Anda di halaman 1dari 2

FEATI Annual Report 2011

III. “LESSON LEARNED”


3.1 Latar Belakang
01. Dalam perjalanan FEATI selama 5 tahun tentu saja banyak capaian, keberhasilan, juga tantangan
yang harus dihadapi baik dalam aspek menajerial maupun teknis pelaksanaanya. Dinamika
program dalam kurun waktu tersebut telah melahirkan banyak hal yang bisa dimaknai sekaligus
dijadikan pembelajaran yang menarik. Kegiatan yang telah berjalan selama ini telah
memunculkanberbagai inisiatif untuk memperbaiki kondisi yang ada. Proses selama identifikasi
masalah secara partisipatif, perencanaan hingga pelaksanaan dan evaluasi, tentu telah membawa
beberapa hal yang dapat dipelajari dan dijadikan bahan pembelajaran bersama (lesson learned).
02. Lessons learned adalah pengetahuan dan pengalaman baik yang positif maupun negatif.
Pembelajaran yang negatif dapat memberikan petunjuk agar tidak terperosok pada “lubang yang
sama”, sedangkan pembelajaran positif dapat memberikan panduan atau contoh agar berbuat
seperti itu untuk menghasilkan sesuatu yang baik.
03. Dalam Laporan terdahulu sudah diuraikan “lesson learned” berdasarkan penilaian kinerja yang
selama ini ditunjukkan oleh masing-masing Kabupaten, yang lebih didasarkan pada penilaian
“permukaan” dan belum pada kajian studi mendalam (in-depth) berdasarkan kejadian empiris.
Oleh karena itu, pada semester II Tahun 2012 telah dilakukan kajian di empat Kabupaten yaitu
Tuban, Bima, Garut dan Indramayu. Dua Kabupaten pertama merepresentasikan Kabupaten yang
kinerjanya dinilai oleh pengelola FEATI Pusat termasuk yang baik, sementara dua kabupaten
lainnya mewakili kabupaten yang dikategorikan kurang baik.

3.2 Hasil1
04. Mengaitkan hasil pembelajaran pada sistem yang sudah berjalan. Jejaring usaha yang
dikemas dalam bentuk pertemuan antar pihak yang terkait dengan pelaku usaha pertanian, maka
hasil pembelajaran FMA dapat didayagunakan untuk meningkatkan akses teknologi dan pasar
bagi petani. Pelibatan aktor penting dalam pembelajaran ternyata mendorong terbangunnya
kemitraan. Bapak Djoko Utomo dari Koperasi Wahyu Utomo di Kabupaten Tuban menyambut
proses dan hasil pembelajaran FMA dengan mencetuskan ide kemitraan. Mengkaitkan sistem dan
hasil pembelajaran pada sebuah sistem usaha yang sudah berjalan, melalui melibatkan para
pengusaha dan jejaring usaha, akan mampu mengatrol pendapatan petani.
05. Peningkatan Produktivitas dan Pendapatan. Berbekal ilmu pengetahuan yang didapat dari
kegiatan pembelajaran, secara perlahan tapi pasti petani mengalami perubahan penting, yaitu
peningkatan produktivitas, yang pada akhirnya juga peningkatan pendapatan. Di Kabupaten
Bima, produksi kedelai awalnya 800 – 1200 kg hasil lahan seluas 0.5 ha, ternyata setelah
menerapkan teknik budidaya hasil pembelajaran produksi meningkat menjadi 2000 kg pada luas
lahan yang sama. Dengan asumsi harga per kg Rp 8000, maka rata-rata petani saat ini menerima
pendapatan kotor Rp 16 juta dari sebelumnya. Keberhasilan ini menarik petani lain untuk
melakukan usaha yang sama.
06. Jaminan pasar. Membangun kerjasama tertulis dengan pihak swasta yaitu pengusaha/ trader
lokal memberikan jaminan kepastian pasar dan kesepakatan harga. Harga yang disepakati ternyata
lebih tinggi dari harga di pasar umum. Hal ini disebabkan karena model kerjasama ini
memberikan kesempatan kepada petani untuk memperoleh posisi tawar yang sama dengan pihak
lain dalam pasar.
07. Tradisi, tata nilai dan Kepemimpinan. Memelihara tradisi dan tata nilai ternyata menjadi
pondasi dan modal bagi kuatnya kelompok tani. Salah satu nilai yang menjadi pegangan bersama
adalah melakukan kegiatan hendaknya dilandasi niat yang baik dan tulus, serta lakukan
1
“dengan FEATI penyuluh tak tertandingi. Mengasah Penyuluh dan Kelembagaan Penyuluhan ke Depan.
Lesson Learned Program FEATI. 2011. Pusat Penyuluhan Pertanian, Badan Penyuluhan dan Pengembangan
SDM Pertanian. Kementerian Pertanian.
Farmer Empowerment through Agricultural Technology and Information III - 1
FEATI Annual Report 2011

semaksimal mungkin. Di samping itu hadirnya pemimpin kelompok yang kuat, berkemampuan
komunikasi dan jiwa kepemimpinan yang baik, menjadi pendorong bagi anggota lainnya. Melalui
figur ketua kelompoklah penyebaran dan penguatan teknologi mulai dilakukan.
08. Kewirausahaan dan Kemitraan. Meskipun program FEATI mampu memberikan pengetahuan
dan keterampilan dalam berusaha dimana pembelajaran FMA juga menanamkan jiwa
kewirausahaan pada para peserta, tetapi tanpa menggandeng pengusaha atau penyandang dana,
maka hingga saat ini belum mampu mendongkrak perekonomian dan kesejahteraan keluarga.
Keluasan petani untuk menjalin hubungan (bermitra) dengan pihak lain di luar petani, dapat
menjadi penentu bagi misi FEATI untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani,
tidak hanya peningkatan pengetahuan.
09. Dukungan Manajemen. Akhirnya dukungan kuat dari manajemen FEATI juga berkontribusi
terhadap keberhasilan usaha kelompok petani pembelajar FMA. Ternyata melibatkan orang lokal
sebagai pelaksana program memberikan pengaruh yang positif. Keterikatan “rasa sebagai bagian
dari komunitas” meningkatkan komitmen pelaksana program (baca: penyuluh).
10. Capacity building. Pembelajaran FMA juga berperan sebagai capacity building bagi peserta,
artinya tidak hanya membuat tahu teknis budidaya, tetapi meningkatkan percaya diri, kapasitas
personal cara pandang terhadap persoalan dan memunculkan inisiatif baru. Juga menjadi ruang
peningkatan nilai dan strata sosial, serta tak kalah penting memberikan kemampuan teknis dan
politis atau setidaknya kepercayaan diri untuk terjun ke politik desa. Contohnya: lahirnya Kepala
Desa yang merupakan ketua UP FMA. Keberhasilan pembelajaran tidak hanya bersumber dari
kekuatan kelompok, penyuluh dan BPP tetapi juga dukungan penuh dari desa. UP FMA yang
didukung desa kemajuannya signifikan dibanding dengan yang tidak didukung.

Farmer Empowerment through Agricultural Technology and Information III - 2

Anda mungkin juga menyukai