Anda di halaman 1dari 21

Nama : Ayu Kusuma Ninggrum

Jurusan : Menegement

NIM : 201211371

KATA PENGANTAR

Puji Syukur saya panjatkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat dan
karuniaNya, makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Adapun tujuan penulisan karya
ilmiah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Ekonomi Makro, pada semester I, di tahun
ajaran 2012, dengan judul “Makro Ekonomi pada Era Reformasi di Indonesia”. Dengan membuat
tugas ini saya diharapkan mampu untuk lebih mengenal tentang bagaimana perkembangan ekonomi
yang terjadi di Indonesia.

Dalam penyelesaian makalah ini, saya tidak mengalami kendala yang cukup berarti, karena dalam
pengerjaannya saya bekerja dengan sangat baik hingga makalah ini pun terselesaikan tepat pada
waktunya. saya juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang ikut membantu dalam
pencarian data dan informasi, baik secara langsung maupun tidak langsung.

            Harapan saya, semoga makalah yang sederhana ini, dapat diterima oleh Ibu Lia Amalia
Prof.Dr.MM. selaku Dosen Mata Kuliah Ekonomi Makro, serta saya juga mengharapkan makalah
yang saya susun ini dapat menambah wawasan bagi siapa saja yang membaca materi yang telah saya
ambil ini.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hampir 60 tahun bangsa Indonesia melakukan pembangunan ekonomi, dan selama itu pula
pertumbuhan ekonomi mengalami pasang surut. Fluktuasi pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat
terkait dengan fluktuasi stabilitas social, politik dan keamanan. Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat
dari nilai absolute maupun nilai relative. Secara absolute berarti dilihat dari perubahan PBD tahun lalu
dengan sekarang.

Untuk mempermudah penggambaran masa pertumbuhan ekonomi Indonesia, dapat dipilah menjadi
tiga bagian yaitu masa orde lama, orde baru dan masa reformasi.

Masa orde lama

Setelah kemerdekaan 1945 hingga tahun 1965, perekonomian Indonesia memasuki era yang
sangat sulit, karena bangsa Indonesia menghadapi gejolak social, politik dan keamanan yang sangat
dahsyat, sehingga pertumbuhan ekonomi kurang diperhatikan. Kegiatan ekonomi masyarakat menjadi
sangat minim, perusahan-perusahaan besar saat itu merupakan perusahaan peninggalan penjajah yang
mayoritas milik orang asing, dimana produk berorientasi pada ekspor. Pada periode tahun 1950-an,
Indonesia menerapkan model guidance development dalam pengelolaan ekonomi, dengan pola dasar
Growth with Distribution of Wealth di mana peran pemerintah pusat sangat dominan dalam mengatur
pertumbuhan ekonomi (pembangunan semesta berencana). Model ini tidak berhasil, karena begitu
kompleksnya permasalhan ekonomi social, politik dan kemanan yang dihadapi pemerintah dan ingin
diselesaikan secara bersama-sama dan simultan. Puncak kegagalan pembangunan ekonomi orde lama
adalah terjadi hiper inflasi yang mencapai lebih 500% pada akhir tahun 1965 (Tambunan: 2001).

Masa Orde Baru

Belajar dari kegagalan Orde Lama, Orde Baru sejak awal tahun 1970 merupakan planned
economy dengan pola Growth First then Distributing of Wealth. Planned economy yang dianut
Indonesia merujuk pada pertumbuhan perekonomian dengan pola kemajuan perekonomian suatu
masyarakat melalui beberapa tahapan, sehingga pada masa itu pemerintah mengenalkan adanya
Pembangunan Jangka Panjang Tahap I (PJPT I) dan PJPT II. Pembangunan jangka panjang juga
dimasyarakatkan dengan nama Repelita. Program ini menunjukkan keberhasilan, terutama dilihat dari
indicator makro ekonomi yaitu tingkat pertumbuhan eonomu tang tinggi, pertumbuhan pendapatan
yang tinggi,, tingkat inflasi yang rendah, kestabilan nilai tukar rupiah, rendahnya tingkat
pengangguran dan perbaikan sarana perekonomian.

Masa Reformasi
Pada pertengahan tahun 1997, krisis moneter melanda negara-negara di kawasan Asia
Tenggara, termasuk Indonesia. Krisis moneter di Indonesia dimulai dengan menurunnya nilai tukar
rupiah. Hal itu memicu penurunan produktivitas ekonomi serta munculnya disfungsi institusi ekonomi
dalam mengatasi krisis tersebut. Kelompok masyarakat yang kritis melihat bahwa krisis ini
merupakan kesalahan Orde Baru yang di nilai tidak baik dalam mengurus pemerintahan. Hal ini
kemudian mengarah pada munculnya krisis legitimasi kepercayaan atas pemerintahan Orde Baru.
Masyarakat kampus yang terdiri atas para mahasiswa, dosen, dan rektor mulai menyuarakan
pendapatnya melalui berbagai media, baik itu seminar, diskusi, mimbar bebas hingga aksi
demonstrasi. Permasalahan krisis kepercayaan terhadap pemerintahan Orde Baru makin meningkat
dengan di angkatnya kembali Soeharto sebagai presiden Republik Indonesia. Berbagai peristiwa
bentrokan antara kelompok mahasiswa dan tentara serta kelompok pendukung Soeharto pun mulai
bermunculan.

Krisis multidimensi yang melanda Indonesia dalam kurun waktu tahun 1997-1998
memberikan akses yang besar terhadap dinamika kehidupan ekonomi, politik, dan sosial bangsa.
Dimulai dari krisis ekonomi yang menghantam Indonesia pada tahun 1997, efek domino pun langsung
mendera masyarakat Indonesia di berbagai lini. Penurunan tingkat daya beli, munculnya krisis sosial,
dan meningkatnya pengangguran karena PHK menjadi permasalahan sosial yang krusial. Krisis
politik, krisis sosial, dan krisis legitimasi atas pemerintahan Orde Baru kemudian bermunculan
sebagai reaksi utama.
Berbagai krisis yang melanda Indonesia ini juga dihiasi oleh berbagai peristiwa berdarah dan
politis di dalamnya. Krisis demi krisis yang harus di hadapi oleh Indonesia pada kurun waktu 1997-
1998 membuat Indonesia tersadar. Proses nation-state building yang harus di lakukan oleh Indonesia
selepas masa pemerintahan Presiden Soeharto pada 1996, ternyata baru memasuki tahapan
permulaannya. Berbagai manuver politik dan aksi demonstrasi mahasiswa pun mewarnai berbagai
peristiwa pada kurun waktu awal bergulirnya gerakan reformasi yang di perakarsai oleh mahasiswa
dan beberapa tokoh masyarakat di tahun 1998.

Kita sepakat mengatakan, kondisi ekonomi makro saat ini adalah stabil. Hal itu didasarkan
pada rendahnya suku bunga, rendahnya inflasi dan stabilnya nilai tukar rupiah. Cadangan devisa juga
menguat. Semuanya dinyatakan dalam pengertian yang relatif, mengingat di antara variabel tersebut
tetap saja diikuti gejolak pada masa Orde Lama ke Orde Baru, walau dalam skala rendah. Secara
logika keadaan ini sudah harus mampu mendorong perkembangan sektor riil. Namun demikian, hal
itu tidak juga terjadi. Memang banyak faktor yang menyebabkan mengapa hal itu tidak terjadi yang
antara lain oleh faktor ekonomi maupun non ekonomi. Faktor ekonomi umpamanya adalah masalah
transportasi, jalan dan jembatan, energi listrik dan sebagainya. Sementara dari faktor non ekonomi
seperti masalah hukum (ketidak pastian hukum), masalah politik (meningkatnya suhu politik
menghadapi pemilu 2009), masalah sosial (meninggkatnya kriminalitas yang muncul dampak dari
pengangguran yang tinggi). Masalah transportasi/jalan raya/jembatan yang jelek berakibat pada
turunnya tingkat efisiensi perusahaan. Waktu angkutan barang baik bahan baku maupun barang
jadimenjadi semakin panjang. Biaya penyusutan moda angkutan juga semakin tinggi.Akibatnya biaya
angkut menjadi naik. Hal lainnya adalah distribusi barang menjaditak merata, yang akhirnya akan
mengundang kenaikan harga barang pada daerah-daerah tertentu, yang menciptakan kondisi
perekonomian terganggu. Faktor non ekonomi memberikan andil yang besar mengapa kondisi
ekonomi makroyang stabil tidak juga mendorong sektor riil. Kita bertanya apa sebenarnya investasi
itu. Investasi adalah dana yang ditanamkan dalam perusahaan yang dapat menambah peralatan modal
atau peralatan sektor produktif sehingga dapat mendorong kemampuan berproduksi. Inilah yang
disebut dengan real investment. Apa yang terjadi saat ini adalah financal investment, yang pada
dasarnya tidak menambah peralatan produksi tapi hanya memperbesar arus uang saja.
B. Identifiksi Masalah Dan Batasan Masalah

1. Utang Negara dalam APBN

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau yang biasa disingkat APBN merupakan
rencana keuangan tahunan pemerintah pusat yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
APBN memuat rincian yang sistematis atas rencana pendapatan yang akan diterima dan nilai pagu
maksimal yang akan dibelanjakan oleh negara. APBN Indonesia hingga kini masih menerapkan
sistem penganggaran defisit. Hal inilah yang menyebabkan terdapat kolom pembiayaan dalam APBN
untuk mengisi nilai pendapatan pembiayaan (netto) yang diperlukan untuk menutupi kekurangan
pendapatan negara. Untuk menutupi kekurangan pendapatan negara tersebut banyak cara yang dapat
dipilih dari sekian banyak opsi seperti penjualan aset yang dimiliki, utang dan lainnya. Namun dari
semuanya itu, utang (terlepas apapun jenisnya) merupakan instrumen yang paling sering digunakan
pemerintah dalam pelaksanaan APBN, karena memiliki tingkat risiko yang dapat dikendalikan,
tingkat fleksibilitas yang tinggi (dari segi waktu, jenis dan sumbernya), dan kapasitas yang sangat
besar.

2. Pembangunan Nasional Orde Lama

Pada masa orde lama yang dipimpin oleh Ir. Soekarno, kondisi politik tidak stabil yang
mengakibatkan usaha-usaha pembangunan yang telah direncanakan menjadi gagal. Pada masa ini
pemerintah Indonesia, menerapkan sistem demokrasi parlementer (1949-1959), dan terjadi tujuh kali
pergantian kabinet. Akhirnya, pembangunan ekonomi menjadi kacau. Oleh karena itu, pada tanggal 5
Juli 1959 presiden mengeluarkan dekrit. Setelah dekrit presiden tersebut, pemerintah menerapkan
demokrasi terpimpin, dan menyusun program pembangunan nasional semesta berencana 8 tahun.
Dalam rangka membiayai pembangunan pemerintah terus mencetak uang sehingga menimbulkan
inflasi.

3. Kebijakan Fiskal (Fiscal Policy)

Kebijakan Fiskal adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka
mendapatkan dana-dana dan kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemerintah untuk membelanjakan
dananya tersebut dalam rangka melaksanakan pembangunan. Atau dengan kata lain, Kebijakan Fiskal
adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi
lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip
dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih
menekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah. Instrumen kebijakan fiskal adalah
penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak.

4. Inflasi

Suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan
dengan mekanisme pasar dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat
yang meningkat atau adanya ketidak lancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga
merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu
peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum
tentu menunjukan inflasi. Inflasi dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-
menerus dan saling pengaruh-mempengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan
peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Ada
banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah CPI dan GDP
Deflator.

5. Sektor Rill dan Non Rill

Sektor riil adalah sektor penghasil barang seperti: pertanian, pertambangan, dan industri
ditambah kegiatan yang terkait dengan pelayanan wisatawan internasional, sedangkan Sektor non-
riil adalah sektor lainnya seperti: listrik, bangunan, perdagangan, pengangkutan, keuangan, dan
jasa-jasa ( Pemerintahan, Sosial, Perorangan )

C. Perumusan Masalah

Dalam perkembangan sistem ekonomi di Indonesia dapat kita katakan sangat sulit untuk di lewati
pada saat masa peralihan dari Orde Lama menjadi Orde Baru, dan pada saat peralihan tersebutlah
terjadi berbagai macam krisis ekonomi yang berdampak pada masyarakat serta pembangunan
pada Indonesia sendiri, Berikut ini adalah pembahasan masalah yang akan di identifikasi
berdasarkan latar belakang yang ada :
 Beberapa masa-masa yang di lewati Indonesia pada saat peralihan Era Reformasi dalam
sistem ekonomi yang berbeda-beda.
 Kelebihan dan kekurangan sistem ekonomi yang mengakibatkan terjadinya bebrapa
fluktuasi ekonomi yang tidak di inginkan.
 Mengapa terjadinya sistem barter dan Inflasi sebagai jalan keluar untuk mengurangi
peredaran Mata uang Asing dan nilai tukar Rupiah yang rendah.
 Terjadinya beberapa kebijakan untuk memperlancar pembangunan sistem di Indonesia
pada masa transisi, serta
 Terjadinya Utang Negara APBN yang menimbulkan tersendatnya Pembangunan
Nasional Orde Lama

D. Manfaat Penulisan

Menambah pengetahuan global masyarakat terutama orang “ Awam” terhadap perkembangan


ekonomi di Indonesia dalam masa peralihan ekonomi pada masa orde lama sehingga menjadi era
ekonomi yang bertransformasi ke pola pikir yang lebih terbuka ( Modern ). Dengan cara
membandingkan dan melihat perkembangan ekonomi di Indonesia selama periode pemerintahan
Bapak IR. SOEKARNO hingga Orde Baru, khususnya di Era Reformasi. Dan agar dapat mengetahui
beberapa hal-hal yang menyebabkan melemahnya perekonomian di Indonesia di era reformasi dan
penyebab terjadinya hutang piutang antar Negara Asing sehingga dapat membantu perekonomian
Indonesia itu sendiri.

E. Tujuan Penulisan

Bertujuan untuk mengetahui secara mendalam terhadap pertumbuhan ekonomi makro di


Indonesia yang dilanda inflasi dan suku bunga tinggi, dan merosotnya perekonomian dalam negeri
yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM dan kebijakan moneter yang
hanya menyentuh sektor tertentu saja. Kebijakan yang berakibat buruk terhadap perekonomian dalam
negeri adalah akibat dari kenaikkan BBM, yang menyebabkan daya beli masyarakat menjadi menurun
karena kenaikan itu tidak dibarengi dengan kenaikan upah yang layak, dan pada sektor manufaktur
biaya produksi meningkat tajam sehingga menimbulkan kenaikan harga barang-barang dan
pengurangan tenaga kerja.

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Teori Ekonomi makro

Ekonomi makro atau makroekonomi adalah studi tentang ekonomi secara keseluruhan.


Makroekonomi menjelaskan perubahan ekonomi yang memengaruhi banyak rumah tangga
(household), perusahaan, dan pasar. Ekonomi makro dapat digunakan untuk menganalisis cara terbaik
untuk memengaruhi target-target kebijaksanaan seperti pertumbuhan ekonomi, stabilitas harga, tenaga
kerja dan pencapaian keseimbangan neraca yang berkesinambungan. Istilah formal ekonomi makro
(macroeconomics) sendiri diperkenalkan pada 1945, ada yang menulisnya macro-economic, ada juga
yang menulisnya macroeconomics. Subyek utama ilmu ekonomi makro sendiri, yaitu pertumbuhan
ekonomi itu sendiri.

Pada awalnya, studi ekonomi makro lebih dikenal sebagai studi Teori Moneter (Monetary
Theory) dan Teori Siklus Bisnis (Business CycleTheory). Teori Moneter bersumber pada studi "teori
kuantitas uang" yang menjelaskan hubungan sebab-akibat antara perubahan uang beredar dan
perubahan output serta tingkat harga umum (inflasi). Perdebatannya mempertanyakan: apakah
perubahan jumlah uang beredar yang menyebabkan perubahan output dan tingkat harga, atau
sebaliknya, perubahan output dan tingkat harga yang menyebabkan perubahan jumlah uang beredar.
Setelah terjadinya pergerakan ekonomi yang tidak fluktuatif, terciptalah beberapa prinsip-prinsip
ekonomi tersendiri olah lima tokoh ternama dalam ilmu ekonomi makro yang telah merumuskan
beberapa prinsip-prinsip utama mengenai ilmu ekonomi makro yang bisa diterima oleh berbagai
aliran utama ekonomi makro yaitu Adam Smith (1723-1790), David Richardo (1772-1823), Joan
Violet Robinson ( 1903 – 1983 ), John Maynard Keynes ( 1883 – 1946 ), dan Hernando De Soto
(2000), yang memiliki pandangan tersendiri mengenai perinsip ekonomi itu sendiri.

Terjadinya Fluktuasi output di sekitar tren output potensial sebagian besar disebabkan oleh
perubahan permintaan agregat (aggregate demand/AD). Perubahan AD ini bersumber dari perubahan
pengeluaran konsumsi, investasi, perubahan ekspektasi, dan interaksi diantara semua unsur tersebut.
Faktor penentu AD ini dapat dipengaruhi oleh pemerintah melalui kebijakan moneter dan fiskal,
sebagai dua perangkat kebijakan stabilisasi ekonomi makro. Proses fluktuasi output jangka pendek
disekitar tren output potensial juga mencerminkan proses penyesuaian akibat sistem ekonomi
mengalami "guncangan" (shock) yang berkelanjutan. Kebijakan stabilisasi makro hanya
mempengaruhi output dalam jangka pendek, dan dalam jangka panjang kebijakan stabilisasi makro
bersifat netral terhadap ekonomi. Pengaruh jangka pendek ini disebabkan oleh adanya
kekakuan/ketegaran (stickiness/rigidities) dalam ekonomi, baik yang bersifat nominal, riil, maupun
institusional. Konsensus ketiga ini sebenarnya kembali menegaskan konsensus pertama yang
menyatakan bahwa output jangka panjang tumbuh mengikuti tren output potensial, namun dilihat dari
aspek penerapan kebijakan stabilisasi makro. Meskipun diakui bahwa kekakuan/ketegaran sektor riil
mempunyai kontribusi pada inflasi dalam periode tertentu, inflasi yang berkelanjutan dalam jangka
panjang selalu disebabkan oleh faktor moneter (persistent inflation is always a monetary
phenomenon). Sehingga untuk memerangi inflasi diperlukan disiplin fiskal (yaitu dengan tidak
membiayai defisit fiskal melalui pencetakan uang) dan disiplin moneter.
Asal Mula Konsep-konsep Ekonomi Makro

Hingga 1930 sebagian besar analisis ekonomi terfokus pada industri dan perusahaan. Ketika
terjadi Depresi Besar pada tahun 1930-an, dan dengan perkembangan konsep pendapatan nasional dan
statistik produk, bidang ekonomi makro mulai berkembang. Saat itu, gagasan-gagasan yang terutama
berasal dari John Maynard Keynes, yang menggunakan konsep aggregate demand untuk menjelaskan
fluktuasi antara hasil produksi dan tingkat pengangguran, sangat berpengaruh dalam perkembangan
bidang ini. Keynesianisme didasarkan pada gagasan-gagasannya. 

B. Teori Ekonomi Makro di Era Reformasi

Era 1990-an: Menuju Kesatuan Pendapat

Meskipun sejarah ekonomi makro selalu diwarnai perbedaan pendapat, periode 1990-an
ditandai oleh beberapa konsensus pemikiran ekonomi makro. Konsensus ini sendiri memiliki manfaat
praktis bagi pengelolaan kebijakan stabilisasi ekonomi makro, yang merupakan Reformasi perubahan
yang radikal dan menyeluruh untuk perbaikan. Perubahan yang mendasar atas paradigma baru atau
kerangka berpikir baru yang dijiwai oleh suatu pandangan keterbukaan dan transparansi merupakan
tuntutan dalam era reformasi. Reformasi menghendaki adanya perubahan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara ke arah yang lebih baik secara konstitusional dalam berbagai bidang
kehidupan. Ketika terjadi krisis ekonomi, politik, hukum dan krisis kepercayan, maka seluruh rakyat
mendukung adanya reformasi dan menghendaki adanya pergantian pemimpin yang diharapkan dapat
membawa perubahan Indonesia di segala bidang ke arah yang lebih baik.

Perkembangan Politik Pasca Pemilu 1997

Di tengah-tengah perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara terjadilah ganjalan dalam


kehidupan berpolitik menjelang Pemilu 1997 disebabkan adanya peristiwa 27 Juli 1996, yaitu adanya
kerusuhan dan perusakan gedung DPP PDI yang membawa korban jiwa dan harta. Tekanan
pemerintah Orba terhadap oposisi sangat besar dengan adanya tiga kekuatan politik yakni PPP,
GOLKAR, PDI, dan dilarang mendirikan partai politik lain. Hal ini berkaitan dengan diberlakukan
paket UU Politik, yaitu:

1. UU No. 1 Tahun 1985 tentang Pemilu,


2. UU No. 2 Tahun 1985 tentang susunan dan kedudukan anggota MPR, DPR, DPRD yang
kemudian disempurnakan menjadi UU No 5 Tahun 1995,
3. UU No. 3 tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golongan Karya,
4. UU No. 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Pertikaian sosial dan kekerasan politik terus berlangsung dalam masyarakat sepanjang tahun 1996,
kerusuhan meletus di Situbondo, Jawa Timur Oktober 1996. Kerusuhan serupa terjadi di Tasikmalaya,
Jawa Barat Desember 1996, kemudian di berbagai daerah di Indonesia. Pemilu 1997, dengan hasil
Golkar sebagai pemenang mutlak. Hal ini berarti dukungan mutlak kepada Soeharto makin besar
untuk menjadi presiden lagi di Indonesia dalam sidang MPR 1998. Pencalonan kembali Soeharto
menjadi presiden tidak dapat dipisahkan dengan komposisi anggota DPR/MPR yang mengandung
nepotisme yang tinggi bahkan hampir semua putra-putrinya tampil dalam lembaga negara ini.
Terpilihnya kembali Soeharto menjadi Presiden RI dan kemudian membentuk Kabinet Pembangunan
VII yang penuh dengan ciri nepotisme dan kolusi. Mahasiswa dan golongan intelektual mengadakan
protes terhadap pelaksanaan pemerintahan ini. Di samping hal tersebut di atas sejak 1997 Indonesia
terkena imbas krisis moneter di Asia Tenggara. Sistem ekonomi Indonesia yang lemah tidak mampu
mengatasi krisis, bahkan kurs rupiah pada 1 Agustus 1997 dari Rp2.575; menjadi Rp5.000; per dolar
Amerika. Ketika nilai tukar makin memburuk, krisis lain menyusul yakni pada akhir tahun 1997
pemerintah melikuidasi 16 bank. Kemudian disusul membentuk Badan Penyehatan Perbankan
Nasional (BPPN) yang bertugas mengawasi 40 bank bermasalah.

C. Kerangka Pikiran

 Adam Smith (1723-1790)

Adam Smith percaya bahwa sikap individualistis yang dipicu oleh kepentingan pribadi akan
menciptakan tatanan dan kemajuan. Ia menyatakan bahwa untuk memperoleh uang manusia atau
produsen akan memperoleh barang dan jasa tertentu. Sedangkan konsumen akan membeli barang
atau jasa yang paling mereka butuhkan. Ketika produsen dan konsumen bertemu, maka
terciptalah pasar dan dengan terciptanya pasar maka terbentuklah pola produksi yang akan
menciptakan suatu keseimbangan social (Social harmoni) dan keseimbangan sosial ini tercipta
tanpa adanya campur tangan dari pemerintah.

 David Richardo (1772-1823)

David Richardo percaya bahwa faktor tenaga kerja adalah hal yang paling penting dalam
pencapaian kemakmuran suatu Negara. Ia juga melihat bahwa dengan bertambahnya penduduk
maka tingkat penghasilan atau upah yang diperoleh mereka akan turun sampai pada tingkat
dimana upah itu tidak cukup lagi menyokong pemenuhan kebutuhan mereka.

 Joan Violet Robinson ( 1903 – 1983 )

Robinson menerbitkan buku “The Economics of Imperfect Competition” seorang ekonom


Inggris yang mempelajari sifat monopolistik pada sejumlah pasar dengan tingkat persaingan yang
tinggi. Pada kutipan ini Robinson membuat daftar tentang alasan-alasan mengapa model
persaingan sempurna jarang terjadi di dunia nyata. Banyak alasan mengapa konsumen membeli
dari seorang produsen tertentu dan bukan dari produsen yang lain selain alasan harga. Semua ini
meyakinkan kita bahwa konsumen tidak akan langsung pindah ke produsen pesaing yang
menawarkan barang sejenis pada harga yang lebih murah.

 Mohammad Hatta (Bung Hatta)

Bung Hatta selain sebagai salah satu tokoh Proklamator bangsa Indonesia, juga dikenal
sebagai perumus pasal 33 UUD 1945. bung Hatta menyusun pasal 33 didasari pada pengalaman
pahit bangsa Indonesia yang selama berabad-abad dijajah oleh bangsa asing yang menganut
sitem ekonomi liberal-kapitalistik. Penerapan sistem ini di Indonesia telah menimbulkan
kesengsaraan dan kemelaratan, oleh karena itu menurut Bung Hatta sistem ekonomi yang baik
untuk diterapkan di Indonesia harus berasakan kekeluargaan yang bermusyawarah serta dapat
berfikir dan berandil dalam klegiatan ekonomi tersendiri.
D. Hipotesis

Badai krisis yang melanda Indonesia sejak akhir tahun 1997 yang lalu merupakan malapetaka
nasional yang sangat pelik untuk diatasi. Mulai dari krisis moneter yang berkembang menjadi
krisis ekonomi, sampai kepada implikasinya yang berupa krisis kepercayaan terhadap pemerintah
dan berujungpada krisis politik. Krisis demi krisis tersebut timbul sebagai akibat berantai dari
keberhasilan semu peran rejim orde baru dalam mengantarkan Bangsa Indonesia mencapai cita-
cita kemerdekaan di berbagai aspek kehidupan. Keberhasilan pembangunan ekonomi dan politik
yang dibanggakan selama ini hanyalah merupakan keberhasilan semu yang tidak memiliki
fondasi yang kuat untuk keberkelanjutannya. Kebanggaan atas perkembangan ekonomi Indonesia
yang selama dekade yang lalu mencapai rata-rata 7% per tahun, ternyata tidak mampu bertahan
oleh serangan badai krisis.  Krisis moneter yang terjadi telah menolak hipotesis bahwa sistem
meneter Indonesia adalah kuat dan berdiri di atas parameter ekonomi makro yang sehat. Krisis
ekonomi telah menolak hipotesis bahwa fundamental ekonomi Indonesia kuat dan memikul
beban pertumbuhan yang tinggi disertai dengan pemerataan yang seimbang. Pada kenyataannya,
diperkirakan 80% kegiatan ekonomi Indonesia hanya dinikmati oleh 17-20% penduduk
Indonesia, suatu kenyataan yang sangat rawan bagi kestabilan nasional yang telah dibangun oleh
rejim orde baru, bukan lagi rakyat dengan pikiran mayoritas tahun 60-an, tetapi rakyat dengan
pikiran mayoritas abad ke-21, dimana kemerdekaan dari berbagai aspek kehidupan menjadi
pegangan dalam berpikir dan bertindak. Begitu juga, timbulnya krisis politik, yang memuncak
pada suksesi kepemimpinan nasional, telah menolak hipotesis legalitas proses dan hasil-hasil
pesta demokrasi dan sidang umum MPR yang lalu

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu Dan Tempat Panel

Dalam penulisan makalah ekonomi makro ini, saya pribadi memilih beberapa tempat dimana
saya akan menulis makalah ini, yaitu saat waktu senggang agar saya dapat memberikan setiap detail
data referensi yang telah saya Browse melalui beberapa website serta peninjauan referensi buku
yang saya dapatkan dari Perpustakaan Universitas Esa Unggul. Sehingga makalah ini memenuhi
kriteria yang inginkan oleh para pembaca makalah ini.

B.  Populasi dan Sample

Populasi dalam makalah ini adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas, obyek/subjek yang
mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya. Contoh dari populasi dari penelitian ini adalah seluruh artikel dan
buku mengenai ekonomi makro yang telah saya rangkum menjadi satu makalah ekonomi makro.

Sample adalah sebagian dari totalitas subjek penelitian atau sebagian populasi yang
diharapkan dapat mewakili karakteristik populasi yang penetapannya dengan teknik-teknik tertentu.
Sampel adalah bagian kecil dari anggota populasi yang diambil menurut prosedur tertentu sehingga
dapat mewakili populasinya, dalam makalah ini saya mengambil beberapa sample artikel yang
menjelaskan tentang pergerakan ekonomi pada masa orde lama ke orde baru lebih tepatnya di
Indonesia sendiri, sehingga saya dapat menyimpulkan dan memberikan beberapa pendapat dalam
makalah ini.

C.  Metode Analisis Data

   Makalah ini memiki sistematika penulisan yang terdiri dari yaitu Halaman Judul, Kata Pengantar,
Daftar Isi, Bab I Pendahuluan, Bab II Tinjauan Teori, Bab III Metodologi, Bab IV Hasil Pembahasan ,
serta Daftar Pustaka.

Daftar isi bertujuan untuk memudahkan pembaca untuk mengetahui isi buku dengan cepat dan
memudahkan pembaca untuk mencari pembahasan yang diinginkan.

Pada Bab I Pendahuluan berisi Latar Belakang Masalah, Identifikas dan Pembatasan Masalah,
Perumusan Masalah, Manfaat penelitian, dan Tujuan Penulisan. Bab I Pendahuluan ini berfungsi
untuk memberikan gambaran kasar atas apa yang akan dibahas dalam makalah ini dan memberikan
gambaran atas sistematika penulisan makalah ini.

Pada Bab II Tinjauan Teori yang berisi materi tentang Makro Ekonomi yaitu Pengertian Ekonomi
Makro, Teori Ekonomi Makro di Era Reformasi, Kerangka Pikiran Analisa makro atau Penerapan
Teori Ekonomi Makro, Permasalahan Ekonomi Makro, Kebijaksanaan Ekonomi Makro,
Implementasi pikir Indonesia pada era Reformasi, Perkembangan Pemikiran Sistem Ekonomi
Indonesia, Pasal Ekonomi dalam UUD 1945, Perkembangan Ekonomi Makro pada Masa Reformasi
(1998-sekarang), SDM Indonesia.

Pada Bab III Metodologi berisi tentang Waktu dan tempat penelitian, Populasi dan Sampel, Metode
analisis data serta data operasional. Bab III Metodologi ini berfungsi untuk memberi tahu pembaca
tentang waktu dan tempat dalam penelitian dari topik makalah, memberi tahu populasi dan sample
dalam pembuatan makalah ini dan metode analisis data serta data operasional yang dibutuhkan dalam
pembuatan makalah ini.

Pada Bab IV Penutup berisi tentang Kesimpulan dan Saran. Bab III Simpulan dan Saran  ini berfungsi
sebagai garis besar atas makalah ini dan berisikan saran untuk pembaca. Adapun Daftar Pustaka yang
berisi sumber-sumber data dari makalah ini.

D. Definisi Operasional

Data operasional adalah data yang didefinisikan secara operasional dan berdasarkan
karakteristik yang diamati sehingga memudahkan peneliti untuk melakukan observasi atau
pengukuran secara cermat terhadap suatu objek penelitian. Dalam makalah ini saya menggunakan
data operasional yang mencakup variable materi yang berhubungan dengan Makro Ekonomi pada era
masa Orde Lama ke Orde Baru ( masa Reformasi ) di Indonesia serta cakupan luas tentang Ekonomi
Makro sebagai landasan saya dalam meneliti dan menulis makalah ini.

Berikut ini adalah resulusi di mana peran seorang Pemimpin pada masa peralihan Orde Lama
menjadi Orde Baru, yaitu masa pemerintahan Ir. Soekarno hingga Pemimpin yang masih di bawah
SE
5
4
9
gu
A
7
Isi1
n
d
e
tK
klam
ro
P
pemerintahan Reformasi di Indonesia, serta sistem-sitem yang di gunakan oleh masing-masing
Pemimpin pada masa tersebut yang berdampak bagi Perekonomian di Indonesia, adalah ;

8
9
1
ie

b
a
.H
J
B Pada masa Pemerintahan Ir. Soekarno

Sebagai tokoh pejuang kemerdekaan, Proklamator sekaligus Presiden pertama indonesia,


perekonomian indonesia tidak dapat lepas dari sosok Ir. Soekarno. Sebagai orang yang pertama
memimpin Indonesia boleh dibilang Soekarno adalah peletak dasar perekonomian indonesia, pada
saat pemerintahan beliau memiliki beberapa sitem ekonomi yang menjadi tolak ukur pemerintahan
indonesia agar dapat membangun indonesia yanitu Sistem Ekonomi Leberal dan Sistem Ekonomi
Komando di bawah Sistem Pemerintahan Parlementer, Beberapa kebijakan yang diambil dibawah
pemerintahan Soekarno diantaranya :

1.
2.
3.
4.
Nasionalisasi Bank Java menjadi Bank Indonesia
Mengamankan usaha-usaha yang menyangkut harkat hidup orang banyak
Berusaha memutuskan kontrol Belanda dalam bidang perdagangan ekspor-impor
 Serta beberapa kebijakan lainya yang ditujukan untuk memajukan perekonomian

Pada Masa Pemerintahan Presiden Hj. Soeharto

Sedangkan pada pada mlah di masa peralihan/ setelah di gulingkannya Ir. Soekarno dan di
angkatnya Hj. Soeharto menjadi Presiden ke 2 setelah masa orde lama yang bisa di sebut dengan
masa Pemerintahan Ore Baru ( Reformasi ). Pemerintahan Orde baru menggatikan yang merujuk
pada era pemerintahan Soekarno. Orde baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998 dimana
MPR Resmi melantik Soeharto untu masa jabatan 5 tahun sebagai Presiden, dan Soeharto sendiri
pada masa pemerinthannya memiliki sistem Pemerintahan yang berbeda dari Soekarno antara lain ;

1. Indonesia adalah negara hukum ( Rechtssat )


2. Sistem Pemerintahan Presidensiil
3. Sistem Konstitusional
4. Kekuasaan negara tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat.

5. Presiden ialah penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi menurut UUD

 Pada Masa Kepemimpinan B.J. Habibie

Pada awal pemerintahan reformasi, masyarakat umum dan kalangan pengusaha dan investor,
termasuk investor asing, menaruh pengharapan besar terhadap kemampuan dan kesungguhan
pemerintah untuk membangkitkan kembali perekonomian nasional dan menuntaskan semua
permasalahan yang ada di dalam negeri warisan rezim orde baru, seperti korupsi, kolusi dan
nepotisme (KKN); supremasi hukum; hak asasi manusia (HAM); Tragedi Trisakti dan Semanggi
I dan II; peranan ABRI di dalam politik; masalah disintegrasi; dan lainnya. Masa pemerintahan
Habibie ditandai dengan dimulainya kerjasama dengan Dana Moneter Internasional untuk
membantu dalam proses pemulihan ekonomi. Selain itu, Habibie juga melonggarkan pengawasan
terhadap media massa dan kebebasan berekspresi.

Dari beberapa uraian mengenai masa pemerintahan Presiden pada saat Orde lama hingga
Reformasi di atas terdapat beberapa pengaruh/dampak yang dapat kita lihat mengenai sistem/cara
seorang pemimpin agar dapat memajukan perekonomian di Indonesia baik dalam sistem
Ekonomi hingga sistem Kemiliteran dan Parlemen, sehingga Indonesia dapat di katakan sebagai
Salah satu Negara yang mampu menopang bangsa agar mendapatkan fasilitas dari parlemen yang
telah di bangun.

BAB IV

HASIL PEMBAHASAN DAN PENYELESAIAN MASALAH

A. Memplementasi Makro Ekonomi Di Era Reformasi

Di era reformasi seperti sekarang ini, mem-pelajari kebijakan publik dengan mencer-mati
proses implementasi, implikasi mau pun  evaluasi adalah merupakan isu sentral yang mendapat
perhatian serius karena luas cakupan unsur-unsur yang terlibat, mengi-ngat kebijakan publik itu 
menentukan nasib banyak orang, terutama yang mempunyai kepentingan langsung atau terkena
dampak terhadap kebijakan tersebut. Kebijakan publik yang dibahas dalam tulisan ini adalah
pengentasan kemiskinan atau Taskin.

            Kebijakan Taskin ini telah mendapat respon yang cukup dinamis dari masyarakat karena 
rona-rona implementasi dan impli-kasinya  yang  mengundang banyak perta-nyaan dan permasalahan.
Sebagian masya-rakat  melihat implementasi kebijakan ka-dangkala mempunyai standar ganda
sehingga tumpul dan tidak menampilkan dirinya sebagai pedoman yang harus diikuti ketika
menyelesaikan sebuah kasus.

Berangkat dari kebijakan Taskin yang problematik inilah diangkat tema “Reformasi Taskin Memasuki
Paradigma Baru dari Pendekatan Ekonomi ke Pende-katan Kesejahteraan.” Tema ini  menjelas-kan
tentang hal-hal yang mendasar yang ditempuh oleh pemerintah Orde Baru dan bagaimana geliat
pemerintahan reformasi menyikapi kebijakan Taskin.

Dari uraian tersebut di atas timbul pertanyaan bagi masyrakat umum yaitu :

1. Mengapa Taskin di masa Orde Baru yang  awalnya ditengarai dapat menekan kemiskinan
(tahun 1990 jumlah pendu-duk miskin 27 menjadi 22 juta [11%] tahun 1996), tetapi di masa
pemerintahan transisi  mulai pertengahan tahun 1998 karena gejolak ekonomi moneter jumlah
orang miskin naik tajam hingga mencapai 78 juta  (39%) dari jumlah penduduk 200 juta?
2. Bagaimana pemerintah reformasi menyi-kapi Taskin setelah jumlah orang miskin di
Indonesia pada akhir tahun 1998 men-capai 98 juta dari jumlah penduduk 200 juta bahkan
lebih ?
3. Bagaimana Sistem Pemerintahan pada masa orde lama mempengaruhi Sistem Pemerintahan
pada era abad 21?

Dalam Permasalahan tersebut terdapat tiga alasan yang mendorong masyarakat yang
bertanya mengenai sistem Pemerintahan Indonesia dalam menanggulangi krisis Ekonomi di Indonesia
yang mengakibatkan terjadinya beberapa dampak seperti pada bab sebelumya Yaitu terjadinya Utang
Negara dalam APBN, Pembangunan Nasional Orde lama, Kebijakan Fiskal, Inflasi, Sektor Rill
dan Non Rill, dan masih banyak lagi.

            Pertama penjelasan saya adalah, Pada masa pemerintahan Orde Baru kebijakan pemerintah
senantiasa bero-rientasi pada pertumbuhan ekonomi dan untuk ini diperlukan kelompok masyarakat
profesional-spesialis-bisnis yang hanya menyangkut kelompok minoritas tetapi menyedot bantuan
pengucuran dana  pemerintah sangat besar. Keberhasilan kebijakan pemerintah ini telah terbukti
hasilnya karena hampir selama Pelita V pertumbuhan ekonomi mencapai (7%) setiap tahunnya.
Sementara itu kelompok masyarakat mayoritas kurang diberdayakan sehingga pertumbuhan usaha
ekonomi rakyat kurang dapat berkembang dan akhirnya dapat dilihat gap antara golongan minoritas
kaya dengan mayoritas miskin menjadi sangat lebar. Kondisi ini disusul dengan adanya gejolak
ekonomi moneter yang utamanya melanda negara-negara ASEAN sehingga ekonomi Indonesia
menjadi terpuruk sampai saat ini. Sementara itu pula bangunan ekonomi rakyat berupa usaha
kelompok ekonomi produktif belum dipersiapkan dengan baik. Hal ini ditandai dengan dikuasainya
58% PDB Indonesia oleh kurang lebih 200 konglomerat terbesar di negara ini, sedangkan BUMN dan
usaha menengah menguasai 24% dan 10%, sisanya (8%) dikuasai oleh 34 juta usaha kecil. Pada
perkembangan sektor industri, selama ini terfokus pada industri padat modal, yang berdampak pada
membengkaknya pengeluaran sekitar 82%. Sebaliknya di bidang ketenagaan ditengarai bahwa sektor
ini hanya mampu menampung 33% jumlah tenaga kerja di bidang industri, sedangkan 67% yang
lainnya ditampung oleh industri kecil dan rumah tangga yang hanya membutuhkan keluaran sebanyak
18%.

           Yang Ke-dua, di era reformasi sekarang ini kebijakan pemerintah yang menyangkut Taskin
sedang banyak dilakukan baik lewat kebijakan Jaring Pengaman Sosial (JPS) kebijakan gerakan
mandiri padi, palawija dan jagung tahun 2002 (Gema Palagung 2002), kebijakan Gerakan Terpadu
Pengen-tasan Kemiskinan (Gardu Taskin) dan kebi-jakan yang lain. Implementasi dari kebijak-an itu
terkesan adanya perencanaan yang kurang matang karena pemerintah melihat banyaknya tambahan
orang miskin yang disebabkan karena krisis ekonomi moneter dan krisis lain yang berkepanjangan
dan reaksi yang timbul dari berbagai kelompok yang cenderung tidak lagi memperhatikan kultur dan
etika sehingga mengakibatkan timbulnya kerusuhan dan ketegangan di berbagai tempat karena
didorong dan dikooptasi oleh kelompok radikal lain yang tidak puas atas kebijakan pemerintah.
Dan yang ke-Tiga adalah dalam era globalisasi dituntut yang namanya pemerintahan yang
baik (good governance). Secara luas, governance mengacu pada persamaan hubungan antara
pemerintah dan masyarakat yang dilayani. Good Governance ini menunjuk pada proses pengelolaan
yang luas dalam bidang ekonomi, sosial, dan politik suatu negara dan pendayagunaan sumber –
sumber alam, keuangan, manusiadimana itu menurut kepentingan semua pihak dan dalam cara yang
sesuai dengan prinsip – prinsip, keadilan, kejujuran, persamaan, efisiensi, transparansi dan
akuntabilitas ( Benyamin Hoessein 2000). Dalam kontek globalisasi ini, kita akan dihadapkan tidak
hanya pada perubahan struktur ekonomi dan sosial saja, akan tetapi juga pada persaingan pasar global
yang cepat dan meningkat tajam. Perubahan – perubahan ini didorong oleh perubahan – perubahan
teknologi dan inovasi baru yang selain menciptakan pilihan – pilihan baru juga memberikan tantangan
kepada pemerintah, khususnya dalam sistem pemerintahan yang semakin efektif, efisien, dan kualitas
pelayanan kepada masyarakat dan adanya upaya meningkatkan daya saing nasional agar dapat ikut
meramaikan pasar global dan dapat ikut bersaing juga didalamnya.

Selain konteks globalisasi mengenai perubahan struktur ekonomi ataupun sosial, mengenai
pasar global yang cepat meningkat tajam, konteks globalisasi masih memiliki satu pembahasan
mengenai pengaruh – pengaruh. Film, surat kabar, majalah, radio, televisi berlomba -lomba
memberikan pemikiran tentang sikap dan perilaku yang sebelumnya tidak dikenal. Gaya hidup baru
yang diberi label ‘modern’ diperkenalkan secara luas. Naisbitt dan Aburdene (1990) sebagaimana
dikutip oleh Sri Mulyani Martaniah (1991) mengatakan bahwa era globalisasi memungkinkan
timbulnya gaya hidup global. Tumbuhnya restoran dengan menu khusus dari mancanegara semakin
menjamur, menggeser selera masyarakat yang semula bertumpu pada resep-resep tradisional. Gaya
berpakaian dipengaruhi oleh garis-garis mode yang diciptakan oleh perancang kelas dunia.
Kosmetika, aksesori, dan pernak-pernik lainnya untuk melengkapi penampilan tidak lepas dari
pengaruh era globalisasi, seperti halnya tata busana. Selain mode, dunia hiburan juga ikut masuk
didalamnya. Munculnya kafe, kelab malam, rumah bola (bilyard) memberi warna baru dalam
kehidupan masyarakat.

 Dari tiga alasan tersebut di atas, nampaknya pengentasan kemiskinan sudah tidak lagi tepat
didekati lewat pendekatan ekonomi semata tetapi perlu didekati lewat pendekatan baru yaitu
pendekatan kesejah-teraan. Pendekatan kesejahteraan  menyang-kut masalah ekonomi dan non
ekonomi dan tidak lagi pendekatan pada orang dan kelompok tetapi pendekatan lewat kajian wilayah
yang di dalamnya menyangkut ken-dala dan potensi manusia atau masyarakat, budaya, modal dan
teknologi dengan memperhatikan pula kedekatan antar aparat pemerintah dan masyarakat lewat
kemitraan dan  dialog untuk tercapainya suatu konsen-sus serta proses transformasi  informasi yang
lebih transparan dan inovasi teknologi lewat pelatihan dan media lain serta partisipasi berbagai pihak
baik dari Masyrakat Sendiri hingga Pemerintahan yang dapat di percaya.

Kebijakan Taskin dengan Pendekatan Ekonomi

Kemiskinan menggambarkan suatu keadaan belum mampunyai seseorang (individu) untuk


memenuhi kebutuhan pokok manusia (human basic needs) bagi kelangsungan hidupnya secara wajar.
Kebutuhan pokok manusia bermacam-macam dan berbeda antara satu daerah dengan daerah
lain,antara satu komunitas dengan komunitas lain, bahkan antara satu musim dengan musim lain. Oleh
karena itu pengertian kemiskinan sulit didefinisikan secara universal.

            Konsep kemiskinan mencakup problema yang multi kompleks dan dapat dilihat dari berbagai
segi, misalnya selain ditandai oleh rendahnya tingkat pendapatan dan konsumsi, juga ditengari oleh
keterbatasan kebutuhan yang menyangkut fungsi sosial.
            Friedman (1979) menyatakan bahwa kemiskinan merupakan kondisi terbatasnya kesempatan
kerja untuk mengakumulasikan basis kekuatan sosial atau modal yang produktif seperti: tanah,
perumahan dan peralatan lainnya, terbatasnya jaringan sosial seperti dalam memperoleh kesempatan
kerja, pengetahuan, keterampilan, kesehat-an, hubungan dan informasi,  kesemuanya itu diperlukan
untuk mewujudkan kehidup-an yang layak bagi manusia.

            Semua pendapat tersebut menunjuk-kan bahwa masalah kemiskinan merupakan resultante dari
banyak faktor dan dimensi.

            Bagi masyarakat desa, fenomena dan problema kemiskinan merupakan masalah hidup sehari-
hari, yang berwujud kelaparan, penyakit, meninggal dalam usia muda, tak terpenuhinya kebutuhan
akan pekerjaan dan perumahan dan merasakan kehilangan nilai-nilai yang biasanya memberi makna
kepada kehidupan (Berger, 1992:9). Mereka tidak  hanya miskin secara ekonomi tetapi juga miskin
secara sosial seperti kekurangan jaringan sosial (social network)income generating golongan miskin,
sedangkan kemiskinan politik lebih merefleksikan kekurangan akses dan line of action pada
kekuasaan (Effendi, 1991:201-4). dan struktur di dalam masyarakat yang dapat memberi-kan akses
bagi

            Oleh karena itu untuk memahami kemiskinan secara lebih representatif harus memasukkan
segala aspek pembangunan. Dalam memahami kemiskinan seharusnya melihat interkoneksi
multifaktor seperti ekonomi, sosial, dan politik dalam suatu peta analisis.

            Berger (1992) dan Jazair (1992) menyatakan bahwa kemiskinan di negara berkembang
merupakan fenomena pedesa-an. Todaro (1983) mencirikan penduduk miskin, bagi mereka yang
bertempat tinggal di pedesaan dan memiliki kegiatan utama di bidang pertanian.  Glewee (1989) dari
hasil penelitiannya menyatakan bahwa sebagian besar penduduk miskin terdapat di pedesaan dan
pekerjaan utama kepala rumahtangga di sektor pertanian atau pekerja sendiri.

            Demikian juga Quibria (Laporan Bank Dunia, 1995), dari hasil penelitiannya di Asia Selatan
dan Asia Tenggara memberi-kan beberapa ciri kemiskinan: (1) banyak ditemui di pedesaan daripada
di perkotaan; (2) berkorelasi positif dengan jumlah ang-gota keluarga dan berkorelasi negatif dengan
jumlah pekerja dalam suatu keluarga; (3) ditandai oleh pemilikan aset keluarga; (4) pertanian sebagai
sumber penghasilan utama; dan (5) berkaitan dengan masalah sosial budaya. Dari berbagai pernyataan
ter-sebut dapat disimpulkan, bahwa kemiskinan lebih banyak terdapat di pedesaan.

            Ada beberapa pandangan tentang kemiskinan di antaranya: (1) melihat kemis-kinan dikaitkan
dengan rendahnya etos kerja, kemiskinan dalam hal ini disebabkan karena malas dan hidup sangat
konsumtip;  (2) kemiskinan dilihat muncul karena keti-dakadilan dalam faktor produksi masyarakat
khususnya pemilikan tanah; (3) kemiskinan yang dikaitkan dengan model pembangunan (yang
berorientasi pada pertumbuhan).

 Di sinilah moralitas pembangunan selalu dipertaruhkan, apakah misi dan substansi
pembangunan yang selalu memuat kata-kata manis bahwa pembangunan dari, oleh dan untuk rakyat
dapat menyentuh lapisan masyarakat yang paling bawah (the poorest of the poor), ataukah strategi
pembangunan yang selama ini dijalankan hanya lebih membuka jalan bagi pertumbuhan tanpa diiringi
pemerataan (development without distribution). Keadaan ini banyak terjadi di Indonesia (termasuk di
desa),  pembangunan merupakan jargon dengan kata-kata dari, oleh, dan untuk rakyat, kenyataan yang
terjadi di desa, kata-kata manis tersebut belum terealisasi, karena bagaimana pun  juga pembangunan
lebih banyak didominasi oleh kelompok elit tertentu, yang dampaknya tampak bahwa masyarakat
bawah hanya sebagai obyek, dan yang menikmatinya adalah kelompok lain yang lebih beruntung.
Tahun 1970-1980 pembangunan pertanian hanya dinikmati 3,36% penduduk miskin (orang) dan lebih
dari 9% oleh penduduk kaya, sisanya orang di luar desa. Selain itu petani kaya dengan tanah lebih dari
0,5 ha memperoleh keun-tungan 60% dan penduduk dengan pemilik-an tanah kurang dari 0,5 ha
hanya memper-oleh 30% (Prayitno, 1987). Bantuan asing di negara Bangladesh juga menunjukkan
bahwa pembangunan hanya mendatangkan masalah bagi kelompok sasaran (orang miskin), sementara
orang kaya yang mengambil keuntungan. Sementara upaya untuk meningkatkan pendapatan dan
kemakmuran dengan pemberian kredit murah atau pun  penerapan teknologi baru hanya dinikmati
petani kaya.

B. Kesimpulan

Dari uraian  yang telah dikemukakan di atas, ternyata pendekatan kesejahteraan secara konsep
lebih menguntungkan dan lebih dekat dengan sasaran pengentasan kemiskinan yaitu rakyat miskin
yang ada di berbagai wilayah, dibandingkan pendekatan ekonomi yang telah banyak menemui
kegagalan. Pendekatan kesejahteraan  menyang-kut masalah ekonomi dan non ekonomi dan tidak
lagi pendekatan pada orang dan kelompok tetapi pendekatan lewat kajian wilayah yang di dalamnya
menyangkut kendala dan potensi manusia atau ma-syarakat, budaya, modal dan teknologi dengan
memperhatikan pula kedekatan antar aparat pemerintah dan masyarakat lewat kemitraan dan  dialog
untuk tercapainya suatu konsensus serta proses transformasi  informasi yang lebih transparan dan
inovasi teknologi lewat pelatihan dan medi a lain serta partisipasi berbagai pihak baik dari
Pemerintahan Masa Orde Lama hingga pemerintahan Orde baru dan Jaman Globalisasi.

            Karenanya pendekatan dalam pro-gram pemerintahan lewat pola kesejahteraan ini bercirikan:

a. Mobilisasi dan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya yang ada di lokasi/ wilayah    tersebut. 
b. Pendekatan proaktif dan persuasif.
c. Berkelanjutan, edukatif dan ekonomis.
d. Keterpaduan dan kemitraan, serta
e. Mengembangkan sikap belajar sambil bekerja dengan menerapkan inovasi berupa teknologi
tepat guna, terobosan modal dan akses pasar sehingga Perekonomian di Indonesia tidak
bergantung pada nilai Tukar rupiah serta Ekspor / Impor yang sering di gunakan untuk
mengambil / mebandingkan Kwalitas dari Indonesia sendiri.
f. Utang APBN dan Pinjam Meminjam antar negara.
g. Pembangunan Indonesia Menuju kepada Kepemimpinan yang baik serta ketetapan Moneter
yang menuju kepada Indonesia dalam pemerintahan selanjutnya.

C. Saran

Langkah strategis harus segera diambil oleh pemerintah untuk memperbaiki perekonomian
Indonesia yang sudah sangat mendesak, dan cara yang paling mendasar ialah dengan memperbaiki
sumber daya manusia (SDM). Karena untuk memperbaiki sistem perekonomian negara kita, terlebih
dahulu harus memperbaiki sistem pengajaran ilmu ekonomi yang diajarkan. Ekonomi yang diajarkan
di sekolah-sekolah secara tidak langsung membentuk perilaku ekonomi sesuai dengan sistem
pengajaran ekonomi tersebut. Hal ini sangat menakutkan karena apabila siswa diajarkan ekonomi
yang salah, bukan tidak mungkin akan terbentuk perilaku ekonomi individu sejak kecil yang akan
terbawa hingga dewasa sehingga akan memperngaruhi kebijakan ekonomi apabila menjadi pemimpin
dan pengambil kebijakan ekonomi. Serta sistem pemerintahan yang baik dalam pengambilan
keputusan dalam rapat legislatif sehingga pada generasi penerus selanjutnya dapat menilai bahwa
nilai-nilai pancasila yaitu Sila Pertama hingga ke lima dapat menjadi contoh bagi masyarakat luas
sehingga dapat memikirkan dampak-dampak yang akan terjadi di kemudian harinya.

D. Daftar Pustaka
a) Sumber Internet
http://misszanindya.blogspot.com ( Beberapa Sistem Ekonomi di Indonesia ),
http://elsadenovia.blogspot.com (Peranan SDM di Indonesia )
http://ekasriwahyuningsih.blogspot.com (Perekonomian Indonesia di era Reformasi )
http://shareshareilmu.wordpress.com (Pengertian fungsi,tujuan dan jenis utang negara
perekonomian indonesia di era reformasi )
http://blog2.tp.ac.id/ririnrismawati/ ( Ketenaga Kerjaan di Indonesia)
http://www.docstoc.com/docs/13054631/INFLASI-_TYAS_( Infasi )
http://id.answers.yahoo.com/question/index ( Sektor Rill dan Non Rill )
http://student.uniku.ac.id/d1cyber/2013/01/22/pengertian-ekonomi-mikro-dan-
makro/ ( Pengertian Ekonomi Makro dan Mikro )
http://bahanajarguru.wordpress.com/2012/11/23/perkembangan-masyarakat-
indonesia-pada-masa-reformasi/ ( Perkembangan Masyarakat pada masa reformasi )
http://kupastuntasmanajemen.blogspot.com/2009/10/perekonomian-indonesia-di-era-
reformasi.html ( Perekonomian di Indoensia Er a Reformasi )
http://soeharto.co/kebijakan-ekonomi-era-orde-baru (Pemerintahan Soeharto )
http://www.scribd.com/doc/49301445/PEREKONOMIAN-INDONESIA-DI-MASA-ORDE-
LAMA ( Pemerintahan Indonesia Masa Orde Lama )
http://tigajelita.wordpress.com/2011/01/14/kondisi-indonesia-pada-pemerintahan-ir-
soekarno/ ( Pemerintahan Ir. Soekarno )
http://gpsmember.blogspot.com/2010/11/pemerintahan-bj-habibie.html
( Pemerintahan BJ Habibie )
http://onthespot7langka.blogspot.com/2011/08/7-keutamaan-sistem-pemerintahan-
abad.html ( Sistem Pemerintah Abad 21 )
http://djangka.com/2012/07/12/perkembangan-pembangunan-pemerintahan-
indonesia-di-abad-21/ ( Pembangunan Indonesia Abad 21 )

Anda mungkin juga menyukai