Anda di halaman 1dari 27

PEREKONOMIAN INDONESIA

DISUSUN OLEH :
NIA MARSELINA HIDAYAT
0112U095
KELAS E AKUNTANSI S1
DOSEN :
Prof. Dr. H., Drs., M.S.P. RUSLI GHALIB

UNIVERSITAS WIDYATAMA
TAHUN AJARAN 2012-2013
KATA PENGANTAR 

Puji dan syukur saya haturkan kepada Allah SWT karena atas segala Rahmat, Hikmat
dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan makalah Perekonomian Indonesia yang diberikan
oleh Bapak Prof. Dr. H., Drs., M.S.P. Rusli Ghalib sebagai tugas mata kuliah Perekonomian
Indonesia. Adapun makalah yang saya susun berisi tentang Perekonomian Indonesia dan
terdiri dari hal-hal yang sebelumnya telah dibahas oleh Bapak Prof. Dr. H., Drs., M.S.P. Rusli
Ghalib (Bab I hingga Bab VI).

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak kesalahan.
Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membangun sangat penyusun butuhkan agar
kedepannya penyusun mampu lebih baik lagi.

Bandung, 16 Oktober 2013

 Penyusun,

Nia Marselina Hidayat


DAFTAR ISI
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perlu diketahui bahwa pola dan proses dinamika pembangunan ekonomi di suatu
Negara sangat ditentukan oleh banyak faktor, baik internal (domestik) maupun eksternal
(global). Faktor-faktor  internal, di antaranya adalah kondisi fisik (termasuk iklim), lokasi
geografi, jumlah dan kualitas sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM)
yang dimiliki, kondisi awal ekonomi, sosial dan budaya, sistem politik serta peran pemerintah
didalam ekonomi. Sedangkan, faktor-faktor eksternal di antaranya adalah perkembangan
teknologi, kondisi perekonomian dan politik dunia, serta keamanan global.
Akan tetapi, untuk dapat memahami sepenuhnya sifat proses dan pola pembanguanan
ekonomi di suatu Negara serta kemajuan-kemajuan yang telah dicapainya selama kurun
waktu tertentu atau untuk memahami kenapa pengalaman suatu Negara dalam membangun
ekonominya berbeda dengan Negara lain, maka perlu juga diketahui sejarah ekonomi dari
Negara itu sendiri. Sering dikatakan bahwa keadaan perekonomian Negara-negara
berkembang, seperti Indonesia, India, dan Malaysia selama ini tidak lepas dari pengaruh
sistem perekonomian atau orientasi pembangunan ekonomi yang diterapkan, pembangunan
infrastruktur fisik dan sosial (seperti pendidikan dan kesehatan) yang dilakukan, dan tingkat
pembangunan yang telah dicapai pada masa lampau, yakni pada zaman penjajahan
(kolonialisasi).
Berangkat dari pengalaman Negara Singapura, Malaysia, dan Hongkong, mungkin
dapat dikatakan bahwa yang sangat menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi bukan
‘warisan’ dari Negara penjajah, melainkan orientasi politik, sistem ekonomi serta kebijakan-
kebijakan yang diterapkan oleh rezim pemerintah yang  berkuasa setelah lenyapnya
kolonialisasi, terutama pada tahun-tahun pertama setelah merdeka karena tahun-tahun
tersebut merupakan periode yang sangat kritis dan sangat menentukan kelanjutan
pembangunan selanjutnya. Pengalaman Indonesia sendiri menunjukkan bahwa pada zaman
pemerintahan orde lama, rezim yang berkuasa menerapkan sistem ekonomi tertutup dan lebih
mengutamakan kekuatan militer dari pada kekuatan ekonomi. Ini semua menyebabkan
ekonomi nasional pada masa itu mengalami stagnasi atau pembangunan praktis tidak ada.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah perekonomian Indonesia mulai dari masa sebelum penjajahan,
masa penjajahan, masa orde lama, masa orde baru, dan masa orde reformasi?
2. Bagaimana sistem perekonomian di  Indonesia?
3. Bagaimana konsep pendapatan nasional, pertumbuhan dan struktur ekonomi di
Indonesia?
4. Bagaimana konsep-konsep distribusi pendapatan?
5. Bagaimana karakteristik kependudukan Indonesia?
6. Bagaimana ketenagakerjaan di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan
Selain untuk memenuhi tugas individu, makalah ini juga bertujuan untuk :
1. Mengetahui sejarah singkat perekonomian di Indonesia
2. Mengetahui sistem perekonomian yang dipakai di Indonesia
3. Mengetahui pendapatan nasional, pertumbuhan, dan struktur ekonomi
4. Mengetahui pendapatan dan pemerataan pembangunan
5. Mengetahui akan hal penduduk dan ketenagakerjaan
6. Mengetahui perekonomian Indonesia di periode Orde Reformasi
BAB I
GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA
Berdasarkan pendekatan kronologis historis substansi perekonomian
Indonesia digolongkan menjadi :
1. Masa sebelum penjajahan (sebelum 1600)
Pada masa ini perekonomian yang dipraktikan adalah perekonomian yang sesuai dengan
budaya dan pandangan hidup. Misalnya peninggalan peralatan modal dari berbagai suku
bangsa yang beragam di museum. Perekonomian tumbuh melalui perluasan lahan-lahan
pertanian, kemakmuran dapat ditingkatkan dengan bertambahnya penduduk dan secara
berkelompok (bergotong royong) membuka lahan-lahan pertanian dan membangun kampung-
kampung baru, dikenal sebagai abad emas.
2. Masa penjajahan (1600-1945)
Belanda datang ke Indonesia karena mencium bau kapur barus (untuk mengawetkan
mayat) di Sumatera Utara dan rempah-rempah (terutama di Maluku). Belanda menguasai
Indonesia antara 50-350 tahun dengan sistem langsung dan tidak langsung. Sempat diselingi
Inggris (tahun 1911) karena kesepakatan politik diantara dua kerajaan itu. Tujuan mereka
adalah mengumpulkan emas (kekayaan) yang sebanyak-banyaknya dan memajukan industri
di negeri mereka dan rakyat Indonesia dijadikan pasar komoditi yang mereka hasilkan.
Perkembangan ekonomi di masa ini mengalami kemajuan. Mereka memulai pembangunan
infrastruktur transportasi. Mereka juga memperkenalkan sistem pendidikan, kesehatan yang
modern, sistem keuangan dan juga sistem perdagangan yang modern.
3. Masa Orde Lama (1945-1966)
Perekonomian kurang menggembirakan karena pemerintah belum berkesempatan
melaksanakan pembangunan bidang ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang
menjadi tujuan bangsa dan Negara, masih sibuk dengan masalah politik. Akibat politik
kabinet jatuh bangun, pemberontakan terjadi karena kurang berhasil dalam konsolidasi
ideologi nasional. Masa ini dibagi menjadi 3 periode :
a. Periode 1945-1950 (periode revolusi)
b. Periode 1950-1959 (periode parlementer atau demokrasi liberal)
c. Periode 1959-1965 (periode ekonomi terpimpin)
4. Masa Orde Baru (1966-1998)
Pemerintah telah menggalang berbagai sarana dan cara untuk mengatasi kemiskinan.
Pembangunan fisik dilakukan di berbagai bidang, Pembangunan ekonomi menjadi fokus
perhatian bagi pemerintah, digalakannya investasi asing, disediakannya berbagai jenis skema
kredit investasi kecil dan kredit modal, bahkan utang luar negeri pun ditempuh pemerintah
sebagai alternatif untuk memajukan pembangunan.
Akan tetapi, karena ideologi pemerintah tidak jelas, maka hasil pembangunan yang
dilakukan pada masa Orde Baru tersebut tidak bisa sepenuhnya dirasakan oleh masyarakat
pada lapisan bawah. Bahkan yang terjadi, seluruh angka keberhasilan yang akan dicapai dari
adanya pembangunan tersebut, habis begitu saja akibat krisis ekonomi dan adanya gejolak
politik pada tahun 1998.
5.      Masa sesudah orde baru (reformasi ekonomi)
Sejak merdeka sampai tahun1966 perekonomian Indonesia kurang
berkembang, kabinet selalu berganti-ganti sehingga perekonomian
Indonesia mengikuti kebijakan-kebijakan ekonomi kebinet tersebut.
Pertumbuhan ekonomi
Periode 1952-1958 = 6,5%
Periode 1960-1965 = 1,9%
APBN defisit, dibiayai dengan mencetak uang baru sehingga terjadi inflasi
dan pada tahun 1966 terjadi hiperinflasi. Inflasi sudah terjadi sejak
tahun 1955 sebesar 33%.
Nasionalisasi perusahaan asing menjadi APBN :
         Kekurangan kapital
         Anti investasi asing (inward looking)
         Nasionalisasi perusahaan asing terutama belanda dimulai sejak tahun
1951
Tahun 1958 nasionalisasi secara besar-besaran terjadi berdasarkan UU
No. 78/1958 tentang investasi asing. Isinya adalah akibat terjadi pelarian
modal peran Indonesia dalam perdagangan internasional sebagai Negara
pengekspor bahan mentah seperti kapra, teh, kelapa sawit, lada
tembakau.
Dalam sistem moneter :
a.       Nasionalisasi bank-bank asing tahun 1953
b.      Tahun 1945 didirikan BNI
c.       De Javache Bank (belanda) diambil alih menjadi BI (bank central)
tahun 1953
Tugasnya :
1.      Menstabilkan nilai rupiah
2.      Mengatur sirkulasi uang (peredaran)
3.      Supaya tidak hanya beredar di kota tertentu tapi menyebar secara
menyeluruh
4.      Mengawasi serta mengembangkan perbankan dan kredit. Mengawasi
agar sirkulasi itu bisa teratur penyebarannya.
5.      Memonopoli perdaran uang kartal cadangan minimum 20% dalam
bentuk emas dan valuta asing.
d.      Instrumen kebijakan moneter
Dalam negeri = penetapan premi impor sebagai persyaratan minimum
modal sendiri bagi pemohon kredit.
Luar negeri = pengawasan devisa secara ketat untuk mencegah
devaluasi dan defisit neraca pembayaran.
e.       Tahun 1965 materi urusan bank central (gubernur BI)
menggabungkan semua bank pemerintah menjadi satu wadah yaitu
“bank berjuang”. Tugasnya agar otoritas moneter berada dalam satu
tangan dalam rangka melaksanakan ekonomi terpimpin.
Ada empat masa sesudah tahun 1966 (orba)
a.       Masa peralihan (1966-1968)
Keadaan ekonomi porak poranda lalu bank central mengambil kebijakan
seperti:
1.      Memerangi inflasi
2.      Mencukupi stok pangan (beras)
3.      Rehabilitas prasarana ekonomi, semua sarana diperbaiki dan
mengurus pengganti
4.      Meningkatkan ekspor, potensi besar tapi tidak bisa menjual
5.      Menyediakan/menciptakan kesempatan kerja UU PMA (outward
looking)
1966-1968 masa rehabilitas ekonomi dilakukan program jangka pendek :
1.      Tahap penyelamatan juli-desember 1966
2.      Tahap rehabilitasi januari-juli 1967
3.      Tahap konsolidasi juli-desember 1967
4.      Tahap stabilitasi januari-juli 1968
Program jangka panjang terdiri atas rangkuman pembangunan lima tahun
(repelita) yang dimulai april 1969
Dalam rangka mendukung kebijakan jangka pendek
  Kebijakan anggaran berimbang (balance budget policy) politik anggaran
bersifat berimbang.
  Inter-Govermental group on Indonesia (IGGI) sebuah konsorsiom
negara-negara donatur
  Consultative group Indonesia (CGI) sebagai pengganti IGGI
  International monetary fund (IMF) sebagai organisasi keuangan
internasional
  Peranan bank-bank dan lembaga keuangan lain sebagai “agen
pembangunan” diperbesar
Tahapan pelita tahun 1969 merupakan perkembangan ekonomi
         Pelita I : 1969-1974
         Pelita II : 1974-1979
         Peliat II : 1979-1984
         Pelita IV : 1984-1989
         Pelita V : 1989-1994
         Pelita VI : 1994-1999
Khusus untuk kurun waktu lima tahun REPELITA VI ditargetkan:
         Pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan 6,2%
         Sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan 3,5%
         Sektor industri 9%
         Sektor manufaktur diluar migas 10%
         Sektor jasa 6,5%
         Laju inflasi 5%
         Ekspor non migas 16,5%
         Ekspor manufaktur 17,5%
         Debt service ratio 20%

GDP Rp. 2.150 triliun


Nilai investasi Rp. 660,1 triliun

BAB II
PEREKONOMIAN SEBELUM ORDE BARU (ORBA)
Gejolak situasi politik
Mengingat kebijakan-kebijakan makroekonomi tak luput dari keputusan-
keputusan politik, maka relevan mengawali bahasan keadaan ekonomi
pada masa sebelum orde baru dengan merujuk sepintas gejolak-gejolak
politik yang berlangsung selama masa itu. Secara politis, kurun waktu
sejak kemerdekaan hingga tahun 1965 dapat diplih menjadi tiga periode
yaitu:
1.      Periode 1945-1950
2.      Periode demokrasi parlementer (1950-1959) juga dikenal sebagai
periode demokrasi liberal dan berakhir tanggal 5 juli 1959
3.      Periode demokrasi terpimpin yang dikenal dengan periode orde lama.
Sepanjang kurun 1945-1965 keadaan politik sangat labil.
a. Kabinet Hatta (Desember 1949-September 1950)
Kabinet ini merupakan masa menyatukan rakyat Indonesia ke dalam Rakyat Indonesia
Serikat dan memberikan perhatian kepada bidang ekonomi. Kabinet Hatta melakukan
devaluasi mata uang (Gulden Indonesia) digunting nilainya menjadi setengah nilai
sebelumnya, kerugiannya diganti dengan obligasi jangka panjang pemerintah.
b. Kabinet Natsir (September 1950-Maret 1951)
Kabinet ini berhasil menciptakan neraca pembayaran internasional
yang surplus, Indonesia baru tiga kali mengalami surplus :
(1)Kabinet Natsir, dengan meningkatnya harga karet
(2) Perang Teluk, dengan meningkatnya harga minyak
(3) Masa pemerintahan Gusdur, karena sulitnya membuka LC untuk
mengimpor yang disebabkan oleh hilangnya kepercayaan bank-
bank internasional kepada perbankan Indonesia
Program yang dijalankan:
         Eksport diperkuat
         Kebijakan fiskal yang ketat
c. Kabinet Sukiman (April 1951-Feb1952)
Kabinet ini Menasionalisasi De Javasche Bank menjadi BI, namun
mengalami defisit APBN karena ekspor menurun dan dihapuskannya
sistem kurs berganda.
d. Kabinet wilopo (April 1952-Juni 1953)

Program yang dijalankan:


 Memperkenalkan sistem anggaran APBN yang berimbang
 Memperketat prosedur impor
 Rasionalisasi anggaran belanja Negara
 Melaksanakan RUP kabinet Natsir
 Melaksanakan program banteng yang mencabut lisensi impor dari
tangan importir pribumi
 Deskriminatif raisal di bidang ekonomi
e. Kabinet Ali Sastroamidjojo I (Agustus 1953-Juli 1955)
Kabinet ini mengalami deficit APBN dan neraca perdagangan luar
negeri. Namun cabinet ini berhasil meningkatkan jumlah importer pribumi
dari 700 perusahaan menjadi 4300 perusahaan, namun mengalami
kegoncangan politik karena kegagalan fiskalnya dan miningkatnya inflasi.
f. Kabinet Burhanuddin Harahab (Agustus 1955-Maret 1956)
Kabinet ini meliberalisasi impor dengan keharusan pembayaran di
muka dan berhasil mengendalikan uang yang beredar dan inflasi, kurs
rupiah naik 8% terhadap harga emas dan membatalkan secara sepihak
hasil Konferensi Meja Bundar yang menguntungkan Belanda.
g. Kabinet Ali Sastroamidjojo II (April 1956-Maret 1957)
Kabinet pertama hasil pemilihan umum Indonesia (1955), nyaris tidak
dapat berbuat apa-apa dalam bidang perekonomian karena disibukan oleh
usaha memadamkan pemberontakan. Program Benteng diberhentikan
oleh Bung Karno tahun 1957
Program yang dijalankan:
 Pemilu pertama
 57 program benteng dihentikan Soekarno
 Konsep RLT mulai di perkenalkan oleh Dr. juanda kartawijaya
h. Kabinet Juanda (Maret 1957-Agustus1958)
Diangkat langsung oleh Bung Karno dan dinamakan cabinet kerja.
Ekspor impor dikendalikan secara ketat dengan diterbitkannya Sertifikat
Pendorong Ekspor (SPE) yang disederhanakan menjadi Bukti Ekspor (BE)
Program yang dijalankan:
 Eksport ditingkatkan
 Nasionalisasi perusahaan asing
 Perang merebut Irian Barat
 Presiden sekaligus sebagai perdana mentri (sosialisme ala indonesia)
Produksi dan Pendapatan
Selama satu setengah dasawarsa (1951-1966), pereonomian Indonesia
tumbuh relatif lamban. Sebagai mana yang telah diamati persentasi
ekonomi per kapita hanya tumbuh setingkat 2,7% rata-rata pertahun.
Pertumbuhan tertinggi persentase ekonomi per kapita terjadi pada tahun
1953, yakni sebesar 22,1% yang tak lain adalah rezeki Perang Korea.
Perang tersebut telah membuat perekonomian Indonesia meningkat
pesat.
Angkatan kerja, pekerjaan, dan upah
Menurut sensus, pada tahun 1961 terdapat hampir 64 juta jiwa
penduduk berusia 10 tahun atau lebih. Tetapi yang tergolong sebagi
angkatan kerja hanya 34,7 juta jiwa. Selebihnya (sekitar 29,5 juta jiwa)
tidak digolongkan sebagai angkata kerja. Mereka ini adalah para pelajar
dan mahasiswa, pekerja atau pelaksana kegiatan produktif dirumah
sendiri dan orang-orang lain yng tidak diketahui aktivitas ekonominya.
Neraca-neraca ekonomi nasional
Keprihatinan situasi perekonomian Indonesia selam era sebelum orde
baru dapat pula dilihat dari beberapa neraca ekonomi nasional, yakni
neraca pendapatan dan belanja negaram neraca perdagangan, dan
neraca pembayaran luar negeri.

BAB III
SISTEM EKONOMI INDONESIA
1. Pengertian-pengertian Sistem Ekonomi
Menurut Dumairy : Sistem ekonomi adalah suatu sistem yang mengatur serta menjalin
hubungan ekonomi antar manusia dengan seperangkat kelembagaan dalam suatu tatanan
kehidupan.
Menurut Sanusi : Sistem ekonomi merupakan suatu organisasi terdiri dari sejumlah
lembaga yang sling mempengaruhi satu dengan yang lainnya.
2. Sistem-Sistem Ekonomi
Menurut Sanusi (2000), perbedaan antara sistem ekonomi satu dengan yang lainnya
terlihat dari cirri-cirinya, yaitu :
         Kebebasan konsumen dalam memilih barang atau jasa yang dibutuhkan.
         Kebebasan masyarakat memilih lapangan kerja.
         Pengaturan pemilihan / pemakaian alat-alat produksi.
         Pemilihan usaha yang dimanifestasikan dalam tanggung jawab manajer.
         Pengaturan atas keuntungan usaha yang diperoleh.
         Pengaturan motivasi usaha.
         Pembentukan harga barang konsumsi dan produksi.
         Penentuan pertumbuhan ekonomi.
         Pengendalian stabilitas ekonomi.
         Pengambilan keputusan.
         Pelaksanaan pemerataan kesejahteraan.
3. Macam-Macam Sistem Ekonomi
Secara umum ada tiga macam sistem ekonomi yang dikenal di dunia ini, yakni : Sistem
ekonomi kapitalis, Sistem ekonomi sosialis, dan Sistem ekonomi campuran.
a.      Sistem Ekonomi Kapitalis
Menurut Sanusi, sistem ekonomi kapitalis adalah suatu sistem ekonomi dimana kekayaan
yang produktif terutama dimiliki secara pribadi dan produksi terutama dilakukan untuk
dijual. Atau suatu sistem ekonomi yang memberikan kebebasan penuh kepada setiap
individu untuk bersaing mengejar keuntungan yang sebesar-besarnya. Dalam sistem
ekonomi ini peranan pemilik modal sangat dominan. Ciri-ciri sistem ekonomi liberal
adalah sebagai berikut:
1. Setiap individu bebas memiliki faktor-faktor produksi.
2. Setiap individu bebas memilih pekerjaan.
3. Setiap individu bebas mengadakan perjanjian-perjanjian.
4. Pemerintah secara tidak langsung mengatur kehidupan ekonomi.
Negara-negara yang menganut sistem ekonomi ini contohnya Jepang, Amerika Serikat,
Australia, dan sebagainya.
b.      Sistem Ekonomi Sosialis
Seperti yang dijelaskan di Dumairy (1996), sistem ekonomi sosialis adalah adanya
berbagai distorsi dalam mekanisme pasar menyebabkan tidak mungkin bekerja secara
efisien, dan bahwa sistem ini bukanlah sistem ekonomi yang tidak memandang penting
peranan kapital. Ciri-ciri sistem ekonomi sosialisme, diantaranya:
1. Tidak adanya kebebasan bagi individu dalam berusaha.
2. Perekonomian dikuasai dan diatur oleh pemerintah.
3. Hak milik perorangan atas modal dan alat-alat produksi tidak diakui.
c.       Sistem Ekonomi Campuran
Sistem ekonomi campuran, yaitu suatu sistem ekonomi gabungan antara sistem ekonomi
liberalisme dengan sosialisme. Dalam sistem ekonomi ini yang berperan ada dua sektor,
yaitu sektor negara dan sektor swasta, kekuasaan serta kebebasan berjalan secara
bersamaan walau dalam kadar yang berbeda-beda. Sistem ekonomi ini banyak dijumpai
di negara-negara yang sedang berkembang. Ciri-ciri sistem ekonomi campuran
diantaranya:
1. pemerintah aktif dalam kegiatan ekonomi.
2. negara menguasai cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak.
3. hak milik swasta atas alat-alat produksi diakui.

Perbedaan Berbagai Sistem Ekonomi


Sosialisme Liberalisme/Kapitalisme Campuran
Kepemilikan Sumber Pemerintah dan
Pemerintah Swasta
Daya swasta
Pemerintah bisa
Harga Pemerintah Mekanisme pasar
mengintervensi
Terbuka bagi
Persaingan Tertutup Terbuka/Bebas
industri swasta

Tidak ada (sangat


Kepemilikan Individu Ada Ada
kecil)
4. Persaingan terkendali
Untuk mengetahui sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara, maka perlu dianalisis
kandungan faktor-faktor tersebut diatas.

Sistem ekonomi Indonesia (sistem persaingan terkendali);

         Bukan kapitalis dan bukan sosialis. Indonesia mengakui kepemilikan individu terhadap
sumber ekonomi, kecuali sumber ekonomi yang menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara sesuai dengan UUD 45.

         Pengakuan terhadap kompetisi antar individu dalam meningkatkan taraf hidup dan antar
badan usaha untuk mencari keuntungan, tapi pemerintah juga mengatur bidang
pendidikan, ketenagakerjaan, persaingan, dan membuka prioritas usaha.

         Pengakuan terhadap penerimaan imbalan oleh individu atas prestasi kerja dan badan
usaha dalam mencari keuntungan. Pemerintah mengatur upah kerja minimum dan hukum
perburuhan.

         Pengelolaan ekonomi tidak sepenuhnya percaya kepada pasar. Pemerintah juga bermain
dalam perekonomian melalui BUMN dan BUMD serta departemen teknis untuk
membantu meningkatkan kemampuan wirausahawan (UKM) dan membantu permodalan.

Berdasarkan factor-faktor diatas, maka dapat disimpulkan bahwa iklim persaingan


berekonomi dan kompetisi berbisnis di Indonesia bukanlah persaingan yang bebas-lepas,
melainkan persaingan yang terencana-terkendali. Dalam system ekonomi kapitalis,
persaingan bersifat bebas tanpa kendali pemerintah. Sedangkan dalam system ekonomi
sosialis, perencanaan terpusat sehingga persaingan praktis terkendali, atau bahkan tidak
ada sama sekali. Indonesia tidak demikian, persaingan tetap ada, akan tetapi-dalam
beberapa hal-terkendali.

5. Kadar Kapitalisme dan Sosialisme


Unsur kapitalisme dan sosialisme yang ada dalam sistem ekonomi Indonesia dapat dilihat
dari sudut berikut ini:
a)      Pendekatan faktual struktural yakni menelaah peranan pemerintah dalam perekonomian
Pendekatan untuk mengukur kadar campur tangan pemerintah menggunakan kesamaan
Agregat Keynesian.
Y = C + I + G + (X-M)
Y adalah pendatan nasional.

Berdasarkan humus tersebut dapat dilihat peranan pemerintah melalui variable G


(pengeluaran pemerintah) dan I (investasi yang dilakukan oleh pemerintah) serta (X-M)
yang dilakukan oleh pemerintah.
Pengukuran kadar pemerintah juga dapat dilihat dari peranan pemerintah secara sektoral
terutama dalam pengaturan bisnis dan penentuan harga. Pemerintah hampir mengatur
bisnis dan harga untuk setiap sector usaha.
b)      Pendekatan sejarah yakni menelusuri pengorganisasian perekonomian Indoensia dari
waktu ke waktu.
Berdasarkan sejarah, Indonesia dalam pengeloaan ekonomi tidak pernah terlalu berat
kepada kapitalisme atau sosialisme.
Percobaan untuk mengikuti sistem kapitalis yang dilakukan oleh berbagai kabinet
menghasilkan keterpurukan ekonomi hinggá akhir tahun 1959.
Percobaan untuk mengikuti sistem sosialis yang dilakukan oleh Presiden I menghasilkan
keterpurukan ekonomi hiinggá akhir tahun 1965.

BAB IV
PENDAPATAN NASIONAL, PERTUMBUHAN, DAN
STRUKTUR EKONOMI
Pendapatan Nasional
Prestasi ekonomi suatu bangsa atau Negara dapat dinilai dengan berbagai ukuran agregat.
Secara umum, prestasi tersebut diukur dengan Pendapatan Nasional. Pendapatan Nasional
adalah suatu kerangka perhitungan yang digunakan untuk mengukur aktivitas ekonomi yang
terjadi atau yang berlangsung didalam perekonomian. Pendapatan Nasional adalah alat ukur
yang digunakan untuk menilai perkembangan ekonomi suatu Negara dari waktu ke waktu .
Dapat juga digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita.

Tujuan dan manfaat perhitungan pendapatan nasional


A. Tujuan mempelajari pendapatan nasional
1.      Untuk mengetahui tingkat kemakmuran suatu Negara
2.      Untuk memperoleh taksiran yang akurat nilai barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat
dalam satu tahun
3.      Untuk membantu membuat rencana pelaksanaan program pembangunan yang berjangka.

Manfaat mempelajari pendapatan nasional


1.      Mengetahui tentang struktur perekonomian suatu Negara
2.      Dapat membandingkan keadaan perekonomian dari waktu ke waktu antar daerah atau
antar propinsi
3.      Dapat membandingkan keadaan perekonomian antar Negara
4.     Dapat membantu merumuskan kebijakan pemerintah. Di Indonesia, data mengenai
pendapatan nasional dikumpulkan dan dihitung serta disajikan oleh Biro Pusat Statistik.
Untuk menghitung pendapatan nasional suatu Negara diperlukan data Produk Domesti
Bruto (PDB). PDB terbagi menjadi 2 :
  PDB atas dasar harga berlaku ( PDB Nominal)
Biasanya digunakan untuk melihat pergeseran dan strutur ekonomi
 PDB atas dasar harga konstan (PDB Riil)
Biasanya digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun.

Adapun metode yang digunakan untuk menghitung pendapatan nasional :


1.      Metode Produksi
Pendapatan nasional merupakan penjumlahan dari seluruh nilai barang dan jasa yang
dihasilkan oleh seluruh sector ekonomi masyarakat dalam periode tertentu.
Rumus : Y = [(Q1 X P1) + (Q2 X P2) + (Qn X Pn) ……]
2.      Metode Pendapatan
Pendapatan nasional merupakan hasil penjumlahan dari seluruh penerimaan (rent, wage,
interest, profit) yang diterima oleh pemilik factor produksi adalam suatu negara selama
satu periode.
Rumus : Y = r + w + i + p
3.      Metode Pengeluaran
Pendapatan nasional merupakan penjumlahan dari seluruh pengeluaran yang dilakukan
oleh seluruh rumah tangga ekonomi (RTK,RTP,RTG,RT Luar Negeri) dalam suatu
Negara selama satu tahun.
Rumus : Y = C + I + G + (X – M)
 Pendapatan perkapita
Pendapatan perkapita adalah besarnya pendapatan rata-rata penduduk di suatu
negara. Pendapatan perkapita didapatkan dari hasil pembagian pendapatan nasional suatu
negara dengan jumlah penduduk negara tersebut. Pendapatan perkapita juga
merefleksikan PDB per kapita.
Pendapatan perkapita sering digunakan sebagai tolak ukur kemakmuran dan
tingkat pembangunan sebuah negara; semakin besar pendapatan perkapitanya, semakin
makmur Negara tersebut.
Rumus Pendapatan perkapita = Jumlah pendapatan Nasional / Jumlah
Penduduk

 Pendapatan perkapita dan Pertumbuhan pendapatan perkapita


Untuk mendapatkan perkapita suatu tahun tertentu adalah dg cara membagi pendapatan
pada tahun tertentu dengan jumlah penduduk pada tahun tersebut. Kegunaan perhitungan
1.      Membandingkan tingkat kesejahteraan masyarakat dari masa ke masa.
2.      Membandingkan laju perkembangan ekonomi antar berbagai Negara.
3.      Melihat berhasil tidaknya pembangunan ekonomi suatu Negara.

Tingkat pendapatan perkapita tidak sepenuhnya mencerminkan tingkat kesejahteraan dan


tingkat pembangunan suatu Negara, karena:
1. Kelemahan – kelemahan yang bersumber dari ketidak sempurnaan dalam menghitung
pendapatan dan pendapatan perkapita.
2. Kelemahan – kelemahan yang bersumber dari kenyataan bahwa tingkat kesejahteraan
masyarakat bukan saja ditentukan oleh tingkat pendapatan mereka tetapi juga oleh
adanya factor-faktor lain.
Beberapa tolok ukur kesejahteraan non pendapatan Indonesia dalam perbandingan
internasional:
1. Harapan Hidup
2. kematian bayi per 1000 kelahiran
3. Jumlah dokter per 1000 penduduk
4. Penduduk dewasa buta aksara
5. Porsi pengeluaran untuk pangan
Tolok ukur kemakmuran apapun pendekatannya serta dari manapun tinjauannya
pada umumnya akan konsisiten. Oleh karena itu meskipun tolok ukur dengan tinjauan
pendapatan bukan satu-satunya tolok ukur, ia tetap saja relevan dan paling lazim
diterapkan.

Hubungan Pendapatan Nasional, Penduduk dan Pendapatan Perkapita


Pendapatan nasional pada dasarnya merupakan kumpulan pendapatan masyarakat
suatu negara. Tinggi rendahnya pendapatan nasional akan mempengaruhi tinggi
rendahnya pendapatan per kapita negara yang bersangkutan. Akan tetapi, banyak
sedikitnya jumlah penduduk pun akan mempengaruhi jumlah pendapatan per kapita suatu
negara.Akan tetapi pendapatan perkapita bukanlah tolok ukur yang tepat untuk mengukur
distribusi pendapatan dan kemiskinan suatu negara.

BAB V
DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PEMERATAAN
PEMBANGUNAN
Konsep-konsep Distribusi Pendapatan
Distribusi pendapatan nasional mencerminkan merata atau
timpangnya pembagian hasil pembangunan suatu Negara dikalangan
penduduknya. Terdapat berbagai criteria atau tolak ukur untuk menilai
kemerataan distribus dimaksud. Tiga diantaranya lazim yang lazim
digunakan ialah:
1.      Kurva Lorenz
2.      Indeks atau rasio Gini
3.      Criteria bank dunia
Kurva Lorenz menggambarkan distribusi komulatif pendapata
dilapisan pendapatan nasional dikalangan lapisan-lapisan penduduk,
secara komulatif pula. Kurva ini terletak di dalam sebuah bujur sangkar
yang isi tegaknya melambangkan persentasi kumulatif pendapatan
nasional, sedang sisi datarnya mewakili persentase kumulatif penduduk.
Kurva sndiri “ditempatkan” pada diagonal utama bujur sangkar tersebut.
Kurva Lorenz yang semakin dekat ke diagonal (semakin lurus)
menyiratkan distribusi pendapatan nasional yang semakin merata.
Sebaliknya, jika kurva Lorenz semakin jauh dari diagonal maka ia
mencerminkan keadaan yang semakin buruk, distribusi pendapatan
nasional semakin timpang dan tidak merata.
Indeks atau rasio Gini adalah suatu koefesien yang berkisar dari
angka 0 sampai 1 menjelaskan kadar kemertaan distribusi pendapatan
nasional. Semakin kecil koefesiennya, pertanda semakin baik atau
merata distribusi. Dipihak lain, koefesien yang kian besar mengisyaratkan
yang kian timpang atau senjang.
Kriteria ketidakmerataan versi bank dunia didasarkan pada porsi
pendapatan nasional yang dinikmati oleh tiga lapisan penduduk yakni
40% penduduk berpendapatan terendah, 40% penduduk berpendapatan
menengah, 20% penduduk berpendapatan tertinggi. Ketimpangan dan
ketidakmerataan distribusi dinyatakan parah apabila 40% penduduk
berpendapatan terendah menikmati dari 12% pendapatan nasional.
Ketidakmerataan dianggap sedang bila 40% penduduk termiskin
menikmati 12 hingga 17% pendapatan nasional. Sedangkan 40%
penduduk yang berpendapatan terendah menikmati lebih dari 17%
pendapatan nasional, maka ketimpangan dan kesenjangan dikatakan
lunak, distribusi pendapatan nasional dianggap cukup merata.
KETIDAK MERATAAN DISTRIBUSI PENDAPATAN
1. Ketidakmerataan pendapatan nasional
Distribusi atau pembagian pendapatan antarlapis pendapatan
masyarakat dapat ditelaah dengan mengamati perkembangan angka-
angka rasio gini. Koefesien gini itu sendiri, perlu dicatat, bukanlah
merupakan indicator paling ideal tentang ketidakmerataan distribusi
pendapatan antarlapis. Namun setidak-tidaknya ia cukup memberikan
gambaran mengenai kecendrungan umum dalam pola pembagian
pendapatan.
2. Ketidakmerataan pendapatan spasial.
Ketidakmerataan distribus antarlapisan masyarakat bukan saja
berlangsung secara nasional. Akan tetapi hal itu dapat terjadi secara
spasial. Di Indonesia pembagian pendapatan relative lebih merata
didaerah pedesaan daripada di daerah perkotaan. Dibandingkan rasio gini
antara desa dan kota untuk tahun-tahun yang sama, koefesien lebih
rendah untuk daerah pedesaan.
3. Ketidakmerataan pendapatan regional
Secara regional atau antarwilayah, berlangsung pula ketidakmerataan
distribusi pendapatan antarlaisan masyarakat. Bukan hanya itu, diantara
wilayah-wilayah di Indonesia bahkan terdapat ketidakmerataan tingkat
pendapatan itu sendiri. Jadi dalam perspektif antarwilayah,
ketidakmerataan terjadi baik dalam hal tingkat pendapatan masyarakat
antar wilayah yang satu dengan yang lain, maupun dalam hal distribusi
pendapatan dikalangan penduduk masing-masing wilayah.
4. Ketimpangan pembangunan
Ketimpangan pembangunan yang terjadi di Indonesia secara makro
dipengaruhi oleh adanyakesenjangan dalam alokasi sumber daya;
sumberdaya manusia,, fisik, teknologi dan capital.Setiap daerah memiliki
karakteristik yang berbeda didalam menghadapi isu
ketimpanganpembangunan. Indonesia bagian barat menjadi primadona
pembangunan ekonomi Indonesia sejak pemerintahan orde baru dimulai,
terlebih sebelum era desentralisasi diterapkan di Indonesia. Sementara
untuk wilayah Indonesia Timur, banyak mengalami ketertinggalan
diberbagai sektor pembangunan. Salah satu dampak sosial yang terjadi
akibat kesenjangan atau ketimpangan pembangunan ekonomi adalah
adanya kemiskinan diberbagai sektor. Kemiskinan menjadi problem
kolektif bangsa Indonesia. Berbagai program dan strategi mengentaskan
kemiskinan juga telah banyak dilakukan oleh pemerintah; mulai dari
penguatan kualitas sumberdaya manusia, pembukaan lapangan
pekerjaan, eksplorasi sumberdaya alam dan penyediaan program padat
karya. Tulisan ini secara global akan memotret dua persoalan besar yang
melanda dan menjadi problem bersama di semua daerah. Dalam sebuah
negara pasti tidak akan terlepas dari aktivitas-aktivitas perekonomian.
Aktivitas perekonomian ini terjadi dalam setiap bentuk aktivitas
kehidupan dan terjadi pada semua kalangan masyarakat, baik
masyarakat menengah ke bawah maupun pada masyarakat kalangan
atas. Dalam pelaksanaannya, perekonomian selalu menimbulkan
permasalahan, terlebih lagi dalam pelaksanaannya di sebuah negara yang
sedang berkembang. Begitu juga dengan Indonesia, yang merupakan
negara kepulauan terbesar di dunia. Permasalahan perekonomian yang
dihadapi bangsa ini sangat kompleks karena letak antara pulau satu
dengan pulau yanglainnya sangat berjauhan.

Kesenjangan sosial
Di atas telah dipaparkan bahwa ketimpangan sosial dalam distribusi
pendapatan. Ketimpangan antar daerah di tanah air dapat pula
diungkapkan melalui berbagai variable selain pendapatan, bahkan
variable non ekonomi.
Dilihat berdasarkan berbagai indikator, terlihat masih terjadi
kesenjangan kesejahteraan antara masyarkat desa dan kota. Bahkan
untuk beberapa variable, sekalipun skor kesejahteraannya
mengisyaratkan adanya perbaikan itu cukup mencolok. Persentase
penduduk berusia 10 tahun keatas yang melek huruf lebih besar di kota
daripada di desa. Keadaan bayi dan anak-anak di kota lebih baik daripada
teman-teman mereka yang tinggal di desa. Kelayakan orang di kota jauh
lebih baik dari pada mereka yang tinggal di desa, dan begitu juga
seterusnya.
Mengapa timpang ?
Ada dua faktor yang diungkapkan untuk menerangkan mengapa
ketimpangan pembangunan dan hasil-hasilnya dapat terjadi. Pertama
adalah ketidak sejahteraan anugerah awal antara pelaku-pelaku ekonomi,
dan yang kedua adalah strategi pembangunan dalam era PJP I lebih
bertumpu pada aspek pertumbuhan.

BAB VI
PENDUDUK DAN KETENAGAKERJAAN
A. Penduduk
Variabel-variabel kependudukan Indonesia
Menurut penaksiran yang pertama kali tentang jumlah penduduk
Indonesia pada tahun 1815. Itu pun sebatas penduduk yang ada di pulau
jawa, yang kala itu ditaksir berjumlah 4,5 juta jiwa. Akan hal jumlah
penduduk seluruh Indonesia, perkiraan yang cukup layak dipercaya
barulah diadakan sensus penduduk tahun 1930. Saat itu jumlah penduduk
Indonesia ditaksir berjumlah 60,73 juta jiwa, 41,82 juta jiwa atau sekitar
68,86% merupakan jumlah penduduk pulau jawa. Penduduk Indonesia
terus tumbuh dengan laju sekitar 2% rata-rata pertahun. Pada
pertengahan tahun 1993 penduduk Indonesia sudah berjumlah sekitar
187 juta jiwa. Dengan jumlah ini Indonesia sudah menempati urutan
keempat Negara berpenduduk terbesar di dunia sesudah RRC, india, dan
amerika serikat. Pada tahun 2000 penduduk Indonesia diperkirakan 205-
206 juta jiwa.
Karakteristik kependuduka Indonesia
Sampai akhir repelita VI komposisi penduduk Indonesia menurut
jenis kelamin di perkiraka masih sama tidak terjadi perubaha, jumlah
perempuan masih lebih banyak dari pada laki-laki. Angka rata-rata
harapan hidup meningkat dari 26,7 tahun pada akhir pelita V menjadi
64,6 tahun pada repelita VI yang akan datang.
Penduduk Muda dan Penduduk Tua
Pengelompokkan penduduk menurut umur dapat digunakan untuk
mengetahui apakah penduduk di suatu wilayah termasuk berstruktur
umur muda atau tua. Penduduk suatu wilayah dianggap penduduk muda
apabila penduduk usia dibawah 15 tahun mencapai sebesar 40 persen
atau lebih dari jumlah seluruh penduduk. Sebaliknya penduduk disebut
penduduk tua apabila jumlah penduduk usia 65 tahun keatas diatas 10
persen dari total penduduk.

Suatu bangsa yang mempunyai karakteristik penduduk muda akan


mempunyai beban besar dalam investasi sosial untuk pemenuhan
kebutuhan pelayanan dasar bagi anak-anak dibawah 15 tahun ini. Dalam
hal ini pemerintah harus membangun sarana dan prasarana pelayanan
dasar mulai dari perawatan Ibu hamil dan kelahiran bayi, bidan dan
tenaga kesehatan lainnya, sarana untuk tumbuh kembang anak termasuk
penyediaan imunisasi, penyediaan pendidikan anak usia dini, sekolah
dasar termasuk guru-guru dan sarana sekolah yang lain.

Sebaliknya bangsa dengan ciri penduduk tua akan mengalami


beban yang cukup besar dalam pembayaran pensiun, perawatan
kesehatan fisik dan kejiwaan lanjut usia (lansia), pengaturan tempat
tinggal dan lain lain. Penduduk Indonesia belum dianggap sebagai
penduduk tua karena persen penduduk diatas 65 tahun masih kecil,
namun karena jumlah penduduk yang besar, maka jumlah orang tua juga
cukup besar untuk memperoleh perhatian dari pemerintah pusat maupun
lokal.

B. Ketenagakerjaan
Konsep dan difinisi

Tenaga kerja dipilih pula dalam dua kelompok yaitu angkatan kerja
dan bukan angkatan kerja. Yang termasuk angkatan kerja adalah tanaga
kerja atau penduduk dalam usia kerja yang bekerja atau mempunyai
pekerjaan untuk sementara sedang tidak bekerja, dan mencari pekerjaan.
Sedangkan yang bukan termasuk angkatan kerja adalah tenaga kerja atau
penduduk dalam usia kerja yang tidak bekerja, tidak mempunyai
pekerjaan dan sedang tidak mencari pekerjaan; yakni orang-orang yang
kegiatannya bersekolah.

Angkatan kerja Indonesia

Sekitar tiga seperepmat penduduk Indonesia termasuk dalam batas


usia kerja. Dengan kata lain seperempat penduduk Indonesia termasuk
sebagai tenaga kerja karena belum berumur 10 tahun. Tahun 1993 jumlah
tengan kerja tercatat sebesar 143,8 juta orang. Angkatan kerja hanyalah
sekitar 55-60%. Pertumbuhan jumlah tenaga kerja lebih tinggi dari pada
pertumbuhan jumlah penduduk secara keselurhan. Hal itu disebabkan
karena struktur penduduk menurut umur, hingga saat ini masih di
dominasi oleh penduduk berusia muda.

Tingkat partisipasi angkatan kerja dan pengangguran

Rasio antara angkatan kerja dengan jumlah penduduk usia kerja dikenal dengan istilah
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), yang notabene merupakan besarnya jumlah
penduduk masuk dalam pasar kerja. TPAK pada tahun 2009 sebesar 68,86 persen, dimana
laki-laki mempunyai TPAK yang lebih besar daripada perempuan yaitu 85,93 dibandingkan
50,68.

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka


(TPT) Tahun 2009
Pada tahun 2009, tingkat pengangguran terbuka menunjukkan angka 4,20 persen.
Berdasarkan jenis kelamin, TPT laki-laki (4,45 persen) lebih tinggi dibandingkan dengan
TPT perempuan yakni sebesar 3,76 persen.
C. Lapangan pekerjaan dan tingkat upah

Lapangan, status, dan jenis pekerjaan

Lapangan pekerjaan utama bagi penduduk Indonesia masih berada


di sektor pertanian. Sampai tahun 1994. Separuh dari jumlah pekerja
menyandarkan diri sebagai sumber nafkah utama. Sector perdanganagan
menempati urutan kedua dengan jumlah masing-masing 15,79 dan
13,345 pekerjaan, ada pun sector industry menyerap sekitar 11,09%
pekerja, berada di urutan berikutnya pada tahun 1994, proporsi pekerja
perempuan di sector pertanian di pedesaan tidak jauh berbeda dengan
laki-laki. Sedangkan di daerah kota bertani banyak dilakukan oleh laki-
laki. Pekerja dikota mengandalkan hidupnya disektor pertanian hanya
10,22%, sedangkan di pedesaan mencapai 66%. Angka-angka ini jelas
menyiratkan ketimpangan sektoral dalam daya serap pekerja.

Jam kerja

Menilai apakah seseorang menganggur atau tidak semata-mata


tergantung berdasarkan apakah mereka mempunyai pekerjaan atau tidak,
sekiranya kuranglah memadai. Pendekatan semacam itu mengabaikan
pemanfaatan tenaga yang bersangkutan. Seseorang tergolong tidak
menganggur karena ia mempunyai pekerjaan atau mempunyai pekerjaan.
Akan tetapi jika dalam bekerja itu tenaganya tidak termanfaatkan secara
optimal, berarti ia bekerja tidak dalam kapasitas penuh, maka
sesungguhnya ia setengah menganggur atau menganggur secara
terselubung. Oleh karena itu, jam kerja yang dicurahkan perlu turut
dipertimbangkan.

Anda mungkin juga menyukai