Anda di halaman 1dari 16

1.

TEGANGAN-TEGANGAN IZIN

1. 1 BERAT JENIS KAYU DAN KLAS KUAT KAYU


Berat Jenis Kayu ditentukan pada kadar lengas kayu dalam keadaan kering udara. Sehingga
berat jenis yang digunakan adalah berat jenis kering udara. Berat jenis menentukan
kekuatan kayu. Selain berat jenis kekuatan kayu juga ditentukan oleh mutu kayu. Mutu
kayu dibedakan dalam 2 (dua) macam, yaitu mutu A dan mutu B yang selanjutnya dapat
dibaca pada PKKI (Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia) 1961 (NI-P) pasal 3.

Kekuatan Kayu digolongkan dalam klas kuat I, II, III, IV dan V. Tegangan-tegangan izin
untuk kayu mutu A dengan klas kuat tertentu dapat dilihat pada daftar Iia PKKI 1961.
Untuk kayu mutu B tegangan-tegangan ijin dalam daftar Iia harus dikalikan dengan faktor
reduksi sebesar 0,75. Apabila diketahui berat-jenis kayu, maka tegangan-tegangan ijin
kayu mutu A dapat langsung dihitung dengan rumus seperti terdapat pada daftar IIb PKKI
1961, sbb :
lt  170.g (kg/cm2 )
 ds //   tr //  150.g ((kg/cm 2 )
 ds   40.g ((kg/cm 2 )
//  20.g ((kg/cm2 )

Dimana : g = berat jenis kayu kering udara

Untuk kayu mutu B rumus tersebut di atas harus diberi faktor reduksi sebesar 0,75. Jika
suatu kayu diketahui jenisnya maka dengan menggunakan lampiran I PKKI 1961 dapat
diketahui berat jenisnya. Dari lampiran I tersebut untuk perhitungan tegangan ijin sebagai
berat jenis kayu diambil angka rata-rata dengan catatan bahwa perbedaan antara berat
jenis maksimum dengan berat jeins minimum tidak boleh lebih dari 100 % berat jenis
minimum, atau

Bjmaks  Bjmin  Bjmin

Jika perbedaan tersebut lebih dari 100 % harus digunakan berat jenis yang minimum,
misalnya kayu keruing dari lampiran I PKKI 1961 no. 22 mempunyai Bjmaks = 1,01 dan Bjmin =
0,51, maka Bjmaks  Bjmin  1,01  0,51  0,5  Bjmin  0,51 sehingga dapat digunakan Bj rata-
rata = 0,76.

Mata Kuliah “STRUKTUR KAYU”


Dengan cara lain kita dapat langsung menggunakan klas kuat kayu yang terendah dari
lampiran I tersebut. Disarankan untuk menggunakan rumus yang ada untuk menghitung
tegangan ijin apabila telah diketahui berat jenis kayu.

Kelas kuat kayu juga digunakan untuk menentukan medulus kenyal (elastisitas) kayu
sejajar serat (E), yang dapat dilihat pada daftar I PKKI 1961. Jadi apabila telah diketahui
berat jenis kayu, maka untuk menentukan modulus kenyal kayu harus diketahui pula klas
kuat kayu. Untuk itu hubungan antara klas kuat dan berat jenis kayu didapat sbb :

Kuat Lentur Kuat Tekan


Kelas Kuat Berat Jenis Kering Udara
(Kg/cm2) (Kg/cm2)

I  0,90  1100  650


II 0,60 – 0,90 1100 – 725 650 – 425
III 0,40 – 0,60 725 – 500 425 – 300
IV 0,30 – 0,40 500 – 360 300 – 215
V  0,30  360  215

Sumber : Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia, 1961

1. 2 FAKTOR REDUKSI
Harga tegangan-tegangan ijin dalam daftar IIa PKKI 1961 maupun rumus tegangan yang
telah diberikan di atas adalah untuk pembebanan pada konstruksi yang bersifat tetap dan
permanen, serta untuk konstruksi yang terlindung, jadi :
 Untuk sifat pembebanan tetap, faktor reduksi  = 1
 Untuk konstruksi terlindung, faktor reduksi  = 1

Apabila pembebanan bersifat sementara atau khusus dan konstruksi tidak terlindung, maka
harga tegangan ijin tersebut harus dikalikan dengan faktor reduksi sbb :
 Untuk konstruksi tidak terlindung, faktor reduksi  = 5/6
 Untuk konstruksi yang selalu basah (terendam air), faktor reduksi  = 2/3
 Untuk pembebanan yang bersifat sementara, faktor reduksi  = 5/4
 Untuk pembebanan yang bersifat khusus (getaran, dll) , faktor reduksi  = 3/2

Faktor reduksi tersebut di atas juga berlaku untuk mereduksi kekuatan alat-alat sambung.

1. 3 PENGARUH PENYIMPANGAN ARAH GAYA TERHADAP ARAH SERAT KAYU


Apabila arah gaya yang bekerja pada bagian-bagian konstruksi menyimpang dengan sudut
 terhadap arah serat kayu, maka tegangan ijin desak atau tarik kayu harus dihitung
sebagai berikut :

    ds //   ds //   ds   . sin 

Faktor reduksi seperti yang diuraikan di atas juga harus diperhitungkan.

Mata Kuliah “STRUKTUR KAYU” Halaman 2


a

2. ELEMEN-ELEMEN
KONSTRUKSI

2. 1 BATANG TARIK

Didalam menentukan luas tampang batang yang mengalami tarikan harus diperhitungkan
berkurangnya luas tampang akibat adanya alat-alat sambung. Untuk itu dalam hitungan
selalu digunakan luas tampang netto (Fnt). Besarnya nilai Fnt yakni :

Fnt  c . Fbr

Dimana : c = adalah faktor perlemahan akibat adanya alat sambung


Fbr = luas tampang bruto

Besarnya faktor perlemahan dapat diambil seperti di bawah ini :


 10 % untuk sambungan dengan paku
 20 % untuk sambungan dengan baut dan sambungan gigi
 20 % untuk sambungan dengan kokot dan cincin belah
 30 % untuk sambungan dengan pasak kayu
 0 % untuk sambungan dengan perekat

2. 2 BATANG DESAK

2.2.1 Batang Tunggal


Didalam merencanakan batang desak harus diperhatikan adanya bahaya tekuk, tetapi tidak
perlu memperhatikan faktor perlemahan seperti batang tarik. Besarnya faktor tekuk ()
tergantung dari angka kelangsingan batang ().

Mata Kuliah “STRUKTUR KAYU” Halaman 3


l
  tk
imin

Dimana : ltk = panjang tekuk yang tergantung dari sifat-sifat ujung batang yakni sbb :
 Untuk jepit – sendi : l tk  1/ 2 . l . 2
 Untuk jepit – bebas : l tk  2 . l
 Untuk sendi – sendi : l tk  l
 Untuk konstruksi rangka : l tk  l
Imin
imin = jari-jari inersia minimum 
Fbr

Hubungan antara  dan  dapat dilihat pada daftar III PKKI 1961, selanjutnya tegangan
desak yang terjadi tidak boleh melampaui tegangan desak yang diijinkan.

P.
 ds    ds //
Fbr

Untuk merencanakan dimensi batang desak tunggal, sebagai pedoman awal dapat
digunakan rumus-rumus sbb :
 Untuk kayu klas kuat I  Imin  40 . Ptk . l tk 2
 Untuk kayu klas kuat II  Imin  50 . Ptk . l tk 2
 Untuk kayu klas kuat III  Imin  60 . Ptk . l tk 2
 Untuk kayu klas kuat IV  Imin  80 . Ptk . l tk 2

Dimana : Ptk = gaya desak (ton)


l tk = panjang tekuk (m)
Imin = dalam cm4

2.2.2 Batang Ganda


Batang ganda dapat terdiri dari dua, tiga maupun empat batang tunggal yang digabungkan
dengan diberi jarak antara. Pemberian jarak ini dengan maksud untuk memperbesar
momen inersia yang berarti juga memperbesar daya dukung.

Besarnya momen inersia terhadap sumbu bebas bahan dalam hal ini sumbu Y (lihat Gambar
2.1) harus diberi faktor reduksi sehingga besarnya dihitung sbb :

I y  1/ 4 . ( It  3 . Ig )

Dimana : It = momen inersia yang dihitung secara teoritis (apa adanya)


Ig = momen inersia yang dihitung dengan menganggap bagian-bagian ganda
menjadi tunggal

Untuk momen inersia terhadap sumbu X tidak perlu direduksi.

Mata Kuliah “STRUKTUR KAYU” Halaman 4


Gambar 2.1 Batang Ganda Terhadap Sumbu Bebas Bahan

Disyaratkan bahwa a ≤ 2.b, jika a > 2.b, maka untuk menghitung It tetap diambil a = 2.b

2. 3 BALOK LENTUR

Pada sebuah balok yang dibebani momen lentur harus dipenuhi syarat batas tegangan
lentur dan lendutan. Tengangan lentur yang terjadi tidak boleh melampaui tengangan
lentur yang diijinkan.

M max
 lt   lt
Wn

Dimana : Wn = c.W
c = adalah faktor perlemahan seperti batang tarik
W = Momen tahanan = 1/6 . b . h2

Lendutan yang terjadi tidak boleh lebih besar dari lendutan yang diijinkan seperti yang
disyaratkan pada PKKI 1961 pasal 12.5. Sedangkan syarat panjang bentang balok yang
efektif dapat dilihat pada PKKI 1961 pasal 12.1

Mata Kuliah “STRUKTUR KAYU”


era Utara

2. 4 BALOK YANG MENDUKUNG MOMEN DAN GAYA NORMAL


2.4.1 Lenturan dan Tarikan

Pada konstruksi yang mengalami lenturan dan tarikan, tegangan yang terjadi tidak
diijinkan lebih besar dari tegangan tarik yang disyaratkan, yakni :

P M max
 tot    .   tr //
Fnt Wn

 tr //
Dimana :  
lt

2.4.2 Lenturan dan Desak

Pada konstruksi yang mengalami lenturan dan desakan, tegangan yang terjadi tidak
diijinkan lebih besar dari tegangan desak yang disyaratkan, yakni :

P M
 tot  .    . max   ds //
Fbr Wn

 ds //
Dimana :  
lt

Mata Kuliah “STRUKTUR KAYU” Halaman 6


3. SAMBUNGAN DAN
ALAT-ALAT SAMBUNG

3. 1 SAMBUNGAN DENGAN BAUT


Garis tengah (diameter) baut paling kecil harus 10 mm (3/8”), sedangkan untuk sambungan
baik bertampang satu maupun bertampang dua dengan tebal kayu lebih besar dari pada 8
cm, harus dipakai batu berdiameter paling kecil 12,7 mm (1/2”). Sambungan dengan baut
dibagi dalam 3 (tiga) golongan menurut kekuatan kayu yaitu golongan I, II dan III. Agar
sambungan dapat memberikan hasil kekuatan yang sebaik mungkin, hendaknya  b = b/d
yang diambil dari angka-angka yang tercantum dibawah ini.

a. Golongan I untuk kayu klas kuat I (Kayu Rasamala)


 Sambungan bertampang satu : P = 50 . l . d . (1 – 0,60 . sin )
atau  b = 4,8 P = 240 . d 2 . (1 – 0,35 . sin )

 Sambungan bertampang dua : P = 125 . m . d . (1 – 0,60 . sin )


atau  b = 3,8 P = 250 . l . d . (1 – 0,60 . sin )
P = 480 . d 2 . (1 – 0,35 . sin )

b. Golongan II untuk kayu klas kuat II (Kayu Jati)


 Sambungan bertampang satu : P = 40 . l . d . (1 – 0,60 . sin )
atau  b = 5,4 P = 215 . d 2 . (1 – 0,35 . sin )

 Sambungan bertampang dua : P = 100 . m . d . (1 – 0,60 . sin )


atau  b = 4,3 P = 200 . l . d . (1 – 0,60 . sin )
P = 430 . d 2 . (1 – 0,35 . sin )

c. Golongan III untuk kayu klas kuat III


 Sambungan bertampang satu : P = 25 . l . d . (1 – 0,60 . sin )
atau  b = 6,8 P = 170 . d 2 . (1 – 0,35 . sin )

 Sambungan bertampang dua : P = 60 . m . d . (1 – 0,60 . sin )

Mata Kuliah “STRUKTUR KAYU”


Dosen . Halaman 7
atau  b = 5,7 P = 120 . l . d . (1 – 0,60 . sin )
P = 340 . d 2 . (1 – 0,35 . sin )

Dimana :
P = kekuatan ijin baut dalam kg yang diambil yang terkecil;
 = sudut penyimpangan arah gaya terhadap arah serat kayu;
l = tebal kayu tepi dalam cm;
m = tebal kayu tengah dalam cm;
d = garis tengah (diameter) baut dalam cm;

Hasil kekuatan ijin baut yang diambil harus dikalikan dengan faktor reduksi seperti dalam
pembahasan sub bab 1.2 diatas, yakni :

Pr  P..

Dengan demikian dapat dihitung jumlah baut (n) yang akan direncanakan dengan
persamaan :
P
n
Pr

Untuk kayu klas kuat di bawah III jarang digunakan sehingga tidak diberikan perumusannya.
Perencanaan sambungan dengan alat sambung baut harus memperhatikan syarat-syarat
yang berlaku sesuai dengan PKKI 1961. Penempatan baut-baut dapat di lihat pada gambar
dibawah ini :

Mata Kuliah “STRUKTUR KAYU” Halaman 8


Dosen .
Gambar 3.1 Penempatan Jarak-Jaak Baut

Arah gaya membentuk sudut  (0 o    90 o ) dengan arah serat kayu seperti gambar
diatas, maka antara sumbu baut dan tepi kayu yang dibebani dalam arah gaya ditentukan
dengan meninterpolasi linier diantara harga 5.d dan 6.d.

Contoh misalkan arah gaya membentuk sudut   45 dengan perumpamaan   0 o untuk


jarak 5.d dan   90 o untuk jarak 6.d dengan meninterpolasi linier maka akan diperoleh
jarak 5,5.d.

3. 2 SAMBUNGAN DENGAN PAKU


Kekuatan paku untuk sambungan tampang satu dapat dilihat pada daftar Va (PKKI 1961,
hal. 26). Apabila pada sambungan digunakan paku yang memenuhi syarat untuk sambungan
tampang dua, maka kekuatan paku dalam daftar Va dapat dikalikan dua.

Panjang paku untuk sambungan tampang satu biasanya diambil sebagai berikut :

l p  2,5 . l (l  tebal kayu muka)

Sedangkan untuk sambungan tampang dua biasanya diambil sebagai berikut :

l p  2,5 . m  l (m  tebal kayu tengah)

Dari daftar Va tampak bahwa tebal kayu muka tempat awal paku masuk dibatasi 2 – 4 cm.
Sehingga apabila tebal kayu lebih dari 4 cm, maka kekuatan paku tidak dapat dihitung
berdasarkan daftar Va tersebut. Jadi apabila tidak menggunakan daftar V, kekuatan paku
dapat juga dihitung dengan rumus sebagai berikut :

 Sambungan bertampang satu : P = 0,5 . l . d . kd untuk l  7.d


P = 3,5 . d 2 . kd untuk l  7.d

Mata Kuliah “STRUKTUR KAYU” Halaman 9


Dosen
 Sambungan bertampang dua : P = m . d . kd untuk m  7.d
2
P = 7 . d . kd untuk m  7.d

Harga kd (kokoh desak kayu) dapta dilihat pada daftar Va sesuai dengan Bj kayu yang
bersangkutan. Dalam perencanaan, sambungan dengan alat sambung paku harus
memperhatikan syarat-syarat dalam PKKI 1961.

Gambar 3.2 Penempatan Jarak Paku

3. 3 SAMBUNGAN DENGAN PASAK


Pasak adalah alat penyambung yang dimasukkan ke dalam takikan-takikan di dalam kayu
yang akan dibebani oleh tekanan dan gesekan. Pasak hanya boleh dibuat dari kayu keras
(lihat daftar IV, PKKI hal. 20), besi atau baja. Pasak kayu keras yang mempunyai tampang
persegi empat panjang, memasangnya harus sedemikian sehingga serat-seratnya terletak
sejajar dengan serat-serat batang kayu yang disambung.

3.3.1 Sambungan dengan Pasak Kayu Persegi


Sambungan dengan pasak kayu hanya digunakan untuk sambungan tampang 2 (dua) saja.
Arah serat kayu pada pasak dibuat sejajar dengan arah serat kayu pada batang yang
disambung (batang asli). Ukuran-ukuran pasak itu harus diambil sebagai berikut :

Tinggi pasak (2t) : t  1,5 cm


Panjang pasak (a) : a  5.t dengan syarat : 10 cm  a  15 cm

Tegangan tekan yang diijinkan untuk kayu di dalam sambungan ini dapat diambil dari
daftar II (PKKI 1961, hal. 6) dengan mengigat jenis muatannya, kemudian tegangan tekan
yang diijinkan tersebut harus dikalikan dengan faktor direduksi.

Antara masing-masing pasak demikian juga antara pasak dan ujug kayu harus diberi baut
pelengkap dengan garis tengah (diameter) baut 1,27 cm (1/2”).

Mata Kuliah “STRUKTUR KAYU” Halaman 10

.
Gambar 3.3 Penempatan Jarak Pasak Kayu Persegi

3.3.2 Sambungan dengan Pasak Kayu Bulat Kubler


Alat sambungan ini dapat digunakan untuk sambungan tampang dua atau lebih, kekuatan
pasak kubler dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 3.1 Kekuatan Pasak Kubler untuk Kayu dengan Bj = 0,6

Garis Tengah Lebar Jarak


Diameter P Kayu
t Kayu antara
Pasak Muka
d Baut min. pasak
(cm) (cm) (cm) (cm) (ton) (cm) (cm) (cm)

6 2,6 1,6 1,27 1,0 8 14 14

8 3 1,6 1,27 1,5 10 18 18

10 4 1,6 1,27 1,7 12 20 20

Untuk Bj lainnya maka angka-angak pada tabel diatas harus diberi faktor pengkali
sebanding dengan Bj-nya, yaitu Bj/0,6.

Apabila arah gaya membentuk sudut  terhadap arah serat kayu, maka kekuatan pasak
berkurang sebagai berikut :

P  P// . ( 1  0,25 . sin  )

Cara memilih ukuran pasak dengan memperhatikan ukuran kayu minimum, misalkan pasak
akan diletakkan setangkup dengan lebar kayu 14 cm, maka dapat diambil pasak  10 cm
atau yang lebih kecil lagi sesuai dengan kebutuhan kekuatan pasak. Pada prinsipnya jumlah
pasak yang terpasang / digunakan semakin sedikit akan semakin baik karena menghemat
panjang plat sambung.

Mata Kuliah “STRUKTUR KAYU” Halaman 11


Gambar 3.4 Penempatan Jarak Pasak Kayu Bulat Kubler

3. 4 SAMBUNGAN DENGAN CINCIN BELAH KREUGERS


Cincin belah sebaiknya digunakan untuk sambungan tampang 2 (dua) atau lebih dan pada
satu sambungan dibatasi maksimal ada 3 (tiga) pasang cincin belah. Kekuatan cincin belah
kreugers perpasangan untuk kayu dengan berat jenis 0,6 dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Untuk Bj-lain harus diberi faktor pengkali sebanding dengan Bj-nya. Cincin belah ini
sebaiknya digunakan untuk sambungan tampang dua atau lebih dan pada satu sambungan
dibatasi maksimal ada 3 (tiga) pasang cincin belah.

Apabila arah gaya yang membentuk sudut  terhadap arah serat kayu maka kekuatan
cincin belah berkurang sebagai berikut :

P  P// . ( 1  0,30 . sin  )

Cara memilih cincin belah tersbut berturut-turut dengan memperhatikan lebar kayu
minimum, tebal kayu tengah minimum, tebal kayu tepi minimum dan jarak kayu muka yang
direncanakan.

Penempatan jarak sambungan dengan cincin belah kreugers sama halnya dengan
Penempatan Jarak Pasak Kayu Bulat Kubler hanya saja sesuai dengan ketentuan-ketentuan
yang berlaku.

3. 5 SAMBUNGAN DENGAN KOKOT BULLDOG


Kekuatan kokot bulldog dapat dilihat pada Tabel 3.3 untuk kayu dengan Bj = 0,5. Untuk Bj-
lain harus diberi faktor pengkali sebanding dengan Bj-nya. Apabila arah gaya membentuk
sudut  terhadap arah serat kayu, maka kekuatan kokot bulldog berkurang sbb :

P  P// . ( 1  0,25 . sin  )

Cara memilih kokot bulldog tersebut dengan memperhatikan lebar kayu minimum dan
tebal kayu muka minimum, serta diameter baut yang direncanakan.

Mata Kuliah “STRUKTUR KAYU” Halaman 12


Tabel 3.2 Kekuatan Cincin Belah Kreugers untuk Kayu dengan BJ = 0,6

100/19 100/25 100/31 125/25 125/31 125/37 150/31 150/37 150/43


Tanda Cincin Belah
a b c d e f g h i

Garis tengah cincin


belah, D (mm) 100 100 100 125 125 125 150 150 150

Tinggi cincin belah,


H (mm) 19 25 31 25 31 37 31 37 43

Tebal cincin belah,


S (mm) 2,0 2,0 2,0 2,5 2,5 2,5 3,1 3,0 3,0

Berat cincin belah,


(gram) 95 125 155 190 240 290

Garis tengah baut,


d (mm) 16 16 16 16 16 16 19 19 19

Cincin tutup 65 65 65 65 65 65 75 75 75
65 x 6 65 x 6 65 x 6 65 x 6 65 x 6 65 x 6 75 x 9 75 x 9 75 x 9

Lebar kayu min.


h (mm) 125 125 125 150 150 150 175 175 175

Tebal kayu tengah


min, m (mm) 37 50 62 50 62 75 62 75 88

Tebal kayu tepi


min, l (mm) 31 37 50 37 50 62 50 62 75

Kayu muka min,


(mm) 75 75 75 100 100 100 125 125 125

Jarak antar baut


(mm) 150 150 150 200 200 200 250 250 250

P per pasang
cincin belah
dengan kayu muka

Kayu muka 75 75 75 100 100 100 125 125 125


(mm) 100 100 100 125 125 125 175 175 175

1,8 2,0 2,2 2,5 3,0 3,5 4,0 4,6 5,2


P (ton)
2,0 2,3 2,6 3,0 3,5 4,0 4,8 5,4 6,0

Mata Kuliah “STRUKTUR KAYU”


Tabel 3.3 Kekuatan Kokot Bulldog untuk Kayu dengan Bj = 0,5

Dengan gigi
Bulldog Ukuran Bulat 2” Bulat 2,5” Bulat 3”
tinggi 2,5”
Standard (4,8 cm) (6,2 cm) (7,5 cm)
(6,2 cm)
Tinggi/tebal, mm 12 16 16 19
Lubang Baut, mm 17 21 21 23

Ukuran terkecil 2,5” x 0,75” 2,75” x 7/8” 3” x 1” 3,5” x 1”


kayu, in/cm 6,35 x 1,905 6,985 x 2,22 7,62 x 2,54 8,89 x 2,54

Jarak antara ujung


kayu sampai baut,
cm (in) 4 (1,5”) 6 (2,5”) 5,5 (2,25”) 7 (3”)

Jarak antar baut,


cm (in) 7 (3”) 9 (3,5”) 9 (3,5”) 11 (4,5”)

Diameter Baut, in 3/8 1/2 5/8 3/8 1/2 5/8 3/8 1/2 5/8 3/4 3/8 1/2 5/8
mm 10 12 16 10 12 16 10 12 16 20 10 12 16

Beban maximum 0,2 0,5 0,5 0,4 0,6 0,5 0,8


per-Bulldog, ton 0,3 0,4 0,6 0,5 0,6 0,7

Tabel Sambungan

Bulat Persegi Persegi Lonjong


Bulldog Ukuran Bulat 3,75
4,5” 4” x 4” 5” x 5” 3” x 5”
Standard (9,5 cm)
(11,7 cm) (10 x 10 cm) (13 x 13 cm) (7 x 13 cm)
Tinggi/tebal, mm 24 30 16 20 38
Lubang Baut, mm 33 50 40 x 40 52 x 52 26,5

Ukuran terkecil 4” x 1,25” 6” x 2” 4,5” x 1,5” 6” x 2” 4” x 2”


kayu, in/cm 10,16 x 3,175 15,24 x 11,43 x 3,81 15,24 x 5,08 10,16 x 5,08
5,08
Jarak antara ujung
kayu sampai baut,
cm (in) 9 (3,5”) 9 (3,5”) 11 (4,5”) 15 (6”) 12 – 9 cm

Jarak antar baut,


cm (in) 14 (5,5”) 14 (5,5) 17 (7”) 23 (9”) 18 – 12 cm

Diameter Baut, in 1/2 5/8 3/4 3/4 1 1/2 5/8 3/4 3/4 7/8 1 3/4 7/8 1
mm 12 16 20 20 26 12 16 20 20 22 26 20 22 26

Beban maximum 1,0 1,5 1,3 1,7 1,8 1,3 1,5


per-Bulldog, ton 0,9 1,2 1,7 1,5 1,7 20 1,4

Mata Kuliah “STRUKTUR KAYU” Halaman14


4. SAMBUNGAN GIGI

4. 1 SAMBUNGAN GIGI
Sambungan gigi berfungsi untuk meneruskan gaya-gaya desak, sambungan ini dapat dibuat
dalam 3 (tiga) keadaan, yakni :
1. Gigi tegak lurus pada batang mendatar;
2. Gigi tegak lurus pada batang diagonal;
3. Gigi menurut garis bagi sudut luar;

Gambar 4.1 Sambungan Gigi Menurut Garis Bagi Sudut Luar

Kedalaman gigi (tv) dapat dihitung dengan rumus sebagai beriktu :

P . Cos 
Keadaan 1 tv 
b . 

Mata Kuliah “STRUKTUR KAYU”


P . Cos 
Keadaan 2 tv 
b . 

P . Cos 2 1/2 . 
Keadaan 3 tv 
b . 1/ 2.

Dari ketiga keadaan tersebut yang paling baik dan sering dipakai adalah keadaan 3. Apabila
20 o    60 o maka untuk menghitung t v pada keadaan 3 dapat menggunakan rumus
praktis sebagai berikut :

P
Kayu klas kuat I : tv 
112 . b

P
Kayu Jati : tv 
93 . b

P
Kayu klas kuat II : tv 
73 . b

P
Kayu klas kuat III : tv 
50 . b

P
Kayu klas kuat IV : tv 
37 . b

Untuk ketiga keadaan tersebut juga harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

 Kedalaman gigi ( t v )
  50 o  t v  1/ 4 . h
o
  50  t v  1/ 6 . h
50 o    60 o  t v harus diinterpolasi linier

 Kayu muka ( l v )
H
lv  dimana : H = P . cos 
b . //

l v  15 cm

Apabila terdapat t v atau l v yang terlalu besar sehingga tidak memungkinkan untuk
menyambung di tempat yang bersangkutan, maka ada beberapa cara untuk mengatasinya :

1. Dipakai gigi rangkap


2. Memperlebar batang-batang kayu setempat
3. Mempertinggi batang-batang kayu setempat
4. Menggunakan kokot pada bidang takikan.

Mata Kuliah “STRUKTUR KAYU” Halaman 16

Anda mungkin juga menyukai