Anda di halaman 1dari 27

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberadaan Negara Indonesia tidak dapat dipisahkan dari peristiwa

Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, karena melalui peristiwa

proklamasi tersebut bangsa Indonesia melalui Soekarno Hatta yang

merupakan presiden pertama Indonesia menyatakan kepada dunia luar atau

bangsa lain bahwa sejak saat itu telah muncul negara baru yaitu Negara

Kesatuan Republik Indonesia. Pada masa itu para pendiri bangsa sepakat

memilih bentuk negara kesatuan karena bentuk negara kesatuan itu

dipandang paling cocok bagi bangsa Indonesia yang memiliki berbagai

keanekaragaman, untuk mewujudkan paham negara persatuan yaitu negara

yang hendak mengatasi segala paham individu atau golongan dan negara

demi mengutamakan kepentingan umum. Untuk membuktikan apakah benar

Indonesia adalah negara kesatuan atau tidak, bisa dilihat dari Pasal 1

Undang-Undang Dasar 1945 (UUD ’45) yang menyatakan bahwa Negara

Indonesia ialah negara kesatuan.

Menurut C.F Strong negara kesatuan ialah bentuk negara dimana

wewenang legislatif tertinggi dipusatkan dalam satu badan legislatif

nasional/pusat. Kekuasaan terletak pada pemerintah pusat dan tidak pada

pemerintah daerah. Pemerintah pusat mempunyai wewenang untuk

menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada daerah berdasarkan hak


2

otonomi, tetapi pada tahap terakhir kekuasaan tertinggi tetap berada di

tangan pemerintah pusat. Jadi apabila suatu daerah memiliki wewenang

untuk membuat peraturan bagi daerahnya sendiri, itu tidak berarti bahwa

daerah tersebut berdaulat, sebab pengawasan dan kekuasaan tertinggi masih

tetap terletak di tangan pemerintah pusat sehingga dengan demikian maka

kedaulatannya tidak terbagi. Ciri utama negara kesatuan adalah supremasi

parlemen pusat dan tiadanya badan - badan lain yang berdaulat.

Sebagai negara yang hanya memiliki satu pemerintah pusat yang

mengatur seluruh daerahnya, negara kesatuan dapat dibedakan menjadi dua

macam sistem, yaitu:

Sistem Sentralisasi

Negara kesatuan sistem sentralisasi adalah bentuk negara dimana

pemerintahan pusat memiliki kedaulatan penuh untuk menyelenggarakan

urusan pemerintah dari pusat hingga daerah, termasuk segala hal yang

menyangkut urusan pemerintahan daerah. Pemerintah daerah hanya bersifat

pasif dan menjalankan perintrah dari pemerintah pusat. Singkatnya

pemerintah daerah hanya sebagai pekaksana belaka.

Contoh: Negara yang menerapkan sistem ini adalah Jerman pada masa

Hitler.

Sistem Desentralisasi

Negara kesatuan sistem desentralisasi adalah bentuk negara dimana

pemerintahan pusat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam negara

memberikan sebagian kekuasaannya kepada daerah untuk mengatur dan


3

mengurus rumah tangganya sendiri. Keikut sertaan daerah untuk mengatur

dan mengurus rumah tangganya sendiri di sebut hak otonom.

Dalam sistem pemerintahan ini daerah membuat peraturan yang sesuai

dengan kondisi daerahnya, asal peraturan itu tidak bertentangan dengan

peraturan diatasnya. Pemerintah pusat tidak lagi memegang kekuasaan

seluruh urusan pemerintahan, melainkan hanya urusan urusan pokok saja,

seperti urusan pemerintahan umum, politik, keuangan dan hubungan luar

negeri.

Contoh: Negara yang menerapkan sistem ini adalah Indonesia

berdasarkan ketentuan Pasal 18 UUD’45

Pasal 18, 18A dan 18B memberikan landasan konstitusional bagi

pelaksanaan desentralisasi yang menekankan pada asas otonomi, tugas

pembantuan dan penekankan pada pengakuan kekhususan dan keistimewaan

satuan  satuan pemerintah, hingga akhirnya Pasal 18 UUD’45 kemudian

melahirkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah . Berdasarkan Pasal 18B ayat (1) UUD’45, disebutkan bahwa,

”Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintah daerah

yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-

undang”

Otonomi adalah sebuah tatanan ketatanegaraan

(staatsrechtelijk), bukan hanya tatanan administrasi Negara

(administratiefrechtelijk). Sebagaimana tatanan ketatanegaraan, otonomi

berkaitan dengan dasar-dasar bernegara dan susunan organisasi Negara.


4

Paling tidak, ada dua arahan dasar susunan ketatanegaraan dalam

perumahan Indonesia merdeka yaitu demokrasi dan penyelenggaraan negara

berdasarkan atas hukum. Otonomi bukan sekedar pemencaran

penyelenggaraan pemerintahan untuk mencapai efesiensi dan efektivitas

pemerintahan. Otonomi mengandung arti jumlah atau besarnya tugas,

kewajiban, hak dan wewenang serta tanggung jawab urusan-urusan

pemerintahan yang diserahkan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah

Daerah otonomi untuk menjadi isi rumah tangga Daerah. Otonomi daerah

terkandung unsur kemampuan untuk mewujudkan apa-apa yang menjadi

tugas, hak dan wewenang serta tanggung jawabnya memperhatikan,

mengurus dan mengatur rumah tangga daerah sendiri. Dalam bagian

terdahulu telah dikemukakan beberapa cara untuk mengukur kemampuan

termaksud. Otonomi daerah itu juga merupakan bagian dari pembagian

tugas penyelenggaraan kepentingan umum antara pemerintah pusat dan

pemerintah daerah.Dilihat dari segi ini unsur kemampuan harus ada pada

pihak yang membagi dan yang menerima bagian tugas, artinya kemampuan

jajaran pemerintah pusat juga harus turut diperhitungkan karena akan

mempengaruhi pelaksanaannya.

Perbedaan utama dan mendasar dari otonomi khusus dan otonomi

biasa terletak pada letak kewenangan pemerintahannya dimana terdapat

beberapa ketentuan yang sangat berbeda antara otonomi biasa dan otonomi

khusus sesuai dengan keistimewaan daerahnya, hal ini didasari karena

otonomi khusus menitikberatkan pemberian kewenangan khusus demi


5

aspirasi dan hak-hak masyarakat setempat sedangkan otonomi biasa lebih

berlaku umum. Di bawah ini akan terlihat perbedaan mendasar antara

kewenangan – kewenangan yang dimiliki pemerintahan daerah terhadap

otonomi biasa yang dimiliki daerahnya, dengan pemerintah daerah terhadap

otonomi khusus yang dimiliki daerahnya.

Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis meneliti secara mendalam

tentang Perbandingan Administrasi Pemerintahan Pada Daerah Otonomi

Khusus Dan Otonomi Daerah, yang dianggap memiliki kekhususan

tersendiri sehingga otonomi pemerintahan pada daerah tersebut berbeda

dengan pemerintahan pada daerah lain.

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah Perbandingan Administrasi Pemerintahan Pada Daerah

Otonomi Khusus Dan Otonomi Daerah

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Untuk megetahui tentang bagaimana Perbandingan Administrasi

Pemerintahan Pada Daerah Otonomi Khusus Dan Otonomi Daerah.

Berdasarkan uraian diatas, maka hasil penelitian diharapakan

bermanfaat bagi:

1. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini di harapkan dapat menambah pengetahuan

tentang bagaimana Perbandingan Administrasi Pemerintahan Pada

Daerah Otonomi Khusus Dan Otonomi Daerah.

2. Bagi Peneliti Selanjudnya


6

Sebagai bahan referensi bagi peneliti yang berminat meneliti

tentang Perbandingan Administrasi Pemerintahan Pada Daerah

Otonomi Khusus Dan Otonomi Daerah.

D. Sitimatika Penulisan

Sistematika penulisan Proposal skripsi ini , sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Berisi tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan

dan Kegunaan Penelitian, dan Sistematika Penulisan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Berisi tentang Grand Teori, Teori Penunjang, dan Kerangka Pikir

BAB III METODE PENELITIAN

Berisi tentang Tempat dan Waktu Penelitian, Jenis Penelitian,

Populasi dan Sampel, Teknik Pengumpulan Data, dan Teknik Analisis

Data

DAFTAR PUSTAKA
7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Grend Teori ( Teori Perbandingan )

Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia disebutkan bahwa

perbandingkan berasal dari kata banding yang berartipersamaan, selanjutnya

membandingkan mempunyai arti mengadu dua hal untuk diketahui

perbandingannya. Perbandingan diartikan sebagai selisih persamaan

(Bambang Marhiyanto; 57). Kata perbandingan berasal dari kata banding,

yang artinya timbang yaitu menentukan bobot dari sesuatu obyek atau

beberapa obyek. Dengan demikian kata perbandingan dapat disamakan

dengan kata pertimbangan yaitu perbuatan menentukan bobot sesuatu atau

beberapa obyek dimana untuk keperluan tersebut obyek atau obyek-obyek

disejajarkan dengan alat pembandingnya. Jadi dapatlah disimpulkan bahwa

perbandingan adalah perbuatan menyejajarkan sesuatu atau beberapa

obyek dengan alat pembanding. Dari perbandingan ini dapat diperoleh

persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan dari obyek atau obyek-

obyek tadi dengan alat pembandingnya atau dari obyek yang satu dengan

obyek yang lainnya. Dalam kaitannya dengan pemerintahan, tentu saja

obyek yang diperbandingkan itu adalah pemerintahan dari suatu negara

(bangsa) tertentu dengan negara (bangsa) yang lain. Contohnya,

membandingkan pemerintahan negara Amerika Serikat dengan negara

Inggris.
8

Menurut Sjachran Basah (1994: 7), perbandingan merupakan suatu

metode pengkajian atau penyelidikan dengan mengadakan perbandingan di

antara dua objek kajian atau lebih untuk menambah dan memperdalam

pengetahuan tentang objek yang dikaji. Jadi di dalam perbandingan ini

terdapat objek yang hendak diperbandingkan yang sudah diketahui

sebelumnya, akan tetapi pengetahuan ini belum tegas dan jelas.

Dalam persepktifilmu hukum, perbandingan menjadi sesuatu yang

berbeda dengan ilmu-ilmu lain. Menurut Suarjati Hartono, (1991: 26),

pengertian perbandingan tidak ada definisi khusus baik dari segi undang-

undang, literatur maupun pendapat para sarjana, namun perbandingan itu

hanyalah merupakan suatu metode saja, sehingga dapat diambil dari ilmu

sosial-sosial lainnya. Namun terdapat dua paham tentang perbandingan

hukum, yaitu ada yang menganggap sebagai metode penelitian belaka dan

ada juga yang menganggap sebagai suatu bidang ilmu hukum yang mandiri.

Dalam analisa perbandingan biasanya melalui tiga tahap yaitu: tahap

pertama merupakan kegiatan dikriptif untuk mencari informasi, tahap kedua

memilah-milah informasi berdasarkan klasifikasi tertentu, dan tahap ketiga

menganalisa hasil pengklasifikasian itu untuk dilihat keteraturan dan

hubungan antara berbagai variabel. Studi perbandingan bisa memberikan

kepada kita perspektif tentang lembaga-lembaga, kebaikan dan keburukan

dan apa yang memyebabkan lembaga-lembaga itu terbentuk. (Mochtar

Mas’oed ; 2008; 26-29)


9

Dari pengertian tersebut dapat diartikan bahwa perbandingan adalah

membandingkan dua hal/lembaga untuk diketahui perbedaan dan persamaan

kedua lembaga melalui tahap-tahap tertentu.

B. Teori Penunjang

1. Teori Pemerintahan

Pengertian pemerintahan menurut Inu Kencana Syafiie(2005:20)

adalah pemerintahan berasal dari kata pemerintah, yang paling sedikit

kata ”perintah” tersebut memiliki empat unsur yaitu: ada dua pihak yang

terkandung, kedua pihak tersebut saling memiliki hubungan, pihak yang

memerintah memiliki wewenang, dan pihak yang diperintah memiliki

ketaatan.

Sedangkan secara etimologi, menurut S. Pamudji (1993:3),

pemerintahan berasal dari perkataan pemerintah, sedangkan pemerintah

berasal dari perkataan perintah. Selanjutnya dia menjelaskan bahwa:

perintah adalah perkataan yang bermaksud menyuruh melakukan sesuatu;

pemerintah adalah kekuasaan memerintah sesuatu negara (daerah-daerah)

atau badan yang tertinggi yang memerintah sesuatu negara (seperti

kabinet merupakan suatu pemerintah); pemerintahan adalah perbuatan

(cara, hal, urusan dan sebagainya) memerintah.

Strong dalam Ermaya Suradinata (1999:15) menyebutkan bahwa

pemerintah dalam arti luas adalah mempunyai kewenangan untuk

memelihara kedamaian dan keamanan negara ke dalam maupun keluar.

Oleh karenaya pertama, ia harus mempunyai kekuatan-kekuatan tentara


10

atau kemampuan untuk mengendalikan angkatan perang, Kedua, ia harus

mempunyai kekuatan legislatif dalam arti membuat undang-undang.

Ketiga, ia harus mempunyai kekuatan finansial, yaitu kekuasaan untuk

mengumpulkan atau menarik uang (pajak) dari masyarakat untuk

menutupi pembiayaan dalam mempertahankan negara dan memaksakan

hukum untuk atas nama negara.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas tampak bahwa posisi yang

disebut pemerintah selaluberada di atas atau dalam posisi yang memiliki

kekuatan untuk memaksakan fungsi menata atau mengatur. Sehingga

pemerintah mempunyai fungsi penekan dan fungsi pengendalian serta

fungsi pelayanan dan pensejahteraan masyarakatnya.

Lain halnya pemerintah menurut Utrech dalam Ermaya Suradinata

(1999:6–17), memiliki pengertian yang tidak sama dan berbeda-beda,

yaitu :

a. Pemerintah sebagai gabungan dari semua kenegaraan yang berkuasa

memerintah dalam arti luas, yaitu semua badan kenegaraan yang

bertugas menyelenggarakan kesejahteraan umum. (mencakup

legislatif, eksekutif dan yudikatif

b. Pemerintah sebagai gabungan badan-badan kenegaraan tertinggi yang

berkuasa memerintah di wilayah suatu negara. (seperti Raja, Presiden,

Yang dipertuan Agung dll).

c. Pemerintah dalam arti Kepala Negara (Presiden) bersama dengan para

Menterinya, sebagai organ eksekutif.


11

Tiga pernyataan tersebut di atas memiliki makna yang berbeda,

namun pada dasarnya ditujukan dalam rangka memperlihatkan posisi

kekuasaan selalu ada dan di atas, dalam rangka melakukan kegiatan

penataan dan pengaturan kehidupan masyarakat dan kelembagaannya.

Semua pengertian diorientasikan pada segi fungsi pemerintah sebagai

sesuatu yang statis.

Berikut ini dikemukakan pengertian yang bersifat dinamis yang

disebut pemerintahan yaitu : Government is best defines as the

organization agency of the state, expressing and exercising is authority.

Artinya pemerintahan adalah lembaga negara yangterorganisir yang

memperlihatkan dan menjalankan kekuasaannya, tidak menyebut nama–

nama kekuasaan atau kekuatan pada institusi tertentu. Sehingga nuansa

pemikirannya lebih bersifat dinamis kearah proses yang dilakukannya

(W.S. Sayre dalam Ermaya Suradinata, 1999 : 16)

Dalam konteks hubungan antara pemerintah dan yang diperintah

(masyarakat) menurut Taliziduhu Ndraha (1997 : 680), dikatakan

bahwa : dimana ada masyarakat disitu ada (diperlukan) governance.

Lebih lanjut dikatakannya bahwa pemerintah adalah semua badan yang

memproduksi, mendistribusi, atau menjual alat pemenuh kebutuhan

rakyat berbentuk jasapublik dan layanan civil (Taliziduhu Ndraha, 1997 :

73).

Berdasarkan pengertiantersebut di atas terdapat dua pengertian

tentang pemerintahan, yaitu: pemerintahan dalam arti luas adalah seluruh


12

kegiatan pengurusan negara oleh lembaga pemegang kekuasaan negara

dalam rangka mencapai tujuan negara. Sedangkan dalam arti sempit

adalah pelaksanaan pengurusan negara yang khusus di instansi, dinas,

lembaga pemerintahan.

Semua negara pada hakekatyamemiliki keinginan untuk membentuk

pemerintahan yang baik dan kuat. Pemerintahan yang baik dan kuat tidak

hanya diukur dengan adanya peraturan dan kekuatan militer yang banyak

dan terlatih, akan tetapi lebih dari itu, kita harus melihat seberapa besar

partisipasi masyarakat dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan

itu sendiri. Dalam hal ini untuk mendapatkan seberapa besar

akseptabilitas masyarakat dalam menyokong penyelenggaraan

pemerintahan hanya dapat tercipta apabila pemerintahan tersebut dapat

memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.

2. Pengertian Otonomi daerah

Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 angka 5  memberikan

definisi Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah

otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan

kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-

undangan. Mengacu pada definisi normatif dalam UU No 32 Tahun

2004, maka unsur otonomi daerah adalah :

a. Hak

b. Wewenang
13

c. Kewajiban Daerah Otonom

Ketiga hal tersebut dimaksudkan untuk mengatur dan mengurus

sendiri, urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat

sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Didalam UU NO 32

Tahun 2004 yang dimaksud hak dalam konteks otonomi daerah adalah

hak-hak daerah yang dijabarkan pada  Pasal 21 Dalam menyelenggarakan

otonomi, daerah mempunyai hak: 1. Mengatur dan mengurus sendiri

urusan pemerintahannya. 2. Memilih pimpinan daerah. 3. Mengelola

aparatur daerah. 4. Mengelola kekayaan daerah. 5. Memungut pajak

daerah dan retribusi daerah. 6. Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan

sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah. 7.

Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah. 8. Mendapatkan

hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Berkaitan dengan wewenang dalam konteks otonomi daerah, maka

daerah otonom, yaitu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai

batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa

sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat (Pasal 1 angka 6 UU No 32

Tahun 2004) berhak mengurus urusan pemerintahanya, urusan

pemerintahan yang tertulis pada Pasal 12 UU No 32 Tahun 2004

memberikan panduan, yaitu: (1) Urusan pemerintahan yang diserahkan

kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan

prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang


14

didesentralisasikan. (2) Urusan pemerintahan yang dilimpahkan kepada

Gubernur disertai dengan pendanaan sesuai dengan urusan yang

didekonsentrasikan.

Selain itu Persoalan kepemimpinan dan pelaksanaan otonomi daerah

berdasarkan peraturan perundang-undangan, maka berkisar pada lima

pilar tata kelola pemerintahan daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi

daerah, yaitu :

Pilar Pertama, Demokrasi melalui PILKADA  Kebijakan

pemberlakuan otonomi membuat setiap daerah memiliki kewenangan

yang cukup besar dalam mengambil keputusan yang dianggap sesuai.

Terlebih dengan pemilihan kepala daerah secara langsung yang

diselenggarakan sejak tahun 2005 ini, membuat kepala daerah terpilih

mendapat legitimasi lebih kuat, dibanding saat dipilih oleh anggota

DPRD. Tentunya kepala daerah hasil pilkada langsung ini membuahkan

harapan yang cukup besar bagi masyarakat, yaitu kesejahteraan yang

akan makin meningkat.  

Pilar Kedua, Sumber Daya Manusia (SDM), Karena pada dasarnya

manusialah yang menjadi pelaku dan penentu. SDM yang

diperlukan  Yaitu SDM yang memiliki: moral yang baik (good morality),

kemampuan kepemimpinan (leadership), kemampuan manajerial

(managerial skill), dan kemampuan teknis (technical skill). Seorang

kepala daerah perlu didukung oleh aparat yang mempunyai empat

kualifikasi tersebut, diberbagai level jabatan dan fungsinya. Moral yang


15

baik menjadi prasyarat utama. Karena tanpa moral yang baik, semua

kebijakan, sistem, program maupun kegiatan yang dirancang akan

menjadi sia-sia.

Moral yang baik akan menghasilkan sebuah pemerintahan yang

bersih dari tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme demi kepentingan

pribadi atau golongan tertentu saja. Namun moral yang baik belumlah

cukup, harus diimbangi dengan kompetensi. Yaitu kemampuan di bidang

kepemimpinan, manajerial, dan teknis. Untuk mencapai kompetensi yang

diperlukan, tidak terlepas dari sistem kepegawaian yang diterapkan.

Model manajemen SDM berbasis kompetensi nampaknya menjadi

keniscayaan. Termasuk sistem kompensasi yang memadai harus menjadi

perhatian.  Selain itu perlu didukung dengan perubahan paradigma, yaitu

dari mental penguasa menjadi pelayan masyarakat. Termasuk budaya

kerja yang proaktif dan cepat tanggap terhadap persoalan yang dihadapi

masyarakat.

Pilar Ketiga, Kebijakan Maksudnya adalah berbagai konsep

kebijakan yang berpihak kepada kepentingan masyarakat luas. Secara

formal, kebijakan tersebut akan dituangkan dalam peraturan daerah

(perda) maupun peraturan kepala daerah. Kepala daerah antara lain harus

memiliki konsep pembangunan berkelanjutan dan berkeadilan, konsep

manajemen pemerintahan yang efektif dan efisien, konsep investasi yang

mengakomodir kepentingan pihak terkait, serta berbagai konsep

kebijakan lainnya. Hal ini sesuai dengan UU No. 25 Tahun 2004 dan UU
16

No. 32 Tahun 2004, yang mengamanatkan kepala daerah untuk

menyusun RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah),

yang menjabarkan visi dan misinya selama lima tahun masa

pemerintahannya. Sehingga dengan demikian arah pembangunan sejak

dilantik hingga lima tahun ke depan sudah jelas. Salah satu indikator

keberhasilan pembangunan suatu daerah antara lain jika pemerintah

dapat memenuhi 5 kebutuhan dasar masyarakatnya, yaitu: pangan,

sandang, papan (perumahan), pendidikan, dan kesehatan.

Pilar Keempat, Sistem Artinya pemerintahan harus berjalan

berdasarkan sistem, bukan tergantung pada figur. Sangat penting bagi

kepala daerah untuk membangun sistem pemerintahan yang kuat.

Beberapa sistem yang harus dibangun agar pemerintahan dapat berjalan

secara baik antara lain: sistem perencanaan pembangunan, sistem

pengelolaan keuangan daerah, sistem kepegawaian, sistem pengelolaan

aset daerah, sistem pengambilan keputusan, sistem penyeleksian dan

pemilihan rekanan, sistem dan standar pelayanan, sistem pengawasan.

Sistem yang dimaksud di sini dapat bersifat manual maupun yang

berbasis teknologi informasi. Dukungan teknologi informasi menjadi

sesuatu yang tidak dapat dielakkan jika pemerintahan ingin berjalan lebih

efisien dan efektif. 

Pilar Kelima, yaitu Investasi. Tidaklah mungkin suatu pemerintahan

daerah hanya mengandalkan dana dari APBD untuk membangun

daerahnya. Karena bisa dikatakan, sebagian besar daerah menggunakan


17

rata-rata 2/3 dana APBD tersebut untuk membiayai penyelenggaraan

aparaturnya. Hanya sekitar 1/3 yang dapat dialokasikan untuk

pembangunan. Dibutuhkan dana ratusan milyar bahkan triliunan rupiah

untuk membangun infrastruktur, seperti pembangkit listrik, jalan tol,

pelabuhan laut, bandar udara, telekomunikasi, rumah sakit, hotel.

Sedangkan infrastruktur merupakan syarat agar sebuah daerah dapat

berkembang. Contoh lain adalah dalam rangka mengoptimalkan potensi

sumber daya alam yang dimiliki, juga memerlukan dana yang tidak

sedikit, yang tentunya tidak mungkin jika hanya mengandalkan dana

APBD saja.  Dengan keterbatasan dana yang dimiliki tersebut, mau tidak

mau pemerintah daerah harus melibatkan pihak investor (dalam maupun

luar negeri) dalam membangun daerahnya. Kepala daerah harus dapat

menciptakan iklim yang kondusif agar para investor tertarik untuk

menanamkan investasi di daerahnya.

Untuk mengawal lima pilar tata kelola pemerintahan daerah dalam

rangka pelaksanaan otonomi daerah, UU No 32 Tahun 2004 beserta

peraturan pelaksanaannya, memberikan panduan, yaitu asas-asas

pengelolaan tata pemerintahan yang baik, sebagaimana dimaksud  Pasal

20. (1). Penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada Asas Umum

Penyelenggaraan Negara yang terdiri atas: a. asas kepastian hukum. b.

asas tertib. penyelenggara negara. c. asas kepentingan umum. d.asas

keterbukaan. e. asas proporsionalitas. f. asas profesionalitas. g. asas

akuntabilitas. h. asas efisiensi. i. asas efektivitas. (2). Dalam


18

menyelenggarakan pemerintahan, Pemerintah menggunakan asas

desentralisasi, tugas pembantuan, dan dekonsentrasi sesuai

denganperaturan perundang-undangan. (3). Dalam menyelenggarakan

pemerintahan daerah, pemerintahan daerah menggunakan asas otonomi

dan tugas pembantuan.

3. Pengertian Daerah Otonomi Khusus

Otonomi khusus adalah kewenangan khusus yang diberikan kepada

daerah ‘tertentu’ untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat

setempat menurut prakarsa sendiri tetapi sesuai dengan hak dan aspirasi

masyarakat di daerah tersebut. Kewenangan ini diberikan agar daerah

‘tertentu’ dapat menata daerah dan bagian dari daerah tersebut agar lebih

baik lagi di bidang tertentu sesuai dengan aspirasi daerahnya.

Otonomi khusus ditawarkan melebihi otonomi daerah biasa, karena

otonomi ini diberikan kepada daerah ‘tertentu’ yang berarti daerah

tersebut mempunyai kelompok gerakan kemerdekaan yang ingin

memisahkan dirinya (daerahnya) dari wilayah NKRI. Jadi secara tidak

langsung, pemerintah memberikan otonomi khusus ini sebagai bentuk

pendekatan damai agar kelompok gerakan tersebut tidak terus bergejolak.

Butuh pertimbangan yang sangat matang untuk memberikan otonomi

khusus kepada daerah ‘tertentu’ ini. Karena suatu negara sangat

bergantung pada pendapatan daerah ‘tertentu’ yang akan diberikan

otonomi khusus. Diperlukan beberapa kesepakatan agar kedua pihak

(negara yang memberikan otsus dan daerah ‘tertentu’ yang menerima


19

otsus) akan sama-sama diuntungkan dengan adanya otonomi khusus ini,

Karena setiap bangsa atau negara memerlukan kemajuan yang relatif

meningkat untuk melaksanakan proses berkembangnya negara menuju

kondisi yang lebih baik. (Baca juga: Otonomi Daerah Dalam UU Yang

SIlih Berganti )

Secara politis Otonomi khusus artinya ada perlakuan khusus bagi

wilayah atau bangsa. Secara politis Otonomi khusus biasanya diberikan

kalau ada negara yang didirikan dengan berbagai macam suku bangsa

dengan beragam latar belakang sejarah, politik atau hukumnya.

Pemerintah dapat menetapkan kawasan khusus di daerah otonomi

untuk menyelenggarakan fungsi – fungsi pemerintahan tertentu yang

bersifat khusus dan untuk kepentingan nasional/ berskala nasional,

misalnya dalam bentuk :

a. Kawasan Cagar Budaya

b. Taman Nasional

c. Pengembangan Industri Stategis

d. Pengembangan Teknologi Tinggi

e. Peluncuran Peluru Kendali

f. Pengembangan Prasarana Komunikasi

g. Telekomunikasi

h. Transportasi

i. Pelabuhan dan Daerah Perdagangan Bebas

j. Pangkalan Militer
20

k. Wilayah Eksploitasi

l. Konsefasi Bahan Galian Strategis

m. Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Nasional

n. Labolatorium Nasional

o. Lembaga permasyarakatan Spesifik

Pemerintah wajib mengikutsertakan pemerintah daerah dalam

pembentukan kawasan khusus tersebut. Mengikutsertakan dalam

ketentuan ini adalah perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan, dan

pemanfaatan. Daerah dapat mengusulkan pembentukan kawasan khusus

kepada pemerintah. Tata cara penetapan kawasan khusus diatur dalam

peraturan pemerintah.

Daerah yang diberikan otonomi khusus adalah Daerah Istimewa

Aceh , Daerah Istimewa Yogyakarta, Papua dan DKI Jakarta.

C. Kerangka Pikir

Otonomi adalah sebuah tatanan ketatanegaraan

(staatsrechtelijk), bukan hanya tatanan administrasi Negara

(administratiefrechtelijk). Sebagaimana tatanan ketatanegaraan, otonomi

berkaitan dengan dasar-dasar bernegara dan susunan organisasi Negara.

Paling tidak, ada dua arahan dasar susunan ketatanegaraan dalam

perumahan Indonesia merdeka yaitu demokrasi dan penyelenggaraan negara

berdasarkan atas hukum. Otonomi bukan sekedar pemencaran

penyelenggaraan pemerintahan untuk mencapai efesiensi dan efektivitas

pemerintahan. Otonomi mengandung arti jumlah atau besarnya tugas,


21

kewajiban, hak dan wewenang serta tanggung jawab urusan-urusan

pemerintahan yang diserahkan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah

Daerah otonomi untuk menjadi isi rumah tangga Daerah. Otonomi daerah

terkandung unsur kemampuan untuk mewujudkan apa-apa yang menjadi

tugas, hak dan wewenang serta tanggung jawabnya memperhatikan,

mengurus dan mengatur rumah tangga daerah sendiri. Dalam bagian

terdahulu telah dikemukakan beberapa cara untuk mengukur kemampuan

termaksud. Otonomi daerah itu juga merupakan bagian dari pembagian

tugas penyelenggaraan kepentingan umum antara pemerintah pusat dan

pemerintah daerah.Dilihat dari segi ini unsur kemampuan harus ada pada

pihak yang membagi dan yang menerima bagian tugas, artinya kemampuan

jajaran pemerintah pusat juga harus turut diperhitungkan karena akan

mempengaruhi pelaksanaannya.

Perbedaan utama dan mendasar dari otonomi khusus dan otonomi

biasa terletak pada letak kewenangan pemerintahannya dimana terdapat

beberapa ketentuan yang sangat berbeda antara otonomi biasa dan otonomi

khusus sesuai dengan keistimewaan daerahnya, hal ini didasari karena

otonomi khusus menitikberatkan pemberian kewenangan khusus demi

aspirasi dan hak-hak masyarakat setempat sedangkan otonomi biasa lebih

berlaku umum. Di bawah ini akan terlihat perbedaan mendasar antara

kewenangan – kewenangan yang dimiliki pemerintahan daerah terhadap

otonomi biasa yang dimiliki daerahnya, dengan pemerintah daerah terhadap

otonomi khusus yang dimiliki daerahnya.


22
23

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanankan dikota Sorong tepatnya Pemerintah Kota

Sorong dan DPRD Kota Sorong, Guna untuk mendapatkan informasi yang

valid untuk kelangsungan penelitian tersebut. Adapun waktu penilitian yang

dulakukan minimal 1 bulan di mulai dari september – Oktober 2017

B. Jenis Penelitian

Berdasarkan judul penelitian tersebut, yaitu Perbandingan Administrasi

Pemerintahan Pada Daerah Otonomi Khusus Dan Otonomi Daerah. maka

penelitian di kategorikan sebagai penelitian deskriptif.

Menurut Whintney (1960), metode deskriptif adalah pencarian fakta

dengan interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajarai masalah-

masalah dalam masyarakat serta tatacara yang berlaku dalam masyarakat

serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan,

sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang

berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena. Dalam metode

deskriptif, peneliti bisa saja membandingkan fenomena-fenomena tertentu

sehingga merupakan suatu setudi komparatif . adakalanya peneliti

mengadakan klasifikasi, seerta penelitian terhadap fenomena-fenomena

dengan menetapkan suatu setandar atau suatu norma tertentu sehingga

banyak ahli menamakan metode deskriptif ini dengan nama survei normatif

(normative survey). Dengan metode deskriptif ini juga diselidiki kedudukan


24

(status) fenomena atau factor dan melihat hubungan antara satu factor

dengan factor  yang lain. Karenanya, metode deskriptif juga dinamakan

studi status (satus study).

Metode deskriptif juga ingin mempelajari norma-norma atau setandar-

setandar, sehingga penelitian deskriptif ini disebut juga survey normative.

Dalam metode deskriptif dapat diteliti masalah normative bersama-sama

dengan masalah setatus dan sekaligus membuat perbandingan-perbandingan

antar fenomena. Studi demikian dinamakan secara umum sebagai studi atau 

penelitian deskriptif. Prespektif waktu yang dijangkau dalam penelitian

deskriptif , adalah waktu sekarang, atau sekurang-kurangnya jangka waktu

yang masih terjangkau dalam ingatan responden.

C. Populasi Dan Sampel

a. Populasi

Populasi adalah kumpulan dari keseluruhan pengukuran, objek, atau

individu yang sedang dikaji. Jadi, pengertian populasi dalam statistik tidak

terbatas pada sekelompok/kumpulan orang-orang, namun mengacu pada

seluruh ukuran, hitungan, atau kualitas yang menjadi fokus perhatian suatu

kajian. Suatu pengamatan/survey terhadap seluruh anggota populasi

disebut.

Dalam penelitian ini adalah Pemerintah Kota Sorong dan DPRD kota

Sorong, Provinsi Papua Barat

b. Sampel
25

Sampel yang digunakan yaitu Sampling Purposive adalah teknik

penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu, yaitu dengan

pertimbangan bahwa responden yang di tentukan tersebut mengetahui

tentang Perbandingan Administrasi Pemerintahan Pada Daerah Otonomi

Khusus Dan Otonomi Daerah.

D. Jenis Dan Sumber Data

1. Data Primer

Data Primer, yaitu data yang di peroleh secara langsung di Lapangan

dengan sumber data adalah Informan yang dijadikan sampel, serta pihak-

pihak terkait yang memahami dan relevan yang meliputi data dari

beragam variable terikat.

2. Data Sekunder

Data Sekunder, yaitu data penelitian yang diperoleh dari Instansi terkait,

berupa dokumen-dokumen, laporan-laporan dan buku-buku serta hasil

penelitian Ilmiah yang di anggap relevan dengan masalah dan tujuan

penelitian.

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Wawancara

Menurut Prabowo (1996) wawancara adalah metode pengambilan

data dengan cara menanyakan sesuatu pada seseorang responden caranya

adalah dengan bercakap-cakap secara tatap muka. Pada penelitian ini

wawancara akan dilakukan dengan mengunakan pedoman wawancara.

Tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan dalam Perbandingan


26

Administrasi Pemerintahan Pada Daerah Otonomi Khusus Dan Otonomi

Daerah.

2. Observasi

Observasi adalah pengumpulan data dengan cara melakukan

pengamatan langsung di lapangan, yaitu dalam kegiatan yang

berhubungan dengan Perbandingan Administrasi Pemerintahan Pada

Daerah Otonomi Khusus Dan Otonomi Daerah.

3. Teknik Analisis Data

Penelitian yang akan dilakukan yaitu bersifat kualitatif yaitu

menurut Arikunto(2006: 17), bahwa penelitian kualitatif adalah data

yang digambarkan dengan kata-kata atau kalimat-kalimat yang

dipisahkan menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan. Dengan

analisis kualitatif ini diharapkan dapat menjawab dan memecahkan

masalah dengan melakukan pemahaman dan pendalaman secarah

menyeluruh dan utuh dari objek yang akan diteliti guna mendapatkan

kesimpulan sesuai sesuai dengan kondisi.


27

DAFTAR PUSTAKA

Widjaja, HAW. 2007. Penyelenggaraan otonomi di Indonesia.PT Raja Grafindo

Persada : Jakarta

Best, 1982. Memahami Tipe Penelitian Deskriptif. Alfabeta : Bandung

Koentjaraningrat, 1980. Tipe Penelitian : Jakarta

Mikkelsen, Britha. (1999). Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-upaya

Pemberdayaan: sebuah buku pegangan bagi para praktisi lapangan.

Yayasan Obor Indonesia : Jakarta

Prabowo 1996. Memahami Teknik Pengumpulan Data Wawancara : Jakarta.

http://anzalfitrov.blogspot.com/2011/11/sistem-pemerintahan-negara.html

www.google.pelaksanaan-otonomi-dalam-konteks.html

Anda mungkin juga menyukai