ABSTRAK
Tuberkulosis di Indonesia berada diperingkat ketiga setelah India dan Cina, organisasi kesehatan dunia
tahun 2018 menyatakan di Indonesia insiden TB mencapai 842.000 kasus. Terapi untuk menggunakan obat
terutama ditujukan untuk meningkatkan kualitas atau mempertahankan hidup pasien. Jenis penelitian ini
adalah penelitian deskriptif dengan pengambilan sempel dilakukan dengan metode purposive sampling,
yaitu dengan mengambil sempel dan karakteristik tertentu pada pasien tuberkulosis di rawat inap. Lokasi
Rumah Sakit Tipe C Noongan Waktu : Januari 2018-Maret 2018. Data yang diperoleh dibandingkan dengan
standart penggunaan obat yang telah ditetapkan, diantaranya, Permenkes nomor 67 tahun 2016, buku-buku
informasi obat dan literatur lain yang mendukung. DRPs yang terjadi yaitu obat tidak tepat sebanyak 2
kasus (40,00%), indikasi yang tidak diobati 1 kasus (20,00%), dosis kurang 1 kasus (20,00%) dan dosis
lebih 1 kasus (20,00%).
Kata kunci: tuberkulosis, drug related problems
ABSTRACT
Tuberculosis in Indonesia at the third place after India and China, world health organization 2018 talk of
data in Indonesia the incidence of TB reached 842,000 cases. Therapy to use drugs is primarily intended
to improve the quality or maintain a patient's life. This type of research is a descriptive study by taking a
sample made with a purposive sampling method, namely by taking a sample and certain characteristics in
tuberculosis patients hospitalized. Location of Type C Noongan Hospital Time: January 2018-March 2018.
The data obtained were compared with the predetermined drug use standards, including, Permenkes
number 67 of 2016, drug information books and other supporting literature. DRPs that occurred were 2
cases (40.00%) inaccurate drugs, 1 case (20.00%) untreated indication, 1 case (20.00%) less dose and 1
case (20.00%) overdose ).
Keywords: tuberculosis, drug related problems
25
Jurnal Biofarmasetikal Tropis. 2020, 3 (1), 25-30 e-ISSN 2685-3167
informasi, melakukan monitoring efek samping berat badan, terapi (nama obat, dosis, aturan pakai,
obat, evaluasi terhadap penggunaan obat yang rute pemberian, dan sediaan).
rasional [3]. Penelitian [4] di RSUD Kardinah Tegal
pada 170 pasien dengan diagnosa TB menunjukkan B. Tahap pengolahan data
bahwa jenis DRPs yang terjadi pada TB dosis kurang Pengolahan data meliputi proses pencatatan
(29,41%) dan dosis berlebih (1,76%). Pada rekam medik. Data ini kemudian diolah secara
penelitian Masjedi et al., (2008) dari 43 pasien yang deskriptif menggunakan standar literatur yang ada.
menjalani pengobatan TB 29 pasien (67,5%) sukses Standar yang digunakan untuk analisis DRPs
dalam pengobatan, 19 pasien (44,2%) sembuh dan berdasarkan Permenkes Nomor 67 tahun 2016
menyelesaikan pengobatan, 14 pasien (32,5%) hasil tentang penanggulangan tuberkulosis.
pengobatannya lemah, 6 pasien (14%) gagal dalam
pengobatan dan 8 pasien (18,6%) meninggal dunia. Populasi dan Sempel
Populasi dalam penelitian ini adalah semua
METODE PENELITIAN pasien tuberkulosis di Instansi Rawat Inap RSTC
Tempat Dan Waktu Penelitihan Noongan selama bulan Januari – Maret 2018.
Penelitian dilakukan di Ruang Catatan Medis Pengambilan sempel dilakukan dengan metode
Rumah Sakit tipe C Noongan Kabupaten Minahasa purposive Sampling, yaitu dengan mengambil
Provinsi Sulawesi Utara dan waktu penelitian sampel dengan karakteristik tertentu data semua
dilakukan pada bulan November 2019. pasien tuberkulosis yang menggunakan obat anti
tuberkulosis tanpa penyakit penyerta yang menjalani
Alat dan Bahan rawat inap di RSTC Noongan dari bulan januari
Alat penelitian yang digunakan adalah lembar sampai bulan maret 2018.
pengumpulan data untuk rekam medik yang meliputi
nomor regristrasi, jenis kelamin, umur, diagnose Variabel Penelitian
utama, berat badan, terapi (nama obat, dosis, aturan Variabel dalam penelitian ini adalah variabel
pakai, rute pemberian, dan sediaan), alat tulis teramati. Variabel yang menunjukkan kategori-
menulis, kalkulator dan kamera. kategori DRPs yang terjadi, namun pada akhirnya
Bahan penelitian yang digunakan adalah berfokus pada empat indikator kategori yang diteliti
catatan rekam medik pasien di Instalasi Rawat Inap saja sesuai dengan data-data yang ada di catatan
RSTC Noongan bulan Januari sampai Maret 2018. rekam medik.
26
Jurnal Biofarmasetikal Tropis. 2020, 3 (1), 25-30 e-ISSN 2685-3167
Clindamisi
n 300 3x1
Leviemisi
HASIL DAN PEMBAHASAN n
OAT 2 3x1
5 P/5 37 Batuk, lemah, TB paru, Nacl
Penelitian ini menggunakan data-data dari 8 sesak, BB pneumonia Ranitidin
rekam medik penderita tuberkulosis dengan usia <65 turun, keringat DM2 2x1
malam Ambroxol
tahun yang dirawat inap di Rumah Sakit Tipe C 2x1
Noongan. Pasien Tuberkulosis di RSTC Noongan Netformin
periode bulan Januari-Maret 2018 berjumlah 14 2x1
Streptomis
pasien yang memiliki data rekam medik sesuai in
kriteria yang dapat dianalisis dari 62 jumlah pasien OAT 1
3x1
tuberkulosis baik dalam status tb on treatment atau
suspect tb yang ditemukan tidak memiliki data 6 P/3 60 Muntah- Dyspepsia, TB Nacl
rekam medik yang lengkap meliputi data 4 muntah ec, paru on Ranitidine
metformin, treatment, DM2 OAT 1
laboratorium, data obat yang dipakai, dosis obat, batuk, lemah Metronida
keluhan utama, berat badan dan umur. badan xol 2x1
Cefinene
Tabel 1. Data rekam medik pasien tuberkulosis yang 200 2x1
diamati di rawat inap Rumah Sakit Tipe C Ambroxol
3x1
Noongan period Januari 2018-Maret 2018. 7 L/2 Lemah, General Nacl
9 demam, nafsu weakness, ec. Ranitidine
N JK/ B Keluhan Wdx Resep makan turun, Sekunder, TB J
o Um B Utama batu Paru Ambroxol
ur (k berlendir Neurodine
g) kurang lebih Kapsul
1 L/4 45 Lemah badan, TB paru on OAT 1 3 hari, BB garam
3 mual, muntah, treatment, (3x1) turun Ceftriaxon
batuk, sakit dysperia e
uluh hati Curcuma
2 L/3 35 Nyeri TB on treatment Nacl mif Revolfar
8 pinggang, nadi Ceftriakso Paracetam
:86, suhu 36,5, n ol
pernafasan 20 Amlo 10 Cefixime
Tramadol 200 2x1
OAT 1 2x1 Ranitidine
Streptomis tab
in Codein
3 L/4 57 Batuk Hemoptoe ec. Nacl mif 3 8 L/3 52 Batuk darah, Hemoptoe, TB Codein
3 berdarah TB paru Ceftriaxon 1 sesak paru tab. 3x1 20
kurang lebih 1 e Neurodex
bulan, sesak, Ranitidine OAT 1 3x1
berkeringat 1 2x1 9 L/3 40 Batuk 2 bulan, TB paru + S1 Nacl 20 ml
malam, BB As. 8 panas dingin Ranitidine
turun, nafsu Tranesama 2x1
makan kurang t 3x1 Cipro 2x1
Codein tab
3x1 Omeprazol
Ambroxol e
3x1 Demperid
Cefix 200 one
2x1 OAT 3x1
Omeprasol
2x1 1 L/5 38 Batuk darah, Hemaptoe, TB RL 12 GH
Levofloks 0 8 batuk paru on Ranitidin
asin 2x1 berlendir, treatment 2x1
4 L/4 54 TB paru Batuk berdarah Nacl sesak nafas, Codein 15
7 relaps, DM2 Ranitidin menggigil, 3x1
O2 nyeri kepala. Nacl
Cefixine OAT
200 2x1 1 L/3 45 Nyeri perut, OAT tidak Nacl
Glimperid 1 2 BB turun, tuntas Ranitidine
e 20 batuk, muntah Pct
Cefixime
27
Jurnal Biofarmasetikal Tropis. 2020, 3 (1), 25-30 e-ISSN 2685-3167
Tabel 2. Presentase Usia Pasien Tuberkulosis di Berdasarkan analisis data rekam medik pada
Instalasi Rawat Inap RSTC Noongan pasien dengan diagnosa tuberkulosis yang menjalani
periode Bulan Januari-Maret 2018. perawatan di rawat inap RSTC Noongan sebagai
berikut berdasarkan jenis kelamin, laki-laki
No. Usia Tingkatan Jumlah Persentase sebanyak 12 (85,71%) orang dan perempuan
(Tahun) (Orang) (%)
sebanyak 2 orang (14,29%), jumlah penderita
(1) (2) (3) (4) (5) tuberkulosis pada laki-laki lebih banyak dari pada
1 20-30 Dewasa 2 14,28 perempuan, hal ini sesuai dengan penelitian yang
awal
2 31-40 Dewasa 5 35,71
dilakukan oleh Untari dan Asmini (2018) bahwa
3 41-50 Dewasa 3 21,42 penderita TB MDR yang dirawat di instalasi rawat
akhir inap RSUD Dr. Moewardi tahun 2016, lebih banyak
28
Jurnal Biofarmasetikal Tropis. 2020, 3 (1), 25-30 e-ISSN 2685-3167
terjadi pada pasien berjenis kelamin laki-laki yaitu putus berobat, paien gagal dalam pengobatan
berjumlah 40 orang pasien (64,5%) dibandingkan kategori satu obat ini untuk penggunaannya terhadap
dengan pasien berjenis kelamin perempuan penyakit tuberkulosis sudah di atur dosisnya
sebanyak 22 orang pasien (35,5%). Angka kejadian menurut permenkes no.67 tahun 2016 dan obat
TB paru yang lebih tinggi pada laki-laki diduga pendamping yang diteliti golongan analgesik opioid
karena laki-laki sebagian besar mempunyai jenis kodein berjumlah 4 pasien (7,01%) obat ini
kebiasaan merokok dan minum alcohol, selain itu biasanya digunakan untuk meredam rasa nyeri dan
faktor pekerjaan juga berpengaruhi [6] meredahkan batuk.
Tabel 4. Golongan Obat Yang Digunakan Drug Related Problems (DRPs) Yang Terjadi
Golongan Nama Obat Jumlah Persentase(%)
Obat
OAT Lini Isoniasid 12 21,05 Tabel 5. Profil berdasarkan DRPs yang terjadi.
Pertama No. Jenis DRPs Jumlah Persentase(%)
Rifampisin 12 21,05 1 Dosis kurang 1 20,00
Pirazinamid 12 21,05
2 Dosis Lebih 1 20,00
Etambutol 12 21,05
OAT Suntik Streptomisin 4 7,00 3 Indikasi yang 1 20,00
Lini Kedua tidak diobati
Florokuinolon Levofloksasin 1 1,75 4 Pemilihan obat 2 40,00
tidak tetap
Obat Codein 4 7,00 Total 5 100
Pendamping
Yang Diteliti
Total 57 100
Sumber: Data rekam medik RSTC Noongan.
Sumber: Rekam medic pasien Tuberkulosis rawat Drug related problems untuk profil
inap RSTC Noongan berdasarkan DRPs yang terjadi terbanyak yaitu
pemilihan obat tidak tepat sebanyak 2 kasus
Obat-obat yang digunakan yaitu dari (40,00%) yang merupakan obat pendamping yang
golongan OAT kategori satu dengan jenis obat diteliti yaitu obat kodein ditemukan dua kasus,
isoniazid, rifampisin, pirazinamid, etambutol yang pasien nomor 7 dan pasien nomor 10 yang
berjumlah 12 pasien (21,05%) dimana obat-obat ini berdasarkan keluhan utama pasien mengalami batuk
adalah obat wajib yang digunakan pasien berlendir apalagi pasien nomor 10 yang mengalami
tuberculosis dalam penanganan 58 hari pertama sesak nafas namun masih diberikan kodein yang
untuk membunuh virus-virus penyebab tuberkulosis dapat memberi efek menekan batuk sehingga lender
yang biasa disebut obat kategori satu obat-obat ini tidak keluar yang dapat berakibat sesak nafas.
untuk penggunaannya terhadap penyakit DRPs dosis kurang yang berjumlah satu
tuberkulosis sudah di atur dosisnya menurut kasus ditemukan penggunaan OAT yang tidak sesuai
permenkes nomor 67 tahun 2016, obat golongan berat badan pasien seperti yang dianjurkan
OAT kategori dua dengan jenis streptomisin dengan permenkes nomor 67 tahun 2016 yaitu obat OAT
jumlah 4 pasien (7,01%) adalah obat injeksi yang kategori dua diberikan pada pasien nomor 12 yang
biasa digunakan setelah pasien mengkomsumsi obat berberat badan 56kg hanya diberikat obat OAT
kategori satu, atau juga biasanya digunakan karena dengan dosis 3x1 yang seharusnya menurut
pasien kambuh, pasien putus berobat, paien gagal permenkes nomor 67 orang yang berberat badan 55-
dalam pengobatan kategori satu atau juga 70kg harus diberikan 4tablet obat 4KTD setiap hari.
mengalami resistensi terhadap obat obat ini untuk Begitupula dengan DRPs dosis lebih yang
penggunaannya terhadap penyakit tuberkulosis berjumlah satu kasus ditemukan juga penggunaan
sudah di atur dosisnya menurut permenkes nomor 67 OAT kategori 1 yang tidak sesuai standar literature
tahun 2016. menurut permenkes nomor 67 tahun 2016 yaitu obat
OAT kategori dua golongan florokuinolon OAT kategori satu diberikan pada pasien nomor 5
jenis levofloksasin sebanyak 1 pasien (1,75%) yang berberat badan 37kg diberikat obat OAT
adalah obat yang biasa digunakan setelah pasien kategori satu dengan dosis 3x1 yang seharunya
mengkomsumsi obat kategori satu, atau juga menurut permenkes nomor 67 orang yang berberat
biasanya digunakan karena pasien kambuh, pasien
29
Jurnal Biofarmasetikal Tropis. 2020, 3 (1), 25-30 e-ISSN 2685-3167
badan 30-37kg harus diberikan 2tablet obat 4KTD anti tuberkulosis di RSUP Prof . Dr . R . D .
setiap hari. Kandou Manado periode Juli 2014 – Juni 2015.
Sedangkan untuk DRPs kategori yang tidak diobati Irwanto Kondo.Skripsi Fakultas Kedokteran
berjumlah satu kasus dimana pasien nomor 10 Universitas Sam Ratulangi Manado, Jurnal e-
mengeluh nyeri kepala namun tidak diberikan obat clinic (eCI), 4, 344–348.
untuk sakit kepala untuk meredam sakit kepala
tersebut, biasanya diberikan obat paracetamol 3x1
sampai pasien tidak mengeluh saki kepala lagi.
KESIMPULAN
Drug related problems (DRPs) yang terjadi pada
pasien tuberculosis di rawat inap Rumah Sakit Tipe
C Noongan yaitu dosis kurang 1 (20,00%), dosis
lebih 1 (20,00%), indikasi yang tidak diobati 1
(20,00%) dan pemilihan obat tidak tepat 2 (40,00%).
DAFTAR PUSTAKA
30