I. Pendahuluan
Dalam dunia psikologi dikenal berbagai metode yang digunakan sebagai
pendekatan reedukasi terhadap individu yang menghadapi masalah. Bagi akademisi
psikologi, metode-metode tersebut merupakan tata cara yang baku dan sistematis dalam
memberikan penanganan psikologis terhadap individu yang membutuhkan pertolongan.
Proses penanganan itu bertujuan untuk meningkatkan fungsi mental individu agar lebih
baik (sehat) dibanding pada saat ia memulai proses itu.
Ketika individu datang atau menemui seorang psikolog, hal itu bermakna bahwa ia
membutuhkan bantuan untuk menolongnya keluar dari suatu masalah psikologis.
Permasalahan yang dihadapinya dapat dipastikan sebagai permasalahan psikologis yang
memerlukan bantuan dari seorang ahli ilmu jiwa (psikolog), sehingga ia mengharapkan
bantuan psikolog yang kompeten untuk mencarikan solusi dari permasalahan yang ia
hadapi. Pada saat itulah individu dikatakan “sakit” secara mental dan menginginkan
“sembuh” secara mental pula. Oleh karena itu, metode-metode yang digunakan dalam
dunia psikologi untuk membantu seseorang yang mengalami “sakit” mental (gangguan
psikologis) sangat menekankan pada menyembuhkan aspek mental yang terganggu itu.
Hal itu berkaitan erat dengan konsep kesehatan mental (mental health) yang
menjadi salah satu kajian utama psikologi, khususnya psikologi klinis. Secara umum,
terminologi kesehatan mental sangat majemuk. Para ahli terlihat berbeda pandangan
dalam mendefinisikan kesehatan mental dalam paradigma semantik, akan tetapi secara
substansial memiliki arah pemaknaan yang sama. Prinsip dasar dari kesehatan mental
adalah kesehatan mental itu lebih dari tiadanya (tidak sekadar) perilaku abnormal,
kesehatan mental itu merupakan konsep yang ideal tentang sehatnya aspek psikologis
individu, dan kesehatan mental sebagai bagian dari karakteristik kualitas hidup
(Notosoedirdjo & Latipun, 2002).
Frank, L.K (dalam Notosoedirdjo & Latipun, 2002) mengatakan bahwa kesehatan
mental merupakan orang yang terus menerus tumbuh, berkembang, dan matang dalam
1
Bahril Hidayat, 2002
2
Bahril Hidayat, 2002
jiwa (psikolog ataupun psikiater) untuk membantunya keluar dari permasalahan yang ia
hadapi. Kemudian, secara simultan, psikolog akan memilih salah satu metode psikologi
sebagai sistem yang mampu menciptakan peningkatan kesehatan mental individu. Salah
satu metode yang paling dikenal dan cukup efektif adalah metode konseling.
3
Bahril Hidayat, 2002
dari beberapa tahap yang disusun berdasarkan situasi konseli sejak ia datang pertama
kali menemui konselor, yaitu pada saat individu mengalami permasalahan psikologis yang
menurutnya membutuhkan bantuan konselor.
Dengan dasar situasi itu proses konseling disusun dalam dua tahap. Tahap
pertama dimulai sejak konseli datang sampai dengan ia selesai menceritakan
masalahnya dan diam. Tahap kedua dimulai sejak konseli diam dan konselor memberikan
tanggapan-tanggapannya. Tahap pertama disebut tahap persiapan dan tahap kedua
disebut tahap pertolongan. Masing-masing tahap ini pun terdiri lagi dari beberapa
langkah. Langkah pertama adalah adalah langkah menghadirkan diri secara penuh
(attending). Langkah kedua adalah langkah menanggapi (responding). Langkah ketiga
adalah personalisasi (personalization) dan langkah keempat adalah menginisiasi
(initiating). Ketiga langkah terakhir ini termasuk dalam tahap kedua, yakni pertolongan.
Untuk jelasnya tahapan dan langkah-langkah tersebut tersusun sebagai berikut (Konseng,
1996:46).
4
Bahril Hidayat, 2002
5
Bahril Hidayat, 2002
6
Bahril Hidayat, 2002
IV. Kasus1
Subjek adalah seorang remaja perempuan berusia 16 tahun. Ia telah hidup
menjadi anak jalanan setelah minggat dari rumahnya. Penyebab subjek minggat dari
rumahnya adalah ia diperkosa oleh paman kandungnya sendiri di saat usianya masih 13
tahun.
Setelah subjek mengalami peristiwa itu, di saat ia masih menginjak usia remaja
pertengahan, subjek merasa sangat tertekan (depresi). Ia sering merasa trauma, takut,
cemas, tapi tidak berdaya menghadapi perasaan itu. Pernah terlintas niat di kepalanya
untuk menceritakan kejadian itu terhadap orang tuanya, akan tetapi tidak dilakukannya. Ia
takut bahwa orangtuanya justru tidak menerima hal itu, karena orangtuanya sangat keras
(otoriter) dalam mendidik subjek dan saudara-saudaranya. Akhirnya, ia justru memilih
untuk minggat dan hidup menjadi anak jalanan.
Berkaitan dengan keadaan orang tua subjek, konselor mengetahui bahwa
sebenarnya orang tuanya sudah berusaha mencari keberadaan subjek. Bahkan, melalui
seorang temannya (key person) yang kebetulan berasal dari satu daerah dengan subjek,
konselor mendapat informasi bahwa subjek pernah dikirim mendapat surat dari orang
tuanya—melalui temannya tersebut—yang meminta agar ia kembali ke rumah. Temannya
tersebut tidak berani mengatakan keberadaan subjek karena ia takut kalau-kalau subjek
akan memarahinya, karena ia tahu bahwa subjek tidak ingin pulang karena masih takut
dan trauma dengan kejadian tersebut.
IV. Analisis Kasus Melalui Proses Konseling Berdasarkan RET (Rational Emotive
Therapy)
Berdasarkan permasalahan di atas, dan apa dampaknya terhadap diri klien,
konselor menyimpulkan bahwa klien mengalami confused yang diakibatkan oleh
bertumpuknya (represi) problem. Hal itu berdampak pada ketidakmampuan klien untuk
menyikapi problem secara adaptif. Oleh karena itu, konselor berupaya mengembalikan
Kasus ini merupakan kasus yang ditangani langsung oleh penulis. Sebelumnya, penulis telah menyajikan
1
kasus ini pada makalah terdahulu, akan tetapi penulis merujuk ulang kasus ini karena secara kebetulan
relevan dengan tema tulisan ini. Dengan demikian, koherensi tematis tulisan terhadap analisis kasus dan
kompetensi penulis untuk menganalisisnya secara riil (karena berdasarkan pengalaman langsung) akan
dapat dipaparkan secara proporsional.
7
Bahril Hidayat, 2002
C Reaksi:
Depresi dan Minggat
8
Bahril Hidayat, 2002
cara berpikirnya yang tidak rasional terhadap masalah itu. Tahap pertama yang dilakukan
konselor adalah mencoba mengulangi seluruh cerita subjek secara sistematis. Konselor
mengajak subjek untuk melakukan evaluasi terhadap kasus itu agar meyakinkan subjek
bahwa pola pikirnya adalah salah. Tentu saja hal itu dilakukan setelah konselor
meyakinkan subjek bahwa ia sehat dan mampu berpikir rasional untuk mengevaluasi
masalahnya secara lebih positif. Bukan dengan cara seperti saat ini, yaitu lari dari rumah
dengan sebab keyakinan-keyakinannya yang salah (irasional).
Kemudian, konselor berusaha meyakinkan bahwa cara pandang subjek terhadap
peristiwa perkosaan yang menimpa dirinya merupakan kenyataan yang tidak dapat ditolak
lagi. Hal itu tidak dapat diubah, karena itu sudah terjadi. Namun, yang lebih penting
adalah bagaimana kondisi subjek ke depan dapat lebih baik dari saat ini (depresi dan
menjadi anak jalanan).
Konselor berusaha merekonstruksi pola kognitif subjek bahwa keyakinannya
terhadap fakta perkosaan itu dengan bersikap malu, takut dimarahin dan tidak dipercaya
orang tuanya, merupakan keyakinan-keyakinan yang salah. Lebih dari itu, konselor
berusaha meyakinkan bahwa sikap orangtuanya yang keras (otoriter), rasa malu (aib),
dan ketakutan-ketakutan irasional lainnya tidak seharusnya disikapi dengan cara
menciptakan kondisi kecemasan dalam dirinya, atau bahkan minggat dari rumah.
Konselor menekankan bahwa subjek harus berani menghadapi kenyataan itu dan
seharusnya menceritakan kejadian itu kepada orang tuanya. Pulang ke rumah dengan
menyusun ulang keyakinan-keyakinan baru yang lebih sehat terhadap masalah itu adalah
jalan keluar dari kompleksitas permasalahan hidup di jalanan.
VI. Simpulan
Konsep kesehatan mental merupakan salah satu kajian utama dalam psikologi
klinis. Istilah kesehatan mental mencakup suatu keadaan yang sehat sehat secara
psikologis yang memiliki indikator-indikator tertentu, misalnya mampu menyesuaikan diri,
bertanggung jawab, mampu berkembang secara dinamis, dan mampu
mengaktualisasikan diri (potensi) secara baik di masyarakat. Kadang, individu mengalami
goncangan atau stressor yang mengakibatkan dirinya kehilangan konsep-konsep atau
indikator-indikator kesehatan mental itu.
9
Bahril Hidayat, 2002
Pada saat itu, individu membutuhkan pertolongan dari seorang profesional yang
kompeten dalam mengatasi permasalahan tersebut. Psikolog sebagai salah satu
akademisi yang memegang peran pada kondisi tersebut, perlu kiranya mengaplikasikan
metode-metode psikologi yang ia kuasai untuk merumuskan solusi dari masalah itu. Salah
satu metode populer adalah konseling, karena konseling merupakan metode re-edukasi
yang efektif untuk menciptakan kesehatan mental bagi konseli.
Akhirnya, dengan segala permasalahan individu dan masyarakat, salah satu
masalah urgen adalah kesehatan mental masyarakat, dapat difasilitasi oleh konseling.
Metode konseling yang dilakukan secara individual maupun klasikal terhadap konseli
bertujuan untuk merumuskan problem solving dari masalah-masalah psikologis konseli.
Apabila problem solving sudah terwujud, maka permasalahan psikologis itu akan
mendapatkan jalan keluar yang memadai. Keadaan inilah yang menciptakan kondisi
kesehatan mental individu dan masyarakat.
10
Bahril Hidayat, 2002
Daftar Pustaka
Chaplin, J, P. 1999. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Corey, G. 1997. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.
Mappiare, AT. 2002. Pengantar Konseling dan Psikoterapi. Jakarta:PT. Raja Grafindo
Persada.
11