RENCANA STRATEGIS
2010-2014
DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
RENCANA STRATEGIS
2010-2014
DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
D IREKTORAT B INA P ROGRAM
Direktorat Jenderal Bina Marga. 2010. Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Bina
Marga. Kementerian Pekerjaan Umum. 89+ix h.
Rencana Strategis 2010-2014
KATA PENGANTAR
Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional, Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Pekerjaan
Umum 2010 – 2014, yang disebut juga sebagai Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)
Kementerian/Lembaga merupakan dokumen perencanaan Kementerian Pekerjaan Umum untuk
periode 5 (lima) tahun. Renstra ini merupakan kali yang kedua pemerintah menyiapkan Renstra
dalam periode pembangunan jangka panjang 2005-2025. Renstra pertama dibuat pada 2004–
2009, sedangkan yang kedua adalah 2010–2014. Kerangka isi Renstra merupakan kerangka isi
standar dan perbedaan mendasar antara Renstra pertama dengan Renstra sekarang adalah pada
kebijakan pemerintah, dimana Renstra sekarang pada pokoknya sebagai kelanjutan dari
program jangka menengah dan bagian dari program jangka panjang pemerintah.
Renstra Kementerian Pekerjaan Umum memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program,
dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian Pekerjaan Umum yang
disusun berdasarkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010–
2014 yang telah ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 pada tanggal 20
Januari 2010.
Renstra Direktorat Jenderal Bina Marga 2010–2014 merupakan bagian dari Renstra Kementerian
Pekerjaan Umum. Renstra ini memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan
kegiatan pengaturan, pembinaan, pembangunan dan pengawasan jalan sesuai dengan tugas dan
fungsi Direktorat Jenderal Bina Marga yang disusun dengan berpedoman pada RPJMN 2010 –
2014 untuk bidang jalan dan jembatan.
Visi Program Penyelenggaraan Jalan untuk periode pembangunan tahun 2010 – 2014 adalah
Ter ujudnya sistem jaringan jalan yang andal, terpadu dan berkelanjutan di seluruh wilayah
asio al u tuk e duku g pertu uha eko o i da kesejahteraa sosial . Adapu isi ya g
diemban adalah: (1) Mewujudkan jaringan Jalan Nasional yang berkelanjutan dengan mobilitas,
aksesibilitas dan keselamatan yang memadai, untuk melayani pusat-pusat kegiatan nasional,
wilayah dan kawasan strategis nasional; (2) Mewujudkan jaringan Jalan Nasional bebas
hambatan antar-perkotaan dan dikawasan perkotaan yang memiliki intensitas pergerakan
logistik tinggi yang menghubungkan dan melayani pusat-pusat kegiatan ekonomi utama
nasional; (3) Memfasilitasi agar kapasitas Pemerintah Daerah meningkat dalam
menyelenggarakan jalan daerah yang berkelanjutan dengan mobilitas, aksesibilitas, dan
keselamatan yang memadai.
Sebagai penjabaran atas Visi dan Misi Direktorat Jenderal Bina Marga, maka ditetapkan Tujuan
dan Sasaran Strategis dan Rinci untuk mencapainya. Sasaran utama yang ingin dicapai antara
lain yaitu persentase jaringan jalan nasional dalam kondisi mantap meningkat menjadi 94%,
penurunan waktu tempuh rata-rata antar Pusat Kegiatan Nasional sebesar 5%, penambahan
jalan sepanjang 13.000 lajur-kilometer, peningkatan kapasitas jalan sepanjang 19.370 kilometer,
v
Kata Pengantar
serta penambahan jaringan jalan bebas hambatan sepanjang 700 kilometer, dan memfasilitasi
penyelenggaraan jalan daerah untuk menuju 60 % kondisi mantap.
Dengan diselesaikannya Renstra Direktorat Jenderal Bina Marga, maka acuan penyelenggaraan
jalan selama 5 tahun kedepan sudah tersedia sehingga Visi dan Misi Direktorat Jenderal Bina
Marga diharapkan dapat dicapai dan dapat mengakomodasi tuntutan pembangunan jalan dan
jembatan sampai akhir tahun 2014. Demikian juga sasaran dan target penyelenggaraan jalan
yang ditetapkan telah berbasis kinerja yang tidak hanya berorientasi pada input-output saja,
tetapi berorientasi pula pada manfaat dan/atau outcome yang diperoleh.
Sebagai dokumen perencanaan, Renstra Direktorat Jenderal Bina Marga harus menjadi acuan
dalam penyusunan program masing-masing unit kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Bina
Marga setiap tahun mulai tahun 2010, 2011, 2012, 2013, sampai dengan tahun 2014. Selaku
pimpinan Direktorat Jenderal Bina Marga, Saya mengharapkan agar jajaran Direktorat Jenderal
Bina Marga dapat secara konsekuen melaksanakan seluruh program dan kegiatan yang telah
ditetapkan sehingga segala upaya penyelenggaraan jalan, sebagaimana tertuang pada Renstra
ini, dapat dicapai guna memenuhi amanat RPJMN sekaligus dapat meningkatkan kualitas
pelayanan jalan dan jembatan kepada masyarakat.
Djoko Murjanto
vi
Rencana Strategis 2010-2014
DAFTAR ISI
Kata Pengantar v
vii
Daftar Isi
viii
Rencana Strategis 2010-2014
6.1 Struktur Organisasi, Tugas dan Fungsi Direktorat Jenderal Bina Marga -- 78
Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Marga ------------------------------------------------- 78
Direktorat Bina Program ------------------------------------------------------------------------- 79
Direktorat Bina Teknik ---------------------------------------------------------------------------- 79
Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah I ------------------------------------------------------- 80
Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah II ------------------------------------------------------ 81
Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah III------------------------------------------------------ 82
Kelompok Jabatan Fungsional ------------------------------------------------------------------ 82
Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional ------------------------------------------------------ 83
6.2 Kegiatan ------------------------------------------------------------------------------------ 84
6.3 Output -------------------------------------------------------------------------------------- 84
Kegiatan: Dukungan Manajemen, Koordinasi, Pengaturan, Pembinaan, dan
Pengawasan ----------------------------------------------------------------------------------------- 84
Kegiatan: Pengaturan, Pembinaan, Perencanaan, Pemrograman, dan
Pembiayaan Penyelenggaraan Jalan ---------------------------------------------------------- 84
Kegiatan: Pengaturan dan Pembinaan Teknis Preservasi, Peningkatan Kapasitas
Jalan --------------------------------------------------------------------------------------------------- 85
Kegiatan: Pembinaan Pelaksanaan Preservasi dan Peningkatan Kapasitas Jalan
Nasional dan Fasilitasi Jalan Daerah ---------------------------------------------------------- 85
Kegiatan: Pelaksanaan Preservasi dan Peningkatan Kapasitas Jalan Nasional ------ 86
Kegiatan: Pengaturan, Pengusahaan, Pengawasan Jalan Tol ---------------------------- 86
ix
Bab 1 - Pendahuluan
0
Rencana Strategis 2010-2014
BAB 1
PENDAHULUAN
Perencanaan pembangunan terdiri dari empat (4) tahapan, yaitu: penyusunan rencana,
penetapan rencana, pengendalian pelaksanaan rencana, dan evaluasi pelaksanaan rencana.
Tahap penyusunan rencana yang dilaksanakan untuk menghasilkan rancangan lengkap suatu
rencana yang siap untuk ditetapkan, terdiri dari 4 (empat) langkah. Langkah pertama
adalah penyiapan rancangan rencana pembangunan yang bersifat teknokratik, menyeluruh, dan
terukur. Langkah kedua, masing-masing instansi pemerintah menyiapkan rancangan rencana
kerja dengan berpedoman pada rancangan rencana pembangunan yang telah disiapkan.
Langkah ketiga melibatkan masyarakat (stakeholders) dan menyelaraskan rencana
pembangunan yang dihasilkan masing-masing jenjang pemerintahan melalui musyawarah
perencanaan pembangunan. Terakhir, langkah keempat adalah penyusunan rancangan akhir
rencana pembangunan. RPJM Nasional yang juga dikenal sebagai Repenas (Rencana
Pembangunan Nasional) disusun atas 6 tahapan (Pasal 9 ayat (1), Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2006) :
Pada pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004, secara
eksplisit disebutkan bahwa Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas
menyiapkan rancangan awal RPJM Nasional sebagai penjabaran dari visi, misi, dan program
Presiden ke dalam strategi pembangunan nasional, kebijakan umum, program prioritas
Presiden, serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara
menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal.
2
Rencana Strategis 2010-2014
Selanjutnya, dalam menyusun rancangan RPJM Nasional, Kepala Bappenas berpedoman pada
RPJP Nasional dan menggunakan rancangan Renstra K/L (Rencana Strategis Kementerian/
Lembaga) yang disiapkan Pimpinan Kementerian/Lembaga sesuai dengan tugas pokok dan
fungsinya dengan berpedoman kepada rancangan awal RPJM Nasional (Pasal 15 ayat 1 dan 2
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004).
Renstra K/L sendiri memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan
pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga yang disusun dengan
berpedoman pada RPJM Nasional dan bersifat indikatif (Pasal 6 ayat 1 UU 25/2004).
Sebagaimana tertuang dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 84/P Tahun 2009
tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II Periode 2009 – 2014, Kementerian Pekerjaan
Umum sebagai salah satu Kementerian dalam Kabinet Indonesia Bersatu II, mempunyai tugas
membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang
pekerjaan umum dan permukiman. Adapun fungsi Kementerian PU dalam Kepres tersebut
adalah: perumusan dan penetapan kebijakan nasional serta kebijakan teknis pelaksanaan di
bidang pekerjaan umum, permukiman, jasa konstruksi, dan penataan ruang; pengelolaan barang
milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya; pengawasan atas pelaksanaan tugas di
bidang pekerjaan umum, permukiman, jasa konstruksi, dan penataan ruang; pelaksanaan
bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan kementerian di daerah bidang
pekerjaan umum, permukiman, jasa konstruksi, dan penataan ruang; dan pelaksanaan kegiatan
teknis bidang pekerjaan umum, dan penataan ruang yang berskala nasional.
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah mengharuskan setiap instansi pemerintah untuk menyusun Rencana
Strategis yang di dalamnya mengandung visi, misi, tujuan dan sasaran, serta strategi pencapaian
tujuan dan sasaran, dengan dilengkapi berbagai indikator kinerja, yang nantinya akan
dipertanggungjawabkan melalui mekanisme pelaporan akuntabilitas yang telah ditetapkan.
Dalam kaitan dengan Inpres tersebut, maka sebagai bagian dari upaya mewujudkan
penyelenggaraan pemerintahan yang berdayaguna dan berhasilguna, bersih dan
bertanggungjawab, khususnya dalam lingkup Direktorat Jenderal Bina Marga, disusun Rencana
Strategis Direktorat Jenderal Bina Marga Tahun 2010 – 2014.
1.2 TUJUAN
Tujuan disusunnya Rencana Strategis Bina Marga 2010 - 2014, yaitu :
1. Tersedianya acuan dalam pengalokasian sumber dana yang terbatas pada berbagai
kegiatan yang sifatnya strategis untuk pencapaian Visi dan Misi Direktorat Jenderal Bina
Marga yang telah ditetapkan.
2. Tersedianya acuan bagi seluruh unit kerja di Direktorat Jenderal Bina Marga dalam
melaksanakan kegiatan-kegiatan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi serta visi dan
misi yang telah ditetapkan.
Merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang Bina Marga.”
Dalam menyelenggarakan mandat, tugas dan fungsinya, Direktorat Jenderal Bina Marga
mempunyai kewenangan sebagai berikut: penetapan kebijakan di bidang Bina Marga untuk
mendukung pembangunan secara makro; penetapan pedoman untuk menentukan standar
pelayanan minimal yang wajib dilaksanakan oleh kabupaten/kota di bidang Bina Marga;
penetapan persyaratan untuk penetapan status dan fungsi jalan; pengaturan dan penetapan
status jalan nasional; penetapan rencana umum jaringan jalan nasional, penetapan rencana
jangka panjang pengembangan jaringan jalan, serta kewenangan lain yang melekat dan telah
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4
Rencana Strategis 2010-2014
Prasarana jalan di Indonesia mempunyai peran yang vital dalam transportasi nasional dengan
melayani sekitar 92% angkutan penumpang dan 90% angkutan barang pada jaringan jalan yang
ada. Sejauh ini total nilai kapitalisasi aset prasarana jalan Nasional saja telah melebihi dua ratus
triliun rupiah, yang perannya sangat strategis dalam menurunkan biaya transportasi. Apabila
prasarana jalan terus menerus dikembangkan agar semakin handal, maka jalan akan menjadi
salah satu faktor yang memberikan pengaruh positif bagi pembangunan ekonomi. Hal tersebut
juga akan meningkatkan daya saing ekonomi daerah dalam perekonomian nasional, yang
selanjutnya diharapkan meningkatkan daya saing ekonomi nasional terhadap perekonomian
internasional.
Pembangunan prasarana jalan memperlancar arus distribusi barang dan orang. Secara ekonomi
makro, ketersediaan jasa pelayanan prasarana jalan mempengaruhi tingkat produktivitas
marginal modal swasta. Sedangkan secara ekonomi mikro, prasarana jalan menekan ongkos
transportasi yang berpengaruh pada pengurangan biaya produksi. Prasarana jalan pun
berpengaruh penting bagi peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan manusia, antara lain
peningkatan nilai konsumsi, peningkatan produktivitas tenaga kerja, dan akses kepada lapangan
kerja. Disamping itu, pelayanan tersebut juga berpengaruh pada peningkatan kemakmuran
nyata dan terwujudnya stabilisasi makro ekonomi, yaitu: keberlanjutan fiskal, berkembangnya
pasar kredit, dan pengaruhnya terhadap pasar tenaga kerja. Hal ini sejalan dengan tiga strategi
pembangunan ekonomi: pro growth, pro jobs dan pro poor.
Dari sisi pasar tenaga kerja, pembangunan prasarana jalan dalam menciptakan peluang usaha
dan menampung angkatan kerja juga sangat besar dan berpotensi untuk memberikan multiplier
effect terhadap perekonomian lokal maupun kawasan. Contohnya adalah, pembangunan Jalan
Tol Cipularang sepanjang 58 km yang menelan biaya sekitar 1,6 triliun rupiah dan 100%
dikerjakan oleh tenaga lokal. Proyek pembangunan ini melibatkan 50 ribu tenaga kerja.
Disamping menyerap jumlah tenaga kerja yang banyak, pembangunan Jalan Tol Cipularang juga
meningkatkan nilai konsumsi dengan menggunakan 500 ribu ton semen, 25 ribu ton besi beton,
1,5 juta m3 agregat, dan 500 ribu m3 pasir.
Jaringan jalan sebagai prasarana distribusi sekaligus pembentuk struktur ruang wilayah harus
dapat memberikan pelayanan transportasi secara efisien (lancar), aman (selamat), dan nyaman.
Di samping itu, jaringan jalan juga harus dapat memfasilitasi peningkatan produktivitas
Pembangunan prasarana jalan harus memperhatikan secara bersamaan tiga aspek utama yang
sangat penting yaitu: aspek ekonomi, sosial dan lingkungan yang ada, karena jaringan jalan
merupakan bagian dari interaksi tata ruang dan sistem transportasi yang ada di sekitarnya
(Gambar-2). Dengan memperhatikan aspek
lingkungan, pembangunan infrastruktur juga
mendukung salah satu strategi pembangunan
pemerintah, pro green.
6
Bab 2 – Kondisi dan Pencapaian 2005-2009
8
Rencana Strategis 2010-2014
BAB 2
KONDISI DAN
PENCAPAIAN 2005 - 2009
Direktorat Jenderal Bina Marga mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan
dan standarisasi teknis di bidang Bina Marga.
Dalam rangka pembangunan jalan nasional yang meliputi, perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan teknis pembangunan jalan dan jembatan, Direktorat Jenderal Bina Marga
membentuk Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) dan Balai Besar Pelaksanaan Jalan
Nasional (BPJN). BBPJN dan BPJBN ditetapkan dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum pada
tanggal 17 Juli 2006.
10
Rencana Strategis 2010-2014
BBPJN dan BPJN merupakan Unit Pelaksana Teknis yang bertanggung jawab kepada Direktur
Jenderal Bina Marga dan secara teknis dibina oleh direktur terkait. BBPJN dipimpin oleh seorang
kepala pejabat Eselon II-B, sedangkan BPJN dipimpin seorang kepala/pejabat Eselon III-A.
BBPJN dibedakan menjadi dua tipe; Tipe A dan Tipe B. Perbedaan ini menyangkut ruang lingkup
organisasinya. BPPJN Tipe A meliputi: Bagian Tata Usaha, Bidang Perencanaan dan Pengawasan
Teknis, Bidang Pelaksanaan, Bidang Sistem Manajemen Mutu, Bidang Pengujian dan Peralatan,
dan Kelompok Jabatan Fungsional. BBPJN Tipe B hampir sama dengan BBPJN Tipe A tetapi tidak
mempunyai Bidang Sistem Manajemen Mutu. Adapun organisasi BPJN meliputi: Subbagian Tata
Usaha, Seksi Perencanaan dan Pengawasan Teknis, Seksi Pelaksanaan, Seksi Pengujian dan
Peralatan, dan Kelompok Jabatan Fungsional.
Undang-Undang No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan dan Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006
tentang Jalan, mengamanatkan bahwa lebar minimal jalan adalah 7 m, akan tetapi karena
kemampuan pendanaan pemerintah yang terbatas, sekitar 45% dari total panjang jalan nasional
masih sub standar atau di bawah 5,5 m.
Meskipun peningkatan kapasitas jalan terus diupayakan, daya dukung Jalan Nasional masih
kurang mendapatkan perhatian. Daya dukung Jalan Nasional saat ini rata-rata masih sekitar 8
ton.
km % km % Km % km % Km %
1 Baik 17.041,08 49.2 10.696,7 30.9 10.666,9 30.8 17.200,9 49.7 16.694,8 48.2
2 Sedang 10.869,39 31.4 17.283,4 49.9 17.805,1 51.4 11.620,2 33.6 13.092,8 37.8
3 Rusak Ringan 2.885,26 8.3 3.854,2 11.1 4.536,4 13.1 4.617,9 13.3 4.014,7 11.6
4 Rusak Berat 3.833,06 11.1 2.794,6 8.1 1.620,5 4.7 1.189,9 3.4 320,3 0.9
Saat ini, dari Jalan Nasional yang mencapai 34.628 km, tercatat kondisi jalan mantap mencapai
86,02 %, rusak ringan 11,59 %, rusak berat 0,92 %, dan tidak tembus 1,46 % (2009).
Dalam hal Jalan Tol, sampai akhir 2009, Jalan Tol yang ada di Indonesia baru mencapai 732,12
km. Panjang Jalan Tol belum mengalami pertumbuhan yang signifikan sejak pertama kali
dibangun pada tahun 1978, yaitu Jalan Tol Jagorawi sepanjang 59 km. Sejak tahun 1987, swasta
mulai ikut dalam investasi Jalan Tol. Sejumlah kendala investasi Jalan Tol memang masih ditemui
yaitu masalah pembebasan tanah, peraturan, belum intensifnya dukungan pemerintah daerah
dalam pengembangan jaringan Jalan Tol, walaupun pemerintah telah mengalokasikan dana land
capping sebagai upaya untuk mengurangi resiko pada investor yang terkait dengan pembebasan
tanah.
Lajur Kilometer
Dari 2005 sampai 2009, lajur-km telah meningkat setiap tahunnya. Lajur-km akhir 2005 yang
mencapai 74.930 lajur-km, telah meningkat menjadi 84,646 lajur-km pada akhir 2009. Untuk
informasi lebih rinci tentang pencapaian lajur-km yang diharapkan pada 2005 sampai dengan
2009 dapat dilihat pada tabel berikut:
12
Rencana Strategis 2010-2014
Pada tahun 2005, telah disusun 10 dokumen fasilitasi dalam bentuk Studi Kajian Kebijakan, Studi
Manfaat Sosial Ekonomi, Studi kajian Petunjuk Teknis Jalan, Studi Pengembangan Sosialisasi
Prosedur Perencanaan jalan, Studi Pengembangan Jaringan Jalan sekunder (Perkotaan), Studi
Optimalisasi Jaringan Jalan kabupaten, Studi Pengaruh Kendaraan Berat Pada Jaringan Jalan
Provinsi dan Kabupaten, dan Survey Kondisi Jalan Provinsi untuk masukan IIRMS.
Pada tahun berikutnya (2006), telah disusun 12 dokumen hasil Studi kajian, Survey Kondisi jalan
Provinsi untuk masukan IIRMS, Studi Pengembangan Jaringan Jalan, Studi Perencanaan Jaringan
Jalan, Studi Jaringan Jalan untuk Petunjuk Teknis Klasifikasi Fungsi Jalan Daerah, Studi Updating
Data Jaringan Jalan dan Jembatan Kabupaten dan Harga Satuan Pekerjaan Konstruksi Jalan dan
Jembatan Kabupaten, Studi Penyusunan Peta Jaringan Jalan Daerah, Studi Evaluasi dan Kinerja
Pelaksanaan, serta Penyusunan Standard Operating Procedure.
Selanjutnya pada tahun 2007 hingga 2009, telah disusun 25 dokumen hasil Studi Kajian Standar
Pelayanan Minimal, Studi Kajian Petunjuk Pelaksanaan Perhitungan Manfaat Pembangunan
Jalan dan Jembatan, Studi Kajian Model Evaluasi Pemberian Bantuan Penyelenggaraan jalan
Daerah, Studi Bantuan Teknis Pengembangan Infrastruktur, Survey Kondisi Jalan Provinsi untuk
masukan IIRMS, Studi Pengembangan Metoda dalam Penyelenggaraan Jalan Daerah, Studi
Workshop Penyelenggaraan Jalan Daerah, Studi Sosialisasi Klasifikasi Jalan Daerah, Review
Pengembangan Sistem Kabupaten Road Management System, Studi Penyusunan Pedoman
Rencana Umum jangka Panjang Jalan Daerah, Pedoman Penetapan Sifat Jalan Strategis
Permanen sebagai Dasar Dalam Pengelolaan dan Penyelenggaraan Jalan Daerah, serta Studi
Evaluasi Manfaat Bantuan Penanganan Jalan.
Adapun cakupan wilayah yang telah memiliki rencana pengembangan jaringan jalannya adalah
sebanyak … ka upate /pro i si, se e tara ilayah ya g telah dii e tarisasi data da peta
jaringannya telah mencakup … kabupaten/provinsi.
Proyek-Proyek Strategis
Di samping pencapaian 2005-2009 yang digambarkan secara umum melalui kondisi dan lajur
kilometer jalan, ada beberapa proyek yang dinilai strategis yang dapat memperjelas pencapaian
selama lima tahun sebelumnya:
J EMBATAN S URAMADU
Dengan total panjang jembatan 5,438 km, dipilih teknik konstruksi cable stayed yang
menggunakan teknologi bahan box girder baja untuk bentang tengah sepanjang 0,818 km.
Untuk jembatan pendekat sepanjang 1,280 km digunakan konstruksi beton semen pra-tekan box
girder. Sedangkan untuk jembatan cause way sepanjang 3,247 km diterapkan konstruksi I girder
pra-cetak. Jembatan Suramadu dilengkapi dengan jalan pendekat sepanjang 15,850 km yang
terdiri dari 4,350 km untuk sisi Surabaya yang dibangun dengan menggunakan teknik konstruksi
perkerasan beton semen dan 11,500 km untuk sisi Madura yang konstruksinya menggunakan
perkerasan beton aspal.
Jembatan Suramadu dibangun dengan lebar 30 m, terdiri dari 2 lajur lalu lintas masing-masing
arah dengan lebar 3,5 m dan bahu jalan dengan lebar 2,25 m. Untuk mengakomodasi aspirasi
masyarakat Madura dan mempertimbangkan tingginya volume lalu lintas sepeda motor, maka
disediakan jalur khusus sepeda motor dengan lebar 3,05 m di masing-masing sisi.
Biaya pembangunan Jembatan Suramadu seluruhnya sekitar Rp 5 trilyun yang bersumber dari
APBN termasuk pinjaman dari Pemerintah China dan APBD Provinsi Jawa Timur.
14
Rencana Strategis 2010-2014
Kegiatan pembangunan ini meliputi pelebaran jalan sepanjang 2.87 km, pembangunan jalan
baru sepanjang 1.89 km, dan pembangunan enam buah jembatan dengan total panjang 978.71
m.
Biaya pembangunan jembatan kelok sembilan sekitar Rp. 400 milyar yang bersumber dari APBN
dan APBD Provinsi.
J EMBATAN B ATANGHARI II
Hinterland Kota Jambi di bagian utara mengandung kekayaan alam yang potensial berupa
Minyak Bumi dan Gas Alam (Migas) serta lahan perkebunan kelapa sawit sampai ke perbatasan
dengan Provinsi Riau, namun secara alami wilayah ini dipisahkan oleh Sungai Batanghari. Satu–
satunya akses yang menghubungkan wilayah ini adalah Jembatan Batanghari I. Semakin hari,
arus lalu lintas pada jembatan ini semakin padat, baik yang menuju atau yang datang dari
Provinsi Riau. Untuk itu, antisipasi perkembangan lalu lintas kedepan adalah dengan segera
membangun jembatan Batanghari II.
1. Mengantisipasi padatnya arus lalu lintas sebagai jembatan alternatif dari jembatan
Batanghari I yang ada dan juga untuk menghubungkan jalur lintas sumatera.
2. Sarana untuk memperlancar angkutan barang dan jasa
3. Memperpendek jarak tempuh dari kota Jambi ke Pelabuhan Muara Sabak: Semula
131,99 Km (Jambi-Bts. Kodya-Mendalo Darat-Sp.Tuan-Sp.Lagan-Ma. Sabak) menjadi
61,86 Km (Jembatan BH2-Niaso-Sp.Plabi-Ma.Sabak)
PEMBIAYAAN
LINGKUP KEGIATAN APBD APBD APBD APBD
APBN TOTAL
PROV KOTA MA JAMBI TANJABTIM
PEMBANGUNAN JEMBATAN
Rp. 63,8 Rp. 83,7 Rp. 7,0 Rp. 8,5 Rp. 7,0 Rp. 170,0
BATANGHARI II sepanjang
milyar milyar milyar milyar milyar milyar
1.351,40 m
Tujuan pembangunan JORR Seksi W-1 adalah untuk melengkapi Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta,
mengurangi kemacetan yang terjadi di dalam kota dan meningkatkan kapasitas jaringan jalan,
serta memberikan kemudahan bagi lalu lintas menuju Bandara Soekarno-Hatta.
Pembangunan JORR Seksi W-1 direncanakan dua arah sepanjang ± 9,7 km dengan jumlah lajur 3
@3,5m untuk masing-masing arah. Pembangunan dilaksanakan oleh PT Jakarta Lingkar Barat-
16
Rencana Strategis 2010-2014
satu dengan biaya konstruksi sebesar Rp 1.169 milyar dan total biaya investasi sebesar Rp. 1.628
milyar.
mendukung pertumbuhan
AKSES PEJAGAN
SEKSI I SEKSI II
STA. 233+000 s/d STA . 253 +750 STA. 253+750 s/d STA . 268 +000
Jalan Tol Akses Tanjung Priok merupakan bagian jaringan Jabodetabek yang terkoneksi dengan
Jakarta Outer Ring Road (JORR), yang akan terhubung dengan tol pelabuhan, tol dalam kota dan
tol Cibitung yang merupakan bagian JORR II. Keberadaan tol Akses Tanjung Priok sangat
signifikan untuk memperlancar arus kendaraan dan barang yang ingin masuk Pelabuhan Tanjung
Priok.
Pembangunan tol yang langsung mengakses ke Pelabuhan Tanjung Priok dibagi menjadi lima
seksi yakni seksi East-1 Rorotan-Cilincing (3,4 km), seksi East-2 Cilincing-Jampea (4,2 km), seksi
West-1 Jampea-Kp. Bahari (2,8 km), seksi West-2 Kp. Bahari-Harbour Toll Road (2,9 km) dan
seksi North South Jampea-Kebon Bawang (1,7 km).
Secara keseluruhan, tol Akses Tanjung Priok membutuhkan biaya Rp 4,5 triliun yang bersumber
dari APBN dan pinjaman luar negeri. Akses Tanjung Priok merupakan Jalan Tol pertama yang
dibangun langsung oleh pemerintah untuk kemudian ditenderkan saat pembangunannya selesai.
Hingga pertengahan tahun 2010, progres pembangunan Jalan Tol Akses Tanjung Priok Seksi E-1
dari Rorotan-Cilincing sepanjang 3,4 km telah mencapai 96%.
18
Rencana Strategis 2010-2014
Jembatan Bantar III merupakan penghubung jalan arteri yang melintasi sungai Progo yang
membentang sepanjang 220 m, yang berada di wilayah perbatasan Kabupaten Kulon Progo dan
Kabupaten Bantul. Jembatan ini merupakan salah satu prasarana transportasi darat yang sangat
vital terutama untuk memperlancar pengangkutan barang dan jasa antar kabupaten di Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta dan merupakan jalur lintas selatan untuk lalu lintas regional.
Seiring dengan perkembangan transportasi baik dari jumlah maupun frekuensinya, maka
jembatan eksisting (Jembatan Bantar I dan II) dipandang sudah tidak mampu lagi mendukung hal
tersebut. Salah satu alternatif pengembangannya adalah dengan pembangunan jembatan baru
di samping jembatan lama untuk mendukung fungsi jembatan eksisting.
Manfaat yang diharapkan dari penyelesaian pembangunan jembatan layang ini adalah
terjaminnya kelancaran arus distribusi barang dari dan menuju pelabuhan Makassar sehingga
akan membantu pertumbuhan ekonomi di tingkat regional.
FO A MPLAS (M EDAN )
Flyover Amplas berada pada ruas Jalan Sisingamangaraja
Medan (persimpangan Amplas Medan). Tujuan
pembangunan FO ini untuk mengatasi atau mengurangi
kemacetan yang terjadi di persimpangan Amplas-Medan.
Diharapkan dengan adanya Pembangunan Bandara Kuala
Namu dapat memperlancar lalu-lintas bagi yang menuju
ke Bandara Kuala Namu.
P ROYEK L AINNYA
Berikut adalah rangkuman berbagai pembangunan yang dilakukan Direktorat Jenderal Bina
Marga selama tahun 2005-2009:
20
Rencana Strategis 2010-2014
Upaya Penyelesaian Jalan Lintas Selatan Kalimantan Upaya Penyelesaian Jalan Lintas Barat Sulawesi
(Gambar: Santan – Bontang, Kaltim) (Gambar: Bitung –Manado-Worotican, Sulut)
Upaya Penyelesaian Jalan Lintas Timur Sumatera Penanganan Jalan Lintas Barat Sumatera
(Gambar: Bts.Tanjab – Merlung, Jambi) (Gambar: Tapan - Lunang, Sumbar)
22
Bab 3 – Potensi dan Permasalahan
24
Rencana Strategis 2010-2014
BAB 3
POTENSI DAN
PERMASALAHAN
3.1 POTENSI
Perkembangan Global
Seiring dengan perkembangan global, hal-hal yang perlu diwaspadai adalah masuknya tenaga
ahli asing ataupun pekerja asing, yang nantinya akan berdampak negatif terhadap
perkembangan pekerja lokal secara keseluruhan. Perkembangan dan kompetisi global bagi
negara maju merupakan momentum untuk ekspansi. Hal tersebut sudah berlangsung walaupun
sebelum kompetisi global, ini terbukti dengan muatan-muatan yang dimuat dalam perjanjian
pinjaman luar negeri yang menetapkan preferensi perusahaan di negara pemberi pinjaman.
Dalam kompetisi global yang terjadi adalah market driving dimana daerah yang menarik dan
dapat dianggap menguntungkan akan dipilih walau mendapat pertentangan, hal ini akan terjadi
dan perlahan-lahan sudah dilaksanakan.
Untuk meningkatkan daya tarik suatu negara, diperlukan usaha-usaha konkrit untuk
meningkatkan competitiveness negara. Salah satu tingkat competitiveness yang menjadi
referensi para investor untuk menanamkan uangnya di wilayah adalah, keberadaan infrastruktur
dan kualitas infrastruktur, dan hal ini disebutkan dalam studi Asian Development Bank (2010:
Country Diagnostics Studies: Indonesia: Critical Development Constraints). Studi ADB ini melihat
peluang dan tantangan/masalah yang dihadapi Indonesia apabila ingin menjadi negara mandiri,
High level income country pada 2025. Ada beberapa rekomendasi yang dipersyaratkan ADB,
dengan membandingkan pattern dari negara-negara maju, serta kondisi serta progress
penyelenggaraan infrastruktur secara keseluruhan dan infrastruktur jalan secara khusus.
Temuan studi ADB (2010) paling tidak dapat dikategorikan jadi 3 golongan, yakni sebagai
berikut:
1
Sumber: Asian Development Bank, 2010, Country Diagnostic Study: Indonesia critical Development constraints,
halaman 29
26
Rencana Strategis 2010-2014
Dalam temuan studi terutama dikaitkan dengan infrastruktur jalan adalah sebagai berikut:
Temuan-temuan tersebut merupakan hal-hal yang penting yang perlu ditindak lanjuti oleh
pemerintah untuk meningkatkan peran sektor jalan sebagai bagian dari pengembangan wilayah.
Tingkat Competitiveness merupakan persyaratan mutlak dari tingkat survival bagi negara-
negara. Competitiveness akan mengubah sesuatu menjadi lebih efisien dan efektif yang
berakibat pada pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi pada gilirannya akan
mengarahkan kita ke arah masyarakat yang sejahtera. Globalisasi mengakibatkan adanya joint
cooperation antar region, dan salah satunya di daerah Asia Tenggara, bentuk-bentuk kerjasama
seperti IMT-GT (Indonesia Malaysia Thailand Growth Triangle), BIMP EAGA (Brunei Indonesia
Malaysia Phillipine East Asian Growth Angle), ASEAN maupun Asian Highway yang dimotori oleh
PBB. Semua bentuk kerjasama tersebut apabila dikaitkan dengan bidang jalan mensyaratkan
adanya konektivitas dan kompatibilitas baik di bidang jalan maupun intermodal.
Sistem transportasi merupakan bagian dari konektivitas fisik atau dapat dikataka se agai main
actor dari physical connectivity. Transportasi jalan sebagai bagian atau elemen dari logistik
merupakan salah satu parameter kinerja yang dapat diukur. Dalam kaitannya dengan elemen
ko ekti itas pada tra sportasi, aka e erapa istilah seperti missing link , jala rusak, jala
banjir, jalan macet, kemacetan, aksesibilitas yang terhambat, dan jalan putus merupakan bagian
yang akan mengurangi optimalisasi dari konektivitas. Konektivitas juga terdiri dari quick win,
dimana pada quick win ini diartikan sebagai suatu proyek-proyek yang memiliki dampak yang
besar bagi pemerintah. Contoh quick win yang perlu ditindak lanjuti oleh pemerintah seperti
Jalan Tol Trans Jawa ataupun Jalan akses Tanjung Priok. Adapun fokus pengembangan
konektivitas adalah sebagai berikut:
a. Konektivitas intra Pulau yang meliputi pulau Jawa dan Sumatera sebagai pusat produksi
yang besar dan berfungsi sebagai hub nasional dan internasional. Sedangkan bagian lain
Jaringan Trans Asia dan ASEAN Highway adalah jalan nasional dengan tahapan
pengembangannya dibagi menjadi tiga tahap. Tahap pertama adalah penyelesaian konfigurasi
jaringan dan perancangan rute jalan nasional yang disepakati menjadi bagian dari sistem
jaringan Trans Asia dan ASEAN Highway. Tahap Kedua adalah pemasangan marka jalan sesuai
dengan standar yang disepakati dan Pelintasan Batas yang telah disepakati sudah dapat
beroperasi. Disamping itu, pada tahap kedua ini, diharapkan semua missing links dapat
terhubungkan dan semua jalan yang merupakan bagian dari rute ASEAN Highway telah sesuai
28
Rencana Strategis 2010-2014
dengan jalan Kelas III menurut standar ASEAN Highway. Sedangkan tahap ketiga adalah
peningkatan semua jalan yang termasuk dalam rute ASEAN Highway menjadi sesuai jalan Kelas I
untuk lalu lintas tinggi dan Kelas II untuk jalan dengan lalulintas rendah yang diharapkan dapat
dicapai pada 2020.
IMT-GT
Indonesia juga merupakan anggota dalam
kerjasama sub-regional Indonesia Malaysia
Thailand Growth Triangle (IMT-GT), yaitu
kerjasama sub-regional ASEAN yang misinya
adalah untuk mempromosikan kerjasama
ekonomi di antara negara bagian dan provinsi-
provinsi yang termasuk dalam kawasan sub-
regional tersebut, dengan mempercepat peran
sektor swasta dalam pertumbuhan ekonomi
melalui peningkatan perdagangan dan investasi
internal dan antar anggota IMT-GT. Kerjasama
ini dimulai sejak 1993 (hanya meliputi negara
bagian dan provinsi di kawasan perbatasan (10
daerah)). Saat ini, kerjasama sudah meliputi 10
Provinsi di Sumatera, 14 Provinsi di Thailand Selatan, dan 8 Negara Bagian di Semenanjung
Malaysia. Dalam Road Map IMT-GT 2007-2011, ada tiga program bidang jalan yang tengah
dipantau perkembangannya, yaitu: (1) Proyek Jalan Bebas Hambatan: Binjai-Medan-Tebing
Tinggi (AH-25 sebagian toll road) dan Medan-Bandara Baru Kualanamu; (2) sebagian AH-25
antara Banda Aceh dan Palembang, dan (3) AH-125 yang merupakan Pengumpan Timur-Barat
antara Pekanbaru-Bukittinggi-Padang, Tebing Tinggi-Pematang Siantar, Jambi-Sarolangun, dan
Bengkulu-Lubuk Linggau-Lahat, Baturaja-Bandar Lampung. Sementara itu, berdasarkan hasil
review Road Map IMT-GT, terdapat 3 proyek yang perlu diprioritaskan untuk mendukung
kerjasama IMT-GT, yaitu: Jalan Bebas Dumai-Pekanbaru, Palembang-Indralaya, dan Tegineneng-
Bakauheni.
BIMP-EAGA
Selain itu, beberapa Provinsi di
Indonesia yang berada di Pulau
Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan
Maluku, dan Pulau Papua
merupakan bagian dari kerjasama
sub-regional BIMP-EAGA (Brunei
Darussalam-Indonesia-Malaysia-
Phillipines East ASEAN Growth
Area). Dalam rencana aksi BIMP-
EAGA, terdapat 3 jaringan jalan di
Indonesia yang harus diselesaikan,
yaitu : (1) Pan-Borneo Highway Network Malinau-Sabah Border Section; (2) Pan-Borneo Highway
Network Pontianak-Palangkaraya-Banjarmasin-Balikpapan Section; dan (3) Tarakan-Tawau
Road. Bahkan, berdasarkan kajian review Road Map BIMP-EAGA, terdapat satu ruas prioritas
yang perlu diselesaikan selain Tarakan-Tawau Road, yaitu Pontianak-Entikong (Sarawak Border).
30
Rencana Strategis 2010-2014
e. Kemampuan untuk melakukan perkiraan serta prediksi tentang jadwal pengapalan dari
perusahaan
f. Frekwensi kedatangan kapal dibandingkan dengan jadwal dan perkiraan waktu yang
ada.
(Jalan Nasional + Jalan Provinsi + Jalan Kabupaten/Kota + Jalan desa) masih dibawah peringkat
dibandingkan dengan ASEAN +6, yang mendekati adalah Telekom dan Warehousing.
Cara penilaian LPI adalah dengan membuat rating 1 s/d 5, semakin tinggi angka semakin baik
ratingnya. Indonesia yang secara global memiliki angka 2.76 tidak didukung oleh aspek
infrastruktur, karena angka infrastruktur lebih rendah dari peringkat LPI Indonesia.
GCI telah digunakan oleh sejumlah negara-negara dan lembaga-lembaga sebagai tolak ukur daya
saing nasional yang jelas dan intuitif. Struktur kerangka GCI berguna bagi reformasi kebijakan
prioritas karena memungkinkan suatu negara untuk menentukan kekuatan dan kelemahan dari
lingkungan dan daya saing nasional untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang paling
menghambat pembangunan ekonomi masing-masing negara. Lebih spesifik lagi, GCI
menyediakan kerangka untuk berwacana antara pemerintah, bisnis, dengan masyarakat sipil,
yang dapat berfungsi sebagai alat ukur dalam reformasi peningkatan produktivitas, dengan
tujuan meningkatkan taraf hidup warga negara di dunia.
Dari simulasi data World Economic Forum 2008, 2009, dan 2010 ditemukan bahwa infrastruktur
jalan masih belum mendukung tingkat kompetitif Indonesia. Akan tetapi, infrastruktur tersebut
masih merupakan hambatan karena nilai yang diperoleh oleh infrastruktur alan (seluruh
infrastruktur jalan, tidak hanya jalan nasional saja) adalah lebih buruk daripada rating
competitiveness index yang dikeluarkan oleh World Economic Forum.
32
Rencana Strategis 2010-2014
1. Simulasi ketiga tabel hanya terbatas pada kualitas infrastruktur saja dibandingkan
dengan total Global Competitiveness index. Semakin kecil angka yang diperoleh
semakin baik negara tersebut dalam kualitas penyelenggaraannya.
2. Dari ketiga tabel dapat disimpulkan bahwa Indonesia mengalami perbaikan dan
peningkatan peringkat kompetisi dari peringkat 55 pada 2008 menjadi tingkat 44 pada
2010
3. Perbaikan peringkat global diikuti pula dengan peningkatan peringkat dari kualitas
infrastruktur jalan di Indonesia, dari tingkat 105 pada 2008, meningkat pada tahun
2009 menjadi 94, dan semakin membaik di 2010 menjadi tingkat 84.
4. Walaupun ada peningkatan ataupun penyempurnaan, secara umum infrastruktur jalan
masih bukan sebagai pendukung rating kompetisi hal ini dibuktikan dengan angka
peringkat masih jauh dibawah peringkat Global Competitiveness Index. Ketika 2008 GCI
55, akan tetapi pada tahun yang sama kualitas infrastruktur jalan 105. Pada 2009 GCI
54, kualitas infrastruktur jalan 94, sedangkan tahun 2010 GCI 44 dan kualitas
infrastruktur jalan 84. Ini berarti secara keseluruhan dan total seluruh sektor, jalan
masih merupakan hambatan terhadap tingkat kompetisi bukan sebagai pendorong.
Yang menarik dalam elemen penilaian adalah kualitas infrastruktur dalam kaitannya dengan
transportasi. Apabila berasumsi pada tingkat penggunaan jalan diantara transportasi, yang
mencapai kurang lebih 90% (untuk penumpang 84% dan barang 90,4%) dari total transportasi,
maka kualitas infrastruktur yang dimaksud adalah transportasi jalan, baik sebagai sarana
transportasi maupun pintu menuju pelabuhan-pelabuhan.
8 World Competitiveness
7 Yearbook 2008
menempatkan Indonesia
6
pada ranking 55 dari 134
5
Pilar Infrastruktur 2008 negara, dimana
4
Pilar Infrastruktur 2009 ketersediaan infrastruktur
3 Pilar Infrastruktur 2010 yang tidak memadai
2 Kualitas Jalan 2009 (16,4%) merupakan
Kualitas Jalan 2009
1 penyumbang kedua
Kualitas Jalan 2010
0 sebagai faktor
problematik dalam
melakukan usaha, setelah
birokrasi pemerintah yang
tidak efisen (19,3%).
Dalam hal ketersediaan infrastruktur, Indonesia berada pada rangking 86, sedangkan untuk jalan
berada pada ranking 105. Pada 2009, terjadi peningkatan peringkat dimana Indonesia berada
pada posisi 54 dari 131 negara. Untuk ketersediaan infrastruktur, Indonesia berada pada
rangking 84, sedangkan untuk jalan berada pada ranking 94. Ketersediaan infrastruktur (14,8%)
tetap berada peringkat kedua sebagai faktor problematik dalam melakukan usaha, setelah
birokrasi pemerintah yang tidak efisen (20,2%). Pada tahun 2010 secara peringkat, ketersediaan
infrastruktur Indonesia menempati peringkat 82 dengan infrastruktur jalan berada pada
peringkat 84. Untuk lingkup negara-negara ASEAN, Competitiveness Index untuk Pilar
Infrastruktur pada tahun 2008 dan 2009, Indonesia hanya menggungguli Vietnam, namun pada
tahun 2010, justru Vietnam melejit ke peringkat 2 sementara peringkat Indonesia tetap ke-7 dari
8 negara. Indonesia hanya sempat mengunggguli Filipina yang pada tahun sebelumnya lebih
unggul. Akan tetapi, untuk kondisi jalan, Indonesia berada pada peringkat keenam dibawah
Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam dan Kamboja, lebih unggul dari Filipina dan
Vietnam.
Penyelenggaraan Jalan
Adanya peraturan perundang-undangan yang terkait dengan bidang jalan seperti, Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 15 Tahun 2005, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006,
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009, memerlukan perangkat operasional
lainnya baik berupa Norma, Standar, Pedoman, ataupun Manual (NSPM), sehingga perangkat
peraturan tersebut dapat dilaksanakan yang artinya juga banyaknya perubahan arah kebijakan
dan aturan main di berbagai bagian dalam penyelenggaraan jalan. Meskipun UU Jalan sudah
berlaku semenjak tahun 2004, demikian pula peraturan pemerintah sebagai turunan dari UU
Jalan juga sudah ada. Akan tetapi, apabila diinvetarisir, peraturan pendukung dari undang-
undang tersebut baru dapat dipenuhi pada 2010.
Dalam kaitannya dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2009 tentang
Lalulintas dan Angkutan Jalan substansi tentang jalan secara jelas menyampaikan dan salah satu
34
Rencana Strategis 2010-2014
Sejalan dengan berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2004 tentang
Keuangan Negara yang mensosialisasikan adanya performance based budget dan kinerja sebagai
referensi. Selain kinerja, Pemerintah juga mulai mengenalkan multi-years contract dalam hal
spending, dan saat ini, berdasarkan kesepakatan, Direktorat Jenderal Bina Marga juga harus
menyiapkan MTEF (Medium Term Expenditures Framewwork) sebagai bagian dari multi-years
budget. Berbeda dengan Rensra, lingkup waktunya lima tahun, MTEF (KPJM) berlaku tiga
tahunan. Konsep MTEF sudah diakomodasi oleh Departemen Keuangan dan merupakan rincian
atau cost aspek dari Re stra. Konsep bersifat tidak rigid selama tiga tahun akan tetapi ada
evaluasi tahunan. Sejak itu, mulai berlaku prinsip Performance Based Budget dalam kerangka
MTEF (Medium Term Expenditures Framework) yakni sistem penganggaran pemerintah berbasis
tahun jamak (tiga tahun).
Pendanaan lain dari Unit Pengelola Dana preservasi Jalan juga berasal dari Undang-Undang
Nomor 28 tahun 2009 mengenai Pajak daerah dan Retribusi Daerah, dimana di dalam salah satu
pasal disebutkan bahwa Pajak Kendaraan Bermotor nantinya dipergunakan untuk membiayai
preservasi jalan daerah (Provinsi + Kabupaten/kota) walaupun tidak cukup akan tetapi sudah
ada sumber dana yang mengakomodasi preservasi Jalan Daerah. Dalam pelaksanaannya akan
dilakukan dalam dua tahap, tahap pertama adalah uji coba dan dilanjutkan dengan evaluasi
sebelum ditutup dengan implementasi secara penuh di seluruh provinsi di Indonesia.
Pemerintah juga mengenalkan model manajer ruas yang bertanggung jawab terhadap ruas
dalam program preservasi jalan. Sebenarnya, manager ruas juga harus dilengkapi dengan
pemberitaan informasi kepada masyarakat; siapa bertanggung jawab terhadap ruasnya dan
nomor telepon dari penanggung jawab tersebut, agar pengguna jalan dapat langsung
berinteraksi dengan mereka dalam kaitannya dengan perbaikan kondisi jalan.
Pengenalan model Performance Based Contract sebagai bagian dari penyelenggaraan jalan
merupakan bentuk reformasi kelembagaan di bidang jalan. Momentum penyelenggaraan jalan
ini dinilai tepat karena bersamaan dengan pengenalan model dana preservasi jalan. Empiris
internasional di negara-negara Sub Sahara dan Latin Amerika serta Karibia terbukti bahwa
bahwa negara-negara yang memperkenalkan performance based maintenance adalah negara
yang menyelenggarakan model dana preservasi atau Road Fund.
Pembangunan expressway dengan standard highgrade diperlukan, dan itu tidak perlu dengan
Jalan Tol, perlu dibiayai oleh pemerintah dahulu, Keinginan pemerintah untuk membangun
empat lintas utama, Jawa bagian utara, Sumatera bagian timur, Kalimantan bagian selatan dan
sebelah barat Sulawesi perlu diwujudkan dalam lima tahun terakhir ini untuk mempercepat
pergerakan barang dan orang tersebut. Bahkan di Pulau Sumatera hal ini dapat dilakukan pilot
project expressway Banda Aceh - Lampung.
Selain expressway, pembangunan Jalan Tol Trans Jawa merupakan keharusan bagi pemerintah
untuk mendukung pergerakan barang dari ujung barat ke ujung timur Pulau Jawa. Dalam studi
yang dilakukan oleh AUSAID dalam kaitannya dengan MTEF, disebutkan bahwa kebutuhan untuk
expressway se agai backbone tra sportasi merupakan sesuatu yang harus dicermati untuk
36
Rencana Strategis 2010-2014
tetap mempertahankan pertumbuhan. Expressway yang ideal adalah yang sejajar dengan Lintas
Timur Sumatera, Lintas Utara Pulau Jawa, Lintas Selatan Kalimantan, dan Lintas Barat Sulawesi
merupakan sesuatu yang harus dipertimbangkan.
menjelaskan bahwa masyarakat juga memiliki andil dalam preservasi jalan. Ketiga unsur
tersebut dalam memainkan perannya masing-masing harus sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-
prinsip yang terkandung dalam tata kepemerintahan yang baik (Bappenas, 2007).
Provinsi
Kabupaten/Kota
38
Rencana Strategis 2010-2014
Kondisi Jalan Provinsi pada akhir tahun 2008 masih didominasi jalan yang tidak mantap. Dari
total panjang Jalan Provinsi yang ada sepanjang 48.681 km, 60 % diantaranya tidak mantap
dengan 28,21 % dalam kondisi rusak ringan dan 32,90 % rusak berat. Namun pada 2009 dan
2010 kecenderungannya semakin membaik, meskipun kondisi mantapnya belum mencapai 60 %
(hanya 56.32 % pada ahir 2009 dan 58.83 % pada akhir 2010).
Sementara itu untuk Jalan Kabupaten, dimana pada akhir tahun 2006 kondisi mantap-nya hanya
48.94 %, pada tahun-tahun berikutnya berangsur-angsur membaik hingga pada akhir 2009,
kondisi mantapnya mencapai 51.81 %. Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri bagi DItjen. Bina
Marga di masa mendatang.
3.2 PERMASALAHAN
Benua Australia
Negara Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau terbesar di dunia (±
17.504 pulau), dengan proporsi jumlah daratannya hanya meliputi 30 % dari luas wilayah yang
ada, menyebabkan pemanfaatan ruang daratan termasuk pemanfaatan untuk jalur transportasi
darat menjadi terbatas.
Sebagian besar kepulauan di Indonesia berada pada jalur patahan tektonik, dimana Pulau
Sumatera, Jawa, Bali hingga Kepulauan Nusa Tenggara berada pada Sirkum Mediterania. Pulau
Sulawesi, Papua, dan Kepulauan Maluku berada pada Sirkum Pasifik. Bahkan, di Pulau Sumatera
terbentang Patahan Semangko yang memanjang sejajar pantai barat pulau tersebut. Hal ini
menyebabkan banyak wilayah di Indonesia termasuk dalam wilayah rawan bencana alam dan
40
Rencana Strategis 2010-2014
berdampak pada tidak meratanya sebaran lokasi pusat-pusat kegiatan yang potensial dan
adanya koridor-koridor transportasi tertentu yang lebih ekonomis di antara koridor lainnya.
Indonesia berada di Khatulistiwa di antara Benua Asia dan Australia sehingga umumnya musim
yang ada dipengaruhi oleh Muson Barat dan Timur yang menyebabkan di Indonesia hanya
terdapat dua musim utama yaitu musim kemarau dan musim hujan. Meskipun demikian,
panjang periode dan tidak menentunya musim hujan seringkali menjadi salah satu penyebab
semakin cepatnya kerusakan jalan dan penghambat pelaksanaan konstruksi jalan dan jembatan.
Perubahan Iklim
Sebelas dari dua belas tahun terakhir (antara 1995-2006) merupakan tahun-tahun terpanas
sejak tahun 1850 (Hasil kajian IPCC – Intergovernmental Panel on Climate Change, 2007).
Kenaikan suhu rata-rata tersebut juga diikuti dengan kenaikan muka air laut rata-rata global
dengan laju peningkatan rata-rata 1,8 mm per tahun, dimana selama abad 20 diperkirakan total
kenaikan muka air laut mencapai 0,17 m. Pemanasan global yang terjadi sejak pertengahan abad
ke-20 ini juga dipengaruhi oleh kegiatan manusia dan diperkirakan akan terus mengalami
peningkatan secara signifikan pada abad ke-21 jika tidak ada upaya untuk menanganinya.
Dampak yang dirasakan saat ini adalah terjadinya perubahan iklim dan peningkatan frekuensi
dan intensitas iklim ekstrim. Kondisi ini menyebabkan rentannya sebagian wilayah di Indonesia
terhadap bencana yang diakibatkan perubahan iklim seperti banjir akibat air laut pasang
maupun akibat hujan yang berkepanjangan yang juga dapat menyebabkan longsor di beberapa
lokasi sehingga berdampak pada terputusnya jaringan transportasi jalan yang ada.
jaringan jalan berada di Kalimantan, Sulawesi, NTB, NTT, Maluku, dan Papua yang memiliki 69%
dari luas wilayah Nasional.
Untuk angkutan barang, moda jalan masih mendominasi dengan menguasai 90,4%, sisanya
dibagi ke moda lainnya yakni laut dan kereta api masing-masing 7% dan 0,6%, padahal moda ini
memiliki potensi angkutan barang berskala besar. (Bappenas, 2006)
Belum
berkembangnya 100
konsep transportasi Proporsi Penggunaan
intermoda yang 80 90.4
Moda Transportasi (%)
dapat 84
menghubungkan
60
seluruh wilayah di 40
Indonesia secara
menerus dengan 20 0.6
7.3 0 7
biaya transportasi 0
yang ekonomis 5.3 0
Jalan 1.8
maupun untuk KA 1.5
mendukung Sistem Sungai
Logistik Nasional. Laut
Penumpang Barang Udara
Sistem jaringan
jalan dan spesifikasi
penyediaan parasarana jalan antara Jalan Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota pada
beberapa koridor lintas belum sinergis, sehingga memberikan kendala pada sarana transportasi
yang dipergunakan. Harus diakui bahwa belum tersinerginya Jalan Nasional dan Jalan Sub-
Nasional dikarenakan adanya pemisahan tegas yang tertera dalam Undang-Undang No.38/2004
tentang Jalan yang berdasarkan pemikiran desentralisasi bidang jalan. Padahal, pada kenyataan
di lapangan, seluruh jalan tanpa terkecuali merupakan bagian dari sektor transportasi, jika Jalan
Nasional saja yang mantap sementara jalan daerah (Jalan Provinsi dan Kabupaten/Kota) tidak
mantap, akhirnya biaya transportasi tetap tinggi karena ada bagian dari jalan yang rusak
kondisinya.
42
Rencana Strategis 2010-2014
Wilayah perbatasan dan pulau terluar memerlukan aksesibilitas yang memadai dalam rangka
pertahanan dan keamanan untuk menjaga kesatuan wilayah NKRI. Aspek integritas wilayah tidak
hanya ditinjau dari aspek pertahanan dan keamanan saja, melainkan juga aspek ekonomi, sosial
dan budaya yang dipengaruhi dengan ketersediaan infrastruktur yang memadai.
Masih banyaknya titik kemacetan lalu-lintas pada jaringan jalan di perkotaan terutama di 8
(delapan) kota metropolitan (Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya,
Denpasar, dan Makassar) dan kota non-metropolitan. Demikian pula beberapa jalan akses yang
menghubungkan pusat-pusat kegiatan nasional, seperti kawasan industri, pelabuhan laut
(outlet) dan pelabuhan udara yang masih mengalami kemacetan.
Kerusakan dini akibat kegagalan konstruksi dapat memberikan dampak negatif terhadap
keselamatan jalan.
Keterbatasan Pendanaan
Keterbatasan pendanaan memberikan konsekuensi :
1. Adanya jalan dengan kemampuan struktur yang marginal meskipun sudah dapat
fungsional.
2. Penyelenggaraan jalan tidak dapat memenuhi Indikator Kinerja Utama dan dapat
menganggu aksesibilitas, mobilitas dan tingkat keselamatan.
3. Dukungan prasaran jalan terhadap transportasi terpadu (intermoda) belum maksimal
terutama dalam mendukung pelabuhan-pelabuhan utama/outlet.
4. Minimnya pembangunan jalan pada kawasan strategis
5. Sebagian besar usulan kebutuhan pembangunan jalan dan jembatan baru belum dapat
dipenuhi.
6. Usulan penambahan status jalan belum terakomodasi untuk penanganan
pemeliharaannya
7. Dukungan Pemerintah terhadap Jalan Tol sangat minim sehingga komitmen
pembangunan tidak dapat dipenuhi.
Kualitas SDM yang Kurang Memadai dan Organisasi yang Kurang Efektif
dan Optimal
Dari total 6.801 pegawai yang dimiliki Ditjen. Bina Marga, pegawai dengan pendidikan SLTA ke
bawah (60%) sangat mendominasi. Proporsi pegawai yang berpendidikan S1 ke atas adalah 34
%, sedangkan sisanya kelompok menengah dengan pendidikan setingkat D3 sebanyak 6 %. Oleh
karena itu keberadaan perangkat dan sumber daya aparatur tersebut, tidak sepenuhnya mampu
mendorong pelaksanaan penyelenggaraan jalan secara efektif dan efisien.
44
Rencana Strategis 2010-2014
Dari aspek sumberdaya aparatur masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan agar
pelaksanaan organisasi dapat diselenggarakan secara lebih optimal, antara lain menyangkut
penyamaan dan penyempurnaan pola pikir serta budaya kerja yang lebih berorientasi pada hasil
dengan tingkat pengeluaran yang dapat ditekan seefisien mungkin, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Masih banyak pegawai yang belum bekerja secara profesional
sebagaimana dituntut oleh para pemangku kepentingan. Walaupun secara kuantitas jumlah
pegawai sudah relatif banyak namun bila ditinjau dari aspek kualitas dan pemerataan distribusi
sesuai beban kerja masing-masing unit kerja, masih terjadi ketimpangan yang sangat besar. Hal
ini bermuara dari bentuk dan struktur serta susunan organisasi yang belum dapat menjawab
semua fungsi Direktorat Jenderal Bina Marga. Asumsi Bobot Tupoksi
(untuk pendekatan saja) 1 0.5 0.25
Comm. Kondisi
OrganisasiEksisting
2005-2009
AMANAH UNDANG-UNDANG 38/2004
Sense Sekr. Bipran Bintek JBHJK Wil Balai BPJT
PENGATURAN
1 Secara Umum
a Pembentukan Peraturan Perundang2an Tur
b Perumusan Kebijakan Perencanaan Tur
c Pengendalian Penyelenggaraan Secara Makro Tur
d Penetapan NSKP Pengaturan Jalan Tur
2 Jalan Nasional
a Penetapan Fungsi Jalan untuk (A/K Prov/Sisjar Primer) Tur
b Penetapan Status Jalan Nasional Tur
c Penyusunan Renc. Umum Jaringan Jalan Nasional Tur
3 Jalan Tol
a Perumusan Kebijakan Perencanaan Tur
b Penyusunan Perencanaan Umum Tur
c Pembentukan Peraturan Perundang2an Tur
PEMBINAAN
1 Secara Umum dan Jalan Nasional
a Pengembangan Sistem Bimbingan, Penyuluhan dan Diklat Tur
b Pemberian Bimbingan, Penyuluhan dan Diklat Bin
c Pengkajian serta Litbang Teknologi Bin
d Pemberian Fasilitasi Penyelesaian Sengketa antar Provinsi Bin
e Penyusunan dan Penetapan NSKP Pembinaan Jalan Bin/Tur
2 Jalan Tol
a Penyusunan Pedoman dan Standar Teknis Tur
b Pelayanan Bin
c Penelitian dan Pengembangan Bin
PEMBANGUNAN
1 Secara Umum
a Penetapan Laik Fungsi Teknis Bang
b Penetapan Laik Fungsi Administratif Bang
c Pemeliharaan, Perawatan dan Pemeriksaan Bang
d Pembantuan Pembiayaan Pembangunan Bin
e Perencanaan Teknis Bin
f Pelaksanaan Konstruksi (Pembangunan dan Preservasi) Bin
g Pengoperasian dan Pemeliharaan (Preservasi) Bin
2 Jalan Nasional
a Perencanaan Teknis Bang
b Pemrograman Bang
c Penganggaran Bang
d Pengadaan Lahan Bang
e Pelaksanaan Konstruksi (Pembangunan dan Preservasi) Bang
f Pengoperasian dan Pemeliharaan (Preservasi) Bang
g Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Manajemen TurBang
PENGUSAHAAN
a Pendanaan Tur/Bin
b Perencanaan Teknis Bin
c Pelaksanaan Konstruksi Bin
d Pengoperasian dan/atau Pemeliharaan Bin
PENGAWASAN
1 Secara Umum
a Evaluasi dan Pengkajian Pelaksanaan Kebijakan Penyelenggaraan Bin
b Pengendalian Fungsi dan Manfaat Hasil Pembangunan Bin
c Penetapan Standar Pelayanan Minimal Bin
2 Jalan Nasional
a Evaluasi Penyelenggaraan Bang `
b Pengendalian Fungsi dan Manfaat Hasil Pembangunan Bang
3 Jalan Tol
a Tertib Pengaturan Bin
b Tertib Pengusahaan Bin
c Tertib Pembinaan Bin
Aspek lain yang masih memerlukan pembenahan termasuk pengorganisasian satuan kerja di
lapangan, rumusan hubungan kerja antara Ditjen. Bina Marga dengan dinas di daerah, aspek
pengawasan internal agar praktek-praktek pelanggaran terhadap ketentuan terutama yang
berpotensi merugikan keuangan negara.
46
Rencana Strategis 2010-2014
kualitasnya semakin membaik. Sedangkan, kondisi jalan secara keseluruhan dapat dilihat dari
temuan ADB 2010, dan persepsi World Bank dalam Logistic Performance Index, dimana
Indonesia jauh ketinggalan dari negara-negara tetangga, kecuali Vietnam dan Fillipina yang
masih berada dibawah ranking Indonesia.
Perkembangan jalan secara regional, juga merupakan perhatian pemerintah baru-baru ini,
dengan ditetapkannya konektivitas domestik sebagai prioritas ataupun program pemerintah,
pemerintah juga melakukan usaha-usaha serius dalam penanganan kemacetan di dalam pusat
kota ataupun pusat pengangkutan barang dan orang.
Tekanan lain yang perlu diwaspadai, adalah terbitnya UU no. 22 Tahun 2009 tentang Lalulintas
dan Angkutan Jalan yang mensyaratkan pemerintah bahwa jalan harus dalam kondisi baik, dan
tidak boleh ada kerusakan. UU ini sudah mulai diterapkan dalam penyelenggaraan lalu lintas.
Untuk menyiasati kondisi tersebut, pemerintah tidak keberatan dengan pembentukan unit
preservasi jalan yang akan menyelenggarakan penyiapan dan pemungutan dana preservasi jalan
dari masyarakat, akan tetapi peraturan pemerintah tentang itu, masih sedang dibahas dan
merupakan salah satu dari sembilan RPP sebagai turunan dari UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
yang akan diajukan oleh pemerintah.
Peningkatan peran swasta dalam penyelenggaraan jalan juga sudah di inisiasi oleh pemerintah,
bahkan perbaikan internal, melalui pembentukan Kelompok Kerja untuk menangani pengadaan
barang dan jasa yang juga sudah dibentuk. Dari sisi good governance ini merupakan salah satu
terobosan untuk memutus mata rantai keterkaitan owner dengan penyedia jasa dan ini
merupakan tanda keseriusan pemerintah untuk berbuat lebih baik kepada masyarakat.
Memang keterbatasan pendanaan merupakan hal yang klasik untuk dibuat bagian dari
permasalahan, akan tetapi dengan peningkatan efisiensi, peningkatan inovasi (recycling,
performance based contract, maintenenace management system), maka kemampuan
pendanaan akan saling bersinergi dengan efisiensi, dan itu juga merupakan bagian dari
reformasi yang sedang dilaksanakan.
Mengingat segala isu yang dibahas disini, sudah selayaknya dalam penanganan sektor jalan
selain memperhatikan keseimbangan pembangunan wilayah, juga memperhatikan antusiasme
masyarakat, perkembangan yang ada dimasyarakat serta perlunya aksesibilitas yang lebih baik
bagi pulau-pulau di seluruh Indonesia.
48
Rencana Strategis 2010-2014
BAB 4
VISI, MISI DAN TUJUAN
1. Mewujudkan penataan ruang sebagai acuan matra spasial dari pembangunan nasional
dan daerah serta keterpaduan pembangunan infrastruktur pekerjaan umum dan
permukiman berbasis penataan ruang dalam rangka pembangunan berkelanjutan.
2. Menyelenggarakan pengelolaan SDA secara efektif dan optimal untuk meningkatkan
kelestarian fungsi dan berkelanjutan pemanfaatan SDA serta mengurangi resiko daya
rusak air.
3. Meningkatkan aksesibilitas dan mobilitas wilayah dalam mendukung pertumbuhan
ekonomi dan meningkatkan kesejeahteraan masyarakat dengan penyediaan jaringan
jalan yang andal, terpadu dan berkelanjutan.
4. Meningkatkan kualitas lingkungan pemukiman yang layak huni dan produktif melalui
pembinaan dan fasilitasi pengembangan infrastruktur permukiman yang terpadu, andal
dan berkelanjutan.
5. Menyelenggarakan industri konstruksi yang kompetitif dengan menjamin adanya
keterpaduan pengelolaan sektor konstruksi, proses penyelenggaraan konstruksi yang
baik dan menjadikan pelaku sektor konstruksi tumbuh dan berkembang.
6. Menyelenggarakan Penelitian dan Pengembangan serta Penerapan : IPTEK, norma,
standar, pedoman, manual dan/atau criteria pendukung infrastruktur bidang PU dan
permukiman.
7. Menyelenggarakan dukungan manajemen fungsional dan sumber daya yang akuntabel
dan kompeten, terintegrasi serta inovatif dengan menerapkan prinsip-prinsip good
governance.
8. Meminimalkan penyimpangan dan praktik-praktik KKN di lingkungan Kementerian PU
dengan meningkatkan kualitas dan pengawasan profesional.
50
Rencana Strategis 2010-2014
kualitas Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah, serta penerapan 3R (Reduce, Reuse,
Recycle) di perkotaan.
6. Meningkatnya kemampuan pemerintah daerah dan stakeholders jasa konstruksi serta
masyarakat untuk mendukung tercapainya penguasaan pangsa pasar domestik oleh
pelaku konstruksi nasional serta pengurangan jumlah dan dampak ekonomi, sosial dan
lingkungan akibat kegagalan konstruksi/bangunan melalui peningkatan sistem
pembinaan teknis dan usaha jasa konstruksi.
Berdasarkan tata nilai yang sama, akan menuju pada penyatuan hati dan pikiran seluruh aparat
untuk mewujudkan layanan prima dalam penyelenggaraan jalan.
1. Pelayanan
2. Berwawasan ke depan
3. Akuntabel
4. Kerjasama
5. Transparansi
6. Integritas
Terwujudnya sistem jaringan jalan yang andal, terpadu dan berkelanjutan di seluruh
wilayah nasional untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan
sosial .
52
Rencana Strategis 2010-2014
Outcome
Adapun outcome berdasarkan sasaran Direktorat jenderal Bina Marga, meliputi:
O UTCOME S ASARAN 1 :
1. Meningkatnya kondisi mantap jaringan jalan nasional menjadi 94 %.
2. Meningkatnya penggunaan jalan pada ruas jalan nasional menjadi 91,55 milyar
kendaraan kilometer/tahun.
3. Meningkatnya fasilitasi penyelenggaraan jalan daerah untuk menuju 60 % kondisi
mantap.
O UTCOME S ASARAN 2 :
1. Meningkatnya panjang peningkatan struktur/pelebaran jalan sebesar 17.525 km.
2. Meningkatnya panjang jalan baru yang dibangun sebesar 1.845 km.
54
Rencana Strategis 2010-2014
BAB 5
KEBIJAKAN DAN
STRATEGI
1. Mendukung kegiatan ekonomi, sosial, dan budaya serta lingkungan dan dikembangkan
melalui pendekatan pengembangan wilayah agar tercapai keseimbangan dan
pemerataan pembangunan antardaerah;
2. Membentuk dan memperkukuh kesatuan nasional untuk memantapkan pertahanan
dan keamanan nasional; serta membentuk struktur ruang dalam rangka mewujudkan
sasaran pembangunan nasional.
3. Untuk itu, pembangunan transportasi dilaksanakan dengan mengembangkan jaringan
pelayanan secara antarmoda dan intramoda; menyelaraskan peraturan perundang-
undangan yang terkait dengan penyelenggaraan transportasi yang memberikan
kepastian hukum dan iklim usaha yang kondusif;
4. Mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk berpartisipasi dalam penyediaan
pelayanan;
5. Meningkatkan iklim kompetisi secara sehat agar dapat meningkatkan efisiensi dan
memberikan alternatif bagi pengguna jasa dengan tetap mempertahankan
keberpihakan pemerintah sebagai regulator terhadap pelayanan umum yang
terjangkau kepada masyarakat;
6. Menyediakan pelayanan angkutan umum masal di daerah perkotaan yang didukung
pelayanan pengumpan, yang aman, nyaman, tertib, terjangkau dan ramah lingkungan
serta bersinergi dengan kebijakan tata guna lahan; serta meningkatkan budaya berlalu
lintas yang tertib dan disiplin.
7. Untuk pelayanan transportasi di daerah perbatasan, terpencil, dan perdesaan
dikembangkan sistem transportasi perintis yang berbasis masyarakat (community
based) dan wilayah.
56
Rencana Strategis 2010-2014
Fokus Pembangunan :
1. Pembangunan infrastruktur sesuai dengan arahan Rencana Tata Ruang Wilayah dan
pembangunan berkelanjutan di kawasan strategis, tertinggal, perbatasan, daerah
terisolir untuk mengurangi kesenjangan wilayah, daerah rawan bencana, serta
meningkatkan kualitas lingkungan perumahan dan permukiman dan cakupan pelayanan
dasar bidang pekerjaan umum dan permukiman untuk mewujudkan kesejahteraan
rakyat yang berkeadilan dan inklusif.
2. Pembangunan infrastruktur sesuai dengan arahan Rencana Tata Ruang Wilayah dan
pembangunan berkelanjutan melalui peningkatan keandalan sistem di kawasan pusat
produksi dan ketahanan pangan guna mendukung daya saing dan mendorong industri
konstruksi untuk mewujudkan pembangunan ekonomi yang berkualitas.
3. Pembinaan penyelenggaraan infrastruktur melalui optimasi peran pelayanan publik
bidang pekerjaan umum dan permukiman untuk mendukung otonomi daerah dan
penerapan prinsip-prinsip perbaikan tata kelola pemerintahan, serta mendukung
reformasi birokrasi dan mewujudkan good governance.
58
Rencana Strategis 2010-2014
11. Pembangunan jalan yang berwawasan lingkungan dengan mengacu kepada dokumen
pengelolaan lingkungan bidang jalan dan jembatan
12. Penanganan segmen rawan kecelakaan (defisiensi jalan), dalam upaya peningkatan
keselamatan jalan
13. Pengembangan jaringan Jalan Tol, dalam bentuk pembangunan langsung atau fasilitasi
pengadaan lahan
14. Penanganan Jalan pada Kawasan Strategis dan melakukan kegiatan tanggap darurat
Strategi Ditjen. Bina Marga merupakan cara dalam melakukan kebijakan untuk mencapai visi
dan misi. Oleh karena itu, strategi Ditjen. Bina Marga merupakan bagian dari alur pikir Rencana
Strategis DItjen. Bina Marga yang diturunkan dari visi & misi Ditjen. Bina Marga, untuk
menjawab permasalahan dan tantangan yang ada dan mengakomodasi tata nilai Dtijen. Bina
Marga. Selanjutnya visi dan misi diterjemahkan menjadi tujuan dan sasaran Ditjen. Bina Marga
yang juga mempertimbangkan tujuan Kementerian PU. Selanutnya sasaran tersebut
diterjemahkan dengan mempertimbangkan arahan kementerian PU dan RPJPN maupun RPJMN
menjadi kebijakan. Strategi Dtijen. Bina Marga akan menjadi dasar dalam menentukan kegiatan-
kegiatan DItjen. Bina Marga.
ALUR PIKIR RENSTRA DITJEN. BINA MARGA
Tujuan Ditjen.
Bina Marga
Arahan RPJPN &
RPJMN
Sasaran Ditjen. Outcome Ditjen. IKU Ditjen. Bina
Bina Marga Bina Marga Marga
Strategi Ditjen.
Bina Marga
60
Rencana Strategis 2010-2014
Kebijakan untuk penyusunan program dan anggaran yang sesuai dengan rencana
penyelenggaraan jalan yang berkelanjutan dilakukan dengan strategi pendekatan pembangunan
yang berbasis kewilayahan dan strategi pembiayaan yang berbasis aset dan kebutuhan investasi
beserta strategi pengarus-utamaan sasaran strategis.
Kebijakan untuk penyusunan rencana teknik yang berbasis lingkungan melalui penyusunan dan
penerapan dokumen pengelolaan lingkungan (termasuk dukungan terhadap RAN-MAPI);
kebijakan penyusunan rencana teknis yang berbasis keselamatan jalan serta rencana
pengurangan segmen rawan kecelakaan akibat defisiensi jalan; kebijakan pembangunan jalan
yang berwawasan lingkungan dengan mengacu kepada dokumen pengelolaan lingkungan bidang
jalan dan jembatan; dan kebijakan penanganan segmen rawan kecelakaan (defisiensi jalan),
dalam upaya peningkatan keselamatan jalan, sangat terkait erat dengan kebijakan pemanfaatan
inovasi teknologi praktis untuk meningkatkan tuntutan atas kualitas produk disamping faktor
lingkungan yang memberikan tekanan, yang dicapai melalui: akreditasi laboratorium/sarana
penelitian, dukungan bahan dan peralatan, pemanfaatan manajemen keselamatan selama masa
konstruksi dan penerapan kontrak berbasis kinerja dan Extended Warranty, penerapan teknologi
praktis dalam penanganan jalan. Kebijakan-kebijakan tersebut dilaksanakan dengan strategi
penggunaan teknologi tepat guna serta strategi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum (selanjutnya disebut Ditjen. Bina
Marga), yang mendapat mandat dalam melaksanakan penyelenggaraan jalan secara umum dan
jalan nasional, juga sedang dalam tahap persiapan untuk melaksanakan reformasi birokrasi
dengan mengacu kepada Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum dan Rencana
Strategis Ditjen.Bina Marga dan Grand Desain dan Road Map Reformasi Birokrasi serta Pedoman
Reformasi Birokrasi yang ditetapkan Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi (RB). Berbagai kegiatan yang perlu disiapkan dalam melaksanakan reformasi
birokrasi antara lain adalah sebagai berikut:
62
Rencana Strategis 2010-2014
Kesemua hal tersebut ditata agar dapat mendukung peningkatan kinerja Ditjen. Bina Marga
Kementerian Pekerjaan Umum termasuk membangun budaya organisasi yang sejalan dengan
nilai-nilai good governance dan kebijakan anggaran berbasis kinerja (performance base
budgeting policy) sesuai UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No. 38 Tahun
2004 tentang Jalan.
Negara kesatuan Republik Indonesia merupakan Kawasan Kepulauan yang terbesar di dunia,
secara geografis membentang di antara Benua Asia dan Australia yang luas wilayahnya sama
dengan Eropa secara keseluruhan atau sama dengan Amerika Serikat.
Secara geopolitik terletak diantara Negara Maju dan Negara Berkembang serta dilalui oleh Alur
Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) 1, ALKI 2 dan ALKI 3 yang merupakan koridor pergerakan
ekonomi dunia yang menghubungkan negara-negara Asia, Pasifik, Amerika, dan Australia.
Dalam kaitan tersebut Indonesia harus mempertimbangkan lingkungan strategis dalam konteks
negara kepulauan yang terbesar di dunia yang mempunyai lima pulau besar dan kepulauan yang
terdiri dari gugus kepulauan pantai dan gugus kepulauan laut.
Secara garis besar, potensi dan kendala baik aspek geografis, geopolitik, dan geoekonomi di
dalam pengembangannya perlu memperhatikan Kerangka Pengembangan Strategis
berlandaskan pada Aspek Pengembangan Ekonomi, Keseimbangan antar wilayah (daerah
tertinggal dan daerah berkembang), dan Aspek Kesatuan Teritorial NKRI. Koridor Poros
Pengembangan Strategis (Koridor Pantai Timur Sumatera, Pantura Jawa-Bali, Koridor Pantai
Barat dan Pantai Timur Kalimantan dan seterusnya membentang dari Barat sampai ke Timur)
perlu mempertimbangkan alam konteks Kerangka Strategis Berorientasi Ekonomi (Investasi).
Dalam konteks orientasi tersebut, kawasan – kawasan koridor yang terdiri dari daerah tertinggal
seperti Kawasan Koridor Pantai Barat Sumatera, Pansela Jawa, Koridor Kalimantan Tengah dsb
pengembangannya diorientasikan kepada poros pengembangan strategis ekonomi sebagai
penggerak mula (prime-mover) terdahulu. Secara keseluruhan, pendekatan pengembangan
perlu diletakkan dalam presepsi pengembangan dalam rangka pemantapan teritorial NKRI.
PENDEKATAN REGIONAL
DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR
Pembangunan infrastruktur ke-PU-an di Indonesia menggunakan pendekatan pembangunan
ilayah ya g selaras de ga pri sip i frastruktur agi seluruh lapisa asyarakat da
pe a gu a erkela juta
1. Wilayah Telah Berkembang yang meliputi pulau Jawa, Bali dan Sumatera. Jaringan
jalan dalam wilayah ini meliputi jalan Pantura Jawa, Lintas Timur dan Lintas Tengah
Sumatera atau ruas-ruas jalan yang menjadi bagian dari jaringan ASEAN maupun ASIAN
Highway. Peran serta masyarakat diharapkan dapat secara penuh dalam mendukung
penyelenggaraan jalan di wilayah ini karena secara ekonomi maupun finansial dinilai
sudah layak.
64
Rencana Strategis 2010-2014
2. Wilayah Sedang Berkembang dengan wilayah meliputi pulau Kalimantan, Sulawesi dan
NTB. Jaringan jalan dalam wilayah ini yang relatif masih dalam pengembangan antara
lain seperti jalan lintas Kalimantan yang diantaranya merupakan bagian dari jaringan
ASEAN Highway dan Pan Borneo Highway, jalan lintas Sulawesi, dan rencana
pengembangan jalan dalam rangka kerjasama regional BIMP-EAGA. Peran serta
masyarakat dapat dirangsang dengan bantuan dari pemerintah untuk mendukung
penyelenggaraan jalan diwilyah ini.
3. Wilayah Pengembangan Baru meliputi kepulauan Maluku, Papua dan seluruh NTT.
Secara geografis, penyebaran lokasi kegiatan ekonomi di wilayah ini lebih menyebar
dan terisolasi satu dengan yang lainnya. Peran serta masyarakat di wilayah ini masih
kurang menarik secara ekonomi. Sehingga dana pemerintah masih sangat diperlukan
untuk mendukung penyelenggaraan jalan di wilayah ini.
Lintas Utama:
1. Lintas Timur Sumatera 3. Lintas Selatan Kalimantan
2. Lintas Utara Jawa 4. Lintas Barat Sulawesi
Lintas Lainnya:
1. Lintas Barat Sumatera 11. Lintas Tengah Sumatera
2. Pantai Selatan Jawa 12. Lintas Utara Bali
3. Menuju Perbatasan Kalimantan 13. Lintas Tengah Sulawesi
4. Lintas Utara Kalimantan 14. Lintas Tengah Kalimantan
5. Lintas Selatan Bali 15. Lintas Selatan Jawa
6. Lintas Pulau Lombok Kep.Nusa 16. Lintas Timur Sulawesi
Tenggara 17. Lintas Pulau Buru Kep.Maluku
7. Lintas Pulau Sumbawa Kep.Nusa 18. Lintas Pulau Halmahera Kep.Maluku
Tenggara 19. Lintas Pulau Seram Kep.Maluku
8. Lintas Pulau Flores Kep.Nusa 20. Penghubung Lintas Jawa
Tenggara 21. Penghubung Lintas Sumatera
9. Lintas Pulau Timor Kep.Nusa 22. Penghubung Lintas Bali
Tenggara 23. Penghubung Lintas Kalimantan
10. Lintas Tengah Jawa 24. Penghubung Lintas Sulawesi
Khusus untuk Pulau Papua, pendekatan prioritas pembangunan yang dipergunakan adalah
berdasarkan pendekatan cluster sebagaimana yang tertuang dalam 11 Ruas Strategis Papua.
Strategi pendanaan bidang jalan dikaitkan dengan kebutuhan investasi bidang jalan untuk
mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi tertentu (pendekatan top-down). Sebagai pendekatan
umum, diperlukan investasi infrastruktur sebesar 5% dari Produk Domestik Bruto (PDB) untuk
memperoleh pertumbuhan ekonomi sekitar 6%. Total investasi untuk infrastruktur masih sekitar
3%, karena itu dibutuhkan tambahan investasi paling sedikit 2% atau sekitar US$ 6 Milyar per
tahun2.
Pengelolaan insfrastruktur ke-PU-an saat ini adalah sebesar 2% PDB yang sebagian merupakan
pengeluaran pemerintah pusat, yaitu 0,72% PDB. Kebutuhan investasi infrastruktur ke-PU-an
untuk tahun 2025 diperkirakan sebesar Rp 697-1.036 Trilyun atau setara dengan 2,7% dari PDB3.
Kebutuhan dimaksud merupakan gabungan investasi Pemerintah, BUMN/D, dan pihak swasta.
Untuk kurun waktu 2004-2007 alokasi anggaran untuk bidang jalan sekitar 0,2% PDB dan
meningkat tajam menjadi sekitar 0,3% PDB untuk tahun anggaran 2008-2009. Hal ini
menunjukkan komitmen Pemerintah yang semakin besar terhadap preservasi, peningkatan, dan
pembangunan bidang jalan.
Selanjutnya kebutuhan pendanaan bidang jalan dari sisi makro ekonomi dibandingkan dengan
kebutuhan penanganan jalan dari keluaran IRMS (untuk pemeliharaan dan peningkatan jalan),
peningkatan jalan sub-standar
Anggaran Sektor Jalan (2001-2009)
18,000
menjadi standar, perluasan kapasitas
0.40
16,000
jalan, perkuatan struktur perkerasan
0.35
14,000
0.30
12,000
0.25
2
"Spending for Development: Making the Most of Indonesia's New Opportunities – Indonesia Public Expenditure Review 2007", Conference Edition,
GOI & the World Bank, 2007 & "Indonesia Averting an Infrastructure Crisis: A Framework for Policy and Action", the World Bank, 2004.
3
"Infrastruktur ke-PU-an Indonesia Tahun 2025 dalam Perubahan Global dan Tantangan Pembangunan Nasional", Pusat Kajian Strategis (Pustra),
Dep. PU, 2007.
66
Rencana Strategis 2010-2014
Di masa mendatang, kebutuhan pendanaan bidang jalan sebagian besar akan dipenuhi oleh
masyarakat pengguna jalan dengan membayar layanan infrastruktur yang disediakan (fee-for-
service). Dengan demikian dana pemerintah yang terbatas dapat digunakan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat yang belum terlayani infrastruktur atau untuk meningkatkan kualitas
pelayanan infrastruktur.
Selain itu penggunaan alokasi anggaran jalan harus cukup fleksibel untuk menghindari rigiditas
program tahunan, dimana program/komitmen tahun jamak (multi-years) dapat dilakukan
termasuk kontrak pemeliharaan berbasis kinerja jalan (performance-based contract). Karena itu
kerangka pengeluaran jangka menengah (Medium Term Expenditure Framework/MTEF) perlu
dikembangkan sekaligus sebagai alat untuk justifikasi profesional dan mengurangi intervensi
non-profesional. Sebagai kurun waktu, dapat digunakan rentang 3-tahunan (2010-2012) atau 5-
tahunan (2010-2014) sebagaimana RPJM atau Renstra Kementerian/Lembaga.
P ERSPEKTIF S TAKEHOLDER
Direktorat Jenderal yang berwenang menyelenggarakan Jalan Nasional saat ini mengelola aset
jalan nasional sepanjang 38.569 km, pemerintah menginginkan bahwa jalan memainkan
peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Sasaran strategis pertama adalah peningkatan kondisi jalan nasional yang akan dilaksanakan
melalui kegiatan preservasi jalan yang meliputi pemeliharaan rutin, pemeliharaan berkala, dan
rekonstruksi. Disamping itu, keberadaan Jalan Tol sebagai bagian dari Jalan Nasional yang
memainkan peran vital dalam peningkatan mobilitas dan pertumbuhan ekonomi perlu juga
ditetapkan sebagai sasaran strategis kedua.
Dalam proses manajemen turbinwas penyelenggaraan jalan daerah diperlukan lebih intensif
monitoring dan evaluasi atas penyelenggaran jalan daeran yang dilakukan secara berkala dan
kemudian diterbitkan peraturan Menteri PU untuk meningkatkan kinerja penyelenggara jalan
daerah. Sasaran strategis keenam adalah peningkatan jumlah NSPK.
68
Rencana Strategis 2010-2014
Jumlah pegawai Ditjen.Bina Marga termasuk pegawai harian proyek adalah 13.734 orang, 72%
diantaranya adalah non sarjana. Perubahan sifat pekerjaan dari pekerjaan proyek menjadi aset
manajemen/preservasi memerlukan peningkatan kompetensi pegawai. Sasaran strategis
kedelapan adalah peningkatan kompetensi pegawai.
Berdasarkan pendekatan perspektif tersebut, maka sasaran-sasaran yang dapat menjadi Sasaran
Strategis bagi Direktorat Jenderal Bina Marga adalah sebagai berikut:
Untuk menjamin bahwa Indikator Kinerja Utama beserta Sasaran Strategis Direktorat Jenderal
Bina Marga dapat dicapai maka akan dilakukan penjabaran (cascading) IKU Direktorat Jenderal
menjadi IKU setiap pejabat struktural dan fungsional. Disamping itu, suatu mekanisme
pengukuran kinerja juga akan dibentuk untuk secara periodik mengukur dan mereview
keberhasilan pencapaian.
Untuk meningkatkan daya saing jaringan jalan dilakukan pemacuan pembangunan jaringan jalan
dengan spesifikasi bebas hambatan (freeway) melalui sistem tol dan sejauh ini telah terbangun
lebih dari 700 km Jalan Tol. Perbaikan peraturan untuk menarik investasi swasta telah dilakukan
melalui Undang Undang No. 38 tahun 2004 tentang Jalan dan peraturan pelaksanaannya. Pada
saat ini fokus pengembangan Jalan Tol sedang dilakukan di koridor Pantai Utara Jawa, disamping
pula sedang dilakukan rounding up jaringan Jalan Tol lingkar dan radial di Jabodetabek.
Perluasan jaringan jalan, baik pelebaran jalan sub-standar dan pembangunan jalan raya dan
jalan bebas hambatan yang dilakukan secara selektif dapat meningkatkan kelancaran dan
menurunkan biaya angkutan yang pada akhirnya memberikan kerangka peningkatan daya saing
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Sebagai gambaran preservasi jaringan jalan tahun 2005-2009 dilakukan pada seluruh jaringan
jalan nasional, agar seluruhnya fungsional, meskipun masih marginal. Prioritas penanganan
dilakukan per-segmen berdasarkan kebutuhan dan urgensinya, sehingga pada akhir suatu tahun
70
Rencana Strategis 2010-2014
anggaran tidak seluruh segmen mendapatkan penanganan efektif. Kedepan, pada periode 2010-
2014 preservasi jalan akan dilakukan secara menyeluruh pada suatu ruas yang jika
memungkinkan dilakukan dalam satu tahun anggaran. Dengan demikian diharapkan seluruh
segmen dalam suatu ruas yang prioritas akan mendapatkan penanganan efektif, sementara ruas
yang kurang prioritas yang berada di luar jangkauan constrain pembiayaan, tetap akan
dipreservasi agar fungsional. Hal ini dilakukan dengan harapan bahwa permasalahan suatu ruas
akan tuntas pada satu tahun, sehingga pada tahun berikutnya bisa dikonsentrasikan pada ruas
lain yang kurang prioritas dan belum mendapatkan penanganan efektif. Sehingga pada periode
2010-2014 penanganan akan berorientasi pada ruas/wilayah sementara pada periode
sebelumnya masih berorientasi pada jenis penanganan.
Sementara itu, untuk peningkatan daya saing sektor riil antara lain dilakukan melalui
peningkatan jalan dan jembatan nasional lintas terutama untuk Lintas Timur Sumatera, Pantai
Utara Jawa, Selatan Kalimantan, dan Barat Sulawesi. Dengan terlaksananya seluruh kegiatan
preservasi dan perluasan jaringan jalan tersebut akan meningkatkan domestic connectivity
(konektivitas domestik) pada wilayah strategis sehingga dapat memberikan dukungan pada
peningkatan daya saing.
teknologi daur ulang, soil cement base, rigid pavement dengan penggunaan teknologi precast
beton untuk preservasi; serta teknologi sarang laba-laba, pile slab, slab fabrikasi, pelebaran
dengan Balok Kantilever yang dapat digunakan dalam kegiatan peningkatan kapasitas. Dalam
pembangunan jembatan, terdapat beberapa teknologi yang dapat dipergunakan seperti:
konstruksi Pra Tekan, Rangka Baja Pra Tegang, Gelagar Beton, Pelengkung Rangka Baja,
jembatan gantung dan cable stayed. Pemanfaatan produksi dalam negeri dan bahan bangunan
lokal perlu ditingkatkan semaksimal mungkin, seperti penggunaan asbuton, tailing dan bahan
lain untuk konstruksi jalan maupun jembatan. Inovasi bahan bangunan alternatif maupun
pengembangan teknologi konstruksi dibidang jalan dan jembatan perlu didorong untuk dapat
menjawab tantangan yang ada. Kegiatan penelitian dan pengembangan jalan dan jembatan
diharapkan dapat mendukung dalam terciptanya inovasi teknologi tersebut. Tidak kalah
pentingnya dengan pengembangan prosedur, metode, dan manajemen dalam penyelenggaraan
jalan juga sangat diperlukan.
Teknik recycling dikerjakan dengan memanfaatkan material jalan yang lama, melalui
penggunaan recycling machine dan cold miling machine. Dengan teknik tersebut, maka biaya
preservasi dan rehabilitasi jalan akan lebih hemat antara 30-40 persen. Upaya recycling jalan
sangat tepat dilakukan ditengah suasana krisis ekonomi global yang terjadi. Preservasi jalan
dengan teknik recycling berbiaya lebih rendah dibandingkan teknik konvensional namun
menghasilkan mutu pekerjaan yang tidak berbeda.
Sistem daur ulang sangat ramah lingkungan karena mendaur ulang material yang sudah ada.
Teknologi ini menggunakan material bekas, seperti aspal, batu koral maupun bebatuan yang
terdapat di jalan yang sedang diperbaiki. Material bekas ini kemudian dimanfaatkan kembali.
Pengerjaan daur ulang pun bisa menyingkat waktu.
Teknologi daur ulang menghasilkan jalan yang lebih tahan lama. Hal ini disebabkan oleh dasar
jalan atau sub-based juga diperbaiki. Sistem daur ulang tidak hanya menambal di permukaan
jalan seperti yang terjadi selama ini. Selain itu, ketebalan jalan yang diperbaiki juga meningkat
hingga berkali lipat. Teknologi daur ulang telah diterapkan di beberapa ruas jalur pantura dan
ruas Boyolali - Kartasura.
72
Rencana Strategis 2010-2014
Untuk kondisi badan jalan yang permukaannya sudah mengalami keretakan melintang,
memanjang, acak, reflective, pelepasan batu atau kerikil dari permukaan jalan (ravelling), bekas
jalur roda kendaraan, deformasi, dan kerusakan tepi, sebaiknya diterapkan penanganan yang
efisien dan permanen yaitu mendaur ulang (recycling).
Umumnya pekerjaan daur ulang perkerasan dilakukan dengan proses pencampuran dingin (Cold
Recycling Process). Metode daur ulang dapat pula dibagi menjadi beberapa jenis tergantung
kepada sistem yang dipakai dalam pelaksanaannya, seperti:
1. Meningkatkan kelancaran arus lalu lintas pada ruas jalan nasional dengan jumlah lalu
lintas yang tinggi (diatas 3000 kend/hari)
2. Meningkatkan keamanan pengguna jalan dan penduduk di sekitar jalan/jembatan pada
saat terjadi bencana banjir dan gelombang pasang.
3. Mengurangi jumlah kerusakan kawasan hutan sebagai akibat tidak langsung dari
pembukaan/penebangan hutan untuk jalan.
4. Mengurangi jumlah emisi karbondioksida pada ruas-ruas jalan sebagai akibat geometri
jalan yang menyebabkan pemborosan energi.
5. Meminimalisasi dampak negatif lingkungan yang terjadi akibat kegiatan jalan melalui
penyusunan studi lingkungan dan implementasinya.
Untuk itu, strategi mitigasi dalam rangka menghadapi perubahan iklim adalah sebagaimana
berikut:
1. Mengidentifikasi jalan dan jembatan yang rawan terkena dampak banjir, longsor dan
ancaman gelombang laut/abrasi.
2. Melakukan perbaikan infrastruktur berupa penguatan tebing jalan pada lokasi rawan
longsor dan konstruksi penguatan terhadap abrasi.
3. Meningkatkan tipe sistem drainase dan perbaikan kondisi sistem drainase pada lokasi
rawan banjir.
4. Merencanakan jaringan jalan sesuai dengan tata ruang dan memenuhi standar
geometri yang hemat energi serta berwawasan lingkungan, dengan memperhatikan:
a. Perencanaan jalan yang mempertahankan kondisi fungsi tanah sebagai
resapan air/sensitive area.
b. Pengurangan pencemaran udara di areal basecamp maupun di areal konstruksi
pada pelaksanaan pekerjaan konstruksi jalan.
c. Penyusunan studi lingkungan untuk setiap pembangunan jalan dan melakukan
penerapan/rekomendasinya di dalam implementasinya.
5. Pemanfaatan material jalan dengan teknologi daur ulang (recycling)
6. Membatasi penggunaan peralatan konstruksi dan konstruksi dari kayu.
74
Bab 6 – Kegiatan dan Output
76
Rencana Strategis 2010-2014
BAB 6
KEGIATAN DAN OUTPUT
XI
78
Rencana Strategis 2010-2014
1. penyusunan norma, standar, pedoman, prosedur, kriteria teknik jalan, dan jembatan;
80
Rencana Strategis 2010-2014
82
Rencana Strategis 2010-2014
kebutuhan dan beban kerja. Jenis dan jenjang jabatan fungsional tersebut diatur berdasarkan
peraturan perundang–undangan yang berlaku.
6.2 KEGIATAN
Dalam rangka melaksanakan kebijakan dan strategi yang ditetapkan, Program Penyelenggaraan
Jalan terdiri dari kegiatan-kegiatan sebagaimana berikut:
6.3 OUTPUT
Kegiatan: Dukungan Manajemen, Koordinasi, Pengaturan, Pembinaan, dan
Pengawasan
Kegiatan ini dilaksanakan oleh Unit Kerja Sekretariat Direktorat Jenderal dengan Output
sebagaimana berikut:
1. Dokumen Pengaturan dan Penyiapan Pembiayaan Jalan Daerah dan Dana Masyarakat
2. Dokumen Program dan Anggaran Tahunan
3. Dokumen Penyiapan PHLN dan Administrasi Kerjasama Luar Negeri
4. Dokumen Pengembangan Sistem Manajemen Jalan dan Jembatan
5. Dokumen Evaluasi Kinerja Penyelenggara Jalan
84
Rencana Strategis 2010-2014
1. Laporan Kajian dan evaluasi penyiapan pengusahaan Jalan Tol dan data informasi Jalan
Tol
86
Rencana Strategis 2010-2014