabkan orang di dunia ini kehilangan kesadaran."

Emi dengan hati-hati menolehkan kepalanya, menatap tajam ke arah Gabiel


yang berdiri terbalik di atas dengan ekspresi lengah di wajahnya.

"Kau berbicara soal gadis itu kan? Gadis yang dipanggil Sasaki Chiho,
sekaligus gadis manis yang menyukai si Raja Iblis. Aku ingat dia bekerja di
tempat yang sama dengan Raja Iblis. Sariel pernah mengatakannya padaku
sebelumnya."

"Kenapa kau menanyakan ini? Jangan bilang kalau kau ingin menculik Chiho
dan menjadikannya percobaan seperti yang pernah dilakukan Sariel?"

"Hey... Apa orang itu berencana melakukan hal seperti itu sebelumnya?"

Gabriel mendengus dengan konyol, menggelengkan kepalanya sambil


mengangkat kedua tangannya ke atas.

"Aku tidak punya selera buruk semacam itu. Katakan saja padaku gejala apa
yang dia derita."

".... Kenapa kau ingin tahu hal-hal seperti itu?"

Menghadapi pertanyaan Emi, Gabriel menggaruk wajahnya sambil menjawab


dengan malu-malu.
"Ya ampun, itu, meski aku tidak se blak-blakan Sariel, mungkin sesuatu yang
ingin kami ketahui itu sama. Hei, bukankah manusia di bumi juga mencari asal
usul evolusi dan gen?"

Nada Gabriel membuat Emi merinding, jadi dia menyembunyikan


ketidaknyamanannya dan menggumam sambil menatap tajam ke arah Gabriel.

"Apa kau pikir aku akan memberitahumu dengan patuh hanya karena kau
mengatakan itu?"

"Tidak, tidak. Bahkan tanpa mempertimbangkan hal ini, hanya dengan apa
yang kami, Surga, lakukan pada kalian sebelumnya, aku tidak berpikir kalau
kau akan memberitahuku dengan patuh. Jadi, apa kau mau membuat
kesepakatan denganku?"

"Kesepakatan?"

Hembusan angin yang kuat meniup rambut panjang Emi.

"Aku akan lebih dulu mengungkap beberapa informasi padamu secara


langsung, kemudian dari isinya, kau bisa memutuskan apakah kau ingin
menceritakan tentang situasi Sasaki Chiho atau tidak."

".... Tidak ada bukti yang akan membuktikan kalau apa yang kau katakan itu
benar. Aku tidak akan melakukan sesuatu seperti mengkhianati temanku hanya
karena aku percaya pada informasi yang diberikan oleh musuhku."

"Jadi kau sudah bilang tidak? Kau bisa memutuskannya sendiri apa ingin
memberitahuku atau tidak. Tapi aku merasa kalau kau pasti akan
mengatakannya."

Dengan sedikit kesulitan, Gabriel akhirnya memposisikan tubuhnya di posisi


yang benar, dan mendarat di atas atap dek observasi dengan kepakan sayapnya.

"Jika aku bilang kalau ayahmu, Nord Justina masih hidup, apa yang akan kau
lakukan?"
"Apa.....?"

Kalimat tak terduga Gabriel, membuat Emi terguncang.

Gabriel yang terlihat menikmati reaksi ini, mengeluarkan tawa pelan.

"Apa kau ingin tahu sekarang?"

".... Yeah."

Emi bahkan tidak memiliki waktu bereaksi saat Gabriel mulai bertingkah aneh.

"Ah, ma-maaf, tolong menjauh dariku.... Ah-chooo!!"

Emi masih bertanya-tanya kenapa wajah Gabriel menjadi begitu aneh, tapi Emi
tidak pernah menyangka kalau Gabriel tidak akan mampu menahannya, dan
mengeluarkan bersin keras ke arah wajahnya.

"....................."

Dengan bantuan angin, Emi yang merasakan semprotan terkutuk terbang


menuju wajahnya.....

"Hmph!!"

"Woah!!"

......tanpa ampun menggunakan pegangan pedangnya untuk memukul kepala


Gabriel.

"Ma-mataku, mereka melihat bintang-bintang......"

"Jika kau cepat berbicara, aku masih bisa mendengarkannya dengan sedikit
enggan. Akan tetapi, jika Alas Ramus memutuskan kalau kau berbohong, aku
pasti akan memenggal kepalamu."

"..... Kenapa kau memperlakukanku sama seperti iblis?"

Emi menggerutu menanggapi Gabriel yang berkaca-kaca.


"Aku tidak akan menunjukkan belas kasihan kepada musuh. Terlebih lagi
kepada musuh Alas Ramus."

Mendengar hal ini, Malaikat Agung tersebut hanya bisa mengangkat kedua
tangannya tanda menyerah.

Lima menit kemudian, kedua orang itu berada di dalam dek observasi yang
selesai dibangun baru-baru ini.

Meskipun tidak ada ventilasi udara, tempat ini masih sangat hangat.

Lapisan plastik menutupi berbagai area di dalam fasilitas tersebut, dan


tampaknya mereka masih berada dalam proses pembangunan.

"Meski sudah sedikit hangat, apa kau ingin minum ini?"

Di depan Emi, Gabriel mengambil satu kaleng kopi dari dalam jubahnya.

"Mama, jangan minum, itu sangat berbahaya."

Alas Ramus yang dipenuhi kebencian terhadap Gabriel, saat ini telah
termaterialisasi dan berdiri di sebelah Emi.

Meski Alas Ramus tidak mengatakan hal seperti itu, tapi tak ada seorangpun
yang ingin meminum kopi hangat yang dikeluarkan oleh Gabriel dari dalam
bajunya.

"Aku tidak meracuninya, okay?"

Gabriel terus mencoba menjelaskannya, tapi ini tidak ada hubungannya apakah
kopi itu diracuni atau tidak.

"Aku tidak ingin menyentuh makanan atau minuman dari sesorang yang bukan
bagian dari dunia ini. Lupakan soal minumannya, cepat katakan apa yang ingin
kau katakan dan segera enyahlah ke Surga."

"Kasar sekali.... Atau setidaknya, misterius sekali~ Baik di Ente Isla maupun
di bumi ini, mereka berdua memiliki legenda yang mengatakan bahwa 'ketika
seseorang memakan sesuatu yang berasal dari dunia lain, maka mereka tidak
akan bisa kembali ke dunia mereka saat ini'~"

Gabriel yang tidak terlihat tidak senang karena hal ini, membuka kaleng kopi
yang memiliki tulisan 'sedikit meningkatkan polish' tercetak di atasnya dengan
huruf besar, dan langsung meminumnya di tempat.

"Ah, hangatnya....."

Gabriel benar-benar bertingkah seenaknya sendiri. Meski Emi tahu kalau ini
adalah strategi Gabriel, Emi mengetukkan kakinya dengan tidak sabar dan
berbicara...

"Aku tidak berniat untuk meminum teh ataupun berbincang-bincang


denganmu. Jika kau memang memiliki sesuatu yang ingin kau tanyakan, cepat
katakan padaku soal ayahku."

"Apa kau bersedia mendengarkannya?"

"Jika aku merasa kalau kau berbohong, maka urusan ini selesai di sini."

"Jika kau berani membohongi mama, aku tidak akan pernah memaafkanmu!"

Gabriel yang dipanggil pembohong oleh ibu dan anak itu, menjawabnya
dengan sikap yang agak depresi.

"..... Huh, pokoknya, setelah mendengarkan apa yang ingin kukatakan, kalian
berdua bisa memutuskan bagaimana kalian akan bertindak. Selain Nord Justina,
aku masih punya hal lain yang ingin kuberitahu padamu."

Gabriel memegang kaleng kopi tersebut dengan kedua tangannya dan mulai
berbicara sedikit demi sedikit.

"Surga saat ini sedang berada di dalam situasi di mana itu bisa terpecah
menjadi dua. Hal ini bukan berarti tidak pernah terjadi sebelumnya, tapi itu
adalah sesuatu yang hanya terjadi sekali dalam bulan biru. Hanya dari hal ini
saja..... orang tuamu sekaligus kelahiranmu, sebenarnya sudah membawa arti
yang sangat penting."

".... Berhenti berbelit-belit dan katakan padaku kesimpulannya secara langsung.


Saat ini, aku hanya tahu kalau pria bernama Raguel itu sedang mengejar ibuku
karena suatu insiden.... dia mengejar Laila... Tapi dendam macam apa yang
dimiliki Surga terhadap diriku dan keluargaku?"

"Ini sedikit berbeda dengan dendam, tapi kalian sudah melakukan sesuatu yang
sangat merepotkan."

Gabriel masih menunjukkan senyum yang tidak memperlihatkan maksudnya


yang sebenarnya.

"Sebenarnya, hanya Laila dan Nord saja poin utama di sini, untuk membuatnya
lebih ekstrim, baik itu kau, Raja Iblis, atau fragmen Yesod itu..... lebih jauh
lagi, bahkan Lucifer, penyelidik berpakaian Kimono, orang kepercayaan Satan,
dan Sasaki Chiho itu, sudah tidak bisa lagi untuk tidak terlibat ke dalam
masalah ini. Tidak, tidak, dalam skenario terburuknya, ini bahkan bisa
mencakup seluruh manusia di bumi ini."

"Seperti kataku, bukankah sudah kubilang untuk berhenti berbelit-belit?"

Emi mendesak Gabriel dengan tidak sabar.

"Ya ampun, kau benar-benar terburu-buru~ meskipun apa yang ingin


kukatakan selanjutnya, pasti akan meruntuhkan pandanganmu terhadap dunia
ini."

Gabriel melihat ke arah kaleng kopinya setelah mengatakan sesuatu yang


begitu menjengkelkan.

"Biar kuluruskan kesalahpahaman ini dulu, kami, para malaikat, bukanlah


sesuatu yang berasal dari dunia ini."

"Eh?"
"Hanya ada satu prinsip di balik setiap tindakan yang di ambil oleh para
malaikat. Hal itu adalah 'untuk menghalangi setiap ancaman terhadap Surga
dengan semua yang kami miliki'. Dengan begitu terang-terangan, semua orang
di sana berpikir kalau tak peduli berapa banyak manusia di Ente Isla yang mati,
itu tidaklah penting selama Surga tidak berada dalam bahaya."

Tanpa ragu, Gabriel mengucapkan kata-kata yang bisa menyebabkan pengikut


Gereja Ente Isla menjadi gila jika mereka mendengarnya.

"Setelah itu, semenjak kau mengejar Pasukan Iblis sampai keluar Ente Isla dan
terdampar di bumi ini, keberadaan Emilia sang Pahlawan sudah dianggap
sebagai 'ancaman Surga'."

"Begitu... Apa alasannya hal itu bisa terjadi?".

"Aku sudah pernah bilang sebelumnya kalau aku ingin kau berpikir tentang
eksistensi macam apa sebenarnya kau ini."

Itu adalah kata-kata yang Gabriel ucapkan sebelum dia pergi pada akhir
pertarungan memperebutkan Alas Ramus.

"Eksistensi macam apa aku ini?"

"Hmmm.. meski ini bukan contoh yang bagus, tapi kau akan langsung mengerti
ketika aku mengatakannya. Apa menurutmu seorang anak bisa lahir dari
manusia dan simpanse?"

"HAH!?!?"

Emi mengernyitkan dahinya karena pertanyaan Gabriel yang mengejutkan dan


tiba-tiba, nadanya pun menjadi agak meninggi.

"Tentu saja tidak bisa kan?"

"Kenapa?"

"Kenapa... ini... dari sudut pandang biologi, mereka itu spesies yang benar-
benar berbeda!"
"Bukankah mereka berdua adalah primata dan kerabat dari monyet? Bukankah
anjing dan kucing secara alami bisa melahirkan keturunan campuran?"

"Itu hanya karena dalam masalah spesies, gen di antara keduanya tidak
memiliki perbedaan yang ekstrim kan? Meski masih ada beberapa perdebatan
tentang struktur genetik manusia dan simpanse, bahkan dengan pemahaman
kalau hanya ada beberapa persen perbedaannya saja sudah menjadi salah satu
penjelasan yang lebih persuasif!"

"Aku tidak benar-benar tahu soal gen, tapi kau tahu banyak."

"Itu karena aku dulu sering menonton program sains di televisi."

"Sang Pahlawan benar-benar 'menonton televisi', ooh menarik sekali."

Usai gurauan tersebut, Gabriel terus menatap ke arah Emi dan berbicara
dengan sikap remeh yang sama.

"Dengan kata lain, karena manusia dan simpanse memiliki celah spesies,
mereka tidak akan bisa memiliki anak."

"Benar! Lantas kenapa?"

"Kenapa manusia dan malaikat bisa memiliki seorang anak?"

Waktu terasa berhenti berputar.

Kalimat ini adalah satu-satunya kalimat yang bisa mendeskripsikan situasi saat
ini.

".... Apa.... katamu??"

"Kau adalah anak yang terlahir dari malaikat Laila dan manusia Nord Justina,
jika kau meragukan asumsi ini, aku akan sangat kesulitan, tapi soal ini aku bisa
menjaminnya kalau ini benar. Karena alasan inilah kenapa kau terkait dengan
'ancaman surga'."

"Itu, itu....."
"Penjelasanmu yang tadi lumayan. Karena tidak ada perbedaan ekstrim antara
kedua spesies, maka, itu juga sebuah kebenaran."

Gabriel membentangkan sayapnya dengan sikap yang berlebihan.

Sisa kopi di dalam kaleng logam tersebut tumpah keluar, menyebabkan noda
pada jubah putih Gabriel.

"Manusia sebenarnya adalah malaikat dari sudut pandang biologi, ataukah


malaikat sebenarnya adalah manusia dari sudut pandang biologi, menurutmu
mana jawaban yang tepat?"

"Yang mana.... Itu, itu......."

Malaikat adalah manusia???

Mengepakkan sayap di hadapan Emi, sihir suci yang meluap-luap, rambut


perak dan mata merah, dengan mengabaikan noda yang ada pada jubah
panjangnya, Gabriel sama sekali tidak terlihat seperti manusia tidak peduli
bagaimanapun Emi melihatnya.

Akan tetapi......

"Sejak awal, kalianlah yang seenaknya memutuskan kalau malaikat dan Surga
itu adalah eksistensi yang tidak lazim kan? Tentu saja, sebagai seorang
malaikat, aku juga tidak bisa menyangkal eksistensi itu. Akan tetapi, hal itu
tidak merujuk pada kami, tapi....."

Gabriel menunjuk ke arah makhluk kecil yang berada di sebelah Emi yang
masih menatap tajam ke arahnya.

"... itu seharusnya merujuk pada dia."

"Ugh!!"

Gadis kecil yang dianggap sebagai keberadaan tidak lazim oleh Malaikat
Agung dari Surga, terlihat berdiri di depan Emi seolah-olah sedang mencoba
melindungi ibunya, menggunakan tatapan dan suaranya untuk mengancam
Gabriel.

Emi yang tidak bisa mengikuti perkembangan situasi, merasa kakinya bergetar.

Tapi Gabriel terus berbicara tanpa memperhatikannya.

"Apa yang kukatakan tadi barulah pembukaan, hal-hal yang sangat penting
masih akan ada lagi nanti. Ini ada hubungannya dengan malaikat yang hanya
bertindak demi 'Ancaman Surga', saat ini, Surga bisa saja terpecah menjadi dua
karena pengertian dari 'Ancaman Surga' tersebut, jadi Raguel bergerak untuk
menstandarisasi pengertiannya. Setelah itu, ini ada hubungannya dengan
bagaimana Raguel akan bertindak menurut keputusannya nanti."

Menghadapi Emi yang berwajah pucat, Gabriel berbicara dengan ekspresi


yang bisa disebut sebagai kebahagiaan.

"Tidak hanya ibumu, ayahmu seharusnya juga datang ke bumi. Tergantung


hasil dari keputusan Raguel, mungkin Surga akan bertindak melawan
ayahmu."

XxxxX

Lampu di Rumah Sakit Universitas Saikai kamar nomor 305 sudah dimatikan.

Di tempat ini, hanya ada cahaya dari lampu pijar di koridor dan lampu kecil
yang menerangi tempat bel perawat yang diam-diam bersinar.

Di dalam ruangan gelap tersebut, seberkas cahaya kecil tiba-tiba terlihat.

Itu adalah cahaya ungu yang memiliki kehangatan misterius.

Di dalam ruangan di mana hanya tersisa suara napas dari para pasien....
"..... Mah... Bukankah sudah kubilang sebelumnya untuk tidak menambahkan
kacang polong ke dalam Shuumai..."

Chiho mengigau dan langsung bangun dari ranjang.

"Ah, ma-maaf, ma, aku tertidur, jadi nasinya.... eh?"

Setelah darah mulai bersirkulasi di dalam tubuhnya, Chiho ingat perintah yang
diberikan oleh ibunya sebelum dia kehilangan kesadaran, dan menarik selimut
di atas tubuhnya.

"Di mana ini?"

Chiho melihat ke arah langit-langit, dinding, dan jendela yang tidak dia kenali
dan mengedipkan matanya terkejut.

"Eh? Rumah sakit?"

Kali ini, karena Chiho merasa seseorang di sebelah telinganya memberitahu di


mana keberadaannya, ia pun menolehkan kepalanya....

".....Eh?"

Dia menemukan HPnya. Karena di layar depannya tidak menunjukkan jam,


sepertinya HP tersebut sudah kehabisan baterai.

Setelah sepenuhnya sadar dan memikirkan kejadian tadi, Chiho ingat kalau dia
pernah mengalami fenomena yang sama, dan memandang sekeliling dengan
hati-hati.

"Alberto-san? Atau, Emeralda-san...?"

Ada sebuah suara di sebelahnya, tapi tidak ada siapa-siapa di sekitarnya, meski
Chiho tidak mengharapkan seorangpun untuk menjawab, tapi Chiho masih
mencoba bertanya kepada seseorang yang keberadaannya tidak ada di sana.

"Ah...."
Kali ini, HP yang seharusnya sudah kehabisan baterai, mulai bersinar karena
ada panggilan masuk dengan warna yang tidak pernah diatur oleh Chiho
sebelumnya.

Tidak ada suara, tidak ada getaran, tapi HP tersebut memang benar menerima
sinyal.

Chiho dengan gugup mengangkat teleponnya, dia membuka lipatan HPnya


untuk melihat layar, namun layarnya masih berwarna hitam.

"He-hello....?"

Chiho mendekatkan HP tersebut ke telinganya, dan dengan curiga, ia


menjawab dengan suara pelan. Kemudian, sebuah suara wanita yang tidak
pernah Chiho dengar, terdengar dari ujung panggilan tersebut.

Dan kalimat pertama yang suara itu ucapkan, adalah sesuatu yang benar-benar
melebihi ekpektasi Chiho.

"Jangan pilih-pilih makanan okay....tapi, tapi memasukkan kacang polong ke


dalam Shuumai, itu memang benar-benar kelakuan iblis! Meski aku menyukai
iblis, tapi kalau masalah Shumai, aku lebih suka udang dan daging babi!"

Chiho tidak pernah menyangka kalau orang tersebut akan mengkritik kalimat
yang dia ucapkan saat sedang tertidur. Chiho kemudian memutuskan, kecuali
makanan yang ditawarkan oleh seseorang untuk menunjukkan kebaikan
mereka atau semua makanan lain selain kacang polong telah punah, dia tidak
akan memakan kacang polong lagi.

Tak ada niat jahat yang terdeteksi dari nada orang itu, tapi karena seseorang
telah mendengar kalimat kekanakan soal kebiasaan pilih-pilih makanannya
saat ia sedang tertidur, Chiho nampak tersipu di tengah kegelapan.

Kemudian, setelah menahan percakapan sepihak itu sejenak, orang itu tiba-tiba
memerintahkan Chiho untuk melihat ke arah tangan kirinya.
"Tangan kiri? Ah, cincin ini, mungkinkah ini benda yang disebut fragmen
Yesod itu?"

Chiho melihat cincin yang dia kenakan di tangannya, yang mana tidak ia kenali,
dan bertanya.

"Banyak hal sudah terjadi akhir-akhir ini, hanya benda kecil ini saja tidak akan
membuatku takut."

Chiho memberikan senyum kecut, karena orang di ujung panggilan tersebut


terlihat terkejut karena keberanian Chiho.

"Satan.... maksudmu Maou-san kan..... hm, eh? Beberapa tempat di Tokyo?


Hmm..."

Setelahnya, kedua orang itu berbincang sejenak, dan kecemasan Chiho pun
perlahan menghilang.

"Aku mengerti. Aku siap membantu... eh? Aku tidak takut, meskipun aku
sedikit gugup...."

Chiho tersenyum.

"Walau ada iblis, malaikat, dan orang-orang dari Ente Isla di sekitarku, tapi tak
peduli apa yang terjadi, hubungan semua orang saat ini masih baik-baik saja.....
eh? Yeah, aku tidak khawatir. Meskipun mereka berbohong padaku, orang-
orang dari dunia lain itu tidak akan mendapatkan keuntungan apapun.
Dibandingkan hal itu, akan jauh lebih baik jika mereka menjadi seperti orang
yang dipanggil Olba itu, menjadikanku sandera secara langsung pasti akan
lebih sederhana dan efektif."

Cahaya cincin di tangan Chiho terlihat berkedip seolah sedang tersenyum.

"Senjata yang kukuasai? Hm.... sepertinya tidak ada yang terlihat seperti
senjata....."
Seolah ingin menaikkan motivasinya, Chiho melihat ke arah tangannya yang
mengepal.

"Aku berlatih panahan, jika soal busur, aku masih memiliki sedikit rasa
percaya diri."

XxxxX

"Hey... apa itu benar ada di sini?"

"....Aku tidak yakin."

Maou dan Ashiya kini sedang berjalan menuruni tangga di Tokyo Tower
dengan ekspresi lesu di wajah mereka.

Karena sekarang adalah liburan musim panas, di bagian dalam Tokyo Tower
saat ini masih dipenuhi banyak orang.

Mungkin karena dihantui oleh ingatan dari gedung Metropolitan, ketika


mereka mulai mencari di Tokyo Tower, Maou memutuskan menggunakan
elevator untuk naik dan barulah ketika turun, dia tidak punya pilihan lain selain
menggunakan tangga.

Tapi hanya menggunakan elevator sampai dek observasi saja sudah membuat
mereka pusing karena terjepit di dalam kerumunan orang, meski mereka terus
naik ke atas, mereka hanya dapat melihat dek observasi yang semakin dipenuhi
banyak orang....

Hanya dengan dua orang saja, mereka takkan bisa memeriksa setiap orang
yang ada di Tokyo Tower, tapi pada dasarnya mereka memang tidak
merasakan apapun yang menyerupai sihir suci.
Karena mereka tidak tahu alat apa yang digunakan sebagai sumber transmisi
untuk sonar sihir suci, Maou dan Ashiya bahkan dengan sengaja mengantri dan
berturut-turut menggunakan teropong sewaan untuk mengamati situasi di luar.

Mengingat kalau pihak musuh menggunakan televisi sebagai medium


pemancar sonar, walau mereka tahu kalau hal itu akan menyebabkan masalah
untuk pengunjung lain, mereka mencoba agar bisa terus berada di depan layar
yang ada di dalam aula.

Bahkan di dalam dek observasi khusus, mereka berdua menggunakan semua


teropong yang ada di sana, tapi mereka tidak mendapatkan hasil apapun. Meski
salah satu teropong di sana bisa melihat Tokyo Skytree, tapi mereka sama
sekali tidak melihat tanda-tanda kalau Emi sedang bertarung di Tokyo Skytree.

"Jika aku tahu kalau orang itu sedang makan di restoran di bawah sana, aku
pasti akan menuangkan kola ke dalam hidungnya."

Memberikan keluhan yang tak bisa diketahui apakah mereka memang terlalu
bersemangat atau apa, Maou dan Ashiya perlahan berjalan menuruni tangga.
Adapun untuk tangga di berbagai lantai, terdapat para turis yang berbicara
tentang berapa banyak kalori yang telah mereka bakar di lantai-lantai tersebut,
hal itu membuat Maou bahkan menjadi lebih tidak senang dengan penemuan
baru yang tidak berguna ini.

Dibandingkan dengan Tokyo Skytree, karena Tokyo Tower selalu terkena


cahaya, hanya ada sedikit sekali titik buta di mana tidak bisa dicapai oleh
cahaya, dan di samping dek observasi, sepertinya tidak ada orang
mencurigakan yang bersembunyi.

Dalam kasus ini, mereka hanya bisa beranggapan kalau orang itu memasuki
area di atas dek observasi khusus yang tidak bisa dimasuki oleh orang biasa,
atau berada di antara orang-orang di dalam museum yang dibangun di lantai
dasar.
"Kalau dipikir-pikir, si Raguel itu tidak memancarkan sonar kapanpun dia
mau..... sepertinya kecil kemungkinan bagi pria yang dipanggil Raguel itu
untuk menetap di satu tempat khusus."

Kata-kata Ashiya sangat masuk akal.

Bagi Maou, meski dia bisa mempertahankan wujud Raja Iblisnya, dia tidak
akan mau tinggal di tempat yang menghadap angin seperti ini jika memang
tidak diperlukan.

"Lalu.... apa yang harus kita lakukan....?"

"Kita memang baru memiliki sedikit informasi, tapi jika insiden yang terjadi
di Toko Elektronik Yodogawa Bridge juga disebabkan oleh sonar, maka
tempat itu memiliki 5 sampai 6 jam perbedaan dengan sonar yang terjadi di
rumah sakit. Jadi selanjutnya......"

"Itu mungkin sekitar jam 12 malam? Mana mungkin kita bisa menunggu
selama itu?"

"Kenapa tidak?"

"Ah?"

Maou mengernyitkan dahi karena ekspresi Ashiya yang terlihat kurang begitu
mengerti.

"Jika kita percaya dengan penjelasan Bell, maka kita tidak perlu khawatir
dengan keselamatan Sasaki-san saat ini. Meski karyawan toko elektronik akan
merasa kesulitan jika insiden seperti ini terus terjadi, tapi program yang bisa
ditonton saat tengah malam itu tidak akan sebanyak saat siang hari. Selama
kita meminta Sasaki-san untuk tidak menyalakan TV saat malam, seharusnya
tidak ada masalah dengan menunggu selama 6 jam."

Namun, Maou menunjukkan ekspresi gelisah, dan berbicara dengan pelan,


"Tapi walau Chi-chan baik-baik saja, akan sangat buruk jika orang itu
memancarkan sonar lagi dan menyebabkan situasi di pihak lain menjadi
semakin buruk."

"Eh?"

"Aku... punya sesuatu yang ingin kutanyakan pada orang itu, menjadi Raja
Iblis dan gagal menguasai Ente Isla, situasi saat ini..... jika situasi ini terus
berlanjut, mungkin Surga akan mengambil tindakan lebih dulu, dan aku
mungkin akan kehilangan kesempatan ini."

"Maou-sama?"

Ashiya terlihat tidak mengerti makna di balik kata-kata Maou, tapi Maou
mengabaikan bawahannya tersebut dan mengeluarkan HPnya untuk
menelepon Suzuno.

"Hello."

"Kami sudah berkeliling Tokyo Tower, tapi kami tidak menemukan


seorangpun yang mencurigakan. Di pihak Emi, apa dia mengatakan sesuatu?"

"Aku tidak yakin, dia masih belum menghubungiku.... eh? apa?"

"Ada apa?"

"Lucifer, he......hey, aku akan menyerahkan teleponnya pada Lucifer, tunggu


sebentar."

Usai suara berisik tersebut, suara Urushihara tiba-tiba terdengar dari telepon.

"Kalian belum menemukan apa-apa?"

"Yeah, mungkin dia tidak ada di tower saat ini."

"Ah, itu berarti dia tidak berkemah di sana."


"Itu hanya sebuah kemungkinan. Jika ini terus berlanjut, kita mungkin bisa
melihat saat dia memancarkan sonar berikutnya. Apa yang sebaiknya kita
lakukan?"

"Kalau begitu, apa kau ingin mencoba menghubungi Emilia?"

"Uh, aku sebenarnya berencana untuk meneleponnya nanti. Akan tetapi, aku
baru saja memastikan situasi dengan menggunakan teropong yang ada di
Tokyo Tower, di sana tidak terlihat ada tanda-tanda pertarungan. Jika dia
bertarung dengan seorang malaikat, sihir suci yang tidak normal seharusnya
bisa dirasakan dari kejauhan, jadi kita tidak perlu khawatir...."

"Aku mengerti. Aku juga akan memikirkan strategi sendiri. Bagaimanapun,


kau dan Ashiya bisa tetap bersiaga di sana. Jika semuanya berjalan lancar atau
terjadi sesuatu, aku pasti akan segera menghubungimu, kita bisa
membicarakannya nanti."

"Strategi? Apa yang kau..... ah, hello.... dia benar-benar menutup teleponnya!"

"Ada apa?"

Ashiya yang mendengarkan pembicaraan tersebut, bertanya.

"Aku tidak tahu... Si Urushihara itu bilang kalau dia memiliki strategi."

"Sangat mengkhawatirkan. Aku harap dia tidak menggunakan metode khusus


yang membutuhkan uang."

"Bahkan investigator pribadi pun mungkin tidak akan mau membantu mencari
orang..... Pokoknya, ayo kita tunggu 15 menit dan melihat-lihat. Jika tidak ada
kabar selama waktu itu, semuanya bisa mencari tempat untuk bertemu."

Setelah mengatakan hal tersebut, Maou yang meletakkan HPnya kembali ke


dalam kantongnya, mulai berjalan menuruni tangga dengan langkah yang berat,
sementara Ashiya mengikutinya dari belakang.
XxxxX

Saat ini, dengan diarahkan Urushihara, Suzuno berjalan di jalanan malam


Yoyogi.

Setelah berbicara dengan Maou di telepon....

"Kita berdua akan menyeret keluar malaikat itu. Bantulah aku!"

Dan dia langsung pergi tanpa penjelasan apapun.

"Hei Lucifer, kau mau pergi ke mana? Kita malah semakin jauh dengan
stasiun."

Alasan awal Urushihara dan Suzuno tetap berada di Yoyogi adalah karena ada
kereta yang langsung menuju Tokyo Skytree dan Tokyo Tower dari sana. Saat
mereka meninggalkan stasiun, kecuali kedua orang itu mengunakan cara yang
tidak biasa, mereka tidak akan bisa bergerak dengan cepat, yang berarti, ketika
tiba saatnya untuk bertarung, mungkin akan mengakibatkan situasi di mana
mereka tidak memiliki cukup kekuatan.

"Kau dan Emilia harusnya memiliki cara untuk mengisi sihir suci kalian kan?"

"... Apa maksudnya itu?"

"Jangan berpura-pura bodoh. Dibandingkan dengan kami, kalian berdua terlalu


berani menggunakan kekuatan kalian."

Suzuno memang memiliki sebotol kecil Holy Vitamin Beta terselip di dalam
bajunya, tapi dia tidak berniat untuk membiarkan penghuni Kastil Iblis
mengetahui cara mengisi kembali sihir suci.

"Meskipun kita tidak bisa menemukan Raguel sekarang, tapi kita harus
menandai lokasinya sebelum dia memancarkan sonar berikutnya. Kami tidak
bisa melakukan hal itu hanya dengan kami saja. Tak ada waktu untuk
menghubungi Emilia sekarang, jadi aku akan menyerahkan semuanya
padamu."

"Di mana ini? Apa yang kau rencanakan?"

Suzuno mengamati tempat di mana Urushihara berhenti.

Di hadapan mereka terdapat sebuah gedung pencakar langit berbentuk salib.

Di bawah sinar rembulan, bangunan tersebut terlihat begitu mengesankan di


antara kegelapan malam kota, Suzuno melihat sebuah logo yang familiar di
atas bangunan itu dengan lampu penghalang penerbangan berwarna merah di
keempat sudutnya.

"Lebih tepatnya, sebenarnya aku cenderung mendukung ide tidak usah


membeli televisi. Kurasa hanya internet dan HP saja sudah cukup."

"T-tapi ini harusnya adalah tempat yang tidak bisa dimasuki sembarang orang
kan?"

Dibandingkan dengan Suzuno yang gugup, Urushihara terlihat lebih tenang


dan tidak gelisah.

"Kau seharusnya sudah tahu apa yang ingin aku lakukan, iya kan?"

"Meskipun aku tahu, jika kita merusakkan sesuatu di sini dan menyebabkan
masalah, itu mungkin akan menimbulkan kepanikan!"

"Itulah kenapa aku tidak mencari Emilia yang bisa menang melawan Malaikat
Agung ataupun Raja Iblis Maou, tapi malah kau, seorang manusia biasa untuk
melakukan hal ini. Jika itu kekuatanmu, seharusnya itu cukup lemah untuk
menyebarkan kekuatan dalam jumlah yang tepat."

"Penjelasan ini benar-benar menjengkelkan... ti-tidak, bukan itu masalahnya....


Hey, Lucifer!!"

Mengabaikan Suzuno yang frustasi karena disebut lemah, Urushihara dengan


cepat berjalan menuju pintu masuk gedung pencakar langit tersebut.
Melihat seorang pemuda mengenakan T-shirt yang tidak akan dicuci sampai
baju itu lusuh dan kotor mendekat, si penjaga pun berjalan menghentikannya
dengan maksud untuk memeriksanya.

Namun, mata yang tersembunyi di bawah poni panjang Urushihara, sesaat


sedikit bersinar dan sosoknya pun tiba-tiba menghilang dari pandangan
penjaga tersebut.

Penjaga itu terlihat kebingungan karena seseorang tiba-tiba menghilang di


depan mata mereka, dan Urushihara yang tepat berada di depan mereka,
menoleh ke arah Suzuno dan memberikannya sebuah isyarat, kemudian kedua
orang itu dengan santainya berjalan memasuki bangunan yang terletak di
Shibuya, Yoyogi, Gedung Docodemo Yoyogi, yang dikenal sebagai
Docodemo Tower.

Suzuno mengikuti Urushihara dengan gugup. Seorang pemuda yang


mengenakan T-shirt kusut dan seorang wanita yang mengenakan kimono
memang sama sekali tidak terlihat seperti seorang pegawai, tapi anehnya, tak
ada seorangpun yang menghentikan mereka berdua.

"Bicara tentang perangkat yang menggunakan rentang frekuensi yang sama


dengan gelombang televisi, satu-satunya perangkat yang bisa hanyalah HP."

"Jangan bilang... Kau ingin melakukan hal yang sama dengan Raguel?"

"Tepat sekali."

Urushihara mengangguk dengan sebuah senyum.

"Aku ingin kau memancarkan sonar dengan rentang frekuensi HP Docodemo.


Targetnya adalah sihir suci dalam jumlah besar yang tidak mungkin ada di
Jepang. Di antara respon itu, salah satu di antara mereka pasti adalah malaikat."

"Ba-bagaimana bisa malah jadi seperti ini....?"

Karena kedinginan, Suzuno meringkuk dan menggigil.


Meski di bawah masih sangat panas, ketika mereka mencapai puncak
Docodemo Tower di ketinggian 272 meter, angin dingin yang mengaum, tanpa
ampun terus menerpa pondasi antena.

Suzuno mengenakan kimono yang bisa dengan mudah terpengaruh oleh


tekanan angin, dan ditambah fakta kalau kimono tersebut terbuat dari bahan
yang khusus untuk musim panas, itu hampir sama dengan menggunakan
kulitnya untuk menahan tiupan angin secara langsung.

"Maaf membuatmu menunggu. Aku sudah tahu frekuensi mana yang bisa
menjangkau bagian paling jauh dari daerah Kanto. Selama kau
memancarkannya ke arah antena, sonarnya akan mengikuti frekuensi dan
tersiar keluar. Jika kau menyentuhnya secara langsung, itu mungkin bisa
menyebabkan panas berfrekuensi tinggi, jadi berhati-hatilah."

Urushihara menjulurkan kepalanya dari gang khusus untuk pegawai yang


terhubung ke dalam gedung. Dia memegang sebuah diagram yang menandai
rentang gelombang di dalam kota, dan juga merekamnya menggunakan HP,
peta itu sebenarnya didesain khusus hanya untuk keperluan bisnis.

Sebuah gambaran meja komputer yang diacak-acak oleh Urushihara terlintas


di dalam pikiran Suzuno, dan dia mulai khawatir apakah Urushihara bisa
mengembalikan peta itu dengan benar setelah semuanya selesai atau tidak.

"Apa ini akan menyebabkan komputer penting atau semacamnya menjadi


rusak?"

"Tidak, tidak, jangan khawatir. Daripada itu, sonar yang terbawa akan
menekan frekuensinya, jika kita tidak bertindak cepat, itu mungkin akan
menyebabkan kerusakan jaringan telekomunikasi."

".... Ahh! Aku sudah tidak peduli lagi!"

Suzuno masih tidak sepenuhnya mengerti perkataan Urushihara, tapi karena


dia sudah jauh-jauh datang ke sini, maka tak akan ada gunanya jika dia terus
menundanya.
Suzuno meningkatkan sihir suci di dalam tubuhnya hingga mencapai batas dan
mengarahkannya ke antena. Dia kemudian menembakkannya dalam sekali
tembakan.

"Holy Wave Probe!"

Sihir suci terus menerus keluar dari tangan Suzuno yang menyatu dengan
antena gelombang, dan menyebar ke segala arah seperti jaringan listrik tak
terlihat yang tersebar di langit, membesar menjadi sebuah lingkaran cahaya
raksasa.

Lingkaran cahaya dengan Docodemo Tower sebagai pusatnya, perlahan


tersebar ke berbagai tempat berjarak beberapa ratus meter, cahayanya pun
mulai menghilang setelah menjadi satu dengan atmosfer.

Bagi manusia, gelombang sihir suci yang Suzuno tembakkan itu mirip seperti
gelombang HP, tidak bisa dilihat ataupun dirasakan, tapi meski begitu, mereka
masih akan menyebar jauh dan menangkap sesuatu di ujungnya.

"Uh...uhhhhhh."

Holy Wave Probe adalah tipe skill sonar berarea luas yang digunakan untuk
mencari musuh, tapi itu tidak murni hanya tentang memancarkan sonar. Hanya
memancarkan sonar terus menerus saja sudah menghabiskan sihir suci dan ini
akan terus berlanjut sampai sihir suci yang terpancar kembali bersamaan
dengan responnya.

Suzuno yang terus menerus melakukan pencarian skala besar seperti ini, tidak
bisa berhenti memancarkan sihir suci sampai responnya kembali.

".... Aku tidak bisa... menahannya lagi..."

Suzuno memang memiliki kekuatan manusia super, tapi itu hanya ketika
dibandingkan dengan manusia biasa, ketika kapasitas sihir sucinya
dibandingkan dengan Emi, itu bahkan tidak bisa mendekatinya sama sekali.
Jika Suzuno terus menembakkan sihir suci, kekuatannya pasti akan segera
habis.

"Ugh!"

Ketika Suzuno mengerang, dia meraih bagian dalam bajunya dan mengambil
sebotol kecil Holy Vitamin Beta.

Seperti di iklan televisi, Suzuno membuka tutup botol tersebut dengan ibu
jarinya dan meminum semuanya dalam satu tegukan.

"Oh, jadi itu yang kalian gunakan?"

Urushihara yang berdiri di samping, menunjukkan senyum jahat yang seolah-


olah mengatakan 'aku melihat sesuatu yang bagus'.

Setelah Suzuno memutuskan kalau usai pekerjaan ini dia akan menggunakan
palu sucinya untuk memukul Urushihara, dia malah terlihat hampir tidak bisa
menahan kekuatannya sampai responnya kembali.

".... Mereka datang!"

Lingkaran cahaya yang Suzuno sebarkan.... responnya telah dikirim balik oleh
Holy Wave Probe.

Sebuah sensasi seperti gelombang sihir suci yang tersebar, kembali ke tubuh
Suzuno melalui antena di Docodemo Tower.

Setelah itu, Suzuno beristirahat, terengah-engah dengan wajah yang di penuhi


keringat.

"Ada satu di jarak sekitar 6 kilometer arah tenggara, dua di jarak kira-kira 15
kilometer arah timur laut, dan ada sebuah respon lemah di dekat sini arah barat
daya...."

Setelah mendengar kata-kata Suzuno yang sedang terengah-engah, Urushihara


mengernyit ketika dia mencocokkannya dengan peta di tangannya.
"Barat daya adalah arah ke Sasazuka, meskipun aku tidak tahu kenapa itu
melemah, harusnya itu adalah Sariel. Arah tenggara sekitar 6 kilometer adalah
Tokyo Tower, arah timur laut sekitar 15 kilometer adalah di dekat Tokyo
Skytree, jika yang ada di Tokyo Skytree adalah Emilia dan Alas Ramus...
sepertinya kita harus menghubungi Maou. Ada seseorang di Tokyo Tower."

"Dan..... tempat satunya....."

"Eh?"

Walau dipenuhi keringat, Suzuno masih bisa dengan cepat menarik jepit
rambut berbatuk salib di rambutnya.

Usai memancarkan sinar terang, tangan ramping Suzuno sudah memegang


palu raksasa yang terbentuk dari jepit rambutnya.

Suzuno mengabaikan Urushihara yang takut kena pukul karena tidak


menjelaskan dengan benar dan hanya memerintah saja, Suzuno pun bergerak
menuju tepi pondasi antena.

"Di sini!"

"Ah?"

"Bersiaplah Lucifer, sesuatu yang tidak dikenali sedang mendekati tempat ini
sekarang."

Dengan tatapan serius, Suzuno mengamati pemandangan malam Yoyogi yang


ada di hadapannya.

Di antara lampu mobil yang berlalu lalang, sebuah cahaya yang tidak biasa
naik di sepanjang dinding bagian luar Docodemo Tower dengan kecepatan
yang luar biasa.

"Dia datang!!"

"A-ada apa?"
Urushihara panik karena dia tidak memiliki waktu untuk menyiapkan diri
bertarung, sementara itu, Suzuno mengambil satu langkah ke belakang untuk
bersiap menghadapi situasi yang mendadak.

Suzuno berencana menunggu orang tersebut untuk terbang sampai ke sini, dan
menggunakan palunya untuk menyapa kepala orang itu dengan kekuatan
penuh, oleh sebab itu, dia mengambil posisi siap bertarung dan menggunakan
sihir sucinya yang tersisa untuk menguatkan seluruh tubuhnya.

Karena orang itu terbang di sepanjang dinding bagian luar, maka Suzuno juga
harus bersiap untuk bertarung di udara.

Suara angin berubah.

"........!"

Sebuah keterkejutan yang luar biasa menyerang Suzuno.

Bahkan Urushihara pun membeku di tempat, seolah-olah kepanikannya tadi


hanyalah sebuah kebohongan.

Seseorang yang benar-benar tidak terduga melayang di hadapan mereka.

Orang itu memancarkan sinar berwarna emas yang redup, dan hanya warna
matanya yang berbeda dari biasanya.

Itu adalah pupil berwarna ungu yang sama seperti Urushihara dan Sariel.

Dan benda yang menghancurkan keraguan akan adanya sinar emas dan mata
ungu itu adalah piyama dengan pola bunga berwarna pink dan sandal dengan
tulisan emas yang menunjukkan nama rumah sakit.

"Ch-Chiho-dono?"

"Ini bohong kan? Ke-kenapa?"

Orang itu adalah Chiho, yang seharusnya masih dirawat di Rumah Sakit
Universitas Saikai.
"Ah... Itu Suzuno-san dan Urushihara-san!"

Kedua orang itu begitu terkejut, Chiho pun juga nampak tidak menyangka
kalau akan bertemu dengan mereka. Setelah meletakkan tangan di telinganya,
Chiho mulai berbicara.
"Itu tidak ada di sini! Ah, be-begitu?"

Meski Chiho terlihat berbicara dengan seseorang, tapi Urushihara dan Suzuno
tidak mendengar apa-apa.

"Apakah itu komunikasi mental?"

Karena cahaya di sekeliling Chiho terlihat seperti sihir suci tidak peduli
bagaimana dia melihatnya, Urushihara mulai curiga kalau sihir di dalam tubuh
Chiho telah terolah sampai titik di mana Chiho bisa membangkitkan kekuatan
aneh.

"Eh? Ah, bukan. Ini hanya untuk menyambungkan microphone earphone yang
kubeli dari Toko Peralatan Rumah Tangga Yodogawa dengan HP. Meskipun
itu sedikit memalukan berjalan memasuki toko dengan menggunakan pakaian
seperti ini."

".... Begitu ya?"

"Tak masalah bagaimanapun itu! Apa yang terjadi denganmu, Chiho-dono?"

Urushihara yang melihat kabel hitam terurai dari telinga Chiho ke saku
piyamanya, berlutut ke tanah dengan suram, sementara Suzuno bertanya
kepada Chiho dengan panik.

"Uh, aku tidak memiliki waktu untuk menjelaskannya sekarang! Oiya, orang
yang memancarkan sonar di sini tadi itu Suzuno-san kan?"

"Y-yeah."

Chiho, yang bersinar keemasan, menanyakan hal itu dengan nada yang normal,
sementara Suzuno, yang masih tidak bisa menerima situasi aneh ini, hanya bisa
menganggukkan kepalanya.

"Itu, karena itu bukan sesuatu yang bagus, akan lebih baik kalau kau tidak
melakukannya lagi."

"Eh?"
"Seseorang mengatakan kalau ini akan menghancurkan keseimbangan
kekuatan dunia, jadi lebih baik untuk tidak mengacaukannya hanya dari satu
sisi."

"Hey, Sasaki Chiho, kau sedang bicara dengan siapa?"

Urushihara merespon kata-kata Chiho dengan sebuah tatapan tajam.

"Kau tidak mungkin tahu hal-hal seperti ini. Telepon itu, kau sedang berbicara
dengan siapa?"

Menanggapi pertanyaan Urushihara, Chiho menjawab dengan ekspresi gelisah


yang terlihat seperti hampir menangis karena alasan yang tak diketahui.

"'Jangan jadi orang yang suka ikut campur, idiot! Bleeeah!'...... Begitu
katanya."

"Ah? Apa ini?"

"B-bukan aku yang mengatakannya! Ugh, itu, orang yang ada di telepon ini..."

Chiho menjelaskan kepada Urushihara dengan ekspresi yang terlihat hampir


menangis. Suzuno, di sisi lain, menjadi sedikit lebih tenang setelah melihat
kejadian yang langka ini.

Dari kata-kata Emi dan cincin di jari Chiho, setidaknya Suzuno bisa yakin
kalau orang yang mentransfer sihir suci tanpa melukai tubuh fisik Chiho
bukanlah orang dari pihak Gabriel. Terlebih lagi, Chiho yang ada di depan
matanya terlihat tidak dikendalikan oleh seseorang, dan masih
mempertahankan kepribadian dari 'Sasaki Chiho' yang dikenal oleh Suzuno.

Meski begitu, orang yang berbicara dengan Chiho di telepon pasti datang ke
sini untuk tujuan tertentu.

Tapi Suzuno tidak menanyakannya kepada Chiho, melainkan malah


mengayunkan palunya dengan kecepatan yang memekakkan telinga.

"Holy Burst!"
"Yah!"

Sebuah gelombang kejut melewati Chiho yang meringkuk ketakutan,


sementara Suzuno, seolah-olah mengejar gelombang kejut yang dia buat,
melompat dari Docodemo Tower menuju langit malam. Dengan palu di tangan
kecilnya, Suzuno melancarkan gelombang kejut ke arah empat bola bersinar
yang terbang menuju punggung Chiho.

"...... Tentara Surga!"

"Ah, benar. Lagipula Gabriel ada di sini."

Suzuno dan Urushihara menatap ke arah di mana bola cahaya itu berasal. Di
sana terdapat empat sosok manusia yang melayang di langit.....

"Kalian semua yang ada di sini dilarang bergerak!"

Mereka adalah para tentara surga yang menggunakan pedang. Mereka adalah
tentara milik Gabriel, dan mereka saat ini terbang dengan percaya diri di langit
malam dengan niatan mengalahkan Suzuno dan yang lainnya.

".... Chiho-dono, jika kau sudah selesai di sini, tolong cepatlah pergi! Kami
bisa mengatasi para bajingan ini!"

Kata Suzuno sambil mengangkat palunya dengan hati-hati.

"Eh, ta-tapi...."

"Kau meminjam kekuatan itu untuk mencapai sebuah tujuan tertentu kan? Tapi
saat ini, kau tidak memiliki waktu untuk menjelaskan kepada kami apa tujuan
itu. Dengan tingkat kekuatan seperti itu, seharusnya tidak mungkin bagimu
untuk menjadi prajurit kelas atas. Maou dan Ashiya ada di Tokyo Tower,
sementara Emi ada di Tokyo Skytree."

".... A-aku mengerti!"

Chiho yang tubuhnya diselimuti cahaya keemasan, mengangkat kedua


tangannya di atas kepala.
Ketika sekilas terlihat cahaya perak di kedua telapak tangannya, Chiho
memisahkan tangannya sambil sedikit menoleh ke samping.

Chiho menarik tangan kanannya ke belakang telinga, tangan kirinya terulur


dengan jari telunjuk mengacung sembari menyamakan tingginya dengan
tangan kanannya.

Pada saat itu, Urushihara menyadari kalau cincin di jari Chiho berkilau dengan
cahaya berwarna ungu yang sama dengan warna matanya.

Chiho menarik sebuah anak panah cahaya berwarna perak entah dari mana.

Dia berpose dengan posisi terakhir dari latihan posisi dalam panahan Jepang,
yaitu posisi 'Kai'. Jika bukan karena piyama bunga dan sandal rumah sakitnya,
orang-orang pasti segera menganggap kalau itu adalah pose agung dari dewi
bulan yang ada di dalam mitologi.

"Maou-san ada di Tokyo Tower kan?"

Chiho bertanya kepada Urushihara untuk memastikannya. Melihat Urushihara


menganggukkan kepalanya, Chiho tersenyum kecil dan mengatakan...

"Siluk Eteo Luciet!"

Meskipun itu adalah suara Chiho, tapi itu bukanlah bahasa yang diketahui oleh
Chiho. Mirip seperti yang dilakukan Suzuno sebelumnya, dia mengarahkan
panahnya ke arah antena Docodemo Tower dan menembakkan sebuah panah
cahaya.

Itu adalah sesuatu yang jauh melebihi skala dan jumlah sihir suci dari Holy
Wave Probe yang Suzuni rapalkan. Kata yang digunakan Chiho untuk
mengaktifkan mantra ini, memiliki arti yang sama dengan Holy Wave Probe
dalam bahasa Holy Weiss.

Sebuah bentuk cincin berwarna emas dengan cepat menyebar ke sekeliling


dengan Docodemo Tower sebagai pusatnya.
Dibandingkan dengan Holy Wave Probe Suzuno, cahaya yang dibuat Chiho
tidak menunjukkan tanda-tanda menghilang tidak peduli berapapun jauhnya,
menyebar di langit Tokyo.

"Aku akan menjelaskan kepada semuanya nanti, tolong berhati-hatilah!"

Dengan kalimat itu, Chiho terbang menuju arah timur laut di mana Tokyo
Skytree berada, seolah-olah dia itu adalah bintang jatuh.

"Berhenti!!"

Para tentara surga melihat situasi ini dan bersiap-siap mengejar Chiho.

"Lawanmu adalah aku!"

Di atas tower tajam Gedung Docodemo Yoyogi, Suzuno menghalangi keempat


pasang sayap tersebut.

"Bola sihir tadi, mereka mengarahkannya lurus pada Chiho-dono, ya kan? Dan
mata yang kalian miliki ketika bermaksud mengejar Chiho-dono, itu sama
sekali tidak terlihat seperti malaikat, iya kan? Apa tujuan kalian?"

Suzuno tersenyum jahat dan menatap tajam ke arah para malaikat yang dia
serang sebelumnya.

"Jika kalian bermaksud menggunakan nama suci Tuhan untuk menyakiti


manusia.... maka izinkan aku untuk memperbaiki kelakuan kalian!"

"Ah... Bell, jika kau mengizinkanku untuk menceramahi mereka sebentar,


itu......"

Urushihara berdiri di bawah antena, bermaksud menasehati Suzuno, tapi hal


itu langsung dihentikan oleh Suzuno sendiri.

"Aku tahu. Tapi jika kita membiarkan orang yang mereka hormati
membereskan kekacauan ini, maka mereka tidak akan pernah bisa merasakan
rasa sakit dari kekalahan, dan mereka tidak akan bisa merenungkan kesalahan
mereka dengan benar!"
"Ah?"

"Tindakan mereka telah membahayakan manusia yang tidak berdosa dan


merusak dunia ini. Ini seharusnya bukan cara dari para malaikat. Karena itu,
aku memiliki tugas untuk membenarkan tindakan mereka!"

Di sisi lain, melihat Suzuno dipenuhi semangat bertarung, keempat malaikat


dari Tentara Surga tersebut mulai nampak ragu-ragu.

"Manusia, letakkan senjatamu! Kami adalah Tentara Surga bawahan Gabriel-


sama! Tindakanmu yang melawan keinginan Tuhan dan tujuan Gabriel-
sama......."

"Bajingan cabul seperti kalian seharusnya menjaga mulut kalian!"

"........."

Para malaikat tersebut terlihat terguncang karena dikritik demikian oleh


seorang manusia.

Orang-orang itu masih terlihat seperti malaikat ketika mereka terakhir kali
mengacau di Sasazuka, tapi sekarang, di bawah jubah yang mereka kenakan,
terdapat T-shirt dan jersey. Melihat usaha setengah-setengah dalam meniru
orang Jepang ini, meski itu bukan Suzuno, seseorang pasti merasa ingin
menceramahi mereka dan memanggil mereka cabul.

Alasan kenapa malaikat-malaikat ini merasa terguncang, mungkin karena


mereka memiliki kesadaran diri hingga mencapai titik tertentu.

"Apanya yang keinginan Tuhan? Tuhan yang memerintahkan hamba-Nya


untuk 'mencintai sesama', mana mungkin Dia akan mengizinkan seseorang
membahayakan gadis tidak berdosa dan negara ini? Akulah yang seharusnya
bertanya kepada kalian yang telah menyerang orang lain dengan
mengatasnamakan Tuhan......"

Suzuno menyentak tower lancip itu dan meluncurkan dirinya ke atas langit
malam Shibuya.
"Siapa kalian semua???"

Mantan dari dewan penyelidik, Crestia Bell, mengangkat palu raksasanya dan
memancarkan aura kuat dari penggunaan sihir suci di dalam tubuhnya, hal ini
membuat para malaikat berbadan besar dari Tentara Surga itu terpaku di
tempat.

"Bersiaplah kalian! Penyelidikan akan segera di mulai!"

Suzuno mengarahkan palu raksasanya ke arah para malaikat yang berada di


hadapannya, rambutnya memancarkan sinar abu-abu gelap dan melambai
tertiup angin.

"Nomor satu!! Tindakan tuan kalian telah merugikan warga tidak berdosa dan
merusak properti mereka. Dewan Gereja Agung, berdasar pada keadilan,
memerintahkan kalian semua untuk mengganti rugi! Nomor dua! Kalian semua
telah menyerang pengikut Dewan Gereja Agung tanpa peringatan sebelumnya.
Aku meminta kalian semua mengatakan apa tujuan kalian! Jika kalian semua
bersedia mengakui dan menyesali kedua dosa ini di bawah nama Tuhan.....
Ugh!!"

Suzuno menyatakan penghakimannya dengan suara yang keras dan jelas, tapi
para malaikat itu tidak memberikan kesempatan bagi Suzuno untuk
menyelesaikannya.

Para malaikat itu diam-diam menarik senjata mereka dan menggunakan


pedang panjang yang sebelumnya mereka gunakan untuk mengancam Suzuno,
untuk menyerangnya.

Suzuno dengan tenang menggunakan palu sucinya untuk menangkis pedang


tersebut.

Dibandingkan dengan Pedang Suci Emilia, sabit Sariel, dan Pedang Durandal
milik Gabriel, senjata musuh hanyalah pedang biasa.

"Wow, sangat mendebarkan!"


Urushihara yang menyaksikan seluruh kejadian itu dari atap Docodemo,
bersiul.

"Dasar manusia, kau pikir kau bisa menghakimi utusan Surga, jangan
bercanda!!"

"Oh, begitukah? Bahkan Malaikat Agung yang memiliki kemampuan 'Light of


the Fallen' pun mengakui semua dosanya padaku. Huuh, bagaimanapun....."

Suzuno tersenyum tipis, menggeser pegangannya dan membelokkan pedang


tersebut.

Pada saat itu, Suzuno juga memanfaatkan gerakan ini untuk memutar palu
raksasanya ke belakang, dan mengarahkannya ke arah punggung salah satu
Tentara Surga.

"Holy Meteor!!"

"Ugwah!!"

Meski dia tidak terlempar, tapi serangan yang mengenai tubuhnya ini masih
membuat tentara tersebut pingsan dan jatuh di atap tower di mana Urushihara
berada.

"Apa, kalian bahkan tidak bisa mengalahkan seorang 'manusia biasa' tanpa
mengandalkan serangan tiba-tiba?"

Suzuno memutar-mutar palunya, setelah berputar kira-kira tiga kali, dia


menyandarkan palu tersebut ke atas bahunya.

"Ini adalah skill yang menggunakan sihir suci untuk menguatkan dan
melampaui batas tubuh manusia. Pada awalnya, ini adalah mantra untuk
mengalahkan iblis.... Tapi sekarang, siapa yang ingin mencicipinya? Ataukah
kalian akan dengan patuh menerima penilaianku dan mengakui kesalahan
kalian bersama dengan Gabriel.... Sepertinya itu tidak mungkin."
Ketiga tentara surga yang tersisa bergerak ke arah Suzuno secara bersamaan
tanpa menunggu Suzuno untuk menyelesaikan perkataannya.

Ketiga pedang yang diarahkan pada Suzuno dari arah yang berbeda-beda,
semuanya dihentikan oleh bagian depan bulat dari palu Suzuno dan
pegangannya

"Apa?"

"Woah!!"

Para tentara surga dan Urushihara berseru kaget di saat yang bersamaan.

Suzuno menggunakan lengan kimononya untuk membungkus bilah pedang


tersebut dan menahannya dengan tangan kosong. Kemudian, dia mengaliri
sandal jerami di kaki kanannya dengan sihir suci sebelum menendang tepi
bilah pedang itu dengan keras.

Meski itu seharusnya adalah pedang yang dibuat di Surga, tapi pedang itu
dengan mudah bisa hancur bersama dengan pergelangan tangan yang
memegangnya.

"Jika pecahannya jatuh dari tempat tinggi seperti ini, itu akan sangat buruk.
Sampah seharusnya dibawa ke rumah."

Dengan tatapan riang, Suzuno mengambil pecahan pedang dan pegangannya


yang jatuh dari tangan malaikat tersebut dan meletakkannya ke dalam lengan
bajunya.

"Dengan begini, aku memberi kalian berdua kesempatan untuk menyerah.


Penganut Budha di negara ini bisa menahan tiga kesempatan, tapi kupikir dua
saja sudah cukup."

Suzuno mengangkat palu raksasanya dengan kedua tangannya sekali lagi, dan
bernapas dengan lembut.

"!!!"
Para malaikat itu bahkan tidak punya waktu untuk bereaksi.

Suzuno mengaliri tumitnya dengan sihir suci dan kemudian menyentak udara,
menghasilkan suara seperti meriam raksasa. Ketika para malaikat itu teralihkan
oleh suara keras tersebut, gadis berpakaian kimono yang awalnya ada di
hadapan mereka, berputar ke belakang mereka.

Di momen berikutnya, Suzuno yang berada tepat di belakang mereka, muncul


kembali di depan para malaikat tersebut dalam satu kedipan mata,
punggungnya menghadap ke arah mereka. Para Tentara Surga itu
memperlihatkan tatapan tak percaya ketika mereka bersiap-siap menghadapi
kekuatan dari palu raksasa tersebut, akan tetapi mereka hanya merasakan udara
yang bergerak melewati mereka.

Suzuno mengayunkan palunya ke bawah dan menggunakan tangan kirinya


untuk menata rambutnya yang berantakan. Seolah-seolah sedang
menyarungkan katana setelah mengeluarkan batou jutsu, Suzuno mengubah
kembali palunya menjadi aksesoris rambut dan meletakkannya di rambutnya.

"Tarian Cahaya, Impatiens Balsamina!"

Tepat pada saat itu....

Tiga ledakan sihir suci terdengar di kegelapan malam Shibuya.

Ketiga tentara surga yang tidak bisa menahan kekuatan yang dihasilkan dari
dalam tubuh mereka, seperti malaikat yang pertama, langsung pingsan dan
jatuh ke atap gedung di mana Urushihara berada.

"Jangan meremehkan manusia. Rasakanlah rasa sakit itu!"

"Oooh, benar-benar menakutkan!"

Urushihara mengungkapkan rasa takut yang dia rasakan dari dalam lubuk
hatinya.
Mengabaikan Urushihara yang gemetar, Suzuno mengusap keringat yang
muncul akibat pertarungan itu, dan mengeluarkan sesuatu dari lengan baju
sebelah kirinya.

"Tapi, apa ini..... malaikat, apa sebenarnya mereka itu?"

Pedang yang digunakan oleh para tentara itu tidak terbuat dari 'Evolving
Heavenly Metal', mereka juga bukan suatu logam super yang tidak diketahui.

Itu adalah logam yang selalu ditemui Suzuno setiap hari.

Itu adalah besi.

"Hei Bell, sepertinya ada sesuatu yang mendekat?"

Suzuno mengangkat kepalanya ketika mendengar suara Urushihara, kemudian


dia dengan hati-hati mengembalikan pecahan pedang tersebut ke dalam lengan
bajunya agar tidak menjatuhkan mereka.

Ada sesuatu yang mendekat dari langit.

Sepertinya itu adalah lingkaran cahaya yang Chiho lepaskan sebelumnya, tapi
daripada itu, ada sesuatu yang mengikutinya.

Meskipun bentuknya berbeda, apa yang Chiho lakukan sebenarnya adalah


sama seperti yang Suzuno lakukan, mereka memancarkan sonar. Oleh karena
itu, seharusnya ada beberapa 'reaksi' yang mengirimkan kembali pesan ke arah
yang ditunjuk oleh si perapal.

Tapi ketika lingkaran cahaya yang tersebar itu terkonsentrasi, apa yang
dibawanya kembali adalah.....

"Uu...."

Mustahil. Suzuno tanpa sadar meningkatkan kewaspadaannya.

Chiho memancarkan sihir suci, akan tetapi.....

"Sihir iblis?"
Suzuno dan Urushihara merasa gemetar ketika mereka melihat sabuk cahaya
keemasan yang terbuat dari sihir iblis terbang di atas kepala mereka menuju
arah tenggara.

"Hm.....??"

Ketika sabuk cahaya tersebut melewati kepala mereka, meskipun tidak banyak,
tapi Suzuno merasa kalau perasaan tidak enak yang ada di dalam dirinya
menghilang bersama dengan perginya cahaya itu.

XxxxX

"Apa sih yang dilakukan si Urushihara itu?"

Di bagian bawah Tokyo Tower terdapat sebuah bangunan komersial yang


memungkinkan akses langsung menuju dek observasi dengan menggunakan
elevator... itu adalah Tokyo Tower Leg Town. Maou dan Ashiya kini berdiri
di depan cermin dari salah satu kamar mandi di bangunan tersebut.

Sepuluh menit setelah Urushihara menutup teleponnya, seolah-olah itu adalah


perbuatan jahil yang menggunakan plat logam dan listrik statis, rambut Maou
dan Ashiya tiba-tiba berdiri karena udara dingin yang aneh.

"Dia tidak menghubungimu?"

"Tidak, tidak sama sekali."

Karena mereka berdua tidak suka berdandan sampai harus membawa minyak
rambut dan sisir, mereka berdua menggunakan air keran dari kamar mandi
untuk menata rambut mereka.

Ini adalah kedua kalinya dalam hari ini rambut Ashiya terkena sonar Suzuno,
tapi tentu saja kedua orang yang tidak mengetahui situasinya itu, tidak
menyadari akan fakta ini.
"Serius ini, Emi tidak mengangkat teleponnya, dan kita tidak bisa menemukan
Raguel, aku benar-benar tidak tahu untuk apa kita ke sini."

Setelah mengomel, baik Maou dan Ashiya yang akhirnya bisa merapikan
rambutnya, dengan suram berjalan keluar dari gedung dan menoleh ke arah
Tokyo Tower yang baru saja mereka naiki.

Meskipun mereka berdua sudah berada di tempat ini dalam waktu yang cukup
lama, kepadatan manusia yang ada di Tokyo Tower sama sekali tidak
menunjukkan tanda-tanda berkurang, ketika Maou dan Ashiya beranggapan
kalau mereka tidak akan bisa menemukan seseorang yang wajahnya tidak
pernah mereka lihat sebelumnya dalam situasi ini, dan mulai merasa putus
asa.....

".....Hey, Ashiya, apa kau merasa sedikit kurang nyaman?"

"Yeah... Perasaanku tidak enak."

Maou dan Ashiya mengernyit, menoleh ke arah satu sama lain. Tepat seperti
sebelumnya ketika rambut mereka berdiri, sebuah perasaan tidak enak yang
mirip seperti mabuk laut, perlahan menjalari punggung mereka.

"Hey, apa itu? Bintang jatuh?"

Kali ini, seseorang di tengah-tengah kerumunan melihat ke arah langit dan


berseru. Maou dan Ashiya juga melihat ke arah yang disaksikan oleh
kerumunan tersebut.

Sebuah bintang jatuh saat ini mendekati tempat mereka dari arah selatan.

"Cahaya sihir suci.... Apakah itu alasan kegelisahan kita? Jangan bilang kalau
itu Emi?"

Maou menyuarakan pemikirannya yang sangat rasional sebagai seorang Raja


Iblis.
"Maou-sama, jika orang itu mendengar kau mengucapkan kata-kata tersebut,
kau pasti akan dibunuh. Terlebih lagi....."

Ashiya memberikan sebuah peringatan dengan cara yang aneh dan menunjuk
ke arah langit seperti orang-orang di sekitarnya.

"Alasan kegelisahan kita, seharusnya adalah apa yang ada di belakang benda
itu."

Meskipun Ashiya tidak menjelaskannya secara khusus, tapi Maou masih bisa
memahaminya dengan benar.

Sabuk cahaya berwarna keemasan di belakang bintang jatuh itu terlihat


mendekat seolah-olah itu memang ditujukan untuk menyelimuti seluruh Tokyo
Tower.

Sabuk cahaya yang mendekat ke arah lokasi mereka dari segala arah dengan
tower sebagai pusatnya, berubah menjadi sebuah lingkaran cahaya di langit.

Itu adalah fenomena yang tak biasa tidak peduli bagaimanapun kau melihatnya,
tapi ini adalah Jepang, mereka seharusnya tidak memiliki kemampuan untuk
menyebabkan fenomena ini.

"Woah, woah, apakah ini sejenis pertunjukan?"

"Apakah itu aurora?"

"Bagaimana mungkin aurora bisa muncul di Tokyo. Itu pasti kembang api
kan?"

Maou bersiaga menghadapi kekacauan yang mungkin disebabkan oleh


kerumunan ini ataupun kemunculan musuh. Akan tetapi, mungkin karena
pemandangannya yang indah, meskipun fenomena ini terlihat sangat tidak
normal, tidak ada seorangpun yang menganggap situasi ini begitu serius.

"Ya ampun, jangan bilang kalau Gabriel berulah lagi."

"Hm?"
Kali ini, Maou menemukan seseorang yang berdiri tidak jauh darinya di dalam
kerumunan tersebut mengatakan sesuatu yang aneh sambil melihat ke arah
langit, Maou pun dengan panik mengamati sekelilingnya.

Lalu Maou melihat seorang pria dengan rambut afro dan mengenakan
kacamata hitam berdiri tidak jauh darinya.

"Ah? Kau....."

"Oh? Ya ampun, kebetulan sekali, pemuda dari toko Udon."

Maou merasa terkejut melihat bagaimana orang itu bisa berbicara bahasa
Jepang dengan lancar, tapi ketika dia tersadar, Ashiya sudah berdiri di antara
mereka berdua guna melindungi Maou.

Orang itu menaikkan kacamata hitamnya dan melihat ke arah Ashiya dan
Maou. Terlebih lagi, karena alasan yang tidak diketahui, dia menyelipkan
sebuah tusuk gigi di antara gigi-giginya.

"..... Maou-sama, lihat matanya!"

Karena nada serius Ashiya, Maou melihat pria yang mengangkat kacamata
hitamnya itu, dan mengetahui kalau warna matanya....

"Mata... Ungu....?"

"Hm, apa ada sesuatu yang aneh dengan mataku?"

Pria itu menggerakkan tusuk gigi di mulutnya, dan dengan sengaja melepas
kacamata hitamnya dan membuka lebar matanya agar bisa dilihat oleh Maou
dan Ashiya.

"Restoran Udon di tempat ini lumayan juga! Sumpitnya juga, kali ini aku
berusaha keras untuk menggunakan mereka!"

"K-kau.... Jangan bilang....."


Entah karena marah atau karena lingkaran cahaya misterius yang mendekati
tempat ini, Maou terlihat sangat terkejut.

Setelah mengamati dengan seksama dari depan, Maou sadar kalau rambut afro
pria itu tidak murni hitam, dan masih ada beberapa rambut yang berwarna ungu
cerah, seolah-olah rambut itu telah di celup ke dalam warna.

"Jadi kau Raguel?"

"Oh? Aku tidak ingat kalau aku pernah memberitahukan namaku...."

Pria berambut afro itu bereaksi terhadap nama Raguel, matanya terbelalak
karena dia benar-benar merasa terkejut.

"Jadi kau benar-benar makan di lantai bawah?"

Seketika, lingkaran cahaya yang mendekat itu menyentuh antena di atas tower
dan cahaya yang mengelilingi tower pun berhamburan menghujani tanah.

".... Oh?"

"Hm?"

"Ya ampun?"

Maou, Ashiya, dan pria yang dicurigai sebagai Raguel berseru di saat yang
bersamaan.

Ketika sisa-sisa ledakan lingkaran cahaya itu mencapai dasar Tokyo Tower di
mana Maou dan kerumunan orang berada, cahaya-cahaya tersebut seketika
bergerak menuju dua orang pemuda yang ada di tempat itu.

Hujan cahaya menyerang Maou dan Ashiya secara langsung, dan pria dengan
rambut afro itu menutupi wajahnya karena dampak yang mengikuti cahaya
tersebut.

Saat kedua pemuda itu bermandikan cahaya, sesuatu yang aneh dapat terasa di
dalam tubuh mereka, rambut mereka meletup seolah-olah ingin bersaing
dengan si pria berambut afro, akan tetapi, mereka berdua tidak punya waktu
untuk melihat satu sama lain.....

Perubahan tiba-tiba terjadi.

Apa yang pada awalnya adalah cahaya berwarna keemasan, ketika menyentuh
tubuh kedua pria tersebut, cahaya itu malah mengeluarkan sinar kehitaman.

"Oooooohhhhhhhh!!!"

Sebuah raungan menyerap seluruh cahaya keemasan tersebut, sinar kehitaman


yang meledak dan menyelimuti segala sesuatunya dalam kegelapan, juga
menutupi lampu hangat dari Tokyo Tower.

Lampu hias gantung yang terlihat bersinar di bawah tower merah yang seolah-
olah bertindak sebagai pengawas terbentuknya zaman manusia, saat ini
bersinar dalam kegelapan yang tak terhingga.

"Kalau kau benar-benar ada di bawah, katakan langsung dari awal! Kau
membuatku menghabiskan banyak uang untuk hal yang sia-sia!"

Meskipun suara yang terdengar dari dalam kegelapan itu cukup menyeramkan
sehingga bisa membuat darah orang lain membeku, kata-kata yang terkandung
di dalamnya hanyalah kemarahan sepele yang tidak cocok dengan berat suara
tersebut.

Sementara itu, seluruh tempat ini telah tertutupi cahaya kehijauan yang datang
dari bawah kegelapan.

Cahaya kehijauan yang menutupi area sekitar Tokyo Tower, menghentikan


pergerakan semua orang di dalamnya di saat yang bersamaan.

Benda ini memiliki fungsi yang sama seperti barrier iblis yang muncul di
Sasazuka sebelumnya, meskipun orang yang ada di dalam cahaya tersebut
menolak, tapi mereka sudah berada di luar realita, jadi mereka bisa terhindar
dari kerusakan yang terjadi di dalam barrier.
Dari kejauhan, barrier yang naik ke atas seperti aurora, terlihat mengeluarkan
cahaya kehijauan di atas Tokyo Tower.

Semua ini disebabkan oleh satu iblis, dan iblis itu kini memberikan tatapan
tajam penuh kebencian yang cukup membuat manusia pingsan hanya dengan
satu tatapan, ke arah pria berambut afro.

"Aku pasti akan menuangkan cola ke dalam hidungmu!"

Setelah menyerap sihir iblis yang ada di dalam lingkaran cahaya keemasan
tersebut, Raja Iblis Satan dan Jenderal Iblis Alsiel muncul di Tokyo Tower.

"Apa yang terjadi?"

Pria berambut afro itu membuang kacamata hitamnya dan bertemu tatapan
kedua iblis itu secara langsung.

"Pak tua Gab, apa kau tahu kalau orang-orang ini ada di Jepang?"

Tapi orang yang dia ajak bicara bukanlah kedua iblis hebat yang tiba-tiba
muncul tersebut.

"!!"

T-shirt UNIxLO yang meregang sampai batasnya, mulai robek karena tidak
kuat menahan perubahan iblis bertanduk satu, Raja Iblis Satan.

"Kupikir ini tidak akan melibatkan mereka, jadi aku tidak memberitahumu,
maaf."

Kapan orang itu datang ke tempat ini?

Terbang dengan santai ke dalam barrier Raja Iblis Satan, seolah-olah tidak
terpengaruh oleh sihir iblisnya, adalah seorang malaikat agung yang berencana
merebut anak Raja Iblis dan Pahlawan.....

Dia adalah orang yang menjadi bintang jatuh untuk mengejar sabuk cahaya dan
datang ke Tokyo Tower, dia adalah Gabriel.
XxxxX

"Mama!!"

"......."

"Mama!"

Emi berjongkok dan memeluk lututnya di sudut dek observasi yang ada di
Tokyo Skytree.

Meskipun Alas Ramus menggoyang-goyangkan tubuhnya dan memanggilnya,


Emi sama sekali tidak bereaksi.

Ayahnya masih hidup.

Mengingat ingatan ketika dia mengucapkan selamat tinggal lima tahun yang
lalu, Emi selalu merasa dibakar oleh gambaran siluet ayahnya yang berdiri di
hadapannya, pandangannya menjadi kabur karena air mata, lalu di dalam
hatinya, dia mengubah kesedihan dan kemarahan dari kematian ayahnya
menjadi kekuatan untuk bertarung.

Dibandingkan dengan masalah ayahnya, eksistensi abnormal dari para


malaikat hanya bisa dianggap sebagai masalah kecil. Lagipula, dia tidak pernah
memperlakukan Lucifer dan Sariel sebagai eksistensi abnormal, hal yang pasti
bagi Emi adalah mereka memiliki kekuatan yang kuat sebagai musuhnya.

Dibandingkan dengan hal-hal seperti itu, ayahnya ternyata masih hidup.

Meskipun hal ini adalah fakta yang sangat menggembirakan dan harapan yang
selalu Emi panjatkan, tapi kakinya terasa menciut dan dia tidak bisa bergerak.
Kemungkinan Gabriel berbohong bisa dibilang cukup rendah. Itu karena,
meskipun dia berbohong kepada Emi dengan mengatakan Nord masih hidup,
hal itu tidak akan memberikan keuntungan apapun kepada Gabriel.

'Ancaman Surga' yang Gabriel sebutkan, adalah fakta bahwa Laila dan Nord
yang memiliki anak Emilia, hal-hal semacam itu bisa membahayakan kesucian
Surga dan para malaikat.

Alasan kenapa Surga dan para malaikat dianggap sebagai objek kepercayaan
dan pemujaan oleh banyak orang, adalah karena mereka dianggap sebagai
eksistensi tidak biasa yang melampaui bayangan manusia, jika orang-orang
tahu kalau mereka hanyalah manusia dengan budaya yang berbeda,
kedigdayaan mereka pasti akan menurun secara drastis.

Meskipun skalanya berbeda, tapi manusia di Ente Isla masih bisa


menggunakan sihir yang tidak terlalu beda dengan para malaikat.

Jadi, jika dia ingin berbohong, Gabriel seharusnya mengatakan kalau Nord
sudah mati dan meninggalkan dunia ini.

Dengan begitu, Gabriel tidak akan memiliki masalah memutarbalikkan


gambaran 'ayah sang Pahlawan, Emilia'.

Meski orang lain mengungkapkan bahwa Nord hanyalah petani biasa, mereka
bisa menjelaskan dengan mengatakan kalau Nord kembali ke Surga atau
dipromosikan menjadi malaikat.

Dan alasan yang lebih sederhana adalah, setiap orang pasti membenci orang
yang telah membunuh orang tuanya. Hubungan Maou dan Emi dari awal
memang tidak bisa disebut baik. Jika Emi kembali mengingat kematian
ayahnya, hal itu akan menambah kebencian Emi terhadap 'Raja Iblis Satan', hal
ini akan menyebabkan kedua penghalang Surga tersebut saling membunuh satu
sama lain.

Tapi Gabriel mengatakan hal ini....

Ayahnya, Nord masih hidup.


Hanya dengan ini saja sudah cukup membuat Emi tidak mampu melihat apa
yang ada di hadapannya. Emi mengangkat kepalanya, dan melihat Alas Ramus
yang menatapnya dengan ekspresi sedih.

"Mama? Apa kau baik-baik saja? Apa perutmu sakit?"

"... Tidak, aku baik-baik saja. Meskipun aku baik-baik saja....."

Emi tersenyum dengan lemah dan membenamkan kepalanya di antara lututnya


sekali lagi.

"Aku hanya berpikir apa yang sebaiknya kulakukan selanjutnya...."

"Apa yang ingin kau lakukan?"

Saat Emi pertama kali melangkahkan kakinya di medan pertarungan sebagai


kesatria Gereja, dia sudah sadar akan keinginannya untuk menghancurkan
Pasukan Iblis, alasan utamanya adalah untuk membalaskan dendam ayahnya,
itulah satu-satunya alasan yang dia miliki.

Meskipun ketika dia datang ke Jepang, Emi dan Raja Iblis sering memiliki
kesempatan untuk berinteraksi karena alasan yang beragam, tapi sejak awal,
Emi selalu melihat Raja Iblis sebagai seseorang yang harus dia kalahkan.

Akan tetapi....

"Dengan mengetahui kalau ayah tidak mati, orang itu terlihat seperti musuh
yang tidak penting...."

Ayah Emi adalah seorang petani, meskipun dia sangat kuat, tapi dia bukanlah
prajurit yang telah menjalani latihan bertempur. Emi yang telah bertarung
dengan Pasukan Iblis, sangat tahu akan kekuatan dan kekejaman para iblis, jadi
setelah Emi melihat sisa-sisa kampung halamannya yang telah dihancurkan,
Emi segera menyimpulkan kalau Nord tidaklah ditangkap, melainkan sudah
mati. Dia tidak bisa memikirkan hal lain lagi.
Setiap kali Emi berpikir kalau dia harus membuat Raja Iblis merasakan
penderitaan dan rasa sakit yang dialami ayahnya, saat-saat itu selalu terlintas
di dalam pikirannya.

Meskipun ayahnya masih hidup, kebencian Emi yang dia tujukan kepada Raja
Iblis tidak akan pernah menghilang.

Bahkan jika ayahnya masih hidup, Nord masih mungkin terluka ataupun sakit,
hal ini juga tidak akan bisa menghapus rasa sakit dan kebencian yang
disebabkan oleh penghancuran kedamaian yang dilakukan Pasukan Iblis.

Sebelum menjadi seorang Pahlawan, sebagai penduduk Ente Isla, kehancuran


dan tragedi yang disebarkan oleh Pasukan Iblis sudah sangat sulit untuk
dimaafkan.

Akan tetapi, gear penting yang menggerakkan Emi untuk memerangi Raja Iblis
tiba-tiba dilepas oleh seseorang, dan fakta kalau hal itu menyebabkan cara
berpikirnya berubah, sama sekali tidak bisa disangkal.

Adapun untuk gear yang tersisa, gear yang seharusnya bisa menggerakan
hatinya, Emi tidak bisa menemukan jawabannya sekarang.

Produk yang Gabriel tinggalkan.... kaleng kosong yang bertuliskan 'sedikit


meningkatkan polish', saat ini berguling melewati Emi.

Setelah memberitahu Emi kalau Nord mungkin ada di Jepang, Gabriel


meminta bayarannya kepada Emi.

Dengan kata lain, itu adalah keadaan Chiho saat ini.

Emi sedang terguncang. Meskipun dia tidak ingin memberitahu siapapun


informasi tentang teman berharganya, Chiho, tapi tak bisa disangkal, sebuah
godaan jahat tersembunyi di dalam hati Emi, yang mana jika dia memberitahu
keadaan gadis itu kepada Gabriel, dia mungkin bisa selangkah lebih dekat
dengan ayahnya.

Akan tetapi, waktu tidak memberi Emi kesempatan untuk merasa ragu.
Sekumpulan energi besar lewat di bawah Emi yang sedang terjepit di antara
hati nurani dan keinginannya.

"Ya ampun, ini gawat."

Gabriel berhenti memperlihatkan senyum liciknya, dan meminum kopi di


tangannya dalam sekali tegukan.

"Percakapan kita berakhir di sini. Apapun alasannya, masalah seseorang jauh


lebih penting, jadi kita hentikan saja sampai di sini. Mengenai informasi yang
kuberikan, anggap saja itu sebagai layanan gratis. Lain kali kalau kita bertemu
lagi, beritahu aku sesuatu."

"T-tunggu...."

"Meskipun ini membuatmu sedikit bingung."

Gabriel mengatakannya dengan ekspresi serius yang tidak cocok dengan


gayanya.

Emi tidak tahu bagaimana Gabriel melakukannya, tapi dia melihat Gabriel
menembus melewati dinding dan jendela, ketika Emi menyadarinya, Gabriel
sudah berada di luar dek observasi.

"Tidak ada seorang pun di Surga yang berpikir kalau mereka bisa melakukan
apapun yang mereka inginkan dengan menggunakan kerja sebagai alasan.
Semuanya hanya tidak ingin mati. Apapun alasannya, kami masih sadar kalau
kami ini adalah malaikat yang dipuja."

Setelah mengatakan hal tersebut, Gabriel terbang keluar dari dek observasi dan
mengejar sebuah energi besar yang misterius.

Energi itu dan Gabriel terbang menuju selatan. Mungkin sesuatu terjadi di
Tokyo Tower di mana Maou berada.

Meski begitu, Emi sama sekali tidak bergerak.


Karena musuh yang harusnya dia lawan, alasan untuk bertarung, dan hal-hal
yang harus dia lindungi, telah menjadi satu kekacauan besar.

"..... Ne, Alas Ramus?"

"Uu?"

"Bagiku, tugas pahlawan itu terlalu berat. Aku pada awalnya hanyalah seorang
putri dari keluarga petani yang bisa ditemukan di manapun. Jika aku diberikan
pembelajaran kelas atas sejak kecil, aku mungkin bisa mengalahkan Raja Iblis
secara langsung tanpa mengkhawatirkan hal-hal sepele dan memiliki rasa
tanggung jawab yang lebih kuat."

"Mama, tidak suka menjadi pahlawan?"

Alas Ramus mungkin tidak bisa memahami kata yang terlalu sulit, tapi
anehnya, gadis kecil itu bisa merasakan apa yang coba Emi ungkapkan dan
mengulangi kata-kata tersebut dengan cara yang lebih sederhana.

"Dulu, memang seperti itu. Tapi jika aku tidak menjadi Pahlawan, aku tidak
akan bisa bertemu dengan Alas Ramus, jadi aku tidak begitu membencinya."

"Hee hee."

"Ne, Alas Ramus."

"Ada apa?"

"Apa yang Alas Ramus ingin lakukan ketika Alas Ramus sudah dewasa?"

Pertanyaan ini membuat Alas Ramus berkedip kaget. Ketika Emi berpikir
kalau gadis kecil itu tidak bisa memahami pertanyaan semacam ini.....

"Aku ingin menjadi, Rilakkuma!"

Mata Alas Ramus tiba-tiba berbinar, dia mengangkat kedua tangannya ketika
mengatakan hal tersebut.
Emi tidak mengharapkan Alas Ramus bisa menjawab dengan suatu pekerjaan
yang spesifik dan jawaban itu juga terlalu tidak terduga, setelah Emi diam
sebentar, sebuah senyum hangat pun terlihat di wajahnya.

"Kau ingin menjadi Rilakkuma?"

"Yeah. Dan dan..."

Alas Ramus yang nampak ingin melanjutkan kata-katanya, mencondongkan


tubuhnya ke arah Emi.

"Kare."

"Eh?"

Emi merasa sedikit bingung, karena sampai sekarang, dia tidak pernah
mengajak Alas Ramus makan kare.

Di Kastil Iblis, Ashiya seharusnya memberikan perhatian khusus agar Alas


Ramus tidak makan sesuatu yang memiliki rasa kuat. Jadi Alas Ramus
seharusnya tidak memiliki konsep apapun tentang apa yang dia sukai dan tidak
dia sukai untuk dimakan.

"Itu karena mama sangat menyukai Rilakkuma dan kare! Alas Ramus juga
sangat menyukai mama! Jadi, ketika Alas Ramus tumbuh dewasa, Alas Ramus
ingin menjadi Rilakkuma dan kare."

".... Begitu ya."

Alas Ramus bilang, saat dia tumbuh dewasa, dia ingin menjadi sesuatu yang
paling Emi sukai.

Untuk menyembunyikan air matanya yang ingin menetes, Emi menarik Alas
Ramus mendekat dan memeluknya dengan erat.

"Maaf, mama sepertinya menjadi sedikit lemah."

"Apa kau ingin makan kare?"


"Ketika Chiho-nee san sudah sembuh, ayo makan sama-sama lagi!"

"Un!"

"Ugwah!"

Alas Ramus dengan energik mengangkat tangannya di dalam dekapan Emi dan
mengenai hidung Emi.

".... Hal seperti ini terkadang bisa membantuku mengangkat semangatku."

Emi yang berkaca-kaca karena alasan yang berbeda dengan sebelumnya,


akhirnya kembali berdiri.
"Ini bukan pertama kalinya kesimpulan yang ingin kudapatkan tertunda.
Sekarang aku harus bergerak untuk melindungi sesuatu yang berharga. Apapun
yang terjadi setelahnya.... bisa dipikirkan nanti."

Karena sudah dipastikan bahwa tindakan Raguel akan menyebabkan kerugian


terhadap Jepang, Chiho, dan Laila, untuk saat ini, Raguel, tanpa diragukan lagi
adalah musuh Emi.

Gabriel mengatakan kalau dia ada di sini untuk mencegah sonar Raguel yang
dipancarkan dari Tokyo Tower agar tidak terpengaruh oleh percobaan
gelombang digital yang dipancarkan dari Tokyo Skytree.

Kalau begitu, maka medan tempur utamanya adalah tempat yang dituju Maou
dan Ashiya, lokasi keberadaan Raguel.... Tokyo Tower.

Jika kedua orang itu berencana melawan Gabriel dan Raguel, mereka pasti
tidak akan bisa menang.

Akan tetapi, meskipun situasinya tidak cukup untuk menjadi sebuah


pertarungan, bahaya dari Raja Iblis yang dibawa kembali ke Ente Isla seperti
yang dikatakan Suzuno, masih saja tetap ada.

"Meskipun aku belum menemukan jawabannya.... Jika mereka dibawa ke


tempat yang sangat jauh, aku pasti akan sangat kesulitan."

Sekarang bukanlah waktunya untuk mengkhawatirkan apakah dia terlihat oleh


seseorang di bawah.

Ketika Emi menyusuri jalur konstruksi yang dia masuki untuk berjalan ke atap
dek observasi, dan sedang fokus pada sol di kakinya untuk bersiap-siap
terbang....

"Sekarang bukanlah waktu yang tepat, karena area sekitar Tokyo Tower telah
disegel oleh barrier Maou-san. Jika kau memaksa masuk, itu akan
membahayakan orang-orang yang ada di dekatnya!"

"Ugh! Si-siapa itu?"


Selain Emi dan Alas Ramus, seharusnya tidak ada orang lain di Tokyo Skytree.
Bahkan Alas Ramus sudah bergabung dengan Emi dan masuk ke dalam
tubuhnya.

"Tapi aku merasa lega karena ini. Semuanya ternyata ingin tetap berada di
Jepang."

Seberkas cahaya turun dari tempat yang lebih tinggi dibandingkan dek
observasi di mana Emi berada saat ini.

Orang yang datang tersebut, diselimuti oleh sinar keemasan, dia berbicara
dengan Emi yang tidak bisa berkata-kata ketika melihatnya.

"Ayo pergi bersama. Aku akan membantumu membuat celah."

"Ch Chiho.... penampilanmu...."

"Ayo kita pergi Yusa-san!"

Chiho yang seluruh tubuhnya diselimuti sihir suci keemasan, sebelum


menjawab pertanyaan Emi, dia sudah mengeluarkan busur perak dari udara
tipis dan membentuk anak panah yang terbuat dari sihir suci di atasnya.

"Uuu!!"

Mereka hanya diam melihat anak panah perak ditembakkan ke langit malam
dengan diiringi kekuatan yang begitu besar, dan di saat yang bersamaan,
sebuah lintasan cahaya membawa Emi dan Chiho yang terbang menuju selatan.

Sosok Emi dan Chiho menghilang di dalam cahaya tersebut, meninggalkan


lolongan angin kuat di tempat mereka berdiri.

XxxxX

"Oh, kelihatannya ini menjadi semakin menarik."


Gabriel dengan sombong meremehkan kedua iblis hebat yang berada di dalam
sebuah ruang berwarna kehijauan.

"Aku sama sekali tidak tertarik dengan hal ini. Pak tua Gab, kenapa kau tidak
tetap berada di tower satunya dan malah datang ke sini? Bagaimana kalau hal
ini membuat keakuratan sonar berikutnya menjadi berkurang?"

Dengan Satan dan Alsiel yang berada di antara mereka, pria berambut afro itu
mengeluh kepada Gabriel yang ada di sisi lain.

Di punggung pria berambut afro yang mengenakan jeans kusut dan T-shirt itu,
sebuah cahaya tiba-tiba muncul di sana, dan sepasang sayap yang tidak serasi
dengan pakaiannya pun muncul.

"Itu karena Emilia datang untuk ikut campur. Tapi kita tidak perlu
memancarkan sonar itu lagi. Gelombang energi tadi seharusnya tidak dibuat
oleh manusia biasa. Orang itu pasti bisa ditemukan tanpa susah payah."

"Hal-hal sepele seperti itu, aku sudah tahu meskipun kau tidak mengatakannya!
Tapi...."

Tatapan Gabriel dan tatapan Raguel bertemu di suatu titik.

"Tidak peduli bagaimanapun aku memikirkannya, kurasa orang-orang ini tidak


akan melepaskan kita dengan mudah. Ekspresi mereka menakutkan."

"Apa menurutmu kami akan melepaskan kalian?"

Suara jahat yang terdengar seperti berasal dari bawah tanah memancarkan
sebuah aura yang seolah-olah mempunyai kekuatan yang cukup untuk
melampaui kekuatan kedua malaikat tersebut.

"Kalian berdua, jangan pikir kalian bisa keluar dari barrier ini."

"...."

Raja Iblis Satan dan Jenderal Iblis Alsiel.


Dua malaikat dan dua iblis saling menatap satu sama lain di dalam Tokyo
Tower yang telah tersegel oleh sihir.

"Bukankah dunia ini seharusnya tidak memiliki sihir iblis? Orang ini adalah
Raja Iblis Satan kan? Meskipun aku tidak mengenal orang yang ada di
sampingnya, tapi pak tua Gab, ini berbeda dengan apa yang kau katakan di
awal, iya kan? Hm?"

"Aku minta maaf mengenai masalah itu. Tapi aku tidak berbohong, okay? Aku
benar-benar tidak menyangka kalau insiden ini akan melibatkan orang-orang
itu. Ini semua karena benda tadi. Itu sangat indah kan, 'bang' tadi itu."

Gabriel mencoba menggunakan kedua tangannya untuk menirukan proses


lingkaran cahaya yang mendekati Tokyo Tower dan meledak, kemudian
memberikan sihir iblis kepada Satan dan Alsiel.

"Mungkin Laila sudah sampai di sebuah tempat yang tidak kita ketahui. Ini
semua terjadi karena dipengaruhi oleh hal itu."

"Ah~ serius ini, kalau begitu, bagaimana ini? Ketika 'Kejatuhan' sudah
diputuskan, tak masalah jika semua Tentara Surga diturunkan untuk
membunuh semua orang yang mengetahuinya... lagipula, tidak peduli akan
menjadi apa negara ini, itu sama sekali tidak akan berefek pada kita...."

"Aku tidak akan membiarkan kalian melakukan hal-hal seperti itu."

"......"

Gabriel melirik ekspresi Satan. Tapi sebelum itu, Raguel sudah mulai
mempersulit Satan.

"Selain itu, kau benar-benar berlebihan! Kau menyamar menjadi manusia dan
bertingkah sok keren dengan berbicara bahasa Inggris, kau benar-benar
membodohiku! Kau seharusnya memakan udonmu dengan tenang, kenapa kau
harus menghalangiku? Meskipun aku dengar kalau kalian dan pak tua Gab
memiliki semacam masalah, tapi kali ini kami tidak melakukan apapun
terhadap kalian, kan? Bisakah kalian berhenti ikut campur dengan masalah
Surga?"

Raguel berbicara dengan ludahnya yang terbang ke mana-mana.

Melihat hal ini, Gabriel mengernyit dan menunjukkan ekspresi malu.

"Uh, Raguel? Aku sepertinya tahu apa yang terjadi, tapi caramu
mengatakannya...."

Di momen itu, api berwarna hitam berkobar di belakang Satan dan Alsiel.

"Lihat.... Aku tahu kalau mereka akan marah."

"Konflik internal kalian yang tidak berguna itu telah melukai teman kami."

Kegelapan mendekat selangkah demi selangkah, sementara cahaya terus


dipukul mundur.

"Jika kalian bersedia mengubah kebiasaan kalian yang menggunakan


kekerasan untuk mengatur dunia, mungkin saja masih ada ruang untuk
berdiskusi. Aku juga seorang pengacau yang menyerang negara lain dalam
rencana penaklukan dunia. Orang jahat yang menggunakan kekerasan untuk
memaksa orang lain agar mau mengikutinya. Jadi ketika aku orang melihat
kalian, aku merasa seperti ingin memukul kalian."

Satan menyelesaikan perkataannya, dia tiba-tiba muncul di hadapan Raguel


dan memberikan pukulan keras pada sisi wajah Raguel yang terkejut.

"Woargh?"

Raguel mengeluarkan sebuah pekikan aneh, dan seluruh tubuhnya menabrak


kerangka besi Tokyo Tower.

"Oh, cepat sekali....."

"Maou-sama, kau berhasil memukulnya."

"Dia memang terlalu lamban."


Ashiya berbicara setelah sedikit ragu, dan Gabriel mengikutinya dengan
sebuah celaan.

"Bahkan di Dunia Iblis pun, tidak ada sampah yang menginjak-injak orang lain
dengan santainya dan menyebut itu sebagai sebuah keadilan. Kau seharusnya
tahu bagaimana biasanya kami menyebut diri kami kan?"

"..... Mungkin iblis, benar?"

Gabriel terus mempertahankan kewaspadaannya, tapi entah kenapa, dia terlihat


sedikit puas ketika sedang menjawab.

"Benar, kami adalah iblis. Sekumpulan sampah yang melakukan hal-hal buruk
dan menyakiti orang lain untuk bertahan."

Raja para iblis, Satan, dengan bangga mengakui dosanya sendiri.

"Jika kau tidak memiliki ketetapan hati untuk hidup dengan membawa beban
dari dosa-dosamu, maka jangan mengeluh tentang orang lain! Ini adalah dunia
di mana manusia hidup dengan sepenuh hati sambil membawa beban dari
setiap tindakan mereka!"

".... Pak tua Gab, dengan kata lain, mereka berencana untuk melawan kita,
kan?"

"Yeah, sepertinya begitu."

Sepertinya, entah tinju atau kata-kata Satan, itu sama sekali tidak berpengaruh
terhadap Raguel. Meskipun dia terlempar dengan cara yang berlebihan tadi,
tapi dia terlihat tidak terluka.

Di sisi lain, kerangka besi yang dihantam oleh Raguel, karena perlindungan
barrier Satan, kerangka tersebut tidak menunjukkan sedikitpun tanda-tanda
kerusakan, seperti bagaimana pertempuran yang terjadi di jalan raya
sebelumnya.

"Pak tua Gab, aku serahkan padamu..."


"Jadi pada akhirnya jadi seperti ini ya..."

"Tentu saja. Pekerjaanku itu tidak termasuk bertarung. Bukankah sudah


kubilang dari awal kalau mengejar Laila saja sudah menghabiskan seluruh
waktuku?"

Setelah mengatakan itu, Raguel bahkan tidak menunggu jawaban Gabriel dan
terbang menuju puncak Tokyo Tower.

Dia berencana melarikan diri dari barrier Satan. Dengan situasi saat ini,
dibandingkan mencari batas barrier yang menyelimuti Tokyo Tower dari
bawah, itu akan lebih cepat mencari batas barrier dari langit di atas Tokyo
Tower.

Apa yang terjadi selanjutnya berlangsung dalam kecepatan cahaya.

Meski Raguel terbang menuju dek observasi dengan begitu cepat, tapi Satan
berhasil mengejarnya dengan kecepatan yang mendekati langkah kilat, dan
hendak untuk menyerangnya dengan tinju yang diselimuti oleh api hitam.

Akan tetapi, Gabriel bergerak dengan kecepatan yang melampaui kecepatan


Satan untuk melindungi punggung Raguel dan menghentikan serangan Satan.
Alsiel yang melihat situasi ini, menggunakan tatapannya untuk merapal
telekinesis pada Gabriel.

Tapi tak disangka, Gabriel berhasil menghentikan tinju Raja Iblis....

"Hah!!"

.... dan mematahkan telekinesis Alsiel hanya dengan tatapan serta pancaran
kekuatannya.

Dulu, saat pertarungan di Sasazuka, Jenderal Iblis Alsiel pernah menggunakan


kekuatan telekinesisnya untuk mengendalikan bebatuan dengan leluasa, tapi
malaikat penjaga Pohon Kehidupan itu sama sekali tidak menganggap hal itu
sebagai sebuah ancaman.
"Bukankah sudah kubilang sebelumnya? Bahkan jika itu adalah Raja Iblis
Satan dengan kekuatan penuhnya, kau mungkin masih bukanlah tandingan
buatku."

Meskipun Satan ingin menarik tinjunya yang dihentikan oleh Gabriel, tapi
Gabriel mencengkeramnya dengan kuat dan tidak berniat melepaskannya.

"Ya ampun, pekerjaan ya pekerjaan. Sebenarnya aku tidak ingin melakukan


hal ini, dan aku juga sangat menyesal dengan apa yang terjadi pada gadis SMA
itu. Mungkin kalian pikir ini lucu, tapi ini sangat penting bagi kami!"

"!!"

Satan yang mengetahui bahwa Gabriel tengah mengkonsentrasikan sihir suci


di tangannya, dengan panik meningkatkan sihir iblis di dalam tubuhnya.

"Ooh, sensitif sekali, tapi itu sudah terlambat."

Tapi kekuatan Gabriel bisa mematahkan sihir iblis Satan, dan meluncur
menuju tubuhnya.

Itu adalah sonar yang sangat kuat, dan sihir suci yang tertanam di dalamnya,
jauh berbeda dibandingkan dengan jumlah yang Suzuno suntikkan ke dalam
tubuh Alsiel dengan niatan setengah bercanda.

Sihir suci Gabriel terus menerus menurunkan energi kehidupan Satan, yaitu
sihir iblis, dan menggila di dalam tubuhnya. Itu adalah kemampuan yang
menyerupai bisa ular, yang mana terus menerus melemahkan energi iblis.

Meskipun serangan ini tidak bisa dianggap elegan, itu adalah kekuatan yang
cukup untuk membuat Raja Iblis Satan menjadi pusing.

Karena Gabriel tidak meneruskan serangannya, Satan melompat ke belakang


untuk memperlebar jarak di antara mereka, napasnya menjadi tidak beraturan
seolah sedang menghadapi rasa sakit yang begitu kuat.
"Raguel, pergilah! Selama kau keluar dari sini, kau seharusnya bisa mengejar
jejak Laila. Kau bisa menyerahkan kedua orang ini padaku."

Gabriel menunjuk ke arah puncak barrier, dan Raguel mulai terbang ke atas
tanpa menjawabnya.

Karena itu adalah barrier yang tercipta dari sihir iblis Satan, barrier itu tentu
bisa dihancurkan dengan menggunakan kekuatan yang lebih kuat. Meskipun
barrier itu tidak akan hancur sepenuhnya hanya karena satu area pecah, tapi
selain mencegah pertarungan agar tidak mempengaruhi bagian luar barrier,
alasan lain Satan menciptakan barrier ini adalah untuk mencegah kedua
malaikat ini kabur.

Jika mereka ditahan oleh Gabriel di sini dan Raguel berhasil melarikan diri,
mereka akan menderita kekalahan dua kali lipat.

"Ashiya! Hentikan dia!"

Sebelum Satan memberikan perintah, Alsiel sudah bertindak. Mengambil


kesempatan ketika Gabriel tidak memperhatikannya, dia melancarkan enam
serangan telekinesis ke arah Raguel dari mata, tangan dan dua ekornya di saat
yang bersamaan.

"Naif!!"

Hembusan angin kuat tiba-tiba bertiup di hadapan Alsiel.

Gabriel yang seharusnya masih menghadapi Satan, entah sejak kapan telah
mengeluarkan sebuah senjata yang mirip seperti pedang dan menghentikan
serangan telekinesis Alsiel.

Dibandingkan dengan ukuran gagangnya, bagian bilah dari pedang tersebut


terlihat cukup pendek, sangat jelas kalau pedang itu pada mulanya adalah
sebuah pedang yang berukuran panjang.

"Durandal...."
Alsiel mengucapkan nama pedang itu dengan jengkel.

Itu adalah pedang yang digunakan oleh Gabriel dalam legenda yang
seharusnya sudah dihancurkan dengan sekali serangan oleh 'Evolving Holy
Sword, Better Half' yang telah bergabung dengan Alas Ramus.

"Huft, karena bagian depannya tidak bisa tumbuh kembali, bentuknya jadi
setengah matang begini."

Gabriel mengangkat pedang besar yang bilahnya nampak seperti telah


dipotong menjadi dua, dan mengarahkannya ke arah Satan.

"!!!"

Karena Satan merasa ada sesuatu yang diam-diam menembus udara dan
mendekatinya, dia sedikit memiringkan kepalanya.

Walau ada jarak di antara Satan dan Gabriel, tetesan darah kini mengalir keluar
dari pipi Satan.

"Akan tetapi, ketajamannya sama sekali tidak berubah. Mengabaikan bahan


berkualitas tinggi yang digunakan oleh UNIxLO yang sedang kau pakai itu,
aku yakin aku masih bisa memotongnya, ya kan?"

".... Kalau begitu, cobalah!!"

Akan tetapi, Alsiel tidak menunjukkan sedikitpun rasa takut.

Mengarahkannya pada Gabriel, Alsiel mengunakan ekor dan cakar di kedua


tangannya untuk melancarkan serangan secara terus menerus.

"Hey, hey, itu berbahaya!! Aku tidak akan peduli kalau ujung jarimu itu
tercincang lo.... eh?"

Gabriel yang tidak ingin menyakiti Alsiel, mencoba menggunakan pedang


Durandal-nya untuk menangkis serangan Alsiel, tapi sensasi yang dia terima
entah kenapa terasa begitu keras.
Bilah pedang Durandal ternyata tidak bisa memotongnya.

"Oh? Oh? Oh?"

".....! .....! .....!"

Dibandingkan dengan Gabriel yang hanya punya satu pedang, Alsiel memiliki
tiga cara untuk menyerang. Meskipun perkembangannya lambat, tapi ujung
cakar dan ekor yang terus menyerang itu, perlahan berhasil meluncur ke tubuh
Gabriel.

"Aw, aw, ta-tajam!"

"Tubuh Ashiya yang keras itu bukan hanya untuk pamer saja!"

Satan memanfaatkan kesempatan itu untuk berjalan di belakang Gabriel yang


tidak bisa sepenuhnya menahan serangan Alsiel.

"Ugoh!!"

Saat Gabriel menyadarinya, semuanya sudah terlambat, Satan berhasil


mencengkeram kepala Gabriel dari belakang menggunakan tangan besarnya.

"Ketika menghadapi serangan balik manusia, kau pikir siapa yang bisa
bertahan sampai akhir?"

"Tu-tunggu sebentar!"

"Ashiya.... Tubuh dari Jenderal Iblis Alsiel adalah yang paling keras di antara
siapapun di Pasukan Iblis, seorang spesialis pertahanan. Bahkan jika itu adalah
pedang suci Emi, itu tidak akan bisa melukainya dengan mudah!"

"Berdo'alah!!!"

"Ugoh!!"

Cakar tajam Alsiel akhirnya mengenai tubuh Gabriel dan merobeknya.


Sepertinya, bahkan untuk seorang Malaikat Agung pun, menghadapi serangan
terus menerus dan sihir iblis dari Raja Iblis serta Jenderal Iblis ternyata masih
membutuhkan banyak perjuangan.

"Tapi, tebakanmu salah."

Akan tetapi, Gabriel yang seharusnya tertusuk di bagian perutnya, tidak


meneteskan setetes pun darah dan menghilang seperti kabut.

Melihat kepala Gabriel yang pada awalnya dia cengkeram menghilang seperti
kabut, Satan dan Alsiel merasa begitu bingung.

"Gaya bertarungmu dan Emilia benar-benar terlalu blak-blakan."

Sebuah suara terdengar di belakang Satan.

Tanpa ada waktu untuk berbalik, Gabriel yang muncul di belakang Satan,
menepuk punggung Satan menggunakan telapak tangannya dengan pelan.

"BANG!!"

"Uwoohh!!"

Gabriel, dengan serangan biasa semacam itu, rupanya mampu menerbangkan


Satan. Dan ketika Satan bertabrakan dengan Alsiel, dampak serangan tersebut
sama sekali tidak melemah, dan menyebabkan mereka berdua jungkir balik di
udara.

"I-ini.....?"

"Ya ampun, jika kau memperlihatkan ekspresi kaget seperti itu, aku sungguh
akan merasa tidak enak lo, itu tadi bukan apa-apa. Yang tadi itu hanya
bayangan. Sejak menghentikan telekinesis Alsiel ke arah Raguel, kau sudah
bertarung dengan bayangan yang kubuat."

Setelah mengatakan hal itu, Gabriel menepuk tangannya sekali dengan santai.
Seolah itu adalah sinyal untuk membuat popcorn, Malaikat Agung yang
terlihat sangat mirip seperti Gabriel tiba-tiba muncul dalam jumlah besar
dengan senyum menjengkelkan di wajah mereka.

"Huuh, dengan kata lain, kalian yang sekarang itu hanya sepadan dengan
bayanganku, itupun jika kalian berdua bekerja sama. Yaah, aku bilang begini
itu demi kebaikan kalian, lupakan semua ini. Aku tidak ingin melukai kalian."

".... Apa kau pikir, kami akan menurutimu...."

Satan menyangga tubuhnya yang bergemeretak dan menatap tajam ke arah


Gabriel.

"Apa kau melakukan sesuatu kepada Emi?"

"Eh?"

"Kau tadi bilang 'Gadis SMA itu' kan? Kenapa kau bisa tahu kalau sesuatu
terjadi pada Chi-chan?"

".... Bukankah kau mengatakan sesuatu seperti 'menyakiti teman kami'...."

"Apa yang aku bilang tadi bisa juga merujuk pada Urushihara atau Suzuno,
atau bahkan Emi, kenapa kau bisa segera tahu kalau itu adalah Chi-chan, orang
yang paling tidak ada kaitannya dengan ini?"

"Ah, begitu ya.... Benar, aku mendengarnya dari Emilia. Aku bertemu
dengannya di Tokyo Skytree tadi."

Gabriel mengangkat bahunya seolah sedang menyesali kata-katanya yang


terselip keluar.

"Akan tetapi, aku hanya tahu kalau dia pingsan karena sonar Raguel. Selain itu,
aku tidak mendengar apa-apa lagi darinya. Dan aku bahkan memberinya
informasi yang sangat berharga?"

"Apa?"
"Sekarang, dia mungkin kehilangan tekadnya untuk bertarung karena
informasi itu. Bagaimanapun, jika itu benar-benar terjadi, kau harusnya
berterimakasih padaku, kau tahu? Lagipula aku membantu mengurangi satu
musuhmu."

"Hey, apa yang kau lakukan....."

"Hm? Tidak ada. Aku hanya bilang pada Emilia kalau ayahnya masih hidup di
suatu tempat."

"!!"

Di momen itu, apa yang terlintas di pikiran Satan adalah sosok Emilia Sang
Pahlawan yang mengayunkan pedang ke arah dirinya, Sang Raja Iblis, demi
membalaskan dendam ayahnya, dan juga sosok Yusa Emi yang menangis dan
memarahi Maou Sadao sebagai musuh bebuyutan yang telah membunuh
ayahnya, walau sedang dipenuhi memar karena terjatuh dari tangga.

"Maou-sama.....?"

Alsiel sadar kalau Satan terlihat sedikit aneh.

Sebenarnya, selama ini Alsiel sudah merasakan tanda-tanda akar masalah di


balik kebencian kuat Emilia terhadap Satan, mengenai hal itu, Satan
seharusnya tidak perlu merasa bersalah sama sekali...

"Gabriel, kau pasti sudah diberitahu oleh orang lain berkali-kali sebelumnya,
kalau kau itu tidak bisa membaca suasana, ya kan?"

"Meskipun baru-baru ini aku mengetahui dari seseorang kalau membaca


suasana itu hanya bisa dianggap sebagai kasta kedua..... tapi aku tidak akan
menyangkalnya."

"Merenggut pilar penyokong seseorang, apakah melakukan sesuatu seperti itu


sangat menarik buatmu?"
"Sangat menarik. Astaga, rasanya kau sangat perhatian dengan musuhmu,
Emilia, menarik sekali."

"..... Bajingan terkutuk!!"

Alsiel menggumamkan hal tersebut, tapi senyum Gabriel sama sekali tidak
goyah.

"Sungguh suatu kehormatan. Tapi biar kukatakan sesuatu terlebih dahulu, aku
berharap dia tidak terus berpegang pada hal-hal kecil yang membosankan
seperti 'menantang Raja Iblis', dan menghabiskan lebih banyak waktunya
untuk memikirkan hal-hal yang lebih besar. Demi tujuan ini, pilarnya yang
sekarang benar-benar mengganggu."

"....?"

Ketika Satan merasa bingung karena tidak mengerti apa yang Gabriel coba
ungkapkan.....

"Pak tua Gaaaabb!!"

Raguel meneriakkan sebuah teriakan panjang, dan tergesa-gesa menuju medan


pertarungan dari tempat di atas Satan dan yang lainnya, yang mana berada di
dekat dek observasi pertama. Di saat yang sama, sebuah kilatan kuat muncul
di puncak Tokyo Tower.

"Hey, kami baru mau mulai membicarakan bagian yang paling penting."

Karena alasan yang tak diketahui, Gabriel cemberut karena suara dari rekannya
sendiri, Raguel.

"Apa dia sudah memancarkan sonar?"

"Tidak ada televisi di sini.... Jadi tidak ada cara untuk memastikannya...."

Karena Satan dan Alsiel sama sekali tidak bisa menandingi Gabriel, mereka
tidak bisa memastikan apa yang Raguel lakukan selama periode waktu tersebut.
"Ya ampun, pak tua Gab, ini gawat!"

"Hm?"

"Aku tidak bisa terbang lagi..."

"Hah?"

Suara tersebut, jatuh tepat di hadapan Gabriel, Satan, dan Alsiel.

"""........."""

Raguel, seperti seekor burung yang ditembak oleh pemburu, jatuh di atas atap
dek observasi pertama dengan cara yang konyol.

"Sepertinya kalian baik-baik saja."

Dari atas di mana Raguel jatuh, sebuah suara terdengar. Orang-orang itu
mengangkat kepala mereka, dan melihat sosok yang sudah sering mereka lihat.
Begitu mereka melihat seorang malaikat yang terjatuh tanpa membuat
sedikitpun keributan, mereka sudah menduga kalau 'dia' pasti akan muncul di
sini.

Memiliki mata merah dan berambut perak, Sang Pahlawan Emilia, kini
menatap kedua iblis itu dengan tatapan rumit.

Akan tetapi, entah itu Satan atau Alsiel, atau bahkan Gabriel, mereka tidak
melihat ke arah Emilia sama sekali, dan malah menatap orang yang terlihat di
sampingnya.

"Ch Chi-chan?"

"Sasaki-san......"

Rambut berantakan karena angin kuat di atas ketinggian dan karena tidur
dalam waktu yang lama, sekaligus piyama dengan pola bunga berwarna pink
dan sandal berwarna hijau dari rumah sakit.
Gadis itu diselimuti sihir suci yang bersinar dengan busur perak di tangannya....
Orang yang seharusnya masih tertidur di ranjang Rumah Sakit Universitas
Saikai, yaitu Sasaki Chiho, saat ini berdiri bersebelahan dengan Pahlawan dari
dunia lain di puncak Tokyo Tower.

"Maou-san! Ashiya-san! Apa kalian berdua baik-baik saja?"

"Y-yeah? A-apa yang terjadi...? Ch, Chi-chan baik-baik saja kan? A-apa itu
bisa dianggap baik-baik saja? Apa yang sebenarnya terjadi?"

Raja Iblis Satan kini benar-benar terguncang, seolah sedang mendemostrasikan


apa definisi dari menyedihkan.

"Raja Iblis! Kita bisa membicarakan hal itu nanti! Sekarang kita harus
menghentikan Raguel!"

Dan orang yang membantu Satan untuk kembali mendapatkan ketenangannya


adalah Emilia yang melirik ke arah Chiho dari sudut matanya.

"Hal-hal yang merepotkan bisa dibicarakan nanti! Sekarang kita harus


menangani dua malaikat yang suka ikut campur itu."

Menyentak antena, Emilia langsung menuju ke tempat di antara Gabriel dan


Satan, punggungnya membelakangi Satan dan Alsiel.

"Kau bangkit dengan cepat. Apa kau sudah menata perasaanmu?"

Tanya Gabriel sambil berhati-hati agar tidak ditemukan oleh Chiho,


menanggapi hal itu, Emilia menjawabnya tanpa ragu.

"Karena aku sama sekali tidak mengerti, jadi aku mengesampingkan masalah
itu untuk nanti!"

"Itu sangat tidak bagus, pemikiran ingin mengesampingkan sesuatu yang


merepotkan belakangan, rasanya sama seperti Lucifer?"

"Mes-meskipun aku benar-benar tidak mengerti apa yang terjadi, Ashiya, cepat
hentikan Raguel! Aku tidak ingin membuat kesalahan yang sama seperti saat
melawan Sariel, aku akan menggunakan 'gate' untuk melemparnya ke planet
yang sangat jauh."

"Dimengerti!!"

Dari hasil pertarungan sebelumnya, mereka bisa memastikan kalau Gabriel


tidak akan bisa menang melawan Emi.

Kalau begitu, mereka hanya harus menyerahkan Gabriel kepada Emi, dan tugas
utama Maou dan yang lainnya adalah menghentikan Raguel agar tidak terus
memancarkan sonar.

Satan dan Alsiel memposisikan diri mereka di depan dan di belakang Raguel
yang bangun dengan lutut gemetar.

Melihat kedua iblis itu, Raguel mulai berteriak dengan keras.

"Ada apa dengan kalian berdua? Apakah Laila sepenting itu? Bisakah kalian
tidak mencampuri urusan dunia lain? Jika kalian ingin menaklukan dunia,
maka taklukan saja, lakukan apa yang ingin kalian lakukan! Bagi kami, apakah
kami bisa menangkap Laila atau tidak, itu bisa mengubah situasi di Surga!
Jangan halangi kami!!"

"Dari apa yang kuketahui, orang itu seharusnya bukan malaikat yang penting.
Dia juga bukan malaikat penjaga Pohon Kehidupan, dia hanyalah seorang
wanita yang posisinya sedikit lebih tinggi dengan seorang anak, apa perlu
sebegitu ngototnya mengejar dia?"

"Aku tidak ingin dibodohi oleh kalian! Jika aku memberi tahu kalian alasannya,
itu hanya akan membuat kalian mendapatkan informasi yang tidak penting. Ini
adalah masalah Surga! Orang luar sebaiknya tidak ikut campur!"

"Itu tidak akan terjadi."

Seketika itu juga, panah cahaya menghantam tanah di samping Raguel yang
berteriak-teriak, dan menyebabkan sebuah ledakan kecil.
"Ooh?"

"Itu tadi hanya peringatan. Tindakanmu akan menghancurkan keseimbangan


kekuatan dunia ini. Segeralah menyerah menggunakan sonar untuk
menyelidiki sesuatu dan kembalilah ke duniamu!!"

Pada saat itu, untuk pertama kalinya, Satan menyadari kalau cincin yang Chiho
kenakan di tangannya yang memegang busur terlihat sedang bersinar.

Raguel mengertakkan giginya sambil melihat panah cahaya yang menghantam


tanah di dekat kakinya.

"Diam!! Aku tidak tahu apakah kau merasuki gadis itu atau menggunakan
teknik pengendalian boneka, tapi karena kau berani muncul di hadapanku, itu
berarti keberuntunganmu sudah habis, dan inilah saatnya pembalasan!! Setelah
ini, selama aku mengejar sihir suci itu, pekerjaanku akan selesai!"

"Jadi Surga benar-benar memiliki dendam?"

"....."

".... Hey, katakan sesuatu!!"

Di saat seperti ini, tidak seperti Ashiya Shirou yang biasanya, wujud iblis
Alsiel sama sekali tidak berkomentar dan membuat Satan merasa sedikit
kesepian.

"Siluk Etoooooo?"

Raguel membidik Chiho yang ada di atasnya, berencana merapal sebuah


mantra. Meskipun Satan dan Alsiel mencoba menghentikannya dengan panik,
tapi Chiho sama sekali tidak bergerak.

Gadis itu sepertinya tahu kalau ini akan terjadi, bahkan busur yang baru saja
dia siagakan sama sekali tidak bergerak.

Raguel yang berencana melafalkan sebuah mantra, tiba-tiba berlutut di tanah


seperti boneka yang benangnya telah dipotong.
"A-a-a-ap-ap-apa yang terjadi....."

Raguel dengan panik melihat tubuhnya, tapi dia tidak bisa bergerak sama sekali,
dan bahkan tidak bisa berdiri.

"Kau pikir kenapa sayapmu menghilang tadi?"

Chiho menatap Raguel yang sedang panik dan perlahan mendarat di atap dek
observasi di mana Satan dan yang lainnya berada.

"Meskipun itu bukan keseluruhan fragmen Yesod, tapi jika mengenai tubuhmu
secara langsung, itu bahkan mungkin membuatmu tidak bisa kembali menjadi
malaikat. Kau lebih baik kembali sebelum itu terjadi. Kau bukanlah musuhku,
melainkan rekan dari dunia yang sangat jauh."

".... Uhuk.. hah hah hah..."

"I-ini??"

Satan bahkan bisa melihat sihir suci yang keluar dari punggung Raguel.

Kilatan yang terlihat ketika Emilia dan Chiho muncul, itu seharusnya adalah
sinar yang terpancar dari panah Chiho saat mengenai sayap Raguel.

"Ya ampun... Ini buruk.... Yosh!"

Gabriel yang saat ini berhadapan dengan Emilia, begitu melihat kondisi Raguel
yang memburuk, dia seketika mengangkat kedua telapak tangannya.

Kemudian bola cahaya menyelimuti Gabriel, dan dalam sekejap menghilang


di hadapan Emi.

"!!!"

Emilia mencoba mencari keberadaan musuhnya, dia kemudian menemukan


Gabriel yang sudah berpindah dengan kecepatan yang hanya bisa disebut
dengan teleportasi dan berdiri di samping Raguel yang terjatuh.
Satan, Alsiel, dan Chiho bergerak mundur, menjaga jarak mereka dengan
Gabriel. Tapi Gabriel nampak tidak bermaksud menyerang ketiga orang itu dan
hanya diam berdiri.

Tidak mengetahui apa yang coba dilakukan oleh Gabriel, mereka hanya diam
melihat Gabriel yang melepas T-shirt di bawah jubahnya dan mulai
memutarnya di atas kepala. Tubuh setengah telanjang dengan otot keras yang
tidak berarti, hanya membuat orang lain semakin merasa tidak senang ketika
melihatnya.

"Menyerah! Kami kalah! Kami akan menyerah! Ini bendera putih, okay?"

"Hah?"

"Apa? Pak tua Gab.... Apa yang kau katakan?"

Gabriel meletakkan tangannya di atas kepala Raguel yang ingin terus bertarung
meski dia tidak bisa berdiri.

"Apa yang kau lakukan....?"

Hanya dengan hal itu saja, Raguel pun pingsan seperti boneka yang benangnya
telah dipotong.

Mengabaikan Emilia dan kawan-kawan yang sedang bingung, Gabriel dengan


enggan membawa Raguel yang pingsan di atas bahunya.

"Apa yang ingin kau lakukan?"

Menanggapi tindakan misterius Gabriel, Emilia bertanya seolah siap bergerak


kapan saja.

"Hm, bagaimana mengatakannya ya, kesempatan kami untuk menang menurun


drastis setelah Emilia muncul, gadis itu juga terlihat sangat kuat, dan ada juga
hal-hal lainnya, Raguel terlihat seperti tipe orang yang tidak mau
mendengarkan, kan? Dari sudut pandangku, aku tidak ingin mengkhianati
Surga apapun yang terjadi, tapi aku juga tidak ingin bertarung dalam
pertarungan yang tidak bisa kumenangkan.... dan juga..."

Gabriel memperlihatkan senyumnya yang menjengkelkan dan mengangkat


kepalanya untuk melihat Chiho yang melayang.

"Setelah melihat kalian semua dan orang-orang di bumi ini, aku mulai merasa
seperti melihat dunia lama yang berubah. Jadi aku berharap dunia ini bisa terus
hidup sampai saat itu. Kau seharusnya juga memikirkan hal yang sama kan?"

"....."

Kalimat terakhir Gabriel ditujukan kepada Chiho.

".... huuh, tidak penting apakah kalian menyukainya atau tidak, bagaimanapun,
cara berpikir kalian dan cara berpikirku itu sangat jauh berbeda. Lalu,
mengenai informasi yang kubocorkan dengan sengaja, kalian bisa
merenungkannya. Raguel mungkin akan marah nanti, tapi aku akan
bertanggung jawab dan membawa orang ini sekaligus Tentara Surga kembali.
Bye!"

"Ah! Hey?"

"Berhenti di sana!!"

Sebelum Emilia dan Satan bisa menghentikannya....

Gabriel dan Raguel kembali diselimuti bola cahaya, dan menghilang di


hadapan Satan, Emilia, Alsiel, dan Chiho.

Meski mereka bersiaga terhadap kemungkinan kalau Gabriel dan Raguel akan
menyerang dari titik buta, setelah beberapa detik, kedua malaikat itu tidak
menunjukkan tanda-tanda akan muncul kembali.

Fakta bahwa barrier kehijauan yang telah melindungi semua orang dan benda-
benda di dalamnya ternyata masih utuh, malah melukai harga diri Satan.
Itu karena barrier tersebut juga dimaksudkan untuk mencegah dua malaikat itu
melarikan diri, dan Gabriel memperlihatkan kenyataan kalau dia bisa pergi
kapan saja.

".... Meremehkan orang seperti itu..."

Satan yang begitu marah, menggertakkan giginya dan menguatkan genggaman


tinjunya.

"Dan pada akhirnya kita masih tidak tahu apa tujuan Gabriel.... Kalau dia
benar-benar menginginkannya, dia mungkin bisa membuat Raguel mencapai
tujuannya sebelum kita bisa ikut campur..."

Dengan sebuah kernyitan, Emilia menatap ke arah di mana Gabriel dan Raguel
berada hingga beberapa saat yang lalu.

".... Tak ada musuh yang tersisa, dan aku juga sudah tidak merasakan
keberadaan mereka... tapi ada hal lain yang menarik perhatianku."

Alsiel dengan tenang menyelesaikan kalimatnya, dan Satan serta Emilia pun
mengikuti pandangan Alsiel ke arah suatu titik.

"..... Itu benar!"

Pandangan ketiga orang itu terfokus pada satu misteri besar yang masih tersisa,
yaitu Chiho yang muncul dengan kekuatan yang begitu besar.

Tubuh gadis itu dipenuhi dengan sejumlah besar sihir suci yang cukup untuk
menyamai Emilia. Chiho yang secara logika seharusnya pingsan karena
terkena paparan sihir iblis, saat ini bisa dengan santai menahan gelombang sihir
iblis yang dipancarkan oleh Satan dan Alsiel. Chiho tersipu malu karena
menjadi pusat perhatian, dia pun menundukkan kepalanya dan berbicara
dengan suara yang terdengar tidak enak,

"Bagaimanapun, maafkan aku! Sepertinya tidak ada banyak waktu yang


tersisa."
Entah sikap ataupun nadanya, itu adalah Chiho yang biasanya.

"H-hey?"

"Meski kelihatannya aku cukup hebat untuk menceramahi Raguel-san dan


Suzuno-san, tapi untuk mengumpulkan sihir iblis Maou-san dan Ashiya-san,
kami sepertinya telah merusak keseimbangan energi dunia ini, dan itu harus
secepatnya dipulihkan.... ba-baiklah!! Aku mengerti, sekarang!!"

Chiho menutup matanya dan menekankan tangannya pada telinga seolah


sedang mencoba mendengarkan dengan seksama apa yang coba dikatakan oleh
seseorang.

"A-apa yang orang itu katakan?"

"Dia bilang tidak tahu, jadi dia merasa sangat bingung."

"Dia bilang.... Chiho, benda di telingamu, apakah itu...."

Sampai saat ini, Emi akhirnya menyadari kalau sebuah headset hitam terpasang
di telinga Chiho.

Chiho tidak terlihat dikendalikan atau dirasuki oleh seseorang. Chiho saat ini
meminjam kekuatan seseorang dan bergerak dengan kemauannya sendiri. Itu
artinya ada kemungkinan untuk mengetahui siapa seseorang itu.

"Ibu? Apa itu ibu?"

Menanggapi panggilan Emilia, Chiho terlihat sangat bingung dan buru-buru


mengangkat busur peraknya.

"Maou-san, Ashiya-san, tolong tinggalkan atap dek observasi, atau itu akan
jadi sangat berbahaya!"

"Ber-berbahaya, apa maksudnya itu?"

"Ch-Chiho? Apa yang ingin kau lakukan? Aku mohon padamu, biarkan aku
meminjam telponmu...."
"Uuuu... Maafkan aku."

Menghadapi reaksi yang berbeda-beda dari ketiga orang itu, ekspresi Chiho
menjadi semakin rumit karena perasaan bersalah yang dia rasakan, tapi meski
begitu, dia menyentak antena Tokyo Tower dan terbang menuju tempat yang
lebih tinggi.

"Chiho......!"

"Maafkan aku....!"

Chiho yang nampak berwibawa, berbicara dengan suara yang sama sekali tidak
terdengar berwibawa, dan menembakkan panah berwarna perak menuju antena
Tokyo Tower.

"Oooh?"

Ketika panah itu mengenai antena, sebuah perubahan mulai terjadi.

Fenomena Maou Sadao yang berubah menjadi Raja Iblis Satan, persis seperti
pemutaran sebuah film, kembali berputar dalam 'reverse mode'.

Barrier iblis kehijauan perlahan mulai menghilang, dan kekuatan iblis dalam
tubuh Satan dan Alsiel pun perlahan juga lenyap.

Bahkan Emilia yang nampak tidak terpengaruh kekuatan itu, tidak bisa
menahan arus kekuatan dari perubahan ini, dan hanya mencoba sekuat
mungkin agar tidak terpental bersamaan dengan gelombang tersebut.

"Oh!"

"Woah!"

Setelah barrier iblis itu sepenuhnya menghilang, Satan dan Alsiel berubah
kembali menjadi Maou Sadao dan Ashiya Shirou, mereka terjatuh di atap dek
observasi pertama.

Emilia tahu kalau Chiho sedang memadatkan semua sihir iblis itu.
Sihir iblis terkumpul di atas antena yang sebelumnya dibidik oleh Chiho, dan
kemudian....

"Jadilah cuaca esok hari.....!"

Mengikuti tanda dari Chiho, sabuk cahaya dengan Tokyo Tower sebagai
pusatnya, terbang menuju langit nan jauh dan menghilang di langit Tokyo
dengan warna yang menyerupai aurora.

Setelah barrier itu menghilang, orang-orang di jalanan pun mengangkat kepala


mereka dan menyaksikan pertunjukan astrologi yang sama sekali tidak sesuai
dengan waktu ataupun musim tersebut.

Fallen Angel dan Penyelidik di Docodemo Tower Yoyogi.

Raja dari Dunia Iblis, Jenderal Iblis, dan Pahlawan Pedang Suci di Tokyo
Tower, semuanya menyaksikan ledakan cahaya tersebut.

Gadis SMA normal berbalut piyama, tersenyum dan perlahan turun di hadapan
Maou....

"Ugh! Chi-chan!"

"Chiho!!"

"Sasaki-san!!"

Emi dan Ashiya pun mendekat dengan panik.

Karena gadis itu, dengan senyum di wajahnya, tiba-tiba pingsan dan jatuh di
dalam pelukan Maou.

"H-hey, Chi-chan, ada apa, apa kau ba-.... Eh?"

Maou yang memeluk Chiho, terlihat menyadari sesuatu.

Karena barrier iblisnya menghilang, tempat ini juga mulai tertiup angin yang
kuat dan dingin, meski begitu, mereka masih bisa mendengar suara itu dengan
jelas.
"..... Dia tertidur....."

Chiho yang berada di dalam pelukan Maou, saat ini tertidur pulas.

Ekspresinya dipenuhi dengan kepuasan, membuat Maou dan yang lainnya


tidak bisa merasakan keberadaan prajurit hebat yang berasal dari dunia lain
tadi. Di wajahnya terdapat senyum yang mirip seperti senyum seorang bayi.
Final Chapter.

"Se-selamat siang, Maou-san."

Chiho yang terbaring di kamar rumah sakit, menyapa Maou sambil


menyembunyikan wajahnya yang memerah dengan selimut.

"Oh... Ah, itu, aku dengar dari ibumu kalau kau sudah boleh pulang besok.....
soal itu, di mana ibumu? Dialah yang memanggilku..."

Maou melihat sekelilingnya dengan canggung karena tidak bisa menemukan


sedikitpun tanda-tanda keberadaan Riho.

"Ku-kupikir dia akan segera kembali..... dia bilang dia ingin membeli sesuatu
tadi..."

"Oh, begitu, um, ngomong-ngomong, syukurlah kalau kau baik-baik saja. Ini
bunga untukmu."

"Te-terima kasih."

Chiho mengulurkan kedua tangannya dengan malu-malu.

".... Sama-sama."

"...Un."

Maou dan Chiho saling melirik satu sama lain seolah sedang mencoba
membaca pikiran masing-masing. Pada akhirnya, mau tidak mau, Maou lah
yang memecah keheningan tersebut.

"Apa kau ingat apa yang terjadi kemarin malam?"

Chiho menganggukkan kepalanya, pelan namun pasti.


"Di hari sesudah membantu Maou-san pindah rumah, aku pulang ke rumah dan
menonton televisi. Lalu, layarnya tiba-tiba bersinar.... sampai aku bangun di
kamar rumah sakit ini, aku tidak ingat apapun yang terjadi setelahnya."

Chiho mulai berbicara tentang apa yang terjadi padanya kemarin malam.

"Dan kemudian kemarin... karena ini adalah rumah sakit, HPku yang
seharusnya dimatikan, mulai berdering, lalu cincin itu juga mulai bersinar...
dan kemudian, tubuhku terasa seolah-olah bisa mengerti kalau aku bisa
melakukan hal-hal tersebut... tapi pada dasarnya, aku hanya bergerak atas
keinginanku sendiri. Karena setelah aku mendengar apa yang dikatakan orang
itu melalui telepon, aku merasa kalau itu adalah sesuatu yang harus
kulakukan."

Setelah mendengar penjelasan Chiho, Maou menanyakan sesuatu yang paling


ingin dia ketahui.

"Apa kau tahu siapa orang di ujung telepon itu?"

"Itu, soal itu... kupikir orang itu adalah seorang wanita, dan dia seharusnya
adalah seseorang yang berasal dari dunia Maou-san.."

Jantung Maou berdetak sedikit lebih kencang karena rasa gelisah dan antisipasi.
Akan tetapi, Chiho menggelengkan kepalanya dan melanjutkan,

"Dia tidak memberitahuku namanya. Dia bilang jika ada seseorang yang
bertanya, hindari saja pertanyaan itu atau semacamnya. Itulah syarat agar dia
mau meminjamiku kekuatan itu."

"A-apa kau benar-benar percaya pada ucapan orang semacam dia dan
meminjamkan tubuhmu padanya?"

Maou mengungkapkan pendapatnya secara terang-terangan sambil berkeringat


dingin.

"Yeah, kupikir jika orang itu adalah musuh Yusa-san atau Maou-san, dia
mungkin tidak akan bicara denganku. Dan dia cukup kuat untuk melakukan
semua hal itu! Dia bahkan tidak menjadikanku sandera dan tidak
mengendalikanku secara langsung tanpa berkata apa-apa, jadi kupikir
setidaknya, dia bukanlah orang yang jahat."

"Hm.... meskipun aku sudah merasakan ini sebelumnya, tapi bukankah Chi-
chan jadi sedikit terlalu berani akhir-akhir ini?"

"Karena orang yang kukenal akhir-akhir ini, aku jadi melewati hari-hari yang
mendebarkan setiap hari."

Chiho memberikan sebuah senyum polos.

"Juga, saat terakhir kali Gabriel-san datang, sebenarnya aku merasa sangat
frustasi."

"Eh?"

"Bukankah Maou-san sudah memberitahuku waktu itu agar tidak mendekati


apartemen sebelum insiden Alas Ramus benar-benar selesai? Aku senang
karena kau khawatir padaku, dan aku juga tahu kalau aku yang tidak bisa
bertarung, hanya akan menjadi penghalang jika aku ada di sana, tapi aku masih
saja merasa sedikit frustasi. Aku benar-benar merasa kalau akan sangat bagus
jika aku memiliki kekuatan untuk melindungi orang-orang yang kusukai, dan
kemudian...."

Chiho mengambil HPnya, mengangkat kepalanya dengan malu-malu, dan


menatap Maou.

"Orang di ujung telepon itu bilang kalau dia bisa meminjamimu kekuatan?"

Meski begitu, meminjamkan tubuhnya kepada seseorang yang tidak


menunjukkan wajahnya dan hanya berbicara melalui telepon, bukanlah
tindakan sembrono yang akan Chiho lakukan.

Nada Maou menjadi sedikit lebih keras, Chiho menggelengkan kepalanya


dengan penuh semangat dan menjawab,
"Tentu saja tidak sesederhana itu... ketika dia mendengarku mengigau saat aku
sedang tertidur, dia memberitahuku agar tidak pilih-pilih makanan, dia
memberitahuku alasan kenapa aku bisa pingsan saat ada di rumah,
memberitahu kalau Maou-san dan yang lainnya datang untuk menjengukku,
memberitahu kalau Maou-san dan Yusa-san kemungkinan pergi ke Tokyo
Tower dan Tokyo Skytree untuk bertarung, memberitahuku kalau musuhnya
adalah Gabriel-san dan malaikat yang tidak kukenal, memberitahuku kalau ini
tidak ada kaitannya dengan Sariel-san, memberitahuku bahwa ada orang lain
yang bisa menggunakan sihir suci sedang membuat pergerakan, dan meskipun
dia tahu semua hal itu, karena beberapa alasan, dia tidak bisa muncul di
hadapan orang lain dan begitulah, semua itu dijelaskan padaku oleh dia."

"......."

Chiho menyentuhkan jarinya bersamaan dan berbicara tanpa lelah, di sisi lain,
Maou hanya terdiam.

"Setelah memberitahuku semua itu, dia juga dengan sungguh-sungguh


memohon padaku dan mengatakan 'Tak peduli seperti apa bahayanya, aku pasti
akan melindungimu, dan nanti aku akan berterimakasih padamu dengan benar.
Untuk melindungi mereka yang berharga bagiku, tolong pinjamkan
kekuatanmu'..... Itulah kenapa kupikir aku bisa mempercayainya. Jika Maou-
san dan Yusa-san menghadapi bahaya dan aku bisa membantu...."

Setelah mencapai poin ini, Chiho menengadah sekali lagi, mencoba melihat
ekspresi Maou.

".... sejujurnya, aku benar-benar merasa sedikit senang. Meskipun agak dingin
ketika terbang di langit, tapi itu sangat nyaman."

Entah itu karena hubungannya dengan Maou yang tinggal di dunia berbeda,
ataukah karena status dari mana dia berasal, Chiho memiliki wawasan yang
lebih dibandingkan kebanyakan orang. Oleh sebab itulah, dia tidak akan
dengan sembrono memasuki medan perang hanya berdasar pada perasaannya
saja, dan malah menambah beban untuk Maou dan Emi.
Tapi karena alasan yang sama, Chiho juga sering merasakan sakit karena
menjadi orang yang tidak berdaya.

Meski begitu, fakta bahwa dia hanyalah seorang gadis SMA biasa, tidak akan
pernah berubah.

"Eh, jika hal yang sama terjadi lagi lain kali, meskipun dia adalah orang yang
mudah diajak bicara, jangan menyetujuinya dengan begitu mudah. Bicarakan
dulu denganku atau Emi, okay? Maksudku, tidak ada yang bisa menjamin
kalau insiden berikutnya akan berakhir seperti ini di mana semua orang bisa
selamat."

Setelah Maou selesai berbicara, Chiho mengangguk dengan ekspresi serius di


wajahnya.

Maou menganggap ekspresi itu bisa dipercayai, jadi dia menenangkan


ekspresinya dan bertanya,

"Apa ada perubahan yang signifikan pada tubuhmu?"

"....yah, sulit untuk mengatakannya, itu seperti ada dan tidak ada."

Chiho menjawab dengan sedikit percaya diri.

"Tubuhku terasa sangat sehat, seolah-olah aku tidur dan bangun secara normal,
dan tidak ada yang sakit sama sekali. Tapi... di dalam pikiranku ada beberapa
ingatan yang bukan milikku."

"Ingatan yang bukan milik Chi-chan?"

"Daripada ingatan, mereka lebih seperti pemikiran yang kuat... Itu membuatku
berpikir kalau aku menonton film atau semacamnya dan kemudian bermimpi.
Tapi..... tapi aku yakin itu pasti adalah ingatan Maou-san.... tidak, itu adalah
ingatan Raja Iblis Satan."

"..... Ingatanku?"

"Aku melihat seorang iblis kecil."


Maou menarik napas dengan tajam ketika mendengar Chiho mengucapkan
kalimat tersebut.

"Iblis itu terus menangis, dan dia menderita luka-luka yang bisa membunuhnya
jika dia tidak segera dirawat.... Aku berbincang-bincang dengannya selama
perawatan, matanya berbinar dengan rasa ingin tahu dan dia juga
mendengarkannya dengan seksama. Itulah kenapa aku ingin membantumu...."

"Chi-chan?"

Maou merasakan sebuah atmosfer yang aneh.

"Tapi pada waktu itu, aku sudah menghabiskan banyak kekuatanku hanya
untuk mencoba menolong nyawamu, jadi aku tidak mengajarimu hal yang
paling penting. Aku selalu ingin meminta maaf kepadamu."

Chiho menatap Maou dengan serius.

".....Siapa kau? Apa yang telah kau lakukan pada tubuh Chi-chan?"

Maou sedikit bergeser dari kursinya ketika dia menyadari alasan di balik
atmosfer aneh itu dan bertanya dengan suara yang pelan dan tegas.

"Kalau dipikir-pikir, kurasa aku memang belum cukup dewasa. Berlarian demi
mencapai impianku dan kurang peka dalam menyadari gambaran yang lebih
besar, karena itulah, aku membuatmu melakukan kesalahan semacam itu.
Tapi.... persiapanku sudah terlalu jauh untukku kembali ke sisimu, aku benar-
benar minta maaf soal itu."

Entah itu suara ataupun tubuhnya, mereka semua adalah milik Chiho.

Tapi nada dan aura yang dia pancarkan benar-benar berbeda.

"Kau seharusnya masih mengingatku kan? Satan Jacob."

Akhirnya Maou menyentak kursi dan buru-buru mendekat ke arah 'Chiho'.


"Aku akan segera menyelesaikan apa yang harus kukatakan, tolong dengarkan
aku sebentar."

"Apa-apaan.... yang... kau...."

"Maafkan aku karena menyeret gadis ini ke dalam masalah ini, tapi aku sudah
tidak punya jalan lain lagi."

Mengabaikan suara Maou yang bergetar, orang yang menggunakan tubuh


Chiho itu mulai berbicara atas keinginannya sendiri.

"Tujuanku adalah untuk membuat Ente Isla..... Surga dan Dunia Iblis kembali
menjadi sebagaimana seharusnya. Demi tujuan ini, aku perlu pendukung dalam
jumlah yang besar. Alasan kenapa aku membantumu waktu itu adalah karena
aku memiliki pertimbangan lain dalam pikiranku. Jika itu kau, mungkin kau
bisa memahami impian yang kukejar demi diriku...."

Setelah mengatakannya, 'Chiho' melihat keluar jendela.

"Kau yang datang ke dunia ini... bukanlah kebetulan sama sekali."

"Apa?"

"Tempat ini adalah 'Tanah Kehidupan' yang paling dekat dengan Ente Isla. Kau
dan anak itu hanya terbawa ke sisi dunia yang lain. Karena kedua tempat ini
sangat dekat, entah itu orang atau benda, keduanya bisa menyeberang dengan
begitu mudah. Hal yang paling penting adalah 'Tanah Kehidupan' ini sendiri...
itu harus segera disempurnakan dan bibitnya harus diwariskan kepada generasi
selanjutnya. Hal ini tidak condong pada para orang suci ataupun para iblis,
melainkan bisa mencakup keduanya, sebuah dunia yang benar-benar
menakjubkan...."

'Chiho' melanjutkan perkataannya.

"Namun kami ikut campur dalam upaya 'Pewarisan' itu. Jika ini terus berlanjut,
'Bencana Raja Iblis Satan yang Agung' akan menimpa dunia ini. Aku.... ingin
mencegahnya... Tapi itu masih saja tidak cukup. Mereka, orang-orang itu,
hanya peduli dengan diri mereka sendiri. Jadi aku memutuskan untuk
mengambil sebuah tindakan."

"Aku tidak mengerti apa yang coba kau katakan! Langsung saja ke intinya!"

"Salah satu dari kunci tersebut dipegang oleh anak itu. Dan..... juga ada pada
ayah anak itu.

Maou dengan sengaja mencoba untuk tidak berpikir merujuk pada siapa kata
'anak itu'.

Yang berbicara pada orang ini adalah Maou sendiri.

"Di mana kau sekarang?"

"Kebetulan saja ingatanku tercermin pada ingatan gadis ini tapi itu tidak berarti
aku mengendalikannya. Oleh sebab itu kita tidak bisa melakukan pembicaraan
yang lebih baik. Sisa-sisa pemikiranku akan segera menghilang. Jika aku bisa
memberikan gadis ini kekuatan untuk melindungi dirinya sendiri, itu akan
sangat bagus..... tapi ada satu hal lagi, aku telah meminta gadis ini agar dia
menyampaikan informasi ini pada anak itu, soal ini, aku benar-benar minta
maaf."

'Chiho' mengulurkan tangannya ke arah Maou.

"Aku mohon padamu.... temukan 'Pengetahuan' Ente Isla.... kuncinya berada


di tangan anak itu dan ayahnya.... di suatu tempat.... bersama...."

"Hey, hey, ada apa?"

Kata-kata orang itu menjadi terputus-putus, seolah terganggu oleh listrik statis
dan suara Chiho mulai menjadi serak.

"....yang sama.... dan... kumohon... hanya...."

Wajah Chiho mulai terlihat kesakitan, tapi dia masih bisa memaksakan
senyumnya dan mengatakan,
"Kembalikanlah dunia menjadi sebagaimana seharusnya. Semoga beruntung,
Raja Iblis Satan!!"

Dalam satu kedipan mata, Chiho kembali normal.

".... lalu, setelah itu, aku berpikir kalau itu adalah ingatan saat Maou-san masih
muda, apa ada yang salah.... Maou-san?"

".... tidak ada."

Raja Iblis menggelengkan kepalanya dengan lembut, mengangkat kursi yang


dia tendang dan duduk di atasnya.

Chiho masih mengenakan cincin dengan permata keunguan di tangan kirinya.

"Jika itu adalah Jepang modern, kau tidak perlu menggunakan metode yang
berbelit-belit seperti itu, kau bisa paling tidak menggunakan tape recorder."

"Eh?"

"Tidak ada apa-apa."

Maou tersenyum pahit dan menggelengkan kepalanya sekali lagi.

"Pemilik cincin itu, apakah dia menyebutkan sesuatu mengenai apa yang akan
terjadi selanjutnya? Tidak mungkin kan Chi-chan menjadi orang yang bisa
menggunakan fragmen Yesod?"

Menghadapi pertanyaan Maou, Chiho menatap cincin di tangan kirinya dengan


sedikit ekspresi bingung di wajahnya.

"Aku merasa mendengar sesuatu... tapi juga tidak... tapi, aku hanya merasa
kalau aku harus memberitahu sesuatu kepada Yusa-san."

"....begitu ya?"

Meskipun sudah mendapatkan persetujuan, tapi Maou masih saja khawatir


kalau metode ini akan memberikan beban pada tubuh Chiho.
"Tapi, menurut Suzuno, Chi-chan tidak memiliki kapasitas yang besar untuk
sihir suci, jadi jangan terlalu sembrono. Atau kau akan membuat ibumu cemas
lagi."

"Aku tahu. Dan aku juga masih amatir. Meskipun aku bisa sedikit
menggunakan kekuatan supranatural, aku masih tidak bisa menangani seorang
musuh sendirian."

"Benar. Musuh yang sesungguhnya tidak akan muncul dan memerangi kita
berdasarkan level kemampuan kita."

Maou mengangguk puas, menerima apa yang Chiho katakan.

"Ini, bagaimana kalau Maou-san menyerahkannya pada Yusa-san?"

Chiho menatap ke arah cincin yang dihiasi fragmen Yesod tersebut. Maou
berpikir sejenak...

"Nah, kupikir lebih baik Chi-chan menyimpannya, anggap saja itu seperti
jimat."

Entah itu Gabriel, Raguel ataupun Sariel, saat ini mereka sepertinya tidak
memberikan perhatian khusus pada fragmen Yesod. Dan alasan kenapa Chiho
menjadi seperti kemarin malam, tanpa diragukan lagi adalah karena cincin
tersebut. Karena 'dia' sudah bilang kalau dia akan menjamin keselamatan
Chiho, maka akan lebih aman kalau membiarkan Chiho menyimpan cincin itu
untuk jaga-jaga.

Hubungan Chiho dengan Maou dan yang lainnya sudah mencapai titik di mana
mereka sulit untuk dipisahkan.

"Ah! Tapi, Maou-san..."

"Hm?"

"Bukankah Maou-san sudah memiliki musuh yang berkembang berdasarkan


level kekuatanmu?"
"Eh?"

"Yusa-san! Yusa-san adalah sang Pahlawan! Bukankah Raja Iblis dan


Pahlawan memiliki hubungan semacam itu?"

"Itu tidak seperti dia secara khusus berkembang untuk menandingiku...."

"Pasti iya, aku juga ingin memiliki kemampuan bertarung yang setara dengan
Yusa-san!"

"Ugh, bagaimana bisa semuanya malah jadi seperti ini?"

"Aku menginginkannya, karena aku tidak ingin kalah dari Yusa-san!"

"Tidak, ini bukan lagi masalah menang atau kalah..... selain itu, kau baru saja
sembuh, jangan terlalu berlebihan!"

Setelah itu, argumen Maou dan Chiho tentang 'memasuki medan pertarungan'
terus berlanjut sampai Riho kembali dari kegiatan belanjanya.

XxxxX

Setelah itu, kita bicara soal Pahlawan Pedang Suci.

"Iya, kami benar-benar minta maaf soal itu. Mengenai waktu periode gangguan
tersebut, kami akan menghitung berdasarkan jumlah harinya....."

"Kepada semua pelanggan, kami akan mengirimkan pesan permintaan maaf


mengenai masalah ini dalam bentuk form tertulis...."

"Pesan, Internet, Telepon... anda benar, kami benar-benar minta maaf..."

Setelah ketiga gadis itu mengakhiri telepon mereka bersamaan, mereka


menghela napas dalam-dalam dari dasar lubuk hati mereka.
"Ba-bagaimanapun, aku sudah siap ketika melihat berita tadi pagi."

Pegawai yang saat ini juga kuliah di sebuah universitas, Shimizu Maki,
mengatakan hal tersebut sambil terisak.

"Be-benar, ini lumayan berat."

Mungkin karena masalah psikologi, wajah Suzuki Rika terlihat agak lesu.

"........."

Adapun Yusa Emi, dia terus saja diam.

Jalur panggilan call center di Docodemo benar-benar penuh saat ini.

Bagaimanapun, di seluruh distrik 23 Tokyo, semua ponsel Docodemo


mengalami masalah telekomunikasi selama lebih dari satu jam.

Semenjak jam kerja dimulai pagi ini, keluhan terus menerus datang tanpa henti.
Permintaan untuk mengurangi tarif telepon masih bisa dianggap tak masalah,
tapi ketika sektor bisnis dan hukum mulai menanyakan soal kompensasi, itu
sudah menjadi sesuatu yang berada di luar otoritas Emi dan yang lainnya.

Alasan untuk gangguan telekomunikasi yang menjadi headline berita pagi ini,
tanpa diragukan lagi adalah karena sonar yang dipancarkan oleh Suzuno di
Docodemo Tower dan juga lingkaran cahaya Chiho.

Menggunakan gelombang HP untuk melawan gelombang televisi, pemikiran


semacam itu, Emi tidak bermaksud menyalahkan siapapun.

Tapi tanpa tahu apakah perhitungan Urushihara yang salah, atau efek mantra
Suzuno yang terlalu kuat, ataukah kekuatan Chiho yang menyebabkan semua
ini, apapun itu, sepertinya jangka frekuensi komunikasi akan terus
menerus tertekan.

Akibatnya, selama periode waktu tersebut, beberapa HP sama sekali tidak bisa
digunakan untuk berkomunikasi, dan karena reaksi berantainya, hal itu
menyebabkan kekacauan pada hari ini.
Sejak pagi ini, si manager pengganti menelepon sambil memohon-mohon
kepada hampir semua pegawai yang bahkan tidak memiliki jadwal kerja untuk
aktif sebisa mungkin, dan call center Docodemo pun memasuki situasi di mana
semua kursi kerja terisi penuh.

Tentu saja, Emi juga memiliki rasa tanggung jawab yang kuat, tapi untuk
bagian ini, dia tidak bisa menyerahkan tanggung jawabnya pada Kastil Iblis,
jadi dia terus saja bekerja dengan diam.

Terlebih lagi, di dalam hati Emi, dia masih belum bisa memahami segala
sesuatu yang terjadi kemarin malam.

Fakta mengejutkan yang Gabriel ungkapkan, memiliki kekuatan yang cukup


untuk menyebabkan kekacauan di hati Emi.

Ayahnya masih hidup.

Ketika dia memikirkan tentang makna di balik semua ini dan pengaruhnya, hal
itu membuat Emi merasa sangat takut kalau saja dia tidak bisa terus melangkah.

Jadi Emi hanya mencari-cari alasan untuk dirinya sendiri, dia pikir jika dia
mengalihkan pikirannya dan mengubur dirinya dalam kesibukan kerja hingga
memiliki waktu untuk berpikir, dia pasti akan bisa menangani masalah ini
dengan lebih efektif.

"Dengan semua masalah hari ini, apakah mungkin untuk istirahat makan
siang?"

Rika menggumam frustasi karena terus mengangkat telepon yang datang tanpa
henti, sementara Maki yang berwajah pucat, menimpalinya dan mengatakan,

"Aku menonton televisi sampai larut malam kemarin, dan perutku terasa sangat
tidak nyaman sejak tadi pagi, jadi aku belum makan sama sekali."

"Televisi.... itu benar, Rika, Maki!!"

"Yeah?"
"Ya?"

Emi yang tiba-tiba mengingat sesuatu, bertanya kepada dua rekan kerja di
sebelah kanan dan kirinya.

"Ketika kalian menonton televisi kemarin, apa ada sesuatu yang aneh terjadi?
Seperti.... layar yang tiba-tiba bersinar atau semacamnya...."

Emi menyelidiki masalah ini lebih dalam, Rika pun mengangguk seolah-olah
memikirkan sesuatu.

"Ah, jadi masalah semacam itu bisa juga terjadi selain di televisi digital mobile.
Huuh, meski begitu, aku tidak punya mood untuk menonton televisi sama
sekali, jadi aku tidak terlalu yakin soal itu...."

Karena alasan yang tak diketahui, Rika terlihat menyesal ketika


mengatakannya.

"Aku tidak membeli televisi yang mendukung fungsi televisi digital. Aku saat
ini masih menggunakan sinyal analog, dan tidak ada kejadian yang aneh."

"Be-begitu ya?"

Emi mendesah lega ketika mengetahui Rika dan Maki tidak menemui masalah
yang aneh-aneh kemarin.

"Ngomong-ngomong Rika-san, kenapa kau tidak mood menonton televisi


kemarin? Bukankah drama seri yang kau sukai tayang kemarin malam?"

"Ah...!!"

Pertanyaan Maki membuat Rika terlompat ngeri dari dasar lubuk hatinya.

"Aku benar-benar lupa...."

".... Jangan bilang kalau kau sudah punya pacar?"

Maki menanyakan sebuah pertanyaan yang begitu blak-blakan dan membuat


Rika panik.
"Oi, oi, Maki, apa yang kau bicarakan? Dia masih belum berada di tahap itu...."

"~~...."

Emi memegangi kepalanya merasa frustasi.

Melihat Rika berusaha begitu keras menggali kuburannya sendiri, ekspresi


Maki pun seketika menjadi bersemangat.

"Belum? Rika-san, kau tadi bilang 'belum' kan?"

"Eh, ah, ti-tidak, li-lihat! Maki! Telepon, teleponmu berbunyi! Cepat bekerja!"

"Ceritakan padaku lebih detail nanti! Hello, maaf membuatmu menunggu,


namaku..."

Melihat Maki yang begitu bersemangat, Rika menunjukkan ekspresi tragis dan
meminta bantuan Emi.

".... Mustahil, aku tidak bisa membantumu."

"Emi sangat dingin!"

Menahan sakit kepala yang dirasakannya, Emi mengangkat teleponnya.

Benar, meskipun itu adalah kebenaran yang tidak bisa dibantah lagi kalau Rika
menyukai Ashiya, Emi mulai berpikir untuk tidak perlu terlalu peduli dengan
masalah ini.

Jika Emi mempercayai kata-kata Gabriel, begitu mengingat alasannya ingin


menghancurkan Pasukan Iblis, dia mungkin malah akan menyangkal dirinya
yang dulu.

Tapi meski begitu,

"Waktu tidak bisa diputar kembali."

Entah dia disangkal oleh orang lain atau tidak, Emi hanya perlu terus
melangkah ke depan selama dia masih hidup.
Bukankah lebih baik mengatakan, bisa menemukan tujuan lain selain
mengalahkan Raja Iblis, adalah sesuatu yang menggembirakan?

"Kurasa pemikiranku terlalu serius, aku tidak bisa melakukan apa-apa


sekarang. Berpikir acak sebenarnya sama saja dengan istirahat."

Ini adalah situasi di mana Emi bisa melakukan sesuatu dari awal, dan kemudian
melihat apa yang sang waktu rencanakan untuknya.

Setelah Emi memantapkan pikirannya, sebuah suara tiba-tiba terdengar dari


dalam pikirannya.

"Mama, mama, pergi ke rumah sakit di mana Chi nee-chan dirawat adalah
untuk 'bea-sit', apakah itu maksudnya main air bersama?"

(T/N : bea-sit, sebenarnya adalah visit, dalam konteks ini menjenguk atau
mengunjungi, sementara bea berasal dari kata pantai (beach), vi sama bea
hampir sama pelafalannya, jadi Alas Ramus menganggap bea-sit itu semacam
main di pantai)

Sepertinya gadis itu sudah bangun.

Emi mulai khawatir apakah dia bisa menenangkan Alas Ramus dalam keadaan
sibuk seperti ini sambil terus fokus bekerja atau tidak, tapi ketika Emi berpikir
ternyata dia masih bisa mencemaskan hal semacam itu, dia tanpa sadar tertawa.

Bagaimanapun, setelah bekerja hari ini, dia harus mengajari Alas Ramus
tentang makna dari 'kunjungan rumah sakit', dan karena dia juga ingin tahu
tentang situasi kemarin malam, Emi memutuskan untuk mengunjungi Chiho.
Emi berpikir toko manisan apa yang mungkin akan Chiho sukai dalam perjalan
pulang nanti, sambil membuat daftar di dalam pikirannya.

"Senbei! Senbei!!"

Mungkin karena merasakan pikiran Emi, Alas Ramus mulai menagih Senbei.
XxxxX

"Selamat datang kembali Maou-sama, apakah kondisi tubuh Sasaki-san baik-


baik saja?"

Setelah Maou kembali ke Kastil Iblis, dia melihat Suzuno, yang entah kenapa
menunggu di rumah bersama dengan Ashiya.

"Kau kembali, semuanya baik-baik saja kan?"

"Yeah, Chi-chan sudah mendapatkan kembali semangatnya, malahan dia


terlalu energik dan lebih menjurus ke merepotkan. Aku juga baik-baik saja,
kenapa kau tiba-tiba menanyakan ini?"

Meskipun perlakuan kali ini tidak ditujukan langsung kepada Maou atau
Ashiya, Maou yang pergi ke rumah sakit sendirian masih saja membuat Suzuno
khawatir, tapi ketika Suzuno mengingat apa yang terjadi kemarin, dia tidak
berpikir kalau sesuatu akan terjadi kepada Maou.

Jika Suzuno pergi bersama Maou ketika Ashiya sedang berada di rumah, hal
itu pasti akan menyebabkan kesalahpahaman yang tidak perlu, jadi dia hanya
bisa menunggu Maou pulang dengan cemas.

"Ti-tidak ada apa-apa."

Suzuno menjawab dengan samar dan mencoba mengganti topik.

"Oiya, Raja Iblis, Televisi! Televisinya bisa menyala!"

Mengingat kalau Suzuno akan benar-benar merasa tidak senang jika orang lain
berpikir kalau dia sedang khawatir, dia pun dengan sengaja menaikkan volume
TV.

"Which Street's Sunset Are You huh... jadi itu bisa ditonton?"

".... Ya.... bisa."


Reaksi Maou yang dingin dan enteng benar-benar membuat Suzuno merasa
malu karena tidak bisa mengalihkan topik dengan mudah.

"Tidak kusangka, ternyata tak ada banyak reaksi. Kukira kau akan sangat
senang sampai-sampai berteriak keras ke arah matahari terbenam."

Urushihara mengatakannya dengan sebuah tawa, tapi Maou hanya mengangkat


bahunya.

"Itu karena, orang-orang yang tidak tahu aturan itu sudah mengacaukan
kesenangannya di tengah jalan. Huuh, meski itu bagus karena kita bisa
mendapatkan cara lain untuk mengetahui situasi-situasi aneh, mereka
seharusnya tidak cukup bodoh untuk menggunakan cara yang sama dua kali
kan?"

Walau itu adalah TV kecil biasa, tapi itu sudah cukup bagi Kastil Iblis.

"Ah, benar, Ashiya, ini!"

Maou nampak menyadari sesuatu dan melempar sesuatu yang berada di dalam
sakunya ke arah Ashiya.

"Ya? Apa ada sesuatu yang salah?"

Benda yang dilempar oleh Maou ke arah Ashiya adalah sebuah buku rekening
bank.

Ashiya dengan acuh tak acuh membalik isinya, setelah dia menyadari kalau di
entri terbarunya tertulis 'Deposit 50.000', dia pun membelalakkan matanya.

"Ma-Maou-sama? Apa-apaan dengan jumlah deposit ini?"

"Ah, bukankah kita tidak bisa bekerja karena Ooguro-ya tiba-tiba


menghilang?"

Maou membuka kulkas dan mengambil teh gandum yang tersisa dan
meminumnya langsung dari botol PET.
"Memang masih ada waktu sebelum MgRonald kembali buka, tapi karena
Ciriatto sudah kembali ke Dunia Iblis, mungkin saja Barbariccia dan orang-
orang itu akan mengirim dua atau gelombang lagi ke sini. Dalam situasi
terburuk, kita bisa berada dalam bahaya, jadi kupikir bukanlah ide yang bagus
kalau kita bertiga terpisah untuk bekerja part time harian."

Suzuno yang berdiri di samping dan melihat ke arah buku rekening bank
tersebut, juga merasa kaget karena jumlah pemasukan itu benar-benar terlalu
tinggi bagi Kastil Iblis.

"Selain fragmen Yesod, sarung pedang yang Ciriatto bawa juga memiliki
permata lain, jadi aku mengambil beberapa yang terlihat normal dan
menukarnya dengan uang di pegadaian di Shinjuku. Dengan begini kita bisa
mengganti uang yang kita gunakan untuk membeli TV dan kita juga
menggunakannya untuk keperluan rumah tangga sampai bulan depan,
sementara untuk uang sisanya, kau bisa menggunakannya untuk membeli HP."

"Maou-sama...."

Kata-kata Maou membuat Ashiya menganga karena merasa begitu tersentuh.

"Kenapa kau hanya mengambil satu? Jika kau ingin mengambilnya, maka
ambil saja semuanya!"

Pertanyaan Urushihara sangat wajar. Tapi Maou segera membantahnya.

"Coba pikir, jika ada seorang pria berumur 20 tahunan dengan tampang miskin
dan mengenakan UNIxLO, membawa tumpukan permata untuk ditukar dengan
uang, itu pasti akan sangat mencurigakan, iya kan? Jika seseorang mulai
menyelidiki informasi pribadiku, itu akan sangat merepotkan, jadi ini saja
sudah cukup. Dan transaksi dengan nilai yang tinggi juga harus dikenakan
pajak."

Usai menghabiskan teh gandumnya, Maou mencuci botol PET tersebut, setelah
mengisinya dengan teh gandum yang baru dan air, dia pun menaruhnya
kembali ke dalam kulkas.
"Setelah mulai bekerja, Sariel akan menjadi lawan kita, jika sesuatu terjadi,
kita bisa menyeretnya sebagai tempat perlindungan. Sebelum itu, anggap saja
ini sebagai liburan setelah bekerja selama beberapa ratus tahun dan
bersantailah sebentar. Sesuatu tidak bisa disebut pekerjaan jika jadwal kita
terisi penuh."

Setelah mengatakan hal tersebut, Maou mengambil buku manual televisi dan
remotnya, dan usai membandingkan keduanya, dia mulai berlatih
mengoperasikannya dengan kikuk.

Melihat postur Maou yang membungkuk, Suzuno tanpa sadar menggumam,

"..... Sepertinya dia juga memikirkan banyak hal."

Sementara Ashiya, dia sama sekali tidak bereaksi terhadap kata-kata Suzuno
dan hanya diam mematung menatap 'Deposit 50.000' yang tertulis di dalam
buku rekening bank.

XxxxX

"Hai Satou, sepertinya kau sedang senang, apa kau mendapat pekerjaan yang
bagus?"

Setelah Gabriel melihat Satou yang kembali ke warnet 'CYBER@SAFE' di


mana dia sementara tinggal, Gabriel pun menyapanya. Satou yang terlihat
masih meminum teh Oolongnya, mengangkat sebelah tangannya dan
menjawab sambil meminum teh.

"Oh, pria Yunani. Apa kau tahu kalau HP dan televisi mengalami masalah
baru-baru ini?"

"Ah, y-yeah, kurang lebih."


Gabriel yang bisa dianggap sebagai tersangka dalam insiden ini menjawab
dengan sikap yang agak kikuk, Satou yang nampak sedang senang, tidak
merasa terasa terganggu sama sekali.

"Karena insiden itu, berbagai perusahaan telekomunikasi serentak mulai


melakukan perawatan dan pemeriksaan terhadap fasilitas mereka, jadi saat ini
ada begitu banyak lowongan untuk pengendali lalu lintas konstruksi dan
keamanan! Sepertinya aku tidak perlu khawatir tidak akan dapat pekerjaan
untuk dua minggu ke depan!"

"O-oh, bu-bukankah itu sangat bagus?"

"Yeah, meskipun aku merasa kasihan kepada para pegawai di perusahaan


telekomunikasi, tapi tidak hanya bisa makan karena hal ini, aku juga selangkah
lebih dekat dengan impianku, aku bahkan mulai berpikir kalau ini adalah
berkah dari Tuhan untukku karena aku telah bekerja keras."

"Be-begitu ya?"

Bagi Gabriel, dia hanya bisa menjawab seperti itu.

"Lalu, kau sepertinya juga sedang dalam mood yang bagus. Apa kau mendapat
pekerjaan yang bisa menghasilkan uang?"

Satou sepertinya memperlakukan Gabriel sebagai seseorang yang memiliki


situasi yang sama dengannya. Karena hal ini tidak akan menimbulkan masalah
apapun, Gabriel tidak berniat untuk membenarkannya, meski begitu, Satou
terkadang bisa melihat pikiran Gabriel dengan visi yang secara mengejutkan,
benar-benar sangat bagus.

"Yeah, meskipun ini tidak ada kaitannya dengan menghasilkan uang atau
tidak....tapi...."

Tubuh besar Malaikat Agung itu berdiri di sebelah Satou, dan seperti Satou,
dia menuangkan teh Oolongnya, lalu tersenyum kecil di saat yang bersamaan.

"....mungkin rekan yang bisa menyelamatkan dunia akan segera muncul."


"Hah? Apa itu pekerjaan yang mengharuskan kita berdandan seperti maskot
dan melakukan pertunjukan atau semacamnya?"

Satou terlihat bingung karena tidak bisa memahami kata-kata Gabriel.

Mata merah Gabriel mengamati reaksi Satou, dan di saat yang bersamaan,
memberikan ekspresi seperti anak kecil yang seolah-olah sedang menikmati
sebuah gurauan.

~Selesai~
Catatan Pengarang

Landmark Jepang yang baru, yaitu Tokyo Skytree, telah melampaui ketinggian
333 meter milik seniornya Tokyo Tower pada akhir Maret 2010, dan dek
observasinya diselesaikan hanya dalam waktu 3 bulan kemudian. Semenjak
tinggi Tokyo Skytree menjadi 634 meter setahun kemudian, pada bulan Maret
2011, itu berarti tower ini telah tumbuh 300 meter hanya dalam waktu satu
tahun. Jepang memang luar biasa. Skytree juga berkembang dengan sangat
baik!

Dan setelah itu, selain beberapa area, Jepang akan sepenuhnya memasuki era
televisi digital pada bulan Juli 2011.

Ketika buku ini sampai pada tangan pembaca, itu seharusnya sudah lewat Juni
2012, pada waktu itu, bukan hanya televisi digital telah tersiar selama satu
tahun, bahkan Tokyo Skytree pun akan segera beroperasi secara resmi. Waktu
benar-benar berlalu dengan sangat cepat.

Wagahara, dalam berbagai bagian, memang terlalu berlebihan dalam


membual...

"Bagi dunia Hataraku Maou-sama, gambaran sebenarnya dari Jepang harus


diikutsertakan!"

Tapi sehubungan dengan Jepang di mana Maou, Emi, dan yang lainnya tinggal
dalam seri ini, adapun untuk tahun Jepangnya tidak memiliki setting yang
konkrit.

Setelah mengetahui proses perkembangan Skytree sebelumnya, menilai


beberapa kejadian yang terjadi dalam 'Hataraku Maou-Sama 5', dan
membandingkannya dengan situasi di dunia nyata, itu bisa dipastikan kalau
setting waktu dalam seri ini adalah bulan Agustus 2010.

Akan tetapi.....
Yang bisa menyangkalnya adalah, jika latar belakang semenjak volume
pertama ditelusuri, maka bisa diketahui kalau berbagai kejadian yang terjadi di
sekitar Maou dan yang lainnya berlangsung pada musim panas 2010,
kebanyakan dari mereka adalah situasi yang mustahil.

Setiap kali aku menulis berbagai volume, aku akan membayangkan situasi
pada waktu itu, ditambah lagi sebelum aku menulis untuk Dengeki, aku sudah
menulis banyak sekali cerita yang berbeda di internet menggunakan nama yang
berbeda, yang kemudian menjadi pondasi untuk seri ini, dan sebagian juga
karena saat aku mengerjakannya, sebenarnya adalah periode sebelum
dimulainya pembangunan Tokyo Skytree, jadi banyak inkonsistensi mulai
terjadi antara dunia di seri dan apa yang sebenarnya terjadi di kehidupan nyata.

Tentu saja, karena ini adalah novel, kita bisa mengabaikan kesalahan ini dan
mengatakan 'ayolah, jangan memikirkan hal-hal kecil seperti ini', namun ini
bukanlah masalah utamanya, semenjak tahun di dalam seri sudah bisa ditebak,
maka seluruh karakter yang berhubungan dengan seri ini akan menghadapi
suatu masalah.

Di volume pertama, Pahlawan Emilia dan temannya, Suzuki Rika, pernah


menyebutkan kejadian tak terlupakan yang terjadi pada tahun 1995 di Jepang.

Meskipun seharusnya dia tidak lupa, tapi menyusahkan dia dengan membawa
ingatan yang begitu menyakitkan, benar-benar mencerminkan apa yang
dikatakan oleh salah satu teman Wagahara.

Asumsikan saja kalau Jepang dimana Maou dan Emilia tinggal benar-benar
merefleksikan Jepang pada bulan Agustus 2010.

Lalu tujuh bulan kemudian, sesuatu yang akan meninggalkan sebuah tanda di
dalam sejarah dunia terjadi. Dan meskipun kita menunggu sampai buku ini
dipublikasikan, ingatan ini sekaligus pengaruhnya, seharusnya tidak akan
memudar ataupun berkurang.
Jadi Wagahara, sebagai seorang pengarang, yang menggunakan Suzuki Rika
sebagai peran pengingat untuk memperkaya seri ini akan mengatakan sesuatu
kepada semua pembaca....

Mulai sekarang, dunia di dalam seri Hataraku Maou-Sama, tidak peduli apapun
metodenya, tidak akan pernah menggunakan gempa besar yang terjadi di
Jepang bagian Timur sebagai elemen untuk membangun cerita.

Karena Hataraku Maou-Sama adalah sebuah cerita, maka cerita ini pasti akan
berakhir suatu hari nanti.

Meskipun tidak diketahui seberapa jauh dunia di dalam seri ini akan
berkembang dari 'apa yang orang pikir adalah periode Agustus 2010', dan
bahkan tidak bisa dipastikan apakah orang-orang ini akan tetap tinggal di
Jepang, namun tidak peduli apa yang terjadi, di dalam realitas Jepang dari
cerita Hataraku Maou-Sama, gempa bumi besar yang terjadi di Jepang bagian
Timur itu tidak akan pernah terjadi.

Tentu saja, ini bukan berarti membandingkan keseriusan insiden ini dengan
gempa bumi Kobe yang disebutkan dalam seri ini.

Tapi entah itu 'catatan' atau 'sejarah', gempa bumi di Jepang bagian Timur
adalah masalah yang dimiliki oleh 'saat ini', dan itu masih jauh dari periode
dimana kita bisa memburu ingatan itu, termasuk yang baik ataupun yang buruk,
bagi novel yang menganggap waktu luang sebagai hal yang paling penting, aku
secara pribadi menilai kalau ini bukanlah bahan yang bisa digunakan dengan
begitu enteng.

Jepang yang muncul dalam seri Hataraku Maou-Sama adalah Jepang modern
dimana insiden sial masih akan terus terjadi setelah gempa Kobe, di mana
tinggi Tokyo Skytree akan melampaui Tokyo Tower, Jepang yang akan
sepenuhnya memasuki era televisi digital, dimana rasio pemasaran HP yang
dikuasai oleh Slimphone akan mulai meningkat, dan tempat di mana Raja Iblis
dan Pahlawan perlu bekerja agar bisa makan, selain itu, tidak ada hal lain lagi.
Meskipun ini hampir mirip dengan Jepang yang sesungguhnya di hadapan
pembaca, tapi sejarah yang menandai Jepang di sini adalah sesuatu yang hanya
ada dalam cerita.

Oleh sebab itu, setelah hari ini, cerita ini akan berlanjut dalam situasi di mana
setting waktu sebenarnya dari dunia dalam cerita adalah tidak diketahui. Tapi
seperti yang telah disusun, usia dari karakter yang muncul masih akan
bertambah, dan karena ini adalah sesuatu yang terjadi sebelum dimulainya era
televisi digital, jadi masih akan ada setting yang berkaitan dengan era tersebut,
meski begitu, dunia tempat mereka tinggal, sejarahnya hanya menjadi milik
mereka, dan jika pembaca yang membeli buku ini juga bisa melindungi periode
sejarah ini, itu akan sangat hebat.

Cerita kali ini, tidak ada hubungannya dengan apa yang pengarang katakan
secara pribadi di depan, ini adalah cerita tentang Raja Iblis dan kawan-kawan
yang bekerja keras setiap hari demi bisa memakan sesuatu yang enak, dan
menggunakan kesempatan dari waktu luang mereka yang langka untuk sedikit
berbelanja.

Meskipun tidak masalah apakah kau memilikinya atau tidak, tapi memiliki
benda semacam ini bisa memperluas pandangan seseorang. Aku juga seorang
manusia biasa, jadi dibandingkan membeli kebutuhan sehari-hari yang
sederhana dan merawat mereka dengan baik, itu akan lebih baik meletakkan
berbagai benda dengan acak di dalam kamar dan membiarkan mereka berdebu.

Bagaimanapun, karena Emi juga merasa terkejut, mungkin ini waktunya untuk
membantu orang-orang itu membeli futon.

Di sini, aku sangat menantikan untuk bisa bertemu kalian yang akan membeli
volume berikutnya, dan sehubungan dengan kata-kata kasar yang diucapkan
oleh si Jenderal tak berguna, aku akan meminta maaf yang sebesar-besarnya
kepada setiap orang di seluruh dunia yang terlibat dalam olahraga sebagai
kesimpulan akhir dari catatan ini.

Sampai jumpa!

Anda mungkin juga menyukai