Anda di halaman 1dari 4

"Dia ini siapakah?

" A Mei bertanya tanpa mengalihkan pandang matanya dari wajah


pucat itu sambil didalam hatinya menduga-duga dan menanti jawaban yang diharapkan
dari suaminya karena pertanyaan itu sesungguhnya diajukan kepada suaminya.

Akan tetapi sebelum Go Tong menjawab, tiba-tiba Sia Li membentak, "Manusia-manusia


busuk! Kubunuh engkau!" Dan dia sudah meloncat ke depan dan menyerang A Mei dengan
pukulan yang dahsyat.

"He,! Jangan begitu...!!" Cung Bun berteriak mencegah, namun terlambat karena Sia
Li sudah menyerang dengan cepatnya.

Sedangkan para penghuni Pulau Salju Abadi, termasuk Go Hong dan Kaisar Go Tong
sendiri, hanya memandang dengan tenang-tenang saja!

"Wuutttt...! Plak-plak...!" tubuh Sia Li terpelanting ketika pukulannya tertangkis


oleh A Mei dan wanita ini sudah menampar pundaknya sebagai serangan balasan.

Hal ini membuat Sia Li yang memang belum sadar benar itu makin marah. Dengan nekat
dia melompat bangun dan menerjang lagi, namun Kaisar Go Tong sudah mendahuluinya
menotok pundaknya sambil berkata, "Tenanglah, Nona,"

Sia Li kembali roboh, akan tetapi tubuhnya disambar oleh Go Tong. Ternyata dia
telah ditotok lemas. Dengan lambaian tangan, Kaisar muda itu memanggil empat orang
wanita pelayan yang kelihatan tangkastangkas.

"Dia sedang sakit, ingatannya tidak sewajarnya." Ucapan ini ditujukan kepada
istrinya yang memandang marah.

Mendengar ini A Mei mengangguk-angguk dan kemarahan di wajahnya berubah menjadi


iba. "Bawa dia ke kamar tamu dan rawat dia baik-baik," kata A Mei kepada empat
orang pelayan itu yang segera menggotong tubuh Sia Li pergi dari situ.

Barulah Kaisar Go Tong kini mempedulikan sambutan resmi dari para pangeran muda dan
pasukan penghormatan. Tadi dia seolah-olah menganggap mereka semua itu seperti
patung belaka, lalu langsung diantar ke kamar ayahnya, Sang Kaisar tua yang sedang
sakit dan yang telah lama menanti kedatangan puteranya ini. Sedangkan Cung Bun
langsung diajak oleh Go Hong ke bagian istana di mana dia dan ibunya tinggal, yaitu
di bagian kiri istana besar.

Tepat seperti telah diduga oleh semua penghuni Pulau Salju Abadi, tiga hari setelah
pulangnya Kaisar Muda Go Tong, Kaisar tua meninggal dunia setelah sempat
menyaksikan Go Tong dinobatkan menjadi penggantinya, merajai Pulau Salju Abadi
dalam upacara yang amat sederhana. Dapat dibayangkan betapa tidak puas dan
penasaran rasa hati para pangeran muda yang membenci Go Tong karena usaha mereka
memanaskan hati mendiang ayah mereka tentang keadaan Go Tong tidak dipedulikan oleh
Kaisar tua itu.

Untuk memberontak secara terang-terangan, tentu saja mereka tidak berani karena di
dalam pulau itu, pada waktu itu Go Tong merupakan orang yang paling sakti. Maka,
mereka itu hanya diam saja, biar pun tidak pernah lengah barang sehari pun untuk
mencari peluang dan kesempatan yang baik untuk menjatuhkan Go Tong, atau lebih
tepat lagi, menjatuhkan A Mei yang mereka anggap sebagai biang keladi dari
penyelewengan Go Tong dari kebiasaan keluarga Kaisar di Pulau Salju Abadi!

Setengah bulan kemudian, berkat perawatan yang baik dari A Mei dan para pelayan,
juga dengan pengobatan tusuk jarum oleh Kaisar Go Tong sendiri, ditambah obat-
obatan berupa daun-daun yang dicari para anak buah Pulau Salju Abadi atas petunjuk
Cung Bun, gangguan ingatan yang diderita oleh Sia Li menjadi sembuh.
Pada suatu pagi, wanita yang bernasib malang ini duduk seorang diri di dalam taman
istana, taman yang bukan berisi bunga-bunga hidup, melainkan terisi ukir-ukiran
bunga dari batu-batu beraneka warna, dihias salju dan patung patung kayu. Sudah
berhari-hari dia duduk di taman ini dan didiamkan saja karena menurut Kaisar Go
Tong, wanita malang ini harus dibiarkan pulih kembali ingatannya dan tidak boleh
diganggu. Namun, diam-diam dia sendiri melakukan pengawasan karena entah bagaimana,
makin lama dia menjadi tertarik dan tahu bahwa dia jatuh hati kepada gadis ini!

Tiba-tiba Sia Li melompat bangun karena mendengar gerakan di belakangnya. Sebagai


seorang hali silat kelas tinggi, sedikit suara saja cukup membuat dia siap waspada.
Ketika dia membalik, dia melihat Go Tong yang berdiri di situ sambil memandangnya
dengan senyum ramah. Sia Li yang kini sudah sembuh sama sekali, memandang penuh
keheranan lalu menegur, "Siapakah engkau? Dan mengapa engkau bisa berada di tempat
aneh ini?"

Melihat sikap gadis ini dan mendengar pertanyaan-pertanyaan itu, legalah hati
Kaisar Go Tong. Sikap dan kata-kata itu sudah cukup membuktikan bahwa Sia Li telah
sembuh sama sekali, telah kembali kepada keadaan sebelum mengalami tekanan batin
hebat, maka tentu saja tidak mengenalnya dan tidak mengerti mengapa dan bagaimana
bisa berada di pulau itu.

"Nona, girang hatiku mendapat kenyataan bahwa Nona telah sembuh dari lupa ingatan
yang Nona derita belasan hari ini."

"Lupa ingatan? Sekaranglah aku kehilangan ingatan karena aku tidak mengenal engkau
dan tidak tahu mengapa dan bagaimana aku bisa berada di tempat ini."

"Memang begitulah. Tadinya Nona lupa ingatan, dan baru sekarang Nona sadar sehingga
Nona lupa lagi apa yang Nona telah alami selama belasan hari ini. Sungguh aku ikut
merasa berduka dan terharu akan nasib Tiga Belas Pendekar Bintang Laut yang amat
malang...."

Tiba-tiba wajah itu menjadi merah sekali dan kemudian berubah pucat. "Kau... kau
tahu apa yang terjadi kepada kami...?"

Kaisar Go Tong tersenyum dan memandang wajah yang mengguncangkan hatinya itu dengan
senyum mesra. �Tentu saja, Nona. Aku dan muridkulah yang mengubur jenazah dua belas
orang senior-mu. Aku dan muridku pula yang menolong membawamu ke sini kemudian
mengobatimu sehingga sembuh hari ini. Aku adalah Kaisar Go Tong, raja pulau ini dan
kau berada di Pulau Salju Abadi."

Mata yang indah ini terbelalak. "Apa...? Di... di Pulau Salju Abadi...? Dan aku
telah mendengar nama besar Kaisar Go Tong...."

"Sekarang telah menjadi Kaisar Go Tong, raja sebuah pulau kecil tak berarti, Nona.
Aku belum mengetahui namamu karena selama ini kau tidak menyebut namamu."

Sia Li menjatuhkan diri berlutut dan menahan isaknya. �Saya menghaturkan banyak
terima kasih atas pertolongan Paduka, dan maafkan kalau saya tidak mengenal
penolong saya. Saya bernama Sia Li, orang termuda Tiga Belas Bintang Laut, dan...
kalau paduka menaruh kasihan kepada saya, saya ingin segera pergi dari sini...,
sekarang juga...."

"Nona Li, aku adalah seorang yang tidak bisa menyimpan rahasia hati. Ketahuilah,
semenjak pertama kali melihatmu dan melihat penderitaanmu, timbul rasa iba dan
sayang di dalam hatiku. Karena itu, kalau kiranya engkau suka, aku akan merasa
berbahagia sekali kalau Nona mau tinggal di dalam istanaku ini sebagai seorang
istriku, istri yang ke dua."
Sia Li terkejut sekali. Dia telah berhutang budi kepada raja ini, dan sekarang raja
ini secara demikian terus terang menyatakan cintanya dan ingin mengambil dia
sebagai isteri! Dia menjadi isteri Kaisar? Dia yang telah dinodai oleh Pengemis
Delapan Dewa?

"Tidak! Maaf... saya... saya harus pergi sekarang juga. Hanya satu tujuan hidup
saya, dan Paduka tentu tahu... yaitu untuk membunuh Pengemis Delapan Dewa."

Go Tong mengangguk-angguk. "Aku mengerti dan aku sudah menduga bahwa seorang dara
perkasa seperti engkau tentu saja tidak akan mau menerima tawaranku dan tidak
mungkin aku mengharapkan seorang dara seperti Nona akan jatuh cinta begitu saja
kepadaku. Akan tetapi aku pun tidak terlalu mengharapkan yang jenius. Aku jatuh
cinta kepadamu, Nona. Adanya aku berani meminangmu secara terang-terangan, karena
aku yakin Nona akan menerimanya berdasarkan cita-cita tunggal Nona itulah.
Bagaimana mungkin Nona akan membalas dendam kepada Pengemis Delapan Dewa, sedangkan
Tiga Belas Bintang Laut saja tidak mampu mengalahkannya? Akan tetapi kalau engkau
menjadi istriku, hemmm...soal membalas dendam kepada Pengemis Delapan Dewa sama
mudahnya dengan membalikan telapak tangan."

Ucapan ini berkesan mendalam, membuat Sia Li termangu-mangu. Dia bukan gadis lagi
dan tidak mungkin dia menjadi istri orang. Setelah berhasil membalas dendam, hanya
kematianlah yang akan mengakhiri noda yang dideritanya. Akan tetapi, menjadi istri
kedua Kaisar Go Tong yang sakti, lain lagi halnya. Apa lagi kalau orang sakti itu
sendiri sudah tahu akan keadaanya.

"Apakah... apakah Paduka akan mengajarkan ilmu kesaktian kepada saya?� tanyanya dan
kini dia mengangkat muka, memandang Kaisar itu. Diam-diam ia harus mengakui bahwa
laki-laki ini gagah dan tampan, sungguh pun usianya tentu tidak kurang dari empat
puluh tahun.

"Terserah kepadamu. Kalau engkau suka memenuhi hasrat hatiku yang ingin
memperistrimu, maka kau memiliki dua pilihan. Kau boleh menghendaki dalam waktu
pendek saja aku dapat menangkap musuhmu itu dan menyeretnya kedepan kakimu, atau
engkau boleh mempelajari ilmu dan aku berani tanggung bahwa selama setahun saja
engkau akan mengalahkan musuhmu itu."

"Be...benarkah itu?"

"Nona Sia Li, Go Tong bukan orang yang biasa membohong, pula aku tidak ingin
mendapatkan dirimu dengan jalan membohong. Aku telah bicara terus terang dan andai
kata engkau menolak sekali pun, aku tidak akan memaksamu. Sekarang juga, kalau
engkau menolak, akan kusediakan perahu untukmu. Nah, engkau yang memutuskan."

Tentu saja timbul keraguan hebat didalam hati Sia Li. Dia mengerti betapa lihainya
Pengemis Delapan Dewa. Tentu saja ia dapat pergi ke Bintang Laut dan melaporkan
malapetaka yang menimpa mereka kepada gurunya, ketua Bintang Laut, Ti Han. Akan
tetapi gurunya sudah tua sekali, dan belum tentu gurunya mau mencampuri urusan
dunia, biar pun murid-muridnya terbunuh sekali pun.
Mengandalkan para saudara seperguruan, agaknya juga akan sukar mengalahkan Pengemis
Delapan Dewa. Yang terutama sekali memperberat hatinya adalah, kalau dia pergi ke
Bintang Laut, tentu semua orang akan tahu tentang malapetaka yang menimpa dirinya,
bahwa dia telah diperkosa oleh Pengemis Delapan Dewa. Ke mana dia akan menaruh
mukanya kalau semua orang mengetahuinya akan hal itu? Sebaliknya, kalau dia berada
di Pulau Salju Abadi, selain tak seorang pun akan tahu tentang hal yang memalukan
itu, juga dia akan mempunyai kesempatan besar untuk melakukan balas dendam itu!

Akan tetapi, benarkah pria di depannya ini akan mampu mengajarnya sehingga dalam
waktu setahun dia akan lebih pandai dari Pengemis Delapan Dewa? Dia tidak akan puas
kalau tidak dapat membunuh jembel iblis itu dengan tangannya sediri. Biar pun dia
sudah banyak mendengar nama besar putra mahkota dari Pulau Salju Abadi yang kini
menjadi Kaisar itu, namun bagaimana dia dapat membuktikan kesaktiannya? Apakah
orang ini lebih lihai dari gurunya dan terutama sekali, lebih lihai dari Pengemis
Delapan Dewa?

Perlahan-lahan Sia Li bangkit berdiri dan sejenak memandang kepada Go Tong yang
juga sedang memandangnya. Keduanya berpandangan dan akhirnya Sia Li berkata, "Saya
ingin sekali dapat membalas dendam dengan tangan saya sendiri. Akan tetapi,
bagaimanakah saya dapat yakin bahwa dalam setahun saya dapat belajar di sini dan
menangkan iblis itu?"

Go Tong tersenyum dan mengeluarkan sebatang pedang dari balik jubahnya. "Inilah
pedang yang kutemukan ketika aku dan muridku menolongmu."

Sia Li menerima pedang itu dan air matanya turun bertitik, akan tetapi segera
dihapusnya. Itulah Pedang Mawar Merah, pedang dari Senior tertua-nya!

"Engkau meragu, baiklah. Sekarang kau pergunakan pedangmu dan kau serang aku untuk
menguji apakah aku dapat melatihmu selama setahun sehingga kau lebih lihai dari
Pengemis Delapan Dewa."

Sia Li menimang-nimang Pedang Mawar Merah di tangannya. Pengemis Delapan Dewa telah
dikeroyok oleh dia dan dua belas orang senior-nya. Mereka telah mainkan ilmu
bintang laut, bahkan telah membentuk barisan Bintang Laut ketika mengeroyok kakek
Dewa itu, namun akhirnya mereka semua kalah, sungguh pun sejenak kakek itu sempat
terdesak. Kini kalau hanya dia seorang diri menyerang Kaisar ini, mana bisa dipakai
ukuran apakah dia lebih lihai dari Pengemis Delapan Dewa?

"Nona, jangan ragu-ragu. Percayalah, kalau engkau benar rajin belajar, dalam waktu
setahun engkau pasti akan dapat mengalahkan dia. Tapak Darah dan Tongkat Delapan
Dewa dari kakek itu sebetulnya kosong saja," kata raja itu, seolah-olah dapat
membaca isi hati Sia Li.

Dara itu terkejut, kemudian mengambil keputusan untuk menguji orang ini sebelum dia
menyerahkan dirinya yang sudah ternoda itu menjadi istrinya sebagai penebus latihan
ilmu untuk membalas dendam. "Baiklah, saya akan menguji kepandaian Paduka, harap
Paduka bersiap dan mengeluarkan senjata."

"Ha-ha-ha, Pengemis Delapan Dewa membutuhkan tongkatnya dan pukulan beracunnya


untuk mengalahkan kalian, akan tetapi aku cukup menggunakan ini." Dia meraih ke
bawah dan tangannya sudah membentuk batu karang sedemikian rupa sehingga batu
karang itu berbentuk panjang seperti pedang!

Anda mungkin juga menyukai