Anda di halaman 1dari 52

BAB II

TINJAUAN UMUM

2.1 Dinas Kesehatan Kota


2.1.1 Kedudukan Dinas Kesehatan Kota
Dinas kesehatan kota adalah merupakan unsur pelaksanaan otonomi
daerah yang melaksanakan urusan pemerintahan yang dipimpin oleh
seorang kepala Dinas yang berkedudukan dbawah dan bertanggung jawab
kepada walikota melalui Sekretaris Daerah.(2)

2.1.2. Visi dan Misi Dinas Kesehtan Kota Bandar Lampung(3)

2.1.3. Tipelogi dan Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kota


2.1.3.1. Tipelogi Dinas Kesehatan Kota
Penentuan kriteria tipologi perangkat daerah berdasarkan atas variabel
umum dan variabel teknis. Variabel umum terdiri dari jumlah penduduk,
luas wilayah dan jumlah anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Sedangkan variabel teknis ditetapkan berdasarkan beban tugas utama pada
setiap urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah
kabupaten/kota serta fungsi penunjang urusan pemerintahan.(4)
Organisasi dinas kesehatan kabupaten/kota dapat dibedakan kedalam
3 (tiga) tipe, terdiri atas :(4)
1. Tipe A, mewadahi pelaksanaan fungsi dinas kesehatan kabupaten/kota
dengan beban kerja yang besar. Dalam hal ini jumlah unit kerja pada
daerah provinsi/kabupaten/kota tipe A mempunyai unit kerja yang
terdiri atas :
a. 1 (satu) sekretariat dengan paling banyak 3 (tiga) sub bagian.
b. 4 (empat) bidang dengan masing-masing bidang paling banyak 3
(tiga) seksi.
4

2. Tipe B, mewadahi pelaksanaan fungsi dinas kesehatan kabupaten/kota


dengan beban kerja yang sedang. Dalam hal ini mempunyai unit kerja
yang terdiri atas :
a. 1 (satu) sekretariat dengan paling banyak 2 (dua) sub bagian.
b. 3 (tiga) bidang dengan masing-masing bidang paling banyak
3(tiga) seksi.
3. Tipe C, mewadahi pelaksanaan fungsi dinas kesehatan kabupaten/kota
dengan beban kerja yang kecil. Dalam hal jumlah unit kerja tipe C,
mempunyai unit kerja yang terdiri atas :
a. 1 (satu) sekretariat dengan paling banyak 2(dua) sub bagian.
b. 2 (dua) bidang dengan masing-masing bidang paling banyak
3(tiga) seksi.
Selain penetapan organisasi dinas kesehatan, pada dinas daerah
kabupaten/kota dapat dibentuk UPT dinas daerah untuk melaksanakan
kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan teknis penunjang tertentu.
Pembentukan UPT dinas daerah ditetapkan dengan peraturan
bupati/walikota setelah dikonsultasikan secara tertulis kepada Menteri
Dalam Negeri. Ketentuan lebih lanjut mengenai klafikasi UPT dinas daerah
dan pembentukan UPT dinas daerah (selain rumah sakit) diatur dengan
peraturan menteri dalam negeri setelah mendapat pertimbangan tertulis dari
menteri terkait dan menteri yang menyelenggarakan Urusan pemerintahan
di bidang aparatur negara. Selain UPT dinas daerah terdapat juga UPTD di
bidang kesehatan yaitu rumah sakit daerah sebagai unit organisasi yang
bersifat fungsional dan unit layanan yang bekerja secara professional.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2016 tentang Perangkat
Daerah, ditetapkan bahwa Pengorganisasian dan Tata Hubungan Kerja
Rumah Sakit diatur tersendiri dalam Peraturan Presiden dan Puskesmas
dalam Peraturan Menteri Kesehatan.(4)

2.1.3.2. Susunan Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung(2)


Susunan Organisasi Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung dapat
dilihat pada lampiran 4, terdiri dari :
1. Kepala dinas
5

2. Sekretariat membawahi sub bagian:


a. Subbagian program dan informasi
b. Subbagian umum dan kepegawaian
c. Subbagian keuangan dan aset
3. Bidang kesehatan masyarakat membawahi :
a. Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi
b. Seksi Promkes dan Pemberdayaan Masyarakat
c. Seksi Kesling, Kesehatan Kerja dan Olah raga
4. Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular
membawahi :
a. Seksi Surveillans dan Imunisasi
a. Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular
b. Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit tidak Menular
5. Bidang Pelayanan Kesehatan membawahi :
a. Seksi Pelayanan Kesehatan Primer dan Tradisional
b. Seksi Pelayanan Kesehatan Rujukan
c. Seksi Mutu dan Akreditasi Pelayanan Kesehatan
6. Bidang Sumber Daya Kesehatan membawahi :
a. Seksi Kefarmasian
b. Seksi Sarana dan prasarana
c. Seksi SDM Kesehatan

2.1.4. Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Kesehatan Kota Bandar


Lampung(2)
2.1.4.1. Tugas Pokok Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung
Dinas kesehatan kota Bandar lampung mempunyai tugas
melaksanakan urusan pemerintah daerah di bidang kesehatan berdasarkan
asas otonomi dan tugas pembantuan.
2.1.4.2. Fungsi Pokok Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung
Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung menyelenggarakan fungsi
sebagai berikut :
1. Perumusan kebijakan sesuai,dengan lingkupnya tugasnya;
2. Pelaksanaan kebijakan sesuai dengan lingkupnya tugasnya;
6

3. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan sesuai dengan lingkup tugasnya;


4. Pelaksanaan administrasi dinas sesuai dengan lingkup tugasnya;
5. Pelaksaan fungsi lain yang diberikan oleh Walikota terkait dengan tugas
dan fungsinya.
Pada susunan struktur organisasi Dinas Kesehatan Kota masing-masing
memiliki tugas dan peran yang penting sebagai yaitu :

1) Kepala Dinas Kesehatan

Kepala Dinas Kesehatan merupakan pimpinan di Dinas Kesehatan


Kota Bandar Lampung mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:
a. Memimpin dan mengkoordinasi pelaksanan tugas sebagian urusan
pemerintahan daerah di bidang kesehatan.
b. Melaksanakan perumusan kebijakan teknis di bidang kesehatan,
meliputi Bidang Kesehatan Masyarakat, Pencegahan dan
pengendalian penyakit, pelayanan kesehatan dan Bidang Sumber
daya Kesehatan.
c. Melaksanakan pemberian dukungan atas penyelanggaraan
pemerintah daerah bidang kesehatan sesuai dengan lingkup
tugasnya.
d. Melaksanakan pengawasan dan pembinaan dan pengendalian bidang
kesehatan sesuai dengan lingkup tugasnya.
e. Pelaksanaan kooerdinasi dan kerjasama dengan lembaga/instansi
serta masyarakat terkait pelaksanaan tugas dan fungsinya.
f. Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pelaporan terhadap tugas dan
fungsi kesehatan.

2) Sekretariat

Dinas Kesehatan. Bidang Sekretariat mempunyai tugas pokok


antara lain :
7

1. Sekretariat dipimpin oleh seorang Sekretaris yang dalam


melaksanakan.tugasnya bertanggung jawab kepada Kepala Dinas.
2. Sekretariat mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Dinas
bidang kesekretariatan yang meliputi Penyusunan Program dan
Informasi, Urusan Umum dan Kepegawaian serta Pengelolaan
Keuangan dan Aset.
3. Sekretaris mempunyai fungsi :
a.Penyusunan kebijakan teknis bidang ketatausahaan;
b.Pengelolaan urusan penyusunan program dan informasi;
c.Pengelolaan urusan administrasi umum dan
Kepegawaian;
d.Pengelolaan urusan keuangan dan aset;
e.Pengelolaan kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap
pelaksanaan program dan kegiatan Dinas;
f.Pengoordinasian pelaksanaan tugas-tugas Dinas.
4. Sekretaris dibantu oleh :
a. Sub Bagian Program dan informasi;
b. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian;
c. Sub Bagian Keuangan dan Aset
5. Masing-rnasing Sub Bagian dipimpin oleh seorang Kepala Sub
Bagian yang dalam rnelaksanakan tugasnya bertanggung jawab
kepada Sekretaris.
a. Subbagian program dan informasi

Sub Bagian Program dan Informasi mempunyai tugas:


1. Menghimpun dan menyusun rencana strategis dan rencana kerja
Dinas;
2. Monitoring dan evaluasi program dan kegiatan Dinas;
3. Menghimpun dan menyusun pelaporan program dan kegiatan dalam
laporan akuntabilitas kinerja Dinas;
8

4. Menghimpun serta .menyimpan data .dan informasi program


kegiatan Dinas;
5. Menyiapkan bahan koordinasi dalam rangka penyusunan program
dan informasi;
6. Menyampaikan .informasi umum bidang kesehatan kepada pihak
lain atas izin Kepala Dinas;
7. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan
b. Subbagian umum dan kepegawaian
Sub Bagian Umum dan Kepegawaian mempunyai tugas:
1.Melakukan pengelolaan dan pelaporan administrasi umum yang
meliputi pengeiolaan naskah dinas, penataan kearsipan dinas,
melaksanakan urLsan rumah tangga, dan perawatan sarana dan
prasarana, urusan hukum dan menyiapkan rapat Dinas;
2.Melakukan pengelolaan dan pelaporan administrasi kepegawaian yang
meliputi kegiatan penyiapan bahan penyusunan rencana kebutuhan
pegawai mutasi, disiplin, pengembangan pegawai dan kesejahteraan
pegawai,
3.Menyiapkan bahan koordinasi terkait urusasn umum dan
kepegawaian;
4. Melaksanakan tugas Iain yang diberikan atasan
c. Subbagian Keuangan dan Aset
Sub Bagian Keuangan dan Aset mempunyai tugas:
a. Melakukan pengelolaan urusan keuangan yang meliputi penyusunan
anggaran, pengadministrasian gaji, perjalanan Dinas;
b. Melakukan pengelolaan urusan aset;
c. Melaksanakan pembukuan, pertanggungjawaban, pelaporan
keuangan dan aset;
d. Melaksanakan penyusunan laporan evaluasi penyerapan realisasi
anggaran;
e. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan.
3) Bidang Kesehatan Masyarakat
9

1. Bidang Kesehatan Masyarakat dipimpin oieh seorang Kepala Bidang


yang dalarn melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada
Kepala Dinas;
2. Bidang Kesehatan Masyarakat mempunyai tugas merumuskan dan
melaksanakan kebijakan serta kewenangan di Bidang Kesehatan
Masyarakat;
3. Bidang Kesehatan Masyarakat mempunyai fungsi :
a.Perumusan kebijakan teknis Bidang kesehatan Masyarakat.
b.Pelaksanaan kebijakan serta kewenangan Bidang kesehatan
masyarakat
c.Pembinaan, pengawasan dan pengendalian kegiatan/tugas Bidang
Kesehatan Masyarakat
d.Pengoordinasian dan kerjasama antar lembaga/instansi terkait
kegiatan Bidang Kesehatan Masyarakat;
e.Pelaksanaan monitoring evaluasi dan pelaporan;
4. Bidang Kesehatan Masyarakat dibantu oleh :
a.Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi;
b.Seksi Promosi dan Pemberdayaan Evlasyarakat;
c.Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olah Raga

a. Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi


Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi mempunyai tugas :
a.Menyiapkan bahan perumusan kebijakan operasional Seksi
Kesehatan Keluarga dan Gizi meliputi kesehatan maternal
dan neonatal, kesehatan balita dan anak prasekolah,
kesehatan usia sekolah dan remaja, kesehatan usia
reproduksi, kesehatan usia lanjut, peningkatan mutu dan
kecukupan gizi, kewaspadaan gizi, penanggulangan masalah
gizi dan pengelolaan konsumsi gizi;
b.Menyiapkan bahan koordinasi Seksi Kesehatan Keluarga
dan Gizi meliputi kesehatan 'maternal dan neonatal,
kesehatan balita dan anak prasekdah, kesehatan usia sekolah
10

dan remaja, kesehatan usia reproduksi, kesehatan usia lanjut,


peningkatan mutu dan kecukupan gizi, kewaspadaan gizi,
penanggulangan masalah gizi dan pengelolaan konsumsi
gizi;
c.Menyiapkan bahan pembinaan Seksi Kesehatan Keluarga
dan Gizi meliputi kesehatan matemal dan neonatal,
kesehatan balita dan anak prasekolah, kesehatan usia
sekolah dan remaja, kesehatan usia reproduksi, kesehatan
usia lanjut, peningkatan mutu dan kecukupan gizi,
kewaspadaan gizi, penanggulangan masalah gizi dan
pengelolaan konsumsi gizi;
d.Melaksanakan koordinasi dan kerjasama lintas program
dan Iintas sektor seksi kesehatan keluarga dan gizi;
e.Menyiapkan bahan monitoring, evaluasi dan pelaporan
Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi meliputi kesehatan
maternal dan neonatal, kesehatan balita dan anak
prasekolah, kesehatan usia sekolah dan remaja,
kesehatan usia reproduksi, kesehatan usia lanjut,
peningkatan mutu dan kecukupan gizi, kewaspadaan
dizi, penanggulangan masalah gizi dan pengeiolaan
ikonsumsi gizi;
b. Seksi Promkes dan Pemberdayaan Masyarakat
Seksi Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat mempunyai
tugas:
a.Menyiapkan bahan perumusan kebijakan operasional Seksi ,
Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat meliputi
komunikasi, informasi dan edukasi kesehatan, potensi sumber
daya promosi kesehatan, advokasi dan kemitraan serta
pemberdayaan masyarakat;
b.Menyiapkan bahan koordinasi Seksi Promosi Kesehatan dan
Pemberdayaan Masyarakat meliputi komunikasi, informasi dan
11

edukasi kesehatan, potensi sumberdaya promosi kesehatan,


advokasi dan kemitraan serta pemberdayaan masyarakat;
c.Menyiapkan bahan pembinaan Seksi Promosi Kesehatan dan
Pemberdayaan Masyarakat meliputi komunikasi, informasi dan
edukasi kesehatan, potensi sumberdaya promosi kesehatan,
advokasi idan kemitraan serta pemberdayaan masyarakat;
d.Melaksanakan koordinasi dan kerjasarna lintas program dan lintas
sektor Seksi Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat;
e.Menyiapkan bahan monitoring, evalua si dan pelaporan Seksi
Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat rneliputi
komunikasi, informasi dan edukasi kesehatan, potensi sumberdaya
promosi kesehatan, advokasi dan kemitraan serta pemberdayaan
masyarakat.
c. Seksi Kesling, Kesehatan Kerja dan Olah Raga
Seksi Kesling, Kesehatan Kerja dan Olah raga mempunyai tugas;
1. Menyiapkan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidan
penyehatan dan sanitasi dasar, penyehatan pangan dan penyehatan
udara, tanah dan kawasan, pengamanan limbah, radiasi, okupasi,
kesehatan kerja serta kesehatan olahraga;
2. Menyiapkan bahan koordinasi Seksi Kesehatan Lingkungan,
Kesehatan Kerja dan Olah Raga meliputi penyehatan air dan sanitasi
dasar, penyehatan pangan, penyehatan udara, tanah dan kawasan,
pengamanan
limbah dan radiasi, kesehatan kerja dan surveilans dan kesehatan
olah raga;
3. Menyiapkan bahan pembinaan Seksi Kesehatan Lingkungan,
Kesehatan Kerja dan Olah Raga meliputi penyehatan air dan sanitasi
dasar, penyehatan pangan, penyehatan udara, tanah dan kawasan,
pengamanan limbah dan radiasi, kesehatan kerja dan surveilens dan
kesehatan olah raga;
12

4. Melaksanakan koordinasi dan kerjasama lintas program dan linfas


sektor Seksi Kesehatan Lirlgkungan, Kesehatan Kerja dan Olah
Raga;
5. Menyiapkan bahan monitoring, evaluasi den pelaporan seksi
Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olah Raga meliputi
penyehatan air dan sanitasi dasar, penyehatan pangan, penyehatan
udara, tanah, dan kawasan, pengamanan limbah dan radiasi,
kesehatan, kerja dan surveilans dan kesehatan olah raga
4) Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular
1) Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit dipimpin oleh
seorang Kepala Bidang yang dalam melaksanakan tugasnya
bertanggung jawab kepada Kepala Dines;
2) Bidang Pencegahan dan Pengendalian penyakit mmpunyai tugas
merumuskan darn melaksanakan kebijakan Berta kewenangan
Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit;
3) Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit mempunyai
fungsi :
a. Perumusan kebijakan teknis Bidang Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit;
b. Pelaksanaan kebijakan sorta kewenangan Bidang Pencegahan
dan Pengendalian Penyakit;
c. Pembinaan, . pengawasan dan pengendalian kegiatan tugas
Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit;
d. Pengoordinasian dan kerjasama antar lembaga/instansi terkait
kegiatan Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyaklt.;
e. Pelaksanaan monitoring evaluasi dan pelaporan;
f. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan atasan,
4) Pengendalian penyakit dibantu oleh :
a. Seksi Surveilans dan Imunisasi
b. Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular
c. Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular
13

a. Seksi Surveillans dan Imunisasi


Seksi Surveilans dan Imunisasi mempunyai tugas :
1. Menyiapkan bahan penlJ|musan kebijakan operasional Seksi
Surveilans dan Imunisasi meliputi kewaspadaan dini, respon
kejadian luar biasa dan wabah/bencana, deteksi dan intervensi
penyakit berpofensi wabah, imunisasi, pembimbingan dan
pengendalian factor resiko kesehatan hajj, pendayagunaan sumber
daya dan fasilitas pelayanan kesehatan haji.
2. Menyiapkan bahan koordinasi Seksi Survailans dan
Imunisasi meliputi kewaspadaan dini, resporn kejadian luar biasa
dan wabah/bencana, deteksi dan intervensi penyakit berpotensi
wabah, imunisasi, pembimbfngan dan pengendalian faktor resiko
kesehatan haji pendayagunaan sumber daya dan fasilifas pelayanan
kesehatan haji
3. Menyiapkan bahan pembinaan Seksi Survailans dan
Imunisasi meliputi kewaspadaan dini, respon kejadian luar biasa
dan wabah/bencana, deteksi dan intervensi penyakit berpotensi
wabah, imunisasi, pembimbfngan dan pengendalian faktor resiko
kesehatan haji pendayagunaan sumber daya dan fasilifas pelayanan
kesehatan haji
4. Melaksanakan koordinasi dan kerjasama lintas program dan lintas
sektor Seksi Surveilans dan Imunisasi
5. Menyiapkan bahan monitoring, evaluasi, dan pelaporan Seksi
Survailans dan Imunisasi meliputi kewaspadaan dini, resporn
kejadian luar biasa dan wabah/bencana, deteksi dan intervensi
penyakit berpotensi wabah, imunisasi, pembimbfngan dan
pengendalian faktor resiko kesehatan haji pendayagunaan sumber
daya dan fasilifas pelayanan kesehatan haji
b. Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular
Tugas seksi Pencegahan dan pengendaliaan Penyakit menular
Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung yaitu :
14

1. Menyiapkan bahan perumusan kebijakan operasional seksi


pencegahan dan pengendalian penyakit menular meliputi pencegahan
dan pengendalian penyakit menular langsung, pencegahan dan
pengendalian penyakit tular vektor dan zoonotik.
2. Menyiapkan bahan koordinasi seksi pencegahan dan pengendalian
penyakit menular meliputi pencegahan dan pengendalian penyakit
menular langsung, pencegahan dan pengendalian penyakit tular vektor
dan zoonotik.
3. Menyiapkan bahan pembinaan seksi pencegahan dan pengendalian
penyakit menular meliputi pencegahan dan pengendalian penyakit
menular langsung, pencegahan dan pengendalian penyakit tular vektor
dan zoonotik.
4. Melaksanakan koordinasi dan kerjasama lintas program dan lintas
sektor Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular.
5. Menyiapkan bahan monitoring, evaluasi, dan pelaporan seksi
pencegahan dan pengendalian penyakit menular meliputi pencegahan
dan pengendalian penyakit menular langsung, pencegahan dan
pengendalian penyakit tular vektor dan zoonotik.
c. Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit tidak Menular
Tugas Pokok Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak
Menular sebagai berikut :
1. Menyiapkan perumusan dan kebijakan operasional seksi
Pencegahan dan Pengendalian penyakit Tidak Menular meliputi
pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular, pencegahan
dan pengendalian penyakit gigi dan mulut, pencegahan dan
pengendalian masalah jiwa dan nafza.
2. Menyiapkan bahan koordinasi seksi Pencegahan dan Pengendalian
penyakit Tidak Menular meliputi pencegahan dan pengendalian
penyakit tidak menular, pencegahan dan pengendalian penyakit gigi
dan mulut, pencegahan dan pengendalian masalah jiwa dan nafza.
3. Menyiapkan bahan pembinaan seksi Pencegahan dan Pengendalian
penyakit Tidak Menular meliputi pencegahan dan pengendalian
15

penyakit tidak menular, pencegahan dan pengendalian penyakit gigi


dan mulut, pencegahan dan pengendalian masalah jiwa dan nafza.
4. Melaksanakan koordinasi dan kerjasama lintas program dan lintas
sektor Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak
Menular.
5. Menyiapkan monitoring, evaluasi, dan pelaporan seksi Pencegahan
dan Pengendalian penyakit Tidak Menular meliputi pencegahan dan
pengendalian penyakit tidak menular, pencegahan dan pengendalian
penyakit gigi dan mulut, pencegahan dan pengendalian masalah
jiwa dan nafza.
5) Bidang Pelayanan Kesehatan
1) Bidang Pelayanan Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala
Bidang yang dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab
kepada Kepaia Dinas
2) Bidang Pelayanan Kesehatan mempunyai tugas merumuskan dan
melaksanakan kebijakan serta kewenangan Bidang Pelayanan
Kesehatan;
3) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud ayat (2),
Bidang Pelayanan Kesehatan mempunyai fungsi
a. Perumusan kebijakan teknis Bidang Pelayanan Kesehatan;
b. Pelaksanaan kebijakan serta kewenangan Bidang Pelayanan
Kesehatan;
c. Pernbinaan, pengawasan dan pengendalian
kegiatan/tugas Bidang Pelayanan Kesehatan;
d. Pengoordinasian dan kerjasama antar lembaga/instansi terkait
kegiatan Bidang Pelayanan Kesehatan;
e. Pelaksanaan monitoring evaluasi dan pelaporan;
f. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan atasan.
4) Dalam melaks:inakan tugas dan fungsinya sebagaimana dimaksud
ayat (2) dan (3), Bidang Pelayanan Kesehatan dibantu oleh :
a. Seksi Pelayanan Kesehatan Primer dan Tradisional;
b. Seksi Pelayanan Kesehatan Rujukan;
16

c. Seksi Mutu dan Akreditasi Pelayanan Kesehatan.


5) Masing-masing seksi dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang
dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawah - kepada Kepala
Bidang.
a. Seksi Pelayanan Kesehatan Primer dan Tradisional
Seksi pelayanan kesehatan primer dan tradisional mempunyai
tugas :
1. Menyiapkan perumusan kebijakan operasional Seksi
Pelayanan Kesehatan Primer dan Tradisional meliputi
Puskesmas, klinik, praktik perorangan medis dan non medis,
pelayanan kesehatan tradisional empiris, komplementer dan
integrasi;
2. Menyiapkan bahan koordinasi Seksi Pelayanan
Kesehatan Primer dan Tradisional meliputi Puskesmas,
klinik, praktik perorangan medis dan non medis, pelayanan
kesehatan tradisional empiris, komplementer dan integrasi;
3. Menyiapkan bahan pembinaan Seksi Pelayanan Kesehatan
Prirner dan Tradisional rneliputi Puskesmas, klinik, praktik
perorangan medis dan non medis, pelayanan kesehatan
tradisional empiris, komplementer dan integrasi;
4. Melaksanakan koordinasi dan kerjasama lintas program dan
lintas sektor Seksi Pelayanan Kesehatan Primer dan
Tradisional;
5. Menyiapkan bahan monitoring, evaluasi dan pelaporan Seksi
Pelayanan Kesehatan Primer dan Tradisional meliputi
Puskesmas, klinik, praktik perorangan medis dan non medis,
pelayanan kesehatan tradisional empiris, komplementer dan
integrasi;
6. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan.
b. Seksi Pelayanan Kesehatan Rujukan
Seksi pelayanan kesehatan rujukan mempunyai tugas :
17

1. Menyiapkan perumusan kebijakan operasional


Seksi 'Pelayanan Kesenatan Rujukan meliputi
pelayanan medik daii keperawatan, pelayanan
penunjang medik dan non medik, pelayanan gawat
darurat terpadu, pengelolaan rujukan, pemantauan
rumah sakit dan rumah sakit pendidikan;
2. Menyiapkan bahan koordinasi Seksi Pelayanan
Kesehatan Rujukan meliputi pelayanan medik dan
keperawatan, pelayanan penunjang medik dan non
medik, pelayanan gawat darurat terpadu,
pengelolaan rujukan, pernantauan rumah sakit dan
rumah sakit pendidikan;
3. Menyiapkan bahan pembinaan Seksi Pelayanan
Kesehatan Rujukan meliputi pelayanan medik dan
keperawatan, pelayanan penunjang rnedik dan non
medik, pelayanan gawat darurat terpadu,
pengelolaan rujukan, pernantauan rumah sakit dan
rumah sakit pendidikan;
4. Melaksanakan koordinasi dan kerjasama lintas
program dan lintas sektor Seksi Pelayanan
Kesehatan Rujukan;
5. Menyiapkan bahan monitoring, evaluasi dan
pelaporan seksi Pelayanan Kese.hatan Rujukan
meliputi pelayanan rneclik dari keperawatan,
pelayanan penunjang medik dan non medik,
pelayanan gawat da'rurat terpadu, pengelolaan
rujukan, pemantauan rumah sakit dan rumah sakit
pendidikan;
6. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh
atasan.
18

c. Seksi Mutu dan Akreditasi Pelayanan Kesehatan


Seksi mutu dan akreditasi pelayanan kesehatan mempunyai
tugas :
1. Menyiapkan perumusan kebijakan operasional Seksi
Mutu dan Akreditasi Pelayanan Kesehatar, meliputi
pelayanan kesehatan primer, pelayanan kesehatan
rujukan, pembiayaan dan jaminan kesehatan;
2. Menyiapkan bahan koordinasi Seksi Mutu dan
Akreditasi Pelayanan Kesehatan meliputi pelayanan
kesehatan primer, pelayanan kesehatan rujukan,
pembiayaan dan jaminan kesehatan;
3. Menyiapkan bahan pembinaan Seksi Mutu dan
Akreditasi Pelayanan Kesehatan meliputi pelayanan
kesehatan primer, pelayanan kesehatan rujukan,
pembiayaan dan jaminan kesehatan;
4. Melaksanakan koordinasi dan kerjasama lintas program
dan linias sektor Seksi Mutu dan Akreditasi Pelayanan
Kesehatan;
5. Menyiapkan bahan monitoring, evaluasi dan pelaporan
Seksi Mutu dan Akreditasi Pelayanan Kesehatan
meliputi pelayanan kesehatan p,rimer, pelayanan
kesehatan rujukan, pembiayaan dan jaminan kesehatan;
6. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasari.
Bagian

6) Bidang Sumber Daya Kesehatan

a. Bidang Sumber Daya Kesehatan dipimpin oleh seorang


Kepala Bidang yang dalam melaksanakan tugasnya
bertanggung jawab kepada Kepala Dinas;

b. Bidang Sumber Daya Kesehatan mempunyai tugas


merumuskan dan melaksanakan kebijakan serta kewenangan
Bidang Sumber Daya Kesehatan;
19

c. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud ayat (2),


Bidang Sumber Daya Kesehatan mempunyai fungsi :
1) Perumusan kebijakan teknis Bidang Sumber Daya
Kesehatan;
2) Pelaksanaan kebijakan serta kewenangan Bidang Sumber
Daya Kesehatan;
3) Pembinaan, perigawasan dan pengendalian kegitan/tugas
Bidang Sumber Daya Kesehatan;
4) Pengoordinasian dan kerjasama antar lembaga/instansi
terkait kegiatan Bidang Sumber Daya Kesehatan;
5) Pelaksanaan monitoring evaluasi dan pelaporan;
6) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan atasan.
d. Dalarn melaksanakan tugas dan fungsinya sebagaimana
dimaksud ayat (2) dan(3), Bidang Sumber Daya Kesehatan
dibantu oleh :
1) Seksi Kefarmasian;
2) Seksi Sarana dan Prasarana;
3) Seksi SDM Kesehatan. .
e. Masing-masing seksi dipimpin oleh seorang Kepala Seksi
jawab kepada Kepala Bidang.
a. Seksi Kefarmasian
Seksi kefarmasian mempunyai tugas :

1)Menyiapkan perumusan kebijakan operasional Seksi Kefarmasian


meliputi tata kelola obat publik dan perbekalan kesehatan
(perencanaan dan penilaian ketersediaan, pengaturan pengadaan,
pengendalian obat publik dan perbekalan kesehatan,
pemantauan Pasar obat publik dan perbekalan kesehatan),
petayanan kefarmasian (manajemen, farmasi klinis, seleksi obat
dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP), penggunaan obat
tradisional), produksi dan distribusi kefarmasian (obat, obat
tradisional, narkotika, psikotropika, prekursor farmasi,
kosfrietika dan pangan);
20

2)Menyiapkan bahan koordinasi Seksi Kefarmasian meiiputi tata


kelola obat publik dan perbekalan kesehatan (perencanaan dan
penilaian ketersediaan, pengaturan pengadaan, pengendalian
obat pubiik dan perbekalan kesehatan, pemantauan pasar obat
publik dan perbekalan kesehatan), pelayanan kefarmasian
(manajernen, farmasi klinis, seieksi obat dan Bahan medis ,
Habis Pakai (BMHP), penggunaan obat tradisional), produksi
dan distribusi kefarmasian (obat, obat narkotika, psikotropika,
prekursor .farmasi, kosrnetika dan pangan);

3)Menyiapkan bahan pembinaan Seksi Kefarmasian meliputi tata


kelola obat publik dan perbekaian kesehatan (perencanaan dan
penilaian ketersediaan, pengaturan pengadaan, pengendalian
obat publik dan perbekaian kesehatan, pemantauan pasar obat
publik dan perbekatan kesehatan), pelayanan kefarmasian
(manajemen, farmasi klinis, seleksi obat dan Bahan
Medis .Habis Pakai (BMHP), penggunaan obat tradisional),
produksi dan distribusi kefarmasian (obat, obat tradisional,
narkotika, psikotropika, prekursor farmasi, kosmetika dan
pangan);

4)Melaksanakan koordinasi dan kerjasama lintas program dan lintas


sektor seksi Kefarmasian;

5)Menyiapkan bahan monitoring, evaluasi dan pelaporan Seksi


Kefarmasian meliputi tata keloia obat publik dan perbekalan
kesehatan (perencanaan dan penilaian ketersediaan, pengaturan
pengadaan, pengendalian obat publik dan perbekalan kesehatan,
pemantauan pasar obat publik dan perbekalan kesehatan),
pelayanan kefarmasian (manajemen, farmasi seleksi obat
dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP), penggunaan obat
tradisional), produksi dan distribui kefarmasian (obat, obat
tradisional, narkotika, psikotropika, prekursor farmasi,
kosmetika dan pangan);

6) Melaksanakan.tugas lain yang diberikan oleh atasan.


21

b. Seksi Sarana Prasarana


Seksi sarana dan prasarana mempunyai tugas :
1) Menyiapkan perumusan kebijakan operasional Seksi Sarana Dan
prasarana Kesehatan;
2) meyiapkan bahan koordinasi Seksi Sarana dan
Prasarana Kesehatan
3) Menyiapkan bahan pembinaan sarana dan Prasarana Kesehatan;
4) Melaksanakan koordinasi dan kerjasama lintas program dan Iintas
sektor Seksi Sarana dan prasarana Kesehatan;
5) Menyiapkan bahan monitoring, evaluasi dan pelaporan Seksi
Sarana dan Prasarana Kesehatan;
6) Melaksanakan tugas Iain yang diberikan oleh atasan.
c. Seksi Sumber Daya Manusia Kesehatan
Seksi Sumber Daya Manusia Kesehatan mempunyai tugas :

1) Menyiapkan perumusan kebijakan operasional Seksi Sumber


Daya Kesehatan meliputi perencanaan dan pendayagunaan SDM
kesehatan, pendidikan SDM kesehatan (fasiiitasi pengembangan
pendidikan dan kemitraan), pelatihan SDM kesehatan (analisis
kompetensi dan kebutuhan pelatihan, pengembangan pelatihan,
pengendalian mutu pelatihan), peningkatan mutu dan
pengawasan mutu SDM kesehatan (fasilitasi standarisasi dan
profesi tenaga kesehatan, pendidikan berkelanjutan,
pengembangan jabatan fungsional analisis, dan pemetaan jabatan
fungsional, pemantauan dan evaluasi jabatan fungsional,
perizinan tenaga kesehatan);

2) Menyiapkan bahan koordinasi Seksi Sumber Daya Kesehatan


meliputi perencanaan dan pendayagunaan SDM kesehatan,
pendidikan SDM kesehatan (fasilitasi pengembangan pendidikan
dan kemitraan), pelatihan SDM kesehatan (analisis kompetensi
dan kebutuhan pelathan, pengernbangan pelatihan, pengendalian
mutu pelatihan), peningkatan mutu dan pengawasan mutu
SDM kesehatan (fasilitasi standarisasi dan profesi
22

tenaga kesehatan, pendidikan berkelanjutan,


pengembangan jabatan fungsional analisis, dan pemetaan jabatan
fungsional, pemantauan dan evaluasi jabatan fungsional,
perizinan tenaga kesehatan);
3) Menyiapkan bahan pembinaan Seksi Sumber Daya Kesehatan
meliputi perencanaan dan pendayagunaan SDM kesehatan,
pendidikan SDM kesehatan (fasilitasi pengembangan pendidikan
dan kemitraan), pelatihan SDM kesehatan (analsis kompetensi
dan kebutuhan pelatihan, pengembangan pelatihan, pengendalian
mutu pelatihan), peningkatan mutu dan ,pengawasan mutu SDM
kesehatan (fasilitasi standarisasi dan profesi tenaga kesehatan,
pendidikan berkelanjutan, pengembangan jabatan fungsional
analisis, dan pemetaan jabatan fungsional, pemantauan dan
evaluasi jabatan fungsional, perizinan tenaga kesehatan);
Melaksanakan koordinasi dan kerjasama lintas program dan
lintas sktor Seksi Sumber Daya Kesehatan;

4) Menyiapkan bahan monitoring, evaluasi dan pelaporan Seksi


Sumber Daya Kesehatan meliputi perencanaan dan
pendayagunaan SDM kesehatari, pendidikan SDM kesehatan
(fasilitasi pengembangan pendidikan dan kernitraan), pelatihan
SDM kesehatan (analisis kompetensi dan kebutuhan pelatihan,
pengembangan peiatihan, pengendalian mutu pelatihan),
peningkatan mutu dan pengawasan mutu SDM kesehatan
(fasilitasi standarisasi dan profesi tenaga kesehatan, pendidikan
berkelanjutan, pengembangan jabatan fungsional analisis, dan
pemetaan jabatan fungsional, pemantauan dan evaluasi jabatan
fungsional, perizinan tenaga kesehatan);

5) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan.


23

8.1.5. Unit Pelayanan Teknis (UPT)


Unit pelaksana teknis merupakan unsur pelaksana tugas teknis pada
dinas.(5) Pada dinas daerah dapat dibentuk unit pelaksana teknis dinas untuk
melaksanakan sebagian kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan teknis
penunjang yang mempunyai wilayah kerja satu atau beberapa kecamatan.(5,6)
Unit pelaksana teknis pada dinas kesehatan kota terdiri dari : UPT
Gudang Farmasi dan UPT Puskesmas.

2.1.5.1. Unit Pelayanan Teknis (UPT) Gudang Farmasi


UPT Gudang Farmasi tempat perencanaan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, dan pemeliharaan barang persediaan berupa
obat, alat kesehatan, dan perbekalan kesehatan lainnya yang tujuannya akan
digunakan untuk melaksanakan program kesehatan di kota yang
bersangkutan.
Kedudukan UPT Gudang Farmasi sebagai unit pelaksana teknis dalam
lingkungan dinas kesehatan yang berada di bawah dan bertanggung jawab
langsung kepada Kepala dinas kesehatan kota(6).
Tugas dan fungsi UPT Gudang Farmasi di dinas kesehatan kota
melaksanakan pengelolaan obat yang antara lain : penerimaan,
penyimpanan, dan pendistribusian perbekalan farmasi dan alat kesehatan
yang diperlukan dalam rangka pelayanan kesehatan, pencegahan dan
pemberantasan penyakit di kota.
Susunan organisasi pada UPT Gudang Farmasi terdiri dari : kepala,
subbagian tata usaha dan kelompok jabatan fungsional.(6)

2.1.5.2. UPT Puskesmas


Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas
merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya
kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama,
dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai
derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya diwilayah kerja.(7) Apabila
di satu kecamatan terdapat lebih dari satu Puskesmas, maka tanggung jawab
24

wilayah kerja dibagi antar Puskesmas dengan memperhatikan keutuhan


konsep wilayah yaitu desa/ kelurahan atau dusun/rukun warga (RW).
Puskesmas memiliki tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk
mencapai tujuan pembangunan kesehatan diwilayah kerjanya dalam rangka
mendukung terwujudnya kecamatan sehat.(7) Dalam menjalankan tugasnya,
puskesmas menjalankan fungsi penyelenggaraan upaya kesehatan
masyarakat (UKM) tingkat pertama di wilayah kerjanya dan penyelenggara
upaya kesehatan perseorangan (UKP) tingkat pertama di wilayah kerjanya.
(7)

Organisasi Puskesmas disusun oleh dinas kesehatan kota berdasarkan


kategori, upaya kesehatan dan beban kerja Puskesmas. Organisasi
Puskesmas paling sedikit terdiri atas:(7)
1. Kepala puskesmas
2. Kepala sub bagian tata usaha
3. Penanggungjawab UKM dan keperawatan kesehatan masyarakat
4. Penanggungjawab UKP, kefarmasian dan Laboratorium
5. Penanggungjawab jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring fasilitas
pelayanan kesehatan.

2.2. Praktik Kefarmasian pada Dinas Kesehatan Kota


2.2.1. Definisi Praktik Kefarmasian
Praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan termasuk
pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan
dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan
informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional
harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.(8)

2.2.2. Praktik Kefarmasian di Dinas Kesehatan Kota


Praktik kefarmasian di dinas kota meliputi pengelolaan obat dan
perbekalan kesehatan yang terdiri dari perencanaan, pengadaan,
penyimpanan, distribusi, pencatatan dan pelaporan, penghapusan,
pemusnahan obat, pembinaan dan pengawasan obat. Praktik kefarmasian
25

pada dinas kesehatan kota meliputi praktik kefarmasian di seksi farmasi,


praktik kefarmasian di UPT Gudang Farmasi dan di UPT Puskesmas.
2.2.2.1. Praktik Kefarmasian Di Seksi Farmasi, Alat Kesehatan dan
Perbekalan Kesehatan Kota

1. Perencanaan
Perencanaan kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan adalah
salah satu fungsi yang menentukan dalam proses pengadaan obat publik dan
perbekalan kesehatan. Tujuan perencanaan kebutuhan obat publik dan
perbekalan kesehatan adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah obat sesuai
dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar termasuk
program kesehatan yang telah ditetapkan.(9)
Proses perencanaan kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan
diawali dari data yang disampaikan Puskesmas. Perencanaan kebutuhan
obat puskesmas menggunakan metode konsumsi berdasarkan pemakaian
obat satu tahun terakhir dilihat dari LPLPO, obat yang diajukan puskesmas
di susun dalam rencana kebutuhan obat (RKO). RKO diserahkan ke
instalasi farmasi di kabupaten/kota yang selanjutnya dikompilasi menjadi
rencana kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan di kabupaten/kota
yang dilengkapi dengan teknik-teknik perhitungannya. Selanjutnya dalam
perencanaan kebutuhan buffer stok pusat maupun provinsi dengan
menyesuaikan terhadap kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan di
kota dan tetap mengacu kepada DOEN.
Dalam perencanaan kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan
diperlukan koordinasi dan keterpaduan sehingga pembentukan tim
perencana obat terpadu merupakan suatu kebutuhan dalam rangka
meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan dana melaui koordinasi,
integritas dan sinkronisasi antar instansi yang terkait dengan perencanaan
obat disetiap kota.(9)
Tim perencana obat dan perbekalan kesehatan terpadu di kota
dibentuk melalui surat keputusan walikota.
26

Susunan tim teknis perencanaan obat dan perbekalan kesehatan terpadu


kabupaten/kota. Tim perencana terpadu terdiri dari : (9)
a. Ketua : kepala bidang yang membawahi program kefarmasian di dinas
kesehatan kota.
b. Sekretaris : kepala unit pengelola obat kota atau kepala seksi farmasi
yang menangani kefarmasian dinas kesehatan.
c. Anggota terdiri dari unsur – unsur terkait seperti unsur secretariat
daerah kota, unsur program yang terkait di dinas kesehatan kota dan
unsur lainnya.
Tugas dan fungsi tim teknis perencanaan obat dan perbekalan kesehatan
terpadu:(9)
a. Ketua mengkoordinasikan kegiatan tim teknis perencanaan obat dan
perbekalan kesehatan terpadu.
b. Sekretaris mempersiapkan daftar perencanaan dan pengadaan
kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan.
c. Unsur sekretarit daerah kota menyediakan informasi ketersediaan
dana APBD yang dialokasikan untuk obat dan perbekalan kesehatan.
d. Unsur pelaksana program dinas kesehatan kota memberikan informasi
data atau target sasaran program kesehatan.
Tahapan yang dilakukan dalam perencanaan kebutuhan obat adalah: (9)
a. Tahap Pemilihan Obat
Pemilihan obat berdasarkan pada obat generik terutama yang
tercantum dalam daftar obat pelayanan kesehatan dasar (PKD) dan daftar
obat essensial nasional (DOEN) yang masih berlaku dengan patokan harga
sesuai dengan keputusan menteri kesehatan tentang daftar harga obat untuk
obat pelayanan kesehatan dasar (PKD) dan obat program. (9)
Fungsi seleksi/ pemilihan obat adalah untuk menentukan apakah obat
benar-benar diperlukan sesuai dengan jumlah penduduk dan pola penyakit
di daerah, untuk mendapatkan pengadaan obat yang baik, sebaiknya diawali
dengan dasar-dasar seleksi kebutuhan obat yaitu pemilihan obat berdasarkan
seleksi yang memberikan efek terapi jauh lebih baik dibandingkan resiko
efek samping yang akan ditimbulkan, jenis obat yang dipilih seminimal
27

mungkin dengan cara menghindari duplikasi dan kesamaan jenis, jika ada
obat baru harus ada bukti yang spesifik untuk efek terapi yang lebih baik,
hindari penggunaan obat kombinasi dan memilih obat berdasarkan obat
pilihan dari penyakit yang prevalensinya tinggi. (9)
b. Tahap Kompilasi Pemakaian Obat
Kompilasi pemakaian obat berfungsi untuk mengetahui pemakaian
setiap bulan dari masing-masing jenis obat di unit pelayanan kesehatan/
puskesmas selama setahun, serta untuk menentukan stok optimum.(9)
c. Tahap Perhitungan Kebutuhan Obat.
Menentukan kebutuhan obat merupakan tantangan yang berat yang
harus dihadapi oleh tenaga farmasi yang bekerja di Instalasi Farmasi kota
maupun unit pelayanan kesehatan dasar (PKD). Masalah kekosongan obat
atau kelebihan obat dapat terjadi apabila informasi semata-mata hanya
berdasarkan informasi yang teoritis kebutuhan pengobatan. Dengan
koordinasi dan proses perencanaan untuk pengadaan obat secara terpadu,
maka diharapkan obat yang direncanakan dapat tepat jenis, tepat waktu dan
mutu yang terjamin. (9)
Pendekatan perencanaan kebutuhan dapat dilakukan melalui metoda
konsumsi yang didasarkan atas analisa data konsumsi obat tahun
sebelumnya dan metoda morbiditas yang didasarkan pola penyakit,
perkiraan kenaikan kunjungan dan waktu tunggu (lead time).(9)
1) Metode konsumsi
Didasarkan atas analisa data konsumsi obat tahun sebelumnya. Untuk
menghitung jumlah obat yang dibutuhkan berdasarkan metode konsumsi
perlu diperhatikan hal-hal seperti pengumpulan dan pengolahan data, analisa
data untuk informasi dan evaluasi, perhitungan perkiraan kebutuhan dan
penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana.(9)
Rumus :

A = (B + C + D) - E

Keterangan :
A = Rencana Pengadan
28

B = Pemakaian rata – rata x 12 bulan


C = Buffer stock (10 – 20%)
D = Lead time 3 - 6 bulan
E = Sisa Stok
2) Metode Morbiditas
Metode morbiditas adalah perhitungan kebutuhan obat berdasarkan
pola penyakit. Adapun factor yang perlu diperhatikan adalah perkembangan
pola penyakit dan lead time. Langkah – langkah dalam metode ini adalah : (9)
a) Memanfaatkan pedoman pengobatan
b) Menentukan jumlah penduduk yang akan dilayani
c) Menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan frekuensi penyakit.
d) Menghitung jumlah kebutuhan obat.
Data yang perlu disiapkan untuk perhitungan metode morbiditas yaitu
perkiraan jumlah populasi, menetapkan pola morbiditas penyakit, masing –
masing penyakit pertahun untuk keseluruhan populasi pada kelompok umur
yang ada, menghitung perkiraan jenis dan jumlah obat sesuai dengan
pedoman pengobatan dasar di puskesmas, menghitung kebutuhan jumlah
obat dengan cara jumlah kasus dikali jumlah obat sesuai pedoman
pengobatan dasar di puskesmas, menghitung jumlah kebutuhan obat yang
akan datang, menghitung jenis, jumlah, dosis, lama pemberian obat
menggunakan pedoman pengobatan yang ada dan menghitung kebutuhan
obat tahun anggaran yang akan datang.(9)
Dengan melaksanakan penyesuaian perencanaan obat dengan jumlah
dana yang tersedia, maka informasi yang didapat adalah jumlah rencana
pengadaan, skala prioritas masing – masing jenis obat dan jumlah kemasan
untuk rencana pengadaan obat tahun yang akan datang. (9)

2. Pengadaan
Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan merupakan proses untuk
penyediaan obat yang dibutuhkan di unit pelayanan kesehatan. Pengadaan
obat dan perbekalan kesehatan dilaksanakan oleh dinas kesehatan provinsi
dan kota.(9) Fungsi pengadaan merupakan usaha-usaha dan kegiatan-
29

kegiatan untuk memenuhi kebutuhan operasional yang telah digariskan


dalam fungsi perencanaan, penentuan kebutuhan maupun penganggaran.
Tujuan dari pengadaan obat adalah tersedianya obat dengan jenis dan
jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan dengan mutu terjamin serta
obat dapat diperoleh pada saat diperlukan.(9)
Pada dasarnya obat termasuk dalam kriteria barang/jasa khusus karena
jenis, jumlah dan harganya telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan
sehingga dapat dilakukan melalui penujukan langsung.(10) Tahun 2013
pemerintah pusat melalui Kementrian Kesehatan melakukan perubahan alur
pengadaan obat yang sebelumnya dilakukan oleh tiap-tiap daerah melalui
proses lelang menjadi E-catalog. E-catalog adalah sistem informasi
elektronik yang memuat daftar, jenis, spesifikasi teknis, dan harga tertentu
dari berbagai penyedia barang/jasa pemerintah. Dengan dikembangkannya
sistem E-Catalogue untuk obat maka pengadaan obat oleh dinas dapat
dilaksanakan dengan pengadaan obat yang tersedia dalam daftar E-
Catalogue portal pengadaan nasional dilakukan dengan prosedur E-
Purchasing dan pengadaan obat yang belum ada dalam E-Catalogue
menggunakan proses pengadaan yang sesuai.
Dalam hal pengadaan obat dapat diperhatikan mengenai
kriteria/persyaratan pemasok.Pemilihan pemasok secara hati-hati dalah
penting karena dapat mempengaruhi baik kualitas maupun biaya obat yang
dibutuhkan. Untuk pemilihan pemasok perlu diperhatikan hal-hal sebagai
berikut :
a. Memiliki izin pedagang besar farmasi/industri farmasi.
b. Bagi pedagang besar farmasi harus mendapat dukungan dari industri
farmasi yang memiliki sertifikat CPOB.
c. Pedagang besar farmasi/industri farmasi sebagai suplier harus
memiliki reputasi yang baik dalam bidang pengadaan obat.
Pengadaan secara elektronik (E-Procurement) merupakan pengadaan
barang/jasa yang dilaksanakam dengan menggunakan teknologi informasi
dan transaksi elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang –
undangan.(11) Pengaturan pengadaan obat berdasarkan katalog elektronik (E-
30

Catalogue) bertujuan untuk menjamin transparansi/keterbukaan, efektifitas


dan efisiensi proses pengadaan obat dalam rangka memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan yang hasilnya dapat dipertanggungjawabkan.(11)
Tahapan pengadaan obat secara E-Procurement yaitu : (11)
a. Persiapan
Tahapan persiapan dalam pengadaan obat sebagai berikut :
1) Satuan kerja dibidang kesehatan daerah dan fasilitas kesehatan tingkat
pertama (FKTP) menyampaikan rencana kebutuhan obat kepada
pejabat pembuat komitmen (PPK).
2) PPK menganalisa kebutuhan pengadaan di katalog elektronik obat
dalam portal pengadaan nasional.
3) PPK menetapkan daftar pengadaan obat sesuai kebutuhan dan
ketersediaan anggaran berupa harga perkiraan sendiri (HPS).
4) Setelah ditetapkannya HPS dan daftar pengadaan obat berdasarkan E-
Catalogue sudah ditandatangani selanjutnya diteruskan oleh PPK
kepada kelompok kerja unit layanan pengadaan (Pokja ULP)/ pejabat
pengadaan untuk diadakan dengan metode E-Purchasing.
b. Pengadaan
Pengadaan obat dilaksanakan oleh kelompok kerja unit layanan
pengadaan (Pokja ULP), dengan tahapan sebagai berikut: (11)
1) Pokja ULP/ Pejabat membuat paket pembelian obat dalam aplikasi E-
Purchasing yang diberikan oleh PPK, paket pengadaan dikelompokan
berdasarkan penyedia.
2) Pokja ULP/ Pejabat pengadaan mengirimkan permintaan pembelian
obat kepada penyedia obat/Industri Farmasi yang termasuk dalam
paket pengadaan.
3) Penyedia Obat/Industri Farmasi yang telah menerimapermintaan
pembelian obat melalui E-Purchasing dari Pokja ULP / Pejabat
pengadaan memberikan persetujuan atas permintaan pembelian obat
dan menunjuk distributor/PBF untuk ditindaklanjuti.
4) Persetujuan penyedia obat/Industri Farmasi kemudian diteruskan oleh
Pokja ULP/pejabat pengadaan kepada PPK untuk ditindaklanjuti.
31

Apabila ada penolakan dari penyedia obat maka ULP melakukan


metode pengadaan lain sesuai peraturan.
5) PPK selanjutnya melakukan perjanjian/kontrak jual beli terhadap obat
yang telah disetujui distributor/PBF yang ditunjuk oleh penyedia obat.
6) Distributor/PBF kemudian melaksanakan penyediaan obat sesuai
dengan isi perjanjian/kontrak jual beli.
7) PPK selanjutnya mengirim perjanjian pembelian obat serta
melengkapi riwayat pembayaran dengan cara mengunggah (upload)
pada aplikasi E-Purchasing.

2.2.2.2. Praktik Kefarmasian Di UPT Gudang Farmasi


1. Penerimaan dan pemeriksaan
Penerimaan dan pemeriksaan merupakan suatu rangkaian kegiatan
pada penerimaan obat baik dari pemasok maupun dari unit pelayanan
kesehatan kepada unit pelayanan kesehatan lainnya dalam rangka memenuhi
permintaan obat dari yang bersangkutan. Tujuannya obat diterima baik jenis
dan jumlahnya sesuai dengan dokumen yang menyertainya.(9)
Pemeriksaan mutu secara organoleptik dilakukan oleh apoteker
penanggungjawab instalasi farmasi kota. Bila terjadi keraguan terhadap
mutu obat dapat dilakukan pemeriksaan mutu di laboratorium yang ditunjuk
pada saat pengadaan dan merupakan tanggungjawab distributor yang
menyediakan.(9)
Pemeriksaan organoleptik yang dilakukan sebagai berikut:(9)
a. Tablet dan tablet salut, pemeriksaan tablet meliputi : kemasan dan
label, bentuk fisik (basah, lengket), warna, bau dan rasa.
b. Kapsul, pemeriksaan kapsul meliputi : kemasan dan label, bentuk fisik
(basah, lengket, terbuka, kosong), warna dan bau.
c. Cairan, pemeriksaan cairan meliputi : kemasan dan label, kejernihan
dan homogenitas, warna dan rasa.
d. Salep, pemeriksaan salep meliputi : warna, homogenitas, kemasan dan
label.
32

e. Injeksi, pemeriksaan injeksi meliputi : warna, kejernihan untuk larutan


injeksi, homogenitas, kemasan dan label

2. Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan pemelihara
dengan cara menetapkan obat dan perbekalan kesehatan yang diterima pada
tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat
merusak mutu obat.(9)
Tujuan penyimpanan obat dan perbekalan kesehatan adalah untuk:
a. Memelihara mutu obat
b. Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab
c. Menjaga kelangsungan persediaan
d. Memudahkan pencarian dan pengawasan
Kegiatan penyimpanan obat meliputi : (9)
a. Pengaturan Tata Ruang
Untuk mendapatkan kemudahan dalam penyimpanan, penyusunan,
pencarian dan pengawasan obat-obatan, maka diperlukan pengaturan tata
ruang gudang yang baik. Adapun faktor - faktor yang perlu dipertimbangkan
dalam merancang gudang adalah sebagai berikut : (9)
1) Kemudahan bergerak
Untuk kemudahan bergerak, maka gudang perlu ditata. Gudang
menggunakan sistem satu lantai dan sebaiknya tidak menggunakan sekat-
sekat karena akan membatasi pengaturan ruangan. Jika digunakan sekat
maka perlu diperhatikan posisi dinding dan pintu untuk mempermudah
gerakan.(9)
Berdasarkan arah arus penerimaan dan pengeluaran obat : (9)
a) Arus garis lurus, pola gudang obat dalam garis lurus dimana untuk
arus penerimaan terpisah dengan arus pengeluaran.
b) Arus U, pola gudang obat mengikuti pola huruf U dimana arus
penerimaan terpisah dengan arus pengeluaran.
c) Arus L, pola gudang obat mengikuti pola huruf L dimana arus
penerimaan terpisah dengan arus pengeluaran
33

2) Sirkulasi udara yang baik


Sirkulasi yang baik akan memaksimalkan stabilitas obat sekaligus
bermanfaat dalam memperbaiki kondisi kerja petugas. Perlu adanya
pengukur suhu di ruang penyimpanan obat dan dilakukan pencatatn suhu.(9)
3) Rak dan pallet
Penggunaan pallet dapat meningkatkan sirkulasi udara dan
pemindahan obat. Penggunaan pallet memberikan keuntungan melindungi
sediaan dari kelembaban, memudahkan penanganan stok, perlindungan
terhadap banjir dan Bandar Lampungan rayap. (9)

4) Kondisi Penyimpanan Khusus


Obat – obat yang memelukan penyimpanan khusus seperti:
a) Narkotika dan bahan berbahaya harus disimpan dalam lemari
khusus dan selalu terkunci.
b) Bahan-bahan mudah terbakar seperti alkohol dan eter sebaiknya
disimpan di bagunan khusus terpisah dari gudang induk.
5) Pencegahan Kebakaran
Perlu dihindari adanya penumpukan bahan – bahan yang mudah
terbakar sepeerti dus. Alat pemadam kebakaran harus diletakan pada tempat
yang mudah dijangkau. (9)
b. Penyusunan Stok Obat
Obat disusun menurut bentuk sediaan secara alfabetis, untuk
memudahkan pengendalian stok maka dilakukan langkah-langkah sebagai
berikut : (9)
1) Menggunakan prinsip FIFO (first in first out) dan FEFO (first expired
first out) dalam penyusunan obat yaitu obat yang masa
kadaluarsannya lebih awal atau yang diterima lebih awal harus
digunakan lebih awal.
2) Menyusun obat dalam kemasan besar diatas pallet secara rapi dan
teratur.
3) Terlaksananya pengiriman obat secara merata dan teratur sehingga
dapat diperoleh pada saat dibutuhkan.
34

4) Terjaminnya kecukupan dan terpeliharanya penggunaan obat di unit


pelayanan kesehatan.
5) Terlaksananya pemerataankeukupan obat sesuai kebutuhan pelayanan
dan program kesehatan

3. Distribusi
Kegiatan distribusi obat di unit pengelola obat publik dan perbekalan
kesehatan kabupaten/kota terdiri dari :
a. Kegiatan distribusi rutin yang mencakup distribusi untuk kebutuhan
pelayanan umum di unit pelayanan kesehatan.
b. Kegiatan distribusi khusus yang mencakup distribusi obat program
seperti program obat TBC, HIV dan Kusta.
Kegiatan distribusi obat dilakukan dari gudang pengelola obat publik
dan perbekalan kesehatan kabupaten/kota kepada masing – masing
puskesmas sesuai prosedur yang berlaku.

4. Pencatatan dan Pelaporan


Pencatatan dan pelaporan data obat di Instalasi Farmasi
kabupaten/kota merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka penatausahaan
obat – obatan secara tertib baik obat – obatan yang diterima, disimpan
didistribusikan maupun yang digunakan di puskesmas dan unit pelayanan
kesehatan lainnya.(9)
Kegiatan pencatatan dan pelaporan meliputi pencatatan dan
pengelolaan data untuk mendukung perencanaan pengadaan obat. Kegiatan
pencatatan dan pelaporan perlu dilakukan untuk memastikan bahwa rencana
distribusi akan dapat didukung sepenuhnya oleh sisa stok obat dalam
gudang penyimpanan unit pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan.
Tujuan pencatatan dan pelaporan yaitu tersedianya data mengenai
jenis dan jumlah penerimaan, persediaan, pengeluaran/ penggunaan dan data
mengenai waktu dari seluruh rangkaian kegiatan mutasi obat.(9)
Pencatatan dan pelaporan terdiri dari : (9)
a. Kartu stok dan kartu stok induk
35

b. LPLPO dan SBBK


c. Buku penerimaan
d. Buku pengeluaran
Terdapat 2 (dua) jenis kartu stok yaitu kartu stok dan kartu stok induk.
Kartu stok diletakan bersamaan/berdekatan dengan obat bersangkutan
sedangkan kartu stok induk disimpan diruang kepala unit pengelola obat
publik dan perbekalan kesehatan sebagai pencerminan obat – obat yang ada
di gudang, namun keduanya memiliki fungsi yang sama yaitu : (9)
a. Kartu stok digunakan untuk mencatat mutasi obat (penerimaan,
pengeluaran, hilang, rusak atau kadaluarsa).
b. Tiap lembar kartu stok hanya diperuntukan mencatat data mutasi 1
(satu) jenis obat yang berasal dari 1 (satu) sumber anggaran.
c. Tiap baris data hanya diperuntukkan mencatat 1 (satu) kejadian mutasi
obat.
d. Data pada kartu stok digunakan untuk menyusun laporan perencanaan,
pengadaan, distribusi dan sebagai pembanding terhadap keadaan fisik
obat dalam tempat penyimpanannya.
Kegiatan yang harus dilakukan dalam pencatatan dan kartu stok : (9)
a. Kartu stok diletakkan bersamaan atau berdekatan dengan obat
bersangkutan.
b. Pencatatan dilakukan secara rutin setiap hari atau setiap bulan.
c. Setiap terjadi mutasi obat langsung dicatat di dalam kartu stok
d. Penerimaan dan pengeluaran dijumlahkan pada setiap akhir bulan.
Sebagai unit kerja yang secara professional berada dibawah dan
langsung bertanggungjawab kepada Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota,
maka IFK memiliki kewajiban untuk melaporkan kegiatan pengelolaan obat
yang dilaksanakan. Laporan yang perlu disusun unit pengelola obat publik
dan perbekalan kesehatan terdiri dari : (9)
a. Laporan dinamika logistic dilakukan oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota ke bupati/walikota dengan tembusan kepala dinas
provinsi tiga bulan sekali dari provinsi ke kementrian kesehatan Cq.
Ditjen Bina Kefarmasian dan Alkes tiga bulan sekali.
36

b. Laporan tahunan/profil pengelolaan obat kabupaten/kota dikirim


kepada dinas kesehatan provinsi dan setelah dikompilasi oleh dinkes
provinsi dikirimkan kepada Kemenkes Cq. Ditjen Bina Kefarmasian
dan Alkes.
Laporan obat tahunan terdiri dari :
a. Laporan mutasi obat
Laporan mutasi obat adalah laporan berkala mengenai mutasi obat
yang dilakukan pertriwulan yang memuat jumlah penerimaan, pengeluaran
dan sisa persediaan di unit pengelola obat public dan perbekalan kesehatan
kecuali laporan narkotik yang dilakukan setiap bulan. Kegunaan laporan
mutasi obat adalah untuk mengetahui jumlah penerimaan dan pengeluaran
obat per triwulan, pertanggungjawaban kepala unit pengelola obat publik
dan perbekalan kesehatan atau bendaharawan barang.
b. Laporan kegiatan distribusi
Laporan ini berfungsi sebagai :
1) Laporan puskesma atas mutasi obat dan kunjungan resep
2) Laporan pemakaian dan lembar permintaan obat (LPLPO) Puskesmas.
3) Dokumen bukti mutasi obat
4) Surat pengiriman obat
c. Laporan pencacahan persediaan akhir tahun anggaran (31 Desember)
Laporan pencacahan persediaan akhir tahun anggaran dibuat pada
setiap akhir tahun anggaran, yang memuat jumlah penerimaan dan
pengeluaran selama 1 tahun anggaran dan sisa persediaan pada akhir tahun
anggaran yang bersangkutan. Kegunaan laporan ini untuk mengetahui
jumlah penerimaan dan pengeluaran obat selama 1 tahun anggaran, untuk
mengetahui sisa persediaan obat pada akhir tahun anggaran, sebagai
pertanggungjawaban dari kepala bendaharawan barang kepada dinas
kesehatan kota.
Laporan pemakaian dan lembar permintaan obat (LPLPO) merupakan
formulir yang digunakan sebagai dokumen bukti mutasi obat adalah
formulir LPLPO atau disebut juga formulir laporan pemakaian dan lembar
permintaan obat .Laporan pemakaian dan lembar permintaan obat
37

dismpaikan oleh puskesmas ke unit pengelola obat publik dan perbekalan


kesehatan (UPOPPK). Petugas pencatatan dan evaluasi melakukan evaluasi
dan pengecekan sesuai dengan rencana distribusi dari UPOPPK lalu
dikirimkan ke dinas kesehatan kabupaten/kota untuk mendapatkan
persetujuan dari kepala dinas kabupaten/kota.
Adapun kegunaan LPLPO : (9)
a. Sebagai bukti pengeluaran obat dari unit pengelola obat publik dan
perbekalan kesehatan.
b. Sebagai bukti penerimaan obat di puskesmas.
c. Sebagai surat permintaan/pesanan obat dari rumah sakit/puskesmas
kepada dinas kesehatan kabupaten/kota unit pengelola obat publik dan
perbekalan kesehatan.
d. Sebagai bukti penggunaan obat di puskesmas.

2.2.2.3. Praktik Kefarmasian di UPT Puskesmas


Kegiatan pelayanan kefarmasian di Puskesmas meliputi 2 (dua)
kegiatan, yaitu kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan obat
dan bahan medis habis pakai dan kegiatan farmasi klinik.

1. Pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai


Pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai merupakan
salah satu kegiatan pelayanan kefarmasian, yang dimulai dari perencanaan
kebutuhan, permintaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian,
pengendalian, pencatatan, pengarsian, pelaporan, pemantauan dan evaluasi
pengelolaan. Tujuannya adalah untuk menjamin kelangsungan ketersediaan
dan keterjangkauan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai yang
efisien, efektif dan rasional, meningkatkan kompetensi/kemampuan tenaga
kefarmasian, mewujudkan sistem informasi manajemen, dan melaksanakan
pengendalian mutu pelayanan.(12)
Kegiatan pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai meliputi :
a. Perencanaan kebutuhan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai.
38

Perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi sediaan farmasi dan


bahan medis habis pakai untuk menentukan jenis dan jumlah sediaan
farmasi dalam rangka pemenuhan kebutuhan puskesmas. Tujuan
perencanaan adalah untuk mendapatkan perkiraan jenis dan jumlah sediaan
farmasi dan bahan medis habis pakai yang mendekati kebutuhan,
meningkatkan penggunaan obat secara rasional dan meningkatkan efisiensi
penggunaan obat.(12)
Perencanaan kebutuhan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai
di puskesmas setiap periode dilaksanakan di ruang farmasi
puskesmas.Proses seleksi sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai
dilakukan dengan mempertimbangkan pola penyakit, pola konsumsi sediaan
farmasi periode sebelumnya, data mutasi sediaan farmasi, dan rencana
pengembangan. Proses seleksi sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai
juga harus mengacu pada daftar obat esensial nasional (DOEN) dan
formularium nasional. Proses seleksi ini harus melibatkan tenaga kesehatan
yang ada di Puskesmas seperti dokter, dokter gigi, bidan, dan perawat, serta
pengelola program yang berkaitan dengan pengobatan. Proses perencanaan
kebutuhan Sediaan Farmasi per tahun dilakukan secara berjenjang (bottom-
up). Puskesmas diminta menyediakan data pemakaian obat dengan
menggunakan laporan pemakaian dan lembar permintaan obat (LPLPO). (12)
Selanjutnya instalasi farmasi kota akan melakukan kompilasi dan
analisa terhadap kebutuhan sediaan farmasi puskesmas di wilayah kerjanya,
menyesuaikan pada anggaran yang tersedia dan memperhitungkan waktu
kekosongan obat, buffer stock, serta menghindari stok berlebih. (12)
b. Permintaan Obat di Puskesmas
Permintaan obat untuk mendukung pelayanan obat di masing –
masing puskesmas diajukan oleh kepala puskesmas kepada kepala dinas
kesehatan kota dengan menggunakan format LPLPO, sedangkan permintan
dari sub unit ke kepala puskesmas dilakukan secara periodik menggunakan
LPLPO sub unit. (13)
Tujuan permintaan sediaan farmasi dan bahan medis
habis pakai adalah memenuhi kebutuhan sediaan farmasi dan bahan medis
39

habis pakai di masing – masing pelayanan kesehatan sesuai dengan


perencanaan kebutuhan yang telah dibuat. (12, 13)
Berdasarkan pertimbangan efisiensi dan ketepatan waktu penyerahan
obat kepada puskesmas, kepala dinas kesehatan kota dapat menyusun
petunjuk lebih lanjutmengenai alur permintaan dan penyerahan obat secara
langsung dari Instalasi kota kepada puskesmas. (13)
c. Penerimaan obat di puskesmas
Penerimaan merupakan suatu kegiatan dalam menerima obat – obatan
yang diserahkan dari unit pengelola yang lebih tinggi kepada unit pengelola
dibawahnya. Penerimaan obat harus dilaksanakan oleh petugas pengelola
obat atau petugas lain yang diberi kuasa oleh kepala puskesmas.(13)
Penerimaan obat bertujuan agar obat yang diterima sesuai dengan
kebutuhan permintaan yang diajukan oleh puskesmas. Setiap penyerahan
obat oleh instalasi farmasi kota kepada puskesmas dilaksanakan stelah
mendapat persetujuan dari kepala dinas kesehatan kota atau pejabat yang
diberi wewenang untuk itu.(13)
Petugas penerima obat bertanggungjawab atas pemeriksaan fisik,
penyimpanan, pemindahan, pemeliharaan dan penggunaan obat berikut
kelengkapan catatan yang menyertainya. Petugas penerima obat wajib
melakukan pengecekan terhadap obat yang diserahterimakan, meliputi
kemasan, jenis dan jumlah obat, bentuk sediaan obat sesuai dengan isi
dokumen (LPLPO), dan ditanda tangani oleh petugas penerima serta
diketahui oleh kepala puskesmas. Petugas penerima dapat menolah apabila
terdapat kekurangan dan kerusakan obat. Setiap penambahan obat, dicatat
dan dibukukan pada buku penerimaan obat dan kartu stok.(13)
d. Penyimpanan obat di puskesmas
Penyimpanan obat dan bahan medis habis pakai merupakan suatu
kegiatan pengamanan terhadap obat yang diterima agar aman (tidak hilang),
terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap terjamin,
sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.(12,13)
Tujuan penyimpanan obat di gudang puskesmas adalah agar mutu
sediaan farmasi yang tersedia di puskesmas dapat dipertahankan sesuai
40

dengan persyaratan yang ditetapkan.(12) Adapun persyaratan gudang obat


puskesmas yaitu cukup luas minimal 3x4 m2, ruangan kering tidak lembab,
ada ventilasi agar ada aliran udara dan tidak lembab atau panas, cahaya yang
cukup, namun jendela harus mempunyai pelindung untuk mengindarkan
cahaya langsung dan berteralis, lantai dibuat dari tegel atau semen yang
tidak memungkinkan bertumpuknya debu dan kotoran lain, bila perlu diberi
alas atau palet, dinding dibuat licin, hindari pembuatan sudut lantai dan
dinding yang tajam, tersedianya lemari atau laci khusus untuk narkotika dan
psikotropika yang selalu terkuci dan ada pengukuran suhu ruangan.(13)
Penyimpanan obat dan bahan medis habis pakai dengan
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: (12)
1) Bentuk dan jenis sediaan.
2) Kondisi yang dipersyaratkan dalam penandaan di kemasan Sediaan
Farmasi, seperti suhu penyimpanan, cahaya, dan kelembaban.
3) Mudah atau tidaknya meledak/terbakar.
4) Narkotika dan psikotropika disimpan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
5) Tempat penyimpanan sediaan farmasi tidak dipergunakan untuk
penyimpanan barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi.
Pengaturan penyimpanan obat di gudang obat puskesmas yaitu obat
disusun berdasarkan alfabetis, obat dirotasi dengan sisetem FIFO dan FEFO,
obat disimpan di rak, obat yang disimpan pada lantai diletakkan diatas
pallet, tumpukan dus sebaiknya harus sesuai dengan petunjuk, cairan
dipisahkan dari padatan dan sera, vaksin, suppos, disimpan dilemari
pendingin.(13)
e. Pendistribusian obat di puskesmas
Pendistribusian sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai
merupakan kegiatan pengeluaran dan penyerahan sediaan farmasi dan bahan
medis habis pakai secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub
unit/satelit farmasi puskesmas dan jaringannya.(13) Tujuan pendistribusian
obat di puskesmas yaitu untuk memenuhi kebutuhan sediaan farmasi sub
41

unit pelayanan kesehatan yang ada di wilayah kerja puskesmas dengan jenis,
mutu, jumlah dan waktu yang tepat. (12)
Sub-sub unit di puskesmas dan jaringannya antara lain: (12,13)
1) Sub unit pelayanan kesehatan di dalam lingkungan Puskesmas;
2) Puskesmas pembantu.
3) Puskesmas keliling
4) Posyandu
5) Polindes.
Pendistribusian ke sub unit (ruang rawat inap, UGD, dan lain-lain)
dilakukan dengan cara pemberian obat sesuai resep yang diterima (floor
stock), pemberian obat per sekali minum (dispensing dosis unit) atau
kombinasi, sedangkan pendistribusian ke jaringan puskesmas dilakukan
dengan cara penyerahan obat sesuai dengan kebutuhan (floor stock).(12)
f. Pemusnahan dan penarikan
Pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, dan bahan medis habis
pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.(12) Penarikan
sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar/ketentuan peraturan
perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah
penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela
oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan
kepada Kepala BPOM. (12)
Penarikan bahan medis habis pakai dilakukan terhadap produk yang
izin edarnya dicabut oleh menteri. Pemusnahan dilakukan untuk sediaan
farmasi dan bahan medis habis pakai apabila produk tidak memenuhi
persyaratan mutu, telah kadaluwarsa, tidak memenuhi syarat untuk
dipergunakan dalam pelayanan kesehatan atau kepentingan ilmu
pengetahuan, dan/atau dicabut izin edarnya. (12)
Jika petugas pengelola obat menemukan obat yang tidak laik pakai
(karena rusak/kadaluarsa), maka perlu dilakukan langkah – langkah sebagai
berikut : (14)
42

1) Petugas kamar obat, kamar suntik, atau unit pelayanan kesehatan


lainnya segera melaporkan dan mengirimkan kembali obat tersebut
kepada kepala puskesmas melalui petugas gudang obat puskesmas.
2) Petugas gudang obat puskesmas menerima dan mengumpulkan obat
rusak/kadaluwarsa dalam gudang. Jika ditemukan obat tidak laik pakai
maka harus segera dikurangkan dari catatan sisa stok pada masing –
masing kartu stok yang dikelolanya. Petugas kemudian melaporkan
obat rusak/kadaluwarsa yang diterimanya dari satuan kerja lainnya,
ditambah dengan obat rusak/kadaluwarsa dalam gudang kepada
kepala puskesmas.
3) Kepala puskesmas selanjutnya melaporkan dan mengirimkan kembali
obat rusak/kadaluwarsa kepada kepala dinas kesehatan kabupaten/kota
untuk dimusnahkan atau di buatkan berita acara sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
g. Pengendalian Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
Pengendalian sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai adalah
suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan
sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga tidak
terjadi kelebihan dan kekurangan/ kekosongan obat di unit pelayanan
kesehatan dasar. Tujuan pengendalian sediaan farmasi adalah agar tidak
terjadi kelebihan dan kekosongan obat di unit pelayanan kesehatan dasar.
Pengendalian Sediaan Farmasi terdiri dari pengendalian persediaan,
pengendalian penggunaan dan penanganan sediaan farmasi hilang, rusak,
dan kadaluwarsa.(12)
h. Pemantauan dan evaluasi pengelolaan sediaan farmasi dan bahan
medis habis pakai
Pemantauan dan evaluasi pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis
habis pakai dilakukan secara periodik dengan tujuan untuk:
1) Mengendalikan dan menghindari terjadinya kesalahan dalam
pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai sehingga
dapat menjaga kualitas maupun pemerataan pelayanan.
43

2) Memperbaiki secara terus-menerus pengelolaan sediaan farmasi dan


bahan medis habis pakai.
3) Memberikan penilaian terhadap capaian kinerja pengelolaan.
Setiap kegiatan pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis
pakai, harus dilaksanakan sesuai standar prosedur operasional. Standar
prosedur operasional (SPO) ditetapkan oleh kepala puskesmas. SPO tersebut
diletakkan di tempat yang mudah dilihat.(12)

2. Pelayanan Farmasi Klinik


Pelayanan farmasi klinik merupakan bagian Pelayanan Kefarmasian
yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien dengan maksud
mencapai hasil yang pasti. Kegiatan pelayanan farmasi klinik meliputi :(12)
a. Pengkajian resep, penyerahan obat
Kegiatan ini bertujuan agar pasien dapet memperoleh obat sesuai
dengan kebutuhan klinis/pengobatan serta pasien dapat memahami tujuan
pengobatan dan mematuhi intruksi pengobatan.
b. Pelayanan Informasi Obat
Merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk
memberikan informasi secara akurat, jelas dan terkini kepada dokter,
apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan kepada pasien.
c. Konseling
Suatu proses untuk mengidentifikasi dan penyelesaian masalah pasien
yang berkaitan dengan penggunaan obat pasien serta keluarga pasien.
d. Ronde/Visite Pasien (untuk Puskesmas Rawat Inap)
Merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan
secara mandiri atau bersama tim profesi kesehatan lainnya. Kegiatan ini
meliputi persiapan, pelaksanaan, pembuatan dokumentasi dan rekomendasi.
e. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO)
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang
merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang
digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi.
f. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
44

Proses untuk memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi


obat yang efektif, terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan
meminimalkan efek samping.
g. Evaluasi Penggunaan Obat
Kegiatan untuk mengevaluasi penggunaan obat secara terstruktur dan
berkesinambungan untuk menjamin obat yang digunakan sesuai indikasi,
efektif, aman dan rasional.

2.2.2.4. Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian di Dinas


Kesehatan Kota
Pemerintah daerah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
masyarakat dan terhadap setiap penyelenggaraan kegiatan yang
berhubungan dengan sumber daya kesehatan di bidang kesehatan dan upaya
kesehatan.(8)

2.2.2.4.1. Pembinaan
Pembinaan dilakukan terhadap segala kegiatan yang berhubungan
dengan pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan diarahkan untuk :
(15)

1. Memenuhi kebutuhan masyarakat akan sediaan farmasi dan alat


kesehatan yang memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan
kemanfaatan.
2. Melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan sediaan farmasi dan
alat kesehatan yang tidak tepat dan/atau tidak memenuhi persyaratan
mutu, keamanan, dan kemanfaatan.
Pembinaan terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan
pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan dalam bidang
informasi, produksi, peredaran, sumber daya manusia, pelayanan kesehatan.
(15)

1. Pembinaan dalam bidang informasi dilakukan dengan: (15)


a. Penyebarluasan informasi kepada masyarakat berkenaan dengan
penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan.
45

b. Melindungi masyarakat dari iklan sediaan farmasi dan alat


kesehatan yang tidak obyektif, tidak lengkap dan menyesatkan.
2. Pembinaan dalam bidang peredaran dilakukan dengan: (15)
a. Menjaga terpenuhinya keamanan, dan kemanfaatan sediaan
farmasi dan alat kesehatan yang diedarkan.
b. Mengembangkan jaringan peredaran sediaan farmasi dan alat
kesehatan yang merata.
3. Pembinaan dalam bidang sumber daya manusia dilakukan dengan: (15)
a. Meningkatkan keterampilan teknis tenaga kesehatan dalam
rangka pemberian pelayanan kesehatan
b. Membentuk dan mengembangkan lembaga pendidikan dan/atau
lembaga pelatihan di bidang sediaan farmasi dan alat kesehatan
c. Menyediakan tenaga penyuluh atau ahli di bidang sediaan farmasi
dan alat kesehatan.
4. Pembinaan dalam bidang pelayanan kesehatan dilakukan dengan: (15)
a. Meningkatkan penggunaan sediaan farmasi yang berupa obat
generik dalam pelayanan kesehatan.
b. Meningkatkan pemanfaatan sediaan farmasi yang berupa obat
tradisional sebagai upaya kesehatan mandiri.
c. Menjamin tersedianya sediaan farmasi dan alat kesehtan yang
memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan dalam
rangka pelayanan kesehatan.
5. Upaya peningkatan obat generik dalam pelayanan kesehatn
dilakukan dengan : (15)
a. Pemberian informasi kepada masyarakat berkenaan dengan
manfaat penggunaan sediaan farmasi yang berupa obat generik
dalam pelayanan kesehatan.
b. Menumbuhkembangkan penggunaan sediaan farmasi yang berupa
obat generik oleh tenaga kesehatan dalam pemberian pelayanan
kesehatan untuk melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan
sediaan farmasi yang berupa obat yang tidak tepat.
46

c. Menjamin ketersediaan sediaan farmasi yang berupa obat generik


pada sarana kesehatan dalam rangka pelayanan kesehatan.

2.2.2.4.2. Pengawasan
Pengawasan pada dinas kesehatan kabupaten/kota merupakan
pengawasan pengawasan terhadap segala kegiatan yang berhubungan
dengan pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan.(15) Dalam
melaksanakan tugas pengawasan sediaan farmasi dan alat kesehatan
pengawas melakukan fungsi: (15)
1. Memasuki setiap tempat yang diduga digunakan dalam kegiatan
produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan perdagangan sediaan
farmasi dan alat kesehatan untuk memeriksa, meneliti, dan mengambil
contoh dan segala sesuatu yang digunakan dalam kegiatan produksi,
penyimpanan, pengangkutan, dan perdagangan sediaan farmasi dan
alat kesehatan.
2. Membuka dan meneliti kemasan sediaan farmasi dan alat kesehatan.
3. Memeriksa dokumen atau catatan lain yang diduga memuat
keterangan mengenai kegiatan produksi, penyimpanan, pengangkutan,
dan perdagangan sediaan farmasi dan alat kesehatan, termasuk
menggandakan atau mengutip keterangan tersebut.
4. Memerintahkan untuk memperlihatkan izin usaha atau dokumen lain.
Apabila hasil pemeriksaan oleh tenaga pengawas menunjukkan
adanya dugaan atau patut diduga adanya pelanggaran hukum di bidang
sediaan farmasi dan alat kesehatan segera dilakukan penyidikan oleh
penyidik yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. (15)
Tindakan Administratif hasil pengawasan : (15)
1. Menteri dapat mengambil tindakan administratif terhadap sarana
kesehatan dan tenaga kesehatan yang melanggar hukum di bidang
sediaan farmasi dan alat kesehatan.
2. Tindakan administratif dapat berupa: (15)
a. Peringatan secara tertulis
47

b. larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan/atau perintah


untuk menarik produk sediaan farmasi dan alat kesehatan dari
peredaran yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan
kemanfaatan
c. Perintah pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan, jika
terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan
kemanfaatan
d. pencabutan sementara atau pencabutan tetap izin usaha industri,
izin edar sediaan farmasi dan alat kesehatan serta izin lain yang
diberikan.
3. Tindakan administratif berupa pencabutan sementara atau pencabutan
tetap izin oleh yang berwenang.
4. Jika pelanggaran hukum dilakukan oleh tenaga kesehatan, tindakan
administratif dikenakan berupa:
a. Teguran
b. Pencabutan izin untuk melakukan upaya kesehatan.
2.2.2.4.3 Pengendalian
Pengendalian merupakan kegiatan untuk memastikan tercapainya
sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah
ditetapkan. Tujuan dari pengendalian agar tercapai strategi dan program
yang telah ditetapkan. Sasaran pengendalian dilakukan terhadap pelayanan
kesehatan, tenaga kesehatan dan sarana kesehatan baik pemerintah maupun
swasta, perizinan dan non perizinan pada standarisasi mutu kesehatan.

2.3. Tugas Pokok dan Fungsi Apoteker Dinas Kesehatan


Kabupaten/Kota
2.3.1. Tugas Pokok dan Fungsi Apoteker pada Jabatan Struktural
Jabatan struktural adalah suatu kedudukan yang menunjukkan tugas
tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang pegawai negri sipil dalam
rangka memimpin suatu satuan organisasi.(16) pejabat struktur dinas
48

kesehatan kabupaten/kota meliputi kepala, sekretaris, kepala bidang


dan/bagian dan kepala seksi dan/atau kepala subbagian.(16)
Pengangkatan pegawai ke dalam jabatan struktural kesehatan
dilakukan setelah memenuhi persyaratan danstandar kompetensi jabatan
yang akan dijabat melalui proses rekruitmen dan seleksi sesuai peraturan
perundang – undangan.(4)
Jabatan struktural/ pemimpin tinggi pratama dan administrasi pada
dinas kesehatan yaitu : (4)
1. Kepala Dinas Kesehatan
a. Ringkaran tugas jabatan :
Memimpin dan menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah di
dinas kesehatan sesuai dengan ketetntuan yang berlaku untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
b. Pangkat/golongan:
Pembina utama muda/golongan IV c, atau pembina tingkat 1/
golongan IVb dengan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun masa
kerja golongan.
c. Pendidikan
Sekurang-kurangnya sarjana strata-1 kesehatan/diploma IV
kesehatan dengan sarjana strata 2 bidang kesehatan, lebih
diutamakan dengan peminatan epidemiologi kesehatan.
d. Pengalaman kerja:
1) Pernah/ sedang menduduki jabatan administrator paling
singkat 2 (dua) tahun, atau sedang menduduki jabatan
fungsional jenjang ahli madya bidang kesehatan sekurang-
kurangnya 2 (dua) dan
2) Memiliki pengalaman kerja di bidang kesehatan secara
kumulatif sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun.
e. Pelatihan penjenjangan:
Sekurang-kurangnya telah mengikuti dan lulus diklat
kepemimpinan III, atau sederajat sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
49

2. Sekreataris Dinas Kesehatan


a. Ringkasan tugas jabatan:
melaksanakan koordinasi pelaksanaan tugas dan pemberian
dukungan administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
b. Pangkat/golongan:
Pembina/golongan IV a, atau penata tingkat 1/ golongan III d
dengan sekurang-kurangnya kerja golongan 2 (dua) tahun.
c. Pendidikan : sekurang-kurangnya Sarjana Strata-1/Diploma iv.
d. Pengalaman Kerja:
1) Pernah/sedang menduduki jabatan pengawas sekurang-
kurangnya 3 (tiga) tahun, atau sedang menduduki jabatan
funsional yang setingkat dengan Jabatan Pengawas sesuai
dengan bidang tugas jabatan yang akan didududki, dan
2) Memiliki pengalaman kerja di bidang administrasi secara
kumulatif sekurang-kurangnya selama 4 (empat) tahun.
e. Pelatihan pejenjangan:
1) telah mengikuti pelatihan sekurang-kurangnya tantang
rencana strategis, sistem menejemen informasi kesehatan,
menejemen bencana, pengelolaan anggaran, menejemen sdm,
dan administrasi perkantoran yang dibuktikan dengan
sertifikat pelatihan.
2) Pelatihan pada butir 1 dipenuhi paling lama 1 (satu) tahun
setelah menduduki jabatan.
3. Kepala Bidang
a. Ringakasan tugas jabatan : melaksanakan penyiapan perumusan
dan pelaksanaan kebijakan operasional, monitoring , evaluasi, dan
pelaporan di bidang yang menjadi lingkup tugasnya.
b. Pangkat/Golongan Pembina/Golongan IV a, atau Penata Tingkat
1/Golongan IIId dengan minimal 2 (dua) tahun masa kerja
golongan.
c. Pendidikan: Sarjana strata-1 Kesehatan/Diploma IV kesehatan.
50

d. Pengalaman kerja
1) Pernah/sedang menduduki jabatan pengawas sekurang-
kurangnya 3 (tiga) tahun, atau sedang menduduki jabatan
fungsional yang stingkat atau lebih tinggi dari jabatan
Pengawas sesuai dengan bidang tugas jabatan yang akan
diduduki dan
2) Memiliki pengalaman jabatan dalam bidang kesehatan secara
kumulatif sekurang-kurangnya selama 4 (empat) tahun.
4. Kepala Seksi
a. Ringkasantugas jabatan :
Melaksanakan penyiapan bahan perumusankebijakan operasional
pelaksanaan kebijakan operasional, monitoring evaluasi dan
pelaporan dibidang yang menjadi lingkup tugas di Dinas
Kesehatan.
b. Pangkat/Golongan:
Penata tingkat 1/Golongan IIIb, atau penata/Golongan IIIa dengan
sekurang-kurangnya 2 tahun masa kerja golongan.
c. Pendidikan:
Sarjana strata 1/ kesehatan/D IV kesehatan yang sesuai dengan
bidang tugas
d. Pengalaman kerja:
1) Memiliki pengalaman jabatan pelaksana dalam bidang
kesehatan secara kumulatif sekurang-kurangnya selama 4
tahun.
2) Menduduki jabatan fungsional yang setingkat dengan jabatan
pelaksana sesuai dengan bidang tugas jabatan yang akan
diduduki.
e. Pelatihan penjenjangan:
Telah mengikuti dan lulus Diklat kepemimpinan IV atau paling
lambat harus di penuhi 1 (satu) tahun setelah menduduki jabatan.
f. Pelatihan teknis:
51

1) Telah mengikuti pelatihan teknis sesuai dengan bidang tugas


dan
2) Substansi pelatihan sebagaimana dimaksud butir 1 harus
dipenuhi paling lama 1 (satu) tahun setelah menduduki
jabatan.

2.3.2 Tugas Pokok dan Fungsi Apoteker pada Jabatan Fungsional


Jabatan fungsional adalah sekelompok jabatan yang berisi fungsi dan
tugas berkaitan dengan layanan fungsional yang berdasar pada keahlian dan
keterampilan tertentu.(4) Jabatan fungsional apoteker merupakan jabatan
tingkat ahli. Jabatan fungsional apoteker merupakan jabatan yang
mempunyai ruang lingkup, tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk
melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada unit pelayanan kesehatan yang
diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil dengan hak dan kewajiban yang
diberikan secara penuh oleh pejabat yang berwenang. (17)
Instansi Pembina jabatan Fungsional Apoteker adalah Kementrian
Kesehatan. Pengangkatan kedalam jabatan Fungsional Apoteker harus
sesuai dengan kebutuhan organisasi.
Jenjang jabatan fungsional apoteker dari yang terendah sampai yang
tertinggi sebagai berikut : (17)
1. Apoteker pertama, pangkat penata muda tingkat I, golongan ruang
III/b
2. Apoteker muda, terdiri dari penata dengan golongan ruang III/c dan
penata tingkat I dengan golongan ruang III/d
3. Apoteker madya, terdiri dari pembina dengan golongan ruang IV/a,
pembina tingkat I dengan golongan ruang IV/b dan Pembina utama
muda dengan golongan ruang IV/c
4. Apoteker utama, terdiri dari pembina utama madya dengan golongan
IV/d dan Pembina utama dengan golongan ruang IV/e
Rincian kegiatan apoteker sesuai jenjang jabatan fungsional di dinas
kesehatan kabupaten/kota adalah : (17)

2.3.2.1 Apoteker Pertama


52

1. Membuat kerangka acuan dalam rangka penyiapan rencana kegiatan


kefarmasian.
2. Mengklasifikasi perbekalan farmasi dalam rangka pemilihan
perbekalan farmasi.
3. Inventarisasi pemasok perbekalan farmasi dalam rangka pemilihan
perbekalan farmasi.
4. Mengolah data dalam rangka perencanaan perbekalan farmasi.
5. Menyusun perbekalan farmasi dalam rangka penyimpanan perbekalan
farmasi.
6. Merekapitulasi daftar usulan perbekalan farmasi dalam rangka
penghapusan perbekalan farmasi.

2.3.2.2 Apoteker Muda


1. Menelaah atau mengkaji data-data dalam rangka penyiapan rencana
kegiatan kefarmasian
2. Membuat rencana kerja dalam rangka penyiapan rencana kerja
kefarmasian.
3. Menentukan jenis perbekalan farmasi dalam rangka pemilihan
perbekalan farmasi.
4. Menilai mutu dalam rangka pemilihan pemasok perbekalan farmasi.
5. Menyusun rncana kebutuhan dalam rangka perencanaan, perbekalan
farmasi.
6. Membuat surat pesanan dalam rangka pembelian perbekalan farmasi.
7. Mengembalikan perbekalan farmasi yang tidak sesuai dengan
persyaratan dalam rangka pengadaan perbekalan farmasi melalui jalur
pembelian.
8. Mengajukan usulan obat program dalam rangka pengadaan perbekalan
farmasi melalui jalur non pembelian.
9. Mengembalikan perbekalan farmasi yang tidak sesuai dengan
persyaratan dalam rangka pengadaan perbekalan farmasi melalui jalur
non pembelian.
53

10. Memeriksa perbekalan farmasi dalam rangka penyimpanan perbekalan


farmasi.
11. Mengelompokkan perbekalan farmasi dalam rangka penyimpanan
perbekalan farmasi.
12. Mengkaji permintaan perbekalan farmasi dalam rangka
pendistribusian perbekalan farmasi.
13. Membuat jadwal penghapusan dalam rangka penghapusan perbekalan
farmasi.
14. Penyusunan laporan kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi.

2.3.2.3 Apoteker Madya


1. Menyajikan rencana kegiatan dalam rangka penyiapan rencana
kegiatan kefarmasian.
2. Menyajikan rancangan dalam rangka perencanaan perbekalan farmasi.
3. Menganalisis usulan pembelian dalam rangka pengadaan perbekalan
farmasi melalui jalur pembelian
4. Menilai barang droping dalam rangka pengadaan perbekalan farmasi
melalui jalur non pembelian.
5. Memeriksa catatan atau bukti perbekalan farmasi dalam rangka
penyimpanan perbekalan farmasi.
6. Menganalisis daftar usulan perbekalan dalam rangka pengadaan
penghapusan perbekalan farmasi.
7. Evaluasi kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi.

2.3.2.4 Apoteker Utama


1. Mengawasi proses pemusnahan dalam rangka penghapusan
perbekalan farmasi
2. Pelayanan informasi obat.
Apabila suatu unit kerja tidak terdapat apoteker yang sesuai dengan
janjang jabatannya untuk melaksanakan kegiatan tersebut, maka apoteker
yang berada satu tingkat diatasnya atau satu tingkat dibawah jenjang
54

jabatannya dapat melakukan kegiatan tersebut berdasarkan penugasan


secara tertulis dari pimpinan unit kerja yang bersangkutan.(17)

Anda mungkin juga menyukai