Anda di halaman 1dari 1

REVIEW FILM THE DEVIL WEARS PRADA

Film ini menceritkan tentang Andy Sachs seorang jurnalis lulusan Northwestern University. Ia
melamar kesana-kemari tetapi belum mendapatkan pekerjaan. Setelah sekian lama akhirnya ia
mendapat panggilan kerja sebagai Asisten Kedua (Second Asisstant) di sebuah majalah fashion
RUNWAY, RUNWAY dibawah manajemen Ellias-Carlke publication.
Andy yang bukan dari background fashion mengalami banyak masalah dan cuma jadi suruhan.
Namun, dia berusaha menjadi lebih baik dari segi profesionalitas sampai penampilan yang lebih
kreatif sesuai dengan lingkungan dunia fashion.
Berkat penampilan dan kinerjanya yang baik, Andy jadi kepercayaan Miranda. Ia sukses jadi
asisten pertama dan menemani Miranda ke berbagai acara bergengsi.
ETIKA BISNIS YANG TERJADI PADA FILM THE DEVIL WEARS PRADA \
Terdapat pelanggaran etika bisnis yang terjadi pada film the devil wears prada yaitu Diskriminasi
tidak jelas (Unfair discrimination). Sebagai bos dari perusahaan tersebut Miranda awalnya ragu
untuk memperkerjakan Andy yang sangat tidak modis, sedikit gemuk, dan bahkan sama sekali
tidak tahu tentang Runaway dan mengenai fashion. Selain itu pada awalnya Andy mengalami
tekanan karena tempat kerja barunya semua karyawannya modis dan trendy, sedangkan Andy
berpenampilan sangat sederhana.
Miranda selalu mengangap bahwa Andy tidak dapat melakukan pekerjaannya dengan baik atau
tidak sesaui dengan yang Miranda harapkan. Andy mulai merasakan kekejaman demi kekejaman
yang diberikan oleh Miranda, seperti ketika pekerjaannya selesai, Miranda tidak pernah
mengucapkan terima kasih, ketika dia melakukan kesalahan, dengan santai dan kejamnya
Miranda mencaci makinya dengan kata-kata yang lembut dan arogan.
Yang kedua adalah adanya etika Paksaan (Coercion) para pekerja Miranda di tuntut untuk
berpenampilan yang sempurna dan  selalu bersikap secara profesional dengan hasil kinerja yang
sempurna.
gaya kepemimpinannya yang otoriter dengan standar pengambulan keputusan yang terpusat men
ciptakan budaya kinerja dari bawahan yang sangat tegang dan kaku. Kepemimpinan Miranda
tidak memberikan kesempatan pada bawahan untuk mengembangkankemampuan dan
manajemen diri salah satunya dengan kebebasan waktu diluar jam kerja. 
Pola kepemimpinan yang kaku tanpa adanya komunikai yang efektif antara atasan dengan
bawahan tidak memperhatikan kepuaan kera dan kebahagiaan karyawan dalam bekerja membuat
karyawan yang berada dibawah kepemimpinan miranda menjadi sangat tertekan dan sering
sekali mengalami kekecewaan secara emosional. 

Anda mungkin juga menyukai