RANGKUMAN HOTS, TPACK, DLL
RANGKUMAN HOTS, TPACK, DLL
RANGKUMAN HOTS, TPACK, DLL
Guru diharapkan lebih kreatif dan inovatif dalam menyajikan materi pelajaran. Higher Order of Thinking Skill
(HOTS) adalah kemampuan berpikir kritis, logis, reflektif, metakognitif, dan berpikir kreatif yang merupakan
kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Apa maksud dari pembelajaran berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi atau HOTS?
Soal-soal HOTS merupakan instrumen pengukuran yang digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat
tinggi, yaitu kemampuan berpikir yang tidak sekadar mengingat (recall), menyatakan kembali (restate), atau merujuk
tanpa melakukan pengolahan (recite).
Apa saja yang diperlukan untuk mengembangkan evaluasi pembelajaran yang berorientasi HOTs?
Apa Yang Dimaksud Level Kognitif ?
Dimensi proses kognitif Bloom dikelompokkan ke dalam tiga level kognitif, yaitu:
Level 1: mengingat (C1) dan memahami (C2),
Level 2: mengaplikasikan (C3),
Level 3: menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan mencipta (C6)
Salah satu kemampuan guru yang ditekankan untuk ditingkatkan oleh guru adalah kemampuan melakukan penilaian
hasil belajar yang berorientasi kepada kemampuan berpikir tingkat tingkat tinggi (Higher Order Thinking
Skills/HOTS) yang meliputi C-4 (analisis), C-5 (evaluasi), dan C-6 (mencipta/mengkreasi).
Soal HOTS tidak identik dengan soal yang sulit. Sebaliknya, soal yang mudah tidak selamanya soal LOTS. Dengan
kata lain, tingkat kesulitan soal dan HOTS adalah dua sisi yang berbeda sudut pandangnya.
Penilaian berorientasi HOTS bukanlah sebuah bentuk penilaian yang baru bagi guru dalam melakukan penilaian.
Tetapi penilaian berorientasi HOTS ini memaksimalkan keterampilan guru dalam
melakukan penilaian. ... Penilaian belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik yang meliputi aspek: sikap,
pengetahuan, dan keterampilan.
HOTS merupakan salah satu tuntutan keterampilan dalam pembelajaran abad 21, yaitu berpikir kritis, kreatif,
kolaboratif, dan komunikatif. Soal HOTS memungkinkan untuk membuat jenis soal yang sama, namun dengan
pertanyaan yang berbeda.
Soal HOTS adalah model evaluasi pendidikan yang menguji kemampuan berpikir tingkat tinggi. Ketimbang ditanya
fakta atau definisi, siswa ditanya bagaimana sebuah sistem bekerja. Soal HOTS akan mengasah logika, pola pikir
kritis, dan kreativitas siswa.
Penilaian HOTs biasanya dilakukan untuk menilai kemampuan siswa pada ranah menganalisis (C4), mengevaluasi
(C5), dan mengkreasi (C6)(Kemdikbud, 2017). ... Bahkan kata kerja „menentukan‟ dapat digolongkan C6
(mengkreasi) bila pertanyaan menuntut kemampuan menyusun strategi pemecahan masalah baru.
RPP HOTS adalah bagaimana seorang guru dapat merancang proses pembelajaran hingga peserta didiknya dapat
belajar dengan tingkatan berfikir dalam tahapan C4, C5 dan C6 dalam jenjang materi konseptual, procedural dan
metakognitif.
Mengapa kurikulum K-13 diarahkan untuk membuat soal evaluasi berbasis HOTs?
Pada penilaian Kurikulum 2013, guru diharapkan mampu membuat soal-soal HOTS agar peserta didik tidak hanya
menjawab pada level C-1 (mengingat), C-2 (memahami), dan C-3 (mengaplikasikan) saja, tetapi juga pada level C-4
(menganalisis), C-5 (mengevaluasi), dan C-6 (mencipta).
PEMBELAJARAN ABAD 21
Terdapat tiga aspek dalam evaluasi pembelajaran, yang oleh Benjamin S. Bloom dinamkan Taksonomi Bloom, yakni
kognitif, afektif dan psikomotorik. Ranah kognitif memiliki enam tingkatan, yakni pengetahuan, pemahaman,
penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi.
Keterampilan abad ke-21 atau diistilahkan dengan 4C (Communication, Collaboration, Critical Thinking and
Problem Solving, dan Creativity and Innovation) merupakan kemampuan sesungguhnya ingin dituju dengan
Kurikulum 2013.
Berikut penjelasan 4C.
1. Communication (komunikasi)
Komunikasi adalah sebuah kegiatan mentransfer sebuah informasi baik secara lisan maupun tulisan. Namun, tidak
semua orang mampu melakukan komunikasi dengan baik. Terkadang ada orang yang mampu menyampaikan semua
informasi secara lisan tetapi tidak secara tulisan ataupun sebaliknya.
Kompetensi apa saja yang perlu dimiliki guru dan siswa di abad 21?
Hal itu sesuai dengan empat kompetensi yang harus dimiliki siswa di abad 21 yang disebut 4C, yaitu Critical
Thinking and Problem Solving (berpikir kritis dan menyelesaikan masalah), Creativity (kreativitas), Communication
Skills (kemampuan berkomunikasi), dan Ability to Work Collaboratively (kemampuan untuk bekerja.
Elemen-elemen apa saja yang perlu dimunculkan untuk meningkatkan keterampilan pembelajaran abad 21?
Tiga keterampilan yang harus dimiliki siswa dalam pembelajaran abad 21 adalah : kreativitas, komunikasi, dan
kolaborasi. Siswa harus mampu menunjukkan keaksaraan digital, melek teknologi, yang mana harus juga diimbangi
dengan tanggung jawab sebagai warga negara yang baik.
Pendidikan memegang peranan sangat penting dan strategis dalam membangun masyarakat berpengetahuan yang
memiliki keterampilan: (1) melek teknologi dan media; (2) melakukan komunikasi efektif; (3) berpikir kritis; (4)
memecahkan masalah; dan (5) berkolaborasi.
PEMBELAJARAN STEAM
Science, Technology, Engineering, Arts dan Mathematics (STEAM) merupakan salah satu pendekatan pendidikan
yang menggunakan kelima ilmu (pengetahuan, teknologi, teknik, seni dan matematika) secara komprehensif sebagai
pola pemecahan masalah.
PEMBELAJARAN TPACK
Pengetahuan tentang teknologi, pedagogi, dan materi (technological, pedagogical, content knowledge/TPCK) yaitu
pengetahuan tentang teknologi digital, pengetahuan tentang proses dan strategi pembelajaran, pengetahuan tentang
bidang studi atau materi pembelajaran.
Pertama, domain pengetahuan materi (content knowledge/CK). Domain ini merupakan penguasaan yang harus
dimiliki guru terkait bidang studi atau materi pembelajaran yang diampu. Seorang guru matematika harus memahami
dengan baik materi-materi pembelajaran yang ada di Matematika.
Kedua, domain pengetahuan pedagogis (pedagogical knowledge/PK). Pengetahuan ini merupakan pengetahuan dasar
guru terkait proses dan strategi pembelajaran. Secara sederhana, strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai usaha
guru untuk menerapkan dan mengelola berbagai metode pembelajaran untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Ketiga, domain pengetahuan teknologi (technological knowledge/TK). Domain ini terkait pengetahuan guru dalam
menggunakan teknologi digital baik hardware maupun software.
Pengetahuan teknologi tidak hanya soal bisa mengoperasikan komputer saja. Pengetahuan tentang software atau
aplikasi terbaru juga sangat diperlukan seperti aplikasi-aplikasi web meeting dan software-software video editor.
Keempat, domain pengetahuan pedagogi dan materi (pedagogical content knowledge/PCK). Ini merupakan
gabungan pengetahuan tentang bidang studi atau materi pembelajaran dengan proses dan strategi pembelajaran.
Materi pembelajaran tertentu akan dapat dicapai dengan baik jika guru menerapkan strategi pembelajaran tertentu
pula. Dan satu strategi pembelajaran, belum tentu cocok diterapkan untuk semua materi pembelajaran.
Kelima, domain pengetahuan teknologi dan materi (technological content knowledge/TCK). Domain ini terkait
pengetahuan guru tentang teknologi digital dan pengetahuan bidang studi atau materi pembelajaran.
Pada materi menggambar grafik di mata pelajaran matematika misalnya, penggunaan Geogebra akan sangat
menolong guru untuk memvisualisasikan grafik secara digital dalam proses pembelajaran. Keenam, domain
pengetahuan tentang teknologi dan pedagogi (technological paedagogical knowledge/TPK). Domain ini terkait
pengetahuan tentang teknologi digital dan pengetahuan mengenai proses dan strategi pembelajaran.
Untuk keperluan proses evaluasi pembelajaran secara daring misalnya, dimana guru tidak mungkin melaksanakan
penilaian secara langsung. Penggunaan Google Form akan sangat menolong guru untuk memberikan asesmen secara
daring kepada siswa.
Ketujuh, domain pengetahuan tentang teknologi, pedagogi, dan materi (technological, pedagogical, content
knowledge/TPCK).
Domain inilah yang sangat diharapkan terjadi, dimana guru memiliki pengetahuan yang komprehensif tentang
teknologi digital, pengetahuan tentang proses dan strategi pembelajaran, serta pengetahuan tentang bidang studi atau
materi pembelajaran.
Domain terakhir inilah yang merupakan kerangka pengembangan penerapan TPACK. Dimana guru dapat
mengintegrasikan teknologi ke dalam proses pembelajaran yang melibatkan paket-paket pengatahuan tentang
teknologi, materi, dan proses atau strategi pembelajaran.
PEMBELAJARAN ABCD
Tujuan pembelajaran merupakan salah satu komponen dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan harus
memuat beberapa hal yang biasa dikenal dengan istilah ABCD.
• Audience
Pengertian Audience yaitu pendengar atau peserta, nah yang dimaksud Audience dalam tujuan pembelajaran adalah
peserta didik.
Dalam hal ini, peserta didik merupakan pihak peserta yang berperan sebagai subjek dan objek dalam pembelajaran.
Maka dari itu, ketika merumuskan tujuan pembelajaran, tempatkan peserta didik sebagai subjek sekaligus objek yang
diharapkan.
• Behavior
Behavior adalah kemampuan yang diharapkan tercapai oleh peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran.
Penulisan Behavior dalam tujuan pembelajaran biasanya ditulis dalam bentuk kata kerja. Misalnya menyusun,
menyajikan, menyebutkan, menjelaskan, menyimak dan lain sebagainya.
Contoh : “… mendeskripsikan pengertian dinamika, menyusun dan menyajikan hasil telaah tentang dinamika
perwujudan Pancasila sebagai dasar Negara…”
• Condition
Condition adalah sebuah keadaan atau kondisi yang terjadi dalam proses pembelajaran.
Dalam perumusannya, condition memuat aktivitas yang harus dilakukan oleh peserta didik untuk memperoleh
perubahan perilaku yang sesuai dengan apa yang diharapkan.
• Degree
Degree adalah sebuah tingkatan pencapaian peserta didik yang diharapkan setelah mengikuti serangkaian proses
pembelajaran. Tingkatan ini bergantung pada bobot minimal dari materi yang disampaikan.
Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara
stimulus (rangsangan) dan respon (tanggapan). Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang
dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi
antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan pada
tingkah lakunya.
Berbeda dengan teori behavioristik, teori kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya.
Teori ini mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, melainkan
tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan
tujuan belajarnya.
Ciri pokok perkembangan berdasarkan tindakan, dan dilakukan selangkah demi selangkah.
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan
logis, dan ditandai adanya reversible dan kekekalan.
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan
menggunakan pola berpikir “kemungkinan”.
Dalam memandang proses belajar, Bruner menekankan adanya pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku
seseorang.
Perkembangan kognitif di bagi dalam tiga tahap yaitu enactive, iconic, symbolic.
Enaktif yaitu tahap jika seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk emmahami lingkungan
sekitaanya. (gigitan, sentuhan, pegangan)
Ikonik, yaitu tahap seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi
verbal (anak belajar melalui bentuk perumpamaan dan perbandingan
Simbolik yaitu tahap seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh
kemampuan dalam berbahasa dan logika.( anak belajar melalui simbol bahasa, logika, matematika). Model
pemahaman dan penemuan konsep
Cara yang baik untuk belajar adalah memahami konsep, arti, dan hubungan memlalui proses intuitif untuk
akhirnya sampai pada kesimpulan (discovery learning). Siswa diberi kekebasan untuk belajar sendiri melalui
aktivitas menemukan (discovery)
Menurut Ausubel, belajar seharusnya merupakan asimilasi yang bermakna bagi siswa. Materi yang dipelajari
diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengtahuan yang telah dimiliki siswa dalam bentuk strukur kognitif.
Teori ini banyak memusatkan perhatiannya pada konsepsi bahwa perolehan dan retensi pengetahuan baru
merupakan fungsi dari struktur kognitif yang telah dimiliki siswa.
Hakikat belajar menurut teori kognitif merupakan suatu aktivitas belajar yang berkaitan dengan penataan
informasi, reorganisasi perceptual, dan proses internal.
Konstruktivistik merupakan metode pembelajaran yang lebih menekankan pada proses dan kebebasan dalam
menggali pengetahuan serta upaya dalam mengkonstruksi pengalaman atau dengan kata lain teori ini memberikan
keaktifan terhadap siswa untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain
yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri. Dalam proses belajarnya pun, memberi kesempatan
kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, untuk berfikir tentang pengalamannya
sehingga siswa menjadi lebih kreatif dan imajinatif serta dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
Menurut teori humanistik, proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia
itu sendiri. Oleh sebab itu, teori belajar humanistik sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian
filsafat, teori kepribadian, dan psikoterapi, dari pada bidang kajian psikologi belajar. Teori humanistik sangat
mementingkan isi yang dipelajari dari pada proses belajar itu sendiri serta lebih banyak berbiacara tentang
konsep-konsep pendidikan untuk membentuk manusia yang dicita-citakan, serta tentang proses belajar dalam
bentuk yang paling ideal.
Teori belajar sibernetik merupakan teori belajar yang relatif baru dibandingkan dengan teori-teori yang sudah
dibahas sebelumnya. Menurut teori ini, belajar adalah pengolahan informasi. Proses belajar memang penting
dalam teori ini, namun yang lebih penting adalah system informasi yang diproses yang akan dipelajari siswa.
Asumsi lain adalah bahwa tidak ada satu proses belajarpun yang ideal untuk segala situasi, dan yang cocok untuk
semua siswa. Sebab cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi.
Macam Macam Model Pembelajaran
Langkah-langkah pada penerapan model pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching And Learning):
1.Guru mengarahkan siswa untuk sedemikian rupa dapat mengembangkan pemikirannya untuk melakukan
kegiatan belajar yang bermakna, berkesan, baik dengan cara meminta siswa untuk bekerja sendiri dan mencari
serta menemukan sendiri jawabannya, kemudian memfasilitasi siswa untuk mengkonstruksi sendiri
pengetahuannya dan keterampilannya yang baru saja ditemuinya.
2.Dengan bimbingan guru, siswa di ajak untuk menemukan suatu fakta dari permasalahan yang disajikan
guru/dari materi yang diberikan guru.
3.Memancing reaksi siswa untuk melakukan pertanyaan-pertanyaan dengan tujuan untuk mengembangkan rasa
ingin tahu siswa.
4.Guru membentuk kelas menjadi beberapa kelompok umtuk melakukan diskusi, dan tanya jawab.
5.Guru mendemonstrasikan ilustrasi/gambaran materi dengan model atau media yang sebenarnya.
6.Guru bersama siswa melakukan refleksi atas kegiatan yang telah dilakukan.
7.Guru melakukan evaluasi, yaitu menilai kemampuan siswa yang sebenarnya.
Model pembelajaran adalah kerangka kerja yang memberikan gambaran sistematis untuk melaksanakan
pembelajaran agar membantu belajar siswa dalam tujuan tertentu yang ingin dicapai. Artinya, model pembelajaran
merupakan gambaran umum namun tetap mengerucut pada tujuan khusus.
Menurut Kardi & Nur dalam Ngalimun (2016, hlm. 7-8) model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang
membedakan dengan strategi, metode atau prosedur. Ciri-ciri tersebut antara lain:
1. Model pembelajaran merupakan rasional teoretik logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya.
2. Berupa landasan pemikiran mengenai apa dan bagaimana peserta didik akan belajar (memiliki tujuan belajar dan
pembelajaran yang ingin dicapai).
3. Tingkah laku pembelajaran yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil; dan lingkungan
belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai.
Fungsi model pembelajaran adalah pedoman dalam perancangan hingga pelaksanaan pembelajaran. Pernyataan
tersebut sejalan dengan pendapat Trianto (2015, hlm. 53) yang mengemukakan bahwa fungsi model pembelajaran
adalah sebagai pedoman bagi perancang pengajar dan para guru dalam melaksanakan pembelajaran.
• Model merupakan bagian terluas dari praktek pembelajaran dan merupakan orientasi filosofi dari pembelajaran.
• Dalam masing-masing model, terdapat beberapa strategi yang dapat digunakan
• Metode digunakan guru untuk menciptakan lingkungan belajar dan menentukan kegiatan dimana siswa dan guru
akan dilibatkan selama pembelajaran.
• Keterampilan merupakan perilaku pembelajaran yang paling spesifik.
Menurut Standar Proses pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 41 Tahun 2007,
indikator pencapaian kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk menunjukkan
ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran.Indikator pencapaian
kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diukur, yang mencakup
pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Ini berarti indikator pencapaian kompetensi merupakan rumusan
kemampuan yang harus dilakukan atau ditampilkan oleh siswa untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi
dasar (KD). Dengan demikian indikator pencapaian kompetensi merupakan tolok ukur ketercapaian suatu KD.
Hal ini sesuai dengan maksud bahwa indikator pencapaian kompetensi menjadi acuan penilaian mata pelajaran.
Menurut Standar Proses pada Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007, tujuan pembelajaran menggambarkan proses
dan hasil belajara yang diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar. Ini berarti
kemampuan yang dirumuskan dalam tujuan pembelajaran mencakup kemampuan yang akan dicapai siswa selama
proses belajar dan hasil akhir belajar pada suatu KD.
Merujuk pada pengertiannya, tujuan pembelajaran mencerminkan arah yang akan dituju selama pembelajaran
berlangsung. Dengan demikian arah proses pembelajaran harus mengacu pada tujuan pembelajaran. Namun perlu
diingat pula bahwa proses pembelajaran dikelola dalam rangka memfasilitasi siswa agar dapat mencapai
kompetensi dasar. Pencapaian itu diukur dengan tolok ukur kemampuan yang dirumuskan dalam indikator
pencapaian kompetensi. Agar kegiatan memfasilitasi berhasil optimal maka arah pembelajaran hendaknya
mengacu pada indikator pencapaian kompetensi. Dengan demikian persamaan dari indikator pencapaian
kompetensi dan tujuan pembelajaran adalah pada fungsi keduanya sebagai acuan arah proses dan hasil
pembelajaran.
Dalam pembelajaran, setiap siswa akan diukur pencapaian kompetensinya. Bagi siswa yang pencapaian
kompetensinya belum mencapai kriteria yang ditetapkan (kriteria itu populer dengan nama KKM atau Kriteria
Ketuntasan Belajar Minimal) maka ia akan mendapat pelayanan pembelajaran remidi untuk memperbaiki
kemampuannya yang didahului dengan analisis kesulitan atau kelemahannya dan diakhiri dengan penilaian
kemajuan belajarnya. Mengingat bahwa tolok ukur yang digunakan dalam pengukuran itu adalah kemampuan
pada indikator pencapaian kompetensi maka dapat diartikan bahwa indikator pencapaian kompetensi merupakan
target kemampuan yang harus dikuasai siswa secara individu atau dengan kata lain bahwa indikator pencapaian
kompetensi adalah target pencapaian kemampuan individu siswa.
Merujuk pada pengertiannya, maka tujuan pembelajaran adalah gambaran dari proses dan hasil belajar yang akan
diraih selama pembelajaran berlangsung. Ini berarti tujuan pembelajaran adalah target kemampuan yang akan
dicapai oleh seluruh siswa. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perbedaan dari indikator pencapaian
kompetensi dan tujuan pembelajaran adalah bahwa kemampuan yang dirumuskan pada indikator pencapaian
kompetensi merupakan target pencapaian kemampuan individu siswa sedangkan kemampuan yang dirumuskan
pada tujuan pembelajaran merupakan target pencapaian kemampuan siswa secara kolektif.
5. Apakah rumusan kemampuan pada tujuan pembelajaran dan indikator pencapaian kompetensi selalu sama
ataukah dapat berbeda?
Dengan mencermati persamaan dan perbedaan dari indikator pencapaian kompetensi dan tujuan pembelajaran,
dapat terjadi keseluruhan rumusan kemampuan pada tujuan pembelajaran sama dengan keseluruhan rumusan
kemampuan pada indikator pencapaian kompetensi. Namun dapat pula terjadi sebagian rumusan tujuan
pembelajaran tidak sama dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi. Mengapa?.
Merujuk pada pengertian indikator pencapaian kompetensi sebagai tolok ukur dalam penilaian dan tujuan
pembelajaran yang menggambarkan proses dan hasil belajar, maka dapat terjadi kemampuan yang akan diraih
siswa selama pembelajaran berlangsung targetnya sama dengan kemampuan tolok ukur. Jika ini yang terjadi
berarti keseluruhan rumusan tujuan pembelajaran sama dengan keseluruhan rumusan indikator pencapaian
kompetensi. Dapat pula terjadi target pencapaian kemampuan selama pembelajaran berlangsung tidak sama persis
dengan kemampuan tolok ukur. Hal itu disebabkan antara lain diperlukannya proses belajar pendukung agar
siswa dapat mencapai kemampuan tolok ukur dengan baik. Dalam hal ini maka keseluruhan rumusan tujuan
pembelajaran tidak sama persis dengan keseluruhan rumusan indikator pencapaian kompetensi, karena ada tujuan
pembelajaran lain yang mendukung.
Untuk melengkapi pembahasan di atas, berikut ini diberikan ilustrasi persamaan dan perbedaan indikator
pencapaian kompetensi dan tujuan pembelajaran.
Misalkan dipilih KD 3.1 Kelas VIII, yaitu ”menggunakan teorema Pythagoras untuk menghitung panjang sisi-sisi
segitiga siku-siku”. Misalkan dikembangkan 2 indikator pencapaian kompetensi pada KD 3.1, yaitu siswa
mampu: (a) menuliskan teorema Pythagoras, (b) menentukan panjang sisi-sisi segitiga siku-siku dengan Teorema
Pythagoras. Posisi indikator (a) adalah indikator pendukung atau jembatan yaitu indikator yang tuntutan
kemampuannya harus ditunjukkan sebelum kemampun yang dituntut KD-nya dicapai. Posisi indikator (b) adalah
sebagai indikator kunci. Indikator kunci adalah penanda pencapaian suatu KD dengan target minimal. Tuntutan
kemampuan pada indikator kunci mewakili tuntutan kemampuan KD-nya.
Untuk mengukur pencapaian kemampuan dengan tolok ukur indikator (a) maka perlu dilakukan penilaian dengan
cara antara lain memberikan kepada siswa beberapa gambar segitiga siku-siku kemudian meminta siswa
menuliskan Teorema Pythagoras yang berlaku pada gambar segitiga-segitiga tersebut. Untuk mengukur
pencapaian kemampuan melalui indikator (b) maka perlu dilakukan penilaian dengan cara antara lain
memberikan kepada siswa beberapa segitiga siku-siku yang sebagian sisinya sudah diketahui panjangnya,
selanjutnya siswa diminta menghitung panjang sisi segitiga siku-siku yang panjangnya belum diketahui. Penilaian
dilakukan setelah guru memfasilitasi pembelajaran yang relevan.
Pada proses pembelajaran, mengingat bahwa di Kelas VII maupun di Sekolah Dasar (SD) siswa belum pernah
belajar tentang Teorema Pythagoras maka guru perlu memfasilitasi siswa agar terlebih dahulu belajar
’menemukan’ Teorema Pythagoras. Setelah itu siswa diminta menjelaskan apa yang ditemukan, diikuti dengan
berlatih menuliskan Teorema Pythagoras pada beberapa segitiga siku-siku. Nama dan posisi gambar segitiga-
segitiga siku-siku yang diberikan kepada siswa hendaknya bervariasi. Berikutnya siswa berlatih menerapkan
Teorema Pythagoras untuk menghitung panjang sisi yang belum diketahui pada segitiga siku-siku. Segitiga siku-
siku yang diberikan kepada siswa hendaknya dengan berbagai nama dan posisi gambar, dikemas sendiri-sendiri
dan terintegrasi dalam gambar segitiga lancip atau segitiga tumpul. Untuk kepentingan itu maka perlu dirumuskan
3 tujuan pembelajaran yaitu setelah mengikuti pembelajaran diharapkan siswa mampu: (a) menemukan Teorema
Pythagoras , (b) menuliskan teorema Pythagoras dan (c) menentukan panjang sisi segitiga siku-siku dengan
Teorema Pythagoras.
Untuk mencapai tujuan (a) dan (b) guru antara lain dapat meminta siswa agar bekerja dalam kelompok yang
difasilitasi alat peraga atau LKS dan mempresentasikan hasil ’temuannya’ kemudian berlatih menuliskan
Teorema Pythagoras yang berlaku pada segitiga-segitiga siku-siku dalam berbagai nama dan posisi gambar.
Untuk mencapai tujuan (c) siswa dapat difasilitasi belajarnya secara individual, kelompok atau klasikal,
tergantung strategi pembelajaran yang dipilih guru.
Mengapa rumusan tujuan (a) tidak ada pada rumusan indikator pencapaian kompetensi? Menemukan Teorema
Pythagoras adalah target pencapaian kemampuan secara kolektif, bukan individu. Kecuali itu kemampuan
menemukan Teorema Pythagoras itu mencerminkan kemampuan dalam proses, belum sebagai hasil belajar,
sehingga walaupun dikembangkan tujuan pembelajaran (a) namun tidak perlu tujuan pembelajaran (a) itu
tercermin pada indikator pencapaian kompetensi.
Mengapa rumusan tujuan pembelajaran (b) sama dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi (a)? Target
hasil belajar sesuai KD 3.1 adalah siswa mampu menggunakan Teorema Pythagoras untuk menghitung panjang
sisi-sisi segitiga siku-siku. Kemampuan itu akan dicapai dengan baik oleh siswa bila mereka benar-benar paham
apa yang dimaksud dengan Teorema Pythagoras yang ditunjukkan dengan mampu menuliskan Teorema
Pythagoras pada berbagai nama dan posisi gambar segitiga siku-siku. Jadi, menuliskan Teorema Pythagoras pada
berbagai nama dan posisi gambar segitiga siku-siku merupakan hasil belajar yang seharusnya dikuasai setiap
siswa. Bila kita tidak yakin bahwa secara individu sebagian besar siswa mampu memahami maksud Teorema
Pythagoras, sehingga mampu menuliskan Teorema Pythagoras pada berbagai nama dan posisi gambar segitiga
siku-siku, maka kita perlu menuliskannya sebagai indikator pencapaian kompetensi. Posisi indikator tersebut
sebagai indikator pendukung atau jembatan. Karena dirumuskan sebagai indikator, berarti menjadi tolok ukur
pencapaian kemampuan siswa secara individu, sehingga setiap siswa harus diukur pencapaian kemampuannya
pada indikator itu. Dalam hal ini maka perlu dikembangkan tujuan pembelajaran yang sesuai atau searah dengan
indikatornya. Oleh karenanya tujuan pembelajaran (b) sama dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi
(a).
Mengapa rumusan tujuan pembelajaran (c) sama dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi (b)? Karena
target hasil belajar pada KD 3.1 adalah siswa mampu menggunakan Teorema Pythagoras untuk menghitung
panjang sisi-sisi segitiga siku-siku maka pada indikator pencapaian kompetensi harus dirumuskan kemampuan
itu. Dalam hal ini maka perlu dikembangkan tujuan pembelajaran yang sesuai atau searah dengan indikatornya.
Oleh karenanya tujuan pembelajaran (c) sama dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi (b).
6. Bagaimana ruang lingkup kemampuan yang dirumuskan pada tujuan pembelajaran dan indikator
pencapaian kompetensi?
Mengingat tujuan pembelajaran merupakan target pencapaian kolektif, maka rumusannya dapat dipengaruhi oleh
desain kegiatan dan strategi pembelajaran yang disusun guru untuk siswanya. Sementara rumusan indikator
pencapaian kompetensi tidak terpengaruh oleh apapun desain atau strategi kegiatan pembelajaran yang disusun
guru karena rumusannya lebih bergantung kepada karakteristik KD yang akan dicapai siswa. Perlu diingat pula
bahwa indikator pencapaian kompetensi menjadi acuan penilaian, yaitu sebagai tolok ukur pencapaian KD,
sehingga tujuan pembelajaran harus searah dengan tolok ukurnya dan hendaknya dapat memfasilitasi siswa agar
dapat mencapai kemampuan yang dirumuskan oleh tolok ukurnya. Dengan demikian berarti ruang lingkup
kemampuan pada tujuan pembelajaran dapat lebih luas atau sama dengan ruang lingkup kemampuan pada
indikator pencapaian kompetensi. Hal itu sesuai dengan target kemampuan yang akan dicapai pada tujuan
pembelajaran, yaitu mencakup proses dan hasil belajar, sementara target kemampuan pada indikator pencapaian
kompetensi adalah target hasil belajar. Dan tidak logis bila ruang lingkup kemampuan pada tujuan pembelajaran
lebih sempit dari ruang lingkup kemampuan pada indikator pencapaian kompetensi. Mengapa? Bila ruang lingkup
kemampuan pada tujuan pembelajaran lebih sempit dari ruang lingkup kemampuan pada indikator pencapaian
kompetensi, maka proses fasilitasi pembelajaran cenderung tidak lengkap atau tidak memadai untuk
mengantarkan siswa mampu mencapai kemampuan sesuai tolok ukur.
Karena dirumuskan sebagai indikator, berarti menjadi tolok ukur pencapaian kemampuan siswa secara
individu, sehingga setiap siswa harus diukur pencapaian kemampuannya pada indikator itu. Dalam hal ini maka
perlu dikembangkan tujuan pembelajaran yang sesuai atau searah dengan indikatornya.
2. Penilaian Sikap
Pendidik melakukan penilaian sikap melalui observasi, penilaian diri, penilaian teman sejawat (peer evaluation)
oleh peserta didik.
a. Observasi
Merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara berkesinambungan dengan menggunakan indera, baik secara
langsung maupun tidak langsung dengn menggunakan pedoman observasi yang berisi sejumlah indikator perilaku
yang diamati.
b. Penilaian diri
Merupakan teknik menilaian dengan cara meminta peserta didik untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan
dirinya dalam konteks pencapaian kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian diri.
3. Penilaian Pengetahuan
c. Instrumen Penugasan
Berupa pekerjaan rumah atau projek yang dikerjakan secara individu atau kelompok sesuai dengan karakteristik
tugas.
4. Penilaian Keterampilan
Pendidik menilai kompetensi keterampilan melalui penilaian kinerja, yaitu penilaian yang menuntut peserta
didik mendemonstrasikan suatu kompetensi tertentu dengan menggunakan tes praktik, projek, dan penilaian porto
polio. Instrumen yang digunakan merupakan daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang dilengkapi rubrik.
b. Penilaian projek.
Yaitu tugas-tugas belajar (learning task) yang meliputi kegiatan perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan
secara tertulis maupun lisan dalam waktu tertentu.
SEMOGA BERMANFAAT