Suka · Komentari ·
Bagikan
Menikah hukumnya adalah Sunnah. Karena RasulullahShallahu ‘Alaihi
Wasallam bersabda,“Menikah itu adalah sunnah ku. Akan tetapi apabila kalian
enggan untuk menikah, maka kalian bukan dari golonganku.”.Dan dalam hadits yang
lain, Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallambersabda,“Barangsiapa yang membenci
sunnah ku, maka ia bukan termasuk dalam golonganku.”
Menikah mempunyai banyak manfaat, diantaranya untuk menghindarkan manusia dari
perbuatan zina. Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Wahai generasi
muda, barangsiapa di antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia menikah,
karena ia (menikah) dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan.
Barangsiapa belum mampu (menikah) hendaknya ia berpuasa, sebab ia (puasa) dapat
mengendalikan (hawa nafsu) mu.”
Indahnya pernikahan, apabila dilakukan sesuai sunnah RasulullahShallahu ‘Alaihi
Wasallam. Berikut ini ringkasan dari kitab Adab Zifaf (Etika Pernikahan), karya Syaikh
Muhammad Nashirudin Al-Albani, yaitu :
1. Hendaklah dua sejoli yang akan merajut tali suci pernikahan untuk meniatkan
pernikahan yang ia lakukan adalah untuk mencari ridha Allah , untuk membersihkan
jiwanya dan menjaga dirinya dari segala yang diharamkan Allah. Karena dengan
begitu, pergaulan antar keduanya dicatat sebagai amal ibadah di hadapan Allah.
2. Saat pertama kali akan melakukan hubungan suami istri, hendaknya suami
meletakkan tangannya pada kepala istrinya, seraya membaca basmalah dan doa untuk
keberkahan, yaitu َّاركْ لَ َها فِيv ِ v َو َب،اvvاركْ لِيْ فِيْهvِ vاللَّ ُه َّم َب (Ya Allah berkahilah dia untukku, dan
berkahilah aku untuknya), dan doa berikut ْك مِن ُ ك َخي َْر َها َو َخي َْر َما َج َب ْل َت َها َعلَ ْي ِه َوَأع
َ ُوذ ِب َ ُاللَّ ُه َّم ِإ ِّني َأسْ َأل
َشرِّ َها َومِنْ َشرِّ َما َج َب ْل َت َها َعلَيْ ِه (Dengan menyebut nama Allah. Ya Allah sungguh aku mohon
pada-Mu kebaikan wanita ini, dan kebaikan tabiatnya. Dan aku memohon
perlindungan-Mu dari keburukannya dan keburukan tabiatnya)
Sebagaimana sabda Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam, “Jika kalian telah menikahi
wanita atau membeli budak, maka peganglah bagian depan kepalanya, ucapkanlah
basmalah, berdoalah untuk keberkahannya, dan hendaklah ia mengucapkan… (Dengan
menyebut nama Allah. Ya Allah sungguh aku mohon pada-Mu kebaikan wanita ini, dan
kebaikan tabiatnya. Dan aku memohon perlindungan-Mu dari keburukannya dan
keburukan tabiatnya)”.
3. Shalat Sunnah dua raka’at bersama. Shalat sunnah ini dilakukan ketika akan
melakukan hubungan suami istri untuk pertama kali. Kemudian berdo’a,
َوارْ ُز ْقنِيْ ِم ْن ُه ْم، ْ اللَّ ُه َّم ارْ ُز ْق ُه ْم ِم ِّني، َّاركْ َِألهْ لِيْ فِيvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvv
ِ َو َب، ْاركْ لِيْ فِيْ َأهْ لِيvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvv
ِ اللَّ ُه َّم َب
يْر
ٍ ت فِيْ َخ َ رَّ ْقvvvvvvvvvvvvvvvvvvvرِّ ْق َب ْي َن َنا ِإ َذا َفvvvvvvvvvvvvvvvvvvv َو َف،يْرٍ ت فِيْ َخ َ ْعْ َب ْي َن َنا َما َج َمعvvvvvvvvvvvvvvvvvvvاللَّ ُه َّم اجْ َم
(Ya Allah, berilah aku berkah dari istriku, (begitu pula sebaliknya) berilah istriku
berkah dariku. Ya Allah, berilah mereka rizki dariku, (begitu pula sebaliknya) berilah
aku rizki dari mereka. Ya Allah, kumpulkanlah kami jika itu baik bagi kami, dan
pisahkanlah kami jika itu baik bagi kami).
Syaqiq bin Salamah mengatakan, “Suatu hari datang lelaki, nama nya Abu Huraiz, ia
mengatakan: “Aku telah menikahi wanita muda dan perawan, tapi aku khawatir ia akan membuatku
cekcok”, maka Abdullah bin Mas’ud r.a mengatakan, “Sesungguhnya kerukunan itu dari Allah, sedang
percekcokan itu dari setan, ia (setan) ingin membuatmu benci dengan apa yang Allah halalkan bagimu.
Jika kamu nanti menemuinya, maka suruh istrimu shalat dua rokaat dibelakangmu dan bacalah (Ya
Allah, berilah aku berkah dari istriku, (begitu pula sebaliknya) berilah istriku berkah dariku. Ya Allah,
berilah mereka rizki dariku, (begitu pula sebaliknya) berilah aku rizki dari mereka. Ya Allah,
kumpulkanlah kami jika itu baik bagi kami, dan pisahkanlah kami jika itu baik bagi kami)“.
4. Bermesraan dengan istri, sebelum berhubungan suami istri, misalnya dengan menyuguhkan
minuman, atau yang lainnya.
5. Hendaklah (suami) berdo’a ketika menggauli istri. Do’a nya adalah,
َ يvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvv اللَّ ُه َّم جَ ِّن ْب َنا ال َّش،ِ ِم هَّللاvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvِب ْس
َ يvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvv َوجَ ِّنبْ ال َّش، َْطان
ْطانَ مَا رَ َز ْق َت َنا
(Dengan nama Allah. Ya Alloh jauhkanlah kami dari setan, dan jauhkanlah setan dari anak yang engkau
karuniakan pada kami).
Rasulullah bersabda, “(Dengan nama Allah. Ya Alloh jauhkanlah kami dari setan, dan jauhkanlah setan
dari anak yang engkau karuniakan pada kami). Do’a itu, apabila Allah berkehendak memberikan anak,
niscaya setan tidak akan mampu membahayakan anak (itu) selamanya”.
6. Suami boleh menggauli istrinya di vagina sang istri, dari arah manapun si suami sukai, baik dari
depan atau belakang. Sebagaimana firman Allah SWT, “Istri-istri kalian adalah ladang bagi kalian,
maka datangilah ladang kalian itu dari mana saja kalian kehendaki” (QS. Al- Baqarah : 223)
7. Haram hukumnya bagi suami apabila (suami) menggauli istrinya di dubur istrinya. Hal itu
merupakan dosa besar. Karena Rasulullah bersabda, “Terlaknat orang (suami) yang menggauli para
wanita (yaitu istrinya) di dubur nya (yakni lubang anus)”. Syaikh Masyhur mengatakan,“Adapun orang
yang menggauli istrinya di duburnya, maka ia telah melakukan tindakan yang melanggar syariat, baik
asalnya maupun sifatnya, sehingga ia wajib bertaubat kepada Allah , dan tidak ada kaffarat (tebusan)
baginya kecuali bertaubat kepada Allah “.
8. Berwudhu antara dua sesi berhubungan, dan lebih afdholnya mandi. Sebagaimana sabda
Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam, “Jika salah seorang dari kalian selesai menggauli istrinya, dan
ingin menambah (melakukannya) lagi, maka hendaklah ia wudhu, karena itu lebih menggiatkannya
untuk melakukannya lagi”.
Mandi lebih afdhol, karena hadits riwayat Abu Rofi’ , “Suatu hari Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi
Wasallam keliling mendatangi istri-istrinya, beliau mandi di istrinya yang ini, dan mandi lagi di istrinya
yang ini. Lalu aku menanyakan hal itu kepada beliau Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi
Wasallam, “Wahai Rasulullah, mengapa tidak mandi sekali saja?”. Beliau Nabi Muhammad Shallahu
‘Alaihi Wasallam menjawab, “Karena (mandi berkali-kali) itu, lebih bersih, lebih baik, dan lebih
suci”. (HR. Abu Dawud dan yang lainnya, sanadnya hasan).
9. Suami istri diperbolehkan mandi bersama dalam satu tempat, meski saling melihat aurat masing-
masing. Ada banyak hadits yang menerangkan hal ini, diantaranya,
Aisyah r.a mengatakan, “Aku pernah mandi bersama Rasulullah dari satu tempat air, tangan kami
saling berebut, dan beliau mendahuluiku, hingga aku mengatakan, “Biarkan itu untukku, biarkan itu
untukku”, ketika itu kami berdua sedang junub.” .
10. Usai berhubungan, hendaklah berwudhu sebelum tidur, dan lebih afdholnya mandi. Karena hadits
riwayat Abdulloah bin Qais , ia mengatakan: Aku pernah menanyakan kepada Aisyah , “Bagaimana Nabi
Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam dahulu ketika junub, apakah mandi sebelum tidur, atau
sebaliknya tidur sebelum mandi?”. Ia (Aisyah) menjawab, “Semuanya pernah beliau lakukan, kadang
beliau mandi lalu tidur, dan kadang beliau wudhu lalu tidur”. Aku menambahi, “Segala puji bagi Allah
yang telah menjadikan perkara ini mudah”.
11. Jika istri sedang haid, suami tetap boleh melakukan apa saja dengannya, kecuali jima’.
Sebagaimana sabda Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam, “Lakukan apa saja (dengan istri kalian)
kecuali jima’.”
Kaffarat (tebusan) bagi orang yang menjima’ istrinya ketika istrinya sedang haid, sebagaimana
diterangkan dalam hadits riwayat Ibnu Abbas , Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam pernah ditanya
tentang suami yang mendatangi istrinya ketika haid, maka Rasulullah Shallahu ‘Alaihi
Wasallam menjawab, “Hendaklah ia bersedekah dengan satu dinar atau setengah dinar”. Syaikh
Masyhur mengatakan, “Yang dimaksud dengan dinar dalam hadits itu adalah dinar emas, dan 1 dinar
emas itu sama dengan 1 mitsqol, sedang 1 mitsqol itu sama dengan 4 ,24 gram emas murni”.
12. ‘Azl (mengeluarkan sperma di luar vagina) diperbolehkan, meski lebih baik ditinggalkan.
Karena perkataan Jabir, “Dulu kami (para sahabat) melakukan ‘azl, di saat Alqur’an masih
turun”. Dalam riwayat lain, “Kami (para sahabat) dulu melakukan ‘azl di masa Rasulullah Shallahu
‘Alaihi Wasallam (masih hidup), lalu kabar itu sampai kepada beliau Nabi Muhammad , akan tetapi
beliau Nabi Muhammad tidak melarang kami (melakukan ‘azl)”.
Namun, lebih baik meninggalkannya sebagaimana sabda Rasulullah , “Azl itu pembunuhan yang
samar”.
13. Setelah malam pertama menggauli istrinya, disunnahkan pada pagi harinya untuk silaturrahim
mengunjungi para kerabatnya yang sebelumnya telah datang ke rumahnya, mengucapkan salam kepada
mereka, mendoakan mereka, dan membalas kebaikan mereka dengan yang semestinya.
Sebagaimana diterangkan dalam hadits riwayat Anas r.a, ia mengatakan,“Rasulullah Shallahu ‘Alaihi
Wasallam pernah mengadakan walimah (resepsi) saat malam pertama beliau menggauli Zainab. Beliau
Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam mengenyangkan kaum muslimin dengan roti dan daging,
lalu keluar mengunjungi para ibunda mukminin (isteri-isteri beliau yang lain), untuk mengucapkan
salam dan mendoakan mereka, sebaliknya mereka juga memberikan salam dan mendoakan
Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam. Beliau melakukan hal itu, pada pagi hari setelah malam
pertamanya”. (HR. Bukhari).
14. Keduanya (suami dan istri) wajib menggunakan kamar mandi yang ada di rumahnya, dan tidak
boleh masuk kamar mandi umum, berdasarkan hadits Jabir r.a, Rasulullah Shallahu ‘Alaihi
Wasallambersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan memasukkan
istrinya ke dalam kamar mandi umum”. (HR. Tirmidzi, sanadnya hasan).
Juga hadits riwayat Ummu Darda’, ia mengatakan, “Suatu hari, aku keluar dari kamar mandi umum,
lalu Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam berpapasan denganku, Rasulullah Shallahu ‘Alaihi
Wasallambertanya, “Wahai Ummu Darda’, dari mana?”. Ummu Darda’ menjawab, “Dari kamar mandi
umum”. Maka beliau Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Sungguh, demi dzat yang
jiwaku ada di tangan-Nya, tidaklah seorang wanita menanggalkan pakaiannya di selain rumah salah
satu ibunya, melainkan ia telah merusak tabir yang ada antara dia dan Tuhannya Yang Maha
Penyayang”.(HR. Ahmad).
15. Kedua (suami dan istri) diharamkan menyebarkan rahasia kehidupan ranjangnya.
Sebagaimana sabda Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam , “Sungguh, orang yang paling buruk
kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat nanti, adalah orang yang membuka (aurat) istrinya dan
istrinya membuka (aurat)nya, lalu ia menyebarkannya”. Imam Nawawi mengatakan,“Hadits ini
menunjukkan haramnya menyebarkan cerita hubungan suami istri, dan merinci apa yang terjadi pada
istrinya, seperti ucapan, perbuatan dan semisalnya.”
Adapun sekedar menyebutkan jima’ (secara global) tanpa ada manfaat dan tujuan, maka hukumnya
makruh, karena itu tidak sesuai dengan muru’ah (akhlaq), padahal Rasulullah Shallahu ‘Alaihi
Wasallam telah bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka katakanlah yang
baik atau (jika tidak), maka hendaklah ia diam”.
Tapi jika ia menyebutkan hal itu, karena adanya tujuan dan manfaat, seperti mengingkari ketidak-
sukaannya pada istrinya, atau istrinya menuduh suaminya impoten, atau semisalnya, maka itu tidak
makruh, sebagaimana sabda Rasulullah, “Sungguh aku akan melakukannya, aku dan istriku ini” . Begitu
pula pertanyaan Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam kepada Abu Tholhah, “Apa malam tadi, kalian
telah menjalani malam pertama?” . Dan pesan Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallamkepada
Jabir , “Semangat dan semangatlah”.
16. Mengadakan walimah (resepsi) wajib hukumnya setelah menjima’ istri, dengan dasar hadits
Buraidah bin Hushoib r.a, bahwa ketika Ali bin Abi Thalib menikahi Fatimah Az-Zahra, Rasulullah
mengatakan,“Pernikahan itu harus ada walimahnya (resepsi)”. Juga sabda Rasulullah Shallahu ‘Alaihi
Wasallam kepada Abdurrahman bin Auf,“Adakanlah walimah, walau hanya dengan (menyembelih)
seekor kambing”.
Beberapa sunnah (tuntunan) dalam walimah (resepsi), diantaranya:
Ø Diadakan selama tiga hari, setelah menjima’ istri. Sebagaimana diterangkan dalam hadits Anas,
ia mengatakan, “Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam dulu menikahi Shofiyah r.a, beliau menjadikan
anugerah kemerdekaannya sebagai maharnya, dan menjadikan walimah (resepsi) berlangsung tiga
hari”.
Ø Mengundang para sholihin (orang-orang shalih), baik yang kaya maupun yang
miskin.Sebagaimana sabda Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam, “Janganlah berteman kecuali
dengan orang mukmin, dan janganlah menyantap makananmu kecuali orang yang bertakwa”.
Ø Menyembelih lebih dari satu kambing jika mampu.
Ø Dianjurkan dalam pengadaan walimah, orang yang mempunyai harta lebih untuk membantu
orang yang kurang mampu.
Sebagaimana dijelaskan dalam hadits riwayat Anas, yang menceritakan kisah menikahnya
Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam dengan Shofiyah Anas r.a berkata, “…Hingga ketika
Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam di tengah perjalanan pulang, Ummu Sulaim mempersiapkan
Shofiyah dan menyerahkannya kepada Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallampada malamnya, hingga
paginya Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam berstatus arus (pengantin baru). Lalu Rasulullah Shallahu
‘Alaihi Wasallam bersabda, “Barangsiapa mempunyai sesuatu, maka hendaklah ia bawa
kemari” . Dalam riwayat lain, “Barangsiapa punya makanan lebih, maka hendaklah dia
mendatangkannya kepada kami”. Anas berkata, “Beliau pun menggelar karpet kulitnya, maka
mulailah ada orang yang datang dengan keju, ada yang datang dengan kurma, ada juga yang datang
dengan lemak, hingga bisa mereka jadikan hais. Kemudian mereka memakannya dan meminum air dari
tadahan hujan yang ada di dekat mereka.Begitulah pelaksanaan walimahnya RasulullahShallahu ‘Alaihi
Wasallam.
Ø Tidak boleh hanya mengundang orang yang kaya, dan tidak menyertakan orang yang miskin.
Sebagaimana sabda Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam, “Seburuk-buruk makanan adalah hidangan
walimah yang hanya diperuntukkan bagi orang-orang kaya, sedang orang-orang miskin dilarang untuk
mendatanginya” .
Ø Wajib bagi yang diundang untuk menghadirinya.
Sebagaimana sabda Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam, “Jika salah seorang dari kalian diundang
walimah, maka hendaklah ia menghadirinya”. Juga sabda beliau Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi
Wasallam, “Jika salah seorang dari kalian diundang, maka hendaklah ia menghadirinya, baik itu acara
walimah atau pun acara lainnya”. Juga sabda Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam yang lainnya,
“Barangsiapa tidak menghadiri udangan, berarti ia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya”.
Jika orang yang diundang sedang tidak berpuasa, maka hendaklah orang itu memakan hidangan yang
ada. Sedang jika orang itu sedang berpuasa, maka hendaklah ia tetap hadir dan mendoakan yang
mengundangnya.
Sebagaimana sabda Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam, “Jika yang diundang itu tidak puasa, maka
makanlah (hidangan yang ada) Sedang jika ia puasa, maka berdoalah untuknya” Jika yang diundang
sedang puasa sunnah, ia boleh membatalkan puasanya untuk makan hidangan walimah, sebagaimana
diceritakan oleh Abu Sa’id Al-Khudri, “Aku pernah membuatkan hidangan untuk Rasulullah Shallahu
‘Alaihi Wasallam, lalu Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam dan para sahabatnya mendatangi
undanganku. Ketika hidangan disajikan, ada salah seorang berkata, “Aku sedang berpuasa”. Maka
Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam mengatakan, “Saudara kalian ini telah mengundang dan
mengeluarkan biaya untuk kalian”, lalu Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam mengatakan pada
sahabat yang sedang berpuasa itu, “Batalkanlah puasamu, dan qodho’lah di hari lain jika kau
menghendakinya”.
Ø Tidak boleh menghadiri undangan walimah, jika ada kemaksiatan dalam acara walimah
tersebut, kecuali bila menghadirinya dengan maksud mengingkarinya dan berusaha menghilangkan
kemaksiatan itu. Akan tetapi, apabila kemaksiatan itu tidak bisa hilang, maka orang yang diundang itu
harus pulang meninggalkan acara walimah itu.
Sebagaimana kisah sahabat Ali berikut, “Aku pernah membuat makanan, lalu aku mengundang
Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam dan beliau pun datang. Tetapi, ketika melihat ada gambar-
gambar di rumah, Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam langsung kembali. Aku bertanya, “Wahai
Rasulullah, bapak dan ibuku ku relakan untuk menebusmu apa yang membuatmu pulang lagi?”.
Rasulullah menjawab, “Karena di rumah itu, ada banyak gambar, padahal para malaikat tidak sudi
masuk rumah yang ada gambar-gambarnya”.
17. Untuk orang yang diundang disunnahkan melakukan dua hal :
Ø Mendoakan orang yang mengadakan walimah.
Sebagaimana diceritakan oleh Abdullah bin Busr, bahwa bapaknya pernah membuatkan makanan untuk
Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallamdan mengundangnya, maka beliau pun datang. Selesai
makan, beliau mendoakan,
ْ َاركْ لَ ُه ْم فِي مَا رَ َز ْق َت ُه ْم َو
اغفِرْ َل ُه ْم َوارْ حَ مْ ُه ْم ِ اللَّ ُه َّم ب
(Ya Allah, berkahilah rizki yang kau berikan pada mereka, serta ampuni dan rahmatilah mereka).
Ø Mendoakan kedua mempelai dengan kebaikan dan keberkahan.
Ada banyak hadits yang menerangkan hal ini, diantaranya,
Doa Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam kepada Jabir r.a,
َبَارَ كَ هللا ُ لَك
(semoga Alloh memberkahimu), atau mengatakan kepadanya,
َخيْرً ا
(semoga engkau diberi limpahan kebaikan).
Doa Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam kepada Ali r.a,
ِ َاركْ َل ُهمَا فِيْ ِب َن
اِئهمَا ِ َوب,َاركْ فِي ِْهمَا ِ اللَّ ُه َّم ب
(Ya Alloh, berkahilah keduanya, dan berkahilah hubungan keduanya).
Doa kaum wanita Anshar kepada Aisyah,
ٍ َوعَ لَى َخي ِْر َط,عَ لَى ْال َخي ِْر َو ْالبَرَ َك ِة
اِئر
(selamat atas kebaikan, keberkahan, dan keberuntungan yang besar.
Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam jika mendoakan orang yang
menikah mengatakan,
َوجَ مَعَ َب ْي َن ُكمَا فِيْ َخي ٍْر, َ َوبَارَ كَ عَ لَ ْيك, َبَارَ كَ هللا ُ لَك
(semoga Alloh memberikan keberkahan padamu, menurunkannya atasmu, dan mengumpulkan kalian
berdua dalam kebaikan).
18. Pengantin wanita boleh melayani tamu laki- laki, jika tidak menimbulkan fitnah dan mengenakan
hijab syar’i.
Sebagaimana hadits Sahl bin Sa’d, ia mengatakan, “Ketika Abu Usaid telah mengumpuli istrinya, ia
mengundang Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam dan para sahabatnya, maka tidak ada yang
membuat dan menyodorkan hidangan, melainkan istrinya, yaitu Ummu Usaid. Pada hari itu, istrinya lah
yang melayani tamu laki- laki.
19. Boleh juga mengijinkan para wanita untuk mengumumkan pernikahan dengan menabuh duff
(rebana) saja, dan melantunkan nyanyian yang dibolehkan (asal baitnya tidak bercerita kecantikan,
kata-kata kotor, kemaksiatan dan yang tidak diridhai Allah).
Rubayyi’ binti Mu’awwidz mengatakan, Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam pernah menemuiku
di pagi hari malam pertamaku, lalu Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam duduk di atas ranjangku
seperti posisimu denganku (sekarang ini), di saat itu ada banyak anak kecil wanita menabuh duff
(rebana), mengenang bapak-bapak mereka yang gugur di perang badr, hingga salah seorang anak
wanita itu ada yang mengatakan: “Di sisi kita ada Nabi yang tahu hari esok”. Maka Nabi
Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam menegur wanita itu, “Jangan berkata seperti itu, tapi
katakanlah apa yang kau ucapkan sebelumnya”.
20. Hendaklah meninggalkan hal yang dilarang syariat , terutama ketika acara pernikahan, misalnya:
Ø Memajang gambar makhluk yang bernyawa di dinding.
Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Sungguh, rumah yang ada gambarnya tidak dimasuki
para malaikat “.
Aisyah mengatakan, Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam pernah masuk menemuiku, saat itu aku
menutupi lemari kecil dengan kain tipis yang bergambar, (dalam riwayat lain, “yang bergambar kuda
bersayap”). Melihat itu, Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam langsung merobeknya, dan berubah raut
wajahnya. Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallammengatakan, “Sesungguhnya orang yang paling pedih
adzabnya di hari kiamat adalah, mereka yang menyaingi ciptaan Allah” . Aisyah mengatakan, Akhirnya
kain itu ku potong dan kujadikan satu atau dua bantal.”
Syaikh Muhammad Nasirudin al-Albani berpendapat, “haram menutup dinding rumah dengan kain,
meski bukan dengan sutra, karena itu termasuk isrof dan hiasan yang tidak sesuai syariat.”
Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak menyuruh kita untuk
menutupi batu dan tanah”.
Imam Nawawi mengatakan, “Para ulama memakai hadits itu sebagai dalil larangan menutup dinding
dan lantai dengan kain, larangan itu adalah karohah tanzih, bukan larangan yang mengharamkan, dan
inilah pendapat yang benar.”
Syaikh Abul Fath Nashr Al-Maqdisi (madzhab syafi’i) berpendapat, “haramnya hal itu. Tapi, dalam
hadits ini tidak ada yang menunjukkan keharamannya, karena hakekat lafalnya, “Allah tidak menyuruh
kita melakukan itu”, ini berarti bahwa hal itu tidak wajib dan tidak sunnah, dan tidak menunjukkan
pengharaman sesuatu”.
Ø Mencabut alis dan lainnya.
Karena Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam melaknat orang yang berbuat demikian (mencabut alis dan
lainnya).
Ø Mewarnai kuku dengan cat (sehingga menutupi jalannya air wudhu).
Adapun sunnahnya adalah mewarnainya dengan hinna’.
Ø Memanjangkan kuku.
Karena memanjangkan kuku bertentangan dengan fitrah. Rasulullah Shallahu ‘Alaihi
Wasallam bersabda, “Lima hal (yang) termasuk fitrah: “Khitan, mengerik bulu kemaluan, mencukur
kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak”. Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam juga
melarang kita membiarkan kuku lebih dari 40 malam, sebagaimana perkataan Anas bin Malik
r.a, “Kami diberi batasan waktu untuk: Mencukur kumis, memotong kuku, mencabuti bulu ketiak, dan
mengerik bulu sekitar kemaluan, (yakni) agar kami tak membiarkannya lebih dari 40 malam”.
Ø Mencukur jenggot.
Karena memelihara jenggot itu wajib hukumnya bukan sunnah, sebagaimana sabda Rasulullah Shallahu
‘Alaihi Wasallam, “cukur-tipislah kumis dan panjangkanlah jenggot, selisilah kaum majusi”. Jadi,
orang yang dengan sengaja enggan untuk memelihara jenggot, maka ia adalah kaum Majusi.
Ø Mempelai pria mengenakan cincin tunangan dari emas.
Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Pakaian sutra dan emas diharamkan untuk ummatku
yang laki-laki, dan dihalalkan untuk mereka yang wanita.”
21. Wajib hukumnya memperlakukan istri dengan baik, dan menuntunnya kepada hal-hal yang halal
dan diridhai Allah, khususnya bila istrinya masih muda.
Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Sebaik-baik kalian, adalah yang paling baik terhadap
istrinya, dan aku adalah orang yang paling baik diantara kalian terhadap istriku” . Rasulullah Shallahu
‘Alaihi Wasallam juga bersabda, “Berilah nasehat baik pada wanita (istri), karena mereka itu
tawananmu”. Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallamjuga bersabda, “Janganlah lelaki mukmin
membenci wanita mukminah (istrinya), karena jika dia benci salah satu tabiatnya, pasti ada hal lain
yang ia sukai”.
Aisyah r.a mengisahkan, “Suatu hari Rasulullah pulang dari perang tabuk atau perang khaibar. (Saat
itu) lemari kecil Aisyah tertutup tirai, lalu berhembuslah angin, yang menyingkap tirai itu, sehingga
terlihatlah banyak mainan boneka wanita milik Aisyah r.a. Rasulullah Shallahu ‘Alaihi
Wasallam bertanya, “Apa ini, wahai Aisyah?”, ia menjawab, “Anak-anak perempuanku”. Diantara
mainannya itu beliau juga melihat ada boneka kuda bersayap dua yang terbuat dari kain, lalu
Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam mengatakan, “Kalau yang di tengah ini apa?”, Aisyah menjawab:
“itu kuda”. Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam menimpali, “terus apa yang di atasnya?”, Aisyah
menjawab, “dua sayapnya”, Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam mengatakan,“kuda mempunyai dua
sayap?”, Aisyah menjawab, “bukankah engkau pernah mendengar bahwa Nabi Sulaiman memiliki kuda
bersayap?!”. (Mendengar itu) Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallamlangsung tersenyum hingga kulihat
gigi-gigi gerahamnya.
22. Sebaiknya suami membantu pekerjaan rumah, bila ada waktu senggang dan tidak sedang lelah.
Sebagaimana disebutkan ‘Aisyah,“Dahulu Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam biasa membantu
istrinya, dan beliau pergi untuk sholat bila tiba waktunya”. Aisyah juga mengatakan, “Beliau itu
manusia seperti yang lainnya, mencuci pakaiannya, memerah kambingnya, dan membantu istrinya”.
23. Pesan untuk kedua mempelai,
Ø Hendaklah keduanya ta’at kepada Allah dan saling mengingatkan untuk ta’at.
Ø Hendaklah keduanya menjalankan syariat Allah yang terdapat di dalam Qur’an dan Sunnah, dan
tidak meninggalkannya hanya karena taklid, atau adat masyarakat, atau madzhab tertentu, Allah
berfirman,
ص هَّللا َ َورَ سُولَ ُه َف َق ْد ضَ َّل ضَ اَل اًل م ُِبي ًنا ِ ِْن َواَل مُْؤ ِم َن ٍة ِإ َذا َقضَى هَّللا ُ َورَ سُولُ ُه َأمْ رً ا َأنْ َي ُكونَ لَ ُه ُم ْال ِخيَرَ ةُ مِنْ َأمْ ِر ِه ْم َو َمنْ َيع ٍ َومَا َكانَ لِمُْؤ م
Dan tidaklah pantas bagi mukmin dan mukminah, apabila Alloh dan Rosul-Nya telah menetapkan suatu
hukum dalam urusan mereka, untuk memilih (pilihan lainnya), karena barangsiapa mendurhakai Alloh
dan Rosul-Nya, sungguh ia telah tersesat dengan kesesatan yang nyata. (Al-Ahzab: 36).
Ø Hendaklah keduanya menjaga hak dan kewajiban masing- masing. Maka janganlah istri banyak
menuntut suaminya. Sebaliknya, janganlah suami memanfaatkan harta dan posisinya sebagai kepala
rumah tangga, untuk menzholimi istrinya, seperti memukulnya tanpa ada sebab yang syar’i. Allah SWT
berfirman,
ال عَ لَي ِْهنَّ دَ رَ جَ ٌة َوهَّللا ُ عَ ِزي ٌز حَ كِي ٌم ِ ََولَهُنَّ م ِْث ُل الَّذِي عَ لَي ِْهنَّ ِب ْال َمعْ رُوفِ َولِلرِّ ج
Para istri itu memiliki hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut, dan para
suami itu memiliki kelebihan di atas mereka. Dan Allah adalah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Al-
Baqoroh: 228)
Mu’awiyah bin Haidah bertanya, “Wahai Rasulullah, apa hak istri atas suaminya?” Rasulullah Shallahu
‘Alaihi Wasallam bersabda, “Yaitu, memberinya makan dan sandang jika memintanya, tidak
mengatakan ‘Qobbahakilloh’ (semoga Alloh menjadikanmu buruk) (kepada istrinya), tidak memukul
wajahnya, (tidak mendiamkannya kecuali di dalam rumahnya)”.
Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam juga bersabda, “Orang yang adil akan menduduki singgasana dari
cahaya diatas tangan kanan Allah Yang Maha Penyayang, dan kedua tangan- Nya itu kanan, yaitu
mereka yang adil dalam mengatur kekuasaannya, keluarganya, dan tanggung jawab yang (di) serahkan
padanya.”
Bila keduanya (suami dan istri) tahu akan hal ini dan menerapkannya dengan baik, niscaya Allah
akan menjadikan hidup keduanya baik, tentram, bahagia. Allah berfirman,
ََمنْ عَ ِم َل صَ الِحً ا مِنْ َذ َك ٍر َأ ْو ُأ ْن َثى َوه َُو مُْؤ مِنٌ َفلَ ُنحْ ِي َي َّن ُه حَ يَا ًة َط ِّيب ًَة َولَ َنجْ ِز َي َّن ُه ْم َأجْ رَ ُه ْم ِبَأحْ سَ ِن مَا َكا ُنوا َيعْ مَلُون
Barangsiapa melakukan kebajikan dalam keimanan, baik laki-laki maupun perempuan, pasti Kami
berikan padanya kehidupan yang baik, dan Kami pasti membalas mereka dengan pahala yang lebih baik
dari apa yang telah mereka kerjakan. (An-Nahl: 97)
Sabda Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam khusus untuk sang istri,“Bila perempuan mendirikan
sholatnya, menjaga kehormatannya, dan mentaati suaminya, ia pasti masuk surga dari pintu manapun
ia kehendaki.”
Abu Hurairah mengatakan, Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam pernah ditanya, “Siapa wanita yang
paling baik?”, Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab, “Yaitu wanita yang menyenangkan bila
suaminya memandangnya, mentaati bila diperintah, dan ia tidak menyelisihi suaminya karena sesuatu
yang dibencinya, baik dengan diri maupun hartanya”
Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallambersabda, “Seluruh dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik- baik
perhiasan adalah wanita yang sholihah”.
Dari Hushain bin Mihshon, bahwa bibinya pernah menemui Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam karena
suatu keperluan. Setelah (keperluan itu) selesai, Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam bertanya,“Apa
anda bersuami?”. “Ya”, jawabku. “Bagaimana sikapmu terhadapnya?” tanya RasulullahShallahu ‘Alaihi
Wasallam. “Aku bersungguh-sungguh di dalam (menaati dan melayani) nya, kecuali pada hal yang tidak
ku mampui”, jawabku. Maka Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Lihatlah bagaimana
hubunganmu dengannya. Karena suamimu itu surga dan nerakamu”.
Ø “Janganlah istri berpuasa selain Puasa Ramadhan saat suaminya bersamanya, kecuali dengan
izinnya (suaminy). Dan janganlah istri mengijinkan orang lain masuk rumah saat suaminya bersamanya,
kecuali dengan izinnya (suaminya).”
“Jika suami mengajak istrinya ke ranjang, tapi ia tidak menurutinya hingga suaminya marah, maka
para malaikat melaknatnya hingga pagi tiba “ (dalam riwayat lain, “hingga ia kembali
(menurutinya)” ).
(dalam riwayat lain, “hingga si suami merelakannya”).
“Seandainya aku boleh menyuruh seseorang untuk sujud kepada orang lain, tentu aku sudah menyuruh
istri untuk sujud kepada suaminya.”
“Dan seorang istri tidak akan memenuhi hak Allah atasnya dengan sempurna, hingga ia memenuhi hak
suaminya dengan sempurna, hingga seandainya si suami meminta dirinya saat di pelana, maka ia tidak
(boleh) menolak ajakannya.”
“Tidaklah seorang istri menyakiti suaminya ketika di dunia, kecuali istrinya dari kalangan bidadari (di
surga) mengatakan padanya, “Janganlah engkau menyakitinya, qootalakillah, karena suamimu itu
sebenarnya tamu, yang sebentar lagi meninggalkanmu untuk menemui kami”.