Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

Pembangunan Ekonomi Di Indonesia


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Ekonomi Pembangunan
Dosen Pengampu : Dr. Moh Haris Balady, S.E., M.M

Disusun Oleh Kelompok 10 :

Alfiyah Ulin Nikmah (E20192409)


Meily Emalia Rosadi (E20192374)
Fiqrian Bintang Anami (E20192377)

UNIVERSITAS ISLAM KH. ACHMAD SHIDDIQ JEMBER


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM PRODI EKONOMI
SYARIAH 2020/2021
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan Puji Syukur atas Kehadirat Allah Yang Maha Kuasa karena atas
Rahmat dan Hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dengan judul
“Pembangunan Ekonomi Di Indonesia” dengan tujuan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah
ekonomi pembangunan. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW,beserta keluarga dan para sahabatnya yang telah membimbing kita dari jalan
kegelapan menuju jalan yang terang.
Tidak lupa kami ucapakan terima kasih kepada bapak dosen pengampu yang telah
membantu kami dalam penulisan makalah ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada
teman kelompok saya yang ikut serta dalam pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih ada kekurangan dikarenakan terbatasnya
pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, Kami sangat mengharapkan
masukan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun untuk penyempurnaan
makalah kedepannya. Tidak lupa harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat pembaca.

Jember,30 Agustus 2021

Kelompok 10
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total
(pertumbuhan ekonomi) di suatu negara dengan memperhitungkan adanya pertambahan
jumlah penduduk, perubahan fundamental dalam struktur ekonomi dan pemerataan
pendapatan. pembangunan ekonomi merupakan suatu keharusan jika suatu negara ingin
meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyatnya. Dengan kata lain, pembangunan
ekonomi merupakan upaya sadar dan terarah dari suatu bangsa untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat nya melalui pemanfaatan sumber daya yang tersedia. Peningkatan
kesejahteraan ini antara lain dapat diukur dari kenaikan tingkat pendapatan nasional atau
laju pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita yang berkelanjutan (Sukirno, 1985).
Pembangunan bukan merupakan tujuan melainkan hanya alat sebagai proses untuk
menurunkan kemiskinan dan mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan. Jadi
berkurangnya ketidakmerataan distribusi pendapatan dengan laju pertumbuhan ekonomi
yang tinggi merupakan inti dari pembangunan. Selama pertumbuhan ekonomi dan hasil-
hasil dari pembangunan dapat dinikmati secara adil dan merata oleh seluruh masyarakat,
maka masalah ketidakmerataan distribusi pendapatan tidak akan muncul. Dengan demikian
kinerja ekonomi yang lebih baik atau mengalami kemajuan dapat ditunjukkan dalam bentuk
naiknya tingkat pendapatan secara merata.Pertumbuhan ekonomi yang cepat belum tentu
menghasilkan pemerataan distribusi pendapatan. Terdapat semacam trade off antara
pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan pemerataan pendapatan dalam suatu
pembangunan ekonomi. Ketika pembangunan ekonomi lebih ditujukan untuk pemerataan
pendapatan.
Dengan demikian, pembangunan ekonomi tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan
ekonomi. Pelaksanaan pembangunan ekonomi suatu negara, terutama negara-negara
berkembang atau less-developed countries (LDC) seringkali terbentur oleh ketersediaan
modal yang terbatas dan hal ini menjadi salah satu hambatan utama bagi negara-negara
tersebut untuk melaksanakan pembangunannya.
Umumnya negara berkembang memiliki tingkat pendapatan dan tabungan yang
rendah.Tabungan yang rendah tersebut tentu akan berdampak terhadap rendahnya dana yang
disediakan untuk investasi sehingga menghasilkan tingkat akumulasi kapital yang rendah,
hal ini menyebabkan tingkat pendapatan nasional di negara tersebut juga menjadi rendah.
Fenomena tersebut menurut Irawan dan Suparmoko (1999) disebut lingkaran yang tak
berujung pangkal atau vicious circle. Rendahnya akumulasi kapital merupakan hambatan
bagi suatu negara untuk melaksanakan pembangunan ekonomi sehingga harus dicari
alternatif penyelesaiannya agar pembangunan bisa dapat terus berjalan.
Tingkat akumulasi kapital yang rendah di negara-negara berkembang mendorong
pemerintah negara bersangkutan mencari alternatif pembiayaan pembangunan, salah satunya
ialah dengan pengembangan pasar modal. Pada negara-negara sedang berkembang,
kapitalisasi pasar modal tumbuh dari 4 triliun USD menjadi 15,2 triliun USD dalam periode
antara 1985-an sampai dengan periode 1994-an. Jumlah saham yang ditransaksikan juga
meningkat dari 4 persen menjadi sekitar 13 persen dari total saham yang diperdagangkan di
seluruh negara pada periode tahun 1985 sampai dengan tahun 1994. Aktivitas perdagangan
pada negara-negara.

1.2 Rumusan Masalah


1. Baagaimana kita bisa mengkaji masalah dan kebijakan pembangunan di Indonesia?
2. Bagaimana cara menganalisa titik berat pembangunan dari setiap Repelita dan hubungannya
dengan konsep tinggal landas?
3. Bagaimana mengkaji berbagai masalah dan kebijakan pembangunan pasca krisis ekonomi?

1.3 Tujuan Pembelajaran


1. Mengkaji berbagai masalah dan kebijakan pembangunan di Indonesia dalam beberapa
periode pemerintahan.
2. Mengkaji dan menganalisa titik berat pembangunan dari setiap Repelita dan hubungannya
dengan konsep tinggal landas.
3. Mengkaji berbagai masalah dan kebijakan pembangunan pasca krisis ekonomi.
BAB II
PEMBAHASAN

Proses pelaksanaan pembangunan yang dilaksanakan di negara berkembang seyogyanya


membutuhkan perhatian dari berbagai pihak, karena banyaknya masalah yang ditemui dalam
pelaksanaan pembangunan maupun keputusan untuk mengambil kebijakan-kebijakan
menghadapi masalah-masalah tersebut. Sumber daya alam yang tersedia, faktor modal, kualitas
sumber daya manusia, serta kondisi geografis menjadi merupakan persoalan yang harus dihadapi
dalam proses pembangunan.
Bangsa Indonesia yang mengawali pembangunan pasca kemerdekaan yang diperolehnya
sampai dengan saat ini, banyak menemui masalah-masalah dalam mencapai tujuan pembangunan
yaitu masyarakat adil dan sejahtera. Pada awal-awal kemerdekaan dengan sistem liberalism yang
berlaku membawa negara kita pada kondisi politik yang sangat tidak menguntungkan untuk
memulai pembangunan. Kondisi politik yang tidak stabil dan carut marut membuat Indonesia
belum dapat bangkit.
Begitupun sistem parlementer yang diberlakukan pada tahun 1951-1959 membuat pemerintah
tidak dapat melaksanakan program-program pembangunan, karena kekuasaan parlementer yang
sering menjatuhkan pemerintah. Kegiatan perekonomian ditandai dengan kenaikan harga-harga,
ketidakstabilan keuangan pemerintah, dan lain-lain.
Masa pemerintahan Orde Baru mengawali perubahan dalam program- program pembangunan.
Dengan situasi politik yang mulai stabil dimulailah program Repelita I sampai dengan Repelita
VI, serta konsep tinggal landas. Kondisi perekonomian yang mulai stabil diguncang dengan krisis
politik sekaligus krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998. Situasi krisis terus berlanjut
dengan krisis ekonomi dan krisis sosial berupa kesenjangan pendapatan yang sampai saat ini
belum dapat diatasi.

2.1 Masalah dan Kebijakan Pembangunan


Masalah-masalah yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dalam pembangunan ekonomi
yang dilaksanakannya berbeda-beda dari wak waktu. Begitu pula dengan kebijakan-kebijakan yang
diambil untuk mengatasi masalah masalah tersebut. Periode 1945-1950.
Masalah-masalah yang dihadapi oleh bangsa Indonesia pada masa awal kemerdekaan
adalah masalah perekonomian warisan colonial yang kemudian diperburuk dengan situasi politik
yang sangat tidak mendukung. Masalah-masalah pokok perekonomian yang dihadapi pada
periode ini adalah:
1) Struktur perekonomian yang tidak seimbang, dimana sektor pertanian satu- satunya yang
memegang peranan dan belum berkembang, yang mempengaruhi gejolak harga di pasaran dunia.
2) Sebagian besar penduduk Indonesia menempati Pulau Jawa, di luar Pulau Jawa jumlah
penduduk relatif kurang.
3) Rendahnya daya beli masyarakat .Kebijakan yang diambil dalam menghadapi masalah-masalah
tersebut adalah dengan menambah tenaga yang produktif dan industrialisasi dengan basis pertanian,
yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan tersebut dikenal dengan
Rencana Hatta 1947. Selanjutnya diikuti dengan Rencana Kasimo (1948-1950), dan rencana
Kesejahteraan Istimewa (1950-1951). Rencana-rencana tersebut tidak dapat direalisasikan karena
situasi politik yang tidak stabil.

A. Periode 1951-1955
Masalah pokok yang dihadapi pada periode ini merupakan kelanjutan masalah dari periode
sebelumnya, yaitu :
1.Inflasi yang tidak terkendali.
apabila serangan inflasi demikian hebatnya sehingga setiap saat harga-harga terus berubah dan
meningkat sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot
disebut inflasi yang tidak terkendali (Hiperinflasi).
2.Tidak terarahnya surplus perdagangan.
3.Kebijakan keuangan tidak berpihak pada investasi.
4.Pergantian kabinet yang sering kali sehingga menghambat program pembangunan.

Menghadapi situasi yang semakin memburuk, maka dibuat Rencana Urgensi


Perekonomian oleh Sumitro Djojohadikusumo. Rencana tersebut merumuskan kebijakan yang
dapat diambil dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yaitu :
1) Mendorong berkembangnya industri-industri kecil.
2) Menggalakkan koperasi dan usaha kecil dan menengah.

3) Mendukung kegiatan industri berat Pemerintah memperkuat perannya dalam perekonomian.

B. Periode 1956-1960
Pada periode ini masalah yang dihadapi semakin bertambah, yang merupakan akumulasi dari
masalah-masalah periode sebelumnya dan belum dapat tertangani. Masalah-masalah tersebut
antara lain :
1.Biaya hidup yang tinggi khususnya di masyarakat pedesaan, karena produksi pertanian yang
menurun dan naiknya inflasi.
2.Hambatan-hambatan dalam industri sebagai imbas kebijakan impor dalam mengimbangi
naiknya ekspor dan harga komoditi ekspor Indonesia.
3.Defisit APBN.
4.Kemunduran produks barang-barang kebutuhan pokok.
Kebijakan yang diambil adalah dengan menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun
Pertama dalam kurun waktu 1956-1960, yang disusun oleh Biro Perancang Negara di bawah
Kabinet Djuanda. Proyek- proyek dan kebijakan-kebijakan yang disusun tidak dapat dijalankan
dengan baik karena terkendala dana tambahan karena inflasi yang terus terjadi. Sebagian proyek
tidak dapat dijalankan karena situasi politik dan keamanan yang tidak mendukung.

C. Periode 1961-1965
Pada periode ini keadaan perekonomian semakin memburuk dan masalah yang dihadapi
semakin kompleks. Masalah-masalah yang dihadapi pada periode ini adalah :
4) Inflasi semakin meningkat dan berbagai dampak yang ditimbulkannya semakin memperburuk
perekonomian.
5) Pemberontakan yang terjadi pada tahun 1957 di Sumatera dan Sulawesi menyebabkan
anggaran pemerintahan d bidang pertahanan dan keamanan meningkat.
Nilai dasar tukar (terms of trade) Indonesia memburuk.
6) Menurunnya produksi barang-barang ekspor.
7) Kenaikan impor beras yang mengakibatkan kenaikan penggunaan devisa.

Menghadapi situasi yang demikian rumit, Prof. Muhammad Yamin sebagai ketua Dewan
Perancang Nasional menyusun Rencana Pembangunan Nasional Semesta Berencana untuk kurun
waktu 1961-1969. Rencana pembangunan tersebut memuat tiga program pokok, yaitu :

1) Mencukupi kebutuhan pokok rakyat terutama sandang dan pangan.


2) Meningkatkan kewibawaan pemerintah.
3) Melanjutkan perlawanan terhadap kapitalisme dan imperialisme, dan mengambil kembali
Irian Barat ke pangkuan Indonesia.

Sistem ekonomi terpimpin pada masa ini dengan Manifesto Politik membawa Indonesia ke
arah etatisme dalam kehidupan perekonomian. Inflasi mencapai puncaknya menjadi 650% pada
periode 1965-1966.

D.Periode 1966-1968
Pada periode ini diupayakan untuk memperbaiki keadaan perekonomian akibat inflasi yang
mencapai 650% pada tahun sebelumnya. Program pembangunan dibagi menjadi program jangka
pendek yang meliputi program stabiisasi dan rehabilitasi, serta program jangka panjang yang
meliputi program pembangunan pertanian, perdagangan, dan industri.
Untuk mengupayakan stabilisasi dan rehabilitasi, maka dibuat program- program, yaitu :
8) Pengendalian inflasi.
9) Pencukupan kebutuhan pangan.
10) Rehabilitasi prasarana ekonomi.
11) Peningkatan kegiatan ekspor.
12) Pencukupan kebutuhan sandang.

Untuk program jangka panjang adalah program pembangunan dengan skala prioritas sebagai
berikut :
1) Program pembangunan sektor pertanian.
2) Pembangunan sektor prasarana.
3) Pembangunan sektor industri, pertambangan, dan minyak.

E. Periode 1969-1970 dan 1973-1974


Dalam periode ini permasalahan pokok yang dihadapi adalah :
1) Perekonomian semakin terbuka sehingga pengaruh gejolak perekonomian internasional
semakin terasa.
2) Industrialisasi kurang berkembang akibat daya beli masyarakat yang rendah.
3) Kesenjangan pendapatan semakin terasa baik antar golongan maupun antar daerah.
4) Krisis moneter yang terjadi di dunia berpengaruh buruk terhadap perekonomian.
5) Kurangnya pengawasan dalam proses pembangunan.

Pemerintah akhirnya menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita I) dalam


kurun waktu 1969-1970 dan 1973-1974. Repelita I dituangkan dalam Ketetapan MPRS
No.XXIII/MPRS/1966. Ketetapan MPRS tersebut menjadi GBHN yang pertama.Strategi yang
ditetapkan pada Repelita I dititikberatkan untuk upaya menstabilkan keadaan ekonomi dan
politik dengan menitikberatkan pada sektor pertanian dan sektor industri yang menunjang sektor
pertanian. Sektor pertanian menjadi leading sector pada Repelita I yang diharapkan dapat.
mendorong sektor-sektor lain dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Dengan sistem
perekonomian terbuka, pemerintah membuka diri terhadap modal asing dalam pembiayaan
pembangunan guna mempercepat laju pertumbuhan ekonomi. Investasi tersebut diarahkan untuk
industri pengganti impor.

F. Periode 1974-1975 dan 1978-1979


Pada Repelita sebelumnya pembangunan lebih diarahkan untuk percepatan pertumbuhan
ekonomi, maka dalam Repelita II lebih dititikberatkan untuk program pemerataan pembangunan.
Tujuan tersebut dibuat dengan pertimbangan keadaan yang dilihat pada negara-negara lain bahwa
tujuan pembangunan pada hakikatnya bukan sekedar menaikkan pertumbuhan ekonomi, akan
tetapi kesejahteraan rakyat yang lebih merata. Untuk itu dibuat program yang dikenal dengan
Trilogi Pembangunan, yaitu :
1) Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang menuju pada terciptanya keadilan sosial
bagi seluruh rakyat.
2) Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
3) Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Permasalahan yang timbul dalam Repelita II adalah kelanjutan masalah dalam Repelita I yang
masih belum dapat diselesaikan, seperti kurangnya lapangan kerja dan kesempatan usaha,
kesejahteraan yang belum merata, masalah kesehatan dan perumahan. Setelah pada Repelita I
mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi 6-7% pertahun, masalah-masalah tersebut semakin
meluas.

G. Periode 1979-1980 dan 1983-1984


Dalam Repelita III pertumbuhan ekonomi mencapai 7,2%, lebih rendah dari target yang
ditetapkan yaitu 7,5% pertahun. Kesenjangan antar daerah semakin terasa akibat tidak adanya
kesempatan kerja dan kesempatan usaha bagi golongan ekonomi lemah. Untuk itu pemerataan
pembangunan menjadi prioritas yang mencerminkan rasa keadilan. Kebijakan pemerataan pada
Repelita III dikenal dengan delapan jalur pemerataan, yaitu :
1) Pemerataan kebutuhan pokok rakyat, terutama pangan, sandang, dan perumahan.
2) Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.
3) Pemerataan pembagian pendapatan.
4) Pemerataan perluasan kesempatan kerja.
5) Pemerataan usaha, terutama bagi golongan ekonomi lemah.
6) Pemerataan kesempatan berpartisipasi, khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita.
7) Pemerataan pembangunan antar daerah.
8) Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.

Permasalahan perekonomian dunia juga belum selesai pada periode ini, dimana pada akhir
periode harga minyak bumi semakin menurun yang mengakibatkan neraca pembayaran Indonesia
semakin terpuruk. Untuk mengatasi hal tersebut dan meningkatkan daya saing produk Indonesia,
maka diambil kebijakan devaluasi rupiah terhadap US$ sebesar 27,6% pada 30 maret 1983.
H. Periode 1984-1985 dan 1988-1989

Pada Repelita IV masalah perekonomian masih berlanjut, dimana harga minyak bumi
turun drastis sehingga penerimaan negara menurun. Situasi perekonomian dunia yang tidak
menentu berakibat buruk terhadap perekonomian dalam negeri, dimana ekspor terhambat dengan
adanya proteksi dari negara-negara maju terutama Amerika Serikat.
Pada akhir Repelita IV, utang luar negeri semakin terbebani dengan depresiasi mata uang
Dollar Amerika terhadap Yen dan Mark Jerman. Keadaan yang menggembirakan adalah naiknya
harga minyak bumi yaitu US$15 perbarel, sedangkan ekspor non-migas telah dapat melampaui
ekspor berkat deregulasi yang dilaksanakan secara intensif. Indonesia pada tahun 1984 sudah
tidak lagi mengimpor beras, sehingga devisa yang ada dapat digunakan untuk kegiatan
pembangunan.
Kebijakan yang dituangkan dalam GBHN 1983 tidak jauh berbeda dengan GBHN pada
tahun 1978, sehingga kebijakan-kebijakan yang diambil masih melanjutkan Repelita sebelumnya.
Usaha-usaha deregulasi dan debirokratisasi dalam aspek moneter, perdagangan, dan fiskal
dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi pada mekanisme pasar.

I. Periode 1989-1990 dan 1993-1994

Akumulasi permasalah dalam periode-periode sebelumnya dengan kebijaka-kebijakan


yang telah diambil, maka pada Repelita V ada masalah- masalah yang masih berlangsung dan
pencapaian-pencapaian yang diraih.Keberhasilan yang dicapai pada periode ini adalah :
1) Perubahan struktur ekonomi, dimana peran sektor pertanian menurun dengan meningkatnya
peran sektor industri.
2) Indonesia masuk dalam kelompok negara berpenghasilan menengah pada tahun 1985 dengan
meningkatnya pendapatan perkapita.
3) Terus meningkatnya pendapatan nasional.
4) Swasembada beras sejak tahun 1984.

Permasalahan yang masih dihadapi dalam periode ini adalah:


1) Menurunnya tingkat pertumbuhan ekonomi.
2) Masalah utang luar negeri dan investasi asing.
3) Masalah kependudukan dan angkatan kerja.
4) Masalah pembangunan daerah, energi, dan lingkungan.

5) Memburuknya nilai tukar dasar (terms of trade) barang-barang ekspor.


Kebijakan deregulasi dan debirokratisasi masih terus dilanjutkan pada periode ini untuk
mengatasi ekonomi biaya tinggi akibat kebijakan periode- periode sebelumnya.
Repelita V berpedoman pada GBHN 1988 dengan kebijakan Trilogi Pembangunan, dengan arah
kebijakan sebagai kelanjutan Repelita IV menuju perbaikan taraf hidup dan kecerdasan rakyat
untuk mewujudkan masyarakat adil dan sejahtera.

J.Periode 1994-1995 dan 1998-1999


Repelita VI menjadi awal tahap tinggal landas Pembangunan Jangka Panjang II (PJP II).
Pembangunan Jangka Panjang I menghasilkan kemajuan dalam segenap aspek kehidupan bangsa
dan sebagai landasan memasuki tahap PJP II dan proses tinggal landas.
Pada akhir Repelita sebelumnya telah berhasil meletakkan landasan yang cukup dalam ekonomi,
politik, sosial budaya, dan pertahanan untuk memulai proses tinggal landas.
Pencapaian bidang ekonomi dengan struktur ekonomi yang seimbang dan kuat antara industri
dan pertanian. Sektor industri lebih ditingkatkan seiring peningkatan diversifikasi, intensifikasi,
ekstensifikasi, rehabilitasi pertanian serta pengembangan agrobisnis dan agroindustri.
Tujuan pembangunan pada Repelita VI adalah :
1) Menumbuhkan sikap dan tekad kemandirian manusia dan masyarakat Indonesia dalam rangka
meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk mewujudkan kesejahteraan lahir batin yang
lebih selaras, adil dan merata.
2) Meletakkan landasan pembangunan yang mantap untuk tahap pembangunan berikutnya.

Sasaran pembangunan adalah tumbuhnya sikap kemandirian dalam diri manusia dan
masyarakat Indonesia melalui peningkatan peran serta, efisiensi, dan produktivitas rakyat dalam
rangka meningkatkan taraf hidup, kecerdasan, dan kesejahteraan lahir batin.
Prioritas pembangunan pada Repelita VI adalah pembangunan- pembangunan di sektor ekonomi
dengan keterkaitan antara industri dan pertanian serta bidang pembangunan lainnya dan
peningkatan kualitas sumber daya manusia, dengan pengembangan :

I. Penataan industri nasional yang mengarah pada penguatan dan pendalaman struktur industry
yang didukung oleh :
a) Kemampuan teknologi yang makin meningkat.
b) Peningkatan ketangguhan pertanian.
c) Pemantapan sistem dan kelembagaan koperasi.
d) Penyempurnaan pola pangan, jasa, dan sistem distribusi.
e) Pemanfaatan secara optimal dan tepat guna faktor produksi dan sumber daya ekonomi, serta
ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai prasyarat terbentuknya masyarakat industri yang
menjamin peningkatan keadilan, kemakmuran, dan pemerataan pendapatan serta
kesejahteraan rakyat, sesuai dengan nilai-nilai pancasila.

II. Pembangunan sumber daya manusia agar semakin meningkat kualitasnya, sehingga dapat
mendukung pembangunan ekonomi melalui peningkatan produktivitas dengan pendidikan
nasional yang makin merata dan bermutu, disertai dengan peningkatan dan perluasan pendidikan
keahlian yang dibutuhkan berbagai bidang pembangunan, serta pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang makin mantap.

2.2 Kebijakan Pembangunan dan Konsep Tinggal Landas


Titik berat pembangunan dari Repelita I sampai dengan Repelita VI sejalan dengan teori
Rostow, dimana dapat digambarkan sebagai berikut :
Repelita I :Titik berat pembangunan pada sektor pertanian dan industri yang mendukung
sektor pertanian.
Repelita II :Titik berat pembangunan pada sektor pertanian dan peningkatan industri yang
mengolah bahan mentah menjadi bahan baku.
Repelita III :Titik berat pembangunan pada sektor pertanian menuju swasembada pangan dan
peningkatan industri yang mengolah bahan baku menjadi bahan jadi.
Repelita IV :Titik berat pada sektor pertanian dengan usaha-usaha menuju swasembada pangan
dengan meningkatkan industri yang menghasilkan mesin-mesin sendiri, baik industri berat
maupun ringan yang akan dikembangkan dalam Repelita-repelita selanjutnya.
Repelita V :Titik berat tetap pada sektor pertanian untuk lebih meningkatkan swasembada
pangan dan produksi pertanian lainnya dengan meningkatkan sektor industri yang menghasilkan
untuk ekspor, industri padat karya, industri pengolahan hasil pertanian, dan industri-industri yang
menghasilkan mesin-mesin industri.
Repelita VI :Titik berat pada bidang ekonomi dengan keterkaitan antara industri dengan
pertanian, serta bidang pembangunan lainnya yang merupakan penggerak utama PJP II, seiring
dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Dari struktur pembangunan mulai dari Repelita I sampai dengan Repelita VI, terlihat
bahwa tahap-tahap pertumbuhan sejalan dengan apa yang dikemukakan Rostow dalam teorinya.
Penguatan sektor pertanian pada masa awal pembangunan, yang dilanjutkan dengan sektor
industri untuk mendorong sektor pertanian telah dijalankan Repelita demi Repelita.
Namun yang perlu dicatat bahwa sampai dengan saat ini aspek teknologi termasuk
pertanian , negara kita masih tergolong tertinggal dengan negara-negara maju. Kemudian
infrastruktur yang mendukung pertumbuhan sektor-sektor lain misalnya industri baru sekarang
ini terlihat perkembangannya. Jadi, infrastruktur belum disiapkan dengan baik ketika menuju
tahap tinggal landas.
Bagaimanapun pembangunan ekonomi adalah proses yang terus menerus dan selalu
mengalami perubahan. Permasalahan teknologi yang belum modern dan rendahnya kualitas
sumber daya manusia masih menjadi permasalahan utama pemerintah dalam menjankan
pembangunan. Sekali lagi, sektor pendidikan menjadi sangat penting diperhatikan untuk
memperbaiki kelemahan-kelemahan tersebut. Dengan pendidikan yang merata dan berkualitas di
seluruh pelosok Indonesia, diharapkan akan terlahir generasi-generasi berikutnya yang lebih
berkualitas yang kemudian dapat membangun negara ini dengan teknologi yang modern untuk
mencapai kesejahteraan dan keadilan.

II.3 Pembangunan Pasca Krisis Ekonomi


A.Periode 1999-2004
Setelah perubahan fundamental dalam politik tahun 1998 yang diikuti dengan krisis
ekonomi, maka negara kita masuk dalam masa reformasi dengan berakhirnya masa pemerintahan
Orde Baru. Sistem ekonomi yang semula menganut sentralisasi (terpusat), dirubah menjadi
desentralisasi. Perubahan fundamental dalam politik pada masa awal reformasi, dimana
banyaknya partai dalam pemilu yang menghasilkan presiden yang tidak didukung mayoritas
suara di parlemen, membuat presiden Abdurrahman Wahid pada masa itu dijatukan oleh MPR
yang kemudian digantikan oleh Wakil Presiden.
Kondisi politik yang belum stabil membuat kepercayaan asing sangat rendah untuk
berinvestasi di Indonesia. Neraca perdagangan yang selalu defisit, ditambah lagi dengan terus
melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika.
Melihat fakta kondisi Indonesia sebelum krisis dimana pembangunan tidak merata yang
kemudian diikuti dengan gejolak ekonomi dan politik, maka pembangunan ekonomi pada masa
awal reformasi dijalankan dijalankan dengan kebijakan-kebijakan berikut :
1. Membangun ekonomi dengan sistem ekonomi kerakyatan untuk mencapai kesejahteraan
rakyat yang meningkat, merata, dan berkeadilan.
2. Mengembangkan ekonomi melalui otonomi daerah dan peran serta masyarakat secara
nyata dan konsisten.
3. Menempatkan prinsip-prinsip efisiensi yang didukung peningkatan kemampuan sumber
daya manusia dan teknologi untuk memperkuat landasan pembangunan berkelanjutan
dan daya saing nasional yang tinggi.
4. Berorientasi pada perkembangan globalisasi ekonomi internasional dengan tetap
mengutamakan kepentingan ekonomi nasional.
5. Mengelola kondisi makro ekonomi dengan secara hati-hati, disiplin, dan bertanggung
jawab dalam rangka menghadapi ketidakpastian yang meningkat akibat proses
globalisasi.
6. Menyusun kebijakan ekonomi secara transparan dan bertanggung jawab, baik dalam
pengelolaan politik, pemerintah, maupun masyarakat.
7. Membangun sistem sumber daya alam, lingkungan hidup, dan sistem sosial
kemasyarakatan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang berkesinambungan.

B.Periode 2004-2009
Pada periode ini terjadi perubahan fundamental dalam perpolitikan, dimana, peran MPR
dipersempit dengan tidak lagi melakukan penyusunan GBHN. Presiden bertugas membuat
program kerja yang harus dilaksanakan dengan baik dan dipertanggungjawabkan kepada publik.
Karena sistem pemilihan langsung dalam pemilihan presiden, maka kinerja presiden pada masa
kepemimpinan akan sangat menentukan terpilihnya kembali pada periode selanjutnya.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membuat Kabinet Indonesia Bersatu dengan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah, yang diarahkan untuk :
1. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia, kesejahteraan rakyat, dan ketahanan
budaya.
2. Meningkatkan pembangunan ekonomi dan membangun landasan pembangunan
berkelanjutan dalam rangka pengurangan pengangguran dan kemiskinan.
3. Mendorong pembangunan daerah.
4. Mendorong supremasi hukum.
5. Memantapkan kehidupan politik serta memperkokoh persatuan dan kesatuan dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dari lima prioritas pembangunan di atas, ditujukan untuk mewujudkan kondisi perekonomian
yang didukung oleh sektor riil yang berdaya saing, berdaya tahan, dan berkeadilan. Untuk
sasaran tersebut, maka kebijakan yang diambil adalah :
1) Meletakkan landasan perekonomian yang mengacu pada kepentingan nasional yang
mendorong mekanisme pasar dengan peran pemerintah yang optimal dalam mewujudkan
persaingan yang sehat
2) Mengembangkan perekonomian yang berdaya saing tinggi dan berdaya tahan melalui
percepatan kebangkitan sektor riil dengan penggerak sektor industri dan mewujudkan
ketahanan pangan yang tangguh.

3) Menjaga stabiitas moneter dan meningkatkan ketahanan sektor keuangan yang mampu
mengenali dan mencegah terjadinya krisis, serta mampu mengendalikan dampak krisis
yang terjadi.
4) Meningkatkan pemerataan pembangunan dan kesempatan berusaha yang dapat
mengangkat kesejahteraan masyarakat, terutama bagi penduduk yang kurang mampu,
serta meletakkan landasan bagi terbentuknya sistem jaminan sosial yang dapat menjamin
peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagai tujuan akhir pembangunan.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Pada dasarnya pembangunan ekonomi ditujukan untuk mengatasi kemiskinan,
penggangguran, dan ketimpangan. Sehingga dapat terwujudnya masyarakat yang
sejahtera, makmur, dan berkeadilan. Agar tercapai kesejahteraan tersebut, maka harus
diikuti dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pemerataan pembangunan, dan
adanya stabilitas nasional yang mantap dan dinamis atau yang pada masa orde baru
disebut dengan Trilogi Pembangunan. Pembangunan ekonomi diupayakan tidak lepas
dari pada trilogi pembangunan, karena dengan adanya pembangunan ekonomi maka
pertumbuhan ekonomi dengan kebijakan yang tepat akan memungkinkan terjadinya
distribusi yang merata dan tercapai kesejahteraan.

3.2 SARAN
A. Pemerintah harusnya membuka lapangan kerja yang padat karya agar banyak masyarakat yang
mendapatkan perkerjaan tetapi perlu melihat sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan juga
untuk mensejahterakan masyarakatnya.
B. Dengan adanya kerjasama yang baik antar sektor baik swasta maupun pemerintah, diharapkan
menjadi motor penggerak ekonomi kerakyatan dan juga sebagai sumber pertumbuhan bagi
masyarakat Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Hasan, Muhammad, Muhammad Azis. (2018). Pembangunan Ekonomi dan Pemberdayaan


Masyarakat. Cetakan ke-1. Jakarta: Nur Lina.
Sukirno, Sadono. (2017). Ekonomi Pembangunan Proses, Masalah, dan Dasar Kebijakan.
Cetakan ke-8. Jakarta: Kencana
Arsyad, Lincolin. 2007. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: Bagian Penerbit
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi.

Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta : Erlangga .

Anda mungkin juga menyukai