berupa tujuh Prasasti Yupa yang ditulis dengan huruf Pallawa dengan Bahasa
Sanskerta. Dalam Prasasti Yupa, disebut nama Raja Kudungga yang pertama
menduduki takhta Kerajaan Kutai. Disebut pula bahwa Kudungga memiliki seorang
putra bernama Asmawarman yang menjadi raja kedua Kutai. Asmawarman memiliki
tiga orang putra, salah satunya bernama Mulawarman, yang akhirnya menjadi raja dan
berhasil membawa Kerajaan Kutai menuju masa kejayaan.
Kerajaan Kutai Dari Prasasti Yupa, dapat diketahui bahwa Kerajaan Kutai mencapai
puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Raja Mulawarman. Mulawarman
disebut-sebut sebagai raja yang memiliki budi pekerti baik, kuat, dan pernah
mengadakan upacara persembahan 20.000 ekor lembu untuk kaum Brahmana yang
bertempat di Waprakecvara.
Prasasti Yupa: Fungsi dan Isinya Runtuhnya Kerajaan Kutai Keadaan Kerajaan Kutai
setelah Mulawarman tidak menunjukkan tanda-tanda yang jelas. Kerajaan Kutai
Martapura kemudian runtuh setelah ditaklukkan oleh Kesultanan Kutai yang memeluk
Islam. Pada 1635, raja terakhir Kerajaan Kutai Maharaja Dharma Setia gugur di tangan
Pangeran Sinum Panji Mendapa dari Kesultanan Kutai. Sejak saat itu, wilayah
kekuasaan Kerajaan Kutai Martapura berada di bawah kekuasaan Kesultanan Kutai
Kartanegara. Peninggalan Kerajaan Kutai Peninggalan terpenting Kerajaan Kutai
adalah keberadaan 7 buah yupa yang dibuat sekitar tahun 350-400 masehi. Semua
prasastinya ditulis menggunakan huruf Pallawa dengan Bahasa Sanskerta. Adapun isi
ketujuh prasasti Kerajaan Kutai antara lain sebagai berikut. Berisi silsilah Kudungga
berputra Aswawarman yang seperti dewa matahari (ancuman) menumbuhkan keluarga.
Aswawarman berputra tiga, salah satunya Mulawarman, raja yang baik, kuat, dan
kuasa. Sang Mulawarman telah mengadakan selamatan, mengadakan korban, maka
didirikanlah tugu oleh para Brahmana. Tempat sedekah Sang Mulawarman, raja yang
mulia dan terkemuka telah memberi sedekah 20.000 ekor sapi kepada Brahmana di
tempat tanah yang sangat suci (Waprakecvara).