Anda di halaman 1dari 3

PERBEDAAN GANJA DAN CBD

DALAM MENCERMATI PEMBERITAAN TENTANG GANJA MEDIS


DALAM UPAYA LEGALISASI GANJA
(Oleh : Brigjen Pol (P) Drs.Mufti Djusnir, M.Si, Apt) *)

Beberapa waktu belakangan ini, pemberitaan tentang ganja medis menjadi isu hangat, Namun disisi
lain banyak masyarakat yang belum paham bahwa yang berkhasiat untuk pengobatan epilepsi adalah
salah satu zat aktif yang terdapat didalam tanaman ganja tersebut yaitu CBD ( Canabidiol ) bukan
tanaman ganjanya, itu adalah dua hal yang berbeda.
Dimana pemanfaatan tanaman ganja /cannabis untuk tujuan pengobatan sangat berhubungan dengan
erat proporsi kandungan THC dan CBD yang terdapat didalam ganja tersebut. Kandungan utama dari
ganja adalah THC yang mempunyai efek psychoactive, sedangkan yang bermanfaat untuk medis adalah
kandungan CBD nya. Sejarah penggunaan CBD yang diisolasi dari tanaman ganja /cannabis untuk
tujuan medis adalah dengan merubah proporsi atau rasio THC dan CBD yang lebih bertujuan pada
efek medis dan meminimalkan resiko psychoactive (rekreasional).
Sehingga tanaman ganja yang dapat digunakan untuk pengobatan, adalah tanaman ganja yang telah
dilakukan rekayasa genetik, agar mendapatkan kadar CBD tersebut tebih tinggi dibandingkan kadar
THC nya. sedangkan Ganja /Marijuana yang berasal dari Indonesia (asia tenggara) kandungannya
dikatakan adalah High THC /Low CBD, dibandingkan dengan ganja yang berasal dari negara lain
(seperti didalam tabel berikut ini):

Dalam sistem cannabinoid endogen tubuh manusia, terdapat dua reseptor yaitu
reseptor CB1 dan CB2. Dimana Delta-9-THC bekerja pada kedua reseptor tersebut.
Efek psikoaktif yang ditimbulkan THC disebabkan oleh aktivasi reseptor CB1 di otak
(WHO, Delta-9-tetrahydrocannabinol Citical Review, 2018).

*) Kelompok Ahli BNN.RI Bidang Farmasi.


Gambar Berikut ini adalah tanaman medical canabis yang dibudidayakan serta
canabis natural.

Dasar Hukum ;
Posisi ganja dan CBD menurut UU No 35 tahun 2009 adalah Narkotika golongan I, nomer
urut 8 Permenkes R.I No 5 tahun 2020 tentang perubahan penggolongan Narkotika, yang
menyatakan bahwa; Tanaman ganja atau Cannabis Sativa Plant mencakup seluruh bagian
tanaman ganja, damar/resin dan olahan ganja dan semua isomernya.

"Yang perlu diluruskan pemahaman tentang ganja medis ini, adalah bukan keseluruhan
tanaman ganjanya yang bermanfaat untuk pengobatan, tetapi komponen aktif tertentu saja
yang memiliki aktivitas farmakologi/terapi," dalam hal ini adalah CBD. Dengan demikian
menurut saya, penggunaan istilah ganja medis menjadi tidak relefan, yang lebih sesuai bila
kita menyebutnya dengan Cannabidiol untuk medis.

Seperti halnya morfin adalah hasil isolasi zat aktif yg terdapat didalam tanaman Papaver
Somniferum (Popy), yang dipakai untuk pengobatan adalah zat aktif morfinnya, bukan
tanaman Popy nya, tanaman popy sendiri termasuk kedalam narkotika golongan I,
sedangkan morfin termasuk kedalam narkotika golongan II.

Ganja di Indonesia belum pernah digunakan sama sekali untuk peruntukan medis karena
belum ada bukti yang kuat tentang uji klinis ganja di Indonesia. Begitu pula dengan produk
sintetis ganja dan turunannya yang hingga saat ini belum didukung oleh hasil uji
pengembangan obat yang baik.

UU 35 /2009, saat ini melarang penggunaan untuk pengobatan tidak Harga mati, karena
telah memberikan ruang utk dilakukan penelitian terlebih dulu, melalui pasal 8 ayat (2).
Dijelaskan antara lain; Dalam jumlah terbatas, Narkotika Golongan I dapat digunakan
untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk reagensia

*) Kelompok Ahli BNN.RI Bidang Farmasi.


diagnostik, serta reagensia laboratorium setelah mendapatkan persetujuan Menteri atas
rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Masalahnya saat ini, di Indonesia belum ada evident based tentang hasil penelitian terhadap
kandungan zat aktif (CBD) yg bermanfaat untuk obat epilepsy.
Penggunaan CBD untuk pengobatan epilepsi /tdk ada kehususannya, sehingga para tenaga
medis dapat menggunakan obat obat Epilepsi yg telah ditetapkan didalam Formularium
Nasional oleh pemerintah melalui Kepmenkes No : HK.01.07/Menkes/6485/2021. Ada 12
jenis Obat sebagai pilihannya.

Sehingga untuk melakukan penelitian terhadap kandungan zat aktif CBD yang terdapat
didalam ganja, bermanfaat untuk medis atau tidaknya, tidak harus merevisi UU No 35 /2009,
karena sudh diwadahi didalam Pasal 8 ayat (2).

*) Sumber :
1. WHO. (2018). Cannabis and cannabis resin Critical Review.
2. Dines, A. M., Wood, D. M., Galicia, M., Yates, C. M., Heyerdahl, F., Hovda, K. E., ...
& Euro-DEN Research Group. (2015). Presentations to the emergency department following
cannabis use—a multi-centre case series from ten European countries. Journal of medical
toxicology, 11(4), 415-421.
3. Keller, C. J., Chen, E. C., Brodsky, K., & Yoon, J. H. (2016). A case of butane hash oil
(marijuana wax)–induced psychosis. Substance abuse, 37(3), 384-386.
4. Singh, A., Saluja, S., Kumar, A., Agrawal, S., Thind, M., Nanda, S., & Shirani, J.
(2018). Cardiovascular complications of marijuana and related substances: a review.
Cardiology and therapy, 7(1), 45-59.
5. Delteil, C., Sastre, C., Piercecchi, M. D., Faget-Agius, C., Deveaux, M., Kintz, P., ...
& Pélissier-Alicot, A. L. (2018). Death by self-mutilation after oral cannabis consumption.
Legal Medicine, 30, 5-9.

*) Kelompok Ahli BNN.RI Bidang Farmasi.

Anda mungkin juga menyukai