Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Ganja

1. Sejarah umum dan Definisi Ganja

Ganja adalah tanaman yang terdiri dari biji, bunga, daun, batang

dari cannabis sativa yang dikeringkan. Berdasarkan Undang-Undang No.

35 Tahun 2009, ganja merupakan jenis narkotika yang dilarang untuk

pelayanan kesehatan. Dan hanya dapat digunakan untuk penelitian dan

pengembangan ilmu pengetahuan.10 Karena ganja merupakan salah satu

tanaman yang tergolong dalam Narkotika Golongan I.

Kata ganja berasal dari bahasa Sumeriah yaitu Gan-Zi dan Gun-Na

yang pemakaian bahasanya telah terpisah menjadi Ganja. Arti sebuah

ganja adalah pencuri jiwa yang terpintal. Pada zaman Yunani, para

ilmuwan seperti Dioscorides dan Galen kemudian mengabadikan ganja

dalam literatur pengobatan Romawi dengan nama “kannabis”. Setelah

Yunani berhasil ditaklukkan oleh bangsa romawi, “kannabis” berubah

dalam bahasa latin menjadi “Cannabis” untuk pertama kali. 11 Ganja

dimanfaatkan sebagai analgesik (penghilang rasa sakit) dalam situasi

perang, bahan untuk tekstil, tali-temali, minyak untuk penerangan,

memasak, dan lain-lainnya. 12

10
Lihat pasal 8 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
11
M. Taufan Perdana Putra, Kebijakan Pendayagunaan Hemp (Ganja Industri) untuk
Kepentingan Industri di Indonesia, Tesis tidak diterbitkan, Malang, Fakultas Hukum,
Universitas Brawijaya, 2013, hlm. 26
12
Tim LGN, Hikayat Pohon Ganja: 12000 Tahun Menyuburkan Peradaban
Manusia, Kompas Gramedia, Jakarta, 2011, hlm 3-5
12
13

Sejarah ganja di Indonesia bermula pada akhir abad 19, iklan ganja

kadang-kadang muncul dalam beberapa koran berbahasa Belanda di

Hindia Belanda (Indonesia), sebagian besar iklan-iklan itu berusaha untuk

mempromosikan rokok ganja sebagai obat untuk beragam penyakit mulai

dari asma, batuk dan penyakit tenggorokan, kesulitan bernafas dan sulit

tidur. Penting untuk diingat, bagaimanapun, bahwa iklan-iklan tersebut

pada umumnya diarahkan untuk masyarakat Eropa yang berada di Hindia

Belanda (Indonesia), mengingat penggunaan ganja secara medis yang

umum di Eropa pada waktu itu.13

Di wilayah Aceh, penduduk setempat melaporkan bentuk-bentuk

penggunaan ganja yang utama, mulai dari untuk memasak dan/atau

campuran makanan, untuk dicampur dengan kopi atau digunakan sebagai

obat herbal untuk penyakit diabetes. Dalam hal memasak dan campuran

makanan, masyarakat Aceh menggunakan benih ganja untuk

meningkatkan rasa, kelembaban, dan terkadang untuk warna (misalnya

dalam hidangan lokal seperti kari kambing dan mie Aceh). Selain

dicampur dan dibakar sebagai rokok dengan tembakau, bunga tanaman

ganja kadang-kadang direndam didalam tuak, disimpan didalam bambu

dan dikonsumsi sebagai tonik atau obat kuat.14

2. Karakteristik Ganja

Ganja berkembang biak dari biji, namun setiap bijinya bisa

memunculkan dua jenis tanaman yang berbeda, yaitu jantan dan betina,

dimana keduanya terpisah dan tidak pernah berada dalam satu tanaman.

13
Dania Putri dan Blickman Tom, Ganja di Indonesia “Pola Konsumsi, Produksi, dan
Kebijakan”, Transnational Institute, Vol. 44, (Januari 2016): hlm. 3
14
Ibid, hlm. 4
14

Kedua jenis tanaman ini akan sama-sama menghasilkan bunga, namun

hanya tanaman wanita yang bisa menghasilkan biji dan bunganya, itupun

bila serbuk sari dari tanaman jantan sampai ke bunga dari tanaman wanita.

Akar ganja berbentuk serabut dan menghujam ke tanah sampai sepanjang

sepersepuluh batangnya. Karena panjangnya yang demikian, akar serabut

dari ganja dikenal luas dapat menggemburkan tanah.

Bagian batang ganja memiliki panjang yang bervariasi dari 1

hingga 9 meter tergantung dari berbagai faktor seperti varietas, iklim, dan

jumlah sinar matahari. Bagian dalam batangnya tersusun dari serat selulosa

keras yang pendek-pendek seperti pada pohon kayu. Bagian luar atau kulit

dari batang ganja terdiri atas serat yang lebih kuat dan jauh lebih panjang

namun lebih tipis daripada serat batangnya. Bagian lain yang penting dari

tanaman ganja, terutama bagi menikmati efek memabukkannya, adalah

trikoma atau bulu-bulu halus yang tumbuh di seluruh permukaan tanaman

ganja yang bersentuhan dengan udara, terutama terkonsentrasi di daun dan

bunganya. Trikoma menghasilkan berbagai macam zat kimia dalam bentuk

resin (getah) yang salah satunya bernama delta-9-Tetrahydrocannabinol

atau THC. Zat THC bersifat memabukkan dan memiliki efek yang sangat

kompleks pada otak manusia. Fungsi utama dari getah atau resin ini sendiri

diperkirakan adalah untuk melindungi kekeringan dengan memerangkap

uap air dari udara sekitar.15

15
Tim LGN, Op.Cit, hlm. 29-30
15

3. Jenis Ganja

Ada tiga jenis ganja, yaitu cannabis sativa, cannabis indica, dan

cannabis ruderalis. Ketiga jenis ganja ini memiliki kandungan THC

berbeda-beda. Jenis cannabis indica mengandung THC paling banyak,

disusul cannabis sativa, dan cannabis ruderalis. Tetapi dalam ganja juga

terdapat kandungan zat cannabinoid (CBD) yang bertanggung jawab atas

efek psikoaktif (santai dan memperluas pikiran). Ada enam puluh

cannabinoid berbeda, meski sedikit yang diketahui tentang kebanyakan

dari mereka. Ganja mengandung cannabinoid yang tinggi, akan membantu

menghilangkan rasa sakit dan kejang. Sehingga banyak diperuntukkan

untuk media pengobatan. Burreau Medicale Cannabis (BMC) merupakan

lembaga pemerintahan Negara Belanda yang bertugas untuk menyediakan

ganja obat.16 Ada lima varietas tanaman ganja yang dapat dimanfaatkan

sebagai obat, yaitu :17

a) Bedrobinol, mengandung THC sekitar 13,5% dan cannabinoid


<1%.
b) Bedrocan, mengandung THC sekitar 22% dan CBD <1%.
c) Bediol, mengandung THC sekitar 6,3% dan CBD sekitar 8%.
d) Bedica, mengandung THC sekitar 14% dan CBD sekitar <1.
e) Bedrolite, mengandung THC sekitar <1 dan CBD sekitar 9%.

16
Informatiecentrum Cannabis, “Medicinaal Gebruik Cannabis”,
https://www.informatiecentrumcannabis.nl/gebruik/medisch-gebruik/medicinaal-gebruik-cannabis/
Diakses pada tanggal 10 Oktober 2017
17
Bureau Medicinale Cannabis (BMC), “Producten Medicinale Cannabis”, CIBG
Ministerie van Volksgezhondheid Welzijn en Sport, https://www.cannabisbureau.nl/ Diakses pada
tanggal 10 Oktober 2017
16

B. Tinjauan Umum tentang Tindak Pidana Narkotika

1. Pengertian Narkotika

Secara umum yang dimaksud dengan narkotika adalah suatu

kelompok zat yang bila dimasukkan dalam tubuh maka akan membawa

pengaruh terhadap tubuh pemakai yang bersifat:

1) Menenangkan;
2) Merangsang;
3) Menimbulkan halusinasi.

Secara Etimologi narkotika berasal dari kata “Narkoties” yang

sama artinya dengan kata “Narcosis” yang berarti membius. 18 Sifat dari zat

tersebut terutama berpengaruh terhadap otak sehingga menimbulkan

perubahan pada perilaku, perasaan, pikiran, persepsi, kesadaran, dan

halusinasi disamping dapat digunakan dalam pembiusan. Berdasarkan

Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dapat dilihat

pengertian dari Narkotika itu sendiri yakni:

- Pasal 1 ayat (1)

“Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya
rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam
golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-
Undang ini.”

Pandangan dari ahli hukum mengenai pengertian dari Narkotika :

1. Menurut Smith Klise dan French Clinical Staff mengatakan bahwa:

“Narcotics are drugs which produce insebility stupor duo to their


depressant effect on the control nervous system. Included in this

18
Muhammad Taufik Makarao, dkk, Tindak Pidana Narkotika, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 2005, hlm. 21
17

definition are opium derivates (morphine, codein, heroin, and


synthetics opiates (meperidine, methadone).”19

Yang artinya kurang lebih sebagai berikut:

“Narkotika adalah zat-zat (obat) yang dapat mengakibatkan


ketidaksamaan atau pembiusan dikarenakan zat-zat tersebut
bekerja mempengaruhi susunan saraf sentral. Dalam definisi
narkotika ini sudah termasuk jenis candu dan turunan-turunan
candu (morphine, codein, heroin), candu sintetis
(meperidine,methadone).”

2. Narkotika merupakan zat yang bisa menimbulkan pengaruh-

pengaruh tertentu bagi mereka yang menggunakannya dengan

memasukkannya ke dalam tubuh. Pengaruh tubuh tersebut berupa

pembiusan, hilangnya rasa sakit, rangsangan semangat dan

halusinasi atau khayalan-khayalan. Sifat tersebut diketahui dan

ditemui dalam dunia medis bertujuan untuk dimanfaatkan bagi

pengobatan dan kepentingan manusia, seperti dibidang

pembedahan untuk menghilangkan rasa sakit. 20

2. Jenis-jenis Narkotika

Adapun penggolongan jenis-jenis dari Narkotika berdasarkan Pasal

6 ayat (1) Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, adalah

sebagai berikut :21

a) Narkotika Golongan I adalah sebagai berikut:

1. Tanaman Papaver Somniferum L dan semua bagian-bagiannya


termasuk buah dan jeraminya, kecuali bijinya.
2. Opium mentah, yaitu getah yang membeku sendiri, diperoleh
dari buah tanaman Papaver Somniferum L yang hanya

19
Hari Sasangka, Narkotika dan Psikotropika dalam Hukum Pidana, Mandar Maju,
Bandung, 2003, hlm. 33
20
Soedjono. D, Hukum Narkotika Indonesia, PT. Alumni, Bandung, 1987, hlm. 3
21
Lihat Lampiran I Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
18

mengalami pengolahan sekedar untuk pembungkus dan


pengangkutan tanpa memperhatikan kadar morfinnya.
3. Opium masak terdiri dari :
a) candu, hasil yang diperoleh dari opium mentah melalui
suatu rentetan pengolahan khususnya dengan pelarutan,
pemanasan dan peragian dengan atau tanpa penambahan
bahan-bahan lain, dengan maksud mengubahnya menjadi
suatu ekstrak yang cocok untuk pemadatan.
b) jicing, sisa-sisa dari candu setelah dihisap, tanpa
memperhatikan apakah candu itu dicampur dengan daun
atau bahan lain.
c) jicingko, hasil yang diperoleh dari pengolahan jicing.
4. Tanaman koka, tanaman dari semua genus Erythroxylon dari
keluarga Erythroxylaceae termasuk buah dan bijinya.
5. Daun koka, daun yang belum atau sudah dikeringkan atau dalam
bentuk serbuk dari semua tanaman genus Erythroxylon dari
keluarga Erythroxylaceae yang menghasilkan kokain secara
langsung atau melalui perubahan kimia.
6. Kokain mentah, semua hasil-hasil yang diperoleh dari daun koka
yang dapat diolah secara langsung untuk mendapatkan kokain.
7. Kokaina, metil ester-1-bensoil ekgonina.
8. Tanaman ganja, semua tanaman genus genus cannabis dan
semua bagian dari tanaman termasuk biji, buah, jerami, hasil
olahan tanaman ganja atau bagian tanaman ganja termasuk
damar ganja dan hasis.

b) Narkotika Golongan II adalah sebagai berikut :

a. Alfasetilmetadol;
b. Alfameprodina;
c. Alfametadol;
d. Alfaprodina;
e. Alfentanil;
f. Allilprodina;
g. Anileridina;
h. Asetilmetadol;
i. Benzetidin;
j. Benzilmorfina;
k. Morfina-N-oksida;
l. Morfin metobromida dan turunan morfina nitrogen
pentafalent lainnya termasuk bagian turunan morfina-N-
oksida, salah satunya kodeina-Noksida, dan lain-lain.

c) Kemudian, Narkotika Golongan III adalah sebagai berikut:

1. Asetildihidrokodeina
2. Dekstropropoksifena : α-(+)-4-dimetilamino-1,2-difenil-3-
metil-2-butanol propionat
19

3. Dihidrokodeina
4. Etilmorfina : 3-etil morfina
5. Kodeina : 3-metil morfina
6. Nikodikodina : 6-nikotinildihidrokodeina
7. Nikokodina : 6-nikotinilkodeina
8. Norkodeina : N-demetilkodeina
9. Polkodina : Morfoliniletilmorfina
10. Propiram : N-(1-metil-2-piperidinoetil)-N-2-
piridilpropionamida 11. Buprenorfina : 21-siklopropil-7-α-
[(S)-1-hidroksi-1,2,2- trimetilpropil]- 6,14-endo-entano-
6,7,8,14-tetrahidrooripavina
11. Garam-garam dari Narkotika dalam golongan tersebut
diatas
12. Campuran atau sediaan difenoksin dengan bahan lain bukan
narkotika.

3. Tindak Pidana Narkotika

a. Pengertian Tindak Pidana

Hukum pidana dapat dilihat melalui dua unsur, yaitu norma dan

sanksi, dan hukum pidana merupakan suatu bagian dari tata hukum, karena

sifatnya yang mengandung sanksi. 22 Oleh sebab itu, seorang yang dijatuhi

pidana atau hukuman pidana, merupakan orang yang dinyatakan bersalah

dan melanggar ketentuan yang ada dalam peraturan pidana atau orang

yang melakukan kejahatan.

Hukum pidana mempunyai 3 teori pemidanaan, yaitu :

a) Teori absolut;
b) Teori Relatif;
c) Teori Gabungan.

Teori Absolut merupakan teori yang menekankan pada pembalasan

terhadap orang yang melanggar atau yang melakukan kejahatan. Jika teori

relatif merupakan teori yang melakukan pencegahan berdasarkan

22
Moch. Taufik Makarao, dkk, Op.Cit, hlm. 37
20

ketertiban yang ada didalam masyarakat. Namun jika teori gabungan

merupakan gabungan dari kedua teori tersebut.

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam

undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan

dengan kesalahan. Orang yang melakukan perbuatan pidana akan

mempertanggungjawabkan perbuatan dengan pidana apabila ia

mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada

waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukan

pandangan normatif mengenai kesalahan yang dilakukan. 23

Perbuatan dapat dikualifisir sebagai tindak pidana jika secara nyata

telah memenuhi unsur dari sifat melawan hukum, sifat melawan hukum

dibagi menjadi 2, yaitu :24

1. Sifat Melawan Hukum Formil

Menurut Simons, untuk dapat dipidana suatu perbuatan


harus mencocoki rumusan delik dalam suatu ketentuan
tertulis dalam undang-undang pidana.

2. Sifat Melawan Hukum Materiil

Terdapat dua pandangan, pertama, sifat melawan hukum


materiil dilihat dari sudut perbuatannya. Kedua, sifat
melawan hukum materiil dilihat dari sudut sumber
hukumnya. Makna ini bertentangan dengan hukum tertulis
atau hukum yang hidup dalam masyarakat, asas-asas
kepatutan atau nilai-nilai keadilan dan kehidupan sosial
masyarakat.

23
Andi Hamzah, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 2001, hlm. 22
24
Eddy O.S Hiariej, Prinsip-Prinsip Hukum Pidana, Cahaya Atma Pustaka,
Yogyakarta, 2014, hlm. 198
21

b. Pengertian Tindak Pidana Narkotika

Tindak pidana narkotika dapat diartikan adalah segala sesuatu tindakan

atau perbuatan yang melanggar ketentuan-ketentuan hukum dalam hukum

narkotika.25 Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, untuk

menentukan para pelaku tindak pidana pada dasarnya dapat dibedakan,

antara lain : 1. Melakukan (Plegen); 2. Turut Serta (Medeplegen); 3.

Menyuruh Melakukan (Doen Plegen); 4. Menganjurkan (Uitloker);

Membantu Melakukan (Medeplitchge).26 Untuk selanjutnya dapat

dibuktikan melalui proses peradilan berdasarkan Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana.

Berkaitan dengan hukum Narkotika, Undang-Undang yang

mengatur tentang Narkotika di Negara Indonesia adalah UU No. 35 Tahun

2009 tentang Narkotika. Dalam Undang-Undang Narkotika ini, termuat

penguatan atau peningkatan ancaman hukuman. Peningkatan ancaman

hukuman tersebut meliputi berapa jumlah ancaman pidana, yakni minimal

khusus dan maksimal khusus. Serta, jenis ancaman pidana berupa denda

dan pidana penjara terkait dengan kejahatan narkotika dan penyalahgunaan

narkotika. Selain itu juga peningkatan kelembagaan yang berkaitan dengan

pencegahan dan pemberantasan kejahatan narkotika, seperti Badan

Narkotika Nasional dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).

Dan juga peningkatan upaya rehabilitasi medis maupun sosial bagi korban

penyalahgunaan narkotika. 27

25
Moch. Taufik Makarao, dkk, Op.Cit, hlm. 41
26
J.E Sahetapy, Agustinus Pohan (Eds.), Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2011, hlm. 233-234
27
Naskah Akademik Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, hlm. 8
22

Hal-hal yang ada dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009

tentang Narkotika adalah penguatan lembaga yang secara operasional

memiliki tugas, fungsi dan kewenangan di bidang narkotika; penguatan

kewenangan penyidikan; perlakuan terhadap aset hasil tindak pidana

narkotika; mendorong peran serta masyarakat; dan penguatan sanksi

pidana. 28

c. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Narkotika

Bentuk tindak pidana narkotika secara umum diantara lain sebagai

berikut :29

a) Penyalahgunaan/melebihi dosis;
Hal ini disebabkan karena sebab-sebab tertentu, seperti misal,
melepaskan diri dari kesepian dan memperoleh pengalaman-
pengalaman emosional.
b) Pengedaran Narkotika;
Disebabkan karena keterkaitan dengan sesuatu mata rantai
peredaran narkotika, baik nasional maupun internasional.
c) Jual Beli Narkotika;
Pada umumnya dilatarbelakangi oleh motivasi untuk mencari
keuntungan materil, namun ada juga karena motivasi untuk
kepuasan.

C. Tinjauan Umum tentang Putusan Hakim

1. Pengertian Putusan Pengadilan

Pengertian putusan pengadilan terdapat dalam pasal 1 butir 11

KUHAP, yang berbunyi :

“Putusan Pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan


dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan
atau bebas, atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta
menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.”

Putusan hakim merupakan tahap akhir dalam pemeriksaan peradilan

pidana yang dapat dikeluarkan setelah pembacaan tuntutan oleh Jaksa


28
Ibid, hlm. 18-20
29
Moch. Taufik Makarao, dkk, Op.Cit, hlm. 45
23

Penuntut Umum dan setelah itu terdakwa dan penasihat hukumnya

membacakan pembelaannya terkait dengan tuntutan dan jawaban oleh

Jaksa Penuntut Umum. Dengan syarat bahwa terdakwa atau penasihat

hukumnnya mendapat giliran terakhir.30 Menurut Leden Marpaung

didalam buku karangan Lilik Mulyadi, putusan hakim adalah hasil atau

kesimpulan dari sesuatu yang telah dipertimbangkan dan dinilai dengan

semasak-masaknya.31 Putusan hakim juga dapat diartikan bahwa apabila

pemeriksaan perkara telah selesai, Majelis Hakim karena jabatannya

melakukan musyawarah untuk mengambil putusan yang akan dijatuhkan. 32

Putusan hakim diadakan setelah pemeriksaan dinyatakan ditutup,

kemudian hakim mengadakan musyawarah terakhir untuk mengambil

keputusan dan apabila perlu musyawarah diadakan setelah terdakwa, saksi,

penasihat hukum, penuntut umum, dan hadirin meninggalkan ruangan

sidang. Putusan yang diambil adalah suara terbanyak atau pendapat hakim

yang paling menguntungkan terdakwa.33

Putusan hakim pada dasarnya mempunyai peranan yang

menentukan dalam menegakkan hukum dan keadilan, oleh karena itu

didalam menjatuhkan putusan, hakim diharapkan agar selalu berhati-hati,

hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar putusan yang diambil tidak

30
Lihat Pasal 182 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
31
Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana “Normatif, Teoritis, Praktik dan
Permasalahannya, PT. Alumni, Bandung, 2012, hlm. 202
32
Syarif Mappiasse, Logika Hukum Pertimbangan Putusan Hakim, Prenadamedia
Group, Jakarta, 2015, hlm. 34
33
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana “Edisi Revisi”, Sinar Grafika, Jakarta, 2002,
hlm. 278
24

mengakibatkan rasa tidak puas, tidak bertumpu pada keadilan yang dapat

menjatuhkan wibawa pengadilan. 34

Pengertian putusan terdapat dalam sidang terbuka, dapat berupa

putusan pemidanaan, putusan bebas,dan putusan lepas dari segala tuntutan

hukum sebagaimana telah diatur dalam undang-undang. Berdasarkan pasal

193 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, putusan pidana dapat

diberlakukan terhadap terdakwa, apabila pengadilan berpendapat jika

terdakwa telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana berdasarkan apa

yang di dakwakan. Berdasarkan rumusan dalam KUHAP, terdapat 2

golongan putusan, yaitu :

1. Putusan Akhir

Putusan yang dikeluarkan apabila majelis hakim telah selesai

melakukan pemeriksaan sampai pokok perkaranya dalam

persidangan terhadap terdakwa. Putusan ini bersifat final dan

mengikat, akan tetapi sesudah mengucapkan yang ada dalam

putusan tersebut, hakim ketua wajib memberitahu kepada

terdakwa tentang apa yang menjadi haknya, seperti salah

satunya hak untuk menolak putusan dan hak minta banding

dalam tenggang waktu tujuh hari sebagaimana diatur dalam

Pasal 196 ayat (2) KUHAP. 35

2. Putusan Sela

Putusan sela merupakan bukan dari putusan akhir, berdasarkan

pasal 156 ayat (1) KUHAP, dalam penasihat hukum

34
Tri Andrisman, Hukum Acara Pidana, Universitas Lampung, Lampung, 2010, hlm.
68
35
Andi Hamzah, Op.Cit, hlm. 280
25

mengajukan keberatan terhadap surat dakwaan penuntut

umum. Kemudian hakim mengeluarkan putusan sela untuk

memutuskan apakah pemeriksaan tetap diteruskan atau tidak.

Kemudian, Majelis hakim dalam memutuskan suatu perkara

pidana, isi keputusan tersebut dapat berupa salah satu dari beberapa bentuk

putusan pengadilan, yaitu :

(1) Putusan Bebas, berarti terdakwa dinyatakan bebas dari

tuntutan hukum (vrijspraak). Tegasnya terdakwa tidak

dipidana. Berdasarkan pasal 191 ayat (1) KUHAP, yang

menjelaskan bahwa : dari hasil pemeriksaan di sidang

pengadilan kesalahan terdakwa tidak terbukti atas apa yang

didakwakannya.36

(2) Putusan Pelepasan dari Segala Tuntutan Hukum, diatur dalam

pasal 191 ayat (2)37 KUHAP, jadi putusan ini dapat

diberlakukan terhadap terdakwa yang menurut hakim, ia

terbukti secara sah melakukan perbuatan, akan tetapi tidak

merupakan tindak pidana melainkan ruang lingkup hukum

perdata atau hukum adat.38

(3) Putusan pemidanaan, merupakan suatu putusan yang menurut

majelis hakim, terdakwa telah terbukti secara sah melanggar

36
Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP “Edisi
Kedua”, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hlm. 347
37
Pasal 191 ayat (2) KUHAP, yang berbunyi : “Jika Pengadilan berpendapat bahwa
perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu
tindak pidana maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum.
38
Yahya Harahap, Op.Cit, hlm. 352
26

ketentuan pidana sebagaimana yang telah diatur dalam pasal

193 KUHAP.39

Putusan tersebut dikeluarkan oleh hakim harus berdasarkan alasan-

alasan hukum yang sering disebut sebagai dasar pertimbangan hakim.

2. Dasar Pertimbangan Hakim

Dasar pertimbangan berasal dari dua suku kata, yaitu dari kata

dasar dan timbang, kata “dasar” dalam Kamus Bahasa Indonesia berarti

pokok atau pangkal.40 Kata “timbang” berarti tidak berat sebelah, sama

berat, dan pertimbangan adalah pendapat atau argumen (baik atau

buruk).41

Hakim itu sendiri secara etimologis berasal dari bahasa Arab, yaitu

“Hakam”. Hakim yang berarti maha adil, maha bijaksana, sehingga

melalui makna dan arti tersebut, hakim dalam menjalankan fungsinya

diharapkan mampu memberikan keadilan dan kebijaksanaan dalam

memutus perkara. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian

hakim adalah :42

a. Orang yang mengadili perkara (dalam pengadilan atau


mahkamah)
b. Orang-orang pandai, budiman, ahli: orang yang
bijaksana.

Dalam Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman, Hakim memiliki arti yaitu, 43

39
Ibid, hlm. 354
40
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Indonesia, Balai
Pustaka, Jakarta, 2005, hlm. 238
41
Ibid, hlm. 1193
42
Ibid, hlm. 383
43
Pasal 1 angka 5, Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
27

“Hakim pada Mahkamah Agung dan hakim pada badan peradilan


yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,
lingkungan peradilan tata usaha negara, dan hakim pada pengadilan
khusus yang berada dalam lingkungan peradilan tersebut.”

Pengertian diatas secara tidak langsung merupakan pengertian

hakim berdasarkan kompetensi kewenangannya. Sehingga dapat kita

simpulkan bahwa hakim harus memutus suatu perkara dengan cara yang

seadil-adilnya dengan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dan

berdasar menurut unsur-unsur tindak pidana yang telah terbukti dalam

pemeriksaan di persidangan.

Dalam memutus suatu perkara hakim memang mempunyai

kebebasan untuk menggali fakta-fakta yang sebelumnya belum pernah

terungkap, akan tetapi kebebasan itu pun dibatasi oleh Undang-Undang,

yang maksudnya bahwa Hakim tidak bisa secara sewenang-wenang

memutus suatu perkara dengan alasan yang tidak jelas. Berikut bunyi pasal

Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman yang mengatur terkait hal

tersebut :44

“Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan


memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam
masyarakat.”

Dari uraian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa makna atau

arti dari dasar pertimbangan hakim itu sendiri adalah sesuatu yang menjadi

pokok untuk mendapatkan jawaban yang berimbang demi keadilan yang

hidup dalam masyarakat oleh hakim yang berwenang untuk memutus

perkara. Hakim dalam menegakkan hukum harus menekankan penegakkan

44
Pasal 5 ayat (1), Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
28

hukum yang berkeadilan, berkepastian dan bermanfaat.45 Tentu saja,

didalam pertimbangannya, hakim tidak boleh lepas dari unsur-unsur tujuan

hukum, yaitu : 1. Keadilan; 2. Kemanfaatan; Kepastian Hukum. 46

Bersinggungan dengan keadilan, Arti keadilan sendiri itu terkesan

abstrak dan banyak ahli yang mengemukakan pendapatnya atas definisi

atau makna dari keadilan. Berbicara akan konsep keadilan, ada 2 macam

keadilan, 1. Keadilan Prosedural; 2. Keadilan Subtantif. 47 Dalam

melaksanakan aturan-aturan hukum tidak hanya berfokus pada adil atau

tidak memihak, melainkan sisi pelaksanaan yang jujur, senada dengan

prosedur-prosedur yang semestinya dan tidak memandang ras atau status

sosial yang ada dalam masyarakat. Hal tersebut merupakan pandangan

keadilan prosedural. Tetapi pandangan prosedur dirasa melemah, karena

jika terjadi penegak hukum yang curang, maka unsur subtansi akan

dikesampingkan. Untuk itu pandangan keadilan subtantif menurut Achmad

Ali haruslah diutamakan.

Namun Syarif Mappiasse berpendapat, bahwa putusan yang

mendekati keadilan, tentu saja bukanlah putusan yang berdasarkan hanya

undang-undang saja atau corong undang-undang. Melainkan, putusan yang

berkualitas merupakan putusan yang argumentasinya dapat memulihkan

rasa kepercayaan masyarakat, dalam artian hakim dalam memutus tidak

hanya membaca teks, tetapi berusaha memaknai apa yang ada di balik teks

45
Syarif Mappiasse, Op.Cit, hlm. 96
46
Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan
(Judicialprudence), Vol. 1 Pemahaman Awal, Kencana, Jakarta, 2010, hlm. 213
47
Ibid, hlm. 226
29

tersebut dan berdialog dengan konteks seraya melibatkan kepekaan

nuraninya.48

D. Tinjauan Umum tentang Pelayanan Kesehatan

1. Pengertian Pelayanan Kesehatan

Menurut Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo, definisi pelayanan

kesehatan adalah sub sistem pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya

adalah promotif (memelihara dan meningkatkan kesehatan), preventif

(pencegahan), kuratif (penyembuhan), dan rehabilitasi (pemulihan)

kesehatan perorangan, keluarga, kelompok atau masyarakat, lingkungan.

Maksud dari sub sistem disini adalah sub sistem dalam pelayanan

kesehatan yang meliputi: proses, output, input, dampak, umpan balik.49

Pelayanan kesehatan berdasarkan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009

tentang Kesehatan memiliki pengertian sebagai berikut :50

“Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat


yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan
kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif
yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau
masyarakat.”

48
Syarif Mappiasse, Op.Cit, hlm. 137
49
Soekidjo Notoatmodjo, Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni, Cet. 1, Rineka Cipta,
Jakarta, 2007, hlm. 97
50
Lihat Pasal 1 angka 7 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
30

Menurut pendapat Hodgetss dan Casio, Pelayanan Kesehatan

memiliki beberapa jenis, yaitu sebagai berikut :51

“Pertama, Pelayanan kedokteran : Pelayanan kesehatan yang


termasuk dalam kelompok pelayanan kedokteran (medical services)
ditandai dengan cara pengorganisasian yang dapat bersifat sendiri
(solo practice) atau secara bersama-sama dalam satu organisasi.
Tujuan utamanya untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan
kesehatan, serta sasarannya terutama untuk perseorangan dan
keluarga. Kedua, Pelayanan kesehatan masyarakat : Pelayanan
kesehatan yang termasuk dalam kelompok kesehatan masyarakat
(public health service) ditandai dengan cara pengorganisasian yang
umumnya secara bersama-sama dalam suatu organisasi. Tujuan
utamanya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta
mencegah penyakit, serta sasarannya untuk kelompok dan
masyarakat.”

51
Soekidjo Notoatmodjo, Op.Cit, hlm. 98

Anda mungkin juga menyukai