Kuliah ke-2
_________________________________________________________________________________
Sinopsis
Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan
keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi, dan produksi, yang pada
akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Dalam menjaga stabilitas ekonomi,
pemerintah mempunyai target atau sasaran inflasi yang harus dicapai. Sasaran inflasi yang
ditetapkan pemerintah pada 2018 sebesar 3,5 persen. Sasaran inflasi diharapkan dapat
menjadi acuan bagi pelaku usaha dan masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonomi ke
depan sehingga tingkat inflasi dalam kondisi terkontrol dan stabil.
Laju inflasi nasional 2018 yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) sebesar 3,13
persen, masih berada dalam target dan sasaran prediksi pemerintah. Hal ini menunjukkan
pemerintah berhasil mencapai sasaran atau target inflasi yang telah ditentukan. Potret kilas
balik kondisi inflasi nasional pada 10 tahun yang lalu, yakni pada 2008 sebesar 11,06 persen,
melebihi target yang ditetapkan pemerintah berkisar 5 persen. Inflasi 2008 yang cukup tinggi
tentunya berada dalam kondisi inflasi tinggi yang tidak stabil.Penyumbang inflasi 2008 yakni
meningkatnya harga minyak dunia yang akhirnya memaksa pemerintah untuk menaikkan
harga BBM pada Mei 2008.
Selain itu, meningkatnya harga komoditas pangan dunia (kebutuhan bahan pangan
impor seperti kedelai, jagung, dan terigu) sejak akhir 2007 yang otomatis meningkatkan biaya
pokok produksi perusahaan juga memberikan kontribusi angka inflasi yang sangat besar. Hal-
hal lain seperti kelangkaan sumber energi baik gas maupun minyak di berbagai daerah
maupun kekurangan suplai listrik yang mengharuskan terjadinya pemadaman juga berperan
meningkatkan inflasi karena mendorong pembengkakan biaya produksi.
Bila membandingkan dari seri data inflasi 10 tahunan (2009-2018), inflasi tahun 2009
sebesar 2,78 persen dikatakan inflasi terendah sepanjang sejarah Indonesia. Pemerintah
menargetkan laju inflasi sepanjang 2009 mencapai 4,5 persen. Hal ini tentunya berdampak
baik bagi kestabilan perekonomian Indonesia.
Untuk pertumbuhan ekonomi, BPS mencatat sebesar 5,17 persen pada kuartal III
tahun 2018. Angka ini lebih rendah dari target yang dipatok dalam APBN 2018 sebesar 5,4
persen, namun masih sesuai dengan prediksi pemerintah dalam perkiraan 5,14 persen hingga
5,21 persen, sejalan dengan momentum perekonomian nasional. Adapun penopang
Sejak bulan Maret 1966, Indonesia memasuki pemerintah Orde Baru.Berbeda dengan
pemerintahan Orde Lama, dalam era Orde Baru ini perhatian pemerintah lebih ditujukan pada
peningkatan kesejahteraan masyarakat lewat pembangunan ekonomi dan sosial di tanah air.
Sebelum rencana pembangunan lewat Repelita dimulai, terlebih dahulu pemerintah
melakukan pemulihan stabilitas ekonomi, sosial dan politik serta rehabilitas ekonomi di
dalam negeri.Sasaran dari kebijakan tersebut terutama adalah untuk menekan kembali tingkat
Tujuan jangka panjang dari pembangunan ekonomi di Indonesia pada pada masa Orde
Baru, adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui suatu proses industrialisasi
dalam skala besar, yang pada saat itu dianggap sebagai satu-satunya cara yang paling tepat
dan efektif untuk menanggulangi masalah-masalah ekonomi seperti kesempatan kerja dan
defisit neraca pembayaran.
Sebelum pembangunan dilanjutkan pada tahap berikutnya, yakni tinggal landas
mengikuti pemikiran Rostow dalam “tahapan dari pertumbuhan”, selain itu stabilitas,
rehabilitas dan pembangunan yang menyeluruh pada tahap dasar, tujuan utama dari pada
pelaksanaan Repelita I adalah untuk membuat Indonesia menjadi swasembada, terutama
dalam kebutuhan beras.
Pada bulan April 1969, Repelita I dimulai dan
dampaknya juga dari Repelita-Repelita berikutnya selama
Orde Baru terhadap perekonomian Indonesia yang cukup
mengagumkan, terutama dilihat pada tingkat makro. Proses
pembangunan berjalan sangat cepat dengan laju pertumbuhan
rata-rata pertahun yang cukup tinggi, jauh lebih baik dari pada selama Orde Lama, dan juga
relatif lebih tinggi dari pada laju rata-rata pertumbuhan ekonomi dari kelompok NB.
Keberhasilan pembangunan ekonomi di Indonesia pada zaman Soeharto, tidak saja
disebabkan oleh kemampuan kabinet yang dipimpin oleh Presiden Soeharto jauh lebih
baik/solid disbanding pada masa Orde Lama dalam menyusun rencana, strategi dan kebijakan
pembangunan ekonomi, tetapi juga berkat tiga hal : Penghasilan ekspor yang sangat besar
dari minyak, terutama pada periode oil boom pertama pada tahun 1973-1974, Pinjaman luar
negeri, dan PMA yang khusunya sejak dekade 1980-an perannya di dalam pembangunan
ekonomi Indonesia meningkat tajam. Dapat dikatakan, bahwa kebijakan Soeharto yang
mengutamakan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi, yang didasarkan pada sistem ekonomi
liberal.
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS BOROBUDUR
Paradigma pembangunan ekonomi Indonesia dalam konsep politik “Trilogi
Pembangunan” (Tiga syarat yang terkait saling memperkuat dan saling mendukung), yaitu
stabilitas nasional yang mantap dan dinamis dalam bidang politik dan ekonomi, pertumbuhan
ekonomi yang tinggi, dan pemerataan pembangunan.
Sejak masa Orde Lama hingga berakhirnya masa Orde Baru dapat dikatakan, bahwa
Indonesia telah mengalami dua orientasi kebijakan ekonomi yang berbeda, yaitu dari
ekonomi tertutup yang berorientasi sosialis pada zaman rezim Soeharto. Perubahan orientasi
kebijakan ekonomi ini membuat kinerja ekonomi nasional pada masa pemerintahan Orde
Baru menjadi jauh lebih baik dibandingkan pada masa pemerintahan Orde Lama.
Beberapa kondisi utama yang harus dipenuhi terlebih dahulu agar suatu usaha
membangun ekonomi dapat berjalan dengan baik;
___________________________________________________
_________________
C. Pemerintahan Transisi
_________________________________________________________________________
D. Pemerintahan Reformasi Hingga Kabinet SBY
Defisit Pertumbuhan
PDB U P
APBN
Harga
BBM
BP Q X
CD
Inflasi
Gambar 1.1 : Efek dari kenaikan Harga BBM terhadap Ekonomi dan Kemiskinan
di Indonesia,
Suatu Ilustrasi Teoritis
Kombinasi antara kenaikan harga BBM dan melemahnya nilai rupiah akan berdampak
pada peningkatan laju inflasi. Secara fundamental, tingginya inflasi di Indonesia disebabkan
oleh masih tingginya ekspektasi inflasi terkait dengan kebijakan pemerintah mengenai
kenaikan administered prices dan perkembangan nilai tukar rupiah yang cenderung terus
melemah.
Menjelang akhir jabatan SBY, perekonomian Indonesia menghadapi dua goncangan
eksternal, yaitu harga BBM yang terus naik dan kenaikan harga pangan di pasar global.Kedua
goncangan eksternal tersebut sangat mengancam kestabilan perekonomian nasional,
khususnya tingkat inflasi.
Banyak faktor yang membuat perekonomian Indonesia lebih baik dalam menghadapi
krisis 2008-2009 dibandingkan tahun 1997-1998, diantaranya adalah kondisi perbankan
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS BOROBUDUR
nasional yang jauh lebih baik dari pada masa Orde Baru dan keberhasilan pemerintah dalam
merespon krisis tersebut dengan tetap menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan menambah
pengeluaran pemerintah yang dikenal dengan sebutan stimulus fiskal.
Selamat Belajar…