Anda di halaman 1dari 24

PENGARUH PSYCHOLOGICAL CAPITAL DAN

DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP SUBJECTIVE


WELL-BEING
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam
Bidang Psikologi

Disusun Oleh:

Atiqa Lutfiah
Npm; 41183507190013

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Universitas Islam ’45 Bekasi

2022
BAB 1

PENDAHULUAN

Subjective well-being merupakan arti yang berhubungan dengan kebahagiaan


(happiness). Menurut Diener (hamdana & Alhamdu, 2015) mengatakan bahwa
subjective well-being merupakan evaluasi kognitif dan sejumlah tingkatan
perasaan positif atau negatif seseorang. Subjective well-being adalah bagaimana
sesorang mengevaluasi kehidupan yang dijalani. Seseorang dikatakan memiliki
kesejahteraan subjektif yang tinggi apabila individu mengalami kepuasan hidup
dan lebih mengalami kegembiraan serta tidak terlalu sering mengalami emosi
yang tidak menyenangkan serta kesedihan dan kemarahan. Sebaliknya, seseorang
dikatakan memiliki kesejahteraan subjektif yang rendah apabila individu tidak
merasa puas dengan hidupnya, memiliki sedikit afeksi dan kegembiraan, dan lebih
sering mengalami emosi negtif seperti kemarahan dan kecemasan.

Kesejahteraan dan kebahagiaan individu tersebut merupakan salah satu faktor


alasan mengapa seorang manusia tetap bertahan hidup. Bertahan hidup merupaakn
naluri alami dari manusia. Banyak pilihan bagaimana manusia atau seorang
indivdu dapat bertahan hidup selain mensejahterakan dirinya secara psikologis.
Salah satu cara seorang indivdu dapat bertahan hidup adalah dengan cara bekerja
lalu mendapatkan uang. Dari hal itu individu dapat memenuhi segala
kebutuhannya guna mempertahankan hidupnya.

Banyak pilihan profesi pekerjaan yang tersedia dikehidupan manusia. Profesi


yang harus memiliki keahlian khusus seperti dokter, arsitek, psikolog, tenaga
pengajar, dan lain sebagainya, atau pekerjaan yang tidak harus memiliki keahlian
khusus dalam melakukannya. Namun sayangnya dalam menjalani pekerjaannya
tersebut seorang indivdu dapat mengalami yang namanya ketidak sejahteraan dan
kebahagiaan secara materil maupun psikologis. Hal tersebut dapat membahayakan
bagi diri individu dan menggangu kehidupannya.
Salah satu permasalahan yang sering terjadi pada pekerja marketing adalah
tidak bisa konsisten, terlebih jika harus mencari atau menarik perhatian nasabah
dengan memposting konten/info di sosial media. Seminggu aktif memberi
informasi di sosial media tetapi karena tidak ada perkembangan dapat membuat
seseorang merasa sia-sia akhirnya tidak memposting lagi. Banyak permasalahan
yang terjadi pada pekerja marketing atau pencari nasabah, baik dijalanan seperti
kondisi cuaca, rasa cemas dengan adanya begal, dan target yang harus dikejar
membuat individu stress. Carr (2004) menyatakan bahwa kebahagiaan dan
subjective well-being (SWB) mempunyai arti yang sama yaitu suatu kondisi
psikologis pada diri individu yang dikaitkan dengan kepuasan hidup, tingginya
emosi positif dan rendahnya emosi negative. Subjective well-being dapat diketahui
dari ada atau tidaknya perasaan bahagia (Luthans et al 2007).

Organisasi Kesehatan Dunia atau yang biasa disebut WHO (World Health
Organization 1948) menyatakan bahwa definisi kesehatan adalah kesejahteraan
fisik, sosial, dan mental tanpa ada gangguan (sakit atau cacat). Ketika individu
mampu mempersepsikan dirinya melalui kepuasan dan kperasaan yang
dimunculkan baik positif ataupun negative ketikan menjalankan perannya sebagai
marketik atau pencari nasabah yang ditargetkan. Diener (2000) Subjective well-
being ditentukan dengan bagimana cara individu mengevaluasi informasi atau
kejadian yang dialami dengan melibatkan proses kognitif yang aktif karena
menentukan bagaiaman informasi diinterpretasikan. Sementara reaksi afektif
dalam subjective well-being adalah reaksi individu terhadap peristiwa yang
meliputi emosi yang menyenangkan dan tidak menyenangkan dalam hidupnya.

Kesejahteraan subjektif tertuju pada bagaimana individu mengevaluasi


kehidupannya. Evaluasi tersebut berupa kognitif ketika seseorang individu
membuat penilaian dirinya secara evaluasi dengan sadar tentang kepuasannya
terhadap kehidupan secara keseluruhan (bakker & Oerlemans, 2010).
Kesejahteraan subjektif juga dapat diartikan sebagai evaluasi dari individu yang
mencakup reaksi emosional dari seorang individu terhadap kejadian serta
penilaian kognitif terhadap kepuasan dan pemenuhan hidupnya (Diener, Lucas &
Oishi, 2009).

Bertahan hidup merupakan naluri alami dari manusia. Banyak pilihan


bagaimana manusia atau seorang individu dapat bertahan hidup selain
mensejahterakan dirinya secara psikologis. Salah satu cara seorang individu dapat
bertahan hidup adalah dengan cara bekerja lalu mendapatkan uang. Dari hal itu
individu dapat memenuhi segala kebutuhannya guna mempertahankan hidupnya.

Diener, Lucas dan Oishi (2005) menjelaskan bahwa subjective well-being atau
kesejahteraan subjektif adalah evaluasi individu tentang kehidupannya, termasuk
penilaian kognitif terhadap kepuasan hidupnya serta penilaian afektif terhadap
emosinya, seperti apa yang disebut orang awam sebagai kebahagiaan, ketentraman
, dan kepuasan hidup. Ketika seorang pegawai marketing mepersepsikan dirinya
melalui kepuasan hidup dan perasaan yang dimunculkan baik positif ataupun
negative ketika menjalankan tugas memenuhi target. Sementara reaksi afektif
dalam subjective well-being adalah reaksi individu terhadap peristiwa yang
meliputi emosi yang menyenangkan dan tidak menyenangkan dalam hidupnya.

Avey, Luthans, Smith dan Palmer (2010) menyatakan bahwa subjective well-
being dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu : self-efficay, optimism, hope, dan
resilienc. Dapat dikatakan individu pekerja marketing atau pencari nasabah
dengan psychological capital yang tinggi akan lebih fleksibel dan mudah
beradaptasi untuk melakukan dan memenuhi target kerjanya. Jika individu
memiliki hope seperti harapan memenuhi target maka ada kemauan untuk mencari
cara agar harapan itu terpenuhi contohnya seperti memposting ke sosial media,
meminta tolong dengan teman atau keluarga untuk menjadi nasabah yang sudah
membooking.

Berdasarkan hasil wawancara pada 3 karyawan, dapat dikatakan 3 orang


karyawan tersebut kurang sejahtera. Dilihat dari aspek kognitif 2 diantaranya
sering merasa ketika tidak memenuhi target yang ditentukan perusahaan itu
karena kesalahan mereka yang kurang berusah dalam promosi dan meyakinkan
konsumen. Lalu pada aspek afektif, ke 3 karyawan tersebut sering merasa resah
karena target yang harus dicapai dan masih merasa malu-malu dalam
mempromosikan. Diener (2002) subjective well-being merupakan suatu bentuk
evaluasi mengenai kehidupan individu yang bersangkutan. Bentuk evaluasi ini
dapat dilakukan melalui dua cara yaitu penilaian secara kognitif dan respon
emosional terhadap kejadian.

Modal psikologis menjadi faktor yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif.


Luthans, Youssef, dan Avolio (2007) menjelaskan mengenai karakteristik dari
modal psikologis. Karateristik yang pertama adalah individu memiliki
kepercayaan diri untuk mengambil dan ditempatkan pada sebuah posisi yang
memerlukan usaha dan yakin berhasil dalam menyelesaikan tugas yang
menantang.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara pada 3 karyawan tentang dimensi


pada modal psikologi yaitu resiliensi, karyawan menyatakan mereka sering
menyerah dan merasa putus asa ketika tidak mencapai target kerja yang sudah
ditentukan. Aspek selanjutnya yaitu optimis 2 diantaranya ketika sudah memasuki
akhir bulan dan belum mencapai target, mereka akan menyerah dan tidak terlalu
berharap bisa mencapai target tersebut. Lalu pada aspek self-eficacy 3 orang
karyawan tersebut tidak merasa yakin dapat memenuhi target. Lalu pada aspek
terakhir yaitu hope ketika pada bulan sebelumnya ke 3 orang karyawan tersebut
tidak mecapai target, maka di bulan selanjutnya mereka juga berpikir bahwa tidak
akan bisa mencapai target dan tidak terlalu berusaha untuk mengejar target
tersebut. Dari hasil wawancara pada 3 orang karyawan dapat dikatakan bahwa
modal psikologi berhubungan dengan kesejahteraan subjektif, karena seseorang
dapat dikatakan memiliki kesejahteraan subjektif yang tinggi ketika individu lebih
banyak merasakan emosi yang menyenangkan dan sedikit merasakan emosi yang
tidak menyenangkan. (E.D, 2000)

Dalam penelitian Maulida (2017) membahas mengenai pengaruh modal


psikologis terhadap kesejahteraan subjektif pegawai yang bekerja pada bidang
pertambangan mendapatkan hasil bahwa dimensi efikasi diri memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap kesejahteraan subjektif.

Penulis juga mendapatkan faktor lainnya yang memperngaruhi kesejahteraan


subjektif selain dari faktor modal psikologis yaitu dukungan sosial. Sener dan
Azru (2011) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa dukungan emosional
yang termasuk dalam dukungan sosial mempengaruhi kesejahteraan subjektif
secara signifikan.

Sarafino (1998) menyatakan bahwa social support adalah suatu kesenangan,


perhatian, penghargaan, ataupun bantuan yang dirasakan dari orang lain atau
kelompok. Zimet et al (1998) mengatakan bahwa sosial support sebagai
diterimanya dukungan yang diberikan oleh orang-orang terdekat individu seperti
keluarga, teman, dan orang lain yang berarti dalam kehidupannya. Pekerja
marketing atau pencari nasabah dengan target seperti target booking perunit yang
dilakukan lewat telepon, bisa meminta teman atau keluarganya untuk menelpon
hanya agar nomornya tercatat sebagai nasabah yang sudah membooking. Cohen
dan Wills (dalam Elliot & Graming 1990) menemukan bahwa orang yang kurang
mendapatkan dukungan sosial support lebih banyak merasakan depresi dan
kecemasan.

Cutrona (dalam Elliot & Graming 1990) bahwa seseorang mendapatkan sosial
support memperlihatkan kesejahteraan (well being ) yang lebih baik dalam
berbagai tingkat stress dibandingkan dengan orang yang kurang memperoleh
sosial support. Sosial support yang diterima sangat berpengaruh dalam
memberikan fungsi-fungsi sosial dan psikologis yang penting bagi pekerja (Sears,
2001). Sosial support merupakan kekuatan individu untuk mengurangi tekanan-
tekanan yang didapatkan baik di dalam rumah ataupun diluar rumah. Melalui
sosial support diharapkan para pekerja terutama marketing atau pencari nasabah
dapat mencapai kesejahteraannya

Berdasarkan hasil wawanara pada 3 orang karyawan, 1 diantara mereka


merasa sedih dan tidak dinginkan karena kurang mendapatkan semangat/
dukungan dari keluarganya, tidak disapa saat pulang kerja dan merasa tidak lagi
diurusi khususnya pada makanan dirumah. Lalu 2 orang lainnya sering merasa
kesal karena kurang dukungan dari teman karena saat mereka meminta tolong
untuk bantuk menyebarkan informasi tentang mereka yang bekerja pada jasa
pinjam tetapi tidak dibantu sebarkan. Dan 3 orang karyawan tersebut juga merasa
tidak dapat dukungan dari orang terdekat seperti kekasihnya, karena mereka
sering bertengkar perihal waktu dan ketika bertemu juga masih sibuk dengan
handphone melayani cutomer diluar jam kerja. Dari hasil wawancara diatas, dapat
dikatakan bahwa dukungan sosial berpengaruh pada kesejahteraan subjektif.
Dukungan sosial yang diterima individu dapat memberikan pengaruh positif
berupa kesehatan maupun psikologis. (Maksum & Mabruri, 2016)

Sulastri, Sri dan Hartoyo (2014) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa


adanya pengaruh signifikan dengan arah yang positif dari dukungan instrumental
terhadap kesejahteraan subjektif. Hal tersebut mengartikan bahwa semakin tinggi
dukungan sosial maka semakin tinggi kesejahteraan subjektif individu.

Weiss (dalam Cutrona & Russel (1987) menjelaskan dukungan sosial dengan
salah satu dimensinya yaitu integrasi sosial yang memungkinkan individu untuk
memperoleh perasan memiliki terhadap suatu kelompok yang memungkinkannya
untuk membagi minat, perhatian serta melakukan kegiatan yang sifatnya rekreatif
secara bersama-sama dan dapat menghilangkan perasaan kecemasan yang bisa
meningkatkan kesejahteraan subjektif.

PT.SLB (Warung Dana Group) adalah perusahaan retail dan bergerak di


bidang bisnis dana tunai multiguna dengan jaminan BPKB Kendaran bermotor
yang beridiri sejak tahun 2016 hingga sekarang. Salah satu cabang Warung Dana
Grou Bekasi ada di Harapan Indah Bekasi, Jawa Barat. Dengan jumlah pegawai
52 orang.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara kepada 3 orang pegawai Warung


Dana Group mereka merasa kurang puas dengan hidupnya karena cuaca yang
tidak menentu ketika survey dan kurang yakin dapat memenuhi target
perbulannya yang sudah ditentukan oleh perusahaan. Sering merasa cemas saat
harus survey kerumah nasabah pada malam hari.

Dari kasus, fenomea dan hasil pengamatan secara langsung yang ditemukan
oleh penulis yang telah dijelaskan diatas menjadi dasar penulis untuk menguji
pengaruh setiap dimensi dari variabel modal psikologi dan dukungan sosial
melalui penelitian yang berjudul “Pengaruh psychological Capital dan
Dukungan Sosial terhadap Subjective Well-Being pada Pegawai Warung
Dana Group”

A. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas mengenai pengaruh


psychological capital dan dukungan sosial terhadap subjective well-being , maka
penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan psychological capital dan


dukungan sosial terhadap subjective well-being ?
2. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan self-efficacy pada variabel
psychological capital terhadap subjective well-being ?
3. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan opmism pada variabel
psychological capital terhadap subjective well-being ?
4. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan hope pada variabel psychological
capital terhadap subjective well-being ?
5. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan resiliency pada variabel
psychological capital terhadap subjective well-being ?
6. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dukungan keluarga pada variabel
dukungan sosial terhadap subjective well-being ?
7. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dukungan teman pada variabel
dukungan sosial terhadap subjective well-being ?
8. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan significant other pada variabel
dukungan sosial terhadap subjective well-being ?
B. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengaruh psychological capital terhadap subjective well-
being pada karyawan di Warung Dana Group
2. Untuk mengetahui pengaruh dukungan sosial terhadap subjective well-being
pada karyawan di Warung Dana Group
3. Untuk mengetahui pengaruh psychological capital dan dukungan sosial
terhadap subjective well-being pada karyawan di Warung Dana Group
C. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wawasan ilmu
pengetahuan psikologi, khususnya pada bidang psikologi industri organisasi.
Penelitian ini juga dapat mengembangkan modal psikologi, dukungan sosial
dan kesejahteraan subjektif.
2. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan wawasan para
perusahan-perusahan dan individu sebagai pegawai untuk meningkatkan
kesejahteraan subjektif pada pagawai dan dapat memaksimalkan dan
memberikan keuntungan bagi perusahaan dan kehidupan secara individu.
BAB 2
LANDASAN TEORI

A. Subjective well-being (Kesejahteraan Subjektif)


a. Pengertian subjective well-being

Subjective well-being atau kesejahteraan subjektif adalah penilaian individu


terhadap kehidupan dirinya yang meliputi penilaian kognitif mengenai kepuasan
hidup dan penilaian afektif mengenai mood dan emosi (Diener, Suh, Lucas &
Smith, 1999). Kesejahteraan subjektif dapat diartikan sebagai penilaian diri
seorang manusia terhadap kehidupannya yang mencakup penilaian kognitif,
seperti kepuasan hidup, dan evaluasi afektif (mood dan emosi), seperti perasaan
emosional positif dan negative (Eddington & Shuman, 2005).

Kesejahteraan subjektif juga dapat diartikan sebagai evaluasi dari individu


secara kognitif dan afektif mengenai kehidupannya, dan evaluasi ini mencakup
reaksi emosional dari seorang individu terhadap kejadian serta penilaian kognitif
terhadap kepuasan dan pemenuhan hidupnya (Diener, Lucas & Oishi 2009).
Kesejahteraan subjektif mengacu pada bagaimana individu mengevaluasi
kehidupannya. Evaluasi tersebut berupa kognitif ketika seorang individu membuat
penilaian dirinya secara evaluasi dengan sadar tentang kepuasannya terhadap
kehidupan secara keseluruhan (Bakker & Oerlemans 2010).

Diener, Kahneman dan Schwarz (dalam Diener & Scollon 2003)


subjective well-being adalah eveluasi subjektif masyarakan terhadap hidup
individu, yang meliputi konsep seperti kepuasan hidup, emosi yang
menyenangkan, perasaan pemenuhan, kepuasan dengan domain seperti
perkawinan, pekerjaan dan tinggi rendahnya situasi emosi. Dapat dikatakan
subjective well-being merupakan istilah umum yang mencakup berbagai konseop
yang terkait pada bagaimana individu merasakan dan berpikir tentang
kehidupannya. Menurutu Veenhoven (2008), subjective well-being adalah suatu
perbedaan antara penilaian kognitif dan afektif pada kehidupan.
Berdasarkan pengertian-pengertian yang dijelaskan di atas, dapat disimpulkan
bahwa kesejahteraan subjektif adalah penilaian subjektif individu terhadap dirinya
sendiri mengenai kehidupannya yang meliputi penilaian kepuasan hidup dan
emosi. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori dari Diener et al., (2005)
subjective well-being adalah evaluasi kognitif dan afektif individu terhadap
hidupnya yang mana evaluasi ini termasuk reaksi emosional terhadap peristiwa
penilaian terhadap kepuasan dan pemenuhan kehidupan.

b. Dimensi Subjective well-being

Subjective well-being mencakup beberapa aspek. Menurut Diener aspek


tersebut dibagai menjadi dua, yaitu aspek kognitif dan aspek afektif. Aspek
kognitif mencakup evaluasi kepuasan hidup secara global danevaluasi terhadap
kepuasan domain. Sedangkan aspek afektif mencakup evaluasi terhadap
keberadaan afek positif danevaluasi terhadap keberadaan afek negative.
Penjelasannya adalah sebagai beriku:

a) Aspek kognitif

Aspek kognitif dari subjective well-being adalah evaluasi terhadap kepuasan


hidup individu. Evaluasi tersebut dapat dikategorikan menjadi evaluasi umum
(global) dan evaluasi khusus (domain tertentu). Berikut ini penjelasan lebih lanjut
mengenai kedua penelitian tersebut.

1. Evaluasi terhadap kepuasan hidup secara global, yaitu evaluasi individu


terhadap kehidupannya secara menyeluruh. Penelitian umum ini merupakan
penelitian individu yang bersifat reflektif terhadap kepuasan hidupnya (Diener
et al., 2005).
2. Evaluasi kepuasan terhadap domain tertentu, yaitu penilaian yang dibuat
individu dalam mengevaluasi domain atau aspek tertentu dalam kehidupannya,
seperti kesehatan fisik dan mental, pekerjaan, rekreasi, hubungan sosial,
kehidupan dengan pasangan dan kehidupan dengan keluarga (Diener et al
2005).
b) Aspek Afektif

Aspek afektif kesejahteraan subjektif mengacu pada semua jenis evaluasi, baik
positif maupun negative, yang tersebut dibuat dalam kehidupan diri seorang
individu (Dienet, 2005). Dimensi afektif dari kesejahteraan subjektif dapat
dikategorikan menjadi evaluasi terhadap keberadaan afek-afek positif dan evaluasi
terhadap afek-afek negatif. Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai kategori
aspek afektif:

1. Evaluasi terhadap keberadaan afek positif. Afek-afek positif mengindikasikan


suasana dan emosi yang menyenangkan, seperti sukacita dan kasih sayang.
Afek-afek positif atau menyenangkan adalah bagian dari kesejahteraan
subjektif karena merefleksikan reaksi seseorang terhadpa peristiwa yang
menunjukkan bahwa kehidupan berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan
(Diener, 2005).
2. Evaluasi terhadap keberadaan afek negative. Afek-afek negative mencakup
suasana hati dan emosi yang tidak menyenangkan, dan merupakan respon
negative yang dialami individu sebagai reaksi terhadap kehidupan, kesehatan,
kejadian, dan keadaan mereka alami (Diener, 2005).
B. Psychological Capital
a. Pengertian Psychological Capital

Psychological capital menurut Luthans, Yousef, dan Avolio (2007)


merupakan kondisi perkembangan psikologi individu yang positif dengan
karakteristik: memiliki kepercayaan diri untuk mengambil dan mengerahkan
upaya agar berhasil dalam melaksanakan tugas-tugas yang menantang (sel-
efficacy), membuat atribusi positif tentang kesuksesan di masa kini dan masa
datang (optimis), gigih dalam mencapai tujuan, dan jika diperlukan mengalihkan
tujuan dalam rangka meraih keberhasilan (hope), dan jika masalah dan kesulitan
menimpa, indivdu mampu bertahan dan bangkit bahkan melebihi keadaan semula
untuk meraih kesuksesan (resiliency).
Menurut Pryce-Jones (2010) psychological capital meliputi sumber daya yang
dibangun individu ketika sesuatu berjalan dengan baik dan menutupi ketika
sesuatu berjalan tidak baik. Sumber daya ini meliputi resiliency, motivation, hope,
self-efficacy, dan self esteem.

b. Dimensi Psychological Capital

Menurut Luthans et.al (2007), terdapat empat dimensi psychological capital


yaitu self-efficacy, optimism, hope dan resiliency. Berikut penjelasan keempat
dimensi Psychological Capital.

1. Self-efficacy
a. Individu menemukan tujuan yang tinggi untuk individu dan memilih tugas
yang sulit
b. Individu menerima dan berhasil dalam tantangan
c. Individu mempunyai motivasi diri yang tinggi
d. Individu memberikan upaya yang dibutuhkan untuk meraih tujuannya
e. Individu gigih berjuang menghadapi hambatan
2. Optimism
a. Membuat atribusi yang umum
b. Atribusi yang stabil
c. Atribusi yang internal
3. Hope
a. goal-directed energy
b. planning to meet goals
4. Resiliency
a. Bangkit dari kegagalan
b. Kemajuan
c. Peningkatan tanggung jawab
C. Dukungan Sosial
a. Pengertian Dukungan Sosial
Zimet et.al (1988) menggambarkan dukungan sosial sebagai diterimanya
dukungan yang diberikan oleh orang-orang terdekat individu seperti keluarga,
teman dan orang lain yang berarti dalam kehidupan individu. Menurut Sarafino
(1994) menyatakan bahwa dukungan sosial yaitu bentuk penerimaan dari individu
atau sekelompok orang terhadap individu yang menimbulkan persepsi dalam
dirinya bahwa individu disayangi, diperhatikan, dihargai, dan ditolong.

Serason (2001) mengatakan bahwa dukungan sosial adalah keberadaan,


kesediaan, kepedulian dari orang-orang yang diandalkan, menghargai, dan
menyayangi kita. Menurut King (2012) dukungan sosial adalah informasi atau
umpan balik dari orang lain yang menunjukan bahwa individu dicintai, dan
diperhatikan, dihargai, dan dihormati, dan dilibatkan dalam jaringan komunikasi
dan kewajiban yang timbal balik.

b. Dimensi Dukungan Sosial

Zimet et.al (1988) mengemukakan bahwa dukungan sosial dapat di terima dari
tiga sumber antara lain:

1. Dukungan keluarga
a. Membantu dalam membuat keputusan
b. Membantuk kebutuhan secara emosional
2. Dukungan teman
a. Tempat bercerita
b. Bantuan dalam memecahkan masalah
3. Significant other
a. Merasa dihargai
b. Merasa dipercaya
D. Kerangka Berpikir

Karyawan merupakan salah satu bagian yang penting dalam perusahaan.


Perusahaan akan berjalan dengan lancar apabila karyawan bekerja dengan baik
dan secara totalitas. Hal tersebut membuat kesejahteraan subjektif pada karyawan
menjadi penting demi kemajuan perusahaan agar karyawan dapat melakukan
tugasnya dengan baik sehingga dapat meminimalisi kesalahan dalam melakukan
pekerjaannya.

Menurut Luthans (2007) kepuasan individu, kebahagiaan di tempat kerja


merupakan sikap yang dihasilkan apabila terdapat modal psikologi pada diri
individu. Modal psikologi adalah kondisi psikologi positif seseorang, modal
psikologi dapat meningkatkan kesejahteraan individu, Luthans (2007).

Secara tidak sadar setiap karyawan selalu berusaha menyesuaikan diri dengan
lingkungannya, berpikir bagaimana cara agar mencapai target kerja yang sudah
ditetapkan perusahaan setiap bulannya, merasa resah setiap memasuki akhir bulan
tetapi belum mencapai target. Hal ini tentu dapat mempengaruhi kinerja
perusahaan. Hal tersebut juga didukung dan diperkuat oleh teori-teori seperti hasil
penelitian oleh Sener, dan Arzu (2011) mengenai modal psikologi yang dapat
mempengaruhi kesejahteraan subjektif, dan Maulida (2017) yang meneliti hal sam
terhadap pegawai.

Psychological capital yang dimiliki akan membantu mengembangkan dan


meningkatkan kemampuan serta well-being yang dimiliki, Luthans (2007). Hal
tersebut karena, jika self efficacy yang tinggi maka individu berupaya mencapai
tujuannya dan percaya mampu untuk mencapainya. Selanjutnya, individu
memiliki kemauan dan menghasilkan beberapa solusi untuk masalahnya Ihope),
membuat atribusi internal dan memiliki harapan yang positif pada suatu hasil
(optimisme), dan menghadapi secara positif dan bertahan dalam menghadapi
kesulitan (resiliency). Hal tersebut sesuai dengan keadaan yang sedang dihadapi
karyawan Warung Dana.
Selanjutnya, dukungan sosial juga merupakan hal yang penting dalam
meingkatkan kesejahteraan subjektif. Dalam penelitian Diener & Seligman (2005)
menemukan bahwa orang yang sangat bahagia memiliki hubungan sosial yang
luas dan memuaskan serta menghabiskan sedikit waktu sendirian dibandingkan
orang biasa. Sebaliknya orang yang tidak bahagia memiliki hubungan sosial
secara signifikan lebih buruk dibandingkan orang biasa. Ketika karyan mendapat
dukungan dari orang lain sepeti keluarga, atasan ataupun rekan kerja, ia akan
merasa dirinya didukung dan memiliki orang lain yang dapat diandalkan ketika
mendapat kesulitan sehingga karyawan tidak merasa bahwa ia sendiri.

menurut Zimet et.al (1988) menggambarkan dukungan sosial sebagai


diterimanya dukungan yang diberikan oleh orang-orang terdekat individu seperti
keluarga, teman, dan orang lain yang berarti dalam kehidupan individu. Dengan
dukungan keluarga, tugas yang tadinya terasa berat menjadi ringan dan
membahagiakan. Cohen dan Wills (1985) menemukan bahwa orang yang kurang
mendapatkan dukungan sosial lebih banyak merasakan depresi dan kecemasan.

Psychological Capital
(Luthans, Youssef Avolio
2007) (X1)
1. Self efficacy
2. Optimisme
3. Hope
4. Resiliency
Subjective well-being (Diener
et.al 2005) (Y)
Dukungan Sosial ( Zimet et 1. Aspek kognitif
al 1988) (x2) 2. Aspek afektif
1. Dukungan teman
2. Dukungan keluarga
3. Significant Other

Gambar 1 Kerangka Berpikir


E. Hipotesis

Menurut Ginting ( 2006: 95) hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap


permasalahan yang diidentifikasi. Hipotesis melaporkan ikatan apa yang kita cari
ataupun apa yang mau kita pelajari. Sebaliknya hipotesis bagi Nazir ( 2005: 151)
merupakan suatu taksiran ataupun rujukan yang diformulasikan dan diterima
untuk sementara yang bisa menerangkan fakta-fakta yang diamati maupun
kondisikondisi yang diamati, serta digunakan sebagai petunjuk buat langkah-
langkah riset berikutnya.

Ha1: Adanya pengaruh antara psychological capital terhadap subjective well-


being karyawan Warung Dana Group

Ho1: Tidak adanya pengaruh antara psychological capital terhadap subjective


well-being karyawan Warung Dana Group

Ha2: Adanya pengaruh antara dukungan sosial terhadap terhadap subjective well-
being karyawan Warung Dana Group

Ho2: Tidak adanya pengaruh antara dukungan sosial terhadap terhadap subjective
well-being karyawan Warung Dana Group

Ha3: Adanya pengaruh antara psychological capital dan dukungan sosial secara
simultan terhadap subjective well-being karyawan Warung Dana Group

Ho3: Tidak adanya pengaruh antara psychological capital dan dukungan sosial
secara simultan terhadap subjective well-being karyawan Warung Dana Group

F. Orisinalitas Penelitian yang akan Dilakukan

Psychological Capital dengan Kebahagian pada Wanita


JUDUL
Dewasa Awal Yang Mengalami Konflik Peran Ganda
NAMA JURNAL Administrasi Bisnis
TAHUN 2019
VARIABEL  Psychological Capital (x1)
 Kebahagiaan (x2)
 Konflik perang ganda (y)
Menurut Luthans (2007:30 psychological capital ada
kondisi perkembangan positif seseorang dan di
karakteristikan oleh: 1) memiliki kepercayaan diri (self
efficacy) untuk menghadap tugas-tugas yang menantang
dan memberikan usaha yang cukup untuk sukses dalam
TEORI tugas tersebut; 2) membuat atribusi yang positif
(optimism) tentang kesuksesan dimasa kini dan masa
depan; 3) tidak mudah menyerah dalam mencapai tujuan
dan bila perlu mengalihkan jalan untuk mencapai tujuan
(hope); 4) ketika dihadapkan pada permasalahan dan
halangan dapat bertahan dan kembali (resiliency)
METODE  Metode penelitian kuantitatif
Hasil dalam penelitian ini menunjukan bahwa
HASIL psychological capital memiliki hubungan positif yang
signifikan dengan kebahagiaan (sig= 0.00<0.05,r=0,46**)
JUDUL Pengaruh Dukungassn Sosial terhadap Pola Pengasuhan
Orang Tua anak Berusia Middle Childhood dari Keluarga
Miskin
NAMA JURNAL Jurnal psikologi Ulayat
TAHUN 2015
VARIABEL  Dukungan social (x1)
 Pola pengasuhan orangtua (y)
TEORI Dukungan social didefnisikan sebagai sebuah pertukaran
sumber daya antara minimal dua individu yang
dipersepsikan oleh salah satu pihak bertujuan untuk
membantu (shumaker & Brownell, dalam Zimet, Dahlem,
Zimet, & Farley 1988)
METODE  Metode dalam penelitian ini menggunakan metode
terapan atau applied research, eksplanatoris
dengan pendekatan kuantitatif
HASIL Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dukungan social
tidak mempunyai pengaruh sgnifikan terhadap pola
pengasihan authoritative dan permissive. Sebaliknya,
sukungan social mempengaruhi pola pengasuhan
authotitarian secara signifikan.
Judul Pengaruh Optimism dan Sosial Support terhadap
Subjective Well-Being pada Anggota Bintara Pelaksana
Polri
Nama Jurnal Jurnal Psikologi
Tahun 2017
Variabel  Opmisme (x1)
 Social support (x2)
 Subjective well-being (y)
Teori Diener (2002) subjective well-being merupakan suatu
bentuk evaluasi mengenai kehidupan individu yang
bersangkutan. Bentuk evaluasi ini dapat dilakukan melalui
dua cara yaitu penilaian secara kognitif dan respon
emosional terhadap kejadian
Metode Metode dalam penelitian ini menggunakan metode
kuantitatif korelasi
Hasil Hasil analisis korela menunjukan bahwa nilai signifikansi
pada variable coping stress dan suvjective well-being
kurang dari 0,05 yaitu p=0,00 sehinggi dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan antara coping stress dengan
subjective well-being dengan koefisien korelasi sebesar
0,604.

Sedangkan peneliti sendiri tertarik untuk mengambil judul “Pengaruh


Psychological capital dan Dukungan Sosial terhadap Subjective well-being
karyawan Warung Dana Group”. Yang membedakan dengan penelitian
sebelumnya adalah terletak pada tempat dan waktu serta variabel yang
terpengaruh yaitu Subjective well-being
LAMPIRAN SKALA BAKU PSYCHOLOGICAL CAPITAL (LUTHANS ET.AL) PSQ-24
items
LAMPIRAN SKALA BAKU SUBJECTIVE WELL-BEING (DIENER ET.AL) SWLS-5 items

LAMPIRAN SKALA BAKU DUKUNGAN SOSIAL (ZIMET ET.AL)


MSPSS-12 items
LANDASAN TEORI

a. Subjective well-being (Diener et.al 2005)

Subjective well-being adalah evaluasi kognitif dan efektif individu


terhadap hidupnya, yang mana evaluasi ini termasuk reaksi emosional
terhadap peristiwa serta penilaian terhadap kepuasan dan pemenuhan
hidupnya.

Skala baku : Statisfaction with life scale (SWLS) Diener et al (1985) lima
item

1. Aspek kognitif
2. Aspek afektif
b. Psychological Capital (Luthans, Youssef Avolio 2007)

Psychological capital merupakan suatu keadaan psikologis positif pada


individu yang berkontribusi pada kemajuan dirinya dan terdiri dari beberapa
komponen seperti mempunyai kepercayaan pada diri untuk menghadapi dan
memberikan usaha yang diperlukan untuk menyelesaikan pada tugas yang
menantang, memiliki penilaian positif untuk kesuksesan masa kini dan masa
yang akan datang, giat dalam mencapai tujuan, dan mengarahkan langkah
menuju tujuan untuk mencapai kesuksesan, dan disaat dilanda masalah dan
kesulitan, seseorang dapat menyeimbangkan dan mencoba kembali untuk
mencapai kesuksesan

Skala baku: PSQ 24

1. Self efficacy
2. Optimisme
3. Hope
4. Resiliency
c. Dukungan Sosial ( Zimet et al 1988)

Dukungan sosial adalah menerima dukungan yang telah di berikan oleh


orang terdekat seperti keluarga, teman dan orang lain yang berarti dalam
kehidupan seseorang.

Skala baku: The Multidimensional Scale Of Perceived Sosial Support


(MSPSS) 12 item

1. Dukungan teman
2. Dukungan keluarga
3. Significant Other
Bibliography
Anggraini, S., Wicaksono, A. S., & Sholichah, I. F. (2022). PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL
TERHADAP SUBJECTIVE WELL BEING PADA SENIMAN TEATER DI KOTA GRESIK .
jurnal Psikosains, 73-82.

Diani, P. M., & Salendu, A. (2018). PERAN MEDIASI PSYCHOLOGICAL CAPITAL DALAM
HUBUNGAN ANTARA HARMONIOUS PASSION DENGAN SUBJECTIVE WELL-
BEING. JURNAL PSIKOLOGI ILMIAH.

Khairudin, & Mukhlis. (2019). Peran Religiusitas dan Dukungan Sosial terhadap
Subjective Well-Being pada Remaja. jurnal psikologis.

Sardi, Lutfi.N., Yulia Ayriza. 2020. Pengaruh Dukungan Sosial Teman Sebaya terhadap
Subjective Well-Being pada Remaja yang Tinggal di Pondok Pesantren. Jurnal Psikologi.
41-48

Maulida, D., & Saleh, A. R. (2017). Pengaruh Modal Psikologis dan Totalitas Kerja
terhadap Kesejahteraan Subjektif. Psikohumaniora: Jurnal Penelitian psikologi,
143-160.

Melya, Y., & Zaitul. (2019). Pengaruh Modal Psikologis Terhadap Komitmen Karir : Peran
Kesejahteraan Subjektif & Kepuasan Kerja Sebagai Mediasi pada Pegawai Setda
Provinsi Smbarpada Pegawai Setda Provinsi Smbar. Jurnal Program
Pascasarjana, 1-13.

Samputri, S. K., & Sakti, H. (2015). ). Dukungan sosial dan subjective well being pada
tenaga kerja wanita PT. Arni Family Ungaran. Jurnal Empati, 208-216.

Singhal, H., & Rastogi, R. (2018). Psychological capital and career commitment :the
mediating effect of subjective well-being. Management Decision, 458-473.

Yusti, M. (2014). Dukungan Sosial dan Subjective Well-Being pada Lanjut Usia Bersuku
Jawa di Provinsi Jawa. skripsi.

Sastavian, Diah. (2020). Hubungan Psychological Capital Dengan Kesejahteraan


Psikologis Karyawan di PT.X. Journal Psikologi. 6(1)

Anda mungkin juga menyukai