Anda di halaman 1dari 280

PROSIDING SEMINAR

NASIONAL KESEHATAN

DALAM RANGKA
DIES NATALIS KE-50 DIII KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG
DAN IKAAKPER DEPKESPALEMBANG

PROFESIONALISME PERAWAT
DALAM MENCAPAI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE DEVELOPMENT )

Palembang, 01 – 02 Maret 2018

PRODI DIII KEPERAWATAN DAN IKA AKPER DEPKES PALEMBANG


JALAN MERDEKA NO. 10 A PALEMBANG

i
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KESEHATAN

ISBN:978-602-8491-48-8

Diterbitkan dan dicetak oleh CV. Putra Penuntun Palembang

Alamat Penerbit dan Percetakan :


Jln. Dr. M. Isa No. 11/824 Palembang 30114
Hp. 082183459034
E-mail : putra_penuntun@yahoo.com

Hak cipta dilindungi undang-undang


Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau
seluruh buku ini dalam bentuk apapun
tanpa ijin tertulis dari penerbit.

ii
PROSIDING SEMINAR NASIONAL
“PROFESIONALISME PERAWAT DALAM MENCAPAI PEMBANGUNAN
BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE DEVELOPMENT )”
Auditorium Rumah Sakit Mata Provinsi Sumatera Selatan, 01 – 02 Maret 2018

Editor Pelaksana :

Ns. Sri Endriyani, S.Kep, M.Kep


Ns. Yunike, S.Kep, M.Kes

Reviewer :

Dr. Masdalina Pane, SKM, M.Kes (Badan Litbang Kemenkes RI)


Dr. Maksuk, SKM, M.Kes (Poltekkes Kemenkes Palembang)
Dr. Rostika Flora, S.Kep, M.Kes (Universitas Sriwijaya)
Dr. Misnaniarti, SKM, M.Kes (Universitas Sriwijaya)
Dr. Amar Muntaha, SKM, M.Kes (BTKL PP Medan)
Dr. Dra. Megawati, S.Kp, ,Ns, M.Kes (Poltekkes Kemenkes Medan)
Dr. Pitri Nopiadi, S.Pd, M.Kes (Poltekkes Kemenkes Palembang)

iii
PRAKATA

Puji syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT karena atas nikmat dan
rahmat-Nya sehingga kita dapat menyelenggarakan Seminar Nasional dengan Tema “
Profesionalisme Perawat dalam Upaya Mencapai Pembangunan Berkelanjutan” pada
tanggal 01-2 Maret 2018 di Gedung RS Mata Provinsi Sumatera Selatan. Kegiatan ini
diselenggarakan oleh Prodi DIII Keperawatan Palembang bekerjasama dengan Ikatan
Alumni Akper Palembang dalam rangka Dies Natalis DIII Keperawatan dan IKA Akper
Depkes Palembang yang ke – 50 tahun dan diharapkan dapat menjadi kegiatan rutin
tahunan.
Salah satu luaran dalam kegiatan seminar nasional ini adalah Prosiding ber ISBN
yang memuat hasil karya ilmiah dari peserta yang dipresentasikan dalam kegiatan ini.
Materi seminar yang ditampilkan dalam Prosiding ini mencakup bidang ilmu kesehatan
masyarakat, keperawatandan kesehatan lainnya, sehingga dapat membangun kerjasama
antar peserta dengan keilmuan yang multidisiplin yang berasal dari beberapa daerah di
Indonesia.
Pada kesempatan ini atas nama panitia penyelenggara kegiatan, kami
menyampaikan ucapan terima kasih kepada pembicara, pemakalah, para peserta yang
telah meluangkan waktunya untuk menulis dan menghadiri acara Seminar Nasional
Kesehatan ini. Kepada seluruh pihak yang berperan aktif dalam kepanitiaan dan telah
mendukung untuk kesuksesan acara ini, kami mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya. Semoga apa yang kita kerjakan dan hasilnya
dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Palembang, 01 Maret 2018

Dr. Maksuk, SKM, M.Kes

iv
SUSUNAN PANITIA

Pelindung : drg. Nur Adiba Hanum, M.Kes


(Direktur Poltekkes Kemenkes Palembang)
Penanggun jawab : Ns. Budi Santoso, S.Kep, M.Kep, Sp. Kom
(Ketua Jurusan Keperawatan)
Pengarah : 1. Hj. Hajirotun Toyiba, S.Pd, MM
(Ketua IKA Akper Depkes Palembang)
2. Ns. Lukman, S.Kep, M.Kep, MM
(Ka. Prodi DIII Keperawatan Palembang
3. Sherli Shobur, SKM, M.Kes
(Koordinator Akademik Jurusan Keperawatan)
Ketua Pelaksana : Dr. Maksuk, SKM, M.Kes
Wakil Ketua : Dr. Pitri Nopiadi, S.Pd, M.Kes
Seksi Publikasi dan Humas : Syoukumawena, S.Kep, M.Kes
Seksi Registrasi dan Kesekretariatan : Ns. Hikayati,S.Kep, M.Kep
Seksi Acara : Ns. Sri Yulia, S.Kep, M.Kep
Seksi Panel : Ns. Sri Endriyani, S.Kep, M.Kep
Seksi Seminar : Ana Yusro, SKM, MM
Seksi Ilmiah (Prosiding dan Jurnal) : Ns. Yunike, S.Kep, M.Kes
Seksi Akomodasi dan Perlengkapan : Ns. Adi Sumitro, S.Kep, M.Kes
Seksi Dokumentasi : Lega Bisa Diantara, SKM
Seksi Konsumsi : Ns. Herawati Jaya, S.Kep, M.Kes

v
PEMBICARA

1. Kepala Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Pengendalian Penyakit Medan


Dr. Amar Muntaha, SKM, M.Kes
Tema “Profesionalisme Tenaga Kesehatan Untuk Indonesia Sehat”

2. Dosen DIII Keperawatan Poltekkes Kemenkes Palembang


Dr. Maksuk, SKM, M.Kes
Tema “Strategi Penguatan Pendidikan Vokasi Keperawatan Dalam Mencapai
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals)”

3. Dosen Fakultas Keperawatan Universitas Indonesia


Ns.Heni Permatasari, Skp, M.Kep, Sp.Kom
Tema “ Penguatan Peran Perawat, Program Indonesia Sehat – Perawat Keluarga
Dalam Percepatan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs)”

4. Widia Iswara Badan PPSM Kesehatan Kemenkes RI


Dr. Anna Sunita, SKM, M.Epid
Tema “Program Indonesia Sehat – Pendekatan Keluarga Dalam Mencapai
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs)”

5. Dosen DIII Keperawatan Poltekkes Kemenkes Palembang


Dr. Pitri Nopiadi, S.Pd, M.Kes
Tema “ Penguatan Peran Mahasiswa Keperawatan
Pada Penerapan Patient Safety Dan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) di
Pelayanan Kesehatan Dalam Mendukung Program Pembangunan Berkelanjutan
(SDGs)”

6. Badan Penelitian dan Pengembangan Kemenkes RI


Dr. Masdalina Pane, SKM, M.Kes
Tema “Quo Vadis Perawat Indonesia”

vi
JADWAL KEGIATAN

Kamis, 01 Maret 2018


07.30 – 08.00 Registrasi Peserta
Acara Pembukaan
08.00 – 08.30 Menyanyikan Lagu Indonesia Raya
Kata Sambutan :
- Ketua Panitia Pelaksana
- Ketua Jurusan Keperawatan
- Ketua IKA Akper Depkes Palembang
- Direktur Poltekkes Kemenkes Palembang
- Doa
Pleno:
08.30 – 09.00 Pembicara 1:
Dr. Amar Muntaha, SKM, M.Kes

09.00 – 09.30 Pembicara II :


Dr. Masdalina Pane, SKM, M.Kes

09.30 – 10.00 Pembicara III:


Dr. Maksuk, SKM, M.Kes

10.00 – 10.30 Pembicara IV :


Ns. Heni Permatasari, SKp, M.Kep, Sp.Kom

10.30 – 11.00 Pembicara V :


Dr. Anna Sunita, SKM, M.Kes

11.00 – 11.30 Pembicara VI :


Dr. Pitri Nopiadi, S.Pd, M.Kes

11.30 – 12.00 Diskusi


12.00 – 13.00 ISHOMA
Jumat, 02 Maret 2018
09.00 – 14.30 Sesi Paralel 1
Bidang Kajian Keperawatan

14.30 – 15.30 Sesi Paralel 2


Bidang Kajian Kesehatan Masyarakat dan Kesehatan Lainnya

vii
DAFTAR ISI

Daftar Nama Reviewer ……………………………………………………. iii


Prakata ……………………………………………………. iv
Susunan Panitia ……………………………………………………. v
Pembicara ……………………………………………………. vi
Jadwal Kegiatan ……………………………………………………. vii
Daftar Isi viii
MATERI PEMBICARA

Profesionalisme Tenaga Kesehatan Untuk Indonesia Sehat


Amar Muntaha, Balai Teknik Kesehatan Lingkungan PP Medan………………… 1

Strategi Penguatan Pendidikan Vokasi Keperawatan Dalam Mencapai Tujuan


Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals)
Maksuk ,Poltekkes Kemenkes Palembang………………………………………… 8

Penguatan Peran Mahasiswa KeperawatanPada Penerapan Patient Safety dan K3


(Keselamatan dan Kesehatan Kerja) di Pelayanan Kesehatan dalam Mendukung
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs)
Pitri Noviadi, Poltekkes Kemenkes Palembang......................................................... 12

ARTIKEL PRESENTATOR
1. Spiritual Fulfillment By Hospital Patient Care Nurse
Mardiani, Hermansyah, Poltekkes Kemenkes Bengkulu Jurusan
Keperawatan……………………………………………………………………… 18

2. Posisi Klinik Keperawatan Spesialis Indonesia dalam Menghadapi Perdagangan


Bebas Baran Dan Jasa Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)
Mugi Wahidin, Masdalina Pane, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Humaniora dan Manajemen Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, Kementerian Kesehatan……………………………………………… 24

3. Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Pasangan Usia Subur dengan Penggunaan
Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (Akdr) Di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu
Kabupaten Deli SerdangTahun 2017
Honglianta R. Saragih,UPT Pelatihan Kesehatan Provinsi Sumatera Utara…… 28

4. Hubungan Karakteristik, Pola Asuh Ibu Dan Teman Sebaya Dengan Insiden
Bullying Pada Anak Di Madrasah Ibtidaiyah Azhariyah
Suzanna, STIKes Muhammadiyah Palembang………………………………… 38

5. Hubungan Kehandalan Petugas Dengan Kepuasan Pasien Rawat Jalan Di


Rumahsakit Umum Panyabungan Kabupatenmandailing Nataltahun 2017
Asyiah Simanjorang, UPT Pelkes Provinsi Sumatera Utara …………………... 47

6. Hubungan Tingkat Kecemasan Orang Tua Dalam Menghadapi Anak Pubertas Di


Desa Simpang Empat Dsn 1 Kec.Sei RampahKabupaten Serdang Bedagai
Megawati, Poltekkes Kemenkes Medan………………………………………. 53

viii
7. Edukasi Kesehatan Terstruktur Dan Stigma Masyarakat Pada Klien Tb Paru
Verra Widhi Astuti, Astuti Yuni Nursasi, Sukihananto, Program Studi
Magister Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia…………………………….. 59

8. Hubungan Pengetahuan Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien


Skizofrenia Di Poliklinik Rumah Sakit Ernaldi Bahar
Widya Arisandy, STIKES ‘Aisyiyah Palembang………………………………. 66

9. Kadar Hemoglobin Pada Pekerja Penyemprot Herbisida di Perkebunan Kelapa


Sawit Di PT. T Kabupaten Banyuasin
Maksuk, Suzanna, Sherli Shobur, Poltekkes Kemenkes Palembang, BTKL PP
Palembang……………………………………………………………………… 71

10.Daya Saing Perawat Indonesia Pada Era Pasar Bebas Sektor Jasa di Asia
Tenggara
Masdalina Pane, Badan Litbang Kementerian Kesehatan……………………… 78

11.Kebutuhan Keluarga Pasien Di Unit Keperawatan KritisRumah Sakit Umum


Mohammad Hoesin Palembang
Lukman, Poltekkes Kemenkes Palembang……………………………………… 84

12.Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Dengan Pemberian Obat Penurun Panas
Pada Anak Umur 0 - 9 Bulan Setelah Diimunisasi DPTdan Campak di Poli Anak
Rumah Sakit Tingkat IIDr. AK Gani Palembang Tahun 2017
Arly Febrianti, Akper Kesdam II / Sriwijaya……………………………………. 94

13.Analisa Surveilans Faktor Risiko PenyakitBersumber Air Danau Toba Di 7


Kabupaten Kawasan Danau Toba Propinsi Sumatera Utara Tahun 2017
Amar Muntaha1, Yukresna Ivo, Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan
Pengendalian Penyakit Medan……………………………………………………. 99

14.Persepsi Pimpinan Terhadap Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Di Kementerian


Kesehatan
Masdalina Pane, Badan Litbang Kementerian Kesehatan……………………… 108

15.Pebedaan Waktu Lama Proses Persalinan Antara Ibu Yang Didampingi Dan
Tidak Didampingi Keluarga Di RS. Tk IIDr. A.K. Gani Palembang
Ismar Agustin1, Azwaldi, Maliha Amin, Poltekkes Kemenkes Palembang…… 114

16.Kejadian Pneumonia Balita Di Poli Mtbs Puskesmas Kalideres Jakarta Bulan


Juni-Oktober 2017
Ananda, Mahasiswa S2 Epidemiologi Komunitas FKM UI……………………. 120

17.Perbedaan Pengetahuan Remaja Tentang Kesehatan Reproduksi Sebelum dan


Sesudah Penyuluhan Di SMK ‘Aisyiyah Palembang
Kurniawaty, STIKES ‘Aisyiyah Palembang Prodi D3 Keperawatan………………….. 125

18.Efektifitas Massase Rolling (Punggung) Terhadap Produksi Asi Pada Ibu Post
Operasi Sectio Caesarea Di Rumah Sakit Palembang
Maliha Amin, Rehana, Rosnani, Herawati Jaya,Poltekkes Kemenkes
Palembang, Prodi DIII Keperawatan Palembang……………………………….. 131

ix
19.Pengaruh Relaksasi Hipnosis Terhadap Respon Nyeri Dan Frekuensi
Kekambuhan Nyeri Pada Lanjut Usia Dengan Gastritis Di Wilayah Kerja
Puskesmas Merdeka Palembang
Budi Santoso, Sulaiman, Intan Kumalasari, Poltekkes Kemenkes Palembang
Jurusan Keperawatan……………………………………………………………. 137

20.Hubungan Faktor-Faktor Penyebab Penyalahgunaan Napza Dengan Kekambuhan


Pada Pasien Pengguna Napza Di Poliklinik Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi
Sumatera Selatan Tahun 2015
Trilia, EvaRusmini, D III Keperawatan STIKes Muhammadiyah
Palembang…………………………………………………………………………
149
21.Gambaran Pelaksanaan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) Penyakit Tidak
Menular Di Indonesia Tahun 2016
Mugi Wahidin, Pusat Penelitian Dan Pengembangan Humaniora Dan
Manajemen Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Kementerian Kesehatan ………………………………………………………… 159

22.Gambaran Sitologi Serviks Pada Perempuan Hiv Di Puskesmas Kalideres Jakarta


Tahun 2017
Arum Ambarsari, Mahasiswa S2 Epidemiologi Komunitas FKM UI…………. 161

23.Self Efficacy Pasien Diabetes Mellitus Di Srimulya Kecamatan Sematang Borang


Palembang
Anggi Pratiwi, Sekolah Tinggi Imu Kesehatan Bina Husada……………………. 168

24.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaaninisiasi Menyusui Dini (IMD) Di


Puskesmas Pembina Palembang Tahun 2017
Nilai Utami Nurhasanah, Hanna Damanik, Indra Febriani,
DIII Keperawatan Poltekkes Kemenkes Palembang……………………………. 175

25.Pengembangan Karir Perawat Melalui Pendidikan


Sri Yulia, Muliyadi, STIKes Muhammadiyah Palembang, Poltekkes Kemenkes
Palembang……………………………………………………………………….. 182

26.Hubungan Depresi Dan Kepatuhan Arv Pada ODH di Puskesmas Kecamatan


Setiabudi
Subandiyah, Fakultas Kesehatan Masyarakat,Universitas Indonesia…………… 187

27.Faktor Determinan Kejadian Komplikasi Mikroangiopati Pasien Dm Di RSUP


Dr. Mohammad Hoesin
Sukma Wicaturatmashudi, Poltekkes Kemenkes Palembang…………………. 193

28.Analisis Penyakit Tidak Menular Pada Masyarakat Di Pinggiran Danau Toba


Inggritta R Ginting, Tetra F Suciari, Balai Teknik Kesehatan Lingkungan
Pengendalian Penyakit Medan…………………………………………………… 200

29.Pengaruh Massage Pasca Latihan Fisk Anaerobik Terhadap Kadar Asam Laktat
Pada Orang Yang Tidak Terlatih
Sri Martini, Sulaiman, Nilai Utami Nurhasanah, Poltekkes Kemenkes
Palembang…………………………………………………………………. 208

30.Pengaruh Pemberian Elemen Penghangat Intravena Pada Penderita Pasca

x
Pembedahan Di Ruang Pemulihan Rs Bari Palembang
Yunike1, Een Puriyati,Poltekkes Kemenkes Palembang……………………….. 217

31.Hubungan Antara Status Gizi Dengan Kejadian AnemiaPada Ibu Hamil Di


Daerah Endemik MalariaKota Bengkulu
Aguscik, Ridwan, Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Palembang….. 223

32.Hubungan Lama Anestesi Dengan KejadianPost Operative Nausea


Vomiting(Ponv) PasienPasca General Anestesi Di RSUD Sleman Yogyakarta
Wanti Nurin Salasa, Ida Mardalena, Eko Suryani, Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta……………………………………………………………………….. 228

33.Determinan Perilaku Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Mahasiswa


Program Studi Diploma III Keperawatan Di Kota Palembang
Pitri Noviadi, ProgramStudiDiiiKeperawatan,Poltekkes Kemenkes
Palembang………………………………………………………………............... 233

34.Pengaruh Mindfulness-Based Stress Reduction Terhadap Penurunan Stressor Dan


Beban (Burden) Family Caregiver Di Kabupaten Sleman Yogyakarta
Maria H Bakri, Budhy Ernawan, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta………….. 241

35.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Malaria


Eva Susanti, F. Manangsang, Poltekkes Kemenkes Palembang…………. 249

36.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Waktu Tanggap (Response Time) Petugas


Kesehatan Terhadap Penanganan Kasus SKA (Sindroma Koroner Akut) di
Instalasi Gawat Darurat RS Muhammadiyah Palembang Tahun 2017…………… 255
Susmini, Tuty Elita, Poltekkes Kemenkes Palembang, Stikes Pembina
Palembang

xi
MATERI PEMBICARA
PROFESIONALISME TENAGA KESEHATAN UNTUK INDONESIA SEHAT

Amar Muntaha
Balai Teknik Kesehatan Lingkungan PP Medan

ABSTRAK

Untuk mencapai pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat program pemerintah dipri-
oritaskan pada pemberdayaan dan kemandirian masyarakat, serta upaya kesehatan, khususnya
upaya promotif dan preventif, yang ditunjang oleh pengembangan dan pemberdayaan profesio-
nalisme tenaga kesehatan. Untuk mengantisipasi tantangan global perdagangan bebas kom-
petensi tenaga kesehatan Indonesia masih harus menghadapi tantangan di lingkup sendiri. Me-
lihat data Kemenristek Dikti RI, dari total 24.500 program studi di 4.500 perguruan tinggi In-
donesia, terdapat sekitar 3,195 prodi kelompok kesehatan dengan jumlah mahasiswanya seba-
nyak 449 ribu orang. Maka, perkiraan jumlah lulusan yang dihasilkan per tahunnya, mencapai
sekitar 125 ribu lulusan. Meski memiliki jumlah lulusan yang banyak, kompetensi setiap lulusan
akan berbeda. Disparitas mutu kelembagaan pendidikan di sektor kesehatan antar wilayah di
Indonesia masih sangat tinggi. Ini menjadi masalah penting yang harus diantisipasi melalui uji
kompetensi tenaga kesehatan.Keberhasilan upaya pelayanan kesehatan yang baik juga tidak
terlepas dari perilaku profesional tenaga kesehatan. Untuk mencapai terwujudnya visi dan misi
Indonesia sehat dan antisipaai perdagangan bebas AFTA perlu adanya peningkatan kompeten-
si tenaga kesehatan yang humanis dengan meningkatkan mutu pendidikan, pengetahuan, me-
lek media dan informasi, serta uji kompetensi tenaga kesehatan.
Kata Kunci: KompetensiTenaga Kesehatan , Institusi Pendidikan Kesehatan, Indonesia sehat

PENDAHULUAN karena ketidaktahuan dan keterpaksaan.


Walaupun pemerintah telah banyak
Dalam Visi Indonesia Sehat
melakukan perbaikan mutu pelayanan
diharapkan masyarakat memiliki
kesehatan di Indonesia baik melalui
kemampuan menjangkau pelayanan
peraturan standar kompetensi tenaga
kesehatan yang bermutu Pelaksana
kesehatan maupun program peningkatan
pelayanan kesehatan meliputi tenaga medis,
kompetensi dan pemerataan distribusi
paramedis keperawatan, paramedis non
tenaga kesehatan tetapi belum seluruh
keperawatan dan non medis (administrasi).
petugas kesehatan mendukung. Menilik
Profesionalitas tenaga kesehatan yang
data Kemenristek Dikti RI, dari total 24.500
memberi pelayanan kesehatan ditunjukkan
program studi di 4.500 perguruan tinggi
dengan kompetensi dan taat prosedur.
Indonesia, terdapat sekitar 3,195 prodi
Saat ini masyarakat banyak
kelompok kesehatan dengan jumlah
menerima pelayanan kesehatan di bawah
mahasiswanya sebanyak 449 ribu orang.
standar akibat kedua syarat di atas tidak
Hal tersebut terkait perilaku sehat petugas
dipenuhi. Keterbatasan ketenagaan di
kesehatan yang masih banyak menyimpang
Indonesia yang terjadi karena kurangnya
dari tujuan awal keberadaannya
tenaga sesuai kompetensi atau tidak
meningkatkan derajat kesehatan
terdistribusi secara merata melahirkan
masyarakat. dan juga memperoleh jaminan
petugas kesehatan yang memberikan
kesehatan, yaitu masyarakat mendapatkan
pelayanan tidak sesuai kompetensinya.
perlindungan dalam memenuhi kebutuhan
Kurangnya pengetahuan dan motif ekonomi
dasar kesehatannya. Pelayanan kesehatan
sering menjadikan standar pelayanan belum
bermutu yang dimaksud disini adalah
dikerjakan secara maksimal. Masyarakat
pelayanan kesehatan termasuk pelayanan
cenderung menerima kondisi tersebut
kesehatan dalam keadaan darurat dan

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 1


bencana yang memenuhi kebutuhan dalam menghadapi persaingan di era
masyarakat akan pelayanan kesehatan serta globalisai AFTA / MEA.
diselenggarakan sesuai dengan standar dan
etika profesi. PEMBAHASAN
Salah satu aspek penting dalam
Kompetensi Tenaga Kesehatan Indonesia
pembangunan kesehatan di Indonesia
adalah tersedianya sumber daya manusia Mengacu pada UU No. 36 Tahun
(SDM) tenaga kesehatan yang kompeten. 2014 tentang Tenaga Kesehatan
Pelayanan kesehatan yang berkualitas akan bahwasannya tenaga kesehatan memiliki
menghasilkan kesehatan yang maksimal peranan penting dalam meningkatkan
untuk masyarakat. Hal ini tidak terlepas kualitas pelayanan kesehatan yang
dari sarana dan prasarana serta kompetensi maksimal terhadap masyarakat, agar
sumber daya manusia. Untuk mendukung masyarakat dapat meningkatkan kesadaran
pencapaian pelayanan kesehatan yang baik dan kemampuan hidup sehat sehingga akan
diberikan oleh tenaga kesehatan yang terwujud derajat kesehatan yang setinggi –
profesional. Tenaga kesehatan yang tingginya.
bermutu harus tersedia secara mencukupi, Setiap kegiatan pelayanan kesehatan
terdistribusi secara adil, serta termanfaat- harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
kan secara berhasil guna dan berdaya bertanggungjawab, keahlian dan
guna. uatu sikap yang diharapkan dari kewenangan yang secara terus-menerus
seorang tenaga ditingkatkan mutunya melalui pendidikan
Salah satu tantangan yang dihadapi dan pelatihan berkelanjutan, sertifikasi,
dalam era globalisasi adalah batas Negara registrasi serta pembinaan dan pengawasan
semakin hilang dengan diberlakukannya agar pelayanan kesehatan memenuhi rasa
Asean Free Trade Area (AFTA) atau istilah berkeadilan dan berkemanusiaan serta
lainnya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) sesuai dengan perkembangan ilmu
tahun 2015. Arus tenaga asing semakin pengetahuan dan teknologi kesehatan.
meningkat yang umumnya berpendidikan Tenaga kesehatan adalah semua
S1 dengan status Registered Nurse orang yang bekerja secara aktif dan
Meningkatkan dan Mendayagunakan profesional di bidang kesehatan, baik yang
Sumber Daya Kesehatan. Dalam memiliki pendidikan formal kesehatan
penyelenggaraan pembangunan kesehatan, maupun tidak, yang untuk jenis tertentu
sumber daya kesehatan perlu ditingkatkan memerlukan kewenangan dalam melakukan
dan didayagunakan, yang meliputi sumber upaya kesehatan. Dalam Sistem Kesehatan
daya manusia kesehatan, pembiayaan Nasional (SKN), tenaga kesehatan
kesehatan, dan obat serta perbekalan merupakan pokok dari subsistem SDM
kesehatan. Sumber daya kesehatan meliputi kesehatan, yaitu tatanan yang menghimpun
pula penguasaan ilmu pengetahuan dan berbagai upaya perencanaan, pendidikan
teknologi kesehatan/kedokteran, data dan dan pelatihan, serta pendayagunaan
informasi yang makin penting peranannya. kesehatan secara terpadu dan saling
Kesiapan berperan dalam Masyarakat mendukung, guna menjamin tercapainya
Ekonomi ASEAN (MEA) menuntut derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
pengembangan kualitas SDM secara formal tingginya. Unsur utama dari subsistem ini
dan informal, sehingga tenaga kesehatan di adalah perencanaan, pendidikan dan pelati-
masa datang akan memiliki kualifikasi yang han, dan pendayagunaa tenaga kesehatan.
lebih baik untuk mendukung dan Kompetensi tenaga kesehatan adalah
berpartisipasi di era MEA. Tujuan dari kemampuan yang dimiliki seorang tenaga
materi adalah untuk melihat kompetensi kesehatan berdasarkan ilmu pengetahuan,
professional tenaga kesehatan yang ada di ketrampilan dan professional untuk menja-
Indonesia, mengetahui disparitas mutu lankan praktek. Setelah mempunyai kompe-
tenaga kesehatan yang ada di Indonesia. tensi, perlu ada uji kompetensi. Uji kompe-
Dan kesiapan tenaga kesehatan di Indonesia tensi dimaksudkan untuk mengukur penge-
tahuan, kemampuan, keterampilan serta

2 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


perilaku tenaga kesehatan yang sama. Da- 1. Memiliki bekal kemampuan dalam ber-
lam PP ini dinyatakan bahwa tenaga kese- hubungan dengan orang lain
hatan dihasilkan melalui pendidikan di bi- 2. Bekerja dengan benar dan dapat diper-
dang kesehatan. Lembaga pendidikan yang tanggungjawabkan secara akademik
menyelenggarakan pendidikan di bidang 3. Sanggup menggunakan wewenang seca-
kesehatan bisa pemerintah atau masyarakat. ra arif dan bijaksana, dan
Penyelenggaraan pendidikan di bidang ke- 4. Mampu berperan aktif sebagai perenca-
sehatan harus dilaksanakan Pendidikan na, pelaksana dan penggerak pemban-
dan Pelatihan Tenaga Kesehatan gunan.
Pendidikan dan pelatihan tenaga ke-
Untuk mencapai tujuan tersebut ma-
sehatan adalah upaya pengadaan tenaga
ka dirumuskan tiga strategi dasar yaitu:
kesehatan sesuai jenis, jumlah dan kualifi-
1. Meningkatkan mutu lulusan pendidikan
kasi yang telah direncanakan serta pening-
tenaga kesehatan
katan kemampuan sesuai dengan kebutuhan
2. Meningkatkan mutu institusi pendidikan
pembangunan kesehatan (Depkes, 2004).
tenaga kesehatan
Berdasarkan PP No.32 Tahun 1996
3. Meningkatkan kemitraan dan kemandi-
dan Kepmenkes No.1192 Tahun 2004
rian institusi pendidikan tenaga keseha-
(Depkes, 2004) terdapat enam kelompok
tan.
pendidikan tenaga kesehatan yaitu:
1. Keperawatan yang meliputi Sekolah Dalam hal peningkatan mutu lulusan
Perawat Kesehatan, Sekolah Pengatur tenaga kesehatan acuannya adalah PP No.
Rawat Gigi, Keperawatan, Kebidanan, 32 Tahun 1996 yang menetapkan bahwa
dan Kesehatan Gigi tenaga kesehatan wajib memiliki pengeta-
2. Kefarmasiaan, meliputi Sekolah Me- huan dan keterampilan di bidang kesehatan
nengah Farmasi, Analis Farmasi yang dinyatakan dengan ijazah dari lemba-
3. Kesehatan Masyarakat (Kesehatan ga pendidikan. Setiap tenaga kesehatan da-
Lingkungan) lam melakukan tugasnya juga berkewajiban
4. Gizi untuk mematuhi standar profesi tenaga ke-
5. Keterapian Fisik meliputi Fisioterapi, sehatan.
Okupasi Terapi, Terapi Wicara, Aku- Peningkatan mutu institusi pendidi-
puntur kan tenaga kesehatan diatur pada PP berda-
6. Keteknisan Medis meliputi SMAK, sarkan izin sesuai dengan ketentuan perun-
Analis Kesehatan, Teknik Gigi, Orto- dangan yang berlaku. Izin penyelenggaraan
tik Prostetik, Teknik Elektro Medik, pendidikan profesional dikeluarkan bersa-
Teknik Radiologi, Pendidikan Tekno- ma oleh Departemen Kesehatan dan De-
logi Transfusi Darah, Perekam dan In- partemen Pendidikan Nasional. Selanjut-
formatika Kesehatan, dan Kardiovak- nya, izin penyelenggaraan pendidikan aka-
suler. demik dikeluarkan oleh Departemen Pendi-
dikan Nasional.
Jumlah Institusi pendidikan tenaga
Aspek Yang Berkaitan Dengan
kesehatan seluruhnya 846 terdiri atas 199
Peningkatan Mutu Sumber Daya dan
Politeknik Kesehatan (Poltekes) dan 647
Profesionalitas Tenaga Kesehatan Di Era
non Poltekes. Menurut kepemilikannya, 32
Global:
institusi milik pemerintah pusat, 102 milik
1. Aspek Analisis
pemerintah daerah, 34 milik TNI, dan ba-
• Tantangan ; imbas AFTA 2010
gian terbesar (511) adalah milik swasta.
adalah makin meluas
jumlah peserta didik seluruhnya sebanyak
perdaganganduni. Aliran
146.220 orang terdiri dari 36.387 peserta
perdagangan meliputi aliran
didik poltekes, dan 109.833 non Poltekes.
barang public, perdagangan
Tujuan yang ingin dicapai oleh insti-
jasa yang mengakses bebas ke
tusi pendidikan tenaga kesehatan adalah
berbagai Negara.
menghasilkan tenaga kesehatan yang profe-
sional dengan karakteristik sebagai berikut: • Antisipasi ; Perlu
mengembangkan standar

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 3


kompetensi untuk menyiapkan hatan sesuai dengan kebutuhan pembangu-
skil dan daya tahan tenaga nan kesehatan.(Depkes, 2004).
kesehatan Perencanaan tenaga kesehatan diatur
2. Aspek Proses Pengembangan SDM melalui PP No.32 tahun 1996 tentang Tena-
Kesehatan ga Kesehatan. Dalam Peraturan Pemerintah
Meningkatkan akses informasi ini dinyatakan antar lain bahwa pengadaan
dunia luar sehingga menghasilkan dan penempatan tenaga kesehatan dilaksa-
lulusan yang mempunyai cakrawala nakan untuk memenuhi kebutuhan tenaga
berpikir yang luas, terbuka dengan kesehatan yang merata bagi masyarakat.
perkembangan dunia luar. Perlu Perencanaan nasional tenaga kesehatan dis-
menjalain kerjasama dengan usun dengan memperhatikan jenis pelaya-
lembaga pendidikan luar negeri. nan yang dibutuhkan, sarana kesehatan,
3. Inovasi Sistem Pembelajaran serta jenis dan jumlah yang sesuai. Peren-
Memudahkan mahasiswa canaan nasional tenaga kesehatan dite-
memahami ilmu dengan lebih tapkan oleh Menteri Kesehatan.
sistematis dan komprehensif. Selain Dalam hal perencanaan kebutuhan
itu, control kualitas perlu dilakukan tenaga kesehatan terdapat empat metodape-
dengan proses assessment yang nyusunan yang dapat digunakan yaitu;
bagus dan objektif. 1. Health Need Method, yaitu perencanaan
kebutuhan tenaga kesehatan yang dida-
Beberapa isu yang perlu mendapat sarkan atas epidemiologi penyakit utama
perhatian dalam pendidikan tenaga keseha- yang ada pada masyarakat.
tan antara lain: 2. Health Service Demand, yaitu perenca-
1. Perencanan kebutuhan tenaga kesehatan naan kebutuhan tenaga kesehatan yang
dengan produksi lulusan yang dihasilkan didasarkan atas permintaan akibat beban
belum serasi. pelayanan kesehatan.
2. Kemampuan produksi belum sejalan 3. Health Service Target Method yaitu pe-
dengan daya serap tenaga lulusan rencanaan kebutuhan tenaga kesehatan
3. Produksi lulusan belum sesuai dengan yang didasarkan atas sarana pelayanan
mutu yang diinginkan oleh pengguna kesehatan yang ditetapkan, misalnya
4. Kebijakan dan pengelolaan antara Pol- Puskesmas, dan Rumah Sakit.
tekes dan Non Poltekses belum sinkron 4. Ratios Method, yaitu perencanaan kebu-
5. Penyelenggaraan pendidikan tenaga ke- tuhan tenaga kesehatan yang didasarkan
sehatan yang dilakukan oleh Pemerintah pada standar/rasio terhadap nilai terten-
belum sepadan dengan penyelenggaraan tu.
oleh swasta
Dalam prakteknya di Departemen
6. Perundangan antara yang dikeluarkan
Kesehatan lebih banyak menggunakan Ra-
oleh Depkes dan Depdiknas belum sela-
tios Method dengan proses perhitungan se-
ras.
bagai berikut:
Penetapan UU No. 20 Tahun 2003 1. Menentukan/memperkirakan rasio ter-
tentang Sistem Pendidikan Nasional, telah hadap suatu nilai, misalnya rasio tenaga
berdampak terhadap penyelenggaraan pen- kesehatan dengan penduduk, dengan
didikan yang dilaksanakan oleh berbagai jumlah tempat tidur RS, dengan
instansi diluar Depdiknas termasuk De- Puskesmas,
partemen Kesehatan. (Soeparan, 2005) 2. Membuat proyeksi nilai tersebut keda-
lam sasaran/ target tertentu,
Perencanaan Kebutuhan Tenaga Keseha- 3. Menghitung perkiraan, yaitu dengan
tan cara membagi nilai proyeksi dengan ra-
Yang dimaksud dengan perencanaan sio.
tenaga kesehatan adalah upaya penetapan Dunia pendidikan di Indonesia saat
jenis, jumlah, dan kualifikasi tenaga kese- ini dan masa yang akan datang harus siap
menghadapi tantangan diantaranya, globali-

4 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


sasi, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), tentu saja keahlian dan keterampilannya
masalah lingkungan hidup, konvegensi il- kurang memadai dibandingkan dengan bi-
mu dan teknologi, serta kualitas, investasi dan dengan kualifikasi D3 dan D4. untuk
dan transformasi pendidikan. meningkatkan kompetensi bidan didaerah,
Indonesia telah memasuki MEA, pemerintah melakukan kebijakan pelatihan
kesiapan berperan dalam Masyarakat jarak jauh (PJJ), namun baru sebagian kecil
Ekonomi ASEAN (MEA) menuntut saja bidan yang tersentuh. Ini baru contoh
pengembangan kualitas SDM secara formal kualitas rendah dari profesi bidan, bagai-
dan informal, sehingga dunia pendidikan mana dengan profesi kesehatan lainnya??
sebagai pencetak pekerja di masa datang Bagaimana nasib SDM kesehatan kita di
akan memiliki kualifikasi yang lebih baik era MEA, bila saat ini saja kita belum
untuk mendukung dan berpartisipasi di era mampu meningkatkan kualitas tenaga kese-
MEA. Pada era Masyarakat Ekonomi hatan secara maksimal.
ASEAN (MEA), “batas-batas” antar negara
asean dibuka, untuk mewujudkan tiga pilar Persaingan ketat di bursa kerja sektor
ASEAN Economic Community, yaitu : pi- kesehatan
lar keamanan, pilar sosial-kultural dan pilar Indonesia merupakan salah satu
ekonomi. Komitmen ini telah disepakati negara di Asia dengan potensi pasar yang
bersama oleh sepuluh negara asia, di Singa- masih sangat besar, tentu ini menjadi daya
pura pada 20 November 2007. MEA akan tarik bagi para pencari kerja dari luar
membuka pintu perdagangan barang, jasa, Indonesia. Di sektor kesehatan, berdasarkan
modal dan investasi yang akan bergerak proyeksi tahun 2010 hingga tahun 2030,
bebas di ASEAN. Dengan harapan pertum- jumlah fasilitas pelayanan kesehatan
buhan ekonomi merata dikawasan asia, asia (fasyankes ) akan terus meningkat baik
menjadi kawasan ekonomi yang berdaya fasyankes pemerintah maupun swasta.
saing tinggi,dan menjadi pasar tunggal, di- Pada era MEA, tenaga kerja asing
mana nantinya akan terintegrasi secara pe- dapat bekerja di fasilitas pelayanan
nuh ke dalam ekonomi global. kesehatan yang ada di Indonesia.
Implementasi MEA merupakan pe- Permenkes 317/2010 tentang
luang sekaligus tantangan bagi Indonesia, pendayagunaan tenaga kerja asing
karena MEA juga membuka arus tenaga menyatakan tenaga kerja asing yang telah
kerja terampil, tidak hanya pada sektor in- memiliki izin tinggal terbatas, yang
dustri namun juga disektor kesehatan. ini mempunyai pengetahuan dan keterampilan
artinya tenaga kesehatan Indonesia memili- dibidang kesehatan diperkenankan bekerja/
ki peluang yang sangat besar untuk mengisi berpraktik dan memberikan pelayanan
lapangan pekerjaan yang semakin terbuka difasilitas kesehatan di Indonesia. UU
luas. Sekaligus dihadapi persaingan ketat 44/2009 tentang rumah sakit juga
dalam merebut bursa kerja. Salah satu isu menyebutkan RS dapat mempekerjakan
yang mengemuka menjelang diberlakukan tenaga kerja asing sesuai dengan kebutuhan
MEA adalah kualitas SDM. pelayanan, dan pendayagunaannya
Masalah tenaga kesehatan Indonesia dilakukan dengan mempertimbangkan
yang masih menjadi persoalan adalah ren- kepentingan alih iptek serta ketersediaan
dahnya kualitas seperti tingkat pendidikan nakes setempat. ini artinya tenaga
dan keahlian yang belum memadai. Adanya kesehatan kita tidak bisa lagi berdiam diri,
kesenjangan kualitas dan kompetensi lulu- kita harus berjuang meningkatkan
san pendidikan tinggi kesehatan yang tidak kompetensi diri agar mampu bersaing
sejalan dengan tuntutan kerja dimana tena- dengan tenaga kerja asing, tidak hanya hard
ga kerja yang dihasilkan tidak siap pakai. skill tapi juga soft skill seperti bahasa
Seperti contoh: pendistribusian bidan ke international (inggris) untuk berkomunikasi
daerah-daerah sudah cukup merata, namun dan juga tekhnologi informasi untuk
angka kematian ibu tidak juga turun, ter- mengimbangi era digital saat ini. Sehingga
nyata bidan yang berpraktek didaerah ba-
nyak yang hanya berkualifikasi D1, yang

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 5


tenaga kesehatan kita juga mampu mengisi MEA. Selanjutnya, dimasa yang akan
peluang kerja internasional. datang tenaga kesehatan berperan sebagai
Agent of Health Promotion And Treatment,
KESIMPULAN Agent of Development, dan Agent of
Dalam rangka mewujudkan Visi Misi Change.
Indonesia sehat kompetensi tenaga
REFERENSI
kesehatan di Indonesia perlu dilakukan
peningkatan yang berawal dari institusi Retnowati D. (2008). Kualitas Pelayanan
pendidikan dengan melihat potensi MEA/ Kesehatan di Puskesmas Bringin
AFTA maka institusi pendidikan wajib Kabupaten Semarang. Semarang;
melakukan strategi Inovasi Sistem [disitasi tanggal 28 November 2013].
Pembelajaran yang memudahkan Diakses dari
mahasiswa memahami ilmu dengan lebih http://eprints.undip.ac.id/13683/1/D2
sistematis dan komprehensif. Selain itu, A004026_Dinik_Retnowati.p
control kualitas perlu dilakukandengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 374
proses assessment yang bagus dan objektif. tahun 2009 Tentang Sistem
Agar dapat meningkatkan mutu pendidikan Kesehatan Nasional.
sehingga lulusan yang dihasilkan dapat American Board of Internal Medicine.
bersaing dengan tenaga kesehatan dari (1999). Definitions of
Negara lain. Profesionalism. [disitasi tanggal 2
Disebutkan dalam Permenkes November 2013]. Diakses dari :
317/2010 tentang Pendayagunaan tenaga http://www.afmc.ca/pdf/Med.pdf
kerja asing di Indonesia bahwa tenaga kerja Putri, Eka Sri Indra, dkk. (2014). Perilaku
asing yang bekerja di Indonesia harus Profesional Tenaga Kesehatan Pada
memiliki sertifikat kompetensi dan STR. ini Pelayanan Kesehatan Primer
artinya nakes kita juga harus memiliki Puskesmas Pelalawan Kabupaten
kualitas yang sepadan. Peningkatan kualitas Pelalawan Tahun 2013. Jurnal Jom
SDM tidak hanya tanggung jawab FK Volume 1 No. 2 Oktober 2014.
pemerintah namun juga masyarakat secara Sakir, Suwisti. (2018). Perubahan &
sinergi bersama-sama berjuang Transformasiserta Paradigma
meningkatkan kualitas, memperkaya Menuju Indonesia Sehat Dan
keterampilan, tidak hanya hard skill tapi Mandiri. Diakses pada tanggal 5
juga soft skill agar memiliki nilai saing Februari 2018, 12.11 WIB.
tinggi. (https://www.scribd.com/doc/116894
Pemerintah telah membuat kebijakan 897/Indonesia-Sehat-Dan-
Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia Mandiri#logout).
(KKNI) yang tertuang dalam PP no.8 tahun Depkes RI. 2009. Rencana Pembangunan
2012, kebijakan ini adalah turunan dari UU Jangka Panjang Bidang Kesehatan
no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan 2005 – 2025. Jakarta: Depkes RI.
yang mengamanatkan adanya pengakuan http://www.depkes.go.id.
kompetensi kerja melalui sertifikasi Kementrian Kesehatan RI. 2010. Rencana
kompetensi kerja dan sebagai perwujudan Strategis Kementrian Kesehatan
sistem perencanaan dan informasi tenaga tahun 2010 – 2014. Jakarta:
kerja baik secara makro dan mikro. Kementrian Kesehatan RI.
Pemerintah melalui KKNI berusaha http://www.depkes.go.id.
menjembatani jarak (disparitas) antara Biro Hukum dan Organisasi Setjen Depkes
pendidikan tinggi kesehatan yang sesuai RI. 2008. Standar Pelayanan
dengan kebutuhan pasar kerja kesehatan. Minimal Bidang Kesehatan di
Kebijakan ini juga ibarat angin segar bagi Kabupaten atau Kota, Peraturan
tenaga kesehatan Indonesia, untuk Menteri Kesehatan RI Nomor
menjawab tantangan dan persaingan global 741/Menkes/Per/VII/2008.
yang kompetitif di era perdagangan bebas

6 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


Biro Hukum dan Organisasi Setjen Depkes profesionalisme-ciri-ciri-seorang-
RI. 2008. Petunjuk Teknis Standar profesional-ti-dan-contoh-kode-etik-
Pelayanan Minimal Bidang profesional/) diakses pada tanggal 5
Kesehatan di Kabupaten atau Kota, Februari 2018, jam 15.50 WIB.
Peraturan Menteri Kesehatan RI Maharani, Nurhayati. (2010). Ciri-Ciri Pro-
Nomor 828/Menkes/SK/IX/2008. fesionalisme. Dalam situs:
Anti, Hardi. (2016). Visi Misi Indonesia (https://ranisakura.wordpress.com/20
Sehat 2025. 10/06/04/ciri-ciri-profesionalisme/).
http://visimisiindonesiasehat2025.blo diakses pada tanggal 5 Februari
gspot.co.id/2016/03/ diakses pada 2018, jam 15.50 WIB.
tanggal 5 Februari 2018, 12.45 WIB. Amiruddin, Ridwan. (2011). Profesiona-
Risman, Mhmmd. (2017). Pengertian lisme Sarjana Kesehatan Masyarakat.
Profesionalisme, Ciri-ciri Seorang Dalam situs:
Profesional TI dan Contoh Kode Etik (http://papashira.blogspot.co.id/2011/
Profesional. Dalam situs: 10/profesionalisme-sarjana-
(https://rismanmhmmd.wordpress.co kesehatan.html).
m/2017/03/07/pengertian-

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 7


STRATEGI PENGUATAN PENDIDIKAN VOKASI KEPERAWATAN DALAM
MENCAPAI TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
(SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS)

Maksuk
Poltekkes Kemenkes Palembang
Email: maksuk@poltekkespalembang.ac.id

Salah satu tujuan pembangunan berkelanjutan yaitu pendidikan yang berkualitas, kaitan tujuan
tersebut dengan penyelenggaraan pendidikan vokasi keperawatan yaitu menghasilkan lulusan
yang perawat yang kompeten dan berkualitas. Dalam rangka penguatan salah satu tujuan pem-
bangunan berkelanjutan tersebut dan untuk menghasilkan lulusan perawat yang kompeten dan
berkualitas tentunya diperlukan beberapa strategi dalam rangka penguatan pendidikan vokasi
keperawatan. Saat ini pendidikan vokasi keperawatan dihadapkan dengan masalah distribusi
jumlah lulusan yang melebihi jumlah kebutuhan yang dialokasikan oleh kementerian kesehatan.
Oleh karena itu untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan strategi untuk meningkatkan kua-
litas lulusan yang dapat bersaing secara nasional maupun internasional dan ini menjadi tantan-
gan bagi pendidikan vokasi perawat untuk menghasilkan lulusan yang kompeten dan berkualia-
tas. Adapun strategi untuk menguatkan tujuan tersebut yaitu memberikan ilmu pengetahuan dan
teknologi sesuai dengan perkembangan jaman dan kemajuan teknologi, meningkatkan kompe-
tensi pendidik melalui pendidikan dan pelatihan sesuai keilmuan mengembangan laboratorium
bahasa, menyediakan sarana dan prasarana labotarorium yang memadai sebagai tempat praktik,
mengembangan kurikulum yang diakui oleh negara lain (berstandar internasional) sehingga lu-
lusan dapat diterima bekerja di luar negeri dan mengembangkan kelas internasional.
Kata kunci: Pendidikan Vokasi Keperawatan, SDGs

PENDAHULUAN tetap terjaga. Kelestarian lingkungan yang


tidak dijaga, akan menyebabkan daya du-
Pembangunan kesehatan pada
kung lingkungan berkurang, atau bahkan
hakekatnya merupakan upaya yang
akan hilang.
dilaksanakan oleh semua komponen Bangsa
SDGs disusun berdasarkan Tujuan
Indonesia yang bertujuan untuk
Pembangunan Milenium (MDGs), yang
meningkatkan kesadaran, kemauan dan
telah diupayakan dari tahun 2000 sampai
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
2015 dan akan memandu pencapaian tujuan
agar terwujud derajat kesehatan masyarakat
global yakni pembangunan berkelanjutan
yang setinggi-tingginya, sebagai investasi
hingga tahun 2030 nanti. Pembangunan
bagi pembangunan sumber daya manusia
Berkelanjutan 2030 yang menyertakan 17
yang produktif secara sosial dan ekonomis.
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sus-
Keberhasilan pembangunan kesehatan san-
tainable Development Goals) diantaranya
gat ditentukan oleh kesinambungan antar
pendidikan yang berkualitas.
upaya program dan sektor, serta kesinam-
Pendidikan Diploma III Keperawatan
bungan dengan upaya-upaya yang telah
merupakan pendidikan keperawatan yang
dilaksanakan pada periode sebelumnya
menghasilkan lulusan Perawat Vokasional,
(Kemenkes RI, 2015).
memiliki sikap dan kemampuan dalam bi-
Pembangunan berkelanjutan adalah
dang keperawatan yang diperoleh melalui
pembangunan yang memenuhi kebutuhan
penerapan kurikulum pendidikan dengan
masa kini tanpa harus mengurangi kemam-
berbagai bentuk pengalaman belajar baik di
puannya untuk memenuhi kebutuhan dari
kelas, laboratorium, klinik dan lapangan.
generasi yang akan datang. Pembangunan
Pendidikan yang berorientasi pada ilmu
berkelanjutan harus memerhatikan peman-
pengetahuan dan teknologi yang bermakna
faatan lingkungan hidup dan kelestarian
bahwa pendidikan keperawatan selalu men-
lingkungannya agar kualitas lingkungan

8 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


gikuti perkembangan Ilmu pengetahuan dan Berdasarkan Rencana Strategis Ke-
teknologi di bidang kesehatan dan kepera- menterian Kesehatan 2015 – 2019 dije-
watan. Pendidikan yang berorientasi kepada laskan saat jumlah perawat sudah melebihi
kebutuhan masyarakat bermakna bahwa kebutuhan dan ini memberikan peluang
program pendidikan keperawatan diarahkan bagi institusi pendidikan vokasi perawat
untuk memenuhi tuntutan kebutuhan ma- untuk menyiapkan lulusannya berkompetisi
syarakat sekarang dan yang akan datang menjadi tenaga perawat yang dapat ber-
(Kurikulum, 2014). Untuk menjawab tuntu- saing secara sebagai perawat yang dapat
tan kebutuhan tenaga perawat vokasional diterima di luar negeri. Hal ini bukan sesua-
sesuai dengan perkembangan jaman dan tu yang mudah dan membutuhkan strategi
kemajuan teknologi maka mutu akademik untuk menghasilkan lulusan yang kompeten
dan proses pembelajaran harus seimbang dan berkualitas.
antara tuntutan stake holder dan perkem- Untuk menghasilkan lulusan yang
bangan jaman. kompeten dan berkualitas maka dilakukan
Selaras dengan tujuan penyelengga- sinergisme antara capaian kurikulum dan
raan pendidikan tinggi Diploma III Kepe- kebutuhan masyarakat. Salah satu ilmu
rawatan adalah dihasilkannya tenaga pera- yang terkait langsung dengan masyarakat
wat profesional pemula yang memiliki yaitu ilmu keperawatan komunitas yang
kompetensi dalam bidang keperawatan gu- termasuk didalamnya yaitu keperawatan
na pencapaian tujuan tersebut perlu di- komunitas, praktik keperawatan komunitas,
upayakan penyelenggaraan pendidikan kesehatan dan keselamatan kerja, promosi
yang mengedepankan kualitas penyelengga- kesehatan dan praktik kerja lapangan.. Da-
raan pendidikan. Sesuai dengan misi pendi- lam memberikan asuhan keperawatan ke-
dikan tenaga kesehatan yang bertujuan me- pada masyarakat dibutuhkan ilmu dan seni
ningkatkan mutu lulusan tenaga kesehatan bagaimana mengajarkan bagaimana upaya-
dan meningkatkan kemitraan serta keman- upaya peningkatan kesehatan kepada ma-
dirian dalam institusi pendidikan kesehatan syarakat (Depkes, 2006). Tujuan materi ini
(AIPDIKI, 2014) adalah untuk mengetahui strategi penguatan
Pencapaian tujuan pendidikan pendidikan vokasi keperawatan dalam
tersebut ditindaklanjuti dengan mendukung tujuan pembangunan berkelan-
penyelenggaraan program pendidikan yang jutan terutama tujuan yang keempat yaitu
diarahkan pada upaya pencapaian pendidikan yang berkualitas.
kompetensi melalui proses pembelajaran
baik secara teori, praktik laboratorium PEMBAHASAN
maupun pembelajaran di klinik maupan Beberapa strategi yang perlu dis-
komunitas dalam bentuk praktik lapangan. iapkan alam penguatan pendidikan vokasi
Proses pembelajaran dirancang keperawatan untukmeningkatkan kompe-
melalui upaya berkelanjutan dengan tensi dan kualitas lulusan (perawat) dianta-
memperhatikan kompetensi yang harus ranya:
dikuasai melalui proses pembelajaran yang
tepat dengan berbagai penguasaan Memberikan Ilmu Pengetahuan dan
kompetensi baik kompetensi dasar maupun Teknologi sesuai dengan Perkembangan
lanjut akan diperoleh melalui pengalaman Zaman dan Kemajuan Teknologi
belajar yang efektif di lapangan. Berbagai Pendidikan Diploma III Keperawatan
upaya telah dilakukan oleh pemerintah, tapi adalah pendidikan tinggi keperawatan yang
belum sepenuhnya mencapai target SDGs menghasilkan lulusan perawat vokasional,
baik secara global maupun khusus di memiliki sikap dan kemampuan dalam bi-
bidang kesehatan dan masih banyak dang keperawatan yang diperoleh melalui
masyarakat yang belum tahu SDGs. Oleh kemampuan dalam bidang keperawatan
karena itu dalam menyelenggarakan pendi- yang diperoleh melalui penerapan kuriku-
dikan pendidikan vokasi keperawatan perlu lum pendidikan dengan berbagai bentuk
mendukung salah tujuan SDGs yaitu penye- pengalaman belajar baik di kelas, laborato-
lenggaraan pendidikan yang berkualitas.

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 9


rium, klinik dan lapangan, serta dilengkapi ratorium bahasa atau sertifikat kemampuan
fasilitas belajar yang menunjang capaian berbahasa inggeris harus dimiliki lulusan
tujuan pembelajaran (AIPDIKI, 2014). perawat.
Dalam hal memberikan ilmu penge- Penguasaan bahasa menjadi kunci
tahuan dan teknologi sesuai dengan per- berkomunikasi sebab pelayanan kesehatan
kembangan zaman dan kemajuan teknologi, memuaskan sulit tercapai tanpa kemam-
sarana, prasarana dan penunjang yang men- puan berbahasa yang baik. Jadi, untuk
dukung penyelenggaraan pendidikan harus mendorong pengiriman jasa ke luar negeri,
lengkap dan memadai, sumber daya manu- perawat harus dibekali keterampilan dan
sia baik kependidikan maupun tenaga pen- kompetensi memadai. Hal ini memerlukan
didik harus memadai baik secara kompeten- partisipasi aktif institusi pendidikan dan
si maupun rasio antara dosen dengan maha- organisasi profesi demi mengembangkan
siswa, proses pembelajaran harus didukung SDM kesehatan Indonesia. Pengembangan
dengan peralatan multi media. laboratorium bahasa ini bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan lulusan perawat
Meningkatkan Kompetensi Pendidik dalam menghadapi persaingan secara inter-
Melalui Pendidikan dan Pelatihan Sesuai nasional, sehingga perawat di Indonesia
Keilmuan tidak hanya memiliki kemampuan secara
Dalam penyelenggaraan pendidikan kompetensi tetapi juga memiliki kemam-
vokasi keperawatan kompetensi pendidik puan berbahasa asing.
harus ditingkatkan sesuai keilmuan dan pa-
Menyediakan Sarana dan Prasarana La-
da saat proses pengajaran latar belakang
botarorium yang Memadai sebagai Tem-
pendidikan disesuaikan dengan mata ajar.
pat Praktik
Peningkatan kompetensi pendidik dapat
dilakukan dengan meningkatkan jenjang Perawat memiliki beban kerja yang
pendidikan secara formal dan peningkatan berat untuk bersaing secara global. Tantan-
pengetahuan dan keterampilan dapat dila- gan di era digital membuat seluruh orang di
kukan melalui pendidikan dan pelatihan dunia sangat dinamis dengan mobilitas
sesuai keilmuan. yang tinggi. Hal itu membuat perawat harus
Selain itu peningkatan kemampuan memiliki strategi jitu dalam beradaptasi di
berbahasa asing juga perlu dilakukan untuk tengah tantangan era digital. Tuntutan glob-
menambah pengetahuan dan mengakses al terhadap mutu pendidikan membawa
sumber – sumber dari negara lain sebagai konsekuensi untuk memperkuat penguasaan
bahan untuk pembelajaran kepada peserta Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK),
didik. khususnya pembelajaran praktikum di labo-
ratorium.
Mengembangkan Laboratorium Bahasa Hal ini dikarenakan lulusan diploma
Lulusan perawat termasuk salah satu (D) III diharuskan mempunyai kompetensi
profesi yang akan terkena dampak kebija- untuk menerapkan materi yang sudah dipe-
kan di era Masyarakat Ekonomi ASEAN. lajari dikelas. Tuntutan kompetensi ini da-
Oleh karena itu untuk meningkatkan daya pat diwujudkan apabila peserta didik selain
saing perawat dalam liberalisasi sektor melakukan analisis, diskusi ilmiah, peneli-
layanan kesehatan, kompetensi tenaga ke- tian, pengabdian masyarakat, pengemban-
sehatan itu perlu ditingkatkan, terutama gan ilmu pengetahuan baru melalui serang-
penguasaan bahasa. Secara umum, lulusan kaian debat ilmiah yang ditunjang oleh ter-
perawat di Indonesia telah memenuhi stan- sedianya referensi muktahir, serta pengem-
dar kompetensi nasional, tetapi kemampuan bangan metode, perangkat lunak, peraturan
berbahasa Inggris sebagai bahasa Interna- dan prosedur praktikum tetapi seluruh ma-
sional masih menjadi kendala. Untuk me- hasiswa perlu pengalaman belajar di labora-
ningkatkan kemampuan lulusan yang mam- torium. Peraturan Pemerintah Republik In-
pu berbahasa asing perlu diberikan jam donesia (PP RI) No.19 Tahun 2005 tentang
tambahan di laboratorium khususnya labao- Standar Nasional Pendidikan, pasal 42 me-

10 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


nyatakan bahwa setiap institusi pendidikan paian kompetensi sesuai standar yang di-
wajib memiliki sarana yang meliputi pera- akui secara internasional. Selain capaian
bot, peralatan pendidikan, media pendidi- kompetensi untuk teoritis tak kalah penting
kan, buku dan sumber belajar lainnya, serta capaian kompetensi secara praktik baik di
perlengkapan lain yang diperlukan untuk laboratorium dan klinik.
menunjang proses pembelajaran yang tera- Pengembangan kurikulum yang bers-
tur dan berkelanjutan, dan juga setiap insti- tandar internasional dilakukan untuk me-
tusi pendidikan wajib memiliki prasarana ningkatkan kompetensi lulusan agar diakui
yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang oleh negara lain dan lulusan dapat diterima
pimpinan, ruang pendidik, ruang tata usaha, bekerja di luar negeri.
ruang perpustakaan, ruang laboratorium,
ruang bengkel kerja, instalasi daya dan jasa, Mengembangkan Kelas Internasional
tempat berolah raga, tempat beribadah dan Dalam rangka meningkatkan kualitas
tempat ruang lain yang diperlukan untuk lulusan yang dapat bersaing sacara interna-
menunjang proses pembelajaran yang tera- sional, maka perlu dikembangkan kelas in-
tur dan berkelanjutan. ternasional dengan cara melakukan kerja-
Oleh karena itu berdasarkan PP RI sama antar institusi pendidikan perawat di
No. 19 tahun 2005, maka Prodi DIII tenaga luar negeri.
kesehatan perlu memiliki laboratorium Saat ini baru beberapa pendidikan
yang sesuai standar. Agar pengalaman vokasi keperawatan yang telah melakukan
praktik yang dilakukan oleh peserta didik pengembangan kelas internasional.
menghasilkan keterampilan sesuai dengan
kompetensi yang telah ditentukan, maka REFERENSI
proses pendidikan lebih difokuskan pada
keterampilan, dengan menggunakan kuriku- AIPDIKI, 2014. Kurikulum Inti Program
lum yang memuat kurikulum inti maksimal Studi DIII Keperawatan Indonesia
80% dan kurikulum institusi minimal 20%, tahun 2014. Jakarta
dengan struktur program pendidikan tenaga PPNI, 2012. Standar Kompetensi Perawat
kesehatan memuat 40% kandungan materi Indonesia Jakarta.
teori dan 60% materi praktik. Dengan de- Depkes. BPPSDM Kesehatan, 2006. Kuri-
mikian diharapkan lulusan mampu meng- kulum Nasional Pendidikan D3 Ke-
hadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perawatan, Jakarta.
nasional maupun global. Untuk mendukung Keputusan Menteri Kesehatan Republik
agar keterampilan lulusan seperti yang di- Indonesia Nomor HK.02.02/
harapkan, diperlukan Laboratorium Pendi- Menkes/52/2015 Tentang Rencana
dikan Tenaga Kesehatan yang terstandar Strategis Kementerian Kesehatan Ta-
dan dapat menunjang proses pembelajaran hun 2015-2019.
dengan berkesinambungan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
No.19 Tahun 2005 tentang Standar
Mengembangan Kurikulum yang Diakui Nasional Pendidikan
oleh Negara Lain (Berstandar Interna- Peraturan Presiden RI Nomor 8 tahun 2012
sional) sehingga Lulusan Dapat Diterima tentang Kerangka Kualifikasi Na-
Bekerja di Luar Negeri. sional Indonesia
Dalam penyelenggaraan pendidikan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014
vokasi keperawatan perlu dilakukan tin- tentang Keperawatan.
jauan kurikulum untuk menyesuaikan ca-

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 11


PENGUATAN PERAN MAHASISWA KEPERAWATAN
PADA PENERAPAN PATIENT SAFETY DAN K3 (KESELAMATAN DAN KE-
SEHATAN KERJA) DI PELAYANAN KESEHATAN DALAM MENDUKUNG
TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (SDG’s)

Pitri Noviadi
Poltekkes Kemenkes Palembang

PENDAHULUAN Akademika sangat strategis dalam mensuk-


seskan SDG’s melalui Tri Dharma Pergu-
Saat ini kita sering mendengar istilah
ruan Tinggi. Seperti yang diamanatkan
SDG’s atau Sustainable Development
dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan
Goals. Sebenarnya apa itu SDG’s ?. Menu-
Nasional (Sisdiknas) No. 20 Tahun 2003
rut Kemenkes RI (2016), SDG’s adalah se-
pasal 20 ayat 2 dikatakan: “Perguruan ting-
perangkat program dan target yang dituju-
gi berkewajiban menyelenggarakan pendi-
kan agar negara-negara di seluruh dunia
dikan, penelitian, dan pengabdian kepada
mempunyai visi pembangunan berkelanju-
masyarakat”. Melalui Tri Dharma tersebut
tan yang sama. SDG’s merupakan pemba-
civitas akademika, termasuk di dalamnya
haruan dari program MDGs (Millennium
mahasiswa memiliki peran khusus yang
Development Goals). SDGs memuat 17
sesuai dengan perspektif idealisme maha-
tujuan, diantaranya:
siswa.
1. Penghapusan Kemiskinan
Di Indonesia terdapat 844.301 maha-
2. Penghapusan Kelaparan
siswa kesehatan yang tersebar di seluruh
3. Kesehatan dan Kesejahteraan
perguruan tinggi negeri/swasta di Indonesia
4. Pendidikan Berkualitas
tahun 2016 dan sekitar 30,57% adalah
5. Kesetaraan Jender
mahasiswa keperawatan (Wathoni, 2016).
6. Air Bersih dan Sanitasi
Ini merupakan potensi bagi negara untuk
7. Energi Bersih dan Terjangkau
memanfaatkan mahasiswa keperawatan
8. Pertumbuhan Ekonomi dan Pekerjaan
dalam mendukung program pemerintah
yang Layak
khususnya mendukung kebijakan SDG’s
9. Infrastruktur Tangguh, Industri Inklusif
dalam meningkatkan derajat kesehatan di
dan Inovatif
Indonesia. Sebagai agent of health, maha-
10. Penurunan Kesenjangan
siswa dapat membuat masyarakat menjadi
11. Kota Inklusif dan Berkelanjutan
lebih peduli dengan kesehatan dan faham
12. Konsumsi dan Produksi Berkelanjutan
bahwa kesehatan adalah suatu investasi bu-
13. Perubahan Iklim dan Pengurangan Re-
kan konsumsi. Sebagai mahasiswa keper-
siko Bencana
awatan yang menerapkan asuhan keperawa-
14. Pelestarian dan Pemanfaatan Berkelan-
tan haruslah aman bagi pasien dan aman
jutan Ekosistem Laut
juga bagi dirinya dan lingkungan. Oleh
15. Pelestarian dan Pemanfaatan Berkelan-
karena itu mahasiswa harus menerapkan
jutan Ekosistem Darat
patient safety (keselamatan pasien) dan K3
16. Perdamaian, Keadilan dan Kelemba-
(Keselamatan dan kesehatan kerja) pada
gaan yang Kokoh
setiap pelaksanaan asuhan keperawatan di
17. Kemitraan untuk semua tujuan pem-
pelayanan kesehatan.
bangunan
SDGs tidak dapat dilaksanakan sen- PEMBAHASAN
diri, tanpa dukungan semua pihak. Dalam
Patient Safety dan K3 Di Pelayanan Ke-
pelaksanaannya diperlukan partisipasi aktif
sehatan
dari banyak pihak, pemerintah, Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM), sektor swasta,
akademisi dan media. Peran civitas

12 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


Pada pelayanan kesehatan seperti di 9. Peraturan Menteri Kesehatan Repub-
Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik, Balai lik Indonesia Nomor 11 tahun 2017
pengobatan, Posyandu dan lain-lain, saat ini tentang Keselamatan Pasien
isu utama Keselamatan (safety) telah men-
Berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 11
jadi issue global. Ada lima isu penting ter-
tahun 2017 disebutkan pada BAB III pen-
kait dengan keselamatan (safety) khususnya
yelenggaraan keselamatan pasien bagian
di rumah sakit yaitu keselamatan pasien
kesatu pasal 5 ayat 2 disebutkan bahwa
(patient safety), keselamatan pekerja atau
penyelenggaraan keselamatan pasien seba-
petugas kesehatan, keselamatan bangunan
gaimana disebutkan pada ayat (1) melalui
dan peralatan di rumah sakit yang bisa ber-
pembentukan sistem pelayanan yang
dampak terhadap keselamatan pasien, pen-
menerapkan:
gunjung, petugas, dan keselamatan ling-
- Standar keselamatan pasien
kungan yang berdampak pada pelayanan
- Sasaran keselamatan pasien
kesehatan.
- Tujuh langkah menuju keselamatan
Sebelum diuraikan masalah-masalah
pasien
yang terkait dengan K3 dan patient safety,
perlu kita mengingat kembali perbedaan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
antara K3 dan patient safety khususnya
pada pelayanan di Rumah Sakit. Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Rumah Sakit yang selanjutnya disingkat
Patient Safety K3RS adalah segala kegiatan untuk menja-
min dan melindungi keselamatan dan kese-
Patient safety adalah suatu sistem
hatan bagi sumber daya manusia
yang membuat asuhan pasien lebih aman,
rumah sakit, pasien, pendamping pasien,
meliputi asesmen risiko, identifikasi dan
pengunjung, maupun lingkungan rumah
pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan
sakit melalui upaya pencegahan kecelakan
analisis insiden, kemampuan belajar dari
kerja dan penyakit akibat kerja di rumah
insiden dan tindak lanjutnya, serta imple-
sakit (Kemenkes RI, 2016)
mentasi solusi untuk meminimalkan tim-
bulnya risiko dan mencegah terjadinya ced- Dasar hukum pelaksanaan K3 rumah sakit
era yang disebabkan oleh kesalahan suatu adalah
tindakan atau tidak mengambil tindakan 1. Undang-Undang Nomor 1 Ta-
yang seharusnya diambil (Kemenkes RI, hun 1970 tentang Keselamatan
2017). Kerja
Dasar hukum pelaksanaan patient 2. Undang-Undang Nomor 13
safety: Tahun 2003 tentang Ketenaga-
1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun kerjaan
2014 tentang Tenaga Kesehatan 3. Undang-Undang Nomor 32
2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun Tahun 2009 tentang Perlindun-
2009 tentang Rumah Sakit gan dan Pengelolaan Ling-
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun kungan Hidup
2014 tentang Pemerintahan Daerah 4. Undang-Undang Nomor 36
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor Tahun 2009 tentang Kesehatan
12 Tahun 2012 tentang Akreditasi 5. Undang-Undang Nomor 44 Tahun
Rumah Sakit 2009 tentang Rumah Sakit
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 6. Undang-Undang Nomor 23
46 Tahun 2015 tentang Akreditasi Tahun 2014 tentang Pemerinta-
Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat han
Praktik Mandiri Dokter/Dokter gigi 7. Undang-Undang Nomor 36 Tahun
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2014 tentang Tenaga Kesehatan
64 Tahun 2015 tentang Organisasi 8. Peraturan Pemerintah Nomor 63
dan Tata Kerja Kementerian Ke- Tahun 2000 tentang Keselamatan
sehatan

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 13


dan Kesehatan Terhadap Peman- porkan mendapatkan kompensasi pada pe-
faatan Radiasi Pengion kerja RS, yaitu sprains, strains :
9. Peraturan Pemerintah Nomor 50 52%;contussion, crushing, bruising : 11%;
Tahun 2012 tentang Penerapan Sis- cuts, laceration, punctures: 10.8%; frac-
tem Manajemen Keselamatan tures: 5.6%; multiple injuries: 2.1%; ther-
dan Kesehatan Kerja mal burns: 2%; scratches, abrasions: 1.9%;
10. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Ta- infections: 1.3%; dermatitis: 1.2%; dan lain-
hun 2014 tentang Kesehatan Ling- lain: 12.4%.
kungan Laporan lainnya yakni di Israel, ang-
11. Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun ka prevalensi cedera punggung tertinggi
2015 tentang Pedoman Organisasi pada perawat (16.8%) dibandingkan pekerja
Rumah Sakit sektor industri lain. Di Australia, diantara
12. Peraturan Menteri Lingkungan Hi- 813 perawat, 87% pernah low back pain,
dup Nomor 03 Tahun 2008 tentang prevalensi 42% dan di AS, insiden cedera
Tata Cara Pemberian Simbol dan musculoskeletal 4.62/100 perawat per ta-
Label Bahan Berbahaya dan Bera- hun. Cedera punggung menghabiskan biaya
cun; kompensasi terbesar, yaitu lebih dari 1 mil-
13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor liar $ per tahun. Khusus di Indonesia, data
12 Tahun 2012 tentang Akreditasi penelitian sehubungan dengan bahaya-
Rumah Sakit bahaya di RS belum tergambar dengan je-
14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor las, namun diyakini bahwa banyak keluhan-
56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi keluhan dari para petugas di RS, sehubun-
dan Perizinan Rumah Sakit gan dengan bahaya-bahaya yang ada di RS.
15. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor Penerapan keselamatan dan keseha-
24 Tahun 2016 tentang Persyaratan tan kerja (K3) di rumah sakit tidak bisa di-
Teknis Bangunan dan Prasarana tawar lagi sesuai dengan Undang-undang
Rumah Sakit No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal
16. Peraturan Menteri Kesehatan Re- 165, “pengelolaan tempat kerja wajib mela-
publik Indonesia Nomor 66 tahun kukan segala bentuk upaya kesehatan mela-
2016 tentang Keselamatan dan Ke- lui upaya pencegahan, peningkatan, pengo-
sehatan Kerja Rumah Sakit. batan dan pemulihan bagi tenaga kerja”
berdasarkan pasal diatas maka pengelola
Masalah Patient Safety dan K3 Di Pe- tempat kerja di Rumah Sakit mempunyai
layanan Kesehatan kewajiban untuk menyehatkan para tenaga
Perawat merupakan tenaga keseha- kerjanya, salah satunya adalah melalui
tan yang berada di garis area terdepan upaya K3. Rumah Sakit harus menjamin
dalam pelayanan kesehatan. Oleh karena itu K3 baik pasien, penyedia layanan atau pe-
perawat berperan dalam meminimalkan dan kerja maupun masyarakat sekitar dari ber-
mencegah penyakit akibat kerja dan kecela- bagai potensi bahaya di Rumah Sakit. Oleh
kaan yang terjadi di rumah sakit. Seperti karena itu, Rumah sakit dituntut untuk me-
kita ketahui Rumah sakit sebagai tempat laksanakan upaya K3 yang dilaksanakan
pelayanan kesehatan mempunyai banyak secara terintegrasi dan meyeluruh sehingga
potensi bahaya (hazard) dan berisiko terha- resiko terjadinya penyakit akibat kerja
dap terhadap tenaga kesehatan, pasien dan (PAK) dan kecelakaan akibat kerja (KAK)
fasilitas medis lainnya. Hasil laporan Na- di Rumah Sakit dapat dihindari. seperti per-
tional Safety Council (NSC) tahun 2008 lindungan baik terhadap penyakit infeksi
menunjukkan bahwa terjadinya kecelakaan maupun non-infeksi, penanganan limbah
di RS 41% lebih besar dari pekerja di in- medis, penggunaan alat pelindung diri dan
dustri lain. Kasus yang sering terjadi adalah lain sebagainya. Selain terhadap pekerja di
tertusuk jarum, terkilir, sakit pinggang, ter- fasilitas medis/klinik maupun rumah sakit,
gores/terpotong, luka bakar, dan penyakit keselamatan dan kesehatan kerja di rumah
infeksi dan lain-lain. Sejumlah kasus dila- sakit juga concern keselamatan dan hak-

14 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


hak pasien, yang masuk kedalam program sistem berpikir yang komprehensif dalam
patient safety. (Ratnawati, 2009). pelaksanaan keselamatan pasien (Cronen-
Insiden keselamatan pasien baik di wett et al., 2007).
negara maju maupun berkembang masih Hasil penelitian menunjukkan bahwa
cukup tinggi (Vincent, Neale, & Woloshy- mahasiswa yang mendapatkan perhatian
nowych, 2001). Hasil penelitian di Kanada besar dari institusi pendidikan untuk men-
tahun 2004 menemukan adanya insiden gaplikasikan keselamatan pasien memiliki
keselamatan pasien sebesar 7,5% per 100 kontribusi dalam memperbaiki insiden ke-
admisi, 39,6% diantaranya dapat dicegah selamatan pasien (Steven, Magnusson,
dan 20,8% menyebabkan kematian (Bak- Smith, & Pearson, 2014). Hasil penelitian
er, Norton, & Flintoft, 2004). WHO me- menunjukkan bahwa praktik klinik maha-
laporkan studi pada 58 rumah sakit di Ar- siswa yang tidak aman perlu mendapatkan
gentina, Colombia, Costa Rica, Mexico and perhatian khusus dan strategi baru dari
Peru oleh IBEAS (The Latin American institusi pendidikan dalam proses penan-
Study of Adverse Events) dan melibatkan ganannya (Henneman et al., 2010; Mossey,
11.379 pasien rawat inap. Hasilnya 10% Montgomery, Raymond, & Killam, 2012).
admisi mengalami insiden keselamatan pa- Hal ini karena institusi pendidikan dan ma-
sien akibat pelayanan kesehatan (WHO, hasiswa memiliki peran dan tanggung ja-
2012). Insiden keselamatan pasien ini dis- wab penting dalam meningkatkan pengeta-
ebabkan oleh berbagai sebab yang salah huan, keterampilan, perilaku, dan sikap
satu diantaranya adalah mahasiswa yang yang relevan dengan keselamatan pasien
sedang menjalani praktik klinik. (DeBourgh, 2012; WHO, 2012). Penera-
Mahasiswa keperawatan yang men- pan K3 harus dibiasakan pada setiap ling-
jalani praktik klinik selain dapat terpapar kungan tempat mahasiswa berada, yaitu
dengan bahaya kesehatan di rumah sakit dimulai di kampus tempat menuntut ilmu
juga dapat menjadi salah satu penyebab keperawatan dan lahan praktek sehingga
terjadinya insiden keselamatan pasien. Hal menjadi budaya bagi mahasiswa.
ini karena mahasiswa sebagai faktor indivi-
du memiliki pengaruh terhadap kualitas Kompetensi K3 dan Patient Safety pada
perawatan dan keselamatan pasien (Mwa- Mahasiswa
chofi & Walston, 2011). Kondisi ini men- Mengingat begitu besarnya risiko
gakibatkan berbagai efek negatif yang me- K3 dan banyak insiden keselamatan pasien
rugikan bagi pasien(de Vries, Ramrattan, di pelayanan kesehatan khususnya di
Smorenburg, Gouma, & Boermeester, rumah sakit. Maka perlu dilakukan pen-
2008; Waltman, Schenk, Martin, & guatan pada kompetensi mahasiswa terkait
Walker, 2011). Efek negatif ini mendo- dengan K3 dan Patient safety. Muaranya
rong institusi pendidikan untuk mengikut- kompetensi mahasiswa adalah kurikulum
sertakan mahasiswa dalam program kese- pendidikan. Beberapa Institusi pendidikan
lamatan pasien pada proses pembelajaran Keperawatan khususnya pendidikan vokasi
praktik klinik (DeBourgh, 2012). keperawatan sudah memasukkan K3 dan
Mahasiswa keperawatan merupakan patient safety dalam kurikulum wajib.
seorang calon perawat yang turut serta Seperti halnya pada Program Diploma III
dalam pemberian asuhan keperawatan, se- Keperawatan Jurusan keperawatan Poltek-
hingga perlu dibekali kemampuan perawa- kes Kemenkes Palembang, materi K3 su-
tan pasien sedini mungkin untuk mencegah dah diberikan pada mahasiswa tingkat
kesalahan yang dapat menyebabkan insiden (TK) I dan TK II. Pada TK I mahasiswa
keselamatan pasien. Mahasiswa perlu men- mendapat Mata Kuliah Keselamatan dan
gintegrasikan pelaksanaan keselamatan pa- Kesehatan Kerja (membahas lingkungan
sien dalam proses pembelajaran klinik yang kerja umum dan Rumah Sakit) dan pada
dilakukan kepada pasien (Dunn, Ehrich, TK II mahasiswa mendapat Materi K3
Mylonas, & Hansford, 2000; Hayajneh, dalam Mata kuliah Keperawatan Komuni-
2011). Mahasiswa keperawatan sebagai tas, yang khusus membahas K3 di Pusk-
calon profesional kesehatan perlu belajar

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 15


esmas dan sektor Informal. Akan tetapi patient safety dan K3, hendaknya
beberapa mata kuliah Asuhan Keperawatan mahasiswa keperawatan harus diting-
belum secara khusus memasukkan prinsif- katkan pengetahuan dan ketrampi-
prinsif patient safety dan K3 dalam pokok lannya dalam manajemen risiko agar
bahasannya. Selama ini seolah-olah mata dapat meminimalkan risiko pada
kuliah patient safety, K3 dan mata kuliah pasien, mahasiswa itu sendiri dan
asuhan keperawatan lainnya tidak terkait lingkungannya
satu dengan yang lain dan tidak bersinergi. 2. Mengimplementasikan materi prinsip-
Melihat kondisi tersebut dan ur- prinsip patient safety dan K3 dalam
gensinya terhadap besarnya risiko yang pembelajaran mata kuliah lainnya
dialami mahasiswa keperawatan serta khususnya mata kuliah Asuhan Keper-
dalam rangka mendukung SDGs maka awatan (Askep), seperti Askep medikal
perlu dilakukan beberapa strategi pengua- bedah, Askep Anak, Askep Maternitas.
tan kompetensi dan peran mahasiswa, di- Askep Jiwa, Askep Komunitas dan
antaranya: lain-lain. Pembelajaran Mata kuliah
1. Kemampuan Manajemen Risiko tersebut terkait dengan kegiatan prak-
Berdasarkan Permenkes No 66 tahun tikum di laboratorium dan praktek
2016 dan Permenkes No. 11 tahun klinik di lahan praktek. Dengan me-
2017, salah satu kesamaan dari keil- masukkan prinsif- prinsif patient
muan patient safety dan K3 adalah safety dan K3 pada setiap mata kuliah
bahwa tenaga kesehatan harus dapat tersebut diharapkan mahasiswa selalu
melakukan pengelolaan risiko. Pada terpapar dan memudahkannya dalam
patient safety, menggunakan pendeka- mengaplikasikan di lahan praktek
tan manajemen risiko klinis terhadap 3. Pembudayaan patient safety dan K3
insiden pada pasien. Sesuai dengan pada mahasiswa merupakan sesuatu
Permenkes No. 11 tahun 2017 pada hal yang tidak bisa ditunda lagi, karena
BAB III tentang Penyelenggaraan Ke- begitu besarnya manfaat yang akan
selamatan Pasien bagian kesatu pasal 5 didapatkan dalam memperkuat
ayat 3 (a), yaitu sistem pelayanan se- kompetensi keperawatan mahasiswa.
bagaimana dimaksud pada ayat (1) ha- Studi yang terkait dengan penerapan
rus menjamin pelaksanaan asuhan budaya K3 pada mahasiswa sudah
pasien lebih aman, melalui upaya yang banyak dilakukan, seperti penelitian
meliputi asesmen risiko, identifikasi Martha (2011), Putri (2009) di
risiko dan pengelolaan risiko pasien. Universitas Indonesia dan Babayigit
Pada keilmuan K3, sesuai Permenkes (2016) pada Gazi University di Turki.
No 66 tahun 2016 pada BAB III ten- Upaya membudayakan K3 pada
tang standar K3 Rumah Sakit disebut- mahasiswa secara sistem dapat dimulai
kan pada pasal 11 ayat (1) bahwa stan- dari tingkat Program Studi, Jurusan
dar K3 RS salah satunya meliputi dan Fakultas dengan membuat
manajemen risiko K3RS, selanjutnya komitmen bersama untuk
pada pasal 12 ayat (2) disebutkan melaksanakan K3 pada semua elemen
bahwa manajemen risiko K3RS seba- civitas akademika (Noviadi, 2017).
gaimana dimaksud ayat (1) harus dila- Akan tetapi untuk mewujudkan hal
kukan secara menyeluruh meliputi : seperti itu tentunya akan memerlukan
persiapan/ penentuan konteks waktu dan proses yang tidak sebentar.
kegiatan yang dikelola risikonya, Oleh karena itu kita sebagai pendidik
Identifikasi bahaya potensial, Analisis dapat membudayakan K3 pada
risiko; Evaluasi risiko; Pengendalian mahasiswa dengan pendekatan pada
risiko; Komunikasi dan konsultasi dan PBM sehari-hari. Beberapa
Pemantauan dan telaah ulang. implementasi kegiatan yang dapat
Atas dasar hal tersebut dan sesuai den- dilakukan dalam membudayakan K3
gan kurikulum Pendidikan Keperawa- di kampus, diantaranya:
tan serta untuk mendukung program

16 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


- Penerapan “Safety Induction” diatur menjadi 3 atau 4 kolom
pada setiap acara-acara seminar, deretan tempat duduk.
dan lain lain. yang melibatkan - Sebelum kuliah mahasiswa dan
orang banyak dalam suatu dosen memastikan kondisi aman,
kegiatan tidak ada potensi bahaya yang
- Kampus bebas asap rokok/bersih akan menganggu selama kuliah
dari polusi asap rokok sampai dengan selesai. Dosen
- Pemasangan signage/ tanda/ harus memastikan bahwa
petunjuk keselamatan mahasiswa membuang sampah
- Pemasangan APAR (Alat pada tempat yang telah disediakan
Pemadam Api Ringan) di berbagai - Tersedianya peringatan apabila
titik di lingkungan kampus. hujan dan kondisi licin, dipastikan
- Implementasi prosedur kerja aman tidak seorangpun melewati tangga
di laboratorium yang tergenang air (hindari jatuh
- Hal sederhana yang dapat atau terpeleset)
dilakukan mahasiswa dan dosen di - Pastikan dosen, mahasiswa, dan
kelas yaitu jika dosen akan staff administrasi mematikan
memulai perkuliahan dan melihat peralatan yang tersambung ke
kondisi tempat duduk mahasiswa listrik sebelum meninggalkan
belum memenuhi syarat evakuasi ruang (hindari arus pendek listrik,
atau menyulitkan kecepatan hindari kebakaran)
evakuasi bila keadaan darurat, - Mahasiswa dan dosen
maka dosen mengajak mahasiswa berpartsipasi aktif membantu
untuk re-layouting tempat duduk, melaporkan apabila terdapat
misal: tempat duduk mahasiswa kerusakan fasilitas, terutama yang
berpotensi menimbulkan bahaya

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 17


SPIRITUAL FULFILLMENT BY HOSPITAL PATIENT CARE NURSE

Mardiani1, Hermansyah1
1
Health Polytechnic Bengkulu Ministry of Health, Department of Nursing,
Indragiri No. 03 Jalan Padang Hope Bengkulu
mardiani21daud@gmail.com

ABSTRACT

Nurses who have the ability to identify and understand the spiritual aspects of the patient, will
be Able to carry out spiritual fulfillment and knowing how spiritual beliefs can Affect the life of
every individual. The purpose of this study is the perception of nurses correlation with the ful-
fillment of the spiritual care of Patients in inpatient hospitals Dr.M. Yunus Bengkulu. The Type
of research is analytics with cross sectional design. The The Research sample is nurses inpatient
ward of Hospital Dr. M. Yunus Bengkulu who numbered 83 nurses taken with total sampling
technique. Research done at eight hospitals wards Dr. M Yunus Bengkulu for two months. Col-
lecting the data using a questionnaire. Quantitative Data analysis is univariate and bivariate with
chi-square test at α 5%. The results Showed that there was a significant relationship between the
perception of nurses and spiritual fulfillment of inpatient care in hospitals Dr. M.Yunus Bengku-
lu (p: 0.022) with OR 3.107 (95% CI: 1.265 to 7.630), the which means nurses have perception-
less chance three times to apply the spiritual care that is less favorable than that good percep-
tion. To the Hospital Dr. M. Yunus Bengkulu expected for the provision of facilities and addi-
tional skills for nurses in the inpatient room about the importance of spiritual fulfillment as well
as The Necessary care program to improve the perception of nursing care, especially for inpa-
tients spiritual fulfillment. the which means nurses have perceptionless chance three times to
apply the spiritual care that is less favorable than that good perception. To the Hospital Dr. M.
Yunus Bengkulu expected for the provision of facilities and additional skills for nurses in the
inpatient room about the importance of spiritual fulfillment as well as The Necessary care pro-
gram to improve the perception of nursing care, especially for inpatients spiritual fulfillment.
the which means nurses have perceptionless chance three times to apply the spiritual care that is
less favorable than that good perception. To the Hospital Dr. M. Yunus Bengkulu expected for
the provision of facilities and additional skills for nurses in the inpatient room about the impor-
tance of spiritual fulfillment as well as The Necessary care program to improve the perception
of nursing care, especially for inpatients spiritual fulfillment.
Keywords: Perception, nurses, spiritual care

INTRODUCTION
Nurses as health workers pofesional life related to health (Mc Sherry, 1998;
have the greatest opportunity to deliver a Monod et al, 2012; Rajinkan, 2006).
comprehensive nursing care to help clients to The need for the spiritual aspect is
meet basic needs, namely a holistic bio- especially important during periods of
psycho-social and spiritual (Potter & Perry, illness, because when sick, a person's energy
2009). The spiritual aspect is one of the will be reduced and the spirit of these people
components in the overall nursing (Holistic will be affected, therefore the spiritual needs
Nursing) on the individual that can of patients need to be met (Potter & Perry,
harmonize the physical aspect (body), mind / 2005). Patients revealed that their spiritual
psychology (mind), and spirit (spirit) needs is the need for meaning, purpose and
(Dossey, 2005). The spiritual aspect can hope in life, his relationship with God,
encourage someone to do their best when spiritual practices, religious obligations,
facing a stressful, emotional, illness, or even relationships and the relationship with the
dying, so patients can achieve the quality of nurse (Hodge et al, 2011).

18 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


Spiritual as a two-dimensional spiritual care, lack of clear distinction
concept, ie the vertical dimension and the between religion and spirituality, sometimes
horizontal dimension. The vertical patients depending trust with the nurse, and
dimension is the relationship with God or the the lack of guidance from the nurse manager
Supreme Being that guides one's life. The (Amankaa et al, 2009). This opinion is
horizontal dimension is one's relationship supported by the results of research Rohman
with oneself, with others and with the (2009) that in addition to the above factors,
environment. There is a continuous there are still other factors, namely: the
relationship between these two dimensions. characteristics of nurses, welfare or spiritual
Nurses as professional health workers have health nurse, awareness of spiritual self-
the greatest opportunity to provide health nurses, maintenance spirituality themselves
services, especially services of nurses, nurse still confused with his role
comprehensive nursing care to help clients related to the provision of spiritual care, and
meet the basic holistic needs. Nursing care the nurse was not in accordance with the
provided by nurses can not be separated profession. In nursing practice, nurses less
from the spiritual aspects that are integral attention to the spiritual needs for nurses
and nurse interaction with clients. lack of understanding about the spiritual
The magnitude of the role of the needs and the benefits to the health and
spiritual aspects for health, provision of healing of the patient's disease. The first
spiritual care is an important issue which thing to note is the improvement of nurses'
needs to be done. Nurses must strive to help perceptions and attitudes about spiritual care
meet the spiritual needs as part of the overall and benefits that the practice of spiritual
needs of the patient, among others by nursing care of patients can be met (Hamid
facilitating spiritual fulfillment. Nurses 2008).
should be able to get information from In reality, there are times when the
patients about spiritual and practice which nurse that one with the other nurses have a
can be provided in the hospital, helping to different perception in giving spiritual needs
reveal perceptions about the meaning of of patients which causes no doubt the atti-
illness, applying the principle of helping tude of nurses to be able to facilitate the spi-
patients carry spiritual concepts in the ritual needs required by the patient. Attitudes
context of nursing. Nurses who have the that emerge from nurse instead motivate pa-
ability to identify and understand the tients using patient religious substance but
spiritual aspects of the patient, will be able to religious data information of patients, such
carry out spiritual fulfillment and knowing beliefs held only examine a patient, the pa-
how spiritual beliefs can affect the lives of tient's religious activities (Peterson & Nelson
every individual (Hamid, 2008; in Perry & Potter 2005). Nurses are often
Research conducted Hubbell et al hesitant to discuss spiritual issues patient
(2006) to 65 nurses which found that care, hesitated because nurses feel less con-
although the majority of nurses recognize fident in sharing spirituality with patients
spiritual care is an important part of nursing (Perry & Potter 2005).
practice, but 73% of nurses say do not The purpose of this study is determine
routinely provide spiritual care to patients, the relationship between the perception of
even research Stranahan (2001, in Hubbell et nurses with spiritual fulfillment of inpatient
al , 2006) showed 57% of nurses do not ever care in hospitals M. Yunus Bengkulu.
carry out spiritual care, Mc Sherry (1998)
also found that only 39.9% of nurses provide METHODS
spiritual care to patients. This type of research is analytic with
Spiritual concept in nursing has cross sectional design. The population in this
become a basic nursing but in practice often study is overall inpatient nurses in hospitals
ignored. This is due to several reasons, M. Yunus in 2016. The samples were taken
namely the lack of attention of nurses with the technique of the total population of
towards his own spiritual, their time 83 respondents.
constraints, lack of knowledge related to

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 19


The research instrument used a ques- The univariate analysis in this study will
tionnaire. Analysis of univariate and biva- be the characteristics and perceptions of res-
riate data using chi-square test at the α 5%. pondents with spiritual fulfillment care of
patients who can be seen in Table 1 sd. Table
RESULTS 3 below.
Univariate analysis

Table 1. Distribution of respondents by Gender, Education and Marital Status


Frequency Percentage
No. variables
(F) (%)
1. Age
≤ 34 years 14 58.3
> 30 years 10 41.7
amount 83 100
2. Gender
Man 10 12.0
woman 73 88.0
amount 83 100
3. Education
vocational 26 31.3
Professional 57 68.7
amount 83 100
4. Marital status
Married 79 95.2
Single 4 4.8
amount 83 100
5. Length of working
<10 years 39 47.0
≥ 10 years 44 53.0
amount 83 100

Table 1 shows that the majority of married, more than the majority of
nurses (88.0%) with the female gender, more respondents (61 , 4%) were aged over 34
than a majority (68.7%) and professional years and the majority of respondents (53%)
education, and almost all (95.2%) were work more than 10 years.
Table 2.Persepsi respondents about Spiritual Care
perceptions of Frequency Percentage
spiritual Care (f) (%)
Less 40 48.2
Good 43 51.8
Total 83 100.0

According to the table 2. dapat in mind that the majority of respondents (51.8%) have a
good perception of spiritual care.
Table 3. Fulfillment of Spiritual Care Patients
Fulfillment of Spi- Frequency Percentage
ritual Care Pa- (f) (%)
Less
tients 38 45.8
Good 45 54.2
Total 83 100.0

20 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


Table 3 shows that more than the majority of respondents (54.2%) had a good care of spiri-
tual fulfillment.
Bivariate analysis Nurse Patient Compliance in patient wards
Hospital Dr. M. Yunus Bengkulu, which can
Bivariate analysis is used to explain
be seen in Table 4 below
the relationship Perceptions of Spiritual Care

Table 4. Perception of Relations Respondents with Spiritual Care Patient Compliance


Spiritual fulfillment Care
Perception Total X2 p OR (95% CI)
Less Good
Less 24 16 40
3,107
60.0% 40% 100 0,02
5.230 (1.265 to
Good 14 29 43 2
7.630)
32.6% 67,4% 100

Based on the results in Table 4 it can be This study is in line with the opinions
seen that out of 40 respondents to the unfa- Wiwindaryati (2006), which conducts
vorable perception there are 24 people (60%) research on the perception of nurses on the
with spiritual fulfillment care less, and of 43 spiritual aspects of nursing care in the
respondents who berpersepsi well there are hospital. Research results show that nurses
14 people (32.6%) with compliance with understand well that the client requires
good care spiritually advanced. Mneunjuk- spiritual fulfillment, nurses take the role of
kan research results p value: 0.022 <0.05, spiritual nursing care and nurses sufficiently
which means there is a significant relation- understand the spiritual nursing care.
ship between the perception of nurses with According to Paulina (2009), states the
spiritual fulfillment ways. OR value of 3.107 spiritual touch is intimate activities that the
(95% CI: 1.265 to 7.630), which means that basic needs of human beings. Without the
perception nurses have less opportunity three spiritual touch, someone will be much more
times to apply the spiritual care less favora- susceptible to depression, stress, easily
ble than that berpersepsi good nurse. agitated, loss of confidence and loss of
motivation. Spiritual touch has many
DISCUSSION meanings. Can mean something that can
Results of univariate study showed provide a sense of comfort, consolation, or
that most nurses (88.0%) with the female happy. According to Aziz (2006),
gender, more than a majority (68.7%) and Assumptions can researchers describe
professional education, and almost all that in addition to the nurse's perception
(95.2%) were married, more than the majori- family factors also play an important role in
ty of respondents ( 61.4%) were aged over the spiritual fulfillment of the patient, it is
34 years and the majority of respondents consistent with the theory according to Potter
(53%) work more than 10 years. For the per- & Perry (2009), the family was instrumental
ception of respondents most respondents in meeting the spiritual needs of patients in
(51.8%) had a good perception and in fulfil- which the family is the first place the patient
ling the spiritual needs of patients obtained gain experience and views of life. Of
more than the majority of respondents families, individuals learn about God, life
(54.2%) had a good care of spiritual fulfill- and yourself. Thus, the negative impact of
ment. After the bivariate analysis, the results non-fulfillment of spiritual needs that
showed that there was a significant relation- spiritual distress and can also will be much
ship between the perception of nurses with more susceptible to depression, stress, easily
spiritual fulfillment of inpatient care in hos- agitated, loss of confidence and loss of
pitals Dr. M.Yunus Bengkulu (p: 0.022) with motivation, which may lead to a person
OR 3.107 (95% CI: 1.265 to 7.630), feeling alone and isolated from others.
Individuals may question their spiritual
values, life purpose,

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 21


Based on the discussion that has been Craven & Hirnle. (2009). Six Edition Fun-
described, although the results showed no damentals of Nursing: Human Health
considerable degree of closeness of the and Function.Lippincot.
relationship between the perception of nurses Dover, K., Bacon, R., & Jane, T. (2001). Spi-
with patient spiritual fulfillment, it can be ritual care in nursing practice: A close-
concluded that the perception of nurses can up view. Journal of Education and
affect patients spiritual fulfillment. Practice, 5, 150-159.
Dossey, B.Keega, L., & Guzzetta, C. (2005).
CONCLUSION Holistic Nursing: A Handbook for
Practice, Sudbury, Massachusetts:
Most respondents have a good perception of
Jones and Bartlett.
the spiritual care of patients, more than most
Hamid, Y. (2008). Textbook Spiritual In
of the respondents have a good spiritual ful-
Nursing. Jakarta: Widya Medika.
fillment care to patients. There is a relation-
Hamid, AYS (2009). Mental Health Nursing
ship significant between the perception of
Potpourri. JakartaEGC.https:
nurses with spiritual fulfillment care (p =
//books.google.co.id/books? Id. Ac-
0.022) and less perception nurses have the
cessed on November 23, 2016.
opportunity three times to apply the spiritual
Hidayat, Aziz Alimul (2009), Methods of
care that is less favorable than that berper-
nursing research and technical analy-
sepsi good nurse. (OR: 3.107). Is expected to
sis of the data, Medika Salemba, Ja-
provide input to the hospital to do the pro-
karta.
motion, facilitation and additional skills for
Hubbell., Saral, L., Elizabeth, K., Barksdale,
the nurse in the hospital about the impor-
B., Debra, J., & Parker, JS (2006).
tance of spiritual fulfillment care and neces-
Spiritual care practices of nurse practi-
sary program to improve the perception of
tioners in federally designated non-
nursing care, especially for spiritual fulfill-
metropolitan areas of North Carolina.
ment inpatients.
Journal of the American Academy of
REFERENCES Nurse Practitioners, 18, 85-91.
Kozier, Erb, Berman. Snyder. (2004). Fun-
Aziz, AH (2006). Introduction to Basic Hu- damentals of nursing: concepts,
man Needs and the Nursing Process process and practice. New Jersey:
Application Concepts, Salemba Medi- Pearson Prentice Hall.
ka. Jakarta. Mahmoodishan, G., Alhani, F., Ahmadi, F.,
Amankwaa, L. Jenkins, M., Trent, B., & Wi- & Kazemnejd, A. (2010). Iranian
koff, K. (2009). The positive effects of nurses's perceptions of spiritual and
spirituality of health, well being, and spiritual care: A qualitative content
life satisfaction. Issue Nursing Center analysis study.Journal of Medical Eth-
Journal, 40, 29-36. ics and History of Medicine, 3, 88- 95.
Blais, KK, Hayes, JS, & Kozier, B. (2002). McSherry, W. (1998). Nurses perceptions of
Professional nursing practice. Jakarta: spirituality and spiritual care. Nursing
EGC. Standard, 13, 36-40.
Baldacchino DR. (2006). Nursing competen- Meehan, T. (2012). Spirituality and spiritual
cies for spiritual care. Journal of Clin- care from a careful nursing perspec-
ical Nursing. tive.Journal of Clinical Management,
Cavendish, R., Luise, B., Russo, D. Spiritual 4, 1-11.
perspectives of nurses' in the United Notoatmodjo, Soekidjo (2007), public health
States are relevant to education and science and art, Asdi Mahasatya, Ja-
practice. Western Journal of Nursing karta.
Research. 2004; 26: 1-16. Nursalam 2008, the concept and application
Chan, MF (2008). Factors affecting nursing of nursing science research methodol-
staff in practicing spititual care. Jour- ogy: guidelines thesis, and nursing re-
nal of Clinical Nursing, 19, 2128- search instruments, EDK 2, Sa-
2136 lemba Medika, Jakarta.

22 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


Potter, Patricia, A & Perry, Anne Griffin Speck, P., Higginson, I., Addington-Hall, J.
(2005), the textbook fundamentals of Spiritual needs in health care. 2004;
nursing: concepts, processes, and 329: 123.
practices, vol.1 EDK 4, EGC, Jakarta. Sunaryo 2004 Psychology for nursing, EGC,
_______________________________ Jakarta.
(2009). Fundamentals of Nursing: Siagian, Sondra. P, 1995, Motivation Theory
Concept, Process and Practice, Ed.7. and Applications, Jakarta: Rineka
Mosby Year Book Missouri. Reserved
Puspita, I. (2009). Muslim Spiritual Nursing Wiwindaryati, (2006). Nurses Perceptions
Care applications in R. Firdaus III Toward Implementing DalamAsuhan
RS. Al-Islam Bandung. Spiritual Aspects of Nursing in RS Al-
Rohman. (2009). Factors associated with the Islam Bandung. Journal of Nursing
provision of spiritual care by nurses in Science News.
Jakarta Islamic Hospital. Thesis. Ja-
karta: Indonesian University.

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 23


POSISI KLINIK KEPERAWATAN SPESIALIS INDONESIA DALAM MENG-
HADAPI PERDAGANGAN BEBAS BARAN DAN JASA MASYARAKAT EKO-
NOMI ASEAN (MEA)

Mugi Wahidin1, Masdalina Pane1


1
Pusat Penelitian dan Pengembangan Humaniora dan Manajemen Kesehatan, Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan
(E-mail : wahids.wgn@gmail.com, HP : +6281386671545
masdalina.pane@gmail.com,HP: +6281221812746)

ABSTRAK

Latar belakang: Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)merupakan sebuah bentuk integrasi


ekonomi ASEAN, termasuk dalam hal perdagangan bebas barang jasa bidang kesehatan, terma-
suk fasilitas pelayanan kesehatan. Klinik keperawatan spesialis merupakan fasilitas pelayanan
kesehatan yang dibuka untuk pasar bebas. Kajian bertujuan untuk mengetahui posisi klinik ke-
perawatan spesialisdalam menghadapi perdagangan bebas barang dan jasa kesehatan dalam ke-
rangka Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Metode:Kajian bersifat deskriptif dengan analisa
secara kuantitatif dan kualitatif. Kajian dilaksanakan pada Oktober 2017 – Januari 2018. Data
yang dikumpulkan adalah data sekunder yang bersumber dari Kementerian Kesehatan, profesi,
asosiasi yang berkaitan, hasil penelitian maupun sumber data lainnya. Langkah kegiatan adalah
melakukan penelusuran data dari sumber-sumber yang relevan dan wawancara kepada nara-
sumber yang berkaitan dan menganalisis menggunakan dokumen yang berkaitan. Hasil:Klinik
keperawatan spesialis menjadi salah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang dibuka untuk inves-
tasi asing sampai dengan 70 persen di Ibukota Provinsi Indonesia Timur kecuali Makassar dan
Manado, sedangkan di Medan dan Surabaya PMA sampai dengan 51 persen.Belum ada target
Rencana Strategis Kementerian Kesehatan yang spesifik tentang klinik Keperawatan spesialis.
Terdapat 953 klinik utama dengan 632 klinik melayani rawat jalan dan 321 klnik melayani ra-
wat inap. Belum tersedia data rincian dan sebaran klinik keperawatan spesialis. Tenaga perawat
sudah memenuhi kebutuhan di Indonesia meskipun distribusi belum merata. Kesimpu-
lan:Klinik keperawatan spesialis memerlukan berbagai persiapan dalam menghadapi perdagan-
gan bebas jasa kesehatan era MEA yaitu menyiapkan regulasi, pedoman, pendataan, pengawa-
san, dan pemenuhan fasilitas layanan. Indonesia mempunyai jumlah perawat yang cukup dan
berpeluang mengisi pasar di negara ASEAN.
Key words :klinik, keperawatan, klinik keperawatan spesialis, masyarakat ekonomi ASEAN

POSITION OF SPECIALISTIC NURSING CLINIC ON FREE TRADE OF HEALTH IN


ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

ABSTRACT

Background and aims: ASEAN Economic Community (AEC) was a form of ASEAN econom-
ic integration, including free trade on health matters such as health care facilities. Specilistic
nursing clinic was on of the healthcare facilities which was open for free trade. The study was
aimed to know position of specialistic nursing clinic in order to face free trade on health in the
frame of ASEAN Economic Community. Methods:Design of the study was descriptif study
with kuantitative and qualitative analysis. Secondary data was collected from Minstry of Health,
professionals, related association, result of researchs, and other sources. Step of the activities
were literature seeking through interview to related resources person and analysis with all re-
lated documents. Results: Specialistic nursing clinic was one of health cae fasilities whic was
open for foreign investment up to 70% in capital of eastern part of Indonesia except Makassar
and Manado, meanwhile for Medan and Surabaya up to 51%. There was no specific strategic

24 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


planning of Ministry of Health on specialistic nursing clinic. There were 953 main clinics, 632
outpation clinics and 321 inpation clinics. There was no data of distribution of specialistic nurs-
ing clinic. There was enough number of nurses in Indonesia although there was maldistribution.
Conclusion:Specialistic nursing clinicwas ready enough to face free trade of health, but it needs
to prepare regulation, guidelines, data availability, monitoring, and providing health care
equipments. Indonesia had enaugh number of nurses and had chance to fulfill market in ASEAN
countries.
Key words :clinic, nursing, specialistic nursing clinic, ASEAN economic community (AEC)

PENDAHULUAN anggota negara ASEAN, pertukaran infor-


masi dan peningkatan kerjasama, penga-
Masyarakat Ekonomi ASEAN
dopsian best practices sesuai standar dan
(MEA) merupakan sebuah bentuk integrasi
kualifikasi, dan menyediakan kesempatan
ekonomi ASEAN, pasar dengan basis pro-
untuk meningkatkan kapasitas melalui pen-
duksi tunggal guna membentuk kawasan
didikan dan pelatihan. 4, 5, 6
ekonomi yang berdaya saing tinggi, dengan
Melalui Peraturan Presiden No. 44
pembangunan ekonomi yang merata dan
Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha
secara penuh terintegrasi ke dalam ekonomi
Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang
global.MEA ditetapkan padaKonferensi
Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang
Tingkat Tinggi (KTT) ke-27 di Kuala Lum-
Penanaman Modal, telah dibuka 35 bidang
pur, Malaysia, dengan disahkannya Cetak
usaha dengan investasi asing sebesar 100
Biru Masyarakat ASEAN/AEC Blueprint
persen. Beberapa bidang usaha terkait
tahun 2025.Secara umum Cetak Biru Ma-
sektor kesehatan yang dibuka sepenuhnya
syarakat Ekonomi ASEAN 2025tersebut
untuk asing dalam Perpres dimaksud, di
mempunyai karakteristik (1) Ekonomi yang
antaranya adalah jasa penunjang kesehatan
Terintegrasi dan Terpadu, (2) ASEAN yang
dan farmasi. 7
Kompetitif, Ivovatif dan Dinamis, (3) Pe-
Klinik keperawatan spesialis meru-
ningkatan Konektifitas dan Kerjasama Sek-
pakan fasilitas pelayanan kesehatan yang
toral, (4) ASEAN yang Tangguh, Berorien-
dibuka untuk pasar bebas. Saat ini belum
tasi dan Berpusat pada SDM, dan (5)
dikatehui posisi klinik jasa keperawatan
ASEAN yang Global1.
spesialis di Indonesia dalam menghadapi
Dalam MEA, perdagangan bebas jasa
MEA. Berdasarkankan kondisi tersebut,
kesehatan merupakan salah satu hal yang
makan dilakukan kajian posisi klinik jasa
akan diimplementasikan. Liberalisasi per-
keperatawan spesialis dapat dilakukan anti-
dagangan jasa kesehatan mencakup 4 mode,
sipasi dalam implementasi MEA di Indone-
sesuai prinsip yang dalam World Trade Or-
sia.
ganization (WTO), yaitu Mode 1 pasokan
lintas batas jasa (cross-border supply),
METODE
Mode 2 mendapatkan jasa di luar negeri
(consumption abroad), Mode 3 pemberian Kajian bersifat deskriptif dengan ana-
jasa oleh penyedia jasa luar negeri kepada lisa secara kuantitatif dan kualitatif. Analisa
konsumen dalam negeri (commercial pres- kuantitatif dilakukan untuk melihat data
ence), dan Mode 4 tenaga kerja asing yang sebaran fasilitas pelayanan kesehatan, se-
menyediakan jasa keahlian tertentu dan da- dangkan analisa kualitatif dilakukan untuk
tang ke negara konsumen (movement of untuk mengetahui kesiapan fasilitas pelaya-
natural persons).2, 3 nan kesehatandan hal-hal yang perlu dila-
Selain itu disusun juga kesepahaman kukan. Data yang dikumpulkan adalah data
antar negara ASEAN dalam Mutual Rec- sekunder yang bersumber dari Kementerian
ognition Arrangement (MRA) yang sudah Kesehatan, profesi, asosiasi yang berkaitan,
mencakup profesi dokter, dokter gigi, dan dan hasil penelitian maupun sumber data
perawat. Tujuan MRA tersebut adalah un- lainnya, serta wawancara kepada nara-
tuk memfasilitasi mobilisasi jasa dok- sumber yang berkaitan. Kajian dilaksana-
ter/dokter gigi/perawat di dalam kawasan kan pada Oktober 2017 – Januari 2018.

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 25


HASIL utama termasuk klinik keperawatan spesia-
lis.
Klinik keperawatan spesialis menjadi
Tenaga perawat di Indonesia saat ini
salah satu fasilitas pelayanan kesehatan
sudah mencukup kebutuhan. Rasio perawat
yang dibuka untuk investasi asing sampai
sebesar 170 perawat per 100.000 penduduk,
dengan 70 persen di Ibukota Provinsi Indo-
sudah lebih tinggi dari target nasional 166
nesia Timur kecuali Makasar dan Manado,
perawat per 100.000 penduduk. Akan tetapi
sedangkan di Medan dan Surabaya PMA
sebaran perawat masih belum merata. Ma-
sampai dengan 51 persen. Belum ada target
sih terdapat 9 provinsi yang mempunyai
Rencana Strategis Kementerian Kesehatan
rasio lebih rendah dari angka nasional dan 3
secara spesifik tentang klinik Keperawatan
provinsi mempunyai rasio yang sangat ren-
spesialis7.
dah yaitu kurang dari 100 perawat per
Saat ini terdapat 953 klinik utama
100.000 penduduk. Jumlah perawat teren-
dengan 632 klinik melayani rawat jalan dan
dah di Papua, Sulawesi Barat, dan Kaliman-
321 klnik melayani rawat inap14. Belum
tan Utara, sedangkan tertinggi di DKI Ja-
tersedia data rincian dan sebaran klinik Ke-
karta, Banten, DI Yogyakarta, Sumatera
perawatan spesialis. Belum ada klinik kepe-
Barat10
rawatan spesialis terakreditasi, karena be-
Jumlah perawat saat ini sudah me-
lum ada standar akreditasi klinik utama
menuhi standar dalam Peraturan Menteri
termasuk klinik Keperawatan spesialis. Izin
Kesehatan Nomor 75 tahun 2014 tentang
pendirian Klinik Asing baik pratama dan
Puskesmas, yaitu 98.864 perawat (standar
utama harus melalui Kemenkes. SDM harus
58.968). Akan tetapi masih terjadi distribusi
dari dalam negeri mengacu pada Peraturan
tidak merata sehingga masih ada kekuran-
Menteri Keseahatan Nomor 67 Tahun
gan perawat di Puskesmas sebanyak dan
2013. Prosedurnya apendirian klinik adalah
9.802 orang11. Berdasarkan target renstra
investor mengurus ke Badan Koordinasi
2015 – 201912 kebutuhan perawat sebanyak
Penanaman Modal (BKPM), Kemenkes,
482.534 sementara telah ter-registrasi seba-
dan akan mendapat izin dari Kemkes. Re-
nyak 441.285 (per Agustus 2017) dari kebu-
gulasi yang ada terkait klinik adalah Per-
tuhan 448.537 pada tahun 201713. Belum
menkes Nomor. 9 tahun 2014 tentang Kli-
tersedia data perawat maupun perawat spe-
nik, akan tetapi belum termasuk klinik uta-
sialis di klinik keperawatan spesialis. Keter-
ma, termasuk kinik jasa keperawatan.
sediaan perawat yang cukup banyak ini
Terkait persiapan menuju MEA 2025,
menjadi peluang untuk bersaing dalam
hal-hal yang akan dilakukan adalah Penda-
mengisi pasar ASEAN.
taan klinik utama termasuk Keperawatan
dan Pembinaan dan Pengawasan klinik se-
PEMBAHASAN
cara berjenjang dari Kementerian Keseha-
tan, Dinas Kesehatan Provinsi, dan Dinas Klinik Keperawatan spesialis
Kesehatan Kabupaten/Kota. Kesenjangan .merupakan fasilitas pelayanan kesehatan
yang ada adalah belum ada regulasi terkait yang dibuka untuk investasi asing sesuai
penanaman modal asing untuk Fasilitas Pe- dengan Perpres No 44 tahun 2016. Peluang
layanan Evakuasi Medik dan Ambulatory, investasi asing dalam klinik keperawatan
maupun klinik keperawatan spesialis. spesialis di Indonesia menjadi peluang se-
Strategi dan kegiatan dalam menutup kaligus ancaman. Peluang karena bisa terja-
gap menuju target MEA 2025 adalah den- di peningkatan pelayanan kesehatan dalam
gan revisi Permenkes Nomor 9 tahun 2014 hal keperawatan spesialis yang mengun-
tentang Klinik, bekerja sama dengan Peme- tungkan masyarakat. Sebagai ancaman jika
rintah Daerah untuk pendataan klinik uta- klinik keperawatan spesialis asing mengua-
ma, Penyusunan regulasi dan pedoman ten- sai pasar Indonesia sehingga klinik lokal
tang akreditasi klinik utama dan bidang pe- tersingkir. Hal ini tentu memerlukan berba-
layanan kesehatan, dan monitoring dan eva- gai upaya agar keuntungan maksimal dan
luasi terkait pelayanan kesehatan di klinik ancaman minimal.

26 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


Di sisi lain, dengan kondisi belum UCAPAN TERIMA KASIH
adanya data sebaran klinik spesialis kepa-
Terima kasih kepada Kepala Pusat
watan diperlukan diperlukan pendataan
Penelitian dan Pengembangan Humaniora
klnik di seluruh Indonesia dengan baik. Da-
dan Manajemen Kesehatan, Badan Peneli-
lam hal belum adanya regulasi yang menga-
tian dan Pengembangan Kesehatan, Kemen-
tur investasi, maka dan penyusuan regulasi
terian Kesehatan, Direktur Jenderal Pelaya-
sebagai turunan dari Perpres Nomor 44 ta-
nan Kesehatan Kementerian Kesehatan, dan
hun 2016 yaitu melalui Revisi Permenkes
Kepala Biro Kerja Sama Luar Negeri Ke-
Nomor 9 tahun 2014 tentang Klinik 8. Me-
menterian Kesehatan, Kepala Badan
sikpun investasi dari luar negeri, tetapi
PPSDM Kesehatan Kementerian Keseaha-
sumber daya manusia tetap dari dalam ne-
tan, dan pihak-pihal lain yang telah mem-
geri 9.
bantu dan memberikan informasi dalam
Tenaga perawat merupakan tenaga
studi ini.
kesehatan yang disepakati di ASEAN unutk
dapat memberi jasa lintas negara. Hal ini
REFERENSI
dituangkan dalam Mutual Recognition Ar-
rangement (MRA). Dengan MRA ini tena- 1. ASEAN Economic Community Blue
ga perawat dapat melakukan mobilitas di Print 2025. www.asean.org
dalam kawasan anggota negara ASEAN, 2. ASEAN Framework Agreement on
melakukan pertukaran informasi dan pe- Service 8th Package. www.asean.org
ningkatan kerjasama, pengadopsian best 3. ASEAN Framework Agreement on
practices sesuai standar dan kualifikasi, dan Service 9th Package. www.asean.org
menyediakan kesempatan untuk mening- 4. Mutual Recognition Arrangement on
katkan kapasitas melalui pendidikan dan Nursing and Midivery Services.
pelatihan. 4 www.asean.org
Saat ini ketersediaan perawat di In- 5. Mutual Recognition Arrangement on
donesia sudah memenuhi kebutuhan meski- Medical Practitioners. www.asean.org
pun ada masalah distribusi. Dengan keter- 6. Mutual Recognition Arrangement on
sediaan perawat di Indonesia yang sudah Dental Practitioners. www.asean.org
melebihi kebutuhan, peluang perawat Indo- 7. Peraturan Pemerintah Nomo 44 tahun
nesia untuk mengisi pasar ASEAN cukup 2016 tentang Daftar Bidang Usaha
besar. Hal ini memerlukan dorongan dari Tertutup dan Bidang Usaha Terbuka
berbagai pihak agar ketersediaan perawat 8. Kemenkes RI. Peraturan Menteri
memberikan manfaat yang besar bagi Indo- Kesehatan Nomor 9 tahun 2014 tentang
nesia. Klinik
9. Kemenkes RI. Peraturan Menteri
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Keseahatan Nomor 67 tahun 2013
tentang Pendayagunaan Tenaga
Klinik keperawatan spesialis memer-
Kesehatan Warga Negara Asing
lukan berbagai persiapan dalam menghada-
10. SIRS Online, 10 Jan 2017
pi perdagangan bebas jasa kesehatan era
menggunakan Standar Ketenagaan
MEA, yaitu penyusunan dan sinkronisasi
Minimal di RS sesuai PMK 56/2014
regulasi tentang klinik terkait investasi dan
(RSU) dan 340/2014 ttg Klasifikasi RS
SDM, pendataan sebaran klinik, penyusu-
(RSK)
nan pedoman pelayanan dan akreditasi kli-
11. Badan PPSDM Kesehatan, Desember
nik utama, pengawasan, dan pemenuhan
2016
fasilitas layanan. Tenaga perawat di Indone-
12. Renstra Kementerian Kesehatan 2015-
sia telah memenuhi kebutuhan dalam negeri
2019
tetapi memerlukan pemerataan distribusi.
13. Standar Ketenagaan Minimal di RS
Tenaga perawat Indonesia berpeluang men-
sesuai PMK 56/2014 (RSU) dan
gisi pasar di negara ASEAN.
340/2014 tentang Klasifikasi RS (RSK)
14. Kemenkes RI. Ditjen Pelayanan
Kesehatan. 2017

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 27


HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU PASANGAN USIA SUBUR DEN-
GAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM (AKDR) DI WI-
LAYAH KERJA PUSKESMAS PANCUR BATU KABUPATEN DELI SERDANG
TAHUN 2017

Honglianta R. Saragih1
UPT Pelatihan Kesehatan Provinsi Sumatera Utara

ABSTRAK

Latar Belakang: Salah satu alat jenis alat kontrasepsi yang memiliki efektivitas tinggi adalah
Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR). AKDR adalah cara pencegahan kehamilan yang san-
gat efektif, aman, dan reversibel bagi wanita. AKDR merupakan kontrasepsi yang dimasukkan
melalui serviks dan dipasang di dalam uterus. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan
pengetahuan dan sikap ibu pasangan usia subur dengan penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam
Rahim (AKDR) di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2017.
Metode: jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam
penelitian ini adalah ibu pasangan usia subur yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu
Kabupaten Deli Serdang sebanyak 3852 orang pada bulan Juni 2017. Sampel dalam penelitian
ini sebanyak 97 orang dengan cara purposive sampling dengan kriteria sampel. Analisis data
dengan menggunakan data univariat dan bivariat. Hasil: hasil penelitian adalah pengetahuan ibu
pasangan usia subur mayoritas terdapat pada kategori cukup yaitu 39 orang (40,2%), sikap ibu
pasangan usia subur mayoritas terdapat pada kategori negatif yaitu 49 orang (50,5%).
Kesimpulan: bahwa ada hubungan pengetahuan ibu pasangan usia subur dengan penggunaan
Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) dengan nilai signifikansi yaitu 0,001 < 0,05 dan ada
hubungan sikap ibu pasangan usia subur dengan penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim
(AKDR) dengan nilai signifikansi yaitu 0,003 < 0,05. Saran adalah diharapkan kepada petugas
kesehatan agar meningkatkan promosi kesehatan tentang sosial demografi terkhususnya pada
efek samping pemakaian AKDR sehingga akseptor AKDR mendapat informasi yang lengkap
tentang AKDR dan cara penanggulangan efek samping yang berlebihan sehingga akseptor
AKDR tetap menggunakan AKDR sebagai alat kontrasepsi jangka panjang yang efektif dan
efesien

PENDAHULUAN trasepsi kombinasi, dan kontrasepsi man-


tap.1
Upaya mengendalikan laju pertum-
Pasangan Usia Subur (PUS) dapat
buhan penduduk, termasuk di dalamnya
menentukan pilihan kontrasepsi sesuai
adalah program Safe Mother Hood yang
dengan kondisi dan kebutuhannya
meliputi keluarga berencana, persalinan
berdasarkan informasi yang telah mereka
yang aman, pelayanan antenatal, dan pe-
pahami, termasuk keuntungan dan kerugian,
layanan obstetri esensial. Keluarga Beren-
risiko metode kontrasepsi dari petugas
cana (KB) adalah salah satu gerakan untuk
kesehatan. Program Keluarga Berencana
membentuk keluarga yang sehat sejahtera
(KB) dilakukan diantaranya dalam rangka
dengan membatasi jumlah kelahiran. Pro-
mengatur jumlah kelahiran atau menjarang-
gram KB bertujuan untuk menjarangkan
kan kelahiran. Sasaran program KB adalah
kehamilan dengan menggunakan kontrasep-
Pasangan Usia Subur (PUS) yang lebih diti-
si. Metode-metode kontrasepsi yang ada di
tikberatkan pada kelompok Wanita Usia
Indonesia saat ini meliputi Metode Ame-
Subur (WUS) yang berada pada kisaran
nore Laktasi (MAL), Keluarga Berencana
usia 15-49 tahun. Cakupan peserta KB baru
Alamiah (KBA), kontrasepsi progestin,
menurut jenis kontrasepsi Tahun 2015 yaitu
senggama terputus, metode barier, Alat
suntikan 49,93%, pil 26,36%, Implant 9,63,
Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR), kon-
AKDR/IUD 6,81, kondom 5,47%, MOW

28 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


1,64% dan MOP 0,16%. Cakupan peserta Sehingga sangat perlu pemahaman yang
KB aktif menurut jenis kontrasepsi Tahun baik tentang AKDR bagi wanita usia subur.
2015 yaitu suntikan 47,78%, pil 23,6%, Alat kontrasepsi dalam rahim merupakan
Implant 10,58, AKDR/IUD 10,73, kondom salah satu metode kontrasepsi yang pengu-
3,16%, MOW 3,49% dan MOP 0,65%. Per- naannya relatif lebih rendah dibandingkan
sentase peserta KB baru terhadap pasangan dengan penggunaan metode kontrasepsi
usia subur di Indonesia pada tahun 2015 lain. Sikap wanita yang kurang berperan
sebesar 13,46%. Angka ini lebih rendah dalam pemeliharaan kesehatannya disebab-
dibandingkan capaian tahun 2014 yang se- kan oleh ketidak mengertian akan penting-
besar 16,51%.2 nya dan cara-cara berperan dalam pemeli-
Salah satu alat jenis alat kontrasepsi haraan kesehatan ibu dan anak termasuk
yang memiliki efektivitas tinggi adalah Alat KB. Hal tersebut tercermin dengan jelas
Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR). AKDR dari adanya pola sikap tertentu terhadap
adalah cara pencegahan kehamilan yang AKDR dan kebiasaan masyarakat yang ma-
sangat efektif, aman, dan reversibel bagi sih cenderung menyerahkan sepenuhnya
wanita.3 AKDR merupakan kontrasepsi tanggung jawab tersebut kepada para isteri.3
yang dimasukkan melalui serviks dan dipa- Berdasakan data yang diperoleh dari
sang di dalam uterus. AKDR mencegah ke- Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Ka-
hamilan dengan merusak kemampuan hidup bupaten Deli Serdang bahwa jumlah ibu
sperma dan ovum karena adanya perubahan pasangan usia subur 3852 orang yang men-
pada tuba dan cairan uterus. Efektifitas jadi peserta KB aktif 752 orang. Dari 752
AKDR dalam mencegah kehamilan menca- peserta KB aktif yang menggunakan Alat
pai 98% sampai 100% bergantung pada Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) seba-
jenis AKDR. AKDR terbaru seperti copper nyak 38 orang yang pernah drop out dari
T 3800 memiliki efekttivitas yang cukup Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
tinggi bahkan selama 8 tahun penggunaan sebanyak 12 orang. Survei awal yang dila-
tidak ditemukan adanya kehamilan.4 kukan peneliti dengan 10 ibu pasangan usia
Walaupun demikian, terdapat satu subur bahwa terdapat 3 orang ibu tidak
masalah utama yang dihadapi saat ini yaitu mengetahui AKDR, 1 orang ibu tidak men-
masih rendahnya penggunaan KB AKDR. getahui jenis AKDR, 2 orang ibu tidak
Saat ini kurang lebih 85 juta wanita di selu- mengetahui tentang keuntungan dan keru-
ruh dunia yang menggunakan AKDR dima- gian menggunakan AKDR, 2 orang ibu ti-
na kira- kira 70% (59 juta) ada di RRC. Da- dak mengetaui persyaratan penggunaan
ri data yang dikumpulkan pada tahun 1982, AKDR, 1 orang mengatakan tidak cocok
tercatat 2,2 juta wanita akseptor KB AKDR menggunakan AKDR karena takut atau
di Amerika Serikat. Tetapi sejak tahun khawatir AKDR dan 2 orang mengatakan
1982, timbul sejumlah kejadian yang men- takut menggunakan AKDR karena menden-
gakibatkan penurunan jumlah akseptor KB gar rumor yang beredar di masyarakat ten-
AKDR.5 tang AKDR bahwa AKDR dapat tertanam
Diperkirakan lebih dari 100 juta wa- di dalam rahim dan dapat menyebabkan
nita yang memakai IUD, hampir 40%-nya kanker. Berdasarkan latar belakang, penulis
terdapat di Cina. Hanya 6% di negara maju tertarik meneliti tentang hubungan pengeta-
dan 0.5% di sub-sahara Afrika. Pemakai huan dan sikap ibu pasangan usia subur
IUD di Indonesia mencapai 22.6% dari se- dengan penggunaan Alat Kontrasepsi Da-
mua pemakai metode kontrasepsi. Daya lam Rahim (AKDR) di Wilayah Kerja
guna metode kontrasepsi merupakan faktor Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli
yang paling penting baik untuk klien (pa- Serdang Tahun 2017. Penelitian ini untuk
sangan) yang memilih suatu metode kontra- mengetahui penggunaan Alat Kontrasepsi
sepsi dan untuk pemberian pelayanan KB Dalam Rahim (AKDR), pengetahuan ibu
yang terlibat dalam konseling.6 pasangan usia subur, sikap ibu pasangan
Rendahnya minat WUS terhadap usia subur.
AKDR tidak terlepas dari rendahnya penge-
tahuan terhadap alat kontrasepsi tersebut.

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 29


METODE pasangan usia subur yang ada di Wilayah
Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten
Jenis penelitian ini adalah penelitian
Deli Serdang sebanyak 3852 orang pada
survei yang bersifat analitik dengan meng-
bulan Juni 2017.
gunakan desain sekat silang (cross section-
Teknik pengambilan sampel adalah
al) untuk mengetahui hubungan pengeta-
dengan menggunakan rumus Slovin dalam
huan dan sikap ibu pasangan usia subur
Notoatmodjo (2010).13 Jadi, besar sampel
dengan penggunaan Alat Kontrasepsi Da-
yang diambil 97 orang. Pengambilan sam-
lam Rahim (AKDR) di Wilayah Kerja
pel diambil dengan cara acak sederhana
Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli
(simple random sampling). Analisis Univa-
Serdang Tahun 2017. Penelitian ini dilaku-
riat, yaitu analisis yang menggambarkan
kan di Puskesmas Pancur Batu Kabupaten
secara tunggal antar variabel baik variabel
Deli Serdang. Alasan memilih lokasi ini
independen maupun dependen dalam ben-
karena menurut survei awal peneliti bahwa
tuk distribusi frekuensi. Analisis bivariat
dari 752 peserta KB aktif yang
yaitu analisis yang dilakukan untuk menge-
menggunakan Alat Kontrasepsi Dalam
tahui adanya hubungan antara variabel in-
Rahim (AKDR) sebanyak 38 orang yang
dependen dengan variabel dependen dengan
pernah drop out dari Alat Kontrasepsi
menggunakan uji Chi-Squre pada tingkat
Dalam Rahim (AKDR) sebanyak 12 orang.
kepercayaan 95% (p < 0,05).
Populasi dalam penelitian ini adalah ibu

HASIL

Umur
Tabel 1.Distribusi Frekuensi Umur Ibu Pasangan Usia Subur di Wilayah Kerja Puskesmas
Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2017
No. Umur Frekuensi Persentase (%)
1. < 20 tahun 8 8,2
2. 21-35 tahun 30 30,9
3. > 36 tahun 59 60,8
Jumlah 97 100,0

Dari tabel 1. diatas bahwa umur ibu (60,8%) dan minoritas pada kategori < 20
pasangan usia subur mayoritas terdapat pa- tahun yaitu 8 orang (8,2%).
da kategori > 36 tahun yaitu 59 orang
Pendidikan
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Pendidikan Ibu Pasangan Usia Subur di Wilayah Kerja
Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2017
No. Pendidikan Frekuensi Persentase (%)
1. Dasar 12 12,4
2. Menengah 55 56,7
3. Tinggi 30 30,9
Jumlah 97 100,0

Dari tabel 2. diatas bahwa pendidikan (56,7%) dan minoritas pada kategori dasar
ibu pasangan usia subur mayoritas terdapat yaitu 12 orang (12,4%).
pada kategori menengah yaitu 55 orang

30 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


Jumlah Anak
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Jumlah Anak Ibu Pasangan Usia Subur di Wilayah Kerja
Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2017
No. Jumlah Anak Frekuensi Persentase (%)
1. ≤ 2 anak 34 35,1
2. > 2 anak 63 64,9
Jumlah 97 100

Dari tabel 3. diatas bahwa jumlah orang (64,9%) dan minoritas pada kategori
anak ibu pasangan usia subur mayoritas ≤ 2 anak yaitu 34 orang (35,1%).
terdapat pada kategori > 2 anak yaitu 63
Pengetahuan Ibu Pasangan Usia Subur
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Pasangan Usia Subur di Wilayah Kerja
Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2017
No. Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)
1. Kurang 33 34,0
2. Cukup 39 40,2
3. Baik 25 25,8
Jumlah 97 100,0

Dari tabel 4. diatas bahwa pengeta- (40,2%) dan minoritas pada kategori baik
huan ibu pasangan usia subur mayoritas yaitu 25 orang (25,8%).
terdapat pada kategori cukup yaitu 39 orang
Jawaban Pengetahuan Ibu Pasangan Usia Subur
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Jawaban Pengetahuan Ibu Pasangan Usia Subur di Wilayah
Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2017
No Materi Salah Benar
f % f %
1. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) merupakan alat 50 51,5 47 48,5
kontrasepsi yang dimasukkan dalam rahim
2. Kontrasepsi AKDR dapat mencegah terjadinya 31 32,0 66 68,0
kehamilan
3. AKDR dapat digunakan ibu yang mengalami penyakit 36 37,1 61 62,9
kelamin atau infeksi dalam rahim
4. AKDR dapat dipasang kapan saja ibu inginkan 56 57,7 41 42,3
5. Ibu yang sudah mempunyai cukup anak dan tidak mau 62 63,9 35 36,1
hamil lagi diperbolehkan menggunakan kontrasepsi
AKDR
6. Ibu yang tidak cocok memakai kontrasepsi hormonal 34 35,1 63 64,9
(suntik, pil, dan implant) boleh menggunakan
kontrasepsi AKDR
7. Segera setelah AKDR dilepas, maka ibu dapat hamil 51 52,6 46 47,4
kembali
8. Efek samping pemakaian AKDR adalah merasa sakit 50 51,5 47 48,5
dan kejang selam 2 minggu
9. Rasa nyeri saat haid pada pemakaian kontrasepsi AKDR 41 42,3 56 57,7
akan hilang setelah 3 bulan
10. Pemasangan kontrasepsi AKDR sewaktu ibu sedang 53 54,6 44 45,4
haid menyebabkan rasa nyeri

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 31


Dari tabel 5. diatas bahwa jawaban yaitu 56 orang (57,7%) dan mayoritas
ibu pasangan usia subur mayoritas menjawab salah tentang kontrasepsi AKDR
menjawab benar tentang tentang AKDR dapat mencegah terjadinya kehamilan yaitu
dapat dipasang kapan saja ibu inginkan 66 orang (68,0%).

Sikap Ibu Pasangan Usia Subur


Tabel 6. Distribusi Frekuensi Sikap Ibu Pasangan Usia Subur di Wilayah Kerja Puskes-
mas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2017
No. Sikap Frekuensi Persentase (%)
1. Negatif 49 50,5
2. Positif 48 49,5
Jumlah 97 100,0

Dari tabel 6. diatas bahwa sikap ibu dan minoritas pada kategori positif yaitu 48
pasangan usia subur mayoritas terdapat pa- orang (49,5%).
da kategori negatif yaitu 49 orang (50,5%)
Jawaban Sikap Ibu Pasangan Usia Subur
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Jawaban Sikap Ibu Pasangan Usia Subur di Wilayah Kerja
Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2017
No Materi Sangat tidak Tidak setuju Setuju Sangat setu-
setuju ju
f % f % f % f %
1. AKDR merupakan alat 12 12,4 21 21,6 26 26,8 38 39,2
kontrasepsi yang aman dan
efektif
2. AKDR lebih praktis dari 17 17,5 27 27,8 24 24,7 29 29,9
pada alat kontrasepsi
lainnya
3. AKDR dapat menjarangkan 20 20,6 14 14,4 25 25,8 38 39,2
kelahiran
4. AKDR merupakan alat 32 33,0 23 237 9 9,3 33 34,0
kontrasepsi jangka panjang
5. Pencabutan AKDR tidak 31 32,0 12 12,4 15 15,5 39 40,2
mempengaruhi tingkat
kesuburan ibu
6. Ibu tidak perlu malu saat 23 23,7 15 15,5 11 11,3 48 49,5
pemasangan AKDR
7. AKDR tidak menggangu 31 32,0 13 13,4 16 16,5 37 38,1
hubungan seksual
8. Pemasangan AKDR dapat 27 27,8 17 17,5 11 11,3 42 43,3
menyebabkan timbulnya
penyakit lain
9. Pemasangan AKDR 23 23,7 20 20,6 20 20,6 34 35,1
memerlukan waktu relatif
cepat
10. Biaya pemasangan AKDR 24 24,7 11 11,3 27 27,8 35 36,1
terjangkau oleh masyarakat

Dari tabel 7. diatas bahwa sikap ibu sangat tidak setuju tentang AKDR merupa-
pasangan usia subur mayoritas menjawab kan alat kontrasepsi jangka panjang yaitu

32 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


32 orang (33,0%), mayoritas menjawab ti- oleh masyarakat yaitu 27 orang (27,8%)
dak setuju tentang AKDR lebih praktis dari dan mayoritas menjawab sangat setuju ten-
pada alat kontrasepsi lainnya yaitu 27 orang tang ibu tidak perlu malu saat pemasangan
(27,8%), mayoritas menjawab setuju ten- AKDR yaitu 48 orang (49,5%)
tang biaya pemasangan AKDR terjangkau
Penggunaan Alat Kontrasepsi Ibu Pasangan Usia Subur
Tabel 8. Distribusi Frekuensi Penggunaan Alat Kontrasepsi Ibu Pasangan Usia Subur di
Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2017

No. Penggunaan Alat Kontrasepsi Frekuensi Persentase (%)


1. Tidak menggunakan kontrasepsi 24 24,7
2. Kondom 16 16,5
3. Pil 19 19,6
4. Suntik 13 13,4
5. Implant 3 3,1
6. AKDR 17 17,5
7. MOW 5 5,2
Jumlah 97 100,0
Dari tabel 8. diatas bahwa penggunaan alat kontrasepsi ibu pasangan usia subur mayoritas
terdapat pada kategori tidak menggunakan kontrasepsi yaitu 24 orang (24,7%) dan minoritas
pada kategori implant yaitu 3 orang (3,1%).
Penggunaan AKDR
Tabel 9. Distribusi Frekuensi Penggunaan AKDR Ibu Pasangan Usia Subur di Wilayah
Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2017
No. Penggunaan AKDR Frekuensi Persentase (%)
1. Tidak menggunakan AKDR 80 82,5
2. Menggunakan AKDR 17 17,5
Jumlah 97 100,0

Dari tabel 9. diatas bahwa penggu- nakan AKDR yaitu 80 orang (82,5%) dan
naan AKDR ibu pasangan usia subur mayo- minoritas pada kategori menggunakan
ritas terdapat pada kategori tidak menggu- AKDR yaitu 17 orang (17,5%).

Hubungan Pengetahuan Ibu Pasangan Usia Subur Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi
Dalam Rahim (AKDR)
Tabel 10. Distribusi Tabulasi Silang Hubungan Pengetahuan Ibu Pasangan Usia Subur
Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) di Wilayah Kerja Puskes-
mas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2017
Penggunaan AKDR Jumlah p value
Pengetahuan Tidak menggu- Menggunakan
No
Ibu PUS nakan AKDR AKDR
f % f % f % 0,001
1 Kurang 32 33,0 1 1,0 33 34,0
2 Cukup 33 34,0 6 6,2 39 40,2
3 Baik 15 15,5 10 10,3 25 25,8
Jumlah 80 82,5 17 17,5 97 100

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 33


Dari tabel 10. diatas bahwa pengeta- square dengan nilai signifikansi yaitu 0,001
huan ibu pasangan usia subur mayoritas < 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima.
dengan kategori cukup yaitu 33 orang Kesimpulannya ada hubungan pengetahuan
(34,0%) dengan penggunaan Alat Kontra- ibu pasangan usia subur dengan penggu-
sepsi Dalam Rahim (AKDR) kategori tidak naan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim
menggunakan AKDR yaitu 33 orang (AKDR) di Wilayah Kerja Puskesmas Pan-
(34,0%) dan menggunakan AKDR yaitu 6 cur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun
orang (6,2%). Berdasarkan hasil uji chi 2017.

Hubungan Sikap Ibu Pasangan Usia Subur Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam
Rahim (AKDR)
Tabel 11. Distribusi Tabulasi Silang Hubungan Sikap Ibu Pasangan Usia Subur Dengan
Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) di Wilayah Kerja Puskesmas Pan-
cur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2017
Penggunaan AKDR Jumlah p value

Sikap Ibu Tidak meng- Menggunakan


No gunakan AKDR
PUS
AKDR
f % f % f % 0,003
1 Negatif 46 47,4 3 3,1 49 50,5
2 Positif 34 35,1 14 14,4 48 49,5
Jumlah 80 82,5 17 17,5 97 100

Dari tabel 11. diatas bahwa sikap ibu orang (6,2%). Berdasarkan hasil uji chi
pasangan usia subur mayoritas dengan ka- square dengan nilai signifikansi yaitu 0,001
tegori negatif yaitu 49 orang (50,5%) den- < 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima.
gan penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Kesimpulannya ada hubungan pengetahuan
Rahim (AKDR) kategori tidak mengguna- ibu pasangan usia subur dengan
kan AKDR yaitu 46 orang (47,4%) dan penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim
menggunakan AKDR yaitu 3 orang (3,1%). (AKDR) di Wilayah Kerja Puskesmas
Berdasarkan hasil uji chi square dengan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun
nilai signifikansi yaitu 0,003 < 0,05, maka 2017
Ho ditolak dan Ha diterima. Kesimpulannya Penelitian Henry (2013) bahwa ada
ada hubungan sikap ibu pasangan usia sub- hubungan pengetahuan dengan pemilihan
ur dengan penggunaan Alat Kontrasepsi kontrasepsi IUD pada wanita usia subur di
Dalam Rahim (AKDR) di Wilayah Kerja Desa Sepanjang Wilayah Kerja Puskesmas
Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Sepanjang Kecamatan Glenmore
Serdang Tahun 2017. Kabupaten Banyuwangi. Responden dengan
pengetahuan baik sebanyak 66 orang,
PEMBAHASAN sebagian besar tidak memilih kontra sepsi
IUD. Untuk responden dengan tingkat
Hubungan Pengetahuan Ibu Pasangan
pengetahuan cukup sebanyak 106 orang,
Usia Subur Dengan Penggunaan Alat
sebagian besar tidak memilih kontra sepsi
Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
IUD. Sementara itu untuk responden
Hasil penelitian bahwa pengetahuan dengan tingkat pengetahuan kurang
ibu pasangan usia subur mayoritas dengan sebanyak 106 orang, sebagian besar
kategori cukup yaitu 33 orang (34,0%) memilih kontrasepsi IUD.14
dengan penggunaan Alat Kontrasepsi Rendahnya penggunaan AKDR salah
Dalam Rahim (AKDR) kategori tidak satunya dipengaruhi kurangnya
menggunakan AKDR yaitu 33 orang pengetahuan aseptor tentang kelebihan dari
(34,0%) dan menggunakan AKDR yaitu 6 metode kontrasepsi AKDR dan lebih

34 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


mengetahui efek samping dari AKDR. Hubungan Sikap Ibu Pasangan Usia
Padahal metode AKDR juga memiliki Subur Dengan Penggunaan Alat Kontra-
kelebihan yaitu pengguna tidak harus sepsi Dalam Rahim (AKDR)
datang ke pelayanan kesehatan setiap bulan
Hasil penelitian bahwa sikap ibu
untuk mengganti alat kontrasepsi tersebut
pasangan usia subur mayoritas dengan
sehingga lebih efisien terutama bagi ibu
kategori negatif yaitu 49 orang (50,5%)
yang sering lupa, pengembalian masa
dengan penggunaan Alat Kontrasepsi
kesuburan bagi pengguna cukup tinggi,
Dalam Rahim (AKDR) kategori tidak
serta praktis, dapat digunakan sampai
menggunakan AKDR yaitu 46 orang
menopause, tidak mempengaruhi volume
(47,4%) dan menggunakan AKDR yaitu 3
dan kualitas ASI. Metode ini memiliki efek
orang (3,1%). Berdasarkan hasil uji chi
samping yaitu dapat menyebabkan
square dengan nilai signifikansi yaitu 0,003
peningkatan darah mentruasi, pada saat
< 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima.
pemasangan juga menimbulkan rasa takut
Kesimpulannya ada hubungan sikap ibu
bagi ibu, dapat menyebabkan penyakit
pasangan usia subur dengan penggunaan
radang panggul, terdapat komplikasi dapat
Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) di
merasakan kejang selama 3-5 hari setelah
Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu
pemasangan.15
Kabupaten Deli Serdang Tahun 2017
Kurang berhasilnya program KB
Hal ini sejalan dengan penelitian Ari
diantaranya dipengaruhi oleh tingkat
(2016) responden mempunyai sikap
pengetahuan ibu dan faktor pendukung
mendukung yang memilih AKDR sebanyak
lainnya. Untuk mempunyai sikap yang
13 responden (93%) yang tidak memilih
positif tentang KB diperlukan pengetahuan
sebanyak 58 responden (41,5%).
yang baik, demikian sebaliknya bila
Responden mempunyai sikap tidak
pengetahuan kurang maka kepatuhan
mendukung memilih AKDR sebanyak 4
menjalani program KB berkurang. ibu yang
responden (2,8%), dan yang tidak
mempunyai pengetahuan tinggi memiliki
mendukung dan tidak memilih sebanyak 65
kemungkinan 2 kali lebih besar untuk
responden (46,4%). Terdapat hubungan
menggunakan MKJP (metode AKDR)
antara sikap ibu dengan pemilihan AKDR.16
dibandingkan dengan ibu yang
Asumsi peneliti bahwa ada hubungan
berpengetahuan rendah, namun belum tentu
sikap ibu pasangan usia subur dengan
ibu yang berpengetahuan baik memilih
penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim
metode AKDR karena ibu tersebut sudah
(AKDR). Mayoritas responden memiliki
mengetahui cara pemasangan, efek samping
sikap yang negatif terhadap kontrasepsi
dan lain sebagainya.16
AKDR sehingga banyak akseptor KB yang
Asumsi peneliti bahwa ada hubungan
tidak mau menggunakan kontrasepsi
pengetahuan ibu pasangan usia subur
AKDR. Sikap dan keyakinan merupakan
dengan penggunaan Alat Kontrasepsi
kunci penerimaan KB. Banyak sikap yang
Dalam Rahim (AKDR). Kurangnya
dapat menghalangi KB dan penggunaan
pengetahuan pada calon akseptor sangat
suatu alat kontrasepsi. Banyak ibu bersikap
berpengaruh terhadap pemakaian
negatif terhadap alat kontrasepsi AKDR.
kontrasepsi AKDR meskipun responden
Hal ini karena sering mendengar rumor/
berpengetahuan cukup, tetapi responden
mitos yang beredar di masyarakat, misalnya
tidak mau ikut serta menjadi akseptor
rumor tentang AKDR yang dapat
AKDR. Seharusnya responden yang
berpindah-pindah tempatnya dan hilang,
memiliki pengetahuan cukup mau ikut serta
dapat menyebabkan kanker.
menjadi akseptor AKDR. Alasan responden
tidak ikut menjadi akseptor AKDR karena
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
sikap negatif ibu terhadap kontrasepsi
AKDR Berdasarkan hasil penelitian bahwa
ada hubungan pengetahuan ibu pasangan
usia subur dengan penggunaan Alat
Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) di

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 35


Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu 3. Pendit. 2014. Ragam Metode Kontra-
Kabupaten Deli Serdang Tahun 2017 sepsi, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
dengan nilai signifikansi yaitu 0,001 < 0,05. Jakarta.
Ada hubungan sikap ibu pasangan usia 4. Meilani dkk. 2010. Pelayanan Keluar-
subur dengan penggunaan Alat Kontrasepsi ga Berencana (Dilengkapi dengan Pe-
Dalam Rahim (AKDR) di Wilayah Kerja nuntun Belajar), Penerbit Fitramaya,
Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Yogyakarta.
Serdang Tahun 2017 dengan nilai signifi- 5. Angaraini, Yetti dan Martini. 2012.
kansi yaitu 0,003 < 0,05. Diharapkan kepa- Pelayanan Keluarga Berencana. Yog-
da Petugas Kesehatan Wilayah Kerja jakarta: Rohima Press.
Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli 6. Nawirah. 2016.Faktor Yang Mempen-
Serdang agar meningkatkan promosi kese- garuhi Pemilihan Kontrasepsi IUD di
hatan tentang sosial demografi terkhusus- Wilayah Kerja Puskesmas Wonomulyo
nya pada efek samping pemakaian AKDR Kecamatan Wonomulyo Kabupaten
sehingga akseptor AKDR mendapat infor- Polman. repository.unhas.ac.id
masi yang lengkap tentang AKDR dan cara /.../NAWIRAH%20K11112605.pdf?seq
penanggulangan efek samping yang berle- uenc.[Diakses tanggal 17 Juli 2017].
bihan sehingga akseptor AKDR tetap 7. Suratun. 2013.Pelayanan Keluarga Be-
menggunakan AKDR sebagai alat kontra- rencana & Pelayanan Kontrasepsi, Pe-
sepsi jangka panjang yang efektif dan efe- nerbit Trans Info Media, Jakarta.
sien. Diharapkan untuk ibu akseptor KB 8. Everett. 2012. Buku Saku Kontrasepsi
dapat menambah pengetahuannya dari ber- & Kesehatan Seksual Reproduktif,
bagai sumber informasi tentang AKDR dan Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran
dapat memilih alat kontrasepsi yang memi- EGC, Jakarta.
liki efektivitas yang tinggi dan memiliki 9. Arum, D, Sujiyatini. 2011. Panduan
angka kegagalan yang rendah, terutama Lengkap Pelayanan KB Terkini, Pe-
bagi ibu yang sudah mempunyai 2 orang nerbit Nuha Medika, Jakarta.
anak. Bagi peneliti dapat menambah penga- 10. Proverawati dkk. 2010. Panduan Me-
laman bagi penulis dalam mengaplikasikan milih Kontrasepsi Lengkap dengan
ilmu yang telah di dapat dalam memberikan Panduan Pemasanga dan Penggunaan-
pelayanan kepada masyarakat, serta sebagai nya, Penerbit Nuha Medika, Yogyakar-
masukan akan pengetahuan tentang kontra- ta.
sepsi AKDR. Peneliti selanjutnya diha- 11. Notoatmodjo S. 2012.Pendidikan dan
rapkan dalam melakukan penelitian dapat Perilaku Kesehatan, Rineka Cipta, Ja-
menggunakan teknik wawancara secara karta.
langsung dan menambah jumlah sampel 12. Notoatmodjo, S. 2010.Promosi Kese-
sehingga dapat menghasilkan penelitian hatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Ri-
yang memiliki kualitas lebih baik. neka Cipta.
13. Notoadmodjo, S. 2010.Metodologi
REFERENSI Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka
1. Saifuddin. 2010. Buku Panduan Praktis Cipta.
Pelayanan Kontrasepsi. Yayasan Bina 14. Henry Sutanti. 2013.Hubungan Penge-
Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakar- tahuan dan Sikap Dengan Pemilihan
ta. Kontrasepsi IUD Pada Wanita Usia
2. Kementerian Republik Indonesia, Subur di Desa Sepanjang Wilayah Ker-
2016. Profil Kesehatan Indonesia Ta- ja Puskesmas Sepanjang Kabupaten
hun 2015. [Jurnal Internet]. Banyuwangi. e-journal.akesrustida.
www.depkes.go.id ac.id/folder.../201505 11014623 pe-
/resources/download/...indonesia/profil cah04. [Diakses tanggal 17 Juli 2017]
-kesehatan-Indonesia-. [Diakses tang- 15. Affandi, B. 2011.Buku Panduan Prak-
gal 16 Juni 2017]. tis Pelayanan Kontrasepsi. Edisi 3. Ja-
karta: PT. Bina Pustaka Sarwono Pra-
wirohardjo.

36 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


16. Ari Antini. 2016. Hubungan Pengeta- net]. portalgaruda.
huan, Sikap dan Budaya Akseptor KB org/article.php?...HUBUNGAN%20%
Terhadap Pemilihan Metode Akdrdi 20PE. [Diakses tanggal 1 Agustus
Wilayah Kerja Puskesmas Anggadita 2017]
Kabupaten Karawang.. [Jurnal Inter-

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 37


HUBUNGAN KARAKTERISTIK, POLA ASUH IBU DAN TEMAN SEBAYA
DENGAN INSIDEN BULLYING PADA ANAK DI MADRASAH
IBTIDAIYAH AZHARIYAH

Suzanna1
1
STIKes Muhammadiyah Palembang
(Email :anna_nice84@yahoo.com, HP:+6281373759108)
ABSTRACT

Latar Belakang : Bullying adalah prilaku agresif yang disengaja dan berulang untuk menye-
rang target atau korban, yang biasanya adalah orang yang lemah, mudah diejek, dan tidak bisa
membela diri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antar karakteristik(jenis
kelamin), pola asuh ibu dan teman sebaya dengan insiden bullying. Metode: desain penelitian
yang digunakan adalah survey analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel dalam peneli-
tian ini adalah siswa / siswi V dan VI Madrasah Ibtidaiyah Azhariyah Palembang yang berjum-
lah 54 responden dengan menggunakan Quota Sampling, dan instrument pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan kuesioner. Hasil : ini menunjukkan ada
hubungan antara karakteristik (jenis kelamin), pola asuh ibu, teman sebaya dengan insiden bul-
lying. Kesimpulan : diharapkan dapat dijadikan sebagai masukkan bagi pihak sekolah untuk
lebih meningkatkan bimbingan, serta pengawasan terhadap insiden bullying. Bagi institusi pen-
didikan STIKes Muhammadiyah Palembang diharapkan untuk dapat memberikan penyuluhan
mengenai insiden bullying.
Kata Kunci : insiden bullying, karakteristik, pola asuh ibu , teman sebaya

ABSTRACT

Background:Bullying is the aggressive behavior deliberate to attack the target or victims that is
usually weak, testing and does not have self defense. The objective of this research is to know
the correlation between characteristic (gender), mother’s parenting and friends to the bullying
incident. Method:This research is a quantitative research design used analyytic survey with
cross sectional approachment. The sample is the research is the 54 students of the fifth and sixth
grade of Madrasah Ibtidaiyah Azhariyah Palembang by using the quota sampling and the in-
strument data collection is used by the questionare. Results:The result of this research is to
show the correlation between characteristic (gender), mother’s parenting, and friend to the bul-
lying incident. Conclusion: Based on this research it can be suggestion for the school to im-
prove the counseling and suppresive the bullying insident. For the isntitution of STIKes Mu-
hammadiyah Palembang it is hoped that it can give consultation about the bullying insident.
Key words : bullying incident, charateristic, mother’s parenting, friends

PENDAHULUAN gi menjadi 4 yaitu : penyimpangan primer,


penyimpangan skunder, penyimpangan in-
Definisi perilaku menyimpang secara
dividual dan penyimpangan kelompok. Pe-
stastikal adalah segala perilaku yang berbe-
nyimpangan kelompok terbagi menjadi:
da dari perilaku normal atau perilaku yang
penyalagunaan narkotika dan obat-obatan
jarang dan tidak dilakukan (narwoko, 2005.
terlarang, alkoholisme, hubungan seks di
Penyimpangan perilaku secara normatif
luar nikah, kekerasan terhadap anak, perke-
adalah suatu pelanggaran dari kebiasaan
lahian antar pelajar dan mahasiswa, perila-
umum yang menjadi patokan prilaku dalam
ku hubungan seks di luar nikah, tindakan
suatu kelompok masyarakat dan batasan
kriminal dan kejahatan, kenakalan anak dan
wilayah tertentu (Narwoko,2005). Berda-
penyimpangan , beragam jenis kenakalan
sarkan definisi diatas menurut (Le-
anak salah satunya adalah bullying.
mert,1951) sifat-sifat penyim-pangan terba-

38 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


Bullying adalah sebuah kata serapan Penelitian yang dilakukan oleh Yaya-
dari bahasa inggris, istilah bullying belum san Semai Jiwa Amini pada 2008 tentang
banyak dikenal masyarakat, karena belum bullying di tiga kota besar di Indonesia,
ada pandanan kata yang tepat dalam bahasa yaitu Yogyakarta, Surabaya, dan Jakarta
Indonesia (Susanti,2006). Hasil penelitian mencatat terjadinya tingkat kekerasan sebe-
yang dilakukan oleh (Nansel 2002) di Ame- sar 67,9% di tingkat Sekolah Menengah
rika pada tahun 2001 menunjukkan bahwa Atas (SMA) dan 66,1% di tingkat Sekolah
sekitar 17% dari siswa pernah menjadi kor- Lanjutan Pertama (SMP). Kekerasan yang
ban bullying. Bullying juga menjadi masa- dilakukan sesama siswa tercatat sebesar
lah umum di Kanada, 8% dari siswa di Ka- 41,2% untuk tingkat SMP dan 43,7% untuk
nada menjadi korban bullying. Selain itu tingkat SMA dengan kategori tertinggi ke-
survei di Ontario selama tahun ajaran 2001 kerasan psikologis berupa pengucilan. Pe-
menunjukkan bahwa sebanyak sepertiga ringkat kedua ditempati kekerasan verbal
sampai seperempat dari sekitar 225.000 (mengejek) dan terakhir kekerasan fisik
siswa terlibat dalam beberapa bentuk bully- (memukul). Gambaran kekerasan di SMP di
ing, baik sebagai korban atau sebagai pela- tiga kota besar, yaitu Yogyakarta: 77,5%
ku (Aluedse, 2006). Survei yang dilakukan (mengakui adanya kekerasan) dan 22,5%
oleh (Galea,2010) di Rumania dengan ren- (mengakui tidak ada kekerasan), Surabaya:
tang usia antara 10 dan 14 tahun menunjuk- 59,8% (ada kekerasan), Jakarta: 61,1% (ada
kan bahwa 3,8% dari siswa mengalami bul- kekerasan) (Wiyani,2012). Banyaknya ka-
lying. Selain itu penelitian juga dilakukan sus kekerasan pada anak yang terjadi di
oleh (Wang,2009) yang menguji bentuk- berbagai kota besar Indonesia, berakibat
bentuk perilaku bullying pada 7.508 remaja juga pada kota Palembang, Dari data Komi-
di Amerika dan hubungannya dengan ka- si perlindungan anak Indonesia daerah
rakterisitik demografik, dukungan orangtua (KPAID) kekerasan pada anak tercatat se-
dan teman. Salah satu hasilnya diperoleh banyak 37 kasus termasuk kekerasan fisk
bahwa sebesar 20,8% remaja mengalami dan kekerasan psikis sepanjang tahun 2015
bullying secara fisik, 53,6% secara verbal, jumlah ini meningkat pada tahun sebelum-
51,4% secara sosial, dan 13,6% melalui nya yaitu 14 kasus kekerasan pada anak ,
elektronik (Hasibuan, 2015). namun setiap tahunnya jumlah kekerasan
Perilaku bullying terhadap anak di pada anak telah terselesaikan oleh KPAID
Indonesia terus menerus meningkat dari sebanyak 70% sedangkan 30%nya ada
tahun ke tahun. Menurut komisi perlindun- proses hokum lanjutan (Tribun sum-
gan anak Indonesia, pada tahun 2014 terca- sel,2016)
tat 5.666 kasus kekerasan pada anak , na- Peningkatan data kejadian bullying
mun terjadi penurunan pada tahun 2015 juga akan berdampak bagi banyaknya pe-
tercatat menjadi 3.820 kasus kekerasan pa- nelitian terkait bullying. Menurut penelitian
da anak. Jumlah tersebut lebih tinggi dari Pratiwi, (2011) tentang hubungan peran
tahun-tahun sebelumnya. Berdasarkan data teman sebaya dengan prilaku bullying pada
yang dihimpun komnas perlindungan anak anak usia sekolah kelAS 5 DAN 6 Di SD
Indonesia, pada tahun 2007 kasus kekerasan Sriwedari 02 Pati. Di dapatkan hasil peran
terhadap anak terdeteksi mencapai 1.510 teman sebaya responden dalam kategori
kasus. Setahun kemudian jumlahnya me- mendukung sebanyak (57,4 %) dan peran
ningkat menjadi 1.826 kasus. Kemudian teman sebaya responden dalam kategori
pada tahun 2009 jumlahnya melonjak lagi tidak mendukung yaitu sebanyak (42,6%),
menjadi 1.998 kasus. Hal ini menunjukan sebagian besar responden kategori bullying
bahwa terjadi peningkatan kasus kekerasan ringan yaitu (44,1 %) dan sebagian respon-
sebesar 20-40 persen dibanding tahun 2009. den kategori bullying berat yaitu (19,1 %)
Terhitung sepanjang tahun 2007 hingga dan ada hubungan peran teman sebaya den-
2009 , kasus kekerasan psikis menempati gan perilaku bullying.
peringkat pertama dengan 2.094 kasus dan Penelitian yang dilakukan Koura,
diikuti kasus kekerasan fisik sebanyak (2015) tentang hubungan pola asuh orang
1.382 kasus (sejiwa,2010). tua dengan prilaku bullying pada remaja

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 39


SMK N 1 Manado. Didapatkan hasil orang bimbingan konseling(BK) di Madrasah Ib-
tua yang memiliki pola asuh otoriter den- tidaiyah Azhariyah Palembang tercatat se-
gan anak melakukan perilaku bullying berat banyak 17 siswa dan siswi melakukan pe-
(12,5%) dan melakukan perilaku bullying langgaran tata tertib sekolah pada 3 bulan
ringan (27,1%). Orang tua yang memiliki terakhir di tahun 2016. Berdasarkan dari
pola asuh permisif dengan anak yang mela- uraian fenomena-fenomena diatas mengenai
kukan perilaku bullying berat (27,1%) dan perilaku menyimpang banyak sekali dam-
anak yang melakukan perilaku bullying rin- pak prilaku bullying di kalangan anak mau-
gan(4,2%). Faktor yang menyebabkan anak pun remaja. Peneliti tertarik untuk menge-
mendapat perlakuan bullying adalah kontri- tahui apakah benar terdapat hubungan ka-
busi anak adalah hal-hal yang terdapat dida- rakteristik, pola asuh ibu dan teman sebaya
lam diri anak yang dapat mempengaruhi dengan insiden bullying pada anak di MI
tingkah lakunya (Pearce, 2002). Jenis kela- Azhariyah Palembang tahun 2016.
min dan temperamen merupakan contoh
dari kontribusi anak. Pola asuh keluarga, METODE
karena pola asuh dan masalah dalam ke- Penelitian ini adalah penelitian kuan-
luarga dapat mendorong perilaku bullying titatif dan menggunakan desain survey ana-
pada anak (Pearce, 2002). Konformitas litik dengan pendekatan cross sectional,
teman sebaya atau peer lebih memiliki pen- terdiri dari variabel independen (kontrol diri
garuh terhadap prilaku anak oleh karena itu dan status sosial ekonmi keluarga) dengan
memilih teman dan kelompok yang baik variabel dependen (perilaku kenakalan re-
menjadi ketentuan yang tidak bisa ditawar- maja). Subyek dalam penelitian ini adalah
kan untuk menghindari prilaku anak dari siswa kelas V dan VI MI Azhariyah Palem-
tindakan negatif, dan apabila lepas kendali bang TA. 2015/2016 yang berjumlah 54
dari cara berteman dan berkelompok yang responden dengan teknik pengambilan
salah diapastikan anak anak terlibat dalam sampel Quota Sampling.
tindakan negative seperti bullying seperti Adapun instrumen pengumpulan data
yang dijelaskan oleh( Lowestein 2002) me- dalam Istrumen bullying ini menggunakan
nyatakan bahwa konformitas terhadap peer kuesioner self control scale yang di adaptasi
merupakan peran-peran sentral di dalam dari Annisa(2012) yang telah di uji validitas
proses pembentukan bullying. dan realibilitas dengan cronbach alfah
Hasil dari wawancara saya pada sebesar 0,748. Instrumen teman sebaya
tanggal 12 maret 2016 dengan sepuluh sis- yang diadaptasi dari Annisa(2012) yang
wa dan siswi sekolah dasar MI AZHA- telah di uji validitas dan reabilitas nya
RIAH Palembang, tiga anak mengatakan dengan cronbach alfah sebesar 0,748. Pada
“kami pernah dipukul dan ditarik jilbab penelitian ini, analisa yang digunakan
oleh salah satu anak laki-laki, yang tidak adalah analisa univariat untuk mengetahui
lain kakak kelas kami ” . Sedangkan satu distribusi frekuensi dari semua variabel
lagi mengatakan “saya pernah di ejek oleh yang diteliti baik variabel independen
teman sekelas saya, akibat rambut saya maupun variabel dependen, dan dalam
keriting sehingga saya merasa minder jika melakukan analisa bivariat peneliti
lagi berkumpul dengan teman-teman saya , menggunakan uji “chi square” dengan
lalu saya lebih senang menyendiri”, se- derajat kebebasan (df) yang sesuai dan
dangkan dua anak lagi mengatakan “kami tingkat kemaknaan (α) 0,05 (IC 95%).
tidak pernah melakukan ataupun menjadi
korban bullying” tetapi teman-teman dis- HASIL
ekitarnya mengatakan “kalau mereka ber- Analisa Univariat
dualah yang sering mengejek dan memukul
teman-teman lainnya baik sengaja ataupun Analisa univariat dilakukan untuk mengeta-
tidak sengaja” dan sisanya empat anak hui distribusi frekuensi dari variabel inde-
lainnya tidak mau bercerita dan menjawab penden (karakteristik, pola asuh ibu dan
pertanyaan pewawancara mungkin karena teman sebaya) dan variable dependen (insi-
malu”. Adapun data yang di dapat dari guru den bullying).

40 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


Tabel 1. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin, pola asuh, teman sebaya dan insi-
den bullying Responden Di MI Azhariyah Palembang Tahun 2016
Karakteristik Frekuensi %
Jenis kelamin
Laki-laki 30 Orang 55,6
Perempuan 24 Orang 44,4
Pola Asuh
Otoriter 29 orang 53,7
Demokratis 25 orang 47,3
Teman Sebaya
Pengaruh Positif 22 orang 40,7
Pengaruh Negatif 32 orang 59,3
Insiden Bullying
Melakukan 29 orang 53,7
Tidak Melakukan 25 orang 47,3

Analisa Bivariat teman sebaya) dengan variabel dependen


(insiden bullying). Uji statistik yang digu-
Analisis bivariat digunakan untuk
nakan adalah Chi Square dengan batas nilai
mengidentifikasi hubungan antara variabel
kemaknaan α = 0,05.
independen (karakteristik, pola asuh ibu dan

Hubungan Karakteristik (Jenis Kelamin) Dengan Insiden Bullying


Tabel 2. Distribusi karakteristik ( jenis kelamin ) dengan insiden bullying di MI
Azhariyah Palembang tahun 2016

Insiden bullying
Tidak mela- Jumlah p
Jenis kelamin Melakukan bul- OR
kukan bully- value
lying
ing
n % n % n %
Laki-laki 9 16,7 21 38,9 30 55,6
0,013 0,214
Perempuan 16 29,6 8 14,8 24 44,4
Jumlah 25 46,3 29 53,7 54 100

Berdasarkan tabel diatas hasil anali- ti ada hubungan antara jenis kelamin den-
sis hubungan antara jenis kelamin dan insi- gan insiden bullying. Berdasarkan hasil
den bullying, sebagian besar responden la- analisis, didapatkan juga nilai OR jenis ke-
ki-laki yang pernah melakukan bullying lamin= 0,214artinya apabila anak laki-laki
yaitu sebanyak 21 responden (38,9%). Hasil berpeluang 0,214 kali berprilaku bullying
uji statistik diperoleh nilai pvalue = 0,013 dibandingkan anak perempuan.
(p value ≤ 0,05), sehingga Ho ditolak berar-
.

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 41


Hubungan pola asuh ibu dengan insiden bullying
Tabel 3. Distribusi Pola Asuh Ibu Dengan Insiden Bullying Pada Anak
Di MI Azhariyah Palembang Tahun 2016
Insiden bullying
Tidak melaku- Melakukan Jumlah
Pola asuh ibu p value OR
kan bullying bullying
n % n % n %
Pola asuh otoriter 9 16,7 20 37,0 29 53,7
0,028 0,253
Pola asuh demokratis 16 29,6 9 16,7 25 46,3
Jumlah 25 46,3 29 53,7 54 100

Berdasarkan tabel diatas hasil anali- Berdasarkan hasil analisis, didapatkan juga
sis hubungan antara pola asuh ibu dengan nilai OR perilaku kenakalan remaja tinggi =
insiden bullying, sebagian besar responden 0,235, artinya apabila anak yang mempu-
yang mempunyai pola asuh otoriterpernah nyai pola asuh ibu otoriter, berpeluang
melakukan bullying yaitu sebanyak 20 0,235 kali akan semakin mengalami prilaku
orang (37,0%). Hasil uji statistik diperoleh bullying disbanding anak yang mempunyai
nilai p value = 0,028 (p value ≤ 0,05), se- pola asuh demokratis.
hingga Ho ditolak berarti ada hubungan
antara pola asuh ibu dan insiden bullying .
Hubungan teman sebaya dengan insiden bullying
Tabel 4. Distribusi Teman Sebaya Dengan Insiden Bullying Pada Anak
Di MI Azhariyah Palembang Tahun 2016
Insiden bullying
Tidak melaku- Melakukan Jumlah P
Teman sebaya OR
kan bullying bullying Value
n % N % N %
Pengaruh positif 15 27,8 7 13,0 22 40,7
0,012 4,714
Pengaruh negatif 10 18,5 22 40,7 32 59,3
Jumlah 25 46,3 29 53,7 54 100

Berdasarkan tabel diatas hasil anali-


sis hubungan antara teman sebaya dengan PEMBAHASAN
insiden bullying, sebagian besar responden
Hubungan Jenis Kelamin Dengan Insi-
yang mempunyai pengaruh teman sebaya den Bullying
negatifpernah melakukan bullying yaitu
sebanyak 22 orang (40,7,0%). Hasil uji sta- Hasil analisis hubungan antara jenis
tistik diperoleh nilai p value = 0,012 (p kelamin dengan insiden bullying didapatkan
value ≤ 0,05), sehingga Ho ditolak berarti bahwa ada hubungan antara jenis kelamin
ada hubungan antara teman sebaya dan in- dengan insiden bullying. Hasil penelitian
siden bullying. Berdasarkan hasil analisis, ini sejalan dengan teori menurut abort
didapatkan juga nilai OR pengaruh teman (1992) jenis kelamin adalah terbagi dua
sebaya negatif = 4,714, artinya apabila anak yaitu laki-laki dan perempuan , perbedaan
yang mempunyai pengaruh teman sebaya jenis kelamin laki-laki dan peremuan terle-
negative, berpeluang 4,714 kali akan sema- tak pada setereotip maskulin dan feminim
kin mengalami prilaku bullyingdibanding yang sudah terbangun di dalam masyarakat.
anak yang mempunyai pengaruh teman se- Perbedaan agresi berdasarkan gender juga
baya positif terletak pada bentuk pergaulannya, anak
laki-laki didefinisikan sebagai seseorang

42 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


yang terbiasa mengambil tindakan yang Hubungan pola asuh ibu dengan insiden
beresiko, suka berkelahi, dan terlibat dalam bullying
suatu kelompok (geng). Sedangkan perem-
Hasil analisis hubungan antara pola
puan didefinisikan sebagai seseorang yang
asuh ibu dengan insiden bullying dida-
pasif , tidakk mandiri, penuh pertimbangan,
patkan bahwa ada hubungan antara pola
dan taat pada aturan (Rubi,2003), Maka dari
asuh ibu dengan insden bullying. Berdasar-
itu bentuk prilaku bullying juga berbeda.
kan pendapat Dariyo (2004), yang menya-
Prilaku yang dilakukan oleh anak perem-
takan bahwa Pola asuh merupakan pola in-
puan biasanya terjadi dalam bentuk tidak
teraksi antara orang tua dan anak yaitu ba-
langsung seperti verbal dan pisikologis,
gaimana cara sikap atau perilaku orang tua
bukan tindakan anak laki-laki lebih cende-
saat berinteraksi dengan anak, termasuk
rung melakukan hal yang sebaliknya (Bi-
cara penerapan aturan, mengajarkan ni-
aya,2003)
lai/norma, memberikan perhatian dan kasih
Hasil penelitian ini sejalan dengan
sayang serta menunjukkan sikap dan perila-
penelitian yang dilakukan oleh Pratama
ku baik sehingga dijadikan panutan bagi
(2014), Didapatkan hasil bahwa sebagian
anaknya. Menurut pendapat (Pearce, 2002)
besar anak laki-laki menjadi pelaku
Factor lain yang juga penting untuk diiden-
bullying dibanding anak perempuan , dan
tifikasi yang dapat mempengaruhi perilaku
anak perempuan sebagian besar menjadi
bullying adalah pola asuh keluarga, karena
korban bullying dibanding anak laki-laki.
pola asuh dan masalah dalam keluarga da-
Berdasarkan teori, konsep, dan jurnal-jurnal
pat mendorong perilaku bullying pada anak.
terkait diatas, serta hasil penelitian di MI
Oleh karena itu, dapat diterima jika sekolah
Azhariyah Palembang tahun 2016. Dapat
dengan tingkat bullying yang tinggi, relative
disimpulkan bahwa responden sebagian
memiliki jumlah anak yang mengalami
besar adalah laki-laki, dimana laki-laki
pengasuhan yang kurang memuaskan dan
lebih berisko melakukan bullying. Hal ini
mengalami banyak masalah keluraga. Ku-
terjadi karena anak laki-laki pada umunya
rang puasnya pengasuhan yang dirasakan
memiliki watak yang keras, susah di atur
anak terjadi akibat ia merasa hanya sedikit
orang tua dan anak laki-laki cenderung
mendapatkan cinta, perhatian, dan penga-
berteman bebas sehingga pergaulannya
wasan serta pengasuh anak tidak memberi-
mampu membuat kepribadian yang tidak
kan batasan yang jelas tentang tingkah laku
baik pada anak laki-laki. Halyang membuat
yang dilarang yang disebut dengan pola
anak laki-laki lebih beresiko melakukan
asuh permissive (permissive parenting).
bullying. Maka dari itu bentuk prilaku
Penyebab terjadinya permissive parenting
bullying juga berbeda. Prilaku yang
yang kemudian berdampak pada bullying
dilakukan oleh anak perempuan biasanya
pada anak dapat saja karena masalah ke-
terjadi dalam bentuk tidak langsung seperti
luarga seperti berupa pertengkaran diantara
verbal dan pisikologis, bukan tindakan anak
orang tua, perceraian, penyakit psikiatris,
laki-laki lebih cenderung melakukan hal
penyalahgunaan alkohol, dan sebagainya.
yang sebaliknya. Hal yang menyebabkan
Selain pola asuh permissive yang
anak laki-laki lebih melakukan bullying
dapat mempengaruhi prilaku bullying dapat
adalah anak laki-laki didefinisikan sebagai
juga dari pola asuh otoriter (authoritarian
seseorang yang terbiasa mengambil
parenting). Pola asuh oteriter ini sangat
tindakan yang beresiko, suka berkelahi, dan
mementingkan kepatuhan anak terhadap
terlibat dalam suatu kelompok (geng),
orang tua (Slavin, 1997: 2007) pola asuh
Sedangkan perempuan didefinisikan
seperti akan terjadi pemkasaan kehendak
sebagai seseorang yang pasif, tidakk
dari orang tua yang tidak menutup
mandiri, penuh pertimbangan, dan taat pada
kemungkinan berbenturan dengan kesiapan
aturan.
anak sehingga anak akan mengalami trauma
atau melakukan perlawanan dalam bentuk
substitusi atau pengalihan perlawanan
dengan melakukan bullying pada anak lain

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 43


yang imbalence a power. Hasil penelitian yang sangat mebutuhkan peran orang tua
ini juga mendukung penelitian yang dalam mendidik dan mengawasi perila-
dilakukan Kuora (2015), Dimana kunya.
didapatkan hasil bahwa anak dengan pola Anak tidak seharusnya dibiarkan un-
asuh otoriter cenderung lebih banyak tuk menemukan dan belajar sendiri, serta
melakukan bullying, dibandingkan anak mencari pengalaman sendiri, hal ini dapat
dengan pola asuh demokratis . Kesamaan membuat kegagalan dalam pembentukan
hasil penelitian ini dengan penelitian terkait kepribadian anak, yang malah mengarah ke
diatas, karena ada kesamaan dalam segi perilaku yang negatif atau menyimpang
karakteristik responden yang masih anak , seperti bullying. Faktor keluarga lain yang
pada masa anak mereka yang masih juga dapat mempengaruhi perilaku bullying
membutuhkan perhatian orang tua dan ini yaitu bentuk keluarga yang berantakan
kasih sayang orang tua, orang tua yang atau tidak harmonis dan pola asuh orang tua
menerapkan pola asuh yang baik maka yang tidak baik.
dengan bahagia anak mampu berkembang ,
sedangkan orang tua yang menerapkan pola Hubungan teman sebaya dengan insiden
asu yang tidak baik maka anak akan lebih bullying
susah untuk berkembang dikarenakan Hasil analisis hubungan antara teman
tertekan. Hasil penelitian ini tidak sejalan sebaya dengan insiden bullying didapatkan
dengan penelitian yang dilakukan Nurhayati bahwa ada hubungan antara teman sebaya
(2013). Didapatkan hasil tipe pola asuh dengan insden bullying. Hasil penelitian ini
demokratis lebih besar dibandingkan tipe sesuai dengan teori santoso (2004), yang
pola asuh otoriter. Pola asuh demokratis menyatakan bahwa teman sebaya adalah
lebih mendukung terjadinya prilaku suatu kelompok yang anggotanya mempu-
bullying dibandingkan pola asuh otoriter. nyai persamaan usia dan status atau posisi
Perbedaan hasil penelitian ini terjadi karena sosial. Remaja akan masuk dalam lingkun-
adanya perbedaan pada subyek penelitian. gan kelompok yang memiliki usia, status
Dimana penelitian yang dilakukan oleh dan posisi sosial yang sama. Kesamaan ini
nurhayati (2013) yang mana ia menelinti akan membuat seorang remaja lebih mudah
pada remaja, sedangkan penelitian ini dalam merasakan, mengerti, dan menum-
dilakukan pada anak, dan tempat penelitian buhkan rasa toleransi antara anggota satu
yang dilakukan nurhayati (2013) di sekolah dengan yang lain. Mereka juga akan saling
yang sebsgian besar memiliki kualitas yang bertukar pengalaman yang dimiliki antara
lebih baik. satu dengan yang lainnya.
Berdasarkan teori, konsep, dan jur- Anak usia MI/SD secara social di-
nal-jurnal terkait diatas, serta hasil peneli- kenal sebagai fase awal untuk berkelompok
tian di MI Azhariyah Palembang tahun dan memiliki banyak teman sehingga di-
2016, dapat disimpulkan bahwa terdapat kenal dengan gang age, oleh karena itu
hubungan antara pola asuh ibu dengan insi- konformitas teman sebaya atau peer lebih
den bullying, yaitu jika anak dengan pola memiliki pengaruh terhadap prilaku anak
asuh ibu otoriter maka nak semakin rentang oleh karena itu memilih teman dan kelom-
untuk berprilaku bullying. Hal ini terjadi pok yang baik menjadi keniscayaan yang
karena anak kurang perhatian dari orang tua tidak bisa ditawarkan untuk menghindari
dan orang tua yang sibuk mencari nafkah prilaku anak dari tindakan negative dan
untuk memenuhi kebutuhan ekonomi tidak apabila lepas kendali dri cara berteman dan
sempat memberikan bimbingan dan mela- berkelompok yang salah dipastikan anak-
kukan pengawasan terhadap perilaku putra- anak terlibat dalam tindakan negative seper-
putrinya. Membuat anak cenderung dibiar- ti bullying yang dijelaskan oleh lowestein
kan menemukan dan belajar sendiri serta (2002) menyatakan bahwa konformitas ter-
mencari pengalaman sendiri, padahal rema- hadap peer merupakan peran-peran sentral
ja yang pada tahap ini berada pada tahap di dalam proses pembentukan bullying. Hal
pencarian identitas diri sangat rentan dalam tersebut juga didukung oleh Sullivan (2000)
pembentukan kepribadian dan perilakunya

44 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


yang menyatakan bahwa salah satu factor lakukan dari pada orang tuanya maka jika
yang dapat menyebabkan seseorang menja- teman sebayanya membawa pengaruh nega-
di pelaku bullying adalah pengaruh teman tive akan membawa anak untuk melakukan
sebaya. Hasil penelitian ini sejalan dengan prilaku menyimpang.
penelitian yang dilakukan oleh pratiwi
(2011), Di dapatkan hasil peran teman se- KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
baya responden dalam kategori mendukung Hasil penelitian yang dilakukan di
bullying lebih bayak dibandingkan tidak MI Azhariyah Palembang tahun 2016, pada
mendukung bullying. Kesamaan hasil pene- tanggal 2-4 mei dengan jumlah sampel 54
litian ini dengan penelitian terkait diatas, responden. Berdasarkan analisis dapat di-
karena ada kesamaan dalam segi karakteris- simpulkan bahwaAda hubungan antara je-
tik responden yang masih anak , dimana nis kelamin, pola asuh ibu dengan insiden
anak pada usia nya memang lebih banyak bullying. Diharapkan kepada MI Azhariyah
menghabiskan waktu bersama teman diluar Palembang untuk lebih memperhatikan ma-
rumah sehigga jauh dari pengawasan orang salah kenakalan siswa terutama terhadap
tua , anak pada masanya akan lebih aktif insiden bullying.
mengingat apa saja yang dilakukan dan apa
saja ajakan teman akan ia turuti, disinila REFERENSI
jika anak berteman dengan orang yang sa-
lah maka akan mendapatkan pengaruh bu- Ammanupunyo, 2012. Faktor-Faktor Yang-
ruk pula sedangkan jika anak berteman berhubungan Dengan Kebiasaan Re-
dengan orang yang benar maka anak akan maja Dan Dewasa Muda Mengkon-
mendapatkan pengaruh yang baik pula. . sumsi Alkohol Di Desa waipirit Ke-
Berdasarkan teori, konsep, dan jur- camatan kairatu kabupaten seram ba-
nal-jurnal terkait diatas, serta hasil peneli- gian barat. Fakultas Kedokteran Un-
tian di MI Azhariyah Palembang tahun iversitas Hasanuddin Makassar. (on-
2016, dapat disimpulkan bahwa responden line)
paling banyak memiliki pengaruh teman http://repository.unhas.ac.id:4001/dig
sebaya dalam kategori pengaruh negative. ilib/files/disk1/94/--notesyaast-4696-
yaitu jika anak mempunyai pengaruh te- 1-notesya-i.pdf diakses pada tanggal
man sebaya negative maka kemungkinan 4-3-2016
besar akan melakukan bullying. Hal ini ter- Annisa, 2012. Hubungan antara pola asuh
jadi karena pada masa Anak secara social ibu dengan perilaku bullying remaja.
dikenal sebagai fase awal untuk berkelom- Fakultas Ilmu Keperawatan: Univer-
pok dan memiliki banyak teman sehingga sitas Indonesia. (online)
dikenal dengan gang age, oleh karena itu http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/203
konformitas teman sebaya atau peer lebih 00340-S42001-Annisa.pdf diakses
memiliki pengaruh terhadap prilaku anak pada tanggal 3-4-2016
oleh karena itu memilih teman dan kelom- Astuti, P.R. (2008). Meredam Bullying: 3
pok yang baik menjadi keniscayaan yang Cara Efektif Mengatasi Kekerasan
tidak bisa ditawarkan untuk menghindari PadaAnak. Jakarta: PT Gramedia
prilaku anak dari tindakan negative dan Widiasarana Indonesia
apabila lepas kendali dri cara berteman dan Coloroso, 2006 .Penindas, Tertindas, dan
berkelompok yang salah dipastikan anak- Penonton. Jakarta : Serambi.
anak terlibat dalam tindakan negative seper- Handayani, 2009. Hubungan antara factor-
ti bullying. Anak pada umumnya memang faktor munculnya konformitas ke-
tertaik untuk mencari hal-hal yang baru dan lompok sebaya dengan perilaku bul-
proses ini lah yang akan menjadikan pem- lying pada remaja di smp pgri 35 ser-
betukan watak, sifat dan tingkah laku anak, pong. Universitas Islam Negeri Sya-
jika dia berkembang dalam lingkungan rif Hidayatullah Jakarta. (online)
yang salah dimana anak lebih mengikuti http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstrea
apa yang dikatakan oleh teman sebayanya m/123456789/24440/1/WURIYANTI
dan mengikuti apa yang teman sebayanya

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 45


%20HANDAYANI-PSI.pdf diakses http://sejiwa.org/kekerasan-terhadap-
pada tanggal 31-3-2015 anak-makin-memiriskan/
Hurlock. (2004). Psikologi Perkembangan Sullivan, K. (2000) The anti-bullying hand-
Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang book. New York: Okford University
Kehidupan edisikelima. Jakarta : Erlangga. Press
Komnas perlindungan anak Indone- Susanto. (2010), Penerapan Psikologi So-
sia.(online) diakses pada tanggal 20- sial. Bandung : PT. Refika Aditama
04-2016 pukul 9:12 wib. Teman Sebayadengan Kecerdasan
http://www.kpai.go.id/berita/mengeju Emosional Siswa Kelas Vsd Negeri 1
tkan-bullying-di-sekolah-meningkat- Bedagas Kecamatan
jadi-perhatian-serius-jokowi-dan- Pengadegankabupaten Purbalingga.
kpai/ Universitas Negeri
Kuora dkk , 2015. Hubungan Pola Asuh Yogyakarta.(online)
Orang Tua Dengan Perilaku Bullying http://eprints.uny.ac.id/13843/1/Skrip
Pada Remaja Smk Negeri 1 Manado. si%20Arif%20Muhammad%20Amm
(online) ar%20-%2009108241047.pdf diakses
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ pada tanggal 31-3-2016
jkp/article/view/7474 diakses tanggal Tribun Sumsel. (online) diakses pada tang-
5-3-2016 gal 20-04-2016
Narwoko, Dwi dan Suyanto, Bagong. 2005. http://sumsel.tribunnews.com/2015/1
Sosiologi Teks Pengantar dan 2/08/inilah-jumlah-kasus-kekerasan-
Terapan. Jakarta: Kencana pada-anak-sepanjang-tahun-2015
Notoatmodjo, S. (2012). Metodelogi Pratiwi dkk, 2011. Hubungan Peran Teman
Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Sebaya Dengan Perilaku Bullying
Cipta. Pada Anak Usia Sekolah Kelas 5 Dan
Nurhayati dkk, 2013. Tipe Pola Asuh Orang 6 Di Sd Sriwedari O2 Kecamatan
Tua Yang Berhubungan Dengan Peri- Jaken Kabupaten Pati.(online)
laku Bullying Di Sma Kabupaten http://perpusnwu.web.id/karyailmiah/
Semarang. (online) documents/4214.pdf Diakses tanggal
http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/J 3-5-2016.
KJ/article/view/912 diakses tanggal Pratama dkk, 2014. Gaya Pengasuhan
5-3-2016 Otoriter Dan Perilaku Bullying Di
Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Sekolah Menurunkan Self-Esteem
Metodologi Penelitian dan Kepera- Anak Usia Sekolah.
watan. Jakarta: Salemba Medika. http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=
Rahmadara, 2012. Hubungan antara pola &esrc=s&source=web&cd=1&cad=rj
asuh orang tua dan peran-peran da- a&uact=8&ved=0ahUKEwjCyIDJpP
lam prilaku bullying pada siswa se- nLAhVHvo4KHaYoDO8QFggbMA
kolah dasar. Universitas Indone- A&url=http%3A%2F%2Fjournal.ipb
sia.(online) .ac.id%2Findex.php%2Fjikk%2Fartic
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/203 le%2Fdownload%2F10000%2F7819
55100-S-Belinda%20Rahmadara.pdf &usg=AFQjCNED diakses pada
diakses pada tanggal 3-4-2016 tanggal 3-5-2016
Sarwono W Sarlito. (2005). Psikologi Re- Papalia, D.B., Olds, S.W., & Feldman, R.D.
maja. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2009 Human Development (11 th
Sejiwa. (2010). Kekerasan pada anak makin ed). New York: McGraw Hill
memiriskan. Oktober 12, 2010.

46 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


HUBUNGAN KEHANDALAN PETUGAS DENGAN KEPUASAN PASIEN RA-
WAT JALAN DI RUMAHSAKIT UMUM PANYABUNGAN
KABUPATENMANDAILING NATALTAHUN 2017

Asyiah Simanjorang1
1
UPT Pelkes Provinsi Sumatera Utara
asyiahsimanjorang71@yahoo.com/081361969101

ABSTRAK

Latar Belakang:Rumahsakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang harus menjaga


kualitas pelayanannya, sehingga mampu bertahan dan tetap mendapat kepercayaan pelanggan.
Kualitas Pelayanan Kesehatan salah satunya ditentukan oleh kehandalan petugas dalam
memberikan pelayanan kepada pasien. Rumah Sakit yang memiliki sarana prasarana yang
sangat lengkap tidak akan berarti bila sumber daya manusia yang akan memberikan pelayanan
kesehatan kurang handal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis
hubungan Kehandalan Petugas dengan kepuasan pasien rawat jalan di Rumah Sakit Umum
Daerah Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal. Metode:Penelitian ini merupakan
penelitian survei analitik dengan rancangan penelitian cross-sectional study yaitu penelitian
untuk mempelajari hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen, dengan
pendekatan yang sifatnya sesaat pada suatu waktu..Populasi penelitian ini berjumlah 590
orang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan teknik accidental sampling.
Besar sampel dalam penelitian ini sebanyak 86 responden. Hasil: penelitian berdasarkan hasil
uji statistik Chi-Square diperoleh nilai p=0,000,yang menunjukkan bahwa ada hubungan
kehandalan petugas dengan kepuasan pasien, dengan nilai OR 7,857 yang menunjukkan bahwa
pasien yang merasakan bahwa petugas handal berpeluang 7,8 kali puas terhadap pelayanan
yang diterimanya. Kesimpulan : penelitian ini adalah bahwa kehandalan petugas berhubungan
dengan kepuasan pasien terhadap pelayanan rumah sakit. Saran : Rumah sakit meningkatkan
kehandalan petugas dengan cara memberikan reward kepada petugas, berupa : materi, jenjang
karir, pendidikan dan pelatihan.
Kata Kunci : kepuasan, pasien, kehandalan, petugas

PENDAHULUAN Rumah sakit menghadapi berbagai


masalah dalam memberikan pelayanan
Pelayanan prima merupakan elemen
kepada pelanggan, adapun masalah yang
utama yang sangat dibutuhkan di Rumah
dihadapi rumah sakit antara lain belum
sakit. Rumah Sakit dituntut untuk
mampu memberikan pelayanan yang
memberikan pelayanan kesehatan yang
diharapkan oleh pengguna jasa pelayanan
optimal. Hakikat dasar dari Rumah Sakit
rumah sakit. Masyarakat yang memiliki
adalah pemenuhan kebutuhan dan tuntutan
tingkat ekonomi yang semakin baik dan
pasien yang mengharapkan penyelesaian
tingkat pendidikan yang semakin tinggi
masalah kesehatannya terhadap Rumah
menjadi semakin kritis dalam menilai
Sakit (1). Pihak manajemen rumah sakit
pelayanan yang diperolehnya dari pemberi
harus selalu berusaha agar produk jasa
jasa pelayanan kesehatan, saat ini
yang ditawarkan dapat tetap bertahan atau
pengguna jasa pelayanan kesehatan tidak
berkesinambungan dan memberikan
hanya mencari kesembuhan dan kesehatan
pelayanan yang diharapkan pasien dengan
tetapi juga menuntut kenyamanan pada
cara yang siap, cepat, tanggap dan nyaman
proses pelayanan jasa kesehatan, oleh
terhadap keluhan pasien, sehingga Rumah
karena itu rumah sakit harus meningkatkan
Sakit dapat merebut segmen pasar yang
kualitas pelayanannya.
baru karena cerita dari mulut ke mulut oleh
Kualitas pelayanan dinilai berdasar-
konsumen yang puas.
kan lima dimensi yaitu ; 1). Reliability

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 47


(Kehandalan), merupakan aspek yang me- bahwa petugas kurang handal dalam
liputi keterampilan dan kecakapan karya- memberikan pelayanan kepada pengguna
wan dalam hal ini tenaga kesehatan dan jasa. Berdasarkan latar belakang diatas
non kesehatan di dalam memberikan pe- maka penulis tertarik untuk meneliti
layanan yang dijanjikan secara akurat serta tentang hubungan kehandalan dengan
memuaskan; 2). Assurance (Jami- kepuasan pasien rawat jalan di Rumah
nan)meliputi kemampuan dan pengetahuan Sakit Umum Panyabungan Kabupaten
tenaga kesehatan dan non kesehatan dalam Mandailing Natal.
memenuhi kebutuhan pasien; 3). Tangibles
(Bukti langsung) seperti tampilan fasilitas METODE
fisik yang meliputi peralatan, lay out, dan Penelitian ini merupakan penelitian
perlengkapan ruangan serta hal-hal yang kuantitatif dalam bentuk survey analitik
dapat diamati dengan mudah oleh pelang- dengan rancangan penelitian cross-
gan dalam hal ini pasien; 4). Empathy sectional study yaitu penelitian untuk
(Empati) yaitu pemberian pengertian dan mempelajari pengaruh variabel independen
perhatian khusus kepada pasien.5). Res- terhadap variabel dependen, dengan
ponsiveness(Daya tanggap) adalah ke- pendekatan yang sifatnya sesaat pada
mampuan untuk membantu dan melayani suatu waktu. Penelitian ini dilakukan di
pelanggan serta pelayanan yang cepat dan RSUD Kota Panyabungan Kabupaten
tanggap terhadap kebutuhan para pelang- Mandailing Natal. Populasi dalam
gan (2). penelitian ini adalah pasien rawat jalan di
Kehandalan merupakan salah satu setiap poliklinik pada pasien umum dan
indikator yang sangat penting dan peserta BPJS di RSUD Kota Panyabungan
menentukan mutu Pelayanan kesehatan, hal berjumlah 590 pasien. Pengambilan sampel
ini karena setiap pelayanan memerlukan dalam penelitian ini adalah dengan teknik
bentuk pelayanan yang handal, pelayanan accidentalsampling yaitu subjek diambil
handal artinya setiap petugas diharapkan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan
memiliki kemampuan yang meliputi : pen- oleh peneliti. Besar sampel dalam
getahuan, keahlian, kemandirian, pengua- penelitian ini sebanyak 86 responden dari
saan dan profesionalisme kerja yang tinggi 10 poliklinik dengan kriteria inklusi;1)
sehingga menghasilkan pelayanan yang Pasien berobat jalan. 2). Pasien kunjungan
memuaskan, tanpa ada keluhan. ulang. 3). Bersedia menjadi responden
Hasil survei awal menunjukkan dalam penelitian ini.
berbagai permasalahan yang ditemui saat
ini yaitu : waktu tunggu yang lama di loket HASIL
pendaftaran, petugas kurang sigap dalam
memberikan pelayanan kepada pasien, Analisis Univariat
pasien tidak memahami aturan pemakaian Karakteristik Responden Karateristik
obat, petugas tidak memberikan penjelasan dalam penelitian ini meliputi: umur, jenis
terkait perawatan dan pengobatan dengan kelamin, pekerjaan dan pendidikan.
baik. Bila dihubungkan dengan indikator
mutu pelayanan maka hal ini menunjukkan

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Umur


No Umur Frekuensi %
1. 18-30 tahun 8 9,4%
2. 31-45 tahun 39 45,3%
3. 46-65 tahun 39 45,3%
4. > 65 tahun 0 0

Berdasarkan tabel 1 di atas diketahui umur 31-45 tahun dan umur 46-65 tahun
bahwa responden paling banyak pada sebanyak 39 responden (45,3%) dan umur

48 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


responden yang paling sedikit pada umur berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat
15-30 tahun sebanyak 8 responden (9,4%). pada Tabel 2 berikut ini
Sedangkan karakteristik responden
.
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Frekuensi %
1. Perempuan 49 57,0%
2. Laki-laki 37 43,0%

Berdasarkan Tabel 2 diatas diketahui kelamin laki-laki yaitu sebanyak 37


bahwa responden dengan Jenis kelamin responden (43,0%).Sedangkan karakteristik
perempuan sebanyak 49 responden responden berdasarkan tingkat pendidikan
(57,0%) dan yang paling sedikit berjenis dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pendidikan


No Pendidikan Frekuensi %
1. SD 4 4,6%
2. SMP 43 50,0%
3. SMA 35 40,8%
4. DIII/PT 4 4,6%

Berdasarkan tabel 3 di atas diketahui berpendidikan D-III/Perguruan Tinggi


bahwa pendidikan responden yang paling sebanyak 4 responden (4,6%).
banyak adalah pendidikan SMP sebanyak Selanjutnya Tabel 4 berikut ini
43 responden (50,0%) dan yang menunjukkan Disttribusi Frekuensi
Kehandalan petugas

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Kehandalan Petugas


No Kehandalan Frekuensi %
1. Baik 49 57,0%
2. Kurang baik 37 43,0%

Berdasarkan Tabel 4 diatas diketahui petugas memiliki kehandalan kurang baik


bahwa responden yang mengatakan bahwa sebanyak 37 responden (43,0%).
petugas memiliki kehandalan baik Sedangkan tingkat kepuasan responden
sebanyak 49 (57,0%) sedangkan dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini
responden yang mengatakan bahwa

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Kepuasan Responden


No Kepuasan Frekuensi %
1. Puas 48 55,8%
2. Kurang puas 38 44,2%

Berdasarkan Tabel 5 diatas diketahui (44,2%).Sedangkan hasil analisis bivariat


bahwa responden yang puas sebanyak 48 dengan menggunakan Chi Square dapat
orang (55,8%) sedangkan responden yang dilihat pada Tabel 6 berikut ini
kurang puas sebanyak 38 responden

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 49


Analisis Bivariat
Tabel 6. Hubungan Kehandalan dengan kepusan pasien
No Variabel Independen p value OR
1. Kehandalan 0,000 7,857

Hubungan Kehandalan dengan Kepua- pengaruh kualitas pelayanan terhadap


san Pasien kepuasan pasien di RS Elim Toraja Utara
menyatakan bahwa kehandalan petugas
Hubungan kehandalan terhadap
berpengaruh terhadap kepuasan pasien.
kepuasan pasien Rawat Jalan di Rumah
Penelitian Nova. R (2010) yang
Sakit Umum Daerah Panyabungan,
menyatakan bahwa kehandalan
berdasarkan hasil uji statistic Chi-Square
berpengaruh terhadap kepuasan pasien
diperoleh nilai p=0,000, maka dapat
rawat inap RS PKU Muhammadiyah
disimpulkan bahwa ada hubungan
Surakarta juga mendukung hasil penelitian
kehandalan dengan kepuasan pasien.
ini, perbedaan hasil penelitian ini dengan
Adapun nilai OR 7,857, hal ini memiliki
penelitian Nova yaitu besarnya nilai OR
makna bahwa responden yang beranggapan
pada penelitian ini adalah 7,857 sedangkan
bahwa petugas memiliki kehandalan yang
OR antara kehandalan dengan kepuasan
baik berpeluang 7,8 kali merasa puas
pasien pada penelitian Nova R sebesar
terhadap pelayanan yang diterimanya di
4,280
rumah sakit Umum Daerah Kota
Penelitian yang dilakukan oleh
Panyabungan.
Saputro (2015) juga mendukung hasil
penelitian ini, perbedaan penelitian ini
PEMBAHASAN
dengan penelitian Saputro terletak pada
Berdasarkan Karakteristik jenis Responden penelitian karena
Responden pada penelitian ini meliputi: responden pada penelitian ini adalah pasien
umur, jenis kelamin, pekerjaan dan umum sedangkan responden pada penelitian
pendidikan, menunjukkan responden Saputro adalah pasien tanggungan BPJS
paling banyak pada umur 31-45 tahun dan Kehandalan merupakan kemampuan
umur 46-65 tahun sebanyak 39 responden dalam memberikan pelayanan yang cepat,
(45,3%), Jenis kelamin terbanyak adalah mudah, lancar yang memperlihatkan
perempuan sebanyak 49 responden aktualisasi kerja petugas dalam memahami
(57,0%) sedangkan pendidikan responden lingkup dan uraian kerja yang menjadi
yang paling banyak adalah pendidikan perhatian dan fokus kerja setiap petugas
SMP sebanyak 43 responden (50,0%) (3). Pelayanan kesehatan yang handal
Responden yang mengatakan bahwa menunjukkan bahwa petugas mampu
petugas memiliki kehandalan baik memberikan pelayanan kesehatan yang
sebanyak 49 orang (57,0%) sedangkan tepat sesuai dengan kebutuhan pasien,
responden yang puas sebanyak 48 orang antara lain diagnosa yang tepat, asuhan
(55,8%) keperawatan yang sesuai, penggunaan
Hasil uji statistik menunjukkan terapi yang tepat dan dipahami oleh pasien,
bahwa nilai OR = 7,857,p = 0,000 < 0,05, waktu tunggu yang cepat. Hasil penelitian
hal ini berarti bahwa kehandalan ini menunjukkan bahwa sebagian besar
mempunyai hubungan yang positif dan responden menyatakan bahwa petugas
signifikan terhadap kepuasan pasien di memiliki kehandalan yang baik dan
Rumah Sakit Umum Daerah Panyabungan. sebagian besar responden puas terhadap
Hasil penelitian ini didukung oleh pelayanan yang diterimanya.
penelitian Gary L.H (2013); Nova. R (2010) Dilihat dari tingkat pendidikan
; Saputro (2015); Margono (2014); karyati sebagian besar responden berpendidikan
(2006); Fitrina S (2006). Gary L.H (2013): menegah sehingga kalau dilihat dari
yang melakukan penelitian tentang karakteristik pendidikan ini kemungkinan

50 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


responden tidak memiliki harapan dan memberi reward bagi petugas yang dinilai
standar yang terlalu tinggi terhadap berprestasi dalam menangani pasien
pelayanan yang diterimanya sehingga
responden merasa puas dengan pelayanan REFERENSI
yang diterimanya. 1. Departemen Kesehatan, Rumah Sakit
Menurut responden petugas (artikel di internet) 2012 diunduh 25
kesehatan memiliki kehandalan yang baik, Februari 2018 tersedia di
yang berarti bahwa petugas memberikan http://www.depkes.go.id/
pelayanan sesuai dengan tingkat downloads/UU No 44 Tahun 2009
pengetahuan yang dimiliki, terampil dalam tentang Rumah Sakit.pdf
melakukan asuhan, prosedur penerimaan 2. Lupiyoadi, R., dan Hamdani, A.
pasien yang tidak berbelit-belit, perawat (2006). Manajemen Pemasaran Jasa
siap dalam melayani, menjelaskan aturan (Edisi 2). Jakarta: Salemba Empat.
penggunaan terapi, resep yang diberikan 3. Sunyoto. H., (2004) Jaminan Kualitas
sesuai sehingga dapat menyembuhkan Pelayanan Konsumen. Yogyakarta,
pasien, informasi yang diberikan jelas, Penerbit Liberty
penjelasan yang rinci tentang penyakit 4. Gary L.H (2013), Analisis pengaruh
pasien, pasien merasa lebih baik setelah kualitas layanan terhadap Kepuasan
melakukan konsultasi dengan petugas Pasien pada RS Elim kab.Toraja Utara.
kesehatan. hal ini didukung oleh sikap (e-journal) diunduh 25 Februari 2018
petugas yang setiap ada keluhan selalu mau tersedia di http://www.unhas.ac.id
mendengarkan serta mau memberikan jalan 5. Nova. R (2010), Pengaruh Kualitas
penyelesaian disertai dengan komunikasi Pelayanan terhadap Kepuasan Pasien
yang baik, hal ini terbukti dari adanya rasa Rawat Inap di Rumah Sakit PKU
persaudaraan antara petugas dengan pasien. Muhammadiyah Surakarta (e-journal)
Kehandalan petugas merupakan hal yang diunduh 25 Februari 2018 tersedia di
lansung dirasakan pasien ketika berobat, http://www.ums.ac.id
dengankehandalan petugas yang baik 6. Saputro.D (2015); Hubungan kualitas
pasien akan merasa terpuaskan pelayanan Kesehatan dengan kepuasan
pasien rawat jalan Tanggungan BPJS
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
di Rumah Sakit Bethesda
Dari penelitian ini dapat diambil Yogyakarta(e-journal) diunduh 25
kesimpulan bahwa ada hubungan Februari 2018 tersedia di
kehandalan dengan kepuasan pasien di http://www.ums.ac.id
RSUD Kota Panyabungan Kabupaten 7. Margono (2014); Hubungan kualitas
Mandailing Natal. Rekomendasi dalam pelayanan dengan kepuasan pasien
penelitian ini untuk meningkatkan Rawat Jalan di Puskesmas II Kartasura
kepuasan pasien perlu peningkatan (e-journal) diunduh 25 Februari 2018
kehandalan petugas kesehatan, untuk tersedia di http://www.undip.ac.id
meningkatkan kehandalan petugas, pihak 8. Karyati (2006); Analisis pengaruh
manajemen Rumah Sakit Umum Daerah persepsi pasien tentang Mutu
Panyabungan sebaiknya lebih menekankan Pelayanan Dokter SpOG dengan minat
dan memberikan perhatian pada Kunjungan Ulang Pasien di Instalasi
peningkatan kemampuan petugas dengan Rawat Jalan RSI Sultan Agung
cara memberikan kesempatan untuk Semarang (e-journal) diunduh 25
mengikuti pendidikan formal ke jenjang Februari 2018 tersedia di
yang lebih tinggi, kesempatan mengikuti http://www.undip.ac.id
pelatihan, kesempatan mengikuti seminar- 9. Al-Assaf,A.F. (2009). Mutu dalam
seminar sehingga petugas kesehatan Layanan Kesehatan:: Perspektif Inter-
meningkat kemampuannya dalam nasional Terjemahan oleh Munaya
memberikan pelayanan kepada masyarakat Fauziah dan Andri Lukman, 2009. Ja-
pengguna jasa pelayanan kesehatan serta karta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 51


10. Parasuraman, A. Valerie, 2001. Airlangga University Press, Surabaya,
(Diterjemahkan oleh Sutanto) 1999.
Delivering Quality Service. The Free 15. Pohan.2007. Jaminan Mutu Pelayanan
Press, New York. Kesehatan. Dasar-dasar Pengertian.
11. Otani, K., Brian, W., Faulkner, K. M., Kesaint Blanc. Bekasi
Boslaugh, S., Burroughs, T. E., & Du- 16. Margaretha, 2003. Kualitas
naga. (2009). Patient Satisfaction: Fo- Pelayanan: Teori dan Aplikasi.
cusing on "Excellent". Journal of Penerbit Mandar Maju, Jakarta.
Healthcare Management 54 (2), 93. 17. Miller, R.L., and Swensson, E.S.,
12. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Hospital and Health Care Facility
Indonesia No : Design, Second Edition, W.W. Norton
1045/MENKES/PER/XI/2006 tentang & Company New York London, 1995.
Pedoman Organisasi Rumah Sakit, Ja- 18. Kotler dan Keller, vol2, Marketing
karta. Management : Analysis, Planning, Im-
13. Kotler, P., 2000, Marketing Manage- plementation, and Control, Upper Sad-
ment : Analysis, Planning, Implemen- dle River, Nj : Prentice Hall, Ins
tation, and Control, 9 th ed, Upper 19. Drs. Suyanto, drg. Susila, M.kes. Me-
Saddle River, Nj : Prentice Hall, Ins todologi Penelitian Cross sectional
14. Wijono, D. Manajemen Mutu Kedokteran dan Kesehatan, Januari
Pelayanan Kesehatan. Buku 1. 2015, Penerbit BOSSSCRIPT

52 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN ORANG TUA DALAM MENGHADAPI
ANAK PUBERTAS DI DESA SIMPANG EMPAT DSN 1 KEC.SEI RAMPAH
KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

Megawati1
Poltekkes Kemenkes Medan
Email : hj.megawati1963@gmail.com

ABSTRAK

Latar Belakang: Kecemasan (ansietas) adalah suatu respon individu terhadap suatu keadaan
yang tidak menyenangkan yang dialamioleh makluk hidup (manusia) dalam kehidupannya seha-
ri-hari dan juga merupakan pengalaman subjektif dari individu dan tidak dapat diobsevasi secara
langsung serta merupakan suatu keadaan emosi tanpa objek spesifik. Metode: Penelitian ini
menggunakan metode yang bersifat deskriftif dengan desain cross sectional yang bertujuan un-
tuk memperoleh bagaimana hubungan tingkat kecemasan orang tua menghadapi anak pada ma-
sa pubertas. Dengan menggunakan kuesioner terhadap 30 responden yaitu orang tua yang mem-
punyai anak remaja pada masa pubertas di Desa Simpang Empat dusun I Kecamatan Sei Ram-
pah Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2018 dengan berbentuk tabel distribusi. Variabel inde-
pendean meliputi umur jenis pekerjaan tingkat pendidikan dan pengetahuan. Hasil: Dari hasil
penelitian diperoleh (90%) responden dinyatakan cemas dalam menghadapi anak pada masa
pubertas. Kesimpulan: Oleh karena itu perlu ditingkatkan penyuluhan terutama pada orang tua
yang memiliki anak pada masa pubertas dalam menghadapi masa pubertas agar hubungan ting-
kat kecemasan yang dialami dapat semangkin berkurang atau dapat diatasi.
Kata kunci : Kecemasan, Orang Tua, Masa Pubertas

PENDAHULUAN lain juga pernah mengalami hal yang sama


(Bernestein et al,1996).
Remaja mulai berpikir mengenai
Pertumbuhan penduduk usia remaja
keinginan mereka sendiri, berpikir
terjadi diberbagai negara, demikian pula di
mengenai ciri-ciri ideal bagi mereka sendiri
indonesia, Menurut Biro Pusat Stastistik
dan orang lain, membandingkan diri mereka
Nasional 2009 orang tua pada kelompok
dengan orang lain, serta mulai berpikir
usia 25 sampai 30 tahun yang mengalami
tentang bagaimana memecahkan masalah
gejala kecemasan mencapai 32,1%,
dan menguji pemecahan masalah secara
Kelompok usia 31 sampai 35 sekitar 28,5%
sistematis (Purbari, 2012). Menurut
yang terdiri dari kecemasan sedang dan
Hurlock (1980), pada pubertas atau masa
berat sedangkan orang tua umur >46 tahun
remaja awal terdapat gejala yang di sebut
mengalami gejala kecemasan ringan sekitar
gejala “negative phase”, istilah “phase”
3,6% (Arya, 2009).
menunjukkan priode yang berlangsung
Berdasarkan hasil survei Badan Biro
singkat, ”negative” berarti bahwa individu
Pusat Statistika Medan tahun 2009
mengambil sikap “anti” terhadap kehidupan
menyebutkan angka kecemasan orangtua
atau kehilangan sifat-sifat baik yang
terhadap anak pada masa pubertas
sebelumnya sesudah berkembang.
pada usia 31 sampai 45 tahun sekitar 18%
Fakta yang terjadi bahwa antara 9-15
yang mengalami kecemasan ringan, dan
% remaja dan orang tua di Amerika (2012)
umur >46 tahun mengalami gejala
mengalami gejala kecemasan yang
kecemasan sedang dan berat mencapai 2%
mengganggu kegiatan atau rutinitas
(Biro Pustaka Statistika Medan, 2011).
keseharian mereka. Dengan kecemasan
Berdasarkan hasil survei
tersebut diharapkan orang tua dapat
pendahuluan data yang diperoleh dari
menyampaikan pada mereka bahwa orang
Kantor Kepala Desa Simpang Empat Dusun
1, tahun 2018 berjumblah 500 orang.

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 53


Se itar 125 orang
Sekitar ra ttuaa dari ari 500 orang
ra ttuaa banyak
a a 30 responden.
res e Pengambila
Pe ambilan sam sampel el
mengalami
me alami kecemasan
ecemasa dalam alam menghadapi
me a a i dilakukan secara acak. Penelitian iinii dila-il
aanak
a masa pubertas
ertas disebabkan
ise a kan karen
kare orang
ra kukan
a dii Desa Simpang
Sim a Empat KecKec. Sei
tua masih khawatir dan merasa sa anaknya
a a a Rampah
Ram a Kab.
Ka Serdang
Ser a Bedagai
Be agai da
dan dilaku-
ila
belum
el m sia
siap me
menghadapi
a a i masa remaja (Data kan pada bulan Februari 2018.. Pe Pengumpu-
m
Sensus
Se s s PePenduduk Desa Simpan Simpang Empat
Em at lan
la data
ata dilakukan
ila a dengan
e a cara wa wawancara
Dusun 1 2018). T Tujuan
j a Penelitian
Penelitia adalah
a ala menggunakan kuesioner, analisis
alisis data
ata sec
seca-
untuk
t mengetahui
me eta i hubungan ungan tingkat
ti at ra univariat dan bivariat.
kecemasan
ecemasa orangra ttuaa menghadapi
menghada i anaka a
pada
a a masa pubertas ertas dii Desa Simpang
Sim a HASIL
Empat Dusun I Kecamatan Sei ei Rampah
Ram a Hasil penelitian
e elitia ini
i i menunjukkan
menunj a hu-
Kabupaten Serdang Bedagai bungana tingkat
ti at kecemasan
ecemasa orang ttuaa me meng-
hadapi anak pada masa pubertas rtas dii Desa
METODE
Simpang
Sim a EmpatEm at Dusun
D s 1 Kec. Sei Ram Rampah a
Pe
Penelitian
elitia iinii mer
merupakan
akan penelitian
e elitia Kab.
Ka Serdang
Ser a Bedagai
Be a ai Tahun
Ta un 202018 berda-
er
deskriptif dengan desain “cross sectional”
secti l sarkan
sar a umur,
m r tingkat
ti at pendidikan,
e idikan, je jenis
is pe-
yaitu
ait ssuatu
at met metodee yang
a dapat menggali
me ali kerjaan
erjaa dan a tingkat
ti at pengetahuan
e etahuan orangtua.
ra t a
beberapa
e era a variabel
aria el dalam
alam ssuatu
atu waktu
wa tu yang
a Dari data
ata yang
a telah
tela dikumpulka
i mpulkan melalmelaluii
sama untukt me
mengukurr bagaimana
a aimana tingkat
ti at pengisian
e isia kuisioner,
isi er maka
ma a data terse
tersebutt di-
kecemasanorang tuaa me menghadapi
adapi anak
a a pada
a a olah
a kee dalam
alam Master tabelta el dan diperoleh
i er le
masa pubertas
ertas dii Desa Simpang Em Empatat D
Du- hasil
asil seperti
se erti yang
a terlihat
terli at pada tatabel-tabel
el
ssun 1 Kec
Kec. Sei Rampah.
Ram a Besar sampelsam el se-
s berikut ini :

T
Tabel
bel 1. Distribusi Frekuensi responden
resp nden berdasarkan
berdas
berd s rk n hubungan
hubun
hubung n Tingkat
Tin
Tingkk t Kecem
Kecemasan
s n
Orangtua
Or n tu di Desa
Des Simpang
Simp n Empat
Emp t Dusun 1 Kec.
Kec Sei R
Rampah
mpah
mp h Kab.
K bb. Serdang Bed
Beda
Bedagaii

Dari tabel
ta el 1 dapat
a at dilihat bahwa
a wa yang
a se
sedang
a sebanyak
se a a 16 orang (53,3%)
( %)
ma ritas responden
mayoritas res e berdasarka
er asarkan tingkat
ti dan
a minoritas
mi ritas res
responden
e adalah
a alah kecemasan
kecemasa
kecemasan
ecemasa orangtua
ra t a aadalah
alah kecemasan
kecemasa ringan
ri a sebanyak
se a a 14 orang
ra (46,7%)
(46,7%).

Tabel
T bel 2. Distribusi Frekuensi Responden
Resp nden berdasarkan
berdas rkan Umur Orangtua
Or ngtua di Desa
Desa Simp
Simpang
n
Empatt Dusun 1 Kec.
Emp Kec Sei Rampah
R mpah Kab.
K b. Serdang Bedagai
Beda i

Dari Ta
Tabel
el 2 diatas
iatas terlihat bahwa
a wa den berumur 41-45 tahun
ta yaitu 2 orang
ra
ma ritas res
mayoritas responden
e nerumur
er mur 36-40
36 tahun (7%).
yaitu
ait 16 orang
ra ((53%)%) dan
a minoritas respon-
res

54 | Seminar
emi r NNasional
si l Kese
Kesehatan
tan 2018
T bel 3. Distribusi Frekuensi Responden
Tabel Resp nden Hubungan
Hubun n Tin
Tingkat
k t Kecemasan
Kecem s n Orangtu
Or
Orangtua
n tu Men
Meng-
hadapi
h d pi An
Anak kPPada
d Masa
M s Pubert
Pubertass Berdasarkan
Berd s rk n Umur Di Desa
Des Simpang
Simp n Empat
Emp t Dusun 1
Kec. Sei Rampah
R mp h Kab. Serdang Bedagai

Dari Tabel
Ta el 3 dapat
a at dilihat bahwa
a wa orang
ra responden
res e ((33.3%)
%) dan 41
41-45 tahun
mayoritas responden 36-40 tahun
tahu memenga- minoritas
mi ritas mengalami
me alami tingkat
ti kat kecemasa
kecemasan
lami gejala
ejala kecemasan
ecemasa ri
ringan
an sebanyak
seba a 10 sedang 2 orang (6.6%).

Tabel
T bel 4 Distribusi Frekuensi Responden
Resp nden berdasarkan
berd s rk n Hubungan
Hubun n Tingkat
Tin k t Pendidik
Pendidikan
n
Orang
Or n tua
tu Simpang
Simp n Emp
Empatt Dusun 1 Kec.
Kec Sei Rampah
R mp h K
Kab.
b Serd
Serdang
n Bedagai
Beda i

Dari Tabel
Ta el 4 dapat
a at dilihat bahwa
a wa yaitu
ait 14 orang
ra (46.7%)
( %) dan
an min
minoritas
ritas re
res-
jumlah res
responden
e berdasarkan
er asar an tingkat
tin at pen-
e pondene Di
Diploma
l ma yaitu
ait 1 orang
rang (3.
(3.3%).
%)
didikan
i i a aadalah
ala ma
mayoritas
ritas responden
respo e SD

Tabel
T bel 5. Frekuensi Responden
Resp nden Hubungan
Hubun n Tingkat
Tin k t Kecemasan
Kecem s n Orangtua
Or n tu Mengh
Menghadapi
Men h d pi
An k p
Anak pada
d M Masa
s Pubert
Pubertass Berd
Berdasarkan
s rk n Tingkat
Tin k t Pendidikan
Pendidik n di Desa
Des Simpang
Simp n Emp
Empatt D
Du-
sun 1 Kec.
Kec Sei Rampah
R mp h Kab. Serdang Bedagai

Dari Tabel
Ta el 5 dapat
a at dilihat bahwa
a wa minoritas
mi ritas res
responden
e yang
a berpe
berpendidikan
i i a
ma ritas res
mayoritas responden
e yanga berpendidikan
berpe i i a perguruan
er r a tinggi
ti i yanga mengalami ti tingkat
at
SD mengalami
me alami gejala
ejala kecemasa
ecemasan sedang
s kecemasan
ecemasa ringan
ri a sejumlah
sej mla 1 oran
orang ((3.3%).
%)
sebanyak
se a a 14 orang
ra responden
res en (46.6%)
(46 %) dan
a

Seminar
emi r NNasional
si Kese atan 2018 | 55
l Kesehatan
T
Tabel
bel 6. Distribusi Frekuensi Responden
Resp nden berdasarkan
berd s rk n Jenis
enis Pekerjaan
Pekerj n Orangtua di Des
Desa
Simpang
Simp n Empat Dusun 1 Kec.
Kec Sei Rampah
R mp h Kab.
K b Serdang
Serd n Bedagai
Bed i

Dari TaTabel
el 6. dapat
a at dilihat bahwa
a wa responden (40%) dan minoritas
ritas yaitu
yait bidan
i a
ma ritas responden
mayoritas res e berdasarkan
er asarkan je
jenis
is pe- sebanyak 1 orang (3.4%).
kerjaan
erjaa yaitu
ait nelayan
ela a se
sebanyak
anyak 12 orang
ra

Tabel
T bel 7 Distribusi Frekuensi Responden
Resp nden Hubungan
Hubun n Tingkat
Tin k t Kecemasan
Kecem s n Orangtua
Oran
Or n tu
Men
Menghadapi
h d pi Anak
An k pada
p
pad
d Masa
M s Pubertas
Pubert s Berd
Berdasarkan
s rk n Jenis
enis Pekerjaan
Pekerj n
di Des
Desa Simp
Simpangn Empat Dusun 1 Kec.
Kec Sei R
Rampah
mp h Kab.
K b Serdang
Serd n Bedagai

Dari Tabel
Ta el 7 dapat
a at dilihat bahwa
a wa (36.7%)
( %) dan
a minoritas
mi ritas responden
res onden yang
a ber-e
ma ritas res
mayoritas responden
e yang
a berjenis peker-
e e jenis pekerjaan
jaa bidan
i a yang
a mengalami ti ting-
jaan nelayan
jaa ela a mengalami
me alami gejala
ejala kecemasan
kecemasa kat
at kecemasan
ecemasa ringan
ri a sejumlah 1 orang ra
sedang
se a sebanyak
se a a 11 orang rang responden
res e (3.3%).

T bel 8. Distribusi Frekuensi Responden


Tabel Resp nden berdasarkan
berd s rk n Hubun
Hubungan
n Tingkat
Tin k t Penget
Pen
Pengetahuan
et hu n
Orangtua
Or n tu di Des
Desa Simpang
Simp n Empat
Emp t Dusun 1 Kec.
Kec Sei Rampah
R mp h Kab.
K b Serdang
Serd n Bed
Bedagaii

Dari Tabel
Ta el 8 dapat
a at dilihat bahwa
a wa sebanyak
se a a 16 orangra (53.3%)
( %) dan mi
minoritas
ritas
ma ritas responden
mayoritas res e berdasarka
er asarkan tingkat
ti responden
res e adalah
a ala berpengetahuan
er e etahuan baik
ai sse-
pengetahuan
e eta a orangtua
ra t a aadalah
alah cukup
cu baik
ai banyak 4 orang (13.4%).

56 | Seminar
emi r NNasional
si l Kese
Kesehatan
tan 2018
T bel 9. Distribusi Hubungan Tingkat
Tabel Tin k t Kecemasan
Kecem s n Orangtua
Or n tu Menghadapi
Men h d pi Anak p
pada
d MMa-
ssa Pubert
Pubertass Berd
Berdasarkan
s rk n Tingkat
Tingk
Tin k t Pengetahuan
Pen et hu n di Desa
Des Simpang
Simp n Empat
Emp t Dusun 1 Kec
Kec. Sei
Rampah
Ramp h Kab. Serdang Bedagai

Dari Tabel
Ta el 9 dapata at dilihat bahwa
a wa kecemasan
ecemasa yanga terjadi
terja i pada
ada pe
pendidikan
i i a
ma ritas responden
mayoritas res e yang
a tingkat pengeta-
e et yang
a rendah
re a disebabkan
ise a a kurangn
urangnyaa iinfor-
f
huan
a kurang
ra baik ai me
mengalami
alami ggejala kece- masi yang
a didapatkan
i a at a orangrang terse
tersebutt sse-
masan se
masa sedang
a se sebanyak
a a 10 orang responden
res e hingga
i a membentuk
mem e t persepsi
erse si yang
ya me
mena-
((33.3%)
%) dan
a mi
minoritas
ritas res
responden
nden yang
a pen-e kutkan
t a bagi
a i mere
merekaa dalam
alam merespon
meres ssuatu
at
getahuan
eta a kurang ra baik
ai mengalami gejala ejala kejadian pada anaknya.
kecemasan
ecemasa ri
ringan
a sej
sejumlah
mlah 4 orang ra
Pekerjaan
(13.3%).
Pekerjaan
Pe erjaa adalah
a ala suatu
s atu kegiata
kegiatan atau
PEMBAHASAN aktifitas
a tifitas untuk
t memperoleh
mem er leh pe penghasilan
asila
gunaa memenuhi
meme i kebutuhan
e t an hidu hidup sehari-
se ari
Umur
hari.
ari Haryanto,
Har a t 2004 me
mengatakan
ata a
Um
Umurr aadalah
ala variabel
aria el yang
ya selalu
selal perubahan
er a a pada a a diri
iri seseorang iindividu
i i
diperhatikan di dalam penyelidikan-
pen eli i a merupakan
mer a a mempengaruhi
mem e ar i interaksinya
intera si a
penyelidikan
e eli i a eepidemiologi.
i emi l i. Angka-angka
Ang a dalam kehidupan sehari-hari. ari. Li
Lingkungan a
kesakitan
esa ita ma
maupun kematian
ematia didalam hampir
am ir pekerjaan dan orang-orang ra g yang
y terikat
semuaa keadaan
sem ea aa me menunjukkan
j kan hubungan a pekerjaan
e erjaa disuatu
is at tempat
tem at kerja ce cenderung
er
dengan
e a umur.
m r MeMenurut
r t N
Notoatmo
toatmodjo,
j 2003 akan
a a mengalami
me alami perubahan
er a an pa padaa stat
statuss
umur
m r mer
merupakan
a a salah
sala satu faktor
fakt r yang
a kesehatannya.
mempengaruhi
mem e ar i kecemasan
ecemasa dimana
dima a dalam
alam
Pengetahuan
perubahan pola proses
r ses polala pikir dan
a fisi
fisik
seseorang.
sese ra Ma
Makin
i ttuaa umurmur seseorang,
sese ra Menurut
Me r t Arikunto,
Ari to, 2003 ;
makaa makin
ma ma i banyak
a a pengalama
engalaman yang a pengetahuan
e eta a adalah
a ala hasil
asil dari
ari tah
tahu dana iinii
diperoleh
i er le dalam
alam kehidupan
e i a sehari-hari.
sehari terjadi
terja i setelah
setela orang
ra g mela
melakukan a
penginderaan
e i eraa terhadap
ter a a suatu
s atu objek terte
tertentu.
Pendidikan Menurut
Me r t Notoatmodjo
N t atm jo 200 2003;; bahwa
a wa
pengetahuan
e eta a itu it dipengaruhi
i e aruhi ole oleh umur,
m r
Pe
Pendidikan
i i a aadalahala ssuatu
atu proses
pr ses bela-
el
pendidikan
e i i a dan
a sumber
s m er iinformasi.
f rmasi
jar yang
a berarti
erarti dalam
alam pendidikan
e idikan ini
i i terjadi
terja i
Pengetahuan
Pe eta a orangtuara t a yang ang kura
kurang baik ai
proses pertumbuhan, perkembaner embangan a atau
ata
dengan
e a kecemasan
ecemasa sedang, dengan
e a
perubahan
er a a kee ara arah yang
a lebih
le ih dewasa,
dewasa lebih
le i
kecemasan ini orang ttuaa dapat me menjadi
ja i
baik,
ai dan a le
lebih
i mata
matang padaa a diri individu,
i i i
waspada
was a a dana memeningkatkan
i at an laha
lahan persepsi
erse si
kelompok
el m dan
a mas masyarakat
ara at (Notoatmodjo,
(Not atm j
dalam
alam menghadapi
me a a i anak a a pada usia masa
2005).
pubertas.
H
Husado
sa ((1999)) me
menyataka
yatakan bahwa
a wa
pendidikan
e i i a yang a re
rendah
a akan me mengaki-
a
batkan
at a sese
seseorang
ra stress
stress, dimana
imana stress dana

Seminar
emi r NNasional
si Kese atan 2018 | 57
l Kesehatan
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI dibandingkan pengetahuan baik dalam
Dari penelitian diatas dapat dilihat menghadapi anak pada masa pubertas. Agar
bahwa responden mayoritas berumur 36-40 tingkat kecemasan yang dialami orangtua
tahun, sedangkan responden yang dalam menghadapi anak pada masa
mengalami cemas berdasarkan umur pubertas dapat berkurang atau dapat diatasi
mayoritas responden yang berumur antara maka perlu ditingkatkan penyuluhan
36-40 tahun mengalami kecemasan ringan tentang cara menghadapi anak pada masa
dan kecemasan sedang dibandingkan pubertas.
dengan responden yang berumur 30-35
tahun dalam menghadapi anak pada masa REFERENSI
pubertas. Dalam penelitian ini responden Hurlock Elizabeth, 1999, Psikologi Per-
mayoritas berpendidikan SD sedangkan kembangan, Edisi kelima, Jakarta,
tingkat kecemasan berdasarkan tingkat Aksara Pertama.
pendidikan mayoritas mengalami Arya, 2009. Penyebab Kecemasan . Diakses
kecemasan sedang dibandingkan dengan pada 15 April 2012
tamatan SMP dan Diploma. Dalam Stuart &Sudeen,1998, Keperawatan Jiwa,
penelitian ini resonden mayoritas bekerja Edisi 3,EGC,Jakarta.
sebagai nelayan sedangkan tingkat Hawari Dadang, 2004, Manajemen Stress,
kecemasan berdasarkan jenis pekerjaan Cemas, Depresi, Edisi 1, Cetakan 4.
mayoritas nelayan mengalami tingkat Jakarta, FKUI.
kecemasan sedang dibandingkan dengan Suliswati,dkk. 2005. Konsep Dasar Kepe-
Bidan dalam menghadapi anak pada masa rawatan Kesehatan Jiwa, rineka cip-
pubertas. Dalam penelitian ini mayoritas ta, Jakarta.
berpengetahuan kurang baik sedangkan Hurlock Elizabeth, 1999, Psikologi Per-
tingkat kecemasan berdasarkan kembangan, Edisi kelima, Jakarta,
pengetahuan maka mayoritas responden Aksara Pertama.
cukup baik mengalami kecemasan ringan

58 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


EDUKASI KESEHATAN TERSTRUKTUR DAN STIGMA MASYARAKAT
PADA KLIEN TB PARU

Verra Widhi Astuti1, Astuti Yuni Nursasi2*, Sukihananto2


1
Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
Main author’s email address: 1verra.widhi555@gmail.com
2
Departemen Kmeperawatan Komunitas Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia,
Depok 16424
2
*Corresponding Author email address: ayunin@ui.ac.id, phone: +628567891775
2
Co-author email address: sukihananto@yahoo.com

ABSTRAK

Latar Belakang: Stigma masyarakat merupakan salah satu penghalang keberhasilan pengenda-
lian TB paru. Stigma masyarakat muncul akibat kesalahpahaman masyarakat mengenai TB paru
dan penularannya. Hal ini mendorong tenaga kesehatanuntuk mengembangkan intervensi guna
menurunkan kesalahpahaman dan pada akhirnya akan menurunkan stigma masyarakat, salah
satunya adalah edukasi kesehatan terstruktur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penga-
ruh intervensi edukasi kesehatan terstruktur terhadap stigma masyarakat pada klien TB paru di
kabupaten Bogor, Indonesia. Metode:Desain penelitian kuasi eksperimen jenis pretest and post-
test with control group. Penelitian dilakukan 41 responden untuk masing-masing kelompok.
Metode pengambilan sampel yaitu purposive sampling untuk memilih wilayah dengan jumlah
kasus tertinggi dan responden dipilih dengan simple random sampling. Hasil: Hasil menunjuk-
kan bahwa edukasi terstruktur secara signifikan menurunkan stigma masyarakat (p value =
0,000). Kesimpulan: Edukasi kesehatan terstruktur menurunkan stigma masyarakat. Hasil pe-
nelitian diharapkan mampu memberikan alternatif pilihan intervensi keperawatan komunitas
yang dapat diberikan kepada masyarakat untuk mengurangi stigma pada klien TB paru..
Kata Kunci : edukasi kesehatan terstruktur, stigma masyarakat, TB paru

STUCTURED HEALTH EDUCATION AND SOCIAL STIGMA IN PULMONARY


TB CLIENTS

ABSTRACT

Background: Public stigma is one of the obstacles to successful pulmonary TB control. Com-
munity stigma arises from people's misunderstandings about pulmonary TB and its transmis-
sion. This encourages health workers to develop interventions to reduce misunderstandings and
ultimately will reduce the public stigma, one of which is structured health education. This study
aims to determine the effect of structured health education intervention on public stigma in pul-
monary tuberculosis clients in Bogor district, Indonesia. Methods :this research used quasi-
experimental design research with pretest and posttest with control group types. Research con-
ducted 41 respondents for each group. Sampling method is purposive sampling to choose the
region with the highest number of cases and respondents selected by simple random sampling.
Results: The results show that structured education significantly decrease the public stigma (p
value = 0,000). Conclusion: Structured health education decrease the public stigma. The results
are expected to provide an alternative choice of community nursing interventions that can be
given to the community to reduce stigma in lung TB clients.
Keywords: structured health education, public stigma, pulmonary TB

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 59


PENDAHULUAN TB. Untuk itu, perlu dilakukan upaya serius
untuk mengurangi stigma masyarakat ten-
Stigma merupakan persepsi negatif
tang TB paru.
yang melekat pada seseorang dimana orang
Penelitian tentang intervensi yang
tersebut akan terbentuk jarak dengan ling-
dapat mengurangi stigma di masyarakat
kungan sosialnya dan membawa perasaan
belum banyak dilakukan. Namun, pengeta-
malu serta terisolasi (1). Stigma masyarakat
huan yang baik tentang kesehatan dapat
merupakan reaksi masyarakat umum terha-
meningkatkan pemahaman dan memini-
dap kelompok tertentu (2).Stigma masyara-
malkan kesalahpahaman (5). Artinya edu-
kat pada TB paru muncul karena masyara-
kasi kesehatan secara tidak langsung dapat
kat menduga bahwa TB merupakan penya-
berpengaruh terhadap stigma masyarakat.
kit akibat perilaku tidak bermoral, (diang-
Stuart mengemukakan bahwa persepsi ne-
gap) tidak bisa disembuhkan, dan mitos
gatif atau stigma masyarakat dapat diubah
terkait etiologi TB. Stigma masyarakat yang
melalui edukasi kesehatan dan kontak ter-
muncul pada penderita TB dalam bentuk
hadap masyarakat (6).Untuk itu peneliti
penghinaan, ejekan, diskriminasi, penguci-
mengambangkan edukasi kesehatan ter-
lan sosial, dan isolasi sosial (3). Hal ini di-
struktur sebagai salah satu intervensi yang
dukung studi lain yang menyebutkan bahwa
diharapkan dapat mengurangi stigma ma-
orang TB mengalami isolasi dari keluarga
syarakat pada klien TB paru. Tujuan peneli-
dam masyarakat, pemisahan, dan krisis
tian ini adalah untuk mengetahui adanya
ekonomi (4).
pengaruh intervensi edukasi kesehatan ter-
Komunikasi personal dengan masya-
struktur terhadap stigma masyarakat.
rakat di Kecamatan Cisarua Bogor menun-
jukkan bahwa masih terdapat kesalahpaha-
METODE
man mengenai etiologi dan cara penularan
TB paru. Mitos terkait etiologi TB paru Penelitian ini menggunakan desain
yang diyakini masyarakat yaitu TB paru quasi eksperimen pre dan post tes dengan
merupakan penyakit yang disebabkan kare- kontrol grup. Penelitian dilakukan pada bu-
na “guna-guna”. Selain itu, terdapat pula lan Mei 2017 di Kecamatan Cisarua Kabu-
kesalahpahaman mengenai cara penularan paten Bogor. Populasi penelitian merupakan
TB paru yaitu dengan berjabat tangan dan masyarakat usia dewasa (20-59 tahun) yang
melalui peralatan makan. Komunikasi per- tinggal di Kecamatan Cisarua (7). Peneli-
sonal dengann orang yang sakit TB di Ke- tian dilakukan di dua desa dengan jumlah
camatan Cisarua menunjukkan bahwa ter- kasus TB tinggi yang dipilih melalui purpo-
dapat stigma masyarakat yang dirasakan sive sampling, sedangkan responden atau
seperti menjaga jarak saat orang sakit TB subjek penelitian dipilih menggunakan sim-
mendekat dan tidak mau untuk duduk ber- ple random sampling. Desa Cilember terpi-
dekatan dengan orang yang sakit TB. lih sebagai kelompok intervensi, sedangkan
Stigma masyarakat sangat berpenga- desa Tugu Utara sebagai kelompok kontrol.
ruh terhadap perilaku seseorang terhadap Jumlah sampel yang dugunakan dalam pe-
kesehatan. Stigma yang melekat pada TB nelitian ini yaitu 82 orang usia dewasa, 41
dapat berkontribusi pada tertundanya pen- orang dalam kelompok intervensi dan 41
carian kesehatan, kepatuhan pengobatan orang di kelompok kontrol.
yang rendah, dan prognosis yang buruk(4). Pengumpulan data dilakukan dengan
Studi lain menyebutkan bahwa stigma pada menggunakan kuisioner stigma masyarakat
TB mengarah pada penurunan kualitas hi- yang dialihbahasakan ke dalam bahasa In-
dup, status sosial dan kesulitan dalam pe- donesia (8). Hasil uji validitas dan reliabili-
menuhan atau kepatuhan pengobatan(3). tas menunjukkan bahwa kuisioner ini dapat
Dapat disimpulkan bahwa stigma yang dite- digunakan untuk mengukur stigma masya-
rima oleh penderita TB berhubungan den- rakat dengan nilai r tabel > 0,361 dan alpha
gan perilaku pencarian kesehatan dan kepa- Cronbanch 0,870. Edukasi kesehatan ter-
tuhan pengobatan yang dapat berdampak struktur pada kelompok intervensi dilaku-
pada prognosis yang buruk bagi penderita kan selama 60 menit. Pada 20 menit perta-

60 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


ma diberikan penjelasan melalui ceramah kan edukasi kesehatan tentang gambaran
dan dilanjutkan dengan berbagi pengalaman umum TB paru selama 20 menit. Hasil pe-
dari penderita TB dan diskusi kelompok. nelitian dianalisis menggunakan analisis
Sedangkan pada kelompok kontrol diberi- pired t-test dan independent t-test(9).

HASIL
Tabel 1. Distribusi Karekteristik Responden pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol
di Kabupaten Bogor, 2017 (n=82)
Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol
Karakteristik Standar Devia-
Rerata Rerata Standar Deviasi
si
Usia 36,51 12,15 36,20 10,63
Karakteristik Fre-
Persentase Frekuensi Persentase
kuensi
Jenis Kelamin
a. Laki-laki 4 9,8 5 12,2
b. Perempuan 37 90,2 36 87,8
Suku
Sunda 41 100 41 100
Tingkat Pendidikan
a. Pendidikan Dasar 33 80,5 34 82,9
b. Pendidikan Menengah 8 19,5 6 14,6
c. Pendidikan Tinggi 0 0 1 2,4
Status Ekonomi
a. <UMR 40 97,6 39 95,1
b. ≥ UMR 1 2,4 2 4,9
*Upah Minimum Regional
Karakteristik responden terdiri dari al dari suku Sunda (100%), sebagian besar
usia, jenis kelamin, suku, tingkat pendidi- menyelesaikan pendidikan dasar (80.5%),
kan, dan status ekonomi. Rata-rata usia res- dan sebagian besar memiliki penghasilan di
ponden pada penelitian ini yaitu 36.51 ta- bawah UMR Kabupaten Bogor (97.6%).
hun (95% CI: 32.68-40.35) pada kelompok Hasil analisa bivariat pada variabel
intervensi dan 36.20 tahun (95% CI: 32.84- stigma masyarakat ditampilkan pada tabel 2
39.55) pada kelompok kontrol, Sebagian dan 3 berikut ini:
besar responden perempuan (90.2%), beras-

Tabel 2 Hasil Analisis Paired T-Test Stigma Masyarakat pada Kelompok Intervensi dan Kontrol
di Kabupaten Bogor, 2017 (n=82)
Kelompok Intervensi
Variabel Sebelum Sesudah Beda
p value
Rerata SD Rerata SD Mean
Stigma Masyarakat 26,90 4,33 19,93 2,31 6,97 0,000
Kelompok Kontrol
Variabel Sebelum Sesudah Beda
p value
Rerata SD Rerata SD Mean
Stigma Masyarakat 26,98 3,89 25,78 1,2 1,2 0,001
*Signifikan pada α <0.05

Hasil analisis tabel 2 menunjukkan Penurunan stigma pada kelompok interven-


bahwa terdapat penurunan stigma masyara- si sebesar 6,97 dengan analisis lebih lanjut
kat yang lebih besar pada kelompok inter- menggunakan wilcoxon test didapatkan p =
vensi dibandingkan pada kelompok kontrol. 0,000 yang artinya terdapat penurunan

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 61


stigma yang signifikan pada kelompok in- disimpulkan bahwa terdapat penurunan se-
tervensi (p<0,05). Sedangkan pada kelom- cara signifikan rerata stigma masyarakat
pok kontrol selisih penurunan stigma sebe- baik pada kelompok intervensi maupun ke-
sar 1,2 dengan p = 0,001 yang artinya ter- lompok kontrol dengan penurunan lebih
dapat penurunan stigma yang signifikan besar terjadi pada kelompok intervensi.
pada kelompok kontrol (p<0,05). Dapat

Tabel 3 Hasil Independen T-Test Stigma Masyarakat pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di
Kabupaten Bogor, Mei 2017 (n=82)
Variabel Kelompok Rerata SD p value
Intervensi 19,93 2,32
Stigma Masyarakat 0,000
Kontrol 25,78 2,99
*Signifikan pada α <0.05
sehatan lainnya (11). Kondisi sosial eko-
Hasil analisis menunjukkan bahwa nomi juga berhubungan dengan persepsi
rerata stigma masyarakat responden seseorang terhadap penyakit. Jones, Cook,
sesudah dilakukan intervensi edukasi dan Wang menyebutkan bahwa kondisi
kesehatan terstruktur pada kelompok ekonomi lemah berhubungan dengan ting-
intervensi lebih kecil dibandingkan dengan ginya stigma masyarakat (10).
kelompok kontrol. Hasil uji menunjukkan Stigma masyarakat juga dipengaruhi
bahwa ada perbedaan yang bermakna pada oleh pendidikan seseorang, dimana seba-
stigma masyarakat sesudah diberi edukasi gian besar responden hanya tamat pendidi-
kesehatan terstruktur antara kelompok kan dasar. Pendidikan merupakan salah satu
intervensi dan kelompok kontrol (p<0,05). cara untuk meningkatkan pengetahuan se-
seorang. Orang yang berpendidikan rendah
PEMBAHASAN cenderung mempunyai pengetahuan dan
Rerata stigma masyarakat pada res- kesadaran akan penyakit yang kurang baik,
ponden baik kelompok intervensi maupun termasuk persepsi negatif terhadap penyakit
kelompok kontrol sebelum dilakukan inter- tertentu seperti TB paru. Jones, Cook, dan
vensi masih tinggi. Hal ini menunjukkan Wang mengemukakan bahwa orang dengan
bahwa di daerah penelitian stigma masya- pendidikan yang rendah mempunyai ke-
rakat pada penyakit TB masih tinggi dengan mampuan pemahaman yang kurang diban-
rerata 26,90 untuk kelompok intervensi dan dingkan dengan orang berpendidikan tinggi,
26,98 untuk kelompok kontrol. Stigma ma- hal ini berhubungan juga dengan stigma
syarakat yang tinggi dipengaruhi beberapa masyarakat yang tinggi (10).
hal, salah satunya adalah kondisi pedesaan. Hasil analisis menunjukkan bahwa
Kondisi pedesaan erat kaitannya dengan terdapat perbedaan yang bermakna stigma
budaya lokal yang masih kental. Hal ini masyarakat responden sesudah intervensi
dapat berpengaruh terhadap cara pandang antara kelompok intervensi dan kelompok
masyarakat terhadap penyakit TB. Jones, kontrol (p value = 0,000, alpha = 0,05).
Cook, dan Wang menyatakan bahwa ma- Perbedaan bermakna rerata skor stigma
syarakat perkotaan mempunyai stigma yang masyarakat antara kelompok intervensi dan
lebih rendah dibandingkan dengan pedesaan kelompok kontrol terjadi setelah pemberian
(10). edukasi kesehatan melalui komunikasi me-
Stigma masyarakat dipengaruhi kon- dia massa (p value< 0,0001) (12). Peneli-
disi sosial ekonomi, dimana masyoritas res- tian lain juga melaporkan bahwa terdapat
ponden mempunyai penghasilan keluarga perbedaan bermakna antara kelompok in-
dibawah UMR Kabupaten Bogor. Kondisi tervensi dan kelompok kontrol setelah dibe-
ekonomi lemah berhubungan dengan keti- rikan Brief Psychoeducation tentang
dakmampuan masyarakat dalam hal peme- HIV/AIDS pada ibu rumah tangga(p value
nuhan kebutuhan nutrisi dan tempat tinggal = 0,000) (13).
yang padat serta pemenuhan kebutuhan ke-

62 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


Perbedaan yang bermakna stigma Kedua kelompok, baik kelompok in-
masyarakat pada kelompok intervensi dan tervensi maupun kelompok kontrol mem-
kelompok kontrol terjadi karena ada proses punyai perbedaan yang bermakna stigma
pembelajaran yang dapat meningkatkan masyarakat antara sebelum dan sesudah
pengetahuan masyarakat tentang suatu pe- intervensi. Namun, perbedaan rerata pada
nyakit. Stigma masyarakat biasanya muncul kelompok intervensi lebih tinggi diban-
akibat adanya kesalahan persepsi akibat dingkan dengan kelompok kontrol. Hal ini
kurangnya pemahaman terhadap suatu pe- berkaitan dengan intervensi edukasi keseha-
nyakit. Stigma masyarakat pada TB paru tan terstruktur yang diberikan kepada ke-
muncul karena masyarakat menduga bahwa lompok intervensi, dimana edukasi keseha-
TB merupakan penyakit akibat perilaku tan pada kelompok intervensi memberikan
tidak bermoral, (dianggap) tidak bisa dis- intensitas pertemuan yang lebih lama di-
embuhkan, dan mitos-mitos lain terkait eti- bandingkan dengan kelompok kontrol. Se-
ologi TB (3). lain itu, pada kelompok intervensi terdapat
Hasil analisis bivariat menunjukkan kontak dengan orang yang sudah sembuh
adanya perbedaan bermakna rerata skor dari TB untuk berbagi pengalaman.Kontak
stigma masyarakat responden setelah dibe- dapat memberikan dampak lebih besar yaitu
rikan edukasi kesehatan terstruktur pada diharapkan dua kali lipat dari intervensi
kelompok intervensi (p value = 0,000, al- edukasi saja (16).Stuart menyebutkan bah-
pha = 0,05) dan kelompok kontrol (p value wa stigma dapat diubah melalui peningka-
= 0,001, alpha = 0,05). Hal ini dapat terjadi tan pengetahuan dengan edukasi kesehatan
karena kedua kelompok sama-sama diberi- dan melakukan kontak (6).
kan edukasi kesehatan. Perubahan rerata Penurunan stigma masyarakat pada
skor stigma masyarakat sebelum dan sesu- kelompok intervensi yang lebih besar di-
dah intervensi juga terjadi setelah pembe- bandingkan dengan kelompok kontrol juga
rian edukasi kesehatan melalui komunikasi dapat dipengaruhi oleh media yang diguna-
media massa (p value< 0,0001) (12). kan. Pada kelompok intervensi, responden
Terdapat beberapa metode yang da- diberikan booklet yang berisi tentang TB
pat menurunkan stigma, yaitu edukasi, kon- paru. Sedangkan pada kelompok kontrol,
tak, serta protest dan advocacy. Pada pene- booklet diberikan setelah dievaluasi. Ted-
litian ini, metode yang digunakan untuk dese menyebutkan bahwa pesan dalam edu-
menurunkan stigma adalah metode edukasi kasi kesehatan yang tidak jelas dengan me-
yang dilakukan melalui ceramah, berbagi dia yang kurang tepat berhubungan dengan
pengalaman (kontak) dan diskusi kelom- adanya stigma dalam masyarakat (4). Den-
pok. Literature review yang dilakukan gan kata lain peserta edukasi kesehatan da-
Courtwright dan Turner mengemukakan pat membaca booklet yang diberikan untuk
bahwa beberapa penulis telah menyarankan mengingat kembali materi yang disampai-
agar program edukasi kesehatan atau du- kan saat sesi edukasi kesehatan agar terhin-
kungan TB, yang ditujukan untuk penyedia dar dari kesalahpahaman dan dapat menu-
layanan kesehatan, orang dengan TB, dan runkan stigma.
anggota masyarakat berisiko, dapat mengu-
rangi stigma TB (14). Dengan edukasi ke- KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
sehatan diharapkan pengetahuan akan me- Edukasi kesehatan terstruktur dapat
ningkat sehingga persepsi negatif masyara- menurunkan stigma masyarakat pada klien
kat menurun. Hal ini didukung oleh peneli- TB paru secara signifikan. Intervensi ini
tian serupa yang mengemukakan bahwa tidak hanya memberikan edukasi kesehatan,
tingginya stigma pada orang dengan tetapi juga diikuti dengan kontak dengan
HIV/AIDS berhubungan dengan rendahnya orang yang sudah sembuh dari TB dan dis-
pengetahuan. Dengan demikian, edukasi kusi kelompok yang mendorong perubahan
kesehatan merupakan salah satu cara untuk persepsi lebih besar dibandingkan hanya
meningkatkan pengetahuan masyarakat se- dengan edukasi kesehatan saja. Penelitian
hingga stigma masyarakat dapat menurun selanjutnya dapat dikembangkan dengan
(15).

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 63


menambah metode lain untuk menurunkan collaborative practice. St. Louis:
seperti protest dan advokasi. Diharapkan Elsevier. 2015.
intervensi ini dapat diberikan untuk mengu- 8. Rie A, Van, Sengupta S, Pungrassami
rangi stigma masyarakat pada penyakit P, Balthip Q & Choonuan S.
lainnya seperti kusta. Measuring stigma associated with
tuberculosis and HIV ⁄ AIDS in
UCAPAN TERIMA KASIH southern Thailand : exploratory and
Ucapan terima kasih diberikan kepa- confirmatory factor analyses of two
da seluruh pihak yang telah membantu pe- new scales. Tropical Medicine &
nelitian ini terutama kepada DRPM sebagai International Health, 2008; 13(1), 21–
pemberi dana, responden, dan kader kese- 30. http://doi.org/10.1111/j.1365-
hatan Kabupaten Bogor. 3156.2007.01971.x.
9. Dahlan MS.Statistik untuk kedokteran
RFERENSI dan kesehatan (edisi ke-4). Jakarta:
Salemba Medika. 2010.
1. Goffman. Stigma: Notes on the 10. Jones AR., Cook TM, Wang J. Rural-
management of spoiled urban differeces in stigma against
identity.Englewood Cliffs, N.J., agreement with health professionals
Prentice-Hall. 1963. about treatment. Journal of Affective
2. FiorilloA, Volve U, & Bhugra Disorder, 2011; 134 (1–3):145–150.
D.Psychiatry in practice: Education, doi
experience, and expertice. United https://doi.org/10.1016/j.jad.2011.05.0
Kongdom: Oxford University Press. 13
2016. 11. Oxlade O& Murray M. Tuberculosis
3. Cremers AL, Laat MM. De Kapata N, and Poverty : Why Are the Poor at
Gerrets R, Klipstein-grobusch K, & Greater Risk in India ?. Plos One
Grobusch MP. Assessing the Journal, 2012; 7(11), 1–8.
Consequences of Stigma for http://doi.org/10.1371/journal.pone.00
Tuberculosis Patients in Urban 47533.
Zambia, Plos One Journal, 2015;113, 12. Fakolade R, Adebayo S, Anyanti J &
1–16. Ankomah A. The Impact Of Exposure
http://doi.org/10.1371/journal.pone.011 To Mass Media Campaigns And Social
9861. Support On Levels And Trends Of
4. Tadesse S. Stigma against Tuberculosis Hiv-Related Stigma And
Patients in Addis. Plose One Journal. Discrimination In Nigeria: Tools For
2016; 1–11. Enhancing Effective Hiv Prevention
http://doi.org/10.1371/journal.pone.01 Programmes. Journal of Biosocial
52900. Science,2010;42(3), 395-407.
5. Sreeramareddy CT, Kumar HNH, & doi:10.1017/S0021932009990538
Arokiasamy JT. Prevalence of self- 13. Rifai A. Brief Psychoeducation
reported tuberculosis , knowledge Intervention Against Hiv/Aids Related
about tuberculosis transmission and its Stigma Among House Wifes Lived In
determinants among adults in India : Coffee Plantation Area. Jurnal
results from a nation-wide cross- KeperawatanMuhammadiyah, 2016;
sectional household survey. BMC 1(2).
Infect Dis, 2013; 1–9. 14. Courtwright A dan Turner AN.
http://doi.org/10.1186/1471-2334-13- Tuberculosis and stigmatization:
16. Pathways and interventions. Sage
6. Stuart GW.Principles and practice of Journal, 2010; 125 (4): 34-41
psychiatric nursing. 10th ed. St. Louis: 15. Feyissa GT, Abebe L, Girma E, &
Elsevier. 2014. Woldie M. Stigma and discrimination
7. Yoost B & Crawford LR. Fundamental against people living with HIV by
of nursing: Active learning for healthcare provider, Southwest

64 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


Ethiopia. BMC Public Health Journal, 16. Corrigan PW, Kosyluk KA dan Rusch
2012; 12: 522. Doi: 10.1186/1471- N.Reducing self stigma by coming out
2458-12-522. proud. American Journal of Public
Health,2012;103(5), 749-800.

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 65


HUBUNGAN PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN MINUM
OBAT PADAPASIEN SKIZOFRENIA DI POLIKLINIK
RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR

Widya Arisandy
STIKES ‘Aisyiyah Palembang
(E-Mail : widya_arisandy@yahoo.com, HP : 0853 6822 1819

ABSTRAK

Latar Belakang: Penderita gangguan jiwa sangat mengkhawatirkan secara global, dimana seki-
tar 450 juta orang yang menderita gangguan mental. Orang yang mengalami gangguan jiwa se-
pertiganya tinggal di negara berkembang, sebanyak 8 dari 10 penderita gangguan mental itu
tidak mendapatkan perawatan.Pasien dengan gangguan jiwa skizofrenia biasanya sukar mengi-
kuti aturan minum obat karena adanya gangguan realitas dan ketidakmampuan mengambil ke-
putusan. Saat dirumah sakit yang bertanggung jawab dalam pemberian dan pemantauan minum
obat adalah perawat. Pada pasien yang sudah keluar dari rumah sakit maka tugas perawat digan-
tikan oleh keluarga. Jika keluarga tidak memantau pasien saat minum obat, maka pasien mung-
kin tidak akan minum obat secara teratur. Metode: Jenis penelitian ini merupakan penelitian
Survey Analitik dengan menggunakan desain sampel purposivesampling berjumlah 48 respon-
den. Pengumpulan data menggunakan kuesioner yang diisi oleh keluarga pasien skizofrenia.
Hasil: pengetahuan keluarga sebagian besar berpengetahuan baik yaitu 22 responden (45, 8%),
kepatuhan minum obat pada pasien skizofrenia, sebagian besar yang tidak patuh yaitu 34
responden (70.8%) serta ada hubungan antara pengetahuan keluarga dengan kepatuhan minum
obat pada pasien skizofrenia (p- value 0,028). Kesimpulan: dibutuhkannya pengetahuan baik
pada keluarga yang memiliki anggota keluarga yang mengalami skizofrenia untuk mengurangi
frekuensi kekambuhan pada pasien dirumah sehingga pasien dapat cepat sembuh.
Kata Kunci : Pengetahuan, Kepatuhan minum obat , skizofrenia

ABSTRACT

Background and aims: mental disorder patients very worrying, globally where an estimated
450 million people suffered a mental.People who experience mental disorder a third, live in the
developing world as many as 8 of 10 patients mental disorder are not receiving treat-
ment.Mental disorder patients with schizophrenia it is often difficult to follow the drink because
of a reality and the judge.When at the hospital responsible for granting and monitoring medicine
is. NurseIn patients who have released from hospital and the nurse replaced by. FamilyIf the
family does not see patients, drug while drinking they may never drink regularly. Method: is the
kind of research using analytic research survey sample design purposive sampling.Results: res-
pondents were 48Data collection using a questionnaire hosted by the patient family. The family
of mostly knowledgeable: knowledge with the good 22, ( respondents 45 8 % ), compliance,
schizophrenia medicine in patients most of which do not comply with 34 respondents ( 70.8 % )
and there was a correlation between knowledge family compliance medicine in patients schi-
zophrenia ( 0,028 ). p- value. Conclusion :need knowledge for both the who has the family
member who had schizophrenia to reduce the frequency of recurrence in patients at home so
that the patient can recover quickly.
Keywords : Knowledge, Medication adherence, schizophrenia

PENDAHULUAN watirkan secara global, sekitar 450 juta


orang yang menderita gangguan mental.
Menurut data WHO pada tahun 2012
Orang yang mengalami gangguan jiwa se-
angka penderita gangguan jiwa mengkha-

66 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


pertiganya tinggal di negara berkembang, Pasien dengan gangguan jiwa
sebanyak 8 dari 10 penderita gangguan skizofrenia biasanya suka rmengikuti aturan
mental itu tidak mendapatkan perawatan. minum obat karena adanya gangguan
Kenaikan jumlah penderita skizofrenia ter- realitas dan ketidakmampuan mengambil
jadi di sejumlah kota besar. Berdasarkan keputusan. Saat dirumah sakit yang
Riset Kesehatan Dasar (2013) menyatakan bertanggungjawab dalam pemberian dan
14,1% penduduk Indonesia mengalami Ski- pemantauan minum obat adalah perawat.
zofrenia dari yang ringan hingga berat. Data Pada pasien yang sudah keluar dari rumah
jumlah pasien Skizofrenia di Indonesia te- sakit maka tugas perawat digantikan oleh
rus bertambah. Dari 33 Rumah Sakit Jiwa keluarga. Jika keluarga tidak memantau
diseluruh Indonesia, diperoleh data bahwa pasien saat minum obat, maka pasien
hingga kini jumlah penderita Skizofrenia mungkin tidak akan minum obat secara
berat mencapai hingga 3,5 juta orang. teratur. Penelitian ini untuk mengetahui
Di Sumatera Selatan, mencatat jum- hubungan pengetahuan keluarga dengan
lah penderita gangguan jiwa pada tahun kepatuhan minum obat pada pasien
2011 sebanyak 39.186 pasien, pada pasien skizofrenia di Poliklinik Rumah Sakit
gangguan jiwa pada tahun 2012 sebanyak Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan
41.201 pasien, pada tahun 2013 jumlah Tahun 2017 .
penderita gangguan jiwa sebanyak 43.011
pasien, sedangkan penderita gangguan jiwa METODE
pada tahun 2014 Sebanyak 40.103 pasien,
Pada penelitian ini menggunakan me-
pada tahun 2015 penderita gangguan jiwa
tode kuantitatif dengan rancangan survey
sebanyak 41.745 pasien dan pada bulan no-
analitik dengan desain potong lintang. Be-
vember tahun 2017 penderita gangguan ji-
sar sampel berjumlah 48 responden, teknik
wa sebanyak 47.582 pasien.
pengambilan sampel yaitu purposive sam-
Salah satu gangguan jiwa berat
pling. Penelitian ini dilaksanakan pada bu-
adalah schizofrenia. Berdasarkan data,
lan Januari – Februari 2017. Lokasi pene-
penderita Skizofrenia di Sumatera Selatan
litian ini dilaksanakan di Poliklinik Rumah
pada tahun 2013 didapatkan sebanyak
Sakit Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Se-
25.763 pasien, pada tahun 2014 sebanyak
latan Tahun 2017.
25.953 pasien dan pada tahun 2015
sebanyak 26.716 pasien. Penderita
HASIL
skizofrenia umumnya dapat terjadi
disebabkan oleh genetik, neuroanatomi, Analisa Univariat
stres psikologi dan hubungan antar manusia Pengetahuan Keluarga
yang kurang harmonis. Prevalensi penderita
skizofrenia di Indonesia adalah 0,3-1% dan Pengetahuan keluarga dikelompok-
bisa timbul pada usia sekitar 18-45 tahun, kan menjadi tiga bagian yaitu : baik, cukup,
namun ada juga yang baru berusia 11-12 dan kurang. Hasil analisis dapat di lihat pa-
tahun sudah menderita skizofrenia. da tabel dibawah ini :

Tabel 1. Rekapitulasi Pengetahuan Keluarga Tentang Cara Pemberian Obat


No Pengetahuan keluarga Frekuensi %
1 Baik 22 45,8
2 Cukup 21 43,8
3 Kurang 5 10,4
Total 48 100

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 67


Kepatuhan Minum Obat
Tabel 2. Rekaputulasi kepatuhan minum obat
No Kepatuhan minum obat Frekuensi %
1 Patuh 14 29,2
2 Tidakpatuh 34 70,8
Total 48 100,0

Hubungan pengetahuan keluarga dengan kepatuhan minum obat


Tabel 3. Hubungan pengetahuan keluarga dengan kepatuhan minum obat
Kepatuhan minum obat
Total
No Pengetahuan keluarga Patuh Tidak patuh p value
n % n % n %
1 Baik 10 45,5 12 54,5 22 100
2 Cukup 4 19 17 81,0 21 100
0,028
3 Kurang 0 0 5 100 5 100
Total 14 34 48 100

PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang di-


dapatkan, maka peneliti berasumsi bahwa
Pengetahuan Keluarga
pengetahuan keluarga di Rumah Sakit Er-
Berdasarkan hasil penelitian dari 48 naldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan me-
responden di Poliklinik Rumah sakit Er- miliki pengetahuan baik hal ini dapat terjadi
naldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan di- karena keluarga mendapatkan informasi
dapatkan data berpengetahuan baik seba- melalui pelayanan kesehatan baik secara
nyak 22 responden (45,8%), sedangkan langsung maupun tidak langsung misalnya
yang berpengetahuan cukup sebanyak 21 lewat penyuluhan atau pendidikan keseha-
responden (43,8%), dan berpengetahuan tan, artikel, televisi atau internet menegenai
kurang 5 responden (10,4%). penyakit yang diderita oleh pasien. Penge-
Salah satu faktor penyebab kekam- tahuan keluarga yang baik tidak hanya tahu
buhan gangguan jiwa adalah perlaku ke- akan tetapi dapat memahami, mengaplikasi,
luarga yang tidak tahu cara menangani peri- menganalisis, mensintesis dan mengevalua-
laku klien di rumah (Silingger, 1998 dalam si dari pengetahuannya tersebut.
Yosef 2014). Pengetahuan pada keluarga
pasien skizofrenia adalah hasil dari tahu dan Kepatuhan minum obat
memahami setelah orang melakukan pen-
Berdasarkan hasil penelitian dari 48
gindraan terhadap suatu objek tertentu (No-
responden di Poliklinik Rumah Sakit Er-
toadmodjo, 2007).
naldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan di-
Hasil penelitian ini berbeda dengan
dapatkan yang reponden 14 responden
hasil penelitian yang dilakukan oleh Alifmu
(29,2%) yang patuh minum obat dan yang
Alifa (2013), dengan judul “Hubungan
tidak patuh minum obat sebanyak 34 res-
Pengetahuan Keluarga Dengan Kepatuhan
ponden (70,8%).
Minum Obat Pasien Skizofrenia Di Desa
Kepatuhan minum obat adalah ting-
Paringan Kecamaatan Jenengan Kabupaten
kat ketepatan perilaku seseorang individu
Ponorogo”. Dari 50 responden, menunjuk-
dengan nasehat medis atau kesehatan dan
kan bahwa responden yang berpengetahuan
menggambarkan penggunaan obat sesuai
kurang yang lebih dominan sebesar 24 res-
dengan petunjuk pada resep serta mencakup
ponden (84%), sedangkan pengetahuan cu-
penggunaannya pada waktu yang benar.
kup sebanyak 19 responden (38%), dan
(siregar, 2006).Menurut Niven (2007), fak-
pengetahuan baik sebanyak 7 responden
tor–faktor yang mempengaruhi ketidakpa-
(14%).
tuhan dapat digolongkan menjadi empat
bagian antara lain : Pemahaman tentang

68 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


intruksi, Kualitas Interaksi. solasi sosial dan huan keluarga pasien yang baik dengan ke-
keluarga,. patuhan minum obat pada pasien skizofre-
Menurut penelitian yang dilakukan nia lebih tinggi dibandingkan keluarga yang
oleh Weny Hastuti (2013) mengenai “Fak- memiliki pengetahuan cukup dan kurang,
tor – Faktor Yang Mempengaruhi Ketidak- sehingga pengetahuan ini dapat mempenga-
patuhan Minum Obat Pada Pasien Skizo- ruhi kepatuhan minum obat pada pasien
frenia di RSJD Surakarta” dengan uji chi- skizofrenia.
kuadrat menunjukkan ada kecenderungan Pasien dengan gangguan jiwa skizo-
semakin rendah pengetahuan maka akan frenia biasanya sukar mengikuti aturan mi-
tidak patuh dalam meminum obat diketahui, num obat karena adanya gangguan realitas
ada kecenderungan terganggunya seseorang dan ketidakmampuan mengambil keputu-
dengan efek samping maka akan tidak pa- san. Saat di rumah sakit yang bertanggung
tuh dalam meminum obat. jawab dalam pemberian dan pemantauan
Berdasarkan hasil penelitian yang di- minum obat adalah perawat. Pada pasien
lakukan, penelitian berasumsi bahwa res- yang sudah keluar dari rumah sakit maka
ponden di Rumah Sakit Ernaldi Bahar Pro- tugas perawat digantikan oleh keluarga.
vinsi Sumatera Selatan tidak patuh minum Jika keluarga tidak memantau pasien saat
obat. Hal ini terjadi karena mungkin berasal minum obat, maka pasien mungkin tidak
dari pasien yang menunjukkan gejala psiko- akan minum obat secara teratur (Keliat,
tik yaitu daya titik negatif yang (menging- 2012).
kari penyakitnya) sehingga mempengaruhi Menurut penelitian yang dilakukan
kepatusan pasien untuk tidak memenuhi oleh Natalia Purnamasari (2013) mengenai
program pengobatan. Hal ini yang dapat “Hubungan Pengetahuan Keluarga dengan
terjadi dikarenakan keluarga yang tidak Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien Skizo-
mendukung atau memotivasi pasien, dan frenia di Poliklinik Rumah Sakit Prof. Dr.
mengawasi pasien dalam minum obat. V. L. Ratu Buysang Manado” Hasil peneli-
tian. Analisa statistikspearman rho dengan
Analisa Bivariat derajat kebebasan (á) = 0,01 diperoleh nilai
p = 0,000 untuk hubungan pengetahuan
Hubungan pengetahuan keluarga dengan
kepatuhan minum obat pada pasien ski- dengan kepatuhan, terdapat hubungan yang
signifikan antara pengetahuan dengan mi-
zofrenia
num obat pasien skizofrenia.
Berdasarkan hasil penelitian dida- Berdasarkan hasil penelitian yang di-
patkan bahwa yang dari 22 responden den- dapat, asumsi peneliti bahwa pengetahuan
gan pengetahuan baik yang patuh minum keluarga dapat mempengaruhi kepatuhan
obat sebanyak 10 responden (45,5%), le- minum obat. Hal ini dikarenakan apabila
bih sedikit dibandingkan yang tidak patuh pengetahuan keluarga baik, makakeluarga
minum obat sebanyak 12 responden dapat mengetahui penyakit pasien secara
(54,5%). Sedangkan dari 21 responden dini serta dapat menerapkan cara mengatasi
pengetahuan cukup yang patuh minum obat pasien jika pasien yang tidak patuh men-
sebanyak 4 responden (19,0%), lebih sedi- gonsumsi obatnya. Keluarga dapat menga-
kit dibandingkan dengan yang tidak patuh tasi dengan mengingatkan pasien dan bisa
sebanyak 17 responden (81,0%). Dan dari 5 secara langsung memberikan obat kepada
responden yang patuh minum obat seba- pasien untuk minum obat secara teratur se-
nyak 0 responden ((0%) dibandingkan den- hingga pasien tidak kambuh dari penyakit-
gan tidak patuh minum obat sebanyak 5 nya.
responden (100%). Melalui uji statistik
dengan chi – square didapatkan nilai p- KESIMPULAN DAN SARAN
value 0,028 lebih kecil dari nilai α = 0,05.
Berdasarkan uraian hasil penelitian
Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan
disimpulkan bahwa distribusi frekuensi
antara pengetahuan responden dengan kepa-
pengetahuan keluarga responden cara pem-
tuhan minum obat pada pasien skizofrenia.
berian obat pada pasien skizofrenia, seba-
Penelitian ini menunjukkan bahwa pengeta-

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 69


gian besar keluarga berpengetahuan baik Minum Obat Pada Pasien Skizofrenia
dan sebagian besar pasien tidak patuh mi- di RSJD Surakarta.
num obat. Serta ada hubungan antara http://jurnal.akper17.ac.id/
pengetahuan keluarga dengan kepatuhan index.php/JK17/article/view/31;
minum obat pada pasien skizofrenia. Diha- Kaunang, Ireine. 2015. Hubungan
rapkan bagitenaga kesehatan di Rumah Sa- Kepatuhan Minum Obat Dengan
kit Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan Prevalensi Kekambuhan Pada Pasien
khususnya di Poliklinik untuk lebih me- Skizofrenia Yang Berobat Jalan Di
ningkatkan dalam memberikan informasi Ruang Poli Klinik Jiwa Prof. Dr. V. L.
berupa penyuluhan kesehatan tentang pen- RatuBuysangManado.http://ejournal.
tingnya minum obat, serta memberikan pe- unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/vie
layanan berupa penanganan pasien gang- w;
guan jiwa khususnya pasien skizofrenia Keliat. 2012. Pendekatan holistik pada
untuk mengurangi frekuensi ketidakpatuhan gangguan jiwa : Skizofrenia. Jakarta
minum obat pada pasien skizofrenia. : FKUI;
Maramis, WF. 2005. IlmuKedokteranJiwa
REFERENSI :Skizofrenia. Jakarta : FKUI;
Alifa, Alifmu. 2013. Hubungan Niven. 2008. Psikologi Kesehatan :
Pengetahuan Keluarga Tentang Pengantar Untuk Perawat Dan
Skizofrenia Dengan Perilaku Profesional . Jakarta : EGC.
Pengobatan. Notoatmodjo. 2010.
http://digilib.umpo.ac.id/files/disk1/9 Pendidikandanperilakukesehatan,
/jkptumpo-gdl-alifmualif-425-1 Jakarta :Rineka Cipta.
abstrak,-f.pdf Purnamasari, N. 2013. Hubungan
Arikunto, Suharsini. 2010. Prosedur Pengetahuan Keluarga Dengan
Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien
Jakarta :RinekaCipta;. Skizofrenia di Poli Klinik Rumah
Butar, B.O.D. 2012. Hubungan Sakit Prof. Dr. V. L. RatuBuysang
Pengetahuan keluarga dengan Manado.http://ejournal.unsrat.ac.id/i
tingkat kepatuhan pasien skixofrenia ndex.php/jkp/article/view/2211.
di rumah sakit daerah provinsi Stuart, G.W. & Sundeen, S.J. 2007. Buku
sumatera utara medan. Di unduh dari Ajar Konsep Dasar Keperawatan
Http://repository.usu.ac.id/bistream/1 Jiwa. Jakarta : EGC;
23456789/5/capter201.pdf; Yosef. 2007. Kumpulan Teori Untuk Kajian
Hastuti, Weny. 2013. Faktor – Faktor Yang Pustaka Penelitian Kesehatan.
Mempengaruhi Ketidak patuhan Yogyakarta : Nuha Medika.

70 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


KADAR HEMOGLOBIN PADA PEKERJA PENYEMPROT HERBISIDA DI
PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI PT. T KABUPATEN BANYUASIN
1
Maksuk*, 2Suzanna, 3Sherli Shobur
13
Poltekkes Kemenkes Palembang
2
Balai Teknik Kesehatan Lingkungkungan Palembang
Email Author: maksuk@poltekkespalembang.ac.id

ABSTRAK

Latar belakang: Herbisida merupakan pestisida yang banyak digunakan untuk membantu
mengendalikan gulma di perkebunan maupun pertanian. Bahan aktif herbisida yang banyak di-
gunakan di perkebunan yaitu paraquat dan glyfosat. Kedua bahan aktif ini dapat memberikan
efek pada pekerja baik akut maupun kronik. Salah satu gejala yang dapat sering dialami pekerja
yaitu penurunan hemoglobin. Metode: Penelitian merupakan penelitian deskriptif analitik den-
gan desain potong lintang. Penelitian ini dilaksanakan di perkebunan kelapa sawit pada bulan
Juni 2016 dengan besar sampel sebanyak 80 responden, teknik pengambilan sampel secara acak.
Data dikumpulkan menggunakan kuesioner dan pemeriksaan kadar hemoglobin menggunakan
Hb meter digital. Analisa data dilakukan secara univariat dan bivariat menggunakan uji mann
whitney. Hasil: Rerata kadar hemoglobin pada pekerja masih berada dalam batas normal, tetapi
pada pekerja pria yang mengalami anemia sebanyak 38,2% dan wanita sebanyak 41,3%. Se-
dangkan variabel yang berkorelasi menentukan kadar hemoglobin yaitu jenis kelamin
(pv=0,005) dan tingkat pendidikan (pv=0,001). Kesimpulan: Kadar hemoglobin pada pekerja
penyemprot herbisida di perkebunan kelapa sawit ditemukan masih berada dalam batas normal,
tetapi ada 32 pekerja yang mengalami anemia. Oleh karena itu pemeriksaan kadar hemoglobin
pada pekerja perlu dilakukan secara rutin untuk deteksi dini kejadian anemia pada pekerja. Se-
lain itu program gizi pekerja sangat penting dilakukan untuk mengurangi kejadian anemia pada
pekerja.
Kata kunci: Kadar hemoglobin, Herbisida, Penyemprot, Perkebunan Sawit

HAEMOGLOBIN LEVEL ON HERBICIDE SPRSYERS AT PALM OIL


PLANTATION IN PT. T BANYUASIN DISTRICT

ABSTRACT

Background: Herbicides are widely used pesticides to help control weeds in plantations and
farms. Herbicide active ingredients widely used in plantations are paraquat and glyphosate.
Both of these active ingredients can be lead to acute and chronic health effects on workers. One
of the symptoms that can often be experienced by workers is the decrease of hemoglobin. Me-
thod: The research was a descriptive analytic study with cross sectional design. The study was
conducted at oil palm plantations in PT. T Banyuasin District on June 2016 with a sample size
of 80 respondents. Data were collected using questionnaires and hemoglobin levels using a digi-
tal Hb meter. The data were analyzed by univariate and bivariate using mann whitney test. Re-
sults: The mean hemoglobin level on workers were normal limits, but in the male workers who
experienced anemia were 38.2% and women were 41.3%. While the correlated variable deter-
mines the hemoglobin level ie sex (pv = 0,005) and education level (pv = 0,001). Conclusions:
Hemoglobin levels on herbicide sprayers at oil palm plantations were found to be within normal
limits, but there were 32 workers with anemia. Therefore examination of hemoglobin levels in
workers needs to be done routinely for early detection of anemia incidence in workers. In addi-
tion, workers' nutrition program is very important to reduce the incidence of anemia in workers.
Kata kunci: Haemoglobin level, Herbicide, Sprayers, Palm Oil Plantations

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 71


PENDAHULUAN desa Tejosari Kecamatan Ngablak sebanyak
80,8%4. Selain itu paparan pstisida pada
Saat ini penggunaan herbisida secara
pemotong bunga ditemukan kadar
luas digunakan di perkebunan baik milik
hemoglobin abnormal sebanyak 15,7% 5.
pemerintah, swasta maupun perorangan.
Belum adanya data mengenai gejala/
Penggunaan herbisida memberikan dampak
tanda akibat paparan pestisida baik di
positif bagi perkebunan untuk membantu
puskesmas maupun klinik perusahaan. Oleh
mengendalikan tanaman pengganggu/
karena itu perlu dilakukan kajian ilmiah
gulma. Berdasarkan informasi dari produ-
sebagai data dasar upaya pencegahan
sen pestisida yang paling banyak digunakan
penyakit melalui pemeriksaan kadar
di perkebunan sawit yaitu paraquat dan gly-
haemoglobin pada pekerja penyemprot
fosat, kedua bahan aktif ini digunakan un-
herbisida khususnya di perkebunan kelapa
tuk membantu mengendalikan gulma.
sawit. Penelitian ini bertujuan untuk men-
Haemoglobin merupakan protein
ganalisis kadar haemoglobin pada aplikator
yang kaya akan zat besi yang mempunyai
herbisida di perkebunan kelapa sawit Ka-
afinitas terhadap oksigen dan berfungsi
bupaten Banyuasin.
mengangkut oksigen di dalam sel darah
merah. Oleh karena itu apabila terjadi
METODE
kerusakan protein dapat mengganggu
pembentukan oksihaemoglobin di dalam sel Desain penelitian cross sectional, pe-
darah merah. Akibatnya menyebabkan nelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni
terjadinya penurunan kadar haemoglobin 2016 di perkebunan kelapa sawit PT. T Ka-
dalam tubuh 1. bupaten Banyuasin dengan besar sampel
Keterpaparan herbisida pada pekerja sebanyak 80 responden. Data dikumpulkan
saat ini cukup tinggi terutama pada melalui wawancara menggunakan kuesion-
penyemprot. Salah satu gejala yang dialami er dan data kadar haemoglobin dengan
pekerja akibat paparan herbisida yaitu menggunakan Hb meter digital. Analisa
anemia, hal ini dilaporkan bahwa kejadian data dilakukan secara univariat, bivariat
anemia pada aplikator herbisida di menggunakan uji mann whitney.
perkebunan sawit Kabupaten Banyuasin
sebanyak 75% 2. Sedangkan pada penyem- HASIL
prot gulma di perkebunan sawit Kabupaten Analisis Univariat
Seruyan dilaporkan bahwa pekerja yang
mengalami anemia ringan sebanyak 93,8% Hasil analisis univariat rerata kadar hae-
3 moglobn aplikator dapat dijelaskan pada
.
Selain itu paparan pestisida juga tabel di bawah ini:
dilaporkan kejadian anemia pada Petani di

Tabel 1. Rerata haemoglobin pada aplikator herbisida Paraquat di Perkebunan Kelapa sawit
PT. T Kabupaten Banyuasin
Variabel Rerata Median Standar Kisaran
Deviasi (gr%)
Kadar Haemoglobin
- Pria 13,69 13,55 1,979 10,7-19
- Wanita 12,6 12,6 1,435 10,2-16

Berdasarkan Tabel 1 dijelaskan kadar haemoglobin 12,6% dengan kisaran


bahwa rerata kadar Haemoglobim pada pria antara 10,2 – 16 gr%. Selanjutnnya data
yaitu 13,69 gr% dengan kisaran antara 10,7 dikategorikan menjadi dua kategori yang
– 19 gr%, sedangkan pada wanita rerata dijelaskan pada table 2 dibawah ini :

72 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


Tabel 2 Distribusi Responden Berdasarkan Kejadian Anemia pada aplikator herbisida Paraquat
di Perkebunan Kelapa Sawit PT. T Kabupaten Banyuasin
Kejadian Anemia Jumlah Persentase (%)
1. Pria (n=34)
- Anemia 13 38,2
- Tidak Anemia 21 61,8
2. Wanita (n=46)
- Anemia 19 41,3
- Tidak Anemia 37 58,7

Berdasarkan Tabel 2 dijelaskan bahwa pria Hasil analisis data univariat karakteristik
yang mengalami anemia sebanyak 13 res- responden dijelaskan pada tabel dibawah ini
ponden (38,2%) dan pada wanita sebanyak :
19 rseponden ( 41,3%).

Tabel 3 Distribusi Karakteristik Responden, Paparan Langsung dan Perilaku Pekerja pada
Aplikator Herbisida Paraquat di Perkebunan Kelapa Sawit PT. T Kabupaten Banyuasin
Variabel Jumlah Persentase
(%)
Karakteristik Pekerja :
1. Umur
- ≥37 tahun 44 55
- ˂ 37 tahun 36 45
2. Jenis Kelamin
- Pria 34 42,5
- Wanita 46 57,5
3. Masa Kerja
- ≥3 tahun 35 43,8
- ˂ 3 tahun 45 56,2
4. Tingkat Pendidikan
- Rendah 70 87,5
- Tinggi 10 12,5
5. Indeks Masa Tubuh
- Kurang 16 20
- Normal 64 80
6. Kebiasaan Merokok
- Ya 22 27,5
- Tidak 58 72,5

Berdasarkan Tabel 3 dijelaskan bah- pendidikan rendah lebih banyak dibanding-


wa distribusi umur responden ≥ 37 tahun kan tingkat pendidikan tinggi yaitu 87,55,
lebih banyak dibandingkan ˂ 37 tahun yaitu sedangkan indeks masa tubuh kurang nor-
55%, sedangkan responden wanita lebih mal sebnayak 20% dan responden yang me-
banyak dibanding pria yaitu 57,5%. Tingkat rokok sebanyak 27,5%.
Analisi bivariat menggunakan uji ko-
Hasil Analis Bivariat relasi dan t test dijelaskan pada tabel diba-
wah ini :

Tabel 4 Distribusi Rerata Kadar Haemoglobin berdasarkan Variable Karakteritik Responden di


Perkebunan Kelapa Sawit PT. T Kabupaten Banyuasin ( n=80)

Variabel n Mean p value


Umur
- ≥ 37 tahun 44 12,9 0,483

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 73


- ˂ 37 tahun 36 13,2
Jenis Kelamin
- Pria 34 13,7 0,005
- Wanita 46 12,6
Tingkat Pendidikan
- Rendah 70 12,8 0,001
- Tinggi 10 14,7
Masa Kerja
- ≥ 3 tahun 54 13,0 0,702
- ˂ 3 tahun 26 13,2
Kebiasaan Merokok
- Ya 32 13,6 0,100
- Tidak 58 12,9
Indeks Maa Tubuh
- Kurang 16 12,8 0,587
- Normal 64 13,1

Berdasarkan Tabel 3 dijelaskan bah- gr/% - 7.9gr/%) sebanyak 6,2% 3. Pada


wa dari 6 variabel karakteristik responden petani penyemprot pestisida di Brebes
yang secara statistik signifikan dalam me- dilaporkan bahwa petani yang mengalami
nentukan kadar haemoglobin yaitu jenis anemia sebanyak 5 respnden (15,6%) 8 dan
kelamin dan tingkat pendidikan. juga pada petani hortikultura di Desa
Gombong yang anemia ( Hb ˂ 12 mg%)
PEMBAHASAN sebanyak 42,5% 9. Selain itu petani
hortikultura di Desa Tejosari Magelang
Kadar Haemoglobin
yang mengalami anemia sebanyak 63 orang
Berdasarkan hasil penelitian (80,8%)4.
didapatkan bahwa rerata kadar Hb pada pria
sebesar 13,69 gr/dl dan wanita 12,6gdl Umur
rerata kadar Hb pada wanita lebih rendah
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa
dibandingkan pria. Hal ini disebabkan
responden yang berumur ≥ 37 tahun lebih
wanita mengalami menstruasi setiap
banyak dibandingkan dengan kelompok
bulannya dan usia rata – rata masih
umur ˂ 37 tahun, dimana rerata kadar Hb
produktif. Jumlah responden wanita yang
pada kedua kelompok umur tersebut masih
anemia sebanyak 19 responden (41,3%) dan
normal.
pria sebanyak 13 rseponden (38,2%).
Hal ini sesuai penelitian pada petani
Selain itu pada petani anggur yang
yang terpapar pestisida di Desa Rururkan
terpapar pestisida mengalami penurunan
bahwa kelompok umur ≥ 40 tahun rerata
beberap komponen hematologi seperti
kadar Hb juga normal 10, sedangkan pada
hemoglobin, hematokrit dan Red Blood Cell
6 aplikator herbisida di perkebunan kelapa
.Penelitian di India juga menemukan
sawit PT. SAL Banyuasin rerata umur 31
perubahan dalam kadarhemoglobin
tahun sebanyak 50 % 2. Kelompok umur
terutama terjadi penurunan dalam kadar
ini juga merupaka kelompok usia produktif.
tersebut pada petani yang melakukan
Selain itu paparan pestisida pada pada
penyemprotan secara intensif 7. Pada
pemotong bunga kelompok umur yang
aplikator herbisida di perkebunan kelapa
paling banyak adalah 20 – 35 tahun 5.
sawit PT. SAL Kabupaten Banyuasin
Umur merupakan salah satu faktor
didapatkan bahwa responden yang anemia
demografi yang mempengaruhi persepsi
sebanyak 30 dari 40 responden (75%) 2.
dan kondisi kesehatan tubuh seseotang.
Sesuai hasil penelitian pada
Tidak ada batasan minimal seseorang untuk
penyemprot gulma di perkebunan sawit PT.
menjadi seorang pekerja, namun pada
Agro Indomas ditemukan kadar Hb dengan
pekerja penyemprot herbisida di PT. TBL
kategori sedang (kadar Hb responden 8 g/%
Kabupaten Banyuasin batasan minimal
- 10 gr/%) sebanyak 93,8% dan Berat (6

74 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


yaitu 19 tahun. Kelompok umur ini Tingkat pendidikan merupakan
merupakan kelompok usia produktif. pendidikan formal yang ditempuh pekerja
sehingga semakin tinggi pendidikan pekerja
Jenis Kelamin maka semakin muda pekerja untuk
Hasil penelitian menunjukkan bahwa menerima informasi terkait dengan
responden wanita sebanyak 46 responden penggunaan herbisida. Melalui pendidikan
dengan rerata kadar Hb sebesar 12,6 gr/dl seseorang dapat meningkatkan
dan pria sebanyak 34 responden dengan pengetahuannya hal ini disebabkan oleh
rerata kadar Hb 13,7 gr/dl. Berdasarkan semakin tinggi pendidikan seseorang maka
rerata kadar Hb antara pria dan wanita semakim realitas cara berfikir dan juga
masih dikategorikan normal, namun apbila jangkauan berfikir akan semakin luas. Data
kadar Hb dikategorikan menjadikan anemia menunjukkan bahwa tingkat pendidikan
dan tidak anemia didapatkan bahwa wanita rendah lebih memungkinkan untuk
yang mengalami anemia sebanyak 41,3 % mengalami paparan dan kurang memahami
dan pria sebanyak 38,2%. pentingnya pencegahan akibat paparan
Sesuai penelitian pada pekerja paraquat.
penyemprot di perkebunan sawait
Masa Kerja
Banyuasin dilaporkan bahwa jenis kelamin
wanita lebih banyak dibandingkan pria Hasil penelitian menunjukkan bahwa
yang bekerja sebagai aplikator herbisida, responden yang bekerja ≥ 3 tahun lebih
sehingga yang mengalami anemia lebih banyak dibandingkan yang ˂ 3 tahun.
banyak pada pekerja wanita2. Sesuai dengan penenelitian pada
Hal berbeda dilaporkan pada petani petani holtikultura di desa Gombong
terpapar pestisida di desa Rurukan jumlah responden yang bekerja ˃ 5 tahn sebanyak
responden pria lebih banyak dibanding 36 (90%) dan yang ≤ 5 tahun sebanyak 4
wanita dengan rerata kadar hemoglobin (10%) 9. Namun dalam penelitian di PT
pada responden laki-laki sebesar 14,49 g/dL Agro Mas masa kerja dkategorikan
dan rerata kadar hemoglobin pada menjadi ≥ 1 tahun dan kurang dari 1 tahun
responden perempuan sebesar 13,28 g/dL sedangkan pekerja yang paling banyak
10
. Sedangkan pada petani hortikultura di menyemprot gulma ≥ 1 tahun sebnayak
desa Gombong responden pria lebih banyak 88,3% 3. Selain itu pekerja penyemprot
dibandingkan wanita 9. herbisida di PT.SAL Kabupaten Banyuasin
lebih banyak yang bekerja ≥ 2 tahunyaitu
Tingkat Pendidikan sebanyak 55% 2 .
Hasil penenelitian menunjukkan
Kebiasaan Merokok
bahwa responden yang berpendidikan
rendah lebih banyak dibandingkan yang Hasil penelitian menunjukan bahwa
berpendidikan tinggi. responden yang tidak merokok lebih
Sesuai dengan penelitian pada petani banyak dibandingkan dengan yang
hortikultura di desa Gembomg rsponden merokok. Hal ini karena responden yang
yang berpendidikan dasar sebanyak 37 bekerja sebagai aplikator herbisida lebih
(92,5%) dan yang berpendidikan lanjut banyak wanita dibandingkan pria. Namun
sebnayak 3 (7,5%) 9. Pada penyemprotan secara statistik tidak terdapat perbedaan
gulma di perkebunan kelapa sawit PT.Agro antara kadar hemoglobin pekerja antara
Indomas Seruyan Kalimantan Tengah yang merokok dengan yang tidak merokok.
semua responden berpendidikan rendah 3 Penelitian ini selaras penelitian pada
dan di PT.SAL Kabupaten Banyuasin pekerja yang terpapar pestisida yang mem-
sebanyak 62,5% 2. Pada penyemprotan punyai kebiasaan merokok dilaporkan
gulma di perkebunan kelapa sawit sebanyak 28,8% dan 53% .12 13
Kabupaten Banyuasin juga lebih banyak Namun perlu diwaspadai kebiasaan
berpendidikan sekolah dasar yaitu 68,1% 11. merokok saat melakukan aplikasi paraquat
cenderung dilakukan pekerja pria dimana

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 75


hal ini dapat meningkatkan risiko masuknya variabel yang berhubungan secara signifi-
paraquat kedalam tubuh melalui rute oral. kan dalam menentukan kadar hemoglobin
Hal ini juga disebabkan saat aplikasi pekerja yaitu jenis kelamin, tingkat pendi-
penyemprotan aplikator dan pengawas dikan, paparan gastro intestinal, dekontami-
terpapar dengan paraquat selama nasi dan kelengkapan alat pelindung diri.
penyemprotan berlangsung dan saat Sedangkan variabel paparan gastro intestin-
menghisap rokok pekerja tidak melakukan al, dekontaminasi dan kelengkapan alat pe-
dekontaminasi terlebih dahulu. Sesuai lindung diri merupakan variabel yang dapat
dengan peraturan kementerian pertanian mempermudah masuknya bahan aktif herbi-
merokok saat melakukan aplikasi sida kedalam tubuh pekerja apabila tidak
penyemprotan pestisida telah dilarang 14. dilakukan pengendalian.Rekomendasi dari
hasil penelitian ini yaitu agar perusahaan
Indeks Masa Tubuh dapat melakukan pemeriksaan Hb pada pe-
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerja secara berkala.
responden yang mempunyai indeks masa
UCAPAN TERIMA KASIH
tubuh normal lebih banyak dibandingkan
yang kurang. Indeks masa tubuh responden Penulis mengucapkan terima kasih
didapatkan dari pengukuran Antropometri kepada Poltekkes Kemenkes Palembang
berupa berat badan dan tinggi badan. yang telah membantu dana dalam menyele-
Sesuai dengan penelitian pada petani saikan penelitian ini, mahasiswa STIK Bina
hortilkultura di Desa Gombong pekerja Husada yang telah membantu dalam pen-
dengan status gizi normal lebih banyak gumpulan data serta pihak manajemen per-
dibandingkan yang kurang normal 9. Na- kebunan sawit di Kabupaten Banyuasin.
mun dilaporkan juga pada petani hortikultu-
ra sebagian besar responden memiliki status REFERENSI
gizi yang baik yaitu sebanyak 71 responden 1. Murray RK., Granner Daril K, Rodwell
(91%) 4, sedangkan responden yang Victor W, 2009. Biokimia Herper
mempunyai status gizi buruk sebanyak 7 (harper’s illustrated biochemistry) / Alih
orang (9%). Selain itu juga aplikator bahasa: Brahm U.Pendit; Editor: Nanda
herbisida di perkebunan kelpa sawit Wulandari..[et al.],jakarta, EGC.
PT.SAL Kabupaten Banyuasin lebih banyak 2. Maksuk, M., Andani, P., Suzanna, S., &
yang mempunyai indeks masa tubuh normal Amin, M. (2017). Analisis Faktor Risiko
yaitu sebanyak 70% 2. Pada petani yang Kejadian Anemia Pada Aplikator Herbi-
menggunakan pestisidadilaporkan bahwa sida (Studi Kasus Di Perkebunan Kelapa
indeks masa tubuh yang lebih banyak ˂ 25 Sawit PT. S Kabupaten Banyuasin).
kg/m² sebanyak 73% 13. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 8(1),
Namun demikian indeks masa tubuh 35-43.
tidak berhubungan langsung dalam 3. Djau, R.A, 2009. Faktor Resiko
menentukan kadar hemoglobin pekerja Kejadian Anemia dan Keracunan
tetapi indeks masa tubuh dapat digunakan Pestisida Pada Pekerja Penyemprot
dalam menetukan status gizi pekerja. Gulma di Kebun Kelapa Sawit PT. Agro
Semakin baik status gizi pekerja maka Indomas Kabupaten Seruyan
kecendrungan pekerja untuk mengalami Kalimantan Tengah, Tesis Proram Pasca
anemia akan semakin kecil. Sarjana Universitas Diponegoro
Semarang.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
4. Runia, YA, 2008, Faktor-faktor Yang
Penelitian ini memberikan informasi berhubungan Dengan Keracunan
penting mengenai kadar hemoglobin peker- Pestisida Organosfosfat, Karbamat dan
ja ditemukan rata – rata masih berada dalam kejadian Anemia pada Petani
batas normal, sedangkan kejadian anemia Hortikultura Di Desa Tejosari
pada pekerja lebih tinggi dibandingkan pria. Kecamatam Ngablak Kabupaten
Dari hasil analisis dat menunjukkan bahwa magelang, Tesis Program studi Megister

76 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


Kesehatan Lingkungan Universitas 10.Rangan, A, supit, S,Nancy, E J, 2013.
Diponegoro. Kadar Hemoglobin Pada Petani Terpapar
5. Del Prado Lu, 2007. Pesticide exposure, Pestisida di Kelurahan Rurukan
risk factors and health problem among Kecamatan Tomohon Timur. Skripsi
cut flowers : across sectional study, Fakultas Kedokteran Universitas Sam
Journal of Occupational Medicine and Ratulangi.
Toxicoloy, 2(9):1-8. 11.Sasri N. 2013. Faktor – faktor yang
6. Patil JA, Patil AJ, Govindwar SP. berhubungan dengan kadar
Biochemical effects of varous pesticides cholinesterase di Perkebunan Kelapa
on sprayers of grape gardens. Indian Sawit PT I M Kabupaten Musi
journal of clinical biochemistry, Banyuasin. Tesis Program Pascasarjana
2003;18(2):16-22 6. Biomedik FK Unsri.
7. Reddy PB, Jagdish K. Clinico 12.Jayasumana C, Paranagama P, Agampo-
Pathological effects of pesticides di S, Wijewardane C, Gunatilake S, Siri-
exposure on farma workers. DAV baddana S, 2015. Drinking well water
International Journal of and occupational exposures to herbi-
Science.2012;1(2):119-121. cides is associated with chronic kidney
8. Fikri E, setiani O, Nurjazuli, 2012 . disease, in Padavi-Sripura, Sri Lanka,
Hubungan Paparan Pestisida dengan BioMedCentral, 14(6): 2-10.
Arsen dalam Urin dan Kejadian Anemia, http://www.ehjournal.net/content/14/1
Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia /6 .
,11 (1):29-37. 13.Waggoner JK, Henneberger PK, Kull-
9. Kurniasih, S.A, Onny, S, Achadi, N,S. man GJ, Umbach DM, Kamel F, Beane
2013. Faktor-faktor yang Terkait LE, Freeman, Alavanja Michael C. R,
Paparan Pestisid dan Hubungannnya Sandler DP., Hoppin JA, 2013. Pesticide
dengan Kejadian Anemia pada Petani use and fatal injury among farmers in
Hortikultura di Desa gombong the Agricultural Health Study, Int Arch
Kecamatan Belik Kabupaten Pemalang Occup Environ Health, 86:177–187.
Jawa Tengah, Jurnal Kesehatan DOI 10.1007/s00420-012-0752-x.
Lingkungan Indonesia, 12 (2):132-137. 14.Kementerian Pertanian RI, 2011. Pedo-
man Penggunaan Pestisida Pertanian

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 77


DAYA SAING PERAWAT INDONESIA PADA ERA PASAR BEBAS SEKTOR
JASA DI ASIA TENGGARA

Masdalina Pane1
1
Badan Litbang Kementerian Kesehatan
(E-mail : masdalina.pane@gmail.com, HP : +6281221812746)

ABSTRACT

Latar belakang:Kerjasama Ekonomi ASEAN diarahkan pada pembentukan Masyarakat Eko-


nomi sebagai sebuah bentuk integrasi ekonomi, pasar dengan basis produksi tunggal guna
membentuk kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi, merata dan terintegrasi ke dalam eko-
nomi global. Untuk itu disepakati aliran bebas sektor jasa termasuk keperawatan, melalui peng-
hapusan berbagai hambatan bagi para pemasok jasa dalam penyediaan jasanya secara lintas ne-
gara di kawasan sesuai dengan aturan domestik di setiap negara anggota.kajian ini akan meng-
gambarkan situasi ketenagaan perawat di Indonesia dari sisi jumlah dan kualitas untuk mengan-
tisipasi dan mengisi peluang perubahan global tersebut. Metode: Metode yang digunakan dalam
kajian ini adalah metode kualitatif melalui kajian yuridis kebijakan dalam aturan perundangan,
study literature, indepth interview dan Focus Group Discussion. Analisis dilakukan melalui tri-
angulasi sumber dan metode. Hasil:Berdasarkan jumlah dan kualitas, tenaga perawat Indonesia
mampu bersaing melalui pemenuhan dan pemerataan distribusi tenaga perawat dalam negeri,
penguatan terhadap pelaksanaan regulasi yang sudah ada terkait tenaga perawat warga negara
asing dan peningkatan kualitas pendidikan keperawatan. Adanya surplus terhadap kebutuhan
tenaga perawat di dalam negeri, membuka kesempatan bagi pemerintah untuk melakukan
penjajakan kerjasama dengan negara-negara ASEAN dan mendorong tenaga perawat kita untuk
lebih banyak mengisi pasar tenaga kerja di Asia Tenggara maupun negara-negara lainnya. Ke-
simpulan:Perawat Indonesia memiliki daya saing yang tinggi diwilayah regional maupun
global, pemerintah memiliki tugas mendorong daya saing tersebut melalui legislasi, harmonisasi
kurikulum dan peningkatan kualitas Pendidikan keperawatan
Kata Kunci:Daya Saing, Pasar Bebas, Jasa, Perawat, Global

ABSTRACT

Background and aims: The goals ofASEAN Economic Cooperationdirected to the establish-
ment of the Economic Community integration, a single production base market for a highly
competitive, equitable and integrated economic into the global economy. Therefore, free trade
of the services sector, including nursing will eliminate the barriers for service suppliers across
countries in the region with national rules in each member country. This study will illustrate the
nurse situation in Indonesia in terms of quantity and quality to anticipate and fill in the oppor-
tunities of global change. Methods: We used qualitative methods through juridical policy re-
view in legislation, study literature, in-depth interview and Focus Group Discussion. The analy-
sis used triangulation of sources and methods. Result: Based on quantity and quality, Indone-
sian nurses able to compete the fulfillment and distribution of domestic nurses, strengthening
the implementation of existing regulations related to foreign nurse workers and improving the
quality of nursing education. The existence of a surplus of the nurses in the country makes an
opportunity for the government to explore the cooperation with ASEAN countries and encour-
age the nurses to fill in the labor market in Southeast Asia and other countries Conclusion: In-
donesian nurses have a high competitiveness in regional and global area, government has duty
to push the competitiveness through legislation, curriculum harmonization and quality im-
provement of nursing education
Keywords :Competitiveness, Free Trade, Services, Nurse, Global

78 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


PENDAHULUAN sistem pendidikan, pelatihan, pengalaman
(sangat kompleks) antar negara. Sehingga
Kerjasama ASEAN (Association of
solusinya adalah dengan saling pengakuan
South East Asia Nations) dimulai dengan
(mutual recognition) tentang kompetensi
disyahkannya Deklarasi Bangkok pada ta-
natural person antar negara. Padatanggal 8
hun 1967 yang bertujuan untuk memperce-
Des 2006 di Cebu, Filipina telah disepakai
pat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial
ASEAN MRA on Nursing Services yang
dan pengembangan budaya. Dalam dinami-
bertujuan untuk :1) Memfasilitasi mobilisa-
ka perkembangannya, kerjasama Ekonomi
si jasa perawat di dalam kawasan anggota
ASEAN diarahkan pada pembentukan Ma-
negara ASEAN; 2) Pertukaran informasi
syarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang
dan peningkatan kerjasama dalam skema
pelaksanaannya berjalan relatif lebih cepat
MRA jasa perawat; 3) Mempromosikan
dibandingkan dengan kerjasama dibidang
pengadopsian best practices sesuai standar
politik, keamanan dan sosial budaya.
dan kualifikasi; dan 4) Menyediakan
Masyarakat Ekonomi ASEAN
kesempatan untuk meningkatkan kapasitas
(MEA) merupakan sebuah bentukintegra-
perawat ASEAN melalui pendidikan dan
siekonomi ASEAN, pasar dengan basis
pelatihan.
produksi tunggal gunamembentuk kawasan
Terkait dengan situasi global dan re-
ekonomi yang berdaya saing tinggi, dengan
gional tersebut, kajian ini akan menggam-
pembangunan ekonomi yang merata dan
barkan situasi ketenagaan perawat di Indo-
terintegrasi ke dalam ekonomi global.
nesia dari sisi jumlah dan kualitas untuk
MEA mengacupada Cetak Biru Masyarakat
mengantisipasi dan mengisi peluang pe-
Ekonomi (Asean Economic Community
rubahan global yang terjadi.
Blueprint). Cetak Biru Masyarakat Ekono-
mi ASEAN 2025 memiliki karakteristik (1)
METODE
Ekonomi yang Terintegrasi dan Terpadu, (2)
ASEAN yang Kompetitif, Inovatif dan Di- Kajian ini merupakan Kajian kualita-
namis, (3) Peningkatan Konektivitas dan tif yang bertujuan untuk mempelajari aspek
Kerjasama Sektoral, (4) ASEAN yang yuridis yang mendukung daya saing pera-
Tangguh, Berorientasi dan Berpusat pada wat Indonesia pada era pasar bebas regional
SDM, dan (5) ASEAN yang Global. maupun global dalam aturan perundangan
Dalam mencapai pasar tunggal dan dan membandingkan dengan kesiapan real
basis produksi, disepakati beberapa elemen tenaga perawat dalam menghadapi era pasar
dan salah satu satunya adalah aliran bebas bebas di Asia Tenggara. Pengumpulan data
sektor jasa. Hal ini diartikan tidak ada ham- pada study literature berbagai aturan perun-
batan bagi para pemasok jasa ASEAN da- dangan menggunakan pendekatanyang
lam penyediaan jasanya secara lintas negara bersifat yuridis normatif. Data yang digu-
di kawasan sesuai dengan aturan domestik nakan dalam Kajian ini adalah data primer,
di setiap negara anggota. Salah satu komit- yang diperoleh dari pendapat pakar dari
men dalam mewujudkan aliran bebas sektor kementerian kesehatan dan yang terkait ser-
jasa adalah adanya pengakuan terhadap ku- ta dari institusi terkait tenaga kesehatan
alifikasi para profesional yang tertuang da- antara lain Badan PPSDM, Konsil
lam piagam Mutual Recognition Arrange- Kedokteran Indonesia, Majelis tenaga
ment (MRA). Terdapat 8 sektor jasa yang kesehatan Indonesia, Organisasi Profesi dan
dikomitmenkan dalam MRA, yaitu Medical lain-lainmelalui wawancara mendalam (In-
(Pengobatan/ dokter), nurse (perawat), arsi- depth Interview) dan round table discus-
tektur, engineering (tenaga ahli), dental sion. Adapun data sekunder diperoleh
(dokter gigi), akunting, tenaga survey dan melalui data yang tercatat di institusi
tourisme (pariwisata). terkait.untuk membandingkan kebutuhan
Upaya harmonisasi dalam perdagan- perawat di Indonesia dengan ketersediaan
gan jasa sulit untuk dicapai karena me- perawat (jumlah), Jenis pendidikan perawat
nyangkut pengaturan kualitas/kompetensi dan kualitasnya serta peluang untuk mengi-
manusia dan perbedaan antar negara terkait si pasar bebas Asia Tenggara.

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 79


HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Berdasarkan target renstra 2015 – 20193
kebutuhan perawat sebanyak 482.534
Perhitungan jumlah tenaga Perawat
sementara telah ter-registrasi sebanyak
dilakukan untuk menggambarkan kecuku-
441.285 (per Agustus 2017) dari kebu-
pan perawat untuk mengisi kebutuhan da-
tuhan 448.537 pada tahun 2017 dan di-
lam negeri. Terdapat beberapa jenis perhi-
perkirakan telah terpenuhi saat ini, se-
tungan tenaga perawat antara lain ratio pe-
mentara kebutuhan perawat di Puskes-
rawat dibandingkan jumlah penduduk, ana-
mas dan Rumah Sakit sebanyak
lisis beban kerja dan perhitungan berdasar-
305.598 dari ketersediaan di pasar te-
kan Rencana Penempatan Tenaga Keseha-
naga kerja di Fasilitas Pelayanan Kese-
tan(RPTK) berdasarkan Kepmenkokesra
hatan tahun 2016 sebesar 309,017.4
No. 54 dan 56 tahun 2013 dan Peraturan
Terdapat kelebihan 132.268 perawat da-
Menteri Kesehatan No. 75 tahun 2014.
ri kebutuhan perawat di Indonesia, dan
1. Berdasarkan rasio realisasi 170 perawat
jumlah tersebut terus bertambah seiring
per 100.000 penduduk (dari target na-
dengan produksi tenaga perawat yang
sional 166 perawat per 100.000 pendu-
terus berlanjut.
duk) terdapat 25 Propinsi memiliki ratio
5. Sekalipun tenaga perawat telah mencu-
perawat di atas rata rata nasional dan
kupi bahkan berlebih dari sisi kuantitas
target nasional, 9 Propinsi memiliki pe-
tetapi masih terdapat beberapa puskes-
rawat di bawah rata rata rasio dan target
mas yang tidak memiliki perawat yang
perawat/100.000 penduduk dan ada 3
menetap terutama didaerah terpencil,
Propinsi dibawah rasio 100 pera-
perbatasan dan kepulauan (DTPK), se-
wat/100.000 penduduk. Secara umum
cara administratif terdapat perawat di-
kekurangan ratio perawat berada di In-
daerah tersebut tetapi secara faktual ja-
donesia Tengah dan Timur dan kelebi-
rang berada ditempat disebabkan fasili-
han tenaga berada di Indonesia bagian
tas yang tidak memadai. Berdasarkan
Barat (DKI Jakarta, Banten, DI Yogya-
diskusi dengan organisasi profesi jika
karta, Sumatera Barat)1 dan Provinsi
wilayah tersebut akan dibuka untuk di-
dengan tenaga perawat paling sedikit
isi tenaga kesehatan dari Asean, maka
berada di Papua, Sulawesi Barat dan
semua ketentuan terkait dengan masuk-
Kalimantan Utara.
nya tenaga asing ke Indonesia harus te-
2. Kondisi penempatan perawat di Rumah
tap diikuti termasuk kemampuan ber-
Sakit juga memperlihatkan dari 2.609
bahasa lokal dan adanya kewajiban im-
Rumah Sakit yang ada, dengan kebutu-
bal balik tenaga pada negara pengirim,
han standar 272.196perawattelah terpe-
artinya 1 tenaga kesehatan yang masuk
nuhi 184.559 tenaga dan 13.5 % dianta-
berarti 1 tenaga kesehatan Indonesia bi-
ranya (24.997 tenaga) maldistribusi se-
sa masuk ke negara tersebut.
hingga Rumah Sakit masih kekurangan
Berdasarkan analisis situasi, dapat di-
112.634 tenaga perawat.1
identifikasi beberapa kesenjangan dalam
3. Berdasarkan Standar ketenagaan Mi-
Liberalisasi Jasa Kesehatan menuju tahun
nimal di Puskesmas pada PMK 75/2014
2019 yang terjadi, antara lain :
tentang Puskesmas, realisasi tenaga pe-
1. Jumlah perawat sudah melebihi ke-
rawat (98.864 perawat) telah melebihi
butuhan berdasarkan renstra 2015-
standar (58.968 perawat) dan 9.802
2019 dan membuka peluang untuk
orang diantaranya termasuk dalam ka-
mengisi kebutuhan negara ASEAN
tagori maldistribusi sehingga puskes-
dan negara lain;
mas masih kekurangan 9.802 perawat.2
2. Harmonisasi kurikulum dan kompe-
tensi minimal sudah sesuai dengan
1
SIRS Online, 10 Jan 2017 menggunakan
3
Standar Ketenagaan Minimal di RS sesuai PMK Renstra Kementerian Kesehatan 2015-2019
4
56/2014 (RSU) dan 340/2014 ttg Klasifikasi RS Standar Ketenagaan Minimal di RS sesuai PMK
(RSK) 56/2014 (RSU) dan 340/2014 ttg Klasifikasi RS
2
Badan PPSDM Kesehatan, Desember 2016 (RSK)

80 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


jadual, tetapi keberadaan lulusan D pakan lulusan dari perguruan tinggi yang
IV Keperawatan yang tidak dikenal mutunya diakui secara internasional, dan
di negara lain termasuk dalam KKNI telah memperoleh lisensi dari negara asal-
level 6 namun belum masuk kategori nya. Selain itu harus lolos kualifikasi dan
professional; kompetensi serta diprioritaskan pada pen-
3. Belum adanya regulasi uji kompeten- guasaan bidang ilmu pengetahuan dan tek-
si perawat asing yang akan masuk ke nologi (Iptek). Tenaga perawat asing terse-
Indonesia juga harmonisasi kebijakan but juga harus memiliki Surat Tanda Regi-
mekanisme penerimaan perawat strasi (STR) dari Majelis Tenaga Kerja In-
WNA donesia (MTKI). Tenaga kerja asing yang
masuk pun harus diseleksi dulu oleh kole-
Indonesia mempunyai potensi SDM
gium untuk bisa mendapatkan STR. Kole-
perawat yang besar. Potensi tersebut perlu
giumlah yang menentukan apakah sebuah
ditangani dan ditingkatkan kapasitasnya
rumah sakit tersebut boleh menggunakan
agar dapat menghasilkan SDM Kesehatan
tenaga perawat asing tersebut.
yang berkualitas dan kompetitif di pasar
Terkait MNP (Movement of Natural
global. Di era Globalisasi, seorang perawat
Person) yang telah ditandatangani bulan
tidak hanya dituntut memiliki kompetensi
November 2012 di Kamboja akan memfasi-
teknis keperawatan yang tinggi, tapi
litasi pertukaran tenaga kerja termasuk pe-
jugakemampuan untuk beradaptasi dengan
rawat yang terkait kegiatan perdagangan
kemajuan teknologi, mempunyai
dan investasi di antara anggota. Namun
kompetensi bahasa asing yang baik, serta
demikian batasan juga diperkenankan di-
fleksibilitas untuk bekerja di lingkungan
mana Negara Anggota ASEAN tetap memi-
multi kultur, beberapa peluang yang dapat
liki otoritas untuk menerapkan peraturan
diidentifikasi antara lain : Terbukanya pe-
nasional masing-masing dalam melaksana-
luang akses pasar tenaga kerja profesional
kan implementasi perjanjian. Pelaksanaan
Indonesia untuk bekerja di negara ASEAN;
komitmen liberalisasi melalui MNP diatur
Keberadaan Mutual Recognition Arrange-
dalam Schedule of Commitment (SoC) mas-
ment ASEAN pada tenaga kerja profession-
ing-masing Negara dan implementasinya
al perawat membuka peluang terakuinya
hanya berlaku untuk sektor-sektor peker-
kualifikasi tenaga kerja perawat profesional
jaan yang dikomitmenkan ke dalam SoC.
Indonesia sehingga pada saat bersamaan
Perpindahan tenaga kerja terampil sesuai
dapat meningkatkan daya saing tenaga pe-
dengan kategori natural persons yang su-
rawat profesional Indonesia; Adanya pe-
dah diatur, hanya dapat dilakukan melalui
ningkatan kualitas pendidikan keperawatan
kontrak kerja sama antar badan hukum (ju-
di Indonesia dimana kurikulum yang diakui
ridical persons) di ASEAN atau melalui
oleh negara anggota ASEAN lainnya (bers-
investasi badan hukum satu negara ASEAN
tandar internasional); Masuknya investasi
di negara ASEAN lainnya. Kategori MNP
dan teknologi yang dapat dimanfaatkan un-
yang dikomitmenkan: (i) Business Visitors,
tuk peningkatan pelayanan jasa keperawa-
(ii) Contractual Services Supplier (CSS);
tan; Peningkatan kerjasama/networking;
dan (iii) Intra Cooperate Transferees (ICT)
Mengisi kekurangan sebaran perawat di
untuk Director, Manajer dan Specialists.
daerah Indonesia yang memerlukan pelaya-
Pada tingkat ASEAN, Indonesia mengko-
nan kesehatan; Meningkatkan kesempatan
mitmenkan beberapa jenis tenaga kerja ter-
tenaga kesehatan Indonesia bekerja dan
masuk perawat, dan dibatasi secara cross
mengikuti pendidikan/pelatihan di luar ne-
sectoral, kecuali untuk sektor-sektor yang
geri;Memperkuat peraturan domestik sektor
menuliskan unbound.
jasa untuk meningkatkan kualitas;
Sampai dengan saat ini belum ada
Permenkes 67/2013 yang mengacu
pengajuan registrasi tenaga kesehatan asing
pada UU 39/2004 tentang ketenaga kerjaan
di Indonesia, tetapi bukan berarti tidak ada
menegaskan bahwa tenaga kesehatan asing
tenaga kesehatan asing yang melakukan
yang ingin bekerja di Indonesia yaitu beru-
kegiatannya di Indonesia, biasanya
sia muda sekitar 30 – 45 tahun, dan meru-
masuknya tenaga asing tersebut melalui

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 81


kegiatan Alih Ilmu Pengetahuan dan Peta kompetensi perawat pada level
Teknologi (Alih Iptek), kegiatan amal, profesional dasar di masing-masing
pengobatan gratis, bantuan saat terjadi Negara anggotauntuk National Qualifi-
bencana dan moda aktivitas lainnya. cation Framework (NQF) termasuk In-
Peningkatan kualitas tenaga perawat dalam donesia sudah selesai disusun. Level
negeri juga dilakukan melalui; KKNI (Kualifikasi Kompetensi Na-
1. Akreditasi Institusi Pendidikan; Berda- sional Indonesia) untuk tenaga Perawat
sarkan data dari Kemenristekdikti dari Indonesia sudah diserahkan kepada tim
total 659 Program S1 Keperawatan dan ASEAN dan sedang di review. Perma-
DIII keperawatan, program terakredita- salahan keberadaan lulusan D IV Kepe-
si A hanya 1,4% dan 82% terakreditasi rawatan termasuk dalam KKNI level 6
C, permasalahan utama terletak pada namun belum masuk kategori profe-
fasilitas pendidikan yang tidak meme- sional akan dilakukan bridging lulusan
nuhi standar. Sebagian besar program D IV menjadi Ners (profesi) yang ter-
studi terakreditas A dan B berada pada masuk KKNI level 7.
Universitas Negeri dengan fasilitas ber- 4. Penyelenggaraan pelatihan keprofesian
subsidi dari pemerintah. Hal ini perlu dan Peningkatan kemampuan berbahasa
dicermati untuk penentuan kebijakan asing.
pendidikan tenaga keperawatan dimasa 5. Mendorong peran organisasi profesi
yang akan datang. Pendidikan tenaga dan kolegium dalam peningkatan kom-
kesehatan dibawah ampuan kemente- petensi
rian kesehatan melalui Politeknik Ke-
sehatan sebanyak 38 Poltekkes dengan Regulasi Bidang Keperawatan
259 Prodi D3 dan 135 Prodi D4, dima- SKKNI jasa kesehatan sub sektor ja-
na 57.5% diantaranya (149 prodi D3 sa pelayanan kesehatan bidang keperawatan
dan 78 Prodi D4) adalah prodi dibidang yang telah ditetapkan oleh Kemenakertrans.
keperawatan, dengan banyaknya lulu- Selain itu adanya perubahan peraturan bi-
san yng dihasilkan sementara pasar te- dang penanaman modal dan pembentukan
naga kerja di dalam negeri semakin se- UU Tenaga Kesehatan dan UU Keperawa-
dikit, telah dan harus dilakukan bebagai tan merupakan langkah maju dalam proses
langkah strategis untuk mengisi pasar liberalisasi dalam menata system kredensial
Asean. Beberapa prodi keperawatan di tenaga kesehatan. Selain itu Indonesia telah
5 Poltekkes pengampu mulai membuka menetapkan SKKNI dengan menggunakan
prodi D3 keperawatan kelas Interna- standar-standar yang dipergunakan oleh
sional, walaupun pasar targetnya bu- negara Asia-Pasifik Regional Model of
kanlah Asean tetapi negara-negara Ero- Competency Standard (RMCS).
pa, Amerika, Timur Tengah dan Negara Terkait dengan akses pasar, Indonesia
Maju di Asia seperti Jepang dan Korea. masih ingin secara bebas mempertahankan
Walaupun sedikit terlambat pemerintah batasan-batasan akses pasar terhadap mode
perlu untuk membuat kebijakan dan te- perdagangan jasa keperawatan untuk me-
robosan strategis untuk mempercepat lindungi kepentingan tenaga perawat di In-
proses yang saat ini berjalan. donesia maupun dinegara lain. Berdasarkan
2. Uji Kompetensi tenaga perawat regulasi Indonesia yang teridentifikasi un-
3. Penyesuaian kurikulum berstandar in- tuk perdagangan internasional atau berda-
ternasional; sarkan regulasi domestik Indonesia hal ter-
Indonesia juga telah menyampaikan ku- sebut akan berdampak pada suatu ketidak
rikulum Diploma dan Bachelor untuk jelasan dalam penanganan eksistensi Jasa
keperawatan yag terdiri dari 5 kompe- Klinik keperawatan mandiri di Indonesia
tensi utama keperawatan kepada Thail-
and sebagai koordinator harmonisasi KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
kompetensi minimal yang menjadi da-
sar semua negara Asean dalam penyu- Secara jumlah dan kualitas, tenaga
sunan kurikulum pendidikan perawat. perawat Indonesia mampu bersaing

82 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


menghadapi era liberalisasi jasa kesehatan lamhttps://cil.nus.edu.sg/rp/pdf/2009%2
namun dengan beberapa strategi penguatan 0ASEAN%20Trade%20in%20Goods%
di berbagai bidang, antara lain: Pemenuhan 20Agreement-pdf. [diakses 9 Septem-
dan pemerataan distribusi tenaga perawat ber 2017]
dalam negeri baik didaerah terpencil 4. Departemen Perdagangan Republik
maupun perbatasan, Penguatan terhadap Indonesia, tt. Menuju ASEAN Econom-
pelaksanaan regulasi yang sudah ada terkait ic Community 2015, [online] da-
tenaga perawat warga negara asing, adanya lamhttp://ditjenkpi.kemendag.go.id/web
surplus terhadap kebutuhan tenaga perawat site_kpi/Umum/Setditjen/[diakses 18
di dalam negeri, membuka kesempatan bagi September 2017]
pemerintah untuk melakukan penjajakan 5. David Vebri, Daya Saing Rendah, In-
kerjasama dengan negara-negara ASEAN dustri Belum Siap Hadapi MEA, 2015,
dan mendorong tenaga perawat kita untuk [online] dalam
lebih banyak mengisi pasar tenaga kerja di http://lipsus.kontan.co.id/v2/mea/read/2
Asia Tenggara maupun negara-negara lain- 75/daya-saing-rendah-industri-belum-
nya, adanya penguatan dari segi kurikulum siap-hadapi-MEA
pada institusi pendidikan tenaga kesehatan 6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
Indonesia untuk meningkatkan kompetensi 756/Menkes/SK/VI/2014 tentang Per-
tenaga Kesehatan. Baik Institusi yang siapan Liberalisasi Perdagangan dan Ja-
berada di bawah kewenangan Kementerian sa di bidang kesehatan
Kesehatan maupun Institusi pendidikan 7. Kementerian Kesehatan RI, Profil Ke-
dibawah kewenangan DIKTI. sehatan Indonesia, 2016
8. UU No 29 tahun 2004 tentang praktik
UCAPAN TERIMA KASIH kedokteran
Ucapan terima kasih disampaikan 9. UU No. 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga
kepada Bapak Kepala Pusat Penelitian dan Kesehatan
Pengembangan Humaniora dan Manajemen 10. UU No 38 tahun 2014 tentang
Kesehatan, Badan Litbang Kementerian Keperawatan
Kesehatan, Kepala Bidang Manajemen Ke- 11. UU No. 38 Tahun 2014 Tentang Kepe-
sehatan dan para peneliti yang terlibat da- rawatan
lam kajian ini. 12. Perpres No. 8 Tahun 2012 Tentang Ke-
rangkaKualifikasi Nasional Indonesia
REFERENSI 13. Peraturan Pemerintah no 103 tahun
2014 tentang Pelayanan KesehatanTra-
1. ASEAN Economic Community Blue disional
Print 2025. 14. ASEAN MRA on Nursing Services
2. Bendjamin Benny Louhenapessy, A. 15. SIRS Online, 10 Jan 2017
Rachman Mustar, Reza Lukiawan dan menggunakan Standar Ketenagaan
Novin Aliyah, Kesiapan Standar Na- Minimal di RS sesuai PMK 56/2014
sional Indonesia (SNI) Produk Prioritas (RSU) dan 340/2014 ttg Klasifikasi RS
Menghadapi Masyarakat Ekonomi (RSK)
ASEAN (MEA), 2015, Jurnal Standar- 16. Renstra Kementerian Kesehatan 2015-
disasi Volume 17 Nomor 1, Maret 2019
2015: Hal 75 - 86 17. Standar Ketenagaan Minimal di RS
3. Centre For International Law, 2009. sesuai PMK 56/2014 (RSU) dan
2009 ASEAN Trade in Goods Agree- 340/2014 ttg Klasifikasi RS (RSK)
ment, [online] da-

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 83


KEBUTUHAN KELUARGA PASIEN DI UNIT KEPERAWATAN KRITIS
RSUP MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

Lukman1
1
Poltekkes Kemenkes Palembang
(e-mail: lukman@poltekkespalembang.ac.id)

ABSTRAK

Latar belakang: Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang


mempengaruhi kebutuhan keluarga menunggu pasien ICU di RSUP dr Mohammad Hoesin
Palembang. Metode: Jenis penelitian ini adalah survey analitik dengan rancangan cross
sectional study. Jumlah sampel sebanyak 37 orang pasien, yang akan diambil dengan cara
consecutive sampling. Kuesioner yang digunakan untuk mengukur kebutuhan keluarga meliputi
kebutuhan informasi, dukungan mental, rasa nyaman, kedekatan dengan pasien, dan kebutuhan
jaminan pelayanan. Sedangkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kebutuhan antara lain
penyakit, hubungan keluarga, konsep diri, dan tahap perkembangan. Untuk mengetahui faktor
apakah yang mempengaruhi kebutuhan keluarga akan dilakukan uji regresi, dengan tingkat
kemaknaan (α) sebesar 0,05. Hasil: rerata usia responden 47,49 tahun (7,841) dengan usia
termuda 37 tahun dan tertua 65 tahun. Ada pengaruh tingkat pendidikan keluarga terhadap
kebutuhan akan informasi (p= 0,009; OR= 0,087), dan kebutuhan jaminan pelayanan (p= 0,05;
OR= 11,642). Ada pengaruh jenis kelamin terhadap kebutuhan rasa nyaman (p= 0,05; OR=
0,162). Ada pengaruh hubungan keluarga terhadap kebutuhan dukungan mental pada keluarga
(p= 0,036; OR= 10,667). Tidak ada pengaruh tingkat perkembangan dan konsep diri terhadap
kebutuhan keluarga pasien. Kesimpulan: Diharapkan para akademisi dan praktisi perawat dapat
melakukan penelitian sejenis dengan menggunakan desain yang berbeda. Bagi perawat praktisi
ICU, sebaiknya kebutuhan keluarga menjadi fokus perhatian guna meningkatkan peran serta dan
kepuasan keluarga terhadap layanan rumah sakit. Pimpinan institusi pelayanan seperti pimpinan
rumah sakit, pimpinan klinik, pimpinan Puskesmas dapat merumuskan kebijakan dalam rangka
meningkatkan kualitas pelayanan dan kepuasan pasien dan keluarga, khususnya dengan
memberi perhatian khusus pada kebutuhan keluarga yang sedang menunggu pasien yang
dirawat di ICU.
Kata Kunci : pasien kritis, kebutuhan, dukungan, keluarga.

PENDAHULUAN yang dilakukan oleh Kelompok The Leap-


frog, menyimpulkan bahwa dengan proses
Pasien kritis dengan perawatan di
pemantauan dan pengawasan yang intensif
ruang ICU (Intensive Care Unit) memiliki
pada ruang ICU disuatu daerah metropolis,
morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
53.850 nyawa dapat diselamatkan tiap ta-
Mengenali ciri-ciri dengan cepat dan pena-
hun (Goran, 2010). Untuk memberikan pe-
talaksanaan dini yang sesuai pada pasien
rawatan kritis sesuai filosofi perawatan kri-
beresiko kritis atau pasien yang berada da-
tis tanpa batas (critical care without wall),
lam keadaan kritis dapat membantu mence-
yaitu kebutuhan pasien kritis harus dipenu-
gah perburukan lebih lanjut dan memaksi-
hi di manapun pasien tersebut secara fisik
malkan peluang untuk sembuh (Gwinnutt,
berada di dalam rumah sakit (Jevon &
2006 dalam Jevon & Ewens, 2009). Fakta
Ewens, 2009).
yang didapatkan dilapangan lebih dari
Hal ini dipersepsikan sama oleh tim
500.000 pasien meninggal di ICU setiap
pelayanan kesehatan bahwa pasien kritis
tahunnya. Rata rata kematian pasien di ICU
memerlukan pencatatan medis yang berke-
dapat diturunkan sebesar 10% apabila da-
sinambungan dan monitoring penilaian se-
lam perawatannya dikelola secara intensif
tiap tindakan yang dilakukan. Dengan de-
(Nowlin, 2004). Pada tahun 2000 analisis
mikian pasien kritis erat kaitannya dengan

84 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


perawatan intensif oleh karena dengan ce- dari anggota keluarga lainnya dalam rangka
pat dapat dipantau perubahan fisiologis menjalankan fungsi-fungsi yang terdapat di
yang terjadi atau terjadinya penurunan dalam sebuah keluarga. Keberhasilan pera-
fungsi organ-organ tubuh lainnya (Rab, watan di rumah sakit akan menjadi sia-sia
2007). Penerimaan pasien di unit perawatan apabila tidak didukung oleh peran serta du-
kritis menandakan suatu ancaman terhadap kungan keluarga (Taylor,1995 dalam Amba-
kehidupan dan kesejahteraan pada semua ri, 2010).
orang yang dirawat di ruang kritis tersebut. Pendapat tesebut diperkuat oleh per-
Pasien sering merasa diterima di unit pera- nyataan dari commission of the family
watan kritis sebagai tanda akan tiba kema- (1998, dalam Dolan dkk, 2006:91) bahwa
tian karena pengalaman mereka sendiri atau dukungan keluarga dapat memperkuat se-
orang lain. Pada kondisi ini dukungan ke- tiap individu, pasien, menciptakan kekuatan
luarga menjadi kepentingan utama. Keluar- keluarga, memperbesar penghargaan terha-
ga berperan dalam mendukung penyembu- dap diri sendiri, mempunyai potensi sebagai
han dan pemulihan pasien. Apabila dukun- strategi pencegahan utama bagi seluruh ke-
gan seperti ini tidak diterima pasien, maka luarga dalam menghadapi tantangan kehi-
keberhasilan penyembuhan dan proses pe- dupan sehari-hari serta mempunyai relevan-
mulihan sangat berkurang (Hudak & Gallo, si dalam masyarakat yang berada dalam
1997). lingkungan yang penuh tekanan (Amba-
Bagi keluarga pasien yang berada da- ri,2010). Saling mendukung, saling menga-
lam keadaan kritis (critical care paients) sihi, dan saling menghargai antar sesama
dalam kenyataannya memiliki stress emo- anggota keluarga sebagai dasar kekuatan
sional yang tinggi (high levels of emotional keluarga merupakan fungsi internal keluar-
distress). Mendapatkan informasi tentang ga yang di sebut fungsi afektif (Friedman,
kondisi medis pasien dan hubungan dengan 1986 dalam Setiawati & Dermawan (2008).
petugas pemberi pelayanan merupakan pri- Mengingat pentingnya peran keluar-
oritas utama yang diharapkan dan diperlu- ga, maka perlu diketahui apa yang menjadi
kan oleh keluarga pasien (high priority kebutuhan keluarga pasien yang menunggu
needs for these family). Hasil penelitian keluarganya yang dirawat di ruang ICU.
mendapatkan data peningkatan kejadian Tujuan penelitian adalah untuk mengidenti-
stress (elevated levels of distress) yang di- fikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
alami oleh keluarga pasien adalah segera kebutuhan keluarga menunggu pasien ICU
setelah pasien berada di ICU (just after the di RSUP dr Mohammad Hoesin Palembang.
patients admission to the ICU) (Azizahkh,
2010). METODE PENELITIAN
Disamping itu perawatan pasien di Jenis penelitian ini adalah survey
ruang ICU menimbulkan stres bagi keluar- analitik dengan rancangan cross sectional.
ga pasien juga karena lingkungan rumah Populasi terjangkau dalam penelitian adalah
sakit, dokter dan perawat merupakan bagian keluarga pasien yang dirawat di ICU RSUP
yang asing, bahasa medis yang sulit untuk dr Mohammad Hoesin Palembang Tahun
dipahami dan terpisahnya anggota keluarga 2013. Besarnya sampel sebanyak 37 pasien,
dengan pasien. Untuk itu pelayanan kepe- diambil secara non probability sampling
rawatan perlu memberikan perhatian untuk menggunakan consecutive sampling (Sa-
memenuhi kebutuhan keluarga dalam fre- stroasmoro & Ismael, 2010; Sugiyono,
kuensi, jenis, dan dukungan komunikasi. 2007; Polit & Beck, 2006). Adapun kriteria
Sejalan dengan itu, pelayanan keperawatan keluarga adalah 1) pasien dirawat di general
juga perlu memahami kepercayaan, nilai- ICU dan Cardiac ICU, 2) bersedia menjadi
nilai keluarga, menghormati struktur, fung- responden, 3) bisa membaca dan menulis.
si, dan dukungan keluarga (Potter & Perry, Alat ukur yang digunakan untuk
2009). mengukur kebutuhan keluarga mengguna-
Dukungan keluarga menurut Francis kan kuesioner Pane (2012). Untuk menge-
dan Satiadarma (2004) merupakan bantuan tahui pengaruh penyakit, perkembangan,
yang diterima salah satu anggota keluarga

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 85


konsep diri, dan hubungan keluarga terha- Berdasarkan tabel 1, rerata usia res-
dap kebutuhan akan menggunakan uji re- ponden 47,49 tahun (7,841) dengan usia
gresi dengan tingkat kemaknaan (α) sebesar termuda 37 tahun dan tertua 65 tahun. Tam-
0,05 (Dahlan, 2009). Dengan interpretasi pak bahwa responden yang tidak bekerja
data bila p value ≤ α (0.05) berarti hasil sebanyak 51,4%, perempuan sebanyak
perhitungan statistik bermakna (signifikan), 54,1%, tingkat pendidikan rendah sebanyak
dan apabila nilai p value > α berarti hasil 67,6%. Infeksi menjadi penyakit terbanyak
perhitungan tidak bermakna, dengan meng- yang diderita pasien sebesar 62,2%, tahap
gunakan piranti lunak komputer. perkembangan responden 59,5% adalah
dewasa tua, dan konsep diri responden se-
HASIL besar 70,3% adalah negatif. Berdasarkan
agama, 94,6% responden beragama Islam.
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden (n= 37)
Karakteristik Frekuensi Persentase (%)
Jenis Kelamin
- Laki-laki 17 45,9
- Perempuan 20 54,1
Pekerjaan
- Bekerja 18 48,6
- Tidak Bekerja 19 51,4
Agama
- Islam 35 94,6
- Non Islam 2 5,4
Pendidikan
- Tinggi (SMA) 12 32,4
- Rendah (SMP) 25 67,6
Penyakit Pasien
- Infeksi 23 62,2
- Non Infeksi 14 37,8
Tahap perkembangan
- Dewasa Muda 15 40,5
- Dewasa tua 22 59,5
Konsep Diri
- Positif 11 29,7
- Negatif 26 70,3
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Kebutuhan Keluarga (n=37)
Karakteristik Frekuensi Persentase (%)
Kebutuhan Informasi
- Tinggi 31 16,2
- Rendah 6 83,8
Kebutuhan Dukungan Mental
- Tinggi 28 24,3
- Rendah 9 75,7
Kebutuhan Rasa Nyaman
- Tinggi 25 67,6
- Rendah 12 32,4
Kebutuhan Dekat dengan pasien
- Tinggi 30 81,1
- Rendah 7 18,9
Kebutuhan Jaminan Pelayanan
- Tinggi 25 67,6
- Rendah 12 32,4
Berdasarkan tabel 2, kebutuhan ke- kungan mental pada kategori rendah sebe-
luarga pasien terhadap informasi dan du- sar masing-masing 83,8% dan 75,7%. Se-

86 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


baliknya, kebutuhan akan rasa aman, dekat akan informasi, dengan kekuatan hubungan
dengan dengan pasien, dan jaminan akan sebesar 11,50 dengan IK 95% 1,835 –
pelayanan pada kategori tinggi berturut- 72,099. Artinya responden dengan tingkat
turut sebesar 67,6%, 81,1%, dan 67,6%. pendidikan rendah (<=SMP) mempunyai
Berdasarkan tabel 3, dapat dijelaskan bah- kemungkinan 1,835 kali untuk membutuh-
wa dari semua responden yang membutuh- kan informasi yang tinggi/banyak diban-
kan informasi yang tinggi/banyak, sebanyak dingkan dengan responden dengan tingkat
62% adalah responden dengan pendidikan pendidikan tinggi (>= SMA). Sehingga,
rendah (<= SMP). Sedangkan dari semua probabilitas responden yang tingkat pendi-
responden yang membutuhkan informasi dikannya rendah untuk membutuhkan in-
yang sedikit/rendah, hanya 5% yang tingkat formasi yang banyak/tinggi adalah sebesar
pendidikannya rendah. Ada hubungan anta- 92%.
ra tingkat pendidikan dengan kebutuhan

Tabel 3. Hubungan Jenis Kelamin, Pekerjaan, Pendidikan, Hubungan Keluarga, Tahap


Perkembangan, dan Konsep Diri dengan Kebutuhan Akan Informasi

Variabel Kebutuhan Informasi


Tinggi Rendah p OR IK95%
n % n %
Jenis Kelamin
Laki-laki 13 35 4 11 1,00 0,25
1,231 5,900
Perempuan 16 53 4 11 0 7
Pekerjaan
Bekerja 13 14 5 14 0,44 0,41 10,23
2.051
Tidak Bekerja 16 8 3 8 7 1 8
Pendidikan
Tinggi (>=SMA) 6 16 6 16 0,00 1,83 72,06
11,500
Rendah (<=SMP) 23 62 2 5 4 5 9
Hubungan keluarga
Kakek-nenek, paman-bibi 14 38 3 8
0,70 0,12
Ayah-ibu, adik-kakak, suami- 15 41 5 14 0,643 3,203
1 9
istri, anak
Tahap Perkembangan
Dewasa Muda 12 8 3 8 1,00 0,23
1,176 5,891
Dewasa Tua 17 14 5 14 0 5
Konsep Diri
Positif 3 22 8 22 0,67 0,30
1,575 8,17
Negatif 5 57 21 57 2 3

Berdasarkan tabel 4, bahwa semua IK 95% 0,013 – 1,068. Artinya responden


responden yang membutuhkan dukungan kakek/ nenek, paman/ bibi mempunyai
mental yang tinggi/ banyak, sebanyak 43% kemungkinan 0,611 kali untuk
adalah kakek/ nenek, paman/bibi. membutuhkan dukungan mental yang
Sedangkan dari semua responden yang tinggi/ banyak dibandingkan dengan Ayah-
membutuhkan dukungan mental yang ibu, adik-kakak, suami-istri, anak.
sedikit/ rendah, hanya 8% yang merupakan Sehingga, probabilitas responden yang
kakek/ nenek, paman/ bibi. Ada hubungan hubungan keluarganya adalah kakek/
antara hubungan keluarga dengan nenek, paman/ bibi yang membutuhkan
kebutuhan akan dukungan mental, dengan dukungan mental yang banyak/ tinggi
kekuatan hubungan sebesar 0,116 dengan adalah sebesar 10,4.

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 87


Tabel 4. Hubungan Jenis Kelamin, Pekerjaan, Pendidikan, Hubungan Keluarga, Tahap
Perkembangan dan Konsep Diri dengan Kebutuhan Dukungan Mental

Kebutuhan Dukungan
Karakteristik Mental
p OR IK95%
Tinggi Rendah
n % n %
Jenis Kelamin
Laki-laki 13 35 4 11
1,000 1,231 0,257 5,900
Perempuan 16 43 4 11
Pekerjaan
Bekerja 13 35 5 14
0,447 2,051 0,411 10,238
Tidak Bekerja 16 43 3 8
Pendidikan
Tinggi (>=SMA) 8 22 4 11
0,394 2,625 0,526 13,099
Rendah (<=SMP) 17 46 8 22

Hubungan keluarga
Kakek-nenek, paman-bibi 16 43 1 8
Ayah-ibu, adik-kakak, suami- 13 35 7 19 0,048 0,116 0,013 1,068
istri, anak
Tahap Perkembangan
Dewasa Muda 11 30 4 11
0,690 0,611 0,126 2,955
Dewasa Tua 18 49 4 11
Konsep Diri
Positif 9 24 2 5
0,741 0,741 0,125 4,407
Negatif 20 54 6 16

Berdasarkan tabel 5 dapat dijelaskan nyaman, dengan kekuatan hubungan


bahwa dari semua responden yang sebesar 6,30 dengan IK 95% 1,093 –
membutuhkan rasa nyaman tinggi/banyak, 36,301. Artinya responden responden
sebanyak 49% adalah perempuan. perempuan mempunyai kemungkinan 0,052
Sedangkan dari semua responden yang kali untuk membutuhkan rasa nyaman yang
membutuhkan rasa nyaman yang tinggi/banyak dibandingkan dengan laki-
sedikit/rendah, hanya 2% yang berjenis laki. Sehingga, probabilitas responden yang
kelamin perempuan.. Ada hubungan antara perempuan untuk membutuhkan rasa
jenis kelamin dengan kebutuhan rasa nyaman banyak/tinggi adalah sebesar 86%.

Tabel 5. Hubungan jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, hubungan keluarga,


Tahap perkembangan, dan konsep diri dengan kebutuhan rasa nyaman

Variabel Kebutuhan Rasa Nyaman


Tinggi Rendah P OR IK95%
n % n %
Jenis Kelamin
Laki-laki 10 27 7 7 36,30
0,052 6,300 1.093
Perempuan 18 49 2 2 1
Pekerjaan
Bekerja 13 35 5 5
0,714 1,442 0,319 6,529
Tidak Bekerja 15 41 4 4
Pendidikan
Tinggi (>=SMA) 8 22 4 4
0,376 2,000 0,425 9,418
Rendah (<=SMP) 20 44 5 5
Hubungan keluarga
Kakek-nenek, paman-bibi 12 32 5 5
0,703 1,667 0,367 7,566
Ayah-ibu, adik-kakak, suami- 16 43 4 4

88 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


istri, anak
Tahap Perkembangan
Dewasa Muda 12 32 3 3
0,613 1,500 0,310 7,247
Dewasa Tua 16 43 6 6
Konsep Diri
Positif 7 19 4 4 11,51
0,267 2,400 0,500
Negatif 21 57 5 5 9

Berdasarkan tabel 6 dapat dijelaskan perkembangan, dan konsep diri responden


bahwa jenis kelamin, pekerjaan, tingkat tidak berhubungan dengan kebutuhan dekat
pendidikan, hubungan keluarga, tahap dengan pasien.

Tabel 6. Hubungan jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, hubungan keluarga, tahap


perkembangan, dan konsep diri dengan kebutuhan deket dengan pasien

Variabel Kebutuhan Deket Pasien


Tinggi Rendah P OR IK95%
n % n %
Jenis Kelamin
Laki-laki 13 35 4 11
0,680 1,744 0,331 9,189
Perempuan 17 46 3 8
Pekerjaan
Bekerja 14 38 4 11
0,693 1,524 0,290 8,014
Tidak Bekerja 16 43 3 8
Pendidikan
Tinggi (>=SMA) 11 30 1 3
0,389 0,288 0,031 2,714
Rendah (<=SMP) 19 51 6 16
Hubungan keluarga
Kakek-nenek, paman-bibi 15 41 5 14
Ayah-ibu, adik-kakak, sua- 15 41 3 8 0,416 0,400 0,067 2,394
mi-istri, anak
Tahap Perkembangan
Dewasa Muda 12 32 3 8
1,000 0,889 0,168 4,701
Dewasa Tua 18 49 4 11
Konsep Diri
Positif 11 30 0 0
0,080 1,368 1,084 1,728
Negatif 19 51 7 19

Berdasarkan tabel 7 dapat dijelaskan perkembangan, dan konsep diri responden


bahwa jenis kelamin, pekerjaan, tingkat tidak berhubungan dengan kebutuhan
pendidikan, hubungan keluarga, tahap jaminan pelayanan.

Tabel 7. Hubungan jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, hubungan keluarga, tahap


perkembangan, dan konsep diri dengan kebutuhan jaminan pelayanan

Variabel Kebutuhan Deket Pasien


Tinggi Rendah P OR IK95%
n % n %
Jenis Kelamin
Laki-laki 12 32 5 14
0,428 2,361 0,472 11,822
Perempuan 17 46 3 8
Pekerjaan
Bekerja 13 35 5 14
0,447 2,051 0,440 10,238
Tidak Bekerja 16 43 3 8
Pendidikan
Tinggi (>=SMA) 11 30 1 3 0,232 0,234 0,025 2,164

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 89


Rendah (<=SMP) 18 49 7 19
Hubungan keluarga
Kakek-nenek, paman- 14 38 3 8
bibi
0,701 0,643 0,129 3,203
Ayah-ibu, adik-kakak, 15 41 5 14
suami-istri, anak
Tahap Perkembangan
Dewasa Muda 13 35 2 5
0,431 2,438 0,419 14,164
Dewasa Tua 16 43 6 16
Konsep Diri
Positif 7 19 4 11
0,203 3,143 0,618 15,978
Negatif 22 59 4 11

Tabel 8. Pengaruh Pendidikan terhadap Kebutuhan Jaminan Pelayanan

Variabel Koefisien p OR IK95%

Pendidikan 2,455 0,05 11,642 0,904 – 140,529

Semua variabel yaitu jenis kelamin, (Tabel 8) yang berpengaruh terhadap


pekerjaan, tingkat pendidikan, hubungan kebutuhan jaminan pelayanan, dengan
keluarga, tahap perkembangan, dan konsep kekuatan hubungan 11,64.
diri responde. Hanya variabel pendidikan

Tabel 9. Pengaruh Pendidikan terhadap Kebutuhan Informasi

Variabel Koefisien p OR IK95%

Pendidikan -2,442 0,009 0,087 0,014 – 0,545

Semua variabel yaitu jenis kelamin, (Tabel 9) yang berpengaruh terhadap


pekerjaan, tingkat pendidikan, hubungan kebutuhan informasi, dengan kekuatan
keluarga, tahap perkembangan, dan konsep hubungan 0,087.
diri responde. Hanya variabel pendidikan

Tabel 10. Pengaruh Jenis Kelamin terhadap Kebutuhan Rasa Nyaman

Variabel Koofisien p OR IK95%

Jenis Kelamin -1,820 0,050 0,162 0,026 – 0,997

Dari semua variabel yaitu jenis jenis kelamin (Tabel 10), yang berpengaruh
kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan, terhadap kebutuhan rasa nyaman, dengan
hubungan keluarga, tahap perkembangan, kekuatan hubungan 0,162.
dan konsep diri responde. Hanya variabel

90 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


Tabel 11. Pengaruh Hubungan Keluarga terhadap Kebutuhan Dukungan Mental

Variabel Koefisien p OR IK95%

Hubungan Keluarga 2,367 0,036 10,667 1,171 – 97,185

Dari semua variabel yaitu jenis Kebutuhan-kebutuhan tersebut akan mem-


kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan, pengaruhi perilaku pasien dan keluarga
hubungan keluarga, tahap perkembangan, yang pada dasarnya merupakan konsumen
dan konsep diri responde. Hanya variabel jasa pelayanan kesehatan. Pasien dan ke-
hubungan keluarga yang berpengaruh luarga secara langsung terlibat dalam men-
terhadap kebutuhan dukungan mental, dapatkan dan menggunakan barang-barang
dengan kekuatan hubungan 10,67 (Tabel atau jasa, termasuk didalamnya dalam pros-
11). es pengambilan keputusan pada persiapan
dan penentuan suatu kegiatan (Anjaryani,
PEMBAHASAN 2009).
Rerata usia responden 47,49 tahun Masuknya pasien ke dalam ruang pe-
(7,841) dengan usia termuda 37 tahun dan rawatan kritis atau memerlukan perawatan
tertua 65 tahun. Ada pengaruh tingkat di ICU membutuhkan komunikasi yang
pendidikan keluarga terhadap kebutuhan bermakna, adalah hal penting dalam proses
akan informasi, dan kebutuhan jaminan yang digunakan untuk kebutuhan psikoso-
pelayanan. Ada pengaruh jenis kelamin sial pasien dan keluarga. Sentuhan adalah
terhadap kebutuhan rasa nyaman dan ada hal yang ingin dilakukan terus-menerus
pengaruh hubungan keluarga terhadap oleh keluarga, akan tetapi keluarga merasa
kebutuhan dukungan mental pada keluarga. tak berdaya dan penuh ketakutan berada di
Sebagaiman telah direkomendasikan oleh sisi tempat tidur pasien yang dirawat di
Comprehensive Critical Care Department ICU, selang, balutan, kabel dan mesin yang
of Health-Inggris bahwa untuk memberikan dipasang perawat. Keluarga melihat alat
perawatan kritis sesuai filosofi perawatan yang melekat pada orang yang dicintainya
kritis tanpa batas (critical care without terbatas untuk meraih dan menyentuhnya
wall), yaitu kebutuhan pasien kritis harus (Hudak & Gallo, 1997).
dipenuhi di manapun pasien tersebut secara
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
fisik berada di dalam rumah sakit (Jevon
dan Ewens, 2009). Berdasarkan hasil penelitian disim-
Perawatan di ruang perawatan inten- pulkan bahwa ada pengaruh tingkat
sif merupakan situasi yang dapat memicu pendidikan keluarga terhadap kebutuhan
stres pada keluarga. Faktor yang dapat me- akan informasi dan kebutuhan jaminan
micu stres pada keluarga meliputi, peruba- pelayanan, ada pengaruh jenis kelamin
han lingkungan, aturan ruangan perawatan, keluarga yang menunggu pasien terhadap
perubahan status emosi keluarga, perubahan kebutuhan rasa nyaman, ada pengaruh
peran keluarga, perubahan kehidupan seha- hubungan keluarga terhadap kebutuhan
ri-hari, perubahan finansial, serta sikap pe- dukungan mental pada keluarga yang
tugas kesehatan dalam pemberian informasi menunggu di ICU RSUP dr Mohammad
tentang kondisi kesehatan pasien (Farhan, Hoesin Palembang Tahun 2014.
Ibrahim, & Sriati, 2014). Rekomendasi dalam penelitian ini yaitu
Hal-hal yang menyangkut kepuasan bagi perawat praktisi ICU, sebaiknya
atas pemenuhan kebutuhan seseorang relatif kebutuhan keluarga menjadi fokus
sifatnya. Mc Gregor (1989) mengung- perhatian guna meningkatkan peran serta
kapkan bahwa manusia merupakan mak- dan kepuasan keluarga terhadap layanan
hluk yang terus menerus memiliki keingi- rumah sakit. Pimpinan institusi pelayanan
nan-keinginan, apabila kebutuhan tertentu seperti pimpinan rumah sakit, pimpinan
terpenuhi maka kebutuhan lain muncul. klinik, pimpinan Puskesmas dapat

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 91


merumuskan kebijakan dalam rangka Jevons & Ewens. (2009). Pemantauan Pa-
meningkatkan kualitas pelayanan dan sien Kritis, Edisi 2., Jakarta: Erlang-
kepuasan pasien dan keluarga, khususnya ga.
dengan memberi perhatian khusus pada Kepmenkes. (2010). Pedoman Penyeleng-
kebutuhan keluarga yang sedang menunggu garaan Pelayanan Intensive Care
pasien yang dirawat di ICU. Unit (ICU)
Kvale, P. (2005). Family-Centered Ap-
REFERENSI proach Improves Communication
Alimul, A. (2009). Pengantar Kebutuhan And Care In Intensive Care Unit.
Dasar Manusia Aplikasi Konsep Dan URL: www.themedicalnews.com
Proses Keperawatan, Buku 1., Jakar- Mundakir. (2006). Komunikasi Keperawa-
ta: Salemba Medika. tan Aplikasi Dalam Pelayanan, Yo-
Ambari, P. (2010). Hubungan Antara Du- gyakarta: Graha Ilmu
kungan Keluarga Dengan Keber- Pambudi, H (2008). Studi Fenomologis Ke-
fungsian Sosial Pada Pasien Skizo- cemasan Keluarga Pada Pasien
prenia Pasca Perawatan Di Rumah Stroke Yang Dirawat di ruang HND
Sakit, Semarang: Universitas Dipo- Santo Lukas RS Santa Elisabeth Se-
negoro Semarang. marang, Semarang: Universitas Di-
Anjaryani, W.D. (2009). Kepuasan pasien ponegoro Semarang.
rawat inap terhadap pelayanan, Se- Pane, T.H. (2012). Gambaran Kebutuhan
marang: Universitas Diponegoro Keluarga Pasien yang Menunggu
Semarang. Keluarganya di Ruang Rawat ICU
Ardiansyah, J. (2011). Dampak Kegawatan RSUP Haji Adam Malik, Medan:
pada Keluarga. Akses tanggal 16 Fakultas Keperawatan Universitas
Maret 2013, URL: Medan.
www.scribd.com/doc/64049995/artik Polit, D.F., & Beck, C.T. (2006). Essen-
el-gawat-darurat. tials of Nursing Research: Me-
Azizahkh. (2010). Family Focus Center. thods,Appraisal, and Utilization
Akses tanggal 6 Maret 2013, URL: (6th ed). Philadelphia; Lippincott
www.Google.com Williams & Wilkins.
Campbell, M. (2009). Nurse To Nurse Pal- Potter & Perry. (2009). Fundamental Of
liative Care., Michigan: McGraw- Nursing Fundamental Keperawatan
Hill Medical 1, Edisi 7., Jakarta: Salemba Medika.
Dahlan, M.S. (2009). Statistika Untuk Rab, T. (2007). Agenda Gawat Darurat
Kedokteran Dan Kesehatan. Jakarta: (Critical Care) jilid I, Edisi 2., Ban-
Salemba Medika. dung: PT Alumni.
Dahlan, M.S. (2010). Besar Sampel dan Ridwan. (2003). Dasar-Dasar Statistik.
Cara Pengambilan Sampel.Jakarta: Bandung: Alfabeta.
Salemba Medika. Sarwono, J. (2006). Metodologi Penelitian
Danim, S. (2003). Riset Keperawatan Seja- Kuantitatif Dan Kualitatif, Yogyakar-
rah Dan Metodologi, Jakarta : EGC ta : Graha Ilmu.
Friedman, M. (1999). Keperawatan Ke- Sastroasmoro, S., & Ismael, S. (2010).
luarga: Teori Dan Praktek., Jakarta: Dasar-dasar Metodologi Penelitian
EGC. Klinis. Jakarta: Sagung Seto.
Henneman & Cardin. (2002). Family- Setiadi. (2008). Konsep Dan Proses Kepe-
Centered Critical Care: A Practical rawatan Keluarga., Yogyakarta:
Appoarch To Making It Happen. Graha Ilmu.
Akses tanggal 8 Maret 2013, URL: Setiawati & Dermawan. (2008). Asuhan
ccn.aacnjournals.org Keperawatan Keluarga, edisi 2., Ja-
Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kri- karta: Trans
tis Pendekatan Holistic Volume I, Sjamsulhidayat, R. & Wim de Jong (1999).
Edisi VI.,Jakarta: ECG. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi.
Jakarta: EGC.

92 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


Smeltzer, S. C & Bare, B. G. (2002). Buku Anggota Keluarganya Dirawat di
Ajar Keperawatan Medikal Bedah General Intensive Care Unit, MKB,
Brunner & Suddarth, Edisi 8. Vol 1. Vol 46 No.36, hal 150 – 154.
Jakarta: EGC. Astutik W.S., Widodo Y. (2011). Hubungan
Suprajitno. (2004). Asuhan Keperawatan Tingkat Pendidikan Dengan Kecema-
Keluarga Aplikasi Dalam Praktek., san Keluarga Pasien Dalam Mengha-
Jakarta dapi Perawatan Di Ruang Icu Rumah
Urden & Stacy. (2000). Priorities in critical Sakit Umum Daerah Unit Swadana
care nursing, 3rd Edition: Missouri Pare, Jurnal AKP, Vol 1 (2), hal 6 –
Farhan, Z., Ibrahim, K., & Sriati A. (2014). 11.
Prediktor Stres Keluarga Akibat

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 93


HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN PEMBERIAN OBAT
PENURUN PANAS PADA ANAK UMUR 0 - 9 BULAN SETELAH DIIMUNISASI
DPT DAN CAMPAK DI POLI ANAK RUMAH SAKIT TINGKAT II DR. AK
GANI PALEMBANG TAHUN 2017

Arly Febrianti1
1
Akper Kesdam II / Sriwijaya
(arlyfebrianti@gmail.com, HP 081271769627)

ABSTRAK

Latar Belakang: Perilaku sehat adalah perilaku proaktif untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta
berperan aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat. Salah satu perilaku sehat yang harus dicip-
takan untuk menuju Indonesia sehat 2014 adalah perilaku pencegahan dan penanggulangan pe-
nyakit dengan kegiatan imunisasi. Imunisasi bukanlah hal yang baru dalam dunia kesehatan di
Indonesia, namun tetap saja sampai kini banyak orang tua yang masih ragu-ragu dalam memu-
tuskan apakah anaknya akan diimunisasi atau tidak. Kebingungan tersebut sebenarnya cukup
beralasan karena banyak selentingan dan mitos yang controversial beredar, mulai dari alergi,
autis, demam, hingga kejang - kejang akibat diimunisasi. Namun, jika para orang tua mengeta-
hui informasi penting sebelum imunisasi, sebenarnya resiko - resiko tersebut bisa dihindari. Me-
tode: Pengambilan sampel dilakukan dengan metode sampel non probality sampling dengan
teknik accidental sampling dimana seluruh populasi diambil sebagai sampel penelitian. Sampel
dalam penelitian ini adalah semua responden yang datang ke Poli Anak RS. Tingkat II Dr. AK
Gani Palembang. Menurut asumsi peneliti kebanyakan dari responden tidak datang sendirian,
melainkan bersama suami atau anggota keluarga lain. Dapat kita lihat bahwa responden pun
mendapat dukungan morildari anggota keluarga lain, ditambah lokasi Rumah Sakit AK Gani
yang mudah dijangkau oleh masyarakat, sehingga responden merasa lebih mudah untuk
melakukan pemberian Imunisasi pada bayinya. Hasil: Berdasarkan hasil analisa bivariat dari uji
statistik Chi-square menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara variabel sikap Ibu atau
responden dalam pemberian obat penurun panas pada anak setelah diimunisasi, dimana dida-
patkan nilai p value 0,05 lebih kecil dari α = 0,05. Kesimpulan: Imunisasi merupakan salah satu
indikator Indonesia dipengaruhi oleh sikap ibu.
Kata Kunci: imunisasi, sikap dan pengetahuan, obat penurun panas anak

THE RELATIONSHIPS BETWEEN KNOWLEDGE, ATTITUDES OF MOTHERS AND


FEBRIFUGE GIVING ON BABIES AGED 0-9 MONTHS AFTER DPT MEASLES
IMMUNIZATION AT THE CHILDREN’S UNIT OF DR. AK. GANI
LEVEL II HOSPITAL OF PALEMBANG 2017

ABSTRACT

Backgorund: Healthy behavior is a proactive behavior to keep and improve health, prevent the
risk of disease, protect yourself from disease threats and take an active role in the public health
movement. One of the healthy behaviors that must be promoted for Healthy Indonesia 2014 is
the prevention of disease through immunization activities. Immunization is no longer a new
thing in Indonesia. However, there are still many parents who are hesitant in deciding whether
or not their child will be immunized. This is actually quite because there are many controversial
rumors regarding immunization that the children will experience allergies, autism, fever, even
seizures after they are immunized. Nevertheles, if parents know important information before
immunization, the risks can be avoided. In this study, the sampling was done using non non
probability sampling method with accidental sampling technique in which the entire population

94 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


was taken as the research sample. Methods:The samples in this study were all respondents who
came to Children’s Unit of Dr. AK Gani Palembang Hospital. The researcher made an
assumption that most of the respondents did not come alone, but with their husbands or other
family members. Moral support and ease in accessing the hopital made the repondents
comfortable in having their babies immunized. Results: The result of bivariate analysis from
Chi Square statistical test shows that there is a significant relationship between mothers’ attitude
or respondent in giving febrifuge to their babies after they were immunized, where the p value
0,05 is less than α = 0,05.
Keywords: immunization, attitude and knowledge, febrifuge

PENDAHULUAN
METODE
Perilaku sehat adalah perilaku
Jenis penelitian yang dilakukan oleh
proaktif untuk memelihara dan
peneliti adalah kuantitatif dengan
meningkatkan kesehatan, mencegah resiko
menggunakan metode survei analitik
terjadinya penyakit, melindungi diri dari
melalui pendekatan cross sectional yaitu
ancaman penyakit serta berperan aktif
penelitian yang mempelajari dinamika
dalam gerakan kesehatan masyarakat. Salah
hubungan. Dimana seluruh datanya
satu perilaku sehat yang harus diciptakan
dikumpulkan sekaligus dalam waktu yang
untuk menuju Indonesia sehat 2014 adalah
bersamaan dengan menggunakan variabel
perilaku pencegahan dan penanggulangan
independen dengan variabel dependen.
penyakit dengan kegiatan imunisasi
(Nursalam, 2003). Penelitian dilaksanakan
(Depkes, 2006).
pada bulan April –Mei 2017 di RS TK II
Vaksin ialah suatu perbenihan
Dr. AK Gani Palembang .
kuman-kuman yang sudah dibunuh atau
Pengambilan sampel dilakukan
dilemahkan. Imunisasi bertujuan untuk
dengan metode sampel non probality
merangsang timbulnya kekebalan dari
sampling dengan teknik accidental
dalam tubuh dengan memasukkan vaksin.
sampling dimana seluruh populasi diambil
Bila seseorang mendapat suntikan vaksin
sebagai sampel penelitian. Sampel dalam
TCD (Tifus, kolera dan Disentri), maka
penelitian ini adalah semua responden yang
tubuh orang itu akan mengadakan reaksi
datang ke Poli Anak RS. Tingkat II Dr. AK
terhadap vaksin tersebut, yakni dengan
Gani Palembang. Pengumpulan data
membuat antibodi. Setelah antibodi tersebut
dilakukan sendiri oleh peneliti dengan
terdapat dalam tubuh dalam kadar yang
wawancara dan menggunakan kuesioner
cukup, maka untuk waktu yang tertentu
kepada ibu. Bentuk kuesioner dan cheklist
orang itu akan kebal terhadap penyakit
yang diajukan adalah berupa pertanyaan
tifus, cholera dan disenteri. (Ukthi, 2010)
terstruktur secara multiple choice. Analisa
Oleh karena itu peneliti tertarik
data pada penelitian menggunakan rumus
mengetahui lebih dalam hubungan
Chi-square dengan tingkat kemaknaan 95%
pengetahuan dan sikap ibu dengan
(α = 0,05).
pemberian obat penurun panas pada anak
umur 0 – 9 bulan setelah diimunisasi DPT HASIL DAN PEMBAHASAN
dan campak di Poli Anak Rumah Sakit
Tingkat II Dr. AK Gani Palembang Tahun Analisa univariat dilakukan untuk
2017. melihat distribusi frekuensi dari masing-
masing variabel yaitu tingkat pengetahuan
dan sikap ibu. Data yang disajikan dalam
bentuk sebagai berikut ini :

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 95


Analiasa Univariat

Karakteristik Responden Terhadap


Tingkat Pengetahuan, Sikap dan
Pemberian Obat Penurun Panas
40
20
0

Grafik 1. Karakteristik Responden terhadap Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Pemberian


Obat

Tabel 1. Karakteristik Responden Pada Anak Umur 0-9 bulan setelah Diimunisasi di Po-
liklinik Anak Rumah Sakit Tingkat II dr AK Gani Palembang Tahun 2017

No. Karakteristik Responden Jumlah Persentase (%)


1 Tingkat Pengetahuan
- Baik 15 50
- Kurang Baik 15 50
2. Sikap
- Positif 20 66,7
- Negatif 10 33,3
3. Pemberian Obat Panas
- Ya 20 66,7
- Tidak 10 33,3

Analisis Bivariat panas pada anak umur 0-9 bulan setelah


diimunisasi DPT dan campak di Poliklinik
Bivariat dilakukan untuk mengetahui
Anak Rumah Sakit Tingkat II dr AK Gani
hubungan antara tingkat pengetahuan dan
Palembang.
sikap ibu dengan pemberian obat penurun
Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Pemberian Obat Penurun Panas Pa-
da Anak Umur 0-9 bulan setelah Diimunisasi
Tabel 2. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu DenganPemberian
Obat Penurun Panas Pada Anak Umur 0-9 bulan setelah Diimunisasi di Poliklinik Anak
Rumah SakitTingkat II dr AK Gani Palembang Tahun 2017
Pemberian Obat Penurun Pa-
Total
No Pengetahuan nas p value
Ya % Tidak % F %
1 Baik 14 93,3 1 6,7 15 100,0
2 Kurang Baik 6 40,0 9 60,0 15 100,0 0,05
Jumlah 20 66,7 10 33,3 30 100,0

Berdasarkan Tabel 5.4 di atas terda- responden dengan tingkat pengetahuan ku-
pat bahwa responden dengan tingkat penge- rang baik sebanyak 15 orang (50,0%).
tahuan baik sebanyak 15 orang (50,0%) dan

96 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


Hubungan Antara Sikap Ibu Dengan Pemberian Obat Penurun Panas Pada Anak Umut 0-
9 bulan setelah Diimunisasi
Tabel 3. Hubungan Antara Sikap Ibu Dengan Pemberian Obat Penurun Panas Pada Anak
Umur 0-9 bulan setelah Diimunisasi di Poliklinik Anak Rumah Sakit Tingkat II
dr AK Gani Palembang Tahun 2017

Pemberian Obat Penurun Panas Total p value


No Sikap
Ya % Tidak % F %
1 Baik 11 52,4 10 47,6 21 100,0 0,05
2 Kurang Baik 9 100,0 0 0 9 100,0
Jumlah 20 66,7 10 33,3 30 100,0

Berdasarkan Tabel 5.5 diatas terdapat pemberian obat penurun panas pada anak 0-
bahwa responden dengan tingkat sikap po- 9 bulan, dimana didapatkan nilai p value
sitif sebanyak 20 orang (66,7%) dan res- 0,05 lebih kecil dari α = 0,05.
ponden dengan tingkat sikap negatif seba-
nyak 10 orang (33,3%).Berdasarkan hasil Sikap
pengujian statistik menunjukkan bahwa Sikap adalah respons tertutup
terdapat hubungan yang bermakna antara seseorang terhadap stimulus atau objek
tingkat pengetahuan dan sikap ibu terhadap tertentu yang sudah melibatkan faktor
pemberian obat penurun panas pada anak, pendapat dan emosi yang bersangkutan
dimana p-value = 0,05 lebih kecil dari α = (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju,
0,05 baik-tidak baik, dan sebagainya)
(Notoadmodjo, 2010)
PEMBAHASAN
Menurut asumsi peneliti kebanyakan
Tingkat Pengetahuan dari responden tidak datang sendirian,
melainkan bersama suami atau anggota
Pengetahuan merupakan hasil dari
keluarga lain. Dapat kita lihat bahwa
tahu dan terjadi setelah melakukan
responden pun mendapat dukungan
penginderaan terhadap objek tertentu.
morildari anggota keluarga lain, ditambah
(Notoatmodjo, 2003). Diharapkan semakin
lokasi Rumah Sakit AK Gani yang mudah
baik tingkat pengetahuan Ibu maka semakin
dijangkau oleh masyarakat, sehingga
baik pula kesadaran Ibu dalam pemberian
responden merasa lebih mudah untuk
imunisasi dasar bayinya. Berdasarkan hasil
melakukan pemberian Imunisasi pada
penelitian diperoleh responden dengan
bayinya. Berdasarkan hasil analisa bivariat
tingkat pengetahuan sama yaitu sebanyak
dari uji statistik Chi-square menunjukkan
15 orang (50%) berpengetahuan baik dan
ada hubungan yang bermakna antara
15 orang (50%) berpengetahuan kurang
variable sikap Ibu atau responden dalam
baik.
pemberian obat penurun panas pada anak
Hasil penelitian ini searah dengan
setelah diimunisasi, dimana didapatkan
Indira (2000) dalam Fatmayati (2009) yang
nilai p value 0,05 lebih kecil dari α = 0,05
mengatakan bahwa semakin baik tingkat
pengetahuan maka semakin baik pula
KESIMPULAN
kesadaran Ibu dalam pemberian obat
penurun panas pada anaknya.Sedangkan Kesimpulan dari penelitian ini adalah
hasil analisa bivariat dari uji statistik responden yang memiliki tingkat
Chi_Square pada variabel tingkat pengetahuan baik 15 orang (50%), kurang
pengetahuan dan sikap menunjukkan bahwa baik 15 orang (50%). Serta responden yang
ada hubungan yang bermakna antara tingkat memiliki sikap positif sebanyak 20 orang
pengetahuan dan sikap Ibu dalam (66,7%), sikap negatif sebanyak 10 orang

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 97


(33,3%). Ada hubungan yang bermakna Feby. 2009. Hubungan Tingkat Pendidikan
antara pengetahuan dan sikap Ibu dalam Formal Ibu Dengan Status Imunisasi
pemberian obat penurun panas pada anak Dasar Bayi Di Kecamatan Kwadun-
umur 0-9 bulan setelah diimunisasi DPT gan Ngawi. KTI Surakarta: Universi-
dan campak, dimana p_value = 0,05 lebih tas Sebelas Maret.
kecil dari α = 0,05. Hastono, 2001. Analisis Data. Jakarta: Un-
iversitas Indonesia.
REFERENSI: Hidayat, A.A. Alimul, 2007. Metode Pene-
Dinas Kesehatan Kota Palembang, 2015. litian Keperawatan dan Tehnik Anali-
Profil Dinas Kesehatan Kota Palem- sa Data. Salemba: Jakarta.
bang. Nelson, 2000. Imunisasi dan Permasala-
Elma. 2010. Pentingnya Pemberian Imuni- hannya.
sasi Dasar pada Bayi. Notoatmodjo, 2002. Perilaku Kesehatan.
Rineka Cipta: Jakarta

98 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


ANALISA SURVEILANS FAKTOR RISIKO PENYAKIT BERSUMBER
AIR DANAU TOBA DI 7 KABUPATEN KAWASAN DANAU TOBA
PROPINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2017

Amar Muntaha1, Yukresna Ivo1


1
Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Medan

ABSTRAK

Latar Belakang: Danau Toba merupakan danau terbesar di Indonesia dan juga merupakan
danau vulkanik terbesar di dunia dan dikelilingi oleh 7 (tujuh) wilayah kabupaten yaitu
Kabupaten Simalungun, Karo, Dairi, Tapanuli Utara, Simalungun, Samosir, dan Humbang
Hasundutan. Mayoritas masyarakat di 7 kabupaten tersebut, menggunakan air Danau Toba
sebagai sumber baku minuman. Pencemaran air Danau Toba akan menyebabkan timbulnya
penyakit berpotensi KLB. Sebagaimana diketahui, pencemar-pencemar kimia bersifat
akumulatif dalam tubuh. Dampaknya tidak langsung dirasakan, tapi membutuhkan periode
waktu tertentu sehingga menimbulkan penyakit-penyakit seperti gangguan syaraf, pencernaan,
ginjal, kulit dan lain-lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui parameter- parameter
pencemar Danau Toba sebagai sumber penyakit serta melakukan analisis risiko kandungan
parameter pencemar pada perairan Danau Toba di Kecamatan Parapat Kabupaten Simalungun,
supaya dapat dirumuskan langkah-langkah pencegahan timbulnya penyakit berpotensi KLB.
Metode penelitian adalah penelitian deskriptif tentang kualitas air danau Toba dan dilanjutkan
dengan Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL) terhadap parameter-parameter
pencemar. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 30 sampel air Danau Toba yang berasal dari
Keramba Jaring Apung, Permukiman Penduduk, Hotel, Tempat Wisata, dan Pelabuhan.
Metode: Dari 30 sampel setiap kabupaten yang dianalisa dan dengan mengacu pada PP No. 82
Tahun 2001 diketahui keseluruhan (100%) sampel tidak memenuhi persyaratan. Jumlah
parameter tercemar di masing masing kabupaten adalah : Simalungun 10 parameter, Tobasa 8
parameter, Dairi 10 parameter, Samosir 9 parameter, Karo 6 parameter, Tapanuli Utara
parameter, Humbahas 6 parameter. Hasil: Dari Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan di 7
Kabupaten terhadap jenis kelamin perempuan dan laki-laki semua memiliki nilai RQ < 1 yang
menunjukkan bahwa air danau toba masih aman untuk dikonsumsi, kecuali air Danau Toba di
Kabupaten Simalungun terdapat parameter Fluorida yang memiliki nilai RQ > 1 (pada
perempuan RQ 3,125 dan RQ pada laki-laki 2,34). Kesimpulan: Fluorida mempunyai efek
kesehatan pada tulang dan gigi. Saran dalam penggunaan air Danau Toba di Kabupaten
Simalungun supaya melakukan pengolahan air terlebih dahulu dengan metoda koagulasi dan
flokulasi.
Kata Kunci : Surveilans Faktor Risiko Penyakit, Air Danau Toba

PENDAHULUAN Tapanuli Utara, Simalungun, Samosir, dan


Humbang Hasundutan (Anonimous, 2012).
Danau Toba merupakan danau
Sebagai danau terbesar yang memili-
terbesar di Indonesia dan juga merupakan
ki begitu banyak potensi dalam berbagai
danau vulkanik terbesar di dunia dengan
bidang sangat sayang jika tidak ditangani
luas 1130 km2 dan titik terdalam 529 m
dengan baik. Tidak hanya memiliki andil
(BKPEKDT). Danau Toba adalah danau
besar dalam keseimbangan ekosistem du-
oligotropik dengan ciri khas miskin akan
nia, danau Toba juga berpotensi kuat untuk
unsur hara, memiliki waktu tinggal yang
dijadikan andalan dalam pengembangan
cukup lama, dan hampir tidak ada arus suhu
sektor ekonomi masyarakat luas, khususnya
stabil (Odum). Letaknya sangat strategis
masyarakat yang bermukim di Kawasan
meliputi 7 (tujuh) wilayah kabupaten yaitu
Danau Toba (KDT) dan Sumatera Utara
Kabupaten Simalungun, Karo, Dairi,
pada umumnya.Melihat potensi yang dimi-

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 99


liki Danau Toba tersebut, pemerintah saat pestisida yang terbawa air hujan ke
ini bertekad dapat meloloskan danau kalde- perairan. Pupuk dan berbagai limbah
ra terbesar di dunia itu ke dalam daftar peternakan dan perikanan menyebabkan
UNESCO Global Geopark (UGG). Dalam perairan danau semakin kaya dengan
rangka itu, pada 3 - 4 Mei 2017 telah di- nutrient atau pospat yang berlebihan.
adakan pertemuan di Jakarta untuk memba- Dampaknya dapat dilihat dari air yang
has tindak lanjut pengusulan Danau Toba berbau tidak sedap dan kekeruhannya
agar masuk daftar taman bumi atau geopark meningkat. Indikator biologis peningkatan
versi UNESCO. Badan Otorita Pariwisata kandungan pospat dalam air antara lain dari
Danau Toba (BOPDT) sudah mengantongi penurunan kandungan oksigen dalam air
lokasi-lokasi di Danau Toba yang akan di- dan makin meluasnya tutupan enceng
masukkan ke dokumen pengusulan UGG. gondok di perairan (Anonimous, 2012).
Lokasi geosite yang dipilih untuk awal Peneltian ini bertujuan memberikan
pengembangan meliputi Tongging (Kab. gambaran parameter pencemar sebagai
Karo), Pusuk Buhit, Ambarita, Tuk- Tuk– sumber penyakit, gambaran kesehatan dan
Tomok (Kab. Samosir), Batu Gantung- sanitasi masyarakat serta mengetahui
Sibaganding (Kab. Simalungun), Muara- estimasi timbulnya penyakit akibat dampak
Sibandang (Kab. Tapanuli Utara), Bakkara- paparan dari parameter pencemar terhadap
Tippang (Kab. Humbang Hasundutan). masyarakat di kawasan Danau Toba.
Kawasan GNKT nasional, seperti dis-
ebutkan di atas, telah ditetapkan sebagai HASIL DAN PEMBAHASAN
project utama pengembangan destinasi pa-
Gambaran Umum
riwisata nasional dan Pemerintah Provinsi
Sumatera Utara akan menjadikan Geopark Danau Toba dikelilingi 7 Kabupaten
Nasional Kaldera Toba sebagai ikon pariwi- yaitu Kabupaten Simalungun, Samosir, Ta-
sata untuk meningkatkan kunjungan wisa- pauli Utara, Humbahas, Tobasa, dairi dan
tawan mancanegara. Kawasan Danau Toba. Karo. Mayoritas masyarakat di 7 kabupaten
Terletak ditengah perbukitan pada keting- tersebut, menggunakan air Danau Toba se-
gian 900 meter dari permukaan laut dan bagai sumber baku minuman. Sesuai den-
diselimuti oleh hawa sejuk, membuat Da- gan peruntukannya berdasarkan PP No. 82
nau Toba memang pantas menyandang pre- Tahun 2001, Pemerintah Daerah Sumatera
dikat destinasi wisata utama di Indonesia. Utara telah menetapkan baku mutu air Da-
Selain mengambil air Danau Toba nau Toba sebagai sumber air Kelas Satu
sebagai air baku, semua masyarakat (Pergub No. 1 Tahun 2009). Tiga PDAM
membuang limbah cairnya kembali ke beroperasi mengolah air Danau Toba untuk
Danau Toba, kebanyakan tanpa diolah. disalurkan ke masyarakat yaitu PDAM Ba-
Termasuk dalam limbah ini adalah yang lige, PDAM Laguboti, dan PDAM Pangu-
berasal dari rumah tangga, hotel dan ruran.
restaurant seperti tinja, sampah dan lain-
lain. Limbah transportasi air mencemari Analisa Laboratium
Danau Toba dengan ceceran oli, minyak, Sampel air danau Toba diambil
bahan bakar, limbah padat dan cair dari sebanyak 30 titik pada setiap kabupatennya
toilet kapal. Sumber pencemaran kegiatan sehingga total 210 titik dengan berbagai
perikanan berasal dari kegiatan lokasi seperti Pelabuhan, pemukiman
pemeliharaan keramba jaring apung (KJA) penduduk, tempat wisata, hotel dan sekitar
yang pertumbuhannya cukup pesat. KJA (Keramba Jaring Apung). Setelah
Kegiatan pertanian yang secara tidak dilakukan analisa di laboratorium didapati
langsung menimbulkan pencemaran dan hasil sebagai berikut:
beban kerusakan adalah residu pupuk dan

100 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


Tabel
T bel 1 : H
Hasil
sil Pemeriksaan
Pemeriks n Kualitas
Ku lit s Air Danau
D n uTToba
b di Kawasan
K w s n Danau
D n u Toba
Tb T Tahun
hun
2017

JUM- PARAMETER TERCE- HASIL


PARAMETER
LAH MAR TMS = (Ti
(Tidakk
NO LOKASI PEMERIK
SAM- NAMA JUM- Meme
Memenuhii
SAAN
PEL LAH Sy r t)
Syarat)
Simalungun Fe, Zn, Cr6+,
- Parapat Khlor bebas, F,
1 30 Kimia = 31 10 30 (TMS)
Pospat, Sulfida,
Nitrat, TSS, BOD
Toba Samo-
Fe, Mn, Zn, Fluo-
sir
2 30 Kimia = 31 rida, Khlor bebas, 8 30 (TMS)
- Balige
TSS,BOD, Cr6+
- Ajibata
Dairi Fe, Mn, Zn, Cr6+,
- Silalahi Fluorida, Khlor
3 30 Kimia = 31 10 30 (TMS)
bebas, DO, BOD,
COD
Samosir Fe, Mn, Zn, Pb,
-Pangururan Co, Khlor bebas,
4 30 Kimia = 31 9 30 (TMS)
-Tongging Fluorida, BOD,
COD
Karo Fe, Mn, Zn,
5 - Tongging 30 Kimia = 31 Khlor bebas, BOD, 6 30 (TMS)
COD
Tapanuli
Zn, Se, Fluorida,
6 Utara 30 Kimia = 31 6 30 (TMS)
Pospat, BOD, COD
-Muara
Humbang Zn, Co, Fluorida,
7 Hasundutan 30 Kimia = 31 Sulfida, Khlor be- 6 30 (TMS)
-Bakara bas, BOD

Ber
Berdasarkan
asar a hasil
asil aanalisa
alisa di atas,
atas ter-
te Beberapa
Be era a diantara
ia tara aadalah
ala adalah parameter
arameter
li at bahwa
lihat a wa sem
semuaa titi
titik tidak memenuhi
meme i Besi,
Besi Seng,
Se Kromium
Kr mi m valensi
alensi 6, Khlor
K l r
ssyarat
arat nilai
ilai baku
a m mutu
t berdasarka
er asarkan PP No.N bebas,
e as Fluorida,
Fl ri a Pospat,
P s at Sulfida
Sulfida, Nitrat
Nitrat,
82 Ta
Tahun 2001 tetentang
ta Pe Pengelolaa
gelolaan Kuali-
K al TSS dan BOD.
tas Air dan
a Pe
Pengendalian
e alia Pencemaran
Pence Air.

Gambar
G mb r 1. Jumlah
umlah Parameter
P r meter tercem
tercemarr pada
p d Air Danau
D n u Toba
T b

Seminar
emi r Nasional
N si Kese tan 22018 | 101
l Kesehatan
Besi Sumber dari khlorin tersebut
kemungkinan berasal dari limbah-limbah
Pencemaran besi yang terdapat dalam
peternakan, pertanian, kotoran manusia
perairan Danau Tobadi Kabupaten
khususnya urin, dan industri di sekitar
Simalungun disebabkan oleh kandungan
perairan Danau Toba. Selain itu Khlor dapat
besi yang memang sudah ada dalam air
berasal dari peresapan septic tank yang
tanah, dan juga kontribusi dari industri yang
berdekatan dengan perairan, dimana bahan
ada di sekitaran Danau Toba.
khlor yang dilepaskan oleh tinja dan urin
melalui proses perombakan menghasilkan
Seng
klor organik yang pada akhirnya merembes
Suatu sumber air minum yang ke dalam perairan Danau Toba. Penggunaan
mengandung Zn 26,6 mg/l tidak berbahaya pestisida juga mempunyai peranan yang
bagi manusia, tetapi untuk air minum sangat besar dalam menghasilkan limbah
dengan kadar Zn 30,8 mg/l sudah mual dan khlor karena pestisida yang mengandung
mabuk. khlor organik sangat mudah terlarutkan
Sumber cemaran logam berat Zn oleh perairan sehingga berpotensi sebagai
dapat berasal dari berbagai aktivitas sumber pencemar khlor.
manusia yang menghasilkan limbah berupa
pencemar. Bahan-bahan pencemar tersebut Pospat
diangkut oleh air hujan dan gerakan air dari
Persenyawaan pospat menimbulkan
laut dan perairan tawar menuju muara
eutrofikasi, memacu pertumbuhan eceng
sungai yang merupakan tempat bertemunya
gondok dan gulma air sehingga dapat
perairan laut dan perairan tawar. Logam Zn
mengakibatkan ledakan jumlah tanaman
dalam perairan dipekatkan melalui proses
tersebut. Ledakan jumlah tanaman tersebut
biologi dan kimia-fisika. Bioakumulasi dan
akan mengakibatkan pendangkalan dan
biomagnifikasi merupakan proses biologi
menyumbat aliran air sungai. Tanaman
yang mampu mengendapkan logam pada
yang menutupi permukaan air akan
tubuh organisme melalui rantai makanan.
menghambat masuknya sinar matahari dan
Pada proses kimia fisika, logam berat
oksigen ke air. Hal ini akan berdampak
terlarut dan terendap pada sedimen dan
pada kualitas air dan ikan-ikan menjadi
dapat pula terabsorbi pada zat tersuspensi.
sulit untuk bertahan hidup.
Apabila diketahui kadar logam Zn yang
Dari analisa yang dilakukan terhadap
telah melebihi baku mutu, maka perlu
sampel air danau toba di wilayah
dilakukan tindak lanjut dalam mencegah
Kabupaten Simalungun tingginya kadar
gangguan yang dapat disebabkan logam Zn.
pospat kemungkinan disebabkan jumlah
limbah yang berasal dari kotoran manusia
Khlorin
dan juga limbah yang berasal dari
Dalam beberapa studi, ternyata orang penggunaan deterjen dalam jumlah yang
yang meminum air yang mengandung cukup besar dari rumah tangga dan hotel di
khlorin berlebih memiliki kemungkinan sekitar kawasan Danau Toba di Kabupaten
lebih besar untuk terkena kanker kandung Simalungun.
kemih, dubur ataupun usus besar.
Sedangkan bagi wanita hamil dapat Cr+6
menyebabkan melahirkan bayi cacat
Kromium di perairan dapat berasal
dengan kelainan otak atau urat saraf tulang
dari material geokimia yang sudah ada pada
belakang, berat bayi lahir rendah, kelahiran
perairan tersebut. Kromium terdapat dalam
prematur atau bahkan dapat mengalami
bentuk valensi 3 dan valensi 6. Garam-
keguguran kandungan. Selain itu pada hasil
garam kromium yang masuk ke dalam
suatu studi, efek khlorin pada binatang
tubuh manusia akan segera dikeluarkan
ditemukan pula kemungkinan kerusakan
oleh tubuh, akan tetapi jika kadar kromium
ginjal dan hati.
tersebut cukup besar, akan mengakibatkan

102 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


kerusakan pada sistem pencernaan (Effendi, Fluorida
2003).
Bagi manusia, pencemaran fluoride
dapat menjadi masalah ketika orang terkena
Sulfida
volume tinggi fluorida sebagai hasilnya.
Hidrogen Sulfida terbentuk dari Asupan yang berlebihan fluoride dapat
proses penguraian bahan-bahan organis menyebabkan fluorosis, kondisi medis yang
oleh bakteri.Maka dari itu H2S terdapat merusak tulang dan gigi.
dalam minyak dan gas bumi, selokan, air
yang tergenang. Misalnya rawa-rawa dan BOD
juga terbentuk pada proses-proses industri
BOD (Biochemiscal Oxygen
maupun proses biologi lain.
Demand) merupakan oksigen yang
dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk
Nitrat
menguraikan bahan-bahan pencemar yang
Pencemaran air dari nitrat dan nitrit terdapat dalam perairan. BOD merupakan
bersumber dari tanah dan tanaman. Nitrat indikator pencemaran suatu perairan.
dapat terjadi baik dari NO2 atmosfer Dengan meningkatnya nilai BOD
maupun dari pupuk-pupuk yang digunakan menunjukkan perairan semakin tercemar.
dan dari oksidasi NO2 oleh bakteri dari
kelompok Nitrobacter. TSS
Dialam, sumber Nitrogen yang akan
TSS (Total Suspended Solid)
bersiklus menjadi Amoniak, Nitrit dan
merupakan total padatan yang tersuspensi
Nitrat sangatlah melimbah, dapat berasal
dalam perairan. Seperti BOD, TSS juga
dari alam (batuan/ tanah) juga dari berbagai
merupakan indikator suatu perairan.
limbah organik, seperti limbah tinja/urine,
Dengan menngkatnya nilai TSS
limbah kotoran peternakan dan berbagai
menunjukkan perairan semakin tercemar.
limbah organik lainnya yang oleh
mikroorganisme akan diproses menjadi ion- Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan
ion Nitrit dan Nitrat tadi.
(ARKL)
Setelah dilakukan analisa laboratorium sehingga kita tidak perlu melakukan
maka dilakukan analisa risiko kesehatan pengukuran langsung di lapangan.
lingkungan dan sebagai sampel adalah
ARKL Air Danau Toba di 7 Kabupaten Analisis Risiko Untuk Penduduk Berjenis
kawasan Danau Toba tersebut. Kelamin Perempuan
Analisis Risiko yang dilakukan adalah Dengan menggunakan rumus,
dengan metode Analisis Risiko Meja, didapatkan nilai I dan RQ untuk penduduk
dimana nilai-nilai yang dimasukkan adalah berjenis kelamin perempuan sebagai berikut
nilai default, nilai yang sudah dibakukan,

Tabel 1. Analisis Risiko Penduduk dengan Jenis Kelamin Perempuan


No C (mg/L)
LOKASI PARAMETER RQ KET
Cmax (= 0.30819) 0,044 Aman
Seng(Zn) Cmin(= 0.00023) 3 x 10-5 Aman
Crata-rata (= 0.21648) 0,031 Aman
Cmax (= 0.228) 0,097 Aman
1 SIMALUNGUN Cmin(= 0.118) 0,050 Aman
KhlorBebas(Cl2) Crata-rata(= 0.144) 0,061 Aman
Cmax (= 4.4) 3,125 Berisiko
Fluorida (F) Cmin(= 0.3) 0,021 Aman
Crata-rata(= 2.26) 1,61 Berisiko

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 103


Seng (Zn) Cmax (= 0.64317) 0,091 Aman
Cmin(= 0.00344) 0,00048 Aman
Crata-rata(= 0.10029) 0,01425 Aman
KhlorBebas Cmax (= 0.121) 0,051 Aman
2 HUMBAHAS (Cl2) Cmin(= 0.058) 0,025 Aman
Crata-rata(= 0.083) 0,035 Aman
Fluorida (F) Cmax (= 0.91) 0,065 Aman
Cmin(= 0.22) 0,015 Aman
Crata-rata(= 0.50) 0,036 Aman
Seng (Zn) Cmax (=0.41285) 0,0586 Aman
Cmin(=0.08193) 0,0116 Aman
Crata-rata(=0.24739) 0,0351 Aman
Cmax (=0.41285) 0,0586 Aman
KhlorBebas Cmax (= 0.116) 0,049 Aman
3 TAPUT (Cl2) Cmin(= 0.063) 0,026 Aman
Crata-rata= 0.089) 0,037 Aman
Cmax (= 0.116) 0,049 Aman
Fluorida (F) Cmax1.11) 0,7883 Aman
Cmin(= 0.45) 0,3183 Aman
Crata-rata(= 0.78) 0,554 Aman
Cmax1.11) 0,7883 Aman
Seng (Zn) Cmax (= 0.20222) 0,029 Aman
Cmin(= 0.00023) 3 x 10-5 Aman
Crata-rata(= 0.10169) 0,01444 Aman
KhlorBebas Cmax (= 0.053) 0,0226 Aman
(Cl2) Cmin(= 0.022) 9 x 10-3 Aman
4 DAIRI Crata-rata(= 0.042) 0,0179 Aman
Fluorida (F) Cmax (= 1,02) 0,72 Aman
Cmin(= 0.53) 0,376 Aman
Crata-rata(= 0.73) 0,519 Aman
KhlorBebas Cmax (= 0.061) 0,019 Aman
(Cl2) Cmin(= 0.033) 0,010 Aman
Crata-rata(= 0.050) 0,015 Aman
5 SAMOSIR Fluorida (F) Cmax (= 1) 0,7 Aman
Cmin(= 0.32) 0,2 Aman
Crata-rata(= 0,760) 0,53 Aman
6 Seng (Zn) Cmax (= 0.20222) 0,029 Aman
Cmin(= 0.00023) 3 x 10-5 Aman
TOBASA Crata-rata(= 0.10169) 0,01444 Aman
KhlorBebas Cmax (= 0.053) 0,0226 Aman
(Cl2) Cmin(= 0.022) 9 x 10-3 Aman
Crata-rata(= 0.042) 0,0179 Aman
Fluorida (F) Cmax (= 1,02) 0,72 Aman
Cmin(= 0.53) 0,376 Aman
Crata-rata(= 0.73) 0,519 Aman
KhlorBebas Cmax (=0.100) 0,0426 Aman
(Cl2) Cmin(=0.054) 0,023 Aman
Crata-rata(= 0.072) 0,030 Aman
7 KARO Besi (Fe) Cmax (1.31746) 0,0933 Aman
Cmin(= 0.3022) 0,187 Aman
Crata-rata(= 0.5736) 0,0813 Aman

104 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


Mangan (Mn) Cmax (= 0.55) 0,0106 Aman
Cmin(= 0.52) 0,033 Aman
Crata-rata(= 0.54) 0,037 Aman

Dari hasil analisa terhadap jenis kela-


min perempuan hanya parameter Fluorida Analisis Risiko Untuk Penduduk Berje-
di Kabupaten Simalungun yang mempunyai nis Kelamin Laki-Laki
RQ > 1. Artinya selain parameter tersebut Dengan menggunakan rumus,
aman terhadap kesehatan. didapatkan nilai I dan RQ untuk penduduk
berjenis kelamin laki-laki sebagai berikut :

Tabel 2. Analisis Risiko Penduduk dengan Jenis Kelamin Laki - Laki

No C (mg/L)
LOKASI PARAMETER RQ KET
Cmax (= 0.30819) 0,033 Aman
Seng Cmin(= 0.00023) 2 x 10-5 Aman
Crata-rata(= 0.21648) 0,023 Aman
Cmax (= 0.228) 0,073 Aman
1 SIMALUNGUN Chlor Bebas Cmin(= 0.118) 0,037 Aman
Crata-rata(= 0.144) 0,046 Aman
Cmax (= 4.4) 2,34 Beresiko
Fluorida (F) Cmin(= 0.3) 0,159 Aman
Crata-rata(= 2.26) 1,20 Beresiko
Besi Cmax (1.31746) 0,140 Aman
2 KARO Cmin(= 0.3022) 0,0321 Aman
Crata-rata(= 0.5736) 0,0611 Aman
Chlor Bebas Cmax (=0.100) 0,00319 Aman
Cmin(=0.054) 0,00172 Aman
Crata-rata(= 0.072) 0,00230 Aman
Cmax (= 0.55) 0,080 Aman
Cmin(= 0.52) 0,0252 Aman
Mangan Crata-rata(= 0.54) 0,0284 Aman
Cmax (=0.41285) 0,04396 Aman
3 TAPUT Seng Cmin(=0.08193) 0,0087 Aman
Crata-rata(=0.24739) 0,14653 Aman
Cmax (= 0.116) 0,0370 Aman
Cmin(= 0.063) 0,0201 Aman
Chlor Bebas Crata-rata(= 0.089) 0,0284 Aman
Cmax1.11) 0,59 Aman
Fluorida (F) Cmin(= 0.45) 0,238 Aman
Crata-rata(= 0.78) 0,415 Aman
Cmax (=0.41285) 0,04396 Aman
4 TOBASA Seng Cmin(=0.08193) 0,0087 Aman
Crata-rata(=0.24739) 0,14653 Aman
Cmax (= 0.116) 0,0370 Aman
Chlor Bebas Cmin(= 0.063) 0,0201 Aman
Crata-rata(= 0.089) 0,0284 Aman
Fluorida (F) Cmax1.11) 0,59 Aman
Cmin(= 0.45) 0,238 Aman
Crata-rata(= 0.78) 0,415 Aman

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 105


Cmax (= 0.061) 0,019 Aman
5 SAMOSIR Cl2 Cmin(= 0.033) 0,012 Aman
Crata-rata(= 0.050) 0,014 Aman
Cmax (= 1) 0,516 Aman
FLUORIDA Cmin(= 0.32) 0,166 Aman
Crata-rata(= 0.76) 0,40 Aman
Cmax (= 0.64317) 0,069 Aman
6 HUMBAHAS Seng Cmin(= 0.00344) 0,00205 Aman
Crata-rata(= 0.10029) 0,01096 Aman
Cmax (= 0.121) 0,039 Aman
Cl2 Cmin(= 0.058) 0,019 Aman
Crata-rata(= 0.083) 0,027 Aman
Cmax (= 0.91) 0,048 Aman
Fluorida (F) Cmin(= 0.22) 0,0117 Aman
Crata-rata(= 0.50) 0,027 Aman
Cmax (= 0.20222) 0,021 Aman
Seng Cmin(= 0.00023) 2 x 10-5 Aman
Crata-rata(= 0.10169) 0,01083 Aman
7 DAIRI Cmax (= 0.053) 0,0169 Aman
Chlor Bebas Cmin(= 0.022) 7 x 10-3 Aman
Crata-rata(= 0.042) 0,0134 Aman
Fluorida (F) Cmax (= 1,02) 0,543 Aman
Cmin(= 0.53) 0,282 Aman
Crata-rata(= 0.73) 0,388 Aman

Dari hasil analisa terhadap jenis ke- RQ > 1. Artinya selain parameter tersebut
lamin laki-laki hanya parameter Fluorida di aman terhadap kesehatan.
Kabupaten Simalungun yang mempunyai
limbah yang dihasilkan dari keramba jar-
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ring apung berupa sisa pakan ikan. Reko-
Berdasarkan hasil analisa fisika dan mendasi dari penelitian ini menginformasi-
kimia pada perairan Danau Toba di 7 Ka- kan kepada masyarakat tentang kualitas dan
bupaten Kawasanan Danau Toba semua tingkat pencemaran air Danau Toba, risiko
titik sampel tidak memenuhi syarat dan ha- terhadap kesehatan dan lingkungan yang
sil analisis risiko kesehatan lingkungan dapat terjadi jika kebersihan dan kelestarian
(ARKL) yang dilakukan terhadap beberapa Danau Toba tidak dijaga bersama. Serta
parameter pencemar pada perempuan dan mempercepat dilakukannya zonasi budi-
laki-laki secara umum masih aman dikon- daya ikan sistem Keramba Jaring Apung
sumsi (RQ < 1). Sedangkan hasil analisis (KJA).
risiko kesehatan lingkungan (ARKL) yang
REFERENSI:
dilakukan terhadap parameter Fluorida (F)
di Kabupaten Simalungun didapatkan bah- Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu
wa penduduk yang mengkonsumsi air Da- Pendekatan Praktek. Rineka Cipta.
nau Toba sudah terkena dampak kesehatan Jakarta.
akibat paparan parameter tersebut (besar Budiarto. 2001. Metodologi Penelitian
risiko, RQ > 1). Pencemaran perairan Da- Kedokteran. EGC. Jakarta.
nau Toba diduga berasal dari limbah do- Depkes RI. 2010 Pedoman Program
mestik hotel dan permukiman penduduk Pemberantasan Penyakit Infeksi
berupa tinja dan limbah deterjen, limbah Saluran Pernafasan Akut. Dirjen
pertanian yang menggunakan pupuk dan P2M. Jakarta.
pestisida, limbah industri dan transportasi Depkes RI. 2007. Bila Bayi Ingin Sehat.
air berupa tumpahan minyak, oli, cat, serta Depkes RI. Jakarta.

106 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


Dinkesprov. Sumsel. 2010. Profil Rumah Sakit Tk. IV Dr. Noesmir. 2011.
Pencegahan Penyakit dan Laporan Rumah Sakit Tk. IV Dr.
Penyehatan Lingkungan tahun 2009. Noesmir Baturaja tahun 2010.
Subdin PP & PL Dinkesprov. Sumsel. Baturaja.
Palembang. Sastrohadiwiryo. 2003. Manajemen Tenaga
Hastono. 2001. Analisis Data. Badan Kerja Indonesia, edisi ke-2. Bumi
Penerbit Fakultas Kesehatan Aksara. Jakarta.
Masyarakat Universitas Indonesia. Soetjiningsih. 2005. Tumbuh Kembang
Jakarta. Anak. EGC. Jakarta.
Ketut. 2009. Faktor-Faktor yang Widyastuti, J. 2002. Pedoman
Berhubungan dengan Perawatan Pengembangan Anak 0-1 tahun.
ISPA oleh Ibu pada Balita di RSUP Puspa Swara. Jakarta.
Dr. Mohammad Hoesin Palembang Yuliana. 2003. Hubungan Umur Anak dan
tahun 2009. Palembang. Pendidikan Ibu dengan Kejadian
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi ISPA pada Anak Balita di Puskesmas
Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka 23 Ilir Palembang tahun 2003.
Cipta. Jakarta. Palembang.
. 2005. Metodologi Fauzan. 2008. http://www.indofamily.net.
Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Balita & Bakteri Pnemokokus.
Jakarta. (Online) diakses tanggal 10 April
2011. Palembang.

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 107


PERSEPSI PIMPINAN TERHADAP PELAKSANAAN REFORMASI BIRO-
KRASI DI KEMENTERIAN KESEHATAN

Masdalina Pane1
1
Badan Litbang Kementerian Kesehatan
(E-mail :masdalina.pane@gmail.com, HP : +6281221812746)

ABSTRAK

Latar belakang: Kementerian Kesehatan sejak tahun 2011 telah melakukan reformasi birokrasi
yang ditujukan untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan tugas, meningkatkan mutu pelaya-
nan kepada masyarakat, mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dalam upaya menum-
buhkan kepercayaan publik. Untuk menilai pelaksanaan reformasi di birokrasi dilakukan survei
persepsi pimpinan terhadap pelaksanaan reformasi birokrasi di lingkungan Kementerian Kese-
hatan pada tahun 2016. Metode:Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah metode kuanti-
tatif dengan desain cross sectional pada 8 area perubahan pada 5 output Kementerian Kesehatan
dengan focus pada manajemen perubahan dan sistem pengawasan. Hasil:Persepsi terhadap
sistem pengawasan tidak berbeda bermakna menurut jenis kelamin dan pendidikan, tetapi
berbeda bermakna pada usia, dimana pegawai berusia > 50 tahun merasa sistem pegawasan 3
kali lebih baik setelah reformasi birokrasi dibandingkan yang berusia lebih muda (pV = 0.04,
95% CI 1.44 – 7.13). Begitu pula pegawai yang bekerja > 20 tahun merasa sistem pengawasan
2.5 kali lebih baik setelah reformasi birokrasi dibandingkan yang baru bekerja (pV = 0.022,
95% CI 1.13 – 5.65). Kesimpulan:Persepsi tentangManajemen perubahan tidak berbeda antar
pimpinan tetapi sistem pengawasan berbeda menurut usia dan lama kerja.
Kata Kunci:Persepsi, Reformasi, Birokrasi, Pengawasan

ABSTRACT

Background and aims: The Ministry of Health since 2011 has undertaken bureaucratic reform
to improving the effectiveness of task implementation, quality of service to the community, rea-
lizing good governance as an effort to foster public trust. To assess the implementation of re-
forms in the bureaucracy, we conducted a perceptionsurvey ofimplementation the bureaucratic
reforms in the Ministry of Health by the year 2016. Methods:This assessment use quantitative
method with cross sectional design in 8 areas of change in the 5 outputs of the Ministry of
Health with a focus on change management and monitoring systems. Results: Perceptions of
supervisory systems differently significant in age, employees aged> 50 felt that the supervisory
system was 3 times better after bureaucratic reform than younger aged (pV = 0.04, 95% CI 1.44
- 7.13). Similarly, employees who work> 20 years feel the supervisory system is 2.5 times better
after bureaucracy reform than new ones (pV = 0.022, 95% CI 1.13 - 5.65). Conclusion: Percep-
tions about Change Management did not different between manager, but supervisory systems
varies by age and length of work.
Key words:Perception, Reform, Bureaucracy, Supervision

PENDAHULUAN dan bernegara. Sejak itu, telah terjadi ber-


bagai perubahan penting yang menjadi
Krisis ekonomi yang dialami Indone-
tonggak dimulainya era reformasi di bidang
sia tahun 1997-1998 telah berkembang
politik, hukum, ekonomi, dan birokrasi,
menjadi krisis multidimensi. Kondisi terse-
yang dikenal sebagai reformasi gelombang
but mengakibatkan adanya tuntutan kuat
pertama.5 Dalam pelaksanaan reformasi
dari segenap lapisan masyarakat terhadap
pemerintah untuk segera diadakan reforma- 5
Peraturan Presiden RI No. 81 tahun 2010 tentang Grand
si penyelenggaraan kehidupan berbangsa Design Reformasi Birokrasi 2010-2025

108 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


gelombang pertama, reformasi di bidang seluruh pejabat eselon 2-4 di lingkungan
birokrasi mengalami ketertinggalan diband- Kantor Pusat Kementerian Kesehatan RI.
ing reformasi di bidang politik, ekonomi, Sample terdiri dari para pejabat yang me-
dan hukum. Oleh karena itu, pada tahun nyatakan bersedia ikut serta dalam kajian
2004, pemerintah telah menegaskan kemba- ini, sejumlah 116 orang dengan mengguna-
li akan pentingnya penerapan prinsip- kan perhitungan minimum sample size dari
prinsip clean government dan good gover- Slovin7
nance yang secara universal di yakini men- Terdapat Terdapat 8 (delapan) varia-
jadi prinsip yang diperlukan untuk membe- bel area perubahan digunakan dalam survei
rikan pelayanan prima kepada masyarakat.6 ini yaitu: Manajemen Perubahan, Sistem
Kepemerintahan yang baik (Good Pengawasan, Akuntabilitas Kinerja, Kelem-
Governance) adalah terciptanya suatu kea- bagaan,Tatalaksana, Sistem Mana-
daan yang memberi rasa nyaman menye- jemenSDM ASN, Peraturan Perundang-
nangkan bagi para pihak dalam suasana Undangan dan Kualitas Pelayanan Publik-
yang berkepemimpinan yang demokratis pada 5 keluaran yaitu :Kesehatan masyara-
menuju masyarakat adil dan berkesejahte- kat;Akses dan mutu fasilitas pelayanan ke-
raan berdasarkan Pancasila. Para Pihak sehatan;Akses, kemandirian, dan mutu
yang dimaksud adalah pemerintah yang sediaan farmasi dan alat kesehatan;Jumlah,
baik (good government) dalam hal ini ekse- jenis, kualitas dan pemerataan tenaga kese-
kutif, parlemen yang baik (good parle- hatan; dan Pengendalian penyakit.
ment)/ anggota legislatif yakni DPRD dan Analisis dilakukan untuk men-
rakyat yang baik (good citizen) bisa pewar- deskripsikan karakteristik responden dan
ta, tokoh, cendekiawan, pengusaha, ketiga persepsi para pimpinan terhadap 8 variabel
para pihak ini merupakan aktor yang sangat area perubahan8 pada 5 output Kementerian
penting dalam mewujudkan kepemerinta- Kesehatan, analisis lanjutan dilakukan
han yang baik. Untuk menciptakan good hanya pada 2 variabel utama yaitu Mana-
governance tentu dibutuhkan clean gov- jemen Perubahan dan Akuntabilitas Kinerja
ernment sebagai salah satu indikator.
Kementerian Kesehatan sejak tahun
2011 telah melakukan reformasi birokrasi
yang ditujukan untuk meningkatkan efek-
tivitas pelaksanaan tugas, meningkatkan
mutu pelayanan kepada masyarakat, mewu-
judkan tata kelola pemerintahan yang baik
dalam upaya menumbuhkan kepercayaan
publik.Untuk menilai pelaksanaan refor-
masi di birokrasi dilakukan dengan be-
berapa cara diantaranya adalah survey per-
sepsi. Makalah ini akan menggambarkan
hasil survei persepsi pimpinan terhadap
pelaksanaan reformasi birokrasi di lingkun-
gan Kementerian Kesehatan pada tahun
2016.

METODE
Kajian ini merupakan kajian kuanti-
tatif dengan desain cross sectional, dilaku-
kan pada beberapa pertemuan pimpinan
(rapim) pada tahun 2016 dengan populasi
6 7
United Nations Development Programme (UNDP) Report, Amirin T, Populasi dan Sample Penelitian ; Ukuran Sam-
Principles for Good Governance in the 21st Century 1 Pol- ple Rumus Slovin, Erlangga Jakarta 2011
8
icy Brief No. 15 - UNDP, Governance Principles, Institutional Capacity and
Institute On Governance, Ottawa, Canada Quality, 2011

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 109


HASIL

Tabel 1. KarakteristikResponden pada PelaksanaanReformasiBirokrasi(n=116)

No Karakteristik Responden Jumlah Persentase(%)


1 Umur
- ≥ 50 Tahun 43 37,1
- <50 Tahun 73 62,9
2 Jenis Kelamin
- Pria 35 30.2
- Wanita 81 69.8
3 Tingkat Pendidikan
- DIII – S1 35 30,2
- S2 – S3 81 69,8
4 Lama Kerja
- ≥ 20 Tahun 39 33,6
- < 20 Tahun 77 66,4

Sebagian besar responden adalah master (69.8%) dengan lama kerja kurang
perempuan (69.8%), berusia kurang dari 50 dari 20 tahun (66.4%).
tahun (62.9%) berpendidikan minimal

Tabel 2. Karakteristik Persepsi Responden pada PelaksanaanReformasiBirokrasi (n=116)

Kurang Baik Baik


KARAKTERISTIK
JML % JML %
Manajemen Perubahan 59 50.9 57 49.1
Sistem Pengawasan 76 65.5 40 34.5
Akuntabilitas Kinerja 65 56 51 44
Kelembagaan 66 56.9 50 43.1
Tata Laksana 65 56 51 44
Sistem Manajemen SDM 50 43.1 66 56.9
Perundangan 63 54.3 53 45.7
Kualitas Pelayanan Publik 66 56.9 50 43.1
Kesehatan Masyarakat 88 75.9 28 24.1
Akses Fasyankes 78 67.2 38 32.8
Akses Farmakes 98 84.5 18 15.5
Tenaga Kesehatan 92 79.3 24 20.7
Pengendalian Penyakit 85 73.3 31 26.7

Lebih dari setengah responden kesehatan (84.5%), tenaga kesehatan


memiliki persepsi kurang baik terutama (79.3%) dan Kesehatan Masyarakat
pada akses terhadap farmasi dan alat (75.9%).

Tabel 3. Manajemen Perubahan pada PelaksanaanReformasiBirokrasi (n=116)

Variabel Manajemen Perubahan


OR (95% CI) pValue
Kurang Baik Baik Total
Jml % Jml %
Jenis Kelamin
- Laki-laki 20 57.1 15 42.9 35 1.436 0.374
- Perempuan 39 48.1 42 51.9 81 (0.65-3.19)
Pendidikan terakhir
- D3 – S1 20 57.1 15442 42.9 35 1.436 0.374
- S2 – S3 39 48,1 51.9 81 (0.646-3.192)
Kelompok Usia

110 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


- <50 tahun 41 56.2 32 43.8 73 1.78 0.137
- >50 tahun 18 41.9 25 58.1 43 (0.830-3.81)
Lama bekerja
- <20 tahun 42 54.5 35 45.5 77 1.55 0.265
- >20 tahun 17 43.6 22 56.4 39 (0.715-3.37)

Persepsi terhadap Manajemen pendidikan, kelompok umur maupun lama


perubahan pada reformasi birokrasi tidak kerja (pValue > 0.05 dan 95% CI melewati
berbeda bermakna menurut jenis kelamin, angka 1)

Tabel 4. Sistem Pengawasan pada Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (n=116)

Variabel Sistem Pengawasan


Kurang Baik Baik Total OR (95% CI) pValue
Jml % Jml %
Jenis Kelamin
- Laki-laki 22 62.9 13 37.1 35 0.846 0.692
- Perempuan 54 66.7 27 33.3 81 (0.37-1.943)
Pendidikan terakhir
- D3 – S1 29 82.9 6 17.1 35 3.496 0.10
- S2 – S3 47 58.0 34 42.0 81 (1.308-9.350)

Kelompok Usia
- <50 tahun 55 75.3 18 24.7 73 3.20 0.04
- >50 tahun 21 48.8 22 51.2 43 (1.438-7.128)

Lama bekerja
- <20 tahun 56 72.7 21 27.3 77 2.53 0.022
- >20 tahun 20 51.3 19 48.7 39 (1.134-5.65)

Persepsi terhadap sistem pengawasan sepsi dan Situasi.9Sedangkan David Krech


tidak berbeda bermakna menurut jenis (1962) menyatakan ada2 faktor yang
kelamin dan pendidikan, tetapi berbeda mempengaruhi pembentukan persepsi se-
bermakna pada usia, dimana pegawai seorang yaitu: Frame of Reference, yaitu
berusia > 50 tahun merasa sistem kerangka pengetahuan yang dimiliki yang
pegawasan 3 kali lebih baik setelah dipengaruhi dari pendidikan, bacaan, peni-
reformasi birokrasi dibandingkan yang litian, dll serta Frame of experience, yaitu
berusia lebih muda (pV = 0.04, 95% CI berdasarkan pengalaman yang telah diala-
1.44 – 7.13). Begitu pula pegawai yang minya yang tidak terlepas dari keadaan
bekerja > 20 tahun merasa sistem lingkungan sekitarnya.10 Temuan kajian ini
pengawasan 2.5 kali lebih baik setelah menunjukkan bahwa para pimpinan mem-
reformasi birokrasi dibandingkan yang baru persepsi reformasi birokrasi berdasarkan
bekerja (pV = 0.022, 95% CI 1.13 – 5.65). atas situasi yang berkembang sekarang dan
berdasarkan pengalaman yang telah diala-
PEMBAHASAN minya, sehingga bagi pimpinan yang memi-
Persepsi pimpinan terhadap reforma- liki masa kerja kurang dari 20 tahun ke-
si birokrasitidak timbul dengan sendirinya, mungkinan tidak atau sedikit sekali memi-
tapi melalui proses dan faktor yang mem- liki pengalaman terkait manajemen peruba-
pengaruhinya. Menurut Stephen P Robins,
ada tiga faktor, yaitu:Individu yang ber- 9
Robbins, Stephen P & Judge, Timothy A. 2013.
sangkutan (pemersepsi), Sasaran dari per- Organizational Behavior Edition 15. New Jersey:
Pearson Education
10
Krech, David, et al 1962, Individual in Society,
Mc. Graw Hill, Kogakhusha, ltd, Tokyo

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 111


han sebelum dan sesudah reformasi biro- masih dipersepsikan sama seperti sebelum
krasi, sementara tuntutan reformasi sudah reformasi dilaksanakan.
dimulai sejak 1997 (+ 21 tahun yang lalu). Manajemen perubahan bertujuan
Untuk mencapai Kepemerintahan untuk mengubah secara sistematis dan
yang baik (Good Governance) dibutuhkan konsisten sistem dan mekanisme kerja
pemerintah yang baik (good government) organisasi serta pola pikir dan budaya kerja
dalam hal ini eksekutif (Birokrasi), parle- individu atau unit kerja didalamnya menjadi
men yang baik (good parlement)/ anggota lebih baik sesuai dengan tujuan dan sasaran
legislatif yakni DPRD dan rakyat yang baik reformasi birokrasi. Target yang ingin
(good citizen). Untuk menciptakan good dicapai adalah: a) meningkatnya komitmen
governance tentu dibutuhkan clean gov- pimpinan dan pegawai K/L dan Pemda
ernment sebagai salah satu indikator, proses dalam melakukan reformasi birokrasi;b)
mencapai kepemerintahan yang baik terse- terjadinya perubahan pola pikir dan budaya
but memang didahului dengan pemerinta- kerja K/L dan Pemda; c) menurunnya risiko
han yang bersih, upaya melakukan pember- kegagalan yang disebabkan kemungkinan
sihan disemua lini sudah dimulai sejak 15 timbulnya resistensi terhadap perubahan
tahun terakhir. Cukup banyak birokrat, poli- Sebagai sebuah perubahan terencana,
tisi dan pengusaha mengalami masalah hu- reformasi birokrasi memerlukan strategi
kum terkait korupsi, kolusi dan nepotisme. untuk mengelola proses transisi dari
Hal tersebut sesuai dengan temuan pada keadaan saat ini kepada keadaan ideal yang
kajian ini, dimana terdapat perbedaan yang hendak dicapai. Proses ini selalu
signifikan dalam upaya pengawasan di bi- menghadapi kendala yaitu resistensi dari
rokrasi dibandingkan sebelum adanya re- pegawai terhadap perubahan. Robbins
formasi birokrasi. (2001:545)11 menyebutkan adanya lima
Tetapi upaya menciptakan kepeme- faktor yang menjadi resistensi individual
rintahan yang baik harus seimbang antara terhadap perubahanyaitu : Kebiasaan
upaya preventif (pencegahan) terhadap ma- (Habit), Keamanana (Security), Faktor
salah penyimpangan di birokrasi dengan Ekonomi (Economic Factor), Ketakutan
upaya kuratif (memberi intervensi) terhadap atas ketidak tahuan (Fear of the unknown),
pelaku penyimpangan di pemerintahan. dan Informasi selektif (Selective
Upaya menciptakan pemerintahan yang Information).
baik dapat dilakukan dengan mengubah
pola-pola kepemimpinan dan manajerial KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
dilingkungan birokrasi. Upaya tersebut se- Persepsi terhadap Manajemen
benarnya telah dilakukan melalui peruba- perubahan pada reformasi birokrasi tidak
han dalam tata aturan dan produk hukum berbeda bermakna menurut jenis kelamin,
yang berlaku, tetapi mentalitas feodal dibi- pendidikan, kelompok umur maupun lama
rokrasi sangat sulit untuk diubah. kerja. Persepsi terhadap sistem pengawasan
Presiden Jokowi telah berbeda bermakna pada usia dan lama ker-
menandatangani Instruksi Presiden Nomor ja. Pegawai berusia > 50 tahun merasa
12 Tahun 2016 tentang Gerakan Nasional sistem pegawasan 3 kali lebih baik setelah
Revolusi Mental. Inpres ini dikhususkan reformasi birokrasi dibandingkan yang
untuk memperbaiki serta membangun berusia lebih muda. Begitu pula pegawai
karakter bangsa Indonesia dalam yang bekerja > 20 tahun merasa sistem
melaksanakan revolusi mental.Inpres itu pengawasan 2.5 kali lebih baik setelah
antara lain mengacu pada nilai-nilai reformasi birokrasi dibandingkan yang baru
integritas, etos kerja dan gotong royong bekerja.
untuk membangun budaya yang Reformasi birokrasi telah berjalan se-
bermartabat, modern, maju, makmur, dan suai jalur pada domain pengawasan, tetapi
sejahtera berdasarkan Pancasila.
Implementasi dari Inpres tersebut belum
dijabarkan secara jelas. Persepsi tentang 11
Stephen Robbins, 2001, “Perilaku Organisasi“, Jilid
Integritas, etos kerja dan gotong royong 1 Edisi 8, PT Prenhalindo, Jakarta.

112 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


dibutuhkan peningkatan reformasi birokrasi Reformasi Birokrasi Nomor 7 Tahun
pada area manajemen perubahan terutama 2011 tentang Pedoman Pengajuan
terkait perubahan indikator dan kinerja ma- Dokumen Usulan Reformasi Birokrasi
najemen dalam reformasi birokrasi. Kementerian/Lembaga;
7. Peraturan Menteri Pendayagunaan
UCAPAN TERIMA KASIH Aparatur Negara dan Reformasi
Ucapan terima kasih disampaikan Birokrasi Nomor 14 Tahun 2014
kepada Bapak Kepala Pusat Penelitian dan Tentang Pedoman Evaluasi Reformasi
Pengembangan Humaniora dan Manajemen Institusi Pemerintah;
Kesehatan, Badan Litbang Kementerian 8. Peraturan Menteri Pendayagunaan
Kesehatan, Kepala Bidang Manajemen Ke- Aparatur Negara dan Reformasi
sehatan dan para peneliti yang terlibat da- Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015
lam kajian ini. Tentang Roadmap Reformasi Birokrasi
2015-2019;
REFERENSI 9. Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi
1. Amirin T, Populasi dan Sample Birokrasi Republik Indonesia Nomor
Penelitian ; Ukuran Sample Rumus 11 Tahun 2015 Tentang Pedoman
Slovin, Erlangga Jakarta 2011 Evaluasi Atas Implementasi Sistem
2. Asrori, Mohammad. 2009. Psikologi Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Pemerintah;
Prima. 10. Robbins, Stephen P & Judge, Timothy
3. Krech, David, et al 1962, Individual in A. 2013. Organizational Behavior Edi-
Society, Mc. Graw Hill, Kogakhusha, tion 15. New Jersey: Pearson Education
ltd, Tokyo 11. Stephen Robbins, 2001, “Perilaku Or-
4. Peraturan Presiden Republik Indonesia ganisasi“, Jilid 1 Edisi 8, PT Pren-
Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand halindo, Jakarta.
Design Reformasi Birokrasi 2010 – 12. UNDP, Governance Principles, Institu-
2025; tional Capacity and Quality, 2011
5. Peraturan Presiden Republik Indonesia 13. United Nations Development Pro-
Nomor 29 tahun 2014 tentang Sistem gramme (UNDP) Report, Principles for
Akuntabilitas Kinerja Instansi Good Governance in the 21st Century 1
Pemerintah; Policy Brief No. 15 - Institute On
6. Peraturan Menteri Negara Governance, Ottawa, Canada
Pendayagunaan Aparatur Negara dan

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 113


PEBEDAAN WAKTU LAMA PROSES PERSALINAN ANTARA IBU YANG
DIDAMPINGI DAN TIDAK DIDAMPINGI KELUARGA DI RS. TK II
Dr. A.K. GANI PALEMBANG

Ismar Agustin1, Azwaldi, Maliha Amin


1
Poltekkes Kemenkes Palembang
(E-mail :baropagustin@gmail.comHp: 081274544330)

ABSTRAK

Latar Belakang : Proses persalinan menimbulkan perubahan -perubahan pada system tubuh
seorang wanita baik perubahan fisik maupun perubahan psikologis yang menimbulkan ketidak-
nyaman pada ibu . Perubahan tersebut harus dapat dijalani ibu dengan adaptasi yang baik se-
hingga tidak menimbulkan dampak negatif bagi ibu maupun bayi.Ada 5 P yang mempengaruhi
persalinan yaitu Power, Pasangger, Passage, penolong dan Psikologi . Perubahan psikologis
ibu dalam proses persalinan sangat bervariasi, tergantung pada persiapan menghadapi persalinan
dan dukungan yang diterima dari keluarga. tindakan pendampingan sangat berpengaruh dalam
proses persalinan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kehadiran pendamping secara terus me-
nerus memberikan dampak positif seperti berkurangnya tindakan seksio sesaria, forcep, vacum,
dan kelahiran bayi dengan kondisi baik ( APGAR Score lebih 7) , lama persalinan menjadi lebih
cepat, ibu merasa lebih puas dan bahagia, serta mengurangi sensasi nyeri akbat kontraksi uterus
.Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan rerata waktu persalinan antara
kelompok ibu yag didampingi keluarga dan kelompok yang tidak didampingi keluarga. Metode
:Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan case control membanding-
kan kelompok ibu yang didampingi keluarga dan ibu yang tidak didampingi keluarga dalam
proses persalinan selanjutnya menganalisis rerata waktu persalinan pada kedua kelompok . Data
penelitian dianalisis menggunakan Uji Hypotesis Parametrik Uji t tidak berpasangan , apabila
tidak memenuhi syarat dilakukan Uji Wilcoxon pada alpa 0,05. Hasil : Hasil penelitian menun-
jukkan tidak ada perbedaan yang siqnifikan antara usia dengan lama persalinan, ada perbedaan
yang siqnifikan antara paritas dengan lama persalinan, serta tidak ada perbedaan yang siqnifikan
antara pendampingan keluarga dengan lama persalinan.
Kata Kunci :Asuhan Intranatal, psikologi

PENDAHULUAN
Persalinan pada dasarnya merupakan keluarga, termasuk dari mereka yang
proses natural yang dialami seorang mendampinginya, pendampingan sangat
perempuan. Proses persalinan dapat berpengaruh dalam proses persalinan
menimbulkan sejumlah perubahan (Varney, 2008)
fisiologis dan juga psikologis. Perubahan Beberapa faktor yang mempengaruhi
terjadi pada semua system dalam tubuh proses persalinan lazim dikenal dengan 5
seperti sistem kardiovaskuler, pernafasan, (lima) P, yaitu Power adalah kekuatan
gastrointestinal, integumen, urinaria, dan meliputi kontraksi uterus dan kekuatan
perubahan sistem sirkulasi yang mengedan dari ibu. Passage yaitu jalan
menimbulkan ketidaknyamanan yang lahir , kemudian Passager yaitu janin dan
berpengaruh terhadap psikologis ibu. placenta , Potition yaitu posisi ibu dalam
Perubahan psikologis dapat terjadi proses persalinan dan Psikologi yaitu
kecemasan, takut persaaan tidak nyaman mental ibu dalam menghadapi persalinan
(salmah,dkk, 2006). Perubahan psikologis (Simkin,2005; Manuaba, 2007; Farrer,
pada proses persalinan sangat bervariasi , 2001).
tergantung pada persiapan menghadapi Pada saat memasuki masa persalinan,
persalinan dan dukungan yang diterima dari seorang ibu akan diliputi perasaan takut,

114 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


khawatir, atau ketidaknyaman. Persaan memberikan pelayanan kepada masyarakat
takut dapat meningkatkan persepsi nyeri, umum. Dari wawancara singkat dengan
ketegangan, dan ibu menjadi cepat lelah, petugas rumah sakit di ruang kebidanan
pada akhirnya menghambat proses serta observasi didapatkan cukup banyak
persalinan. Pendampingan persalinan ibu bersalin yang didampingi keluarga,
merupakan bentuk bantuan yang diberikan namun masih ada ibu yang tidak
pada ibu pada proses persalinan baik didampingi keluarga dengan berbagai
dukungan fisik maupun psikologis. alasan seperti keluarga takut melihat proses
Hasil penelitian real time clock persalinan, tidak ada keluarga lain selain
(RCT) menunjukkan efektifnya dukungan suami. Data persalinan pada tahun 2014
fisik, emosional dan psikologi selama didapatkan jumlah persalinan normal di RS.
proses persalinan dan kelahiran, dalam dr. AK. Gani sebanyak 657 persalinan ,
Cochrane database, suatu kajian sistematik rata-rata per bulan sebanyak 54 persalinan.
dari 14 percobaan yang melibatkan 5000 Tujuan penelitian untuk mengetahui
ibu memperlihatkan bahwa kehadiran pengaruh pendampingan keluarga selama
seorang pendamping secara terus menerus proses persalinan dengan lama proses
selama persalinan dan kelahiran memiliki persalinan
dampak positif seperti berkurangnya
tindakan forcep, vaccum, maupun sectio METODE
sesaria. dampak lainnya adalah kondisi bayi Jenis penelitian ini adalah penelitian
yang baik ditandai dengan nilai APGAR analitik kuantitatif dengan rancangan re-
lebih dari 7 dalam rentang 10, lama trospektif membandingkan kelompok ibu
persalinan menjadi lebih pendek, kepuasan yang didampingi keluarga dan ibu yang
ibu semakin besar dalam pengalaman tidak didampingi keluarga dalam proses
melahirkan, dan dapat mengurangi persepsi persalinan , selanjutnya menganalisis rerata
nyeri persalinan. waktu persalinan pada kedua kelompok.
Perawat sebagai Tim work dalam Penelitian ini dilaksanakan di RS. TK. II
pelayanan kesehatan yang berperan sebagai A.K. Gani Palembang Tahun 2015 pada
care giver untuk memberikan asuhan bulan Juli - Agustus 2015 Populasi dalam
keperawatan sangat berperan penting dalam penelitian ini adalah seluruh ibu post par-
memfasilitasi keluarga untuk memberikan tum di RS. TK. II A.K. Gani pada bulan
dukungan pada proses persalinan dan Juli sampai Agustus 2015. Jumlah sampel
kelahiran karena perawat selalu berada yang diperoleh pada saat penelitian hanya
disamping ibu dan setiap saat siap mencapai 60 orang berhubung terbatasnya
memberikan bantuan. pasien ibu yang melahirkan secara fisiolo-
Rumah sakit Dr. AK. Gani gis karena RS. TK. II A.K. Gani merupa-
Palembang adalah salah satu rumah sakit kan rumah sakit rujukan type C yang me-
di kota Palembang milik TNI AD. RS. dr. nerima rujukan dari Bidan praktik dan dae-
AK. Gani disamping memberikan rah TK. II di Sumatera Selatan.
dukungan dan pelayanan kesehatan pada
prajurit TNI, PNS, dan keluarganya, juga

HASIL
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Respondent berdasarkan usia dan Paritas di RS. TK. II
A.K. Gani Palembang bulan Agustus - September 2015
Variabel Frekuensi Persentase (%)
Usia respondent
Resiko rendah 48 80
Resiko tinggi 12 20
Paritas
- Risiko rendah 40 66,7

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 115


- Risiko tinggi 20 33,3
Pendampingan
Oleh keluarga
- Ya 30 50
- Tidak 30 50
Total 60 100

Berdasarkan tabel 1 diatas didapatkan kategori risiko rendah ( paritas 1-2 ) lebih
dapat diketahui bahwa respondent usia besar dibandingkan risiko tinggi (paritas >
risiko rendah (usia 20-35 tahun) lebih 2 anak) dan respondent yang didampingi
besar dibandingkan usia risiko tinggi ( <20 jumlahnya sama dengan tidak didampingi
>35 tahun). Respondent yang paritas keluarga.

Tabel 2 Rerata Lama Waktu Persalinan Responden di RS. TK. II A.K. Gani Palembang bulan
Agustus – September 2015
Variabel minimum maksimum Rerata SD
Lama persalinan 10 menit 240 menit 110,67 0.309

Dari tabel 2 diatas diketahui bahwa 10 menit dan maksimum 240 menit serta
minimal waktu persalinan dari mulai masuk rata-rata 110 menit.
Rumah sakit sampai selesai kala II adalah

Tabel 3 Perbedaan Lama waktu Persalinan antara Usia, Paritas dan Pendampingan oleh
Keluarga
Variabel Confidence Interval Mean SD p value
Usia -13.992- 66.701 26.354 20.156 0.196
Paritas 29.760- 91.490 60.625 15.419 0.000
Pendampingan -19.913- 45. 246 12.667 16.276 0.440

Dari tabel 3 diatas didapatkan bahwa paritas dengan lama waktu persalinan dan
tidak ada perbedaan yang siqnifikan antara tidak ada perbedaan yang siqnifikan antara
usia respondent dengan lama waktu status pendampingan responden oleh
persalinan, ada perbedaan yang siqnifikan keluarga dengan lama waktu persalinan.
PEMBAHASAN multigravida 1 jam untuk 2 cm, pembukaan
dikatakan lengkap bila pembukaan
Lama Waktu Proses Persalinan dianalogikan dengan ukuran 10 cm. Pada
Hasil penelitian menunjukkan rata- penelitian ini penulis menghitung lama
rata lama waktu persalinan sejak respondent persalinan adalah sejak pasien masuk
masuk rumah sakit sampai proses rumah sakit dengan tanda gejala inpartu
persalinan kala II adalah 110 menit atau sampai proses persalinan, tidak dihitung
sekitar 2 jam, minimum selama 10 menit sejak pasien mengeluh gejala proses
dan maksimum 240 menit atau 3,5 jam. persalinan seperti nyeri kontraksi ataupun
Menurut FK. UNPAD lama persalinan keluar blood slym sebelum dibawa ke
rata-rata primigravida 14 jam dan rumah sakit, hal ini karena penulis tidak
multigravida 8 jam. Fase atau Kala I mendampingi secara langsung proses
memerlukan waktu yang cukup panjang persalinan hanya mengumpulkan data
kala I merupakan proses pendataran dan skunder retrospektif pengalaman ibu
pembukaan cerviks yang dibutuhkan didampingi atau tidak didampingi keluarga.
unytuk pengeluaran hasil konsepsi pada
primi secara umum penambahan
pembukaan ceviks 1 jam untuk 1cm dan

116 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


Usia dan Lama Waktu Persalinan Hasil penelitian tidak sesuai dengan
hasil penelitian sebelumnya yang
Berdasarkan tabel diatas dapat dike-
menyatakan bahwa pendampingan
tahui bahwa respondent usia risiko rendah
memebriakn dampak positif terhadap
(usia 20-35 tahun) lebih besar dibandingkan
psikologis dan kemajuan persalinan hal ini
usia risiko tinggi ( <20 >35 tahun) dan hasil
dimungkinkan karena jumlah sampel yang
analisis bivariat tidak menunjukkan perbe-
tidak repsentatif dan proporsional . Hasil
daan waktu yang siqnifikan pada usia den-
penelitian real time clock ( RCT)
gan pvalue 0.196. Usia ideal bagi seorang
menunjukkan efektifnya dukungan fisik,
perempuan untuk reproduksi pada usia 20-
emosional dan psikologi selama proses
35 tahun, karena pada usia ini perempuan
persalinan dan kelahiran, dalam Cochrane
telah siap secara fisik dan psikiologis untuk
database, suatu kajian sistematik dari 14
hamil,melahirkan dan merawat anak. Pada
percobaan yang melibatkan 5000 ibu
usia risiko khusus pada usia lebih 35 tahun
memperlihatkan bahwa kehadiran seorang
kemampuan sistem reroduksi dan power ibu
pendamping secara terus menerus selama
sudah menurun, sehingga hal ini dapat
persalinan dan kelahiran memiliki dampak
menjadi penyulit bagi ibu dan bayi
positif seperti berkurangnya tindakan
diantaranya lama persalinan akan
forcep,vaccum, maupun sectio sesaria.
memanjang
dampak lainnya adalah kondisi bayi yang
baik ditandai dengan nilai APGAR lebih
Paritas dan Lama waktu persalinan
dari 7 dalam rentang 10, lama persalinan
Hasil analisis data univariat menjadi lebih pendek, kepuasan ibu
responden paritas kategori risiko rendah semakin besar dalam pengalaman
(paritas 1-2) lebih besar dibandingkan melahirkan, dan dapat mengurangi persepsi
risiko tinggi (paritas > 2 anak). Hasil nyeri persalinan.
analisis data bivariat ada perbedaan yang Hasil penelitian yang dilakukan
siqnifikan paritas dengan lama waktu terhadap 200 ibu di rumah sakit pada 5
persalinan (pvalue 0.00) . Paritas adalah (lima) kota besar di Indonesia menunjukkan
jumlah anak yang dilahirkan baik hidup hasil 86,2% ibu menyatakan perasaan
maupun meninggal dunia. Paritas sangat senang dan bahagia karena dalam proses
mempengaruhi kondisi seorang perempuan persalinan didampingi oleh keluarga. selain
untuk hamil, melahirkan dan proses nifas itu 52,2% ibu berada pada kategori
serta menyusui. Terkait dengan lama waktu kecemasan rendah dan 60% subyek menilai
persalinan dan paritas semakin banyak bahwa dukungan keluarga sangat
seorang perempuan melahirkan dan diperlukan. Dampak positif lainnya
semakin dekat jarak antara kehamilan akan menurunkan sectio sesaria (50%), waktu
menurunkan stamina ibu, selain itu dapat persalinan lebih pendek (25%),
juga menyebabkan ibu mengalami anmemia menurunkan pemberian analgetik (30%),
yang akhirnya menyebabkan penurunan dan menurunkan tindakan forcep (40%)
kondisi secara keseluruhan dan (Darsana, 2008)
memperpanjang waktu persalinan . Kehadiran dan dukungan dari
pendamping akan membantu proses
Pendampingan Keluarga dan Lama persalinan berjalan lancar karena
Waktu Persalinan pendamping dapat berbuat banyak untuk
Hasil analisis univariat menunjukkan membantu ibu saat persalinan. Keluarga
proporsi responden yang sama antara yang dalam penelitian ini adalah suami atau
didampingi dan tidak didampingi keluarga. orangtua responden.Pendampingan pada
Hasil bivariat menunjukkan tidak ada penelitian ini difokuskan pada kala I dan
perbedaan yang siqnifikan antara kala II. Pada fase kala I pendamping dapat
pendampingan dengan lama waktu membantu ibu mengalihkan perhatian dari
persalinan (pvalue 0.440) sensasi nyeri akibat kontraksi uterus. Pada
fase ini juga pendamping dapat memenuhi
nutrisi dan cairan untuk memberikan ekstra

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 117


energi dan mencegah dehidrasi, disamping REFERENSI
memnuhi kebutuhan eliminasi berkemih.
Bobak, I.M., Lowdermilk, D. &Jensen,
Pada saat timbul kontraksi pendamping
M.D. 1995. Keperawatan maternitas.
dapat mengajarkan ibu manajemen
Alih bahasa. Wijayarini, M.A. &
relaksasi, pengalihan perhatian,
Anugerah, P.I. Edisi 4. Jakarta: EGC.
memberikan support serta pujian bila
Cohen, S.M, Kenner, C.A., & Andrea, O.
berhasil melewati setiap kontraksi yang
1991. Maternal, neonatal and
terjadi. Pada Kala II biasanya ibu sudah
woman’s health nursing. USA:
semakin merasa tidak nyaman dan sangat
Holling Sworth Spring House.
lelah sehingga dukungan pendamping
Hanifa, W. 1992. Ilmu kebidanan. Jakar-
sangat dibutuhkan. berikut beberapa hal
ta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono.
yang dapat dilakukan pendamping : 1)
Notoadmodjo, S. 2002. Metodologi peneli-
pendamping dapat membantu mengatur
tian kesehatan. Jakarta: PT. Rhineka
posisi yang nyaman dan aman untuk
Cipta.
melahirkan, 2) pendamping dapat mengajak
Scott, J.R. et al. 1990. Danforth’s obstetrics
berbicara selama kontraksi dan saat
and gynecology. (6 th.Ed). Philadel-
mengejan serta memijat punggung bila ibu
phia: JB. Lippincott Company.
menginginkannya, 3) Pendamping dapat
Bobak. I ,1996. Buku ajar Keperawatn
menyegarkan wajah ibu yang banyak
Maternitas, Alih Bahasa Maria.A,
mengeluarkan keringat dengan usapan
Jakarta : EGC
handuk basah, 4) Bila tindakan (operasi)
Dahlan. S. , 2004. Statistika Untuk
harus dilakukan karena persalinan normal
Kedokteran dan Kesehatan ; Uji
tidak dapat dilakukan pendamping dapat
Hipotesis . Jakarta : Bina Mitra Press
mencari informas detil untuk mengetahui
Elizabet & Endang ,2015 Asuhan Kebidan
apakah memang benar ini merupakan
Persalinan dan Bayi Baru Lahir ;
tindakan terakhir selain operasi, 5) saat bayi
Kebutuhan dasar Ibu dalam
mulai terlihat dijalan lahir, pendamping
Persalinan . Yokjakarta
dapat berkomunikasi melalui sentuhan lem.
Hastuti B, 2009 Pengaruh Dukungan Suami
Pada penelitian ini tidak menunjukkan
Terhadap Lama Persalinan Kala II ;
perbedaan mungkin faktor sampel dan
Yokjakarta
proporsi antara ibu didampingi dan tidak
Johariyah & Ningrum, 2012. Asuhan
didampingi tidak proporsional dan sampel
Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru
kurang repsentatif.
Lahir .Jakarta ; TIM
Manuaba. IBG ,1998. Ilmu Kebidanan,
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berdasarkan hasil penelitian disim- Berencana Untuk Pendidikan Bidan.
pulkan bahwa proporsi usia respondent Jakarta : EGC
lebih banyak usia kategori risiko rendah Maryunani. A, 2010. Nyeri dalam
(20 tahun – 35 tahun) , Proporsi paritas res- Persalinan : teknik dan Cara
pondent lebih banyak kategori risiko rendah Penanganannya : Jakarta ; Salemba
(anak 1-2) , Proporsi status pendampingan Notoatmojo. S., 2012. Metodologi
respondent oleh keluarga berbanding sama Penelitian Kesehatan : Jakarta ;
50%:50% , Tidak ada perbedaan usia ter- Rineka Cipta
hadap lama waktu persalinan, Ada perbe- Padila, 2014 . Keperawatan maternitas ;
daan paritas terhadap lama waktu persali- Konsep Priode Intra Natal Yokjakarta
nan , tidak ada perbedaan respondent yang Prawiroharjo.S. 1998 . Ilmu Kebidanan.
didampingi dan tidak didampingi terhadap Jakarta ; Yayasan Bina Pustaka
lama waktu persalinan. Bagi Rumah Sakit Sarwono
agar lebih meningkatkan fasilitasi terhadap Solihah, 2004. Persiapan dan Strategi
keluarga pasien untuk mendampingi ibu menghadapi Persalinan Sehat dan
inpartu, menyediakan ruang khusus bagi Alamiah . Jakarta : Diva Press
keluarga pasien yang mendampingi pasien.

118 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


Sumarah, 2008. Asuhan keperawatan Ibu Varney, 2008. Buku jar Asuhan kebidanan
Bersalin. Yokjakarta .edisi 4 Vol. 2 . Jakarta : EGC

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 119


KEJADIAN PNEUMONIA BALITA DI POLI MTBS PUSKESMAS KALI-
DERES JAKARTA BULAN JUNI-OKTOBER 2017

Ananda*
*Mahasiswa S2 Epidemiologi Komunitas FKM UI
(Email : anandahasiana@yahoo.com, HP: +6281314011099)

ABSTRAK

Latar belakang: Pneumonia merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar dan penyum-
bang kematian bagi anak usia bawah lima tahun (balita). Menurut Profil Kesehatan Indonesia
tahun 2015, pneumonia merupakan penyebab 15% kematian balita. Manajemen Terpadu Balita
Sakit (MTBS) merupakan tatalaksana pelayanan kesehatan anak yang dipublikasikan oleh WHO
sejak tahun 1997. Puskesmas Kecamatan Kalideres merupakan salah satu layanan kesehatan
yang telah memiliki poli MTBS. Pelayanan MTBS di Puskesmas Kecamatan Kalideres diha-
rapkan dapat menekan angka kematian dan kesakitan pada balita. Belum diketahuinya gambaran
kejadian pneumonia pada balita di Poli MTBS Puskesmas Kecamatan Kalideres menjadi tujuan
dilakukannya penelitian ini. Metode: Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan
desain studi potong lintang. Subjek penelitian adalah 36 balita yang berobat di Poli MTBS
Puskesmas Kecamatan Kalideres selama bulan Juni-Oktober 2017 dan memenuhi kriteria seba-
gai sampel. Hasil: Hasil distribusi frekuensi terbanyak dalam penelitian ini adalah balita umur
13 – 59 bulan sebesar 55,6%, balita berjenis kelamin perempuan sebesar 55,6%, balita yang be-
lum mendapatkan imunisasi campak sebesar 69,4%, balita dengan status gizi normal sebesar
88,9% dan balita yang sudah mendapatkn vitamin A sebesar 97,2%. Kesimpulan: Gambaran
pneumonia balita di Puskesmas Kecamatan Kalideres dengan presentase terbesar adalah balita
dengan usia 13-59 bulan, jenis kelamin perempuan, status gizi kurang, tidak mendapatkan im-
unisasi campak dan sudah mendapatkan Vitamin A. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan
menggunakan desain penelitian yang lebih baik untuk mendapatkan hasil yang menggambarkan
kejadian pneumonia balita di Poli MTBS Puskesmas Kecamatan Kalideres.
Kata kunci: Pneumonia, Balita

PENDAHULUAN nian, kelembaban, jenis bahan bakar, peng-


hasilan keluarga serta faktor ibu baik pen-
Manajemen Terpadu Balita Sakit
didikan, pekerjaan, maupun pengetahuan
(MTBS) merupakan tatalaksana pelayanan
ibu dan keberadaan keluarga yang mero-
kesehatan anak yang dipublikasikan oleh
kok.1
WHO sejak tahun 1997. Program pelayanan
Setiap tahun lebih dari 2 juta anak di
MTBS diharapkan dapat menurunkan ang-
dunia meninggal karena infeksi saluran
ka kematian pada balita. Berbagai penyakit
pernapasan akut (ISPA), termasuk pneumo-
pada anak dilayani oleh pelayanan MTBS.
nia.2 Kartasasmita juga menambahkan, me-
Pneumonia merupakan salah satu penyakit
nurut laporan WHO dalam , hampir 1 dari 5
pada balita yang diobati di pelayanan
balita di negara berkembang meninggal
MTBS.
disebabkan oleh pneumonia. Menurut Pro-
Faktor risiko yang berhubungan den-
fil Kesehatan Indonesia tahun 2015, pneu-
gan kejadian pneumonia terbagi atas dua,
monia merupakan penyebab 15% kematian
yaitu faktor instrinsik dan ekstrinsik. Faktor
balita.3 Pneumonia juga disebut penyakit
instrinsik meliputi umur, jenis kelamin, sta-
paling serius dan paling membahayakan
tus gizi, berat badan lahir rendah, status
jiwa anak dibandingkan dengan infkesi sa-
imunisasi, pemberian ASI, dan pemberian
luran penapasan lainnya, terutama pada
vitamin A. Faktor ekstrinsik meliputi kepa-
bayi dan anak di bawah usia lima tahun.4
datan tempat tinggal, tipe rumah, ventilasi,
Pada tahun 2016 di Jakarta Barat, ca-
jenis lantai, pencahayaan, kepadatan hu-
kupan penemuan melebihi target yang telah

120 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


ditentukan yaitu sebanyak 13.410 balita pneumonia yang yang berkunjung ke Poli
(122%) dari 10.913 balita yang diperkira- MTBS Puskesmas Kecamatan Kalideres
kan pneumonia. Puskesmas Kecamatan Ka- pada bulan Juni – Oktober 2017.
lideres merupakan salah satu layanan kese- Sampel dalam penelitian ini adalah
hatan yang telah memiliki poli MTBS. Pe- semua balita berusia 0 – 59 bulan yang ber-
layanan MTBS di Puskesmas Kecamatan kunjung ke Poli MTBS Puskesmas Keca-
Kalideres diharapkan dapat menekan angka matan Kalideres bulan Juni – Oktober 2017.
kematian dan kesakitan pada balita. Pada Variabel yang diteliti dalam penelitian ini
tahun 2016, Poli MTBS Puskesmas Keca- adalah kejadian pneumonia balita. Kemu-
matan Kalideres telah mencapai target pe- dian kejadian pneumonia balita akan dilihat
nemuan pneumonia balita sebesar 71,3%. dari segi jenis kelamin, umur, status gizi ,
Belum diketahuinya gambaran karakteristik status imunisasi campak dan pemberian
penderita pneumonia pada balita di Poli vitamin A
MTBS Puskesmas Kecamatan Kalideres Kejadian pneumonia ditetapkan oleh
menjadi tujuan dilakukannya penelitian ini. petugas kesehatan melalui register MTBS
dengan batasan diagnosis adalah pneumo-
METODE nia diagnosis yang sesuai dengan definisi
Desain yang digunakan dalam peneli- pneumonia menurut MTBS. Jumlah sampel
tian ini adalah studi potong lintang. Sumber yang memenuhi kriteria adalah 36 balita.
data yang digunakan dalam penelitian ini Kriteria Inklusi dalam penelitian ini adalah
adalah register MTBS yang terdapat di Poli nama pasien terdapat di server SIKDA
MTBS Puskesmas Kecamatan Kalideres OPTIMA dan register MTBS serta memili-
yang kemudian dicocokkan dengan SIKDA ki data yang lengkap. Kemudian, data yang
OPTIMA yang ada di bagian data. Populasi sudah ada di analisis secara univariat.
dalam penelitian ini adalah semua balita

HASIL
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Umur Balita Penderita Pneumonia di Poli MTBS Puskesmas
Kecamatan Kalideres Juni – Oktober 2017
Persentase
Penderita Pneumonia n
(%)
0 – 12 bulan 16 44,4
13 – 59 bulan 20 55,6
Jumlah 36 100

Pada tabel 1 didapatkan hasil bahwa pende- adalah di kategori usia 13 – 59 bulan, yaitu
rita pneumonia balita terbanyak di Poli sebanyak 20 orang atau sebesar 55,6 %.
MTBS Puskesmas Kecamatan Kalideres

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Balita Penderita Pneumonia di Poli MTBS
Puskesmas Kecamatan Kalideres Juni – Oktober 2017
Persentase
Penderita Pneumonia n
(%)
Laki-laki 16 44,4
Perempuan 20 55,6
Jumlah 36 100

Pada tabel 2, jenis kelamin balita penderita dangkan, penderita pneumonia balita jenis
pneumonia di Poli MTBS Puskesmas Ke- kelamin laki-laki adalah sebanyak 16
camatan Kalideres adalah perempuan, yaitu orang.
sebanyak 20 orang atau sebesar 55,6%. Se-

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 121


Tabel 3. Distribusi Frekuensi Status Gizi Balita Penderita Pneumonia di Poli MTBS Puskesmas
Kecamatan Kalideres Juni – Oktober 2017
Persentase
Penderita Pneumonia n
(%)
Tidak Normal 4 88,9
Normal 32 11,1
Jumlah 36 100

Pada tabel 3 diperoleh keterangan bahwa yang terbanyak adalah gizi normal, yaitu
status gizi penderita pneumonia di Poli sebanyak 32 orang atau sebesar 11,1%.
MTBS Puskesmas Kecamatan Kalideres

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Status Imunisasi Campak Balita Penderita Pneumonia di Poli
MTBS Puskesmas Kecamatan Kalideres Juni – Oktober 2017
Persentase
Penderita Pneumonia n
(%)
Tidak 25 69,4
Ya 11 30,6
Jumlah 36 100

Pada tabel 4 dijelaskan bahwa sebanyak 25 unisasi campak. Sedangkan penderita


orang atau sebesar 69,4% penderita pneu- pneumonia balita yang sudah mendapatkan
monia balita di Poli MTBS Puskesmas Ke- imunisasi campak adalah sebanyak 11
camatan Kalideres belum mendapatkan im- orang atau sebesar 30,6%

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Pemberian Vitamin A Campak Balita Penderita Pneumonia di Poli
MTBS Puskesmas Kecamatan Kalideres Juni – Oktober 2017
Persentase
Penderita Pneumonia n
(%)
Tidak 1 2,8
Ya 35 97,2
Jumlah 36 100

Pada tabel 5 diperoleh keterangan bahwa tugas di Poli MTBS Puskesmas Kecamatan
sebanyak 35 orang atau 97,2 % balita pen- Kalideres tidak mengisi semua isian setiap
derita pneumonia sudah mendapatkan vita- pasien dengan lengkap. Sedikitnya sampel
min A. Sedangkan balita yang menderita yang memenuhi kriteria, menjadikan keter-
pneumonia dan belum mendapatkan vita- batasan dalam penelitian ini. Penelitian ini
min A adalah 1 orang. sudah mengikuti prosedur yang telah dite-
tapkan, yaitu mencari data awal balita
PEMBAHASAN pneumonia melalui register MTBS, mem-
Penelitian ini dilakukan dengan buka status penderita pneumonia balita di
menggunakan data sekunder yang ada di server SIKDA OPTIMA, mengeliminasi
Poli MTBS Puskesmas Kecamatan Kali- sesuai kriteria, dan melakukan pengolahan
deres bulan Juni – Oktober 2017. Banyak- data serta analisis data yang ada.
nya data yang tidak terisi lengkap pada Kejadian Pneumonia dengan Umur Bali-
server SIKDA OPTIMA di Puskesmas Ke- ta
camatan Kalideres membuat sampel dalam
Di Poli MTBS Puskesmas Kecamatan Ka-
penelitian ini menjadi sedikit. Hal ini dapat
lideres, penderita pneumonia balita terba-
terjadi karena petugas kesehatan yang ber-

122 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


nyak ada di rentang usia 13 – 59 bulan yaitu Kejadian Pneumonia dengan Status Im-
sebanyak 20 orang atau sebesar 55,6%. Hal unisasi Campak
ini sejalan dengan penelitian Riskesdas ta-
Sebesar 69,4% balita yang tidak menda-
hun 2013 bahwa penderita pneumonia bali-
patkan imunisasi campak merupakan pen-
ta terbanyak adalah pada usia 12 – 35 bulan
derita pneumonia balita di Poli MTBS
dengan period prevalens 2,6/mil.5 Peneli-
Puskesmas Kecamatan Kalideres. Hasil
tian lain mengatakan, adanya hubungan
yang diperoleh ini sesuai dengan penelitian
yang bermakna antara umur dengan keja-
lainnya. Balita yang tidak mendapatkan
dian pneumonia balita, yaitu anak balita
imunisasi campak berisiko menderita
≤12 bulan memiliki risiko sebesar 3,24 kali
pneumonia sebesar 3,21 kali (95% CI ,158
dibandingkan dengan balita <12 - <60 bu-
– 6,52) dibandingkan dengan balita yang
lan.6 Pada tahun 2014, Sumiati menyatakan
mendapatkan imunisasi campak. Bayi dan
tidak ada perbedaan proporsi kejadian
balita yang pernah terserang campak akan
pneumonia pada balita antara responden
mendapat kekebalan alami terhadap pneu-
yang berumur 0 – 12 bulan dan yang beru-
monia sebagai komplikasi campak.7
mur 13 – 59 bulan.7
Kejadian Pneumonia dengan Pemberian
Kejadian Pneumonia dengan Jenis Ke-
Vitamin A
lamin Balita
Hasil dalam penelitian ini menyatakan se-
Jenis kelamin balita penderita pneumonia
besar 97,2% penderita pneumonia balita
terbanyak adalah perempuan yaitu seba-
sudah mendapatkan vitamin A. Klemm
nyak 20 orang atau sebesar 55,6%. Menurut
(2008) dalam Sumiati mengatakan bahwa
Darwin di dalam Nurjiah dkk., status imun
pemberian vitamin A dapat berperan pro-
tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin, tetapi
tektif dalam melawan infeksi dengan jalan
dipengaruhi oleh genetik, umur, metabolik,
memelihara integritas epitel/fungsi barrier
lingkungan dan nutrisi, anatomis, fisiologis
kekebalan tubuh dan mengatur fungsi paru.7
dan mikrobiologi.8 Penelitian lain juga me-
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dila-
nyatakan tidak ada hubungan yang bermak-
kukan oleh Herman yang menyatakan balita
na antara kejadian pneumonia pada balita
yang tidak memiliki riwayat pemberian vi-
yang berjenis kelamin laki-laki dan balita
tamin A memiliki risiko 4,14 kali (95% CI
yang berjenis kelamin perempuan.7
2,0 – 8,6) dibandingkan dengan balita yang
Kejadian Pneumonia dengan Status Gizi memiliki riwayat pemberian vitamin A.9
Balita Penelitian lainnya juga ada yang menyata-
kan sebaliknya bahwa tidak memperli-
Dalam penelitian ini, sebanyak 32 orang
hatkan hubungan yang bermakna antara
atau sebesar 81,9% balita penderita pneu-
pemberian vitamin A dengan kejadian
monia memiliki status gizi yang normal.
pneumonia pada balita.7
Hal ini tidak sesuai dengan penelitian lain
yang telah dilakukan oleh sumiati yang me-
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
nyatakan balita dengan status gizi kurang
berisiko 2,366 kali (95% CI 1,497-3,645) Hasil dalam penelitian ini masih ber-
untuk terkena pneumonia dibandingkan sifat univariat yang menggambarkan pro-
dengan balita dengan status gizi cukup.7 porsi kejadian pneumonia balita di Puskes-
Penelitian lainnya juga menyatakan bahwa mas Kecamatan Kalideres bulan Juni-
balita dengan yang memiliki status gizi ku- Oktober 2017. Gambaran pneumonia balita
rang berpeluang untuk terjadimya pneumo- di Puskesmas Kecamatan Kalideres dengan
nia 6,52 kali (95% CI 2,28 – 18,63) diban- presentase terbesar adalah balita dengan
dingkan dengan balita dengan status gizi usia 13-59 bulan, jenis kelamin perempuan,
baik.6 Kurangnya sampel dalam penelitian status gizi kurang, tidak mendapatkan im-
ini menjadikan hasil yang diperoleh berbe- unisasi campak dan sudah mendapatkan
da dengan teori yang ada. Vitamin A.
Diperlukan penelitian lebih lanjut
dengan menggunakan desain penelitian

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 123


yang lebih baik untuk mendapatkan hasil 5. Riskesdas, 2013. Hasil Riset Kesehatan
yang menggambarkan kejadian pneumonia Dasar. Jakarta: Kemenkes RI
balita di Poli MTBS Puskesmas Kecamatan 6. Hartati, Susi. 2011. Analisis Faktor
Kalideres. Hal ini diperlukan untuk upaya Risiko yang berhubungan dengan
peningkatan layanan dan program penang- Kejadian Pneumonia pada Anak Balita
gulangan pneumonia balita yang lebih baik di RSUD Pasar Rebo Jakarta (Tesis).
kepada masyarakat di wilayah Kecamatan Depok: FKM UI
Kalideres. Pencatatan yang baik dan leng- 7. Sumiati, 2014. Faktor – faktor yang
kap mengenai data kesakitan pasien sangat berhubungan dengan Kejadian
diperlukan untuk kepentingan program Pneumonia Balita pada Enam
layanan MTBS. Puskesmas di Kecamatan Ciracas
Kotamadya Jakarta Timur (Tesis).
REFERENSI Depok: FKM UI
1. Departemen Kesehatan RI, 2009. 8. Nurjiah, Mia, dkk., 2016. Hubungan
Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Status Gizi dengan Derajat Pneumonia
Pernapasan Akut (ISPA) untuk pada Balita di RS DR. M. Djamil
Penanggulangan Pneumonia pada Padang (diunduh 11 Oktober 2017).
Balita. Jakarta: Depkes RI Tersedia dari URL
2. Kartasasmita, Cissy.B., 2010. Buletin http://jurnal.fk.unand.ac.id
Jendela Epidemiologi. Volume 3. 9. Herman, 2002. Faktor-faktor yang
Jakarta. berhubungan dengan Kejadian
3. Kemenkes RI, 2016. Profil Kesehatan Pneumonia pada Anak Balita di
Indonesia Tahun 2015. Jakarta: Kabupaten Ogan Komering Ilir
Kemenkes RI Sumatera (Tesis). Depok: FKM UI
4. Kemenkes RI, 2012. Modul Tatalaksana
Standar Pneumonia. Jakarta: Kemenkes
RI

124 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


PERBEDAAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN
REPRODUKSI SEBELUM DAN SESUDAH PENYULUHAN
DI SMK ‘AISYIYAH PALEMBANG

Kurniawaty
STIKES ‘Aisyiyah Palembang Prodi D3 Keperawatan
(Email : cicikurniawaty78@gmail.com, HP : 085378106992)

ABSTRAK

Latar Belakang: Masa remaja merupakan masa peralihan baik secara fisik, psikis maupun so-
sial dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Masalah yang berkaitan dengan perilaku dan kese-
hatan reproduksi remaja seperti bertambahnya kasus penyakit menular seksual terutama
HIV/AIDS, kematian ibu muda yang masih sangat tinggi, merebaknya praktik aborsi karena
kehamilan yang tidak diinginkan dan kecenderungan remaja masa kini untuk melakukan hubun-
gan seksual sebelum nikah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Perbedaan
Pengetahuan Remaja Tentang Kesehatan Reproduksi Sebelum Dan Sesudah Penyuluhan di
SMK ‘Aisyiyah Palembang 2018. Metode: Penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu
(Quasi Experiment). Rancangan yang digunakan adalah “One Group Design Pretest-Postest”.
Pengetahuan diukur sebelum dan sesudah penyuluhan. Pengambilan sample menggunakan
tehnik total sampling. Hasil: Berdasarkan hasil Penelitian terdapat 52 responden distribusi rata-
rata pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi sebelum penyuluhan adalah 60,08
dengan standar devisiasi 9,581. Distribusi diatas rata-rata pengetahuan remaja tentang kesehatan
reproduksi sesudah penyuluhan adalah 66,73 dengan standar devisiasi 8,619. Berdasarkan hasil
uji T P value 0,000 < 0,05 artinya ada perbedaan pengetahuan remaja tentang kesehatan
reproduksi sebelum dan sesudah penyuluhan di SMK ‘Aisyiyah Palembang 2018. Kesimpulan:
Berdasarkan hasil penelitian disarankan kepada SMK ‘Aisyiyah Palembang diharapkan agar
dapat menjalin kerjasama dengan Puskesmas terdekat untuk melakukan penyuluhan kesehatan
khususnya tentang kesehatan reproduksi remaja.
Kata Kunci : Remaja, Pengetahuan, Kesehatan Reproduksi

ABSTRACT

Background and aims: Adolescence is a period of transition both physically, psychologically


and socially from childhood to adulthood. Problem related with behaviour and health reproduc-
tion adolescence as increase case of disease contagious sexual especially HIV and AIDS dis-
ease, death of young mothers are very highly, spreading practice abortion because a pregnancy
that is not desire and trend adolescence time now for do relationship sexual before married. The
purpose of this research is to know the different difference knowledge of adolescence about re-
productive health care before and after counseling in SMK 'Aisyiyah Palembang 2018.
Methods: This research design used quasi experiment with one group pre-test post-test". Know-
ledge is measured before and after counseling. Sampling used total sampling technique.
Results: Based on the results of the study there are 52 respondents average distribution of ado-
lescent knowledge about reproductive health before counseling is 60,08 with standard deviation
9,581. The above-average distribution of adolescent knowledge about reproductive health after
counseling was 66,73 with a standard deviation of 8,619. Based on the results of TP value test
0,000 <0,05 it means there is difference of adolescent knowledge about reproductive health be-
fore and after counseling at SMK 'Aisyiyah Palembang 2018. Conclusion: Based on re-
search,SMK 'Aisyiyah Palembang expected to cooperate with health center nearby to conduct
health counseling especially about adolescent reproductive health.
Keywords : Adolescent, Knowledge, Reproductive Health

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 125


PENDAHULUAN berpengaruh pada pembangunan dari aspek
sosial, ekonomi maupun demografi baik
World Health Organization (WHO)
saat ini maupun di masa yang akan datang.
mendefinisikan kesehatan reproduksi meru-
Menurut survei demografi dan kesehatan
pakan suatu kondisi sejahtera jasmani, ro-
Indonesia remaja (SDKI-R) tahun 2007,
hani, sosial, ekonomi, tidak hanya bebas
penduduk usia remaja perlu mendapat per-
dari penyakit atau kecacatan namun dalam
hatian serius karena remaja termasuk dalam
suatu hal yang berkaitan dengan suatu re-
usia sekolah dan usia kerja, mereka sangat
produksi dan fungsi-fungsinya serta proses-
berisiko terhadap masalah-masalah keseha-
nya (Widyastuti, 2009). Kesehatan repro-
tan reproduksi yaitu perilaku seksual prani-
duksi remaja menjadi isu penting dalam
kah, Napzah dan HIV/AIDS (BKKBN,
Sustainable Devolopment Goals (SDGs)
2011).
dan International Conference of Population
Pengetahuan tentang kesehatan re-
and Devolopment (ICPD) di Kairo 1994
produksi sangat diperlukan oleh masyara-
delegasi dari 176 negara termasuk Indone-
kat, khususnya p remaja. Usia remaja me-
sia menghasilkan kesepakatan untuk mem-
rupakan usia yang paling rawan mengalami
bentuk komisi kesehatan reproduksi. Sus-
masalah kesehatan reproduksi seperti ke-
tainable Devolopment Goals (SDGs) meru-
hamilan usia dini, aborsi yang tidak aman,
pakan bentuk penyempurnaan dari Mille-
infeksi menular seksual (IMS) termasuk
nium Development Goals (MDGs) dan di-
Human Immunodeficiency Virus (HIV),
canangkan untuk melanjutkan tujuan utama
pelecehan seksual dan perkosaan. Dengan
MDGs yang belum tercapai. Dalam SDGs,
adanya pendidikan, diharapkan masalah-
mencapai kesetaraan gender dan member-
masalah tersebut dapat dicegah. Seiring
dayakan semua perempuan dan anak pe-
dengan perkembangan ilmu pengetahuan
rempuan merupakan agenda kelima. Untuk
terutama dibidang teknologi informasi, ma-
mencapai kesetaraan gender tersebut, salah
ka kemudahan untuk mendapatkan infor-
satu aspek yang masih perlu mendapat per-
masi di dunia maya sangat terbuka. Ba-
hatian adalah aspek kesehatan, antara lain
nyaknya rental-rental kaset VCD dan DVD
kesehatan reproduksi. Salah satu yang ma-
juga mendukung. Selain itu, film yang di-
sih menjadi permasalahan dalam kesehatan
tayangkan oleh berbagai media elektronik,
reproduksi perempuan selama ini adalah
yang cenderung menonjolkan perilaku-
unsafe abortion (aborsi yang tidak aman),
perilaku seksualitas dan reproduksi yang
yang banyak dilakukan karena adanya ke-
dapat menyesatkan perilaku para remaja.
hamilan yang tidak diinginkan. (Badan
Bella dalam Sophia (2011) secara khusus
Keahlian DPR RI, 2009).
membahas pengaruh tekanan media terha-
Survei pada 24 negara Amerika Utara
dap perkembangan remaja. Lebih lanjut
dan Eropa menunjukkan bahwa perilaku
diuraikan, remaja masa kini dihadapkan
seks remaja sudah dimulai sejak usia 15
pada lingkungan dimana segala sesuatu be-
tahun. Survei dilakukan kepada 33.943 di
rubah sangat cepat. Mereka dibanjiri oleh
24 negara dan dikerjakan Service Medical
informasi yang terlalu banyak dan terlalu
du Rectorat de Toulouse tersebut, menun-
cepat untuk diserap dan dimengerti. Semu-
jukkan 13,2% remaja berperilaku seks aktif
anya terus bertumpuk hingga mencapai apa
semenjak usia 15 tahun dan tidak menggu-
yang disebut information overload. Akibat-
nakan alat kontrasepsi. Sementara 82%
nya timbul perasaan terasing, keputusasaan,
lainnya, menggunakan alat kontrasepsi
absurditas, problem identitas dan masalah-
(Stianingrum, 2015). Berdasarkan sensus
masalah yang berhubungan dengan bentu-
penduduk yang dilakukan di Indonesia pada
ran budaya. Keterbatasan pengetahuan dan
tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia
pemahaman ini dapat membawa remaja ke
sebanyak 237,6 juta jiwa, 63,4 juta dianta-
arah perilaku yang beresiko. Anggapan re-
ranya adalah remaja yang terdiri dari laki-
maja bahwa jika melakukan hubungan seks
laki sebanyak 32.164.436 jiwa (50,70%)
hanya sekali tidak mungkin terjadi kehami-
dan perempuan sebanyak 31.279.012 jiwa
lan, merupakan cermin bahwa ia belum
(49,30%). Besarnya penduduk remaja akan
memahami proses terjadinya kehamilan.

126 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


Konsekuensi hubungan seks pranikah tidak dan belajar tentang kesehatan reproduksi
berhenti pada masalah kehamilan yang ti- pada materi biologi, yang berjumlah 62
dak diinginkan (KTD) saja. Masalah psikis siswa yang terdiri dari laki-laki berjumlah
yang seringkali mengiringinya adalah rasa 10 siswa dan perempuan berjumlah 52
berdosa, malu, tertekan (depresi), bahkan siswi. Tetapi siswa-siswi yang bisa datang
ingin bunuh diri. Disamping itu, seringkali menjadi responden sebanyak 52 siswa,
ada dorongan yang kuat untuk melakukan yang terdiri dari laki-laki 7 siswa dan
tindakan aborsi. Berdasarkan latar belakang perempuan 45 siswi. Penelitian dilakukan
diatas tentang pentingnya dilakukan penyu- pada tanggal 15 -22 Januari 2017.
luhan untuk menambah pengetahuan remaja Dalam pengumpulan informasi dari
mengenai kesehatan reproduksi , serta di responden, peneliti pertama kali
kuatkan oleh data-data diatas sehingga per- membagikan kuesioner kepada siswa dan
lu diadakan suatu penelitian tentang “Per- siswi setelah kuesioner selesai diambil
bedaan Pengetahuan Remaja tentang Kese- jawaban serta lembar kuesionernya lalu
hatan Reproduksi Sebelum dan Sesudah dilakukan penyuluhan tentang kesehatan
Penyuluhan di SMK ‘Aisyiyah Palembang reproduksi remaja dengan menggunakan
Tahun 2017”. Tujuan penelitian ini untuk media leaflet dan kamera, dan kemudian di
mengetahui perbedaan pengetahuan remaja lakukan postest kuesioner tersebut setelah
tentang kesehatan reproduksi sebelum dan satu minggu kedepan. Analisa data yang
sesudah penyuluhan di SMK ‘Aisyiyah digunakan pada penelitian ini menggunakan
Palembang. uji Kolmogorov-Smirnov dan uji t.

METODE HASIL
Desain penelitian ini adalah Analisa Univariat
penelitian eksperimen semu (Quasi
Analisa univariat di dapatkan dari
Experiment). Rancangan yang digunakan
distribusi frekuensi dari masing-masing
adalah “One Group Design Pretest-
kategori variabel independen (pengetahuan
Postest”. Pengetahuan diukur sebelum dan
sebelum dan pengetahuan sesudah) dan
sesudah penyuluhan. Populasi yang diambil
variabel dependen (kesehatan reproduksi
pada peneitian ini adalah SMK ‘Aisyiyah
remaja)
Palembang kelas XII yang telah terpapar
.
Tabel 1 Distribusi rata-rata pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi sebelum
penyuluhan di SMK ‘Aisyiyah Palembang Tahun 2018
Pengetahuan Mean Median St devisiasi
Sesudah 60,08 68,00 9,581

Berdasarkan tabel 1 diatas rata-rata reproduksi sebelum penyuluhan adalah


pengetahuan remaja tentang kesehatan 60,08 dengan standar deviasi 9,581.
Tabel 2. Distribusi rata-rata pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi sesudah
penyuluhan di SMK ‘Aisyiyah Palembang 2018
Pengetahuan Mean Median SD
Sesudah 66,73 68,00 8,619

Berdasarkan tabel 2 diatas rata-rata reproduksi sesudah penyuluhan adalah


pengetahuan remaja tentang kesehatan 66,73 dengan standar devisiasi 8,619.

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 127


Analisa Bivariat
Tabel 3 Uji Normalitas Data
Variabel p value Distribusi
Pretest 0,055 Normal
Postest 0,483 Normal
Kolmogorov-smirnov test α : 0,05
Berdasarkan uji kenormalan nilai Pvalue lebih dari 0,05 yang berarti
pengetahuan pretest dan postest diperoleh bahwa data terdistribusi normal.
Tabel 4. Distribusi rata-rata pengetahuan remaja responden tentang kesehatan
reproduksi sebelum dan sesudah penyuluhan di SMK ‘Aisyiyah Palembang 2018

Variabel Mean ± SD SE p value


Pengetahuan Sebelum
-6.654 ± 7.401 1.026 0,000
Pengetahuan Sesudah

Berdasarkan tabel 3 rata-rata Surya (2011) tentang perbedaan tingkat


pengetahuan remaja tentang kesehatan pengetahuan remaja tentang kesehatan
reproduksi sebelum diberikan penyuluhan reproduksi sebelum dan sesudah
didapatkan nilai mean -6,654 dengan penyuluhan di SMA Negeri 2 Ungaran
standar devisiasi 7,401. Hasil uji statistik Kabupaten Semarang tahun 2011. Di
didapatkan nilai P value 0,000 maka dapat dapatkan hasil pengetahuan sebelum di
di simpulkan nilai Pvalue < 0,05 ada berikan penyuluhan besar masih dalam
perbedaan yang signifikan antara kategori kurang yaitu sebanyak 51,3%.
pengetahuan remaja tentang kesehatan Berdasarkan hasil penelitian dan teori
reproduksi sebelum dan sesudah dilakukan yang ada, maka peneliti berpendapat bahwa
penyuluhan. pengetahuan siswa sebelum diberikan
penyuluhan dengan nilai rata-rata 60,00 hal
PEMBAHASAN ini dikarenakan siswa sudah mendapatkan
informasi tentang kesehatan reproduksi
Perbedaan Pengetahuan Remaja tentang
pada mata pelajaran Biologi, selain itu
Kesehatan Reproduksi Sebelum
Penyuluhan siswa mendapatkan informasi tentang
masalah kesehatan reproduksi melalui
Berdasarkan Tabel 1 rata-rata media massa dan fasilitas informasi lainnya
pengetahuan remaja tentang kesehatan seperti internet yang ada di lingkungan
reproduksi sebelum penyuluhan adalah sekolah.
60,08 dengan standar devisiasi 9,581.
Perkembangan teori pengetahuan Perbedaan Pengetahuan Remaja tentang
telah berlangsung lama. Filsuf pengetahuan Kesehatan Reproduksi Sesudah
yaitu Plato menyatakan pengetahuan Penyuluhan
sebagai “Kepercayaan sejati yang
Berdasarkan Tabel 2 rata-rata
dibenarkan (valid)” (justified true belief).
pengetahuan remaja tentang kesehatan
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan
reproduksi sesudah penyuluhan adalah
merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi
66,73 dengan standar devisiasi 8,619.
setelah orang melakukan pengidraan
Pengetahuan merupakan hasil tahu,
terhadap suatu objek tertentu. Dalam kamu
dan terjadi setelah orang melakukan
besar bahasa Indonesia (2005), pengetahuan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu.
adalah suatu yang diketahui berkaitan
Pengindraan terjadi melalui panca indera
dengan faktor pembelajaran (Budiman,
manusia, yaitu indera penglihatan,
2014).
penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar
Hal ini sejalan dengan hasil
pengetahuan manusia diperoleh melalui
penelitian yang telah dilakukan oleh Syam

128 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


mata dan telinga, dan diperkuat oleh teori pengetahuan akan mempengaruhi perilaku
Green bahwa pengetahuan merupakan seseorang, terutama dalam perilaku
faktor predisposisi yang menentukan kesehatan. Peningkatan perilaku kesehatan
terbentuknya perilaku seseorang menurut Leavel and Clark (Mubarak dan
(Notoadmodjo, 2010). Chayati, 2009), dapat dilakukan dengan
Hal ini sejalan dengan hasil memberikan penyuluhan atau pendidikan
penelitian yang telah dilakukan oleh Syam kesehatan. Pendidikan kesehatan pada
Surya (2011) tentang perbedaan tingkat dasarnya adalah suatu usaha untuk
pengetahuan remaja tentang kesehatan menyampaikan informasi yang berisi pesan
reproduksi sebelum dan sesudah kesehatan kepada masyarakat
penyuluhan di SMA Negeri 2 Ungaran (Notoatmodjo, 2010). Tujuan dari
Kabupaten Semarang Tahun 2011. pendidikan kesehatan ini adalah dengan
Didapatkan hasil pengetahuan sesudah adanya informasi maka masyarakat dapat
penyuluhan mengalami peningkatan 100% memperoleh pengetahuan tentang kesehatan
dan dalam kategori baik. yang lebih baik serta dapat membawa
Berdasarkan hasil penelitian dan teori akibat terhadap perubahan perilaku
yang ada, maka peneliti berpendapat bahwa kesehatan dari sasaran yang nantinya akan
terjadi peningkata pengetahuan siswa meningkatkan atau memelihara kesehatan
sesudah diberikan penyuluhan. Hal ini (Mubarak dan Chayatin, 2009).
menunjukkan bahwa adanya peningkatan Hal ini sejalan dengan penelitian
pengetahuan pada tingkat pemahaman yaitu Made Asri dan Andryansyah Arifin di
kemampuan untuk memperoleh informasi Suryakarta dan Semarang tentang
melalui pengindraan, dan penyuluhan disini Perbedaan Tingkat Pengetahuan Remaja
merupakan kegiatan untuk menyampaikan Tentang Kesehatan Reproduksi Sebelum
informasi yang efektif dalam meningkatkan Dan Sesudah Penyuluhan di Suryakarta
pengetahuan, sehingga dapat merubah Tahun 2002. Hal ini menunjukkan bahwa
perilaku seseorang. ada perbedaan tingkat pengetahuan remaja
tentang kesehatan reproduksi sebelum dan
Perbedaan Pengetahuan Remaja tentang sesudah penyuluhan.
Kesehatan Reproduksi Sebelum Dan Berdasarkan hasil penelitian dan teori
Sesudah Penyuluhan yang ada, maka peneliti berpendapat bahwa
Perbedaan pengetahuan sebelum dan terjadi perubahan pengetahuan pada
sesudah penyuluhan tentang kesehatan responden tentang kesehatan reproduksi
reproduksi telah diuraikan dengan karena efektifnya pemberian stimulus
menggunakan Uji T, nilai P value 0,000 (rangsang) yang dapat mempengaruhi
atau kurang dari 0,05. Kesimpulan dari perhatian serta dapat diterima secara jelas
hasil tersebut adalah ada perbedaan yang oleh responden. Hal ini berarti perubahan
bermakna pada pengetahuan remaja tentang atau peningkatan pengetahuan akan berhasil
kesehatan reproduksi sebelum dan sesudah apabila penyampaian materi dalam
dilakukan penyuluhan. penyuluhan dilakukan dengan baik dan
Perbedaan tersebut terjadi karena tepat sasaran. Apabila penyampaian tidak
adanya stimulus atau rangsangan berupa dilakukan dengan baik dan tepat sasaran,
penyuluhan yang mendorong terjadinya maka perubahan atau peningkatan
perubahan atau peningkatan pengetahuan. pengetahuan tidak akan berhasil. Sehingga
Seperti yang dikemukan oleh Skinner seseorang dapat menerima ataupun
(Notoatmodjo, 2010), dalam teorinya S-O- menolak informasi tersebut. Informasi yang
R (Stimulus Organisme Respons), efektif dapat meningkatkan pengetahuan
perubahan tergantung pada kualitas sehingga merubah perilaku seseorang.
stimulus (rangsang) yang berkomunikasi
KESIMPULAN
dengan organisme dalan hal ini adalah
responden. Pengetahuan merupakan unsur Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat
dari perilaku sehingga peningkatan diambil kesimpulan bahwa distribusi rata-

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 129


rata pengetahuan remaja tentang kesehatan Kesehatan Reproduksi di SMA
reproduksi sebelum penyuluhan adalah Negeri 1 Dolo Tahun 2012.
60,08 dengan standar devisiasi 9,581. Hari Suhud dan Eva Berthy Tallutondok.
Distribusi diatas rata-rata pengetahuan (2009). Gambaran Pengetahuan
remaja tentang kesehatan reproduksi Dan Sikap Tentang Kesehatan
sesudah penyuluhan adalah 66,73 dengan Reproduksi Remaja Di Sma Negeri
standar devisiasi 8,619. Pengetahuan 1 Cililin Tahun 2009.
remaja tentang kesehatan reproduksi Hidayat. (2013). Pengantar ilmu kesehatan
sebelum dan sesudah penyuluhan anak untuk pendidikan kebidanan.
didapatkan hasil statistik nilai P value 0,000 Jakarta : Salemba Medika.
< 0,05 artinya ada perbedaan pengetahuan Irianto, Koes. (2015). Kesehatan Reproduk-
remaja tentang kesehatan reproduksi si Teori dan Praktikum. Bandung :
sebelum dan sesudah penyuluhan. Alfabeta.
Kurmalasari, Intan dan Irawan Andhyanto-
REFERENSI ro. (2012). Kesehatan Reproduksi
Ahmad Teguh, Dra. V.G. Tinuk Istiarti, Untuk mahasiswa Kebidanan dan
M.Kes, Dr. Laksmono Widagdo, Keperawatan. Jakarta selatan : Sa-
SKM, M.Hped. (2011). Hubungan lemba Medika.
Pengetahuan, Sikap Terhadap Kusmiran, Eny. (2011). Kesehatan
Kesehatan Reproduksi Dengan Reproduksi Remaja dan Wanita.
Praktik Seksual Pranikah Pada Bandung : Salemba Medika.
Mahasiswi Kebidanan Di Marmi. (2013). Kesehatan Reproduksi.
Politeknik Kesehatan Depkes Celebon Timur UH III/458
Semarang tahun 2011. Yogyakarta 55167 : Pustaka Pelajar.
Arma, Abdul Jalil Amri. (2007) Pengaruh Notoatmodjo, Prof. Dr. Sekidjo .(2012).
Perubahan Sosal Terhadap Kesehatan Masyarakat. Jakarta:
Perilaku Seks Remaja Dan Rineka Cipta
Pengetahuan Kespro Sebagai Setiyaningrum, Erna. (2015). Pelayanan
Alternatif Penangkalnya. Available Keluarga Bencana dan Kesehatan
at http://repository .usu.co.id. Reproduksi - Revisi; Dr. Erna
Diakses tanggal 29 Maret 2011, Setiyaningrum, SST, MM, MA :
pukul 15.24 WIB. Jakarta : TIM.
Badan Keahlian DPR RI. (2009). Syam Surya Dwi Setiyo Rini & Nuke Devi
/www.pengkajian.dpr.go.id Indrawati. (2011). Perbedaan
http://www.antaranews.com/berita/ Tingkat Pengetahuan Remaja
453769/ sdgs-gantikan-mdgs Tentang Kesehatan Reproduksi
sebagaiacuan-perundingan- Sebelum Dan Sesudah Penyuluhan
pembangunan, diakses 22 Maret Di Sma Negeri 2 Ungaran
2016. Kabupaten Semarang Tahun 2011.
Budiman. (2014). Kapita Selekta Kuesioner Jurnal : FIKKES UNIMUS
: Pengetahuan dan Sikap dalam Semarang.
Penelitian Kesehatan/Budiman, Tim Penulis Poltekes Depkes Jakarta I.
Agus Rianto – Jakarta : Salemba (2012). Kesehatan Remaja : Problem
Medika, 2014 1 jil., 224 hlm., 15,5 dan Solusinya/Tim Penulis Poltekes
x 24 cm. Depkes Jakarta I – Jakarta : Salemba
Fatmah Dhafir, Silvia Agustin. (2012). Medika, 2012 Cetakan Ketiga 1 jil.,
Pengetahuan Remaja Mengenai 152 hlm., 15,5 x

130 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


EFEKTIFITAS MASSASE ROLLING (PUNGGUNG)
TERHADAP PRODUKSI ASI PADA IBU POST OPERASI SECTIO CAESAREA
DI RUMAH SAKIT PALEMBANG

Maliha Amin1, Rehana, Rosnani, Herawati Jaya


1
Poltekkes Kemenkes Palembang, Prodi DIII Keperawatan Palembang
(E-mail : maliha1960@gmail.com, Hp: 08127348282)

Latar Belakang: salah satu manfaat investasi kesehatan gizi (ASI Ekslusif) adalah
perkembangan dan pertumbuhan emosional dan intelektual anak. Kegagalan pemberian ASI
Ekslusif akibat kegagalan dalam proses menyusui, hal ini disebabkan oleh timbulnya beberapa
masalah, baik masalah ibu maupun pada bayi. Pada sebagian ibu yang tidak paham masalah ini,
kegagalan menyusi sering dianggap problem pada anaknya saja.Masalah menyusui pada
keadaan khusus adalah ibu melahirkan dengan Sectio Caesarea (SC).Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui efektifitas massase rolling (punggung) untuk meningkat kan produksi
ASI pada ibu post SC di Rumah Sakit Palembang. Metode: Penelitian dilakukan dengan
mengkaji produksi ASI ibu post SC sebelum (pre test) dan sesudah (post test) dilakukan
massage rolling (punggung) dengan menggunakan kelompok kontrol, maka desai penelitian ini
disebut Design Quasi Experimental Pretest-Posttest with control group. Metode: Populasi dalam
penelitian ini adalah ibu dengan post SC yang dirawat di ruang kebidanan RSMH Palembang
dan Rumah Sakit Muhammadyah Palembang. Sampel penelitian ini adalah ibu post SC yang
dirawat di ruang kebidanan RSMH dan Rumah Sakit Muhammadyah. Teknik pengambilan
sampel adalah purposive sampling. Hasil: terdapat perbedaan tingkat produksi ASI kelompok
intervensi dan kelompok kontrol sesudah perlakukan digunakan uji beda dua mean independent
samples t test. Untuk analisis bivariat tersebut dianalisis dengan tingkat kepercayaan 95% (alpha
0,05). Kesimpulan: Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara
kelompok intervensi dan kelompok control terhadap produksi ASI post section.
Kata Kunci : ASI (Air Susu Ibu), Massase Rolling, Ibu Nifas, Sectio Caesarea

PENDAHULUAN
Menurut GBHN tahun 1999 – 2004, nan kadang-kadang perlu tindakan SC, mi-
arah kebijakan pembangunan sosial budaya salnya panggul sempit, plasenta previa dan
adalah meningkatkan mutu sumber daya lain-lain. Ibu yang mengalami SC dengan
manusia dan lingkungan yang saling men- pembiusan tidak mungkin dapat menyusui
dukung dengan pendekatan paradigma se- bayinya dengan inten, karena ibu harus di-
hat, memberikan prioritas pada upaya pe- pindahkan ke ruang Recovery Room. Wa-
ningkatan kesehatan terdiri dari pencega- laupun saat ini pelaksanaan Inisiasi Menyu-
han, penyembuhan, pemulihan dan rehabili- sui Dini (IMD) dapat juga dilakukan di
tasi sejak pembuahan dalam kandungan ruang operasi, namun tidak semua rumah
sampai lanjut usia .Berdasarkan SDKI sakit yang memiliki kebijakan serupa. Pada
(2007), jumlah pemberian ASI Ekslusif di abad ke-20, persalinan SC hampir diseluruh
Indonesia masih rendah yaitu, 32% dari dunia mengalami peningkatan. Di Amerika
total kelahiran bayi. Kondisi ini sangat ber- Serikat, 23,5 perseratus kelahiran, di nega-
tentangan dengan yang terjadi diengan ra Inggris, Scotland, Sweden sekitar 10%
pemberian susu formula. Diketahui pada menjadi 12% (Old, London & Ladewiq,
tahun yang sama, bayi-bayi yang lahir di 2000). Di Indonesia jumlah kelahiran den-
fasilitas kesehatan lebih cenderung untuk gan SC tergolong tinggi. Pada 64 rumah
tidak mendapatkan ASI secara ekslusif. sakit di Jakarta didapatkan angka berkisar
Masalah menyusui pada keadaan 35,7-55,3% dari 17.665 kelahiran. Selain
khusus adalah ibu melahirkan dengan Sec- faktor prosedural yang terjadi pada ibu
tio Caesarea (SC). Pada beberapa persali- yang mengalami persalinan SC, terdapat

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 131


pula faktor endokrin. Seperti pendapat tim Januari s/d September 2011 sebanyak 1057
Perinasia (2010) bahwa faktor keberhasilan orang, melihat masih banyaknya persalinan
menyusui dipengaruhi oleh gizi ibu yang melalui SC maka peneliti berkeinginan
baik, kelainan endokrin, lingkungan su dio- untuk melihat efektifitas massage rolling
sial, ekonomi, politik maupun psikologis. (punggung) terhadap produksi ASI pada
Dalam hal ini, tindakan anastesi pada pa- pasien post SC di Rumah Sakit Muhamma-
sien SC menyebabkan terhambatnya penge- dyah Palembang Tahun 2011.
luaran hormon oksitosin akibat anastesi
lumbal. METODE
Hormon oksitosin ini berdampak pa- Penelitian ini menggunakan quasi
da pengeluaran hormon prolaktin sebagai eksperimen , pengukuran ini dilakukan se-
stimulasi produksi ASI pada ibu selama telah kelompok intervensi dilakukan mas-
menyusui. Oleh sebab itu perlu dilakukan sage rolling (punggung). Kelompok kon-
stimulasi refleks oksitosin sebelum ASI di trol tidak diberikan perlakuan yang sama
keluarkan atau diperas. Bentuk stimulasi dengan kelompok intervensi. Peneliti juga
yang dilakukan pada ibu adalah dengan melakukan perbandingan perbedaan kelan-
massage rolling (punggung). Tindakan ini caran produksi ASI pada kelompok yang
dapat memberikan sensasi relaks pada ibu dilakukan massage rolling (punggung) den-
dan melancarkan aliran syaraf serta saluran gan kelompok yang tidak dilakukan mas-
ASI kedua payudara (Perinasia, 2010). Ber- sage rolling (punggung). Populasi dalam
dasarkan hasil studi pendahuluan di RSMH, penelitian ini adalah ibu dengan post SC
Rumah Sakit Bari, Rumah Sakit Muham- yang dirawat di ruang kebidanan Rumah
madyah, Rumah Sakit Siti Khadijah Palem- Sakit Muhammadyah Palembang dari bulan
bang diketahui ibu dengan persalinan SC Januari s/d September tahun 2011 yang ber-
belum dilaksanakan IMD, kontak antara ibu jumlah 1057 orang. Sampel penelitian ini di
dan bayi dimulai setelah ibu berada di ambil secara Purposivea sampling. Menu-
ruang perawatan. Hal ini tentu saja berdam- rut franenkel danWallen dalam Kasjono dan
pak pada penundaan stimulasi ASI anatara Yasril (2009), besarnya sampel tergantung
ibu dan bayi di masa krisisnya, yaitu satu dari jenis penelitiannya, jenis penelitian dan
jam setelah melahirkan). Oleh sebab itu sampel minimum yang disarankan dalam
diperlukan tugas perawat masternitas seba- penelitian eksperimen yaitu 15 subjek per
gai pelaksana untuk mengatasi masalah ti- group. Sampel penelitian dalam penelitian
dak efektifnya pola menyusui yang diaki- ini diambil sebanyak 32 responden. Terdiri
batkan dari terhambatnya stimulasi hormon dari 16 responden kelompok control dan 16
produksi ASI. Data yang diperoleh di RS responden kelompok intervensi .
Muhammadyah persalinan SC selama bulan

HASIL
Tabel . 1 Gambaran Rata-Rata Produksi ASI Ibu Post SC Sebelum Dan Setelah
Dilakukan Massage Rolling (Punggung) pada Kelompok Kontrol dan Intervensi

Kelompok Produksi ASI p


value
Pretest Posttest
Mean SD Mean SD
Intervensi 8,06 3,872 13,31 2,522 0,000
Kontrol 5,94 2,768 9,81 2,971 0,001

Berdasarkan tabel 1 diatas nilai produksi ASI adalah 13,31 dengan


didapatkan nilai produksi ASI pengukuran standar deviasi 2,522. Hasil uji statistic di
pretest pada kelompok intervensia adalah dapatkan nilai p value = 0,000. Jadi ada
adalah 8,06 dengan standar deviasi 3,872, perbedaan yang bermakna antara pretest
sedangkan pengukuran post test dapatkan dan post test pada kelompok Intervensi.

132 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


Nilai produksi ASI pengukuran post standar deviasi 2,971. Hasil uji statistic di
test pada kelompok intervensia adalah dapatkan nilai p value = 0,001. Jadi ada
adalah 5,95 dengan standar deviasi 2,768, perbedaan yang bermakna antara pretest
sedangkan pengukuran post test dapatkan dan post test pada kelompok control.
nilai produksi ASI adalah 9,81 dengan

Pengaruh Produksi ASI Pretest

Tabel 2 Pengaruh Produksi ASI Ibu Post SC Sebelum Dilakukan Tindakan Massage
Rolling (Punggung) Pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol
Variabel Mean SD SE p value n
Produksi ASI
Intervensi 8,06 3,872 0,968 0,084 16
Kontrol 5,94 2,768 0,692 16

Dari tabel 2 diatas didapatkan rata- standar deviasi 2,768. Hasil uji statistic
rata produksi ASI pengukuran pretest pada didapatkan nilai p value=0,084, jadi tidak
kelompok intervensi adalah 8,06 dengan ada perbedaan yang bermakna rata-rata
standar deviasi 3,872, sedangkan pada produksi ASI ibu post SC sebelum
kelompok control didapatkan nilai produksi dilakukan massase rolling (pungung) pada
ASI pengukuran pretest 5,94 dengan kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

Pengaruh Produksi ASI Post test


Tabel 3 Pengaruh Produksi ASI Ibu Post SC Setelah Dilakukan Tindakan Massage
Rolling (Punggung) Pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol
Variabel Mean SD SE p value n
Produksi ASI
Intervensi 13,31 2,522 0,631 0,001 16
Kontrol 9,81 2,971 0,743 16

Dari tabel 2 diatas didapatkan rata- statistic didapatkan nilai p value=0,001,


rata produksi ASI pengukuran post test jadi tidak ada perbedaan yang bermakna
pada kelompok intervensi adalah 13,31 rata-rata produksi ASI ibu post SC sebelum
dengan standar deviasi 2,522, sedangkan dilakukan massase rolling (pungung) pada
pada kelompok control didapatkan nilai kelompok intervensi dam kelompok
produksi ASI pengukuran post test 9,81 control.
dengan standar deviasi 2,971. Hasil uji
lam dinding saluran susu agar membiarkan
PEMBAHASAN susu dapat mengalir secara lancar.
Proses terjadinya pengeluaran air su- Penelitian yang dilakukan oleh Pri-
su dimulai atau dirangsang oleh isapan mu- masari (2008) diketahui, tidak ada perbe-
lut bayi pada putting susu ibu. Gerakan ter- daan efektifitas metode breast care dari
sebut merangsang kelenjar Pictuitary Ante- depan dan belakang terhadap kelancaran
rior untuk memproduksi sejumlah prolak- pengeluaran ASI pada ibu post partum di
tin, hormon utama yang mengandalkan Ruang C RSUP Soeradji Tirtonegoro Kla-
pengeluaran Air Susu. Proses pengeluaran ten, dengan p value =0,143 . Pada kenya-
air susu juga tergantung pada Let Down taannya menyusui bukanlah suatu aktivitas
Replex, dimana hisapan putting dapat me- yang terjadi secara otomatis, hal tersebut
rangsang kelenjar Pictuitary Posterior untuk membutuhkan hal- hal yang dapat memoti-
menghasilkan hormon oksitolesin, yang vasi dan merubah cara pandang ibu menge-
dapat merangsang serabutotot halus di da- nai menyusui seperti beberapa penelitian
yang dilakukan oleh Ho and Holroyd

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 133


(2002) menyatakan bahwa pengetahuan Dharmarini dalam mengatasi masalah- ma-
serta ketrampilan ibu mempengaruhi keper- salah dalam menyusui, didapatkan hasil
cayaan diri ibu dalam menyusui. Pendidi- yang bermakna antara ibu- ibu yang diberi-
kan kesehatan pada saat prenatal yang me- kan pendidikan kesehatan dengan ibu- ibu
nyediakan pengetahuan dan ketrampilan yang tidak diberikan pendidikan kesehatan
yang tepat mengenai menyusui dapat me- dalam mengatasi masalah- masalah menyu-
ningkatkan kemandirian serta keinginan sui.Penelitian yang dilakukan oleh Nuraini
untuk meyusui dan rata- rata lamanya wak- (2002) mengenai hubungan antara karakte-
tu menyusui (Di, 2001; Chezem, 2003). ristik ibu, dukungan keluarga, dan pendidi-
Berdasarkan penelitian yang dilaku- kan kesehatan dengan perilaku pemberian
kan Dhandapany dan Bethou (2008) men- ASI dan makanan pendamping ASI menun-
genai konseling antenatal tentang menyusui jukkan adanya hubungan yang cukup ber-
didapatkan hasil yang bermakna bahwa ibu- makna antara pengetahuan dan prilaku
ibu yang diberikan konseling baik konsep pemberian ASI (p value 0,0001), penelitian
mengenai menyusui serta bagaimana untuk ini menemukan bahwa semakin tinggi pen-
terus menyusui meskipun ibu dalam kea- didikan ibu maka semakin baik pula prilaku
daaan sakit serta mengalami masalah dalam pemberian ASI. Pusat data nasional di Ame-
menyusui lebih baik daripada mereka yang rika melaporkan, meskipun ada peningkatan
tidak diberikan konseling selama prenatal. dalam pemberian ASI secara dini, namun
Beberapa masalah- masalah selama menyu- banyak diantaranya yang tidak dapat melan-
sui seperti kurangnya rasa percaya diri da- jutkan menyusui secara eksklusif serta
lam menyusui, masalah dalam melakukan mempertahankan lamanya menyusui, rata-
perlekatan serta posisi dalam menyusui, rata terbesar terjadinya penurunan dalam
nyeri pada nipel, pesepsi tentang produksi mempertahankan menyusui terjadi pada
ASI yang kurang, dapat diatasi jika ibu di- minggu pertama postpartum, terutama pada
berikan informasi mengenai menyusui serta ibu-ibu yang mengalami seksio sesarea
kesiapan untuk menyusui secara eksklusif, (Centers for Disease Control and Preven-
seperti hasil penelitian yang dilakukan di tion, 2006). Saat ini di Amerika terjadi pe-
Taiwan oleh Lin (2007). ningkatan kejadian seksio sesarea yaitu se-
Hal tersebut juga di dukung oleh be- kitar 1 dari 5 kelahiran pada tahun 1980,
berapa penelitian yang telah dilakukan di kemudian terjadi penurunan pada tahun
Indonesia engenai efektifitas edukasi kepa- 1990, dan kini menjadi meningkat kembali
da ibu- ibu menyusui salah satunya adalah yaitu 1 dari 4 kelahiran. Di Indonesia di
penelitian yang dilakukan oleh Hodikoh dapatkan data bahwa di Rumah Sakit Cipto
(2003) mengenai efektifitas edukasi post- Mangunkusumo Jakarta, kejadian SC pada
natal dengan metode ceramah dan media tahun 1981 sekitar 15, 35% meningkat
booklet terhadap peningkatan pengetahuan, menjadi 22,35% pada tahun 1986, di RS Dr.
sikap dan prilaku menyusui di kota Bogor Soetomo kejadian seksio sekitar 32% (Fer-
dan Depok. Hasil dari penelitian ini adalah nando, 2002).
rerata skor pengetahuan dan sikap pada ke- Peningkatan kejadian seksio sesarea
lompok kontrol dan intervensi pada postest ini juga secara tidak langsung menurunkan
pengetahuan dan sikap berbeda secara ber- kesuksesan dalam menyusui. Hal ini juga
makna terutama pada skor pengetahuan didukung oleh penelitian yang dilakukan
(p=0,000) dengan efektifitas metode cera- oleh Chapman dan Perez (1999) bahwa ibu-
mah dan media booklet sebesar 38.5 %. ibu terlambat untuk menyusui bayi dan ber-
Artinya bahwa pengetahuan, sikap serta henti menyusui karena kurangnya produksi
ketrampilan ibu- ibu yang telah diberikan ASI disebabkan karena beberapa faktor re-
edukasi postnatal lebih baik dari pada ibu- siko yaitu etnis hispanic, ibu mengalami
ibu yang tidak diberikan edukasi postnatal kegemukan, operasi seksio yang tidak be-
tentang menyusui. Penelitian sejenis juga rencana, kelahiran spontan dengan kala dua
dilakukan oleh Afiyanti (2006) tentang yang lama, berat badan bayi kurang dari 8
efektifitas pemberian pendidikan kesehatan lbs, serta penggunaan susu formula sebelum
pada ibu- ibu postpartum di rumah bersalin bayi berhasil menyusu. (Chapman & Perez,

134 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


1999). Sejalan dengan penelitian yang dila- pertama setelah melahirkan, menjadi kenda-
kukan oleh Chertok (2008) menyatakan la dalam pemberian ASI secara dini, Menu-
bahwa ibu- ibu yang melahirkan secara sek- rut Cox (2006), kendala ibu- ibu yang me-
sio, beresiko tiga kali lebih besar untuk nyusui bayinya pada hari- hari pertama me-
berhenti menyusui pada bulan pertama nyusui disebabkan oleh kecemasan dan ke-
postpartum, dikarenakan tidak dilakukan- takutan ibu kurangnya produksi ASI serta
nya inisiasi menyusu dini serta keterlamba- kurangnya pengetahuan ibu tentang proses
tan dalam memberikan ASI dibandingkan menyusui. Roesli (2004) menyatakan bah-
dengan ibu yang melahirkan secara normal. wa tidak ada ibu yang kekurangan produksi
Penelitian Indriyani (2006) menyatakan ASI, dari 100 ibu yang menyusui, ternyata
bahwa ada perbedaan yang signifikan anta- hanya dua ibu yang benar- benar produksi
ra produksi ASI ibu yang menyusui secara ASI-nya sedikit. Penurunan produksi ASI
dini dan teratur pada ibu- ibu yang menja- pada hari-hari pertama setelah melahirkan
lani seksio sesarea di RSUD Dr Soebandi terkait kurangnya rangsangan hormon pro-
Jember dan Dr H. Koesnadi Bondowoso. laktin dan oksitosin sebagai hormon yang
Beberapa masalah- masalah selama menyu- sangat mempengaruhi kelancaran produksi
sui lainnya adalah seperti kurangnya rasa ASI. Beberapa penelitian mengenai penga-
percaya diri dalam menyusui, masalah da- ruh hisapan bayi terhadap produksi ASI
lam melakukan perlekatan serta posisi da- seperti yang dilakukan oleh oleh Blair
lam menyusui, nyeri pada nipel, persepsi (2003), pada 95 ribu postpartum yang me-
tentang produksi ASI yang kurang, dapat nyusui bayinya, dilaporkan bahwa produksi
diatasi jika ibu diberikan informasi menge- ASI menurun jika rangsangan hisapan bayi
nai menyusui serta kesiapan untuk menyu- menurun atau berkurang (Blair, 2003). De-
sui secara eksklusif. Penelitian yang dila- mikian pula penelitian yang dilakukan oleh
kukan oleh Ahluwalia, Morrow, dan Hsia Pace (2001), menyatakan bahwa penurunan
(2005) ditemukan bahwa ibu- ibu berhenti hisapan bayi juga menurunkan stimulasi
menyusui bayinya pada bulan pertama hormone prolaktin serta oksitosin.
postpartum disebabkan karena putting lecet, Faktor lain yang mempengaruhi pro-
kesulitan dalam melakukan perlekatan yang duksi ASI ini adalah faktor psikologis ibu,
benar, serta persepsi mereka tentang keti- dimana dukungan dari orang terdekat dan
dakcukupan produksi ASI ibu, sehingga lingkungan, sangat mempengaruhi kesiapan
tidak dapat memuaskan bayi. Faktor sosial psikologis ibu untuk menyusui. Hal ini
yang menjadi penghalang terhadap keber- menjalin keterikatan psikologisemosional
langsungan menyusui diantaranya adalah ibu dan bayi serta merangsang pelepasan
jarak antara tempat bekerja dengan rumah endorphin yaitu zat penenang yang menga-
yang terlalu jauh, dimana selama periode lir ke peredaran darah ibu yang menimbul-
bekerja tersebut ibu tidak menyusui kan respon vasodilatasi yang meningkatkan
bayinya, keengganan untuk menyusui di kelancaran aliran darah tubuh sehingga tu-
tempat umum, kurangnya sarana bagi ibu buh menjadi rileks dan tenang, hal ini seka-
yang menyusui, adalah beberapa faktor ligus juga menstimulasi pengeluaran hor-
yang mempengaruhi motivasi serta lamanya mon oksitosin yang berperan dalam meka-
menyusui (Moore & Coty, 2006). Penelitian nisme pengeluaran ASI yang disebut let
yang dilakukan oleh Gartner (2005) menya- down refleks, baiknya refleks ini mengindi-
takan kurangnya follow-up yang dilakukan kasikan lancarnya rangsangan hormon oksi-
oleh petugas kesehatan terhadap ibu post- tosin yang mempengaruhi produksi ASI
partum ketika berada di rumah, kurangnya (Bobak, Lowdermilk, & Jensen, 2005).
dukungan keluarga serta lingkungan sosial,
kurangnya informasi serta minimalnya pan- KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
duan serta dukungan dari petugas kesehatan Berdasarkan hasil penelitian disim-
merupakan beberapa penghambat yang di- pulkan bahwa terdapat perbedaan yang sig-
alami oleh ibu terhadap kelangsungan me- nifikan antara pretest dan posttest pada ke-
nyusui. Masalah dalam menyusui seperti lompok kontrol dan kelompok intervensi
produksi ASI yang sedikit pada hari- hari

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 135


dengan value = 0,000 serta ada perbedaan Hanifa, W. (1992). Ilmu kebidanan. Jakarta:
yang signiifikan rata-rata produksi ASI ibu Yayasan Bina Pustaka Sarwono.
post SC sebelum dilakukan massage rolling May, K.A., & Mahlmeister, L.R. (1990).
(punggung) pada kelompok kontrol dan Comprehensive maternity nursing:
intervensi, dengan p value = 0,001. Dire- Nursing process and childbearing
komendasikan penerapan massage rolling family. (2nd Ed.). Philadelphia: JB
(punggung) oleh para tenaga kesehatan se- Lippincott Company.
bagai alternative dalam membantu ibu post Murray, M.C., Kinney, E.S., & Gorrie, T.M.
partum yang mengalami masalah dalam (2001). Foundation of maternal new-
pemberian ASI. born nursing. (3rd Ed.). Philadelphia
WB: Saunders Co.
REFERENSI Notoadmodjo, S. (2002). Metodologi pene-
Bobak, I.M., Lowdermilk, D. & Jensen, litian kesehatan. Jakarta: PT. Rhine-
M.D. (1995). Keperawatan materni- ka Cipta.
tas. Alih bahasa. Wijayarini, M.A. & Pilliteri, A. (2003). Maternal & child health
Anugerah, P.I. Edisi 4. Jakarta: EGC. nursing care of the childbearing fam-
Cohen, S.M, Kenner, C.A., & Andrea, O. ily. (4th Ed.). Philadelpia: Williams &
(1991). Maternal, neonatal and Wilkins.
woman’s health nursing. USA: Hol- Reeder, S.J., & Martin, L. (1992). Materni-
ling Sworth Spring House. ty nursing: Family, newborn & wom-
Cruikshank, D. & Hay, P. (1991) Maternal en’s health care. (7th Ed.). Philadel-
physiology. in : V.R. Bernett, & L.K. phia: JB. Lippincott Company.
Brown (1999). Myles textbook for Scott, J.R. et al. (1990). Danforth’s obste-
midwives. (3rd Ed.). Endinburgh: trics and gynecology. (6 th.Ed). Phil-
Churchill Livingstone. adelphia: JB. Lippincott Company.
Cunningham, F.G., et al. (1995). Text book
william obstetric. (19th Ed.). London:
Appleton Lange.

136 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


PENGARUH RELAKSASI HIPNOSIS TERHADAP RESPON NYERI DAN
FREKUENSI KEKAMBUHAN NYERI PADA LANJUT USIA DENGAN GA-
STRITIS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MERDEKA PALEMBANG

*Budi Santoso1, Sulaiman, Intan Kumalasari


1
Poltekkes Kemenkes Palembang Jurusan Keperawatan
Email : sant.budi75@yahoo.com

ABSTRAK

Tujuan: untuk mengetahui pengaruh relaksasi hipnosis terhadap respon nyeri dan frekuensi ke-
kambuhan nyeri lanjut usia dengan gastristis di wilayah kerja Puskesmas Merdeka Palembang.
Metode: desain penelitian ini adalah quasi experiment. Jumlah sampel sebanyak 68 orang yaitu
34 orang kelompok intervensi dan 34 orang kelompok kontrol. Hasil: dari hasil analisis dida-
patkan bahwa ada perbedaan respon nyeri lansia dengan gastritis antara sebelum dan sesudah
dilakukan intervensi teknik relaksasi hipnosis (p=0,000; α=0,05). Hasil analisis juga didapatkan
bahwa pada kelompok intervensi akan mencegah terjadinya kekambuhan nyeri gastritis sebesar
0,05 kali dibandingkan kelompok kontrol (OR = 0,053; 95% CI 0,015 – 0,183). Kesimpulan:
terdapat pengaruh relaksasi hipnosis terhadap respon nyeri dan frekuensi kekambuhan nyeri pa-
da lanjut usia dengan gastritis di wilayah kerja Puskesmas Merdeka Palembang. Bagi pelayanan
keperawatan disarankan agar teknik relaksasi hipnosis menjadi salah satu kompetensi perawat
dalam pelaksanaan asuhan keperawatan terkait manajemen nyeri.
Kata kunci: relaksasi hipnotis, nyeri gastritis, lanjut usia

ABSTRACT

Aim: The purpose of this study was to determine the effect of relaxation hypnosis on pain re-
sponse and the frequency of pain recurrence in the elderly who severe gastristis in Puskesmas
Merdeka Palembang. Method: The research design is quasi experiment. The number of samples
is 68 patients consisting of 34 patients in the intervention group and 34 patients in the control
group. Results: the result of the analysis showed that there are differences in pain responses
between the elderly who severe gastritis before and after the intervention of hypnosis relaxation
techniques (p = 0.000; α = 0.05). The analysis also showed that the intervention group will pre-
vent recurrence of pain gastritis about 0.05 times compared to the control group (OR = 0.053;
95% CI 0.015 to 0.183). Conclusion: It is concluded that there is a relaxation effect of hypnosis
on pain response and the frequency of recurrence of pain in elderly patients with gastritis in
Puskesmas Merdeka Palembang. For nursing services suggested that hypnosis relaxation tech-
niques have to be nurse's competence in the implementation of nursing care related to pain man-
agement.
Keywords: relaxation hypnosis, pain, gastritis, elderly

PENDAHULUAN lansia dalam melawan penyakit. Terdapat


penelitian yang menyatakan bahwa
Perubahan psikososial yang dialami
perubahan dalam kehidupan (life event)
oleh orang lanjut usia (lansia) dapat
antara lain kehilangan dan perubahan pada
menyebabkan timbulnya stres psikologis,
pola hidup (life pattern) dapat
mempengaruhi kemampuan fungsional
menyebabkan stres dan menyebabkan
lansia, memicu timbulnya masalah
gangguan kesehatan. Konsekuensi negatif
kesehatan pada lansia dan menyebabkan
akibat perubahan pada saluran pencernaan
penurunan kemampuan daya tahan tubuh

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 137


dan stres psikologis akibat perubahan sehingga menyebabkan iritasi dan luka pada
psikologis yang terjadi pada lansia adalah dinding lambung; dan perubahan motilitas
risiko timbulnya penyakit saluran usus yang dapat meningkat sehingga
pencernaan antara lain gastritis1. menyebabkan diare atau menurun sehingga
Gastritis yang dibiarkan tidak terawat menyebabkan konstipasi4. Efek tersebut
akan terus menerus mengalami adalah merupakan reaksi sistem saraf
kekambuhan dan memberikan efek negatif simpatis yang merupakan bagian dari
pada kondisi kesehatan lansia. Hasil sebuah sistem saraf otonom tubuh dalam
penelitian menyatakan bahwa hampir menghadapi stres. Salah satu cara untuk
semua penderita gastritis mengalami mengontrol kerja sistem saraf simpatis dan
kekambuhan2. Nyeri yang terjadi sebagai parasimpatis akibat stres yang dialami
gejala kekambuhan gastritis akan adalah melalui latihan manajemen stres.
mengganggu kemampuan lansia dalam Manajemen stres adalah suatu cara
melakukan Activity Daily Living (ADL) untuk menghilangkan ketegangan yang
sehingga dapat mengganggu kualitas hidup dirasakan pada tubuh dan pikiran akibat
lansia. Komplikasi yang dapat terjadi pada terpapar dengan sumber stres. Cara
penderita gastritis adalah peptic ulcers, menghilangkan stres yang terakumulasi
pendarahan pada lambung dan risiko kanker melalui bangkitnya terus menerus sistem
lambung. Penurunan fungsi saluran saraf simpatis adalah dengan melawan
pencernaan juga menyebabkan usia lanjut pengaruh itu dengan cara meningkatkan
lebih mudah untuk mengalami penyakit respons parasimpatis secara sadar4.
autoimmune atrophic gastritis. Hal ini Terdapat beberapa teknik manajemen stress
terjadi ketika sel-sel kekebalan tubuh yang antara lain meditasi, relaksasi autogenik/
diproduksi menyerang sel-sel sehat yang imagery,relaksasi progresif, relaksasi
berada dalam dinding lambung, hipnosis, biofeedback, teknik pernafasan
menyebabkan peradangan dan secara diafragma/ nafas dalam, body scaning,
bertahap menipiskan dinding lambung, massase, akupresur, Yoga, stretching, Tai
menghancurkan kelenjar-kelenjar penghasil Chi dan terapi musik. Relaksasi hipnosis
asam lambung dan menganggu proses merupakan salah satu teknik menurunkan
absorpsi vitamin B-12. Kekurangan B-12 stres. Teknik ini meningkatkan kesadaran
akhirnya dapat mengakibatkan pernicious tubuh secara umum dan pengenalan
anemia, sebuah kondisi serius yang jika terhadap kelompok otot tertentu yang sering
tidak dirawat dapat mempengaruhi seluruh mengalami ketegangan atau terganggu
sistem dalam tubuh. akibat stres. Teknik relaksasi hipnosis
Faktor utama penyebab terjadinya mengandalkan kesadaran mental,
penyakit gastritis dan merupakan faktor pernafasan dalam dan ketenangan4.
yang menyebabkan kekambuhan penyakit Efektifitas teknik relaksasi hipnosis
gastritis adalah stress3. Hal ini didukung juga telah diteliti di Indonesia pada
oleh penelitian yang menyatakan bahwa berbagai masalah kesehatan. Penelitian
salah satu faktor yang paling dominan yang dilaksanakan tersebut menunjukan
menyebabkan kekambuhan gastritis adalah bahwa teknik relaksasi hipnosis dapat
stres psikologis2. Penelitian Wolf tahun mengurangi keluhan insomnia5 dan efektif
1965 juga mendukung pernyataan tersebut menurunkan nyeri pada klien dengan
dengan mengemukakan bahwa efek stres penyakit glaukoma6.
pada saluran pencernaan antara lain
menurunkan saliva sehingga mulut menjadi METODE
kering; menyebabkan kontraksi yang tidak Penelitian ini merupakan penelitian
terkontrol pada otot esophagus sehingga eksperimen semu (quasi experiment) den-
menyebabkan sulit untuk menelan; gan desain pre-post test with control group.
peningkatan asam lambung, kontriksi Desain ini bertujuan untuk mengetahui ke-
pembuluh darah di saluran pencernaan dan mungkinan adanya hubungan sebab akibat
penurunan produksi mukus yang yang muncul setelah diberikan intervensi
melindungi dinding saluran pencernaan

138 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


atau perlakuan pada suatu variabel, kemu- demografi, pertanyaan terkait variabel res-
dian hasil dari perlakuan tersebut diban- pon nyeri dan variabel perancu yaitu pola
dingkan dengan kelompok kontrol yaitu makan,konsumsi obat gastritis dan konsum-
kelompok yang tidak dikenakan perlakuan. si obat anti inflamasi non steroid. Lembar
Penelitian ini membandingkan antara ke- kuesioner akan diisi oleh peneliti melalui
lompok yang dilakukan intervensi teknik wawancara. Intervensi yang dilakukan da-
relaksasi hipnosis sebagai kelompok perla- lam penelitian ini adalah melakukan teknik
kuan dengan kelompok yang tidak dilaku- relaksasi hipnosis dengan menggunakan
kan intervensi teknik relaksasi hipnosis se- media booklet yang berisi petunjuk pelak-
bagai kelompok kontrol. sanaan teknik relaksasi hipnosis yang akan
Desain ini menggunakan pengukuran dilakukan. Teknik relaksasi hipnosis dila-
dua kali, yaitu sebelum dan setelah inter- kukan 1 kali sehari selama 5 hari sehingga
vensi. Total jumlah sampel adalah 68 orang total pelaksanaan latihan teknik relaksasi
yaitu 34 orang pada kelompok intervensi hipnosis selama penelitian ini adalah 5 kali.
dan 34 orang pada kelompok kontrol. Alat Uji statistik yang digunakan pada analisis
pengumpulan data yang digunakan dalam bivariat adalah uji analisis komparatif (uji
penelitian ini adalah menggunakan lembar beda).
kuesioner. Lembar kuesioner berisi data

HASIL
Tabel 1. Univariat Analisis Disribusi Karakteristik Responden di Wilayah Puskesmas
Merdeka Palembang (n=68)
Kelompok Total
Karakteristik Intervensi Kontrol
n % n % n %
Jenis Kelamin
-Laki-laki 8 80 2 20 10 14.7
-Perempuan 26 44.8 32 55.2 58 85.3
Pola makan
-Teratur 24 64.9 13 35.1 37 54.4
-Tdk Teratur 10 32.3 21 67.7 31 45.6
Konsumsi Obat Gastristis
-Ya 16 33.3 32 66.7 48 70.6
-Tidak 18 90 2 10 20 29.4
Konsumsi OAINS
-Ya 23 67.6 11 32.4 34 50
-Tidak 11 32.4 23 67.6 34 50

Tabel 2. Analisis perbedaan respon nyeri responden pada kelompok intervensi antara se-
belum dan sesudah intervensi di Wilayah Kerja Puskesmas Merdeka Palembang
(n1=n2=34)
Variabel n Mean Beda Mean SD P Value
Respon Nyeri
-Sebelum Intervensi 34 1.68 0.684
-Sesudah Intervensi 1.15 0.000
34 0.53 0.662

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 139


Tabel 3. Distribusi respon nyeri responden berdasarkan pelaksanaan teknik relaksasi
hipnosis di Wilayah Kerja Puskesmas Merdeka Palembang
Intervensi TRH n Mean Beda Mean SD P Value
Tidak Sesuai
-Sebelum 8 1.75 0.5 0.886 0.000
-Sesudah 8 1.25 0.727
Sesuai Pedoman
-Sebelum 26 1.65 1.14 0.629
-Sesudah 26 0.31 0.471

Tabel 4. Analisis perbedaan respon nyeri responden sebelum dan sesudah intervensi tek-
nik relaksasi hipnosis antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol di Wilayah Kerja
Puskesmas Merdeka Palembang
Respon Nyeri n Mean Beda Mean SD P Value
Kelompok Intervensi
-Sebelum
-Sesudah 34 1.68 1.15 0.684
34 0.53 0.706 0.000
Kelompok Kontrol
-Sebelum
-Sesudah 34 1.47 0.03 0.662
34 1.44 0.561

Analisis perbedaan frekuensi kekambuhan uji beda dua proporsi berpasangan (uji Mc
nyeri lansia dengan gastritis antara sebe- Nemar).
lum dan sesudah intervensi menggunakan

Tabel 5. Analisis perbedaan frekuensi kekambuhan nyeri responden antara sebelum dan
sesudah intervensi teknik relaksasi hipnosis pada kelompok intervensi di Wilayah Kerja
Puskesmas Merdeka Palembang
Frekuensi Kekambuhan Frekuensi Kekambuhan
Nyeri sebelum Intervensi Nyeri sesudah Total P Value
Intervensi
Tidak Sering Sering
n % n % N %
Tidak Sering 13 92.9 1 7.1 14 100
Sering 13 65 7 35 20 100 0.002
Jumlah 26 76.5 8 23.5 34 100

Analisis perbedaan frekuensi kekambuhan hipnosis menggunakan uji beda dua propor-
nyeri lansia dengan gastritis antara kelom- si sampel tidak berpasangan (uji Chi
pok intervensi dan kelompok kontrol sebe- Square).
lum dan sesudah intervensi teknik relaksasi

140 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


Tabel 6 Analisis perbedaan frekuensi kekambuhan nyeri responden antara kelompok in-
tervensi dan kontrol sebelum dan sesudah intervensi teknik relaksasi hipnosis Di Wilayah
Kerja Puskesmas Merdeka Palembang
Kelompok Frekuensi Kekambuhan OR P Value
Nyeri Total (95% CI)

Tidak Sering Sering


n % n % n %
Kelompok Intervensi
Sebelum 14 41.2 20 58.8 34 100 0.053
Sesudah 26 76.5 8 23.5 34 100 (0.015-
0.183) 0.000
Kelompok Kontrol
Sebelum 20 58.8 14 41.2 34 100
Sesudah 25 14.7 29 85.3 34 100

Hasil analisis didapatkan bahwa pada akan berefek pada saluran pencernaan anta-
kelompok intervensi akan mencegah terja- ra lain menyebabkan luka (ulcer) pada salu-
dinya kekambuhan nyeri gastritis sebesar ran pencernaan termasuk lambung. Meka-
0,05 kali dibandingkan kelompok kontrol nisme terjadinya luka lambung akibat stres
(OR = 0,053; 95% CI 0,015 – 0,183). Hasil adalah melalui peningkatan asam lambung,
analisis lebih lanjut juga didapatkan bahwa yang mengiritasi dinding mukosa lambung
ada perbedaan yang bermakna frekuensi dan berkurangnya produksi mukus yang
kekambuhan nyeri pada lansia dengan ga- berfungsi sebagai lapisan pelindung dinding
stritis antara kelompok kontrol dan kelom- lambung4. Kerentanan wanita untuk menga-
pok intervensi setelah dilakukan intervensi lami stres sehingga berisiko tinggi menga-
teknik relaksasi hipnosis yaitu bahwa fre- lami gastritis juga telah diteliti oleh Isnarti
kuensi kekambuhan nyeri lansia dengan dan Ritandiyah (2006) yang menyatakan
gastritis pada kelompok intervensi lebih bahwa tingkat stres pada perempuan lebih
rendah daripada kelompok kontrol sesudah tinggi daripada laki laki, dan pada perem-
dilakukan teknik relaksasi hipnosis (p = puan lebih sulit untuk mengontrol dan
0,000; α = 0,05). mengendalikan emosi yang merupakan pe-
micu timbulnya stres.
PEMBAHASAN
Pola Makan
Karakteristik Lansia dengan Gastritis di
Wilayah Kerja Puskesmas Merdeka Hasil penelitian tentang distribusi po-
Palembang la makan lansia dengan gastritis di Wilayah
Puskesmas Merdeka Palembang dapat dike-
Jenis Kelamin
tahui bahwa dari total responden 68 orang
Hasil penelitian menunjukan bahwa lansia penderita gastritis memiliki distribusi
mayoritas lansia penderita gastritis adalah pola makan yang hampir sama yaitu 54,4%
berjenis kelamin perempuan yaitu 58 orang memiliki pola makan teratur dan 45,6%
(85,3%). Hasil ini senada dengan data na- memiliki pola makan yang tidak teratur.
sional distribusi penyakit saluran cerna pa- Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pe-
da rawat inap dan rawat jalan pada tahun nyakit gastritis yang dialami responden da-
2006 yang menunjukan bahwa penderita pat disebabkan oleh perubahan pola makan.
gastritis perempuan lebih banyak diban- Temuan ini sejalan dengan teori yang dike-
dingkan laki laki7. Hasil penelitian ini juga mukakan oleh Miller (2004) yang menyata-
sesuai dengan penelitian yang dilakukan kan bahwa pola makan yang tidak teratur
oleh Afifah (2003) yang menyatakan bahwa adalah merupakan faktor risiko terjadinya
perempuan lebih banyak menderita gastritis gastritis. Perubahan pola makan pada lansia
karena perempuan rentan secara psikologis disebabkan oleh proses degeneratif pada
untuk mengalami stres. Stres yang dialami saluran cerna antara lain meliputi penuru-

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 141


nan sensitifitas pengecapan dan penciuman samping yang berbahaya bagi lansia. Efek
sehingga menyebabkan sensitifitas lapar samping obat-obat gastritis jangka panjang
menurun, terjadinya perlambatan pengo- antara lain konstipasi (obat yang mengan-
songan lambung sehingga lansia selalu me- dung aluminium & kalsium hidroksida)
rasa cepat kenyang, serta perubahan peris- atau diare (obat yang mengandung magne-
taltik usus sehingga mudah mengalami sium hidroksida). Obat gastritis yang men-
konstipasi. Perubahan pada saluran pencer- gandung magnesium harus digunakan den-
naan tersebut menyebabkan perubahan pola gan hati hati atau bahkan tidak diperboleh-
makan pada lansia antara lain cepat merasa kan dikonsumsi oleh penderita gangguan
kenyang, makan menjadi malas dan tidak ginjal karena akan meningkatkan kadar
teratur sehingga berisiko mengalami gang- magnesium dalam darah. Selain itu obat
guan saluran pencernaan termasuk penyakit gastritis tertentu juga dapat berinteraksi
gastritis8. dengan senyawa logam lain yang terkan-
Penelitian ini juga menunjukan bah- dung pada makanan atau obat tertentu anta-
wa lansia yang memiliki pola makan yang ra lain antidepresan, antihistamin, isoniazid,
teratur distribusinya hampir sama yaitu se- penisilin, tetrasiklin, vitamin B 12 sehingga
besar 54,4%. Data ini menunjukan bahwa antisipasinya adalah adanya jarak atau se-
penyakit gastritis yang dialami responden lang waktu minum obat 1-2 jam (Ridho,
kemungkinan bukan hanya disebabkan oleh 2009). Dampak lain yang juga muncul aki-
pola makan yang tidak teratur tetapi dapat bat pemakaian obat gastritis jangka panjang
disebabkan oleh faktor lain antara lain stres adalah kebutuhan biaya yang cukup besar
psikologis dan konsumsi obat anti inflamasi untuk membeli obat-obatan. Hal ini dapat
non steroid.Pola makan yang teratur meru- menimbulkan masalah baru bagi lansia
pakan perilaku sehat yang positif. Perilaku mengingat lansia sudah mengalami kehi-
positif yang dimiliki responden mungkin langan pekerjaan dan penghasilan sehingga
disebabkan oleh pengetahuan yang baik pemenuhan kebutuhan lansia dibebankan
tentang penyakit gastritis. Pengetahuan ada- kepada anggota keluarganya. Selain itu
lah hasil dari proses mencari tahu melalui penggunaan obat-obatan secara terus mene-
penginderaan terhadap suatu objek9. rus juga dapat menyebabkan kebosanan dan
kelelahan minum obat. Penggunaan obat-
Konsumsi Obat Gastritis obatan sebagai pilihan utama menangani
Hasil penelitian tentang distribusi pe- sakit gastritis juga kemungkinan disebab-
rilaku mengkonsumsi obat gastritis pada kan oleh kurangnya pengetahuan tentang
lansia dengan gastritis di Wilayah Kerja terapi terapi non farmakologis yang dapat
Puskesmas Merdeka Palembang dapat dike- digunakan untuk mengatasi nyeri gastritis
tahui bahwa dari total responden 68 orang yang dialami, juga kurangnya pengetahuan
lansia penderita gastritis, lansia yang meng- tentang efek samping penggunaan obat ga-
konsumsi obat gastritis lebih banyak yaitu stritis jangka panjang.
70,6% dan 29,4% tidak mengkonsumsi obat
Konsumsi Obat Anti Inflamasi Non Ste-
gastritis. Hal ini menunjukan bahwa terapi
roid (OAINS)
farmakologis penggunaan obat-obatan ada-
lah merupakan terapi yang banyak dipilih Hasil penelitian tentang distribusi
oleh lansia penderita gastritis untuk menu- penggunaan OAINS pada lansia dengan
runkan nyeri yang dirasakan atau untuk gastritis di Wilayah Kerja Puskesmas Mer-
mengobati penyakit gastritis yang dialami. deka Palembang dapat diketahui bahwa lan-
Temuan tersebut perlu diperhatikan, men- sia penderita gastritis memiliki distribusi
gingat penyakit gastritis adalah penyakit yang sama dalam penggunaan OAINS yaitu
yang dapat terus menerus mengalami ke- 50% lansia gastritis yang juga mengkon-
kambuhan, maka penderita gastritis mung- sumsi OAINS dan 50% lansia gastritis yang
kin akan menggunakan obat-obatan secara tidak mengkonsumsi OAINS. Hal ini me-
terus menerus. Padahal beberapa golongan nunjukan bahwa lansia sering mengalami
obat gastritis dapat menyebabkan efek penyakit kronis bersifat yang multipatologis

142 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


yaitu selain menderita penyakit gastritis Gambaran Respon Nyeri Lansia dengan
juga mengalami keluhan penyakit atau Gastritis
gangguan pada sistem muskuloskeletal se-
Hasil penelitian tentang distribusi
hingga lansia tersebut juga mengkonsumsi
respon nyeri lansia dengan gastritis di Wi-
OAINS.
lyah Kerja Puskesmas Merdeka Palembang
Hasil penelitian ini menunjukan
diperoleh data bahwa pada saat sebelum
bahwa penyakit gastritis yang dialami dapat
dilakukan intervensi teknik relaksasi hipno-
merupakan efek samping atau komplikasi
sis rata-rata respon nyeri lansia dengan ga-
dari penggunaan OAINS secara terus mene-
stritis antara kelompok intervensi dan ke-
rus dalam jangka waktu yang lama. Peng-
lompok kontrol hampir sama (Intervensi =
gunaan OAINS diberikan dalam rangka
1,68; Kontrol = 1,47) dengan distribusi ter-
pengobatan terhadap inflamasi pada musku-
besar tersebar hampir merata pada skala
loskeletal yang dialami antara lain penyakit
nyeri ringan dan sedang baik pada kelom-
rematik. Temuan ini sesuai dengan teori
pok intervensi maupun kelompok kontrol.
yang menyatakan bahwa OAINS memiliki
Sedangkan pada saat sesudah intervensi
efek samping pada saluran pencernaan yaitu
teknik relaksasi progresif rata- rata respon
dapat menyebabkan peradangan pada lam-
nyeri pada kelompok intervensi lebih ren-
bung dengan cara mengurangi produksi
dah daripada kelompok kontrol (Intervensi
prostaglandin yang berfungsi melindungi
= 0,53; Kontrol = 1,44) dengan distribusi
dinding lambung. Jika pemakaian obat ter-
pada kelompok intervensi sebagian besar
sebut hanya sesekali maka kemungkinan
terdapat pada skala tidak ada nyeri dan nye-
terjadi masalah lambung akan kecil, namun
ri ringan, sedangkan pada kelompok kontrol
jika berlebihan atau dilakukan secara terus
sebagian besar masih terdapat pada skala
menerus dapat menyebabkan gastritis atau
nyeri ringan dan sedang. Nyeri yang dike-
peptic ulcer (Jackson, 2006). Bahkan bebe-
luhkan oleh responden dapat disebabkan
rapa penelitian telah dilakukan untuk mem-
oleh kontraksi otot lambung yang dipicu
buktikan bahwa penggunaan OAINS dapat
oleh stres. Hal ini sesuai dengan teori yang
menyebabkan efek samping berupa tukak
menyatakan bahwa nyeri yang dikeluhkan
pada lambung. Penelitian yang telah dila-
oleh penderita gastritis adalah disebabkan
kukan antara lain di Rumah Sakit Dr. Cipto
oleh peregangan (distensi), kontraksi otot
Mangunkusumo pada tahun 2007 untuk
dan peradangan yang dirasakan di daerah
melihat efek samping dari penggunaan obat
epigastrium10. Penelitian terkait respon nye-
rematik antara lain pemeriksaan endoskopi
ri yang dirasakan oleh penderita gastritis
pada pasien yang telah menggunakan aspi-
telah dilaksanakan oleh Talley, Dibaise &
rin selama lebih dari 2 bulan. Penelitian
Bouras (2007) yang menyatakan bahwa
tersebut menunjukan bahwa terjadi kerusa-
karakteristik nyeri yang dirasakan penderita
kan pada struktur saluran cerna bagian atas
gastritis adalah berupa distensi (penumpu-
yaitu pada 66,7% pasien, hampir 30 %
kan gas), cramping, bloathing, perasaan
pengguna aspirin tersebut mengalami tukak
tidak nyaman atau perasaan penuh setelah
pada saluran cerna bagian atas, dan yang
makan. Hasil penelitian ini juga menunju-
menarik adalah 25 % pasien pengguna aspi-
kan bahwa terdapat perbedaan respon indi-
rin tersebut tidak merasakan apa apa walau-
vidu terhadap nyeri yang dirasakan. Hal ini
pun sudah mengalami tukak pada lambung
sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh
(Harnawatiaj, 2008). Dengan demikian un-
Potter & Perry (2006) yang menyatakan
tuk menghindari efek samping dari pema-
bahwa respon terhadap nyeri adalah meru-
kaian OAINS jangka panjang terhadap salu-
pakan hal yang bersifat individual dan sub-
ran pencernaan maka dianjurkan agar pen-
yektif yang dapat diungkapkan secara ver-
gobatan terhadap penyakit inflamasi pada
bal ataupun non verbal. Setiap individu
sistem muskuloskeletal menggunakan obat
memiliki respon tersendiri atau tingkat tole-
anti inflamasi yang mengandung acetami-
ransi tersendiri untuk bereaksi terhadap
nophen.
nyeri. Beberapa penelitian telah dilakukan
untuk mengidentifikasi perbedaan respon

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 143


nyeri atau tingkat toleransi terhadap nyeri si helicobacter pillory, konsumsi OAINS,
antara lain penelitian yang dilakukan oleh alkohol, radikal bebas, dan stres psikologis
Woodrow et, al. (2005) yang menyatakan (Pangestu, 2003). Hasil penelitian ini didu-
bahwa tingkat toleransi nyeri menurun ber- kung oleh penelitian yang menyatakan
dasarkan usia, laki-laki lebih toleran terha- bahwa hampir semua penderita gastritis
dap nyeri daripada perempuan, dan ras kulit mengalami kekambuhan2. Salah satu aktor
putih memiliki intensitas nyeri yang lebih yang paling dominan yang menyebabkan
tinggi daripada ras kulit hitam dan oriental. kekambuhan nyeri gastritis adalah stres psi-
Hal ini menunjukan bahwa semakin tua kologis. Efek stres pada saluran pencernaan
seseorang maka tingkat sensitifitas dan in- adalah menyebabkan peningkatan asam
tensitas nyeri yang dirasakan semakin ting- lambung, penurunan aliran darah ke sel epi-
gi dan perempuan lebih bersifat ekspresif tel lambung dan mempengaruhi fungsi sel
dan agresif terhadap nyeri yang dirasakan. epitel dalam melindungi mukosa lambung4.
Lebih jauh lagi banyak teori yang menyata- Kekambuhan nyeri gastritis direspon secara
kan bahwa cara seseorang mengekspresikan berbeda beda, sebagian orang dewasa tua
nyeri yang dirasakan berbeda-beda. Terda- cenderung mengabaikan nyeri dalam waktu
pat beberapa faktor yang mempengaruhi yang lama sebelum melaporkan atau men-
ekspresi seseorang terhadap nyeri yang di- cari bantuan perawatan kesehatan karena
rasakan yaitu antara lain jenis kelamin dan sebagian dari mereka mengganggap nyeri
psychological coping (Tulaar, 2007); pola sebagai bagian dari proses penuaan yang
asuh orang tua & sosial budaya (Taylor & normal, sebagian lainnya tidak mencari
Lemone, 2004); serta pengalaman sebelum- bantuan perawatan kesehatan karena merasa
nya (Potter & Perry, 2006). takut nyeri tersebut menandakan penyakit
yang serius. Kekambuhan nyeri juga dapat
Gambaran Frekuensi Kekambuhan Nye- direspon dengan cara yang positif seperti
ri pada Lansia dengan Gastritis yang diungkapkan oleh Tulaar (2007) yang
Hasil penelitian tentang distribusi menyatakan bahwa pengalaman kekambu-
frekuensi kekambuhan nyeri pada lansia han nyeri yang dialami menyebabkan tim-
dengan gastritis di Wilyah Kerja Puskesmas bulnya peningkatan sensitifitas terhadap
Merdeka Palembang dapat diketahui bahwa nyeri yang dirasakan sehingga menyebab-
terjadi penurunan jumlah lansia yang sering kan reaksi yang cepat dalam menyadari dan
mengalami kekambuhan nyeri gastritis pada mengelola rasa nyeri yang dirasakan serta
kelompok intervensi setelah dilakukan in- segera mencari bantuan untuk pengobatan
tervensi teknik relaksasi hipnosis yaitu dari rasa nyeri yang dirasakan.
58,8% menjadi 21,6%, sedangkan pada ke-
Pengaruh Teknik Relaksasi Hipnosis ter-
lompok kontrol justru mengalami peningka-
hadap Respon Nyeri Lansia dengan Ga-
tan jumlah lansia yang sering mengalami
stritis.
kekambuhan nyeri gastritis yaitu dari 41,2%
menjadi 83,9%. Hal ini menunjukan bahwa Perbedaan respon nyeri lansia dengan
teknik relaksasi hipnosis efektif dalam gastritis pada kelompok intervensi anta-
mengurangi frekuensi kekambuhan nyeri ra sebelum dan sesudah intervensi tek-
pada lansia dengan gastritis. Kekambuhan nik relaksasi hipnosis.
nyeri gastritis yang dialami responden dapat
Rata-rata respon nyeri lansia dengan
disebabkan oleh antara lain penggunaan
gastritis pada sebelum dilakukan intervensi
OAINS jangka panjang dan stres psikologis
teknik relaksasi hipnosis adalah 1,68 den-
yang dialami. Temuan ini didukung oleh
gan standar deviasi 0,684. Sesudah dilaku-
teori yang menyatakan bahwa episodik be-
kan intervensi teknik relaksasi hipnosis di-
rulang kekambuhan nyeri gastritis dapat
dapatkan rata-rata respon nyeri lansia den-
disebabkan oleh kontak berulang dengan
gan gastritis adalah 0,53 dengan standar
faktor penyebab kerusakan mukosa lam-
deviasi 0, 662. Hal ini menunjukan bahwa
bung antara lain meningkatnya asam lam-
terjadi penurunan respon nyeri lansia den-
bung, enzim pankreas, asam empedu, infek-
gan gastritis sesudah diberikan intervensi

144 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


teknik relaksasi progresif sebesar 1,15. Un- yang lebih baik dalam menurunkan nyeri.
tuk membuktikan bahwa intervensi teknik Hal ini terbukti dari hasil penelitian dida-
relaksasi hipnosis efektif dalam menurun- patkan bahwa pada lansia yang melakukan
kan respon nyeri lansia dengan gastritis teknik relaksasi hipnosis teratur atau sesuai
adalah dengan melakukan uji statistik den- pedoman (n = 26) yaitu sebanyak satu kali
gan paired t test, dimana hasil uji menunju- sehari selama 5 hari menunjukan penurunan
kan bahwa rata-rata respon nyeri lansia respon nyeri yang lebih besar yaitu sebesar
dengan gastritis sesudah dilakukan inter- 1,34, sedangkan pada lansia dengan gastri-
vensi teknik relaksasi hipnosis lebih rendah tis yang tidak melaksanakan teknik relaksa-
daripada sebelum dilakukan intervensi tek- si hipnosis sesuai pedoman (n=3) hanya
nik relaksasi hipnosis (p=0,000; α=0,05). menunjukan penurunan respon nyeri sebe-
Dengan demikian maka teknik relaksasi sar 0,5.
hipnosis efektif dalam menurunkan tingkat
nyeri pada lansia dengan gastritis. Hasil Perbedaan respon nyeri lansia dengan
penelitian ini menunjukan bahwa teknik gastritis antara kelompok intervensi dan
relaksasi hipnosis efektif dalam menurun- kelompok kontrol sebelum dan sesudah
kan respon nyeri lansia dengan gastritis. intervensi teknik relaksasi hipnosis.
Temuan ini didukung oleh beberapa peneli- Rata-rata respon nyeri lansia dengan
tian antara lain penelitian yang dilakukan gastritis sesudah dilakukan teknik relaksasi
oleh Harnawatiaj (2008) yang menunjukan hipnosis pada kelompok intervensi adalah
bahwa relaksasi efektif dalam meredakan 0,53 dengan standar deviasi 0,662, sedang-
nyeri kronis. Hampir semua orang dengan kan pada kelompok kontrol rata-rata respon
nyeri kronis mendapatkan manfaat dari nyerinya adalah 1,44 dengan standar deviasi
metode relaksasi. Periode relaksasi yang 0,561. Hal ini menunjukan bahwa terjadi
teratur dapat membantu untuk melawan penurunan respon nyeri lansia dengan ga-
keletihan dan ketegangan otot serta menu- stritis sesudah diberikan intervensi teknik
runkan nyeri. Untuk mendapatkan efek te- relaksasi hipnosis sebesar 1,15 pada ke-
rapeutik teknik relaksasi hipmosis maka lompok intervensi (sebelum intervensi 1,68;
latihan ini harus dilaksanakan secara teratur sesudah intervensi (0,53), dan pada kelom-
setiap hari dengan urutan yang sistematis pok kontrol hanya terjadi penurunan respon
yaitu sebanyak dua kali sehari pada pagi nyeri sebesar 0,03 (sebelum intervensi 1,47;
dan sore hari selama lima hari sehingga to- sesudah intervensi 1,44). Dengan demikian
tal pelaksanaan teknik relaksasi hipnosis maka penurunan respon nyeri pada kelom-
adalah 5kali sehingga individu akan me- pok intervensi lebih besar dibandingkan
nyadari ketegangan pada otot tubuh dan kelompok kontrol. Untuk membuktikan
mencapai relaksasi otot yang total. Kondisi bahwa intervensi teknik relaksasi hipnosis
relaksasi otot yang total akan melawan efek efektif dalam menurunkan respon nyeri lan-
negatif stres dengan mengembalikan ke- sia dengan gastritis antara kelompok inter-
seimbangan kondisi fisiologis tubuh akibat vensi dan kelompok kontrol adalah dengan
efek sistem endokrin dan sistem saraf sim- melakukan uji statistik dengan pooled t test,
patis yang terjadi pada saat stress4. Dalam dimana hasil uji menunjukan bahwa rata
penelitian ini ditemukan bahwa mayoritas rata respon nyeri lansia dengan gastritis
responden (76,5%) melakukan teknik relak- sesudah dilakukan intervensi teknik relak-
sasi sesuai pedoman dan jadwal yaitu satu sasi hipnosis pada kelompok intervensi le-
kali sehari selama lima hari sehingga total bih rendah daripada kelompok kontrol
pelaksanaan teknik relaksasi hipnosis yang (p=0,000; α=0,05). Dengan demikian maka
dilakukan oleh responden adalah sebanyak teknik relaksasi hipnosis terbukti efektif
5 kali, sedangkan sisanya 23,5% hanya me- dalam menurunkan respon nyeri lansia den-
lakukan teknik relaksasi hipnosis sebanyak gan gastritis. Hasil penelitian ini sejalan
3 kali. Pelaksanaan teknik relaksasi hipno- dengan penelitian yang menyatakan bahwa
sis sesuai dengan pedoman dan jadwal ma- teknik relaksasi hipnois efektif menurunkan
ka akan memberikan efek relaksasi yang
lebih besar dan memberikan efek terapeutik

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 145


nyeri pada klien dengan penyakit glauko- Dengan mempraktekkan teknik relaksasi
ma6. hipnosis dalam kehidupan sehari hari maka
akan dapat memberikan efek relaksasi pada
Pengaruh Teknik Relaksasi Hipnosis ter- semua otot tubuh sehingga dapat mencegah
hadap Frekuensi Kekambuhan Nyeri efek negatif dari stres psikologis yang dira-
Lansia dengan Gastritis. sakan, dengan demikian maka teknik relak-
sasi hipnosis yang dilakukan sehari hari
Perbedaan frekuensi kekambuhan nyeri
lansia dengan gastritis pada kelompok dapat mencegah kekambuhan nyeri gastritis
dan dapat mencegah keparahan nyeri dan
intervensi antara sebelum dan sesudah
penyakit gastritis yang dialami.
intervensi teknik relaksasi hipnosis.
Berdasarkan hasil analisis dapat dis- Perbedaan frekuensi kekambuhan nyeri
impulkan bahwa frekuensi kekambuhan lansia dengan gastritis antara kelompok
nyeri lansia dengan gastritis sesudah inter- intervensi dan kelompok kontrol sebelum
vensi teknik relaksasi hipnosis lebih rendah dan sesudah intervensi teknik relaksasi
dibandingkan frekuensi kekambuhan nyeri hipnosis
lansia dengan gastritis sebelum intervensi
Dari hasil analisis didapatkan bahwa
(p = 0,002; α = 0,05). Dengan demikian
terjadi penurunan jumlah lansia yang sering
dapat disimpulkan bahwa teknik relaksasi
mengalami kekambuhan nyeri gastritis pada
hipnosis efektif dalam menurunkan fre-
kelompok intervensi setelah dilakukan in-
kuensi
tervensi teknik relaksasi hipnosis yaitu dari
kekambuhan nyeri gastritis. Temuan
58,8% menjadi 21,6%, sedangkan pada ke-
dalam penelitian ini sejalan dengan peneli-
lompok kontrol justru mengalami peningka-
tian yang dilakukan oleh Tjakrawiralaksana
tan jumlah lansia yang sering mengalami
(2003) yang menyatakan bahwa koping
kekambuhan nyeri gastritis yaitu dari 41,2%
yang efektif dapat menghindari terjadinya
menjadi 83,9%. Hal ini menunjukan bahwa
stres, sehingga dapat meningkatkan sikap
teknik relaksasi hipnosis efektif dalam
dan perilaku yang positif bagi seseorang.
mengurangi frekuensi kekambuhan nyeri
Dengan mempraktekkan teknik relaksasi
pada lansia dengan gastritis.
hipnosis selain mencegah kekambuhan nye-
Untuk membuktikan bahwa interven-
ri gastritis juga dapat menciptakan keseim-
si teknik relaksasi hipnosis efektif dalam
bangan mental, emosi serta membentuk
menurunkan frekuensi kekambuhan nyeri
perilaku yang positif. Kegunaan teknik re-
pada lansia dengan gastritis antara kelom-
laksasi hipnosis sebagai koping dalam
pok intervensi dan kelompok kontrol adalah
mengatasi stres dalam kehidupan sehari hari
dengan melakukan uji statistik dengan uji
juga telah diteliti oleh Larsson & Starrin
chi square, dimana hasil uji menunjukan
(1992).
bahwa frekuensi kekambuhan nyeri pada
Hasil penelitian menunjukan bahwa
lansia dengan gastritis sesudah dilakukan
individu yang mempraktekkan teknik relak-
intervensi teknik relaksasi hipnosis pada
sasi hipnosis dalam kehidupan sehari hari
kelompok intervensi lebih rendah daripada
minimal satu kali sehari menunjukan ting-
kelompok kontrol (p=0,000; α=0,05). Den-
kat stres yang rendah dibandingkan indivi-
gan demikian maka teknik relaksasi hipno-
du yang tidak mempraktekan teknik relak-
sis terbukti efektif dalam menurunkan fre-
sasi progresif. Stres merupakan hal yang
kuensi kekambuhan nyeri pada lansia den-
tidak bisa dihindari dalam kehidupan sehari
gan gastritis.
hari, dengan demikian untuk menghadapi
Hasil analisis juga didapatkan bahwa
stres dengan adaptif diperlukan mekanisme
pada kelompok intervensi akan mencegah
koping yang efektif. Teknik relaksasi hip-
terjadinya kekambuhan nyeri gastritis sebe-
nosis dapat digunakan sebagai koping da-
sar 0,05 kali 139 dibandingkan kelompok
lam menghadapi masalah dalam kehidupan
kontrol (OR = 0,053; 95% CI 0,015 –
sehari hari sehingga dapat mencegah efek
0,183). Hal ini semakin mendukung efekti-
negatif dari stres yang dialami antara lain
fitas teknik relaksasi hipnosis dalam men-
mencegah kekambuhan nyeri gastritis.

146 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


cegah kekambuhan nyeri gastritis. Hasil teratur; Lansia dengan gastritis yang meng-
penelitian ini sesuai dengan teori yang me- konsumsi obat gastritis dalam menurunkan
nyatakan bahwa relaksasi memiliki efek nyeri lebih banyak yaitu 70,6% sedangkan
penyembuhan11. Dampak intervensi ini ti- lansia yang tidak mengkonsumsi obat ga-
dak terbatas pada penyembuhan tekanan stritis adalah29,4%; Perilaku mengkonsum-
darah tinggi dan penyakit jantung tapi juga si obat anti inflamasi non steroid memiliki
dapat menghilangkan dan mencegah ke- distribusi yang sama yaitu 50% mengon-
kambuhan nyeri akut maupun kronik. Den- sumsi OAINS dan 50% tidak mengkonsum-
gan mempraktekkan teknik relaksasi hipno- si OAINS. Terjadi penurunan rata-rata res-
sis dalam kehidupan sehari hari maka akan pon nyeri lansia dengan gastritis yang signi-
mencegah kekambuhan nyeri gastritis den- fikan pada kelompok intervensi sebesar
gan cara menciptakan keadaan relaksasi 1,15 setelah dilakukan teknik relaksasi hip-
pada otot-otot saluran pencernaan sehingga nosis (rata-rata respon nyeri sebelum inter-
mencegah kontraksi otot abdomen dan lam- vensi adalah 1,68 dan sesudah intervensi
bung; menyebabkan vasodilatasi pembuluh adalah 0,53). Dengan demikian maka rata-
darah ke saluran pencernaan sehingga sir- rata respon nyeri lansia dengan gastritis
kulasi darah menjadi lancar, mencegah ter- sesudah dilakukan intervensi teknik relak-
jadinya iskemia dan mencegah produksi zat sasi hipnosis lebih ringan daripada sebelum
zat kimia yang akan merangsang nyeri; ser- dilakukan intervensi teknik relaksasi hipno-
ta mencegah peningkatan produksi asam sis.
lambung yang dipicu oleh stres psikologis. Terjadi penurunan rata-rata respon
Efektifitas teknik relaksasi hipnosis dalam nyeri lansia dengan gastritis yang signifikan
menurunkan frekuensi kekambuhan nyeri esudah dilakukan intervensi teknik relaksasi
gastritis sesuai dengan teori yang menyata- hipnosis pada kelompok intervensi sebesar
kan bahwa teknik relaksasi adalah suatu 1,15 (sebelum intervensi 1,68 dan sesudah
cara untuk mencapai keadaan istrahat yang 0,53), sedangkan pada kelompok kontrol
dalam (deep rest) sehingga dapat mengem- hanya terjadi penurunan sebesar 0,03 (sebe-
balikan keseimbangan reaksi tubuh ke da- lum 1,47 dan sesudah 1,44). Dengan demi-
lam kondisi normal4. Hal ini menunjukan kian maka rata-rata respon nyeri lansia den-
bahwa teknik relaksasi hipnosis memiliki gan gastritis pada kelompok intervensi lebih
efek secara fisiologis dan psikologis. Efek ringan daripada kelompok kontrol. Terjadi
secara fisiologis adalah merilekskan otot penurunan frekuensi kekambuhan nyeri
yang tegang, relaksasi saluran pencernaan lansia dengan gastritis yang signifikan pada
dan kardiovaskular sehingga menyebabkan kelompok intervensi setelah dilakukan tek-
tekanan darah menjadi normal, sakit kepala nik relaksasi hipnosis yaitu bahwa frekuen-
menjadi hilang, dan pencernaan menjadi si kekambuhan nyeri lansia dengan gastritis
normal. Efek secara psikologis adalah me- sesudah dilakukan intervensi teknik relak-
nurunkan kecemasan, menghilangkan de- sasi hipnosis lebih rendah daripada sebelum
presi, mengatasi kesulitan tidur dan meng- dilakukan intervensi teknik relaksasi hipno-
hilangkan insomnia4. sisi pada kelompok intervensi. Terjadi pe-
nurunan jumlah lansia yang sering menga-
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI lami kekambuhan nyeri gastritis pada ke-
Penelitian ini telah mengidentifikasi lompok intervensi setelah dilakukan inter-
beberapa karakteristik lansia dengan gastri- vensi teknik relaksasi progresif yaitu dari
tis di wilayah kerja puskesmas Merdeka 58,8% menjadi 21,6%, sedangkan pada ke-
Palembang yang terdiri dari 68 responden lompok kontrol justru mengalami peningka-
yaitu mayoritas lansia dengan gastritis ber- tan jumlah lansia yang sering mengalami
jenis kelamin perempuan yaitu 85,3% dan kekambuhan nyeri gastritis yaitu dari 41,2%
laki laki 14,7%; Distribusi pola makan lan- menjadi 83,9%.
sia dengan gastritis hampir sama yaitu
54,4% yang memiliki pola makan yang te-
ratur dan 45,6% memiliko pola makan tidak

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 147


REFERENSI 6. Haryanto, J. (2005). Efek teknik
relaksasi progresif pada klien
1. Miller, C.A. (1995). Nursing care
dengan nyeri akibat penyakit
of older adults : Theory and
glaukoma. Laporan Penelitian.
Practice. (2th Ed.). Philadelphia:
Tidak Dipublikasikan. Surabaya.
JB Lippincott Company.
7. Depkes. (2006). Distribusi penyakit
2. Maulidiyah. (2006). Hubungan
sistem cerna pasien rawat inap
antara stres dan kebiasaan makan
menurut golongan sakit di
dengan terjadinya kekambuhan
Indonesia tahun 2004. Diambil dari
penyakit gastritis. Diambil dari
http://bankdata.depkes.go.id.
http://adln.lib.unair.ac.id
Diakses tanggal 27 Mei 2008.
/go.php?Id=gdlhub-gdl-s1-2006-
8. Lueckenotte, A.G. (2000).
maulidiyah. Diakses tanggal 27
Gerontologic nursing. (2th Ed.). St.
Nov 2011.
Louis Missouri: Mosby Inc
3. Charlesworth, E.A., & Nathan,
9. Notoatmodjo, S. (2005).
R.G. (1984). Manajemen stres
Metodologi penelitian kesehatan.
dengan tekhnik relaksasi. Jakarta:
(Edisi Revisi). Jakarta: PT Rineka
Abdi Tandur.
Cipta.
4. Greenberg, J.S. (2002).
10. Price, S., & Wilson. (2003).
Comprehensive stress management.
Patofisiologi : konsep klinis proses
(7th Ed.). United States: Mc Graw
proses penyakit. (6thEd.). Jakarta:
Hill Company Inc.
EGC
5. Purwanto, S. (2004). Efektifitas
11. Benson, H.M.D. (2000). Dasar
pelatihan relaksasi untuk
dasar respon relaksasi : bagaimana
mengurangi gangguan insomnia
menggabungkan respon relaksasi
pada mahasiswa psikologi UMS.
dengan keyakinan pribadi anda
Laporan Penelitian. Surakarta :
(terjemahan). Bandung: Mizan.
UMS

148 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PENYALAHGUNAAN NAPZA
DENGAN KEKAMBUHAN PADA PASIEN PENGGUNA NAPZA
DI POLIKLINIK RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR PROVINSI
SUMATERA SELATAN TAHUN 2015

*Trilia1, Eva Rusmini1


1
D III Keperawatan STIKes Muhammadiyah Palembang
Email :triliawm13@gmail.com, HP:+6281373759108

ABSTRAK

Latar Belakang Penyalahgunaan NAPZA saat ini sudah menjadi permaslahan dunia, terdapat
sekitar 13,2 juta pengguna narkoba di dunia. Adapun faktor penyebab penyalahgunaan NAPZA
yaitu faktor kepribadian, faktor lingkungan, faktor keluarga, dan faktor teman sebaya. Metode:
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan metode deskriptif analitik melalui
pendekatan Cross Sectional dengan jumlah sampel 33 pasien pengguna NAPZA, penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor-fator penyebab penyalahgunaan NAPZA dengan
kekambuhan pada pasien pengguna NAPZA di Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera
Selatan Tahun 2015. Analisis data menggunakan uji statistik chi-square. Hasil: Hasil penelitian
menunjukkan proporsi tertinggi pasien pengguna NAPZA di RS. Ernaldi Bahar Provinsi Suma-
tera Selatan adalah umur 25-44 tahun (dewasa) (57,6%), pendidikan Menengah (Sma/smk)
(48,5%), pekerjaan wiraswasta (51,5%), kepribadian introvert (57,6%), lingkungan tidak sehat
(54,5%), keluarga harmonis (54,5%), teman sebaya pecandu (51,5%), dan kekambuhan
(60,6%). Hasil uji statistik menunjukkan 2 variabel yang berhubungan dengan kekambuhan yai-
tu faktor lingkungan (p=0,003) dan faktor teman sebaya (p=0,008), sedangkan 2 variabel lain-
nya tidak berhubungan dengan kekambuhan yaitu faktor kepribadian (p=0,284) dan faktor ke-
luarga (p=0,172). Kesimpulan: Diharapkan kepada pihak Rumah Sakit agar memperkuat pro-
gram yang ada di pusat rehabilitasi, yang mampu membekali pasien untuk meningkatkan moti-
vasi pasien penyalahguna NAPZA agar mereka tetap bertahan tanpa menggunakan NAPZA.
Kata Kunci : Penyalahgunaan NAPZA, Kekambuhan, NAPZA

ABSTRACT

Background: NAPZA (Narcotic, Pscychotropic, Additives) abuse has become world problem
recently there are 13,2 million of narcotic users in the world. The causes of NAPZA abuse are
personality factors, family and same age friendship. Methods:This study was quantitative with
Descriptive Analytic thorough Cross Sectional with total samples as much as 33 patients of
NAPZA users this study was aimed to know the relationship between factors related with the
cause of NAPZA abuse and the result there recurannce of NAPZA users patient in Policlinic at
Ernadi Bahar Hospital in South Sumatera in 2015. The analysis of the data was using chi square
staistic test. Results:From the result of this study showed that the highest proportion of NAPZA
users patient at RS. Ernaldi Bahar in South Sumatera was age 25-44 adult 57,6 %, middle edu-
cation level SMU 48,5%, entrepeneur 51,5%, introvert personalities 57,6 %, unhelathy enviro-
ment 54,5%, harmonic family 54,5% same age friends with drug addiction 51,5 % and reccu-
rence 60,6%. The result of statistic test showed 2 variables which related with recurennce were
enviroment factors (0,004)α and same age friends with drugs α 0,008, whereas other 2 variable
α 0,172. Conclusion:It is hoped that health officilas at the hospital are able to strengthen their
programms in rehabilition centre, which is ableto support all patients to elevate the motivation
of NAPZA abuse users so they can survive without using NAPZA anymore.
Key word : NAPZA abuse, recurennce, NAPZA

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 149


PENDAHULUAN menjadi surga bagi para sindikat narkoba
(Asni M, Rahma & Mukhsen M,2013).
Penyalahgunaan Narkotika dan ob-
Sementara ini, Provinsi Sumatera Se-
at-obatan terlarang (Narkoba) saat ini su-
latan nntuk tahun 2014 total pengguna nar-
dah menjadi gaya hidup masyarakat. Pema-
koba tercatat sebanyak 98.329 orang dari
kainya tidak lagi memandang dari status
hasil penelitian Badan Narkotika Nasional
sosial. Dari orang dewasa sampai anak-
(BNN) dan Universitas Indonesia (UI),
anak, dari kaya sampai yang miskin sudah
bahkan tingkat perbandingan pengguna
mengenal dan menggunakan narkotika dan
dengan jumlah peduduk Indonesia atau
obat-obatan terlarang (Husni, 2004). Pada
penduduk usia produktif (privalansi), Su-
akhir tahun 2003 diperkirakan terdapat 13,2
matera Selatan masuk peringkat ke-26 se-
juta pengguna narkoba di dunia. Sekitar
Indonesia. Jumlah itu dipastikan telah men-
22% di antaranya hidup di negara maju,
galami peningkatan seiring dengan marak-
sedangkan sisanya berada di negara yang
nya peredaran narkoba di provinsi itu dalam
sedang berkembang atau sedang mengalami
beberapa tahun terakhir. Pencegahan dan
transisi, di Eropa Barat terdapat sekitar 1
Penyuluhan BNN Sumsel sosialisasi penyu-
juta sampai 1,4 juta pengguna narkoba
luhan terhadap bahaya laten narkoba sudah
(9,41%), sedangkan di Eropa Timur dan
dilakukan di beberapa sekolah dan di bebe-
Asia Tengah mencapai 2,3 sampai 4,1 juta
rapa kabupaten/kota yang ada di Sumatera
(24,18%). Di Asia Selatan dan Asia Tengga-
Selatan (BeritAnda, 2015). Pada setiap ka-
ra jumlahnya jauh lebih banyak lagi yaitu
sus, ada penyebab yang khas mengapa se-
mencapai 5,3 juta (25,36%). Sementara di
seorang menyalahgunakan NAPZA dan
Asia Timur dan Pasifik 4 juta orang
ketergantungan. Artinya, mengapa seseo-
(17,66%), Afrika Utara dan Timur Tengah
rang akhirnya terjebak dalam perilaku ini
0,6 juta orang, Amerika Latin 1,3 juta,
merupakan sesuatu yang unik dan tidak da-
Amerika Utara 1,4 juta, Australia dan Se-
pat disamakan begitu saja dengan kasus
landia Baru hanya sekitar 298.000 orang
lainnya. Penyalahgunaan NAPZA (Narkoti-
(Djauzi, 2007). Indonesia, menurut data
ka, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya)
yang diperoleh dari Badan Narkotika Na-
adalah satu dari perilaku resiko tinggi terse-
sional (BNN) pengguna narkotika dan obat
but. Penyalahgunaan NAPZA menimbulkan
terlarang di Indonesia per tahun 2012 me-
perasaan enak, nikmat, senang, bahagia,
ningkat menjadi 4 juta orang atau mening-
tenang dan nyaman, tetapketergantungan
kat 2 persen dari populasi dan meningkat
pada NAPZA dapat juga mengakibatkan
dari riset sebelumnya yang sebesar 3,8 juta
dampak negatif dan berbahaya, baik secara
jiwa. Angka pecandu ini meningkat dikare-
fisik, psikologis, dan sosial (Zulfa, 2014).
nakan jumlah pencandu yang melakukan
Upaya Promotif dan preventif ini
rehabilitasi sangat minim. Dari 4 juta-an
mutlak harus dilakukan dalam pencegahan
pencandu, hanya 18 ribu yang rehabilitasi
penyalahgunaan NAPZA. Di Indonesia
(Holisah, 2014).
dalam beberapa tahun terakhir ini masalah
Hasil penelitian Badan Narkotika
penyalahgunaan NAPZA telah menjadi
Nasional (BNN) bekerjasama dengan pusat
suatu keadaan memprihatinkan sehingga
kesehatan Universitas Indonesia pada tahun
menjadi masalah nasional. Korban penya-
2008 juga mencatat angka prevalensi na-
lahgunaan NAPZA telah meluas sedemikian
sional (penyalahgunaan narkoba) adalah
rupa sehingga telah melampaui batas-batas
1,99% dari jumlah penduduk Indonesia (3,6
starata sosial, umur dan jenis kelamin (Pen-
juta jiwa) dan pada tahun 2015 akan men-
ny A, 2013). Salah satu resolusi dari Single
galami kenaikan menjadi 2,8% (5,1 juta
Convention On Narcotic Drug yang diadop-
jiwa). Hal tersebut menjadi salah satu pe-
si oleh Konferensi Perserikatan Bangsa-
nyebab Indonesia tidak lagi menjadi negara
Bangsa, menyatakan bahwa salah satu me-
transit akan tetapi sudah menjadi negara
tode terapi yang paling efektif bagi pecandu
pasar narkoba yang besar apalagi dengan
zat adalah pengobatan di unit pelayanan
harga yang tinggi (great market, great
kesehatan yang bersuasana bebas obat.
price), sehingga Indonesia semakin rawan
(Kurniawan, 2014). Metode yang dimaksud

150 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


adalah dengan rehabilitasi sosial untuk itu pula kekambuhan terjadi dengan
memulihkan perilaku dan interaksi sosial proporsi 58,36% (Lubis, 2012).
bekas pecandu NAPZA ke tengah masyara- Berdasarkan studi pendahuluan dan
kat, dapat ditempuh beberapa cara : kete- data yang diperoleh dari Ruah sakit Ernaldi
rampilan dan latihan kerja, pembinaan Bahar Provinsi Sumatera Selatan jumlah
agama, narkotik anonymous, konseling, pasien napza yang berkunjunng berdasarkan
seminar-seminar kepribadian, dan kehidu- tahun 2011 sebanyak 424 orang yang rata-
pan dalam komunitas bersama (Fajrin uta- rata setiap bulan nya 35 orang, 2012
mi, 2014). sebanyak 305 orang yang rata-rata setiap
Menurut (Nasution, 2004). Adapun bulannya 25 orang, 2013 sebanyak 364
yang menjadi faktor penyebab kambuh orang yang rata-rata setiap bulannya 30
kembali pada penyalahguna NAPZA adalah orang, 2014 sebanyak 327 orang yang rata-
salah satu nya Kepribadian yang tidak rata setiap bulan nya 36 orang (RS Ernaldi
tahan perubahan. Mantan penyalahguna Bahar, 2015). Terkait dengan uraian di atas
NAPZA yang tidak tahan perubahan penulis berkeinginan melihat secara ilmiah
potensial kambuh. Mereka ini termasuk faktor –faktor penyebab penyalahgunaan
yang tidak disiplin. Hal-hal yang NAPZA pada klien pengguna NAPZA di
sebelumnya sudah berusaha keras ia ruang camar RS.Dr. Ernaldi Bahar
lakukan atau hindarkan, kembali lagi ia Palembang tahun 2015.
langgar dan tidak adanya dukungan atau
bimbingan dari keluarga. Hingga saat ini METODE
ada kesalahan yang tak disadari yaitu Jenis penelitian ini adalah kuantitatif
mereka yang berobat lebih banyak dengan menggunakan metode Deskriptif
berorientasi pada pengobatan fisik, Analitik melalui pendekatan Cross Section-
sementara kurang dukungan penyembuhan al yang dilakukan dengan tujuan mende-
yang berasal dari keluarga (Nasution, skripsikan atau memberi gambaran terhadap
2004). Menurut penelitian Hawari yang suatu obyek penelitian yang diduga berhu-
dilakukan dari tahun 1997 sampai dengan bungan antara variabel bebas dengan va-
tahun 1999 di empat rumah sakit terdapat 2 riabel tergantung (Notoatmodjo, 2005).
rumah sakit dengan kekambuhan pasien
cukup besar dan meningkat dari tahun ke HASIL
tahun, dengan proporsi rawat inap ulang
sebesar 16,28% dan 12,14%.Dari hasil Analisa Univariat
penelitian tersebut juga diperoleh bahwa Analisa univariat dilakukan untuk mengeta-
pengaruh/bujukan teman merupakan awal hui distribusi frekuensi dari variabel inde-
seseorang menggunakan NAPZA dengan penden (Kepribadian, lingkungan, keluarga,
proporsi 81,3% dan selanjutnya dari teman teman sebaya) dan variable dependen (ke-
kambuhan).

Tabel 1.Distribusi Frekuensi Responden


BerdasarkanKepribadian, Lingkungan, Keluarga, Teman Sebaya, Kekambuhan
Responden Poliklinik RSErnaldi Bahar Sumsel Tahun 2015
Karakteristik Frekuensi %
Kepribadian
Ekstrovert 14 Orang 42,4
Introvert 19 Orang 57,6
Lingkungan
Sehat 15 orang 45,5
Tidak sehat 18 orang 54,5
Keluarga
Harmonis 18 orang 54,5
Tidak Harmonis 15 orang 45,5

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 151


Teman Sebaya
Bukan Pecandu 16 orang 48,5
Pecandu 17 orang 51,5
Kekambuhan
Tidak Kambuh 13 orang 39,4
Kambuh 20 orang 60,6

Analisa Bivariat sebaya, keluarga) dengan variabel dependen


(kekambuhan). Uji statistik yang digunakan
Analisis bivariat digunakan untuk mengi-
adalah Chi Square dengan batas nilai ke-
dentifikasi hubungan antara variabel inde-
maknaan α = 0,05.
penden (kepribadian, lingkungan, teman

Kepribadian

Tabel 2. Hubungan Kepribadian Dengan KekambuhanPada Pasien pengguna NAP-


ZA di Poliklinik RS Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2015
Kekambuhan
P
Tidak kam- Total
Kepribadian Kambuh Value
buh
N % N % n % 0.478*
Ekstrovert 7 50,0 7 50,0 14 100
Introvert 6 31,6 13 68,4 19 100
Total 13 39,4 20 60,6 33 100

Berdasarkan tabel diatas hasil uji statistik hubunganantarakepribadian dengan kekam-


Chi-Square diperoleh nilai pvalue = 0,478 buhan pasien pengguna napza di Poliklinik
dimana nilai p > α (0,05) yang berarti Ha RS Ernaldi Bahar Sumsel Tahun 2015.
ditolak dan H0 diterima artinya tidak ada

Lingkungan

Tabel 3. Hubungan Lingkungan Dengan KekambuhanPada Pasien pengguna NAP-


ZA di Poliklinik RS Ernaldi Bahar Sumsel Tahun 2015
Kekambuhan
P
Tidak Total
Lingkungan Kambuh Value
kambuh
n % N % N %
Sehat 10 66,7 5 33,3 15 100,0
Tidak sehat 3 16,7 15 83,3 18 100,0 0.005*
Total 13 39,4 20 60,6 33 100,0

Dari hasil uji statistik Chi-Squarediperoleh dengan kekambuhan pasien pengguna nap-
nilai pvalue = 0,005 dimana nilai p < α za di Poliklinik RS Ernaldi Bahar Provinsi
(0,05) yang berarti H0 ditolak dan Ha dite- Sumatera Selatan Tahun 2015.
rima artinyaada hubunganantaralingkungan

152 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


Keluarga
Tabel 4. Hubungan Keluarga Dengan KekambuhanPada Paien pengguna NAPZA di Po-
liklinik RS Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2015
Kekambuhan P
Total
Keluarga Tidak kambuh Kambuh Value
n % n % N %
Harmonis 9 50,0 9 50,0 18 100,0
Tidak harmonis 4 26,7 11 73,3 15 100,0 0.284*
Total 13 39,4 20 60,6 33 100,0

Berdasarkan tabel diatas hasil uji sta- ada hubungan antarakeluarga dengan ke-
tistik Chi-Squarediperoleh nilai pvalue = kambuhan pasien pengguna napza di Polik-
0,284 dimana nilai p > α (0,05) yang berarti linik RS Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera
Ha ditolak dan H0 diterima artinya tidak Selatan Tahun 2015.

Teman-sebaya
Tabel 5. Hubungan Teman Sebaya Dengan KekambuhanPada Pasien pengguna NAPZA di
Poliklinik RS Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2015
Kekambuhan p
Total
Teman Sebaya Tidak kambuh Kambuh value
n % n % N %
Bukan pecandu 10 62,5 6 37,5 16 100,0
Pecandu 3 17,6 14 82,4 17 100,0 0.013*
Total 13 39,4 20 60,6 33 100,0

Berdasarkan tabel diatas hasil uji sta- ZA) atau istilah yang populer dikenal ma-
tistik Chi-Squarediperoleh nilai pvalue = syarakat sebagai NARKOBA (Narkotika
0,013 dimana nilai p < α (0,05) yang berarti dan Bahan/ Obat berbahanya) merupakan
H0 ditolak dan Ha diterima artinya ada hu- masalah yang sangat kompleks, yang me-
bungan antarateman sebaya dengan kekam- merlukan upaya penanggulangan secara
buhan pasien pengguna napza di Poliklinik komprehensif dengan melibatkan kerja sa-
RS Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Sela- ma multidispliner, multisektor, dan peran
tan Tahun 2015. serta masyarakat secara aktif yang dilaksa-
nakan secara berkesinambungan, konsekuen
PEMBAHASAN dan konsisten (Lubis, 2012).
Upaya pencegahan seharusnya lebih
Hubungan Kepribadian dengan Kekam-
diutamakan,hal ini mengingat dasar kegia-
buhan pada Pengguna NAPZA
tan dalam kesejahteraan masyarakat adalah
Berdasarkan penelitian menunjukkan mencegah itu lebih baik daripada menyem-
bahwa kepribadian tidak berhubungan buhkan. Selain itu juga mengingat bahwa
dengan kekambuhan pada pengguna NAP- dalam masalah penyalahgunaan dan keter-
ZA di Poliklinik Rumah Sakit Ernaldi Ba- gantungan terhadap NAPZA sangat sulit
har Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2015 untuk dapat disembuhkan dengan cepat dan
dibuktikan dari hasil analisis bivariat yang bahkan tidak ada jaminan untuk dapat sem-
diperoleh nilai p Value = 0,478 yang be- buh total. (Hawari, 1999) menyatakan bah-
rarti nilai p > α (0,05). wa tingkat kekambuhan pasien ketergan-
Masalah penyalahgunaan Narkotika, tungan NAPZA mencapai 43,9 %, artinya
Psikotropika dan Zat Adiktif lainya (NAP- hampir semua pasien ketergantungan NAP-

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 153


ZA kembali menjadi pecandu setelah mere- Hubungan Lingkungan dengan Kekam-
ka dirawat untuk penyembuhan (Afiatin, buhan pada Pengguna NAPZA
2007).
Berdasarkan penelitian menunjukkan
Dalam upaya pencegahan penyalah-
bahwa lingkungan berhubungan dengan
gunaan NAPZA tidak cukup hanya diberi-
kekambuhan pada pengguna NAPZA di
kan tentang pengetahuan tentang NAPZA
Poliklinik Rumah Sakit Ernaldi Bahar Pro-
saja, karena pengetahuan belum memadai
vinsi Sumatera Selatan Tahun 2015 dibukti-
untuk menghindari diri dari penyalahgu-
kan dari hasil analisis bivariat yang
naan NAPZA tanpa didukung dengan ke-
diperoleh nilai p Value = 0,005 yang be-
pribadian yang tangguh (Afiatin, 2007).
rarti nilai p < α (0,05). Pecandu narkoba
Dengan mengetahui aspek yang paling ber-
akan kesulitan sembuh bila faktor lingkun-
pengaruh pada penyalahguna NAPZA dapat
gannya tidak mendukung, menguatkan per-
dirumuskan dengan tepat cara menanga-
nyataan tersebut dalam penelitian Nurmiati
ninya, agar pasien tidak kambuh kembali,
(2014) menerangkan, ada sebuah penelitian
karena sebagian besar penyalahguna NAP-
yang menilai efek menonton film tentang
ZA yang dirawat sering mengalami keadaan
pecandu narkoba pada 2 kelompok. Mas-
kambuh kembali dan dibutuhkan penanga-
ing-masing kelompok merupakan mantan
nan baru dengan biaya yang lebih mahal
pecandu narkoba dan bukan kelompok
(Dwiyanny, 2001).
pengguna narkoba. Hasilnya, peneliti me-
Hasil penelitian Domino, dkk (2005)
nemukan ada hubungan yang bermakna
menyatakan bahwa faktor risiko untuk ter-
antara lingkungan dengan kekambuhan
jadinya kekambuhan kembali adalah faktor
kembali pada kelompok mantan pecandu
dari diri itu sendiri yang bisa berpengaruh
narkoba. Jelas bahwa mantan pengguna
untuk menimbulkan kekambuhan kembali
narkoba pun akan sulit mengendalikan
terhadap NAPZA. Pada penelitian yang
keinginannya mengonsumsi narkoba sam-
dilakukan oleh Wayan Artama Tahun 2013
pai kapanpun bila tidak didukung lingkun-
menyatakan ada hubungan yang signifikan
gan yang baik. Untuk itu ini bukan masalah
antara faktor kepribadian dengan penyalah-
salah siapa melainkan mengapa seorang
gunaan narkoba. Berdasarkan data yang
pecandu dapat kambuh (Syarifah, 2014).
diperoleh dari 33 responden terdapat 26
Berdasarkan hasil dari penelitian
orang (78,8%) kepribadiannya introvert
yang dilakukan di Poliklinik Rumah Sakit
dan7 orang (21,2%) yang berkepribadian
Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan
ekstrovert.
Tahun 2015, dapat disimpulkan bahwa
Berdasarkan hasil dari penelitian
adanya hubungan antara lingkungan dengan
yang dilakukan di Poliklinik Rumah Sakit
kekambuhan pada pasien pengguna NAPZA
Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan
di Poliklinik Rumah Sakit Ernaldi Bahar
Tahun 2015, dapat disimpulkan bahwa tidak
Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2015. Hal
ada hubungan antara kepribadian dengan
ini dikarenakan lingkungan merupakan hal
kekambuhan pada pasien pengguna NAPZA
yang terpenting untuk seseorang itu bisa
di Poliklinik Rumah Sakit Ernaldi Bahar
sembuh, dimana lingkungan adalah tempat
Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2015. Hal
ia tinggal dan bergaul dengan orang lain
ini karena salah satu kekambuhan itu terjadi
yang bisa membawa dia kearah yang mana
dikarenakan oleh faktor lingkungan dan
baik atau burukkah, bila mereka berada di
sebagian besar dari penelitian ini didapat
lingkungan orang yang banyak mengguna-
kepribadian responden adalah introvert di-
kan napza maka besar kemungkinan mereka
mana kepribadian introvert merupakan ke-
akan terpengaruh dan kembali mengguna-
pribadian yang kurang senang bergaul den-
kan napza.
gan lingkungan/ interaksi dengan orang ba-
nyak, sehinggga mempersulit dia untuk
Hubungan Keluarga dengan Kekambu-
mengalami kekambuhan kembali. han pada Pengguna NAPZA
Berdasarkan penelitian menunjukkan
bahwa keluarga tidak berhubungan dengan

154 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


kekambuhan pada pengguna NAPZA di ma penyebab mereka menggunakan napza,
Poliklinik Rumah Sakit Ernaldi Bahar Pro- dan hasil penelitian menunjukkan bahwa
vinsi Sumatera Selatan Tahun 2015 dibukti- sebagian besar responden adalah tergolong
kan dari hasil analisis bivariat yang keluarga harmonis, ini bearti dalam proses
diperoleh nilai p Value = 0,284 yang be- kesembuhan pasien banyak mendapatkan
rarti nilai p > α (0,05). Keharmonisan ke- dukungan dari pihak keluarga, sehingga
luarga yang buruk dapat menjadi faktor se- memperkecil angka kekambuhan.
seorang menjadi pengguna napza. Dalam
penelitian yang dilakukan oleh Diah Tahun Hubungan Teman Sebaya dengan Ke-
2012, terdapat adanya hubungan yang ber- kambuhan pada Pengguna NAPZA
makna antara keluarga dengan kekambuhan Berdasarkan penelitian menunjukkan
pasien pecandu narkoba. Individu yang ko- bahwa teman sebaya berhubungan dengan
munikasi keluarganya buruk berpeluang 5 kekambuhan pada pengguna NAPZA di
kali lebih besar untuk menyalahgunakan Poliklinik Rumah Sakit Ernaldi Bahar Pro-
napza. Risiko kambuh pada pasien penggu- vinsi Sumatera Selatan Tahun 2015 dibukti-
na narkoba sangat mungkin terjadi bila ia kan dari hasil analisis bivariat yang
berada pada fase kecanduan. Beragam fak- diperoleh nilai p Value = 0,013 yang be-
tor pencetus kekambuhan juga berperan, rarti nilai p < α (0,05). Pengaruh buruk dari
salah satunya stigma negatif dari berbagai lingkungan pergaulan, khusus nya pengaruh
pihak termasuk keluarga. dan tekanan dari kelompok teman sebaya
Kekambuhan itu sangat tinggi terjadi sering menjadi sumber penyebab terjadinya
pada mereka yang sudah kecanduan. Ar- penyalahgunaan NAPZA. Kelompok teman
tinya kecanduan, itu penggunaan dosisnya sebaya itu tersebut berperan sebagai media
dia naik terus. Kemudian, kalau dia diber- awal perkenalan dengan NAPZA. Penya-
hentikan atau diturunkan, timbul gejala- lahgunaan NAPZA pada kelompok teman
gejala sakaw. Stigma negatif lainnya, se- sebaya merupakan prediktor yang kuat ter-
ringkali berasal dari keluarga pasien misal- hadap penyalahgunaan NAPZA.individu
nya melalui perkataan sebagai pemicu se- yang bergaul dengan kelompok penyalah-
hingga pasien akan kembali memakai nar- guna NAPZA memiliki resiko tinggi untuk
koba. Pulih itu tidak segampang dibawa menjadi penyalahguna NAPZA (Afiatin,
rehab langsung sembuh, ada proses untuk 2007).
pemulihan total (Diah, 2012). Penelitian Salah satu faktor terbesar kekambu-
yang dilakukan oleh Douglas (1980) menje- han pasien NAPZA adalah faktor pertema-
laskan bahwa ada hubungan antara kondisi nan (peer group). Hal ini merupakan intisari
keluarga dengan perilaku penyalahgunaan penelitian Hawari Tahun 2003 disebutkan,
narkoba, keluarga yang utuh lebih sedikit dari 293 pasien kambuh yang diteliti, 171
menghasilkan penyalahgunaan narkoba pa- diantaranya kambuh karena pengaruh dan
da seseorang dibandingkan dengan keluarga bujukan teman. Kondisi ini terjadi akibat
yang berpisah (broken home). Individu dari pasien kembali bergaul dengan teman-
keluarga yang berpisah sebesar 28% terlibat temannya sesama pemakai NAPZA, atau
penyalahgunaan narkoba. Penelitian Gibson bandarnya. Teman merupakan 80 persen
(1969) juga menegaskan hal yang sama di- penyebab awal seseorang menggunakan
mana remaja dari keluarga berpisah 55 % NAPZA. Selanjutnya, dari teman itu pula
menggunakan narkoba. suplai NAPZA diperoleh. Dan teman pula-
Berdasarkan hasil dari penelitian lah penyebab kekambuhan terjadi. Marlatt
yang dilakukan di Poliklinik Rumah Sakit dan Gordon (1980) dalam penelitiannya
Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan terhadap para penyalahguna NAPZA yang
Tahun 2015, dapat disimpulkan bahwa tidak kambuh, menyatakan bahwa ada hubungan
ada hubungan antara keluarga dengan ke- yang signifikan antara kelompok teman se-
kambuhan pada pasien pengguna NAPZA baya dengan kekambuhan kembali para pe-
di Poliklinik Rumah Sakit Ernaldi Bahar candu NAPZA. Mereka kembali kambuh
Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2015. Hal karena ditawari oleh teman-temannya yang
ini dikarenakan keluarga bukan faktor uta-

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 155


masih menggunakan NAPZA (mereka REFERENSI
kembali bertemu dan bergaul). Kondisi per-
Afiatin, (2007).Bagaimana Cara Menghin-
gaulan sosial dalam lingkungan yang seper-
darkan Diri Dari Penyalahgunaan
ti ini merupakan kondisi yang dapat me-
Napza. Diperoleh dari :
nimbulkan kekambuhan. Proporsi pengaruh
http://afiatin.staff.ugm.ac.id/.pdf
teman kelompok sebagai penyebab kekam-
buhan dalam penelitian tersebut mencapai Akifah,Noor, Jumriani, (2014). Hubungan
34%. Faktor Lingkungan Sosial Dengan
Berdasarkan hasil dari penelitian Penyalahgunaan Narkoba Pada Ta-
yang dilakukan di Poliklinik Rumah Sakit hanan Polretabes Kota Makas-
Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan sar.Diperoleh dari :
Tahun 2015, dapat disimpulkan bahwa http://repository.unhas.ac.id
adanya hubungan antara teman sebaya Artama, (2013). Pengaruh Tipe Kepriba-
dengan kekambuhan pada pasien pengguna dian Terhadap Penyalahgunaan Nar-
NAPZA di Poliklinik Rumah Sakit Ernaldi koba. Diperoleh dari :
Bahar Provinsi Sumatera Selatan Tahun http://repository.ugm.ac.id
2015. Hal ini dikarenakan bahwa faktor Asni M, Rahma, Mukhsen S. (2013).
utama mereka kembali menggunakan nar- Faktor yang Berhubungan dengan
koba karena ditawari oleh kelompok teman Penyalahgunaan Narkotika dan
sebaya mereka, karena mereka bergaul den- Bahan Adiktif (Narkoba) pada
gan teman yang sama seperti awal mereka Remaja di SMA Kartika Wirabuana
menggunakan NAPZA, dan juga faktor XX-1 Makassar Tahun 2013. Di
pencetus dari penelitian ini adalah respon- peroleh dari
den sebagian besar berada pada kelompok http://repository.unhas.ac.id/bitstream
teman sebaya yang pecandu. /handle/
Bahri, (2002). Penyalahgunaan Narkoba
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Dapat Menghancurkan Generasi
Muda. Diperoleh dari :
Responden yang mempunyai kepri- http://repository.usu.ac.id.pdf
badian ekstrovert sebanyak 14 orang BeritAnda, (2015). Sumsel Ranking ke 26
(42,4%) dan yang kepribadian introvert se- Pengguna Narkoba Se Indonesia.
banyak 19 orang (57,6%) berada pada ling- Diperoleh dari:
kungan yang tidak sehat sebanyak 18 orang http://www.beritanda.com
(54,5%), mempunyai keluarga harmonis BNN, (2004). Pedoman Pencegahan Pe-
sebanyak 18 orang (54,5%) , mempunyai nyalahgunaan Narkoba Bagi Pemu-
teman sebaya yang pecandu sebanyak 17 da.Jakarta : BNN.
orang (51,5%) serta mengalami kekambu- BNN, (2010). Mahasiswa dan Bahaya Nar-
han sebanyak 20 orang (60,6%). Ada hu- kotika. Jakarta : Deputi Pencegahan
bungan antara lingkungan dan teman se- Direktorat diseminasi Informasi.
baya dengan kekambuhan pada pengguna BNN, (2011). Pencegahanpenyalahgu-
NAPZA. Diharapkan perlu diberikan pe- naannarkobabagi remaja.diperoleh
nyuluhan pengetahuan tentang napza dan dari :
hal-hal yang dapat menyebabkan penyalah- https://bnnkgarut.wordpress.com
gunaan napza dan kekambuhan nya, agar BNN, sumsel. (2014).BNN Sumsel Ajak
bisa mengurangi angka pecandu dan ke- Pemakai Narkoba Jadi Sukarelawan.
kambuhan, dan juga dapat memperkuat Diperoleh dari :
program yang ada di pusat rehabilitasi, http://eksposnews.com
yang mampu membekali pasien untuk men- Darokah, Safaria, (2005). Perbedaan Ting-
gatasi trigger factor serta meningkatkan kat Relegiusitas, Kecerdasan Emosi,
motivasi pasien penyalahguna NAPZA agar Dan Keluarga Harmonis Pada Ke-
mereka tetap bertahan tanpa menggunakan lompok Pengguna NAPZA Dengan
NAPZA. Kelompok Non- Pengguna. Diperoleh
dari : Journal.uad.ac.id

156 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


Desi, N. (2014). Faktor-faktor yang Mem- https://herrystw.wordpress.com/2013/
pengaruhi Penyalahgunaan Napza 01/05/teman-sebaya/
pada Pasien di Poliklinik Napza Ru- Husni. (2004) . Penelitian penyalahgunaan
mah Sakit Jiwa Daerah Provinsi dan peredaran gelap narkoba di In-
Sumatera Utara Tahun 2013. Dipero- donesia tahun 2003 dan 2004,. Dipe-
leh dari roleh dari : http://eprints.undip.ac.id/
http://repository.usu.ac.id/bitstream/ Hendry, (2010). Populasi dan Sampel. Di-
Dewangga, (2012). Makalah Remaja Ten- peroleh dari
tang Narkoba. Diperoleh dari : https://teorionline.wordpress.com/20
https://jhohandewangga.wordpress.co 10/01/24/populasi-dan-sampel/
m Herwinda, (2008). Dampak Teman Sebaya
Diah, (2012). Pengaruh FaktorKeluarga Dengan Penggunaan Narkoba Pada
Terhadap Kekambuhan Pasien Nap- Remaja.Diperoleh dari:
za. Diperoleh dari : http://nurse1090.blogspot.com/propo
http://www.Journal.go.id.pdf sal.html
Djauzi, (2007). Waspadai peningkatan jum- Holisah, (2014). 2014 Adalah Tahun Penye-
lah pengguna narkoba. Diperoleh da- lamatan Pengguna Narkoba. Dipero-
ri : http://www.mitrainti.org/ leh dari : http://www.dakwatuna.com
Djamaludin, Noor, Wahiddudin, (2014). Indiyah. (2005). Faktor-faktor Penyebab
Hubungan Faktor Individu dengan Penyalahgunaan Napza: Studi Kasus
Penyalahgunaan Narkoba Pada Ta- pada Narapidanadi LP kelas II/A
hanan Polrestabes Kota Makassar. Wirogunan Yogyakarta.
Diperoleh dari : Kertopati L &Yulika C, (2014).BNN: Peng-
http://repository.unhas.ac.id guna Narkoba di Indonesia Capai
Dwiyanny, (2001). Aspek Yang Mempenga- 4,2 Juta Orang. Diperoleh dari
ruhi Tingkat Kekambuhan Penggna :http://nasional.news.viva.co.id
Napza. Diperoleh dari: Kemenkes RI, (2010). Penyalahgunaan
http://repository.usu.ac.id.pdf NAPZA. Diperoleh dari
Fajrin Utami, (2014).Napza. http://repository.usu.ac.id.pdf
http://www.scribd.com/doc/NAPZA- Kurniawan, (2014). Napza. Diperoleh dari :
doc http://kurniawan-
Gerry, (2013). Teknik pengambilan data. ramsen.blogspot.com.
Diperoleh dari Zulfa (2014). http://eprints.ums.ac.id/.pdf
http://gerrytri.blogspot.com/2013/06/ Lydia, dkk. (2006). Mekanisme Kerja Nar-
teknik-pengambilan-sampel da- koba Di Dalam tubuh. Diperoleh dari
lam.html http://diaryfisika.blogspot.com.html
Geografi Wahana komunitas geografi LUBIS, S. (2012).Hubungan faktor internal
SMA.Diperoleh dari http://geografi- dan faktor eksternal dengan kekam-
geografi.blogspot.com buhan kembali pasien penyalahguna
Gould, (2010). Napza. Diperoleh dari NAPZA di Kabupaten Deli Serdang.
etd.ugm.ac.id/index.php Diperoleh dari
Hanifah, A dan Unayah, N. (2010). Mence- http://repository.usu.ac.id/bitstream
gah dan menanggulangi penyalahgu- Natalia,(2014). Faktor-faktor yang mem-
naan NAPZA melalui peran serta pengaruhi penyalahgunaan Napza-
masyarakat. Diperoleh dari : pada Pasien di Poliklinik Napza Ru-
http://puslit.kemsos.go.id/.pdf mah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Su-
Harlina, (2008). Bahaya Akibat Penyalah- matera Utara. Diperoleh dari :
gunaan Narkoba Bagi Kesehatan. http://repository.usu.ac.id.pdf
Diperoleh dari Nasution, (2004). Memilih Lingkungan Be-
http://linaberita.blogspot.com.html bas Narkoba. Jakarta : BNN.
Herry, (2013). Teman Sebaya.Diperoleh Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Pene-
pada tanggal 22 februari 2015. litian Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta.

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 157


Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Pene- dung. Jurnal keperawatan Indonesia.
litian Kesehatan. Jakarta : Rineka Diperoleh dari :
Cipta. http://www.google.com/#q=jurnal+ke
Martono, (2006). Jenis-jenis Narkoba. Di- perawatan+indonesia
peroleh dari https://wordpress.com/ Sadida, 2010. Kepribadian Peserta Didik
jenis-jenis-narkoba dan Karakteristiknya. Diperoleh dari
Okky, (2013). Tipe Kepribadian. Diperoleh https://sadidadalila.wordpress.com/
dari http://oukakaye.blogspot.com. Saifun, (2000). http://repository.usu.ac.id/
Penny A, (2013).Narkotika1: Pengenalan bitstream/handle/Chapter.pdf;
dan Penyebab Psikologis.Diperoleh Shelarina, (2014). Hubungan Antara Sumb-
dari : http://lantai-13.blogspot.com er-sumber Self Esteem Pada Tipe
Purba, (2008). Asuhan Keperawatan Pada Kepribadian Ekstrovert dan Tipe Ke-
Klien Pengguna Narkoba. Diperoleh pribadian Introvert Dengan Per-
dari usupress.usu.ac.id ceived Social Suport Pecandu Nar-
Ramadona, (2015). Membasmi Penyalah- koba Dalam Masa Pemulihan Di
gunaan Narkoba Melalui UKS. Dipe- Lingkungan Yayasan Insan Hamdani
roleh dari : http://dinkes. kutaikarta- Rumah Cemara. Diperoleh dari :
negarakab.go.id http://a-research.upi.pdf
Rauf A, (2012). Faktor Penyebab Penya- Sumiati, dkk.(2009). Golongan Napza. Di-
lahgunaan Narkoba di Kalangan peroleh dari serbamaka-
Remaja. Diperoleh dari : lah.blogspot.com/.../napza-
http://blogforilmu.blogspot.com narkotika-alkohol-psikotropika.ht..
Raymond, (2001). Faktor Penyebab Penya- Syarifah, (2014). Mantan Pecandu Narkoba
lahgunaan NAPZA. Diperoleh dari : Tidak Bisa Sembuh Selamanya. Dipe-
http://www.e- roleh dari : http://health.liputan6.com
psikologi.com/artikel/individual/ fak- Simangun-
tor-penyebab-penyalahgunaan-napza song,(2014).http://repository.usu.ac.i
Rekam Medik (2014) Rumah Sakit Ernaldi d/bitstream.pdf
Bahar Provinsi Sumatera Selatan. Zoelkifly, (2013). Konsep Keluar-
Roselina T, Junaiti S, Sutanto P. ga.Diperoleh pada tanggal 18 februa-
(2008).Beberapa factor berhubungan ri 2015.
dengan perilaku penggunaan napza https://zoelkiflyunismuh10wordpres.
pada remaja di balai pemulihan ban- wordpress.com

158 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


GAMBARAN PELAKSANAAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU)
PENYAKIT TIDAK MENULAR DI INDONESIA TAHUN 2016

Mugi Wahidin1
1
Pusat Penelitian dan Pengembangan Humaniora dan Manajemen Kesehatan, Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan
(E-mail : wahids.wgn@gmail.com, HP : +6281386671545)

ABSTRAK

Latar belakang: Saat ini Penyakit Tidak Menular (PTM) menjadi permasalahan kesehatan ma-
syarakat yang semakin besar di Indonesia. Salah satu upaya promotif dan preventif PTM yang
dikembangkan Kementerian Kesehatan adalah melalui Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM
sejak tahun 2011. Tujuan studi utuk mengetahui gambaran pelaksanaan Posbindu PTM di Indo-
nesia sampai tahun 2016. Metode:Studi ini adalah studideskriptif dengan analisa secara kuanti-
tatif. Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang bersumber dari Direktorat Direktorat
Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan dan data dari berbagai
literatur yang berkaitan. Studi dilaksanakan pada September – November 2017. Langkah kegia-
tan adalah penelusuran referensi, pengumpulan dan analisis data. Hasil:Sampai tahun 2016 ter-
dapat 21.470 Posbindu di 12.349 (15,48%)desa/kelurahan di Indonesia. Puskesmas yang mem-
bina Posbindu PTM sebanyak 4.773 Puskesmas (49,3%). Pemeriksaan di Posbindu PTM seba-
nyak 436.215 orang. Hasil pemeriksaan Posbindu PTM tahun 2016 menujukkan proporsi mero-
kok sebesar 13,3%, kurang konsumsi buah dan sayur 26,6%, tekanan darah tinggi 45,1%, obesi-
tas 1 (indeks massa tubuh/IMT 25-27) pada laki-laki sebesar 11,6% dan pada perempuan 13,1%.
Sedangkan obesitas 2 (IMT ≥30) pada laki-laki 12,6% dan pada perempuan 20,3%. Obesitas
sentral sebesar 51,9%, kurang aktivitas fisik 24,7%, konsumsi minuman beralkohol 0,8%, gula
darah tinggi 28,4%, dan kolesterol tinggi 52,3%.Kesimpulan:Posbindu PTM telah dilaksanakan
pada 15,48% desa/keluaran di Indonesia dengan pembinaan dari 49,3% Puskesmas. Jumlah pe-
meriksaan di Posbindu masih sedikit. Secara umum, proporsi faktor risiko PTM hasil pemerik-
saan di Posbindu PTM lebih tinggi dari prevalensi nasional.
Key words :Posbindu PTM, Posbindu PTM Indonesia,Penyakit Tidak Menular

OVERVIEW OF NON COMMUNICABLE DISEASE POST (POSBINDU)


IN INDONESIA, 2016

ABSTRACT

Background and aims: Recently, Non Communicable Diseases (NCD) became a big health
problem in Indonesia. One of promotive and preventive efforts of NCD developed since 2011
by Minstry of Health was NCD post (Posbindu). This study aimed to know overview of NCD
Post in Indonesia till 2016. Methods:Design of the study was descriptif study with kuantitative
analysis. Secondary data was collected from Directorate General of Disease Prevention and
Control, Ministry of Health,and related literatures. The study was conducted from September –
November 2017. Step of the activities were literature seeking, data collection, and data analysis.
Results:Till 2016, there were 21,470 NCD post in 12.349 (15,48%) villages in Indonesia. There
were 4.773 (49,3%) Primary health centers that coordinate the NCD Post. There were 436.215
persons examined in the NCD Post. Result of NCD Post’s activities showed the proportion of
smoking 13.3%, raised blood pressure 45,1%, obesity 1 (body mass indext/BMI 25-27) among
male 11.6% and among female 13.1%, obesity 2 (BMI ≥30) among male 12.6% and among
female 20.3%. Proportion of abdominal obesity 51.9%, lack of physical activity 24.7%. alcohol
consumption 0.8%, raised blood glucose 28.4%, and hypercholesterolemia 52,3%. Conclu-
sion:NCD Post was running in 15.48% villages in Indonesia by 49.3% Primary health centers

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 159


management. There were still few number of people examined in NCD Post. Generally, propor-
tion of NCD risk factors examined in NCD Post were higher that national prevalence.
Key words :NCD Post, NCD Post in Indonesia, Non Communicable Disease

PENDAHULUAN
METODE
Saat ini Penyakit Tidak Menular
(PTM) menjadi permasalahan kesehatan Studi ini adalah studideskriptif den-
masyarakat yang semakin besar di Indone- gan analisa secara kuantitatif. Analisa kuan-
sia. PTM menyebabkan 59,5% kematian di titatif dilakukan untuk melihat data sebaran
Indonesia pada 20071 dan menjadi 71% Posbindu PTM dan hasil pemeriksaannya.
pada 20142. Prevalensi PTM di Indonesia Data yang dikumpulkan adalah data se-
berdasarkan Riskesdas 2013, hipertensi usia kunder yang bersumber dari Direktorat Jen-
˃ 18 tahun (25,8%), rematik (24,7%), asma deral Pencegahan dan Pengendalian Penya-
(4,5%), PPOK umur ≥ 30 tahun(3,8%), di- kit Kementerian Kesahatan dan data dari
abetes melitus (2,1%), PJK umur ≥ 15 ta- berbagai literatur yang berkaitan. Studi di-
hun (1,5%), hyperthyroid umur ≥ 15 tahun laksanakan pada September – November
(0,4%), gagal jantung (0,3%), gagal ginjal 2017. Langkah kegiatan adalah penelusuran
kronik (0,2%), stroke (12,1‰), dan kanker referensi, pengumpulan dan analisis data
(1,4‰)3. dengan berbagai dokumen terkait.
Penyakit tidak menular (PTM) terjadi
akibat berbagai faktor risiko, seperti mero- HASIL
kok, diet tidak sehat, kurang aktivits fisik, Kegiatan Posbindu PTM dilaksana-
dan konsumsi minuman beralkohol. Faktor kan di masyarakat seperti di wilayah
risiko tersebut akan menyebabkan terja- RT/RW, kelompok-kelompok masyarakat,
dinya perubahan fisiologis di dalam tubuh tempat kerja, perkantoran, terminal. Target
manusia, sehingga menjadi faktor risiko pemeriksaan adalah penduduk berusian 15
antara lain tekanan darah meningkat, gula tahun ke atas. Pemeriksaan yang dilaksana-
dara meningkat, kolesterol darah mening- kan adalah pemeriksaan faktor risiko PTM
kat, dan obesitas4. Faktor risiko tersebut baik melalui wawancara, pemeriksaan fisik,
merupakan faktor risiko bersama yang be- maupun pemeriksaan biomedis (darah).
rarti saling berhubungan satu sama lain. Pemeriksaan melalui wawancara adalah
Untuk melakukan pencegahan dan merokok, konsumsi buah dan sayur, kon-
pengendalian penyakit tidak menular diper- sumsi alkohol, aktivitas fisik, dan stress.
lukan upaya promotif, preventif, kuratif, Pemeriksaan fisik meliputi berat badan dan
dan rehabilitatif5. Salah satu upaya promotif tinggi badan (indeks massa tubuh/IMT) dan
dan preventif yang dikembangkan Kemen- tekanan darah. Sedangkan pemeriksaan da-
terian Kesehatan adalah Pos Pembinaan rah meliputi pemeriksaan gula darah sewak-
Terpadu (Posbindu) PTM. Posbindu PTM tu dan kolesterol darah.
merupakan wujud peran serta masyarakat Sampai tahun 2016 terdapat 21.470
dalam deteksi dini, pemantauan,d an tindak Posbindu di 12.349 desa/keluarahan di In-
lanjut dini faktor risiko PTM secara mandi- donesia. Desa/ kelurahan yang melaksana-
ri, dan berkesinambungan6. Posbindu PTM kan Posbindu PTM tahun 2015 sebanyak
dikembangkan sejak tahun 2011 dengan 7.177 desa/kelurahan (8,83%) dari target
melibatkan kader kesehatan. Setelah Pos- seluruh desa kelurahan. Sedangkan tahun
bindu PTM dikembangkan sejak tahun 2016 sebanyak 12.349 (15,48%) de-
2011, perlu diketahui pelaksanaan dan ca- sa/keluarahan melaksanakan Posbindu
paiannya. Belum banyak diketahui bagai- PTM, tertinggi di provinsi DKI Jakarta
mana pelaksanaan Posbindu PTM tersebut. (87,27%) dan terendah di Provinsi Papua
Untuk itu dilakukan studi untuk mengetahui (1,38%)7Selengkapnya pada tabel 1.
gambaran pelaksanaan Posbindu PPTM
sampai tahun 2016.

160 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


Tabel 1. Sebaran Posbindu PTM di Indonesia tahun 2016
Jumlah Desa Desa yang
Total Desa/ Jumlah
No Provinsi yang Melaksana- Melaksanakan
Kelurahan Posbindu
kan Posbindu Posbindu (%)

1 Aceh 6.474 677 10.4 947


2 Sumatera Utara 6.110 456 7.76 642
3 Sumatera Barat 1.125 468 41.05 799
4 Riau 1.835 129 7.33 197
5 Jambi 1.562 360 23.9 612
6 Sumatera Selatan 3.236 486 14.9 727
7 Bengkulu 1.513 229 15.1 267
8 Lampung 2.640 671 26.05 988
9 Kep. Bangka Belitung 387 288 75.59 477
10 Kepulauan Riau 416 108 28.2 184
11 DKI Jakarta 267 233 87.27 945
12 Jawa Barat 5.962 930 15.6 1753
13 Jawa Tengah 8.559 1154 13.45 1522
14 DI Yogyakarta 438 235 53.65 458
15 Jawa Timur 8.501 2472 29.07 5005
16 Banten 1.551 421 27.14 719
17 Bali 716 81 11.31 97
18 Nusa Tenggara Barat 1.137 364 31.76 643
19 Nusa Tenggara Timur 3.313 203 6.32 289
20 Kalimantan Barat 2.076 328 16.55 544
21 Kalimantan Tengah 1.572 186 11.93 302
22 Kalimantan Selatan 2.009 179 8.92 199
23 Kalimantan Timur 1.032 111 10.96 237
24 Kalimantan Utara 482 33 6.98 56
25 Sulawesi Utara 1.837 268 15.42 373
26 Sulawesi Tengah 2.017 205 10.67 276
27 Sulawesi Selatan 3.038 820 27.11 1190
28 Sulawesi Tenggara 2.223 265 11.96 347
29 Gorontalo 729 110 15.01 137
30 Sulawesi Barat 647 38 5.89 65
31 Maluku 1.231 74 7.11 210
32 Maluku Utara 1.181 45 4.18 51
33 Papua Barat 1.839 75 5.2 125
34 Papua 5.529 50 1.38 87
Indonesia 83.184 12349 15.48 21470
Sumber: Profil Penyakit Tidak Menular 2016

Puskesmas yang membina Posbindu dari target 9.679 Puskesmas. Tahun 2016
PTM tahun 2015 sebanyak 3.330 (34,4%) menjadi 4.773 Puskesmas (49,3%), terting-

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 161


gi di provinsi kepulauan bangka Belitung sampai tahun 2016, total diperiksa 436.215
(100%) dan terendah di Provinsi Papua orang7, tetapi tidak semua pemeriksaan di-
(1,8%)8 (tabel 2)Adapun hasil pemeriksaan ikuti peserta Posbindu.

Tabel 2. Jumlah Pemeriksaan di Posbindu sampai tahun 2016


No Jenis Pemeriksaan Total Orang Diperiksa
1 Merokok 436.215
2 Kurang konsumsi buah dan sayur 422.585
3 Kurang aktivitas fisik 426.571
4 Konsumsi alkohol 1 bulan terakhir 422.710
5 Tekanan darah 508.835
6 Lingkar perut (Obesitas sentral) 291.552
7 Indeks Massa Tubuh (IMT) 394.625
8 Gula darah 67.903
9 Kolesterol 24.562
Sumber: Profil Penyakit Tidak Menular 2016

Hasil pemeriksaan Posbindu PTM gat pemeriksaan deteksi dini (skrining) te-
tahun 2016 menujukkan proporsi merokok lah menjadi target dalam standar pelayanan
sebesar 13,3%, kurang konsumsi buah dan minimal(SPM) bidang kesehatan, dengan
sayur 26,6%, tekanan darah tinggi 45,1%, target 100%10. Kementerian Kesehatan be-
obesitas 1 (indeks massa tubuh/IMT 25-27) kerja sama dengan Pemerintah Daerah perlu
pada laki-laki sebesar 11,6% dan pada pe- terus meningkatkan jumlah orang yang di-
rempuan 13,1%. Sedangkan obesitas 2 periksa di Posbindu PTM.
(IMT ≥30) pada laki-laki 12,6% dan pada Data hasil pemeriksaan faktor risiko
perempuan 20,3%. Obesitas sentral sebesar di Posbindu PTM relatif lebih tinggi dari
51,9%, kurang aktivitas fisik 24,7%, kon- angka Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
sumsi minuman beralkohol 0,8%, gula da- tahun 2013. Proporsi merokok (13,3%) se-
rah tinggi 28,4%, dan kolesterol tinggi dangkan prevalensi merokok hasil Riskes-
52,3%7. das tahun 2007 (34,7%) danRiskesdas
2013 (36,3%). Proporsi tekanan darah
PEMBAHASAN tinggi 45,1%, sedangkan pada Riskesdas
Posbindu PTM telah dilaksanakan di 2013 prevalensi sebesar 25,8%. Hal ini
15,48% desa/keluaran di Indonesia. Angka kemungkinan karena pengunjung Pos-
ini masih lebih rendah dari target dalam bindu PTM tidak mewakili seluruh popu-
Rencana Strategis Kementerian Kesehatan lasi orang dewasa sehingga proporsi le-
2015-2019, dengan target tahun 2016 sebe- bih tinggi.
sar 20%. Dengan demikian masih diperlu- Hasil pemeriksaan Posbindu PTM
kan upaya penebarluasan Posbindu PTM di tahun 2016 juga menujukkan Proporsi
Indonesia Adapun Puskesmas yang membi- kurang konsumsi buah dan sayur 26,6%
na Posbindu PTM sebesar 49,3% telah me- sedangkan hasil Riskesdas sebesar 93,6%
lebih target dalam Rencana Strategis Ke- (2007)dan 93,5% (2013). Hal ini ke-
menterian Kesehatan 2015-2019, dengan mungkinan karena pengumpulan data
target tahun 2016 sebesar 20%9. Mesikpun melalui wawancara sehingga terdapat
target telah tercapai tetapi belum sejalan perbedaan interpretasi dalam menanya-
dengan palaksanaan di tingkat Posbindu kan.
PTM, terbukti proporsi desa/kelurahan yang Proporsi obesitas 1 ( IMT 25-27) pa-
melaksanakan Posbindu PTM masih diba- da laki-laki sebesar 11,6% dan pada perem-
wah 20%. puan 13,1%. Sedangkan obesitas 1 (IMT
Hasil pemeriksaan sampai tahun ≥30) pada laki-laki 12,6% dan pada perem-
2016, total diperiksa 436.215 orang. Angka puan 20,3%.Berdasarkan hasil Riskesdas
ini masih perlu terus ditingkatkan mengin- 2007 dan 2013, obesitas pada laki-laki

162 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


13,9% (2007) dan 19,7% (2013), dan rat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian
pada perempuan14,8% (2007) dan Penyakit, Kementerian Kesehatan, Kepala
32,9% (2013). Proporsi obesitas sentral Pusat Penelitian dan Pengembangan Huma-
sebesar 51,9%, sedangkan prevalensi ob- niora dan Manajemen Kesehatan, Badan
esitas sentral hasil Riskesdas adalah Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
18,8% (2007) dan 26,6% (2013). Perbe- Kementerian Kesehatan, dan pihak-pihal
daan ini kemunkinan karena perbedaan lain yang telah membantu studi ini.
keterwakilan populasi, dalam Posbindu
hanya peserta yang mempunyai kesada- REFERENSI
ran tinggi yang memeriksakan diri. 1. Kementerian Kesehatan R.I. Riset
Proporsi kurang aktivitas fisik Kesehatan Dasar 2007
24,7%, prevalensi kurang aktivitas fisik 2. Kementerian Kesehatan R.I. Sample
pada Riskesdas 2007 dan 2013 adalah Registration Sistem tahun 2014
48,2% dan 26,1%. Proporsi konsumsi mi- 3. Kementerian Kesehatan R.I. Riset
numan beralkohol 0,8%, sedangkan menu- Kesehatan Dasar 2013
rut Riskesdas 2007 sebesar 4,7%. Proporsi 4. Kementerian Kesehatan R.I. Petunjuk
gula darah tinggi 28,4%, sedangkan berda- Teknis Surveilans Faktor Risiko
sarkan hasil Riskesdas tahun 2007, pre- PTM Berbasis Web. 2015
velensi DM di Indonesia adalah 5,7% dan 5. Kementerian Kesehatan R.I.
tahun 2013 sebesar 6,9%. Proporsi gula Peraaturan Menteri Kesehatan Nomo
darah dan kolesterol tinggi hasil pemerik- 71 tahun 2015 tentang
saan Posbindu PTM cukup tinggi sebesar Penanggulangan Penyakit Tidak
52,3% sehingga merupakan peringatan agar Menular. 2015
upaya pengendalian faktor risiko PTM per- 6. Kementerian Kesehatan R.I.
lu terus ditingkatkan. Pedoman Teknis Posbindu PTM.
2015
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 7. Kementerian Kesehatan R.I. Profil
Sampai tahun 2016, Posbindu PTM Penyakit Tidak Menular 2016.
telah dilaksanakan pada 15,48% de- 8. Kementerian Kesehatan R.I.
sa/kelurahan di Indonesia dengan pembi- ProfilDirektorat Jenderal Penecgahan
naan dari 49,3% Puskesmas. Pemeriksaan dan Pengendalian Penyakit 2016.
di Posbindu PTM sebanyak 436.215 orang. 9. Kementerian Kesehatan R.I. Rencana
Secara umum, proporsi faktor risiko PTM Strategis Kementerian Kesehatan
hasil pemeriksaan di Posbindu PTM lebih 2015-2019
tinggi dari prevalensi nasional. 10. Kementerian Kesehatan R.I.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
UCAPAN TERIMA KASIH 43 tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Minimal bidang
Terima kasih kepada Direktur Pence- Kesehatan
gahan dan Pengendalian Penyakit, Direkto-

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 163


SELF EFFICACY PASIEN DIABETES MELLITUS DI SRIMULYA
KECAMATAN SEMATANG BORANG PALEMBANG

Anggi Pratiwi1
1
Sekolah Tinggi Imu Kesehatan Bina Husada
anggiardi24@gmail.com

ABSTRAK

Latar Belakang: Diabetes Mellitus (DM) merupakan sekelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) yang terjadi akibat kelainan se-
kresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Di 2013, jumlah penderita diabetes di Sumsel menca-
pai 21.418 orang, sedangkan pada tahun 2014 mengalami penurunan menjadi 7.541 penderita
dan pada tahun 2015 mengalami peningkatan lagi menjadi 14.042 penderita. Self Efficacy pada
pasien DM tipe 2 berfokus pada keyakinan pasien untuk mampu melakukan prilaku yang dapat
mendukung perbaikan penyakitnya dan meningkatkan manajemen perawatan. Penelitian ini me-
rupakan penelitian kuantitatif dengan jumlah sampel 34 yang ditentukan dengan purposive sam-
pling. Metode: Penelitian ini dilakukan pada 12-26 Desember 2017 di kelurahan srimulya Pa-
lembang menggunakan instrument The Diabetes Management Self-Efficacy Scale. Hasil: Hasil
penelitian didapatkan 14 responden (41,19%) memiliki self efficacy yang baik, dan 20 respon-
den (58,81%) mempunyai self efficacy yang kurang baik. Kesimpulan: dibutuhkan penatalak-
sanaan Diabetes Self Management Education Program untuk meningkatkan self efficacy pada
pasien DM.

ABSTRACT

Background: Diabetes Mellitus (DM) is a group of metabolic diseases characterized by ele-


vated blood glucose levels (hyperglycemia) caused by insulin secretion abnormalities, insulin
action or both. At 2013, the number of diabetics in South Sumatra reached 21,418 people, while
in 2014 decreased to 7,541 patients and in 2015 increased again to 14,042 patients. Self Efficacy
in patients with type 2 DM focuses on patient confidence to be able to perform behaviors that
can support the improvement of the disease and improve the management of care. Method:
This research is a quantitative research with the number of sample 34 determined by purposive
sampling. This research was conducted on 12-26 December 2017 in srimulya village Palembang
using instrument of The Diabetes Management Self-Efficacy Scale. Results: The result showed
14 respondents (41.19%) had good self efficacy, and 20 respondents (58,81%) had poor self ef-
ficacy. Conclusion: It is also necessary to manage the Diabetes Self Management Education
Program to improve self efficacy in DM patients.

PENDAHULUAN jika sel tidak memberikan respon yang tepat


terhadap insulin.
Diabetes Mellitus (DM) merupakan
Lebih dari 171 juta penduduk dunia
sekelompok penyakit metabolik dengan
diperkirakan menderita DM, pada tahun
karakteristik peningkatan kadar glukosa
2030, sebanyak 366 juta orang di dunia di
darah (hiperglikemia) yang terjadi akibat
proyeksikan akan menderita DM. tercatat 4
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
dari 5 negara di dunia dengan jumlah pen-
keduanya (American Diabetes Assosiation,
derita diabetes yang terbesar ada di Asia,
2004 dalam Smeltzer & Bare, 2008). Menu-
yaitu India (32,7 juta penderita), Cina (22,6
rut Soegondo, Soewondo dan Subekti
juta penderita), Pakistan (8,8 juta penderi-
(2009), DM terjadi jika tubuh tidak meng-
ta), dan Jepang (7,1 juta penderita). Menu-
hasilkan insulin yang cukup untuk memper-
rut hasil Riskasdes di Indonesia tahun 2013,
tahankan kadar gula darah yang normal atau
dari 6,9% penderita diabetes mellitus yang

164 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


didapatkan terdapat 30,4% yang telah ter- prilaku yang dapat mendukung perbaikan
diagnosis sebelumnya dan 69,6% tidak ter- penyakitnya dan meningkatkan manajemen
diagnosis sebelumnya (Kemenkes RI, perawatan dirinya seperti diet, latihan fisik,
2015). medikasi, control glukosa dan perawatan
Sementara Dinkes Sumatera Selatan DM secara umum (Wu et al., 2006).
menyatakan peningkatan jumlah DM di Penanganan pasien dengan penyakit
Sumsel belum cukup tinggi. Dari data kronis saat ini lebih berfokus pada pasien
Dinkes menyatakan jumlah penderita masih (patient-centered care). Petugas kesehatan,
berada pada kisaran puluhan ribu orang. Di termasuk perawat menganggap pasien se-
tahun 2013, jumlah penderita diabetes di bagai orang yang paling tahu kondisi kese-
Sumsel mencapai 21.418 orang, sedangkan hatannya dan menghargai pengalaman sub-
pada tahun 2014 mengalami penurunan jektif pasien sebagai suatu yang relevan
menjadi 7.541 penderita dan pada tahun untuk mempertahankan kesehatan atau
2015 mengalami peningkatan lagi menjadi membantu proses penyembuhan pasien.
14.042 penderita (Koran Sindo Daerah, Keberhasilan pengelolaan DM ter-
2016). gantung pada motivasi dan kesadaran diri
Upaya pencegahan ini memerlukan pasien itu sendiri untuk melakukan ma-
keterlibatan semua pihak untuk mensuk- najemen perawatan diri yang dirancang un-
seskannya baik dokter, perawat, ahli gizi, tuk mengontrol gejala dan menghindari
keluarga dan pasien itu sendiri. Perawat komplikasi (Goodall & Halford, 1991 da-
sebagai edukator sangat berperan untuk lam Wu et al., 2006).
memberikan informasi yang tepat pada Berdasarkan latar belakang diatas
penderita DM tentang penyakit, pencega- menjadi penting untuk dilakukan penelitian
han, komplikasi, pengobatan, dan pengelo- tentang self efficacy pasien diabetes melli-
laan DM termasuk didalamnya member tus di kelurahan srimulya kecamatan sema-
motivasi dan meningkatkan efikasi diri tang borang Palembang tahun 2017.
(Suyono, 2006; Wu et al, 2006).
Johnson (1992 dalam Temple, 2003) METODE PENELITIAN
menyatakan bahwa efikasi diri pada pasien Penelitian ini merupakan penelitian
DM tipe 2 menggambarkan suatu kemam- kuantitatif dengan jumlah sampel 34 yang
puan individu untuk membuat suatu kepu- ditentukan dengan purposive sampling. Pe-
tusan yang tepat dalam merencanakan, me- nelitian ini dilakukan pada 12-26 Desember
monitor dan melaksanakan regimen pera- 2017 di kelurahan srimulya Palembang
watan sepanjang hidup individu. Efikasi menggunakan instrument The Diabetes
diri pada pasien DM tipe 2 berfokus pada Management Self-Efficacy Scale.
keyakinan pasien untuk mampu melakukan

HASIL DAN PEMBAHASAN


Tabel 1. Distribusi Frekuensi Self Efficacy Penderita Diabetes Mellitus di Kelurahan
Srimulya Sematang Borang Palembang Tahun 2017
Self Efficacy Frekuensi %
Kurang Baik 20 58,81
Baik 14 41,19
Total 34 100,0

Berdasarkan tabel 1, dari 34 penderi- Efikasi diri secara umum (general


ta diabetes mellitus yang menjadi subjek self efficacy) merefleksikan suatu keyaki-
penelitian adalah 14 responden (41,19%) nan diri yang optimis bahwa seseorang
memiliki self efficacy yang baik, dan 20 mampu menyelesaikan tugas yang sulit atau
responden (58,81%) mempunyai self effi- menggunakan koping terhadap masalah
cacy yang kurang baik. yang dihadapi dalam berbagai situasi. Efi-

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 165


kasi diri memfasilitasi penyusunan tujuan, REFERENSI:
alternatif tindakan dalam upaya untuk men-
Bandura, A. (1997). Self-efficacy:The exer-
gatasi hambatan yang mungkin terjadi. Efi-
cise of control. Diunduh pada tanggal
kasi diri merupakan sebuah konstruksi yang
07 Oktober 2017 dari
bersifat operasional sehingga sangat relevan
http://www.des.emory.edu/mfp/effbo
untuk diterapkan dalam praktek klinik dan
ok5.html
perbaikan perilaku.
Guyton & Hall. (2008). Buku ajar fisiologi
Menurut Johnson (1992 dalam Tem-
kedokteran edisi 11. Jakarta : EGC
ple, 2003) efikasi diri pada pasien diabetes
Ignatavicius, D, & Workman, (2006). Medi-
menggambarkan suatu kemampuan indivi-
cal surgical nursing : Critical think-
du untuk membuat suatu keputusan yang
ing for collaborative care. 5th ed. St
tepat dalam merencanakan, memonitor dan
Louis, Missouri: Elsevier Inc.
melaksanakan regimen perawatan sepan-
Kott, K.B. (2008). Self-efficacy, outcome
jang hidup individu. Hal senada juga dis-
expectation, self-care behavior and
ampaikan oleh Stipanovic (2002) bahwa
glycosylated hemoglobin level in per-
efikasi diri merujuk pada keyakinan seseo-
sons with type 2 diabetes. Diunduh
rang akan kemampuannya untuk memoni-
tanggal 1 Oktober 2017 dari
tor, merencanakan, melaksanakan, dan
http://proquest.umi.com/pqdweb
mempertahankan perilaku perawatan diri
Smeltzer, S, & Bare. (2008). Brunner &
untuk mengontrol diabetes yang dideri-
Suddarth’s Textbook of medical sur-
tanya.
gical nursing. Philadelpia : Lippin-
Bandura (1982 dalam Kott, 2008)
cott
menegaskan bahwa seseorang yang memi-
Soegondo, S.,Soewondo,P, & Subekti,I.
liki efikasi diri yang kuat akan menetapkan
(2009). Penatalaksanaan diabetes
tujuan yang tinggi dan berpegang teguh
melitus terpadu. Jakarta: Fakultas
pada tujuannya. Sebaliknya, seseorang yang
Kedokteran Universitas Indonesia
memiliki efikasi diri yang lemah akan ber-
Suyono, S. (2006). Buku ajar ilmu penyakit
komitmen lemah pada tujuannya. Efikasi
dalam. (Edisi 3). Jakarta;Pusat pe-
diri mendorong proses kontrol diri untuk
nerbit Departemen Penyakit Dalam
mempertahankan prilaku yang dibutuhkan
FKUI
dalam mengelola perawatan diri pada pa-
Temple, A.J.S. (2003). The effects of di-
sien DM.
abetes self-manageent education on
diabetes self-efficacy, and psycholog-
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
ical adjustment to diabetes. Diunduh
Dapat disimpulkan bahwa efikasi diri pada tanggal 7 Oktober 2017 dari
(self efficacy) merupakan suatu keyakinan http://proquest.umi.com/pqdweb
individu akan kemampuan dirinya untuk Tomey, A.M. & Alligood, M.R. (2006).
melakukan tugas–tugas perawatan diri dan Nursing theories and their work. 6th
berusaha untuk mencapai tujuannya dengan ed. USA: Mosby Elsevier
baik. Secara khusus, efikasi diri pada pasien Wu, S.F.V., Courtney, M., Edward, H.,
diabetes dalam pendekatan intervensi kepe- McDowell, J., Shortridge-Baggett,
rawatan difokuskan pada keyakinan klien L.M., Chang, P.J. (2006). Self-
akan kemampuannya untuk mengelolah, efficacy, outcome expectation and
merencanakan, memodifikasi perilaku se- self care behavior in people with type
hingga memiliki kualitas hidup yang baik. diabetes in taiwan. Diunduh tanggal
Rekomendasi dalam peneltian yaitu dibu- 5 oktober 2017 dari
tuhkan penatalaksanaan Diabetes Self Man- http://web.ebscohost.com
agement Education Program untuk me- Wu, S.F.V (2007). Effectiveness of self
ningkatkan self efficacy pada pasien DM. management for person with type 2
diabetes following the implementa-
tion of a self-efficacy enhancing in-
tervention program in taiwan.

166 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


Queensland: Queensland University http://eprints.qut.edu.au/16385/1/Shu
ofTechnology. Diunduh pada tanggal -Fang_Wu_Thesis.pdf
07 Oktober 2017 dari

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 167


GAMBARAN SITOLOGI SERVIKS PADA PEREMPUAN HIV DI PUSKESMAS
KALIDERES JAKARTA TAHUN 2017

Arum Ambarsari*
*Mahasiswa S2 Epidemiologi Komunitas FKM UI
(Email : arum.ambarsari@ui.ac.id, HP : +6281210076776)

ABSTRAK

Latar belakang: Skrining sitologi serviks belum menjadi hal yang rutin dilakukan di layanan
rawat jalan HIV yang ada di fasilitas kesehatan primer di DKI Jakarta, padahal kondisi immu-
nosupresi pada infeksi HIV diketahui dapat menyebabkan infeksi HPV yang persisten sehingga
meningkatkan risiko mengalami lesi pra kanker dan kanker serviks pada wanita dengan HIV.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran sitologi serviks pada perempuan HIV yang
mengakses layanan kesehatan di Puskesmas Kalideres Jakarta Barat. Metode: Penelitian ini
bersifat deskriptif dengan total sampling, menggunakan data sekunder berupa hasil papsmear
pada 30 perempuan dengan HIV yang mengakses layanan di Puskesmas Kalideres yang mengi-
kuti skrining kanker serviks pada bulan November 2017. Data karakteristik dan faktor risiko
didapatkan dari rekam medis pasien dan catatan anamnesa saat menjalani skrining. Hasil: Te-
muan papsmear abnormal adalah 16,7% dengan 80% berupa peradangan dan 20% berupa lesi
pra kanker serviks kategori ASCUS. Pada responden dengan keradangan faktor risiko yang ter-
lihat adalah multipara (100%), CD4 <500 sel/mm3 (100%), dan jumlah pasangan seksual lebih
dari satu (50%). Pada responden dengan hasil lesi pra kanker serviks memiliki faktor risiko hu-
bungan seks di usia < 16 tahun, multiparitas, jumlah pasangan seksual lebih dari 1, dan jumlah
CD4 < 500 sel/mm3. Kesimpulan: Prevalensi abnormalitas hapusan sitology serviks pada pe-
rempuan yang mengakses layanan di Puskesmas Kalideres cukup tinggi yaitu sebanyak 16,7%
dengan prevalensi untuk lesi pra kanker serviks berupa ASCUS sebesar 3,3%. Proporsi dari fak-
tor risiko pada kasus adalah multiparitas (100%), jumlah pasangan seksual lebih dari satu (60%)
dan kadar CD4 dibawah 500 sel/mm3 (100%).
Kata kunci: HIV, Papsmear, Kanker serviks

PENDAHULUAN butkan bahwa infeksi HPV meningkat 1,5


hingga 3 kali dan persistensinya tinggi pada
Di Indonesia, kematian akibat kanker
perempuan HIV dibandingkan yang tidak
serviks menempati urutan kedua setelah
HIV.3 Di Denpasar, sebuah penelitian men-
kanker payudara. Berdasarkan laporan ta-
dapatkan angka kejadian lesi pra kanker
hunan WHO tahun 2014, terdapat sekitar 21
serviks pada 48% perempuan dengan HIV.4
ribu kasus baru kanker serviks dengan ke-
Penelitian tentang karakteristik sito-
matian sebanyak 9 ribu kasus (WHO,
logi serviks pada perempuan dengan HIV
2014). Infeksi persisten oleh Human Papil-
masih minim di Indonesia. Di Puskesmas
loma Virus (HPV) tipe risiko tinggi on-
Kalideres sampai dengan Oktober 2017 ter-
kogenik merupakan penyebab kanker ser-
dapat 35 perempuan dengan HIV yang rutin
viks pada 99,5% kasus.1
mengakses layanan ART di Poli Sehati.
Kondisi immunosuppresi pada infek-
Studi ini bertujuan untuk mengetahui karak-
si HIV diketahui dapat meningkatkan ke-
teristik perempuan dengan HIV di Puskes-
mungkinan infeksi HPV yang persisten pa-
mas Kecamatan Kalideres yang meliputi
da perempuan yang terpapar, sehingga me-
karakteristik umum, kadar CD4, usia saat
ningkatkan risiko mengalami lesi pra kank-
pertama berhubungan seks dan jumlah pa-
er dan kanker serviks. Infeksi HPV pada
sangan seksual , serta gambaran sitologi
perempuan yang terinfeksi HIV juga lebih
serviksnya melalui pemeriksaan Pap Smear.
cenderung mengalami progresivitas menja-
di invasif .2 Penelitian di Nigeria menye-

168 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


METODE rium, teknisi akan memberikan nomer iden-
titas laboratorium dan memastikan apakah
Penelitian ini merupakan penelitian
sediaan representative atau memenuhi stan-
deskriptif dan berlangsung selama Novem-
dar kualitas untuk dianalisis oleh dokter
ber-Desember 2017. Seluruh pasien HIV
ahli Patologi Anatomi untuk kemudian di-
perempuan yang memenuhi kriteria inklusi
lakukan proses diagnosis. Klasifikiasi his-
diikutkan dalam penelitian ini. Kriteria in-
topatologik menggunakan system Bethesda
klusi meliputi perempuan HIV berusia 18-
tahun 2001 dengan pembagian: negative,
50 tahun, tercatat di register SIHA Jakarta
ASCUS, LIS derajat rendah, LIS derajat
Barat tahun 2017, tidak pernah menjalani
tinggi dan karsinoma. Data kategori yang
hysterectomy dan bersedia mengikuti pene-
merupakan hasil penghitungan akan dide-
litian. Pengambilan data melalui rekam me-
skripsikan dalam bentuk frekuensi dan pro-
dis dan data skrining papsmear perempuan
sentasi. Data kontinyu selain akan dide-
HIV yang diselenggarakan oleh program
skripsikan dalam bentuk frekuensi juga di-
PTM Puskesmas Kalideres pada bulan No-
hitung nilai mean dan median.
vember 2017. Data yang diambil meliputi
karakteristik umum (usia, pendidikan, pe-
HASIL
kerjaan, paritas, status pernikahan, status
pengobatan), kadar CD4 saat awal dilaku- Keikutsertaan peserta pada penelitian
kan pemeriksaan, usia saat pertama kali ini sejumlah 30 orang dengan HIV/AIDS
berhubungan seksual, jumlah pasangan sek- dari 35 orang yang masih aktif berobat di
sual, riwayat merokok dan infeksi menular poliklinik Sehati Puskesmas Kalideres Ja-
seksual. karta Barat. Sebanyak 2 orang menolak
Sediaan sitologi diambil di poliklinik berpartisipasi dengan alasan takut dengan
HIV Puskesmas Kecamatan Kalideres oleh tindakan papsmear dan 3 orang tidak dapat
tenaga terlatih bersertifikat, kemudian dila- mengikuti karena harus bekerja. Dari table
kukan fiksasi dengan larutan formalin buf- 1 karakteristik pasien yang mengikuti pene-
fer 10% untuk selanjutnya dibawa ke labo- litian, diketahui sebagian besar peserta be-
ratorium Kimia Farma. Sediaan diperiksa rusia antara 30-40 tahun sebanyak 17 orang,
dan dinilai oleh dokter Spesialis Patologi dengan rerata usia adalah 36,63 tahun. Ter-
Anatomi sesuai standard yang berlaku. Pe- muda berusia 22 tahun sedangkan tertua
meriksaan Pap smear dilakukan di meja adalah usia 65 tahun.
ginekologi dalam posisi litotomi dengan Pendidikan yang dijalani peserta pe-
alat spatula ayre dan cytobrush. Pasien saat nelitian 60% adalah SMA, diikuti oleh
diperiksa tidak sedang haid, tidak berhu- tingkat SMP (23,3%), hanya 3 orang yang
bungan seksual dua hari sebelumnya, tidak tamat S-1 dan 2 orang yang tamat SD. Le-
menggunakan obat-obatan yang dimasuk- bih dari separuh peserta penelitian yakni
kan ke dalam vagina. Setiap sediaan dibe- 73,3 % adalah ibu rumah tangga, yang be-
rikan nomor identitas, dan pengambil se- kerja 8 orang (26,7%), kebanyakan bekerja
diaan maupun pemeriksa sediaan tidak di sektor swasta, 1 orang memiliki usaha
mengetahui identitas maupun status subyek sendiri (wiraswasta).
penelitian. Setelah sediaan tiba di Laborato-

Tabel 1. Karakteristik Subyek Penelitian


Karakteristik Jumlah (%)
Usia
< 30 6 20
30 – 40 17 56,7
41 – 50 4 13,3
> 50 3 10

Pendidikan
SD 2 6,7

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 169


SMP 7 23,3
SMA 18 60
S-1 3 10
Status Pekerjaan
Bekerja 8 26,7
Tidak Bekerja 22 73,3
Status Pernikahan
Menikah
Cerai (mati/hidup) 21 70
Belum menikah 8 26,7
1 3,3
Paritas
Belum hamil
0 1 3,3
1-2 4 13,3
>2 16 53,3
9 30
ARV
Ya 30 100
Tidak 0 0

Data tentang status menikah 70% pe- anak 0 dimaksudkan disini peserta tersebut
serta penelitian berstatus menikah, cerai sudah menikah namun belum mempunyai
sebanyak 26,7% dan yang belum menikah keturunan. Ada satu orang peserta yang be-
sebanyak 1 orang (3,3%). lum menikah dan belum memiliki anak.
Jumlah anak yang dimiliki oleh pe- Seluruh peserta penelitian (100%)
serta penelitian adalah 1-2 anak sekitar sudah mendapatkan ARV di Puskesmas Ka-
53,3% dari keseluruhan peserta. Jumlah lideres.

Tabel 2. Faktor Risiko


Faktor Risiko Jumlah %
Hubungan seksual pertama
< 16 3 10
> 16 27 90

Hitung CD4
< 200 8 26,7
200 – 500 19 63,3
> 500 3 10

Multipartner
Ya 12 40
Tidak 18 60

Merokok
Ya 12 40
Tidak 18 60

IMS
Ya 3 10
Tidak 27 90

170 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


Imunitas yang rendah merupakan sa- dari 200 sel/mm3 dan antara 200-500
lah satu faktor risiko seseorang untuk men- sel/mm3 sebanyak 19 orang (63,3%).
dapatkan infeksi HPV. Virus HPV saat ini Hanya 3 orang yang memiliki kadar CD4
diketahui sebagai penyebab terjadinya diatas 500 sel/mm3.
kanker serviks. Perempuan yang terinfeksi Dua belas responden menjalani kehi-
HIV akan mengalami infeksi HPV yang dupan seksual multipartner (40%) diban-
lebih berisiko menjadi keganasan atau in- dingkan dengan yang tidak melakukan hal
feksi persisten. tersebut sebanyak 18 orang atau 60%.
Dari 30 orang responden, hubungan Perempuan dengan HIV yang mero-
seksual pertama dibawah usia 16 tahun di- kok sebanyak 40% (12 responden) sedang-
lakukan oleh 3 peserta penelitian, dengan kan sisanya mengaku tidak pernah merokok
rata-rata usia hubungan seksual pertama (18 responden atau 60%). Hanya sebanyak
21,33 tahun. 3 orang responden yang tercatat pernah
Sebagian besar peserta penelitian mengalami IMS (Infeksi Menular Seksual)
mempunyai kadar CD4 kurang dari 500 pada rekam medis.
sel/mm3 dimana 8 orang (26,7%) kurang

Tabel 3. Cara Penularan Infeksi HIV


Cara Penularan Jumlah %

Seksual, suami IDU 7 23,3


Seksual, suami multipartner 16 53,3
Multipartner 6 20
IDU 1 3,3

Lebih dari separuh responden men- er) sebanyak 7 orang (23,3%). Risiko penu-
dapatkan infeksi HIV karena tertular pasan- laran dari peserta sendiri sebagian besar
gan yang multipartner (53,3%), menyusul adalah karena hubungan seksual multipart-
urutan kedua tertular pasangan yang meru- ner (20%) dan satu orang merupakan peng-
pakan pengguna putau (Injecting Drug Us- guna putau (IDU).

Tabel 4. Distribusi Kelainan Serviks


Klasifikasi N %

Normal 25 83,4
Sel Peradangan 4 13,3
ASCUS 1 3,3

Dari 30 sampel tes Pap, seluruhnya dangkan 1 orang responden memiliki hasil
dapat dilakukan pembacaan. Kelainan ser- abnormal kategori ASCUS (Atypical
viks yang diperiksa menggunakan sistem Squamous Cells of Undetermined Signifi-
pelaporan Bethesda. Dua puluh lima peserta cance). Total hasil papsmear abnormal di-
didapatkan hasil normal atau 83,4%. Dan 4 jumpai pada 5 peserta penelitian (16,7%).
responden ditemukan sel-sel radang, se-

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 171


Tabel 5. Karakteristik responden dengan keradangan sel serviks
Responden Umur Paritas Usia Hub Seks Jumlah partner Kadar CD4
pertama seks (sel/mm3)
Ny. E 40 3 19 2 243
Ny. L 35 4 24 2 158
Ny. N 36 2 27 1 223
Ny. S 33 2 23 1 398

Semua responden yang mengalami dengan data di Kementrian Kesehatan Re-


keradangan pada sel serviksnya merupakan publik Indonesia tahun 2016 bahwa prosen-
multipara dan memiliki kadar CD4 dibawah tase penularan lewat hubungan seksual se-
500 sel/mm3. Separuhnya (2 responden) besar 66%. 5
memiliki pasangan seks lebih dari 1, dan Diketahui bahwa sebagian besar su-
semuanya mengaku melakukan hubungan ami dari peserta penelitian berperilaku sek-
seksual pertama kali di usia > 16 tahun. sual multipartner (53,3%) diikuti dengan
Sedangkan seorang responden den- pengguna narkotika suntik (23,3%). Hal ini
gan kelainan sitology serviks kategori AS- sesuai dengan data bahwa trend penularan
CUS memiliki karakteristik berupa kurang lewat narkotika suntik memang semakin
dari 16 tahun (15 tahun) saat pertama kali menurun, digantikan penularan infeksi HIV
berhubungan seks, multipartner seksual, melalui transmisi seksual.5,6
multipara (7 anak) dengan kadar CD4 di- Kontak seksual dini, dibawah usia 16
bawah 500 sel/mm3 (328 sel/mm3). tahun rentan terhadap infeksi HPV karena
serviks belum matang. Sel-sel serviks lebih
PEMBAHASAN mudah terinfeksi oleh bakteri dan virus pa-
Pada penelitian ini, didapatkan data da perempuan muda daripada perempuan
karakteristik sosiodemografi dimana seba- berumur seperti infeksi klamidia, gonorrhea
gian besar peserta berusia 30-40 tahun yak- dan HPV. Selain itu serviks yang belum
ni 17 orang (56,7%), terbanyak kedua ada- matang dapat bertransformasi menjadi sel
lah berusia kurang dari 30 tahun sejumlah 6 pra kanker dan selanjutnya berpotensi men-
orang (20%). Dengan usia termuda 22 ta- jadi ganas.7,8
hun dan tertua 65 tahun. Perempuan usia Terdapat 3 orang peserta (10%) yang
30-40 tahun termasuk dalam kelompok usia melakukan hubungan seksual pertama di
reproduksi, dimana seseorang masih pro- usia kurang dari 16 tahun. Angka yang di-
duktif untuk kehidupan, bekerja dan meng- dapatkan dari penelitian oleh Wright dkk di
hasilkan keturunan. Demikian pula kelom- New York jauh lebih tinggi yaitu 48%.9 Hal
pok usia ini secara seksual masih aktif. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh karena perta-
ini sejalan dengan cara penularan HIV yang nyaan ini dianggap tabu oleh kultur timur
kebanyakan karena kontak seksual dengan sehingga jawaban responden cenderung
suami yang sudah terinfeksi HIV lebih dulu menutupi hal yang sebenarnya.
(76,7%).5 Paritas juga ditengarai menjadi salah
Pendidikan terbanyak adalah SMA satu faktor risiko terjadinya kanker ser-
yakni sebanyak 60% dengan mayoritas viks.7,8,10 Pada penelitian ini, responden
responden tidak bekerja (Ibu rumah tang- yang memiliki anak lebih dari 1 sebanyak
ga). Temuan ini cukup menarik karena ke- 83,3% (25 responden) dimana rerata jumlah
lompok ini pada umumnya memiliki risiko anak adalah 2, dengan jumlah anak terba-
yang rendah untuk mendapatkan infeksi nyak adalah 7. Pada penelitian ini 4 orang
HIV. responden mengalami keradangan pada sel-
Data yang dapat menjelaskan hal di- sel serviksnya dan disarankan untuk dilaku-
atas adalah cara penularan infeksi HIV pada kan tes ulang 3 bulan kemudian. Berikut
perempuan tersebut sebagian besar karena karakteristik responden yang mengalami
kontak seksual dengan suami yang sudah keradangan.
terinfeksi terlebih dahulu. Hal ini konsisten Responden diketahui saat ini meru-
pakan ibu rumah tangga, namun saat remaja

172 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


responden merupakan wanita penghibur di untuk total abnormalitas dan 3,3% untuk
sebuah panti pijat yang sekaligus menjaja- lesi pra kanker serviks) maka dapat menjadi
kan seks. Responden didiagnosis HIV di dasar sebuah penelitian yang lebih besar
Puskesmas Kalideres pada tahun 2014 saat dengan jumlah responden yang lebih ba-
dilakukan skrining tes HIV pada ibu hamil nyak untuk mencari faktor risiko mana yang
dan responden menjalani program PPIA paling bermakna pada perempuan HIV un-
(Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke tuk menderita kanker serviks.
Anak) dengan hasil akhir anak non reaktif Hasil dari penelitian dapat berguna
(tidak tertular HIV). bagi program HIV/AIDS berintegrasi den-
Hasil ini konsisten dengan berbagai gan program Kanker (PTM) untuk kebija-
penelitian yang dilakukan bahwa faktor- kan adanya skrining sitology serviks/pap
faktor risiko perempuan dengan HIV untuk smear bagi semua perempuan dengan infek-
mengalami keganasan berupa kadar CD4 si HIV karena termasuk populasi berisiko
dibawah 500 sel/mm311,12,13 selain faktor tinggi.
risiko umum lain yang memperkuat yaitu
berupa usia muda saat berhubungan sek- REFERENSI
sual,memiliki banyak pasangan seksual dan 1. Andrijono,2010. Kanker Serviks,
multipara.7,8 Edisi I, Divisi Onkologi, Dept
Pada penelitian ini tidak dilakukan Obstetri Ginekologi FKUI. Jakarta:
pemeriksaan HPV DNA oleh karena keter- Balai Penerbit FKUI
batasan dana, namun pemeriksaan ini san- 2. UNAIDS, 2016. HPV, HIV and
gat di rekomendasikan terutama pada ke- Cervical cancer Leveraging
lompok risiko tinggi seperti yang telah dis- synergies to save women’s lives.
ebutkan. UNAIDS 2016 Reference
3. Adebamowo, S. N., Olawande, O.,
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Famooto, A., Dareng, E. O.,
Prevalensi abnormalitas hapusan si- Offiong, R., & Adebamowo, C. A,
tology serviks pada perempuan yang men- 2017. Persistent Low-Risk and
gakses layanan di Puskesmas Kalideres cu- High-Risk Human Papillomavirus
kup tinggi yaitu sebanyak 16,7% dengan Infections of the Uterine Cervix in
prevalensi untuk lesi pra kanker serviks HIV-Negative and HIV-Positive
berupa ASCUS sebesar 3,3%. Faktor risiko Women. Frontiers in Public
yang terlihat berperan adalah multiparitas, Health, 5.
jumlah pasangan seksual lebih dari 1 (mul- https://doi.org/10.3389/fpubh.2017.
tipartner) dan kadar CD4 dibawah 500 00178
sel/mm3. Usia saat pertama berhubungan 4. Mariana, Mona, 2013. Kadar
seksual memberikan proporsi yang kecil Cluster Differentiation 4
pada total responden yang mengalami ab- berhubungan dengan prevalensi
normalitas hapusan serviks (1 dari 5 res- lesi prakanker serviks pada wanita
ponden), namun pada satu-satunya respon- terinfeksi Human
den yang memiliki kelainan lesi pra kanker Immunodeficiency Virus (Tesis).
dengan kategori ASCUS memiliki faktor Fakultas Kedokteran Universitas
risiko ini. Keterbukaan responden dalam Udayana
penelitian perlu di evaluasi lebih lanjut un- 5. Depkes RI, 2016. Infodatin AIDS
tuk pertanyaan yang bersifat tabu bagi nor- 2016
ma masyarakat. 6. Centers for Disease Control and
Jumlah responden yang sedikit me- Prevention, 2003. Revised
rupakan kelemahan penelitian ini. Namun classifications system for HIV
melihat prevalensi yang cukup tinggi untuk infection and expanded surveillance
terjadinya kelainan sitology serviks pada case definition for AIDS among
perempuan dengan HIV yang mengakses adolescents and adults. MMWR
layanan di Puskesmas Kalideres (16,7% 41:1-19

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 173


7. Schorge, et al, 2008. Preinvasive Obstetric and Gynaecology 19:269-
Lesions of the Lower Genital Tract. 276
In:Williams Gynecology 1st ed. The 11. Bower, M; Mazhar, D. & Stebbing,
McGraw-Hill, 2008 : 1224-1284 J., 2006. Should Cervical Cancer
8. Al-Haaathi L and Landay A., 2001. be An Acquired Immunodeficiency
HIV in the Female Genital Syndrome-Defining Cancer?
Tract:Viral Shedding and Mucosal Journal of clinical oncology
Immunity. Clinical Obstetric and 24:2417-2419
Gynecology. June 2001;44:144- 12. Parham et al, 2010. Implementation
153. of cervical cancer prevention
9. Wright CT et al., 1994. Cervical services for HIV-infected women in
Intraepithelial Neoplasia in Women Zambia: measuring program
Infected with Human effectiveness. PubMed in
Immunodeficiency Virus: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/
Prevalence, Risk Factors, and articles/PMC4237284
Validity of Papanicolaou Smears. 13. Massad et al, 2008. Squamous
Obstetrics&Gynaecology;84,1994:5 cervical lesions in women with
94 human immunodeficiency virus:
10. Chirenje, Z.M., 2005. HIV and long-term follow-up. PubMed in
cancer of the cervix. Clinical http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubm
ed/18515523

174 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELAKSANAANINISIASI ME-
NYUSUI DINI (IMD) DI PUSKESMAS PEMBINA PALEMBANG TAHUN 2017

Nilai Utami Nurhasanah1, Hanna Damanik, Indra Febriani


1
DIII Keperawatan Poltekkes Kemenkes Palembang

ABSTRAK

Latar Belakang :Angka kematian bayi merupakan indikator yang penting untuk mencerminkan
keadaan derajat kesehatan masyarakat. Di Indonesia sebagian besar kematian bayi terjadi pada
masa baru lahir (neonatal). Sebagian besar penyebab kematian pada bayi tersebut dapat dicegah
dengan melakukan Inisiasi Menyusui Dini (IMD), yang programnyatelahdiluncurkanolehW-
HO/UNICEF padatahun 2007. Data UNICEF tahun 2003 menyebutkan bahwa angka cakupan
praktik inisiasi menyusu dini di dunia sebesar 42% dalam kurun waktu 2005- 2010. Prevalensi
IMD di Indonesia lebih rendah yaitu 39%.Faktatersebutmenunjukkan program IMD di Indone-
sia belum sepenuhnya optimal terlaksana, sementara hasil Riskesdas menunjukkan kenaikan
pelaksanaan IMD dari 29,3% pada tahun 2010 menjadi 34,5 % pada tahun 2013. Data Riskesdas
tahun 2013 menyebutkan di Sumatera Selatan inisiasi menyusui dini kurang dari satu jam sete-
lah bayi lahir adalah sebesar 29,6 persen, sedikit meningkat dari tahun 2010 (29,2%).Puskesmas
Pembina merupakan salah satu puskesmas di kota palembang yang memberikan pelayanan
PONED. Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan diketahui bahwa puskesmas
Pembina memiliki program pelaksanaan IMD pada ibu pasca bersalin di puskesmas. Metode :
Penelitian ini merupakan penelitian survey dengan desain cross sectional. Hasil penelitian :
penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu, pe-
kerjaan ibu dan peran ayah dalam pelaksanaan IMD. Ada hubungan yang bermakna antara pen-
getahuan ibu dengan pelaksanaan IMD. Kesimpulan :Hendaknya penggalakan program IMD
tetap dilakukan di instansi kesehatan seperti puskesmas maupun klinik bersalin.
Kata Kunci : IMD

PENDAHULUAN Angka ini masih sangat rendah jika diban-


dingkan dengan negara lain di sebagian ne-
Angka kematian bayi merupakan in-
gara Asia Tenggara misalnya Myanmar
dikator yang penting untuk mencerminkan
(76%), Thailand (50%), dan Filipina (54%)
keadaan derajat kesehatan masyarakat. Di
(UNICEF, 2013). Faktatersebutmenunjuk-
Indonesia sebagian besar kematian bayi
kan program IMD di Indonesia belum se-
terjadi pada masa baru lahir (neonatal). Se-
penuhnya optimal terlaksana, sementara
bagian besar penyebab kematian pada bayi
hasil Riskesdas menunjukkan kenaikan pe-
tersebut dapat dicegah dengan melakukan
laksanaan IMD dari 29,3% pada tahun 2010
Inisiasi Menyusui Dini (IMD), yang pro-
menjadi 34,5 % pada tahun 2013 (Riskes-
gramnya telah diluncurkan oleh WHO/ UN-
das, 2010 dan Riskesdas, 2013).
ICEF pada tahun 2007. Program IMD ber-
IMD dapat memberikan manfaat, sa-
prinsip bahwa bukan ibu yang menyusui
lah satunya dapat meningkatkan daya tahan
bayi, tetapi bayi yang harus aktif menemu-
tubuh bayi. Hal ini sesuai dengan Kebijakan
kan sendiri putting susu ibu serta melaku-
The World Alliance for Breastfeeding Ac-
kan kontak kulit ibu dengan kulit bayi sege-
tion (Waba, 2013), bahwa pemberian IMD
ra setelah lahir selama paling sedikit satu
satu jam setelah kelahiran, merupakan ta-
jam.
hap penting untuk mengurangi kematian
Data UNICEF tahun 2003 menye-
bayi dan mengurangi banyak kematian neo-
butkan bahwa angka cakupan praktik inisia-
natal. Menyelamatkan 1 juta bayi dimulai
si menyusu dini di dunia sebesar 42% da-
dari satu tindakan, satu pesan dan satu du-
lam kurun waktu 2005- 2010. Prevalensi
kungan yaitu dimulai inisiasi dini dalam
IMD di Indonesia lebih rendah yaitu 39%.
satu jam pertama kelahiran.Inisiasi dinijuga

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 175


dapat meningkatkan daya tahan tubuh bayi sikan pendidikan ASI bagi suami dan ke-
sehingga mengurangi resiko kematian bayi luarga di perawatan antenatal (Roesli,
baru lahir (Roesli, 2008; Huliana, 2003). 2008). Menurut Febru hartanty (2008), ti-
Data Riskesdas tahun 2013 menye- dak semua suami dapat memberikan du-
butkan di Sumatera Selatan inisiasi menyu- kungan yang diharapkan kepada ibu me-
sui dini kurang dari satu jam setelah bayi nyusui. Suami akan mendukung praktik
lahir adalah sebesar 29,6 persen,sedikit me- pemberian ASI bila memiliki pengetahuan
ningkat dari tahun 2010 (29,2%). Namun yang baik tentang berbagai komponen yang
peningkatan signifikan terjadi pada proses- berhubungan dengan pemberian ASI, ber-
menyusui yang mencapai ≥ 48 jam setelah hubungan baik dengan ibu, dan juga terlibat
lahir, dari 8,7 persen (2010) menjadi 17 dalam keharmonisan hubungan pola me-
persen(2013). Persentase tertinggi IMD satu nyusui tripartite yaitu antara suami, ibu dan
jam setelah lahir tertinggi di Ogan Ilir bayi (Paramita, 2008).
(60,2%) dan terendah di Ogan Komering Puskesmas Pembina Palembang me-
Ulu Selatan dan Kota Prabumulih (13,2%). rupakan salah satu puskesmas di wilayah
Praktik IMD di Provinsi Sumatera Plaju Palembang yang telah memiliki fasili-
Selatan belum dilakukan secara luas oleh tas rawat inap. Puskesmas Pembina juga
tenaga penolong persalinan, sehingga ber- merupakan salah satu puskesmas di kota
dampak pada persentase mulai menyusu palembang yang memberikan pelayanan
kurang dari satu jam hanya sebesar29,2% PONED. Berdasarkan studi pendahuluan
(Badan Penelitian dan Pengembangan Ke- yang telah dilakukan diketahui bahwa
sehatan 2010). Rendahnya angka pelaksa- puskesmas Pembina memiliki program pe-
naan IMD secara langsung berimbas terha- laksanaan IMD pada ibu pasca bersalin di
dap cakupan ASI eksklusif di Provinsi Su- puskesmas.
matera Selatan yang belum memenuhi tar- Berdasarkan latar belakang diatas
get nasional (80%) yaknihanya 69,99% maka kami memandang penting untuk me-
(Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera lakukan penelitian dengan judul “Faktor-
Selatan 2010). Selain itu, cakupan pembe- faktor Yang berhubungan dengan Pelaksa-
rian ASI secara eksklusif di Kota Palem- naan IMD di Puskesmas Pembina Palem-
bang pada tahun 2013 jugabelum memenu- bang”. Penelitian ini bertujuan untuk
hi target nasional, yakni hanya 71% walau- mengetahui Faktor-Faktor Yang Mempen-
pun meningkat dibandingkan dengan tahun garuhi Pelaksanaan IMD Di Puskesmas
2012 (63%) (Dinas Kesehatan Kota Palem- Pembina Palembang Tahun 2017.
bang2013).
Rendahnya penerapan IMD pada ibu METODE
pasca bersalin disebabkan oleh beberapa Penelitian ini menggunakan desain
faktor. Banyak aspek yang mempengaruhi cross sectional, yang bertujuan untuk meli-
pelaksanaan praktik IMD, antara lain ada- hat Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pe-
lah ibu menyusui menghadapi banyak ham- laksanaan IMD Di Puskesmas Pembina Pa-
batan yang berhubungan dengan pelayanan lembang Tahun 2017.Variabel yang diteliti
yang diperoleh di tempat persalinan, du- adalah variabel pelaksanaan IMD dan va-
kungan yang diberikan oleh anggota ke- riabel pendidikan, pekerjaan dan pengeta-
luarga di rumah, banyaknya ibu yang belum huan ibu serta peran ayah dalam pelaksa-
dibekali pengetahuan yang cukup tentang naan inisiasi menyusui dini.Sampel pada
teknik menyusui yang benar dan manaje- penelitian ini ditetapkan secara purposive
men kesulitan laktasi, selain itu penerapan sampling adalah pengambilan sampel seca-
IMD juga diketahui banyak dipengaruhi ra sengaja sesuai dengan persyaratan sam-
oleh budaya dan norma yang berkembang pel yang diperlukan. Sampel pada peneli-
di kalangan anggota keluarga dan masyara- tian ini adalah ibu yang memiliki bayi.
kat secara umum. Sampel yang didapat sebanyak 50 orang.
Peran suami dalam keberhasilan me- Pengumpulan data dilakukan dengan obser-
nyusui sangat besar. Michigan State Uni- vasi langsung dengan menggunakan in-
versity (AMB News 2003) merekomenda-

176 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


strumen kuisioner. Pengolahan data meng- Hasil analisis univariat dilakukan untuk
gunakan media elektronik yaitu komputer melihat gambaran karakteristik responden
dengan aplikasi SPSS. Analisis data dilaku- berdasarkan variabel independent yang te-
kan menggunakan analisis Univariat dan lah ditetapkan. Dalam penelitian ini varia-
analisis Bivariat. bel independent meliputi pendidikan res-
ponden, pekerjaan responden, pengetahuan
responden dan peran suami.
HASIL
Analisis Univariat

Tabel 1. Gambaran Karakteristik Respoden

No Karakteristik Frekuensi %
1 Usia
- < 25 Tahun 11 22
- ≥ 25 Tahun 39 78
Total 50 100
2 Tingkat Pendidikan
- Tinggi 10 20
- Sedang 39 78
- Rendah 1 2
Total 50 100
3 Pekerjaan
- Tidak Bekerja 40 80
- Bekerja 10 20
Total 50 100
4 Pengetahuan
- Baik 20 40
- Cukup 19 38
- Buruk 11 22
Total 50 100

Berdasarkan tabel diatas diketahui dasarkan karakteristik pekerjaan dapat dili-


bahwa dari karakteristik usia responden hat bahwa respoden yang tidak bekerja le-
yang berusia diatas dan sama dengan 25 bih banyak yakni sebesar 80%. Untuk gam-
tahun lebih dominan yakni 78%. Dari ka- baran tingkat pengetahuan responden ten-
rakteristik tingkat pendidikan diketahui tang IMD diketahui bahwa responden den-
bahwa responden dengan tingkat pendidi- gan tingkat pengetahuan baik lebih domi-
kan sedang lebih banyak yakni 78 %. Ber- nan yakni sebesar 40%.

Tabel 2. Gambaran Peran Ayah


No Peran Ayah Frekuensi %
1 Baik 25 50
2 Kurang Baik 25 50
Total 50 100

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa ba-


lita jumlah responden dengan peran ayah
baik maupun kurang baik sama besarnya.

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 177


Tabel 3. Gambaran Pelaksanaan IMD
No IMD Frekuensi %
1 Dilakukan 34 68
2 Tidak Dilakukan 16 32
Total 50 100

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa Analisis bivariat dilakukan untuk me-
ibu bersalin yang melakukan IMD lebih lihat hubungan antara variabel independen
banyak dibandingkan dengan ibu bersalin dalam hal ini variabel pendidikan, peker-
yang tidak melakukan IMD yakni sebesar jaan, pengetahuan dan peran ayah dengan
68%. variabel dependen yakni pelaksanaan IMD.
Analisis biivariat menggunakan uji Chi
Analisis Bivariat Square dengan derajat kemaknaan sebesar
95%.

Tabel 4. Tabulasi Silang Antara Pendidikan Dengan Pelaksanaan IMD


Pendidikan Pelaksanaan IMD Total P Value
Dilakukan Tidak Dilakukan
f % f % f %
Tinggi 5 50 5 50 10 100
Sedang 29 74.4 10 25.6 39 100 0.114
Rendah 0 0 1 100 1 100
Jumlah 34 68 16 32 50 100

Hasil analisis hubungan antara ting- kan sedang tetatpi tidak melakukan IMD.
kat pendidikan dengan pelaksanaan IMD Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0.114,
diperoleh bahwa ada sebanyak 29 (74.4%) maka dapat disimpulkan tidak ada hubun-
responden memiliki tingkat pengetahuan gan yang bermakna antara tingkat pendidi-
sedang dan melaksanakan IMD dan ada 10 kan dengan pelaksanaan IMD .
(25.6%) responden dengan tingakt pendidi-

Tabel 5. Tabulasi Silang Antara Pekerjaan Dengan Pelaksanaan IMD


Pekerjaan Pelaksanaan IMD Total P Value
Dilakukan Tidak Dilakukan
f % f % f %
Bekerja 5 50 5 50 10 100 0.256
Tidak Bekerja 29 72.5 11 27.5 40 100 (0.637-10.914)
Jumlah 34 68 16 32 50 100

Hasil analisis hubungan antara status ponden yang tidak bekerja dan melakukan
pekerjaan dengan pelaksanaan IMD dipero- IMD. Hasil uji statistik diperoleh nilai p =
leh bahwa ada sebanyak 11 (27.5%) res- 0.256 maka dapat disimpulkan bahwa tidak
ponden yang tidak bekerja dan tidak mela- ada hubungan yamg bermakna antara pe-
kukan IMD, kemudian ada 29 (72.5%) res- kerjaan dengan pelaksanaan IMD .

178 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


Tabel 6. Tabulasi Silang Antara Tingkat Pengetahuan Ibu Dengan Pelaksanaan IMD
Pengetahuan Pelaksanaan IMD Total P Value
Dilakukan Tidak Dilakukan
f % f % f %
Baik 14 70 6 30 20 100
0.015
Cukup 13 92.9 1 7.1 14 100
Buruk 7 43.8 9 56.2 16 100
Jumlah 34 68 16 32 50 100

Hasil analisis hubungan antara ting- miliki pengetahuan buruk dan melaksana-
kat pengetahuan dengan pelaksanaan IMD kan IMD. Hasil uji statistik diperoleh nilai
diperoleh bahwa ada sebanyak 9 (56.2%) p = 0.015 maka dapat disimpulkan ada hu-
yang berpendidikan buruk dan tidak melak- bungan yang bermakna antara tingkat pen-
sanakan IMD dan ada 7 (43.8%) yang me- getahuan dengan pelaksanaan IMD.

Tabel 7. Tabulasi Silang Antara Peran Ayah Dengan Pelaksanaan IMD


Peran Ayah Pelaksanaan IMD Total P Value
Dilakukan Tidak Dilakukan
f % f % f %
Baik 18 72 7 28 25 100 0.762
Kurang baik 16 64 9 36 25 100 (0.438-4.781)
Jumlah 34 68 16 32 50 100

Hasil analisis hubungan antara peran yang bermakna antara pendidikan ibu
ayah dengan pelaksanaan IMD diperoleh dengan keberhasilan IMD dengan nilai P =
bahwa ada yang berpenedidikan buruk dan 0,38.
tidak melaksanakan IMD dan ada 18 (72%) Dari gambaran pendidikan responden
respondeng dengan peran ayah baik dan diketahui bahwa responden umumnya
melakukan IMD. Hasil uji statistik dipero- memiliki tingkat pendidikan sedang yakni
leh nilai p = 0.762 maka dapat disimpulkan SMP dan SMA. Responden dengan tingkat
bahwa tidak ada hubungan yang bermakna pendidikan rendah hanya 1 orang. Tetapi
antara peran ayah dengan pelaksanaan dengan pendidikan yang cukup tinggi
IMD. tersebut belum tentu mau menyerap dan
menerima informasi mengenai IMD.
PEMBAHASAN Tingkat pendidikan saja tidak cukup tanpa
Hasil uji statistik diperoleh nilai p = disertai pengetahuan dan sikap yang bisa
0.114, maka dapat disimpulkan tidak ada mempengaruhi tindakan. Pendidikan formal
hubungan yang bermakna antara tingkat merupakan salah satu factor lingkungan
pendidikan dengan pelaksanaan IMD . Ha- sosial yang dapat berhubungan langsung
sil penelitian ini sesuai dengan hasil peneli- dengan perilaku kesehatan. Meskipun
tian yan dilakukan oleh Fifi Idramukti ten- pendidikan formal individu sama, belum
tang Faktor yang Berhubungan dengan tentu mempunyai kermampuan yang sama
Praktik Inisiasi Menyusui Dini (IMD) pada dalam mengindera materi tentang Inisiasi
Ibu Pasca Bersalin Normal Di Wilayah Ker- MenyusuDini (IMD) sampai menghasilkan
ja Puskesmas Blado I. pengetahuan tentang hal tersebut
Penelitian ini juga sejalan dengan (Notoatmodjo,2003).
penelitian Adryani Mujur dkk yang Hasil analisis hubungan antara status
berjudul Faktor Keberhasilan Inisiasi pekerjaan dengan pelaksanaan IMD dipero-
Menyusu Dini (Imd) Di Puskesmas leh bahwa tidak ada hubungan yamg ber-
Jumpandang Baru Tahun 2014. Didapat makna antara pekerjaan dengan pelaksa-
hasil bahwa bahwa tidak ada hubungan naan IMD.

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 179


Dari gambaran pekerjaan responden bahwa ada yang berpenedidikan buruk dan
diketahui bahwa responden yang tidak be- tidak melaksanakan IMD dan ada 18 (72%)
kerja atau ibu rumah tangga lebih banyak respondeng dengan peran ayah baik dan
dibandingkan dengan ibu yang bekerja. Dan melakukan IMD. Hasil uji statistik dipero-
dari hasil tabulasi silang ibu yang bekerja leh nilai p = 0.762 maka dapat disimpulkan
maupun yang tidak bekerja, sama dalam bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
pelaksanaan IMD. Dari hasil ini disimpul- antara peran ayah dengan pelaksanaan
kan bahwa pekerjaan merupakan karakteris- IMD.
tik yang melekat pada seseorang dan terka- Hasil penelitian ini berbeda dengan
dang tidak mempengaruhi seseorang dida- hasil penelitian oleh Suryani dengan judul
lam berperilaku. Dalam hal ini bekerja atau Hubungan Dukungan Suami Dengan Pelak-
tidak bekerja tidak memberi pengaruh ter- sanaan InisiasiMenyusui Dini Pada Ibu Post
hadap pelaksanaan IMD. Partum Di Bps Kota Semarang.Berdasarkan
Hasil analisis hubungan antara ting- hasil analisa menggunakan uji Chi square
kat pengetahuan dengan pelaksanaan IMD diperoleh hasil bahwa ada hubungandukun-
diperoleh bahwa nilai p = 0.015 maka dapat gan suami dengan pelaksanaan inisiasi me-
disimpulkan ada hubungan yang bermakna nyusui dini pada ibu postpartum di BPS Ny.
antara tingkat pengetahuan dengan pelaksa- Ida Purwanto Semarang.
naan IMD. Jadi dapat disimpulkan bahwa peran
Hasil penelitian ini sesuai dengan ha- yah bukan menjadi faktor penentu dalam
sil penelitian oleh Hidayat yang berjudul pelaksanaan IMD. Akan tetapi walaupun
Perbandingan Pelaksanaan Inisiasi Menyu- demikian peran ayah sebaiknya tetap dila-
su Dini Berdasar Tingkat Pengetahuan Ibu kukan mengingat sosok ayah merupakan
Hamil. Hasil uji chi-square menunjukkan sosok yang sangat penting dalam sebuah
bahwa variabel tingkat pengetahuan memi- keluarga dan merupakan pengambil kebija-
liki hubungan bermakna dengan pelaksa- kan utama dalam rumah tangga.
naan IMD dengan angka signifikansi sebe-
sar p=0.029. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Hasil penelitian ini berbeda dengan Adapun kesimpulan dari penelitian
penelitian Adryani Mujur dkk yang berjudul ini adalah tidak ada hubungan yang ber-
Faktor Keberhasilan Inisiasi Menyusu Dini makna antara pendidikan ibu, pekerjaan ibu
Di Puskesmas Jumpandang Baru Tahun dan peran ayah dalam pelaksanaan IMD.
2014. Hasil Analisis Statistik Menunjukkan Ada hubungan yang bermakna antara pen-
Bahwa Tidak Ada Hubungan yang bermak- getahuan ibu dengan pelaksanaan IMD.
na antara pengetahuan ibu dengan keberha- Hendaknya penyebaran informasi tentang
silan IMD dengan nilai P = 0,63. Inisiasi menyusui Dini dilakukan secara
Banyak hal yang dapat mengaki- rutin sehingga para ibu-ibu memahami pen-
batkan perbedaan ini seperti karakteristik tingnya melaksanakan IMD dan penggala-
sampel, besar sampel, alat ukur dan lain kan program IMD tetap dilakukan di in-
sebagainya. stansi kesehatan seperti puskesmas maupun
Dari hasil penelitian ini disimpulkan klinik bersalin.
bahwa tingkat pengetahuan memiliki pen-
garuh yang signifikan, yaitu semakin tinggi REFERENSI
tingkat pengetahuan ibu tersebut kemung-
kinan pelaksanaan IMD akan semakin be- Ahmad ,E, dkk,2012. Faktor determinan
sar. Hal ini dapat menjadi dasar pertimban- status kesehatan bayi neonatal di
gan dalam upaya peningkatan pengetahuan RSKDIA Siti Fatimah Makasar. Mass
ibu. Sebaiknya ibu terus diberi paparan in- ISN 1978 0575
formasi tentang IMD sehingga angka pelak- Arora, S. et al. 2000. ‘Major Factors In-
sanaan IMD akan meningkat dan angka fluencing Breastfeeding Rates: Moth-
kematian bayi akan menurun. er'sPerception of Father's Attitude
Hasil analisis hubungan antara peran and Milk Supply’, Pediatrics, vol.
ayah dengan pelaksanaan IMD diperoleh 106,no. 5, pp. e67.

180 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


Balitbangkes Kemenkes R, 2010. Riset Ke- natal Esensial, Pedoman Teknis Pe-
sehatan Dasar , RISKESDAS Jakar- layanan Kesehatan Dasar
ta Balitbang kesehatan Kementerian kesehatan RI Kementerian
Balitbangkes Kemenkes RI, 2013. Riset Kesehatan RI 2015 , Situasi dan Ana-
Kesehatan Dasar , RISKESDAS Ja- lisis ASI Ekslusif, Pusat data Infor-
karta masi
Balitbang kesehatan RIBar-Yam, NB and Kosim, M,S., 2012. Buku Ajar Neonatologi,
Darby L. 1997. ‘Fathers and Breast- Cetakan Kedua, Badan Penerbit
feeding: A Review of TheLiterature’, IDAI, Jakarta
J Hum Lact, vol. 13, pp. 45–50. Kresnawan, dkk.2008. AsuhanPersalinan
BPS, BKKBN, Kemenkes, Measure DHS, Normal danInisiasiMenyusuDi-
ICF International, 2012. Laporan ni.Jakarta: JNPK-KR.
Pendahuluan SDKI 2012. Rosita, Syarifah, 2008, ASI untuk kecerda-
http://www.bkkbn.go.id. Diakses san Bayi,Ayyana,Yogyakarta.
tanggal 4 Februari 2016 Roesli, Utami. 2000. Mengenal ASI Eksklu-
Cohen, R., Linda L and Wendy, S. 2002. ‘A sif. Jakarta: TrubusAgriwidya.
Description of Male- Saifudin AB, dkk. Buku acuan nasional
FocusedBreastfeeding Promotion pelayanan kesehatan maternal dan
Corporate Lactation Program’, J neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sar-
Hum Lact,vol. 18, no. 1. wono Prawirohardjo. Jakarta. 2000
Departemen Kesehatan RI. Desember Sirajuddin S, dkk2013. Determinan Pelak-
2008.,Pesan-pesan Tenaga Inisiasi sanaan Inisiasi Menyusui Dini. Jur-
Menyusui Dini (IMD) dan Air Susu nalkesmas.ui.ac.id/vol 8 no 3. Di-
Ibu (ASI) Eksklusif untuk Tenaga Ke- akses tanggal 20 Februari 2018.
shatan dan Keluarga Indone- Tanti Apriani, 2010, pengaruh inisiasi me-
sia,Direktorat Bina Kesehatan Ma- nyusui dini trehadap pencegahan hi-
syarakat Direktorat Bina Gizi Masya- potermi pada bayi baru lahir di kli-
rakat, Jakarta nik bersalin Mariani dan klinik ra-
Djaja,S(2009) Peran faktor sosial ekonomi, mini medan, karya Tulis ilmiah Pro-
biologi dan pelayanan kesehatan ter- gram studi DIV Bidan pendidik, FIK
hadap kesakitan dan kematian neo- USU
natal. Majalah kedokteran indonesi Unicef , 2012, Indonesia.Ringkasan Kajian
Vol 59 no 8 Kesehatan Ibu dan Anak. [Online].
Erwiandika, 2016, Daya tahan Tubuh wa- [diakses 10 Februari 2016].Available
nita lebih baik dibanding Pria, Info at :http://www.unicef.org/ indone-
kesehatan, Sehat A-Z sia/id/A5
Hotma Suahur Hutagaol dkk, 2014, Penga- Utami, Roesli. 2008, Inisiasi Menyusui Dini
ruh Inisiasi menyusui dini (IMD) Plus ASI Eksklusif, pustaka Bunda,
terhadap suhu dan kehilangan Panas Jakarta
pada bayi baru lahir, Jurnal keseha- Waba, 2013. For breasfeeding to suc-
tan Andalas 3(3) cee,mothers need to supported. The
Kementerian kesehatan RI 2010. BUKU word Alliance for Breastfeeding Ac-
SAKU Pelayanan Kesehatan Neo- tion,tersedia di www wabaorg
mv,diakses tanggal 2 Januari 2017.

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 181


PENGEMBANGAN KARIR PERAWAT MELALUI PENDIDIKAN

Sri Yulia1, Muliyadi2


1
STIKes Muhammadiyah Palembang
2
Poltekkes Kemenkes Palembang
(Email: mylia_sriplg@yahoo.com , HP +6281279068474)

ABSTRAK

Latar belakang: Pelayanan keperawatan berkualitas dapat diberikan dengan mengedepankan


pendekatan keilmuan untuk membentuk pelayanan keperawatan sebagai professional. Pelayanan
keperawatan yang berkualitas dapat diwujudkan jika sumber daya keperawatan merupakan te-
naga professional keperawatan yang berhasil dalam karirnya berdasarkan peran dan tanggung
jawab yang dijalani. upaya membangun kualitas pelayanan keperawatan tidak terlepas dari
upaya membangun pengembangan karir perawat melalui pendidikan yang akan digambarkan
dalam tulisan ini. Metode: Studi terhadap berbagai literatur yang terkait dengan pengembangan
karir perawat dan pendidikan keperawatan. Literatur yang ditelaah khususnya dalam bentuk re-
gulasi terkait pengembangan karir dan pendidikan keperawatan di Indonesia. Hasil: Berbagai
regulasi menjadi dasar alasan pentingnya pengembangan jenjang karir perawat dalam berbagai
tatanan. Perawat dalam tatanan klinis membutuhkan keberhasilan dalam aspek pengembangan
karirnya. Hal ini menjadi penentu dan berhubungan dengan mutu pelayanan profesional kepe-
rawatan yang dapat diperoleh melalui pendidikan. Kesimpulan: Upaya peningkatan karir mela-
lui pendidikan memerlukan upaya yang melibatkan personal perawat, institusi, pemerintah
maupun organisasi profesi. Perlu diidentifikasi implementasinya pada tiap area maupun lingkup
pelayanan untuk dijadikan dasar pengembangan langkah untuk optimalisasi jenjang karir pera-
wat dalam berbagai tatanan.
Kata Kunci : perawat, pendidikan, jenjang karir

ABSTRACT

Background: High quality of nursing care can be given as it puls the scientific approach for
professional of nursing care. The high quality of nursing care can be manifested if nurses re-
sources who propers in his careers basen on their roles and responsibilities. The efforts to build
up the quality of nursing services cannot be separated from the efforts to build up career devel-
opment for the nurse who often says through education to be described in this paper. Methods:
The study of literature that associated with the development of the nursing career who often
says and nursing career. Literature that it has been reviewed spesifically in the form of licensing
requirements and regulations imposed that relates to the development of nursing career and
nursing education in Indonesia. Results: A range of new regulation become the basis of reason
the importance of developing in a variety of the level of nursing career. A nurse in order of the
level of clinical setting requires to evaluate the aspect of their nursing carreer development.
This is led to a determining factor of and its associated with quality of nursing professional ser-
vices which may be obtained through education. Conclusions: The effort to improve the nursing
career through education needs to be conntinuous involving personal by the nurse, by institu-
tion, by the goverment and by the organization of profession. Need to be identified how its im-
plemented in each division of the area or scope of services as a basis of the development and
optimalized of nursing career.
Keywords: nurse, education, career level.

182 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


PENDAHULUAN cang dan dikembangkan sebagai bagian dari
upaya membangun dan mengembangkan
Pelayanan keperawatan adalah suatu
kualitas pelayanan keperawatan. Paparan
bentuk pelayanan profesional yang
berikut bertujuan untuk memberikan gam-
merupakan bagian integral dari pelayanan
baran tentang pengembangan karir perawat
kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan
melalui pendidikan.
kiat keperawatan ditujukan kepada
individu, keluarga, kelompok, atau
METODE
masyarakat, baik sehat maupun sakit (UU
Nomor 38 tahun 2014). Keperawatan Metode yang digunakan dalam tuli-
sebagai profesi terdepan dalam bidang san ini menggunakan studi terhadap berba-
kesehatan melaksanakan pelayanan gai literatur yang terkait dengan pengem-
kesehatan dengan berlandaskan ilmu dan bangan karir perawat dan pendidikan kepe-
teknologi keperawatan ditujukan untuk rawatan. Literatur yang ditelaah khususnya
memenuhi kebutuhan dasar manusia yang dalam bentuk regulasi terkait pengemban-
diakibatkan karena cidera, penyakit maupun gan karir dan pendidikan keperawatan.
kebutuhan seiring pertumbuhan dan
perkembangan. HASIL DAN PEMBAHASAN
Keperawatan merupakan profesi
bidang kesehatan yang mengaplikasikan Keberhasilan dalam karir dapat diar-
keilmuan dan seni dalam merawat. tikan sebagai mampu melakukan hal
“Nursing is Science and Art”. Nursing yang terbaik. Seorang perawat yang mela-
science atau keilmuan keperawatan kukan pelayanan keperawatan terbaik yang
dibutuhkan dalam rangka memberikan memenuhi standar berarti perawat tersebut
pelayanan berkualitas dengan adalah orang yang berhasil dalam karir.
mengedepankan pendekatan keilmuan Pengertian lainnya menggambarkan bahwa
untuk membentuk pelayanan keperawatan berhasil dalam karir adalah fokus pada tu-
sebagai bentuk pelayanan professional. juan. Keberhasilan dalam karir dapat diraih
Pelayanan keperawatan berkualitas jika individu fokus pada pencapaian tujuan.
membutuhkan sumber daya keperawatan Deskripsi lainnya terkait berhasil dalam
yang kompeten dan professional. Pelayanan karir adalah percaya, berhasil dalam karir
keperawatan yang berkualitas dapat adalah mampu menyeimbangkan pekerjaan
diwujudkan jika sumber daya keperawatan dengan semangat, berhasil dalam karir juga
merupakan tenaga professional diartikan berlimpah seperti berlimpah kese-
keperawatan yang berhasil dalam karirnya hatan, berlimpah jaringan/ hubungan, dan
berdasarkan peran dan tanggung jawab berlimpah teman. Berhasil dalam karir juga
yang dijalani. Perawat pelaksana yang diartikan belajar hal baru dari hidup, berha-
berhasil dalam karir adalah perawat sil dalam karir itu bila bisa membantu orang
pelaksana yang mampu memberikan lain, dan lain sebagainya yang diartikan
pelayanan berkualitas dalam memberikan sebagai keberhasilan dalam karir.
pelayanan terhadap pasien dengan kualitas Berbagai pengertian di atas menun-
terbaik. Perawat manajer yang berhasil jukkan bahwa berhasil dalam karir sebagai
dalam karir adalah perawat manajer yang seorang perawat antara lain adalah jika pe-
mampu mengelola sumber daya yang rawat mampu memberikan pelayanan ter-
dimiliki untuk digerakkan dan diarahkan baik bagi pasien, fokus terhadap pencapaian
dalam rangka pencapaian tujuan bersama tujuan pelayanan keperawatan, mampu be-
berupa mutu pelayanan keperawatan yang kerjasama dan berkolaborasi secara efektif,
optimal. memiliki semangat dalam pekerjaan, dan
Keberhasilan dalam karir perawat, sebagainya.
dapat diraih dengan upaya membangun
kualitas pendidikan, baik pendidikan formal
dan non formal berupa pendidikan berke-
lanjutan berbasis kompetensi yang diran-

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 183


Bagaimana menjadi perawat yang ber- makna pendidikan menjadi penting dalam
hasil dalam karir? membangun keberhasilan perawat dalam
karirnya sebagai profesional. Alasan ini
Keperawatan merupakan bentuk pe-
mengarah pada pengembangan karir klinis
layanan professional yang ditujukan kepada
seorang perawat.
individu, keluarga, kelompok dan masyara-
Alasan tersebut jika dilihat dari ber-
kat. Keperawatan memiliki area/ tempat
bagai regulasi dan pedoman yang ada anta-
pelayanan yang luas baik pelayanan dalam
ra lain:
lingkup RS maupun berbasis masyarakat,
1. Keperawatan merupakan science and
dengan kompleksitas peran yang dapat di-
art. Praktek keperawatan dibangun
kembangkan untuk meraih keberhasilan
melalui penguasaan pengetahuan dan
dalam karir sebagai seorang perawat.
teknologi serta seni dalam
Lingkup area dan tempat yang
menerapkannya.
menggambarkan keberhasilan perawat da-
2. Perawat memiliki tanggung jawab
lam menjalani karir sebagai perawat dapat
terhadap prakteknya untuk senantiasa
mencakup sebagai dosen maupun perawat
melakukan upaya peningkatan
di berbagai area pelayanan seperti area pe-
kompetensi melalui belajar secara terus
rawatan kritis, perawatan akut, perioperatif,
menerus yang tertuang dalam Kode
komunitas, perawatan mental dan lingkup
Etik (ICN, 2012; ANA, 2015; PPNI,
perawatan spesifik lainnya. Peran yang di-
2000)
jalani dalam lingkup profesi perawat pun
3. Bab 5 UU Kesehatan No. 36 tahun
juga meliputi banyak peran, seperti sebagai
2014 pasal 25 yang menyatakan bahwa
perawat pelaksana, perawat manajer, pera-
pengadaan dan peningkatan mutu
wat pendidik maupun perawat peneliti.
tenaga kesehatan diselenggarakan oleh
Berhasil dalam karir profesional se-
pemerintah/ pemerintah daerah/
bagai perawat dapat dicapai dengan berba-
masyarakat melalui pendidikan dan
gai cara. Misalnya: dengan menjadi ketua
atau pelatihan.
atau anggota komite keperawatan, pengurus
4. Bab X pasal 53 UU Keperawatan No.
organisasi profesi (PPNI), maupun menjadi
38 tahun 2014 yang menyatakan bahwa
bagian dari tim yang memberikan dukungan
Pengembangan Praktik Keperawatan
terhadap kualitas pengelolaan institusi se-
dilakukan melalui pendidikan formal
perti KKP RS, tim akreditasi, maupun tim
dan non formal atau pendidikan
lainnya yang berhubungan dengan muutu
berkelanjutan
pelayanan RS maupun keperawatan.
5. PMK RI No. 40 tahun 2017 tentang
Berhasil dalam karir melalui pendidikan PENGEMBANGAN JENJANG
Pendidikan diperlukan untuk mem- KARIR PROFESIONAL PERAWAT
bentuk perawat yang memiliki kompetensi KLINIS yang menjadi dasar pentingnya
sehingga mampu memberikan pelayanan kompetensi dalam pengembangan
keperawatan berkualitas dan mampu men- jenjang karir profesional perawat.
capai tujuan yang diinginkan. Pendidikan 6. Evaluasi Kompetensi – Karier perawat
keperawatan identik dengan proses belajar membutuhkan pendidikan
(learning process) yang merupakan upaya berkelanjutan. Hal ini merujuk pada
sadar dan terencana untuk membentuk per- Keputusan DPP PPNI No.
sonal perawat yang berpengetahuan, memi- 017F/DPP.PPNI/ SK/K/S/II/2016
liki sikap yang positif serta memiliki skill Keberhasilan perawat dalam tatanan
atau keterampilan yang diperlukan untuk klinis merupakan hal yang penting. Perawat
memberikan pelayanan keperawatan yang perlu berhasil dalam karirnya pada tatanan
berkualitas. Pendidikan keperawatan dapat klinis karena:
berbentuk formal maupun non formal. a) Melalui keilmuan keperawatan, pera-
Perawat perlu membangun kualitas- wat menggunakan pengetahuan ten-
nya sebagai seorang perawat melalui pendi- tang anatomi fisiologi, kimia, mikrobi-
dikan. Ada beberapa alasan yang membuat ologi, psikologi dan sosiologi serta il-

184 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


mu humaniora lainnya dalam meme- lanjut), maupun melalui pendidikan
nuhi kebutuhan pasien dan latihan (pelatihan professional)
b) Dasar bagi praktek perawat didasarkan 2. Melakukan upaya mandiri melalui
evidence belajar di tatanan klinik secara
c) Perawat adalah membutuhkan belajar proaktif khususnya melalui
sepanjang hayat (lifelong learning) berbagai aktifitas keperawatan yang
d) Perawat adalah pelindung pasien (ad- secara nyata dapat dipelajari dan
vocate) yang harus berpengetahuan dikembangkan
e) Memberikan pelayanan kepada indivi-
Institusi/ Pelayanan Kesehatan
du, keluarga dan komunitas dengan pe-
ran sebagai pemberi pelayanan, peneli- 1. Merumuskan kebijakan/ standar
ti, pendidik dan pengelola pendidikan/ pelatihan bagi staf
f) Perawat adalah anggota team keseha- perawat yang mampu mendorong
tan yang membangun kolaborasi den- aktivitas pendidikan/ learning
gan professional lainnya (effective col- activities bagi staf, misalnya setiap
laborator with Nursing Science for perawat minimal mendapatkan
collaboration with others professional) training program minimal 40 jam
setiap tahun, evaluasi kompetensi
Tanggung jawab untuk pengemban- untuk peningkatan jenjang karier
gan karir perawat adalah tanggung jawab perawat, persyaratan pendidikan
yang tidak hanya diemban oleh perawat itu level tertentu untuk setiap jenjang
sendiri. Beberapa komponen yang berperan jabatan perawat.
dan bertanggung jawab terhadap pendidi- 2. Mengirimkan staf perawat untuk
kan perawat (formal/ non formal) antara mengikuti program pendidikan
lain: lanjut ke jenjang pendidikan yang
1. Pribadi/ personal perawat, sebagai lebih tinggi
wujud tanggung jawab personal 3. Mengirimkan staf perawat untuk
dirinya sebagai professional kesehatan mengikuti pendidikan dan latihan
2. Institusi, memiliki kewajiban untuk (diklat) keahlian/ kompetensi
membentuk perawat kompeten yang sehingga memperoleh sertifikasi
mampu menghasilkan kualitas pada keahlian tertentu.
pelayanan 4. Melaksanakan program pelatihan
3. Pemerintah daerah/ pemerintah internal (inhouse training) pada
4. Organisasi profesi di berbagai level, berbagai bentuk program
memiliki kewajiban untuk membina peningkatan kualitas asuhan
dan membentuk professional keperawatan dan pengelolaan
keperawatan yang bermutu dan pelayanan keperawatan.
berkualitas 5. Membentuk lingkungan organisasi/
instutusi pembelajar melalui
Upaya untuk mencapai keberhasilan da-
pembentukan budaya belajar bagi
lam karir melalui pendidikan
perawat.
Beberapa upaya yang seharusnya di-
Pemerintah Daerah/Pemerintah
lakukan agar perawat dapat berhasil dalam
karir melalui pendidikan adalah: 1. Merumuskan dan mendorong
lahirnya kebijakan terkait sistem
Pribadi/Personal Perawat
pelayanan keperawatan, pendidikan
1. Memperkuat kesadaran diri atas yang memberi kesempatan kepada
perilaku professional yang perawat untuk mengembangkan diri
digariskan oleh standar etik, standar melalui pendidikan formal atau
professional yaitu terus nonformal atau pendidikan
mengembangkan diri melalui upaya berkelanjutan
pendidikan/ belajar, baik melalui 2. Mengembangkan berbagai program
pendidikan formal (pendidikan pengembangan kualitas Sumber

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 185


Daya Manusia Keperawatan untuk KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
peningkatan mutu dan kualitas
Pengembangan karir perawat melalui
pelayanan keperawatan.
pendidikan mencakup upaya personal dan
upaya yang membutuhkan dukungan dari
Organisasi Profesi
berbagai pihak antara lain institusi, peme-
1. Turut terlibat dan proaktif rintah dan organisasi profesi. Sebaiknya
merumuskan dan mengevaluasi upaya tersebut diidentifikasi implementa-
standar pendidikan keperawatan, sinya pada tiap area maupun lingkup pe-
standar pelayanan keperawatan dan layanan untuk dijadikan dasar pengemban-
berbagai standar lainnya yang gan langkah untuk mencapai jenjang karir
diperlukan sebagai acuan dalam yang optimal bagi tenaga perawat dalam
proses penjaminan mutu pelayanan berbagai tatanan.
keperawatan.
2. Turut terlibat dan proaktif REFERENSI
merumuskan dan mengevaluasi
Kemenkes RI (2017). Peraturan Menteri
kurikulum pendidikan keperawatan
Kesehatan RI No. 40 tentang Pen-
berkelanjutan melalui program
gembangan Jenjang Karir Profesional
pelatihan yang bersertifikasi
Perawat Klinis.
misalnya program pelatihan
Persatuan Perawat Nasional Indonesia
bersertifikasi keperawatan kritis,
(2000). Kode Etik Perawat Indonesia.
keperawatan gawat darurat,
The Authors: Jakarta.
keperawatan paliatif, keperawatan
Persatuan Perawat Nasional Indonesia
anak, keperawatan medikal bedah,
(2016). SK DPP PPNI No.
dan lainnya.
017F/DPP.PPNI/SK/K/S/II/2016 ten-
3. Melakukan pembinaan melalui
tang Pendidikan Keperawatan Berke-
jejaring struktur organisasi sampai
lanjutan. The Authors: Jakarta.
tingkat komisariat untuk
Undang – Undang Kesehatan No. 36
mengembangkan kompetensi-
(2014).
kompetensi teknis melalui kegiatan
Undang – Undang Keperawatan No. 38
pelatihan atau pendidikan
(2014).
berkelanjutan

186 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


HUBUNGAN DEPRESI DAN KEPATUHAN ARV PADA ODHA
DI PUSKESMAS KECAMATAN SETIABUDI

Subandiyah1
1
Fakultas Kesehatan Masyarakat,Universitas Indonesia
(ikadewi54.id@gmail.com)

ABSTRACT

Background and aims: Depression is among strong psychosocial predictors of ARV treatment
adherence. Several studies in Indonesia found more than half PLHIV had depression that asso-
ciated with their adherence. This study aimed to investigate association of depression and ART
adherence in primary health center setting.Methods:The study took place in sub-district prima-
ry health center (“Puskesmas”) Setiabudi, South Jakarta, on November 2017. The study design
was cross-sectional with current patients who were on ART for at least 1 month as study popula-
tion. Individual treatment record was used for demography, ARV regiments, HIV risk factors,
HIV stadium, and side effects. Depression status was measured with Center for Epidemiologic
Studies Depression Scale questionnaire. Univariate, bivariate and multivariate analysis using
logistic regression were conducted to check for significant associations.Results:From 242
PLHIV on ART, a total of 102 patients met all inclusion criteria. The majority of them were un-
der 30 year old, male, unmarried, and had at least high school education. More than 90% of the
respondents were working, residing in Jakarta area, and had sexual risk factor. Multivariate
analysis with backward logistic regression showed that depression is significantly associated
with adherence (OR 8.36, CI 2.4 – 28, p<0.001). Conclusions:The result of this study was in
agreement with those conducted in hospital setting. Therefore, early diagnosis and treatment of
depression of PLHIV enrolled in ARV treatment is encouraged to improve their adherence to
ART.
Keywords: PLHIV, Antiretroviral, adherence, depression, CES-D

PENDAHULUAN kasus depresi yang ada.(Hapsari, 2016).


Penelitian di RSCM tahun 2010, , sebanyak
Hingga saat ini HIV AIDS sudah
51,1% pasien HIV mengalami depresi
menyebar di 386 kabupaten/ kota di seluruh
(Henni dkk, 2011).Penelitian cross sectional
provinsi di Indonesia. Jumlah kumulatif
yang dilakukan oleh Wildra dkk tahun 2012
penderita HIV dari tahun 1987 sampai Sep-
di RSUP M.Djamil Padang, didapatkan
tember 2014 terus mengalami peningkatan.
Jumlah yang depresi 72,7%. Dari jumlah
Sebanyak 150.296 orang menderita HIV
tersebut yang patuh berobat adalah 15 %
dan terbanyak diprovinsi DKI Jakar-
.Studi depresi pada ODHA yang menjalani
ta.(Infodatin,2016)
pengobatan di Puskesmas belum dilakukan.
Pengobatan HIV sangat tergantung
Puskesmas Kec. Setiabudi mulai
pada kepatuhan untuk minum ARV (antire-
pengobatan HIV pada tahun 2014. Hingga
troviral). Untuk menekan jumlah virus se-
September 2017, ada 320 orang yang ma-
besar 85%, diperlukan kepatuhan penggu-
suk perawatan ARV. Dari jumlah tersebut,
naan obat 90-95%. Adanya ketidak patuhan
209 orang yang tetap mengambil obat di
terhadap terapi akan memberikan efek re-
Puskesmas Kec. Setiabudi, Rujuk Luar 66
sistensi obat (Depkes RI,2006).
orang, Meninggal 7 orang, Hilang kontak
Banyak faktor yang mempengaruhi
30 orang, stop pengobatan 8
kepatuhan berobat. Depresi adalah salah
orang.Pengobatan menggunakan obat lini
satu predictor psikososial terkuat pada ke-
pertama yang diminum 2 kali sehari atau 1
patuhan ARV. (Cruess et al., 2012). Kasus
kali sehari. Puskesmas Setiabudi melakukan
depresi pada ODHA ini diperkirakan mem-
inisiasi mandiri pada ODHA yang meme-
punyai frekuensi mencapai 60% dari total
nuhi syarat ARV dan melakukan rujukan ke

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 187


RS jika ODHA menderita penyakit lain kepatuhan berobat, peneliti menggunakan
yang berat yang tidak bisa ditangani di metode hitung pil dari catatan sisa jumlah
Puskesmas. Studi ini untuk melihat hubun- pill yang ada di Kohort Obat yang ada di
gan depresi dan kepatuhan berobat pada Puskesmas. Kepatuhan berobat dikategori-
ODHA di Puskesmas Kec.Setiabudi Jakarta kan menjadi patuh jika kurang dari 3 dosi-
selatan. syang tidak diminum pada bulan tersebut,
dan tidak patuh jika lebih dari 3 dosis.Data
METODE dianalisa univariat, bivariate dan multiva-
Studi menggunakan design Cross riate dengan logistic regression.
Sectional dan dilaksanakan pada bulan
HASIL
November 2017. Populasi target adalah
ODHA yang menerima pengobatan ARV , Jumlah ODHA yang menerima ARV
dengan sumber populasi adalah dewasa hingga September 2017 di Puskesmas Ke-
(>18th), minimal minum ARV 1 bulan, bu- camatan Setiabudi adalah 242 Orang. 187
kan pasien rujukan (memulai ARV di ODHA memenuhi kriteria inklusi. Dari
Puskesmas Kec. Setiabudi), tidak menderita jumlah tersebut, yang mengambil obat pada
penyakit kronis yang lain, tidak sedang bulan November adalah 155 Orang. ODHA
menderita penyakit akut yang berat, dan yang bersedia mengikuti penelitian adalah
bersedia mengikuti penelitian. 102 orang.
Data pasien meliputi usia, jenis ke- Responden mayoritas berusia diba-
lamin, pendidikan, pekerjaan,domisili, jenis wah 30 th. Responden laki-laki berjumlah
obat yang diberikan, faktor resiko 87 orang, perempuan 13 orang. Rata-rata
HIV,stadium HIV,besar penghasilan,efek belum menikah (75%), pendidikan SMU
samping obat, diambil dari data ikhtisar keatas (76%),bekerja (92%), domisili di
perawatan HIV. Untuk mengetahui status Jakarta (94%), faktor resiko HIV dari hu-
depresi , peneliti menggunakan kuesioner bungan seks (96.1%) dan berada pada sta-
yang diadaptasi dari CES-D (Center for dium 1-2 (78%). ODHA yang depresi 31
Epidemiologic Studies Depression Scale) orang (30,4%).Depresi banyak terdapat pa-
yang terdiri dari 20 pertanyaan. Masing- da ODHA yang belum menikah
masing pertanyaan memiliki 4 skala jawa- (61,3%).Kepatuhan minum ARV sebesar
ban. Yakni tidak pernah, kadang-kadang, 77,5% dari seluruh responden. Dari jumlah
sering, selalu. Dengan skor 0-3. Jika jumlah tersebut 25% depresi. Sedangkan pada res-
skor 0-16 maka dikategorikan tidak depre- ponden yang tidak patuh berobat, 48% de-
si, dan jika jumlah skor >16-60 dikategori- presi. Efek samping obat dilaporkan seti-
kan depresi. Sedangkan untuk mengetahui daknya oleh 17,6% ODHA.

Tabel 1. Deskripsi Responden n (102)


No Variabel Frekuensi Persentase (%)
1 Usia
<30 Th 57 56
31-45 th 40 36
>45 th 5 5
2 Jenis Kelamin
Laki-laki 89 87
Perempuan 13 13
3 Status Menikah
tidak/belum menikah 77 75
Menikah 25 25
4 Pendidikan
SD-SMP 24 24
SMU-Perguruan Tinggi 78 76
5 Pekerjaan
Tidak bekerja 8 8

188 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


Bekerja 94 92
6 Domisili
Wilayah jakarta 96 94
Luar Jakarta 6 6
7 Faktor Resiko
Jarum Suntik 4 4
Hubungan Seks 98 96
8 Stadium
Stadium 1-2 78 76
Stadium 3-4 24 24
9 Frekuensi Minum Obat
1 kali/hari 84 82
2 kali/hari 18 18
10 Efek Samping Obat
Tidak Ada 84 82
Ada 18 18
11 Depresi
Tidak 71 70
Depresi 31 30
12 Kepatuhan minum Obat
Patuh 23 23
Tidak 79 77

Faktor-faktor yang berhubungan berobat, 1,43 kali dibandingkan ODHA


dengan kepatuhan berobat (pvalue <0.05) yang tidak depresi.
dengan analisis bivariate antara lain depresi Analisis multivariat dengan logistic
(p 0.03), domisili (p 0.02), dan jenis kela- regression model backward, depresi berhu-
min (p 0.03) . Besar Prevalensi Ratio adalah bungan dengan kepatuhan berobat ( p 0.001
1,43 (95% CI 0.948-2.161). Artinya keja- dan OR 8.36 95% CI 2.4-28).
dian depresi pada ODHA yang tidak patuh

Tabel 2. Analisis bivariate variabel independen dan kepatuhan berobat


No Variabel Kepatuhan p value
Tidak % Patuh %
1 Usia
<30 th 12 53% 45 57% 0.37
>30th 11 47% 34 43%
2 Jenis Kelamin
Laki-laki 17 74% 72 91% 0.037
Perempuan 6 26% 7 9%
3 Status Menikah
tidak/belum menikah 17 74% 60 76% 0.842
Menikah 6 26% 19 24%
4 Pendidikan
SD-SMP 9 39% 15 19% 0.377
SMU-Perguruan Tinggi 14 61% 64 81%
5 Pekerjaan
Tidak bekerja 1 4% 7 9% 0.99
Bekerja 22 96% 72 91%
6 Domisili
Wilayah jakarta 17 81% 72 97% 0.021
Luar Jakarta 4 19% 2 3%
7 Faktor Resiko
Jarum Suntik 2 9% 2 3% 0.207
Hubungan Seks 21 91% 77 97%
8 Stadium

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 189


Stadium 1-2 18 78% 60 76% 0.818
Stadium 3-4 5 22% 19 24%
9 Frekuensi Minum Obat
1 kali/hari 18 78% 66 84% 0.56
2 kali/hari 5 22% 13 16%
10 Efek Samping Obat
Ada 18 100% 66 84% 0.97
Tidak Ada 5 22% 13 16%
11 Depresi
Ya 11 48% 20 25% 0.03
Tidak 12 52% 59 75%

Tabel 3 Prevalens Ratio


Value 95% Confidence Interval
Prevalens Ratio Lower Upper Lower
Odds Ratio for patuh (patuh / tidak patuh) 2.704 1.033 7.081
For cohort depresi = tidak 1.431 .948 2.161
For cohort depresi = depresi .529 .299 .937
N of Valid Cases 102

lumnya karena faktor pendidikan, status


PEMBAHASAN pernikahan tidak mempengaruhi kepatuhan
Kepatuhan minum obat pada ODHA berobat. Sedangkan pada studi cross sec-
dalam penelitian ini 77 %, sejalan dengan tional yang dilakukan oleh Rosamond dkk
penelitian yang dilakukan oleh rosamud di RSPI Jakarta Utara th 2014, status meni-
dkk di RSPI, Jakarta Utara tahun 2014. Ke- kah, pendidikan, puasa dan dukungan social
patuhan minum obat pada responden dalam mempengaruhi kepatuhan berobat. Pada
penelitian ini dipengaruhi oleh status depre- studi case control di RSCM 2010, kepatu-
si(p 0.001).9 han berobat berhubungan dengan efek
Jumlah ODHA yang depresi 30.4 %. samping obat (p 0.016), sedangkan pada
Ini lebih rendah dibandingkan yang dite- studi ini efek samping tidak berhubungan.
mukan oleh windra dkk di RSUP M. Djamil Namun efek samping dimasukkan dalam
Padang th 2012, ODHA yang depresi 72%.7 analisa sebagai potensial confounder.
Begitu pula hasil temuan di RSCM th 2010, Domisili juga memiliki hubungan
ODHA yang depresi 51 %.10 Penelitian ini dengan kepatuhan berobat (p.001). Hal ini
sejalan dengan studi yang dilakukan oleh berbeda dengan penelitian di RSPI Jakarta
Pence th 2012 di Amerika, 20-30% ODHA utara, bahwa jarak tidak mempengaruhi
hidup dengan depresi.8Penelitian design kepatuhan berobat (p. 0.643). Namun kare-
Cross Sectional pada 400 orang yang hidup na ketidakseimbangan distribusi ODHA di
dengan HIV di Ho Chi Minh Vietnam, 36,5 Puskesmas Kecamatan Setiabudi yang 94%
% depresi dengan menggunakan penilaian adalah berdomisili di wilayah Jakarta, maka
CES-D.11 faktor ini bukan faktor yang berhubungan.
Depresi meningkatkan resiko keti- Mengingat dari ODHA yang tidak patuh
dakpatuhan (OR 8.366 CI 2,4-28 p 0.001). berobat dan patuh berobat sama-sama
Sesuai dengan studi-studi sebelumnya yak- mayoritas tinggal di Jakarta.
ni studi di RSUP Djamil (OR 5,4 CI 1.38- Keterbatasan studi ini adalah karena
49 p.0,014). Pada meta analisis dari 95 stu- desainnya Cross Sectional dengan peman-
di di Afrika, depresi berhubungan dengan tauan kepatuhan berobat hanya 1 bulan.
kepatuhan berobat ( r =0·19 (95% CI: Masih ada kemungkinan bias seleksi dika-
0·14–0·25). Hubungan ini konsisten dengan renakan banyak responden yang tidak men-
studi cross sectional dan longitudinal lain.1 gikuti penelitian. Studi ini juga hanya
Studi ini berbeda dengan studi sebe- mengkategorikan depresi dan tidak depresi

190 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


tanpa melakukan analisa terhadap tingkat on depressive symptoms and
depresi. Sebagai rekomendasi, tingkat de- antiretroviral medication adherence
presi sangat perlu untuk dianalisa bersa- among men and women living with
maan dengan penyakit mental yang lain HIV/AIDS. Annals of Behavioral
seperti kecemasan. Medicine : A Publication of the Society
Adanya control terhadap confound- of Behavioral Medicine, 43(2), 189–97.
ing merupakan kekuatan studi ini. Selain itu https://doi.org/10.1007/s12160-011-
penggunaan kuesioner CES D sebagai peni- 9322-9
laian depresi dengan metode self report 3. Gonzalez JS, Batchelder AW, Psaros C,
mengurangi bias yang diakibatkan interaksi Safren SA. Depression and HIV/AIDS
antara petugas dan responden.Penilaian ke- TreatmentNonadherence: A Review and
patuhan dengan hitung pil sisa juga me- Meta-analysis. J Acquir Immune Defic
ningkatkan validitas penilaian kepatuhan. Syndr. Aug 19.2011
Studi ini dilakukan di salah satu 4. Hapsari, E. (2016). Hubungan Tingkat
puskesmas satelit ARV di Jakarta Selatan. Depresi dengan Kualitas Hidup Pasien
Tentunya tidak bisa mewakili populasi HIV/AIDS di RSUP Dr. Kariadi
ODHA di Jakarta Selatan. Selain itu wi- Semarang, 5(4), 737–750. Retrieved
layah Jakarta memiliki banyak layanan from http://eprints.undip.ac.id/50491/
ARV (Rumah Sakit, Klinik Swasta dan 5. Infodatin Kemenkes. Situasi dan
Puskesmas). Oleh karena itu, studi dengan Analisis HIV AIDS.Jakarta.
melibatkan populasidan layanan yang lebih Kemenkes;2016.
luas perlu dilakukan. 6. Lewinsohn PM1, Seeley JR, Roberts
RE, Allen NB.1997.Center for
KESIMPULAN Epidemiologic Studies Depression Scale
Studi ini menguatkan beberapa studi (CES-D) as a screening instrument for
sebelumnya bahwa depresi memiliki hu- depression among community-residing
bungan dengan kepatuhan berobat pada older adults. Psychol Aging. 1997
semua level layanan kesehatan, baik itu Jun;12(2):277-87.
puskesmas maupun RS. Pada studi dida- https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9
patkan bahwa depresi akan meningkatkan 189988
resiko ketidakpatuhan minum obat. Oleh 7. Martoni Wildra dkk.2013.Faktor-faktor
karena itu, pemeriksaan status depresi pada yang mempengaruhi kepatuhan pasien
ODHA menjadi penting untuk dilakukan HIV-AIDS di Poliklinik khusus rawat
sejak awal sebelum pemberian pengobatan. jalan bagian Penyakit Dalam RSUP
Dengan demikian kepatuhan berobat lebih M.Djamil Padang Periode Desember
tinggi dan progresifitas HIV bisa dicegah. 2011-Maret 2012. Jurnal Farmasi
Andalas. Volume .ISSN 2302-8254
REFERENSI 8. Pence, B. W., Gaynes, B. N., Williams,
Q., Modi, R., Adams, J., Byrd
1. Adejumo, O., Oladeji, B., Akpa, O., Quinlivan, E., … Professor, A. (2012).
Malee, K., Baiyewu, O., Ogunniyi, A., Assessing the effect of Measurement-
… Taiwo, B. (2016). Psychiatric Based Care depression treatment on HIV
Disorders and adherence to antiretroviral medication adherence and health
therapy among a population of HIV- outcomes: Rationale and design of the
infected adults in Nigeria HHS Public SLAM DUNC Study. Contemp Clin
Access. Int J STD AIDS, 27(11), 938– Trials, 33(4), 828–838.
949. https://doi.org/10.1016/j.cct.2012.04.002
https://doi.org/10.1177/09564624156005 9. Rosamond Nony Weaver, E., Pane, M.,
82 Wandra, T., Windiyaningsih, C., &
2. Cruess, D. G., Kalichman, S. C., Samaan, G. (2014). Factors that
Amaral, C., Swetzes, C., Cherry, C., & Influence Adherence to Antiretroviral
Kalichman, M. O. (2012). Benefits of Treatment in an Urban Population,
adherence to psychotropic medications Jakarta, Indonesia.

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 191


https://doi.org/10.1371/journal.pone.01 11. Thai, T. T., Jones, M., Harris, L., C.
07543.Accessed on 7 November 2017 Heard, R., K. Hills, N., & P. Lindan, C.
10. Ramadian Okki, Riztriawan (2017). Symptoms of Depression in
Eky.2010.Laporan Penelitian.:Pengaruh People Living with HIV in Ho Chi Minh
Efek Samping ARV Lini Pertama City, Vietnam: Prevalence and
terhadap Adherens pada ODHA di Associated Factors. AIDS and Behavior.
Layanan Terpadu HIV di https://doi.org/10.1007/s10461-017-
RSCM.Jakarta: Kelompok Studi Khusus 1946-8.Accessed on 7 November 2017
HIV-AIDS .RSCM.

192 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


FAKTOR DETERMINAN KEJADIAN KOMPLIKASI MIKROANGIOPATI
PASIEN DM DI RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN

Sukma Wicaturatmashudi1
1
Poltekkes Kemenkes Palembang
(E-mail : Wicasukma@gmail.com, Hp : 081278265775)

ABSTRAK

Latar Belakang : Meningkatnya prevalensi Diabetes Melitus di beberapa negara berkembang


perubahan gaya hidup terutama di perkotaan, menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit
degeneratif, salah satunya adalah penyakit Diabetes Melitus. Penyandang Diabetes beresiko
mengalami komplikasi berupa kerusakan berbagai organ tubuh seperti stroke, retinopati dan
gangren/amputansi. Metode : Desain penelitian ini adalah cross sectional. Populasi dalam pene-
litian ini adalah seluruh pasien Diabetes mellitus Tipe II yang menjalani rawat jalan di RSUP
Dr. Mohammad Hoesin Palembang dengan jumlah sampel 27 responden. Analisis data dilaku-
kan dengan univariat dan bivariat. Analisis bivariat dengan menggunakan independent t test dan
chi square. Hasil : menunjukkan tidak ada hubungan status gizi dengan kejadian komplikasi
mikroangiopati (p value 0,458), tidak ada hubungan kadar gula darah dengan kejadian kompli-
kasi mikroangiopati (p value 0,237), ada hubungan jenis kelamin dengan kejadian komplikasi
mikroangiopati (p value 0,035), tidak ada hubungan lama menderita DM dengan kejadian kom-
plikasi mikroangiopati (p value 0,519), tidak ada hubungan penyakit penyerta dengan kejadian
komplikasi mikroangiopati (p value 1,000), tidak ada hubungan usia dengan kejadian komplika-
si mikroangiopati (p value 0,176). Kesimpulan Pada penelitian ini hanya jenis kelamin yang
memiliki hubungan dengan kejadian komplikasi mikroangiopati pada pasien DM. Hal ini terjadi
karena gaya hidup pada wanita yang cenderung mengkonsumsi makanan kecil (snack) dan me-
nurunnya metabolisme seiring pertambahan usia.
Kata Kunci : Diabetes Melitus, faktor determinan, komplikasi mikroangiopati

DETERMINING FACTOR of MICROANGIOPATHY COMPLICATION IN DIABETES


PATIENTS AT RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN
ABSTRACT
Background : the increase of diabetes prevalence in developing countries, especially life style
changes in cities, has caused higher prevalance of degenerative disease, one of them is diabetes
mellitus. Patient with diabetes are at risk for having complication that damaged various organs
in the body, such as stroke, retinopathy, and gangrene or amputation. Method this study uses
cross-sectional design. The population in this study are all outpatient diagnosed with type II di-
abetes mellitus at RSUP Dr. Moehammad Hoesin Palembang with 27 respondent. Data were
analyzed univariately and bivariately with bivariate use chi square and independent t test. Re-
sult : the result show no relation between nutritional status and the occurence of microangiopa-
thy complication (p value 0,458), no relation between blood glucose level and the occurence of
microangiopathy complication (p value 0,237), but result shows relation between gender and the
occurence of microangiopathy complication (p value 0,035), no relation between the duration of
having diabetes mellitus and the occurence of microangiopathy complication (p value 0,519), no
relation between comorbidities and the occurence of microangiopathy complication (p value
1,000), no relation between age and the occurence of microangiopathy complication. Conclu-
sion : in this study, we found only gender related to the occurence of microangiopathy compli-
cation in outpatient with diabetes mellitus, this could happen because of the tendency of women
to eat snacks and low metabolism due to aging.
Key Word : Diabetes Melitus, Determining Factor, Microangiopathy Complication

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 193


PENDAHULUAN non Diabetes Melitus (Soegondo, dkk,
2007).
Diabetes Melitus merupakan
Komplikasi neuropati pada pasien
penyakit sekelompok kelainan heterogen
Diabetes Melitus banyak dipengaruhi oleh
yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa
beberapa faktor yaitu kadar gula darah,
darah atau hiperglikemia, yang ditandai
status gizi (IMT), gaya hidup, penyakit
dengan berbagai kelainan metabolik akibat
defisiensi, aktivitas fisik (PERKENI, 2006).
gangguan hormonal, dan menimbulkan
Tujuan Penelitian ini adalah adalah
berbagai komplikasi akut serta kronik, yang
diketahuinya Faktor determinan kejadian
disertai lesi pada embran basalis dalam
komplikasi mikroangiopati pada pasien
pemeriksaan dengan menggunakan
Diabetes Melitus di Ruang Poliklinik
mikroskop elektron (Mansjoer, 1999;
Penyakit Dalam RSUP dr. Mohammad
PERKENI, 2006).
Hoesin Palembang
Menurut laporan yang diungkapkan
International Diabetes Federation / IDF
METODE
(2005) menyebutkan, bahwa saat ini terda-
pat 230 juta penderita diabetes. Angka ini Jenis penelitian yang dilakukan
terus bertambah hingga 3 persen atau adalah kuantitatif dengan penyajian dan
sekitar 7 juta orang setiap tahunnya. analisa data secara survei analitik dengan
Dengan demikian, jumlah penderita menggunakan pendekatan cross sectional.
diabetes diperkirakan akan mencapai 350 Penelitian dilaksanakan di Poliklinik
juta pada tahun 2025 dan setengah dari Penyakit Dalam RSUP Dr. Mohammad
angka tersebut berada di Asia, terutama di Hoesin selama 1 (satu) minggu. Populasi
India, Cina, Pakistan, dan Indonesia. dalam penelitian ini adalah seluruh pasien
Diabetes juga telah menjadi penyebab Diabetes Melitus yang menjalani rawat
kematian terbesar keempat di dunia. Setiap jalan di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP
tahun ada 3,2 juta kematian yang dr. Mohammad Hoesin Palembang. Sampel
disebabkan langsung oleh diabetes (Tandra, dalam penelitian ini adalah sebagian pasien
2008). Diabetes Melitus yang menjalani rawat
Penyandang Diabetes beresiko jalan di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP
mengalami komplikasi yang dapat dr. Mohammad Hoesin Palembang
mengancam kehidupan Apabila terjadi Teknik Pengumpulan data pada
hiperglikemia dalam waktu yang lama penelitian ini dilakukan dengan wawancara
maka dapat mengakibatkan kerusakan langsung, pengukuran dan rekam medis.
berbagai organ tubuh manusia seperti Alat pengumpul data berupa instrumen
pembuluh darah (stroke), pembuluh darah chcklist,timbangan berat badan dewasa,
mata (kebutaan, retinopati), pembuluh meteline/ pita ukur dan Gluko Meter Digital
darah kaki (gangren/ amputansi). (Accu-Check). Analisis data dilakukan
Penyandang diabetes melitus mempunyai dengan univariat dan bivariat. Analisis
resiko untuk terjadinya penyakit Jantung bivariat menggunakan uji independent t
Koroner dan Stroke 2 kali lebih besar, 5 test dan chi square.
kali lebih mudah mengalami gagal ginjal
kronik dan 25 kali lebih mudah mengalami HASIL
kebutaan akibat retinopati dari pada pasien Analisis Univariat

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Kejadian Mikroangiopati di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Dr.
M. Hoesin Palembang
No. Kejadian Mikroangiopati f %
1 Ya 13 48.1
2 tidak 14 51.9
Jumlah 27 100

194 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


Berdasarkan tabel 1 menunjukkan mengalami komplikasi mikroangiopati se-
bahwa angka kejadian komplikasi mi- banyak 13 orang (48.1%), sedangkan yang
kroangiopati pada klien Diabates mellitus tidak mengalami komplikasi mikroangiopa-
hampir berimbang dimana responden yang ti 14 orang (51.9%).

Tabel 2. Distribusi Statistik Status Gizi (IMT) Responden di Poliklinik Penyakit Dalam
RSUP Dr. M. Hoesin Palembang
Variabel Mean Median SD Minimum – Maksimum 95% CI
Status Gizi 22.05
3,52 13.30 – 33.30 20.66 – 23.44
22.30

Tabel 2 menunjukkan bahwa bahwa dan tertinggi 33.30 Kg/m2. Dari hasil esti-
rata-rata nilai IMT (indeks massa tubuh) masi interval diyakini bahwa 95% rata-rata
adalah 22.05 Kg/m2 dengan median 22.30 nilai IMT berada pada rentang 20.66 Kg/m2
Kg/m2 dan standart deviasi 3.52 Kg/m2. dan 23.44 Kg/m2.
Nilai IMT terendah adalah 13.30 Kg/m2

Tabel 3. Distribusi Statistik Kadar Gula Darah Responden di Poliklinik Penyakit Dalam
RSUP Dr. M. Hoesin Palembang
Variabel Mean Median SD Minimum – Maksimum 95% CI
Gula darah 246.19
85.76 114 - 450 212.26 – 280.11
211

Tabel 3 menunjukkan bahwa bahwa tinggi 450 mg/dl. Dari hasil estimasi inter-
rata-rata kadar gula darah adalah 246.19 val diyakini bahwa 95% rata-rata kadar gu-
mg/dl dengan median 211 mg/dl dan stan- la darah berada pada rentang 212.26 mg/dl
dart deviasi 85.76 mg/dl. Nilai kadar gula dan 280.11 mg/dl.
darah terendah adalah 114 mg/dl dan ter-

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Hoesin
Palembang
No. Jenis Kelamin f %
1 Laki-laki 12 44.4
2 Perempuan 15 55.6
Jumlah 27 100

Tabel 4 menunjukkan bahwa responden lebih banyak dari laki-laki yaitu 15 orang
yang memiliki jenis kelamin perempuan (55.6 %).

Tabel 5. Distribusi Statistik Lama Menderita DM Responden di Poliklinik Penyakit


Dalam RSUP Dr. M. Hoesin Palembang
Variabel Mean Median SD Minimum – Maksimum 95% CI
Lama men- 40.59
41.49 3 - 132 24.18 -57
derita DM 24

Tabel 5. Menunjukkan bahwa bahwa rata- 132 bulan. Dari hasil estimasi interval diya-
rata lama klien menderita DM adalah 40.59 kini bahwa 95% rata-rata lama klien men-
bulan dengan median 24 bulan dan standart derita DM berada pada rentang 24.18 bulan
deviasi 41.49 bulan. Waktu terpendek klien dan 57 bulan.
menderita DM adalah 3 bulan dan terlama

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 195


Tabel 6. Distribusi Frekuensi Penyakit Penyerta di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Dr. M.
Hoesin Palembang
No. Penyakit penyerta f %
1 Ya 18 66.7
2 Tidak 9 33.3
Jumlah 27 100

Tabel 6. Menunjukkan bahwa responden orang (66.7%) lebih banyak dibandingkan


yang memiliki penyakit penyerta lainnya dengan responden yang memiliki penyakit
selain DM yang dideritanya berjumlah 18 lain selain DM yaitu 9 orang (33.3%).

Tabel 7. Distribusi Statistik Usia Responden di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Hoesin
Palembang

Variabel Mean Median SD Minimum – Maksimum 95% CI


Usia 49.07
9.23 35 - 72 45.40 – 52.75
22.30

Tabel 7 Menunjukkan bahwa bahwa


rata-rata usia klien adalah 49.07 tahun Analisis Bivariat
dengan median 22.30 tahun dan standart Tabel 8. Hubungan antara status gizi
deviasi 9.23 tahun. Usia termuda klien ada- dengan kejadian komplikasi mikroangiopati
lah 35 tahun dan tertua 72 tahun. Dari hasil di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Dr. M.
estimasi interval diyakini bahwa 95% rata- Hoesin Palembang.
rata usia klien berada pada rentang 45.40
tahun dan 52.75 tahun.

Mikroangiopati Mean SD p value n


Ya 22.92 3.65 0.458 13
Tidak 21.24 3.31 14

Tabel 8 menunjukkan bahwa rata-rata statistic menujukkan p value 0.458 yang


nilai IMT pada responden yang mengalami berarti tidak ada perbedaan nilai IMT antara
komplikasi mikroangiopati adalah 22.92 responden yang mengalami komplikasi mi-
Kg/m2 dan yang tidak mengalami kompli- kroangiopati dengan yang tidak mengalami
kasi mikroangiopati 21.24 Kg/m2. Hasil uji komplikasi.

Tabel 9. Hubungan antara kadar gula darah dengan kejadian komplikasi mikroangiopati di
Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Hoesin Palembang
Mikroangiopati Mean SD P Value N
Ya 225.62 57.71 0.237 13
Tidak 265.29 104.01 14

Tabel 9 menunjukkan bahwa rata-rata value 0.237 yang berarti tidak ada perbe-
kadar gula darah responden yang mengala- daan kadar gula darah antara responden
mi komplikasi mikroangiopati adalah yang mengalami komplikasi mikroangiopati
225.62 mg/dl sedangkan yang tidak menga- dengan yang tidak mengalami komplikasi
lami komplikasi mikroangiopati 265.29 mikroangiopati.
mg/dl. Hasil uji statistik menunjukkan p

196 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


Tabel 10. Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Kejadian Komplikasi Mikroangiopati di
Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Hoesin Palembang
No. Kejadian Mikroangiopati Total P value
Jenis kelamin Ya Tidak
f % f % f %
1 Laki-laki 9 75 3 25 12 100
0.035
2 Perempuan 4 26.7 11 73.3 15 100
Jumlah 13 48.1 14 51.9 27 100

Tabel 10 menunjukkan bahwa komplikasi mikroangiopati. Hasil uji


responden laki-laki yang mengalami statistic menunjukkan p value 0.035 yang
komplikasi mikroangiopati sebanyak 9 berarti ada hubungan antara jenis kelamin
orang (75%) lebih banyak dibandingkan dengan kejadian komplikasi
responden perempuang yang mengalami mikroangiopati.

Tabel 11. Hubungan Antara Lama Menderita DM Dengan Kejadian Komplikasi


Mikroangiopati di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Hoesin Palembang
Mikroangiopati Mean SD P Value N
Ya 45.85 44.24 0.519 13
Tidak 35.71 39.77 14

Tabel 11 menunjukkan bahwa rata- 35.71 bulan. Hasil uji statistic menunjukkan
rata lama responden menderita DM dan p value 0.519 yang memiliki arti tidak ada
mengalami komplikasi mikroangiopati perbedaan lama responden menderita
adalah 45.84 bulan sedangkan yang tidak Diabetes Melitus dengan kejadian
mengalami komplikasi mikroangiopati komplikasi mikroangiopati.

Tabel 12. Hubungan antara penyakit penyerta dengan kejadian komplikasi mikroangiopati di
Poliklinik Penyakit DalamRSUP Dr. M. Hoesin Palembang
No. Mikroangiopati
Total pvalue
Penyakit penyerta Ya Tidak
f % f % f %
1 Ada 9 50 9 50 18 100
1.000
2 Tidak 4 44.4 5 55.6 9 100
Jumlah 13 48.1 14 51.9 27 100

Tabel 12 menunjukkan bahwa jumlah statistic menunjukkan p value 1.000 yang


responden yang memiliki penyakit penyerta berarti tidak ada hubungan antara adanya
dan mengalami komplikasi mikroangiopati penyakit penyerta dengan kejadian
sama dengan yang tidak mengalami komplikasi mikroangiopati.
komplikasi yaitu 9 orang (50%). Hasil uji

Tabel .13. Hubungan antara usia dengan kejadian komplikasi mikroangiopati


di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Hoesin Palembang
Mikroangiopati Mean SD p value n
Ya 51.62 9.02 0.176 13
Tidak 46.71 9.24 14

Table 13 menunjukkan bahwa rata- kan rata-rata usia responden yang tidak
rata usia responden yang mengalami kom- mengalami komplikasi mikroangiopati ada-
plikasi mikroangiopati adalah 51.62 tahun lah 46.71 tahun dengan standar deviasi 9.24
dengan standar deviasi 9.02 tahun. Sedang- tahun. Hasil uji statistic menunjukkan p

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 197


value 0.176 yang berarti tidak ada perbe- peningkatan kadar gula dalam darah karena
daan usia antara responden yang mengalami tidak diproduksinya insulin.
komplikasi dan tidak mengalami komplika-
si. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Hasil penelitian ini menunjukan tidak
PEMBAHASAN ada hubungan status gizi dengan kejadian
Hasil penelitian ini tidak sejalan komplikasi mikroangiopati, tidak ada
dengan penelitian Ardiansyah (2010) yang hubungan kadar gula darah dengan kejadian
menyatakan bahwa semakin tinggi kadar komplikasi mikroangiopati, Ada hubungan
GDS penderita maka resiko untuk jenis kelamin dengan kejadian komplikasi
terjadinya neuropati diabetika adalah 4,497 mikroangiopati, tidak ada hubungan lama
kali lebih besar, batasan yang digunakan menderita DM dengan kejadian komplikasi
kadar GDS kurang dari dan lebih dari 200 mikroangiopati, tidak ada hubungan
mg/dl. penyakit penyerta dengan kejadian
Hasil penelitian tidak sejalan dengan komplikasi mikroangiopati, tidak ada
pendapat yang menyatakan bahwa orang hubungan usia dengan kejadian komplikasi
yang mengalami kelebihan berat badan, mikroangiopati. Hasil penelitian dapat di-
kadar leptin dalam tubuh akan meningkat. kembangkan kearah penelitian yang lebih
Kadar leptin dalam plasma meningkat den- luas dalam cakupan variabel, jumlah sam-
gan meningkatnya berat badan. Leptin be- pel dan desain penelitianya sehingga hasil-
kerja pada sistem saraf perifer dan pu- nya dapat digeneralisasi.
sat.Peran leptin terhadap terjadinya resis-
tensi yaitu leptin menghambat fosforilasi REFERENSI
insulin receptor substrate-1 (IRS) yang aki- Adnan, M. (2011). Hubungan IMT Dengan
batnya dapat menghambat ambilan glukosa. Kadar Gula Darah Penderita DM
Hasil penelitian sejalan dengan teori Tipe 2 Rawat Jalan Di RS Tugurejo
yang menyatakan bahwa wanita cenderung Semaran. Universitas Muhamma-
lebih rentan karena resiko obesitas lebih diyah, Semarang.
tinggi. Gaya hidup yang cenderung meng- (http://digilib.unimus.ac.id), di-
konsumsi snack dan penurunan metabo- akses 30 April 2013.
lisme seiring dengan pertambahan usia. Ha- Dahlan, M. S. (2010). Besar Sampel dan
sil penelitian juga tidak sejalan dengan Cara Pengambilan Sampel dalam
pendapat bahwa semakin lama seseorang Penelitian Kedokteran dan Keseha-
menderita DM maka kerusakan saraf-saraf tan. Jakarta: Salemba Medika.
perifer semakin parah sehingga beresiko Hasdianah, HR. (2012). Mengenal Diabetes
tinggi terjadinya komplikasi mikroangiopa- Mellitus. Yogyakarta: Nuha Medika
ti. Meskipun sangat tergantung juga dengan Hastuti, R. T. (2008). Faktor-Faktor Risiko
tingkat kepatuhan klien daam mengontrol Ulkus Diabetika pada Penderita Di-
kadar gula darahnya. Hal ini juga diperberat abetes Mellitus di RSUD Dr. Moe-
dengan adanya proses degenerative. wardi Surakarta. Tesis, Universitas
Hasil penelitian juga tidak sejalan Diponegoro Semarang.
dengan pendapat yang menyatakan umur (http://eprints.undip.ac.id ), diakses 6
adalah salah satu faktor yang yang paling April 2013.
umum yang mempengaruhi individu untuk Himawan. I. R. (2009). Kompilkasi Jangka
Diabetes Melitus. Faktor resiko meningkat Pendek Dan Jangka Panjang DM
secara signifikan setelah usia 45 tahun dan Tipe 1. UNUD, Denpasar.
meningkat secara dramatis setelah usia 65 (http://www.idai.or.id), diakses 25
tahun. Hal ini terjadi karena orang-orang April 2013.
pada usia ini kurang aktif, berat badan akan Novitasari, R. (2012). Diabetes Mellitus
bertambah dan massa otot akan berkurang Dilengkapi Senam DM. Yogyakarta:
sehingga menyebabkan disfungsi pankreas. Nuha Medika.
Disfungsi pankreas dapat menyebabkan

198 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


Price & Wilson. (2006). Patofisiologi Kon- Edition; Australia;Bristol Squibb
sep Klinis Proses-Proses Penyakit. Pharmaceuticals
Jakarta: EGC. Doenges ME., Moorhouse MF., Geissler
Qurratuaeni. (2009). Faktor-Faktor Yang AC. (2000). Nursing Care Plans,
Berhubungan Dengan Terkemdalinya Guidelines For Planning and Docu-
Kadar Gula Darah Pada pasien Di- menting Patient Care. (3th edition).
abetes Melitus Di Ruma Sakit Umum (I Made Kariasa & Ni Made Sumar-
(RSUP) Fatmawati Jakarta 2009. wati, Terjemahan). Jakarta; EGC
Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah Ja- Kozier B. Et all.(1991). Fundamental Of
karta. (http://repository.uinjkt.ac.id/), Nursing; Concepts, Process and
diakses 29 April 2013. Practice; Fourth Edition; California;
Theresia, dkk. (2010). Hubungan Over- Addison Wesley.
weight Dengan Peningkatan Kadar Linton AD et all (2000), Introductory Nurs-
Gula Darah Pada Pedagang Pusat ing Care Of Adult, 2nd Edition,
Pasar Medan. Universitas Sumatra Noer S., et all (1998). Buku Ajar Ilmu Pe-
Utara, Medan. nyakit Dalam, Jilid I Edisi Ketiga;
(http://repository.usu.ac.id/bitstream), Jakarta; Balai Penerbit FK UI.
diakses 28 April 2013. Perkeni (2002). Konsensus Pengelolaan
Zahtamal, dkk. (2005). Faktor-Faktor Risi- Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia,
ko Pasien Diabetes Melitus. Fakultas Jakarta; PB Perkeni
Kedokteran, Universitas Riau. Price SA., Wilson LM. (2004). Patofisiolo-
(http://berita-kedokteran- masyarakat.org ), gi : Konsep Klinis Proses-Proses Pe-
diakses 27 April 2013. nyakit. Ed. 4 : Jakarta; EGC.
Black JM., Hawks JH. (2005). Medical Tjokroprawiro A.(1994). Diabetes Mellitus,
Surgical Nursing, Clinical Manage- Klasifikasi, Diagnosis dan Dasar-
ment For Positive Outcomes, 7th Dasar Terapi, Edisi Kedua; Jakarta;
Edition; Philadelphia; Elsevier Inc. PT Gramedia Pustaka Utama.
Burr L., Joseph P. (1998). Diabetes Ma- Yulia (2006). Kaki Diabetik, Materi Perku-
nagemen In General Practice. Fifth liahan Pasca Sarjana KMB FIK UI.

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 199


ANALISIS PENYAKIT TIDAK MENULAR PADA MASYARAKAT
DI PINGGIRAN DANAU TOBA

*Inggritta R Ginting, Tetra F Suciari


Balai Teknik Kesehatan Lingkungan PP Medan

ABSTRAK

Latar Balakang: Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan penyakit yang sering tidak
bergejala dan tidak memiliki tanda klinis secara khusus. Hal ini menyebabkan seseorang tidak
mengetahui dan menyadari kondisi tersebut sejak awal perjalanan penyakit. Bila seseorang
sudah menyandang penyakit tidak menular, maka akan sulit diobati dan dikembalikan pada
kondisi normal dan bersifat kronis sehingga memerlukan waktu cukup panjang untuk
penyembuhannya. Saat ini, PTM menjadi penyebab kematian uatama sebesar 36 juta (63%) dari
seluruh penyebab kematian yang terjadi di seluruh dunia, dimana sekitar 29 juta (80%) justru
terjadi di negara yang sedang berkembang. Peningkatan kematian akibat PTM di masa
mendatang diproyeksikan akan terus terjadi sebesar 15% (44 juta kematian) dengan ruang waktu
antara 2010 dan 2020. Preventif yang dilakukan seperti pencegahan penyakit tidak menular usia
produktif di wilayah 7 kabupaten kawasan Danau Toba. Metode: Berdasarkan hal tersebut di
atas maka BTKLPP Medan selaku UPT Dirjen Pengendalian Penyakit Kementrian Kesehatan
melaksakan survei faktor risiko penyakit tidak menular di 7 Kabupaten Kawasan Danau Toba
tahun 2017. Tujuan Kegiatan Melakukan Deteksi Dini Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular
pada Masyarakat di 7 Kabupaten Kawasan Danau Toba Propinsi Sumatera Utara Tahun 2017.
Melakukan wawancara dengan menggunakan instrumen untuk mengetahui gambaran tentang
karakteristik dan hasil deteksi dini faktor risiko penyakit tidak menular pada masyarakat di 7
Kabupaten Kawasan Danau Toba Propinsi Sumatera Utara Tahun. Metode yang di yang digu-
nakan dalam pelaksanaan kegiatan dalah analisa deskriptip dengan menampilkan hasil kegiatan
dalam bentuk grafik. Hasil : hasil kegiatan Deteksi Dini Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular
adalah Tekanan darah kategori normal tertinggi terdapat pada Kabupaten Tobasa sebesar 42 %.
Tekanan darah dengan kategori pre hipertensi tertinggi pada kabupaten Dairi sebesar 45%. Te-
kanan darah dengan kategori Hipertensi tk I tertinggi pada kabupaten Simalungun sebesar 29%
dan Hipertensi Tk II tertinggi pada kabupaten Karo sebesar 15%, Kadar gula darah responden
dengan hasil pemeriksaan kadar gula darah sesuai (normal) terbanyak di kabupaten Simalun-
gun 99%. Kadar gula darah diatas nilai rujukan tertinggi adalah Kabupaten Karo sebesar 33%,
Berat badan kurang terbanyak pada kabupaten Humbang Hasundutan sebesar 8%, berat badan
normal terbanyak pada responden di Kabupaten Dairi sebesar 28%, Berat Badan lebih terbanyak
pada Kabupaten Toba Samosir sebesar 21% dan obesitas Tk.I terbanyak pada Kabupaten
Simalungun sebesar 42% dan obesitas tk. II tertinggi terdapat di kabupaten Humbang
Hasundutan sebesar 27%. Kabupaten yang memiliki lingkar perut diatas rujukan terbanyak di
Kabupaten Karo sebanyak 75% dan daerah yang terbanyak memiliki lingkar perut sesuai ruju-
kan terbesar adalah Kabupaten Dairi sebesar 47%.. Kesimpulan:Total kolesterol yang sesuai
rujukan sebanyak 36% di Kabupaten Samosir serta hasil pemeriksaan total kolesterol yang be-
rada diatas rujukan sebanyak 87 % di Kabupaten Toba Samosir. Penderita asam urat terbanyak
yang sesuai dengan rujukan sebanyak 92 % di Kabupaten Simalungun dan data penderita asam
urat terbanyak yang berada diatas rujukan 75% di Kabupaten Karo.
Kata Kunci : Penyakit Tidak Menular, Tekanan Darah, Kolesterol

PENDAHULUAN kesehatan,beberapa penyakit re-emerging


telah muncul kembali dan terjadi
Pembangunan bidang kesehatan di
peningkatan kasus penyakit tidak menular
Indonesia dihadapkan pada triple burden,
(PTM). PTM utama di Indonesia yaitu :
dimana penyakit menular menjadi masalah
penyakit kardiovaskular, kanker, penyakit

200 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


paru obstruktif kronis (PPOK) dan diabetes ruh daerah di Provinsi Sumatera Utara salah
mellitus (DM) serta cedera akibat satunya adalah Kawasan Danau Toba. Ka-
kecelakaan dan tindak kekerasan. wasan Danau Toba merupakan kawasan
(Kemenkes, 2012). pariwisata andalan, baik skala provinsi
Hasil Riskesdas tahun 2007 maupun nasional. Masyarakat
menunjukkan tingginya prevalensi PTM di Kawasan Danau Toba masing-masing
Indonesia, seperti hipertensi (31,7%), memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
arthritis (30,3%), penyakit jantung (7,2%), Keindahan Danau Toba serta kelimpahan
tumor/ kanker (4,3 %), asma (3,5%), sumberdaya alamnya menjadi daya tarik
diabetes mellitus (1,1%) dan stroke (0,83%) bagi masyarakat. Seiring dengan perjalanan
dan cedera lalu lintas darat (25,9%). waktu, jumlah penduduk yang berdomisili
Penyebab kematian oleh karena semakin meningkat dan bervariasi. Bebera-
penyakit tidak menular (PTM) untuk pa pemanfaatan Danau Toba untuk keper-
semua golongan umur di Indonesia luan pengembangan Kawasan Danau Toba
berdasarkan Riskesdas 2007 adalah yaitu “Mewujudkan Kawasan Danau Toba
penyakit stroke 15,4%; hipertensi 6,8 %; Sebagai Sumber Air Kehidupan Masyara-
cedera 6,5%; diabetes melitus 5,7%; kat, Pusat Kampung Masyarakat Adat Ba-
tumor/kanker 5,7%; penyakit jantung tak dan Kawasan Pariwisata Berskala
ischemic 5,1% dan penyakit jantung 4,6%. Dunia yang Berkelanjutan”.
Pada awal perjalanan PTM seringkali Wilayah Danau Toba dapat berkem-
tidak bergejala dan tidak menunjukkan tan- bang dengan baik, sejalan dengan berkem-
da klinis secara khusus sehingga menye- bangnya kesehatan masyarakat di wilayah
babkan setiap individu tidak mengetahuinya kawasan danau toba. Hal tersebut dapat
dan menyadari kondisi kelainan yang terja- dilakukan dengan kerja sama yang baik
di dalam dirinya. Riset Kesehatan Dasar dengan seluruh kementerian terkait bersama
pada tahun 2013 menunjukkan bahwa pihak swasta serta masyarakat. Preventif
69,6% dari Diabetes Melitus dan 63, 2 % yang dilakukan seperti pencegahan penya-
dari Hipertensi belum terdiagnosis. Disisi kit tidak menular usia produktif di wilayah
lain masyarakat yang memiliki kesadaran 7 kabupaten kawasan Danau Toba. “Bila
untuk memeriksakan kesehatannya secara ada penyakit yang sudah ada dapat dikenda-
rutin masih jauh dari harapan. Hal ini be- likan melalui penanganan terarah dan pe-
rimplikasi terhadap keterlambatan dalam nyakit yang belum muncul dapat terdeteksi
penanganan dan menimbulkan komplikasi secara dini untuk antisipasi secara meluas.
PTM bahkan kematian lebih dini. Berdasarkan hal tersebut di atas ma-
Sebenarnya PTM dapat dicegah den- ka BTKLPP Medan selaku UPT Dirjen
gan mengendalikan faktor risiko bersa- Pengendalian Penyakit Kementrian Keseha-
manya, yaitu merokok, diet yang tidak se- tan melaksakan survei faktor risiko penya-
hat, kurang aktifitas fisik dan konsumsi mi- kit tidak menular di 7 Kabupaten Kawasan
numan beralkohol, yang relatif murah bila Danau Toba tahun 2017. Kajian ini bertu-
dibandingkan dengan biaya pengobatan juan untuk melakukan Deteksi Dini Faktor
PTM tetapi perilaku masyarakat masih Risiko Penyakit Tidak Menular pada Ma-
cenderung tidak sehat. syarakat di 7 Kabupaten Kawasan Danau
Berdasarkan kebijakan Direktorat Toba Propinsi Sumatera Utara Tahun 2017.
Pengendalian Penyakit Tidak Menular
Kementerian Kesehatan maka salah satu METODE
cara pengendalian PTM adalah dengan Melakukan wawancara dengan
pengendalian faktor risiko yang ditujukan menggunakan instrumen untuk mengetahui
kepada seseorang atau masyarakat yang faktor risiko penyakit tidak menular pada
mempunyai faktor risiko PTM. masyarakat di 7 Kabupaten Kawasan Danau
Provinsi Sumatera Utara merupakan Toba Propinsi Sumatera Utara Tahun 2017.
salah satu dari 10 (sepuluh) destinasi pari- Menggambarkan tentang karakteristik
wisata unggulan di Indonesia dimana terda- (umur, jenis kelamin, pekerjaan,
pat 339 Objek wisata yang tersebar di selu-

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 201


pendidikan,
e i i a stat
statuss perkawina
erkawinan, usia sia masyarakat
mas ara at dii 7 Kabupaten
Ka ate Kawasan
Kawasa Da Danau a
menikah)
me i a ) mas
masyarakat
ara at dalam alam kegiatan
e iata Toba
T a Propinsi
Pr i si Sumatera
S matera Utara Ta
Tahun 2017.
deteksi
ete si dini
i i fa
faktor
t r risi
risiko penyakit
penya it tidak
ti a Menggambarkan
Me am ar a tentang te ta perilaku
perila yang
a
menular pada pada a a masyarakat dii 7 memicu
memic faktor
fa t r risiko
risi penya
penyakitit tidak
ti a
Kabupaten
Ka ate Kawasa
Kawasan Da Danaua Toba Propinsi
Pr i si menular
me lar padaa a padaa a masyara
masyarakat di 7
Sumatera
S matera Utara Tahun 2017. Kabupaten
Ka ate Kawasan
Kawasa Danau
Da a Toba Pr Propinsi
i si
Menggambarkan
Me am ar a hasilasil deteksi
eteksi dini
di i faktor
fa t r Sumatera Utara Tahun 2017.
risiko penyakit
risi e a it ti tidak
a menular pada

HASIL
Tekanan Darah

Tekanan Darah
47%
50% 42% 45% 41%
42% 39%
37% 36% 38%
40% 34% 35%
29%
30% 25%
19% 19% Normal
15%
14% 12% 13% 14%
20% 9% 12% 9% 7% Pre hipertensi
10% 4% 5% 3% 2%
0% Hipertensi I
Hipertensi II

Grafik.1. Distribusi
Distri si Res
Responden
e berdasarkan
er asar a Tekanan
Te a a Darah
Dara
Pa
Padaa masyarakat
masyara at dii 7 kawasan
awasa Danau
Da a Toba
T a Tahun
Ta 2017

Te
Tekanan
a a darah ara kategori
ate ori normal te ter- kanan
a a darahara diastolic
iast lic berada
erada pada kisaranisara
ti i ter
tinggi terdapat
a at padaa a Ka
Kabupaten aten Tobasa
T asa se- s 80 – 89 mmHg.
mmH Bila kondisi isi ini dibiarkan
i iar a
besar
esar 42 % %. Tekanan
Te a a darah ara dengan
denga kategori
ate ri maka
ma a kemudian
em ia aakan a menjadi hipertensi
i erte si
pre
re hipertensi
i erte si tertinggi
terti i pada a a kabupaten
kabupate Dai- Da tingkat
ti at 1 dimana
ima a tekanan
te a a dara darah sistolik
ri sebesar
se esar 45%. % Te Tekanan
a a darah arah dengan
de a ka- mencapai 140-159 mmHg mmH atau tekanante a a da-
tegori Hipertensi tk I tertinggi gi pada kabupa-
a rah
ra diastolic
iast lic mencapai
me ca ai kisaranisaran 90 – 99
ten Simal
te Simalungun se sebesar
esar 29% % dan Hipertensi
Hi erte si mmHg.
mmH Jika Ji a kondisiisi ini
i i tetap ti tidak
a ditin-
iti
Tk II tertinggi
T terti i pada a a kabupaten
a aten Kar Karo sebesar
se esar daklanjuti
la j ti maka
ma a seseorang
sese ra akan mas masuk pa-
15%. daa hipertensi
i erte si tingkat
ti at 2 dimana
imana tetekanan
a a da-
Kesa
Kesadaran
ara dari ari masyarakat untuk t rah
ra sistolik
sist li mencapai
me ca ai 160 mmHg ata atau lelebihi
melakukan
la a kontrol tr l tekanan
te a an darahdara masihmasi dan tekanan
a a diastolic
iast lic mencapai
me capai 1100 mmH mmHg
jauh dari
ja ari yang
a diharapkan.
i ara a Hal ini disebab- ise a atau lebih.
kan
a karena
are a tetekanan
a a darahara tinggi seringkali
seri Dari pemeriksaan
emeri saa tekanan tekana darah ara
tidak
ti a me menunjukkan
j a gejala
ejala klinis, sehingga
se i a terhadap
ter a a responden
res e tersebut kategori
ate ri
masyarakat
mas ara at titidak
a sadar
sa ar akan
a a hal ini ini. prehipertensi merupakan
mer a an kelompok
el m
Te
Tekanan
a a darah ara dikatakan
i atakan normal rmal terbanyak.
ter a a Bila tidak ti a dilakukan
ila ukan tatala
tatalaksana
sa a
aapabila
a ila te
tekanan
a a darahara sistsistolik
lik kurang
kura dari ari untuk
t pencegahan
e ce a a kondisi isi terseb
tersebutt dapata at
120 mmH
mmHg dan a tetekanan
a a darah arah diastolik
diast li ku- menjadi hipertensi. Tekanan Te a an daradarah ti tinggii
rang dari
ra ari 80 mmHmmHg. Seseorang dikatakan i ata a (hipertensi)
( i erte si) adalah
a ala salasalah satu fakt
faktorr risi
risiko
mulai terkena penyakit it darah
arah tinggi
tin i (pra-
( ra untuk
t terjadinya
terja i a penyakit
e a it tidak me menularlar
hipertensi)
i erte si) jijikaa te
tekanan
a a daraharah sistolik
sist li bera-
er seperti
se erti penyakit
e a it kardiovaskuler
ar i askuler ((penyakite a it
da pada kisaran 120 – 139 mmHg ata atau te-t jantung
ja t dan
a pembuluh
em l darah),
arah), penyakit
e a it

202 | Seminar
emi r NNasional
si l Kese
Kesehatan
atan 2018
serebrovaskuler (stroke)) dan penyakit
e a it Hipertensi
Hi erte si juga
j a dapat
a at men
menyebabkan
e a a
gangguan
a a meta
metabolik
li seperti diabetes gangguan
a a irama jantungja t dan gangguan
a a
mellitus serta gangguana a pada ginjal.
i jal irama jantung
ja t yang
a paling
ali g seri
sering terja
terjadii
Hipertensi
Hi erte si berpotensi
er te si men
menyebabkan
e a a adalah
a ala jenis
je is irama jantung
ja t yang mem
membuat at
berbagai
er a ai gangguan
a a ja jantung
t seperti penyakit
e a it serambi
seram i jantung
ja t bergetar
er etar tidak beraturan
erat ra
jantung
ja t koroner,
r er gagal a al jantung hinggai a dan
a dapat
a at memic
memicu timbulnya bekuan e a
gangguan
a a irama ja jantung.
t Hasil penelitian
e elitia (gumpalan) darah di ruang-ruang ruang jantung.
ja t
Badan
Ba a Kese
Kesehatan
ata Dunia (WHO) Bila bekuan
e a it itu terlepas
terle as dapat
apat menyumbat
me m at
menunjukkan
me j a hampir
am ir sete setengah
gah dari
d kasus pembuluh
em l darah
ara otak ta dan an men
menyebabkan
e a a
serangan
sera a jantung
ja t disebabkan
ise a an olehole tekanan
te a a stroke.
darah tinggi.

Kadar Gula Darah

Kadar Gula Darah


99%
100% 93% 93%
84% 80%
80% 73%
67%
60%

40% 33%
27% Sesuai
16% 20%
20% 7% 7% Diatas nilai rujukan
1%
0%

Grafik.2. Distri
Distribusi
si Res
Responden
nden
e berdasarkan
ber
er asar a Kadar
Ka ar Gula
G la Darah
Dara Pada
Pa a Masyarakat
Mas ara at dii 7 kawasan
awasa
Danau Toba Tahun 2017

Ber
Berdasarkan
asar a grafik
rafi kadar
adar gula
g la darah
ara kat
at kesehatan
ese ata iindividu i i dan
an mas
masyarakat.
ara at
res
responden e pemeriksaan
emeri saa kadar a ar gula dengan
e a Agar
A ar tubuh
t tetap
teta sehat
se at danan terhindar
terhi ar dari ari
nilai sesuai (normal) ter terbanyak
anyak di kabupa-
a berbagai
er a ai penyakit
e a it diabetes
ia etes atau penyakit
e a it
ten Simal
te Simalungun 99%. % Kadar gula g la darah
ara tidak
ti a menular
me lar (PTM) terkait ter ait gizi, ma
makaa pola la
diatas
iatas nilai
ilai rrujukan
j a terti
tertinggii adalah
adala Kabu-
Ka makan
ma a masyarakat
mas ara at perlu erl ditingka
itingkatkan kea-
paten Karo sebesar 33%. rah
ra konsumsi
s msi gizi
izi seimbang.
seim a . Gizi yang a baik ai
P
Pola
la ma
makan a mer
merupakan
a an perila
perilaku pal-
a membuat
mem at berat erat badan
a a normalrmal ata
atau sesehat,
at
iing penting
e ti yang a dapat
a at mempengaruhi
mempengar i kea- e tubuh
t tidak
ti a m mudaha terkena
ter e a penyakit iinfeksi,
fe si
daan
aa gizi.
izi Hal iinii disebabkan
ise a an karena
kare a kuanti-
a t produktivitas
r ti itas kerja
erja meningkat
me i kat serta terli terlin-
tas dan kualitas ma makanan
a a dan minuman
mi ma dung dari
ari penyakit
e a it diabetes
ia etes dan kematian
ematia
yang
a dikonsumsi
i s msi aakana mempengaruhi
mempengar i ting-
ti dini (Kemenkes, 2014).

Seminar
emi r NNasional
si l Kesehatan
Kese tan 2018
2 | 203
Indeks Massa Tubuh

Indeks Massa Tubuh


45% 42%
40% 40%
40% 38%
36%
35% 31%
28% 28%
30% 26% 26% 27% 27%
24% 24% BB Kurang
25% 22%
21% 21% 22% 22%
20% 18% 18% Normal
15%
15% 16%
14% 13% Lebih
15% 11% 11%
10% 7% 8% Obesitas Tk I

5% 2% 2% 2% 2% 2% Obesitas Tk II

0%

Grafik.3. Distribusi Res


Responden
e berdasarkan
er asar a Indeks
I e s Massa Tubuh
T
Padaa Masyarakat
Pa Masyara at dii 7 kawasan
awasa Da
Danau
a Toba
T a Tahun
Ta 2017

Dari grafik
rafi dii atas diketah iketahuii berat
erat Indeks
I e s Massa Tubuh T (IMT), yait
yaitu ssuatu
at
badan
a a kurang ra ter
terbanyak
a a pada kabupatenka ate angka
a a yang a dii dapat
a at dari
ari hasil
asil berat badan
a a
Humbang
H m a Has
Hasundutan ta se sebesar
esar 8%,
8% Berat dalam kilogram dibagi tinggi gi badan
bada dalam
alam
badan
a a normalrmal terterbanyak
a a pada ada responden
resp e dii meter kuadrat. Peningkatan IMT berhubun-
er
Kabupaten
Ka ate Dairi se sebesar
esar 28%,%, Berat Badan
Ba a gan
a dengan
e a bertambahnya
ertam a a risiko terhadap
ter a a
Lebih
Le i terterbanyak
a a pada a a Kabupaten
Kabupate Toba T a penyakit
e a it diabetes
ia etes melitus,
melit s jantun
jantung koroner,
r er
Samosir
Sam sir sesebesar
esar 21% % dan a obesitas
ob Tk.I hipertensi,
i erte si hiperlipidemia
i erli i emia dan beberapae era a
terbanyak
ter a a pada a a Kabupaten
Ka aten Simalungun
Simal keganasan. Berat badana a normal
ormal bilaila IMT
sebesar
se esar 42% % dan a obesitas
esitas tk. II terti
tertinggii antara 18,5 – 24,9 kg// m².
m² Berat babadan
a lelebih
i
terdapat
ter a at dii kabupaten
a aten Humbang
H m a bila IMT = 25 – 27 kg/m² /m² dan obesita
obesitas bila
Hasundutan
Has ta sebesar
se esar 27%. % IMT > 27 kg/m².
/m² Berat badan
a an lebi
lebih dan
a ob-
O
Obesitas
esitas didefinisikan
i efi isi an sebagai
seba ai pe- esitas disebut
ise t obesitas
esitas umum.
m m. Berat badan a a
ningkatan
i ata berat erat badan
a a le lebih
i dari 20%
2 % berat
erat yang
a berlebih
erle i merupakan
mer a a salah sat satu fa
faktor
t r
badan normal. l Cara se sederhana
er ana untuk
unt men-
me risiko
risi berbagai
er a ai penyakit
e a it seperti DM,
DM hiper-
i e
getahui
eta i kelebihan
ele i a berat erat badan
adan adalah
adala den-e tensi
te si dan
a penyakit
e a it jantung
ja t koroner
oroner
gan
a memengukurr IIndeks e s Massa Tubuh
Tubu (IMT).
(IMT)
.

204 | Seminar
emi r NNasional
si l Kese
Kesehatan
atan 2018
Lingkar Perut

Lingkar Perut
75%
80% 56% 58%53% 50% 62% 57%
60% 44% 42% 47% 50% 38% 43%
40% 25%
20% Sesuai Rujukan
0% Diatas Rujukan

Grafik.4. Distribusi
Distri si Responden
Res e berdasarkan
er asar a Lingkar
Li ar Perut
Per t
Padaa Masyarakat
Pa Masyara at dii 7 kawasan
awasa Da
Danau
a Toba
T a Tahun
Ta 2017

Ber
Berdasarkan
asar a grafikrafi di atas menun-
me terbanyak
ter a a dii Kabupaten
Ka ate Karo se sebanyak
a a
jukkan lingkar peruter t ses
sesuai
ai rujukan
ruj a dan a 75%% dan
a daerah
aera yang
a terbanyak
ter anyak memiliki
memili i
lingkar
li ar perut
er t dii atas rujukan
r j an dan ka kabupaten
ate lingkar
li ar perut
er t sesuai
ses ai rrujukan
j a terbesar adalah
yang
a memili
memilikii li
lingkar
ar perut
er t diatas rujukan
r j a Kabupaten Dairi sebesar 47%.

Lemak Darah (Kolesterol)

Kolesterol Total
87% 86% 85%
90%
80% 72%
64% 67% 66%
70%
60%
50% 36% 33% 34%
40% 28%
30% Sesuai Rujukan
13% 14% 15%
20% Diatas Rujukan
10%
0%

Grafik.5. Distribusi
Distrib si Res
Responden
e berdasarkan
er asar a Kolesterol
K lester l Total
T tal
Padaa Masyarakat
Pa Masyara at dii 7 kawasan
awasa Da
Danau
a Toba
T a Tahun
Ta 2017

Berdasarkan tabel di atas hasil peme-


em Semua
Sem a zat dan a unsur
sur yan
yang terlar
terlarutt
ri saa total
riksaan t tal kolesterol.
lester l Total kolesterol
lester l dalamm darah
ara akan
a a memberikan
mem erikan kontribusi
tri si
yang
a sessesuai
ai rrujukan
j a sebanyak
se a ak 36% dii Ka-K terhadap
ter a a kekentalan
e e tala darah.
ara . Dalam hal al iinii
bupaten
ate Samosir
Sam sir serta hasil asil pemeriksaan
pemeri saa gula
la darah,
ara kolesterol,
lester l triglyseri
triglyserida,
a asam
ttotal
tal kolesterol
lester l yang
a berada
era a diatas rujukan
r j a urat dan lain-lain
lai secara bersama
ersama-sama akan
sebanyak
se a a 87 % dii Ka Kabupaten
aten Toba Samosir.
Sam sir menentukan kekentalan darah.

Seminar
emi r NNasional
si l Kesehatan
Kese tan 2018
2 | 205
Sese
Seseorang
ra yang
a memiliki kadar
ka ar gulala terutama
ter tama pembuluh
em l darah
arah yan
yang sudah
s a
darah, kolesterol, triglyserida
da ya
yang tinggi
ti i hampir
am ir ters
tersumbat
m at karena
are a adanya tumpukan
t m a
aakan
a memili
memilikii darah
ara yang
a g lebi
lebih kental
e tal lemak
lema pada
a a dindingnya
i i a dadan dapat
a at
sehingga
se i a bentuk
e t fisi
fisik darah
arah tersebut
terse t akan
a a menimbulkan gejala stroke.
ssulit
lit me
mengalir
alir melalui
melal i pembul
embuluh darahara

Asam Urat

Asam Urat
100% 92%
84%
90% 76% 75%
80% 66%
70% 63%
60% 52%
48%
50% 37%
40% 34%
25% Sesuai Rujukan
30% 24%
16% Diatas Rujukan
20% 8%
10%
0%

Grafik.6. Distribusi Responden


Res e berdasarkan
er asar a Pemeriksaan
Pemeri saa Asam Urat
Padaa Masyarakat
Pa Masyara at dii 7 kawasan
awasa Da
Danau
a Toba
T a Tahun
Ta 2017
Pe
Penderita
erita asam urat rat terbanyak
terban a yang a pada
a a wanita.
wa ita Peningkatan
Pe i ata asam urat rat padaa a
sesuai dengan rujukan se sebanyak
anyak 92 % dii jaringan
jari a sendi
se i tersebut
terse t tidak
ti ak otomatis m me-
Kabupaten
Ka ate Simal
Simalungun dan a data penderita
e erita nimbulkan
im l a reaksi
rea si peradangan
era a an ; da dapat
at jjugaa
asam urat rat ter
terbanyak
a a yang a beradaerada diatas
iatas rru- tanpa
ta a menimbulkan
me im l a gejala ejala (asimt
(asimtomatik).
mati )
jjukan a 75% % dii KaKabupatenate Karo. Gout secara umumm m terbagi
ter a i dua yait
yaitu goutt
Ter
Terdapat
a at saling
sali keterkaita
eterkaitan aantara tara primer
rimer yang
a penyebabnya
e e a a tidak diketahui
i eta i
obesitas
esitas dengan
e a risi risiko peningkata
eningkatan PJK dan
a goutt sekunder
se er yang
a penyebab
enyebabnyaa dike-
i
(Penyakit
(Pe a it JaJantung
t Kr
Kronis),is), hipertensi,
hiperte si an- a tahui.
gina, stroke, e diabetes
ia etes dan a merupakan
merupaka beban e a
penting
e ti pada a a kesehatan
ese ata ja jantung
tung dan
da pembu-
em KESIMPULAN
lluh darah.
ara Pe
Penurunan
r a berat erat badan
ba a diha- i Tekanan
Te a a darah ara kategori
ate ori normal te ter-
rapkan
ra a dapata at memenurunkan
r a tekanan
tekana darah,ara tinggi
ti i terdapat
ter a at padaa a Kabupaten
Ka aten T
Tobasa
asa sse-
memperbaiki
mem er ai i sesensitivitas
siti itas iinsulin,
sulin, pembaka-
em a besar
esar 42 %.% TeTekanan
a a darah
ara denga
dengan kategori
ate ri
ran glukosa
ra l sa dana menurunkan
me r an disli
dislipidemia.
i emia pre hipertensi
erte si tertinggi
terti i padaa a kabu
kabupaten
ate DaDai-
Hal tersebut ditempuh dengan an cara mengu-
me ri se
sebesar
esar 45%.% Tekanan
Te a a darah
arah dengan
de a ka-
rangii as
ra asupana kalori
al ri dana menambah
menamba aktifitas
a tifitas tegori
te ri Hipertensi
Hi erte si tkt I tertinggi
terti gi pada kabupa-
a
fisik. Disamping
fisi Disam i pemberianem eria daftar kompo- m ten
te Simalungun
Simal sebesar
se esar 29% % dan Hipertensi
Hi erte si
sisi makanan, penderitae erita juga di diharapkan
ara a Tk
T II terti
tertinggii pada
a a kabupaten
a aten Kar Karo se
sebesar
esar
untuk berkonsultasi
er s ltasi dengan e a pakar gizi izi seca-
sec 15%. Kadar
Ka ar gula la darah
ara responden
responde dengan
e a
ra teratur. hasil pemeriksaansaa kadar
a ar gula
ula darah
dara sessesuai
ai
G
Goutt berhubungan
er a erat dengan
den a gang- a (normal)
( rmal) terbanyak
ter a a dii kabupaten
a paten Simal
Simalun-
guan
a meta
metabolisme
lisme purin ri yanga g menimbulkan
meni gun 99%. % Kadar
Ka ar gula la darah
arah diatas nilai
ilai
peningkatan
e i ata kadar a ar asam urat rat darah
dara lebih
le i rujukan
r j a tertinggi
terti i adalah
a ala Kabupaten
Kabupate KaroKar
dari
ari 8 mmg% % pada
a a pria
ria dana lebih dari 7mg m % sebesar 33%. Berat badan a a kurang
urang ter
terbanyak
a a

206 | Seminar
emi r NNasional
si l Kese
Kesehatan
atan 2018
pada kabupaten Humbang Hasundutan Kementerian Kesehatan R.I, 2012
sebesar 8%, Berat badan normal terbanyak Pedoman Teknis Penemuan dan
pada responden di Kabupaten Dairi sebesar Tatalaksana Penyakit Diabetes
28%, Berat Badan Lebih terbanyak pada Melitus, Jakarta.
Kabupaten Toba Samosir sebesar 21% dan _________________2012. Petunjuk Teknis
obesitas Tk.I terbanyak pada Kabupaten Pengukuran Faktor Risiko Diabetes
Simalungun sebesar 42% dan obesitas tk. II Melitus, Jakata
tertinggi terdapat di kabupaten Humbang _______________, 2010. Pedoman Pen-
Hasundutan sebesar 27%. Kabupaten yang gendalian Obesitas, Dirjen P2PL, Di-
memiliki lingkar perut diatas rujukan terba- rektorat PPTM ,Jakarta.
nyak di Kabupaten Karo sebanyak 75% dan _______________, Dirjen P2PL, 2010. Pe-
daerah yang terbanyak memiliki lingkar tunjuk Teknis Pengukuran Faktor Ri-
perut sesuai rujukan terbesar adalah Kabu- siko Diabetes Melitus, Edisi 2. Direk-
paten Dairi sebesar 47%. Total kolesterol torat Pengendalian Penyakit Tidak
yang sesuai rujukan sebanyak 36% di Ka- Menular. Jakarta.
bupaten Samosir serta hasil pemeriksaan _______________, 2010. Rencana Pro-
total kolesterol yang berada diatas rujukan gram Nasional Pencegahan dan Pe-
sebanyak 87 % di Kabupaten Toba Samosir. nanggulangan Penyakit Tidak Menu-
Penderita asam urat terbanyak yang lar Tahun 2010 – 2014, Dirjen P2PL,
sesuai dengan rujukan sebanyak 92 % di Direktorat PPTM, Jakarta.
Kabupaten Simalungun dan data penderita _______________, 2010. Deteksi Dini
asam urat terbanyak yang berada diatas ru- Faktor Risiko Penyakit Jantung dan
jukan 75% di Kabupaten Karo. Rekomen- Pembuluh Darah, Dirjen P2PL, Di-
dasi kepada Masyarakat yang ada di pinggi- rektorat PPTM, Jakarta.
ran Danau Toba agar mengikuti anjuran _______________, 2012. Buku Perlengka-
pola makanan yang sesuai dengan hasil pan Advokasi Penyakit Tidak Menu-
pemeriksaan, melakukan olah raga secara lar, Dirjen P2PL, Direktorat PPTM,
rutin (misal: jalan kaki, senam, bersepeda Jakarta.
dan lain-lain), menghindari kebiasaan dan _______________, 2012. Modul Training
perilaku yang dapat memicu faktor risiko of Trainner (ToT) Teknis Terintegra-
PTM, menganjurkan kepada masyarakat siPengendalian Penyakit Tidak Me-
yang telah memiliki faktor risiko agar rutin nular, Dirjen P2PL, Direktorat
memeriksa kesehatan ke puskesmas atau PPTM , Jakarta.
fasilitas pelayanan kesehatan. Bagi respon- _______________, 2014. Buku Saku Was-
den dengan kategori obesitas di anjurkan padai Hipertensi, Kendalikan Teka-
untuk mengikuti penatalaksanaan obesi- nan Darah, Edisi 2, Dirjen P2PL, Di-
tas.Penatalaksanaan obesitas bertujuan un- rektorat PPTM, Jakarta
tuk menurunkan berat badan serta menu- Mulyadi, SKM, 2010. Kolesterol Tinggi
runkan risiko penyakit penyerta obesitas. ....No Way!!! Kementerian Kesehatan
Dalam melakukan penatalaksanaan obesitas RI, Dirjen P2PL, Direktorat PPTM
diperlukan motivasi yang kuat dari yang Tahun 2010, Warta Pengendalian Pe-
bersangkutan, dukungan keluarga dan ling- nyakit Tidak Menular, Edisi : Kedua-
kungan sosialnya. belas, September 2010.
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/ISI%
REFERENSI 20LAPORAN%20PENEL%20PUGS
Julius July, 2013. Mari Mencegah Stroke, .pdf,
Volume Ilmu, Jakarta. Penerapan Pedoman Umum Gizi Seimbang
Junaidi, Iskandar, 2012. Rematik & Asam (Pugs) Dalam Pemeliharaan Keseha-
Urat. Cara mudah memahami, men- tan Jantung Pada Ibu Peserta Dan
gobati dan merawat. Bhuana Ilmu Bukan Peserta Klub Jantung Sehat Di
Populer, Jakarta, 2012 Kalurahan Pleret Bantul Yogyakarta,
posting 21 Nopember 2013.

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 207


PENGARUH MASSAGE PASCA LATIHAN FISK ANAEROBIK TERHADAP
KADAR ASAM LAKTAT PADA ORANG YANG TIDAK TERLATIH

Sri Martini 1, Sulaiman, Nilai Utami Nurhasanah


1
Poltekkes Kemenkes Palembang

ABTRAK

Latar belakang: Latihan fisik secara submaksimal pada orang yang tidak terlatih dapat me-
ningkatkan penggunaan sumber energi dari ATP semakin banyak sehingga pemecahan glikogen
meningkat, akibatnya piruvat semakin menumpuk dan menjadi asam laktat. Kadar asam laktat
darah dipergunakan sebagai parameter untuk mengetahui performance seseorang,kinerja atlet
dan respon aktivitas fisik berupa tingkat kelelahan dan nyeri otot (myalgia). Eliminasi kadar
asam laktat darah yang sering digunakan dengan cara massage. Tujuan penelitian untuk men-
getahui efektifitas massage terhadap kadar asam laktat. Metode: Quasi experimental telah dila-
kukan di Balai Kesehatan Olahraga dan Kebugaran, pada tanggal 3-4 Juli 2013, terdapat 34 res-
poden,yang dibagi menjadi dua kelompok. Pada masing-masing kelompok dilakuan pemerik-
saan laktat awal (pre test),kemudian lari di atas treadmill 8 kph selama 10 menit dan dilakukan
pemeriksaan kadar asam laktat (post test), kemudian pada kelompok perlakuan dilakukan mas-
sage selama 10 menit sedangkan kelompok pembanding tidak dilakukan massage terakhir dila-
kuan pemeriksaan kadar asam laktat (post massage). Hasil:Data dianalisis menggunakan La-
vene’s test dan dilanjutkan dengan paired t test. Hasil pengukuran rata-rata kadar asam laktat
kelompok perlakuan pre test 4,6 mmol/L, post test 12,7 mmol/L, post massage 9,8 mmol/L,
sedangkan kelompok pembanding pre test 4,4 mmol/L, post test 13,7 mmol/L,post non massage
13,6 mmol/L. Hasil penelitian post massage kedua kelompok didapat p=0,001 (p<0,05) menun-
jukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna terhadap penurunan kadar asam laktat sesudah di-
massage pada kelompok perlakuan. Kesimpulan: Massage dapat menurunkan kadar asam lak-
tat darah pada respoden.
Kata kunci: Latihan Fisik, kadar asam laktat, masase

INFLUENCE POST EXERCISE MASSAGE ON LACTIC ACID LEVELS IN


UNTRAINED PEOPLE

ABSTRACT

Background: Submaximal physical exercise in untrained people is going to increase use energy
sources. So that more and more ATP is produced by glycogen breakdown. Accumulating pyru-
vate to lactate levels of lactic acid is used as a parameter physicalto determine a person's per-
formance, the performance of athletes and the response of physical activity in the form of fati-
gue and muscle pain (myalgia). Elimination of blood lactic acid levels are often used by way of
massage. the purpose of the study to determine the effectiveness of massage on lactic acid le-
vels. Method: Quasi experimental has been carried out in the health center and fitness gym, on
3-4 July 2013, there were 34 respondents who met the criteria inkhlusi, then divided into two
groups each group were 17 respondents where the first group and the second group received no
treatment get a massage intervention. In each group initial lactic acid level was taken (pre-test),
and then after running on treadmill of 8 kph for 10 minutes (post test). The treatment group was
given massage for 10 minute, whole the control group did not get massage. After 10 minute
massage, the blood lactic acid was taken (post massage). The blood lactid acid pre massage and
post massage were analysis using by paired t- test. Results: The result of the study initial lactid
acid in treatment 4,6 mmol/L and after exercise 12,7 mmol/L, after post massage 9,8 mmol/L
comparison group initial pre test 4,4 mmol/L, post test 13.7 mmol / L, post non-massage 13.6
mmol / L. The results of the study both groups obtained a post massage p = 0.001 (p <0.05)

208 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


showed that there were significant differences in the decrease in lactic acid levels after the mas-
sage in the treatment group. Conclusion: Massage is effective in decreasing the lactate acid
concentration in blood.
Keywords : Physical exercise, Lactic acid levels, Massage.

PENDAHULUAN latihan fisik anaerobik terhadap kadar asam


laktat darah pada orang yang tidak terlatih.
Latihan mempunyai dampak positif
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
berupa kebugaran tubuh dan dampak nega-
pengaruh massage pasca latihan fisik anae-
tif misal terbentuknya asam laktat. Kadar
robik terhadap kadar asam laktat.
asam laktat darah dipergunakan sebagai
parameter untuk mengetahui performance
METODE
seseorang, kinerja atlet dan respon aktivitas
fisik berupa tingkat kelelahan dan nyeri Jenis penelitian ini adalah penelitian
otot (myalgia) bahkan bila sangat melelah- Quasi experimental. Kriteria inklusi
kan dapat terjadi iskemia. penelitian ini pada
Saat latihan submaksimal akan ter- mahasiswa laki-laki yang bertempat
bentuk piruvat dengan bantuan enzim Lac- tinggal diasrama Politeknik Kesehatan Ju-
tate Dehydrogenase (LDH) diperkirakan rusan Keperawatan (orang yang tidk
terjadi 5-8 menit, untuk meningkatkan se- terlatih) sebanyak 34 orang. Jenis kelamin
jumlah hormon epinefrin dan norepinefrin laki-laki,berusia antara 18-22 tahun.IMT=
mempercepat proses metabolisme glikolisis BB/TB, laki-laki 18,5-25kg/m2
serta kebutuhan oksigen akan menjadi 100 (normal),telah sepakat menjalani penelitian
kali lipat dari kondisi pasif (oxygen dept), dengan mengikuti prosedur dan
dengan daya tahan dalam waktu yang lama menandatangani informed consent. Kriteria
akan merangsang serabut otot tipe II (otot eksklusi denyut nadi lebih dari 170 kali /
putih atau fast-twitch), yang menggunakan menit saat beban fisik, pingsan setelah
system energy anaerobic dengan hasil akhir melakukan latihan fisik, saat pengobatan
pembentukan asam laktat. penyakit jantung dan paru,obesitas, diatas
Salah satu metode yang sering digu- IMT pada laki-laki >27 kg/m2, atlet atau
nakan untuk mempercepat proses eliminasi Olahragawan,mengkonsumsi antioksidan
laktat dan pemulihan laktat yaitu dilakukan vitamin atau obat anti radang atau
dengan massage. Massage merupakan pemberian creatine monohydrate (
manipulasi sederhana dengan mengusap suplemen nutrisi protein hewani),
tubuh yang sakit pada struktur jaringan lu- mengalami nyeri akut pada sendi saat
nak yang dapat menenangkan serta mengu- melakukan lari,menderita paraliysis otot
rangi stress psikologis dengan mening- kaki, Vertigo, Hipertensi, sesak napas.
katkan hormone. Secara fisiologis massage Penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok
terbukti dapat menurunkan tekanan darah, yaitu kelompok pertama dilakukan
meningkatkan jangkauan gerak sendi serta intervensi berupa massage dan kelompok
mengurangi rasa nyeri. kedua merupakan kelompok kontrol.
Pada orang yang tidak terlatih dilakukan dengan cara lari ditreadmill
kelelahan otot dan nyeri otot akibat latihan selama 10 menit.
fisik lebih cepat terjadi dibandingkan orang Pada kedua kelompok ini dilakukan
yang terlatih. Hal ini disebabkan pada orang pemeriksaan kadar asam laktat sebanyak 3
yang terlatih tubuhnya telah beradaptasi kali yaitu diawal dilakukan pemeriksaan
dengan beban aktivitas fisik yang kadar asam laktat, kemudian pada menit ke
dilakukan. Semakin terlatih seseorang maka 10 setelah lari di Treadmill dilakukan
semakin cepat waktu bersihan (clearance) pemeriksaan kadar asam laktat yaitu post
asam laktat. latihan selanjutnya dilakukan massage
Berdasarkan permasalahan diatas (kelimpok intervensi) selamat 10 menit
maka penulis tertarik untuk melakukan Terakhir dilakukan pemeriksaan kadar asam
penelitian tentang pengaruh massage pasca laktat post massage. Tempat penelitian ini

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 209


dilakukan di Balai Kesehatan Olahraga Dan Karakteristik Subjek
Kebugaran Masyarakat Palembang
Karakteristik subyek penelitian pada
(BKOKM), yang dilaksanakan pada tang-
penelitian ini terdiri dari: usia, indeks massa
gal 3 Juli 2013 dan 4 Juli 2013.Analisis
tubuh (IMT), denyut nadi dan pernafasan.
data kuatitatif dilakukan univariat,bivariat
Untuk mengetahui apakah kedua kelompok
dengan menggunakan program SPSS versi
penelitian berdasarkan karakteristik subyek
11,5 dan data kualitatif disajikan secara
homogen atau tidak dilakukan uji Levene’s.
deskriptif.
Adapun hasilnya ditampilkan pada tabel
berikut:
HASIL

Tabel 1 Karakteristik subyek dan uji homogenitas pada kelompok perlakuan dan kelompok
pembanding.
Karakteristik Kelompok
n Perlakuan Pembanding p*
rerata ± SD Rerata ± SD
Usia (tahun) 19,2 ± 0,697 19,1 ± 0,636 0,812
I M T(kg/m2) 34 19,4 ± 1,12 20,5 ± 1,49 0,285
Denyut nadi (menit) 82,4 ± 2,47 83,7 ± 3,19 0,530
Pernafasan (menit) 19,4 ±0,870 19,4 ± 0,939 0,638
p* : Levene’s test, p=0,05

Berdasarkan tabel 1. didapatkan Rerata kadar asam laktat pre test


bahwa nilai p dari seluruh karakteristik pada kelompok perlakuan lebih tinggi
subyek penelitian lebih dari 0,05. Hal ini dibandingkan dengan kelompok
menunjukkan bahwa kedua kelompok da- pembanding akan tetapi setelah dilakukan
lam penelitian ini homogen. latihan fisik anaerobik pada kedua
kelompok penelitian terjadi peningkatan.
Rerata Kadar Asam Laktat Pre Test dan Adapun rerata kadar asam laktat pre test
Post Latihan dan post latihan pada kedua kelompok pe-
nelitian ditampilkan pada tabel 2.

Tabel 2 Rerata Kadar Asam Laktat Pre Test dan Post Latihan
Rerata Kadar Asam Laktat SD
No Kelompok N P
Pre Test Post Test
1 Perlakuan 17 4,66 1,32 12,77 4,09
2 Pembanding 17 4, 48 1,20 13,77 2,75
Uji t dependent, p = 0,05

Tabel 2. menunjukkan bahwa terjadi Rerata kadar asam laktat pada peneli-
peningkatan kadar asam laktat setelah lati- tian ini diukur sebanyak 3 kali yaitu sebe-
han fisik anaerobik pada kedua kelompok lum dan sesudah latihan anaerobik serta
penelitian. Pada kelompok perlakuan terja- setelah dilakukan massage. Adapun hasil
di peningkatan kadar asam laktat sebesar pengukuran rerata kadar asam laktat post
174,03%, sedangkan pada kelompok pem- massage pada kedua kelompok penelitian di
banding terjadi peningkatan kadar asam tampilkan pada tabel 3.
laktat sebesar 207,36%.

Rerata Kadar Asam Laktat Post Latihan


dan Post Massage

210 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


Tabel 3. Kadar asam laktat post latihan dan post massage pada kelompok perlakuan dan ke-
lompok pembanding.

Rerata Kadar Asam Laktat SD


No Kelompok N Post Latihan Post Massage P
x SD x SD
1 Perlakuan 17 12,77 4,09 9,88 2,74
2 Pembanding 17 13,77 2,75 13,64 2,34
Uji t dependent, p=0,05

Berdasarkan tabel 3 didapatkan


bahwa terjadi penurunan kadar asam laktat Perbandingan rerata kadar asam laktat
setelah dilakukan massage pada kelompok sebelum dan sesudah latihan fisik anae-
perlakuan, sedangkan pada kelompok robik
pembanding tidak terjadi penurunan kadar Rerata kadar asam laktat sebelum dan
asam laktat. Penurunan kadar asam laktat sesudah latihan fisik anaerobik dapat di-
pada kelompok perlakuan setelah dilakukan bandingkan dengan menggunakan uji t ber-
massage sebesar 22,8%. pasangan. Adapun hasilnya ditampilkan
pada tabel berikut:

Tabel 4 Perbedaan rerata kadar asam laktat sebelum dan sesudah latihan fisik anaerobik
Kel. Perlakuan Kel. Pemband-
P P
ing
Variabel Pre Test Post Lati- Pre Test Post La-
han tihan
x SD x SD x SD x SD
Ka
dar 4,66 1,32 12,77 4, 88 13,64
0,001 0,001
Asam Lak 4,09 1,20 2,34
tat
Uji t dependent, p=0,05

Berdasarkan tabel diatas didapatkan tihan fisik anaerobik dan sesudah di mas-
bahwa adanya perbedaan pada kelompok sage dapat dibandingkan dengan menggu-
perlakuan, antara pre test dengan post lati- nakan uji t berpasangan. Sedangkan rerata
han, kemudian pada kelompok pembanding kadar asam laktat sesudah latihan fisik
didapat juga perbedaan antara pre test den- anaerobik dan sesudah yang tidak di mas-
gan post latihan. sage dapat dibandingkan dengan menggu-
nakan uji t tidak berpasangan. Adapun ha-
Perbandingan rerata kadar asam laktat silnya ditampilkan pada tabel berikut:
post latihan dan post massage.
Rerata kadar asam laktat sesudah la-

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 211


Tabel 5 Perbedaan rerata kadar asam laktat sesudah latihan fisik dan sesudah di massage.
Kel. Per- Kel.
lakuan Pem- px
banding pxx
Variabel
Post latih Post mas- Post lati- Post non
an sage han massage
x SD x SD x SD x SD
Kadar asam
Laktat 12,77 9,88 2,74 0,007 13,77 13,64 0,777 0,001
4,09 2,75 2,34

uji t dependent p=0,05 uji t independent (p<0,05)

Berdasarkan tabel diatas menunjuk- lam kelompok status gizi normal, begitu
kan bahwa pada kelompok perlakuan rerata juga dengan rerata tanda-tanda vital subyek
kadar asam laktat post latihan dan post penelitian yang menunjukkan dalam ren-
massage (12,77 4,09 dengan 9,88 2,74) tang normal. Pengaruh indek massa tubuh
terdapat perbedaan yang bermakna berupa berat badan dan tinggi badan dapat
(p=0,007), sebaliknya pada kelompok pem- mempengaruhi adaptasi tubuh saat latihan
banding antara post latihan dengan post fisik anaerobik berupa mempercepat terja-
non massage (13,77 2,75 dengan 13,64 dinya peningkatan denyut nadi, peningkatan
2,34) tidak terdapat perbedaan yang ber- pernafasan sehingga subyek penelitian ce-
makna (p=0,777). pat terjadi kelelahan.
Kemudian pada kelompok perlakuan Hasil pengukuran rerata kadar asam
kadar asam laktat post massage (9,88 ± laktat darah pada kelompok perlakuan se-
2,74) sedangkan pada kelompok pemband- belum latihan adalah 4,66 mmol/L kemu-
ing kadar asam laktat post non massage dian setelah latihan fisik didapatkan rerata
(13,64 ± 2,34) setelah dilakukan uji t inde- kadar asam laktat adalah 12,77 mmol/L,
pendent yang membandingkan antara ke- sedangkan rerata kadar asam laktat pada
lompok perlakuan dengan kelompok pem- kelompok pembanding adalah 4,48
banding maka didapatkan nilai p=0,001, mmol/L kemudian setelah latihan fisik di-
terdapat perbedaan yang bermakna kadar dapatkan rerata kadar asam laktat 13,77
asam laktat pada kedua kelompok. mmol/L.
Menurut Bangso (1995) peningkatan
PEMBAHASAN kadar asam laktat setelah latihan dikarena-
kan pada latihan fisik dibutuhkan banyak
Berdasarkan tabel 4.1 tentang karak-
energi, sehingga terjadi pemecahan gliko-
teristik subyek dalam penelitian ini, disim-
pulkan semuanya laki-laki yang berusia 19- gen dan piruvat yang banyak, akan tetapi
tidak semua semua piruvat akan masuk ke-
21tahun dengan rerata IMT 22 kg/m2. fre-
kuensi nadi 82,47x/menit, dan frekuensi dalam siklus kreb’s melainkan sebagian
akan segera berdisosiasi menjadi asam lak-
pernapasan 19,41x/menit.
tat. Selanjutnya asam laktat akan berdifusi
Menurut Adam (2002) usia sangat
berpengaruh sekali terhadap proses latihan. keluar masuk kecairan intraselluler dan sis-
temik, sebagai kompensasinya maka kadar
Pada usia ini 19-21 tahun merupakan usia
asam laktat dalam darah akan meningkat.
pertumbuhan dan secara fisiologis laki-laki
Penelitian terkait tentang peningkatan kadar
dewasa memiliki hormon androgen yang
berpengaruh terhadap perkembangan otot asam laktat dilakukan oleh Krismadi
(2002), pelatihan maksimal yang diberikan
yang lebih besar, kekuatan dan power yang
pada subjek dengan memu-
meningkat. Hal ini sangat berpengaruh ter-
hadap prestasi, bila dilatih terus menerus kul sandsack dengan kecepatan maksimal
(anaerobic) selama 1 menit terjadi pening-
secara rutin. Rerata IMT pada subyek pe-
nelitian adalah 22 kg/m2 hal ini menunjuk- katan kadar asam laktat darah yang sangat
kan bahwa subyek penelitian termasuk da-

212 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


tajam (mencapai 8,24 mmol/L - 9,5 nya dari Golnick (1986) mengatakan butuh
mmol/L). waktu 30-40 menit dan Glesson (1998) me-
Hasil ini hampir sama dengan peneli- nyatakan butuh waktu 30-120 menit untuk
tian Chin (1995) dengan subjek pemain pemulihan.
elite bulutangkis menggunakan test sepeda Untuk membersihkan kadar asam
ergometer dimana kadar asam laktat darah laktat darah dalam tubuh lebih cepat dengan
mencapai 10,4 mmol/L setelah test berlang- melakukan massage dari pada melakukan
sung. Kadar asam laktat darah lebih cepat aktivitas ringan atau dengan cara yang lain,
meningkat pada pelatihan fisik anaerobik menurut Wilmore (2008) menyatakan bah-
meskipun kadar asam laktat darah sebesar wa seorang atlet bisa melanjutkan melaku-
16 mMol/l masih dapat ditoleransi (Living- kan latihan pada intensitas yang relatif ting-
stone,1998). gi dalam kondisi asam laktat 6-7 mMol/L.
Selanjutnya Williams (1993) menya- Oleh karena itu dengan nilai rerata kadar
takan pembentukan asam laktat akan terjadi asam laktat penelitian sebesar 3,109
pada kerja progressif yang dinamis dari sub mMol/L, seseorang dapat melakukan lati-
maksimal menuju maksimal. Pada aktivitas han lagi dengan resiko terjadi kelelahan
yang semakin tinggi terjadi pergeseran pa- yang kecil (Prentice, 1994).
sokan energi dari aerobik menuju anaero- Pemulihan dengan massage akan le-
bik. Peningkatan kadar asam laktat terjadi bih cepat menurunkan kadar asam laktat
latihan fisik maksimal, dengan perbandin- dari pada pemulihan aktif (Foss, 1998).
gan kadar asam laktat pada individu secara Eliminasi asam laktat darah terjadi melalui
normal sebesar ± 2-5 mmol/L (Foss,1998). oksidasi dalam serabut otot, laktat yang ti-
Hasil pengukuran kadar asam laktat dak teroksidasi akan berdifusi dari otot
pada kelompok perlakuan post latihan dida- yang aktif ke dalam kapiler dan akan menu-
patkan sebesar 12,77 mmol/L, setelah dila- ju hati. Melalui siklus Cori laktat dapat di-
kukan massage selama 10 menit maka ka- ubah menjadi piruvat, jika ada oksigen akan
dar asam laktat didapatkan sebesar 9,88 diubah menjadi glukosa. Glukosa ini dapat
mmol/L. Sedangkan pada kelompok pem- dimetabolisme oleh otot yang aktif atau
banding kadar asam laktat post latihan di- disimpan dalam otot sebagai glikogen untuk
dapatkan sebesar 13,77 mmol/L, akan tetapi digunakan kemudian (Karyono, 2006).
pada kelompok ini tidak dilakukan massage Kadar asam laktat sebelum dan sesu-
maka kadar asam laktat didapatkan hampir dah latihan fisik anaerobik didapatkan bah-
sama dengan post latihan fisik yaitu sebesar wa pada kelompok perlakuan kadar asam
13,64 mmol/L. laktat sebesar (4,66 mmol/L ± 1,32 vs 12,77
Hasil penelitian ini sejalan dengan mmol/L ± 4,09). Hasil uji stastistik menun-
penelitian yang dilakukan Dubrouvsky jukkan adanya perbedaan yang bermakna
(1990) yang dikutip oleh caferelli (1992) kadar asam laktat antara sebelum dan sesu-
berupa adanya peningkatan kadar asam dah latihan fisik (p=0,001) Sedangkan pada
laktat dalam darah sesudah diberikan kelompok pembanding kadar asam laktat
latihan maksimal dengan waktu yang tersebut didapatkan sebesar (4,88 mmol/L
singkat, akan tetapi setelah dilakukan ±1,20 vs 13,64 mmol/L ± 2,34). Hasil uji
massage terjadi penurunan kadar asam stastistik menunjukkan adanya perbedaan
laktat. Hal yang sama juga dilakukan oleh yang bermakna kadar asam laktat sebelum
Bahartresna (2005) yang menyimpulkan dan sesudah latihan fisik (p=0,001).
bahwa massage selama masa pemulihan Pada penelitian ini menunjukkan
menurunkan kadar asam laktat darah lebih bahwa adanya peningkatan kadar asam lak-
baik dibandingkan dengan istirahat pasif tat. Hal ini menggambarkan bahwa terja-
setelah aktivitas lari 200 meter pada indivi- dinya peningkatan kadar asam laktat, dis-
du terlatih. ebabkan akibat beban kerja yang berat, hal
Menurut Foss (1998) kadar asam ini karena ketidakmampuan sistem pemasok
laktat darah agar kembali ke kondisi awal energy aerobik, sehingga suplai energi dari
sebelum latihan submaksimal membutuh- sumber energi anaerobik mendominasi
kan waktu pemulihan 60 menit. Studi lain- (Robert, 1999).

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 213


Latihan dengan intensitas tinggi akan nasi kadar asam laktat pada proses recovery
meningkatkan kadar asam laktat. Peningka- sangat berpengaruh pada intensitas dan
tan kadar asam laktat dalam otot dan darah pembebanan saat latihan, yang membutuh-
akan berdampak kurang menguntungkan kan waktu dalam 30-60 menit, bahkan ber-
bagi aktivitas sel akibat terganggunya ki- hari-hari.
nerja sejumlah enzim yang bekerja pada pH Hal yang sama juga dilakukan peneli-
netral atau basa sebagai katalis pada berba- tian tentang manfaat massage yang dilaku-
gai proses metabolisme. Untuk menghin- kan oleh Bahartresna (2005) pada individu
dari dampak penumpukan kadar laktat yang terlatih disimpulkan bahwa, massage selu-
banyak dan menghindari rasa nyeri teruta- ruh tubuh selama 30 menit menyebabkan
ma pada daerah ekstremitas bagian bawah terjadinya penurunan asam laktat sebesar
maka digunakan teknik pemulihan kurang 72,4% dan meningkatkan eliminasi asam
lebih 60 menit untuk menghilangkan pe- laktat selama masa pemulihan setelah lati-
numpukan asam laktat. han fisik intensitas tinggi. Menurut peneli-
Pada subyek yang lari di treadmill tian Ahmadi (1996) pada orang yang terla-
juga membutuhkan waktu yang kurang le- tih diasumsikan bahwa sesudah latihan fi-
bih sama untuk menurunkan kadar asam sik lari estafet 400 meter dalam waktu 5
laktatnya. Pada umumnya dibutuhkan wak- menit tidak diberikan massage, maka pros-
tu 25 menit untuk menyingkirkan separuh es recovery pada kadar asam laktat menga-
dari tumpukan asam laktat setelah berola- lami waktu pemulihan yang lebih lama, di-
hraga maksimal. Ini berarti bahwa untuk bandingkan dengan yang dilakukan mas-
menghilangkan 95% dari tumpukan asam sage. Menurut Rushall (1991) bila beban
laktat diperlukan waktu kurang lebih 60 latihan fisik yang berlebih akan diberikan
menit setelah olahraga maksimal (Bang- waktu pemulihan yang lebih lama, diperki-
so,1995). rakan hingga mencapai lebih dari 75 Jam.
Perbedaan kadar asam laktat sesudah Menurut Cafarelli (1996) didapatkan
latihan fisik anaerobik dan sesudah di mas- bahwa massage yang dilakukan dengan
sage, pada kelompok perlakuan didapatkan teknik tepat dapat meningkatkan aliran da-
kadar asam laktat sebesar (12,77 mmol/L ± rah perifer sebesar 50% dan meningkatkan
4,09 vs 9,88 mmol/L ± 2,74). Hasil uji stas- jumlah sel eritrosit sebesar 7 %, sehingga
tistik menunjukkan adanya perbedaan yang kinerja dengan waktu pemulihan dapat ter-
bermakna kadar asam laktat antara sebelum jadi lebih baik. Selain itu massage juga da-
dan sesudah latihan fisik (p=0,007) pada pat meningkatkan aliran balik vena sehing-
kelompok perlakuan. Sebaliknya pada ke- ga memperbaiki oksigenasi jaringan di otot,
lompok pembanding kadar asam laktat ter- mempercepat eliminasi asam laktat serta
sebut didapatkan sebesar (13,77 mmol/L ± peningkatan eliminasi produk hasil metabo-
2,75 vs 13,64 mmol/L ± 2,34). Hasil uji lisme natrium dan kalium.
stastistik menunjukkan tidak terdapat per- Massage secara langsung dapat me-
bedaan yang bermakna kadar asam laktat ningkatkan aliran vena dikulit serta me-
antara sebelum dan sesudah latihan fisik ningkatkan aliran balik vena. Meningkatnya
(p=0,777). aliran vena ini akan membantu secara efi-
Berdasarkan hasil penelitian yang sien pengembalian darah kejantung, serta
dilakukan terlihat bahwa massage mem- membantu mengalirkan asam laktat yang
percepat eliminasi kadar asam laktat dengan tertimbun dalam otot sehingga memperce-
terjadinya peningkatan laktacid oksigen, pat eliminasi asam laktat darah dan otot
meningkatnya aliran darah dan limfe, me- (Dubrouvsky,1990).
ningkatnya elastisitas pada jangkauan sendi Meningkatnya kadar asam laktat
dan relaksasi otot, berkurangnya nyeri dis- dalam otot dan darah akan mengakibatkan
ebabkan meningkatnya hormone morphin terjadinya perubahan pH menjadi asam.
endogen (endorphin, enkefalin dan dinor- Perubahan ini berdampak kurang mengun-
fin) dan menurunkan kadar stress hormone tungkan bagi aktivitas sel akibat tergang-
simpatomimetic seperti cortisol, norepi- gunya kinerja sejumlah enzim untuk proses
nephrine, dan dopamine. Kecepatan elimi- metabolisme (Clark, 2007).

214 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


Pada penelitian ini massage diguna- pembanding tidak terdapat penurunan kadar
kan pada musculus: hamstring, sartorius, asam laktat. Terdapatnya perbedaan yang
gastrocnemius, tibialis anterior, quadriceps bermakna kadar asam laktat sebelum dan
femoris, ischiocrurale dilakukan teknik sesudah latihan fisik anaerobik pada kedua
massage selama 10 menit yang dilakukan kelompok penelitian ini. Terdapatnya per-
oleh masseur berupa eufleurage (membu- bedaan yang bermakna kadar asam laktat
ka), petrissage, shaking, walken kemudian post latihan fisik anaerobik dengan post
digunakan lagi eufleurage sebagai penutup, massage. Direkomendasikan agar dapat
dengan hasil penelitian pada kelompok per- melakukan latihan fisik yang dilakukan
lakuan kadar asam laktat post massage pada orang tidak terlatih (non atlet) hen-
(9,88 ± 2,74) sedangkan pada kelompok daknya dilakukan secara rutin, agar menda-
pembanding kadar asam laktat post non pat kebugaran secara biokimiawi kadar
massage (13,64 ± 2,34) setelah dilakukan asam laktat yang lambat meningkat ditandai
uji t independent didapatkan nilai p=0,001, lambat lelah dan nyeri otot.
terdapat perbedaan yang bermakna kadar
asam laktat pada kedua kelompok, berupa REFERENSI
pada kelompok perlakuan terdapat penuru- Adam, 2002. Pengaruh Kadar Ambang Ba-
nan kadar asam laktat yang banyak setelah tas Threshold Terhadap Latihan
dilakukan massage bila dibandingkan den- Anaerobik, diakses 28 Agustus 2012.
gan kelompok pembanding yang tidak dila- Bangsbo, et.all. 1995. Lactate and Ion
kukan massage. H+ Effluxes From Human Scletal
Hal ini sependapat dengan penelitian Muscle During Intense Dinamic Ex-
yang dilakukan oleh Dodd,et all (1983) dan ercise. J. Phy. 46:115-133.
Lee dan Kim (1998) mengemukakan bahwa Eko Budiarto. 2001. Biostatistik untuk
massage superficial yang dilakukan oleh Kedokteran dan Kesehatan
ahlinya pada otot yang telah bekerja mak- Masyarakat. EGC. Jakarta.
simal atau pada seluruh tubuh dapat mem- Feriyati, Fera. 2006. Anatomi Sistem Saraf
berikan efek yang dapat menurunkan kadar dan Peranannya dalam Kontraksi
asam laktat. Otot.
Hal yang sama juga dilakukan peneli- (http://repository.usu.ac.id/bitstream/
tian oleh Arko,dkk (1983) yang dikutip oleh 123456789/3509/1/06001194.pdf).
Corrigan (1997), mengatakan bahwa mas- Foss ML. SJ. 1998. Fox’s physiological
sage juga dapat meningkatkan kosentrasi basis for exercise and sport. 6th ed.
pada kreatine kinase, laktat dehydrogenase Boston: The McGraw-Hill Co.
dalam sel otot. Pada penelitian lainnya Ganong, FW. 2003. Buku Ajar Fisiologi
yang dilakukan oleh Jones dan Modero Kedokteran. Edisi 20. Jakarta. EGC.
(1988) mengatakan bahwa massage dapat Guyton, A.C. 1999. Buku Ajar Fisiologi
mempercepat eliminasi asam laktat atau Kedokteran. Edisi ke-9. Jakarta.EGC.
pengeluaran dari efek vasodilatator setelah Heyward VH. 1991. Advance fitness as-
latihan fisik anaerobik, sehingga individu sessment and exercise prescription.
merasa nyaman dengan penampilan per- 3rd ed. Champaign (IL) : Human Ki-
formance yang baik. netic.
Irawan, Anwari. 2007. Metabolisme Energi
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
tubuh dan olahraga. Sport Science
Berdasarkan analisis stastistik dapat Brief.
disimpulkan bahwa terdapat peningkatan http://www.pssplab.com/journal/06.p
kadar asam laktat pre dan post latihan fisik df. Diakses 1 April 2011.
anaerobic pada kelompok perlakuan dan Ismunandar. 2005. Rahasia Kecepatan Atlet
kelompok pembanding, terdapat peningka- Lari. Departemen Kimia, F.MIFA
tan post latihan fisik anaerobik dan terdapat ITB,(http://www.kimia net.lipi.go.id).
penurunan kadar asam laktat pada kelom-
pok perlakuan sedangkan pada kelompok

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 215


Karyono,2006. Pengaruh Kadar Asam Lak- Scott, P.K. & Howley, E.T. 2002. Exercise
tat Terhadap Latihan Anaerobik, di Physiology; Theory and Application
Akses tanggal 2 Oktober 2013. to Fitness and Performance. Boston.
Kisner & Lyrin, 1996. Therapeutic Exer- Mc Graw Hill.
cise Foundation & Tecniques, Third Silverthorn. DU. Ober WC Garrison CW.
Edition. Philadelphia. 2001. Human Physiology an Intre-
Krismadi. W. 2002. Kontrol dan gated Approach. 2 nd ed. New Jersey :
Pemanfaatan Asam Laktat Dalam Prentice Hall.
Peningkatan Prestasi Olahraga. J Subardjah. Latihan Kondisi Fisik.
Kesehatan Unsri, 34(1):440-448. http://file.upi.edu/Direktori/F%20-
Platzer W. 1991. Atlas dan Buku Teks %20FPOK/JUR.%20PEND.%20OL
Anatomi. Diterjemahkan : Adji AHRAGA/196506141990011%20-
Dharma. Jakarta : EGC 20YUNYUN
Prentice WE. 1994. Rehabilitaion tech- %20YUDIANA/Latihan%20Kondisi
niques in sport medicine. 2nd. St. %20Fisik.pdf. Diakses 28 Maret
Louis (MA): Mosby-Year Book. 2011
Robert, S.R. 1999. Exercise Physiology;
Exercise, Performance and Clinical
Application. St. Louis. Mosby.

216 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


PENGARUH PEMBERIAN ELEMEN PENGHANGAT INTRAVENA
PADA PENDERITA PASCA PEMBEDAHAN
DI RUANG PEMULIHAN RS BARI PALEMBANG

Yunike1, Een Puriyati2


1
Poltekkes Kemenkes Palembang
(E-mail :caby_deh@yahoo.com, HP : +6281383668546)

ABSTRAK

Latar Balakang: Permasalahan umum di berbagai rumah sakit pasca pembedahan adalah hipo-
termi, namun dengan mengikuti prosedur pembedahan yang benar hal ini dapat dicegah. Pera-
watan penderitapasca pembedahan merupakansalah satu faktoryang menentukandalamsuatu-
pembedahan,untuk mencegah atau mengatasi hipotermi pasca pembedahan antara lain adalah
pemberian cairan infus yang dihangatkan (elemen penghangat intravena).Metode: penelitian
ini adalah Pre eksperimen research dengan one-group pre-post test designdengan populasi ada-
lah semua penderita pascapembedahan di ruang pemulihan, sampel dilakukan dengan cara acci-
dental sampling sebanyak 20 orang kelompok perlakuan menggunakan elemen penghangat cai-
ran intravena. Hasil: penelitian ini menunjukkan bahwa setelah diberi perlakuan 95% respon-
den kelompok perlakuan suhu tubuhnya normal, sedangkan 5% esponden mengalami hipotermi.
Hasil uji t berpasangan menunjukkan derajat signifikansi (P)= 0,000 pascaperlakuan. Kesimpu-
lan: elemen penghangat intravena atau infus hangat dapat mengurangi gejala hipotermi pende-
rita pasca pembedahan.
Kata kunci: Elemen penghangat cairan intravena, hipotermia, pascabedah

THE INFLUENCE OF INTRAVENOUS WARMING ELEMENT ON POST SURGERY


PATIENTS AT RECOVERY ROOM PALEMBANG BARI HOSPITAL

ABSTRACT

Bacground: Postoperative hypothermia is a common problem in many hospital, but this can be
prevented by following surgical procedures. The main factor of surgery is post operative treat-
ments which can significantly reduce the incidence of complications and postoperative mortali-
ty.There are several ways that can be done to prevent or treat postoperative hypothermia, one of
them is the infusion of warmed infusion fluids (intravenous warming elements. Metode: this
research was pre experiment research with one-group pre-post test design with population was
all patient after surgery in recovery room, sample was done by accidental sampling as much as
20 patients.which the 20 respondents interventions wear blanket and using intravenousfluid-
warmer. Result of this research shows that after intervention, 95% of respondents of interven-
tion group havea normal body temperature, while in5% of respondents have hypothermia. Re-
sult of t paired testshowsthatsignificancevalue(p) is0.000,thatmean isusing intravenousfluid-
warmer pluswearingblanketis more effectivet hanonly wearing blanket for client posts urgery.
Conclussion:: intravenous fluid warmers or warm infusions could reduce the symptoms of post-
surgical hypotermic.
Keywords: intravenousf luidwarmer, hypothermia, postsurgery

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 217


PENDAHULUAN tesi.Beberapa penyebab hipotermi pasca
operasi antara lain disebabkan selain efek
Kondisi pasca operasidengananestesi
obatanestesi, dapat juga dissebabkan oleh
adalah masa-masa pemulihan seluruh fung-
penguapan melalui kulit yang terbuka, suhu
si-fungsi tubuh, pada fase ini dapat terjadi
kamar bedah yang terlalu rendah/ dingin,
kegawatan sehingga perlu pengawasan yang
tindakan sterilisasi medan operasi, dan cai-
serius.Peran perawat pada fase ini sangat
ran intravena yang tidak dihan-
penting untuk membantu memulihkan
gatkan.Menggigil pasca operasi dapat
fungsi-fungsi vital tubuh penderita seop-
memperlambat waktu pemulihan. (ASA,
timal mungkin tampa adanya komplikasi.
2015)
Salah satu komplikasi pembedahan dan
Hipotermi pasca pembedahan menja-
pembiusan adalah hipotermi (Aksu et al,
di permasalahan umum namun hal ini dapat
2014).Hipotermi adalah suatu kondisi suhu
dicegah dengan mengikuti prosedur pembe-
tubuh yang abnormal dimana nilai normal
dahan. Selain hal tersebut perawatan pende-
suhu tubuh berkisar antara 36º-37 ºC. Ter-
rita pasca operasi merupakan salah satu fak-
jadinya hipotermi jika mekanisme tubuh
tor yang menentukan dalam suatu pembe-
penghasil panas dan pengeluaran panas ti-
dahan, hal ini secara bermaknad apat menu-
dak mampu mengalahkan pendinginan tu-
runkan kejadian komplikasi dan angka
buh keseluruhan. Pada saat suhu tubuh tu-
kematian pascaoperasi. Adapun beberapa
run sampai dengan 94 derajat farenheit atau
cara yang dapat dilakukan untuk mencegah
35 derajat celcius kemampuan hipotalamus
atau mengatasi hipotermi pasca operasi an-
sudah sangat terganggu, setiap penurunan
tara lain adalah: pengaturan suhu kamar
10 farenheit kemampuan tubuh mempro-
operasi, penggunaan sistem pemanas udara
duksi panas turun menjadi 2 kali lipat, jika
bertekanan, penggunaan cairan kristaloid
suhu tubuh turun sampai 84 farenheit maka
yang dihangatkan, dan ruang pemulihan
kemampuan hipotalamus mengatur suhu
yang hangat (Faridah dan Ponco, 2014),
tubuh menjadi hilang (Ganong 2012; Sher-
sedangkan menurut Nayoko (2016) untuk
wood 2011).
mengatasi hipotermi pasca operasi dapat
Ketika terjadi hipotermia, laju semua
dilakukan tindakan berupa pemberian cai-
proses metabolik melambat karena turunnya
ran infus yang dihangatkan (elemen peng-
suhu. Fungsi-fungsi otak adalah yang per-
hangat intravena), pemakaian blood war-
tama kali dipengaruhi oleh pendinginan
mer, pemakaian matras penghangat, dan
sehingga yang bersangkutan kehilangan
pemakaian selimut hangat.
kemampuan membuat penilaian, apatis,
Salah satu tindakan mandiri perawat
mengalami disorientasi, dan rasa lemah,
untuk pencegahan hipotermi adalah dengan
yang semuanya menghilangkan kemam-
pemberian infus hangat. Pemberian cairan
puan yang bersangkutan melakukan meka-
yang dihangatkan lebih efektif mening-
nisme volunter untuk memulihkan suhu
katkan suhu tubuh karena panas yang diha-
tubuh yang turun. Seiring dengan semakin
silkan oleh alat penghangat langsung masuk
merosotnya suhu tubuh, terjadi depresi pu-
ke selang infus dan masuk pembuluh darah
sat pernapasan yang menurunkan dorongan
sehingga ditangkap secara tepat oleh resep-
untuk bernapas sehingga napas menjadi
tor termoregulasi. Suhu ruangan yang din-
pelan dan lemah. Aktivitas sistem kardi-
gin tidak mempengaruhi jumlah panas yang
ovaskular juga berkurang perlahan. Jantung
masuk ke tubuh. (Umah dan Wulandari,
melambat dan curah jantung menurun.
2013)
Irama jantung terganggu yang akhirnya
menyebabkan fibrilasi ventrikel dan kema-
METODE
tian. (Ganong 2012; Sherwood 2011)
The AmericanSocietyof Anesthesiolo- Jenis penelitian ini adalah penelitian
gist (ASA) pada tahun2015 melaporkan kuantitatif yang menggunakan rancangan
bahwa bahwa 64 persen pasien bedah men- Preeksperimental dengan pendekatan (one-
jadi hipotermia, dengan suhu inti tubuh di group pre-post test design). Populasi dalam
bawah 36° C selama satu jam pertama anes- penelitian ini adalah seluruh pasien pasca

218 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


bedah di Rumah Sakit Palembang Bari mempengaruhi. Analisa bivariat dalam pe-
yang dirawat mulai bulan November sam- nelitian ini adalah suhu tubuh sebelum dila-
pai dengan Desember 2017. Jumlah terak- kukan pemberian elemen penghangat intra-
hir pada bulan Januari – Mei 2017 sebanyak vena dan suhu tubuh sesudah dilakukan
104 pasien. Di dapatkan responden sebesar elemen penghangat intravena. Setelah dila-
20 pasien pasca bedah. Lokasi penelitian kukan uji normaliti pada masing-masing
dilakukan di Ruang Pemulihan di Rumah variabel didapatkan distribusi frekuensi
Sakit Umum Daerah Palembang Bari. normal karena α ≥ 0,05. Dengan demikian
Instrument dalam penelitian ini ada- uji startistik yang digunakan yaitu, uji t
lah pengukuran suhu tubuh pasien menggu- Pair Test, dengan ketentuan jika p value ≤
nakan termometer air raksa.Analisa yang 0,05 berarti ada pengaruh.
digunakan dalam penlitian ini adalah anali-
sa univariat dilakukan terhadap setiap va- HASIL DAN PEMBAHASAN
riabel dari penelitian. Analisa data yang
Analisa Univariat
ditampilkan dalam bentuk numerik, serta
hasil yang disajikan berupa mean, median, Hasil pengukuran kelompok sebelum
standar deviasi, minimal dan maksimal, dan sesudah diberi cairan infus hangat, ter-
serta 95% counfident interval (CI). Dan cantum pada tabel berikut:
analisa bivariat yaitu analisa yang dilaku-
kan terhadap dua varabel yang diduga

Tabel 1. GejalaHipotermiPascaBedahPadaPasien Sebelum Intervensi ElemenPenghangatCairan


IntravenadiRumah Sakit Umum Daerah Palembang Bari,November 2017
No PascaIntervensi
SuhuTubuh
f (%)
1 Hipotermi 18 90
2 Normotermia 2 10
Total 20 100

Dari tabel di atas dapat diketahui nyak 18 (90%) responden mengalami hipo-
bahwa dari 20 responden sebelum diberi termi dan sebanyak 2 (10%) responden
perlakuan atau intervensi menggunakan yang mempunyai suhu tubuh normal.
elemen penghangat cairan intravena, seba-

Tabel 2.GejalaHipotermiPascaBedahPadaPasien Setelah Intervensi Elemen Penghangat Cairan


Intravena di Rumah Sakit Umum Daerah Palembang Bari,November 2017
PascaIntervensi
No SuhuTubuh
f (%)
1 Hipotermi 1 5
2 Normotermia 19 95
Total 20 100

Dari tabel di atas dapat diketahui Analisa Bivariat


bahwa dari 20 responden setelah diberi per-
Pengaruh pemberian elemen penghangat
lakuan atau intervensi menggunakan ele-
intravena pada penderita hipotermi pas-
men penghangat cairan intravena dan seli-
ca bedah di Ruang Pemulihan Rumah
mut, sebanyak 1 (5%) responden mengala-
Sakit Umum Daerah Palembag Bari Ta-
mi hipotermi dan sebanyak 19 (95%) res-
hun 2017.
ponden yang mempunyai suhu tubuh nor-
mal.
Dalam analisi bivariat ini akan dilihat
secara sistematik perbedaan suhu tubuh

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 219


sebelum dan sesudah elemen penghangat normalitas tersebut didapatkan bahwa
intravena. Sebelum analisis bivariat distribusi data normal sehingga, untuk
dilakukan, peneliti melakukan uji distribusi analisis bivariat menggunakan tes
data terlebih dahulu dengan menggunakan parametik yaitu, uji t Pair Test dengan
test normalitas Shapiro-Wilk. Dari hasil tes tingkat kesalahan 5% atau 0,05
.
Tabel 3. Hasil Analisis t Pair Test Terhadap pemberian elemen penghangat intravena pada
penderita pasca bedah.

Variabel n Mean p value

SuhuTubuh sebelum pemberian elemen penghangat intravena 0,000


20 35.5200
Suhu Tubuh sesudah pemberian elemen penghangat intravena 20 36.6100 0,000

Analisa bivariat dilakukan dengan mi yang terjadi pasca bedah menyatakan


hasil analisa data Uji t berpasangan bahwa gejala hipotermi pada pasien pasca
menunjukkan perbandingan statistik antara bedah memang lazim terjadi, karena penga-
variabel independen (elemen penghangat ruh suhu lingkungan kamar operasiyang
intravena dan selimut) dengan variabel dingin, atau efek dari insisi operasiyang
dependen (suhu tubuh) dengan nilai luas sehingga kulit tidak dapat memperta-
kemaknaan α = 0,05. Didapatkan nilai p hankan keluarnya panas tubuh. Pada pasien
0,000, karena nilai p < 0,05 maka terdapat pasca bedah yang mendapatkan cairan
pengaruh pemberian cairan infus hangat intravena tanpa intervensi penghangatan,
intravena dalam menurunkan gejala maka cairan intravena yang masuk pada
hipotermi pasca bedah. tubuh pasien mempunyai suhu pada kisaran
suhu kamar, yaitu sekitar 25 oC atau bahkan
PEMBAHASAN kurang jika suhu ruangan diatur dingin, mi-
salnya pada ruangan yang menggunakan
Pengaruh pemberian elemen peng-
AC. Cairan intravena yang dingin tersebut
hangat cairan intravena dalam menurunkan
akan masuk ke dalam sirkulasi darah dan
gejala hipotermi pasca bedah diRumah Sa-
mempengaruhi suhu inti tubuh (core tem-
kit Umum Daerah Palembag Baridianalisa
perature) sehingga pasien mengalami hipo-
menggunakan rumus Uji t berpasangan
termia (Minarsih, 2013)
mengingat setelah dilakukan uji normalitas
Tindakan pemberian cairaninfus yang
data didapatkan hasil sebaran data normal.
telah dihangatkan terjadi mekanis mekon-
Hasil analisa data Uji t berpasangan
veksi, kalor akan berpindah dengan carapar-
menunjukkan bahwa nilai p 0,000 karena
tikel bergerak dari infus yang telah dihan-
nilai p < 0,05 maka terdapat pengaruh pem-
gatkan ke dalam cairan atau darah dan ke-
berian cairan infus hangat intravena dalam
mudian panas akan ditangkap oleh extero-
menurunkan gejala hipotermi pasca bedah.
ceptor dan melalui jaras afferent (neuron
Hal ini sejalan dengan penelitian
sensori) dikirim ke hipotalamus (posterior-
yang dilakukan oleh Umah & Wulandari
dan anterior) dan preoptikahipotalamus se-
(2013) mengenai Pemberian Cairan Yang
lanjutnya hipotalamus akan mempersepsi-
Dihangatkan Dan Lampu Penghangat Me-
kan sebagai keadaan normothermi dan me-
ningkatkan Suhu Pasien Shivering Post
nurunkan termostat sehingga tubuh akan
Operasididapatkan hasilbahwa ada pening-
berhenti memproduksi panas dengan cara
katan suhu tubuh yang bermakna sesudah
menghentikans hivering. Pemberian cairan
perlakuan pemberian cairan yang dihan-
infus yang dihangatkan efektif mening-
gatkan.
katkan suhu tubuh karena panas yang diha-
Hal tersebut di atas juga sesuai den-
silkan oleh alat penghangat langsung masuk
gan teori yang menyatakan bahwa hipoter-
keselang infus dan masuk pembuluh darah

220 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


sehingga ditangkap secara tepat oleh resep- Rumah Sakit Umum Daerah Palembang
tor termoregulasi. Suhu ruangan yang din- Baritahun 2017.
gin tidak mempengaruhi jumlah panas yang
masuk ke tubuh. Sehingga terjadi peruba- DAFTAR PUSTAKA
han suhu yang bermakna dengan menggu- Aksu, C., Kuş, A., Gürkan, Y., Solak, M., &
nakan cairan yang dihangatkan (Umah & Toker, K. (2014). Survey on post-
Wulandari, 2013). operative hypothermia incidence in
Hal ini sesuai dengan teori Potter & operating theatres of Kocaeli Univer-
Patricia (2005), strategi khusus untuk pen- sity. Turkish Journal of Anaesthesiol-
gendalian temperatur tubuh secara non far- ogy and Reanimation, 42(2), 66.
makologis antara lain adalah mempertahan- Faridah, V. N., & Ponco, S. H. Pengaruh
kan temperatur ruang operasi yang sesuai Pemberian Cairan Infus dengan Nacl
dengan usia dewasa yaitu 24ᵒC - 26ᵒC, Hangat Terhadap Kejadian Menggigil
pemberian cairan intravena atau cairan in- pada Pasien Operasi Secsio Caesarea
fus yang dihangatkan. di Kamar Operasi Rumah Sakit Ai-
Hal ini sesuai dengan teori yang me- syiyah Bojonegoro.
nyatakan bahwa kehilangan panas secara Fudge, J. (2016). Exercise in the cold: pre-
konduksi dapat dikurangi bila cairan garam venting and managing hypothermia
fisiologis dihangatkan terlebih dahulu yaitu and frostbite injury. Sports
37,7ᵒC-40ᵒC yang diberikan intravena. Hal health, 8(2), 133-139.
ini dapat mengaktifkan terjadinya meka- Ganong, William F, (2005), Review of Med-
nisme termoregulasi refleks dan semi ref- ical Physiology, twenty 2nd edition,
leks pada manusia, dimana respon tersebut Jack and Deloris Lange Professor
dapat mencakup adanya perubahan dari Physiology Emeritus, University of
otonosomatik, endokrin dan perilaku (Guy- California: San Francisco.
ton,2008). Guyton, Arthur C, dan John E. Hall.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokte-
berasumsi bahwa elemen penghangat cairan ran. Edisi 11. Ed. Setiawan, Irawati.
intravena dapat mencegah atau mengurangi Jakarta: Penerbit EGC.
gejalah ipotermi pada pasien pasca Minarsih, R. (2015). Efektifitas Pemberian
bedah.Tindakan pencegahan ini yang Elemen Penghangat Cairan Intravena
dilakukan pada periode pasca pembedahan Dalam Menurunkan Gejala Hipoter-
terbukti lebih efektif untuk menghindari mi Pasca Bedah. Jurnal Keperawa-
atau meminimalisir gejala hipotermia pada tan, 4(1).
pasien pascabedah dibandingkan dengan Potter, Patricia A. 2009. Buku Ajar Fun-
hanya pemberian selimut saja. damental Keperawatan Edisi 4 Vol.2.
Jakarta : EGC.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Nayoko, N. (2017). Perbandingan Efektifi-
Dari hasil penelitian yang telah tas Pemberian Cairan Infus Hangat
dilakukan peneliti dengan judulpengaruh Terhadap Kejadian Menggigil Pada
pemberian elemen penghangat intravena Pasien Sectio Caesaria Di Kamar
pada penderita hipotermi pasca bedah di Operasi. Jurnal Keperawatan Mu-
Ruang Pemulihan Rumah Sakit Umum hammadiyah, 1(1).
Daerah Palembang Baritahun 2017 dapat Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Pene-
disimpulkan bahwa terjadi peningkatan su- litian Kesehatan. Rineka Cipta
hu tubuh kelompok setelah diberi infus Nugroho, Sigit (2009), Gambaran Pajanan
hangat pada penderita hipotermi pasca be- Suhu Dingin ke Tubuh Manu-
dah di Ruang Pemulihan Rumah Sakit sia,Skripsi Ph.D., Universitas Indo-
Umum Daerah Palembang Bari tahun 2017 nesia, Jakarta.
dan elemen penghangat intravena atau infus Nursalam, 2016. Metodologi Penelitian Il-
hangat dapat mengurangi gejala hipotermi mu Keperawatan: Pendekatan Praktis
penderita pasca bedah di Ruang Pemulihan Edisi 4. Salemba Medika

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 221


O’Connel, James., et al. 2011. Accidental Sugiyono, M. P. K., & R&D, B. (2014).
Hypothermia & Frostbite: Cold – Re- Memahami Penelitian Kualitatif,
lated Conditions, The Health Care of Bandung, CV. Alvabeta, Tahun.
Homeless Persons, Part II, pp. 189 – Umah, K., & Tri, E. A. (2013). Pemberian
197. Cairan Yang Dihangatkan Dan Lam-
Saryono, M. (2013). Metodologi penelitian pu Penghangat Meningkatkan Suhu
kualitatif dan kuantitatif dalam bi- Pasien Shivering Post Opera-
dang kesehatan. Yogyakarta: Nuha si. Journals of Ners Community, 4(2).
Medika. Williams, Lippincott and Wilkins.
Setiati., et al.2008. Hipotermia, dalam Lima 2014. Hyperthermia and Hypother-
Puluh Masalah Kesehatan di Bidang mia Syndromes, dalam The ICU
Ilmu Penyakit Dalam. Buku kesatu Book, 4rd edition, Chapter 12, ed.
Interna Pubishing, Jakarta: Pusat Pe- Brown, B., Phyladelphia, USA.
nerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakul- Yi, J., Xiang, Z., Deng, X., Fan, T., Fu, R.,
tas Kedokteran Universitas Indone- Geng, W., ... & Li, M. (2015). Inci-
sia. dence of inadvertent intraoperative
Sherwood, Lauralee, 2011, Buku Ajar Fisi- hypothermia and its risk factors in
ologi Manusia, Eds. Santoso, Blatri- patients undergoing general anesthe-
cia I., Jakarta: Penerbit EGC. sia in Beijing: a prospective regional
survey. PloS one, 10(9), e0136136.

222 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN ANEMIA
PADA IBU HAMIL DI DAERAH ENDEMIK MALARIA
KOTA BENGKULU

Aguscik1, Ridwan1
1
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Palembang
Email:hguscik1960@yahoo.com

ABSTRAK

Latar Belakang: Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan peng-
gunaan zat-zat gizi yang dapat dibedakan antara gizi buruk, kurang baik dan lebih. Status gizi
dan tingkat anemia ibu khususnya pada ibu hamil mempunyai peranan penting bagi pertumbu-
han janin dalam kandungan. Status gizi pada ibu hamil dapat dijabarkan dengan pengukuran
LILA di daerah endemik malaria, adanya malaria sering tumpang tindih dengan kejadian gizi
buruk pada ibu hamil. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara
status gizi dengan tingkat anemia pada ibu hamil di Daerah endemik malaria Kota bengkulu.
Metode: Penelitian dilakukan dengan desain penelitian cross sectiona dan teknik pengambilan
sampel Accidental Sampling. Jumlah sampel 40 ibu hamil yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi. Data diuji dengan Shapiro-Wilk. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa status
gizi (LILA) ibu hamil rata-rata 21,54 ±0,884 (beresiko), ibu hamil menderita KEK 60% dan
yang tidak beresiko KEK 40% dimana pvalue 0,003. Keseimpulan: Terdapat hubungan yang
bermakna antara status gizidengan tingkat anemia pada ibu hamil di daerah endemik malaria,
kota Bengkulu.
Kata kunci : Status gizi, Anemia, Ibu hamil, Malaria.

ABTRACT

Introduction: Nutrion status was a state of the body as the result of the consumption of food
and the nutrients used which could be differentiate into poor nutrition, poorly and more. The
nutrition status and the level of maternal anemia, especially in pregnant women had an impor-
tant role for the growth of the fetus in the womb. Nutrition status in pregnant women could be
described with LILA measurements in malaria endemic areas, the presence of malaria often
overlap with the incidence of malnutrition in pregnant women. This research aim was to deter-
mine whether there was a relationship between nutrition status with the level of anemia on
pregnant women in malaria-endemic areas of the Bengkulu’s city. Methods: The study was
conducted with a cross sectional research design and accidental sampling techniques. Total
sample was 40 pregnant women who met the inclusion and exclusion criteria. Data were tested
by Shapiro - Wilk. Result: The results of this research showed that the nutrition status (LILA)
of pregnant women on average 21.54 was ± 0.884 ( risk ), pregnant women who suffering from
the KEK was 60 % and the rest 40 % were not at risk of KEK where p value was 0.003. Con-
clusion: there was a significant relationship between nutrition status and the level of anemia on
pregnant women in endemic-malaria areas of the Bengkulu’s city.
Keywords : Nutrition Status, Anemia, Pregnant Women, Malaria

PENDAHULUAN kali untuk melahirkan bayi dengan resiko


BBLR dibandingkan dengan ibu yang
Status gizi ibu sebelum hamil mem-
mempunyai status gizi baik (normal).2
punyai pengaruh yang bermakna terhadap
Masalah BBLR terkait dengan kondi-
kejadian Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR).
si kesehatan ibu saat hamil, termasuk kon-
Ibu dengan status gizi kurang baik sebelum
disi status gizi ibu menggambarkan kon-
hamil mempunyai angka kejadian 4,27

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 223


sumsi energi dan protein yang tidak ade- terdapat 230 penderita merupakan ibu ha-
kuat. Berat bayi lahir adalah cerminan dari mil. Pada tahun 2011 menjadi 61.477 kasus
status kesehatan dan gizi selama hamil ser- diantaranya terdapat 87 kasus pada ibu ha-
ta pelayanan antenatal yang diterima ibu. mil.13,14
Ibu hamil dengan anemia merupakan Infeksi malaria pada kehamilan san-
suatu kondisi penurunan kadar hemoglobin gat merugikan baik bagi ibu dan janin yang
dan jumlah eritrosit dibawah nilai normal dikandungnya, karena infeksi malaria ini
pada ibu hamil. dapat meningkatkan kejadian morbiditas
Prevalensi anemia meningkat sebesar dan mortalitas ibu hamil maupun janin. Pa-
15-20% dengan kehamilan yang disebabkan da ibu infeksi malaria dapat menyebabkan
karena sebelum wanita mengalami kehami- terjadinya anemia, edema paru, malaria se-
lan mereka telah jatuh pada keadaan ane- rebral, gagal ginjal bahkan dapat menye-
mia. Kekurangan gizi pada ibu hamil dan babkan kematian bagi ibu. Pada janin dapat
perhatian yang kurang merupakan predis- menyebabkan persalinan premature, abor-
posisi anemia ibu hamil di Indonesia. Ane- tus, BBLR dan kematian bagi janin.15
mia akan meningkat resiko terjadi kematian Berdasarkan fenomena di atas den-
ibu 3,7 kali lebih tinggi jika dibandingkan gan disertai data-data dan fakta-fakta, maka
ibu yang tidak anemia. 8, 9 penulis tertarik untuk melakukan penelitian
Masalah gizi yang dialami ibu hamil di Kota Bengkulu untuk mengetahui hu-
saat ini adalah gizi kurang seperti Kurang bungan antara status gizi dengan tingkat
Energi Kronis (KEK) dan anemia gizi. Sta- anemia pada ibu hamil di daerah endemik
tus gizi ibu hamil dapat diukur dengan den- malaria.
gan Lingkar Lengan Atas (LILA) < 23,5
cm untuk LILA yang beresiko dan ≥ 23,5 METODE
untuk LILA tidak beresiko.8 Penelitian ini merupakan penelitian
Lingkar lengan atas dan kadar He- kuantitatif menggunakan desain studi kore-
moglobin ibu hamil mempunyai peranan lasi; cross sectional. Tujuannya untuk men-
penting dalam pertumbuhan dan perkem- getahui hubungan status gizi dengan tingkat
bangan janin. Konsumsi makanan yang anemia pada ibu hamil di daerah endemik
kurang dan penyakit yang dialami ibu hamil malaria kota Bengkulu.
akan berakibat buruk terhadap perkemban- Besar sampel dalam penelitian ini
gan atau pertumbuhan janin. Pada ibu hamil adalah 40 responden dan teknik pengambi-
diperlukan tambahan konsumsi protein un- lan sampel dengan sampling non probabili-
tuk pembentukan sel darah merah yang ber- ty sampling yaitu secara aksidental (Acci-
guna untuk membantu pertumbuhan janin. dental sampling) dengan mengambil kasus
Anemia pada ibu hamil juga dapat atau responden yang ada atau tersedia di
disebabkan oleh penyakit malaria terutama suatu tempat sesuai dengan konteks peneli-
ibu hamil yang tinggal didaerah dengan tian yaitu ibu hamil yang berada di daerah
penyebaran malaria tinggi. Wanita hamil endemik malaria kota Bengkulu. Dilakukan
yang berada didaerah endemik malaria be- di 5 wilayah kerja Puskesmas yaitu
resiko tinggi terkena infeksi. Salah satu Puskesmas Padang Serai, Dusun Besar, Sa-
daerah endemik malaria di Indonesia adala wah Lebar, Jembatan Kecil dan Sukamerin-
provinsi Bengkulu, pada tahun 2009 terda- du.
pat 53.912 kasus malaria dan diantaranya

224 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


HASIL

Analisis Univariat
Status Anemia
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Rerata Status Anemia Pada Ibu Hamil
No Status n f (%) Mean ± SD
Anemia
1 Normal 20 50 11,53 ± 0,612
2 Ringan 20 50 9,70 ± 0,571
3 Berat 0 0 -
Total 40 100

Lingkar Lengan Atas Ibu Hamil


Tabel 2. Distribusi Frekuensi Rerata LILA Pada Ibu Hamil
No LILA Ibu n f (%) Mean ± SD
1 Tidak Beresiko 16 40 24,67 ± 0,724
KEK
Beresiko KEK
2 24 60 21,54 ± 0,884
Total 40 100

Analisis Bivariat
Tabel 3. Hubungan Status Gizi dengan Tingkat Anemia Pada Ibu Hamil di Daerah Ende-
mik Malaria Kota Bengkulu

No Status Ane- Status Gizi Jumlah p


mia Tidak beresiko Beresiko n %
KEK KEK
n % n %
1 Normal 13 65 7 35 20 100 0,003
2 Ringan 3 15 17 85 20 100
Jumlah 16 24 40 40

Penyebab anemia adalah kurang gizi,


PEMBAHASAN kurang zat besi, kehilangan darah saat per-
Hasil uji statistik dengan chi square salinan yang lalu, dan penyakit – penyakit
menunjukkan ada hubungan bermakna an- kronik. Dalam kehamilan penurunan kadar
tara status anemia (pvalue 0,003) LILA ibu hemoglobin yang dijumpai selama kehami-
hamil di daerah endemik malaria kota lan disebabkan oleh karena dalam kehami-
Bengkulu tahun 2013. lan keperluan zat makanan bertambah dan
Pemeriksaan kadar HB (Haemoglo- terjadinya perubahan-perubahan dalam da-
bin) pada ibu hamil juga menentukan apa- rah : penambahan volume plasma yang re-
kah ibu hamil tersebut menderita anemia latif lebih besar dari pada penambahan
atau tidak. Batas normal kadar HB pada massa hemoglobin dan volume sel darah
wanita dewasa adalah 12-14 mg/dl, sedang- merah.9
kan pada wanita hamil dengan kadar HB 11 Penelitian ini didukung oleh peneli-
mg/dl masih dianggap normal. Bila < 11 tian yang dilakukan Marlapan1, diperoleh
mg/dl dinyatakan sebagai anemia. Anemia hasil bahwa ibu hamil yang melakukan pe-
ibu hamil dapat mengganggu pertumbuhan meriksaan ANC sangat bermanfaat bagi
janin dalam kandungan.23 kesehatan ibu dan calon bayi. Bagi ibu yang
mengalami pengalaman kehamilan pertama

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 225


dapat diberikan edukasi mengenai perenca- gan dan pertumbuhan janin. Pada ibu hamil
naan pengaturan gizi selama masa kehami- yang menderita KEK akan menyebabkan
lan dan juga melalui ANC yang teratur da- ukuran plasenta lebih kecil dan suplai nutri-
pat mendeteksi secara dini kejadian anemia. si dari ibu ke janin berkurang, sehingga ter-
Oleh karena itu dengan pemeriksaan ANC jadi retardasi perkembangan janin intra ute-
secara teratur dapat merawat dan memper- ria dan bayi dengan berat lahir rendah.48
siapkan dirinya dalam persalinan dan men-
cegah terjadinya anemia. KESIMPULAN
LILA dapat digunakan untuk menge- Dari hasil penelitian disimpulkan
tahui status gizi ibu hamil terutama berkai- bahwa terdapat hubungan yang bermakna
tan dengan KEK. Saat ini, penggunaan LI- antara status anemia dengan LILA ibu ha-
LA ssebagai indikator resiko KEK telah mil di daerah endemik malaria kota Beng-
banyak digunakan di negara-negara ber- kulu.
kembang termasuk Indonesia. Status gizi
ibu hamil bisa diketahui dengan mnegukur REFERENSI
ukuran LILA, bila < 23,5 cm maka ibu ha-
mil termasuk KEK ini berarti ibu sudah 1. Marlapan, S., Wantouw, B., Sambeka, J.
mengalami keadaan kurang gizi dalam Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian
jangka waktu yang telah lama, bila ini ter- Anemia Pada Ibu Hamil Di Wilayah
jadi maka kebutuhan nutrisi untuk proses Kerja Puskesmas Tumuning
tumbuh kembang janin makin terhambat, Kec.Tumunting Kota Manado Tahun
akibatnya bayi yang dilahirkan menderita 2013. Manado: Universitas Sam Ratu-
BBLR.22 langi.
Ibu hamil dinyatakan KEK apabila 2. Triwidiyanti, D., Sabarudin, U., Anwar,
memiliki batas ambang pengukuran LILA < R. (2011). Hubungan Status Gizi dengan
23,5 cm, hal ini berarti ibu hamil dengan Anemia pada Ibu Hamil Trimester III di
resiko KEK diperkirakan akan melahirkan Puskesmas Garuda Kota Bandung. Jur-
bayi BBLR. Kejadian KEK tersebut dis- nal Pendidikan Bidan.
ebabkan karena ketidakseimbangan asupan http://www.jurnalpendidikanbidan.com/.
gizi, sehingga zat gizi yang dibutuhkan tu- Diakses 24 September 2013
buh ibu hamil tidak dapat tercukupi. Pe- 3. Departemen Kesehatan RI. (2007). Pe-
nambahan 200 – 450 kalori per hari dan 12 doman Pengukuran dan Pemeriksaan.
– 20 gram per hari protein dari kebutuhan Jakarta. Dari http://www.profile di-
ibu hamil adalah angka yang mencukupi naskesehatan kota jakarta.ac.id diakses 2
untuk memenuhi kebutuhan gizi janin.16 oktober 2013
Implikasi ukuran LILA terhadap be- 4. Darmono. (2009). Status Gizi Pada Awal
rat bayi lahir adalah bahwa LILA meng- Kehamilan Studi di Kabupaten Demak
gambarkan keadaan konsumsi makanan tahun 2009. Thesis. Semarang: Univer-
terutama konsumsi energi dan protein da- sitas Diponegoro
lam jangka panjang. Kekurangan energi 5. Dinas Kesehatan Bengkulu. (2010). La-
secara kronis ini disebabkan ibu hamil tidak poran tahunan penemuan dan pengoba-
mempunyai cadangan zat gizi yang adekuat tan malaria provinsi bengkulu 2009.
untuk menyediakan kebutuhan fisiologi Bengkulu : Dinkes
kehamilan yakni perubahan hormon dan 6. Dinas Kesehatan Bengkulu. (2012). La-
meningkatkan volume darah untuk pertum- poran tahunan penemuan dan pengoba-
buhan janin, sehingga suplai zat gizi pada tan malaria provinsi bengkulu 2011.
janinpun berkurang. Akibatnya pertumbu- Bengkulu : Dinkes
han dan perkembangan janin terhambat dan 7. Chahaya, Indra. (2003). Pengaruh Ma-
lahir dengan berat yang rendah. laria Selama Kehamilan. Medan : Ba-
Hasil ini didukung oleh pendapat Yu- gian Kesehatan Lingkungan, FKM USU.
niati (2003)47 yang mengatakan bahwa LI- 8. Lubis, Z. (2003). Status Gizi Ibu Hamil
LA dan kadar Hemoglobin ibu hamil mem- Serta Pengaruhnya terhadap Bayi Yang
punyai peranan penting dalam perkemban- dilahirkan. Pengantar falsafah sains

226 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


(PPS702) Program Pasca Sarjana S3 IPB 11.Sopiyudin, M. D. (2012). Statistik Untuk
November 2003, Bogor. Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Sa-
9. Supariasa, I., Bakrie, B., Fajar, L. lemba Medika.
(2002). Penilaian Status Gizi. Jakarta: 12.Antarini, Y. (2003). Hubungan Status
EGC. Gizi (LILA dan Kadar Haemoglobin)
10.Notoatmodjo, S.( 2010). Metodologi Ibu Hamil Trimester III Dengan Berat
Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Lahir Bayi.
Cipta http://ojs.unud.ac.id/index.php/jim/articl
e/download/3806/2802. Diakses 5 De-
sember 2013.

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 227


HUBUNGAN LAMA ANESTESI DENGAN KEJADIAN POST OPERATIVE
NAUSEA VOMITING(PONV) PASIEN PASCA GENERAL ANESTESI
DI RSUD SLEMAN YOGYAKARTA

Wanti Nurin Salasa1, Ida Mardalena2, Eko Suryani3


1,2,3
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
(E-mailKorespondensi :salasanurin95@gmail.com)

ABSTRAK

Latar Belakang : Post operative nausea vomiting(PONV) merupakan mual dan muntah seba-
gai salah satu efek samping anestesi yang paling sering dilaporkan. 20-30% pasien pembedahan
mengalami PONV. Faktor risiko PONV bisa berasal dari faktor risiko pasien, faktor risiko anes-
tesi, dan faktor risiko pembedahan. Tujuan Penelitian ini mengetahui hubungan lama anestesi
dengan kejadian post operative nausea vomiting pada pasien pasca general anestesi di RSUD
Sleman. Metode penelitian: metode penelitian menggunakan observasional analitik dengan
pendekatancross sectional. Jumlah sampel diambil dengan yang ikut berpartisipasi
padapenelitian ini sebanyak 60 orang secara consecutive samplingData dikumpulkan dengan
kuesioner dan lembar observasi di ruang pemulihan RSUD Sleman. Analisis statistic menggu-
nakan chi square Hasil penelitian:Sebanyak 23 orang (28.3%) responden mengalami PONV.
Pada pasien dengan lama anestesi <2 jam mengalami PONV 10 orang (6.6%) sedangkan pasien
dengan lama anestesi 2-4 jam 13 (21,46%) mengalami PONV.Hasil analisis statistik chi squa-
redidapatkan denganp Value 0,003. Kesimpulan: terdapat hubungan lama anestesi dengan
kejadian PONV pada pasien pasca general anestesi di RSUD Sleman.
Kata kunci: Lama anestesi, Post Operative Nausea Vomiting (PONV).

RELATIONSHIP BETWEEN THE DURATION OF ANESTHESIA


with THE INCIDENCE OF POST OPERATIVE NAUSEA VOMITING (PONV)
ON POST-GENERAL ANESTHESIA PATIENTSIN RSUD SLEMAN YOGYA-
KARTA

ABSTRACT

Background: Postoperative nausea vomiting (PONV) is a nausea and vomiting as one of the
most commonly reported adverse effects of anaesthesia. 20-30% of patients with surgery have
PONV. PONV risk factors may result from patient risk factors, anaesthetic risk factors, and risk
factors for surgery. The purpose of this study is to know the relationship between duration of
anaesthesia and postoperative nausea vomiting in post-general anaesthesia patients in RSUD
Sleman. Methods: Research method using observational analytic a cross-sectional approach.
The number of samples taken with who participated in this study as many as 60 people by con-
secutive sampling. Data collected by questionnaire and observation sheet in the recovery room
RSUD Sleman. Results: Statistical analysis using chi-square Results: A total of 23 participants
(28.3%) of respondents experienced PONV. In patients with <2 hours anaesthesia had PONV of
10 patients (6.6%) while patients with 2-4 hours duration of anaesthesia are 13 (21.46%) had
PONV. The result of chi-square statistic analysis was obtained with p-value 0,003. Conclusion:
There is an association between duration of anaesthesia with incidence of PONV in post gener-
al anaesthesia patients in RSUD Sleman.
Key words: Duration of anaesthesia, Post Operative Nausea Vomiting (PONV).

228 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


PENDAHULUAN menunjukkan bahwa durasi lebih lama
anestesi dikaitkan dengan insiden yang lebih
Tindakan anestesi merupakan usaha
besar dari PONV. Ketika durasi anestesi
untuk menghilangkan seluruh modalitas dari
lebih dari 4 jam, ada hubungan kuat antara
sensasi nyeri, rabaan, suhu, posisi yang
durasi anestesi dan PONV. Pada pasien yang
meliputi pra,intra, dan pasca anestesi1.
telah berada di bawah anestesi selama lebih
Tindakan tersebut dapat menimbulkan gejala
dari 4 jam, kejadian PONV enam kali lebih
komplikasi yang bisa muncul sewaktu
tinggi dibandingkan dengan anestesi kurang
waktu.Mual dan muntah yang muncul
dari 2 jam4.
pascatindakan general anestesi menyebabkan
Jenis anestesi yang paling
ketidaknyamanan pada pasien2.
berpengaruh adalah dengan teknik general
Postoperative nausea and vomiting(PONV)
anestesi.Semakin lama tindakan anestesi,
adalah mual dan muntah yang timbul
semakin terpapar obat-obat anestesi sehingga
setelahpembedahan,hal inimerupakan
berisiko terjadi PONV5.Berdasarkan jenis
masalah yang paling sering terjadi setelah
tindakan anestesi, general anestesi lebih
anestesi umum.PONV dilaporkan terjadi
banyak mengakibatkan PONV dibandingkan
pada 20-30% pasien dan dapat terjadi
anestesi regional6.
setelah 24 jam dimana sebagian pasien sudah
Tujuan penelitian ini adalah untuk
pulang3.
mengetahui hubungan lamanya waktu pasien
Durasi anestesi yang lama merupakan
terpapar dengan anestesi dengan angka
faktor risiko terjadinya komplikasi-
kejadian PONV pada pasien yang dilakukan
komplikasi pasca anestesi diantaranya adalah
general anestesi di RSUD Sleman.
hipoventilasi, hipoksia, pneumothorak,
aspirasi, hipovolemia, mual muntah,
METODE PENELITIAN
hipotensi, hipertensi, dan disritmia jantung.
Setiap kenaikan durasi anestesi 30 menit Penelitian ini merupakan penelitian
kemungkinan terjadinya mual muntah kuantitatif observasional analitik
sebesar 59%. Faktor ini berkaitan dengan menggunakan pendekatan studi potong
lamanya waktu yang dibutuhkan oleh pasien lintang (cross sectional). Tempat penelitian
pasca operasi untuk membersihkan anestesi di ruangan IBS RSUD Sleman pada bulan
dari tubuhnya 2. Mei-Juni 2017.
Durasi rata-rata anestesi pada semua Populasi dalam penelitian ini
pasien adalah 204,11 ± 105,02 menit, Pada adalahseluruh pasien yang menjalani
pasien dengan PONV durasi anestesi 247,61 tindakan general anastesi di ruang IBS
± 109,22 menit sedangkan pasien tanpa RSUDSleman, sampel pada penelitian ini
PONV durasi anestesi 189,41 ± 99,54 menit. diambil menggunakan teknik consecutive
Dalam penelitian yang membagi durasi sampling sebanyak 60 orang. Data
anestesi menjadi tiga kategori: <2 jam, 2-4 dikumpulkan dengan bantuan kuesioner dan
jam, dan> 4 jam, kejadian PONV berturut- observasi langsung pada pasien diruang
turut adalah 9,6%, 22,2%, dan 42,6% pada pemulihan. Pengolahan data menggunakan
masing-masing di kelompok ini. Hal ini uji Chi-Square
.
HASIL
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Pasien (n=60).
No Karakteristik Responden F (%)
1 Umur
a. 26 -35 tahun 27 45
b. 36 - 45 tahun 12 20
c. 46 - 55 tahun 9 15
d. 56 - 65 tahun 12 20
2 Jenis kelamin
a. Laki-laki 30 50
b. Perempuan 30 50

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 229


3 Jenis Pembedahan
a. Onkologi 12 20,3
b. Ortopedi 20 33,3
c. Bedah umum 20 33,3
d. THT 3 5,0
e. Bedah mulut 2 3,3
f. Urologi 3 5,0
4 ASA
a. I 56 93,3
b. II 4 6,7
5 Status merokok
a. Merokok 21 35,0
b. Tidak merokok 39 65,0

Berdasarkan tabel 1, umur sebagian umum 20 orang (33,3%), serta paling sedikit
besar responden paling banyak berada pada yaitu jenis pembedahan bedah mulut 2 orang
kelompok 26-35 tahun yaitu 27 orang (45%) (3,3%). Berdasarkan jenis status ASA seba-
dan paling sedikit pada kelompok umur 46- gian besar yaitu responden dengan status
55 tahun yaitu 9 orang (15%). Berdasarkan ASA I sebesar 56 orang (93,3%) dan seba-
jenis kelamin, jumlah responden sama yaitu gian kecil dengan status ASA II yaitu 4 orang
jenis kelamin laki-laki 30 orang (50%) dan (6,7%). Berdasarkan responden dengan sta-
jenis kelamin perempuan 30 orang (50%). tus merokok sebagian besar tidak merokok
Berdasarkan jenis pembedahan sebagian be- yaitu 39 (65%) dan sebagian kecil yang me-
sar responden yaitu dengan jenis pembeda- rokok 21 orang (35%).
han ortopedi 20 orang (33,3%) dan bedah

Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan lama anestesi dan kejadian Post Operative Nausea
Vomiting (n=60).
No Variabel F (%)
1 Lama anestesia
a. < 2 jam 40 66,7
b. 2-4 jam 20 33,3
2 Kejadian PONV
a. Tidak PONV 37 61,7
b. PONV 23 38,3

Tabel 2 diatas memperlihatkan distri- dengan lama anestesi 2-4 jam. Distribusi ke-
busi responden berdasarkan lama anestesi jadian tidak PONV sebanyak 37 (61,7%)
sebanyak 40 (66,7%) responden dengan lama responden dan kejadian PONV sebanyak 23
anestesi < 2 jam dan 20 (33,3%) responden (38,3%) responden.

Tabel 3. Distribusi Angka Kejadian PONV berdasarkan Lama Anestesi (n=60)


No Kejadian Tidak PONV X2
PONV PONV
Lama F % F % P
Anestesi
1 < 2 jam 30 50 10 6,6 0,003
2 2-4 jam 7 1,6 13 1,6

Tabel 3 menunjukkan bahwa kejadian dan kejadian PONV pada pasien dengan
PONV terjadi pada pasien dengan lama lama anestesi < 2 jam sebanyak 10 orang
anestesi 2-4 jam sebanyak 13 orang (21,6%) (16,6%) .

230 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


PEMBAHASAN anestesi dalam penelitian ini dibagi menjadi
Berdasarkan jenis kelamin, dalam pe- dalam 2 kategori yaitu < 2 jam dan 2-4 jam.
nelitian ini didapatkan bahwa kejadian Lamanya anestesi paling singkat adalah 30
PONV lebih banyak pada perempuan yaitu menit dan yang paling lama yaitu 140 menit,
sebanyak 13 orang (21,6%). Hasil penelitian denganrata-rata lama anestesi yaitu 84 menit.
ini sejalan dengan penelitian sebelumnya Durasi anestesi yang lebih lama dikaitkan
yang menunjukkan bahwa jenis kelamin pe- dengan insiden PONV yang lebih tinggi
rempuan lebih banyak mengalami PONV 6. PONV4. Pembedahan yang terlalu lama
Prevalensi PONV pada jenis kelamin perem- akanmenyebabkan efek akumulasi obat dan
puan, dua sampai tiga kali lebih lebih mung- agen anestesi dalam tubuh semakin banyak
kin terjadi PONV dibandingkan dengan sebagai hasil pemanjangan penggunaan obat
pria7. Selain itu, PONV mungkin meningkat atau agen anestesi tersebut dimana obat
selama menstruasi dan fase preovulasi dari dieksresikan lebih lambat dibanding
siklus menstruasi karena sensitisasi zona absorsinya yang akhirnya dapat
pemicu kemoreseptor (CTZ) dan pusat mun- menyebabkan pulih sadar berlangsung lama
tah pada hormon perangsang folikel (FSH) dan juga mengakibatkan mortilitas usus
dan estrogen8. terganggu dan terjadi pengosongan lambung
Dilihat dari jenis pembedahan ,bedah yang menyebabkan PONV. Walaupun pada
ortopedi ternyata memiliki insiden PONV perpanjangan tindakan anestesi penggunaan
tertinggi yaitu 8 orang (13,3%). Penelitian obat sesuai dosis terapi, tetapi dengan
sebelumnya PONV terbanyak pada bedah adanya akumulasi obat atau agen anestesi
digestif6. Dalam penelitian ini, jenis pembe- dapat terjadi efek toksik dari obat atau agen
dahan digestif tidak diikutkan dalam peneli- anestesi tersebut.Agen anestesi seperti
tian karena operasi didaerah abdomen me- isofluran ataupun sevofluran dapat
nunjukan kekerapan mual dan muntah lebih menyebabkan kejadian mual pada pasien13.
tinggi, khususnya pembedahan pada intra Angka kejadian mual muntah pasca
abdominal pada ginekologi berkisar 40%- bedah sekitar 20-30% pada pasien yang
60% .Operasi laparaskopi dan abdomen beri- menjalani pembedahan umum dan 70-80%
siko lebih tinggi untuk mengalami PONV2. pada pasien yang tergolong risiko tinggi14.
Berdasarkan status fisik ASA pasien Penyulit akibat mual muntah pasca bedah
yang mengalami PONVhanya pada status sangat bervariasi, mulai dari
fisik ASA Iyaitu sebanyak 23 orang (38,3%), ketidaknyamanan pasien hingga morbiditas.
sedangkan pada status fisik ASA II tidak ada Kejadian PONV dikaitkan dengan durasi
yang mengalami PONV. Status ASA juga anestesi yang lebih lama. Lama anestesi dan
merupakan salah satu faktor risiko pada usia jenis anestesi juga mempengaruhi terjadinya
dewasa9. Pada penelitian ini PONV paling PONV4. Jenis anestesi yang paling
banyak terjadi pada responden dengan status berpengaruh adalah dengan teknik general
tidak merokok yaitu 17 orang (28,3%). anestesi5. Anestesi umum lebih banyak
Status tidak merokok dapat mempengaruhi mengakibatkan PONV, yaitu sebanyak 18
terjadinya PONV10. Tetapi bukan berarti pasien (18.75%) dibadingkan anestesi
orang yang merokok itu lebih sehat. Pasien regional (7%)6.
yang merokok merupakan faktor proteksi Hasil uji Chi-Square diapatkan nilai
terhadap PONV, hal ini diduga karena signifikansi (p) 0,003 semakin lama tindakan
adanya bahan antiemetic didalam asap anestesi maka semakin meningkatkan
tembakau yang melakukan blokade pada kejadian PONV. Durasi anestesi yang lebih
salah satu reseptor dopamine, cholinergic lama dikaitkan dengan insiden yang lebih
dan reseptor neurokinin11. besar darikejadian PONV, yaitu enam kali
Hasil analisis penelitian terhadap 60 lebih tinggi dibandingkan mereka yang
responden tentang hubungan lama tindakan berada di bawah anestesi kurang dari 2 jam4.
anestesi dengan kejadian PONV
menunjukkan adanya hubungan yang
signifikan antara lama anestesi dengan
kejadian PONV dengan p=0,003. Lama

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 231


KESIMPULAN Anaesthesiology Research and Practice.
74, 8031, 1-10.
Berdasarkan hasil penelitian disimpul-
9. Gan, TJ., Diemunsch P, et al. (2014).
kan bahwa semakin lama pasien dianestesi
Consensus Guidelines for the
maka semakin tinggi kemungkinan pasien
Management of Post Operative Nausea
mengalami PONV post operasi.
and Vomiting. Anesth Analg; 118(1):
85-113.
REFERENSI
10. Kori, Kazuyashi (2013). Go-rei-San, a
1. Pramono, Ardi. (2015). Buku Kuliah Kampo Medicine, Reduces
Anestesi. Jakarta : EGC. Postoperative Nausea and Vomiting: A
2. Hambridge, Kevin. (2013). Assering the Prospective, Single-Blind, Randomized
Risk of Post Operative Nausea and Trial. The Journal Of Alternative And
Vomiting. Journals nursing Complementary Medicine; 19: 12: 946-
standard/rcni; 2-8; 27(18): 35-43. 950
3. Morgan, G. E, Maged SM, Mikhail JM. 11. Harijanto, E. (2010). Penatalaksaan
(2013). Clinical Anesthesiology. 5thed. Mual Muntal Pasca Bedah (PONV):
USA : McGraw-Hill Companies. Peran Granisetron. Medicinus Scientific
4. Apipan B, Rummasak D & journal of Pharmaceutical Development
Wongsirichat. (2016). Postoperative and Medical application; 23: 3: 10.
Nausea and Vomiting after General 12. Stoeling, RK : Hiller SC. (2012).
Anesthesia For Oral And Maxillofacial Opioid Agonis and Antagonis In:
Surger. Journal Of Dental Anestheia Pharmakology and Physiology In
and Pain Medicine; 16(4): 273-281. Anestetic Practice 4th Edition.
5. Gwinnutt, Carl L. (2011). Catatan Philadelpia : Lipincott Wilian and
Kuliah Anestesi Klinis. Jakarta :EGC. Wilkinsi.
6. Sholihah, A dkk. (2014). Gambaran 13. Novrianto, E., Laihad L. N., Kumaat, L.
angka kejadian post operative nausea T. (2015). Perbandingan Insiden Mual
and vomiting (PONV) di RSUD Ulin Muntah Pasca Pemberian Isofluran dan
Banjarmasin. Jurnal Berkala Kedokte- Sevofluran pada Pasien Bedah
ran . Vol. 11. No.1; 110-129. Ortopedi. Journal E-Clinic; Vol. 3. No.
7. Stannard Daphne and Krenzischek 2: 621-623.
Dina. (2012). Perianesthesia Nursing 14. Fithrah, BA. (2014). Penatalaksanaan
Care. USA. Jones and Bartlett Mual Muntah Pascabedah di Layanan
Learning. Kesehatan Primer. Continuing Medical
8. Chatterjee S, Rudra A, Sengupta S. Education Journal. Vol 41. No 6: 407-
(2011). Current concepts in the 411.
management of postoperative nausea
and vomiting. Review Article.

232 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


DETERMINAN PERILAKU KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
MAHASISWA PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN DI KOTA
PALEMBANG

Pitri Noviadi
Program Studi DIII Keperawatan, Poltekkes Kemenkes Palembang, Indonesia
E-mail: fit.nopit@gmail.com

ABSTRACT

Mahasiswa keperawatan merupakan seorang calon perawat yang turut serta dalam pem-
berian asuhan keperawatan di pelayanan kesehatan, sehingga selain dibekali kemampuan da-
lam perawatan pasien mahasiswa juga harus dibekali kemampuan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) sedini mungkin karena besar bahaya dan risiko kesehatan di pelayanan kesehatan
khususnya rumah sakit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang menjadi
penentu perilaku K3 mahasiswa prodi DIII Keperawatan di kota Palembang. Desain yang di-
gunakan pada penelitian adalah Survei Analitik dengan pendekatan Cross Sectional. Sampel
berjumlah 175 mahasiswa TK III Prodi DIII Keperawatan Poltekkes Kemenkes Palembang,
Prodi DIII Keperawatan Stikes Muhammadiyah Palembang, Prodi DIII keperawatan Stikes
Aisiyah Palembang. Variabel Penelitian terdiri dari umur, jenis kelamin, mata kuliah K3 yang
pernah didapat, pengetahuan, sikap dan Perilaku K3. Penelitian ini mendapatkan bahwa varia-
bel determinan perilaku K3 mahasiswa adalah Jenis kelamin, dengan nilai Exp B = 9,131. Ha-
sil ini dapat dinterpretasikan bahwa mahasiswa yang berjenis kelamin laki-laki mempunyai
risiko sebesar 9,131 kali dibandingkan perempuan untuk berperilaku K3 yang kurang baik se-
telah dikontrol variabel umur, pengetahuan dan sikap. Secara keseluruhan bahwa variabel-
variabel yang menentukan perilaku K3 mahasiswa adalah jenis kelamin, umur, pengetahuan
dan sikap mahasiswa. Rekomendasi yang dapat sampaikan terhadap hasil penelitian ini adalah
perlunya segera diterapkannya program K3 di lingkungan kampus khususnya pada Prodi DIII
Keperawatan. Perlu dilakukan peningkatan pengetahuan dan sikap mahasiswa tentang K3 me-
lalui pelatihan dan seminar K3. Bagi para tenaga pendidik dapat lebih meningkatkan perannya
sebagai role model terkait pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja. Berdasarkan peneli-
tian ini, dapat dilakukan penelitian selanjutnya dengan mengembang metode penelitian, sampel
yang lebih besar dan pelaksanaan K3 di
Kata kunci: Keselamatan dan Kesehatan Kerja, mahasiswa, perilaku

PENDAHULUAN pat berperan serta dalam mendukung pro-


gram Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Mahasiswa keperawatan yang menja-
(K3) di rumah sakit. Hal ini karena maha-
lani Praktik Klinik Keperawatan (PKK) di
siswa sebagai faktor individu memiliki pen-
lahan praktek (rumah sakit, puskesmas, dan
garuh terhadap kualitas perawatan dan kese-
lain-lain) dapat terpapar dengan bahaya ke-
lamatan pasien (Mwachofi & Walston,
sehatan di institusi pelayanan tersebut. Se-
2011). Adanya efek negatif ini mendorong
perti kita ketahui pelayanan kesehatan seper-
institusi pendidikan untuk mengikutsertakan
ti rumah sakit sebagai tempat pelayanan ke-
mahasiswa dalam program K3 dan kesela-
sehatan mempunyai banyak potensi bahaya
matan pasien pada proses pembelajaran
(hazard) dan berisiko terhadap terhadap te-
praktik klinik (DeBourgh, 2012).
naga kesehatan, pasien dan fasilitas medis
Mahasiswa keperawatan merupakan
lainnya. Hasil laporan National Safety
seorang calon perawat yang turut serta
Council (NSC) tahun 2008 menunjukkan
dalam pemberian asuhan keperawatan, se-
bahwa terjadinya kecelakaan di RS 41%
hingga selain dibekali kemampuan dalam
lebih besar dari pekerja di industri lain. Den-
perawatan pasien mahasiswa juga harus
gan melihat kondisi tersebut mahasiswa da-
dibekali kemampuan Keselamatan dan Ke-

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 233


sehatan Kerja (K3) sedini mungkin karena kian juga pada tingkat universitas/sekolah,
besar bahaya dan risiko kesehatan di pe- penelitian yang dilakukan Putri (2009) di
layanan kesehatan khususnya rumah sakit. Universitas Indonesia dan Babayigit (2016)
Mahasiswa perlu mengintegrasikan pelak- pada Turki Gazi University. Di lingkungan
sanaan K3 dan keselamatan pasien dalam pendidikan keperawatan khususnya Program
proses pembelajaran klinik yang dilakukan Studi (Prodi) Diploma III (DIII) Keperawa-
kepada pasien (Dunn, Ehrich, Mylonas, & tan, penelitian tentang perilaku K3 pada ma-
Hansford, 2000; Hayajneh, 2011). Maha- hasiswa belum pernah dilakukan.
siswa keperawatan sebagai calon profe- Berdasarkan hasil survei awal terha-
sional kesehatan perlu belajar sistem berpi- dap pelaksanaan K3 pada proses belajar
kir yang komprehensif dalam pelaksanaan mengajar baik di kelas, laboratorium dan
K3 dan keselamatan pasien (Cronenwett et lingkungan kampus serta khususnya di la-
al., 2007). Hasil penelitian keperawatan han praktek pada mahasiswa Program studi
menunjukkan bahwa mahasiswa yang men- DIII keperawatan Palembang Jurusan Kepe-
dapatkan perhatian besar dari institusi pen- rawatan Politeknik Kesehatan (Poltekkes)
didikan untuk mengaplikasikan keselama- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Pa-
tan pasien memiliki kontribusi dalam lembang, didapatkan bahwa 7 orang dari 10
memperbaiki insiden keselamatan pasien orang mahasiswa yang wawancarai, mereka
(Steven, Magnusson, Smith, & Pearson, menyatakan tidak menyadari potensi bahaya
2014). Hasil penelitian menunjukkan bah- dan risiko kesehatan yang ada di lahan prak-
wa praktik klinik mahasiswa yang tidak tek dan di lingkungan kampus khususnya
aman perlu mendapatkan perhatian khusus laboratorium. Selanjutnya mereka menyata-
dan strategi baru dari institusi pendidi- kan bahwa mereka tidak memperhatikan
kan dalam proses penanganannya prinsif-prinsif K3 dalam melaksanakan tin-
(Henneman et al., 2010; Mossey, Mont- dakan, seperti posisi duduk yang ergonomis
gomery, Raymond, & Killam, 2012). Hal baik saat duduk maupun menggunakan lap-
ini karena institusi pendidikan dan maha- top/computer atau saat menggunakan Mi-
siswa memiliki peran dan tanggung jawab kroskop. Mereka juga mengeluhkan nyeri
penting dalam meningkatkan pengetahuan, pinggang saat melakukan perasat tindakan
keterampilan, perilaku, dan sikap yang re- perawatan. Walaupun secara struktur kuri-
levan dengan keselamatan pasien (De- kulum pada program studi DIII Keperawa-
bourgh, 2012; WHO, 2012). Institusi pen- taan terdapat mata kuliah K3 dan Patient
didikan keperawatan berperan untuk mena- Safety, akan tetapi prinsif-prinsif K3 belum
namkan proses belajar yang mengajarkan diterapkan secara nyata dalam kehidupan
materi K3 dan keselamatan pasien dan kampus. Sehubungan dengan hal tersebut di
mengamankan keselamatan pasien dan atas perlu dilakukan penelitian mengenai
keselamatan petugas di lingkungan pe- determinan perilaku K3 mahasiswa Pro-
rawatan kesehatan yang kompleks (Gre- gram studi DIII keperawatan yang ada di
gory, Guse, Dick, & Russell, 2007). kota Palembang. Tujuan penelitian ini ada-
Penerapan K3 harus dibiasakan pada lah untuk mengetahui faktor yang menjadi
setiap lingkungan tempat mahasiswa berada, penentu perilaku K3 mahasiswa prodi DIII
yaitu dimulai di kampus tempat menuntut Keperawatan di kota Palembang
ilmu keperawatan sehingga menjadi kebia-
saan bagi mahasiswa. Jika mahasiswa sudah METODE
terbiasa menerapkan prinsif-prinsif K3 di Desain yang digunakan pada peneli-
kampus, baik di kelas, laboratorium maupun tian adalah Survei Analitik dengan pende-
di lingkungan di dalam dan sekitar kampus katan Cross Sektional. Sampel berjumlah
maka mahasiswa akan terbiasa juga mene- 175 mahasiswa TK III Prodi DIII Kepera-
rapkannya di lahan praktek tempat mahasis- watan Poltekkes Kemenkes Palembang,
wa melaksanakan PKK. Studi-studi terdahu- Prodi DIII Keperawatan Stikes Muhamma-
lu yang terkait dengan penerapan K3 pada diyah Palembang, Prodi DIII keperawatan
pelajar/mahasiswa keperawatan masih sedi- Stikes Aisiyah Palembang. Variabel Peneli-
kit, seperti penelitian Martha (2011). Demi-

234 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


tian terdiri dari umur, jenis kelamin, mata dan lahan praktek. Analisis data dilakukan
kuliah K3 yang pernah didapat, pengeta- dengan menggunakan uji statistik Chi-
huan, sikap dan Perilaku K3. Pengetahuan Square dan regresi logistik ganda
K3 dan sikap K3 mahasiswa diukur dengan
menggunakan pertanyaan yang masing- HASIL
masing terdiri dari 10 item, sedangkan peri- Karakteristik Responden dan hasil anali-
laku K3 diukur dengan pertanyaan yang
sis univariat.
mengandung kompenen kegiatan atau akti-
fitas yang dilakukan mahasiswa. Jumlah Gambaran karakteristik responden dan
pertanyaan perilaku terdiri dari 12 perta- variabel penelitian lain dapat dilihat pada
nyaan. Baik pertanyaan pengetahuan, sikap tabel 1 di bawah ini:
dan perilaku meliputi aspek penerapan K3
di kelas, laboratorium, lingkungan kampus

Tabel 1. Distribusi variabel independen dan variabel dependen penelitian.


Jumlah
Variabel %
n=175
Jenis Kelamin
Laki-laki 36 20,6
Perempuan 139 79,4
Umur
< 20 Tahun 22 12.6
≥ 20 Tahun 153 87.4
Mata Kuliah K3
Semester 1 89 50.9
Semester 4 86 49.1
Pengetahuan
Kurang baik 146 83.4
Baik 29 16.6
Sikap
Negatif 81 46.3
Positif 94 53.7
Perilaku K3
Kurang baik 123 70.3
Baik 52 29.7

Berdasarkan tabel 1 di atas dapat dis-


impulkan bahwa sebagian besar responden Hubungan variabel independen dengan
berjenis kelamin perempuan, yaitu 79,4 %, Perilaku K3 mahasiswa.
umur responden sebagian besar ≥ 20 Tahun Berdasarkan hasil analisis statistik Chi-
(87,4%), mata kuliah K3 yang didapatkan square didapatkan hubungan yang bermakna
pada semester 1 dan semester IV tidak berbe- antara masing-masing variabel Jenis Kelamin
da jauh, yaitu masing-masing 50,9 % dan (pvalue =0,00; p< 0,05; OR =9,551), Umur
49,1%. Selanjutnya sebagian besar responden (pvalue= 0,07; OR= 2,984), pengetahuan (pvalue
pengetahuannya kurang baik, yaitu 83,4 %,
= 0,01; OR= 3,761) dan variabel sikap (pvalue =
sedangkan sikap responden tentang K3 di 0,01; OR= 3,896) dengan perilaku K3 maha-
lingkungan kampus adalah sebagian besar siswa. Dengan menggunakan nilai OR (Odds
positif, yaitu 53,7%. Perilaku K3 responden Ratio dapat diinterpretasikan bahwa perilaku
sebagian besar kurang baik, yaitu 70,3%. Pe- mahasiwa yang kurang baik risikonya 9,551
rilaku K3 pada penelitian ini meliputi semua kali pada jenis kelamin laki-laki dibanding-
tindakan mahasiswa yang terkait dengan kan yang perempuan, risikonya sebesar
prinsif-prinsif K3 sewaktu berada di kelas, 2,984 kali pada umur < 20 tahun dibanding-
laboratorium, lingkungan kampus dan di la- kan ≥ 20 tahun, risiko sebesar 3,761 pada
han praktek

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 235


pengetahuan kurang baik dibandingkan yang (pvalue = 0,13). Hasil penelitian ini dapat diin-
baik dan perilaku mahasiswa yang kurang terpretasikan bahwa perilaku K3 mahasiswa
baik risikonya 3,896 kali pada mahasiswa yang kurang baik tidak ada perbedaan baik
yang mempunyai sikap negatif dibandingkan pada mahasiswa yang telah mendapat materi
mahasiswa yang mempunyai sikap positif. K3 pada semester 1 maupun pada semester
Selanjutnya pada variabel mata kuliah K3, IV.
didapatkan hasil tidak ada hubungan yang Hasil analisis bivariat secara lengkap
bermakna dengan perilaku K3 mahasiswa dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini:

Tabel 2. Distribusi Perilaku K3 menurut beberapa variabel Independen


Variabel Kurang- % Baik % Total OR p
rang- (95%CI) value
Baik
JenisKelamin 9,551 0,00
Laki-laki 34 94,4 2 5,6 36 (2,201-41,436)
Perempuan 89 64,0 50 36,0 139
Umur
< 20 tahun 19 86,4 3 13,6 22 2,984 0.07
>= 20 tahun 104 68,0 49 32,0 153 (0,843-10,563)
Mata Kuliah K3
Semester 1 58 65,2 31 34,8 89 0,604 0,13
Semester 4 65 75,6 21 24,4 86 (0,313-1,166)
Pengetahuan
Kurang baik 110 75,3 36 27,4 146 3,761 0,01
Baik 13 44,8 16 55,2 29 (1,651-8,564)
Sikap
Negatif 51 86,4 8 13,6 59 3,896 0,01
Positif 72 62,1 44 37,9 116 (1.691-8,973)
Total 175
*P ≤ 0,05
Faktor determinan Perilaku K3 gunakan analisis multivariat regresi logis-
tik. Hasil analisisnya dapat dilihat pada ta-
Untuk menjawab tujuan penelitian,
bel 3 dibawah ini:
yaitu mengetahui faktor determinan perila-
ku K3 mahasiswa dilakukan dengan meng-

Tabel 3. Hasil analisis Uji Regresi Logistik determinan perilaku K3


Variabel B SE Wald Exp B (95% CI) P
Jenis kelamin 2,212 0,765 8,349 9,131 0,004
(1,987-39,973)
Umur 1,582 0,726 4,751 4.866 0,029
(1.155-20,591)
Pengetahuan 1,494 0,477 9,817 4,555 0,002
(1,550-10,522)
Sikap 0,736 0,374 3,884 2,088 0,049
(1,557-9,108)
Konstanta -10,930 2,401 20,842 0,000

Berdasarkan tabel di atas dapat dis- kelamin laki-laki mempunyai risiko sebesar
impulkan dengan menggunakan nilai Exp 9,131 kali dibandingkan perempuan untuk
B, bahwa variabel determinan perilaku K3 berperilaku K3 yang kurang baik setelah
mahasiswa adalah Jenis kelamin, dengan dikontrol variabel umur, pengetahuan dan
nilai Exp B = 9,131. Hasil ini dapat dinter- sikap.
pretasikan bahwa mahasiswa yang berjenis

236 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


Dari tabel di atas dapat disimpulkan dap permasalahan yang dihadapi, komitmen
secara keseluruhan bahwa variabel-variabel untuk ke arah lebih baik, dan dapat mengen-
yang menentukan perilaku K3 mahasiswa dalikan emosi lebih baik.
adalah jenis kelamin, umur, pengetahuan dan
Pengetahuan
sikap mahasiswa.
Hasil penelitian ini menunjukkan
PEMBAHASAN bahwa baik pada analisis bivariat dan anali-
sis multivariat, variabel pengetahuan konsis-
Jenis Kelamin
ten berhubungan dengan perilaku K3 maha-
Hasil penelitian ini menunjukkan siswa. Hasil penelitian ini sesuai dengan
bahwa ada hubungan antara jenis kelamin pendapat Griffin dan Neal (2000) yang me-
dengan perilaku K3 mahasiswa. Dan berda- nemukan bahwa pengetahuan dan motivasi
sarkan hasil analisis multivariat didapat OR menjadi moderator hubungan dengan per-
sebesar 9.131 (CI 95%: 2.037-40.935). Hal formansi K3.
ini berarti perilaku K3 yang kurang baik Hal senada diketengahkan oleh
pada mahasiswa risikonya lebih besar pada Campbell et.al.(1996) bahwa hanya ada tiga
laki-laki dibandingkan pada yang perem- determinan perbedaan individu dalam per-
puan setelah dikontrol variabel umur, pen- formansi, yaitu pengetahuan, keterampilan
getahuan, dan sikap. Pada penelitian ini je- dan motivasi (knowledge, skill, and motiva-
nis kelamin merupakan faktor determinan tion). Siswa calon pekerja tidak akan dapat
perilaku K3 mahasiswa pada prodi DIII berpartisipasi aktif dalam kegiatan atau pera-
Keperawatan di kota Palembang. Hasil ini turan pendukung K3, jika tidak memiliki
berbeda dengan pendapat Robbin (2003) pengetahuan dan keterampilan relevan yang
yang menyatakan bahwa tidak terdapat per- mencukupi, sehingga tidak akan mampu un-
bedaan pada pria dan wanita dalam hal ke- tuk berperilaku apalagi memiliki performansi
mampuan memecahkan masalah, keteram- baik dalam K3 sehari-hari. Begitu pula jika
pilan analisis, persaingan, motivasi, mau- siswa calon pekerja tidak mempunyai moti-
pun kemampuan belajarnya. vasi diri yang memadai untuk melaksanakan
Peneliti menganalisis bahwa pada pe- atau berpartisipasi dalam kegiatan dan pera-
rempuan menunjukkan perilaku K3 yang turan K3, maka mereka tidak dapat memilih
baik dikarenakan sebagian besar responden atau mengambil keputusan mana perilaku
yang kuliah di Prodi DIII Keperawatan ada- yang sehat dan aman dalam bekerja serta
lah perempuan. Selain itu juga secara naluri cenderung tidak akan melakukan kegiatan
perempuan lebih telaten dan rapih dalam partisipatif, atau bahkan menghindari kegia-
melakukan suatu pekerjaan dibandingkan tan yang terkait K3
laki-laki, termasuk juga dalam perilaku K3 Berdasarkan analisis peneliti bahwa
dilingkungan kampus. pengetahuan tentang K3 yang baik dikare-
nakan sebagian besar responden yang ku-
Umur
liah di Prodi DIII Keperawatan adalah pe-
Hasil analisis menunjukkan ada hu- rempuan. Selain itu juga secara naluri pe-
bungan antara umur dengan perilaku K3 ma- rempuan lebih telaten dan rapih dalam me-
hasiswa. Pada analisis multivariat, menun- lakukan suatu pekerjaan dibandingkan laki-
jukkan bahwa umur mempunyai pengaruh laki, termasuk juga dalam perilaku K3 di-
nomor dua setelah jenis kelamin dengan nilai lingkungan kampus.
OR sebesar 4.886. Hasil analisis menunjuk-
kan semakin muda usia mahasiswa sama Sikap
atau kurang dari 20 tahun, semakin risiko Pada penelitian ini didapatkan bahwa
kurang baik dalam perilaku K3. Sedangkan sikap merupakan variabel yang menentukan
usia lebih dari 20 tahun semakin baik dalam perilaku K3 mahasiswa.
perilaku K3 oleh mahasiswa. Hal ini sejalan Menurut Gerungan (2002), sikap me-
dengan yang dikemukakan oleh Robbin rupakan pendapat maupun pandangan seseo-
(2003) bahwa pertambahan usia berhubun- rang tentang suatu objek yang mendahului
gan erat dengan kemampuan analisis terha- tindakannya. Sikap tidak mungkin terbentuk

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 237


sebelum mendapat informasi, melihat atau katkan kompliansi terhadap peraturan K3,
mengalami sendiri suatu objek tetapi sering menimbulkan permasalah yang
Manusia diciptakan dengan sikap disebabkan oleh sikap K3 (safety attitude).
pandangan atau sikap perasaan tertentu, te- Berdasarkan hal tersebut, program K3
tapi sika terbentuk sepanjang perkemban- yang diterapkan di lingkungan kampus cen-
gan. Peranan sikap dalam kehidupan manu- derung menggunakan teknik pemberian um-
sia sangat besar. Bila sudah terbentuk dalam pan balik dan insentif, agar dapat mening-
diri manusia, maka sikap itu akan turut me- katkan atau merubah secara instrumental
nentukan cara tingkah lakunya terhadap ob- atau valensi K3 yang non kompliansi, atau
jek-objek sikapnya. agar lebih bersifat partisipatif. Sebaliknya
Berdasarkan hal tersebut, program K3 diadopsi menurut Clisoid (2004) ternyata
yang diterapkan di lingkungan kampus cen- umpan balik dan insentif agar kompliansi
derung menggunakan teknik pemberian um- terhadap K3 berjalan baik, ternyata akan
pan balik dan insentif, agar dapat mening- menjadi resiko pengurangan valensi atau
katkan atau merubah secara instrumental tingkat partisipasi terhadap kegiatan kon-
atau valensi K3 yang non kompliansi, atau tekstual K3.
agar lebih bersifat partisipatif. Sebaliknya Komponen performansi merupakan
diadopsi menurut Clisoid (2004) ternyata fungsi dari performansi determinan. Neal
umpan balik dan insentif agar kompliansi dan Griffin (2000) mendefinisikan bahwa
terhadap K3 berjalan baik, ternyata akan komponen performansi (component of per-
menjadi resiko pengurangan valensi atau formance) di lingkungan kerja, dipahami
tingkat partisipasi terhadap kegiatan konteks- sebagai perilaku yang dapat diobservasi
tual K3. Hal ini dapat disebabkan karena langsung secara individual, sesuai dengan
salah satu faktor yang mempengaruhi terben- tujuan organisasi dalam hal ini K3. Perfor-
tuknya sikap individu adalah informasi yang mansi dalam hal ini perilaku K3 mahasiswa
diterimanya. Mahasiswa program studi D3 di lingkungan kampus, baik di kelas, labora-
memperoleh informasi terkait K3 melalui torium dan lingkungan sekitar kampus harus
berbagai sumber antara lain mata kuliah K3, dapat menerapkan prinsif-prinsif K3 sebagai
tata tertib K3 laboratorium serta pengarahan upaya membentuk sikap mental agar dapat
di awal praktikum. Informasi-informasi ter- juga menerapkan di lahan praktek.
sebut akan membentuk keyakinan (beliefs)
terhadap upaya K3 di kampus. Menurut KESIMPULAN
Azwar (1997), yang menyatakan disitulah Kesimpulan hasil penelitian adalah pe-
peran lembaga pendidikan mempunyai pen- rilaku K3 mahasiswa pada penelitian ini di-
garuh dalam pembentukan sikap dimana di- tentukan jenis kelamin, umur, pengetahuan
letakkan dasar pengertian dalam diri indivi- dan sikap mahasiswa. Variabel jenis kelamin
du, pemahaman baik buruk, garis pemisahan merupakan variabel yang paling menentukan
antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh perilaku K3 mahasiswa.
dilakukan. Rekomendasi yang dapat sampaikan
Perilaku K3 terhadap hasil penelitian adalah perlunya se-
gera diterapkannya program K3 di lingkun-
Perilaku K3 mahasiswa pada peneli-
gan kampus khususnya pada Prodi DIII Ke-
tian ini ditentukan jenis kelamin, umur, pen-
perawatan. Perlu dilakukan peningkatan
getahuan dan sikap mahasiswa. Variabel je-
pengetahuan dan sikap mahasiswa tentang
nis kelamin merupakan variabel yang paling
K3 melalui pelatihan dan seminar K3. Bagi
menentukan perilaku K3 mahasiswa. Akan
para tenaga pendidik dapat lebih mening-
tetapi secara keseluruhan variabel-variabel
katkan perannya sebagai role model terkait
lain merupakan penentu perilaku K3 maha-
pelaksanaan keselamatan dan kesehatan ker-
siswa. Oleh karena itu intervensi perilaku
ja. Berdasarkan penelitian ini, dapat dilaku-
K3 yang dapat dilakukan adalah dengan
kan penelitian selanjutnya dengan mengem-
mempertimbangkan variabel-variabel terse-
bang metode penelitian, sampel yang lebih
but. Intervensi yang dilakukan adalah ba-
gaimana agar mahasiswa dapat mening-

238 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


besar dan pelaksanaan K3 di berbagai lahan Griffin, M. A., & Neal, A. (2000). Percep-
praktek tions of Safety at Work: a Framework
for Linking Safety Climate to Safety
REFERENSI Performance, Knowledge, and Moti-
Azwar S. 1997. Sikap Manusia Teori Dan vation. Journal of ccupational Health
Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Psychology, 5(3), 347-358.
Pelajar. Griffin, M. A., Neal A., and Hart. (2000).
Ajzen, I. (1991). The Theory of Planned Be- The Impact of Organizational Climate
havior. Organizational Behavior and on Safety Climate and Individual Be-
Human Decision Processes, 50, 179- havior. Safety Science, 34, 99-109.
211. Guldenmund, F.W.(2000). Definitions of
Barling, J. & Zacharatos, A. 1999, ‘High Safety culture. Safety Science vol. 34,
performance safety sistems: Manage- page 215-257.
ment practices for achieving optimal Guldenmund, F W. (2000). The Nature of
safety performance’, paper presented Safety Culture: a Review of Theory
at the 25th annual meeting of the and Research. Delft University of
Academy of Management, Toronto. Technology, Kanaalweg 2b, The Neth-
Barling, J., Hutchinson, I., 2000. Commit- erlands.
ment vs. control-based safety practic- Hamaideh, Shaher H. (2004). Safety Culture
es, safety reputation, and perceived Instrument: A Psychometric Evalua-
safety climate. Canadian Journal of tion. University of Cincinnati Hayes,
Administrative Sciences 17, 76–84. BE., Perander, J., Smecko, T. & Trask,
Blair, E. (2003). Culture & Leadership: Sev- J. (1998). Measuring perceptions of
en Key Points for Improved Safety workplace safety: Development and
Performance. Professional Safety(6), validation of the work safety scale.
18-22. Journal of Safety Research, Vol. 29,
Carder, B., & Ragan, P. (2003). A Survey- No.3. pp145-161.
Based Sistem for Safety Measurement Kennedy, R. & Kirwan, B (1998). Develop-
and Improvement. Journal of Safety ment of a Hazard and Operability-
Research, 34, 157-165. Based Method for Identifying Safety
Dedobbeleer, N & Beland, F (1998). Is Risk Management Vulnerabilities in High
Perception One of the Dimensions of Risk Sistems. Safety Science, 30,
Safety Climate? In: Feyer, A & Wil- pp249-274.
liamson A (Eds) 1998 Occupational Kohn LT, Corrigan JM, Donaldson MS, Edi-
injury: Risk prevention and interven- tors (2000). “To Err is Human: Build-
tion. London: Taylor and Francis. ing a Safer Health Sistem”, Institute
DeJoy, D. M., Murphy, L. R., & Gershon, R. of Medicine.
M. (1995). Safety Climate in Health Lok P., Crarford J. (2004). "The Effect of
Care Settings.In A. C. Bittner (Ed.), Organisational Culture and Leader-
Advances in industrial ergonomics and ship Style on job Satisfaction and Or-
safety, Vol. 7, (pp. 923-929). London: ganisational Commitment: a Cross-
Taylor and Francis. National Comparison." The Journal of
Gershon, R. M., Karkashian, C. D., Grosch, Management Development 23(4):
J. W, Murphy, L. R., Escamilla- 321-338.
Cejudo, A.,Flanagan, P. A., Bernacki, Mwachofi, A., Walston, S.L., & Al-Omar, B.
E., Kasting, C., Martin, L. (2000). (2011). Factors affecting nurses' per-
Hospital Safety Climate and its Rela- ceptions of patient safety. International
tionship With Safe Work Practices and Journal of Health Care Quality Assur-
Workplace Exposure Incidents. Amer- ance, 24(4), 274–
ican Journal of Infection Kontrol, 28, 283. Doi: http://dx.doi.org/10.1108/0952686
211-221. 1111125589.
Marsh, T., Davies R., Phillips, R., Duff, R.,
Robertson, I., Weyman, A & Cooper,

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 239


D. (1998). The Role of Management ty and Organizational Culture. Journal
Commitment in Determining the Suc- of Safety Research, 33, 231-243
cess of a Behavioural Safety Interven- Putri, EC (2009). Pengembangan Sistem
tion. Journal of the Institution of Oc- Manajemen K3 pada Universitas In-
cupational Safety and Health. Vol.2, donesia. Skripsi. Universitas Indonesia
No.2, pp. 45-56 Pearson, K. (1999). Tolleys Survey of Senior
Neal, A,. Griffin, M A. 2002. Safety Climate Executives Commitment to Health and
and Safety Behaviour. Australian Safety 1999-2000, Croydon: Butter-
Journal of Management, Vol. 27, Spe- worths Tolley.
cial Issue. Perwitasari, Dian dan Athena Anwar. (2006).
NIOSH. (2002). Developing Hospital Safety Tingkat Risiko Pemakaian Alat Pelin-
and Health Programs dung Diri Dan Higiene Petugas Di
http://www.cdc.gov/niosh/hcwold2a.ht Laboratorium Klinik RSUPN Cipto-
ml#agencies . mangunkusumo, Jakarta. Jurnal Eko-
Niskanen, T. (1994). Safety Climate in the logi Pendidikan Vol 5 No 1, page 380
Road Administration. Safety Science, – 384.
17, 237-255. Robbin, S.P. (2003). Perilaku organisasi.
O'Toole, M. (2002). The Relationship Be- (Edisi ke-10). Jakarta: PT. Indeks
tween Employees' Perceptions of Safe- Gramedia.

240 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


PENGARUH MINDFULNESS-BASED STRESS REDUCTION TERHADAP PE-
NURUNAN STRESSOR DAN BEBAN (BURDEN) FAMILY CAREGIVER DI
KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA

Maria H Bakri1, Budhy Ernawan2


1,2
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
(E-mail: mariabakri56@gmail.com)

ABSTRAK

Latar Belakang: Prevalensi gangguan jiwa berat di Provinsi D.I Yogyakarta sebesar 2,7 per
mil, angka nasional sebesar 1,7 per mil. Wilayah Kabupaten Sleman terdapat 3.447 kasus
yang telah di tangani oleh RS Ghrasia melalui program Desa Siaga Jiwa, penanganannya
masih berorientasi pada penderita baik untuk deteksi gangguan jiwa, pemanfaatan pelayanan
kesehatan sementara keluarga sebagai bagian dari penderita tidak pernah tersentuh. Kasus di
Kecamatan Gamping tersebar: 190 kasus .Pengasuhan membutuhkan waktu, tenaga, biaya
keuangan, atau perubahan dalam peran, tanggung jawab dan hubungan keluarga. Salah satu
upaya menurunkan stressor pada keluarga caregiver dengan terapi Mindfulness-based stress.
Cara efektif mengurangi stress menggabungkan meditasi mindfulness dan yoga dalam
program pelatihan 8 minggu.Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh mindfulness-
based stress reduction terhadap penurunandistress dan beban (burden) familycaregiver yang
memiliki penderita gangguan jiwa. Metode: Jenis penelitian adalah “quasi eksperimen”
dengan desain “pre-post test with control groups design”.Penelitian dilaksanakan di wilayah
kerja Puskesmas Godean I dan Gamping II Kab Sleman bulan April - September 2017,
tehnik samplingrandomize control trial. Analisis menggunakan chi square dan Fisher’s
Exact dengan α = 5%. Hasil: Karakteristik dari pengasuh pada kelompok kontrol dan
kelompok perlakuan semua sama, kecuali tingkat pendidikan, cara pengasuh. Hasil analisis
statistic pada Distress pre dan post di kedua kelompok yang menggunakan chi square dengan
α = 5%, menunjukkan untuk kelompok perlakuan p<0,05, dan untuk kelompok kontrol
menggunakan Fisher’s Exact Test p>0,05. Untuk kelompok perlakuan hasil signifikan,
kelompok kontrol tidak signifikan. Kesimpulan: Karakteristik keluarga semua sama kecuali
pendidikan dan cara mencegah kekambuhan. Hasil uji analisis data sebelum dan sesudah ada
pengaruh pada kelompok perlakuan terhadap penurunan beban (Burden) Family Caregiver,
namun tidak pada kelompok kontrol. Sedangkan hasil uji analisis data sebelum dan sesudah
ada pengaruh pada kelompok perlakuan dan kontrol terhadap penurunan Distress family
caregiver.
Kata kunci: Beban Keluarga, Distress, Mindfulness-Based Stress Redution

THE INFLUENCE OF THE MINDFULNESS-BASED STRESS REDUCTION TOWARDS


THE DECLINE OF STRESSOR AND LOAD (BURDEN) FAMILY CAREGIVER IN THE
WORKING AREA CLINICS SLEMAN REGENCY, YOGYAKARTA

ABSTRACT

Background: the prevalence of mental disorders in the province of Yogyakarta of 2.7 per mile,
the national figure of 1.7 per mile. Area of Sleman Regency, there were 3,447 in the cases by
RSJ Ghrasia through the Desa Siaga Sehat Jiwa, handling is still oriented sufferers either for
detection of disorders of the soul, the utilization of health services while the family as the part of
the sufferer never touched. In the case of Limestone are spread: 190 cases. Parenting requires
time, energy, financial costs, or changes in the roles, responsibilities and relationships of the
family. One of the attempts of lowering the stressor on the family caregiver with Mindfulness-
based stress therapy. Effective ways to reduce the stress of combining yoga and meditation

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 241


mindfulness training program in 8 weeks. Objective: to know the influence of mindfulness-based
stress reduction against a decrease in distress and load (burden) family caregiver who has a
psychiatric sufferer. Method: this type of research is a "quasi experimental design" with "pre-
release-post test with control groups design". The research gives the intervention of
Mindfulness-Based Stress Reduction in family groups and provide treatment to the family of
psikoedukasi intervention control group. Stessor assessment and load (burden) family caregiver
in the measure before and after treatment in the treatment group and the control group. The
research was carried out in the region to run the Clinics I and II Sleman Regency Limestone
April-September 2017, sampling techniques: randomize control trial. The research of the
variable tested normality with the Kolmogorov-Smirnov test, when the data is normal, then
tested using analysis of chi square and Fisher's Exact) with α = 5%).
Results: characteristics of caregivers in the control group and treatment group are all the same,
except for the level of education, how to nanny. The results of the analysis of statistics on
Distress pre and post in both groups who use the chi square with α = 5%, indicating to group
treatment p < 0.05, and for the control group using the Fisher's Exact Test p > 0.05. For the
treatment of significant results, the control group was not significant. Conclusion: the
characteristics of the family are all the same except for education and how to prevent
recurrence. Test result data analysis before and after there was an influence on the Group's
treatment of decrease in load (Burden) Family Caregiver, but not in the control group. While the
test results data analysis before and after there was an influence on the treatment and control
groups against a decrease in Distress the family caregiver.
Keywords: Family Burden, Distress, Mindfulness-Based Stress Reducction

PENDAHULUAN. sebagian besar orang tua4. Rata-rata keluarga


merawat penderita dalam sehari
Prevalensi gangguan jiwa berat di
membutuhkan waktu 6-9 jam. Keluarga yang
Provinsi D.I Yogyakarta sebesar 2,7 per mil,
berperan sebagai caregiver merawat
sedangkan angka nasional sebesar 1,7 per
penderita gangguan jiwa mendapat tekanan
mil. Gangguan jiwa berat berdasarkan lokasi
fisik maupun psikologis dalam menjalankan
wilayah provinsi yang terbanyak adalah Pro-
perannya. Kualitas interaksi keluarga dengan
pinsi D.I Yogyakarta, diikuti Provinsi
penderita akan mempengaruhi risiko
Aceh,SulawesiSelatan,Bali, danJawaTengah
1 kekambuhan5. Peran keluarga sebagai
. Pada wilayah Kabupaten Sleman terdapat
caregiver mengalami stres fisik dan
3.447 kasus yang telah di tangani oleh RS
emosional, karena orang yang pertama
Ghrasia melalui program Desa Siaga Jiwa,
memberikan bantuan dasar dan
penanganannya masih berorientasi pada pen-
memfasilitasi pemanfaatan pelayanan
derita gangguan jiwa baik untuk deteksi
kesehatan yang ada6. Pengasuhan
gangguan jiwa maupun pemanfaatan pelaya-
membutuhkan waktu, tenaga, biaya
nan kesehatan sementara itu keluarga sebagai
keuangan, atau perubahan dalam peran,
bagian dari penderita tidak pernah tersentuh
tanggung jawab dan hubungan keluarga7.
dalam program. Akses akan pelayanan kese-
Merawat pasien dengan berbagai kondisi
hatan pada keluarga belum tertangani dengan
menuntut fisik dan emosianal dapat
baik. Kasus-kasus tersebut tersebar di 17
mengakibatkan menambahkan beban fisik
kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten
dan emosional. Selain itu, pengasuh biasanya
Sleman. Jumlah kasus tertinggi adalah di
memiliki tanggung jawab total untuk mereka
kecamatan Pakem, 367 kasus dan terendah di
orang yang dicintai dan menghabiskan lebih
kecamatan minggir, 90 kasus, sedangkan
sedikit waktu fokus pada kondisi kesehatan
untuk kecamatan Gamping tersebar: 190 ka-
mereka sendiri. Namun demikian konsentrasi
sus2.
dan dedikasi akan mempengaruhi status
Lebih dari setengah penderita
emosi dan kemampuan mereka untuk dapat
skizofrenia dirawat oleh keluarga3.Keluarga
berfungsi secara memadai dalam menjalan-
yang merawat penderita gangguan jiwa

242 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


kan peran sebagai caregiver bagi penderita METODE
gangguan jiwa, dan ini berdampak pada pada
Rancangan pada penelitian ini adalah
kesehatan penerima perawatan7,8.
quasi eksperimen dengan desain “pre-post
Berbagai jenis intervensi psikologis
test with control groups design”. Penelitian
dan sosial telah dikembangkan untuk
ini memberikan intervensi Mindfulness-
mengurangi gejala depresi dan meningkatkan
Based Stress Reduction pada keluarga
kesejahteraan umum pada keluarga9. Salah
sebagai kelompok perlakuan dan
satu upaya untuk menurunkan stressor pada
memberikan intervensi psikoedukasi kepada
keluarga caregiver adalah dengan terapi
keluarga sebagai kelompok kontrol.Penilaian
Mindfulness-based stress. Mindfulness
stessor dan beban (burden) keluarga yang
didefinisikan sebagai kesadaran penuh
memiliki gangguan jiwa di ukur sebelum dan
terhadap pikiran, emosi, dan sensasi tubuh
sesudah perlakuan baik pada kelompok
yang dialami dari waktu ke waktu dan Rasa
perlakuan maupun kelompok kontrol.
ingin tahu, keterbukaan, dan penerimaan
Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja
terhadap pengalaman, keadaan mental ini
Puskesmas Godean I dan Gamping II,
memungkinkan satu untuk mengalami
Kabupaten Sleman. Sampel dalam penelitian
pikiran dan perasaan dengan cara yang
ini sebanyak 36 subyek, yang terdiri dari 18
menekankan subjektivitas mereka dan
keluarga kelompok perlakuan dan 18
alami10.
keluarga kelompok kontrol yangdipilih
Mindfulness-based stress diterapkan
secara random acak sederhana.
untuk membantu keluarga caregiver dalam
Intrumen penelitian untuk penilaian
mengatasi tuntutan peran dengan lebih baik
distress family caregiver menggunakan
dan mampu meningkatkan mereka self-
kuesioner Symptom Distress Scale (SDS)
efficacy dan mengurangi suasana hati
yang diadopsi dengan modifikasi dari
gangguan dan beban perawatan8. Stress
Fujinami, sedangkan burden family
keluarga caregiver dalam melakukan
caregiver menggunakan kuisioner Caregiver
pendampingan penderita gangguan jiwa akan
Burden Scale (CBS) yang diadopsi dengan
berdampak terhadap masalah kesehatan
modifikasi dari Graessel. Burdendinilai dari
seperti kecemasan, menurunkan ketegangan,
kuesioner yang dituangkan ke dalam form
depresi dan distress, oleh karena itu
burden family. Degrees of Distress dinilai
pengurangan stress yang berdasarkan
dari setiap pernyataan diberi nilai sesuai
kesadaran menawarkan cara yang efektif
nilai peringkatnya.
untuk mengurangi stres dengan
Karakteristik Pengasuh dianalisis se-
menggabungkan meditasi mindfulness dan
cara univariat dan variabel penelitian diana-
yoga dalam program pelatihan 8 minggu 11.
lisis secara bivariat. Variabel penelitian diuji
Berdasarkan permasalahan tersebut,
normalitas datanya dengan uji Kolmogorov-
perlu dipertimbangkan kebutuhan perawatan
Smirnov, dan dilanjutkan dengan mengguna-
kesehatan bagi caregiver terutama dalam
kan analisis chi square dan Fisher’s Exact
perawat membantu mempertahankan status
dengan α = 5%.
kesehatannya serta mempertahan
kemampuan mengurus penderita gangguan
HASIL
jiwa dalam menjaga agar tidak terjadi
kekambuhan13 . Bagi perawat mindfulness Karakteristik Responden
terapi merupakan terapi komplementer, Adapun karakteristik responden di ke-
karena efek terapi ini akan meningkatkan dua kelompok tersebut adalah sebagai beri-
komponen baik fisik dan psikologis kut seperti yang tercantum pada tabel 1.
keluarga. Perawat dapat memainkan peran
penting dalam mengelola caregiver untuk
memasukkan dalam program terapi
komplementer dalam asuhan keperawatan7.

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 243


Tabel 1. Karakteristik responden kelompok perlakuan dan kontrol
No. Karakteristik Perlakuan Kontrol p
1. Umur 55 52,44 0,442
2. Jenis Kelamin 0,291
- Laki-Laki 6 4
- Perempuan 12 14
3. Pernikahan Menikah Menikah 0,701
4. Status Tinggal Tinggal Berdua dengan pasien Tinggal Bersama 0,041
keluarga
5. Pendidikan SD - SMP SMP - SMA 0,250
5. Pekerjaan Ibu Rumah Tangga Buruh 0,534
6. Penghasilan Rp.600.000,- - Rp.1.000.000,- < Rp.600.000,- 0,061
7. Hubungan Anak Kandung Anak Kandung 0,568
8. Pencegahan Kambuh Berobat Perhatian, Kasih 0,349
Sayang, & Komu-
nikasi
9. Lama Merawat 10,61th 11,28th 0,251
10. Lama Kontak perhari 9 – 12 jam/hari 9 – 12 jam/hari 0,804
11. Lama Sakit >2th >2th 0,154

Dari tabel 1 dapat dilihat rata–rata gasuh dan pasien didominasi oleh yang ber-
umur pengasuh kelompok kontrol 52,44 ta- sangkutan sebagai anak kandung, pada kedua
hun dan perlakuan 55 tahun, kedua kelom- kelompok tidak terdapat perbedaan.
pok menunjukkan rata-rata umur tidak sama. Lama sakit dan lama perawatan, rata-
Karakteristik jenis kelamin kedua kelompok rata pasien sudah menderita lebih dari 2 ta-
tidak menunjukkan perbedaan dan didomina- hun, pada kedua kelompok tidak terdapat
si oleh pengasuh perempuan.Status pernika- perbedaan. Lama pengasuh merawat untuk
han dari kedua kelompok tidak menunjukkan kelompok kontrol rata-rata mencapai 11,28
perbedaan, rata-rata pengasuh sudah meni- tahun dan pada kelompok perlakuan 10,61
kah, dan rata-rata mereka merawat dalam tahun, dan antara kedua kelompok tidak me-
serumah bersama dengan anggota keluarga nunjukkan perbedaan yang berarti. Kontak
lainnya.Dari segi pendidikan untuk kelom- perawatan setiap hari antara pengasuh dan
pok kontrol rata-rata SMP – SMA sedangkan pasien rata-rata perhari mencapai 9 – 12
untuk kelompok perlakuan SD – SMP, na- jam/hari, dan kedua kelompok tidak menun-
mun demikian kedua kelompok tidak me- jukkan perbedaan.
nunjukkan perbedaan yang berarti. Pekerjaan
untuk kelompok kontrol paling banyak seba- Gambaran tentang Beban (Burden) Fami-
gai buruh lain pula pada kelompok perlakuan ly Caregiver dan Distress Family Caregiv-
yang banyak berprofesi sebagai ibu rumah er
tangga.Penghasilan keluarga menunjukkan Dalam hasil uji penerapan kuesioner
bahwa untuk rata-rata kelompok kontrol Mindfulness-Based Stress Reduction terha-
Rp.600.000,- sampai dengan Rp. 1.000.000,- dap penurunan beban (Burden) Family Ca-
diatas rata-rata penghasilan kelompok perla- regiver dan Distress Family Caregiver pada
kuan sebesar di bawah Rp. 600.000,-, namun responden kelompok perlakuan dan kelom-
demikian menunjukkan perbedaan yang sig- pok kontrol
nifikan. Hubungan kekerabatan antara pen-

Tabel 2. Hasil Burden Family Caregiver dan DistressFamily Caregiver


No. Item Perlakuan Kontrol

1. Burden Test Pre – Post


X2 12,429 4,395
p 0,014 0,111

244 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


2. Distress Test Pre – Post
X2 9,442 Fisher’s Exact Test
P 0,009 0,013

Hasil analisis statistik terlihat di tabel gangguan jiwa. Hubungan stigma dan gang-
2 adalah pada burden pre dan post di kedua guan mental dapat ditemukan di berbagai
kelompok yaitu kelompok perlakuan dan belahan dunia, namun bentuk manifestasinya
kelompok kontrol menggunakan chi square, sangat beragam, tergantung pada budaya se-
dengan α = 5%, menunjukkan, untuk kelom- tempat. Weiss dan kawan‐kawan memban-
pok perlakuan p< 0,05, dan untuk kelompok dingkan antara stigma sosial pada gangguan
kontrol p<0,05. Keduanya menunjukkan mental di masyarakat tradisional Bangalore,
pengaruh perlakuan yang signifikan terhadap India, dan di masyarakat modern di London.
penurunan burden. Penelitian ini menunjukkan bahwa pada ma-
Hasil analisis statistic pada distress pre syarakat Bangalore, stigmatisasi memiliki
dan post di kedua kelompok yang menggu- kaitan erat dengan hilangnya harga diri, ter-
nakan chi square dengan α = 5%, menunjuk- ganggunya status sosial, dan kesulitan untuk
kan untuk kelompok perlakuan p<0,05, dan mendapatkan pasangan dalam pernikahan.
untuk kelompok kontrol menggunakan Fish- Di London, stigma lebih dikaitkan dengan
er’s Exact Testp>0,05. Untuk kelompok per- aspek ekonomi dimana mereka merasa kehi-
lakuan menunjukkan hasil signifikan, se- langankarena penderita dipandang tidak lagi
dangkan kontrol tidak signifikan. produktif12. Dalam pengasuhan gangguan
jiwa diperlukan kesabaran, komunikasi, dan
PEMBAHASAN kasih sayang, penerimaan anggota keluarga
Karakteristik Keluarga Pengasuh akan membantu mempercepat penyembuhan
anggota keluarga yang sedang mengalami
Karakteristik pengasuh yang memiliki gangguan jiwa.
penderita gangguan jiwa: dilihat dari usia
dari kelompok perlakuan rata-rata berusia 55 Beban (burden) Family Caregiver.
tahun dan kelompok kontrol berusia rata-rata Beban pengasuh pada kelompok kon-
52,44 tahun. Berdasarkan jenis kelamin se- trol, setelah dilakukan perlakuan dengante-
bagian besar baik pada kelompok perlakuan rapi Mindfulness-Based Stress Reduction,
maupun kelompok kontrol adalah perempuan menunjukkan beban pengasuh berkurang.
yaitu ibu dari penderita rata-rata sebagai ibu Stimulus berpengaruh positif dalam mengu-
rumah tangga untuk kelompok perlakuan dan rangi beban pengasuh dalam perawatan pa-
untuk kelompok kontrol sebagai buruh ha- sien yang menderita gangguan jiwa. Pada
rian. Jika dikaitkan dengan pendidikan dari kelompok kontrol hanya dilakukan edukasi
data yang diperoleh bahwa bagi responden pada keluarga, hasil menunjukkan beban
pada kelompok perlakuam rata-rata SD – pengasuh tidak berubah.
SMP dan bagi responden pada kelompok Faktor yang mempengaruhi beban
kontrol rata-rata SMP – SMA. Tingkat pen- keluarga dalam pendampingan pada
didikan menentukan kondisi intelektual se- penderita schizophrenia dapat diidentifikasi
seorang untuk berpikir secara kritis dalam berhubungan denganbeban keluarga adalah
mengambil keputusan sebelum bertindak program pengobatan oleh keluarga
atau memilih sesuatu untuk melakukannya12. (pemanfaatan pelayanan kesehatan),
Sehingga kesimpulannya adalah bahwa se- kelompok etnis, emosi, stresdan beban,
makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, kesibukannya dari pendamping, jenis
maka akan meningkat pula tingkat pengeta- pengasuh, jaringan sosial, dukungan sosial,
huannya. dukungan keuangan, strategi penanganan
Tingkat penghasilan keluarga penga- dan tekanan sosial 14 .Baik pasien maupun
suh mempunyai peran besar dalam aksesibi- keluarga mengalami diskriminasi akibat
litas terhadap pelayanan kesehatan. Keterkai- penyakit mental dan beban fisik dan
tan pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan pskilogis, keterbatasan akses sosial akibat
keluarga sangat mendukung perawatan diskriminasi menyebabkan keluarga

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 245


pesimistis terhadap perkembangan pasien kontrol memberikan kebugaran pada penga-
dan merasakan bahwa pendampingan suh hingga stress selama perawatan berku-
menjadi beban berat yang berdampak rang, demikian halnya dengan kelompok
terhadap kehidupan pasien dan keluarga15. kontrol, walau hanya diberri edukasi dapat
Meskipun beban yang di tanggung keluarga memberikan efek positif yaitu menurunnya
berat, mereka tetap berupaya mengatasi tingkat stress.
stress, meningkatkan kualitas hidup dan Penderita skizofrenia yang tidak bisa
meningkatkan kepuasan hidup dan menjalani berfungsi normal menyebabkan diperlukan-
konseling psikologis agar dapat tetap nya caregiver, yaitu individu yang secara
produktif di masyarakat16. Dampak umum merawat dan mendukung individu
merugikan dari gangguan psikotik biasanya lain (pasien) dalam kehidupannya20. Dalam
tercermin dari stigma yang dialami oleh hal ini, keluarga merupakan unit yang paling
keluarga. Seperti dijelaskan di berbagai dekat dan merupakan ”perawat utama” bagi
literature, stigma seringkali dikaitkan dengan penderita. Dukungan keluarga dan pengoba-
norma dan nilai budaya. tan yang teratur dapat meminimalisir gejala-
Berbagai penelitian menunjukkan gejala skizofrenia. Seiring dengan proses
bahwa dalam memberikan perawatan bagi perawatan penderita skizofrenia, keluarga
penderita gangguan jiwa, anggota keluarga akan mengalami kelelahan fisik dan emo-
mereka mengalami beban psikologis yang sional. Untuk mengatasi hal tersebut, keluar-
sangat berat. Kondisi pendampingan ga perlu melakukan strategi koping selama
menjadikan stressor bagi keluarga terutama merawat penderita skizofrenia.
orang tua untuk beradaptasi yang menuntut Mindfulness-Based Cognitive Therapy
perhatian, tanggung jawab, dan menguras (MBCT) adalah intervensi berbasis mindful-
energi17. Dalam kenyataan dari pengasuh nessyang mengintegrasikan aspek Cognitive
baik pada kelompok perlakuan dan Behavioral Therapy (CBT) ke dalam format
kelompok kontrol kontak perhari dengan MBSR dalam sesi yang berdurasi lebih sing-
penderita 9 – 12 jam perhari, lama merawat kat. Awalnya intervensi ini digunakan terha-
pada kelompok perlakuan dan kontrol dap pasien yang mengalami depresi berat
hampir sama yaitu 10,61 tahun untuk yang kronis. Intervensi ini menambahkan
kelompok perlakuan, sedang untuk elemen tradisional seperti psikoedukasi dan
kelompok kontrol 11,28 tahun. Ini artinya latihan untuk membedakan pikiran dan fakta.
pengasuh bertanggung jawab dengan kondisi Namun MBCT lebih fokus untuk mengajak
tersebut walaupun pada kelompok perlakuan pasien menggunakan pendekatan decentered
untuk pencegah kekambuhan melakukan terhadap pengalaman internal daripada men-
berobat, tapi untuk kelompok kontrol lebih gajarkan klien untuk merubah pikiran21.
bagus dan baik yaitu melakukan dengan Pemberian eduksi pada pengasuh akan
memberi perhatian, kasih saying dan menurunkan tingkat stress dalam merawat
mengakak berkomunikasi. Kata‐ kata seperti pasien gangguan jiwa. Penambahan pengeta-
’merasa kehilangan’ dan ’duka yang huan dan ketrampilan akan meningkatkan
mendalam’ juga seringkali digunakan dalam ketrampilan pengasuh dalam merawat pasien
konteks ini. Penderitaan seperti di atas tidak gangguan jiwa. Hasil penelitian yang dilaku-
hanya dialami oleh keluarga pengasuh kan oleh Pamungkas (2016), bahwa edukasi
penderita schizophrenia yang sudah pada pengasuh yang mempunyai keluarga
berlangsung lama. Keluarga pengasuh penderita autis akan menurunkan tingkat
penderita psikosis episode pertama juga stress dalam keluarga22.
dituntut agar melakukan coping terhadap
tingkat stress mereka yang tinggi 18. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Stres pada Pengasuh Karakteristik dari pengasuh pada ke-
lompok kontrol dan kelompok perlakuan
Tingkat stres pengasuh pada kelompok
semua sama, kecuali tingkat pendidikan, cara
perlakuan dan kontrol menurun secara signi-
pengasuh mencegah terjadinya kambuh pada
fikan. Pemberian stimulas terapi Mindful-
pasien. Untuk kelompok kontrol rata-rata
ness-Based Stress Reduction pada kelompok

246 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


pendidikan lebih tinggi yaitu: SMP – SMA 6. Lengacher, C. A., Kip, K. E.,
dari pada kelompok perlakuan yaitu: SD – Barta, M., Post-White, J.,
SMP. Sedangkan pengasuh dalam mencegah Jacobsen, P. B., Groer, M., &
agar pasien tidak kambuh, kelompok kontrol Shelton, M. M. (2012). A pilot
dinilai lebih bagus, yaitu lebih mengutama- study evaluating the effect of
kan perhatian, kasih sayang , dan komunika- mindfulness-based stress reduction
si daripada kelompok perlakuan yang lebih on psychological status, physical
mengutamakan berobat saja. status, salivary cortisol, and
Ada pengaruh pemberian stimulasi interleukin-6 among advanced-
minfulness-Based Stress Reduction pada stage cancer patients and their
kelompok perlakuan terhadap penurunan caregivers. Journal of Holistic
beban (Burden) Family Caregiver, namun Nursing, 30(3), 170–185.
tidak pada kelompok control. Ada pengaruh 7. Li, G., Yuan, H., dan Zhang,W
pemberian stimulasi Minfulness-Based Stress (2015),, The Effects of
Reduction pada kelompok perlakuan dan Mindfulness-Based Stress
kontrol terhadap penurunan Distress penga- Reduction for Family Caregivers:
suh. Rekomendasi: untuk mempercepat pe- Systematic Review, Archives of
nurunan Burden dan Distress, maka penga- Psychiatric Nursing
suh selain mengajak berobat rutin juga perlu http://dx.doi.org/10.1016/j.apnu.20
memberikan perhatian khusus. 15.08.014
8. Van Houtven CH, Voils CI,
REFERENSI Weinberger M (2011) An
1. Kementerian Kesehatan.2013. organizing framework for informal
Riset Kesehatan Dasar caregiver interventions: detailing
Kementerian Kesehatan caregiving activities and caregiver
2. Anonim, 2013, Data dan Informasi and care recipient outcomes to
Pelayanan RS Jiwa Ghrasia, tidak optimize evaluation efforts. BMC
di publikasikan Geriatr;11:7
3. Chien, W. T., & Thompson, D. R. 9. Leung D, Lam TH, Chan S(2010)
(2013). An RCT with three-year Three versions of Perceived Stress
follow-up of peer support groups Scale: validation in a sample of
for Chinese families of persons Chinese cardiac patients who
with schizophrenia. Psychiatric smoke. BMC Public Health;101:1–
Services (Washington, D.C.), 7
64(10), 997–1005. 10. Baer RA, Smith GT, Hopkins J,
doi:10.1176/appi.ps.201200243 Krietemeyer J, Toney L: Using
4. Purwanti, N.S & Bakri, M. (2015). self-report assessment methods to
Pengaruh Model Pendampingan explore facets of mindfulness.
Keluarga Penderita Schizophrenia Assessment 2006;131:27–45
Terhadap Beban dan Kepuasan 11. Sharma, M., dan Rush,S.E.,
Hidup Keluarga di Sleman (2014). Mindfulness-Based Stress
Yogyakarta. Reduction as a Stress Management
5. Ghofur, A, (2016), Pengaruh Intervention for Healthy
Dukungan Kelompok Keluarga Individuals. Journal of Evidence-
Sesama Penderita (family peer-led Based Complementary and
support group) terhadap Alternative Medicine.Vol19(4)271-
Pencegahan Relaps Penderita 286. doi:
Skizofrenia di Kabupaten Sleman, 10.1177/2156587214543143
Yogyakarta, Laporan Penelitian 12. Dahlrup, B., Ekstrom, H., Nordell,
Hibah Bersaing, Poltekkes E., & Elmstahl, S. (2015). Coping
Kemenkes Yogyakarta as a caregiver: A question of strain
and its consequences on life
satisfaction and health-related

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 247


quality of life. Archives of Personality and Coping,Journal of
Gerontology and Geriatrics, 61(2), Clinical and Diagnostic
261–270. Research,Mar, Vol-9(3); 1–5.
13. Asmika, dkk. 2001. Faktor-Faktor 18. Koolaee, A.K and Etemadi, 2010.
yang melatar belakangi Motivasi A. The outcome of family
Seseorang Untuk Menggunakan interventions for the mothers of
Suntikan Silicone Cair Di Malang schizophrenia patients in Iran. Int J
Tahun 2001. Universitas Soc Psychiatry. 56(6):634–646
Brawijaya. 19. Tang, Y.Y., Rothbart, M.K., Posner,
14. Weiss, M. G., Jadhav, S., Raguram, M.I. (2012). Neural correlates of
R., Vounatsou, P., dan Littlewood, establishing, maintaining and
R. (2001). Psychiatric stigma switching brain states. Trends in
across culture: Local validation in Cognitive Sciences, 16,330 –7
Bangalore and London. 20. Awad, A.G. and Voruganti, L.N.P.
Anthropology dan Medicine, 8(1), 2008. The Burden of Schizophrenia
71‐87. on Caregivers: A Review.
15. Caqueo-Urízar, A., Rus-Calafell, Pharmacoeconomics.
M., Urzúa, A., Escudero, J., & 21. Acri,M.,
Gutiérrez-Maldonado, J. (2015). Hooley.C.D.,Richardson.N., and
The role of family therapy in the MoabaL.B, (2016), Original paper:
management of schizophrenia: Peer Models in Mental Health for
challenges and solutions. Caregivers and Families,
Neuropsychiatric Disease and Community Ment Health Journal,
Treatment, 11, 145–51. © Springer Science+Business
16. Sharif, F., Shaygan, M., & Mani, Media New York, DOI
A. (2012). Effect of a psycho- 10.1007/s10597-016-0040-4
educational intervention for family 22. Pamungkas, Ari. (2016). Pelatihan
members on caregiver burdens and Keterampilan Pengasuhan Autis
psychiatric.BMC Psychiatry, Untuk Menurunkan Stres
12:48. doi:10.1186/1471-244X-12- Pengasuhan Pada Ibu Dengan
48 Anak Autis. Diakses pada tanggal
17. Geriani, D., Satish, K., & Savithry, 11 Oktober 2017 dari
B. (2015). Burden of Care on http://www.journal.uad.ac.id/index.
Caregivers of Schizophrenia php/EMPATHY/article/viewFile/32
Patients : A Correlation to 01/1805.

248 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN MALARIA

Eva Susanti1, F. Manangsang2


1
Poltekkes Kemenkes Palembang
(E-mail : evayono@yahoo.co.id, HP : +6285292181635)

ABSTRAK

Latar belakang: Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Jawa-Bali ditemukan Annual Parasite
Incidence (API) dari 0,810/00 penduduk tahun 2000 menjadi 0,15 0/00 penduduk tahun 2004, se-
dangkan untuk luar Jawa-Bali terjadi penurunan Annual Malaria Insidence (AMI) dari 31,09 0/00
penduduk tahun 2000 menjadi 21,02 0/00 penduduk tahun 2004. Di Papua, malaria merupakan
masalah Kesehatan utama karena daerah ini adalah daerah endemis malaria dengan kategori
hiper-endemis , walaupun terjadi penurunan namun masih diatas standard nasional yaitu Annual
Malaria Insidence (AMI) <50 0/00 penduduk, hal ini dapat dilihat Annual Malaria Insidence
(AMI) dari 134 0/00 penduduk pada tahun 2003 menjadi 97 0/00 penduduk tahun 2004 (Dinas Ke-
sehatan Propinsi Papua, 2005), Sedangkan untuk Kabupaten Kepulauan Yapen tahun 2008 An-
nual Malaria Insidence (AMI) 311 0/00. Metode: Penelitian ini merupakan suatu penelitian ob-
servasional dengan rancangan Cross-Control. Penelitian ini dilaksanakan di 8 Kampung, sample
sebanyak 120 orang, Alat penelitian yang digunakan adalah kuesioner. Hasil Penelitian: Dari 5
variabel bebas yang bermakna secara analisis univariate, subyek penelitian berpendidikan ren-
dah (64%). Hasil analisis univariate mempunyai risiko 2,25 kali lebih besar dibanding yang
pendidikannya tinggi, sehingga secara statistik bermakna karena nilai p < 0,05. Jenis pekerjaan
yang berisiko (Petani) cenderung tidak beresiko terhadap kejadian malaria (OR = 1,00), dan
tidak bermakna secara statistik karena nilai p>0,05. Jenis pekerjaan tidak berhubungan terhadap
kejadian malaria di wilayah penelitian . Tingkat pengetahuan rendah mempunyai risiko 2,21kali
lebih besar dibanding dengan yang mempunyai tingkat pengetahuan tinggi terhadap kejadian
malaria, dan mempunyai hubungan yang bermakna. Kesimpulan: Dari hasil analisis univariate
faktor yang terbukti mempengaruhi kejadian malaria adalah pengunaan kasa nyamuk, kelambu
dan status penduduk.
Kata kunci: pengunaan kasa nyamuk, kelambu dan status penduduk, kejadian Malaria

ABSTRACT

Background and aims:. Background: Based on the report of the Health Service of Java-Bali
found Annual Parasite Incidence (API) from 0.810 / 00 population in 2000 to 0.15 0/00 popula-
tion in 2004, while for outside Java-Bali there was a decrease of Annual Malaria Insidence
(AMI) from 31.09 0/00 population 2000 to 21.02 0/00 population in 2004. In Papua, malaria is a
major health problem because this area is malaria endemic areas with hyper-endemic category,
although there is a decrease but still above the national standard that is Annual Malaria Insi-
dence (AMI) <50 0/00 population, it can be seen Annual Malaria Insidence (AMI) from 134
0/00 population in 2003 to 97 0/00 population in 2004 (Provincial Health Office of Papua,
2005), while for the District of Yapen Islands in 2008 Annual Malaria Insidence (AMI) 311
0/00. Method: This is an observational study with Cross-Control design. This research was con-
ducted in 8 villages, as many as 120 people, The research tool used was questionnaire. Results:
From 5 independent variables with significant univariate analysis, the study subjects were low
(64%). The result of univariate analysis has 2.25 times greater risk than high education, so it is
statistically significant because the value of p <0,05. The types of occupations at risk (Farmers)
tend not to be at risk of malaria incidence (OR = 1.00), and not statistically significant because
the p> 0,05. The type of work is not related to the incidence of malaria in the study area. Low
knowledge level has 2.21 times greater risk than those with high knowledge level of malaria
incidence, and has a significant relationship. Conclusion: The univariate analysis of factors that

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 249


have been shown to influence the incidence of malaria is the use of mosquito netting, mosquito
net and population status.
Keywords: use of mosquito netting, mosquito net and population status, Malaria incidence

PENDAHULUAN Penelitian observasional dengan ran-


cangan Case-Control. Rancangan penelitian
Di Indonesia, kasus malaria dari tahun
dipilih dengan pertimbangan bahwa pengu-
2000 sampai dengan tahun 2004 terjadi pe-
kuran variabel tergantung (kasus malaria)
nurunan kasus. Berdasarkan laporan Dinas
dan variabel bebas (umur, jenis kelamin, sta-
Kesehatan Jawa-Bali ditemukan Annual Pa-
tus penduduk, tingkat pendidikan, jenis pe-
rasite Incidence (API) dari 0,810/00 pendu-
kerjaan, pengetahuan tentang malaria) dila-
duk tahun 2000 menjadi 0,15 0/00 penduduk
kukan sekaligus saat subyek diobservasi atau
tahun 2004, sedangkan untuk luar Jawa-Bali
informasi pemaparan diperoleh bersamaan
terjadi penurunan Annual Malaria Insidence
dengan informasi outcome. Penelitian ini
(AMI) dari 31,09 0/00 penduduk tahun 2000
dilaksanakan di 8 Kampung wilayah Distrik
menjadi 21,02 0/00 penduduk tahun 2004. Di
Angkaisera Kabupaten Kepulauan Yapen
Papua, malaria merupakan masalah Keseha-
Propinsi Papua. Pemilihan lokasi didasarkan
tan utama karena daerah ini adalah daerah
atas pertimbangan bahwa sampai saat ini
endemis malaria dengan kategori hiper-
Distrik Angkaisera dinyatakan sebagai dae-
endemis, walaupun terjadi penurunan namun
rah endemis tinggi malaria. Populasi peneli-
masih diatas standard nasional yaitu Annual
tian ini adalah penduduk di wilayah Distrik
Malaria Insidence (AMI) <50 0/00 penduduk,
Angkaisera Kabupaten Kepulauan Yapen
hal ini dapat dilihat Annual Malaria Insi-
Propinsi Papua. Pemilihan lokasi dilakukan
dence (AMI) dari 134 0/00 penduduk pada
secara cluster random sampling berdasarkan
tahun 2003 menjadi 97 0/00 penduduk tahun
data surveilens malaria. Subyek penelitian
2004 (Dinas Kesehatan Propinsi Pa-
Kasus adalah kepala rumah tangga atau ang-
pua,2005), Sedangkan untuk Kabupaten Ke-
gota keluarga yang sudah berumur 15 tahun
pulauan Yapen tahun 2008 Annual Malaria
atau lebih dan yang pernah dinyatakan men-
Insidence (AMI) 311 0/00.
derita malaria secara laboratories dalam
Beberapa penyebab sulitnya pembe-
jangka waktu 1 tahun terakhir. Pembanding
rantasan malaria antara lain penurunan inten-
kepala rumah tangga atau anggota keluarga
sitas penyemprotan dengan insektisida,
yang sudah berumur 15 tahun atau lebih dan
Plasmodium falciparum yang telah resisten
tidak pernah dinyatakan menderita malaria
terhadap obat anti malaria, kondisi geografis
secara laboratories dalam jangka waktu 1
yang cukup berat serta masalah sosial bu-
tahun.
daya yang mempersulit suatu upaya pembe-
Pada penelitian ini sebagai dasar per-
rantasan. Masalah sosial budya sangat ber-
hitungan besar sample adalah acak secara
pranan di dalam pencapaian keberhasilan
proporsional. Wilayah penelitian ada 8 de-
upaya tersebut, karena timbulnya suatu pe-
sa dengan jumlah sample sebanyak 20 rumah
nyakit dipengaruhi juga oleh aspek sosial
tangga sehingga didapati sample sebanyak
budaaya yang ada di dalam masyarakat. As-
160 orang. Cara pengumpulan data primer
pek sosial budaya yang berkaitan erat dengan
diperoleh melalui wawancara dengan kepala
aspek sosial budaya antara lain pengetahuan,
rumah tangga atau anggota keluarga yang
kepercayaan, nilai tradisi, sikap dan kebia-
berumur 15 tahun atau lebih, meliputi :
saan penduduk tentang penyakit/sakit (No-
umur, jenis kelamin, status penduduk, ting-
toatmodjo, 1981). Penelitian ini bertujuan
kat pendidikan, jenis pekerjaan, pengetahuan
untuk mengetahui proporsi kasus malaria
tentang malaria. Data sekunder diperoleh
menurut tingkat pendidikan penduduk, pen-
dari hasil pencatatan dan pelaporan pada
getahuan, jenis pekerjaan, umur dan jenis
Puskesmas di Wilayah Kecamatan Angkaise-
kelamin.
ra dan program pemberantasan malaria Di-
METODE nas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Yapen.
Untuk mengetahui gambaran karakteristik

250 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


subyek penelitian, data yang terkumpul di- HASIL
analisis secara deskriptif dengan menghitung
Analisis hasil penelitian dilakukan se-
proporsi setiap variabel. Selanjutnya dilaku-
cara bertahap, dimana pada tahap awal data
kan uji statistik dengan tabel 2x2 untuk
dianalisis deskriptif dengan menghitung be-
memperolh perhitungan odds ratio (OR) dan
sarnya proporsi setiap variabel bebas, selan-
p value yang pengolahanya menggunakan
jutnya dilakukan analisis univariat.
pogram SPSS, hasil analisis dikatakan ber-
makna apabila p value < 0,05.

Tabel 2. Distribusi Subyek Penelitian Menurut Golongan Umur di Distrik Angkaisera Ta-
hun 2009
No Golongan Kasus Pembanding Total %
Umur (Thn) Jumlah % Jumlah %
1 15 - 44 47 78.3 54 90 101 84.2
2 45 – 64 11 18.3 6 10 17 14.2
3 > 65 2 3.3 0 0 2 1.6
TO TAL 60 100 60 100 120 100
Sumber data : Data primer yang diolah

Tabel 2 menunjukan bahwa subyek 84,2%, sedangkan sebagian kecil umur > 65
penelitian terbanyak pada golongan umur 15 tahun dengan persentase sebesar 1,6%.
– 44 tahun dengan persentase sebesar

Tabel 3. Distribusi Subyek Penelitian Menurut Jenis Kelamin di Distrik Angkaisera Tahun
2009
No Jenis Kelamin Kasus Pembanding Total %
Jumlah % Jumlah %
1 Laki-laki 41 68.3 37 61.7 78 65
2 Perempuan 19 31.7 23 38.3 42 35
TO TAL 60 100 60 100 120 100
Sumber data : Data primer yang diolah

Tabel 3 menunjukan bahwa subyek penelitian terbanyak adalah laki-laki sebesar 65%,
sedangkan pada perempuan sebesar 35%.

Tabel 4. Distribusi Subyek Penelitian Menurut Jenis pekerjaan di Distrik Angkaisera Ta-
hun 2009
No Jenis Pekerjaan Kasus Pembanding Total %
Jumlah % Jumlah %
1 Petani 46 76.7 46 76.7 92 76.7
2 Wiraswasta 8 13.3 8 13.3 16 13.3
3 Buruh 5 8.3 5 8.3 10 8.3
4 Pedagang 1 1.7 1 1.7 2 1.7
TO TAL 60 100 60 100 120 100
Sumber data : Data primer yang diolah

Tabel 4 menunjukan bahwa petani se- 23,3%. Subyek penelitian menurut kasus dan
bagai subyek penelitian mempunyai proporsi pembanding mempunyai proporsi yang ham-
terbesar 76,7%, sedangkan proporsi bukan pir sama.
petani (wiraswasta, PNS, pedagang) sebesar

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 251


Tabel 5. Tingkat pendidikan terhadap kejadian malaria di Distrik Angkaisera Tahun 2009
No Tingkat Pen- Kasus Pembanding Total %
didikan Jumlah % Jumlah %
1 Rendah 38 63.3 26 43.3 64 53.3
2 Tinggi 22 36.7 34 56.7 56 46.7
TO TAL 60 100 60 100 120 100
Sumber data : Data primer yang diolah

Tabel 5 menunjukan bahwa proporsi berpendidikan rendah mempunyai risiko


subyek penelitian dengan pendidikan rendah 2.25 kali lebih besar dibandingkan dengan
sebesar 53.3% dan yang pendidikan tinggi yang berpendidikan tinggi untuk terjadinya
46.7%. Proporsi kasus dan pembanding me- malaria, hasil penelitian ini bermakna karena
nurut pendidikanya hampir sama.Dari anali- OR tidak meliputi angka 1. disamping itu
sis univariate diketahui OR = 2.25% CI = hasil uji statistik terhadap faktor ini bermak-
1.08 s/d 4,69 dan nilai p = 0.028 Hasil ini na karena nilai p lebih kecil dari 0,05.
menunjukan bahwa subyek penelitian yang

Tabel 6. Jenis pekerjaan terhadap kejadian malaria di Distrik Angkaisera Tahun 2009
No Jenis Pekerjaan Kasus Pembanding Total %
Jumlah % Jumlah %
1 Tidak berisiko 14 23.3 14 23.3 28 23.3
2 Berisiko 46 76.7 46 76.7 92 76.7
TO TAL 60 100 60 100 120 100
Sumber data : Data primer yang diolah

Tabel 6 menunjukan bahwa proporsi Dari analisis univariate diketahui OR


subyek penelitian dengan jenis pekerjaan = 1.00 % CI = 0.42 s/d 2.33 dan nilai p =
yang berisiko terhadap kejadian malaria se- 1.00 (p>0,05). Hasil ini menunjukan bahwa
besar 76.7% dan yang tidak berisiko sebesar jenis pekerjaan tidak bermakna karena OR
23.3%. Jenis pekerjaan subyek penelitian meliputi angka 1. Disamping itu hasil uji
yang mempunyai risiko untuk terjadinya ma- statistik terhadap faktor ini tidak bermakna
laria adalah petani karena diduga lebih sering karena nilai p lebih besar dari 0,05
kontak dengan nyamuk Anopheles.
.
Tabel 7. Tingkat pengetahuan terhadap kejadian malaria di Distrik Angkaisera Tahun
2009
No Tingkat Penge- Kasus Pembanding Total %
tahuan Jumlah % Jumlah %
1 Rendah 43 71.7 32 53.3 75 62.5
2 Tinggi 17 28.3 28 46.7 45 37.5
TO TAL 60 100 60 100 120 100
Sumber data : Data primer yang diolah

Tabel 7 menunjukan bahwa proporsi tingkat pengetahuannya rendah mempunyai


subyek penelitian dengan tingkat pengeta- risiko 2.21 kali lebih besar dibanding dengan
huan tinggi sebesar 37.5% dan yang tingkat yang pengetahuannya tinggi untuk terjadinya
pengetahuannya rendah 62.5%. Proporsi ka- malaria. Disamping itu hasil uji statistik ter-
sus dan pembanding menurut pendidikannya hadap faktor ini bermakna karena nilai p
hampir sama. <0,05.
Dari analisis univariate diketahui OR
= 2.21 CI = 1.03 dan nilai p = 0.038 Hasil ini
menunjukan bahwa subyek penelitian yang

252 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


PEMBAHASAN malaria mempunyai tingkat pengetahuan
malaria yang lebih tinggi dibandingkan den-
Faktor Tingkat Pendidikan.
gan penduduk di daerah tidak endemis (Ye-
Sebagian besar subyek penelitian ini neneh et al. 1992). Hasil analisis univariate
adalah berpendidikan rendah (64%). Hasil menunjukan bahwa subyek penelitian yang
analisis univariate menunjukan bahwa sub- tingkat pengetahuannya rendah mempunyai
yek penelitian dengan pendidikan rendah risiko 2,21kali lebih besar dibanding dengan
mempunyai risiko 2,25 kali lebih besar di- yang mempunyai tingkat pengetahuan tinggi
banding yang pendidikannya tinggi, sehing- terhadap kejadian malaria, dan mempunyai
ga secara statistik bermakna karena nilai p < hubungan yang bermakna secara statistik.
0,05. Dengan demikian perbedaan tingkat Dengan demikian faktor tingkat pengetahuan
pendidikan mempunyai hubungan terhadap berhubungan terhadap kejadian malaria di
kejadian malaria di wilayah penelitian. Hasil wilayah penelitian. Ditemukannya hubungan
penelitian ini sama dengan hasil penelitian di faktor tingkat pengetahuan dengan kejadian
Thailand bahwa kasus malaria lebih banyak malaria kemungkinan karena subyek peneli-
ditemukan pada subyek penelitian yang ting- tian yang mempunyai tingkat pengetahuan
kat pendidikannya rendah (Butraporn, 1996). tinggi lebih memahami tentang penyakit ma-
Faktor Jenis Pekerjaan. laria sehingga orang dengan pengetahuan
tinggi melakukan tindakan pencegahan agar
Hasil penelitian ini menunjukan bah- tidak tertular malaria, misalnya pemakaian
wa proporsi subyek penelitian menurut jenis kelambu untuk tidur.
pekerjaan paling besar adalah petani (76.7%)
yaitu pekerjaan yang dianggap berisiko ter- KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
hadap kejadian malaria. Dari hasil analisis
Hasil analisis terhadap faktor – faktor
univariate diketahui bahwa jenis pekerjaan
yang terbukti mempengaruhi kejadian mala-
yang berisiko (Petani) cenderung tidak bere-
ria di Distrik Angkaisera Kabupaten Kepu-
siko terhadap kejadian malaria (OR = 1,00),
lauan Yapen sebagai berikut : tingkat pendi-
dan tidak bermakna secara statistik karena
dikan penduduk, tingkat pengetahuan pen-
nilai p>0,05. Dengan demikian dapat dikata-
duduk, Jenis pekerjaan. penduduk berhubun-
kan bahwa jenis pekerjaan tidak berhubun-
gan dengan kejadian malaria. Sedangkan
gan terhadap kejadian malaria di wilayah
faktor pemakaian jenis pekerjaan tidak
penelitian. Tidak ditemukan hubungan terse-
mempengaruhi kejadian malaria di Distrik
but kemungkinan karena subyek penelitian
Angkaisera Kabupaten Kepulauan Yapen..
yang berisiko atau tidak berisiko mempunyai
Penemuan penderita tidak hanya dilakukan
tingkat keterpaparan yang sama terhadap
secara Pasive Case Detection (PCD), tetapi
kejadian malaria atau peluang subyek peneli-
perlu dilakukan upaya Active Case Detection
tian terkena gigitan vektor malaria adalah
(ACD) melalui kader malaria desa yang su-
sama. Penelitian bionomik nyamuk Ano-
dah dilatih, sistem monitoring dan evaluasi
pheles di Distrik Angkaisera diketahui bah-
kejadian malaria di Kabupaten Kepulauan
wa nyamuk ini mempunyai kebiasaan men-
Yapen perlu ditingkatkan.
gigit pada malam hari (Boewono, 2001),
Perlunya peningkatan penyuluhan
dengan demikian petani atau bukan petani
tentang malaria, agar dapat ditingkatkan
yang melakukan aktivitas pada siang hari
pengetahuan masyarakat tentang malaria
sangat kecil kemungkinannya terkena gigitan
dan upaya-upaya pencegahannya. Agar di-
nyamuk Anopheles.
upayakan pembagian kelambu kepada ma-
Faktor Tingkat Pengetahuan syarakat, sebagai salah satu kegiatan dalam
Dari hasil penelitian ini diketahui program pemberantasan malaria di Distrik
bahwa subyek penelitian yang mempunyai Angkaisera Kabupaten Kepulauan Yapen,
pengetahuan rendah terhadap kejadian mala- terutama bagi kelompok penduduk miskin.
ria sebesar 75% dan yang tinggi sebesar Bagi Pemerintah maupun pembuat program
45%. Penelitian di Ethiopia menyebutkan untuk ikut memikirkan langkah terbaik untuk
bahwa penduduk di daerah endemis tinggi menyediakan kasa nyamuk yang mengan-

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 253


dung insektisida agar masyarakat yang tidak pel dalam penelitian Kesehatan
menggunakan kelambuh berinsektisida dapat (terjemahan), Gadja Mada University
memanfaatkan kasa nyamuk berinsektisida Press, Yogyakarta, Indonesia.
agar kejadian kasus malaria dapat ditekan, Murphy, G.S, and Oldfield, E C,
guna tercapainya bebas malaria di Papua (1996).falciparum Malaria, Infections
tahun 2030. Disease. Clinics. of North America.
10.(4): 747-775.
REFERENSI Murti, Bhisma (2003). Prinsif dan Metode
Chin. J. (2000). Control of Communicable Riset Epidemiologi. Edisi 2. Jilid 1.
Disease Manual. American Public UGM. Yogyakarta.
Health Association, Washington DC. Tjokrosonto (1996). Masalah resistensi ter-
Depkes RI. (1999). Modul Epidemiologi Ma- hadap Obat Malaria di Indonesia,
laria. Ditjen PPM & PLP, Jakarta. Lembaga Penelitian UGM De-
Depkes RI. (1999). Parasitologi Malaria. parteman Pendidikan dan Kebu-
Ditjen PPM & PLP, Jakarta. dayaan, Yogyakarta.
Dinkes Propinsi Papua, 2005, Profil Keseha- Tjokrosonto (2001). Malaria masa kini, Ma-
tan 2004 salah obat dan Paradigma, Pidato
Dinkes Kab. Kep. Yapen, 2009, Profil Kese- Pengukuhan Jabatan Guru Besar
hatan 2008 Fakultas Kedokteran Universitas Gad-
Lameshow, David, Hosmer Janelle Klar, ja Mada.
Stephen, Lwanga, (1997). Besar sam-

254 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Waktu Tanggap (Response Time) Petugas Ke-
sehatan Terhadap Penanganan Kasus SKA (Sindroma Koroner Akut) di Instalasi
Gawat Darurat RS Muhammadiyah PalembangTahun 2017

Susmini1, Tuty Elita2


1
Poltekkes Kemenkes Palembang, Stikes Pembina Palembang
(E-mail :tata.salsabila@yahoo.com, HP : +6281367243960)

Abstrak

Latar belakang: Unit yang sangat penting dari suatu rumah sakit adalah Instalasi
Gawat Darurat (IGD). Waktu tanggap (response time) merupakan salah satu indikator
peningkatan kinerja klinis pelayanan gawat darurat, yang berperan penting pada pa-
sien gawat darurat terutama penderita penyakit Sindrom Koroner Akut (SKA). Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi waktu tanggap (re-
sponse time) petugas kesehatan terhadap penanganan kasus SKA di Instalasi Gawat Da-
rurat RS Muhammadiyah Palembang tahun 2017. Metode: Penelitian ini adalah peneli-
tian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Pemilihan sampel dengan
total sampling sebanyak 35 responden. Variabel independen meliputi umur, pendidikan,
pengetahuan, lama kerja dan pelatihan petugas kesehatan. Hasil: Berdasarkan hasil ana-
lisa data dengan menggunakan uji chi square pada tingkat kemaknaan 95% (α 0,05).
Penelitian didapatkan sebagian besar petugas kesehatan sudah memiliki Response Time
cepat yaitu < 5 menit sebanyak 26 (74.3%). Uji statistik menunjukkan tidak ada hubun-
gan antara umur (ρ 0.304), pendidikan (ρ 0.103), dan pelatihan (ρ 1.000) dengan re-
sponse time petugas kesehatan. Ada hubungan antara pengetahuan (ρ 0.002) dan lama
kerja (ρ 0.036) dengan response time petugas kesehatan. Kesimpulan: Response time
perawat dalam penanganan kasus gawat darurat di IGD RS Muhammadiyah Palemban-
grata- rata < 5 menit.

Kata Kunci : Faktor-faktor yang berhubungan, respon time, petugas kesehatan

Related Factors That Influence of the Health Officers Response Time on the Han-
dling of ACS Cases (Acute Coronary Syndrome) in Emergency Departement at RS
Muhammadiyah Palembang in 2017

Background: Emergency Departement is a very important unit of a hospital. One indi-


cator of improved clinical performance of emergency services is response time that
plays an important role in patients of ACS. This study aims to know the Related Factors
That Influence of the Health Officers Response Time on The Handling of ACS Cases at
Emergency Departement of General Hospital Palembang Bari in 2017.
Methods:Research methods with cross sectional approach. Selection of samples with
total sampling by 35 respondents. The independent variables including age, education,
knowledge, duration of work and training of health worker. Data analysis used Chi-

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 255


square test at 95% significance level (α 0.05). Results: The results showed the majori-
ty of health officers have a Response Time < 5 minutes are 26 (74.3%) respondents. The
statistical test showed there was no related between age (ρ 0.304), education (p
0.103), and training (p 1.000) with a response time of health officers. There were re-
lated between knowledge (p = 0.002) and duration of work (p = 0.036) with a response
time of health officers. Conclussion: Response time of health officers in Acut coronary
Syndrome patients handling in Emergency Departement (ED) RS Muhammadiyah Pa-
lembangalmost have < 5 min.

Keywords : Related factors, Response Time, health officers Services

PENDAHULUAN

Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau Sedangkan di Inggris SKA adalah


disebut juga Sindroma koroner akut penyebab paling umum kematian pada
(SKA) adalah suatu kelainan yang pria dan wanita. Ada sekitar 2,6 juta
disebabkan oleh adanya penyempitan orang yang tinggal di Inggris dengan
dan penyumbatan arteri koroner yang SKA. Setiap tahun di Inggris, sekitar
mengalirkan darah ke otot jantung. 88.000 kematian disebabkan oleh SKA.
Sindroma koroner akut atau disebut juga Setiap enam menit seseorang di Inggris
dengan penyakit arteri koroner terjadi meninggal dunia akibat serangan jantung
bila pembuluh arteri koroner tersumbat (Jevon, 2012).
atau menyempit karena endapan lipid Secara umum angka kejadian
atau lemak yang berada pada dinding penyakit jantung dan pembuluh darah di
arteri. Pengendapan ini terjadi secara Indonesia belum diteliti secara akurat.
Survei Kesehatan Rumah Tangga
bertahap dan perlahan-lahan,
(SKRT) Departemen Kesehatan Republik
pengendapan atau penumpukan ini Indonesia menyatakan bahwa peringkat
disebut dengan aterosklerosis (Sanchis et penyakit kardiovaskuler sebagai
al, 2016). penyebab kematian semakin meningkat.
SKA hingga saat ini masih merupakan Berdasarkan SKRT Departemen
masalah kesehatan utama di dunia karena Kesehatan Republik Indonesia
angka kesakitan dan kematian yang menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun
kematian yang disebabkan Sindroma
tinggi, baik di negara maju maupun
Koroner Akut makin meningkat dan saat
berkembang. Menurut World Health ini menduduki urutan pertama
Organization (WHO) tahun 2011, (Hermansyah, 2012).
penyakit jantung merupakan penyebab Kematian akibat serangan jantung
kematian nomor satu di dunia, sekitar 17 10% terjadi setiap jamnya karena
juta orang meninggal setiap tahun akibat keterlambatan antara waktu pasien atau
penyakit kardiovaskuler di seluruh dunia. keluarga memanggil ambulans sampai
waktu pasien ditangani di rumah sakit
Diperkirakan tahun 2030 terdapat 23 juta hal ini berdasarkan penelitian di Negara
orang di dunia akan meninggal akibat Eropa (JAMA, 2010). Kematian
penyakit kardiovaskuler (Sumarti, 2010).

256 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


mendadak sering terjadi pada pasien 30%, namun mulai tahun 1960 angka
SKA, Angka kematian terjadi pada 2 jam kematian turun menjadi 20% setelah ada
pertama petugasan di negara pelayanan Coronary Care Unit
maju/industri masih cukup tinggi yaitu
(CCU) dan angka kematian menurun nan. Mekanisme response time, disamp-
menjadi 10% dengan penggunaan terapi ing berpengaruh dalam menentukan ke-
trombolitik pada tahun 1980 (Sargowo, luasan rusaknya organ-organ dalam, juga
2008). dapat mengurangi beban pembiayaan.
Instalasi Gawat Darurat (IGD) meru- Diperlukan standar sesuai dengan kom-
pakan unit yang sangat penting dari petensi dan kemampuan sehingga dapat
suatu rumah sakit yang berfungsi seba- menjamin kecepatan response time dan
gai pintu utama penanganan kasus kega- ketepatan pertolongan yang diberikan
watdaruratan dalam upaya penyelama- pada pasien yang datang ke IGD. Pe-
tan hidup pasien. Salah satu indikator ningkatan sarana, prasarana, sumber daya
peningkatan kinerja klinis pelayanan ga- manusia dan manajemen IGD rumah sa-
wat darurat adalah waktu tanggap (re- kit sesuai standar dapat mencapai hal ter-
sponse time) yang berperan penting sebut (Kepmenkes, 2009). Salah satu
pada pasien gawat darurat terutama pen- prinsip umum tentang penanganan pa-
derita penyakit jantung, hal ini telah di- sien gawat darurat yang dikemukakan
buktikan dengan penelitian Wilde oleh Menteri kesehatan pada tahun
(2009). Response Time adalah kecepatan 2009 yaitu paling lama 5 (lima) menit
penanganan pasien, dihitung sejak pa- setelah pasien tiba di instalasi gawat da-
sien datang sampai dilakukan penanga- rurat harus sudah ditangani.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian lembang, penulis juga memodifikasi kue-
kuantitatif yang menggunakan rancangan sioner berdasarkan tinjauan teoritis.
observasional analitik dengan pendeka- Analisa yang digunakan dalam
tan cross sectional. Populasi dalam pene- penlitian ini adalah analisa univariat di-
litian ini adalah seluruh seluruh petugas lakukan terhadap setiap variabel dari pe-
kesehatan yang terdiri dari dokter dan nelitian. Analisa data yang ditampilkan
perawat yang bertugas di IGD RS Mu- dalam bentuk numerik, serta hasil yang
hammadiyah Palembang tahun 2017 ber- disajikan persentase. Dan analisa bivariat
jumlah 36 orang. Lokasi penelitian dila- yaitu analisa yang dilakukan terhadap
kukan di Penelitian ini dilaksanakan di dua varabel yang diduga mempengaruhi.
Instalasi Gawat Darurat RS Muhamma- Analisa bivariat dalam penelitian ini ada-
diyah Palembang. lah respon time petugas kesehatan nor-
Instrument dalam penelitian ini adalah mal karena α ≤ 0,05. Dengan demikian
kuesioner Pengetahuan Tentang Penata- uji startistik yang digunakan yaitu, uji t
laksanaan Sindroma Koroner Akut Pair Test, dengan ketentuan jika p value
(SKA) di IGD RS Muhammadiyah Pa- ≤ 0,05 berarti ada pengaruh.

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 257


HASIL PENELITIAN
1. Analisis Univariat
Analisa Univariat digunakan untuk analisa univariat pada masing-masing
mengetahui distribusi frekuensi variabel variabel:
bebas dan terikat yang bertujuan untuk a. Distribusi Frekuensi Berdasarkan
melihat variasi masing-masing variabel Umur
tersebut (Notoatmodjo, 2012). Berikut ini
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur Petugas kesehatan di IGD
RS Muhammadiyah Palembang
Umur Frekuensi Presentase
Dewasa Awal 24 68,6
Dewasa Akhir 11 31,4
Total 35 100

Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui dingkan dengan responden dewasa akhir
bahwa dari 35 responden, yang mempu- sebanyak 11 orang (31,4%)
nyai umur dewasa awal sebanyak 24 res- b. Distribusi Frekuensi Berdasarkan
ponden (68,6%) lebih banyak jika diban- Tingkat Pendidikan
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Pendidikan Petugas kesehatan di IGD
RS Muhammadiyah Palembang
Pendidikan Frekuensi Presentase
Diploma 11 31,4
Sarjana 24 68,6
Total 35 100

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bandingkan dengan responden pendidi-


bahwa dari 35 responden, yang mempu- kan sarjana sebanyak 24 orang (68,6%).
nyai pendidikan diploma sebanyak 11 c. Distribusi Frekuensi Berdasarkan
responden (31.4%) lebih sedikit jika di- Tingkat Pengetahuan
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Petugas kesehatan di IGD
RS Muhammadiyah Palembang
Pengetahuan Frekuensi Presentase
Baik 31 88,6
Kurang 4 11,4
Total 35 100

Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bandingkan dengan responden pengeta-


bahwa dari 35 responden, yang mempu- huan kurang sebanyak 4 orang (11,4%).
nyai pengetahuan baik sebanyak 31 res- d. Distribusi Frekuensi Berdasarkan
ponden (88,6%) lebih banyak jika di- Lama Kerja

258 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Lama Kerja Petugas kesehatan di IGD
RS Muhammadiyah Palembang
Lama Kerja Frekuensi Presentase
Baru (jika < 60 bulan) 25 71,4
Lama (jika ≥ 60 bulan) 10 28,6
Total 35 100

Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui dengan lama kerja Lama (jika ≥ 60 bu-
bahwa dari 35 responden, yang mempu- lan) sebanyak 10 responden (28,6%).
nyai lama kerja Baru (jika < 60 bulan) e. Distribusi Frekuensi Berdasarkan
sebanyak 25 orang (71,4%) lebih banyak Pelatihan
jika dibandingkan dengan responden
Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pelatihan petugas kesehatan di IGD
RS Muhammadiyah Palembang
Pelatihan Frekuensi Presentase
Dasar 19 54,3
Lanjutan 16 45,7
Total 35 100

Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui pelatihan lanjutan sebanyak 16 orang


bahwa dari 35 responden, yang mempu- (45.7%).
nyai pelatihan dasar sebanyak 19 respon- f. Distribusi Frekuensi Berdasarkan
den (54.3%) lebih banyak jika diban- Respon Time
dingkan dengan responden mempunyai
Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Respon Time Petugas Kesehatan di IGD
RS Muhammadiyah Palembang
Respon Time Frekuensi Presentase
Cepat (< 5 menit) 26 74,3
Lambat (> 5 menit) 9 25,7
Total 35 100
Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui han) dengan variabel dependen (respon time
bahwa dari 35 responden, yang mempunyai perawat) dengan nilai kemaknaan α = 0,05.
waktu tanggap cepat sebanyak 26 responden Jika p value < 0,05, maka ada hubungan
(74,3%) lebih banyak jika dibandingkan bermakna antara variabel dependen dan va-
dengan responden mempunyai waktu tang- riabel independen. Sebaliknya, jika p value
gap lambat sebanyak 9 orang (25,7%). > 0,05 maka tidak ada hubungan bermakna
2. Analisis Bivariat antara variabel dependen dan variabel inde-
Analisa bivariat dilakukan dengan tabula- penden. Berdasarkan uji bivariat yang telah
si silang (crosstab) dan uji chi-square untuk dilakukan didapatkan hasil bahwa syarat un-
menemukan bentuk hubungan statistik antara tuk uji chi-square tidak tepenuhi dikarena-
variabel independen (umur, tingkat pendidi- kan sel hasil tabulasi silang yang mempunyai
kan, tingkat pengetahuan, lama kerja, pelati- expected count kurang dari lima lebih dari 20

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 259


% untuk itu digunakan uji statistik Fisher's Exact Test.
a. Hubungan Umur dengan Respon Time Petugas Kesehatan

Tabel berikut ini menjelaskan hasil analisis kesehatan di IGD RS Muhammadiyah Pa-
hubungan umur dengan respon time petugas lembang

Tabel 4.7
Hubungan Umur dengan Respon Time Petugas Kesehatan di IGD
RS Muhammadiyah Palembang
Respon Time Petugas kesehatan
No Umur Cepat jika < 5 Menit Lambat > 5 menit
Jumlah ρ value
N % n % N %
1. Dewasa awal 17 48,6 7 20 24 68,6 0.304
2. Dewasa akhir 9 25,7 2 5,7 11 31,4
Jumlah 26 74,3 9 25,7 35 100
Pada tabel 4.7 dapat diketahui bahwa dari nit dan 2 (5,7%) responden yang respon time
24 responden yang berumur dewasa awal, lambat > 5 menit.
sebanyak 17 (48,6%) responden dengan res- Berdasarkan hasil uji statistik dengan
pon time cepat < 5 menit dan sebanyak 7 (20 menggunakan Fisher's Exact Test diperoleh
%) responden dengan respon time lambat > 5 hasil p value = 0.304 (p > 0,05). Maka dapat
menit, sedangkan dari 11 (31,4%) responden disimpulkan bahwa tidak ada hubungan anta-
berumur dewasa akhir, sebanyak 9 (25,7%) ra umur dengan respon time petugas keseha-
responden dengan respon time cepat < 5 me- tan terhadap penanganan kasus SKA di IGD
RS Muhammadiyah Palembang.
b. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Respon Time Petugas Kesehatan
Tabel berikut ini menjelaskan hasil anali- pon time petugas kesehatan di IGD RS Mu-
sis hubungan tingkat pendidikan dengan res- hammadiyah Palembang.
Tabel 4.8
Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Respon Time Petugas Kesehatan
di IGD RS Muhammadiyah Palembang
Respon Time Petu-
gas kesehatan
Cepat Lambat Jumlah ρ
No Pendidikan
jika < 5 >5 value
Menit menit
N % n % n %
1. Diploma 6 17,1 5 14,3 0.103
11 31.4
2. Sarjana 20 57,1 4 11,4 24 68.5

Jumlah 26 74.3 9 25.7 35 100

Pada tabel 4.8 dapat diketahui bahwa dari Berdasarkan hasil uji statistik dengan
11 responden yang berpendidikan diploma, menggunakan Fisher's Exact Test diperoleh
sebanyak 6 responden (17,2%) dengan res- hasil p value = 0,103 (p > 0,05). Maka dapat
pon time cepat < 5 menit dan sebanyak 5 disimpulkan bahwa tidak ada hubungan
responden (14,3%) dengan respon time lam- tingkat pendidikan dengan respon time petu-
bat > 5 menit. Sedangkan dari 24 responden gas kesehatan terhadap penanganan kasus
yang berpendidikan sarjana sebanyak 20 res- SKA di IGD RS Muhammadiyah Palem-
ponden (57,1%) dengan respon time cepat < bang.
5 menit dan sebanyak 4 responden (11,4%)
dengan respon time lambat > 5 menit.

260 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


c. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Respon Time Petugas Kesehatan
Tabel berikut ini menjelaskan hasil anali- respon time petugas kesehatan di IGD RS
sis hubungan tingkat pengetahuan dengan Muhammadiyah Palembang
Tabel 4.9
Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Respon Time Petugas Kesehatan di IGD
RS Muhammadiyah Palembang
Respon Time Petu-
gas kesehatan
Tingkat Cepat Lambat Jumlah ρ
No value
Pengetahuan jika < 5 > 5 me-
Menit nit
n % n % N %
1. Baik 26 74,3 5 14,3 31 88.6 0.002
2. Kurang 0 0 4 11,4 4 11.4
Jumlah 26 74.3 9 25.7 35 100

Pada tabel 4.9 dapat diketahui bahwa Berdasarkan hasil uji statistik dengan
dari 31 responden yang mempunyai pen- menggunakan Fisher's Exact Test dipero-
getahuan baik, sebanyak 26 responden leh hasil p value = 0,002 < (α = 0,05),
(74,3%) dengan respon time cepat <5 maka disimpulkan bahwa ada hubungan
menit dan sebanyak 5 responden (14,3%) pengetahuan dengan respon time petugas
dengan respon time lambat > 5 menit. kesehatan terhadap penanganan kasus
Sedangkan dari 4 responden (11,4%) SKA di IGD RS Muhammadiyah Palem-
yang berpengetahuan kurang semuanya bang
mempunyai respon time lambat > 5 me-
nit.
d. Hubungan Lama kerja dengan Respon Time Petugas Kesehatan
Tabel berikut ini menjelaskan hasil anali- petugas kesehatan di IGD RS Muhamma-
sis hubungan lama kerja dengan respon time diyah Palembang
Tabel 4.10
Hubungan Lama kerja dengan Respon Time Petugas Kesehatan di IGD
RS Muhammadiyah Palembang
Respon Time Petugas kesehatan
No Lama kerja Cepat jika < 5 Menit Lambat > 5 menit
Jumlah ρ value
n % N % N %
1. Baru 10 28,6 0 0 10 28.6 0.036
2. Lama 16 45,7 9 25.7 25 71,4
Jumlah 26 74.3 9 25.7 35 100

Pada tabel 4.10 dapat diketahui bahwa dari Berdasarkan hasil uji statistik dengan
10 responden (28,6%) yang lama kerjanya menggunakan Fisher's Exact Test diperoleh
kurang dari 60 bulan (baru) semuanya mem- hasil p value = 0,036 < (α = 0,05). maka dis-
punyai respon time cepat <5 menit. Sedang-
impulkan bahwa ada hubungan lama kerja
kan dari 25 responden yang lama kerjanya
dengan respon time petugas kesehatan terha-
lebih dari 60 bulan (lama) sebanyak 16 res-
ponden (45,7%) yang mempunyai respon dap penanganan kasus SKA di IGD RS Mu-
time cepat <5 menit dan sebanyak 9 respon- hammadiyah Palembang.
den (25.7%) yang respon timenya lambat >
5 menit.

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 261


e. Hubungan Pelatihan dengan Respon Time Petugas Kesehatan

Tabel 4.11
Hubungan pelatihan dengan respon time petugas kesehatan di IGD
RS Muhammadiyah Palembang
Respon Time Petugas
kesehatan
Cepat Lambat
No Pelatihan ρ
jika < 5 > 5 me- Jumlah
value
Menit nit
N % n % n %
1. Dasar 14 40 5 14.3 19 54.3

2. Lanjut 12 34,3 4 11.4 16 45.7 1.000

Jumlah 26 74.3 9 25.7 35 100

Pada tabel 4.11 dapat diketahui bahwa cepat < 5 menit dan sebanyak 4 respon-
dari 19 responden yang mempunyai pela- den (11.4%) dengan respon time lambat
tihan dasar, sebanyak 14 responden > 5 menit.
(40%) dengan respon time cepat < 5 me- Berdasarkan hasil uji statistik dengan
nit dan sebanyak 5 responden (14.3%) menggunakan Fisher's Exact Test diperoleh
dengan respon time lambat > 5 menit. hasil p value = 1.000 > (α = 0,05). Maka da-
pat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan
Sedangkan dari 16 responden yang
pelatihan dengan respon time petugas kese-
mempunyai pelatihan lanjut, sebanyak 12 hatan terhadap penanganan kasus SKA di
responden (34,3%) dengan respon time IGD RS Muhammadiyah Palembang.

A. PEMBAHASAN
1. Hubungan Umur dengan Respon Time Petugas Kesehatan

Berdasarkan hasil penelitian dapat dike- Menurut Haryanto (2002) umur me-
tahui bahwa dari 29 responden yang be- nunjukan waktu pertumbuhan dan per-
rumur dewasa awal, sebanyak 20 kembangan seorang individu. Umur ber-
(21.5%) responden dengan respon time korelasi dengan pengalaman, pengala-
cepat < 5 menit dan sebanyak 9 respon- man berkorelasi dengan pengetahuan,
den dengan respon time lambat > 5 me- pemahaman dan pandangan terhadap su-
nit, sedangkan dari 6 (4.5%) responden atu penyakit atau kejadian sehingga akan
berumur dewasa akhir semuanya mem- membentuk persepsi dan sikap. Sedang-
punyai respon time cepat < 5 menit. kan menurut Depkes 2011 waktu tanggap
Berdasarkan hasil uji statistik dengan meng- adalah kecepatan penanganan pasien.
gunakan Fisher's Exact Test diperoleh hasil p Semakin dewasa umur petugas keseha-
value = 0,304 > (α = 0,05). Maka dapat disim-
tan semakin banyak pengalaman dan
pulkan bahwa tidak ada hubungan antara umur
dengan respon time petugas kesehatan terhadap
pengetahuan mengenanai respon time
penanganan kasus SKA di IGD RS Muhamma- kasus kegawatdaruratan.
diyah Palembang. Hal ini berbeda dengan penelitian
yang dilakukan oleh Achmad (2012) ten-

262 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


tang faktor-faktor yang mempengaruhi sien di IGD yaitu salah satunya umur.
waktu tanggap perawat dalam melaksa- Didapatkan hasil umur
nakan tugasnya dalam penanganan pa-
mempengaruhi respon time dengan p ga semua petugas IGD mempunyai pen-
value 0,001 menggunakan uji chi square. galaman yang banyak menangani kasus
Umur akan mempengaruhi waktu tang- kegawatdaruratan terutama kasus SKA,
gap karena semakin bertambah usia ma- maka dari itu umur tidak berhubungan
ka semakin banyak informasi yang akan dengan respon time petugas kesehatan.
mempengaruhi kinerjanya. Umur petugas kesehatan di IGD RS Mu-
Berdasarkan uraian di atas, peneliti hammadiyah Palembangtidak mempen-
berasumsi bahwa mayoritas petugas ke- garuhi waktu tanggap petugas kesehatan
sehatan berumur dewasa awal namun terhadap penanganan kasus SKA di IGD
telah bekerja di IGD cukup lama sehing- RS Muhammadiyah Palembang.
2. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Respon Time Petugas Kesehatan
Berdasarkan hasil penelitian dapat tivasi. Motivasi merupakan kemauan
diketahui bahwa dari 11 responden yang atau keinginan di dalam diri seseorang
berpendidikan diploma, sebanyak 6 res- yang mendorongnya untuk bertindak.
ponden (17,1%) yang respon timenya Sehingga pendidikan tidak mempengaru-
cepat < 5 menit dan sebanyak 5 respon- hi respon time petugas kesehatan.
den (14,3%) yang respon time lambat > 5 Hal ini sejalan dengan penelitian yang
menit. Sedangkan dari 24 responden dilakukan oleh Maatilu et al (2014)
yang berpendidikan sarjana sebanyak 20 mengenai Analisis Perbedaan Response
responden (57,1%) respontimenya cepat Time Perawat Terhadap Pelayanan Ga-
< 5 menit dan sebanyak 4 responden wat Darurat Di Unit Gawat Darurat Di
(11,4%) dengan respontime lambat > 5 RSU GMIM Pancaran Kasih Dan Di
menit. RSU TK.III Robert Wolter Monginsidi
Berdasarkan hasil uji statistik dengan meng- Kota Manado menyebutkan bahwa tidak
gunakan Fisher's Exact Test diperoleh hasil p adanya hubungan antara pendidikan den-
value = 0,103 > (α = 0,05). Maka dapat disim- gan respon time petugas kesehatan kese-
pulkan bahwa tidak ada hubungan pendidikan
hatan dengan nilai p value 0,084.
dengan respon time petugas kesehatan terhadap
penanganan kasus SKA di IGD RS Muhamma- Berdasarkan uraian di atas, peneliti
diyah Palembang. berasumsi bahwa pendidikan yang telah
Dalam menilai keterampilan seseo- diikuti oleh petugas kesehatan tidak ber-
rang yang dalam hal ini response time pengaruh terhadap respontime petugas
petugas kesehatan, bisa saja dipengaruhi kesehatan dalam penanganan kasus SKA
adanya faktor lain. Keadaan ini tergan- di IGD RS Muhammadiyah Palembang-
tung dari motivasi petugas kesehatan da- mengingat motivasi dan kemampuan se-
lam mempraktikkan ketrampilan kerja tiap petugas kesehatan untuk menyerap
yang didapat dari pendidikannya. Banyak ilmu yang didapat pada saat masa pendi-
faktor-faktor yang mempengaruhi presta- dikan berbeda-beda.
si kerja, faktor- faktor tersebut antara
lain: Faktor kemampuan dan Faktor mo-

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 263


3. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Respon Time Petugas Kesehatan

Berdasarkan hasil penelitian dapat dike- pengetahuan yang berkaitan dengan ba-
tahui bahwa dari 31 responden yang gaimana melakukan tindakan di IGD.
pengetahuannya baik, sebanyak 26 res- Semakin tinggi tingkat pengetahuan se-
ponden (74,3%) yang respontimenya ce- seorang maka semakin cepat ia berespon
pat <5 menit dan sebanyak 5 responden (respon time) terhadap keadaan atau
(14,3%) yang respon time lambat > 5 kondisi pasien yang datang ke unit gawat
menit. Sedangkan dari 4 responden darurat.
(11,4%) yang berpengetahuan kurang Hasil penelitian ini sejalan dengan
semuanya mempunyai respon time lam- penelitian Hasmoko (2008), tentang ana-
bat > 5 menit. lisis faktor-faktor yang mempengaruhi
Berdasarkan hasil uji statistik dengan kinerja klinis petugas kesehatan berda-
menggunakan Fisher's Exact Test dipero- sarkan penerapan sistem pengembangan
leh hasil p value = 0,002 < (α = 0,05). manajemen kinerja klinis rumah sakit
maka disimpulkan bahwa ada hubungan menunjukkan bahwa pengetahuan mem-
pengetahuan dengan respon time petugas pengaruhi kinerja klinis petugas keseha-
kesehatan terhadap penanganan kasus tan.
SKA di IGD RS Muhammadiyah Palem- Berdasarkan uraian di atas, peneliti
bang. berasumsi bahwa pengetahuan yang baik
Menurut Fathoni (2013), Pengetahuan yang dimiliki oleh petugas kesehatan ten-
adalah pengetahuan tentang fakta atau tang penyakit SKA mempengaruhi waktu
kumpulan fakta kondisi tanpa pemaha- tanggap (respon time) petugas kesehatan,
man yang luas dalam hal ini seperti ana- dengan pengetahuan yang baik tentang
tomi, fisiologi, patofisiologi, dan penya- penyakit SKA petugas kesehatan mampu
kit umum pada pasien yang berkunjung mengenali secara cepat penderita yang
ke Unit Gawat Darurat. Sedangkan Pen- datang dengan penyakit SKA.
getahuan prosedural adalah semacam
4. Hubungan Lama kerja dengan Respon Time Petugas Kesehatan

Berdasarkan hasil penelitian dapat dike- Berdasarkan hasil uji statistik dengan
tahui bahwa dari 10 responden (28,6%) menggunakan Fisher's Exact Test dipero-
yang lama kerjanya kurang dari 60 bulan leh hasil p value = 0,036 < (α = 0,05).
(baru) semuanya mempunyai respontime maka disimpulkan bahwa ada hubungan
cepat <5 menit. Sedangkan dari 25 res- lama kerja dengan respon time petugas
ponden yang lama kerjanya lebih dari 60 kesehatan terhadap penanganan kasus
bulan (lama) sebanyak 16 responden SKA di IGD RS Muhammadiyah Palem-
(45,7%) yang mempunyai respontime bang.
cepat <5 menit dan sebanyak 9 respon- Menurut Sastrohadiwiryo (2002)
den (25.7%) yang respontimenya lambat bahwa semakin lama seseorang bekerja
> 5 menit. semakin banyak kasus yang ditanganinya
sehingga semakin meningkat pengala-

264 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


mannya, sebaliknya semakin singkat atau lama kerja sangat mempengaruhi
orang bekerja maka semakin sedikit ka- respon time petugas kesehatan.
sus yang ditanganinya, maka pengalaman
Hasil penelitian ini sejalan dengan Berdasarkan hasil penelitian, teori dan
penelitian yang dilakukan oleh Achmad penelitian terkait, peneliti berpendapat
(2012) tentang faktor-faktor yang mem- bahwa semakin lama petugas kesehatan
pengaruhi waktu tanggap perawat dalam bekerja di IGD semakin meningkatkan
melaksanakan tugasnya dalam penanga- kemampuan respon time petugas keseha-
nan pasien di IGD yaitu lama kerja di tan terhadap penanganan kasus SKA,
IGD karena semakin lama masa kerja semakin lama bekerja semakin sering
akan semakin banyak pengetahuan, bertemu dengan kasus SKA sehingga pe-
kompetensi dan pengalaman yang dida- tugas kesehatan semakin berpengalaman
patkan dengan p value 0,001. dalam mendeteksi penderita yang datang
dengan SKA.
5. Hubungan Pelatihan dengan Respon Time Petugas Kesehatan

Berdasarkan hasil penelitian dapat dike- lapangan atau rumah sakit, sehingga
tahui bahwa dari 19 responden yang kondisi di unit gawat darurat berbeda
mempunyai pelatihan dasar, sebanyak 14 dengan kondisi pada saat pelatihan.
responden (40%) dengan respon time ce- Hal serupa dikemukakan oleh Maatilu
pat < 5 menit dan sebanyak 5 responden (2014) tidak adanya hubungan yang
(14.3%) dengan respon time lambat > 5 bermakna antara pelatihan perawat dan
menit. Sedangkan dari 16 responden response time perawat pada penanganan
yang mempunyai pelatihan lanjut, seba- pasien gawat darurat. Hal ini bisa terjadi
nyak 12 responden (34,3%) dengan res- dikarenakan kemampuan yang didapat
pon time cepat < 5 menit dan sebanyak 4 perawat dari pelatihan tidak didukung
responden (11.4%) dengan respontime oleh sarana prasarana ataupun lingkun-
lambat > 5 menit. gan yang ada.
Berdasarkan hasil uji statistik dengan Hal ini juga sejalan dengan penelitian
menggunakan Fisher's Exact Test dipero- yang dilakukan oleh Maatilu et al (2014)
leh hasil p value = 1.000 > (α = 0,05). mengenai Analisis Perbedaan Response
maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada Time Perawat Terhadap Pelayanan Ga-
hubungan pelatihan dengan respontime wat Darurat Di Unit Gawat Darurat Di
petugas kesehatan terhadap penanganan Rsu Gmim Pancaran Kasih Dan Di Rsu
kasus SKA di IGD RS Muhammadiyah Tk.Iii Robert Wolter Monginsidi Kota
Palembang. Manado menyebutkan bahwa tidak
Menurut Rivai (2006), ada beberapa adanya hubungan antara pelatihan den-
faktor yang perlu dipertimbangkan dan gan respon time petugas kesehatan den-
berperan dalam pelatihan antara lain ke- gan nilai p value 0,255.
tepatan dan kesesuaian fasilitas, sehingga Berdasarkan uraian di atas, peneliti
kondisi dan fasilitas yang ada pada saat berasumsi bahwa tidak adanya pengaruh
pelatihan tidak sesuai dengan kondisi di pelatihan yang telah didapat oleh petugas

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 265


kesehatan terhadap kemampuan respon- sarana prasarana pada saat pelatihan
time petugas kesehatan terhadap penan- dengan kenyataan di lapangan tidak sa-
ganan kasus SKA di IGD RS Muham- ma.
madiyah Palembang, mengingat situasi,
KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah nanganan kasus SKA di Instalasi


dilakukan peneliti dengan judul Faktor- Gawat Darurat RS Muhammadiyah
Faktor yang Mempengaruhi Waktu Tang- Palembang tahun 2017 dengan p val-
gap (Response Time) Petugas Kesehatan ue 0,103
Terhadap Penanganan Kasus SKA (Sin- 4. Ada hubungan antara tingkat penge-
droma Koroner Akut) di Instalasi Gawat tahuan petugas kesehatan dengan
Darurat RS Muhammadiyah Palembang- waktu tanggap (response time) pe-
dapat disimpulkan sebagai berikut: nanganan kasus SKA di Instalasi
1. Respontime petugas kesehatan terha- Gawat Darurat RS Muhammadiyah
dap penanganan kasus SKA di Insta- Palembang tahun 2017 dengan p val-
lasi Gawat Darurat RS Muhamma- ue 0,002
diyah Palembang tahun 2017 seba- 5. Ada hubungan antara lama kerja pe-
gian besar cepat yaitu sebanyak 26 tugas kesehatan dengan waktu tang-
(74,3%) responden. gap (response time) penanganan ka-
2. Tidak ada hubungan antara umur pe- sus SKA di Instalasi Gawat Darurat
tugas kesehatan dengan waktu tang- RS Muhammadiyah Palembang ta-
gap (response time) penanganan ka- hun 2017 dengan p value 0, 036
sus SKA di Instalasi Gawat Darurat 6. Tidak ada hubungan antara pelatihan
RS Muhammadiyah Palembang ta- petugas kesehatan dengan waktu
hun 2017 dengan p value 0,304 tanggap (response time) penanganan
3. Tidak ada hubungan antara tingkat kasus SKA di Instalasi Gawat Darurat
pendidikan petugas kesehatan dengan RS Muhammadiyah Palembang ta-
waktu tanggap (response time) pe- hun 2017 dengan p value 1,000

DAFTAR PUSTAKA
Abdul, H., Rottie, J., & Karundeng, M. Tanggap Perawat Pada Penanga-
Y. (2016). Analisis Perbedaan Re- nan Asma Di Instalasi Gawat Da-
sponse Time Perawat Terhadap Pe- rurat RSUD Panembahan Senopati
layanan Gawat Darurat Di Unit Bantul, Jurnal Keperawatan Un-
Gawat Darurat Di RSU GMIM iversitas Respati Yogyakarta
Pancaran Kasih dan di RSU TK. Ardiyani, V. M. (2015). Analisis Peran
III Robert Wolter Monginsidi Kota Perawat Triage Terhadap Waiting
Manado. Jurnal Keperawatan, 4(2). Time Dan Length Of Stay Pada
Achmad, (2012). Faktor-Faktor Yang Ruang Triage Di Instalasi Gawat
Berhubungan Dengan Lama Waktu

266 | Seminar Nasional Kesehatan 2018


Darurat Rumah Sakit Dr Saiful Hasmoko, E. V., 2008. Analisis Faktor-
Anwar Malang. Care, 3(1), 39-50. Faktor Yang Mempengaruhi Ki-
Batalla A, Reguero JR, Hevia S, et al, nerja Klinis Perawat Berdasar-
Mild hypercholesterolemia and kan Penerapan Sistem Pengem-
premature heart disease, J Am Call bangan Manajemen Kinerja
Cardiol, 2001;37:331 Klinis (SPMKK) Di Ruang Rawat
Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan Inap Rumah Sakit Panti Wilasa
Dan Keteknisian Medik Direktorat Citarum Semarang.
Jenderal Bina Upaya Kesehatan Huon H. Gray, Keith D. Dawkins, John
Kementerian Kesehatan RI., 2011., M. Morgan, Iain A. Simpson, Lec-
Standar Pelayanan Keperawatan ture notes cardiology, Edisi 4, Er-
Gawat Darurat Di Rumah Sakit langga Medical Series, Jakarta,
Fadhilah, N., Harahap, W. A., & Lestari, 2002, 107-150.
Y. (2015). Faktor-faktor yang Ber- Jalowiec DA, Hill JA, Myocardial in-
hubungan dengan Waktu Tanggap farction in the young and in wom-
pada Pelayanan Kasus Kecelakaan an, Cardiovasc Clin, 1989; 20:
Lalu Lintas di Instalasi Gawat Da- 197-206 (Medline)
rurat Rumah Sakit Umum Pusat Jevon, Phil., 2012,. Angina and Heart
Dr. M. Djamil Padang Tahun Attack, Oxford University Press is
2013. Jurnal Kesehatan Anda- a department of the University of
las, 4(1). Oxford. New York
Fathoni, M., Sangchan, H., & Songwa- Langner RO, Bement CL, Cohen L,
thana, P. (2013). Relationships be- Nielsen SW, Simulation of athero-
tween triage knowledge, training, genesis by cocaine in Cholesterol-
working experiences and triage fed rabbits, FASEB J, 1989;3:A297
skills among emergency nurses in Maatilu, V., Mulyadi, N., & Malara, R.
East Java, Indonesia. Nurse Media (2014). Faktor-Faktor yang Ber-
Journal of Nursing, 3(1), 511-525. hubungan dengan Response Time
Faizin, A & Winarsih, 2008. Hu- Perawat pada Penanganan Pasien
bungan tingkat pendidikan dan la- Gawat Darurat di IGD RSUP Prof.
ma kerja perawat terhadap kinerja Dr. RD Kandou Manado. Jurnal
perawat di Rumah Sakit Umum Keperawatan, 2(2).
Pandan Arang Kabupaten Boyolali, Mahyawati, M. (2015). Hubungan Ke-
Berita Ilmu Keperawatan ISSN gawadaruratan Pasien dengan
1979-2697, Vol. 1(3), September Waktu Tanggap Perawat di IGD RS
p. 137-142 PKU Muhammadiyah Yogyakar-
Gray HH, Dawkins KK, Morgan JM, ta (Doctoral dissertation,
Simpson IA. Lecture Notes Kardi- STIKES'Aisyiyah Yogyakarta).
ologi. Edisi keempat. Erlangga. Mangkunegara, A. P, 2007. Evaluasi Ki-
2005. p.107-35 nerja Sumber Daya Manusia, Ce-
Haryatun, N., & Sudaryanto, A. (2017). takan ketiga. Bandung : Penerbit
Perbedaan Waktu Tanggap Tinda- PT Refika Adi tama
kan Keperawatan Pasien Cedera Massie BM and Amidon TM, Heart: co-
Kepala Kategori 1–V Di Instalasi ronary heart dsease, In: Current
Gawat Darurat Rsud Dr. Moewar- Medical Diagnosis & Treatment,
di. Berita Ilmu Keperawatan, 1(2), 42nd Edition, Lange Medical
69-74. Book/Mc Graw-Hill, 2003;10: 332-
333.

Seminar Nasional Kesehatan 2018 | 267


Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Pe- Sabriyanti, W. (2012). Faktor-faktor
nelitian Kesehatan. Rineka Cipta yang berhubungan dengan ketepa-
Nursalam, 2016. Metodologi Penelitian tan waktu tanggap penanganan ka-
Ilmu Keperawatan: Pendekatan sus pada response time di instalasi
Praktis Edisi 4. Salemba Medika gawat darurat bedah dan non-
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardi- bedah RSUP Dr. Wahidin Sudiro-
ovaskular Indonesia, 2015, Pedo- husodo (tesis). Makassar: Universi-
man Tatalaksana Sindrom Koroner tas Hasanuddin.
Rivai, Veithzal, 2006. Manajemen Sugiyono, M. P. K., & R&D, B. (2014).
Sumber Daya Manusia Untuk Pe- Memahami Penelitian Kualitatif,
rusahaan, Dari Teori ke Prak- Bandung, CV. Alvabeta, Tahun.
tek, Edisi Pertama, Cetakan Sutanto, Hernita P, Cegah dan Tangkal
Ketiga. Jakarta : Penerbit PT. Raja Penyakit Modern Hipertensi,
Grafindo Persada. Stroke,Jantung, Kolesterol, dan
Sanchis-Gomar, F., Perez-Quilis, C., Lei- Diabetes, Ed. Yogyakarta, Indone-
schik, R., & Lucia, A. (2016). Epi- sia: Andi Offset, 2010.
demiology of coronary heart dis- Theroux Pierre, 2011., Acute coronary
ease and acute coronary syn- syndromes : a companion to
drome. Annals of translational Braunwald’s heart disease 2nd ed.
medicine, 4(13). p. ; cm. Companion to: Braun-
Sastroasmoro, Sudigdo,. Ismael, Sofyan,. wald’s heart disease / edited by Pe-
2011 Dasar-Dasar Metodologi Pe- ter Libby … [et al.]. 8th ed. c2008.
nelitian Klinis, Edisi ke Empat. Ja- Includes bibliographical refer-
karta. CV. Sagung Seto ences and index. ISBN 978-1-
Strong JP, Malcom GT, McMahan CA, 4160-4927-2
et.al, Prevalence and extent of Wilde, E. T, 2009. Do Emergency Me-
atherosclerosis in adolescents and dikal System Response Times Mat-
young adults: Implications for pre- ter For Health Outcomes?. Co-
vention from the Pathobioloical lombia University :New York.
Determinants of Atherosclerosis in Yoon, P., Steiner, I., Reinhardt, G.(2003).
Youth Study, JAMA, 1999, Analysis of factos influencing
281:727-735. length of stay in the emergency de-
partments,

268 | Seminar Nasional Kesehatan 2018

Anda mungkin juga menyukai