PNEUMONIA NEONATAL
DEFINISI
Infeksi saluran pernafasan akut yang umumnya disebabkan oleh bakteri pada bayi baru
lahir, yang terjadi dalam 30 hari pertama kehidupan bayi
FAKTOR RESIKO
a. Infeksi intrauterine
b. Infeksi selama persalinan
GEJALA KLINIS
a. Distress pernafasan
b. Takiprea
c. Tanpa demam
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Foto thoraks
1. Kelainan pada alveoli
2. Gambaran => garis garis opak menyerupai TTN
=> infiltrate luas menyerupai HMD
TATALAKSANA
- Kombinasi beta.lactam/klavulanat dengan aminoglikosida atau cefalosporin
- Neonatus ( ampisilin + gentamisin )
DEFINISI
TTN adalah Self Limited Disoder yang ditandai takipnea dan tanda-tanda lain gawat
nafas seperti retraksi dan tianosis
GEJALA KLINIS
- Distress pernafasan ringan segera setelah lahir
- Membaik dalam beberapa jam <24 jam
( bila tidak membaik curiga neonatal pneumonia )
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto thoraks
- Hiperinflasi paru atau normal
- Fisuka interlobaris terlihat opak karena cairan
- Efusi pleura
- Fuzzy vessel ( densitas bergaris )
TATALAKSANA
- Suportif dengan O2 supplemental
3. ASFIKSIA NEONATORUM
DEFINISI
Gagal nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah
lahir
GEJALA KLINIS
- Takipnea
- Cuping hidung
- Grunting
- Retraksi
- Sianosis
- Bradypnea
- Apnea
Non paru : - malas minum, menangis kurang kuat, takikardi, bradikardi, hipotensi
SKOR DOWN
Menilai tingkat keparahan dan progresifitas gangguan pernafasan
0 1 2
Frekuensi nafas <60x/m 60-80x/m >80x/m
Retraksi (-) Ringan Berat
Sianosis (-) Hilang dengan O2 Menetap dengan O2
Airentry (-)↓aliran udara ↓aliran udara masuk Tidak ada aliran masuk
Grunting (-) Terdengar dengan Terdengar tanpa
stetoskop stetoskop
Asfiksia :
1-3 : Ringan
4-5 : Sedang
≥6 : Berat ( harus AGD ) => perlu intubasi
Gejala klinis
- Sesak, merintih, takipnea, retraksi interkostal dan subkostal, napas cuping hidung, dan sianosis yang
terjadi dalam beberapa jam pertama kehidupan. (24jam pertama)
- Bila gejala tidak timbul dalam 8 jam pertama kehidupan, adanya PMH dapat disingkirkan
Pemeriksaan penunjang
Foto toraks AP
- Bentuk toraks yang sempit disebabkan hipoaerasi dan volume paru berkurang
- Gambaran ground-glass, retikulogranuler menyeluruh serta perluasan ke perifer
- Gambaran udara bronkus (air bronchogram).
- Gambaran granularitas, yaitu distensi duktus dan bronkiolus yang terisi udara dengan alveoli yang
mengalami atelektasis.
- Tata laksana PMH yang semakin baik, seperti penggunaan surfaktan dan pemberian CPAP segera
setelah bayi lahir menyebabkan gambaran tidak klasik pada foto toraks.
Tatalaksana PMH
Terapi o2
Surfaktan
Lain-lain
Pencegahan HMD
Manifestasi klinis MAS bervariasi dan bergantung pada derajat hipoksia, jumlah serta konsistensi
mekonium yang teraspirasi.
- Bayi dengan MAS sering menunjukkan tanda postmaturitas, yaitu kecil masa kehamilan, kuku
panjang, kulit terkelupas, dan pewarnaan kuning-hijau pada kulit.
- Adanya mekonium pada cairan ketuban. Konsistensi mekonium bervariasi. Walaupun MAS dapat
terjadi pada mekonium yang hanya sedikit, sebagian besar bayi dengan MAS memiliki riwayat
mekonium kental seperti lumpur.
- Obstruksi jalan napas. MAS dini akan bermanifestasi sebagai obstruksi saluran napas. Gasping, apnu,
dan sianosis dapat terjadi akibat mekonium kental yang menyumbat saluran napas besar.
- Distres pernapasan. Mekonium yang teraspirasi sampai ke saluran napas distal tetapi tidak
menyebabkan obstruksi total akan bermanifestasi sebagai distres pernapasan, berupa takipnu, napas
cuping hidung, retraksi interkostal, peningkatan diameter anteroposterior dada, dan sianosis.
Pemeriksaan penunjang
1. Darah perifer lengkap dan septic work-up untuk menyingkirkan infeksi.
2. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia. Hiperventilasi mengakibatkan alkalosis repiratorik pada
kasus ringan, tetapi pada kasus berat akan mengakibatkan asidosis respiratorik.
3. Foto toraks menunjukkan hiperinflasi, diafragma mendatar, dan infiltrat kasar/bercak iregular. Dapat
ditemukan pneumotoraks atau pneumomediastinum.
4. Ekokardiografi diperlukan bila diduga terjadi persistent pulmonary hypertension of the newborn
(PPHN).
Tata laksana
A. Tata laksana bayi dengan cairan amnion bercampur mekonium di ruang persalinan
1. Nilai konsistensi mekonium. Kejadian MAS meningkat seiring dengan peningkatan konsistensi
mekonium.
2. Rekomendasi bahwa dokter kebidanan harus membersihkan hidung dan orofaring bayi sebelum
melahirkan bahu atau dada, tidak dianjurkan lagi. Jika ditemukan mekonium pada cairan ketuban,
bayi harus segera diserahkan kepada dokter anak untuk dibersihkan (AAP 2009).
3. Pada penilaian awal sebuah persalinan dengan ketuban bercampur mekonium, dokter anak harus
menentukan apakah bayi bugar atau tidak. Bayi dikatakan bugar bila frekuensi denyut jantung
>100 kali/menit, bernapas spontan, dan tonus baik (bergerak spontan atau fleksi ekstremitas).
a. Bila bayi bugar, berikan perawatan rutin tanpa memandang konsistensi mekonium.
b. Bila terdapat distres pernapasan, lakukan laringoskopi direk dan pengisapan intratrakeal
(menggunakan aspirator mekonium).
4. Bayi yang dilahirkan dengan ketuban bercampur mekonium, sebanyak 20-30% akan mengalami
depresi saat melalui perineum. Pada kasus ini, intubasi menggunakan laringoskop sebaiknya
dilakukan sebelum usaha napas dimulai. Setelah intubasi, pipa endotrakeal dihubungkan dengan
mesin pengisap. Prosedur ini diulangi sampai trakea bersih atau bila resusitasi harus dimulai.
Visualisasi pita suara tanpa melakukan pengisapan tidak dianjurkan karena mekonium masih
mungkin berada di bawah pita suara. Ventilasi tekanan positif sebisa mungkin dihindari sampai
pengisapan trakea selesai. Kondisi umum bayi tidak boleh diabaikan selama melakukan
pengisapan trakea. Pengisapan trakea harus dilakukan dengan cepat dan ventilasi harus segera
dimulai sebelum terjadi bradikardi.
Walaupun telah dilakukan pengisapan trakea, bayi yang mengalami distres intrapartum masih berisiko
mengalami MAS dan harus dipantau secara ketat.
1. Perawatan rutin. Distres sering mengakibatkan abnormalitas metabolik seperti hipoksia, asidosis,
hipoglikemia, dan hipokalsemia. Koreksi abnormalitas metabolik bila diperlukan. Cairan harus
direstriksi untuk mencegah edema serebri dan paru.
2. Pemantauan saturasi oksigen. Pulse oxymetri dapat dijadikan pemeriksaan awal untuk
mendeteksi PPHN dengan membandingkan saturasi oksigen pada lengan kanan dengan saturasi
oksigen pada ekstremitas bawah.
3. Obstruksi. Pada bayi dengan aspirasi mekonium berat, dapat terjadi obstruksi mekanik saluran
napas dan pneumonitis kimia. Atelektasis dan inflamasi yang terus berjalan serta terbentuknya
pirau ekstrapulmonar akan memperburuk mismatch ventilasi-perfusi dan mengakibatkan
hipoksemia berat.
4. Hipoksemia. Tata laksana hipoksemia adalah meningkatkan konsentrasi oksigen inspirasi dengan
pemantauan analisis gas darah dan pH. Bayi harus mendapat oksigen yang adekuat karena
hipoksia berulang mengakibatkan vasokonstriksi paru dan selanjutnya dapat menyebabkan PPHN.
5. Ventilasi mekanik. Ventilasi mekanik terindikasi bila PaCO 2 >60 mmHg atau terdapat hipoksemia
persisten (PaO2 <50 mmHg). Pada kasus berat, seringkali dibutuhkan inspiratory pressure yang
lebih tinggi dibandingkan kasus sindrom gawat napas. Waktu ekspirasi yang cukup harus diberikan
untuk mencegah air trapping akibat obstruksi parsial saluran napas. Bayi dengan MAS berat yang
tidak berespons dengan ventilator konvensional dan yang mengalami air leak syndrome mungkin
membutuhkan high frequency oscillatory ventilator.
Medikamentosa.
a. Antibiotik. Seringkali sulit untuk membedakan antara pneumonia bakterial dan MAS hanya
berdasarkan temuan klinis dan foto toraks. Walaupun beberapa bayi dengan MAS juga
mengalami infeksi, penggunaan antibiotik spektrum luas terindikasi hanya pada kasus
dengan infiltrat pada foto toraks. Kultur darah darus dilakukan untuk mengidentifikasi
etiologi dan mengevaluasi keberhasilan terapi antibiotik.
b. Surfaktan. Mekonium menghambat aktivitas surfaktan endogen. Terapi surfaktan dapat
meningkatkan oksigenasi, menurunkan komplikasi pulmonal, dan menurunkan kebutuhan
ECMO (extracorporeal membrane oxygenation). Surfaktan tidak rutin diberikan untuk kasus
MAS, tetapi dapat dipertimbangkan untuk kasus yang berat dan tidak berespons terhadap
terapi standar.
c. Kortikosteroid. Penggunaan kortikosteroid pada MAS tidak dianjurkan.
Prognosis
- Dengan kemajuan terapi seperti pemberian surfaktan, high frequency ventilation, inhalasi nitrit
oksida, dan ECMO, angka mortalitas dapat dikurangi sampai <5%.
- Bronchopulmonary displasia dan penyakit paru kronik merupakan sekuele akibat ventilasi mekanik
jangka panjang.
- Sekuele neurologik sering terjadi pada kasus asfiksia berat.
Klasifikasi
1. Fisiologis
- Kadar bilirubin tidak terkonjugasi (unconjugated bilirubin, UCB) pada neonatus cukup bulan
dapat mencapai 6-8 mg/dL pada usia 3 hari, setelah itu berangsur turun.
- Pada bayi prematur, awitan ikterus terjadi lebih dini, kadar bilirubin naik perlahan tetapi
dengan kadar puncak lebih tinggi, serta memerlukan waktu lebih lama untuk menghilang,
mencapai 2 minggu. Kadar bilirubin pada neonatus prematur dapat mencapai 10-12 mg/dL
pada hari ke-5 dan masih dapat naik menjadi >15 mg/dL tanpa adanya kelainan tertentu.
- Kadar bilirubin akan mencapai <2 mg/dL setelah usia 1 bulan, baik pada bayi cukup bulan
maupun prematur.
Hiperbilirubinemia fisiologis dapat disebabkan beberapa mekanisme:
a.Peningkatan produksi bilirubin, yang disebabkan oleh:
2. nonfisiologis
Keadaan di bawah ini menandakan kemungkinan hiperbilirubinemia nonfisiologis dan membutuhkan
pemeriksaan lebih lanjut:
- Awitan ikterus sebelum usia 24 jam
- Peningkatan bilirubin serum yang membutuhkan fototerapi (lihat Diagram 1)
- Peningkatan bilirubin serum >5 mg/dL/24 jam
- Kadar bilirubin terkonjugasi >2 mg/dL
- Bayi menunjukkan tanda sakit (muntah, letargi, kesulitan minum, penurunan berat badan, apne,
takipnu, instablilitas suhu) - Ikterus yang menetap >2 minggu
3. Breastfeeding jaundice
ikterus yang disebabkan oleh kekurangan asupan ASI. Biasanya timbul pada hari ke-2 atau ke-3
pada waktu produksi ASI belum banyak. Untuk neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilan (bukan
bayi berat lahir rendah), hal ini tidak perlu dikhawatirkan, karena bayi dibekali cadangan lemak
coklat, glikogen, dan cairan yang dapat mempertahankan metabolisme selama 72 jam. Walaupun
demikian keadaan ini dapat memicu terjadinya hiperbilirubinemia, yang disebabkan peningkatan
sirkulasi enterohepatik akibat kurangnya asupan ASI. Ikterus pada bayi ini tidak selalu disebabkan
oleh breastfeeding jaundice, karena dapat saja merupakan hiperbilirubinemia fisiologis.
4. Breast-milk jaundice
ikterus yang disebabkan oleh air susu ibu (ASI). Insidens pada bayi cukup bulan berkisar 2-4%.
Pada sebagian besar bayi, kadar bilirubin turun pada hari ke-4, tetapi pada breast-milk jaundice,
bilirubin terus naik, bahkan dapat mencapai 20-30 mg/dL pada usia 14 hari. Bila ASI dihentikan,
bilirubin akan turun secara drastis dalam 48 jam. Bila ASI diberikan kembali, maka bilirubin akan
kembali naik tetapi umumnya tidak akan setinggi sebelumnya. Bayi menunjukkan pertambahan
berat badan yang baik, fungsi hati normal, dan tidak terdapat bukti hemolisis. Breast-milk jaundice
dapat berulang (70%) pada kehamilan berikutnya. Mekanisme sesungguhnya yang menyebabkan
breast-milk jaundice belum diketahui, tetapi diduga timbul akibat terhambatnya uridine
diphosphoglucuronic acid glucuronyl transferase (UDGPA) oleh hasil metabolisme progesteron, yaitu
pregnane-3-alpha 2-beta-diol yang ada di dalam ASI sebagian ibu.
Pemeriksaan Fisik
- Prematuritas
- Kecil masa kehamilan, kemungkinan berhubungan dengan polisitemia.
- Tanda infeksi intrauterin, misalnya mikrosefali, kecil masa kehamilan
- Perdarahan ekstravaskular, misalnya memar, sefalhematom
- Pucat, berhubungan dengan anemia hemolitik atau kehilangan darah ekstravaskular
- Petekie, berkaitan dengan infeksi kongenital, sepsis, atau eritroblastosis
- Hepatosplenomegali, berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital, atau penyakit hati
Omfalitis
- Korioretinitis, berhubungan dengan infeksi kongenital
- Tanda hipotiroid
Pemeriksaan penunjang
- Bilirubin serum total. Bilirubin serum direk dianjurkan untuk diperiksa bila ikterus menetap sampai
usia >2 minggu atau dicurigai adanya kolestasis.
- Darah perifer lengkap dan gambaran apusan darah tepi untuk melihat morfologi eritrosit dan ada
tidaknya hemolisis. Bila fasilitas tersedia, lengkapi dengan hitung retikulosit.
- Golongan darah, Rhesus, dan direct Coombs’ test dari ibu dan bayi untuk mencari penyakit
hemolitik. Bayi dari ibu dengan Rhesus negatif harus menjalani pemeriksaan golongan darah,
Rhesus, dan direct Coombs’ test segera setelah lahir.
- Kadar enzim G6PD pada eritrosit.
- Pada ikterus yang berkepanjangan, lakukan uji fungsi hati, pemeriksaan urin untuk mencari infeksi
saluran kemih, serta pemeriksaan untuk mencari infeksi kongenital, sepsis, defek metabolik, atau
hipotiroid.
Tata laksana
Prinsip umum tata laksana hiperbilirubinemia adalah berdasarkan etiologi, yaitu sebagai berikut.
- Semua obat atau faktor yang mengganggu metabolisme bilirubin, ikatan bilirubin dengan
albumin, atau integritas sawar darah-otak harus dieliminasi.
Breastfeeding jaundice. Tata laksana meliputi:
- Pantau jumlah ASI yang diberikan, apakah sudah mencukupi atau belum.
- Pemberian ASI sejak lahir minimal 8 kali sehari.
- Pemberian air putih, air gula, dan formula pengganti tidak diperlukan.
- Pemantauan kenaikan berat badan serta frekuensi buang air kecil dan buang air besar.
- Jika kadar bilirubin mencapai 15 mg/dL, perlu dilakukan penambahan volume cairan dan
stimulasi produksi ASI dengan melakukan pemerasan payudara.
- Pemeriksaan komponen ASI dilakukan bila hiperbilirubinemia menetap >6 hari, kadar bilirubin
>20 mg/dL, atau riwayat terjadi breastfeeding jaundice pada anak sebelumnya.
Breastmilk jaundice.
Terdapat dua pendapat mengenai tata laksana breastmilk jaundice. Kedua pilihan ini beserta untung-
ruginya harus dijelaskan secara lengkap kepada orangtua dan orangtua dilibatkan dalam mengambil
keputusan.