Anda di halaman 1dari 19

OM SWASTYASTU

NAMA KELOMPOK :
1. Putu Defri Githayani (P07120219062)
2. Ni Kadek Tika Diyanti (P07120219072)
3. Kadek Melinda Sukmadewi (P07120219073)
4. Ni Made Winda Permatasari (P07120219076)

S.Tr Keperawatan/2B
PENGUKURAN DAN UJI PSIKOLOGIS PADA
KORBAN BENCANA
Pengertian Pengukuran
dan Uji Psikologis

❖ Purwanto (2012) mengemukakan bahwa pengukuran adalah suatu alat untuk mencapai
tujuan di dalam pengetahuan sosial, sehingga memungkinkan dipenuhinyakebutuhan
dari penilaian bidang tertentu. Perbedaan antara pengukuran dengan penilaian yaitu,
pengukuran merupakan kegiatan yang dilakukan bersifat kuantitatif terhadap suatu
objek atau atribut, sedangkan penilaian merupakan aktivitas yang dilakukan terhadap
prilaku yang bersifat kualitatif dan lanjutan dari pengukuran.
❖ Azwar (2013) mengemukakan bahwa pengukuran psikologis adalah suatu cara untuk
mengukur aspek individu secara psikis. Tujuan dari pengukuran ini yaitu untuk
mengukur berbagai kemungkinan atas bermacam kemampuan yang dimiliki dan faktor
yang mendukungnya, termasuk karier, prestasi, kemampuan, kepribadian, dan
inteligensi.
Dasar-dasar Pengukuran
Psikologis

Menurut Azwar (2013), dasar – dasar pengukuan psikologis antara lain:


1. Segala sesuatu yang dipersoalkan dalam psikologiadalah aspek-aspek psikologi yang
bersifat kualitatif.
2. Atribut psikolis tidak memiliki eksistensi riil.
3. Ekstensi dan strukturnya direkayasa secara teoritis (theoretical construct).
4. Sebagai sesuatu yang tidak memiliki eksistensi riil, atribut-atribut psikologis tidak
dapat dikaji atau diketahui secara langsung.
5. Hanya dapat diketahui secara tidak langsung melalui gejalanya atau manifestasinya.
6. Dalam pengukuran psikologis, tampilan atau manifestasi itu sengaja ditimbulkan lalu
dikuantifikasikan.
Ciri-Ciri Alat Ukur Psikologis

Valid atau memiliki validitas yang dapat diandalkan berarti alat ukur
01 tersebut dapat mengukur apa yang hendak diukur, misalnya kepribadian
dengan MMPI (Minnesota Multiphasic Personality Inventory).

Reliabel atau reliabilitas berarti dapat dipercaya atau memiliki konsistensi


02 atau keajekan sekarang diukur, dan beberapa waktu kemudian diukur
hasilnya relatif sama.

Objektif berarti siapa pun yang mengukurnya akan diperoleh hasil


03 yang relatif sama, terhindar dari pengaruh subjektif yang datang dari
personal yang bersangkutan.

Tujuan
Dimensi atau Atribut Psikologis
1. Motif
Motif adalah semua penggerak, alasan-alasan, atau dorongan-dorongan dalam diri man
usia yang menyebabkan seseorang berbuat sesuatu. Motif memberikan tujuan dan arah
kepada perilaku manusia (Purwanto, 2012).
2. Minat
Minat adalah suatu fungsi jiwa untuk dapat mencapai sesuatu dan tampak dari luar
sebagai gerak – gerik. Dalam menjalankan fungsinya, minat berhubungan erat dengan
pikiran dan perasaan (Purwanto, 2012).
3. Inteligensi
Sarlito dan Sarwono (2010) mengemukakan bahwa inteligensimerupakan kemampuan
untuk mengolah lebih jauh hal-hal yang kita amati.
4. Kepribadian
Menurut Weller (2005), kepribadian merupakan jumlah total kecenderungan bawaan
atau herediter dengan berbagai pengaruh dari lingkungan serta pendidikan yang
membentuk kondisi kejiwaan seseorang dan memengaruhi sikapnya terhadap
kehidupan.
Pengukuran Atribut Kognitif dan Nonkognitif

❖ Pengukuran inteligensi
❖ Pengukuran bakat khusus
❖ Pengukuran aspek-aspek kepribadian
❖ Pengukuran hasil belajar
Uji Psikologis
• Purwanto (2012) mengemukakan bahwa uji psikologi dalam lapangan psikologi diartikan
sebagai suatu cara untuk mengetahui aspek psikologi seperti intelegensi, ketekunan, bakat
musik,serta minat dari seseorang. Uji psikologis dipergunakan untuk penyelidikanberbagai
aspek kepribadian dan kemampuan seseorang.
• Salah satu masalah yang mendorong kebutuhan akan penggunaan tes psikologi ini adalah
dibedakan manusia abnormal dari manusia normal. Di suatu sekolah yang mengadakan uji
psikologis, telah dapat dibedakan penggolongan anak berdasarkan kemampuannya yaitu
anak yang terbelakang (educationdlly retarded), anak yang berkemampuan normal, anak-
anak yang berkemampuan lebih dari normal (intellectually gifted). Penggunaan tes telah
objektif karena telah dicobakan kepada sampel perilaku manusia tertentu, telah distandaris
asi yang cara pelaksanaannya dan isi tes telah ditetapkan sedemikian rupa, sehingga pelak
u tes pada tempat dan waktu berlainan dapat dibandingkan.
Dampak Bencana Pada Psikologi Individu
Pada bencana social, misalnya konflik, dua belas minggu paska bencana, 20-50 persen atau bahkan lebih masih
dapat menunjukkan tanda-tanda signifikan dari gangguan tersebut. Jika tidak diatasi dan diselesaikan dengan tep
at dan cepat, reaksi tersebut dapat menjadi gangguan psikologis yang serius.
1. Tahap Tanggap Darurat
Tahap ini adalah masa beberapa jam atau hari setelah bencana. Pada tahap ini kegiatan bantuan sebagian besar
difokuskan pada menyelamatkan penyintas dan berusaha untuk menstabilkan situasi.
2. Tahap Pemulihan
Setelah situasi telah stabil, perhatian beralih ke solusi jangka panjang. Disisi lain, euforia bantuan mulai menuru
n, sebagian sukarelawan sudah tidak datang lagi dan bantuan dari luar secara bertahap berkurang. Para penyintas
mulai menghadapi realitas.
3. Tahap Rekonstruksi.
Satu tahun atau lebih setelah bencana, fokus bergeser lagi. Pola kehidupan yang stabil mungkin telah muncul.
Selama fase ini, walaupun banyak penyintas mungkin telah sembuh, namun beberapa yang tidak mendapatkan
pertolongan dengan tepat menunjukkan gejala kepribadian yang serius dan dapat bersifat permanen. Pada tahap
ini risiko bunuh diri dapat meningkatkan, kelelahan kronis, ketidakmampuan untuk bekerja, kehilangan minat
dalam kegiatan sehari-hari, dan kesulitan berpikir dengan logis.
Dampak Bencana
Pada Komunitas

Bencana tidak hanya berdampak pada pribadi tapi juga pada komunitas. Paska bencana
dapat saja tercipta masyarakat yang mudah meminta (padahal sebelumnya adalah pekerj
a yang tangguh), masyarakat yang saling curiga (padahal sebelumnya saling peduli),
masyarakat yang mudah melakukan kekerasan (padahal sebelumnya cinta damai).
Bencana yang tidak ditangani dengan baik akan mampu merusak nilai-nilai luhur yang
sudah dimiliki masyarakat.
Lanjutan…

Saat penyintas dipaksa untuk meninggalkan tanah mereka dan bermigra


si di tempat lain, tanpa pelatihan dan bekal yang memadai, tidak hanya
kehidupan mereka yang terancam, namun juga identitas dirinya. Mereka
dipaksa menjadi peladang padahal sepanjang hidupnya adalah nelayan,
ataupun sebaliknya. Sebagai akibat jangka panjangnya, konflik perkawin
an meningkat, kenaikan tingkat perceraian pada tahun-tahun setelah
bencana dapat terjadi da juga meningkatnya kekerasan intra-keluarga
(kekerasan pada anak dan pasangan).
Assessment Psikososial
Paska Bencana

Assesment psikososial adalah proses untuk mengindentifikasi kondisi psikososia


l pada suatu kelompok/individu dan sumberdaya yang mereka miliki. Hasil asses
sment akan menjadi panduan dalam pelaksanaan program dukungan psikososial.
Beberapa hal yang perlu diassest meliputi :
1) Rasa aman
Terbangunnya rasa aman secara psikologis menjadi pondasi bagi berbagai
intervensi lainnya. Rasa aman psikologis dapat terbangun jika beberapa syarat
terpenuhi, misalnya penyintas mendapatkan makanan, minuman, kesehatan dan
lokasi berlindung yang memadai.
Lanjutan…

2) Kondisi kesehatan mental


Kondisi kesehatan mental dapat diasessest melalui berbagai metode, misalnya dengan berbagai
macam angket tentang stres paska trauma (terlampir) atau menggunakan metode lain, misalnya
melalui media debriefing.
3) Kearifan lokal
Setiap budaya pasti sudah mengembangkan aturan dan tradisi untuk melindungi komunitasnya,
termasuk memandu anggotanya untuk pulih dari suatu bencana. Pekerja kemanusiaan perlu
menggali informasi tentang ritual-ritual atau tradisi yang dimiliki, dan menggunakannya sebagai
bagian dari intervensi psikososial.
Proses assesment harus dilakukan dengan kreatif, peka terhadap kondisi penyintas dan peka
terhadap budaya lokal. Pada masa tanggap darurat assesment dapat dilakukan bersamaan dengan
pemberian bantuan bahan pokok.
Pengukuran dan Uji Psikologis dalam Bencana

1. Checklist Pengalaman Traumatis (CPT)


Berdasarkan hasil analisis data penilitian yang dilakukan oleh Salma da
n Rahmat Hidayat dalam “Pengembangan Instrumen Asesmen Untuk
Mendeteksi Pengalaman Traumatis Penyintas Erupsi Gunung Berapi”,
dapat disimpulkan bahwa Checklist Pengalaman Traumatis (CPT) valid
dan reliabel untuk digunakan sebagai instrumen asesmen cepat dampak
psikologis pada penyintas bencana erupsi gunung berapi, dengan koefis
ien reliabilitas rxx’= 0,854 dan koefisien validitas konkuren terhadap g
ejala trauma sebesar rxy= 0,487 (p< ,001).
Checklist Pengalaman Traumatis (CPT) merupakan instrumen asesmen pengalaman traumatis
pada penyintas erupsi gunung berapi yang sedang dikembangkan dalam penelitian ini. Aitem-
aitem dalam CPT disusun berdasarkan studi literatur dan hasil dari tahap preliminary
interview, yaitu wawancara terhadap sejumlah penyintas.

Instrumen asesmen yang dikembangkan dipilih dalam bentuk check


list dengan pilihan jawaban “Ya”/”Tidak”.
2. Resiliency Quotient
Untuk Resiliency Quotient item pernyataan terdiri dari pernyataan
positif (favorable) dan negatif (unfavorable). Dalam merespon item
tesebut subjek diminta untuk memilih jawaban yang paling
mewakili dirinya, dengan cara memilih sistem rating kategori yang
merentang dari “sangat setuju” sampai “sangat tidak setuju”.

Aspek resiliensi terdiri dari tujuh kemamp


uan emotion regulation, impulse control,
empathy, optimism, causal analysis, self-
efficacy, dan reaching out (Reivich dan S
hatté,2002).
OM SANTIH, SANTIH, SANTIH, OM

Anda mungkin juga menyukai