Disusun Oleh:
“Saya yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa tulisan terlampir adalah hasil
pekerjaan saya/kami sendiri.
Saya/kami memahami bahwa tulisan yang saya/kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan
atau dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.”
NPM : 1506679022
Judul Makalah : Transisi Kondsi Perekonmian Masa Orde Lama ke Masa Orde Baru:
Tantangan dan Strategi
Tanda Tangan,
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Masa orde lama merupakan pertama kalinya Indonesia sebagai negara yang
merdeka menjalankan roda pemerintahannya sendiri. Kondisi perekonomian
Indonesia pada awal kemerdekaan tentu nya belum stabil, sewajarnya sebuah negara
yang baru merebut kemerdekaan, fokus pemerintah pada saat itu adalah menjaga
dan melindungi wilayah serta kedaulatan NKRI.
Kondisi perekonomian Indonesia yang belum stabil dan mengalami stagnasi
ternyata dialami cukup lama, yaitu selama kurang lebih 20 tahun. Dengan segala
potensi yang dimiliki, berdasarkan buku Higgins (1968), dinyatakan bahwa
Indonesia merupakan negara yang memiliki kegagalan perekonomian yang
terburuk dianatar negara-negara berkembang lainnya, yang disebutnya sebagai
“chronic drop-out”.
Sejak awal kemerdekaan hingga pertengahan tahun 1960-an, kondisi
perekonomina Indonesia tidak kunjung membaik. Kemiskinan kronis, bahkan di
daerah Sumatra dan Jawa, menjadi pemandangan sehari-hari bangsa Indonesia.
Pada saat itu, hampir tidak terjadi pembangunan infrastruktur dan investasi di
Indonesia. penyediaan layanan umum seperti jalan, jembatan, bandara, akses
terhadap listrik, hingga sistem irigasi sangat buruk.
Pada masa pemerintahannya, Presiden Soekarno secara pribadi menganut
sistem sosialis-kominis yang berusaha beliau terapkan di Indonesia. Sistem
perekonomian yang sempat menjadi Sistem Demokrasi Liberal, pada tahun 1959
kembali diubah menjadi Sistem Demorasi Terpimpin dengan menjadikan
pemerintah sebagai pusat pengambil kebijakan perekonomian negara, serta
penerapan prinsip NASAKOM (Nasionalisme, Agama, dan Komunisme) yang
digaungkan oleh Presiden Soekarno. Oleh sebab itu, Presiden Soekarno bersikap
tertutup terhadap negara-negara barat. Trauma terhadap kolonialisme, terutama
kolonialisme negara barat dipercaya juga sebagai salah satu penyebab sifat tertutup
pemerintahan Indonesia pada awal masa kemerdekaan.
Kondisi perekonomian yang mengalami stagnasi dan keterpurukan selama
dua dekade kemerdekaan merupakan tugas rumah yang sangat berat bagi
pemerintah Indonesia selanjutnya. Pada tanggal 11 Maret 1966, setelah kejadian
Gerakan 30 September oleh PKI, dikeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret
(SUPERSEMAR) yang menyatakan bahwa pemerintahan Indonesia telah resmi
diambil alih oleh Jendral Soeharto yang kemudian menjabat sebagai Presiden
Negara Kesatuan Republik Indonesia selama 32 tahun. Dengan segala
kontroversinya, masa transisi dari Orde Lama ke Orde Baru telah dimulai.
BAB II
ISI
635.5
594
174
119 135
46 22 38 27
1958 1959 1960 1961 1962 1963 1964 1965 1966
9.88
8.76
8.1 7.63
7.55 7.32
6.82 7.027.04 6.89 6.77
5.8 5.3
4.98
3.7
2.2 2.4
1.7
0.5 0.6
-1.9 -1.5
-2.7 -2.7
Sejak awal pembahasan masa transisis orde lama ke orde baru, terlihat jelas
perbedaan kebijakan ekonomi yg ditempuh pada masa orde baru dengan masa orde
lama. Perbedaan tersebut tidak hanya sebatas perbedaan pengambilan kebijakan,
namun perbedaan ideologi yang diterapkan oleh kedua presiden. Presiden Soekarno
menggabungkan ideologi Pancasila/Nasionalisme, Agama, dan Komunisme menjadi
satu yang seringkali disebut sebagai ideologi NASAKOM. Presiden Soeharto, pada
paraktiknya, mengambil kebijakan-kebijakan terutaam dalam bidang ekonomi yang
seperti paham Neo Klasik.
Beberapa sumber menceritakan asal-usul penggunaan neoklasik ekonomi
dalam pengambilan kebijakan oleh Soeharto. Pada tahun 1966, Profesor Widjojo
Nitisastro yang abru kembali dari University of Calofornia diutus untuk menjadi
penasihat ekonomi pada masa awal orde baru. Cara pandang yang dihugunakan
dalam pengambilan keputusan ekonomi pada saat itu adalah fokus Indonesia pada
saat itu haruslah kepada bagaimana dapat memanjukan pembangunan nasional, dan
menempatkan keterlibatan asing bukan sebagai ancaman akan kedaulatan negara
melainkan sebagai sarana untuk dapat meningkatkan foreign direct investment
maupun gains from trade. Pandangan tersebut menempatkan keterlibatan luar negeri
dalam pembangunan bukan merupakan tantangan atau beban, tetapi sebagai suatu
peluang yang harus dimanfaatkan dengan baik.
Terlepas dari segala perbedaan yang telah dibahas, gaya kepemimpinan
pada masa orde lama dan masa orde baru memiliki kesamaan dalam hal pemusatan
kekuasaan atau wewenang. Pada masa akhir orde lama, melalui Dekrit Presiden
tahun 1959, Presiden Soekarno memutuskan untuk kembali pada Sistem Demokrasi
Terpimpin yang menjadikan presiden sebagai pemegang kekuasaan yang tertinggi
dan pengambila keputusan yang terpusat. Begitu juga dengan masa orde baru,
walaupun sistem ekonomi diubah menjadi sistem ekonomi pasar, liberalisasi hanya
terjadi pada sektor ekonomi. Secara politik, kekuasaan bersifat sangat terpusat dan
dibawah kendali Presiden.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Buku
Jurnal
ANDERSON, B. (1983) Old State, New Society: Indonesia's New Order in Historical
Perspective.Journal of Asian Studies 42:477-96.
Liddle, R William. The Relative Autonomy of the Third World Politician: Soeharto and
Indonesian EconomicDevelopment in Comparative Perspective. International Studies
Quarterly, Vol. 35, No. 4 (Dec., 1991), pp. 403-427
Website
http://www.bi.go.id/id/tentang-bi/museum/sejarah-bi/
http://www.litbang.pertanian.go.id/buku/reformasi-kebijakan-menuju/BAB-IV-1.pdf
http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/133040-T%2027828-Identifikasi%20faktor-
Pendahuluan.pdf