Anda di halaman 1dari 19

TRANSISI MASA ORDE LAMA KE MASA ORDE BARU:

TARGET, STRATEGI, DAN KONDISI EKONOMI POLITIK

Disusun Oleh:

Relindya Yuiswari S. (1506679022)

Fakultas Ekonomi dan Bisnis


Universitas Indonesia
Depok
2017
Statement of Authorship

“Saya yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa tulisan terlampir adalah hasil
pekerjaan saya/kami sendiri.

Materi ini tidak/belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk makalah/tugas


pada mata ajaran lain kecuali saya/kami menyatakan dengan jelas bahwa saya/kami
menyatakan menggunakannya.

Saya/kami memahami bahwa tulisan yang saya/kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan
atau dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.”

Nama : Relindya Yuriswari Salehaningtyas

NPM : 1506679022

Mata Ajaran : Sejarah Prekonomian Indonesia dan Kelembagaan

Judul Makalah : Transisi Kondsi Perekonmian Masa Orde Lama ke Masa Orde Baru:
Tantangan dan Strategi

Tanggal : 20 Desember 2017

Nama Dosen : Femmy Roeslan S.E., M.Ec.Dev


Prof. Dorodjatun K Jakti S.E., M.A., Ph.D.

Tanda Tangan,

(Relindya Yuriswari S.)


BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Masa orde lama merupakan pertama kalinya Indonesia sebagai negara yang
merdeka menjalankan roda pemerintahannya sendiri. Kondisi perekonomian
Indonesia pada awal kemerdekaan tentu nya belum stabil, sewajarnya sebuah negara
yang baru merebut kemerdekaan, fokus pemerintah pada saat itu adalah menjaga
dan melindungi wilayah serta kedaulatan NKRI.
Kondisi perekonomian Indonesia yang belum stabil dan mengalami stagnasi
ternyata dialami cukup lama, yaitu selama kurang lebih 20 tahun. Dengan segala
potensi yang dimiliki, berdasarkan buku Higgins (1968), dinyatakan bahwa
Indonesia merupakan negara yang memiliki kegagalan perekonomian yang
terburuk dianatar negara-negara berkembang lainnya, yang disebutnya sebagai
“chronic drop-out”.
Sejak awal kemerdekaan hingga pertengahan tahun 1960-an, kondisi
perekonomina Indonesia tidak kunjung membaik. Kemiskinan kronis, bahkan di
daerah Sumatra dan Jawa, menjadi pemandangan sehari-hari bangsa Indonesia.
Pada saat itu, hampir tidak terjadi pembangunan infrastruktur dan investasi di
Indonesia. penyediaan layanan umum seperti jalan, jembatan, bandara, akses
terhadap listrik, hingga sistem irigasi sangat buruk.
Pada masa pemerintahannya, Presiden Soekarno secara pribadi menganut
sistem sosialis-kominis yang berusaha beliau terapkan di Indonesia. Sistem
perekonomian yang sempat menjadi Sistem Demokrasi Liberal, pada tahun 1959
kembali diubah menjadi Sistem Demorasi Terpimpin dengan menjadikan
pemerintah sebagai pusat pengambil kebijakan perekonomian negara, serta
penerapan prinsip NASAKOM (Nasionalisme, Agama, dan Komunisme) yang
digaungkan oleh Presiden Soekarno. Oleh sebab itu, Presiden Soekarno bersikap
tertutup terhadap negara-negara barat. Trauma terhadap kolonialisme, terutama
kolonialisme negara barat dipercaya juga sebagai salah satu penyebab sifat tertutup
pemerintahan Indonesia pada awal masa kemerdekaan.
Kondisi perekonomian yang mengalami stagnasi dan keterpurukan selama
dua dekade kemerdekaan merupakan tugas rumah yang sangat berat bagi
pemerintah Indonesia selanjutnya. Pada tanggal 11 Maret 1966, setelah kejadian
Gerakan 30 September oleh PKI, dikeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret
(SUPERSEMAR) yang menyatakan bahwa pemerintahan Indonesia telah resmi
diambil alih oleh Jendral Soeharto yang kemudian menjabat sebagai Presiden
Negara Kesatuan Republik Indonesia selama 32 tahun. Dengan segala
kontroversinya, masa transisi dari Orde Lama ke Orde Baru telah dimulai.
BAB II
ISI

1. Tantangan dan Permasalahan Ekonomi Indonesia pada Masa Transisi

Peralihan kepemimpinan dari Presiden Soekarno ke Presiden Soeharto


memiliki beberapa tantangan dari segi kondisi perekonomian nasional, yang mana
permasalahan tersebut telah mengakar, dan belum mampu dituntaskan sejak tahun-
tahun awal kemerdekaan. Permasalahan tersebut antara lain rendahnya PDB per
kapita yang menunjukan rendahnya kesejahteraan ekonomi masyarakat atau
kemiskinan, serta tingkat inflasi dan kestabilan harga yang sulit dikendalikan.
Permasalahan kemiskinan dan GDP per kapita Indonesia telah menjadi
momok sejak pemerintahan sebelum orde baru. Stagnasi perekonomian sejak tahun-
tahun awal kemerdekaan terus berlanjut hingga pada tahun 1967, PDB per kapita
berada dibawah PDB perkapita pada tahun 1941. Apabila dibandingkan dengan
negara-negara Asia dan Afrika lainnya, seperti Thailand, Filipina, Malaysia,
Singarupra, Bangladesh, China, Korea, Kongo, Mesir, Ghana, dan lain-lain,
Indonesia pun masih cukup jauh tertinggal. Untuk membangkitkan perekonomian
dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi Indonesia merupakan salah satu
tantangan berat yang harus dituntaskan oleh pemerintah.

PDB perkapita pada tahun 1967

Asia PDB Perkapita Afrika PDB Perkapita


Indonesia 647 Kongo 709
Thailand 1324 Mesir 1067
Filipina 1696 Ghana 1346
Malaysia 1846 Nigeria 1455
Singapura 5320 Ivory Coast 1212
Bangladesh 675 Senegal 1287
China 716 - -
India 809 - -
Korea 2199 - -
Selain stagnasi perekonomian, inflasi yang sangat tinggi hingga mencapai
lebih dari 600% adalah salah satu tantangan terbesar. Berikut adalah data inflasi
Indonesia saat Indonesia menganut Sistem Demokrasi Terpimpin dibawah
pemerintahan Presiden Soekarno.

Laju Inflasi Indonesia


1958-1966

635.5
594

174
119 135
46 22 38 27
1958 1959 1960 1961 1962 1963 1964 1965 1966

Pengendalian inflasi yang baik dapat menciptakan kestabilan harga dalam


suatu perekonomian, sehingga salah satu pekerjaan rumah pemerintah orde baru
pada saat itu adalah pengendalian inflasi demi mencapai kesejahteraan yang
diinginkan, serta mengejar ketertinggalan Indonesia.
Selain permasalahan dua variable krusial makroekonomi yaitu pertumbuhan
ekonomi dan inflasi, masalah sosial dan pembangunan turut menjadi permasalahan
nasional yang genting untuk diselesaikan. Tingkat kelahiran, dan dalam waktu yang
sama, kematian di Indonesia terutama di Pulau Jawa meningkat secacara drastis
setiap tahunnya. Tingkat pendidikan dan kesadaran akan pentingnya pendidikan di
Indonesia yang masih sangat rendah. Berdasarkan sensus yang dilakukan pada
tahun 1961, tercatat bahwa hampir sebagian besar masyarakat Indonesia tidak
mendapatkan akses pendidikan, dan lebih dari 50% buta huruf. Selain itu,
pembangunan juga menjadi isu yang penting mengingat penyediaan sarana publik
yang masih sangat minim.
2. Target Pemerintah Orde Baru pada Masa Transisi

Dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto, masa orde baru banyak


mengambil keputusan dan langkah yang secara signifikan mengubah landasan
perekonomian Indonesia. Presiden Soeharto mengambil langkah-langkah yang
condong pada sistem ekonomi liberal dan kembali ke sistem ekonomi pasar.
Beberapa hal yang menjadi fokus dalam masa transisi ini, dan hal-hal yang
dikondisikan sesuai dengan gaya kepemimpinan Presiden Soeharto antara lain,
kondisi krisis ekonomi, praktik atau keikutsertaan Indonesia dalam perdagangan
international, dan tipe rezim. Hal-hal yang menjadi fokus tersebut kemudian
mengarahkan kebijakan-kebijakan ekonomi dan politik yang diambil selama orde
baru.
Dalam proses mengondisikan permasalahan-permasalah tersebut, pada masa
awal trasisi, pemerintah orde baru memprioritaskan beberapa hal yang dianggap
paling krusial untuk segera ditangani yaitu stabilisasi harga, penjadwalan
pembayaran hutang luar negeri, pengurangan jumlah budget deficit, serta
pengembalian sistem ekonomi pasar. Kebijakan pada awal pemerintahan orde baru,
secara strategis bertujuan untuk mencapai prioritas yang telah ditetapkan.
Dalam rangka stabilisasi dan rehabilitasi kondisi perekonomian nasional,
kebijakan pertama yang diambil oleh pemerintah order baru adalah dengan
mengeluarkan Ketetapan MPRS No.XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaruan
Kebijakan Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan.
Penjabaran mengenai hal-hal yang ingin dicapai melalui Ketetapan MPRS
No.XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaruan Kebijakan Ekonomi, Keuangan, dan
Pembangunan tersebut secara ringkas adalah sebagai berikut.
a. Merombak kondisi-kondisi yang selama ini menyebabkan terjadinya
stagnasi selama kurang lebih dua dekade, kondisi-kondisi tersebut antara
lain:
o Penerimaan negara yang rendah dengan pengeluaran yang tinggi.
o Penyaluran kredit bank yang tidak efisien.
o Penumpukan hutang luar negeri untuk kegiatan yang kurang
produktif.
o Penggunaan devisa impor yang tidak dimaksimalkan untuk
pemenuhan sarana publik.
b. Debirokratisasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian.
c. Perhatian terhadap produsen kecil dalam negeri.

Dalam mencapai kondisi tersebut, pemerintah melakukan langkah-langkah


strategis untuk mencapainya, antara lain pembaruan sistem perpajakan dan
perluasan basis pajak, efisiensi penyaluran kredit, serta penghematan pengeluaran
negara seperti belanja rutin dan subsisdi bagi perusahaan milik negara. Pembaruan
sistem pajak yang dilakukan dalam rangka menigkatkan penerimaan negara melaui
pajak pendapatan dan pajak kekayaan. Hal tersebut diiringi dengan penghematan
pengeluaran negara, sehingga dapat memperkecil gap budget deficit nasional sesuai
tujuan awal pengondisian perekonomian negara yang direncanakan pemerintah.
Selain permasalahan keuangan negara, pada awal masa orde baru
pemerintah dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto menetapkan target yang
tidak kalah penting lainnya seperti penguatan pangan dan sandang bagi masyarakat
Indonesia. Dalam prosesnya, Kabinet AMPERA menetapkan program-proram
jangka pendek dan jangka panjang. Program jangka pendek antara lain yang telah
disebutkan sebelumnya mengenai stabilisasi dan rehabilitas keuangan, program
pembangunan, dan pengelolaan devisa. Sedangkan program jangka panjang yang
juga menjadi target pemerintah pada saat itu meliputi pembangunan sektor
pertanian (sebagai pondasi kekuatan pangan nasional), sektor infrastruktur, dan
industri pertambangan dan minyak yang merupakan potensi dari kekayaan alam
Indonesia.
Keikutsertaan Indonesia dalam perdagangan internasional dan keterlibatan
asing merupakan target turunan dari beberapa target utama tersebut. Dengan
mengembalikan sistem perekonomian ke sistem pasar, orde baru merencanakan
ekspansi ekspor Indonesia ke luar negeri dan investasi asing dalam pembangunan
infrastruktur Indonesia mauapun penanaman modal.
Berdasarkan target yang telah dijabarkan diatas, hal-hal yang ingin
dikondisikan oleh pemerintahan orde baru tercermin secara strategis. Pengondisian
krisis ekonomi negara berkaitan dengan target stabilisasi dan rehabilitas
perekonomian nasional, serta keikutsertaan Indonesia dalam perdangan
internasional dan hubungan luar negeri yang berkaitan dengan target ekspansi
ekspor atau usaha peningkatan pendapatan negara dan program pembagunan
melalui investasi baik dari dalam mauapun luar negeri. Pengondisian terakhir, yaitu
tipe rezim pemerintahan orde baru akan dibahas pada bagian selanjutnya mengenai
kondisi ekonomi politik Indonesia pada masa transisi orde lama ke orde baru.

3. Kondisi Ekonomi Politik pada Masa Transisi

Sebelum menjabarakan mengenai kondisi ekonomi, sosial, dan politik di


Indonesia pada masa orde baru, khususnya pada masa-masa transisi berikut adalah
data dan analisis singkat mengenai masing-asing variable yang keterkaiatannya
akan dibahas pada bagian akhir.
Inflasi
Seperti yang telah dijelaskan pada bagian tantangan dan target masa orde
baru, permasalahan utama yang terus dibahas adalah pengendalian laju inflasi. Pada
masa orde lama, terutama pada saat Indonesia menganut Sistem Demokrasi
Terpimpin, kondisi perekonomian terutama variable inflasi tidak terkendali, hingga
mencapai angka lebih dari 635%. Pada masa peralihan ke orde baru, laju inflasi
dapat dikendalikan dengan baik hingga mencapai angka dibawah 10% di tahun-
tahun awal, terhitung sejak tahun 1969-1971, dan seterusnya di angka laju inflasi
yang terhitung moderat.

Laju Inflasi Indonesia Tahun 1969-1986


35
33.32
30
25 25.84
23.3
21.77
20 19.69
15.97 Inflasi
15 14.2
11.82 11.46
10 9.898.88 9.69 8.76
6.69 7.09
5 4.31
2.47
0 0 0
69 70 71 72 73 74 75 76 77 79 80 81 82 83 84 85 86
19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19
Economic Growth

Pertumbuhan PDB Indonesia tahun 1955-1980 (%)

9.88
8.76
8.1 7.63
7.55 7.32
6.82 7.027.04 6.89 6.77
5.8 5.3
4.98
3.7
2.2 2.4
1.7
0.5 0.6

-1.9 -1.5
-2.7 -2.7

Selain inflasi, permasalahan ekonomi yang dihadapi Indonesia pada masa


orde lama adalah stagnasi ekonomi. Oleh karena itu, pemerintah orde baru
melakukan berbagai macam upaya stabilisasi dan rehabilitasi untuk menstimulus
pertumbuhan ekonomi nasional. Grafik diatas menunjukan hasil dari uapaya-upaya
yang dilakukan pemerintahan orde baru dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi
yang semula sangat kecil, bahkan hingga minus saat Indonesia menganut Sistem
Domokrasi Terpimpin dari tahun 1959-1966. Sejak tahun 1969 higga tahun 1980
rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai angka 7,39%.
Berdasarkan dua indikator makro ekonomi tersebut, inflasi dan pertumbuhan
PDB nasional, kondisi perekonomian Indonesia terlihat mengalami kemajuan yang
sangat impresif. Rata-rata pertumbuhan ekonomi dari tahun 1967 hingga 1973
adalah sebesar 8% dengan kontribusi sektor agrikultur hampir mencapai 30% dari
total pertumbuhan ekonomi nasional. Seperti yang sudah kita ketahui, masa orde
baru terkenal dengan masa kejayaan pangan nasional. Program pemerintah yang
dikenal sebagai Rencana Pembangunan Lima Tahun yang pertama (REPELITA I)
dan REPELITA selanjutnya, memberikan perhatian yang besar bagi perkembangan
sektor pangan.
Rencana Pembangunan Lima Tahun yang pertama (REPELITA I) pada
tahun 1969-1974 memiliki tujuan utama untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat Indonesia, serta pembangunan yang difokuskan pada sektor pangan
sebagai kebutuhan pokok. Selain pangan, perhatian REPELITA I dalam rangka
meningkatkan taraf hidup juga dititik beratkan pada penyediaan sandang,
perumahan rakyat, perluasan lapangan pekerjaan, dan pembangunan infrastrustur
yang dapat menungjang kegiatan pada sektor pangan.
Langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah pada saat itu adalah sebagai
berikut.
a. Mendistribusikan bibit unggul dan melakukan eksperimen terhadap
pembasmi hama.
Dalam upayanya, pemerintah mendukung pengenalan dari teknologi
pupuk yang dikembangkan di International Rice Research Institute di
Filipina.
b. Perbaikan infrastruktur yang digunakan dalam proses produksi
hingga distribusi produk pangan, yaitu:
o Perbaikan saluran irigasi sawah untuk lahan-lahan pertanian
o Perbaikan jalan raya
o Perbaikan pasar (tempat jual beli produk pangan)
c. Upaya transmigrasi lahan ke pulau-pulau diluar jawa, seperti Sulawesi,
Kalimantan, Maluku, dan Papua agar menjadi lahan pertanian yang
produktif.

Pertumbuhan ekonomi nasional kembali mengalami perkembangan setelah


peningkatan harga minyak dunia (oil boom) setelah tahun 1973. Berkat peningkatan
harga minyak dunia, pertumbuhan real income in term of trade Indonesia memiliki
rata-rata diatas 10% per tahun, terhitung dari tahun 1967 (pada awal trasisi
pemerintahan orde baru) hingga tahun 1981.
Walaupun penigkatan harga minyak dunia hanya diterjadi sementara dan
mengalami penurunan pada pertengahan 1980-an dan berdampak pada penurunan
pertumbuhan ekonomi nasional, dampak tersebut dapat segera ditangani oleh
pemerintah dengan melakukan reformasi perpajakan (meningkatkan penerimaan
pajak), reformasi sistem perbankan, dan pemberian insentif bagi eksporter.

Pendidikan, Penduduk, dan Kesehatan

Beberapa tantangan yang krusial untuk diselesaikan selain permasalahan


makroekonomi nasional adalah masalah pendidikan, penduduk, dan kesehatan di
Indonesia. Pada masa-masa awal kemerdekaan hingga tahun 1961, tingkat
pendidikan di Indonesia seperti belum mengalami banyak perubahan. Seperti yang
telah disebutkan sebelumnya, pada tahun 1961 diadakan sensus dan terlihat hasil
yang sangat miris. Sebagian besar penduduk Indonesia tidak tersentuh oleh
pendidikan yang layak, bahkan lebih dari 50% buta huruf.
Kondisi tersebut diperparah oleh penambahan jumlah penduduk yang sangat
cepat. Selama masa kepemimpinan Presiden Soekarno, kebijkan mengenai masalah
penduduk lebih bersifat pro-natalis. kebijakan yang ditempuh mengenai
permasalahan penduduk yang meningkat pesat terutma di Pulau Jawa disiasati
dengan program transmigrasi penduduk jawa ke pulau-pulai lain seperti Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi, bahkan Papua.
Kondisi kesadaran akan pentingnya kesehatan dan sarana publik untuk
kesehatan pun masih sangat terbatas. Jumlah tenaga medis pada masa orde lama
hanya sedikit. Buruknya kondisi kesehatan di Indonesia pada saat itu tercermin dari
proporsi kematian dini (infant mortality) pada tahun 1966-1967 yang tinggi, yaitu
145 individu dari setiap 1000 kelahiran, serta harapan hidup yang rendah yaitu
hanya 46 tahun.
Pada masa transisi, Presiden Soehato mengambil langkah-langkah atau
kebijakan-kebijakan yang bertolak belakang dengan pemerintahan sebelumnya.
Pemerintah Indonesia pada masa orde baru terbuka terhadap investasi luar,
termasuk dari negara barat dan Jepang. Investasi atau suntikan dana asing tersebut
banyak digunakan untuk membangun infrastruktur nasional, salah satunya
pembangunan sekolah-sekolah.
Pendidikan merupakan program yang tidak bisa dilaksanakan atau
memberikan hasil yang instan dalam jangka panjang. Perbaikan kondisi pendidikan
di Indonesia dilakukan terus menerus, perjuangan tidak dilakukan hanya pada masa
transisi. Hasilnya, pada tahun 1993 terjadi peningkatan proporsi penduduk
Indonesia yang menyelesaikan Sekolah dasar menjadi lebih dari 90%, sedangkan
pada tahun 1961 hanya 41,4%.
Pengambilan kebijakan yang perbedaannya sangat nyata oleh Presiden
Soeharo dengan pemerintah sebelumnya juga terjadi pada sektor kependudukan.
Apabila pada masa orde lama pemerintah bersikap pro-natalis, maka pada orde baru
pemerintah mengeluakan kebijakan yang bertujuan untuk mengontrol atau
mengurangi tingkat kelahiran. Kebijakan terebut dikenal dengan Program Keluarga
Berencana.
Pada tahun 1968, dibenuk suatu institusi yang disebut sebagai Institusi
Keluarga Berencana Nasional yang bertanggungjawab untuk memastikan jalannya
Program Keluarga Berencana terutama di daerah Jawad an Bali. Dalam
menjalankan program tersebut pemerintah mendapat suntikan dana dari luar negri
(foreign aid). Program tersebut dilakukan dengan cara memberikan pengetahuan
dengan mensosialisasikan pentingnya pendidikan bagi perempuan yang bertujuan
untuk meningkatkan usia perempuan menikah dan penggunaan alat kontrasepsi bagi
pasangan untuk mengatur jumlah anggota keluarga. Progam Keluarga Berencana
memberikan dampak yang nyata, terjadi penurunan jumlah pertumbuhan penduduk
pada tahun-tahun pertengahan 1970 yang terjadi bukan hanya di daerah Jawad an
Bali, namun di daerah Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Program Keluarga Berencana memiliki keterkaitan yang sangat mendalam
dengan usaha peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan yang dilakuakn sejak
masa awal pemerintahan orde baru. Dengan sosialisasi mengenai pentingnya
kualitas pendidikan dan kesehatan, masyarakat memiliki kesadaran untuk mengatur
jumlah anggota keluarga (anak) agar dapat fokus memberikan pendidikan dan
kesehatan yang berkualitas pada anak. Oleh karena itu, penuntasan masalah
kependudukan dan kesadaran akan pentingnya pendidikan serta kesehatan dilakukan
secara parallel sejak masa transisi pemerintahan orde baru.

Pembangunan dan Kebijakan Internasional

Pada masa awal pemerintahan orde baru, pembangunan dilakukan untuk


menunjang sektor pagan yang menjadi targaet utama REPELITA I (1969-1974).
Pembangunan jalan, perbaikan sistem irigasi, dan perbaikan pasar dilakukan oleh
pemerintah. Selain itu, perintah orde baru memberikan perhatian yang besar bagi
pembangunan di daerah pedesaan. Pembangunan tidak hanya dititk beratkan pada
pembangunan fisik, melainkan pendidikan serta kesehatan. Di jangka panjang, hasil
pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah adalah sebagai berikut.
a. Peningkatan pendapatan perkapita dari $50 pada tahun 1965 menjadi
$1,300 di tahun 1996/1997
b. Jumlah masyarakat yang bisa membaca meningkat dari sekitar 43%
ditahun 1965 menjadi lebih dari 90% di tahun 1996/1997
c. Pada pertengahan tahun 1960 hanya ada 1 dokter per 27,614 individu,
pada tahun 1990-an terdapat 1 dokter per 6,861 individu.
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, pemerintah orde baru mengambil
kebijakan-kebijakan yang seringkali bertolak belakang dengan kebijakan
pemerintahan sebelumnya. Apabila pada masa orde lama Indonesia bersikap
tertutup dengan asing, maka pemerintah orde baru justru mengikutsertakan diri
dalam perdagangan, perjajian, bahka penerimaan bantuan luar negeri, hal tersebut
dilakukan demi meningkatkan penerimaan negara dengan cara aktif dalam
perdagangan international (mendapatkan gains from trade) dan membantu
pembangunan nasional.
Selain itu, pada pertengah 1970 Indonesia memulai hubungan bilateral
dengan Jepang. Jepang pada saat itu memberikan pendampingan bagi pembangunan
Indonesia, selain itu ppemberian bantuan dana yang disebut Tokyo’s Aid yang
digunakan oleh pemerintah untuk promosi ekpor, pembangunan infrastruktur yang
berbasis investasi swasta luar negeri, kebutuhan bahan baku seperti minyak,
alumunium, ataupun produk hutan. Untuk membantu pembiayaan pembangunan,
Soeharto mulai membangun relasi Indonesia dengan lembaga keuangan dunia
seperti International Monetary Funds, World Bank, maupun Asian Development
Bank.

Dibalik Kebijakan-Kebijakan Masa Transisi Orde Baru

Sejak awal pembahasan masa transisis orde lama ke orde baru, terlihat jelas
perbedaan kebijakan ekonomi yg ditempuh pada masa orde baru dengan masa orde
lama. Perbedaan tersebut tidak hanya sebatas perbedaan pengambilan kebijakan,
namun perbedaan ideologi yang diterapkan oleh kedua presiden. Presiden Soekarno
menggabungkan ideologi Pancasila/Nasionalisme, Agama, dan Komunisme menjadi
satu yang seringkali disebut sebagai ideologi NASAKOM. Presiden Soeharto, pada
paraktiknya, mengambil kebijakan-kebijakan terutaam dalam bidang ekonomi yang
seperti paham Neo Klasik.
Beberapa sumber menceritakan asal-usul penggunaan neoklasik ekonomi
dalam pengambilan kebijakan oleh Soeharto. Pada tahun 1966, Profesor Widjojo
Nitisastro yang abru kembali dari University of Calofornia diutus untuk menjadi
penasihat ekonomi pada masa awal orde baru. Cara pandang yang dihugunakan
dalam pengambilan keputusan ekonomi pada saat itu adalah fokus Indonesia pada
saat itu haruslah kepada bagaimana dapat memanjukan pembangunan nasional, dan
menempatkan keterlibatan asing bukan sebagai ancaman akan kedaulatan negara
melainkan sebagai sarana untuk dapat meningkatkan foreign direct investment
maupun gains from trade. Pandangan tersebut menempatkan keterlibatan luar negeri
dalam pembangunan bukan merupakan tantangan atau beban, tetapi sebagai suatu
peluang yang harus dimanfaatkan dengan baik.
Terlepas dari segala perbedaan yang telah dibahas, gaya kepemimpinan
pada masa orde lama dan masa orde baru memiliki kesamaan dalam hal pemusatan
kekuasaan atau wewenang. Pada masa akhir orde lama, melalui Dekrit Presiden
tahun 1959, Presiden Soekarno memutuskan untuk kembali pada Sistem Demokrasi
Terpimpin yang menjadikan presiden sebagai pemegang kekuasaan yang tertinggi
dan pengambila keputusan yang terpusat. Begitu juga dengan masa orde baru,
walaupun sistem ekonomi diubah menjadi sistem ekonomi pasar, liberalisasi hanya
terjadi pada sektor ekonomi. Secara politik, kekuasaan bersifat sangat terpusat dan
dibawah kendali Presiden.
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan

Masa transisi dilakukan dengan sangat baik dan menunjukan pencapaian-


pencapain yang impresif hingga pertengahan tahun 1980 (dipengaruhi oleh oil
boom yang menjad 2/3 dari penerimaan negara pada saat itu). Pengambilan
kebijakan yang diambil oleh pemerintah orde baru sebagian besar berbanding
terbalik dengan apa yang dilakukan oleh pemerintahan sebelumnya, terutama dari
segi hubungan dengan laur negeri. Masa transisi mampu membawa perekonomian
yang terpuruk dan layu menjadi bangkit dan lebih segar.
Stabilisasi dan rehabilitasi perekonomian menjadi fokus awal pemerintahan
masa orde baru. Pemerintah berusaha menekan laju inflasi hingga pada tahun 1969-
1971 laju inflasi Indonesia berada dibawah angka 10%. Penyesuaian anggaran
pemerintah juga dilakukan demi mmperbaiki kondisi keuangan dengan cara
menekan pengeluaran negara agar dapat memperkecil gap budget deficit.
Pemerintah juga melakukan berbagai upaya yang dapat menstimulus pertumbuhan
PDB nasional.
Dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat Indonesia. Pemerintah
membagi fokusnya kepada pengembangan sektor pertanian sebagai pondasi
kebutuhan dasar masyarakat. Pembangunan jalan, perbaikan sistem irigasi, dan
pasar dilakukan demi mencapai tujuan tersebut. Langkah-langkah pemerintah dalam
memperbaiki taraf hidup masyarakat tertulis dalam REPELITA I (1969-1974).
Perbedaan kebijakan ekonomi dan sosial yang diambil oleh Presiden
Soeharto dan Presiden Soekarno sangat drastis. Namun, secara politik, pada masa
transisi tidak terlihat perbedaan dari segi pemusatan kekuatan atau kewenangan
presiden. Kedua orde ini memusatkan kepemimpinan, segala kebijakan dan
kekuasaan secara terpusat kepada presiden, Presiden Soekarno dengan pasuka PKI-
nya dan Presiden Soeharto dengan pasukan militernya.
REFERENSI

Buku

Booth, Anne. Ecnomic Change in Modern Indonesia: Colonial and Post-Colonial


Comparisons. 2016. UK: Cambridge University Press

Jurnal

ANDERSON, B. (1983) Old State, New Society: Indonesia's New Order in Historical
Perspective.Journal of Asian Studies 42:477-96.

Liddle, R William. The Relative Autonomy of the Third World Politician: Soeharto and
Indonesian EconomicDevelopment in Comparative Perspective. International Studies
Quarterly, Vol. 35, No. 4 (Dec., 1991), pp. 403-427

Website

http://www.bi.go.id/id/tentang-bi/museum/sejarah-bi/

http://www.litbang.pertanian.go.id/buku/reformasi-kebijakan-menuju/BAB-IV-1.pdf

http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/133040-T%2027828-Identifikasi%20faktor-
Pendahuluan.pdf

Anda mungkin juga menyukai