Dari 43.000 pelamar, kemudian 10.000 orang, dan kini aku menjadi bagian dari 100 orang yang
berkumpul untuk penilaian akhir. Ada simulator, uji klaustrofobi , latihan ketangkasan ,
percobaan mabuk udara. Siapakah di antara kami yang bisa melewati ujian akhir ini ?
Tuhan, biarlah diriku yang terpilih, begitu aku berdoa. Lalu tibalah berita yang menghancurkan
itu. NASA memilih orang lain yaitu Christina McAufliffe. Aku kalah. Impian hidupku hancur.
Aku mengalami depresi. Rasa percaya diriku lenyap, dan amarah menggantikan kebahagiaanku.
Aku mempertanyakan semuanya. Kenapa Tuhan? Kenapa bukan aku?
Aku berpaling pada ayahku. Katanya: “Semua terjadi karena suatu alasan.”
Selasa, 28 Januari 1986, aku berkumpul bersama teman-teman untuk melihat peluncuran
Challanger. Saat pesawat itu melewati menara landasan pacu, aku menantang impianku untuk
terakhir kali. Tuhan, aku bersedia melakukan apa saja agar berada di dalam pesawat itu. Kenapa
bukan aku? Tujuh puluh tiga detik kemudian, Tuhan menjawab semua pertanyaanku dan
menghapus semua keraguanku saat Challanger meledak, dan menewaskan semua penumpang.
Aku teringat kata-kata ayahku: “Semua terjadi karena suatu alasan.” Aku tidak terpilih dalam
penerbangan itu, walaupun aku sangat menginginkannya karena Tuhan memiliki alasan lain
untuk kehadiranku di bumi ini. Aku memiliki misi lain dalam hidup. Aku tidak kalah; aku
seorang pemenang….
Aku menang karena aku telah kalah. Aku, Frank Slazak, masih hidup untuk bersyukur pada
Tuhan karena tidak semua doaku dikabulkan.