BAB I
Orang tua harus mengawasi anaknya. Orang tua harus melarang anaknya keluar malam
sampai larut malam. Orang tua harus mengawasi anaknya dan juga menasehati anaknya.
Memberikan siraman rohani dan juga mengadakan pengajian.
BAB II
A. Latar Belakang
dari orang tuanya, jika mereka tidak mampu menjelmakan keinginannya. Pada saat ini adalah
saat yang kritis. Jika orang tua tidak mampu memenuhi kebutuhan psikisnya untuk mengatasi
konflik yang terjadi saat itu, remaja akan mencarinya dari orang lain. Orang tua harus ingat,
bahwa masalah yang dihadapi remaja, meskipun bagi orang tua itu merupakan masalah
sepele, tetapi bagi remaja itu adalah masalah yang sangat-sangat berat.
BAB III
1. PENGARUH TEMAN
Di kalangan remaja, memiliki banyak kawan adalah merupakan satu bentuk prestasi
tersendiri. Makin banyak kawan, makin tinggi nilai mereka di mata teman-temannya. Apalagi
mereka dapat memiliki teman dari kalangan terbatas. Misalnya, anak orang yang paling kaya
di kota itu, anak pejabat pemerintah setempat bahkan mungkin pusat atau pun anak orang
terpandang lainnya. Di jaman sekarang, pengaruh kawan bermain ini bukan hanya
membanggakan si remaja saja tetapi bahkan juga pada orangtuanya. Orangtua juga senang
dan bangga kalau anaknya mempunyai teman bergaul dari kalangan tertentu tersebut.
Padahal, kebanggaan ini adalah semu sifatnya. Malah kalau tidak dapat dikendalikan,
pergaulan itu akan menimbulkan kekecewaan nantinya. Sebab kawan dari kalangan tertentu
pasti juga mempunyai gaya hidup yang tertentu pula. Apabila si anak akan berusaha
mengikuti tetapi tidak mempunyai modal ataupun orangtua tidak mampu memenuhinya maka
anak akan menjadi frustrasi. Apabila timbul frustrasi, maka remaja kemudian akan melarikan
rasa kekecewaannya itu pada narkotik, obat terlarang, dan lain sebagainya.
Cara Mengatasi :
mengarahkan untuk mempunyai teman bergaul yang sesuai
orangtua hendaknya juga memberikan kesibukan dan mempercayakan sebagian
tanggung jawab rumah tangga kepada si remaja. Pemberian tanggung jawab ini
hendaknya tidak dengan pemaksaan maupun mengada-ada. Sebab dengan
memberikan tanggung jawab dalam rumah akan dapat mengurangi waktu anak
‘kluyuran’ tidak karuan dan sekaligus dapat melatih anak mengetahui tugas dan
kewajiban serta tanggung jawab dalam rumah tangga.
Dilatih untuk disiplin serta mampu memecahkan masalah sehari-hari. Mereka
dididik untuk mandiri. Selain itu, berilah pengarahan kepada mereka tentang
batasan teman yang baik.
BAB IV
Perubahan sosial dan budaya yang semakin kompleks dan dinamis merupakan ciri
perkembangan masyarakat akhir-akhir ini. Akibat perubahan tersebut yang relatif cepat ialah
adanya perubahan konsep tingkah laku dan perbuatan. Perubahan konsep tingkah laku dan
perbuatan ini pula dampaknya terjadi pada remaja, sehingga mereka kelihatan radikal dana
agresif.
Kejahatan adalah fenomena sosial yang timbul dan berkembang dalam masyarakat
sehingga kejahatan yang pada hakekatnya suatu budaya manusia (as old as man kind itself)
sebagai akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern, maka kejahatan
berkembang semodern budaya manusia itu sendiri (as modern as man kind itself). Dengan
demikian dapatlah ditarik suatu pendapat yang fundamental, yaitu bahwa kejahatan akan
senantiasa berkembang sejalan dengan perkembangan masyarakat itu sendiri. Kejahatan yang
dilakukan remaja akhir-akhir ini tentu sangat memprihatinkan. Secara Intens, jenis kejahatan
yang dilakukan oleh remaja ditunjukkan Crime Index yaitu: pencurian dengan pemberatan,
pencurian dengan kekerasan, pencurian kendaraan bermotor, penipuan, penganiayaan berat,
penyalahgunaan narkotika dan obat berbahaya, serta kejahatan susila. Jenis kejahatan remaja
tersebut memerlukan evaluasi kebijakan penaggulangan yang selama ini ditempuh.
Berbagai upaya penangggulangan telah banyak dilakukan, tetapi hanya menyangkut
tindakan Kepolisian, bukan pada perbaikan kondisi atau sebab-sebab yang menimbulkan
kejahatan itu sendiri. Jadi kebijakan yang diambil hanya kebijakan yang parsial saja tidak
menyentuh kepada akar permasalahan yang menimbulkan kejahatan. Langkah-langkah yang
telah dilakukan oleh polisi dengan melakukan Operasi Penyakit Masyarakat (Pekat) yang
merupakan operasi rutin yang ditingkatkan kwantitas maupun kualitasnya maupun Operasi
Khusus Kepolisian Kendali Pusat yang dalam pelaksanaannya dalam rangka penaggulangan
kejahatan yang dilakukan oleh pelajar dan mahasiswa belum mampu menekan atau
mengurangi kejahatan.
Berangkat dari pandangan serta pengkualifikasian kejahatan yang dilakukan oleh
pelajar dan mahasiswa, maka kebijakan penanggulangan kejahatan yang dilakukan juga
menggunakan cara-cara yang diluar prosedural formal peradilan. Maksudnya adalah terhadap
kejahatan yang dilakukan oleh pelajar dan mahasiswa ini penyelesaian senantiasa
mempertimbangkan berbagai aspek, baik ditinjau dari aspek kepastian hukum, kepentingan
KONTROL SOSIAL
Teori kontrol atau sering juga disebut teori kontrol sosial berangkat dari asumsi atau
anggapan bahwa individu di masyarakat mempunyai kecenderungan yang sama
kemungkinannya, menjadi “baik” atau “jahat”. Baik jahatnya seseorang sepenuhnya
tergantung pada masyarakat. Ia menjadi baik kalau saja masyarakatnya membuatnya
demikian, dan menjadi jahat apabila masyarakatnya membuatnya demikian. Pertanyaan dasar
yang dilontarkan paham ini berkaitan dengan unsur-unsur pencegah yang mampu menangkal
timbulnya perilaku delinkuen di kalangan anggota masyarakat, utamanya para anak dan
remaja, yaitu: mengapa kita patuh dan taat pada norma-norma masyarakat? Atau mengapa
kita tidak melakukan penyimpangan? pertanyaan dasar itu mencerminkan suatu pemikiran
bahwa penyimpangan bahwa penyimpangan bukan merupakan problematik yang dipandang
sebagai persoalan pokok adalah ketaatan atau kepatuhan pada norma-norma kemasyarakatan
dengan demikian menurut paham ini sesuatu perlu dicari kejelasannya ialah ketaatan pada
norma, dan faktor-faktor yang menyebabkan seseorang patuh atau taat pada norma-norma
kemasyarakatan. Pada dasarnya upaya menjelaskan perilaku “tidak patuh norma”.
Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila penganut paham ini berpendapat bahwa
ikatan sosial (sosial bound) seseorang dengan masyarakatnya dipandang sebagai faktor
pencegah timbulnya perilaku penyimpangan. Seseorang yang lemah atau terputus ikatan
sosialnya dengan masyarakat, “Bebas” melakukan penyimpangan. Seseorang dapat melemah
atau terputus ikatan sosial dengan masyarakatnya, manakala di masyarakat itu telah terjadi
pemerosotan fungsi lembaga kontrol sosial informasi di sini ialah sarana-sarana kontrol sosial
non hukum positif atau dalam konteks masyarakat kita sarana-sarana tersebut dapat
diidentikan dengan lembaga adat, suatu sistem kontrol sosial yang tidak tertulis namun
memperoleh pengakuan keabsahan keberlakuannya di masyarakat. Dengan demikian berarti
bahwa manakala di suatu masyarakat, di mana kondisi lingkungannya tidak menunjang
berfungsinya dengan baik lembaga kontrol sosial tersebut banyak akan mengakibatkan
melemah atau terputusnya; dan pada gilirannya akan memberi kebebasan kepada mereka
untuk berperilaku menyimpang.
KEJAHATAN ANAK
Pengertian tentang kejahatan anak yang dalam berbagai literatur dikenal dengan
istilah “juvenile deliquency” memiliki keberagaman. Istilah yang sering terdengar dan lazim
dipergunakan dalam media massa adalah kenakalan remaja atau sering juga dipergunakan
istilah kejahatan anak. Istilah kejahatan anak di rasakan terlalu tajam. Sementara istilah
kenakalan remaja sering di salahtafsirkan dengan kenakalan yang tertuangkan dalam pasal
489 KUHP. Untuk menghindari pemaknaan yang kurang tepat atau berlebihan mak dipakai
istilah Juvenile Delinquency atau kejahatan anak. Sementara pengertian tentang anak itu
sendiri juga terdapat beberapa pemahaman yang berbeda. Pengertian anak dalam kaitannya
dengan prilaku delinkuensi anak biasanya didasarkan atas tingkatan umur. Namun demikian
adapula yang mendasarkan pada pendekatan psikososial.
Pengertian anak di sini termasuk juga remaja, karena dalam konteks hukum
peristilahan remaja kurang lazim dipergunakan. Dalam perundang-undangan biasanya di
sebutkan dengan istilah anak, belum dewasa (minder jarig), belum cukup umur dan
sebagainya.
Paham Kenakalan Remaja dalam arti luas meliputi perbuatan-perbuatan anak remaja
yang bertentangan dengan kaedah-kaedah hukum tertulis baik yang terdapat dalam kitab
Undang-Undang Hukum Pidana maupun perundang-undangan Pidana diluar KUH Pidana.
Dapat pula terjadi perbuatan anak remaja tersebut bersifat anti sosial, perbuatan yang
menimbulkan keresahan masyarakat pada umumnya, akan tetapi tidak tergolong delik pidana
umum maupun pidana khusus. Ada pula perbuatan anak remaja yang bersifat anti susila,
yakni durhaka kepada kedua orang tua, sesaudara saling bermusuhan. Di samping itu dapat
dikatakan kenakalan remaja, jika perbuatan tersebut bertentangan dengan norma-norma
agama yang dianutnya misalnya remaja muslim enggan berpuasa, padahal sudah tamyis
bahkan sudah baligh, remaja Kristen/Katholik enggan melakukan sembahyang/kebaktian.
Demikian pula yang terjadi pada remaja Hindu dan Budha.
Paradigma kenakalan remaja lebih banyak luas cakupannya dan lebih dalam bobot
isinya; kenakalan remaja tersebut meliputi perbuatan-perbuatan yang sering menimbulkan
keresahan dilingkungan masyarakat, sekolah maupun keluarga, contoh sangat simple dalam
hal ini antara lain; pencurian oleh remaja, perkelahian dikalangan peserta didik yang kerap
kali berkembang menjadi perkelahian antar sekolah, menganggu wanita dijalan yang
pelakunya anak remaja, sikap anak yang memusuhi orang tua dan sanak saudara atau
perbuatan-perbuatan lain yang tercela seperti menghisap ganja, mengedarkan pornografi dan
corat-coret tembok pagar yang tidak pada tempatnya.
Dengan demikian nampak jelas bahwa apabila seorang anak yang masih berada dalam
fase-fase usia remaja kemudian melakukan pelanggaran terhadap norma hukum, norma
sosial, norma susila dan norma-norma agama, maka perbuatan anak tersebut digolongkan
kenakalan remaja (Juvenile Deliquency).
Secara global delinquent yang dilakukan oleh anak remaja dapat berupa berupa
delinquent sosiologis dan delinquent individual; pembagian ini berdasarkan sikap dan corak
perbuatan. Dapat di pandang sebagai delinquent sosiologis apabila anak memusuhi seluruh
konteks kemasyarakatan kecuali konteks masyarakatnya sendiri. Dalam kondisi tersebut
kebanyakan anak tidak merasa bersalah bila merugikan orang lain, asal bukan dari
kelompoknya sendiri, atau merasa tidak berdosa walau mencuri hak milik orang lain asal
bukan kelompoknya sendiri yang menderita kerugian. Sedangkan dalam delinquent
individual, anak tersebut memusuhi orang baik tetangga, kawan dan sekolah atau sanak
saudara bahkan termasuk kedua orang tuanya sendiri. Biasanya hubungan dengan orang tua
semakin memburuk justru karena bertambahanya usia. Pada garis besarnya dari kedua bentuk
delinquent ternyata delinquent sosiologislah yang sering melakukan pelanggaran didalam
masyarakat. Hal ini bukan berarti delinquent individual sama sekali tidak menimbulkan
keresahan didalam masyarakat.
Kedua bentuk delinquent sama-sama merugikan dan meresahkan masyarakat.
Delinquent sosiologis dan individual bukan merupakan dua hal yang antagonis, akan
tetapikeduanya hanya memiliki batas secara gradasi saja. Jika ditinjau dari bermulanya, dapat
terjadi keduanya saling menunjang dan memperkembangkan. Dalam hal ini dapat kita jumpai
seorang anak menjadi delinquent bermula dari keadaan intern dan kemudian dikembangkan
dan ditunjang oleh pergaulan, akan tetapi tidak jarang pula seorang anak menjadi delinquent
justru karena meniru kawan-kawan sebayanya kemudian di dukung oleh berkembang didalam
keluarga. Seorang anak yang hidup ditengah-tengah masyarajkat yng sholeh dalam bergaul
dengan kawan-kawan sebaya yang baik dapat menjadi delinquent karena pengaruh kehidupan
keluarga, misalnya; karena broken home atau quasi broken home. Demikian pula seorang
anak dibesarkan didalam lingkungan keluarga yang sholeh dapat menjadi delinquent karena
pengaruh kehidupan masyarakat sekitar atau pengaruh teman-teman sepermainannya, akan
tetapi probabilitas sangat rendah.
Agar dapat memberikan penilaian apakah suatu perbuatan termasuk delinquent atau
tidak, maka hendaklah diperhatikan faktor hukum pidana yang berlaku sebagai hukum positif
serta faktor lingkungan yang menjadi ajang hidup anak remaja. Pertama-tama, hukum
pidanalah yang merumuskan bahwa suatu perbuatan merupakan suatu pelanggaran dan
kejahatan. Jika penilaian delinquent berdasarkan faktor hukum pidana, maka konsekuensinya
disetiap negara akan berbeda penilaiannya. Penilaian kedua dalam menentukan
delinquentadalah norma atau kaidah-kaidah yang hidup dan bertumbuh dalam masyarakat.
Dalam penilaian kedua akan terjadi perbedaan penilaian antara masyarakat yang satu dengan
yang lain. Misalnya saja antara masyarakat desa dan masyarakat kota. Kedua masyarakat
tersebut memiliki norma-norma yang agak berbeda. Adat kebiasaan dan norma-norma
kemasyarakatan yang hidup dan bertumbuh di desa agak berbeda dengan adat kebiasaan yang
berkembnag di kota secara gradasi.
Di atas telah dikupas secara rinci dalam segala aspek tentang “Juvenile Deliquency”
yang dalam konteks ii disebut “Kenakalan Remaja”. Penentu utama dalam “Juvenile
Deliquency” yakni hukum pidana. dalam kaitan ini pembatasan Anglo Saxon dapat diterima,
bahwa: Juvenile Deliquency berarti perbuatan dan tingkah laku yang merupakan perbuatan
perkosaan terhadap norma hukum pidana dan pelangaran-pelangaran terhadap kesusilaan
yang dilakukan oleh para Juvenile Deliquency. Juvenile Deliquency itu adalah offenders yang
terdiri dari “anak” (berumur dibawah 21 tahun: pubertas), yang termasuk yurisdiksi
pengadilan anak/juvenile court.
Pada prinsipnya Juvenile Deliquency adalah kejahatan dan pelanggaran pada orang
dewasa, akan tetapi menjadi “Juvenile Deliquency” oleh kkarena pelakunya adalah :
anak/kaum remaja; mereka yang belum mencapai umur dewasa secara yuridis formal.
Bertitik tolak pada konsep dasar inilah maka wujud “Juvenile Deliquency” dapat dipaparkan
sebagai berikut : pembunuhan dan penganiayaan (tergolong kejahatan-kejahatan kekerasan);
pencurian :pengelapan; penipuan; gelandangan dan lain sebagainya.
Secara yuridis formal masalah “Juvenile Deliquency” telah memperoleh pedoman
yang baku. Pertama-tama adalah hukum pidana yang pengaturannya tersebar dalam beberapa
pasal; sebagai pasal yang embrional adalah pasal 45-46 dan 47 KUH Pidana. Disamping itu
KUH Perdata pun mengatur tentang “Juvenile Deliquency” terutama pasal 302 dan segala
pasal yang ditunjuk dan terkait. Kondisi dualistik tersebut membawa konsekuensi logis yang
berbeda didalam sebutan, walaupun pada prinsip dasarnya sama. “Juvenile Deliquency” yang
melawan kaidah hukum tertulis yakni Kitab Undang-Undang Hukum Pidana disebut “Anak
Negara” dan sesuai dengan ketentuan kitab Undang-Undang Hukum Pidana disebut “Anak
Negara” dan sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebut “Anak
Sipil”.
Berbagai penelitian yang dilakukan bahwa sebagian besar remaja dilekuen berasal
dari keluarga yang sudah tidajk utuh strukturnya. Keluarga menjadi kelompok sosial yang
utama tempat anak belajar menjadi manusia sosial. Rumah tangga menjadi tempat
pertamadari perkembangan segi-segi sosialnya di dalam interaksi sosial dengan orang tuanya
yang wajar, sehingga apabila hubungan dengan orang tua kurang baik, maka besar
kemungkinannanya bahwa interaksi sosialnya pun berlangsung kurang baik.
Karena keremajaan itu selalu maju untuk lebih banyak melakukan hubungan sosial
dengan teman sebaya sehingga hubungan diantara mereka semakin kuat sebagai upaya untuk
mendapatkan pengakuan dari kelompoknya tersebut. Pengaruh dari norma kelompok sosial
tersebut semakin lebih kuat dari norma keluarga, demikian pula pengaruh pada perilaku
pelanggaran hukum tanpa peduli pada perasaan diri sendiri.
KESIMPULAN
Perubahan sosial dan budaya yang semakin kompleks dan dinamis merupakan ciri
perkembangan masyarakat akhir-akhir ini. Akibat perubahan tersebut yang relatif cepat ialah
adanya perubahan konsep tingkah laku dan perbuatan. Perubahan konsep tingkah laku dan
perbuatan ini pula dampaknya terjadi pada remaja, sehingga mereka kelihatan radikal dana
agresif.
Paham Kenakalan Remaja dalam arti luas meliputi perbuatan-perbuatan anak remaja
yang bertentangan dengan kaedah-kaedah hukum tertulis baik yang terdapat dalam kitab
Undang-Undang Hukum Pidana maupun perundang-undangan Pidana diluar KUH Pidana.
Dapat pula terjadi perbuatan anak remaja tersebut bersifat anti sosial, perbuatan yang
menimbulkan keresahan masyarakat pada umumnya, akan tetapi tidak tergolong delik pidana
umum maupun pidana khusus.
Daftar Pustaka
http://www.canboyz.co.cc/2010/06/pengertian-kenakalan-remaja-makalah.html
http://www.kesimpulan.com/2009/03/kenakalan-remaja-sebagai-akibat.html
http://aminurs-catatanpribadi.blogspot.com/2009/02/makalah-kenakalan-remaja.html
***********
Selesai
***********