Nama Dosen
Ruchan Sanusise
Disusun Oleh :
MANAJEMEN 4C
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BHAYANGKARA SURABAYA
TAHUN AJARAN 2018-2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ekonomi Indonesia merupakan salah satu kekuatan ekonomi berkembang utama dunia yang
terbesar di Asia Tenggara dan terbesar di Asia ketiga setelah China dan India. Ekonomi
negara ini menempatkan Indonesia sebagai kekuatan ekonomi terbesar ke-16 dunia yang
artinya Indonesia juga merupakan anggota G-20. Setelah mengalami gejolak politik dan
sosial yang hebat pada pertengahan 1960an di bawah Presiden Soekarno, Indonesia yang
dipimpin oleh Presiden Soeharto segera melakukan restrukturisasi tata kelola fiskal yang
tercerai berai akibat berbagai kebijakan ekonomi yang memberatkan perimbangan
neraca APBN yang ada dengan berbagai cara, dari mengadakan renegosiasi terkait
pembayaran utang jatuh tempo hingga meminta IMF untuk mengasistensi
pengelolaan fiskal Indonesia yang masih rapuh. Selama 2 dekade Indonesia membangkitan
kembali ekonomi, ekonomi Indonesia yang ditopang dari
kegiatan industri dan perdagangan berbasis ekspormenggerakkan ekonomi Indonesia masuk
sebagai salah satu The East Asia Miracle pada tahun 1990an, di mana Indonesia mampu
menciptakan stabilitas politik, sosial dan pertahanan-keamanan yang menjadi fondasi
ekonomi yang kuat untuk menghasilkan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi
dengan ditopang dari sektor industri manufaktur berbasis ekspor dan industri pengolahan
sumber daya alam.
B. Rumusan Masalah
Sejalan dengan latar belakang diatas adapun rumusan masalah sebagai beriku.
PEMBAHASAN
Indonesia memilili sistem ekonominya sendiri yaitu sostem ekonomi pancasila sistem
ekonomi pancasila adalah sistem ekonomi yang berasaskan nilai dan moral pancasila. Sistem
ekonomi ini menjadi identitas perekonomian Indonesia. Sebutan lain dari sistem ekonom
pancasila adalah sistem demokrasi ekonomi. Di sini istilah demokrasi ekonomi dan ekonomi
pancasila akan digunakan bergantian. Keduanya dimaknai dalam arti yang mirip satu sama
lain. Dalam ekonomi pancasila terkandung undur demokrasi, maka bisa disebut juga
demokrasi ekonomi.
Pengertian demokrasi ekonomi dapat dideskripsikan sebagai kekuasaan rakyat melalui
pemerintah yang mewakilinya dalam mengelola kegiatan ekonomi. Ekonomi pancasila
menerapkan nilai-nilai pancasila, termasuk demokrasinya pada sila keempat, sebagai fondasi
dari setiap tindakan dan kegiatan ekonomi Negara
Awal Kemerdekaan
Keadaan ekonomi Indonesia pada akhir kekuasaan Jepang dan pada awal berdirinya Republik
Indonesia sangat kacau dan sulit. Latar belakang keadaan yang kacau tersebut disebabkan
karena Indonesia yang baru saja merdeka belum memiliki pemerintahan yang baik, dimana
belum ada pejabat khusus yang bertugas untuk menangani perekonomian Indonesia
Soekarno (1945-1967)
Indonesia mengalami tiga fase perekonomian di era Presiden Soekarno. Fase pertama yakni
penataan ekonomi pasca-kemerdekaan, kemudian fase memperkuat pilar ekonomi, serta fase
krisis yang mengakibatkan inflasi. Pada awal pemerintahan Soekarno, PDB per kapita
Indonesia sebesar Rp 5.523.863. Pada 1961, Badan Pusat Statistik mengukur pertumbuhan
ekonomi sebesar 5,74 persen. Setahun berikutnya masih sama, ekonomi Indonesia tumbuh
5,74 persen. Lalu, pada 1963, pertumbuhannya minus 2,24 persen. Angka minus
pertumbuhan ekonomi tersebut dipicu biaya politik yang tinggi. Akibatnya, Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) defisit minus Rp 1.565,6 miliar. Inflasi melambung
atau hiperinflasi sampai 600 persen hingga 1965. Meski begitu, pertumbuhan ekonomi
Indonesia masih dapat kembali ke angka positif pada 1964, yaitu sebesar 3,53 persen.
Setahun kemudian, 1965, angka itu masih positif meski turun menjadi 1,08 persen. Terakhir
di era Presiden Soekarno, 1966, ekonomi Indonesia tumbuh 2,79 persen.
Soeharto (1967-1998)
Masa kekuasaan Soeharto adalah yang terpanjang dibandingkan presiden lain Indonesia
hingga saat ini. Pasang surut perekonomian Indonesia juga paling dirasakan pada eranya. Ia
menjadi presiden di saat perekonomian Indonesia tak dalam kondisi baik. Pada 1967, ia
mengeluarkan Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 1967, tentang Penanaman Modal
Asing. UU ini membuka lebar pintu bagi investor asing untuk menanam modal di Indonesia.
Tahun berikutnya, Soeharto membuat Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) yang
mendorong swasembada. Program ini mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga
tembus 10,92 persen pada 1970. Ekonom Lana Soelistianingsih menyebut, iklim ekonomi
Indonesia pada saat itu lebih terarah, dengan sasaran memajukan pertanian dan industri. Hal
ini membuat ekonomi Indonesia tumbuh drastis. Setelah itu, di tahun-tahun berikutnya,
hingga sekitar tahun 1997, pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung tinggi dan terjaga di
kisaran 6-7 persen.
Era Reformasi
BJ Habibie (1998-1999)
Pemerintahan Presiden Baharuddin Jusuf Habibie dikenal sebagai rezim transisi. Salah satu
tantangan sekaligus capaiannya adalah pemulihan kondisi ekonomi, dari posisi pertumbuhan
minus 13,13 persen pada 1998 menjadi 0,79 persen pada 1999. Habibie menerbitkan berbagai
kebijakan keuangan dan moneter dan membawa perekonomian Indonesia ke masa
kebangkitan. Kurs rupiah juga menguat dari sebelumnya Rp 16.650 per dollar AS pada Juni
1998 menjadi Rp 7.000 per dollar AS pada November 1998. Pada masa Habibie, Bank
Indonesia mendapat status independen dan keluar dari jajaran eksekutif.
Pada masa pemerintahan Megawati, pertumbuhan ekonomi Indonesia secara bertahap terus
meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2002, pertumbuhan Indonesia mencapai 4,5 persen dari
3,64 persen pada tahun sebelumnya. Kemudian, pada 2003, ekonomi tumbuh menjadi 4,78
persen. Di akhir pemerintahan Megawati pada 2004, ekonomi Indonesia tumbuh 5,03 persen.
Tingkat kemiskinan pun terus turun dari 18,4 persen pada 2001, 18,2 persen pada 2002, 17,4
persen pada 2003, dan 16,7 persen pada 2004. Perbaikan yang dilakukan pemerintah saat itu
yakni menjaga sektor perbankan lebih ketat hingga menerbitkan surat utang atau obligasi
secara langsung.
Pada masa pemerintahannya, Joko Widodo atau yang lebih akrab disapa Jokowi merombak
struktur APBN dengan lebih mendorong investasi, pembangunan infrastruktur, dan
melakukan efisiensi agar Indonesia lebih berdaya saing. Namun, grafik pertumbuhan
ekonomi Indonesia selama empat tahun masa pemerintahan Jokowi terus berada di bawah
pertumbuhan pada era SBY. Pada 2015, perekonomian Indonesia kembali terlihat rapuh.
Rupiah terus menerus melemah terhadap dollar AS. Saat itu, ekonomi Indonesia tumbuh 4,88
persen. Pada 2016, ekonomi Indonesia mulai terdongkrak tumbuh 5,03 persen. Dilanjutkan
dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2017 sebesar 5,17. Sementara pada kuartal II-2018,
ekonomi tumbuh 5,27 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Hanya ada sedikit
perbaikan dibandingkan kuartal sebelumnya.
BAB III
PENTUP
A. Kesimpulan