Anda di halaman 1dari 16

Kelas X tptu – SMK N 1 kab tangerang

BAB I

A.     Pengertian Kenakalan Remaja


Kita tahu bahwa remaja sangat banyak dan sering membuat onar di jalanan. Remaja
tidak memikirkan sebab dab akibat yang dilakukannya  mereka hanya tahu senang-senang.
Hal tersebut sering disebut kenakalan remaja dan apakah kenakalan remaja itu. Kenakalan
remaja adalah perilaku-perilaku yang dilakukan remaja di luar dengan tujuan untuk
bersenang-senang bersama teman-temannya.

B.     Jenis-Jenis Kenakalan Remaja


Adapun jenis-jenis kenakalan remaja adalah sering keluar malam. Remaja sering
menghabiskan waktunya di malam hari bersama teman-temannya mereka juga sering balapan
liar di jalanan dan ugal-ugallan di jalanan. Akhirnya mereka ingin bersenang-senang dan
tidak mau memikirkan pelajaran dan masa depannya.

C.     Ciri-ciri Kenakalan Remaja


Ciri-ciri kenakalan remaja adalah tidak mau belajar  karena yang mereka fikirkan
hanyalah bersenang-senang dan berperta pora. Tidak mau di nasehati mereka akan marah dan
memaki-maki, mereka merasa kita hanya mengganggu mereka.

D.    Dampat Negatif Kenakalan Remaja


Dampak negatif kenakalan remaja adalah bodoh mereka menjadi, bodoh karena
mereka tidak mau belajar, tidak pernah belajar dan tidak mau memikirkan pelajaran, tidak
dapat mengatur waktu dengan baik. Remaja tidak pernah mempergunakan waktunya dengan
baik. Karena waktunya habis terbuang  untuk bermain-main dan bersenang-senang tidak
pernah memikirkan pelajaran sekolah. Dan juga dapat merusak positif dan tidak pernah
melakukan ibadah akibatnya remaja menjadi nakal dan melakukan perbuatan  yang tidak
baik.

E.     Penanggulangan Kenakalan Remaja


Adapun penanggulangan kenakalan remaja adalah membuat peraturan, kalau keluar
malam sampai jam 22.00 Wib akan ditangkap. Apabila  remaja masih berkeliaran atau
nongkrong pada jam 22.00 Wib ke atas ditangkap dan diberi sangsi.

Makalah PKn - /conversion/tmp/activity_task_scratch/600805489.docx …………………………… 1


Kelas X tptu – SMK N 1 kab tangerang

Orang tua harus mengawasi anaknya. Orang tua harus melarang anaknya keluar malam
sampai larut malam. Orang tua harus mengawasi anaknya dan juga menasehati anaknya.
Memberikan siraman rohani dan juga mengadakan pengajian.

BAB II

A. Latar Belakang

 Masa pra-pubertas (12 - 13 tahun)


Masa ini disebut juga masa pueral, yaitu masa peralihan dari kanak-kanak ke remaja.
Pada anak perempuan, masa ini lebih singkat dibandingkan dengan anak laki-laki. Pada masa
ini, terjadi perubahan yang besar pada remaja, yaitu meningkatnya hormon seksualitas dan
mulai berkembangnya organ- organ seksual serta organ-organ reproduksi remaja.
Di samping itu, perkembangan intelektualitas yang sangat pesat jga terjadi pada fase ini.
Akibatnya, remaja-remaja ini cenderung bersikap suka mengkritik (karena merasa tahu
segalanya), yang sering diwujudkan dalam bentuk pembangkangan ataupun pembantahan
terhadap orang tua, mulai menyukai orang dewasa yang dianggapnya baik, serta
menjadikannya sebagai “hero” atau pujaannya. Perilaku ini akan diikuti dengan meniru
segala yang dilakukan oleh pujaannya, seperti model rambut, gaya bicara, sampai dengan
kebiasaan hidup pujaan tersebut.
Selain itu, pada masa ini remaja juga cenderung lebih berani mengutarakan keinginan
hatinya, lebih berani mengemukakan pendapatnya, bahkan akan mempertahankan
pendapatnya sekuat mungkin. Hal ini yang sering ditanggapi oleh orang tua sebagai
pembangkangan. Remaja tidak ingin diperlakukan sebagai anak kecil lagi. Mereka lebih
senang bergaul dengan kelompok yang dianggapnya sesuai dengan kesenangannya. Mereka
juga semakin berani menentang tradisi orang tua yang dianggapnya kuno dan tidak/kurang
berguna, maupun peraturan-peraturan yang menurut mereka tidak beralasan, seperti tidak
boleh mampir ke tempat lain selepas sekolah, dan sebagainya. Mereka akan semakin
kehilangan minat untuk bergabung dalam kelompok sosial yang formal, dan cenderung
bergabung dengan teman-teman pilihannya. Misalnya, mereka akan memilih main ke tempat
teman karibnya daripada bersama keluarga berkunjung ke rumah saudara.
Tapi, pada saat yang sama, mereka juga butuh pertolongan dan bantuan yang selalu siap sedia

Makalah PKn - /conversion/tmp/activity_task_scratch/600805489.docx …………………………… 2


Kelas X tptu – SMK N 1 kab tangerang

dari orang tuanya, jika mereka tidak mampu menjelmakan keinginannya. Pada saat ini adalah
saat yang kritis. Jika orang tua tidak mampu memenuhi kebutuhan psikisnya untuk mengatasi
konflik yang terjadi saat itu, remaja akan mencarinya dari orang lain. Orang tua harus ingat,
bahwa masalah yang dihadapi remaja, meskipun bagi orang tua itu merupakan masalah
sepele, tetapi bagi remaja itu adalah masalah yang sangat-sangat berat.

 Masa pubertas (14 - 16 tahun)


Masa ini disebut juga masa remaja awal, dimana perkembangan fisik mereka begitu
menonjol. Remaja sangat cemas akan perkembangan fisiknya, sekaligus bangga bahwa hal
itu menunjukkan bahwa ia memang bukan anak-anak lagi. Pada masa ini, emosi remaja
menjadi sangat labil akibat dari perkembangan hormon-hormon seksualnya yang begitu
pesat. Keinginan seksual juga mulai kuat muncul pada masa ini. Pada remaja wanita ditandai
dengan datangnya menstruasi yang pertama, sedangkan pada remaja pris ditandai dengan
datangnya mimpi basah yang pertama. Remaja akan merasa bingung dan malu akan hal ini,
sehingga orang tua harus mendampinginya serta memberikan pengertian yang baik dan benar
tentang seksualitas. Jika hal ini gagal ditangani dengan baik, perkembangan psikis mereka
khususnya dalam hal pengenalan diri/gender dan seksualitasnya akan terganggu. Kasus-kasus
gay dan lesbi banyak diawali dengan gagalnya perkembangan remaja pada tahap ini.
Di samping itu, remaja mulai mengerti tentang gengsi, penampilan, dan daya tarik seksual.
Karena kebingungan mereka ditambah labilnya emosi akibat pengaruh perkembangan
seksualitasnya, remaja sukar diselami perasaannya. Kadang mereka bersikap kasar, kadang
lembut. Kadang suka melamun, di lain waktu dia begitu ceria. Perasaan sosial remaja di masa
ini semakin kuat, dan mereka bergabung dengan kelompok yang disukainya dan membuat
peraturan-peraturan dengan pikirannya sendiri.

 Masa akhir pubertas (17 - 18 tahun)


Pada masa ini, remaja yang mampu melewati masa sebelumnya dengan baik, akan
dapat menerima kodratnya, baik sebagai laki-laki maupun perempuan. Mereka juga bangga
karena tubuh mereka dianggap menentukan harga diri mereka. Masa ini berlangsung sangat
singkat. Pada remaja putri, masa ini berlangsung lebih singkat daripada remaja pria, sehingga
proses kedewasaan remaja putri lebih cepat dicapai dibandingkan remaja pria. Umumnya
kematangan fisik dan seksualitas mereka sudah tercapai sepenuhnya. Namun kematangan
psikologis belum tercapai sepenuhnya.

Makalah PKn - /conversion/tmp/activity_task_scratch/600805489.docx …………………………… 3


Kelas X tptu – SMK N 1 kab tangerang

 Periode remaja Adolesen (19 - 21 tahun)


Pada periode ini umumnya remaja sudah mencapai kematangan yang sempurna, baik
segi fisik, emosi, maupun psikisnya. Mereka akan mempelajari berbagai macam hal yang
abstrak dan mulai memperjuangkan suatu idealisme yang didapat dari pikiran mereka.
Mereka mulai menyadari bahwa mengkritik itu lebih mudah daripada menjalaninya.
Sikapnya terhadap kehidupan mulai terlihat jelas, seperti cita-citanya, minatnya, bakatnya,
dan sebagainya. Arah kehidupannya serta sifat-sifat yang menonjol akan terlihat jelas pada
fase ini.

B. Tujuan dan Manfaat


- Mengidentifkasi dan memberikan gambaran bentuk-bentuk kenakalan yang dilakukan
remaja.
- Untuk mengetahui hubungan antara kenakalan remaja dengan keberfungsian sosial
keluarga.

BAB III

A. Pengertian Kenakalan Remaja

Kenakalan remaja biasanya dilakukan oleh remaja-remaja yang gagal dalam


menjalani proses-proses perkembangan jiwanya, baik pada saat remaja maupun pada masa
kanak-kanaknya. Masa kanak-kanak dan masa remaja berlangsung begitu singkat, dengan
perkembangan fisik, psikis, dan emosi yang begitu cepat. Secara psikologis, kenakalan
remaja merupakan wujud dari konflik-konflik yang tidak terselesaikan dengan baik pada
masa kanak-kanak maupun remaja para pelakunya. Seringkali didapati bahwa ada trauma
dalam masa lalunya, perlakuan kasar dan tidak menyenangkan dari lingkungannya, maupun
trauma terhadap kondisi lingkungan, seperti kondisi ekonomi yang membuatnya merasa
rendah diri, dan sebagainya.
Mengatasi kenakalan remaja, berarti menata kembali emosi remaja yang tercabik-
cabik itu. Emosi dan perasaan mereka rusak karena merasa ditolak oleh keluarga, orang tua,
teman-teman, maupun lingkungannya sejak kecil, dan gagalnya proses perkembangan jiwa

Makalah PKn - /conversion/tmp/activity_task_scratch/600805489.docx …………………………… 4


Kelas X tptu – SMK N 1 kab tangerang

remaja tersebut. Trauma-trauma dalam hidupnya harus diselesaikan, konflik-konflik


psikologis yang menggantung harus diselesaikan, dan mereka harus diberi lingkungan yang
berbeda dari lingkungan sebelumnya. Pertanyaannya : tugas siapa itu semua ? Orang tua-
kah ? Sedangkan orang tua sudah terlalu pusing memikirkan masalah pekerjaan dan beban
hidup lainnya. Saudaranya-kah ? Mereka juga punya masalah sendiri, bahkan mungkin
mereka juga memiliki masalah yang sama. Pemerintah-kah ? Atau siapa ? Tidak gampang
untuk menjawabnya. Tetapi, memberikan lingkungan yang baik sejak dini, disertai
pemahaman akan perkembangan anak-anak kita dengan baik, akan banyak membantu
mengurangi kenakalan remaja. Minimal tidak menambah jumlah kasus yang ada.”

B. Faktor – faktor pendukung kenakalan remaja dan Cara mengatasinya

1. PENGARUH TEMAN
Di kalangan remaja, memiliki banyak kawan adalah merupakan satu bentuk prestasi
tersendiri. Makin banyak kawan, makin tinggi nilai mereka di mata teman-temannya. Apalagi
mereka dapat memiliki teman dari kalangan terbatas. Misalnya, anak orang yang paling kaya
di kota itu, anak pejabat pemerintah setempat bahkan mungkin pusat atau pun anak orang
terpandang lainnya. Di jaman sekarang, pengaruh kawan bermain ini bukan hanya
membanggakan si remaja saja tetapi bahkan juga pada orangtuanya. Orangtua juga senang
dan bangga kalau anaknya mempunyai teman bergaul dari kalangan tertentu tersebut.
Padahal, kebanggaan ini adalah semu sifatnya. Malah kalau tidak dapat dikendalikan,
pergaulan itu akan menimbulkan kekecewaan nantinya. Sebab kawan dari kalangan tertentu
pasti juga mempunyai gaya hidup yang tertentu pula. Apabila si anak akan berusaha
mengikuti tetapi tidak mempunyai modal ataupun orangtua tidak mampu memenuhinya maka
anak akan menjadi frustrasi. Apabila timbul frustrasi, maka remaja kemudian akan melarikan
rasa kekecewaannya itu pada narkotik, obat terlarang, dan lain sebagainya.
Cara Mengatasi :
 mengarahkan untuk mempunyai teman bergaul yang sesuai
 orangtua hendaknya juga memberikan kesibukan dan mempercayakan sebagian
tanggung jawab rumah tangga kepada si remaja. Pemberian tanggung jawab ini
hendaknya tidak dengan pemaksaan maupun mengada-ada. Sebab dengan
memberikan tanggung jawab dalam rumah akan dapat mengurangi waktu anak

Makalah PKn - /conversion/tmp/activity_task_scratch/600805489.docx …………………………… 5


Kelas X tptu – SMK N 1 kab tangerang

‘kluyuran’ tidak karuan dan sekaligus dapat melatih anak mengetahui tugas dan
kewajiban serta tanggung jawab dalam rumah tangga.
 Dilatih untuk disiplin serta mampu memecahkan masalah sehari-hari. Mereka
dididik untuk mandiri. Selain itu, berilah pengarahan kepada mereka tentang
batasan teman yang baik.

2. TEKANAN ORANG TUA DALAM MEMILIH PENDIDIKAN


Memberikan pendidikan yang sesuai adalah merupakan salah satu tugas orangtua
kepada anak, agar anak dapat memperoleh pendidikan yang sesuai, pilihkanlah sekolah yang
bermutu. Terkadang hal ini yang menjadikan orang tua berkeras hati untuk memasukan
anaknya kesekolah yang manurut orang tua adalah yang terbaik tapi belum tentu untuk anak
itu sendiri. Tak jarang dengan adanya selisih paham tentang pendidikan anak menjadi lebih
egois karena dia mempunyai tempat pendidikan menurutnya terbaik. Pemaksaan ini tidak
jarang justru akan berakhir dengan kekecewaan. Sebab, meski memang ada sebagian anak
yang berhasil mengikuti kehendak orangtuanya tersebut, tetapi tidak sedikit pula yang kurang
berhasil dan kemudian menjadi kecewa, frustrasi dan akhirnya tidak ingin bersekolah sama
sekali. Mereka malah pergi bersama dengan kawan-kawannya, bersenang-senang tanpa
mengenal waktu bahkan mungkin kemudian menjadi salah satu pengguna obat-obat terlarang.
Cara Mengatasinya :
 Ketika anak telah berusia 17 tahun atau 18 tahun yang merupakan akhir masa
remaja, anak mulai akan memilih perguruan tinggi. Orangtua hendaknya
membantu memberikan pengarahan agar masa depan si anak berbahagia.
Arahkanlah agar anak memilih jurusan sesuai dengan kesenangan dan bakat anak,
bukan semata-mata karena kesenangan orang tua.
 Beriakan Kepercayaan anak untuk memilih pendidikannya dan orang tua
mengawasi anak dan jangan terlalu membatasi selama itu masih dalam batas
kewajaran.

Makalah PKn - /conversion/tmp/activity_task_scratch/600805489.docx …………………………… 6


Kelas X tptu – SMK N 1 kab tangerang

BAB IV

Kenakalan Remaja Sebagai Akibat Pengaruh Lingkungan Sosial

Perubahan sosial dan budaya yang semakin kompleks dan dinamis merupakan ciri
perkembangan masyarakat akhir-akhir ini. Akibat perubahan tersebut yang relatif cepat ialah
adanya perubahan konsep tingkah laku dan perbuatan. Perubahan konsep tingkah laku dan
perbuatan ini pula dampaknya terjadi pada remaja, sehingga mereka kelihatan radikal dana
agresif.
Kejahatan adalah fenomena sosial yang timbul dan berkembang dalam masyarakat
sehingga kejahatan yang pada hakekatnya suatu budaya manusia (as old as man kind itself)
sebagai akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern, maka kejahatan
berkembang semodern budaya manusia itu sendiri (as modern as man kind itself). Dengan
demikian dapatlah ditarik suatu pendapat yang fundamental, yaitu bahwa kejahatan akan
senantiasa berkembang sejalan dengan perkembangan masyarakat itu sendiri. Kejahatan yang
dilakukan remaja akhir-akhir ini tentu sangat memprihatinkan. Secara Intens, jenis kejahatan
yang dilakukan oleh remaja ditunjukkan Crime Index yaitu: pencurian dengan pemberatan,
pencurian dengan kekerasan, pencurian kendaraan bermotor, penipuan, penganiayaan berat,
penyalahgunaan narkotika dan obat berbahaya, serta kejahatan susila. Jenis kejahatan remaja
tersebut memerlukan evaluasi kebijakan penaggulangan yang selama ini ditempuh.
Berbagai upaya penangggulangan telah banyak dilakukan, tetapi hanya menyangkut
tindakan Kepolisian, bukan pada perbaikan kondisi atau sebab-sebab yang menimbulkan
kejahatan itu sendiri. Jadi kebijakan yang diambil hanya kebijakan yang parsial saja tidak
menyentuh kepada akar permasalahan yang menimbulkan kejahatan. Langkah-langkah yang
telah dilakukan oleh polisi dengan melakukan Operasi Penyakit Masyarakat (Pekat) yang
merupakan operasi rutin yang ditingkatkan kwantitas maupun kualitasnya maupun Operasi
Khusus Kepolisian Kendali Pusat yang dalam pelaksanaannya dalam rangka penaggulangan
kejahatan yang dilakukan oleh pelajar dan mahasiswa belum mampu menekan atau
mengurangi kejahatan.
Berangkat dari pandangan serta pengkualifikasian kejahatan yang dilakukan oleh
pelajar dan mahasiswa, maka kebijakan penanggulangan kejahatan yang dilakukan juga
menggunakan cara-cara yang diluar prosedural formal peradilan. Maksudnya adalah terhadap
kejahatan yang dilakukan oleh pelajar dan mahasiswa ini penyelesaian senantiasa
mempertimbangkan berbagai aspek, baik ditinjau dari aspek kepastian hukum, kepentingan

Makalah PKn - /conversion/tmp/activity_task_scratch/600805489.docx …………………………… 7


Kelas X tptu – SMK N 1 kab tangerang

hukum dan kepentingan pelaku kejahatan. Berbicara mengenai pencegahan dan


penanggulangan kejahatan (PPK) utamanya bagi kepolisian tentunya bukan hal yang baru
bagi praktisi, bahkan sudah merupakan pekerjaan rutin sehari-hari.
Pengertian secara etimologis telah mengalami pergeseran, akan tetapi hanya
menyangkut aktivitasnya, yakni: istilah kejahatan (Delinquency) menjadi kenakalan. Dalam
perkembangan selanjutnya pengertian subyek/pelakunyapun mengalami pergeseran. Ada
beberapa pakar yang ahli dalam “Juvenile Deliquency” memberi definisi agak berbeda
dengan definisi yaang telah disebutkan di atas. Seorang psikolog, Bimo Walgito merumuskan
arti selengkapnya dari “Juvenile Deliquency” yakni: Tiap perbuatan, jika perbuatan tersebut
dilakukan oleh orang dewasa, maka perbuatan itu merupakan suatu kejahatan, jadi
merupakan perbuatan yang melawan hukum, yang dilakukan oleh anak, khususnya anak
remaja.
Sedangkan Fuad Hasan merumuskan definisi Deliquency adalah perbuatan anti sosial
yang dilakukan oleh anak remaja yang bilamana dilakukan orang dewasa dikualifikasikan
sebagai tindak kejahatan. Perumusan arti “Juvenile Deliquency” oleh Fuad Hasan dan Bimo
Walgito nampak adanya pergeseran mengenai kualitas anak menjadi remaja/anak remaja.
Bertitik tolak pada konsepsi dasar inilah, maka “Juvenile Deliquency” pada giliranya
mendapat pengertian “Kenakalan Remaja”. Dalam pengertian yang luas tentang kenakalan
remaja ialah: perbuatan/kejahatan/pelanggaran yang dilakukan oleh anak remaja bersifat
melawan hukum hukum, anti sosial, anti susila dan menyalahi norma-norma agama.

KONTROL SOSIAL

Teori kontrol atau sering juga disebut teori kontrol sosial berangkat dari asumsi atau
anggapan bahwa individu di masyarakat mempunyai kecenderungan yang sama
kemungkinannya, menjadi “baik” atau “jahat”. Baik jahatnya seseorang sepenuhnya
tergantung pada masyarakat. Ia menjadi baik kalau saja masyarakatnya membuatnya
demikian, dan menjadi jahat apabila masyarakatnya membuatnya demikian. Pertanyaan dasar
yang dilontarkan paham ini berkaitan dengan unsur-unsur pencegah yang mampu menangkal
timbulnya perilaku delinkuen di kalangan anggota masyarakat, utamanya para anak dan
remaja, yaitu: mengapa kita patuh dan taat pada norma-norma masyarakat? Atau mengapa
kita tidak melakukan penyimpangan? pertanyaan dasar itu mencerminkan suatu pemikiran
bahwa penyimpangan bahwa penyimpangan bukan merupakan problematik yang dipandang
sebagai persoalan pokok adalah ketaatan atau kepatuhan pada norma-norma kemasyarakatan

Makalah PKn - /conversion/tmp/activity_task_scratch/600805489.docx …………………………… 8


Kelas X tptu – SMK N 1 kab tangerang

dengan demikian menurut paham ini sesuatu perlu dicari kejelasannya ialah ketaatan pada
norma, dan faktor-faktor yang menyebabkan seseorang patuh atau taat pada norma-norma
kemasyarakatan. Pada dasarnya upaya menjelaskan perilaku “tidak patuh norma”.
Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila penganut paham ini berpendapat bahwa
ikatan sosial (sosial bound) seseorang dengan masyarakatnya dipandang sebagai faktor
pencegah timbulnya perilaku penyimpangan. Seseorang yang lemah atau terputus ikatan
sosialnya dengan masyarakat, “Bebas” melakukan penyimpangan. Seseorang dapat melemah
atau terputus ikatan sosial dengan masyarakatnya, manakala di masyarakat itu telah terjadi
pemerosotan fungsi lembaga kontrol sosial informasi di sini ialah sarana-sarana kontrol sosial
non hukum positif atau dalam konteks masyarakat kita sarana-sarana tersebut dapat
diidentikan dengan lembaga adat, suatu sistem kontrol sosial yang tidak tertulis namun
memperoleh pengakuan keabsahan keberlakuannya di masyarakat. Dengan demikian berarti
bahwa manakala di suatu masyarakat, di mana kondisi lingkungannya tidak menunjang
berfungsinya dengan baik lembaga kontrol sosial tersebut banyak akan mengakibatkan
melemah atau terputusnya; dan pada gilirannya akan memberi kebebasan kepada mereka
untuk berperilaku menyimpang.

KEJAHATAN ANAK

Pengertian tentang kejahatan anak yang dalam berbagai literatur dikenal dengan
istilah “juvenile deliquency” memiliki keberagaman. Istilah yang sering terdengar dan lazim
dipergunakan dalam media massa adalah kenakalan remaja atau sering juga dipergunakan
istilah kejahatan anak. Istilah kejahatan anak di rasakan terlalu tajam. Sementara istilah
kenakalan remaja sering di salahtafsirkan dengan kenakalan yang tertuangkan dalam pasal
489 KUHP. Untuk menghindari pemaknaan yang kurang tepat atau berlebihan mak dipakai
istilah Juvenile Delinquency atau kejahatan anak. Sementara pengertian tentang anak itu
sendiri juga terdapat beberapa pemahaman yang berbeda. Pengertian anak dalam kaitannya
dengan prilaku delinkuensi anak biasanya didasarkan atas tingkatan umur. Namun demikian
adapula yang mendasarkan pada pendekatan psikososial.
Pengertian anak di sini termasuk juga remaja, karena dalam konteks hukum
peristilahan remaja kurang lazim dipergunakan. Dalam perundang-undangan biasanya di
sebutkan dengan istilah anak, belum dewasa (minder jarig), belum cukup umur dan
sebagainya.

Makalah PKn - /conversion/tmp/activity_task_scratch/600805489.docx …………………………… 9


Kelas X tptu – SMK N 1 kab tangerang

Pendekatan yang didasarkan atas umur/usia terdapat berbagai variasi. Di Amerika


Serikat, 27 negara bagian menentukan batas umur 8-18 th, sementara 6 negara bagian
menentukan batas umur 8-17 th, ada pula bagian lain yang menentukan batas umur 8-16
tahun. Di Inggris ditentukan batas umur antara 12-16 th dan di Australia ditentukan 8-16 th.
Di Belanda di tentukan antara umur 12-18 th. Di negara-negara Asia antara lain srilangka
menentukan batas umur antar 8-16 tahun. Di Jepang antara 14-20 th.sedangkan negara-negara
Asean antar lain Philipina menentukan 7-16 tahun. Di Malaysia antara 7-18 th. Singapura
menentukan batas antara 7-16 th. Sedangkan di Indonesia sendiri berdasarkan ketentuan UU
No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak , anak ditetatpkan pada usia 8-18 th. Sementara
batasan anak yang didasarkan aspek psikososial, klasifikasi perkembangan anak hingga
dewasa di kaitkan dengan usia dan kecenderungan kondisi kejiwaanya.
Perkembangan usia anak hingga dewasa dapat diklasifikasikan menjadi lima, yaitu:
a). Anak, seseorang yang berusia di bawah 12 tahun;
b). Remaja dini, seseorang yang berusia12-15 tahun;
c). Remaja penuh, seseorang yang berusia 15-17 tahun ;
d). Dewasa muda seseorang yang berusia 17-21 tahun;
e). Dewasa, seseorang yang berusia di atas 21 tahun.

Masing-masing tingkatan usia mempunyai karakteristik kejiwaan sendiri-sendiri.


Paulus Hadi suprapto menyatakan bahwa remaja dini (usia 12-15 tahun) memiliki
kecenderungan kejiwaan antara lain:
a). sibuk menguasia tubuhnya, karena ketidak seimbangannya postur tubuhnya, kekurang
nyamanan tubuhnya;
b). Mencari identitas dalam keluarga, satu pihak menjurus pada sifat egosentris, pada lain
pihak belum bisa sepenuhnya diserahi tanggung jawab, sehingga ia sangat
memerlukan daya tampung dari lingkungan keluarganya;
c). Kepekaan sosial tinggi, solidaritas pada teman sangat tinggi dan besar kecenderungan
mencari popularitas. Dalam fase ini ia sibuk mengorganisasikan dirinya, mulai
mengalami perubahan dalam sikap, minat, pola-pola hubungan pertemanan, mulai
timbul dorongan seksual, bergaul dengan lain jenis;
d). minat ke luar rumah tinggi, kecenderungan untuk trial and error tinggi;
e). mulai timbul usaha-usaha untuk menguasai diri baik di lingkungan rumah, sekolah,
klub olah raga, kesenian, dan dilingkuangan pergaulan pada umumnya.

Makalah PKn - /conversion/tmp/activity_task_scratch/600805489.docx …………………………… 10


Kelas X tptu – SMK N 1 kab tangerang

Sementara pada tahapan remaja lanjut, ciri-ciri melekat padanya ialah:


a). sudah mulai menampakkan dirinya mampu dan bisa meneriam kondisi fisiknya;
b). mulai dapat menikmati kebebasan emosionalnya;
c). mulai mampu bergaul;
d). sudah menemukan identitas dirinya;
e). mulai memperkuat penguasaan diri dan menyesuaikan perilakunya dengan norma-
norma keluarga dan kemasyarakatan dan
f). mulai perlahan-lahan meninggalkan reaksi kekanak-kanakkan.

Paham Kenakalan Remaja dalam arti luas meliputi perbuatan-perbuatan anak remaja
yang bertentangan dengan kaedah-kaedah hukum tertulis baik yang terdapat dalam kitab
Undang-Undang Hukum Pidana maupun perundang-undangan Pidana diluar KUH Pidana.
Dapat pula terjadi perbuatan anak remaja tersebut bersifat anti sosial, perbuatan yang
menimbulkan keresahan masyarakat pada umumnya, akan tetapi tidak tergolong delik pidana
umum maupun pidana khusus. Ada pula perbuatan anak remaja yang bersifat anti susila,
yakni durhaka kepada kedua orang tua, sesaudara saling bermusuhan. Di samping itu dapat
dikatakan kenakalan remaja, jika perbuatan tersebut bertentangan dengan norma-norma
agama yang dianutnya misalnya remaja muslim enggan berpuasa, padahal sudah tamyis
bahkan sudah baligh, remaja Kristen/Katholik enggan melakukan sembahyang/kebaktian.
Demikian pula yang terjadi pada remaja Hindu dan Budha.
Paradigma kenakalan remaja lebih banyak luas cakupannya dan lebih dalam bobot
isinya; kenakalan remaja tersebut meliputi perbuatan-perbuatan yang sering menimbulkan
keresahan dilingkungan masyarakat, sekolah maupun keluarga, contoh sangat simple dalam
hal ini antara lain; pencurian oleh remaja, perkelahian dikalangan peserta didik yang kerap
kali berkembang menjadi perkelahian antar sekolah, menganggu wanita dijalan yang
pelakunya anak remaja, sikap anak yang memusuhi orang tua dan sanak saudara atau
perbuatan-perbuatan lain yang tercela seperti menghisap ganja, mengedarkan pornografi dan
corat-coret tembok pagar yang tidak pada tempatnya.
Dengan demikian nampak jelas bahwa apabila seorang anak yang masih berada dalam
fase-fase usia remaja kemudian melakukan pelanggaran terhadap norma hukum, norma
sosial, norma susila dan norma-norma agama, maka perbuatan anak tersebut digolongkan
kenakalan remaja (Juvenile Deliquency).
Secara global delinquent yang dilakukan oleh anak remaja dapat berupa berupa
delinquent sosiologis dan delinquent individual; pembagian ini berdasarkan sikap dan corak

Makalah PKn - /conversion/tmp/activity_task_scratch/600805489.docx …………………………… 11


Kelas X tptu – SMK N 1 kab tangerang

perbuatan. Dapat di pandang sebagai delinquent sosiologis apabila anak memusuhi seluruh
konteks kemasyarakatan kecuali konteks masyarakatnya sendiri. Dalam kondisi tersebut
kebanyakan anak tidak merasa bersalah bila merugikan orang lain, asal bukan dari
kelompoknya sendiri, atau merasa tidak berdosa walau mencuri hak milik orang lain asal
bukan kelompoknya sendiri yang menderita kerugian. Sedangkan dalam delinquent
individual, anak tersebut memusuhi orang baik tetangga, kawan dan sekolah atau sanak
saudara bahkan termasuk kedua orang tuanya sendiri. Biasanya hubungan dengan orang tua
semakin memburuk justru karena bertambahanya usia. Pada garis besarnya dari kedua bentuk
delinquent ternyata delinquent sosiologislah yang sering melakukan pelanggaran didalam
masyarakat. Hal ini bukan berarti delinquent individual sama sekali tidak menimbulkan
keresahan didalam masyarakat.
Kedua bentuk delinquent sama-sama merugikan dan meresahkan masyarakat.
Delinquent sosiologis dan individual bukan merupakan dua hal yang antagonis, akan
tetapikeduanya hanya memiliki batas secara gradasi saja. Jika ditinjau dari bermulanya, dapat
terjadi keduanya saling menunjang dan memperkembangkan. Dalam hal ini dapat kita jumpai
seorang anak menjadi delinquent bermula dari keadaan intern dan kemudian dikembangkan
dan ditunjang oleh pergaulan, akan tetapi tidak jarang pula seorang anak menjadi delinquent
justru karena meniru kawan-kawan sebayanya kemudian di dukung oleh berkembang didalam
keluarga. Seorang anak yang hidup ditengah-tengah masyarajkat yng sholeh dalam bergaul
dengan kawan-kawan sebaya yang baik dapat menjadi delinquent karena pengaruh kehidupan
keluarga, misalnya; karena broken home atau quasi broken home. Demikian pula seorang
anak dibesarkan didalam lingkungan keluarga yang sholeh dapat menjadi delinquent karena
pengaruh kehidupan masyarakat sekitar atau pengaruh teman-teman sepermainannya, akan
tetapi probabilitas sangat rendah.
Agar dapat memberikan penilaian apakah suatu perbuatan termasuk delinquent atau
tidak, maka hendaklah diperhatikan faktor hukum pidana yang berlaku sebagai hukum positif
serta faktor lingkungan yang menjadi ajang hidup anak remaja. Pertama-tama, hukum
pidanalah yang merumuskan bahwa suatu perbuatan merupakan suatu pelanggaran dan
kejahatan. Jika penilaian delinquent berdasarkan faktor hukum pidana, maka konsekuensinya
disetiap negara akan berbeda penilaiannya. Penilaian kedua dalam menentukan
delinquentadalah norma atau kaidah-kaidah yang hidup dan bertumbuh dalam masyarakat.
Dalam penilaian kedua akan terjadi perbedaan penilaian antara masyarakat yang satu dengan
yang lain. Misalnya saja antara masyarakat desa dan masyarakat kota. Kedua masyarakat
tersebut memiliki norma-norma yang agak berbeda. Adat kebiasaan dan norma-norma

Makalah PKn - /conversion/tmp/activity_task_scratch/600805489.docx …………………………… 12


Kelas X tptu – SMK N 1 kab tangerang

kemasyarakatan yang hidup dan bertumbuh di desa agak berbeda dengan adat kebiasaan yang
berkembnag di kota secara gradasi.
Di atas telah dikupas secara rinci dalam segala aspek tentang “Juvenile Deliquency”
yang dalam konteks ii disebut “Kenakalan Remaja”. Penentu utama dalam “Juvenile
Deliquency” yakni hukum pidana. dalam kaitan ini pembatasan Anglo Saxon dapat diterima,
bahwa: Juvenile Deliquency berarti perbuatan dan tingkah laku yang merupakan perbuatan
perkosaan terhadap norma hukum pidana dan pelangaran-pelangaran terhadap kesusilaan
yang dilakukan oleh para Juvenile Deliquency. Juvenile Deliquency itu adalah offenders yang
terdiri dari “anak” (berumur dibawah 21 tahun: pubertas), yang termasuk yurisdiksi
pengadilan anak/juvenile court.
Pada prinsipnya Juvenile Deliquency adalah kejahatan dan pelanggaran pada orang
dewasa, akan tetapi menjadi “Juvenile Deliquency” oleh kkarena pelakunya adalah :
anak/kaum remaja; mereka yang belum mencapai umur dewasa secara yuridis formal.
Bertitik tolak pada konsep dasar inilah maka wujud “Juvenile Deliquency” dapat dipaparkan
sebagai berikut : pembunuhan dan penganiayaan (tergolong kejahatan-kejahatan kekerasan);
pencurian :pengelapan; penipuan; gelandangan dan lain sebagainya.
Secara yuridis formal masalah “Juvenile Deliquency” telah memperoleh pedoman
yang baku. Pertama-tama adalah hukum pidana yang pengaturannya tersebar dalam beberapa
pasal; sebagai pasal yang embrional adalah pasal 45-46 dan 47 KUH Pidana. Disamping itu
KUH Perdata pun mengatur tentang “Juvenile Deliquency” terutama pasal 302 dan segala
pasal yang ditunjuk dan terkait. Kondisi dualistik tersebut membawa konsekuensi logis yang
berbeda didalam sebutan, walaupun pada prinsip dasarnya sama. “Juvenile Deliquency” yang
melawan kaidah hukum tertulis yakni Kitab Undang-Undang Hukum Pidana disebut “Anak
Negara” dan sesuai dengan ketentuan kitab Undang-Undang Hukum Pidana disebut “Anak
Negara” dan sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebut “Anak
Sipil”.
Berbagai penelitian yang dilakukan bahwa sebagian besar remaja dilekuen berasal
dari keluarga yang sudah tidajk utuh strukturnya. Keluarga menjadi kelompok sosial yang
utama tempat anak belajar menjadi manusia sosial. Rumah tangga menjadi tempat
pertamadari perkembangan segi-segi sosialnya di dalam interaksi sosial dengan orang tuanya
yang wajar, sehingga apabila hubungan dengan orang tua kurang baik, maka besar
kemungkinannanya bahwa interaksi sosialnya pun berlangsung kurang baik.
Karena keremajaan itu selalu maju untuk lebih banyak melakukan hubungan sosial
dengan teman sebaya sehingga hubungan diantara mereka semakin kuat sebagai upaya untuk

Makalah PKn - /conversion/tmp/activity_task_scratch/600805489.docx …………………………… 13


Kelas X tptu – SMK N 1 kab tangerang

mendapatkan pengakuan dari kelompoknya tersebut. Pengaruh dari norma kelompok sosial
tersebut semakin lebih kuat dari norma keluarga, demikian pula pengaruh pada perilaku
pelanggaran hukum tanpa peduli pada perasaan diri sendiri.

Makalah PKn - /conversion/tmp/activity_task_scratch/600805489.docx …………………………… 14


Kelas X tptu – SMK N 1 kab tangerang

KESIMPULAN

 Masa pra-pubertas (12 - 13 tahun)


 Masa pubertas (14 - 16 tahun)
 Masa akhir pubertas (17 - 18 tahun)
 Periode remaja Adolesen (19 - 21 tahun)

Kenakalan remaja biasanya dilakukan oleh remaja-remaja yang gagal dalam


menjalani proses-proses perkembangan jiwanya, baik pada saat remaja maupun pada masa
kanak-kanaknya. Masa kanak-kanak dan masa remaja berlangsung begitu singkat, dengan
perkembangan fisik, psikis, dan emosi yang begitu cepat. Secara psikologis, kenakalan
remaja merupakan wujud dari konflik-konflik yang tidak terselesaikan dengan baik pada
masa kanak-kanak maupun remaja para pelakunya. Seringkali didapati bahwa ada trauma
dalam masa lalunya, perlakuan kasar dan tidak menyenangkan dari lingkungannya, maupun
trauma terhadap kondisi lingkungan, seperti kondisi ekonomi yang membuatnya merasa
rendah diri, dan sebagainya.

Perubahan sosial dan budaya yang semakin kompleks dan dinamis merupakan ciri
perkembangan masyarakat akhir-akhir ini. Akibat perubahan tersebut yang relatif cepat ialah
adanya perubahan konsep tingkah laku dan perbuatan. Perubahan konsep tingkah laku dan
perbuatan ini pula dampaknya terjadi pada remaja, sehingga mereka kelihatan radikal dana
agresif.
Paham Kenakalan Remaja dalam arti luas meliputi perbuatan-perbuatan anak remaja
yang bertentangan dengan kaedah-kaedah hukum tertulis baik yang terdapat dalam kitab
Undang-Undang Hukum Pidana maupun perundang-undangan Pidana diluar KUH Pidana.
Dapat pula terjadi perbuatan anak remaja tersebut bersifat anti sosial, perbuatan yang
menimbulkan keresahan masyarakat pada umumnya, akan tetapi tidak tergolong delik pidana
umum maupun pidana khusus.

Makalah PKn - /conversion/tmp/activity_task_scratch/600805489.docx …………………………… 15


Kelas X tptu – SMK N 1 kab tangerang

Daftar Pustaka

 http://www.canboyz.co.cc/2010/06/pengertian-kenakalan-remaja-makalah.html

 http://www.kesimpulan.com/2009/03/kenakalan-remaja-sebagai-akibat.html

 http://aminurs-catatanpribadi.blogspot.com/2009/02/makalah-kenakalan-remaja.html

***********

Selesai

***********

Makalah PKn - /conversion/tmp/activity_task_scratch/600805489.docx …………………………… 16

Anda mungkin juga menyukai