Anda di halaman 1dari 97

D IREKTORAT J ENDERAL B INA M ARGA

K EMENTERIAN P EKERJAAN U MUM

RENCANA STRATEGIS
2010-2014
DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
RENCANA STRATEGIS
2010-2014
DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
D IREKTORAT B INA P ROGRAM

Direktorat Jenderal Bina Marga. 2010. Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Bina
Marga. Kementerian Pekerjaan Umum. 89+ix h.
Rencana Strategis 2010-2014

KATA PENGANTAR
Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional, Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Pekerjaan
Umum 2010 – 2014, yang disebut juga sebagai Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)
Kementerian/Lembaga merupakan dokumen perencanaan Kementerian Pekerjaan Umum untuk
periode 5 (lima) tahun. Renstra ini merupakan kali yang kedua pemerintah menyiapkan Renstra
dalam periode pembangunan jangka panjang 2005-2025. Renstra pertama dibuat pada 2004–
2009, sedangkan yang kedua adalah 2010–2014. Kerangka isi Renstra merupakan kerangka isi
standar dan perbedaan mendasar antara Renstra pertama dengan Renstra sekarang adalah pada
kebijakan pemerintah, dimana Renstra sekarang pada pokoknya sebagai kelanjutan dari
program jangka menengah dan bagian dari program jangka panjang pemerintah.

Renstra Kementerian Pekerjaan Umum memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program,
dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian Pekerjaan Umum yang
disusun berdasarkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010–
2014 yang telah ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 pada tanggal 20
Januari 2010.

Renstra Direktorat Jenderal Bina Marga 2010–2014 merupakan bagian dari Renstra Kementerian
Pekerjaan Umum. Renstra ini memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan
kegiatan pengaturan, pembinaan, pembangunan dan pengawasan jalan sesuai dengan tugas dan
fungsi Direktorat Jenderal Bina Marga yang disusun dengan berpedoman pada RPJMN 2010 –
2014 untuk bidang jalan dan jembatan.

Visi Program Penyelenggaraan Jalan untuk periode pembangunan tahun 2010 – 2014 adalah
Ter ujudnya sistem jaringan jalan yang andal, terpadu dan berkelanjutan di seluruh wilayah
asio al u tuk e duku g pertu uha eko o i da kesejahteraa sosial . Adapu isi ya g
diemban adalah: (1) Mewujudkan jaringan Jalan Nasional yang berkelanjutan dengan mobilitas,
aksesibilitas dan keselamatan yang memadai, untuk melayani pusat-pusat kegiatan nasional,
wilayah dan kawasan strategis nasional; (2) Mewujudkan jaringan Jalan Nasional bebas
hambatan antar-perkotaan dan dikawasan perkotaan yang memiliki intensitas pergerakan
logistik tinggi yang menghubungkan dan melayani pusat-pusat kegiatan ekonomi utama
nasional; (3) Memfasilitasi agar kapasitas Pemerintah Daerah meningkat dalam
menyelenggarakan jalan daerah yang berkelanjutan dengan mobilitas, aksesibilitas, dan
keselamatan yang memadai.

Sebagai penjabaran atas Visi dan Misi Direktorat Jenderal Bina Marga, maka ditetapkan Tujuan
dan Sasaran Strategis dan Rinci untuk mencapainya. Sasaran utama yang ingin dicapai antara
lain yaitu persentase jaringan jalan nasional dalam kondisi mantap meningkat menjadi 94%,
penurunan waktu tempuh rata-rata antar Pusat Kegiatan Nasional sebesar 5%, penambahan
jalan sepanjang 13.000 lajur-kilometer, peningkatan kapasitas jalan sepanjang 19.370 kilometer,

v
Kata Pengantar

serta penambahan jaringan jalan bebas hambatan sepanjang 700 kilometer, dan memfasilitasi
penyelenggaraan jalan daerah untuk menuju 60 % kondisi mantap.

Dengan diselesaikannya Renstra Direktorat Jenderal Bina Marga, maka acuan penyelenggaraan
jalan selama 5 tahun kedepan sudah tersedia sehingga Visi dan Misi Direktorat Jenderal Bina
Marga diharapkan dapat dicapai dan dapat mengakomodasi tuntutan pembangunan jalan dan
jembatan sampai akhir tahun 2014. Demikian juga sasaran dan target penyelenggaraan jalan
yang ditetapkan telah berbasis kinerja yang tidak hanya berorientasi pada input-output saja,
tetapi berorientasi pula pada manfaat dan/atau outcome yang diperoleh.

Sebagai dokumen perencanaan, Renstra Direktorat Jenderal Bina Marga harus menjadi acuan
dalam penyusunan program masing-masing unit kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Bina
Marga setiap tahun mulai tahun 2010, 2011, 2012, 2013, sampai dengan tahun 2014. Selaku
pimpinan Direktorat Jenderal Bina Marga, Saya mengharapkan agar jajaran Direktorat Jenderal
Bina Marga dapat secara konsekuen melaksanakan seluruh program dan kegiatan yang telah
ditetapkan sehingga segala upaya penyelenggaraan jalan, sebagaimana tertuang pada Renstra
ini, dapat dicapai guna memenuhi amanat RPJMN sekaligus dapat meningkatkan kualitas
pelayanan jalan dan jembatan kepada masyarakat.

Jakarta, Oktober 2010

Direktur Jenderal Bina Marga

Djoko Murjanto

vi
Rencana Strategis 2010-2014

DAFTAR ISI
Kata Pengantar v

Daftar Isi vii

Bab 1 Pendahuluan Error! Bookmark not defined.


1.1 Latar Belakang ------------------------------------------------------------------------------ 2
1.2 Tujuan ----------------------------------------------------------------------------------------- 3
1.3 Mandat dan Kewenangan Direktorat Jenderal Bina Marga -------------------- 4
1.4 Peran Transportasi dan Prasarana Jalan--------------------------------------------- 5

Bab 2 Kondisi dan Pencapaian 2005-2009 Error! Bookmark not defined.


2.1 Organisasi dan Kelembagaan Periode 2005-2009------------------------------- 10
2.2 Pencapaian 2005-2009 ----------------------------------------------------------------- 11
Kondisi Jaringan Jalan Nasional ----------------------------------------------------------------- 11
Lajur Kilometer ------------------------------------------------------------------------------------- 12
Fasilitasi Penyelenggaraan Jalan Daerah ----------------------------------------------------- 13
Proyek-Proyek Strategis -------------------------------------------------------------------------- 13

Bab 3 Potensi dan Permasalahan 25


3.1 Potensi -------------------------------------------------------------------------------------- 26
Perkembangan Global ---------------------------------------------------------------------------- 26
Persepsi Badan Internasional terhadap Penyelenggaraan Jalan di Indonesia ------- 30
Penyelenggaraan Jalan --------------------------------------------------------------------------- 34
Pembentukan Unit Pengelola Dana Preservasi Jalan -------------------------------------- 35
Kebijakan Penyelenggaraan Expressway / Highgrade Highway Versus Jalan Tol -- 36
Desentralisasi dan Otonomi Daerah ----------------------------------------------------------- 37
Peningkatan Peran Swasta (Mitra Kerja & Investor) dan Masyarakat ---------------- 37
Sistem Pembiayaan dan Pola Investasi Bidang Jalan -------------------------------------- 38
Aset Jaringan Jalan --------------------------------------------------------------------------------- 38
Sumber Daya Manusia dan Organisasi yang Telah Tersedia ----------------------------- 39
Peralatan, Bahan dan Teknologi yang Sudah Dimiliki ------------------------------------- 39
3.2 Permasalahan ----------------------------------------------------------------------------- 39
Pengaruh Ekonomi Global Terhadap Fluktuasi Harga ------------------------------------- 40
Keadaan Alam dan Lingkungan yang Unik --------------------------------------------------- 40
Perubahan Iklim ------------------------------------------------------------------------------------ 41
Tingkat Pembangunan dan Kepadatan Penduduk yang Tidak Merata ---------------- 41
Sistem Jaringan Transportasi yang Belum Terpadu ---------------------------------------- 42
Pertumbuhan Kebutuhan Layanan Transportasi ------------------------------------------- 43

vii
Daftar Isi

Keselamatan Jalan dan Wawasan Lingkungan yang Belum Memadai ---------------- 44


Keterbatasan Pendanaan ------------------------------------------------------------------------ 44
Kualitas SDM yang Kurang Memadai dan Organisasi yang Kurang Efektif dan
Optimal ----------------------------------------------------------------------------------------------- 44
Hambatan dalam Proses Pengadaan Tanah ------------------------------------------------- 46
Permasalahan Eksternal Lainnya --------------------------------------------------------------- 46
3.3 Isu Utama -----------------------------------------------------------------------------------46

Bab 4 Visi, Misi dan Tujuan Error! Bookmark not defined.


4.1 Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Kementerian Pekerjaan Umum -------------50
Visi Kementerian Pekerjaan Umum ----------------------------------------------------------- 50
Misi Kementerian Pekerjaan Umum----------------------------------------------------------- 50
Tujuan dan Sasaran Kementerian Pekerjaan Umum -------------------------------------- 50
4.2 Tata Nilai Direktorat Jenderal Bina Marga ----------------------------------------52
4.3 Visi Direktorat Jenderal Bina Marga ------------------------------------------------52
4.4 Misi Direktorat Jenderal Bina Marga -----------------------------------------------52
4.5 Tujuan dan Sasaran Direktorat Jenderal Bina Marga---------------------------53
4.6 Outcome Direktorat Jenderal Bina Marga -----------------------------------------53
Indikator Kinerja Utama -------------------------------------------------------------------------- 53
Outcome ---------------------------------------------------------------------------------------------- 53

Bab 5 Kebijakan dan Strategi 55


5.1 Arahan Kebijakan dan Strategi -------------------------------------------------------56
Arah Kebijakan dan Strategi Nasional dalam RPJPN dan RPJM ------------------------- 56
Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian PU----------------------------------------------- 58
5.2 Kebijakan Direktorat Jenderal Bina Marga ----------------------------------------59
5.3 Strategi Direktorat Jenderal Bina Marga-------------------------------------------60
Strategi Reformasi Birokrasi --------------------------------------------------------------------- 62
Strategi Pengelolaan SDM dan Organisasi --------------------------------------------------- 63
Strategi Pemantapan Nilai-Nilai Penyelenggaraan Jalan --------------------------------- 63
Strategi Pendekatan Pembangunan yang Berbasis Kewilayahan----------------------- 63
Strategi Pembiayaan yang Berbasis Aset dan Kebutuhan Investasi ------------------- 65
Strategi Pengarus-utamaan Sasaran Strategis ---------------------------------------------- 67
Strategi Preservasi secara Proaktif------------------------------------------------------------- 69
Strategi Pembangunan dan Peningkatan Kapasitas secara Selektif ------------------- 70
Strategi Peningkatan Pelayanan kepada Masyarakat ------------------------------------- 71
Strategi Pemberdayaan Peran Serta Masyarakat ------------------------------------------ 71
Strategi Penggunaan Teknologi Tepat Guna------------------------------------------------- 71
Strategi Adaptasi dan Mitigasi Menghadapi Perubahan Iklim -------------------------- 73

Bab 6 Kegiatan dan Output Error! Bookmark not defined.

viii
Rencana Strategis 2010-2014

6.1 Struktur Organisasi, Tugas dan Fungsi Direktorat Jenderal Bina Marga -- 78
Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Marga ------------------------------------------------- 78
Direktorat Bina Program ------------------------------------------------------------------------- 79
Direktorat Bina Teknik ---------------------------------------------------------------------------- 79
Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah I ------------------------------------------------------- 80
Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah II ------------------------------------------------------ 81
Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah III------------------------------------------------------ 82
Kelompok Jabatan Fungsional ------------------------------------------------------------------ 82
Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional ------------------------------------------------------ 83
6.2 Kegiatan ------------------------------------------------------------------------------------ 84
6.3 Output -------------------------------------------------------------------------------------- 84
Kegiatan: Dukungan Manajemen, Koordinasi, Pengaturan, Pembinaan, dan
Pengawasan ----------------------------------------------------------------------------------------- 84
Kegiatan: Pengaturan, Pembinaan, Perencanaan, Pemrograman, dan
Pembiayaan Penyelenggaraan Jalan ---------------------------------------------------------- 84
Kegiatan: Pengaturan dan Pembinaan Teknis Preservasi, Peningkatan Kapasitas
Jalan --------------------------------------------------------------------------------------------------- 85
Kegiatan: Pembinaan Pelaksanaan Preservasi dan Peningkatan Kapasitas Jalan
Nasional dan Fasilitasi Jalan Daerah ---------------------------------------------------------- 85
Kegiatan: Pelaksanaan Preservasi dan Peningkatan Kapasitas Jalan Nasional ------ 86
Kegiatan: Pengaturan, Pengusahaan, Pengawasan Jalan Tol ---------------------------- 86

ix
Bab 1 - Pendahuluan

0
Rencana Strategis 2010-2014

BAB 1
PENDAHULUAN

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA 1
Bab 1 – Pendahuluan

1.1 LATAR BELAKANG


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (SPPN) Pasal 4 ayat (2) menyebutkan bahwa Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program
Presiden. Dalam penyusunannya, RPJMN berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional (RPJPN). Rencana tersebut utamanya memuat strategi dan kebijakan umum
pembangunan nasional. Disamping itu, RPJMN juga memuat arahan program
kementerian/lembaga dan lintas kementerian/lembaga, maupun kewilayahan dan lintas
kewilayahan. Selain itu juga memuat kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran
perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal dalam rencana kerja yang
berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.

Perencanaan pembangunan terdiri dari empat (4) tahapan, yaitu: penyusunan rencana,
penetapan rencana, pengendalian pelaksanaan rencana, dan evaluasi pelaksanaan rencana.
Tahap penyusunan rencana yang dilaksanakan untuk menghasilkan rancangan lengkap suatu
rencana yang siap untuk ditetapkan, terdiri dari 4 (empat) langkah. Langkah pertama
adalah penyiapan rancangan rencana pembangunan yang bersifat teknokratik, menyeluruh, dan
terukur. Langkah kedua, masing-masing instansi pemerintah menyiapkan rancangan rencana
kerja dengan berpedoman pada rancangan rencana pembangunan yang telah disiapkan.
Langkah ketiga melibatkan masyarakat (stakeholders) dan menyelaraskan rencana
pembangunan yang dihasilkan masing-masing jenjang pemerintahan melalui musyawarah
perencanaan pembangunan. Terakhir, langkah keempat adalah penyusunan rancangan akhir
rencana pembangunan. RPJM Nasional yang juga dikenal sebagai Repenas (Rencana
Pembangunan Nasional) disusun atas 6 tahapan (Pasal 9 ayat (1), Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2006) :

1. Penyiapan Rancangan Awal RPJM Nasional;


2. Penyiapan Rancangan Renstra Kementerian/Lembaga;
3. Penyusunan Rancangan RPJM Nasional dengan menggunakan Rancangan Renstra
Kementerian/Lembaga;
4. Pelaksanaan Musrenbang Jangka Menengah Nasional;
5. Penyusunan Rancangan Akhir RPJM Nasional; dan
6. Penetapan RPJM Nasional.

Pada pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004, secara
eksplisit disebutkan bahwa Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas
menyiapkan rancangan awal RPJM Nasional sebagai penjabaran dari visi, misi, dan program
Presiden ke dalam strategi pembangunan nasional, kebijakan umum, program prioritas
Presiden, serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara
menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal.

2
Rencana Strategis 2010-2014

Selanjutnya, dalam menyusun rancangan RPJM Nasional, Kepala Bappenas berpedoman pada
RPJP Nasional dan menggunakan rancangan Renstra K/L (Rencana Strategis Kementerian/
Lembaga) yang disiapkan Pimpinan Kementerian/Lembaga sesuai dengan tugas pokok dan
fungsinya dengan berpedoman kepada rancangan awal RPJM Nasional (Pasal 15 ayat 1 dan 2
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004).

Renstra K/L sendiri memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan
pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga yang disusun dengan
berpedoman pada RPJM Nasional dan bersifat indikatif (Pasal 6 ayat 1 UU 25/2004).

Sebagaimana tertuang dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 84/P Tahun 2009
tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II Periode 2009 – 2014, Kementerian Pekerjaan
Umum sebagai salah satu Kementerian dalam Kabinet Indonesia Bersatu II, mempunyai tugas
membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang
pekerjaan umum dan permukiman. Adapun fungsi Kementerian PU dalam Kepres tersebut
adalah: perumusan dan penetapan kebijakan nasional serta kebijakan teknis pelaksanaan di
bidang pekerjaan umum, permukiman, jasa konstruksi, dan penataan ruang; pengelolaan barang
milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya; pengawasan atas pelaksanaan tugas di
bidang pekerjaan umum, permukiman, jasa konstruksi, dan penataan ruang; pelaksanaan
bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan kementerian di daerah bidang
pekerjaan umum, permukiman, jasa konstruksi, dan penataan ruang; dan pelaksanaan kegiatan
teknis bidang pekerjaan umum, dan penataan ruang yang berskala nasional.

Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah mengharuskan setiap instansi pemerintah untuk menyusun Rencana
Strategis yang di dalamnya mengandung visi, misi, tujuan dan sasaran, serta strategi pencapaian
tujuan dan sasaran, dengan dilengkapi berbagai indikator kinerja, yang nantinya akan
dipertanggungjawabkan melalui mekanisme pelaporan akuntabilitas yang telah ditetapkan.

Dalam kaitan dengan Inpres tersebut, maka sebagai bagian dari upaya mewujudkan
penyelenggaraan pemerintahan yang berdayaguna dan berhasilguna, bersih dan
bertanggungjawab, khususnya dalam lingkup Direktorat Jenderal Bina Marga, disusun Rencana
Strategis Direktorat Jenderal Bina Marga Tahun 2010 – 2014.

1.2 TUJUAN
Tujuan disusunnya Rencana Strategis Bina Marga 2010 - 2014, yaitu :

1. Tersedianya acuan dalam pengalokasian sumber dana yang terbatas pada berbagai
kegiatan yang sifatnya strategis untuk pencapaian Visi dan Misi Direktorat Jenderal Bina
Marga yang telah ditetapkan.
2. Tersedianya acuan bagi seluruh unit kerja di Direktorat Jenderal Bina Marga dalam
melaksanakan kegiatan-kegiatan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi serta visi dan
misi yang telah ditetapkan.

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA 3
Bab 1 – Pendahuluan

3. Tersedianya acuan untuk menilai pencapaian kinerja masing-masing unit kerja


Direktorat Jenderal Bina Marga, yang kemudian akan diakumulasikan menjadi
pencapaian kinerja Direktorat Jenderal Bina Marga secara keseluruhan.
4. Tersedianya acuan bagi Direktorat Jenderal Bina Marga dalam
mempertanggungjawabkan akuntabilitas kinerjanya.

1.3 MANDAT DAN KEWENANGAN DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA


Direktorat Jenderal Bina Marga mempunyai tugas:

Merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang Bina Marga.”

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Direktorat Jenderal Bina Marga


menyelenggarakan fungsi:

1. perumusan kebijakan di bidang Bina Marga yang meliputi penyelenggaraan jalan


nasional, provinsi, kabupaten, kota, dan desa;
2. pelaksanaan kebijakan di bidang Bina Marga meliputi pengaturan, pembinaan,
pembangunan, dan pengawasan jalan nasional, provinsi, kabupaten, kota, dan desa;
3. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang Bina Marga dalam
penyelenggaraan jalan;
4. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang Bina Marga meliputi pengaturan,
pembinaan, pembangunan, dan pengawasan jalan nasional, provinsi, kabupaten, kota,
dan desa; dan
5. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Marga.

Dalam menyelenggarakan mandat, tugas dan fungsinya, Direktorat Jenderal Bina Marga
mempunyai kewenangan sebagai berikut: penetapan kebijakan di bidang Bina Marga untuk
mendukung pembangunan secara makro; penetapan pedoman untuk menentukan standar
pelayanan minimal yang wajib dilaksanakan oleh kabupaten/kota di bidang Bina Marga;
penetapan persyaratan untuk penetapan status dan fungsi jalan; pengaturan dan penetapan
status jalan nasional; penetapan rencana umum jaringan jalan nasional, penetapan rencana
jangka panjang pengembangan jaringan jalan, serta kewenangan lain yang melekat dan telah
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kewenangan lain yang melekat tersebut adalah penetapan pedoman perencanaan,


pengembangan, pengawasan, dan pengendalian pembangunan prasarana jalan; penetapan
standar prasarana dan sarana wilayah untuk jaringan jalan; penetapan pedoman perizinan
penyelenggaraan jalan bebas hambatan lintas provinsi; serta pembangunan dan pemeliharaan
jaringan jalan nasional atau yang strategis nasional sesuai dengan kesepakatan Daerah. Dalam
hal pembangunan jalan daerah, kewenangan Direktorat Jenderal Bina Marga hanya meliputi
jalan daerah yang sudah ditetapkan jalan strategis nasional rencana, dan pemerintah daerah
yang berwenang belum mampu membiayai pembangunan jalan yang menjadi tanggung
jawabnya secara keseluruhan.

4
Rencana Strategis 2010-2014

1.4 PERAN TRANSPORTASI DAN PRASARANA JALAN


Transportasi merupakan urat-nadi kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan
keamanan nasional yang sangat vital perannya dalam ketahanan nasional. Sistem transportasi
yang handal—memiliki kemampuan daya dukung struktur tinggi dan kemampuan jaringan yang
efektif dan efisien—dibutuhkan untuk mendukung pengembangan wilayah, pembangunan
ekonomi, mobilitas manusia, barang, dan jasa. Prasarana jalan, sebagai bagian dari sistem
transportasi, diharapkan dapat menciptakan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Prasarana jalan di Indonesia mempunyai peran yang vital dalam transportasi nasional dengan
melayani sekitar 92% angkutan penumpang dan 90% angkutan barang pada jaringan jalan yang
ada. Sejauh ini total nilai kapitalisasi aset prasarana jalan Nasional saja telah melebihi dua ratus
triliun rupiah, yang perannya sangat strategis dalam menurunkan biaya transportasi. Apabila
prasarana jalan terus menerus dikembangkan agar semakin handal, maka jalan akan menjadi
salah satu faktor yang memberikan pengaruh positif bagi pembangunan ekonomi. Hal tersebut
juga akan meningkatkan daya saing ekonomi daerah dalam perekonomian nasional, yang
selanjutnya diharapkan meningkatkan daya saing ekonomi nasional terhadap perekonomian
internasional.

Pembangunan prasarana jalan memperlancar arus distribusi barang dan orang. Secara ekonomi
makro, ketersediaan jasa pelayanan prasarana jalan mempengaruhi tingkat produktivitas
marginal modal swasta. Sedangkan secara ekonomi mikro, prasarana jalan menekan ongkos
transportasi yang berpengaruh pada pengurangan biaya produksi. Prasarana jalan pun
berpengaruh penting bagi peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan manusia, antara lain
peningkatan nilai konsumsi, peningkatan produktivitas tenaga kerja, dan akses kepada lapangan
kerja. Disamping itu, pelayanan tersebut juga berpengaruh pada peningkatan kemakmuran
nyata dan terwujudnya stabilisasi makro ekonomi, yaitu: keberlanjutan fiskal, berkembangnya
pasar kredit, dan pengaruhnya terhadap pasar tenaga kerja. Hal ini sejalan dengan tiga strategi
pembangunan ekonomi: pro growth, pro jobs dan pro poor.

Dari sisi pasar tenaga kerja, pembangunan prasarana jalan dalam menciptakan peluang usaha
dan menampung angkatan kerja juga sangat besar dan berpotensi untuk memberikan multiplier
effect terhadap perekonomian lokal maupun kawasan. Contohnya adalah, pembangunan Jalan
Tol Cipularang sepanjang 58 km yang menelan biaya sekitar 1,6 triliun rupiah dan 100%
dikerjakan oleh tenaga lokal. Proyek pembangunan ini melibatkan 50 ribu tenaga kerja.
Disamping menyerap jumlah tenaga kerja yang banyak, pembangunan Jalan Tol Cipularang juga
meningkatkan nilai konsumsi dengan menggunakan 500 ribu ton semen, 25 ribu ton besi beton,
1,5 juta m3 agregat, dan 500 ribu m3 pasir.

Jaringan jalan sebagai prasarana distribusi sekaligus pembentuk struktur ruang wilayah harus
dapat memberikan pelayanan transportasi secara efisien (lancar), aman (selamat), dan nyaman.
Di samping itu, jaringan jalan juga harus dapat memfasilitasi peningkatan produktivitas

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA 5
Bab 1 – Pendahuluan

masyarakat, sehingga secara ekonomi produk-produk yang dikembangkan menjadi lebih


kompetitif.

Pembangunan prasarana jalan harus memperhatikan secara bersamaan tiga aspek utama yang
sangat penting yaitu: aspek ekonomi, sosial dan lingkungan yang ada, karena jaringan jalan
merupakan bagian dari interaksi tata ruang dan sistem transportasi yang ada di sekitarnya
(Gambar-2). Dengan memperhatikan aspek
lingkungan, pembangunan infrastruktur juga
mendukung salah satu strategi pembangunan
pemerintah, pro green.

Peran prasarana jalan dalam menggerakkan


roda perekonomian sangat penting karena
ketersediaan prasarana jalan berpengaruh
besar terhadap pertumbuhan ekonomi
terutama berkaitan dengan Produk Domestik
Bruto (PDB). Setiap 1% pertumbuhan ekonomi
akan mengakibatkan pertumbuhan lalulintas
Gambar - 2
sebesar 1,5%, sehingga dari sini harus
diantisipasi kebutuhan tersebut baik dengan menyediakan penambahan kapasitas fisik maupun
melalui bentuk pengaturan dan pengendalian kebutuhan transportasi atau Transport Demand
Management (TDM).

Berdasarkan hasil pengamatan empirik di lapangan, pembangunan prasarana jalan memiliki


hu u ga ya g positif da efek sali g keterga tu ga de ga harga ta ah. De ga ada ya
prasarana jalan, harga tanah di sepanjang koridor yang ada umumnya dapat meningkat pada
tahun-tahun pertama. Untuk itu, di samping manfaat jangka panjang, pembangunan prasarana
jalan juga secara langsung berpotensi untuk menggairahkan dan menggerakkan roda
perekonomian pada jangka pendek.

6
Bab 2 – Kondisi dan Pencapaian 2005-2009

8
Rencana Strategis 2010-2014

BAB 2
KONDISI DAN
PENCAPAIAN 2005 - 2009

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA 9
Bab 2 – Kondisi dan Pencapaian 2005-2009

2.1 ORGANISASI DAN KELEMBAGAAN PERIODE 2005-2009


Struktur Organisasi Departemen Pekerjaan Umum dan Direktorat Jenderal Bina Marga
berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 286/PRT/M 2006 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Departemen Pekerjaan Umum, dapat dilihat pada bagan di atas ini.

Direktorat Jenderal Bina Marga mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan
dan standarisasi teknis di bidang Bina Marga.

Direktorat Jenderal Bina Marga menyelenggarakan fungsi:

• Perumusan kebijakan teknik di bidang jalan sesuai peraturan perundang-undangan.


• Penyusunan program dan anggaran serta evaluasi kinerja pelaksanaan kebijakan di
bidang jalan.
• Pelaksanaan kebijakan teknik di bidang jalan nasional meliputi jalan nasional, jalan
bebas hambatan dan sebagian jalan kota.
• Pembinaan teknis penyelenggaraan jalan provinsi / kabupaten / kota.
• Pengembangan sistem pembiayaan dan pola investasi bidang jalan.
• Penyusunan norma, standar, pedoman, dan manual di bidang jalan.
• Pelaksanaan urusan administrasi Direktorat Jenderal.

Dalam rangka pembangunan jalan nasional yang meliputi, perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan teknis pembangunan jalan dan jembatan, Direktorat Jenderal Bina Marga
membentuk Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) dan Balai Besar Pelaksanaan Jalan
Nasional (BPJN). BBPJN dan BPJBN ditetapkan dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum pada
tanggal 17 Juli 2006.

10
Rencana Strategis 2010-2014

BBPJN dan BPJN merupakan Unit Pelaksana Teknis yang bertanggung jawab kepada Direktur
Jenderal Bina Marga dan secara teknis dibina oleh direktur terkait. BBPJN dipimpin oleh seorang
kepala pejabat Eselon II-B, sedangkan BPJN dipimpin seorang kepala/pejabat Eselon III-A.

BBPJN dibedakan menjadi dua tipe; Tipe A dan Tipe B. Perbedaan ini menyangkut ruang lingkup
organisasinya. BPPJN Tipe A meliputi: Bagian Tata Usaha, Bidang Perencanaan dan Pengawasan
Teknis, Bidang Pelaksanaan, Bidang Sistem Manajemen Mutu, Bidang Pengujian dan Peralatan,
dan Kelompok Jabatan Fungsional. BBPJN Tipe B hampir sama dengan BBPJN Tipe A tetapi tidak
mempunyai Bidang Sistem Manajemen Mutu. Adapun organisasi BPJN meliputi: Subbagian Tata
Usaha, Seksi Perencanaan dan Pengawasan Teknis, Seksi Pelaksanaan, Seksi Pengujian dan
Peralatan, dan Kelompok Jabatan Fungsional.

2.2 PENCAPAIAN 2005-2009


Menurut status-nya, jalan di Indonesia 300,000
diklasifikasikan menjadi Jalan Nasional, 250,000

Jalan Provinsi, Jalan Kabupaten/Kota. Pada 200,000


150,000 Jalan Tol
periode pemerintahan 2005 – 2009, total
100,000 Nasional Non-Tol
panjang jaringan jalan yang ada di 50,000 Provinsi

Indonesia mencapai 372.236 km yang - Kabupaten/Kota

terdiri dari Jalan Tol sepanjang 741,97 km,


Jalan Nasional Non-Tol sepanjang 34.628
km, Jalan Provinsi sepanjang 48.681 km
dan Jalan Kabupaten/Kota sepanjang 288.185 km. Mulai akhir tahun 2009, jaringan Jalan
Nasional Non-Tol bertambah sepanjang 3.941 km menjadi 38.569.

Kondisi Jaringan Jalan Nasional


Karena keterbatasan pendanaan, sejak tahun
2004-2007 pemerintah hanya melakukan operasi
pemeliharaan jalan nasional agar tetap berfungsi
dengan baik. Peningkatan kapasitas jalan mulai
dilaksanakan pada tahun 2008 sampai 2009.
Setelah itu, Pemerintah menambah lajur dari
59.107 lajur km tahun 2004 menjadi 82.190 lajur
km tahun 2008. Pada 2009, angka tersebut
bertambah menjadi 84.646 lajur km.

Undang-Undang No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan dan Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006
tentang Jalan, mengamanatkan bahwa lebar minimal jalan adalah 7 m, akan tetapi karena
kemampuan pendanaan pemerintah yang terbatas, sekitar 45% dari total panjang jalan nasional
masih sub standar atau di bawah 5,5 m.

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA 11
Bab 2 – Kondisi dan Pencapaian 2005-2009

Meskipun peningkatan kapasitas jalan terus diupayakan, daya dukung Jalan Nasional masih
kurang mendapatkan perhatian. Daya dukung Jalan Nasional saat ini rata-rata masih sekitar 8
ton.

KONDISI JALAN NASIONAL 2005 – 2009

No Kondisi Jalan 2005 2006 2007 2008 2009

km % km % Km % km % Km %

1 Baik 17.041,08 49.2 10.696,7 30.9 10.666,9 30.8 17.200,9 49.7 16.694,8 48.2

2 Sedang 10.869,39 31.4 17.283,4 49.9 17.805,1 51.4 11.620,2 33.6 13.092,8 37.8

3 Rusak Ringan 2.885,26 8.3 3.854,2 11.1 4.536,4 13.1 4.617,9 13.3 4.014,7 11.6

4 Rusak Berat 3.833,06 11.1 2.794,6 8.1 1.620,5 4.7 1.189,9 3.4 320,3 0.9

5 Tidak Tembus - - - - - - - - 506,3 1.5

Total 34.628,8 34.628,8 34.628,8 34.628,8 34.628,8

Saat ini, dari Jalan Nasional yang mencapai 34.628 km, tercatat kondisi jalan mantap mencapai
86,02 %, rusak ringan 11,59 %, rusak berat 0,92 %, dan tidak tembus 1,46 % (2009).

Dalam hal Jalan Tol, sampai akhir 2009, Jalan Tol yang ada di Indonesia baru mencapai 732,12
km. Panjang Jalan Tol belum mengalami pertumbuhan yang signifikan sejak pertama kali
dibangun pada tahun 1978, yaitu Jalan Tol Jagorawi sepanjang 59 km. Sejak tahun 1987, swasta
mulai ikut dalam investasi Jalan Tol. Sejumlah kendala investasi Jalan Tol memang masih ditemui
yaitu masalah pembebasan tanah, peraturan, belum intensifnya dukungan pemerintah daerah
dalam pengembangan jaringan Jalan Tol, walaupun pemerintah telah mengalokasikan dana land
capping sebagai upaya untuk mengurangi resiko pada investor yang terkait dengan pembebasan
tanah.

K ONDISI J EMBATAN N ASIONAL


Untuk jembatan nasional, pada akhir 2009, dikaji berdasarkan jumlahnya dari total 17.964 buah
jembatan, 42,81 % dalam kondisi baik sekali; 24,20 % dalam kondisi baik; 19,61 % dalam kondisi
rusak ringan; 8,51 % dalam kondisi rusak berat; 3,01 % dalam kondisi kritis; dan 1,86 % kondisi
runtuh. Sedangkan bila dikaji berdasarkan panjangnya dari total 344.376 m, 42,48 % dalam
kondisi baik sekali; 20,21 % dalam kondisi baik; 19,64 % dalam kondisi rusak ringan; 10,16 %
dalam kondisi rusak berat; 3,00 % dalam kondisi kritis; dan 4,50 % kondisi runtuh.

Lajur Kilometer
Dari 2005 sampai 2009, lajur-km telah meningkat setiap tahunnya. Lajur-km akhir 2005 yang
mencapai 74.930 lajur-km, telah meningkat menjadi 84,646 lajur-km pada akhir 2009. Untuk
informasi lebih rinci tentang pencapaian lajur-km yang diharapkan pada 2005 sampai dengan
2009 dapat dilihat pada tabel berikut:

12
Rencana Strategis 2010-2014

LAJUR KILOMETER JALAN NASIONAL 2005 – 2009

Total Panjang Km Akhir Km Akhir Km Akhir Km Akhir Km Akhir


(km) Tahun 2005 Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009

34.628,8 74.930 76.590 78.780 82.190 84.646

Fasilitasi Penyelenggaraan Jalan Daerah


Tahun 2005 – Tahun 2009 Bina Marga telah melakukan fasilitasi penyelenggaraan jalan daerah
melalui penyusunan pedoman, petunjuk teknis, SOP, kajian kebijakan, inventarisasi data jalan
daerah sebagai bahan masukan perencanaan alokasi DAK, hingga sosialisasi dan bantuan teknis.

Pada tahun 2005, telah disusun 10 dokumen fasilitasi dalam bentuk Studi Kajian Kebijakan, Studi
Manfaat Sosial Ekonomi, Studi kajian Petunjuk Teknis Jalan, Studi Pengembangan Sosialisasi
Prosedur Perencanaan jalan, Studi Pengembangan Jaringan Jalan sekunder (Perkotaan), Studi
Optimalisasi Jaringan Jalan kabupaten, Studi Pengaruh Kendaraan Berat Pada Jaringan Jalan
Provinsi dan Kabupaten, dan Survey Kondisi Jalan Provinsi untuk masukan IIRMS.

Pada tahun berikutnya (2006), telah disusun 12 dokumen hasil Studi kajian, Survey Kondisi jalan
Provinsi untuk masukan IIRMS, Studi Pengembangan Jaringan Jalan, Studi Perencanaan Jaringan
Jalan, Studi Jaringan Jalan untuk Petunjuk Teknis Klasifikasi Fungsi Jalan Daerah, Studi Updating
Data Jaringan Jalan dan Jembatan Kabupaten dan Harga Satuan Pekerjaan Konstruksi Jalan dan
Jembatan Kabupaten, Studi Penyusunan Peta Jaringan Jalan Daerah, Studi Evaluasi dan Kinerja
Pelaksanaan, serta Penyusunan Standard Operating Procedure.

Selanjutnya pada tahun 2007 hingga 2009, telah disusun 25 dokumen hasil Studi Kajian Standar
Pelayanan Minimal, Studi Kajian Petunjuk Pelaksanaan Perhitungan Manfaat Pembangunan
Jalan dan Jembatan, Studi Kajian Model Evaluasi Pemberian Bantuan Penyelenggaraan jalan
Daerah, Studi Bantuan Teknis Pengembangan Infrastruktur, Survey Kondisi Jalan Provinsi untuk
masukan IIRMS, Studi Pengembangan Metoda dalam Penyelenggaraan Jalan Daerah, Studi
Workshop Penyelenggaraan Jalan Daerah, Studi Sosialisasi Klasifikasi Jalan Daerah, Review
Pengembangan Sistem Kabupaten Road Management System, Studi Penyusunan Pedoman
Rencana Umum jangka Panjang Jalan Daerah, Pedoman Penetapan Sifat Jalan Strategis
Permanen sebagai Dasar Dalam Pengelolaan dan Penyelenggaraan Jalan Daerah, serta Studi
Evaluasi Manfaat Bantuan Penanganan Jalan.

Adapun cakupan wilayah yang telah memiliki rencana pengembangan jaringan jalannya adalah
sebanyak … ka upate /pro i si, se e tara ilayah ya g telah dii e tarisasi data da peta
jaringannya telah mencakup … kabupaten/provinsi.

Proyek-Proyek Strategis
Di samping pencapaian 2005-2009 yang digambarkan secara umum melalui kondisi dan lajur
kilometer jalan, ada beberapa proyek yang dinilai strategis yang dapat memperjelas pencapaian
selama lima tahun sebelumnya:

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA 13
Bab 2 – Kondisi dan Pencapaian 2005-2009

J EMBATAN S URAMADU

Jembatan Suramadu dengan total panjang 5,438 km merupakan jembatan terpanjang di


Indonesia, yang dalam pelaksanaannya dihadapi berbagai kompleksitas, terutama dalam aspek
teknik konstruksi, teknologi bahan, maupun manajemen pelaksanaan.

Dengan total panjang jembatan 5,438 km, dipilih teknik konstruksi cable stayed yang
menggunakan teknologi bahan box girder baja untuk bentang tengah sepanjang 0,818 km.
Untuk jembatan pendekat sepanjang 1,280 km digunakan konstruksi beton semen pra-tekan box
girder. Sedangkan untuk jembatan cause way sepanjang 3,247 km diterapkan konstruksi I girder
pra-cetak. Jembatan Suramadu dilengkapi dengan jalan pendekat sepanjang 15,850 km yang
terdiri dari 4,350 km untuk sisi Surabaya yang dibangun dengan menggunakan teknik konstruksi
perkerasan beton semen dan 11,500 km untuk sisi Madura yang konstruksinya menggunakan
perkerasan beton aspal.

Jembatan Suramadu dibangun dengan lebar 30 m, terdiri dari 2 lajur lalu lintas masing-masing
arah dengan lebar 3,5 m dan bahu jalan dengan lebar 2,25 m. Untuk mengakomodasi aspirasi
masyarakat Madura dan mempertimbangkan tingginya volume lalu lintas sepeda motor, maka
disediakan jalur khusus sepeda motor dengan lebar 3,05 m di masing-masing sisi.

Biaya pembangunan Jembatan Suramadu seluruhnya sekitar Rp 5 trilyun yang bersumber dari
APBN termasuk pinjaman dari Pemerintah China dan APBD Provinsi Jawa Timur.

J EMBATAN K ELOK S EMBILAN


Sumatera Barat merupakan provinsi yang terletak di pantai barat Sumatera yang secara ekonomi
merupakan wilayah yang tumbuh lambat (slow economic growth) dibandingkan dengan wilayah
timur seperti Riau, Kepulauan Riau, Jambi, dan Sumatera Utara. Sesuai rekomendasi IMT-GT,
jalur strategis Padang – Dumai merupakan akses penting untuk arus barang dan jasa guna
mengakomodasi pertumbuhan ekonomi dan permintaan di pantai timur Sumatera yang sedang
meningkat.

14
Rencana Strategis 2010-2014

Pada saat ini, ruas jalan Payakumbuh –


Pekanbaru (ruas 043) pada daerah Kelok 9
diantara Km 143+000 dan 148+000 tidak
memenuhi standar geometri, baik
alinyemen horisontal maupun vertikal.
Terdapat banyak tanjakan tajam yang
memiliki radius kurang dari 30 m dan
kemiringan lebih dari 6% sehingga truk
bermuatan berat dan bus mengalami
kesulitan untuk berbelok dan mendaki.
Jalur ini merupakan satu-satunya jalan
utama yang dapat menampung kenaikan
lalu lintas untuk kegiatan pertanian dan
pariwisata diantara kedua provinsi.
Volume lalu lintas mencapai 6.800
kendaraan/hari pada hari kerja dan
meningkat menjadi 11.350 kendaraan/hari
pada akhir minggu akibat kegiatan
pariwisata. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut, Pemerintah
Provinsi Sumatera Barat dan Pemerintah
Pusat merencanakan untuk membangun
jalan tembus. Jalan ini memiliki kemiringan
dan tanjakan yang lebih landai dengan
lebar yang besar sehingga dapat mengakomodasi arus lalu lintas yang lebih besar secara
signifikan. Pembangunan jembatan ini diperlukan untuk meningkatkan perekonomian dan
tingkat kehidupan masyarakat di wilayah tersebut.

Kegiatan pembangunan ini meliputi pelebaran jalan sepanjang 2.87 km, pembangunan jalan
baru sepanjang 1.89 km, dan pembangunan enam buah jembatan dengan total panjang 978.71
m.

Biaya pembangunan jembatan kelok sembilan sekitar Rp. 400 milyar yang bersumber dari APBN
dan APBD Provinsi.

J EMBATAN B ATANGHARI II
Hinterland Kota Jambi di bagian utara mengandung kekayaan alam yang potensial berupa
Minyak Bumi dan Gas Alam (Migas) serta lahan perkebunan kelapa sawit sampai ke perbatasan
dengan Provinsi Riau, namun secara alami wilayah ini dipisahkan oleh Sungai Batanghari. Satu–
satunya akses yang menghubungkan wilayah ini adalah Jembatan Batanghari I. Semakin hari,
arus lalu lintas pada jembatan ini semakin padat, baik yang menuju atau yang datang dari
Provinsi Riau. Untuk itu, antisipasi perkembangan lalu lintas kedepan adalah dengan segera
membangun jembatan Batanghari II.

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA 15
Bab 2 – Kondisi dan Pencapaian 2005-2009

Tujuan pembangunan jembatan ini adalah:

1. Mengantisipasi padatnya arus lalu lintas sebagai jembatan alternatif dari jembatan
Batanghari I yang ada dan juga untuk menghubungkan jalur lintas sumatera.
2. Sarana untuk memperlancar angkutan barang dan jasa
3. Memperpendek jarak tempuh dari kota Jambi ke Pelabuhan Muara Sabak: Semula
131,99 Km (Jambi-Bts. Kodya-Mendalo Darat-Sp.Tuan-Sp.Lagan-Ma. Sabak) menjadi
61,86 Km (Jembatan BH2-Niaso-Sp.Plabi-Ma.Sabak)

PEMBIAYAAN
LINGKUP KEGIATAN APBD APBD APBD APBD
APBN TOTAL
PROV KOTA MA JAMBI TANJABTIM

PEMBANGUNAN JEMBATAN
Rp. 63,8 Rp. 83,7 Rp. 7,0 Rp. 8,5 Rp. 7,0 Rp. 170,0
BATANGHARI II sepanjang
milyar milyar milyar milyar milyar milyar
1.351,40 m

P ENYELESAIAN J ALAN T OL K EBON J ERUK -P ENJARINGAN (W1)


Pembangunan JORR Seksi W-1 yang dimulai sejak tahun 2007, dimaksudkan untuk menyediakan
jalur alternatif jalur utama di daerah perkotaan Provinsi DKI Jakarta. Jalan Tol JORR Seksi W-1
merupakan bagian dari Jakarta Outer Ring Road (JORR).

Tujuan pembangunan JORR Seksi W-1 adalah untuk melengkapi Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta,
mengurangi kemacetan yang terjadi di dalam kota dan meningkatkan kapasitas jaringan jalan,
serta memberikan kemudahan bagi lalu lintas menuju Bandara Soekarno-Hatta.

Pembangunan JORR Seksi W-1 direncanakan dua arah sepanjang ± 9,7 km dengan jumlah lajur 3
@3,5m untuk masing-masing arah. Pembangunan dilaksanakan oleh PT Jakarta Lingkar Barat-

16
Rencana Strategis 2010-2014

satu dengan biaya konstruksi sebesar Rp 1.169 milyar dan total biaya investasi sebesar Rp. 1.628
milyar.

J ALAN T OL K ANCI -P EJAGAN


Pembangunan Jalan Tol Kanci-Pejagan dimaksudkan untuk menyediakan jalan alternatif jalur
utama ekonomi Pantai Utara Jawa dengan tingkat pelayanan yang tinggi. Jalan Tol ini
merupakan bagian dari
rencana Jalan Tol Trans Jawa
koridor utama Jakarta- START PROJECT
KM 233 + 000

Semarang. Tujuannya untuk SS KANCI


KM 233 + 000

meningkatkan aksesibilitas dan BARRIER GATE


JALAN PANTURA

KM 237+552 KABUPATEN BREBES

pelayanan pada jalur utama


ekonomi Pantai Utara guna KABUPATEN CIREBON

mendukung pertumbuhan
AKSES PEJAGAN

ekonomi dan pengembangan SS CILEDUG


KM 251+675
SS PEJAGAN
KM 266+846

wilayah. TEMPAT END PROJECT


KM 268+000
ISTIRAHAT (2 BUAH)

SEKSI I SEKSI II
STA. 233+000 s/d STA . 253 +750 STA. 253+750 s/d STA . 268 +000

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA 17
Bab 2 – Kondisi dan Pencapaian 2005-2009

Pembangunan Jalan Tol Kanci-Pejagan sepanjang ± 35 km dengan jumlah lajur 2 @2 x 3,6 m


dilaksanakan oleh PT Semesta Marga Raya dengan biaya konstruksi sebesar Rp. 1.190 milyar
dan total biaya investasi sebesar Rp. 2,1 triliun.

R ENCANA T OL A KSES T ANJUNG P RIOK

Jalan Tol Akses Tanjung Priok merupakan bagian jaringan Jabodetabek yang terkoneksi dengan
Jakarta Outer Ring Road (JORR), yang akan terhubung dengan tol pelabuhan, tol dalam kota dan
tol Cibitung yang merupakan bagian JORR II. Keberadaan tol Akses Tanjung Priok sangat
signifikan untuk memperlancar arus kendaraan dan barang yang ingin masuk Pelabuhan Tanjung
Priok.

Pembangunan tol yang langsung mengakses ke Pelabuhan Tanjung Priok dibagi menjadi lima
seksi yakni seksi East-1 Rorotan-Cilincing (3,4 km), seksi East-2 Cilincing-Jampea (4,2 km), seksi
West-1 Jampea-Kp. Bahari (2,8 km), seksi West-2 Kp. Bahari-Harbour Toll Road (2,9 km) dan
seksi North South Jampea-Kebon Bawang (1,7 km).

Secara keseluruhan, tol Akses Tanjung Priok membutuhkan biaya Rp 4,5 triliun yang bersumber
dari APBN dan pinjaman luar negeri. Akses Tanjung Priok merupakan Jalan Tol pertama yang
dibangun langsung oleh pemerintah untuk kemudian ditenderkan saat pembangunannya selesai.
Hingga pertengahan tahun 2010, progres pembangunan Jalan Tol Akses Tanjung Priok Seksi E-1
dari Rorotan-Cilincing sepanjang 3,4 km telah mencapai 96%.

18
Rencana Strategis 2010-2014

J EMBATAN B ANTAR III (DI Y OGYAKARTA )

Jembatan Bantar III merupakan penghubung jalan arteri yang melintasi sungai Progo yang
membentang sepanjang 220 m, yang berada di wilayah perbatasan Kabupaten Kulon Progo dan
Kabupaten Bantul. Jembatan ini merupakan salah satu prasarana transportasi darat yang sangat
vital terutama untuk memperlancar pengangkutan barang dan jasa antar kabupaten di Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta dan merupakan jalur lintas selatan untuk lalu lintas regional.

Seiring dengan perkembangan transportasi baik dari jumlah maupun frekuensinya, maka
jembatan eksisting (Jembatan Bantar I dan II) dipandang sudah tidak mampu lagi mendukung hal
tersebut. Salah satu alternatif pengembangannya adalah dengan pembangunan jembatan baru
di samping jembatan lama untuk mendukung fungsi jembatan eksisting.

FO U RIP S UMOHARJO (M AKASSAR )


Pembangunan Jembatan Layang Oerip Sumohardjo, Makassar dimaksudkan untuk mengatasi
kemacetan di persimpangan jalan AP. Pettarani dan Jl. Oerip Sumohardjo yang merupakan akses
dari jalan Trans Sulawesi Makassar-Marros menuju pelabuhan Makassar.

Pembangunan Jembatan Layang Oerip Sumohardjo meliputi pembangunan jembatan layang


sepanjang 900 m, ditambah pelebaran jalan Oerip Sumoharjo sampai batas sungai Pampang
dengan lebar 17,5 m.

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA 19
Bab 2 – Kondisi dan Pencapaian 2005-2009

Manfaat yang diharapkan dari penyelesaian pembangunan jembatan layang ini adalah
terjaminnya kelancaran arus distribusi barang dari dan menuju pelabuhan Makassar sehingga
akan membantu pertumbuhan ekonomi di tingkat regional.

FO A MPLAS (M EDAN )
Flyover Amplas berada pada ruas Jalan Sisingamangaraja
Medan (persimpangan Amplas Medan). Tujuan
pembangunan FO ini untuk mengatasi atau mengurangi
kemacetan yang terjadi di persimpangan Amplas-Medan.
Diharapkan dengan adanya Pembangunan Bandara Kuala
Namu dapat memperlancar lalu-lintas bagi yang menuju
ke Bandara Kuala Namu.

P ROYEK L AINNYA
Berikut adalah rangkuman berbagai pembangunan yang dilakukan Direktorat Jenderal Bina
Marga selama tahun 2005-2009:

฀ Pembangunan di Bidang Jalan

Demak By Pass Karawang By Pass

Ngawi Ring Road Karang Ampel – Cirebon

20
Rencana Strategis 2010-2014

Upaya Penyelesaian Jalan Lintas Selatan Kalimantan Upaya Penyelesaian Jalan Lintas Barat Sulawesi
(Gambar: Santan – Bontang, Kaltim) (Gambar: Bitung –Manado-Worotican, Sulut)

Upaya Penyelesaian Jalan Lintas Timur Sumatera Penanganan Jalan Lintas Barat Sumatera
(Gambar: Bts.Tanjab – Merlung, Jambi) (Gambar: Tapan - Lunang, Sumbar)

฀ Pembangunan di Bidang Jembatan

Jembatan Kapuas II, Kalbar Jembatan Kahayan, Kalteng

Jembatan Rumpiyang, Kalsel Jembatan Talumulo, Gorontalo

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA 21
Bab 2 – Kondisi dan Pencapaian 2005-2009

฀ Pembangunan Fly Over dan Under Pass

FO Ciputat Underpass Semplak, Bogor

FO Simpang Polda, Palembang Underpass CIledug, Tangerang

FO Arief Rahman Hakim Underpass Sudirman

FO Cikarang FO Cut Meutia, Bekasi

22
Bab 3 – Potensi dan Permasalahan

24
Rencana Strategis 2010-2014

BAB 3
POTENSI DAN
PERMASALAHAN

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA 25
Bab 3 – Potensi dan Permasalahan

3.1 POTENSI
Perkembangan Global
Seiring dengan perkembangan global, hal-hal yang perlu diwaspadai adalah masuknya tenaga
ahli asing ataupun pekerja asing, yang nantinya akan berdampak negatif terhadap
perkembangan pekerja lokal secara keseluruhan. Perkembangan dan kompetisi global bagi
negara maju merupakan momentum untuk ekspansi. Hal tersebut sudah berlangsung walaupun
sebelum kompetisi global, ini terbukti dengan muatan-muatan yang dimuat dalam perjanjian
pinjaman luar negeri yang menetapkan preferensi perusahaan di negara pemberi pinjaman.
Dalam kompetisi global yang terjadi adalah market driving dimana daerah yang menarik dan
dapat dianggap menguntungkan akan dipilih walau mendapat pertentangan, hal ini akan terjadi
dan perlahan-lahan sudah dilaksanakan.

Untuk meningkatkan daya tarik suatu negara, diperlukan usaha-usaha konkrit untuk
meningkatkan competitiveness negara. Salah satu tingkat competitiveness yang menjadi
referensi para investor untuk menanamkan uangnya di wilayah adalah, keberadaan infrastruktur
dan kualitas infrastruktur, dan hal ini disebutkan dalam studi Asian Development Bank (2010:
Country Diagnostics Studies: Indonesia: Critical Development Constraints). Studi ADB ini melihat
peluang dan tantangan/masalah yang dihadapi Indonesia apabila ingin menjadi negara mandiri,
High level income country pada 2025. Ada beberapa rekomendasi yang dipersyaratkan ADB,
dengan membandingkan pattern dari negara-negara maju, serta kondisi serta progress
penyelenggaraan infrastruktur secara keseluruhan dan infrastruktur jalan secara khusus.

Temuan studi ADB (2010) paling tidak dapat dikategorikan jadi 3 golongan, yakni sebagai
berikut:

1. Infrastruktur yang tidak memadai dan


Tanggapan Investor tentang Hambatan terkait
berkualitas rendah, terutama pada Infrastruktur (% responden)
jaringan transportasi dan penyediaan
listrik, serta penyediaan irigasi di
beberapa provinsi;
2. Kelemahan pada tata kelola pemerintahan
(governance) dan institusi terutama
kontrol terhadap korupsi, peningkatan
efektivitas pemerintahan, dan pencegahan
terhadap aksi terorisme dan kekerasan;
3. Akses pendidikan yang tidak merata dan
kualitas pendidikan yang rendah terutama
pada sekolah menengah dan kejuruan.1

1
Sumber: Asian Development Bank, 2010, Country Diagnostic Study: Indonesia critical Development constraints,
halaman 29

26
Rencana Strategis 2010-2014

Dalam temuan studi terutama dikaitkan dengan infrastruktur jalan adalah sebagai berikut:

Kualitas Infrastruktur Utama Cakupan Jaringan Jalan


(Peringkat dari 133 Negara)

Temuan-temuan tersebut merupakan hal-hal yang penting yang perlu ditindak lanjuti oleh
pemerintah untuk meningkatkan peran sektor jalan sebagai bagian dari pengembangan wilayah.

Tingkat Competitiveness merupakan persyaratan mutlak dari tingkat survival bagi negara-
negara. Competitiveness akan mengubah sesuatu menjadi lebih efisien dan efektif yang
berakibat pada pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi pada gilirannya akan
mengarahkan kita ke arah masyarakat yang sejahtera. Globalisasi mengakibatkan adanya joint
cooperation antar region, dan salah satunya di daerah Asia Tenggara, bentuk-bentuk kerjasama
seperti IMT-GT (Indonesia Malaysia Thailand Growth Triangle), BIMP EAGA (Brunei Indonesia
Malaysia Phillipine East Asian Growth Angle), ASEAN maupun Asian Highway yang dimotori oleh
PBB. Semua bentuk kerjasama tersebut apabila dikaitkan dengan bidang jalan mensyaratkan
adanya konektivitas dan kompatibilitas baik di bidang jalan maupun intermodal.

Sistem transportasi merupakan bagian dari konektivitas fisik atau dapat dikataka se agai main
actor dari physical connectivity. Transportasi jalan sebagai bagian atau elemen dari logistik
merupakan salah satu parameter kinerja yang dapat diukur. Dalam kaitannya dengan elemen
ko ekti itas pada tra sportasi, aka e erapa istilah seperti missing link , jala rusak, jala
banjir, jalan macet, kemacetan, aksesibilitas yang terhambat, dan jalan putus merupakan bagian
yang akan mengurangi optimalisasi dari konektivitas. Konektivitas juga terdiri dari quick win,
dimana pada quick win ini diartikan sebagai suatu proyek-proyek yang memiliki dampak yang
besar bagi pemerintah. Contoh quick win yang perlu ditindak lanjuti oleh pemerintah seperti
Jalan Tol Trans Jawa ataupun Jalan akses Tanjung Priok. Adapun fokus pengembangan
konektivitas adalah sebagai berikut:

a. Konektivitas intra Pulau yang meliputi pulau Jawa dan Sumatera sebagai pusat produksi
yang besar dan berfungsi sebagai hub nasional dan internasional. Sedangkan bagian lain

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA 27
Bab 3 – Potensi dan Permasalahan

dari Indonesia menghubungkan perdesaan dengan pasar lokal, menghubungkan


pedalaman dengan pusat pertumbuhan, dan menghubungkan pusat-pusat
pertumbuhan satu sama lain.
b. Konektivitas antar pulau merupakan kunci untuk pendistribusian komoditas dasar dan
produk lain keluar pulau mapun membawa komoditas dari luar pulau ke jawa.
c. Logistik perdagangan internasional merupakan kemampuan untuk mengangkut barang
dan jasa antar negara secara cepat, murah, dan dengan tingkat prediktibilitas yang
tinggi sangat menentukan daya saing ekspor.

T RANS A SIA DAN ASEAN H IGHWAY


Di tengah-tengah permintaan yang tinggi terhadap prasarana jalan, Indonesia juga dihadapkan
pada perannya dalam kerjasama regional yang menuntut standardisasi dari infrastruktur yang
tersedia. Dalam kerjasama ASEAN, di Indonesia terdapat jaringan Trans Asia dan ASEAN
Highway. Jaringan Trans Asia di Indonesia terbentang mulai dari Pantai Timur Sumatera (AH-25),
Pantai Utara Jawa hingga Pantai Selatan Pulau Bali (AH-2). Sedangkan ASEAN Highway, meliputi
Jaringan Trans Asia ditambahkan lintas sebagian Lintas Selatan Pulau Kalimantan (AH-150),
sebagian Lintas Tengah Sumatera (AH-151), dan sebagian Lintas Tengah Jawa (AH-152).

Jaringan Trans Asia dan ASEAN Highway adalah jalan nasional dengan tahapan
pengembangannya dibagi menjadi tiga tahap. Tahap pertama adalah penyelesaian konfigurasi
jaringan dan perancangan rute jalan nasional yang disepakati menjadi bagian dari sistem
jaringan Trans Asia dan ASEAN Highway. Tahap Kedua adalah pemasangan marka jalan sesuai
dengan standar yang disepakati dan Pelintasan Batas yang telah disepakati sudah dapat
beroperasi. Disamping itu, pada tahap kedua ini, diharapkan semua missing links dapat
terhubungkan dan semua jalan yang merupakan bagian dari rute ASEAN Highway telah sesuai

28
Rencana Strategis 2010-2014

dengan jalan Kelas III menurut standar ASEAN Highway. Sedangkan tahap ketiga adalah
peningkatan semua jalan yang termasuk dalam rute ASEAN Highway menjadi sesuai jalan Kelas I
untuk lalu lintas tinggi dan Kelas II untuk jalan dengan lalulintas rendah yang diharapkan dapat
dicapai pada 2020.

IMT-GT
Indonesia juga merupakan anggota dalam
kerjasama sub-regional Indonesia Malaysia
Thailand Growth Triangle (IMT-GT), yaitu
kerjasama sub-regional ASEAN yang misinya
adalah untuk mempromosikan kerjasama
ekonomi di antara negara bagian dan provinsi-
provinsi yang termasuk dalam kawasan sub-
regional tersebut, dengan mempercepat peran
sektor swasta dalam pertumbuhan ekonomi
melalui peningkatan perdagangan dan investasi
internal dan antar anggota IMT-GT. Kerjasama
ini dimulai sejak 1993 (hanya meliputi negara
bagian dan provinsi di kawasan perbatasan (10
daerah)). Saat ini, kerjasama sudah meliputi 10
Provinsi di Sumatera, 14 Provinsi di Thailand Selatan, dan 8 Negara Bagian di Semenanjung

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA 29
Bab 3 – Potensi dan Permasalahan

Malaysia. Dalam Road Map IMT-GT 2007-2011, ada tiga program bidang jalan yang tengah
dipantau perkembangannya, yaitu: (1) Proyek Jalan Bebas Hambatan: Binjai-Medan-Tebing
Tinggi (AH-25 sebagian toll road) dan Medan-Bandara Baru Kualanamu; (2) sebagian AH-25
antara Banda Aceh dan Palembang, dan (3) AH-125 yang merupakan Pengumpan Timur-Barat
antara Pekanbaru-Bukittinggi-Padang, Tebing Tinggi-Pematang Siantar, Jambi-Sarolangun, dan
Bengkulu-Lubuk Linggau-Lahat, Baturaja-Bandar Lampung. Sementara itu, berdasarkan hasil
review Road Map IMT-GT, terdapat 3 proyek yang perlu diprioritaskan untuk mendukung
kerjasama IMT-GT, yaitu: Jalan Bebas Dumai-Pekanbaru, Palembang-Indralaya, dan Tegineneng-
Bakauheni.

BIMP-EAGA
Selain itu, beberapa Provinsi di
Indonesia yang berada di Pulau
Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan
Maluku, dan Pulau Papua
merupakan bagian dari kerjasama
sub-regional BIMP-EAGA (Brunei
Darussalam-Indonesia-Malaysia-
Phillipines East ASEAN Growth
Area). Dalam rencana aksi BIMP-
EAGA, terdapat 3 jaringan jalan di
Indonesia yang harus diselesaikan,
yaitu : (1) Pan-Borneo Highway Network Malinau-Sabah Border Section; (2) Pan-Borneo Highway
Network Pontianak-Palangkaraya-Banjarmasin-Balikpapan Section; dan (3) Tarakan-Tawau
Road. Bahkan, berdasarkan kajian review Road Map BIMP-EAGA, terdapat satu ruas prioritas
yang perlu diselesaikan selain Tarakan-Tawau Road, yaitu Pontianak-Entikong (Sarawak Border).

Persepsi Badan Internasional terhadap Penyelenggaraan Jalan di Indonesia


Terdapat setidaknya beberapa badan internasional yang melakukan penelitian tentang
infrastruktur yang juga berkaitan dengan sektor transportasi. Hal ini perlu dicermati karena studi
yang mereka lakukan berdampak luas ke seluruh dunia dan akan mempengaruhi persepsi
komunitas internasional terhadap prasarana jalan.

L OGISTIC P ERFORMANCE I NDEX (LPI)


Indeks ini merupakan temuan dari studi Bank Dunia pada tahun 2010, studi ini pertama
dilakukan pada 2007 dengan melihat sekitar 155 negara dan hampir 1000 badan? swasta yang
bergerak pada logistik. Penilaian dilakukan dengan memperhatikan 6 elemen, yakni:

a. Tingkat Efisiensi dari proses bea cukai


b. Kualitas dari infrastruktur yang berhubungan dengan perdagangan dan infrastruktur
c. Tingkat kemudahan untuk menetapkan harga pengiriman via kapal yang kompetitif
d. Tingkat kompetensi dan kualitas dari pelayanan logistik

30
Rencana Strategis 2010-2014

e. Kemampuan untuk melakukan perkiraan serta prediksi tentang jadwal pengapalan dari
perusahaan
f. Frekwensi kedatangan kapal dibandingkan dengan jadwal dan perkiraan waktu yang
ada.

Berdasarkan data-data yang disimulasi dari


Logistic Performance Index dengan
membandingkan kondisi penyelenggaraan
asset jalan (keseluruhan jalan, bukan hanya
jalan nasional saja), Pada 2010, Indonesia
masuk dalam ranking 75 (menurun,
dibandingkan dengan ranking 43 pada 2007).
Fakta ini juga dapat dilihat dari data bahwa
tahun 2007 skornya 3.1, dibandingkan dengan
2010 yang hanya mencapai 2.76. Tabel
dibawah ini menunjukkan kualitas infrastruktur
(apabila dilihat dari aspek infrastruktur) sama
dengan rata-rata lower middle income country,
akan tetapi masih dibawah ASEAN+6.

Selain itu, apabila membedah kualitas dari


infrastruktur pada LPI 2010, terdapat
kenyataan bahwa kualitas jalan di Indonesia

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA 31
Bab 3 – Potensi dan Permasalahan

(Jalan Nasional + Jalan Provinsi + Jalan Kabupaten/Kota + Jalan desa) masih dibawah peringkat

dibandingkan dengan ASEAN +6, yang mendekati adalah Telekom dan Warehousing.

Cara penilaian LPI adalah dengan membuat rating 1 s/d 5, semakin tinggi angka semakin baik
ratingnya. Indonesia yang secara global memiliki angka 2.76 tidak didukung oleh aspek
infrastruktur, karena angka infrastruktur lebih rendah dari peringkat LPI Indonesia.

G LOBAL C OMPETITIVENESS I NDEX (GCI)


Sejak 2005, World Economic Forum telah melakukan analisis daya saing terhadap negara-negara
di dunia berdasarkan Global Competitiveness Index (GCI)—indeks yang sangat komprehensif dan
mencakup dasar-dasar mikroekonomi serta makroekonomi daya saing nasional--. GCI
menunjukkan sejauh mana daya saing nasional sebagai fenomena yang kompleks, yang dapat
ditingkatkan hanya melalui serangkaian reformasi dalam bidang yang beragam yang
mempengaruhi produktivitas jangka panjang suatu negara. Reformasi ini mulai dari tata
pemerintahan yang baik dan stabilitas makroekonomi dengan efisiensi pasar faktor produksi,
adopsi teknologi, dan inovasi potensi (faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi 12
Pilar Daya Saing).

GCI telah digunakan oleh sejumlah negara-negara dan lembaga-lembaga sebagai tolak ukur daya
saing nasional yang jelas dan intuitif. Struktur kerangka GCI berguna bagi reformasi kebijakan
prioritas karena memungkinkan suatu negara untuk menentukan kekuatan dan kelemahan dari
lingkungan dan daya saing nasional untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang paling
menghambat pembangunan ekonomi masing-masing negara. Lebih spesifik lagi, GCI
menyediakan kerangka untuk berwacana antara pemerintah, bisnis, dengan masyarakat sipil,
yang dapat berfungsi sebagai alat ukur dalam reformasi peningkatan produktivitas, dengan
tujuan meningkatkan taraf hidup warga negara di dunia.

Dari simulasi data World Economic Forum 2008, 2009, dan 2010 ditemukan bahwa infrastruktur
jalan masih belum mendukung tingkat kompetitif Indonesia. Akan tetapi, infrastruktur tersebut
masih merupakan hambatan karena nilai yang diperoleh oleh infrastruktur alan (seluruh
infrastruktur jalan, tidak hanya jalan nasional saja) adalah lebih buruk daripada rating
competitiveness index yang dikeluarkan oleh World Economic Forum.

Tingkat kompetitif Indonesia dibandingkan Negara-negara tetangga 2008

32
Rencana Strategis 2010-2014

Tingkat kompetitif Indonesia dibandingkan Negara-negara tetangga 2009

Tingkat kompetitif Indonesia dibandingkan Negara-negara tetangga 2010

Tabel-tabel Tingkat Kompetitif Indonesia 2008-2010 diatas menggambarkan beberapa hal :

1. Simulasi ketiga tabel hanya terbatas pada kualitas infrastruktur saja dibandingkan
dengan total Global Competitiveness index. Semakin kecil angka yang diperoleh
semakin baik negara tersebut dalam kualitas penyelenggaraannya.
2. Dari ketiga tabel dapat disimpulkan bahwa Indonesia mengalami perbaikan dan
peningkatan peringkat kompetisi dari peringkat 55 pada 2008 menjadi tingkat 44 pada
2010
3. Perbaikan peringkat global diikuti pula dengan peningkatan peringkat dari kualitas
infrastruktur jalan di Indonesia, dari tingkat 105 pada 2008, meningkat pada tahun
2009 menjadi 94, dan semakin membaik di 2010 menjadi tingkat 84.
4. Walaupun ada peningkatan ataupun penyempurnaan, secara umum infrastruktur jalan
masih bukan sebagai pendukung rating kompetisi hal ini dibuktikan dengan angka
peringkat masih jauh dibawah peringkat Global Competitiveness Index. Ketika 2008 GCI
55, akan tetapi pada tahun yang sama kualitas infrastruktur jalan 105. Pada 2009 GCI
54, kualitas infrastruktur jalan 94, sedangkan tahun 2010 GCI 44 dan kualitas
infrastruktur jalan 84. Ini berarti secara keseluruhan dan total seluruh sektor, jalan
masih merupakan hambatan terhadap tingkat kompetisi bukan sebagai pendorong.

Yang menarik dalam elemen penilaian adalah kualitas infrastruktur dalam kaitannya dengan
transportasi. Apabila berasumsi pada tingkat penggunaan jalan diantara transportasi, yang
mencapai kurang lebih 90% (untuk penumpang 84% dan barang 90,4%) dari total transportasi,
maka kualitas infrastruktur yang dimaksud adalah transportasi jalan, baik sebagai sarana
transportasi maupun pintu menuju pelabuhan-pelabuhan.

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA 33
Bab 3 – Potensi dan Permasalahan

8 World Competitiveness
7 Yearbook 2008
menempatkan Indonesia
6
pada ranking 55 dari 134
5
Pilar Infrastruktur 2008 negara, dimana
4
Pilar Infrastruktur 2009 ketersediaan infrastruktur
3 Pilar Infrastruktur 2010 yang tidak memadai
2 Kualitas Jalan 2009 (16,4%) merupakan
Kualitas Jalan 2009
1 penyumbang kedua
Kualitas Jalan 2010
0 sebagai faktor
problematik dalam
melakukan usaha, setelah
birokrasi pemerintah yang
tidak efisen (19,3%).
Dalam hal ketersediaan infrastruktur, Indonesia berada pada rangking 86, sedangkan untuk jalan
berada pada ranking 105. Pada 2009, terjadi peningkatan peringkat dimana Indonesia berada
pada posisi 54 dari 131 negara. Untuk ketersediaan infrastruktur, Indonesia berada pada
rangking 84, sedangkan untuk jalan berada pada ranking 94. Ketersediaan infrastruktur (14,8%)
tetap berada peringkat kedua sebagai faktor problematik dalam melakukan usaha, setelah
birokrasi pemerintah yang tidak efisen (20,2%). Pada tahun 2010 secara peringkat, ketersediaan
infrastruktur Indonesia menempati peringkat 82 dengan infrastruktur jalan berada pada
peringkat 84. Untuk lingkup negara-negara ASEAN, Competitiveness Index untuk Pilar
Infrastruktur pada tahun 2008 dan 2009, Indonesia hanya menggungguli Vietnam, namun pada
tahun 2010, justru Vietnam melejit ke peringkat 2 sementara peringkat Indonesia tetap ke-7 dari
8 negara. Indonesia hanya sempat mengunggguli Filipina yang pada tahun sebelumnya lebih
unggul. Akan tetapi, untuk kondisi jalan, Indonesia berada pada peringkat keenam dibawah
Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam dan Kamboja, lebih unggul dari Filipina dan
Vietnam.

Penyelenggaraan Jalan
Adanya peraturan perundang-undangan yang terkait dengan bidang jalan seperti, Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 15 Tahun 2005, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006,
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009, memerlukan perangkat operasional
lainnya baik berupa Norma, Standar, Pedoman, ataupun Manual (NSPM), sehingga perangkat
peraturan tersebut dapat dilaksanakan yang artinya juga banyaknya perubahan arah kebijakan
dan aturan main di berbagai bagian dalam penyelenggaraan jalan. Meskipun UU Jalan sudah
berlaku semenjak tahun 2004, demikian pula peraturan pemerintah sebagai turunan dari UU
Jalan juga sudah ada. Akan tetapi, apabila diinvetarisir, peraturan pendukung dari undang-
undang tersebut baru dapat dipenuhi pada 2010.

Dalam kaitannya dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2009 tentang
Lalulintas dan Angkutan Jalan substansi tentang jalan secara jelas menyampaikan dan salah satu

34
Rencana Strategis 2010-2014

substansi adalah mengamanatkan adanya kebutuhan untuk preservasi jalan guna


mempertahankan kondisi jalan. Amanat UU No. 22 tersebut dengan tegas menyebutkan adanya
unit pengelola dana preservasi jalan yang bertugas untuk menyiapkan (mengumpulkan dan
mendistribusikan) dana preservasi yang dipergunakan untuk jalan. Faktor keseimbangan dalam
bidang jalan artinya dalam pendanaan tidak boleh ada jalan rusak. Apabila ada jalan rusak, maka
akan dikenakan sangsi terhadap penyelenggara jalan. Hal ini berarti kinerja jalan menjadi sangat
jelas, bahwa pemerintah harus memelihara jalan dan apabila jalan tidak dipelihara serta jalan
rusak, maka penyelenggara jalan terkena pidana.

Sejalan dengan berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2004 tentang
Keuangan Negara yang mensosialisasikan adanya performance based budget dan kinerja sebagai
referensi. Selain kinerja, Pemerintah juga mulai mengenalkan multi-years contract dalam hal
spending, dan saat ini, berdasarkan kesepakatan, Direktorat Jenderal Bina Marga juga harus
menyiapkan MTEF (Medium Term Expenditures Framewwork) sebagai bagian dari multi-years
budget. Berbeda dengan Rensra, lingkup waktunya lima tahun, MTEF (KPJM) berlaku tiga
tahunan. Konsep MTEF sudah diakomodasi oleh Departemen Keuangan dan merupakan rincian
atau cost aspek dari Re stra. Konsep bersifat tidak rigid selama tiga tahun akan tetapi ada
evaluasi tahunan. Sejak itu, mulai berlaku prinsip Performance Based Budget dalam kerangka
MTEF (Medium Term Expenditures Framework) yakni sistem penganggaran pemerintah berbasis
tahun jamak (tiga tahun).

Pembentukan Unit Pengelola Dana Preservasi Jalan


Pembentukan Unit pengelola Dana Preservasi Jalan merupakan terobosan baru yang
meninggalkan bentuk lama seperti kekakuan anggaran tahunan pemerintah yang biasanya
terlambat turun dan harus dikembalikan pada akhir tahun anggaran. Unit ini juga mengenalkan
model stakeholder sebagai bagian atau elemen yang tidak terpisahkan dalam penyelenggaraan
jalan. Demikian pula dalam model ini diperkenalkan adanya kontribusi pengguna jalan dalam
membiayai preservasi jalan karena pengguna jalan ikut dalam membiayai preservasi jalan. Oleh
sebab itu, pengguna jalan berhak penuh untuk dapat mengetahui pengelolaan jalan melalui
keterlibatan langsung dalam manajemen unit pengelola. Secara empiris internasional,
pelaksanaan pembiayaan preservasi yang terdiri dari kegaitan pemeliharaan, rehabilitasi, dan
peningkatan merupakan hal yang baru. Hal ini disebabkan dari negara-negara yang sudah
melakukan Road Fund memulai dari program pemeliharaan rutin, baru kemudian berkala dan
dilaksanakan pada jalan-jalan yang biasanya menjadi tanggung jawab pemerrintah pusat yang
memiliki kepentingan nasional artinya jalan nasional. Saat ini, sedang disiapkan Rancangan
Peraturan Presiden tentang organisasi dan tata kerja Unit Pengelola Dana Preservasi jalan diatur
dalam UU No.22 tahun 2009, sedangkan untuk substansi pendanaan masuk dalam Rancangan
Peraturan Pemerintah tentang sistem Jaringan lalu lintas. Memang sulit melakukan hal tersebut
secara sekaligus karena peraturan mengenai pendanaan yang ada, belum mendukung adanya
sumber dana diluar dari pajak yang dikenal dengan retribusi preservasi yang diambil dari
Retribusi Bahan Bakar Minyak (on top dari harga minyak setelah pajak).

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA 35
Bab 3 – Potensi dan Permasalahan

Pendanaan lain dari Unit Pengelola Dana preservasi Jalan juga berasal dari Undang-Undang
Nomor 28 tahun 2009 mengenai Pajak daerah dan Retribusi Daerah, dimana di dalam salah satu
pasal disebutkan bahwa Pajak Kendaraan Bermotor nantinya dipergunakan untuk membiayai
preservasi jalan daerah (Provinsi + Kabupaten/kota) walaupun tidak cukup akan tetapi sudah
ada sumber dana yang mengakomodasi preservasi Jalan Daerah. Dalam pelaksanaannya akan
dilakukan dalam dua tahap, tahap pertama adalah uji coba dan dilanjutkan dengan evaluasi
sebelum ditutup dengan implementasi secara penuh di seluruh provinsi di Indonesia.

Pemerintah juga mengenalkan model manajer ruas yang bertanggung jawab terhadap ruas
dalam program preservasi jalan. Sebenarnya, manager ruas juga harus dilengkapi dengan
pemberitaan informasi kepada masyarakat; siapa bertanggung jawab terhadap ruasnya dan
nomor telepon dari penanggung jawab tersebut, agar pengguna jalan dapat langsung
berinteraksi dengan mereka dalam kaitannya dengan perbaikan kondisi jalan.

Pengenalan model Performance Based Contract sebagai bagian dari penyelenggaraan jalan
merupakan bentuk reformasi kelembagaan di bidang jalan. Momentum penyelenggaraan jalan
ini dinilai tepat karena bersamaan dengan pengenalan model dana preservasi jalan. Empiris
internasional di negara-negara Sub Sahara dan Latin Amerika serta Karibia terbukti bahwa
bahwa negara-negara yang memperkenalkan performance based maintenance adalah negara
yang menyelenggarakan model dana preservasi atau Road Fund.

Kebijakan Penyelenggaraan Expressway / Highgrade Highway Versus Jalan


Tol
Pembangunan expressway/highgrade highway merupakan hal yang harus dilaksanakan dalam
jangkauan jangka panjang, sebagai bagian dari jalan lintas sebagai urat nadi transportasi, seperti
yang dicanangkan oleh pemerintah dalam program lima tahun 19.370 km (konektivitas
domestik). Selain hal tersebut, berdasarkan perjanjian kerjasama regional baik ASEAN maupun
ASIAN Highway telah ditetapkan adanya jalan intenasional seperti Lintas Timur Sumatera dan
Lintas Utama Pulau Jawa. Terlepas dari itu, diperlukan keberanian untuk menetapkan perlunya
backbone tra sportasi se agai jala uta a ya g e fasilitasi pergeraka ara g da ora g di
pulau-pulau besar.

Pembangunan expressway dengan standard highgrade diperlukan, dan itu tidak perlu dengan
Jalan Tol, perlu dibiayai oleh pemerintah dahulu, Keinginan pemerintah untuk membangun
empat lintas utama, Jawa bagian utara, Sumatera bagian timur, Kalimantan bagian selatan dan
sebelah barat Sulawesi perlu diwujudkan dalam lima tahun terakhir ini untuk mempercepat
pergerakan barang dan orang tersebut. Bahkan di Pulau Sumatera hal ini dapat dilakukan pilot
project expressway Banda Aceh - Lampung.

Selain expressway, pembangunan Jalan Tol Trans Jawa merupakan keharusan bagi pemerintah
untuk mendukung pergerakan barang dari ujung barat ke ujung timur Pulau Jawa. Dalam studi
yang dilakukan oleh AUSAID dalam kaitannya dengan MTEF, disebutkan bahwa kebutuhan untuk
expressway se agai backbone tra sportasi merupakan sesuatu yang harus dicermati untuk

36
Rencana Strategis 2010-2014

tetap mempertahankan pertumbuhan. Expressway yang ideal adalah yang sejajar dengan Lintas
Timur Sumatera, Lintas Utara Pulau Jawa, Lintas Selatan Kalimantan, dan Lintas Barat Sulawesi
merupakan sesuatu yang harus dipertimbangkan.

Desentralisasi dan Otonomi Daerah


Otonomi daerah secara konkret saat ini dapat memungkinkan daerah melakukan inovasi. Yakni
secara tidak langsung akan mendorong pemerintah daerah untuk menggali potensi-potensi baru
yang dapat mendukung pelaksanaan urusan pemerintah pusat dan pembangunan sehari-hari
terutama dari sisi ekonomis serta penciptaan metode pelayanan yang dapat memuaskan
masyarakat sebagai pembayar pajak atas jasa pelayanan yang disediakan oleh pemerintah
daerah. Kebijakan desentralisasi atau otonomi daerah tersebut pada saat ini masih sangat
diperlukan oleh pemerintah daerah karena di dalamnya terdapat efisiensi, efektifitas, partisipasi,
dan demokratisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Melalui pendelegasian kewenangan dan tugas-tugas pemerintahan atau pembangunan,


pemerintah pusat tidak harus selalu terlibat langsung. Dalam desentralisasi, yang menjadi ujung
tombak pembangunan adalah aparat-aparat di daerah yang akan lebih cepat mengetahui situasi
dan masalah serta akan dapat mencarikan jawaban bagi pemecahannya. Namun demikian, tetap
diperlukan perhatian pada pemerintah daerah tentang penyelenggaraan jalan daerah melalui
pembinaaan kepada penyelenggara Jalan Provinsi dan Jalan Kabupaten, yang selama ini
nampaknya kurang komunikasi, dan mengakibatkan besarnya backlog kondisi jalan, bahkan
backlog sumber daya manusia.

Peningkatan Peran Swasta (Mitra Kerja & Investor) dan Masyarakat


Upaya untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik hanya dapat dilakukan apabila terjadi
keseimbangan peran ketiga pilar yaitu pemerintah, dunia usaha swasta, dan masyarakat.
Memang pada dasarnya bidang jalan adalah sektor yang tidak layak secara finansial, karena sifat
infrastruktur itu sendiri, sehingga hanya sebagian kecil dari total panjang jaringan jalan yang
dapat dikomersialkan. Pengalaman negara-negara seperti Malaysia (north and south) dan Korea
Selatan menunjukkan bahwa pada awalnya untuk mendongkrak keterlibatan swasta diperlukan
seperti kontribusi pemerintah untuk membangun Jalan Tol, setelah itu baru diserahkan kepada
swasta. Tidak hanya swasta saja, kerjasama antara pemerintah, swasta dan masyarakat
merupakan hal yang harus terus dikembangkan. Ketiganya mempunyai peran masing-masing.
Pemerintahan (legislatif, eksekutif, dan yudikatif) memainkan peran menjalankan dan
menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif bagi unsur-unsur lain dalam
pemerintahan. Dunia usaha swasta berperan dalam penciptaan lapangan kerja dan pendapatan.
Peran swasta dapat terkait dalam mitra kerja dimana pemerintah memerlukan bantuan dalam
hal peningkatan dan penyelesaian kegiatan pembangunan. Peran lain dari swasta adalah sebagai
salah satu sumber pendanaan bagi pemerintah (investor). Dengan adanya pendanaan yang
cukup, maka pembangunan oleh pemerintah akan lebih baik pelaksanaannya. Masyarakat
berperan dalam penciptaan interaksi sosial, ekonomi, dan politik. Masyarakat juga dapat
berperan sebagai pengawas pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Pada Undnag-
Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu Lintas dan Angkutan Jalan,

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA 37
Bab 3 – Potensi dan Permasalahan

menjelaskan bahwa masyarakat juga memiliki andil dalam preservasi jalan. Ketiga unsur
tersebut dalam memainkan perannya masing-masing harus sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-
prinsip yang terkandung dalam tata kepemerintahan yang baik (Bappenas, 2007).

Sistem Pembiayaan dan Pola Investasi Bidang Jalan


Sistem pembiayaan saat ini menggunakan sistem anggaran terpadu yang melebur anggaran
rutin dan pembangunan dalam satu format anggaran dengan pola investasi yang masih
bergantung pada anggaran pemerintah melalui APBN. Beberapa pola-pola investasi lain yang
telah diaplikasikan diantaranya seperti BOT (Build Operating Transfer) dan BTO (Build Transfer
Operating) dimana pemerintah yang membangun kemudian operasi dan pemeliharaan
diserahkan kepada swasta seperti Jembatan Tol Suramadu, maupun penggunaan Dana Bergulir.
Namun demikian, pola pembiayaan yang ada saat ini kurang dapat bersaing dengan tingginya
tuntutan kebutuhan infrastruktur. Oleh karena itu, diperlukan berbagai alternatif sistem dan
pola investasi bidang jalan agar target-target pembangunan dapat tercapai, yang disesuaikan
dengan kondisi aparatur pemerintah dan masyarakat, yang lebih akuntabel, berdaya saing, dan
berkeadilan.

Aset Jaringan Jalan


Pada akhir 2009, total panjang jaringan jalan yang ada di Indonesia mencapai 372.236 km yang
terdiri dari Jalan Tol sepanjang 741,97 km, Jalan Nasional Non-Tol sepanjang 38.569 km, dan
sisanya sepanjang 332.925 km adalah jalan sub-nasional yang terdiri dari Jalan Provinsi dan Jalan
Kabupaten/Kota. Jika diasumsikan rata-rata nilai aset Jalan Tol sebesar Rp 25 milyar/km, Jalan
Nasional Non-Tol sebesar Rp 6 milyar/km dan jalan Sub-Nasional sebesar Rp 5 milyar/km, maka
total nilai aset jalan yang ada saat ini berjumlah Rp 1.914,59 triliun, atau rata-rata nilai aset jalan
sebesar Rp 5.1 milyar/km. Seluruh panjang jaringan jalan tersebut merupakan aset yang perlu
dipelihara untuk mempertahankan kondisi dan tetap fungsional.

K ONDISI J ALAN D AERAH


Jalan 2006 2007 2008 2009 2010

Provinsi

Panjang 46,498.71 48,680.98 48,680.98 48,358.18 49,280.93

Mantap 41.18% 40.00% 40.00% 56.32% 58.83%

Tidak Mantap 59.00% 60.00% 60.00% 43.69% 41.17%

Kabupaten/Kota

Panjang 280,312.40 283,321.96 288,185.39 359,020.65 370,629.41

Mantap 48.94% 49.36% 49.37% 51.81% 53.27%

Tidak Mantap 51.06% 50.64% 50.63% 48.19% 46.73%

38
Rencana Strategis 2010-2014

Kondisi Jalan Provinsi pada akhir tahun 2008 masih didominasi jalan yang tidak mantap. Dari
total panjang Jalan Provinsi yang ada sepanjang 48.681 km, 60 % diantaranya tidak mantap
dengan 28,21 % dalam kondisi rusak ringan dan 32,90 % rusak berat. Namun pada 2009 dan
2010 kecenderungannya semakin membaik, meskipun kondisi mantapnya belum mencapai 60 %
(hanya 56.32 % pada ahir 2009 dan 58.83 % pada akhir 2010).

Sementara itu untuk Jalan Kabupaten, dimana pada akhir tahun 2006 kondisi mantap-nya hanya
48.94 %, pada tahun-tahun berikutnya berangsur-angsur membaik hingga pada akhir 2009,
kondisi mantapnya mencapai 51.81 %. Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri bagi DItjen. Bina
Marga di masa mendatang.

Sumber Daya Manusia dan Organisasi yang Telah Tersedia


Pada periode pemerintahan sebelumnya, Direktorat Jenderal Bina Marga telah hadir dan pada
akhir September 2009 memiliki pegawai sejumlah 6.801 orang yang tersebar pada 7 Unit Kerja
di Pusat dan 10 Unit Kerja di daerah. Dari jumlah tersebut, 1.169 PNS bekerja di kantor pusat
Ditjen. Bina Marga dan sebanyak 5.632 orang bekerja tersebar pada Balai Besar/Balai
Pelaksanaan Jalan Nasional. Komposisi pegawai Ditjen. Bina Marga berdasarkan tingkat
pendidikan maupun golongannya dapat dilihat pada diagram di bawah ini.

Berdasarkan tingkat pendidikan, Pegawai dengan


pendidikan SLTA ke bawah (60%) sangat
mendominasi komposisi pegawai Ditjen. Bina Marga.
Proporsi pegawai yang berpendidikan S1 ke atas
adalah 34 %, sedangkan sisanya kelompok menengah
dengan pendidikan setingkat D3 sebanyak 6 %.

Sedangkan dari golongannya, komposisi pegawai


DJBM adalah golongan II sebanyak 58 %, Golongan III
sebanyak 30 %, golongan I sebanyak 9 % dan golongan IV
sebanyak 3 %. Saat ini, pegawai Ditjen. Bina Marga
sangat di dominasi oleh pegawai golongan II ke bawah
yaitu sekitar 67 % dan sisanya sebesar 33 % merupakan
pegawai golongan III ke atas.

Peralatan, Bahan dan Teknologi yang Sudah Dimiliki


Ketersediaan peralatan yang ada pada Satker-Satker pemeliharaan dan pembangunan banyak
yang sudah mengalami penyusutan. Di samping itu, untuk meningkatkan kualitas pekerjaan jalan
di masa mendatang memerlukan bahan-bahan yang memenuhi standar. Oleh karena itu,
diperlukan pengembangan dan standardisasi terhadap bahan dan peralatan yang ada sesuai
dengan ketersediaan teknologi yang ada.

3.2 PERMASALAHAN

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA 39
Bab 3 – Potensi dan Permasalahan

Pengaruh Ekonomi Global Terhadap Fluktuasi Harga


Keadaan ekonomi global yang tengah mengalami resesi semenjak tahun 2008 yang lalu,
menyebabkan bertambahnya negara yang mengalami penyusutan Produk Domestik Bruto (PDB)
selama dua triwulan berturut-turut. Hal ini berdampak pada peningkatan angka pengangguran
karena penyusutan produksi barang dan jasa akibat berkurangnya permintaan. Di satu sisi,
rendahnya permintaan ini dapat menyebabkan turunnya harga barang di pasaran. Namun pada
sisi yang lain, penyusutan produksi yang mengikuti rendahnya permintaan tersebut, justru dapat
meningkatkan harga barang di pasaran. Kenaikan harga barang juga dapat disebabkan naiknya
harga minyak dunia yang memberikan dampak lanjutan pada rantai produksi dan distribusi
barang yang menggunakan minyak sebagai bahan baku atau bahan bakar transportasi. Fluktuasi
harga menyebabkan lingkungan investasi termasuk investasi pada prasarana jalan menjadi tidak
pasti.

Keadaan Alam dan Lingkungan yang Unik


Benua Asia

Benua Australia

Negara Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau terbesar di dunia (±
17.504 pulau), dengan proporsi jumlah daratannya hanya meliputi 30 % dari luas wilayah yang
ada, menyebabkan pemanfaatan ruang daratan termasuk pemanfaatan untuk jalur transportasi
darat menjadi terbatas.

Sebagian besar kepulauan di Indonesia berada pada jalur patahan tektonik, dimana Pulau
Sumatera, Jawa, Bali hingga Kepulauan Nusa Tenggara berada pada Sirkum Mediterania. Pulau
Sulawesi, Papua, dan Kepulauan Maluku berada pada Sirkum Pasifik. Bahkan, di Pulau Sumatera
terbentang Patahan Semangko yang memanjang sejajar pantai barat pulau tersebut. Hal ini
menyebabkan banyak wilayah di Indonesia termasuk dalam wilayah rawan bencana alam dan

40
Rencana Strategis 2010-2014

berdampak pada tidak meratanya sebaran lokasi pusat-pusat kegiatan yang potensial dan
adanya koridor-koridor transportasi tertentu yang lebih ekonomis di antara koridor lainnya.

Indonesia berada di Khatulistiwa di antara Benua Asia dan Australia sehingga umumnya musim
yang ada dipengaruhi oleh Muson Barat dan Timur yang menyebabkan di Indonesia hanya
terdapat dua musim utama yaitu musim kemarau dan musim hujan. Meskipun demikian,
panjang periode dan tidak menentunya musim hujan seringkali menjadi salah satu penyebab
semakin cepatnya kerusakan jalan dan penghambat pelaksanaan konstruksi jalan dan jembatan.

Perubahan Iklim
Sebelas dari dua belas tahun terakhir (antara 1995-2006) merupakan tahun-tahun terpanas
sejak tahun 1850 (Hasil kajian IPCC – Intergovernmental Panel on Climate Change, 2007).
Kenaikan suhu rata-rata tersebut juga diikuti dengan kenaikan muka air laut rata-rata global
dengan laju peningkatan rata-rata 1,8 mm per tahun, dimana selama abad 20 diperkirakan total
kenaikan muka air laut mencapai 0,17 m. Pemanasan global yang terjadi sejak pertengahan abad
ke-20 ini juga dipengaruhi oleh kegiatan manusia dan diperkirakan akan terus mengalami
peningkatan secara signifikan pada abad ke-21 jika tidak ada upaya untuk menanganinya.
Dampak yang dirasakan saat ini adalah terjadinya perubahan iklim dan peningkatan frekuensi
dan intensitas iklim ekstrim. Kondisi ini menyebabkan rentannya sebagian wilayah di Indonesia
terhadap bencana yang diakibatkan perubahan iklim seperti banjir akibat air laut pasang
maupun akibat hujan yang berkepanjangan yang juga dapat menyebabkan longsor di beberapa
lokasi sehingga berdampak pada terputusnya jaringan transportasi jalan yang ada.

Tingkat Pembangunan dan Kepadatan Penduduk yang Tidak Merata


Penyelenggaraan jalan di Indonesia dalam kenyataannya tidak dapat terlepas dari realita
timpangnya sebaran penduduk, perbedaan luas wilayah, dan keberagaman kondisi topografi
yang ada. Dari data luas wilayah, sebaran jumlah penduduk, panjang jalan, dan jumlah
kendaraan yang ada, memperlihatkan tidak merata. Pulau Jawa yang mencakup 7,2 % dari luas
wilayah Indonesia dihuni 57.49% penduduk, sementara Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku -
Papua yang luasnya 32.3%, 10.8% dan 25.0% dari luas wilayah Indonesia, masing-masing hanya
memiliki jumlah penduduk 5.8%, 7.31% dan 2.6% saja. Hasilnya, luas ketiga wilayah tersebut
yang mencakup 68,1%
hanya dihuni 15,71%
penduduk.

Lebih dari 70% jaringan


jalan yang ada pada saat
ini terdapat di Pulau
Sumatera, Jawa, dan Bali
yang luas wilayahnya
hanya mencakup sekitar
31% dari seluruh wilayah
Indonesia. Sisanya 30%

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA 41
Bab 3 – Potensi dan Permasalahan

jaringan jalan berada di Kalimantan, Sulawesi, NTB, NTT, Maluku, dan Papua yang memiliki 69%
dari luas wilayah Nasional.

Selain itu, keseimbangan pembangunan antarwilayah terutama pembangunan Kawasan Timur


Indonesia (KTI), daerah tertinggal, daerah perbatasan, yang akhirnya dapat mengurangi
kesenjangan dalam pulau maupun antara kota dan desa, masih belum tercapai.

Sistem Jaringan Transportasi yang Belum Terpadu


Meskipun sebagian besar wilayah Indonesia terdiri dari perairan, namun moda transportasi yang
dipergunakan masih dikuasai oleh moda transportasi yang menggunakan prasarana jalan.
Bappenas mencatat moda transportasi melalui jalan melayani 84% penumpang, sedangkan
kereta api baru 7,3%, udara 1,5%, laut 1,8%, dan sungai hanya 5,3%.

Untuk angkutan barang, moda jalan masih mendominasi dengan menguasai 90,4%, sisanya
dibagi ke moda lainnya yakni laut dan kereta api masing-masing 7% dan 0,6%, padahal moda ini
memiliki potensi angkutan barang berskala besar. (Bappenas, 2006)

Belum
berkembangnya 100
konsep transportasi Proporsi Penggunaan
intermoda yang 80 90.4
Moda Transportasi (%)
dapat 84
menghubungkan
60
seluruh wilayah di 40
Indonesia secara
menerus dengan 20 0.6
7.3 0 7
biaya transportasi 0
yang ekonomis 5.3 0
Jalan 1.8
maupun untuk KA 1.5
mendukung Sistem Sungai
Logistik Nasional. Laut
Penumpang Barang Udara
Sistem jaringan
jalan dan spesifikasi
penyediaan parasarana jalan antara Jalan Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota pada
beberapa koridor lintas belum sinergis, sehingga memberikan kendala pada sarana transportasi
yang dipergunakan. Harus diakui bahwa belum tersinerginya Jalan Nasional dan Jalan Sub-
Nasional dikarenakan adanya pemisahan tegas yang tertera dalam Undang-Undang No.38/2004
tentang Jalan yang berdasarkan pemikiran desentralisasi bidang jalan. Padahal, pada kenyataan
di lapangan, seluruh jalan tanpa terkecuali merupakan bagian dari sektor transportasi, jika Jalan
Nasional saja yang mantap sementara jalan daerah (Jalan Provinsi dan Kabupaten/Kota) tidak
mantap, akhirnya biaya transportasi tetap tinggi karena ada bagian dari jalan yang rusak
kondisinya.

42
Rencana Strategis 2010-2014

Pertumbuhan Kebutuhan Layanan Transportasi

K EBUTUHAN AKSESIBILTAS DI WILAYAH TERISOLIR , TERPENCIL , TERTINGGAL , PERBATASAN


DAN PULAU TERLUAR
Adanya wilayah tertinggal, terisolir dan terpencil salah satunya disebabkan minimnya
aksesibilitas masyarakat pada wilayah tersebut untuk mencapai pusat-pusat kegiatan untuk
memasarkan produk ataupun memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk di Pulau Papua, 11 ruas
strategis di Papua masih sangat kurang dalam mendukung pengembangan potensi wilayah.

Wilayah perbatasan dan pulau terluar memerlukan aksesibilitas yang memadai dalam rangka
pertahanan dan keamanan untuk menjaga kesatuan wilayah NKRI. Aspek integritas wilayah tidak
hanya ditinjau dari aspek pertahanan dan keamanan saja, melainkan juga aspek ekonomi, sosial
dan budaya yang dipengaruhi dengan ketersediaan infrastruktur yang memadai.

K EBUTUHAN AKSESIBILITAS DI KAWASAN PRODUKSI , INDUSTRI DAN OUTLET


Aksesibiltas di kawasan produksi, industri dan outlet tidak hanya dipandang dari sisi
keterhubungan, melainkan juga kompatibilitas prasarana dengan sarana yang dipergunakan
dalam transportasi logistik antara kawasan produksi, industri dan outlet. Hal ini diindikasikan
masih banyaknya kawasan produksi, industri maupun outlet yang belum dapat dilalui kendaraan
kargo baik karena keterbatasan struktur jalan ataupun keterbatasan geomterik jalan.

K EBUTUHAN MOBILITAS DI WILAYAH BERKEMBANG DAN LINTAS UTAMA


Jaringan jalan di lintas utama 4 (empat) pulau besar, yaitu Lintas Timur Sumatera, Pantai Utara
Jawa, Lintas Selatan Kalimantan, dan Lintas Barat Sulawesi masih belum memadai dalam
mendukung pertumbuhan ekonomi regional dan nasional.

Masih banyaknya titik kemacetan lalu-lintas pada jaringan jalan di perkotaan terutama di 8
(delapan) kota metropolitan (Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya,
Denpasar, dan Makassar) dan kota non-metropolitan. Demikian pula beberapa jalan akses yang
menghubungkan pusat-pusat kegiatan nasional, seperti kawasan industri, pelabuhan laut
(outlet) dan pelabuhan udara yang masih mengalami kemacetan.

K EBUTUHAN AKSESIBILITAS DAN MOBILITAS MENDUKUNG D OMESTIC C ONNECTIVITY DAN


P USAT K EGIATAN E KONOMI K REATIF
Sebagai bagian dari komtimen Kementerian PU dalam mendukung Domestic Connectivity dan
Pusat Kegiatan Ekonomi Kreatif, diperlukan fokus prioritas penyediaan prasarana jalan yang
memadai dalam mengakomodasi aksesibiltas utuk melengkapi Domestic Connectivity dan
kebutuhan mobilitas menuju pusat-pusat kegiatan ekonomi kreatif.

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA 43
Bab 3 – Potensi dan Permasalahan

Keselamatan Jalan dan Angka Kecelakaan Lalu Lintas Indonesia


Wawasan Lingkungan yang TAHUN 2008 2009

Belum Memadai Kejadian 59.164 kali 57.726 kali


Lebih dari 30 % ruas jalan nasional
Korban meninggal dunia 20.118 orang 18.205 orang
yang ada masih memiliki spesifikasi
penyediaan prasarana jalan sub- Korban luka berat 23.440 orang 21.289 orang

standar, yang dapat meningkatkan


Korban luka ringan 55.772 orang 58.304 orang
resiko keselamatan jalan.
Angka pelanggaran lalu
5.311.228 kasus 5.817.386 kasus
lintas
Adanya beberapa ruas jalan pada
Sumber : Mabes Polrii
daerah dengan bentuk medan yang
berbukit, yang belum memenuhi standar geometerik jalan sehingga menyebabkan borosnya
penggunaan bahan bakar yang berdampak pada peningkatan emisi.

Kerusakan dini akibat kegagalan konstruksi dapat memberikan dampak negatif terhadap
keselamatan jalan.

Keterbatasan Pendanaan
Keterbatasan pendanaan memberikan konsekuensi :

1. Adanya jalan dengan kemampuan struktur yang marginal meskipun sudah dapat
fungsional.
2. Penyelenggaraan jalan tidak dapat memenuhi Indikator Kinerja Utama dan dapat
menganggu aksesibilitas, mobilitas dan tingkat keselamatan.
3. Dukungan prasaran jalan terhadap transportasi terpadu (intermoda) belum maksimal
terutama dalam mendukung pelabuhan-pelabuhan utama/outlet.
4. Minimnya pembangunan jalan pada kawasan strategis
5. Sebagian besar usulan kebutuhan pembangunan jalan dan jembatan baru belum dapat
dipenuhi.
6. Usulan penambahan status jalan belum terakomodasi untuk penanganan
pemeliharaannya
7. Dukungan Pemerintah terhadap Jalan Tol sangat minim sehingga komitmen
pembangunan tidak dapat dipenuhi.

Kualitas SDM yang Kurang Memadai dan Organisasi yang Kurang Efektif
dan Optimal
Dari total 6.801 pegawai yang dimiliki Ditjen. Bina Marga, pegawai dengan pendidikan SLTA ke
bawah (60%) sangat mendominasi. Proporsi pegawai yang berpendidikan S1 ke atas adalah 34
%, sedangkan sisanya kelompok menengah dengan pendidikan setingkat D3 sebanyak 6 %. Oleh
karena itu keberadaan perangkat dan sumber daya aparatur tersebut, tidak sepenuhnya mampu
mendorong pelaksanaan penyelenggaraan jalan secara efektif dan efisien.

44
Rencana Strategis 2010-2014

Dari aspek sumberdaya aparatur masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan agar
pelaksanaan organisasi dapat diselenggarakan secara lebih optimal, antara lain menyangkut
penyamaan dan penyempurnaan pola pikir serta budaya kerja yang lebih berorientasi pada hasil
dengan tingkat pengeluaran yang dapat ditekan seefisien mungkin, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Masih banyak pegawai yang belum bekerja secara profesional
sebagaimana dituntut oleh para pemangku kepentingan. Walaupun secara kuantitas jumlah
pegawai sudah relatif banyak namun bila ditinjau dari aspek kualitas dan pemerataan distribusi
sesuai beban kerja masing-masing unit kerja, masih terjadi ketimpangan yang sangat besar. Hal
ini bermuara dari bentuk dan struktur serta susunan organisasi yang belum dapat menjawab
semua fungsi Direktorat Jenderal Bina Marga. Asumsi Bobot Tupoksi
(untuk pendekatan saja) 1 0.5 0.25
Comm. Kondisi
OrganisasiEksisting
2005-2009
AMANAH UNDANG-UNDANG 38/2004
Sense Sekr. Bipran Bintek JBHJK Wil Balai BPJT
PENGATURAN
1 Secara Umum
a Pembentukan Peraturan Perundang2an Tur
b Perumusan Kebijakan Perencanaan Tur
c Pengendalian Penyelenggaraan Secara Makro Tur
d Penetapan NSKP Pengaturan Jalan Tur
2 Jalan Nasional
a Penetapan Fungsi Jalan untuk (A/K Prov/Sisjar Primer) Tur
b Penetapan Status Jalan Nasional Tur
c Penyusunan Renc. Umum Jaringan Jalan Nasional Tur
3 Jalan Tol
a Perumusan Kebijakan Perencanaan Tur
b Penyusunan Perencanaan Umum Tur
c Pembentukan Peraturan Perundang2an Tur
PEMBINAAN
1 Secara Umum dan Jalan Nasional
a Pengembangan Sistem Bimbingan, Penyuluhan dan Diklat Tur
b Pemberian Bimbingan, Penyuluhan dan Diklat Bin
c Pengkajian serta Litbang Teknologi Bin
d Pemberian Fasilitasi Penyelesaian Sengketa antar Provinsi Bin
e Penyusunan dan Penetapan NSKP Pembinaan Jalan Bin/Tur
2 Jalan Tol
a Penyusunan Pedoman dan Standar Teknis Tur
b Pelayanan Bin
c Penelitian dan Pengembangan Bin
PEMBANGUNAN
1 Secara Umum
a Penetapan Laik Fungsi Teknis Bang
b Penetapan Laik Fungsi Administratif Bang
c Pemeliharaan, Perawatan dan Pemeriksaan Bang
d Pembantuan Pembiayaan Pembangunan Bin
e Perencanaan Teknis Bin
f Pelaksanaan Konstruksi (Pembangunan dan Preservasi) Bin
g Pengoperasian dan Pemeliharaan (Preservasi) Bin
2 Jalan Nasional
a Perencanaan Teknis Bang
b Pemrograman Bang
c Penganggaran Bang
d Pengadaan Lahan Bang
e Pelaksanaan Konstruksi (Pembangunan dan Preservasi) Bang
f Pengoperasian dan Pemeliharaan (Preservasi) Bang
g Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Manajemen TurBang
PENGUSAHAAN
a Pendanaan Tur/Bin
b Perencanaan Teknis Bin
c Pelaksanaan Konstruksi Bin
d Pengoperasian dan/atau Pemeliharaan Bin
PENGAWASAN
1 Secara Umum
a Evaluasi dan Pengkajian Pelaksanaan Kebijakan Penyelenggaraan Bin
b Pengendalian Fungsi dan Manfaat Hasil Pembangunan Bin
c Penetapan Standar Pelayanan Minimal Bin
2 Jalan Nasional
a Evaluasi Penyelenggaraan Bang `
b Pengendalian Fungsi dan Manfaat Hasil Pembangunan Bang
3 Jalan Tol
a Tertib Pengaturan Bin
b Tertib Pengusahaan Bin
c Tertib Pembinaan Bin

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA 45
Bab 3 – Potensi dan Permasalahan

Aspek lain yang masih memerlukan pembenahan termasuk pengorganisasian satuan kerja di
lapangan, rumusan hubungan kerja antara Ditjen. Bina Marga dengan dinas di daerah, aspek
pengawasan internal agar praktek-praktek pelanggaran terhadap ketentuan terutama yang
berpotensi merugikan keuangan negara.

Hambatan dalam Proses Pengadaan Tanah


Sebagian ruas-ruas baru yang dibangun termasuk Jalan Tol belum dapat berfungsi karena
hambatan proses penyediaan tanah. Umumnya permasalahannya adalah:

1. Ketersediaan tanah dan alokasi pengadaan tanah terbatas


2. Pelaksanaan di lapangan yang kompleks, kinerja P2T kurang optimal, dan konsinyasi
yang berjalan lambat

Permasalahan Eksternal Lainnya


Permasalahan eksternal lainnya yang juga perlu mendapatkan perhatian diantaranya adalah
masalah kesalahan penggunaan dan pemanfaatan jalan pada ruas-ruas jalan nasional, seperti
pembebanan berlebih (overloading) masih terjadi terutama pada Lintas Pantura Jawa dan Lintas
Timur Sumatera; ataupun penggunaan Ruang Milik Jalan (Rumija) untuk penggunaan yang tidak
semestinya seperti untuk pasar tumpah maupun lahan parkir kendaraan.

3.3 ISU UTAMA


Beberapa hal yang telah dibahas dalam bab ini merupakan salah satu bagian yang penting dalam
renstra, karena kondisi sekarang, pengakuan tentang perlunya pemantapan ataupun penajaman
dimulai dari pemahaman terhadap potensi dan permasalahan. Beberapa kendala telah
disampaikan seperti: Asset Management yang perlu ditindak lanjuti sebagaimana manajemen
aset yang berlaku. Isu tentang multimoda juga merupakan isu yang perlu ditindak lanjuti,
bagaimana isu multimoda itu tersungkur ke jalan, sejalan dengan berkembang pesatnya
penggunaan sepeda motor, yang merupakan gambaran ketidak-percayaan masyarakat terhadap
pelayanan angkutan publik yang disediakan oleh pemerintah perlu di aspadai se ara ijak .
Selain hal tersebut, dalam kaitannya dengan pertanggungja a a , sektor jala se ara siste
tra sportasi terdiri dari jala asio al, jala pro i si, jala ka upate /kota da ahka jala
desa. Tidak dapat dipisah-pisah, semua merupakan bagian dari biaya transportasi. Artinya,
walaupun jalan nasional baik, namun apabila jalan provinsi ataupun kabupaten kondisinya lebih
rendah dari baik, maka tetap saja, biaya transportasi itu tetap tinggi. Bahwa jalan belum
merupakan pendorong pertumbuhan, hal ini dibuktikan oleh salah satu temuan dari World
Economic Forum dimana dalam aspek kualitas jalan peringkatnya masih jauh bila dibandingkan
peringkat secara keseluruhan (terbukti dari misalnya competitiveness index Indonesia pada
tahun 2010 termasuk ranking 44, tapi competitiveness index untuk kualitas jalan masih jauh
dibawah 44, yakni 84). Walaupun demikian, peringkat kualitas jalan tersebut semakin membaik
( 2008 = 105, 2009 = 94, sedangkan 2010 membaik menjadi 84). Hal ini dikarenakan metodologi
yang dipergunakan adalah pendekatan survei yang hanya melihat jalan nasional saja, dan ini
berarti walaupun jalan belum merupakan pendorong, akan tetapi dari tahun ke tahun

46
Rencana Strategis 2010-2014

kualitasnya semakin membaik. Sedangkan, kondisi jalan secara keseluruhan dapat dilihat dari
temuan ADB 2010, dan persepsi World Bank dalam Logistic Performance Index, dimana
Indonesia jauh ketinggalan dari negara-negara tetangga, kecuali Vietnam dan Fillipina yang
masih berada dibawah ranking Indonesia.

Perkembangan jalan secara regional, juga merupakan perhatian pemerintah baru-baru ini,
dengan ditetapkannya konektivitas domestik sebagai prioritas ataupun program pemerintah,
pemerintah juga melakukan usaha-usaha serius dalam penanganan kemacetan di dalam pusat
kota ataupun pusat pengangkutan barang dan orang.

Tekanan lain yang perlu diwaspadai, adalah terbitnya UU no. 22 Tahun 2009 tentang Lalulintas
dan Angkutan Jalan yang mensyaratkan pemerintah bahwa jalan harus dalam kondisi baik, dan
tidak boleh ada kerusakan. UU ini sudah mulai diterapkan dalam penyelenggaraan lalu lintas.
Untuk menyiasati kondisi tersebut, pemerintah tidak keberatan dengan pembentukan unit
preservasi jalan yang akan menyelenggarakan penyiapan dan pemungutan dana preservasi jalan
dari masyarakat, akan tetapi peraturan pemerintah tentang itu, masih sedang dibahas dan
merupakan salah satu dari sembilan RPP sebagai turunan dari UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
yang akan diajukan oleh pemerintah.

Peningkatan peran swasta dalam penyelenggaraan jalan juga sudah di inisiasi oleh pemerintah,
bahkan perbaikan internal, melalui pembentukan Kelompok Kerja untuk menangani pengadaan
barang dan jasa yang juga sudah dibentuk. Dari sisi good governance ini merupakan salah satu
terobosan untuk memutus mata rantai keterkaitan owner dengan penyedia jasa dan ini
merupakan tanda keseriusan pemerintah untuk berbuat lebih baik kepada masyarakat.

Memang keterbatasan pendanaan merupakan hal yang klasik untuk dibuat bagian dari
permasalahan, akan tetapi dengan peningkatan efisiensi, peningkatan inovasi (recycling,
performance based contract, maintenenace management system), maka kemampuan
pendanaan akan saling bersinergi dengan efisiensi, dan itu juga merupakan bagian dari
reformasi yang sedang dilaksanakan.

Mengingat segala isu yang dibahas disini, sudah selayaknya dalam penanganan sektor jalan
selain memperhatikan keseimbangan pembangunan wilayah, juga memperhatikan antusiasme
masyarakat, perkembangan yang ada dimasyarakat serta perlunya aksesibilitas yang lebih baik
bagi pulau-pulau di seluruh Indonesia.

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA 47
Bab 4 – Visi, Misi dan Tujuan

48
Rencana Strategis 2010-2014

BAB 4
VISI, MISI DAN TUJUAN

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA 49
Bab 4 – Visi, Misi dan Tujuan

4.1 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


Visi Kementerian Pekerjaan Umum
Kementerian Pekerjaan Umum menyelenggarakan pembangunan infrastruktur dalam rangka
mencapai visi :

Tersedia ya I frastruktur Pekerjaa U u da Per uki a ya g A dal u tuk Me duku g


I do esia “ejahtera 2025 .

Misi Kementerian Pekerjaan Umum


Untuk mencapai Visi Kementerian PU maka ditetapkan Misi Kementerian PU tahun 2010 – 2014,
yaitu:

1. Mewujudkan penataan ruang sebagai acuan matra spasial dari pembangunan nasional
dan daerah serta keterpaduan pembangunan infrastruktur pekerjaan umum dan
permukiman berbasis penataan ruang dalam rangka pembangunan berkelanjutan.
2. Menyelenggarakan pengelolaan SDA secara efektif dan optimal untuk meningkatkan
kelestarian fungsi dan berkelanjutan pemanfaatan SDA serta mengurangi resiko daya
rusak air.
3. Meningkatkan aksesibilitas dan mobilitas wilayah dalam mendukung pertumbuhan
ekonomi dan meningkatkan kesejeahteraan masyarakat dengan penyediaan jaringan
jalan yang andal, terpadu dan berkelanjutan.
4. Meningkatkan kualitas lingkungan pemukiman yang layak huni dan produktif melalui
pembinaan dan fasilitasi pengembangan infrastruktur permukiman yang terpadu, andal
dan berkelanjutan.
5. Menyelenggarakan industri konstruksi yang kompetitif dengan menjamin adanya
keterpaduan pengelolaan sektor konstruksi, proses penyelenggaraan konstruksi yang
baik dan menjadikan pelaku sektor konstruksi tumbuh dan berkembang.
6. Menyelenggarakan Penelitian dan Pengembangan serta Penerapan : IPTEK, norma,
standar, pedoman, manual dan/atau criteria pendukung infrastruktur bidang PU dan
permukiman.
7. Menyelenggarakan dukungan manajemen fungsional dan sumber daya yang akuntabel
dan kompeten, terintegrasi serta inovatif dengan menerapkan prinsip-prinsip good
governance.
8. Meminimalkan penyimpangan dan praktik-praktik KKN di lingkungan Kementerian PU
dengan meningkatkan kualitas dan pengawasan profesional.

Tujuan dan Sasaran Kementerian Pekerjaan Umum


Tujuan yang akan dicapai Kementerian PU terkait bidang jalan berdasarkan penjabaran visi
Kementerian PU adalah:

50
Rencana Strategis 2010-2014

1. Meningkatkan kualitas penyelenggaraan penataan ruang untuk terlaksananya


pengembangan wilayah dan pembangunan nasional serta daerah yang terpadu dan
sinergis bagi terwujudnya ruang yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan.
2. Meningkatkan keandalan sistem jaringan infrastruktur pekerjaan umum dan
pengelolaan sumber daya air untuk meningkatkan daya saing melalui pertumbuhan
ekonomi nasional, ketahanan pangan, ketahanan air dan ketahanan energi.
3. Meningkatkan kualitas lingkungan permukiman dan cakupan pelayanan infrastruktur
dasar bidang permukiman untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
4. Meningkatkan kapasitas pengawasan pengendalian pelaksanaan, dan akuntabilitas
kinerja untuk mencapai efektivitas dan efisiensi pelayanan publik bidang pekerjaan
umum.
5. Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan SDM aparatur dan jasa konstruksi serta
penelitian dan pengembangan bidang pekerjaan umum dan permukiman untuk
meningkatkan kinerja pelayanan bidang pekerjaan umum dan jasa konstruksi.

Sedangkan sasaran yang hendak dicapai dari tujuan-tujuan tersebut adalah:

1. Meningkatnya keterlibatan masyarakat dalam setiap penyusunan Rencana Tata Ruang


(RTR) serta penerbitan Peraturan Presiden tentang RTR Pulau/Kepulauan dan peraturan
pendukungnya berupa Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria NSPK bidang penataan
ruang sesuai amanat RTRWN.
2. Meningkatnya ketersediaan air baku yang memadai (kuantitas, kualitas, dan
kontinuitas) guna pemenuhan berbagai kebutuhan baik untuk pemenuhan kebutuhan
air baku untuk air minum guna mendukung target MDGs 2015, maupun kebutuhan
pertanian dalam rangka mempertahankan swasembada pangan serta kebutuhan
sektor-sektor untuk meningkatkan produktivitas sektor produksi melalui
pembangun/peningkatan/rehabilitasi serta operasi dan pemeliharaan bendungan,
waduk/embung/bangunan penampung air lainnya serta prasarana penyediaan air baku,
jaringan irigasi dan jaringan rawa.
3. Meningkatnya kualitas pengendalian banjir secara terpadu dari hulu ke hilir dalam satu
wilayah dan perlindungan kawasan di sepanjang garis pantai dari bahaya abrasi.
4. Meningkatnya efisiensi sistem jaringan jalan di dalam sistem transportasi yang
mendukung perekonomian nasional dan sosial masyarakat serta pengembangan
wilayah melalui preservasi dan peningkatan kapasitas jalan lintas wilayah serta
pembangunan Jalan Tol Trans Jawa.
5. Meningkatnya taraf hidup masyarakat dan kualitas lingkungan permukiman melalui
pengembangan sistem jaringan penyediaan air minum untuk mendukung peningkatan
tingkat pelayanan penduduk perkotaan dan penduduk perdesaan, serta meningkatnya
pelayanan sanitasi sistem terpusat dan sistem berbasis masyarakat bagi penduduk
perkotaan, meningkatnya sistem pengelolaan drainase untuk mendukung pengurangan
luas genangan di perkotaan serta meningkatnya sistem pengelolaan persampahan
untuk mendukung peningkatan tingkat pelayanan penduduk, dan meningkatnya

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA 51
Bab 4 – Visi, Misi dan Tujuan

kualitas Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah, serta penerapan 3R (Reduce, Reuse,
Recycle) di perkotaan.
6. Meningkatnya kemampuan pemerintah daerah dan stakeholders jasa konstruksi serta
masyarakat untuk mendukung tercapainya penguasaan pangsa pasar domestik oleh
pelaku konstruksi nasional serta pengurangan jumlah dan dampak ekonomi, sosial dan
lingkungan akibat kegagalan konstruksi/bangunan melalui peningkatan sistem
pembinaan teknis dan usaha jasa konstruksi.

4.2 TATA NILAI DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA


Direktorat Jenderal Bina Marga menyadari bahwa tercapainya visi dan misi tersebut dapat
terwujud apabila didukung dengan penerapan tata nilai yang sesuai dan mendukung usaha-
usaha pelaksanaan misi dan pencapaian visi. Tata Nilai merupakan referensi dan sekaligus arah
bagi sikap dan perilaku seluruh aparat dalam menjalankan tugas.

Berdasarkan tata nilai yang sama, akan menuju pada penyatuan hati dan pikiran seluruh aparat
untuk mewujudkan layanan prima dalam penyelenggaraan jalan.

Tata nilai yang dimaksud adalah:

1. Pelayanan
2. Berwawasan ke depan
3. Akuntabel
4. Kerjasama
5. Transparansi
6. Integritas

4.3 VISI DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA


Program penyelenggaraan jalan diselenggarakan dalam rangka mencapai visi jangka panjang :

Terwujudnya sistem jaringan jalan yang andal, terpadu dan berkelanjutan di seluruh
wilayah nasional untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan
sosial .

4.4 MISI DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA


Dalam rangka mencapai visi program penyelenggaraan jalan, maka Misi Direktoraj Jenderal Bina
Marga yang ditetapkan untuk periode tahun 2010-2014 adalah :

1. Mewujudkan jaringan Jalan Nasional yang berkelanjutan dengan mobilitas, aksesibilitas


dan keselamatan yang memadai, untuk melayani pusat-pusat kegiatan nasional,
wilayah dan kawasan strategis nasional.

52
Rencana Strategis 2010-2014

2. Mewujudkan jaringan Jalan Nasional bebas hambatan antar-perkotaan dan dikawasan


perkotaan yang memiliki intensitas pergerakan logistik tinggi yang menghubungkan dan
melayani pusat-pusat kegiatan ekonomi utama nasional.
3. Memfasilitasi agar kapasitas Pemerintah Daerah meningkat dalam menyelenggarakan
jalan daerah yang berkelanjutan dengan mobilitas, aksesibilitas, dan keselamatan yang
memadai.

4.5 TUJUAN DAN SASARAN DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA


Sebagai penjabaran atas visi dan misi DIrektorat Jenderal Bina Marga dan untuk mencapai
tujuan Kementerian Pekerjaan Umum selama periode lima tahu ke depan, maka tujuan yang
hendak dicapai adalah : Meningkatkan keandalan sistem jaringan infrastruktur pekerjaan
umum dan pengelolaan sumber daya air untuk meningkatkan daya saing melalui
pertumbuhan ekonomi nasional, ketahanan pangan, ketahanan air dan ketahanan energi.

Sasaran yang diharapkan dicapai selama periode 2010-2014 adalah:

1. Meningkatnya kualitas layanan jalan nasional dan pengelolaan jalan daerah


2. Meningkatkan kapasitas jalan nasional sepanjang 19.370 km.

4.6 OUTCOME DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA


Indikator Kinerja Utama
1. Meningkatnya kondisi mantap jaringan jalan nasional menjadi 94 %.
2. Meningkatnya penggunaan jalan pada ruas jalan nasional menjadi 91,55 milyar
kendaraan kilometer/tahun.
3. Meningkatnya fasilitasi penyelenggaraan jalan daerah untuk menuju 60 % kondisi
mantap.
4. Meningkatnya panjang peningkatan struktur/pelebaran jalan sebesar 17.525 km.
5. Meningkatnya panjang jalan baru yang dibangun sebesar 1.845 km.

Outcome
Adapun outcome berdasarkan sasaran Direktorat jenderal Bina Marga, meliputi:

O UTCOME S ASARAN 1 :
1. Meningkatnya kondisi mantap jaringan jalan nasional menjadi 94 %.
2. Meningkatnya penggunaan jalan pada ruas jalan nasional menjadi 91,55 milyar
kendaraan kilometer/tahun.
3. Meningkatnya fasilitasi penyelenggaraan jalan daerah untuk menuju 60 % kondisi
mantap.

O UTCOME S ASARAN 2 :
1. Meningkatnya panjang peningkatan struktur/pelebaran jalan sebesar 17.525 km.
2. Meningkatnya panjang jalan baru yang dibangun sebesar 1.845 km.

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA 53
Bab 5 – Kebijakan dan Strategi

54
Rencana Strategis 2010-2014

KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB 5
KEBIJAKAN DAN
STRATEGI

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA 55
Bab 5 – Kebijakan dan Strategi

5.1 ARAHAN KEBIJAKAN DAN STRATEGI


Arah Kebijakan dan Strategi Nasional dalam RPJPN dan RPJM
Pembangunan transportasi diarahkan untuk:

1. Mendukung kegiatan ekonomi, sosial, dan budaya serta lingkungan dan dikembangkan
melalui pendekatan pengembangan wilayah agar tercapai keseimbangan dan
pemerataan pembangunan antardaerah;
2. Membentuk dan memperkukuh kesatuan nasional untuk memantapkan pertahanan
dan keamanan nasional; serta membentuk struktur ruang dalam rangka mewujudkan
sasaran pembangunan nasional.
3. Untuk itu, pembangunan transportasi dilaksanakan dengan mengembangkan jaringan
pelayanan secara antarmoda dan intramoda; menyelaraskan peraturan perundang-
undangan yang terkait dengan penyelenggaraan transportasi yang memberikan
kepastian hukum dan iklim usaha yang kondusif;
4. Mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk berpartisipasi dalam penyediaan
pelayanan;
5. Meningkatkan iklim kompetisi secara sehat agar dapat meningkatkan efisiensi dan
memberikan alternatif bagi pengguna jasa dengan tetap mempertahankan
keberpihakan pemerintah sebagai regulator terhadap pelayanan umum yang
terjangkau kepada masyarakat;
6. Menyediakan pelayanan angkutan umum masal di daerah perkotaan yang didukung
pelayanan pengumpan, yang aman, nyaman, tertib, terjangkau dan ramah lingkungan
serta bersinergi dengan kebijakan tata guna lahan; serta meningkatkan budaya berlalu
lintas yang tertib dan disiplin.
7. Untuk pelayanan transportasi di daerah perbatasan, terpencil, dan perdesaan
dikembangkan sistem transportasi perintis yang berbasis masyarakat (community
based) dan wilayah.

Kebijakan RPJM ke – 2 (2010 – 2014) :

1. Berlandaskan pelaksanaan, pencapaian, dan sebagai keberlanjutan RPJM ke-1, RPJM


ke-2 ditujukan untuk lebih memantapkan penataan kembali Indonesia di segala bidang
dengan menekankan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia termasuk
pengembangan kemampuan ilmu dan teknologi serta penguatan daya saing
perekonomian.
2. Daya saing perekonomian meningkat melalui penguatan industri manufaktur sejalan
dengan penguatan pembangunan pertanian dan peningkatan pembangunan kelautan
dan sumber daya alam lainnya sesuai potensi daerah secara terpadu serta
meningkatnya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; percepatan
pembangunan infrastruktur dengan lebih meningkatkan kerja sama antara
pemerintah dan dunia usaha; peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan; serta

56
Rencana Strategis 2010-2014

penataan kelembagaan ekonomi yang mendorong prakarsa masyarakat dalam kegiatan


perekonomian.
3. Kondisi itu didukung oleh pengembangan jaringan infrastruktur transportasi, serta
pos dan telematika; peningkatan pemanfaatan energi terbarukan, khususnya bioenergi,
panas bumi, tenaga air, tenaga angin, dan tenaga surya untuk kelistrikan; serta
pengembangan sumber daya air dan pengembangan perumahan dan permukiman.
Bersamaan dengan itu, industri kelautan yang meliputi perhubungan laut, industri
maritim, perikanan, wisata bahari, energi dan sumber daya mineral dikembangkan
secara sinergi, optimal, dan berkelanjutan.

Fokus Pembangunan :

1. Integrasi Rencana Tata Ruang ke dalam dokumen perencanaan pembangunan dan


penegakan peraturan dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang.
2. Pengelolaan sumber daya air untuk peningkatkan ketersediaan air baku bagi
domestik, pertanian, dan industri secara berkelanjutan serta mengurangi tingkat
resiko akibat daya rusak air.
3. Pengembangan jaringan infrastruktur transportasi jalan bagi peningkatkan
kelancaran mobilitas barang dan manusia serta aksesibilitas wilayah.
4. Pengembangan perumahan dan permukiman untuk peningkatan hunian yang layak
dan produktif.

Sasaran Umum Pembangunan Transportasi 2010-2014 terkait Bidang Prasarana Jalan:

1. Kondisi mantap jalan nasional menjadi 90 persen;


2. Kecepatan rata-rata kendaraan menjadi 60 km/jam di jalan nasional (Kecepatan
Rencana).

Sasaran pembangunan transportasi jalan adalah:

1. Terpelihara dan meningkatnya daya dukung, kapasitas, dan kualitas pelayanan


prasarana jalan untuk daerah-daerah yang perekonomiannya berkembang pesat
dengan target penyelesaian pembangunan jalan lintas strategis sepanjang 19.370
km, khususnya Lintas Sumatra, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, NTB, NTT, dan
Papua;
2. Meningkatnya aksesibilitas wilayah yang sedang dan belum berkembang pada
koridor-koridor utama di tiap-tiap pulau, perdesaan, wilayah perbatasan,
terpencil, dan pulau-pulau kecil;
3. Terwujudnya partisipasi aktif pemerintah, BUMN, dan swasta dalam
penyelenggaraan pelayanan prasarana jalan; serta
4. Tersedianya mekanisme pendanaan untuk preservasi jalan dan terbentuknya
forum lalu lintas angkutan jalan sebagai amanat UU No. 22 Tahun 2009 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA 57
Bab 5 – Kebijakan dan Strategi

Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian PU


Arah kebijakan umum pembangunan infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman adalah
sebagai berikut:

1. Pembangunan infrastruktur sesuai dengan arahan Rencana Tata Ruang Wilayah dan
pembangunan berkelanjutan di kawasan strategis, tertinggal, perbatasan, daerah
terisolir untuk mengurangi kesenjangan wilayah, daerah rawan bencana, serta
meningkatkan kualitas lingkungan perumahan dan permukiman dan cakupan pelayanan
dasar bidang pekerjaan umum dan permukiman untuk mewujudkan kesejahteraan
rakyat yang berkeadilan dan inklusif.
2. Pembangunan infrastruktur sesuai dengan arahan Rencana Tata Ruang Wilayah dan
pembangunan berkelanjutan melalui peningkatan keandalan sistem di kawasan pusat
produksi dan ketahanan pangan guna mendukung daya saing dan mendorong industri
konstruksi untuk mewujudkan pembangunan ekonomi yang berkualitas.
3. Pembinaan penyelenggaraan infrastruktur melalui optimasi peran pelayanan publik
bidang pekerjaan umum dan permukiman untuk mendukung otonomi daerah dan
penerapan prinsip-prinsip perbaikan tata kelola pemerintahan, serta mendukung
reformasi birokrasi dan mewujudkan good governance.

Sedangkan Kebijakan Pembangunan Prasarana Jalan adalah :

1. Mempertahankan kinerja pelayanan prasarana jalan yang telah terbangun dengan


mengoptimalkan pemanfaatan prasarana jalan melalui pemanfaatan hasil penelitian
dan pengembangan teknologi jalan.
2. Mengharmonisasikan keterpaduan sistem jaringan jalan dengan kebijakan tata ruang
wilayah nasional yang merupakan acuan pengembangan wilayah dan meningkatkan
keterpaduannya dengan sistem jaringan prasarana lainnya dalam konteks pelayanan
intermoda dan sistem transportasi nasional (Sistranas) yang menjamin efisiensi
pelayanan transportasi.
3. Meningkatkan koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk
memperjelas hak dan kewajiban dalam penanganan prasarana jalan.
4. Mengembangkan rencana induk sistem jaringan prasarana jalan berbasis pulau (Jawa
dan Bali, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua).
5. Melanjutkan dan merampungkan reformasi jalan melalui UU Nomor 38 tahun 2004
tentang Jalan serta peraturan pelaksanaannya.
6. Menumbuhkan sikap profesionalisme dan kemandirian institusi dan SDM bidang
penyelenggaraan prasarana jalan.
7. Mendorong keterlibatan peran dunia usaha dan masyarakat dalam penyelenggaran dan
penyediaan prasarana jalan.

58
Rencana Strategis 2010-2014

5.2 KEBIJAKAN DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA


1. Kelembagaan, melalui peningkatan tertib penyelenggaraan jalan dan perkuatan institusi
untuk menunjang program preservasi dan meningkatkan tertib pengelolaan aset
termasuk memfungsikan pengamat kondisi jalan, yang dicapai melalui:
a. Peningkatan Kapasitas SDM
b. Legalisasi NSKP dan SOP
c. Inventarisasi dan revaluasi BMN
d. Melakukan Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Jalan
2. Organisasi Manajemen Pemeliharaan berkelanjutan, yang dicapai melalui:
a. Pembentukan Unit sistem Manajemen Mutu
b. Penerapan kegiatan preservasi dengan meningkatkan fungsi SATKER dan PPK
sebagai Area Manager yang dibantu penilik jalan dalam mengidentifikasi
kerusakan dini
3. Peningkatan peran Balai di daerah untuk melakukan koordinasi dalam rangka
meningkatkan kelancaran pelaksanaan, pembebasan tanah, beban berlebih, tertib
manfaat jalan, dan penanganan banjir sehingga perlu ditingkatkan koordinasi lintas
sektoral antara lain dengan Kementerian Perhubungan, BPN, Polisi Lalu Lintas dan
pemerintah daerah.
4. Penyusunan kebijakan dan rencana penyelenggaraan jalan (Klasifikasi Fungsi dan Status
Jalan, Renstra, KPJM, Rencana Umum Pengembangan Sistem Jaringan Jalan) yang
sesuai dengan RTRWN dan sistem logistik nasional.
5. Penyusunan program dan anggaran yang sesuai dengan rencana penyelenggaraan jalan
yang berkelanjutan
6. Penyusunan rencana teknik yang berbasis lingkungan melalui penyusunan dan
penerapan dokumen pengelolaan lingkungan (termasuk dukungan terhadap RAN-MAPI)
7. Penyusunan rencana teknis yang berbasis keselamatan jalan serta rencana
pengurangan segmen rawan kecelakaan akibat defisiensi jalan
8. Mengutamakan penanganan preservasi, untuk mempertahankan kinerja jalan dan
kondisi jalan yang ada tetap berfungsi
9. Pelebaran, perkuatan struktur dan pembangunan jalan baru, dalam rangka memenuhi
kebutuhan peningkatan kapasitas yang diakibatkan perkembangan lalulintas,
perkembangan wilayah dan untuk menambah tingkat pelayanan/aksesibilitas jaringan
jalan terutama pada lintas utama
10. Pemanfaatan inovasi teknologi praktis untuk meningkatkan tuntutan atas kualitas
produk disamping faktor lingkungan yang memberikan tekanan, yang dicapai melalui:
a. Akreditasi laboratorium/ sarana penelitian
b. Dukungan Bahan dan Peralatan
c. Pemanfaatan manajemen keselamatan selama masa konstruksi dan
penerapan Kontrak berbasis Kinerja dan Extended Warranty
d. Penerapan teknologi praktis dalam penanganan jalan

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA 59
Bab 5 – Kebijakan dan Strategi

11. Pembangunan jalan yang berwawasan lingkungan dengan mengacu kepada dokumen
pengelolaan lingkungan bidang jalan dan jembatan
12. Penanganan segmen rawan kecelakaan (defisiensi jalan), dalam upaya peningkatan
keselamatan jalan
13. Pengembangan jaringan Jalan Tol, dalam bentuk pembangunan langsung atau fasilitasi
pengadaan lahan
14. Penanganan Jalan pada Kawasan Strategis dan melakukan kegiatan tanggap darurat

5.3 STRATEGI DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA


Dalam menjalankan misi dan mencapai visi, Direktorat Jenderal Bina Marga menggunakan
strategi yang mempertimbangkan pengalaman terdahulu dan adanya dinamika perubahan
kebijakan pemerintah yang telah dituangkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan
terbaru serta evaluasi kinerja organisasi yang dilakukan oleh internal, serta perkembangan
mutakhir penyelenggaraan jalan di dunia.

Strategi Ditjen. Bina Marga merupakan cara dalam melakukan kebijakan untuk mencapai visi
dan misi. Oleh karena itu, strategi Ditjen. Bina Marga merupakan bagian dari alur pikir Rencana
Strategis DItjen. Bina Marga yang diturunkan dari visi & misi Ditjen. Bina Marga, untuk
menjawab permasalahan dan tantangan yang ada dan mengakomodasi tata nilai Dtijen. Bina
Marga. Selanjutnya visi dan misi diterjemahkan menjadi tujuan dan sasaran Ditjen. Bina Marga
yang juga mempertimbangkan tujuan Kementerian PU. Selanutnya sasaran tersebut
diterjemahkan dengan mempertimbangkan arahan kementerian PU dan RPJPN maupun RPJMN
menjadi kebijakan. Strategi Dtijen. Bina Marga akan menjadi dasar dalam menentukan kegiatan-
kegiatan DItjen. Bina Marga.
ALUR PIKIR RENSTRA DITJEN. BINA MARGA

Permasalahan & Visi & Misi Tata Nilai Ditjen.


Tantangan Kementerian PU Bina Marga

Renstra Ditjen. Bina


Marga

Visi Ditjen. Bina


Marga

Misi Ditjen. Bina


Sistem Transportasi Marga
Nasional

Tujuan Ditjen.
Bina Marga
Arahan RPJPN &
RPJMN
Sasaran Ditjen. Outcome Ditjen. IKU Ditjen. Bina
Bina Marga Bina Marga Marga

Arahan & Kebijakan Kebijakan Ditjen.


Kementerian PU Bina Marga

Strategi Ditjen.
Bina Marga

Kegiatan Ditjen. Output Ditjen.


Bina Marga Bina Marga

60
Rencana Strategis 2010-2014

Kebijakan kelembagaan, melalui peningkatan tertib penyelenggaraan jalan dan perkuatan


institusi untuk menunjang program preservasi dan meningkatkan tertib pengelolaan asset
termasuk memfungsikan pengamat kondisi jalan, yang dicapai melalui : peningkatan kapasitas
SDM, legalisasi NSKP dan SOP, inventarisasi dan revaluasi BMN dan pembinaan serta
pengawasan penyelenggaraan jalan, dilaksanakan secara terpadu dengan kebijakan organisasi
manajemen pemeliharaan berkelanjutan, yang dicapai melalui : pembentukan Unit Sistem
Manajemen Mutu dan penerapan kegiatan preservasi dengan meningkatkan fungsi SATKER dan
PPK sebagai Area Manager yang dibantu penilik jalan dalam mengidentifikasi kerusakan dini.
Disamping itu, kebijakan tersebut juga disinkronisasikan dengan kebijakan peningkatan peran
Balai di daerah untuk melakukan koordinasi dalam rangka meningkatkan kelancaran
pelaksanaan, pembebasan tanah, beban berlebih, tertib manfaat jalan dan penanganan banjir
sehingga perlu ditingkatkan koordinasi lintas sektoral antara lain dengan Kementerian
Perhubungan, BPN, Polisi Lalulintas dan pemerintah daerah. Kebijakan-kebijakan tersebut
dilaksanakan melalui strategi reformasi birokrasi, strategi pengelolaan SDM dan organisasi dan
strategi pemantapan nilai-nilai penyelenggaraan jalan.

Kebijakan untuk penyusunan program dan anggaran yang sesuai dengan rencana
penyelenggaraan jalan yang berkelanjutan dilakukan dengan strategi pendekatan pembangunan
yang berbasis kewilayahan dan strategi pembiayaan yang berbasis aset dan kebutuhan investasi
beserta strategi pengarus-utamaan sasaran strategis.

Kebijakan untuk mengutamakan penanganan preservasi, untuk mempertahankan kinerja jalan


dan kondisi jalan yang ada tetap berfungsi dilaksanakan dengan strategi preservasi secara
proaktif. Kebijakan pelebaran, perkuatan struktur dan pembangunan jalan baru, dalam rangka
memenuhi kebutuhan peningkatan kapasitas yang diakibatkan perkembangan lalu-lintas,
perkembangan wilayah dan untuk menambah tingkat pelayanan/aksesibilitas jaringan jalan
terutama pada lintas utama dan kebijakan pengembangan jaringan Jalan Tol, dalam bentuk
pembangunan langsung atau fasilitasi pengadaan lahan, serta kebijakan penanganan Jalan pada
Kawasan Strategis dan melakukan kegiatan tanggap darurat dilaksanakan dengan strategi
pembangunan dan peningkatan kapasitas secara selektif, dimana pelaksanaannya secara
internal mengedepankan strategi peningkatan pelayanan kepada masyarakat dan strategi
perbedayaan peran serta masyarakat.

Kebijakan untuk penyusunan rencana teknik yang berbasis lingkungan melalui penyusunan dan
penerapan dokumen pengelolaan lingkungan (termasuk dukungan terhadap RAN-MAPI);
kebijakan penyusunan rencana teknis yang berbasis keselamatan jalan serta rencana
pengurangan segmen rawan kecelakaan akibat defisiensi jalan; kebijakan pembangunan jalan
yang berwawasan lingkungan dengan mengacu kepada dokumen pengelolaan lingkungan bidang
jalan dan jembatan; dan kebijakan penanganan segmen rawan kecelakaan (defisiensi jalan),
dalam upaya peningkatan keselamatan jalan, sangat terkait erat dengan kebijakan pemanfaatan
inovasi teknologi praktis untuk meningkatkan tuntutan atas kualitas produk disamping faktor
lingkungan yang memberikan tekanan, yang dicapai melalui: akreditasi laboratorium/sarana
penelitian, dukungan bahan dan peralatan, pemanfaatan manajemen keselamatan selama masa

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA 61
Bab 5 – Kebijakan dan Strategi

konstruksi dan penerapan kontrak berbasis kinerja dan Extended Warranty, penerapan teknologi
praktis dalam penanganan jalan. Kebijakan-kebijakan tersebut dilaksanakan dengan strategi
penggunaan teknologi tepat guna serta strategi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

Strategi Reformasi Birokrasi


Reformasi Birokrasi merupakan salah satu prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka
Panjang 2005-2025, RPJM 2004-2009 dan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara. Secara lengkap Rencana Pembangunan Jangka Panjang menyatakan:
さPembangunan aparatur Negara dilakukan melalui reformasi birokrasi untuk meningkatkan
profesionalisme aparatur Negara dan untuk mewujudkan tata pemerintahan dibidang-bidang
lainnyaざ. Reformasi birokrasi tersebut harus menyentuh tiga komponen utama yaitu
kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan (manajemen) dan sumber daya manusia aparatur.

Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum (selanjutnya disebut Ditjen. Bina
Marga), yang mendapat mandat dalam melaksanakan penyelenggaraan jalan secara umum dan
jalan nasional, juga sedang dalam tahap persiapan untuk melaksanakan reformasi birokrasi
dengan mengacu kepada Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum dan Rencana
Strategis Ditjen.Bina Marga dan Grand Desain dan Road Map Reformasi Birokrasi serta Pedoman
Reformasi Birokrasi yang ditetapkan Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi (RB). Berbagai kegiatan yang perlu disiapkan dalam melaksanakan reformasi
birokrasi antara lain adalah sebagai berikut:

1. Penetapan kegiatan yang bersifat percepatan (quick wins)


2. Pelaksanaan manajemen perubahan yang antara lain mencakup road map RB, strategi
dan rencana aksi RB, penyusunan dan review mekanisme internal pelaksanaan RB,
sosialisasi RB
3. Penataan organisasi yang antara lain mencakup evaluasi kinerja organisasi, pemetaan
kewenangan dan fungsi unit kerja, perumusan visi, misi dan strategi organisasi,
restrukturisasi organisasi dan analisis beban kerja;
4. Penataan ketatalaksanaan yang antara lain mencakup analisis bisnis proses,
penyusunan SOP, pengembangan e-office dan e-government, dan sinkronisasi antar-
peraturan yang ada
5. Penataan manajemen SDMA yang antara lain mencakup evaluasi jabatan, pemanfaatan
assessment center, penyusunan uraian jabatan, profil kompetensi pegawai, standar
kompetansi jabatan, job grading dan job pricing, penerapan system penilaian kinerja,
penataan sistem pemberian tunjangan, pengembangan data dasar pegawai, dan
pengembangan pola karir pegawai.
6. Penguatan organisasi yang menangani organisasi, tatalaksana, SDMA, dan pelaksana
pelayanan publik serta perbaikan sarana dan prasarana.
7. Penataan peraturan perundang-undangan, penguatan pengawasan internal dan
akuntabilitas kinerja serta peningkatan kualitas pelayanan publik.

62
Rencana Strategis 2010-2014

Kesemua hal tersebut ditata agar dapat mendukung peningkatan kinerja Ditjen. Bina Marga
Kementerian Pekerjaan Umum termasuk membangun budaya organisasi yang sejalan dengan
nilai-nilai good governance dan kebijakan anggaran berbasis kinerja (performance base
budgeting policy) sesuai UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No. 38 Tahun
2004 tentang Jalan.

Strategi Pengelolaan SDM dan Organisasi


Pelaksanaan evaluasi kinerja terhadap organisasi Ditjen. Bina Marga yang diarahkan antara lain
untuk lebih memahami aspek komitmen, kemampuan teknis, kemampuan interpersonal, dan
kemampuan konseptual pimpinan serta peran pimpinan dalam aspek informasi maupun
pengambilan keputusan, proses, kualitas, dan keselarasan perencanaan kinerja, aspek
organisasi, pelaksanaaan manajemen, pola penempatan pegawai, peningkatan kemampuannya
dan pengembangan karier, penerapan sanksi dan rewards, serta pengembangan informasi
pegawai. Aspek lain yang dinilai juga mencakup proses penganggaran, penyiapan standar
operating prosedur, pencapaian organisasi baik prosesnya maupun keluarannya dan lain
sebagainya. Dari hasil evaluasi kinerja tersebut dapat digambarkan postur kinerja organisasi
saat ini dan yang diharapkan di masa yang akan datang.

Strategi Pemantapan Nilai-Nilai Penyelenggaraan Jalan


Untuk mendukung terlaksananya penyelenggaraan jalan yang baik selain diperlukan sumber
daya manusia, struktur organisasi, aset/infrastruktur, dan perangkat pengaturan baik
administratif maupun teknis yang memadai. Selain itu, diperlukan juga budaya dan lingkungan
kerja yang kondusif dengan nilai-nilai positif dalam membentuk etika dan etos kerja yang
mendukung produktivitas. Sehingga diperlukan suatu unit yang bertugas sebagai pengendali
agar penyelenggaraan jalan dapat berlangsung sesuai dengan jalur yang sebenarnya.

Strategi Pendekatan Pembangunan yang Berbasis Kewilayahan


Pembangunan prasarana jalan dilandasi oleh kajian terhadap aspek penataan ruang nasional
serta peraturan dan perundangan terkait yang berlaku, faktor pengaruh lingkungan internal dan
eksternal dalam pengembangan wilayah maupun jaringan jalan.

Negara kesatuan Republik Indonesia merupakan Kawasan Kepulauan yang terbesar di dunia,
secara geografis membentang di antara Benua Asia dan Australia yang luas wilayahnya sama
dengan Eropa secara keseluruhan atau sama dengan Amerika Serikat.

Secara geopolitik terletak diantara Negara Maju dan Negara Berkembang serta dilalui oleh Alur
Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) 1, ALKI 2 dan ALKI 3 yang merupakan koridor pergerakan
ekonomi dunia yang menghubungkan negara-negara Asia, Pasifik, Amerika, dan Australia.

Dalam kaitan tersebut Indonesia harus mempertimbangkan lingkungan strategis dalam konteks
negara kepulauan yang terbesar di dunia yang mempunyai lima pulau besar dan kepulauan yang
terdiri dari gugus kepulauan pantai dan gugus kepulauan laut.

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA 63
Bab 5 – Kebijakan dan Strategi

Secara garis besar, potensi dan kendala baik aspek geografis, geopolitik, dan geoekonomi di
dalam pengembangannya perlu memperhatikan Kerangka Pengembangan Strategis
berlandaskan pada Aspek Pengembangan Ekonomi, Keseimbangan antar wilayah (daerah
tertinggal dan daerah berkembang), dan Aspek Kesatuan Teritorial NKRI. Koridor Poros
Pengembangan Strategis (Koridor Pantai Timur Sumatera, Pantura Jawa-Bali, Koridor Pantai
Barat dan Pantai Timur Kalimantan dan seterusnya membentang dari Barat sampai ke Timur)
perlu mempertimbangkan alam konteks Kerangka Strategis Berorientasi Ekonomi (Investasi).
Dalam konteks orientasi tersebut, kawasan – kawasan koridor yang terdiri dari daerah tertinggal
seperti Kawasan Koridor Pantai Barat Sumatera, Pansela Jawa, Koridor Kalimantan Tengah dsb
pengembangannya diorientasikan kepada poros pengembangan strategis ekonomi sebagai
penggerak mula (prime-mover) terdahulu. Secara keseluruhan, pendekatan pengembangan
perlu diletakkan dalam presepsi pengembangan dalam rangka pemantapan teritorial NKRI.

PENDEKATAN REGIONAL
DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR
Pembangunan infrastruktur ke-PU-an di Indonesia menggunakan pendekatan pembangunan
ilayah ya g selaras de ga pri sip i frastruktur agi seluruh lapisa asyarakat da
pe a gu a erkela juta

Wilayah telah Wilayah sedang Wilayah


berkembang berkembang pengembangan baru

Berdasarkan perbedaan karakteritik tingkat perkembangan penduduk, sumberdaya alam,


perkembangan teknologi, perkembangan kegiatan budidaya, maka wilayah Indonesia dapat
dibagi dalam 3 (tiga) wilayah pengembangan, yaitu:

1. Wilayah Telah Berkembang yang meliputi pulau Jawa, Bali dan Sumatera. Jaringan
jalan dalam wilayah ini meliputi jalan Pantura Jawa, Lintas Timur dan Lintas Tengah
Sumatera atau ruas-ruas jalan yang menjadi bagian dari jaringan ASEAN maupun ASIAN
Highway. Peran serta masyarakat diharapkan dapat secara penuh dalam mendukung
penyelenggaraan jalan di wilayah ini karena secara ekonomi maupun finansial dinilai
sudah layak.

64
Rencana Strategis 2010-2014

2. Wilayah Sedang Berkembang dengan wilayah meliputi pulau Kalimantan, Sulawesi dan
NTB. Jaringan jalan dalam wilayah ini yang relatif masih dalam pengembangan antara
lain seperti jalan lintas Kalimantan yang diantaranya merupakan bagian dari jaringan
ASEAN Highway dan Pan Borneo Highway, jalan lintas Sulawesi, dan rencana
pengembangan jalan dalam rangka kerjasama regional BIMP-EAGA. Peran serta
masyarakat dapat dirangsang dengan bantuan dari pemerintah untuk mendukung
penyelenggaraan jalan diwilyah ini.
3. Wilayah Pengembangan Baru meliputi kepulauan Maluku, Papua dan seluruh NTT.
Secara geografis, penyebaran lokasi kegiatan ekonomi di wilayah ini lebih menyebar
dan terisolasi satu dengan yang lainnya. Peran serta masyarakat di wilayah ini masih
kurang menarik secara ekonomi. Sehingga dana pemerintah masih sangat diperlukan
untuk mendukung penyelenggaraan jalan di wilayah ini.

Pendekatan pembangunan—dalam rangka penentuan prioritas—dilakukan dengan pendekatan


lintas. Jaringan jalan lintas pada dasarnya sudah termuat dalam PP No. 26 tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Adapun jaringan jalan lintas yang ada di
Indonesia adalah sebagaimana berikut:

Lintas Utama:
1. Lintas Timur Sumatera 3. Lintas Selatan Kalimantan
2. Lintas Utara Jawa 4. Lintas Barat Sulawesi
Lintas Lainnya:
1. Lintas Barat Sumatera 11. Lintas Tengah Sumatera
2. Pantai Selatan Jawa 12. Lintas Utara Bali
3. Menuju Perbatasan Kalimantan 13. Lintas Tengah Sulawesi
4. Lintas Utara Kalimantan 14. Lintas Tengah Kalimantan
5. Lintas Selatan Bali 15. Lintas Selatan Jawa
6. Lintas Pulau Lombok Kep.Nusa 16. Lintas Timur Sulawesi
Tenggara 17. Lintas Pulau Buru Kep.Maluku
7. Lintas Pulau Sumbawa Kep.Nusa 18. Lintas Pulau Halmahera Kep.Maluku
Tenggara 19. Lintas Pulau Seram Kep.Maluku
8. Lintas Pulau Flores Kep.Nusa 20. Penghubung Lintas Jawa
Tenggara 21. Penghubung Lintas Sumatera
9. Lintas Pulau Timor Kep.Nusa 22. Penghubung Lintas Bali
Tenggara 23. Penghubung Lintas Kalimantan
10. Lintas Tengah Jawa 24. Penghubung Lintas Sulawesi
Khusus untuk Pulau Papua, pendekatan prioritas pembangunan yang dipergunakan adalah
berdasarkan pendekatan cluster sebagaimana yang tertuang dalam 11 Ruas Strategis Papua.

Strategi Pembiayaan yang Berbasis Aset dan Kebutuhan Investasi


Prioritas pendanaan Jalan difokuskan kepada preservasi yaitu pemeliharaan rutin dan berkala
serta peningkatan jalan, selanjutnya perluasan jalan (capex) dan pembangunan jalan baru.
Preservasi diadakan dalam rangka mempertahankan kinerja aset dan menjaga agar kondisi
jaringan jalan yang ada tetap berfungsi dan dapat melayani lalulintas sepanjang tahun selama
umur rencana. Sedangkan perluasan digunakan dalam rangka memenuhi kebutuhan

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA 65
Bab 5 – Kebijakan dan Strategi

peningkatan kapasitas yang diakibatkan perkembangan lalulintas, perkembangan wilayah, dan


untuk menambah tingkat pelayanan/aksesibilitas jaringan jalan.

Strategi pendanaan bidang jalan dikaitkan dengan kebutuhan investasi bidang jalan untuk
mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi tertentu (pendekatan top-down). Sebagai pendekatan
umum, diperlukan investasi infrastruktur sebesar 5% dari Produk Domestik Bruto (PDB) untuk
memperoleh pertumbuhan ekonomi sekitar 6%. Total investasi untuk infrastruktur masih sekitar
3%, karena itu dibutuhkan tambahan investasi paling sedikit 2% atau sekitar US$ 6 Milyar per
tahun2.

Pengelolaan insfrastruktur ke-PU-an saat ini adalah sebesar 2% PDB yang sebagian merupakan
pengeluaran pemerintah pusat, yaitu 0,72% PDB. Kebutuhan investasi infrastruktur ke-PU-an
untuk tahun 2025 diperkirakan sebesar Rp 697-1.036 Trilyun atau setara dengan 2,7% dari PDB3.
Kebutuhan dimaksud merupakan gabungan investasi Pemerintah, BUMN/D, dan pihak swasta.
Untuk kurun waktu 2004-2007 alokasi anggaran untuk bidang jalan sekitar 0,2% PDB dan
meningkat tajam menjadi sekitar 0,3% PDB untuk tahun anggaran 2008-2009. Hal ini
menunjukkan komitmen Pemerintah yang semakin besar terhadap preservasi, peningkatan, dan
pembangunan bidang jalan.

Selanjutnya kebutuhan pendanaan bidang jalan dari sisi makro ekonomi dibandingkan dengan
kebutuhan penanganan jalan dari keluaran IRMS (untuk pemeliharaan dan peningkatan jalan),
peningkatan jalan sub-standar
Anggaran Sektor Jalan (2001-2009)
18,000
menjadi standar, perluasan kapasitas
0.40

16,000
jalan, perkuatan struktur perkerasan
0.35

jalan, pembangunan jalan baru


Alokasi Anggaran (Rp Milyar)

14,000
0.30

(termasuk menghubungkan jaringan


Anggaran/PDB (%)

12,000
0.25

10,000 jalan nasional yang terputus),


0.20
8,000 pengembangan Jalan Tol, dan
0.15
6,000 pengembangan Jalan Strategis
4,000 Nasional Rencana (pendekatan
0.10

2,000 bottom-up), baik yang didanai 0.05

2001 2002 2003


0
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Pemerintah, pinjaman lunak,
0.00

Tahun maupun swasta.


Indonesia Sumatera Jawa & Bali Kalimantan
Nusa Tenggara Sulawesi Maluku & Papua Anggaran/PDB

Prioritas pendanaan jalan difokuskan


kepada preservasi yaitu pemeliharaan rutin dan berkala, selanjutnya peningkatan jalan dan
pembangunan jalan baru. Dana pemerintah terutama digunakan untuk preservasi, sedangkan
untuk peningkatan jalan dan pembangunan jalan baru dapat menggunakan pinjaman lunak dari
Bank Dunia/ADB/JBIC/lembaga lainnya. Khusus untuk pengembangan Jalan Tol, diupayakan
menggunakan dana swasta, dimana proyek harus layak secara ekonomi dan finansial. Apabila

2
"Spending for Development: Making the Most of Indonesia's New Opportunities – Indonesia Public Expenditure Review 2007", Conference Edition,
GOI & the World Bank, 2007 & "Indonesia Averting an Infrastructure Crisis: A Framework for Policy and Action", the World Bank, 2004.
3
"Infrastruktur ke-PU-an Indonesia Tahun 2025 dalam Perubahan Global dan Tantangan Pembangunan Nasional", Pusat Kajian Strategis (Pustra),
Dep. PU, 2007.

66
Rencana Strategis 2010-2014

kelayakan finansial rendah/marjinal, perlu diupayakan dukungan pemerintah (government


support), baik melalui penyediaan tanah oleh pemerintah atau kontribusi pinjaman lembaga
bilateral/multilateral atau dikemas dalam skema kerjasama pemerintah dan swasta (KPS) yang
tepat (misalnya BOT, DBO, DBL, manajemen kontrak, dsb).

Di masa mendatang, kebutuhan pendanaan bidang jalan sebagian besar akan dipenuhi oleh
masyarakat pengguna jalan dengan membayar layanan infrastruktur yang disediakan (fee-for-
service). Dengan demikian dana pemerintah yang terbatas dapat digunakan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat yang belum terlayani infrastruktur atau untuk meningkatkan kualitas
pelayanan infrastruktur.

Selain itu penggunaan alokasi anggaran jalan harus cukup fleksibel untuk menghindari rigiditas
program tahunan, dimana program/komitmen tahun jamak (multi-years) dapat dilakukan
termasuk kontrak pemeliharaan berbasis kinerja jalan (performance-based contract). Karena itu
kerangka pengeluaran jangka menengah (Medium Term Expenditure Framework/MTEF) perlu
dikembangkan sekaligus sebagai alat untuk justifikasi profesional dan mengurangi intervensi
non-profesional. Sebagai kurun waktu, dapat digunakan rentang 3-tahunan (2010-2012) atau 5-
tahunan (2010-2014) sebagaimana RPJM atau Renstra Kementerian/Lembaga.

MTEF (M EDIUM T ERM E XPENDITURE F RAMEWORK )


Penggunaan alokasi anggaran jalan harus cukup fleksibel untuk menghindari rigiditas program
tahunan, dimana program/komitmen tahun jamak (multi-years) dapat dilakukan termasuk
kontrak pemeliharaan berbasis kinerja jalan (performance-based contract). Karena itu, kerangka
pengeluaran jangka menengah (Medium Term Expenditure Framework) perlu dikembangkan
sebagai rencana pembiayaan berbasis kinerja, sekaligus sebagai alat untuk justifikasi profesional
dan mengurangi intervensi non-profesional. Sebagai kurun waktu, digunakan rentang 3-tahunan
(2009-2011) yang merupakan bagian dari Rencana Pembiayaan Jangka Menengah (RPJM) 5-
tahunan (2010-2014) atau Renstra Kementerian/Lembaga.

Strategi Pengarus-utamaan Sasaran Strategis


Untuk mengoperasionalkan visi, misi, dan strategi perlu ditetapkan seperangkat sasaran
strategis dengan indikatornya yang akan secara terus menerus dikomunikasikan oleh pimpinan
kepada para pejabat dan staf Direktorat Jenderal Bina Marga agar tercapai pada tahun 2014.
Sasaran harus bersifat strategis dan ditentukan dengan memperhatikan beberapa perspektif
agar terjadi keseimbangan dalam menjalankan misi. Fokus pada sasaran fisik semata akan
menimbulkan ketidakseimbangan pada komponen penting jalannya suatu organisasi, misalnya
tata laksana dan sumber daya manusia yang pada akhirnya akan berujung pula pada
menurunnya kualitas pekerjaan fisik. Setidaknya ada empat perspektif yaitu perspektif
stakeholder, perspektif pengguna jalan (customer), perspektif perbaikan proses internal, dan
perspektif perbaikan organisasi dan SDM (learning and growth).

P ERSPEKTIF S TAKEHOLDER

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA 67
Bab 5 – Kebijakan dan Strategi

Direktorat Jenderal yang berwenang menyelenggarakan Jalan Nasional saat ini mengelola aset
jalan nasional sepanjang 38.569 km, pemerintah menginginkan bahwa jalan memainkan
peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Sasaran strategis pertama adalah peningkatan kondisi jalan nasional yang akan dilaksanakan
melalui kegiatan preservasi jalan yang meliputi pemeliharaan rutin, pemeliharaan berkala, dan
rekonstruksi. Disamping itu, keberadaan Jalan Tol sebagai bagian dari Jalan Nasional yang
memainkan peran vital dalam peningkatan mobilitas dan pertumbuhan ekonomi perlu juga
ditetapkan sebagai sasaran strategis kedua.

Kementerian PU harus memberikan pembinaan penyelenggaraan jalan kepada pemerintah


provinsi dalam penyelenggaran jalan provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dalam
penyelenggaran jalan kabupaten/kota. Saat ini terdapat 33 pemerintah provinsi dan 497
pemerintah kabupaten/kota dengan total panjang jalan daerah sekitar 288.185 km.
Penyelenggaraan jalan daerah dilakukan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya
dengan pembiayaan melalui APBD dan transfer dari pemerintah pusat melalui Dana Alokasi
Khusus (DAK) Jalan. Seperti halnya jalan nasional maka jalan daerah harus juga memberikan
sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi dan kualitas hidup masyarakat. Tugas Direktorat
Jenderal Bina Marga adalah melakukan monitoring dan evaluasi kinerja penyelenggaraan jalan
daerah, menyiapkan bahan pengaturan, pembinaan dan pengawasan yang diterbitkan melalui
keputusan/peraturan Menteri Pekerjaan Umum serta melakukan sosialisasi. Sasaran strategis
ketiga adalah peningkatan jumlah penyelenggara jalan daerah yang telah mendapatkan
sosialisasi.

PERSPEKTIF PENGGUNA JALAN


Pengguna jalan menginginkan jalan nasional yang aman, nyaman, berkualitas dan terpelihara.
Pada umumnya jalan nasional yang telah dibangun memenuhi standar keamanan, namun masih
terdapat beberapa lokasi rawan kecelakaan akibat sub-standar, perubahan tatar uang, dan
degradasi lingkungan. Sasaran strategis keempat adalah pengurangan lokasi rawan kecelakaan.

P ERSPEKTIF P ROSES I NTERNAL


Proses internal terkait dengan manajemen operasi penyelenggaraan jalan nasional dan proses
manajemen pengaturan, pembinaan dan pengawasan jalan daerah. Dalam penyelenggaraan
jalan nasional, terutama Jalan Tol maka proses pengadaan tanah selama ini adalah yang paling
banyak menghabiskan waktu. Untuk mewujudkan pembangunan Jalan Tol maka sasaran
strategis kelima adalah pengurangan waktu yang diperlukan untuk pembebasan tanah.

Dalam proses manajemen turbinwas penyelenggaraan jalan daerah diperlukan lebih intensif
monitoring dan evaluasi atas penyelenggaran jalan daeran yang dilakukan secara berkala dan
kemudian diterbitkan peraturan Menteri PU untuk meningkatkan kinerja penyelenggara jalan
daerah. Sasaran strategis keenam adalah peningkatan jumlah NSPK.

68
Rencana Strategis 2010-2014

PERSPEKTIF PERBAIKAN ORGANISASI DAN SDM


Operation and maintenance jalan memerlukan manager yang berkantor permanen di sekitar
lokasi sehingga dapat melakukan inspeksi secara teratur dan dengan cepat dapat memberikan
respon atas kejadian kerusakan jalan serta tempat dimana masyarakat menyalurkan keluhan.
Pada tahun 2009 telah direncanakan pembentukan manajer ruas yang berkedudukan dan sub
manajer ruas yang berkedudukan di distrik. Sub-manajer ruas akan diisi oleh penilik jalan yang
akan melakukan pemantauan kondisi jalan dan unit pemeliharaan rutin. Sasaran strategis
ketujuh adalah pembentukan manajer ruas dan sub manajer ruas.

Jumlah pegawai Ditjen.Bina Marga termasuk pegawai harian proyek adalah 13.734 orang, 72%
diantaranya adalah non sarjana. Perubahan sifat pekerjaan dari pekerjaan proyek menjadi aset
manajemen/preservasi memerlukan peningkatan kompetensi pegawai. Sasaran strategis
kedelapan adalah peningkatan kompetensi pegawai.

Berdasarkan pendekatan perspektif tersebut, maka sasaran-sasaran yang dapat menjadi Sasaran
Strategis bagi Direktorat Jenderal Bina Marga adalah sebagai berikut:

1. Peningkatan prosentase jaringan jalan nasional dalam kondisi mantap


2. Peningkatan jumlah panjang jalan bebas hambatan yang telah dibangun
3. Peningkatan prosentase fasilitasi penyelenggaraan jalan daerah (pemerintah provinsi
dan pemerintah kabupaten/kota)
4. Jumlah lokasi rawan kecelakaan pada jalan nasional yang berkurang
5. Jumlah norma, standar, pedoman dan kriteria yang diterbitkan dalam peraturan
menteri PU

Untuk menjamin bahwa Indikator Kinerja Utama beserta Sasaran Strategis Direktorat Jenderal
Bina Marga dapat dicapai maka akan dilakukan penjabaran (cascading) IKU Direktorat Jenderal
menjadi IKU setiap pejabat struktural dan fungsional. Disamping itu, suatu mekanisme
pengukuran kinerja juga akan dibentuk untuk secara periodik mengukur dan mereview
keberhasilan pencapaian.

Strategi Preservasi secara Proaktif


Tingkat kerusakan jalan akibat pembebanan muatan lebih dan sistem preservasi jalan yang
belum memadai, diindikasikan sebagai penyebab utama rusaknya jaringan jalan sebelum umur
teknis dan ekonomis jalan tersebut tercapai yang membawa implikasi meningkatnya secara
signifikan biaya operasi kendaraan dan pada gilirannya menghambat pertumbuhan ekonomi
nasional. Oleh karena itu, disamping upaya yang sedang dilakukan untuk lebih menekankan
preservasi jalan yang dilakukan secara proaktif dan preventif dengan tidak menunggu terjadinya
lubang, pemerintah pusat bersama dengan pemerintah daerah terus melakukan pula upaya
terpadu mengurangi dan bahkan menghilangkan pembebanan muatan lebih kendaraan berat,
yang menurunkan umur jalan secara eskalatif tersebut, dengan rekomendasi agar jenis truk
bergandar tunggal, yang sesuai survei lapangan menunjukkan tekanan gandar jauh melampaui
daya dukung jalan dapat dimodifikasi menjadi bergandar ganda atau bahkan triple.

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA 69
Bab 5 – Kebijakan dan Strategi

Strategi Pembangunan dan Peningkatan Kapasitas secara Selektif


Terkait jangkauan pelayanan jaringan jalan yang belum tersambung secara menyeluruh dan
adanya kemacetan lalu lintas yang signifikan pada jalan nasional di sekitar perkotaan, diperlukan
perluasa jala , aik elalui pele ara jala , pe a gu a jala laya g atau perli tasa
tidak sebidang maupun pembangunan baru prasarana jalan. Langkah ini dilakukan terutama
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan sebagai bagian pencapaian sasaran
RPJMN 2010-2014 untuk meningkatkan kecepatan rencana rata-rata pada jalan nasional
menjadi 60 km/jam. Namun demikian, perlu disadari bahwa kecepatan rata-rata kendaraan
tidak hanya dipengaruhi karena terbatasnya kapasitas yang diakibatkan rendahnya spesifikasi
prasarana jalan, melainkan juga karena terbatasnya kapasitas yang terkait manajemen lalu
lintas. Oleh karena itu, bidang Bina Marga, peningkatan kapasitas lebih diukur dengan
panjangnya lajur kilometer yang dihasilkan.

Terkait dengan upaya mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, sebagai ilustrasi


keterbatasan kapasitas jaringan jalan di jalur-jalur ekonomi utama seperti jalan Pantai Utara
Jawa dan Lintas Timur Sumatera akan secara signifikan mengganggu jalannya roda
perekonomian nasional. Demikian pula lintas utama di masing-masing pulau yang belum
terhubungkan antara lain Kalimantan dan Sulawesi, apabila terus berlanjut dan tidak segera
diatasi melalui pembangunan jalan baru atau peningkatan kapasitas, akan menghambat
pertumbuhan ekonomi. Adapun prioritas penanganan jalan nasional terutama untuk
meningkatkan kapasitas jalan lintas utama memenuhi spesifikasi jalan raya dan mengurangi
panjang jalan lintas yang masih memiliki spesifikasi sub-standar seperti jalan Lintas Timur
Sumatera yang sudah seluruhnya memenuhi standar minimal jalan nasional dan jalan Pantura
Jawa, Jakarta–Surabaya yang seluruhnya memenuhi spesifikasi jalan raya dengan 4 lajur dengan
median. Disamping itu, pembangunan jalan juga diprioritaskan dalam rangka mendukung
domestic connectivity, pusat kegiatan ekonomi kreatif dan kawasan strategis serta wilayah
tertinggal.

Untuk meningkatkan daya saing jaringan jalan dilakukan pemacuan pembangunan jaringan jalan
dengan spesifikasi bebas hambatan (freeway) melalui sistem tol dan sejauh ini telah terbangun
lebih dari 700 km Jalan Tol. Perbaikan peraturan untuk menarik investasi swasta telah dilakukan
melalui Undang Undang No. 38 tahun 2004 tentang Jalan dan peraturan pelaksanaannya. Pada
saat ini fokus pengembangan Jalan Tol sedang dilakukan di koridor Pantai Utara Jawa, disamping
pula sedang dilakukan rounding up jaringan Jalan Tol lingkar dan radial di Jabodetabek.

Perluasan jaringan jalan, baik pelebaran jalan sub-standar dan pembangunan jalan raya dan
jalan bebas hambatan yang dilakukan secara selektif dapat meningkatkan kelancaran dan
menurunkan biaya angkutan yang pada akhirnya memberikan kerangka peningkatan daya saing
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Sebagai gambaran preservasi jaringan jalan tahun 2005-2009 dilakukan pada seluruh jaringan
jalan nasional, agar seluruhnya fungsional, meskipun masih marginal. Prioritas penanganan
dilakukan per-segmen berdasarkan kebutuhan dan urgensinya, sehingga pada akhir suatu tahun

70
Rencana Strategis 2010-2014

anggaran tidak seluruh segmen mendapatkan penanganan efektif. Kedepan, pada periode 2010-
2014 preservasi jalan akan dilakukan secara menyeluruh pada suatu ruas yang jika
memungkinkan dilakukan dalam satu tahun anggaran. Dengan demikian diharapkan seluruh
segmen dalam suatu ruas yang prioritas akan mendapatkan penanganan efektif, sementara ruas
yang kurang prioritas yang berada di luar jangkauan constrain pembiayaan, tetap akan
dipreservasi agar fungsional. Hal ini dilakukan dengan harapan bahwa permasalahan suatu ruas
akan tuntas pada satu tahun, sehingga pada tahun berikutnya bisa dikonsentrasikan pada ruas
lain yang kurang prioritas dan belum mendapatkan penanganan efektif. Sehingga pada periode
2010-2014 penanganan akan berorientasi pada ruas/wilayah sementara pada periode
sebelumnya masih berorientasi pada jenis penanganan.

Sementara itu, untuk peningkatan daya saing sektor riil antara lain dilakukan melalui
peningkatan jalan dan jembatan nasional lintas terutama untuk Lintas Timur Sumatera, Pantai
Utara Jawa, Selatan Kalimantan, dan Barat Sulawesi. Dengan terlaksananya seluruh kegiatan
preservasi dan perluasan jaringan jalan tersebut akan meningkatkan domestic connectivity
(konektivitas domestik) pada wilayah strategis sehingga dapat memberikan dukungan pada
peningkatan daya saing.

Strategi Peningkatan Pelayanan kepada Masyarakat


Peningkatan pelayanan kepada Masyarakat harus dilakukan melalui keterkaitan antara
pengguna jalan dengan pemerintah. Keterkaitan itu dimungkinkan melalui Unit Pengelola Dana
Preservasi Jalan. Didalam lima tahun kedepan, struktur dan organisasi serta SOP harus
melaksanakan interaksi yang cukup erat antar pemangku kepentingan jalan. Peningkatan
pelayanan kepada masyarakat harus dilakukan dengan membuktikan beberapa hal, antara lain
dengan membandingkan evaluasi tahun terdahulu dengan tahun yang berlaku. Ataupun dengan
mengacu pada penilaian yang dilakukan oleh organisasi internasional. seperti Studi World Bank
ataupun ADB dan lain-lain.

Strategi Pemberdayaan Peran Serta Masyarakat


Peran serta masyarakat dalam proses penyelenggaraan jalan dirasakan semakin menguat mulai
dari perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan pengawasan pemanfaatan. Masukan dari
masyarakat yang berupa kritik, saran maupun usulan sudah cukup banyak. Selain itu kendala
akibat dari perilaku masyarakat yang kurang terpuji juga mempunyai dampak yang besar dalam
kelangsungan penyelenggaraan jalan, seperti tertib penggunaan jalan, tertib pemanfaatan ruang
milik jalan, dan terhambatnya proses pembebasan lahan untuk jalan akibat ulah beberapa
orang. Diharapkan tertib penggunaan dan pemanfaatan jalan serta lancarnya proses
penyelenggaraan jalan akan sangat berperan dalam meningkatkan efisiensi kehidupan ekonomi
masyarakat dan pembangunan nasional.

Strategi Penggunaan Teknologi Tepat Guna


Pada tingkat manajemen jaringan jalan, telah dirintis pemanfaatan GPS dalam pendataan
jaringan jalan. Dalam pembangunan jalan terdapat beberapa teknologi yang dapat
dipergunakan, seperti: modifikasi cakar ayam dan teknologi Sosrobahu untuk jalan layang;

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA 71
Bab 5 – Kebijakan dan Strategi

teknologi daur ulang, soil cement base, rigid pavement dengan penggunaan teknologi precast
beton untuk preservasi; serta teknologi sarang laba-laba, pile slab, slab fabrikasi, pelebaran
dengan Balok Kantilever yang dapat digunakan dalam kegiatan peningkatan kapasitas. Dalam
pembangunan jembatan, terdapat beberapa teknologi yang dapat dipergunakan seperti:
konstruksi Pra Tekan, Rangka Baja Pra Tegang, Gelagar Beton, Pelengkung Rangka Baja,
jembatan gantung dan cable stayed. Pemanfaatan produksi dalam negeri dan bahan bangunan
lokal perlu ditingkatkan semaksimal mungkin, seperti penggunaan asbuton, tailing dan bahan
lain untuk konstruksi jalan maupun jembatan. Inovasi bahan bangunan alternatif maupun
pengembangan teknologi konstruksi dibidang jalan dan jembatan perlu didorong untuk dapat
menjawab tantangan yang ada. Kegiatan penelitian dan pengembangan jalan dan jembatan
diharapkan dapat mendukung dalam terciptanya inovasi teknologi tersebut. Tidak kalah
pentingnya dengan pengembangan prosedur, metode, dan manajemen dalam penyelenggaraan
jalan juga sangat diperlukan.

I MPLEMENTASI T EKNOLOGI D AUR U LANG


Sistem daur ulang memiliki kelebihan dibandingkan dengan sistem lain. Bila dengan cara
menambal, aspal bekas dari jalan yang rusak dapat membuat kekerasan mendekati beton. Akan
tetapi, jalan menjadi lebih lentur. Jika tanah dasarnya turun, maka aspalnya ikut turun.
Penambalan dengan beton juga mengalami kelemahan. Bila tanah dasarnya turun, maka beton
akan retak sehingga jalan beton tersebut harus dibongkar. Hal ini kurang efisien karena
menambah biaya, tenaga dan waktu.

Teknik recycling dikerjakan dengan memanfaatkan material jalan yang lama, melalui
penggunaan recycling machine dan cold miling machine. Dengan teknik tersebut, maka biaya
preservasi dan rehabilitasi jalan akan lebih hemat antara 30-40 persen. Upaya recycling jalan
sangat tepat dilakukan ditengah suasana krisis ekonomi global yang terjadi. Preservasi jalan
dengan teknik recycling berbiaya lebih rendah dibandingkan teknik konvensional namun
menghasilkan mutu pekerjaan yang tidak berbeda.

Sistem daur ulang sangat ramah lingkungan karena mendaur ulang material yang sudah ada.
Teknologi ini menggunakan material bekas, seperti aspal, batu koral maupun bebatuan yang
terdapat di jalan yang sedang diperbaiki. Material bekas ini kemudian dimanfaatkan kembali.
Pengerjaan daur ulang pun bisa menyingkat waktu.

Teknologi daur ulang menghasilkan jalan yang lebih tahan lama. Hal ini disebabkan oleh dasar
jalan atau sub-based juga diperbaiki. Sistem daur ulang tidak hanya menambal di permukaan
jalan seperti yang terjadi selama ini. Selain itu, ketebalan jalan yang diperbaiki juga meningkat
hingga berkali lipat. Teknologi daur ulang telah diterapkan di beberapa ruas jalur pantura dan
ruas Boyolali - Kartasura.

72
Rencana Strategis 2010-2014

Untuk kondisi badan jalan yang permukaannya sudah mengalami keretakan melintang,
memanjang, acak, reflective, pelepasan batu atau kerikil dari permukaan jalan (ravelling), bekas
jalur roda kendaraan, deformasi, dan kerusakan tepi, sebaiknya diterapkan penanganan yang
efisien dan permanen yaitu mendaur ulang (recycling).

Umumnya pekerjaan daur ulang perkerasan dilakukan dengan proses pencampuran dingin (Cold
Recycling Process). Metode daur ulang dapat pula dibagi menjadi beberapa jenis tergantung
kepada sistem yang dipakai dalam pelaksanaannya, seperti:

1. Daur Ulang Permukaan


2. Daur Ulang di Tempat / di Lapangan
3. Daur Ulang di Asphalt Mixing Plant

Strategi Adaptasi dan Mitigasi Menghadapi Perubahan Iklim


Adanya perubahan pola iklim di Indonesia berdampak pada penurunan jumlah periode musim
hujan disamping peningkatan curah hujan maksimum pada saat musim hujan, yang dapat
meningkatkan resiko kekeringan dan banjir. Berdasarkan kajian dari tim persiapan RAN MAPI
(Rencana Aksi Nasional Mitigasi dan Adaptasi terhadap Perubahan Iklim) telah didapatkan
bahwa resiko iklim yang paling banyak mengenai aktivitas ke-PU-an, khususnya bidang
jalan/jembatan adalah curah hujan yang ekstrim tinggi, dan Kenaikan Muka Air Laut (KMAL).
Manifestasi dari resiko iklim terhadap infrastruktur ke-PU-an khususnya jalan dan jembatan,
dalam hal ini banjir dan gelombang laut dapat mengakibatkan hambatan pada lalu lintas dan
kerugian akibat kerusakan infrastruktur. Selain itu, dalam mendukung program REDD (Reduce
Emission through Deforestation and Degrading Land) sebagai bagian dari RAN-MAPI, salah
satunya disebutkan bahwa pengembangan jaringan jalan harus dibatasi untuk tidak melalui
kawasan lindung dan konservasi. Dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan jalan untuk
memenuhi kebutuhan mobilitas dan aksesiblitas yang lebih efisien agar dapat mengurangi
jumlah emisi karbondioksida sebagai bagian pencegahan pemanasan suhu secara global,
diperlukan strategi di bidang pembangunan dan penanganan jalan yang bertujuan:

1. Meningkatkan kelancaran arus lalu lintas pada ruas jalan nasional dengan jumlah lalu
lintas yang tinggi (diatas 3000 kend/hari)
2. Meningkatkan keamanan pengguna jalan dan penduduk di sekitar jalan/jembatan pada
saat terjadi bencana banjir dan gelombang pasang.
3. Mengurangi jumlah kerusakan kawasan hutan sebagai akibat tidak langsung dari
pembukaan/penebangan hutan untuk jalan.
4. Mengurangi jumlah emisi karbondioksida pada ruas-ruas jalan sebagai akibat geometri
jalan yang menyebabkan pemborosan energi.
5. Meminimalisasi dampak negatif lingkungan yang terjadi akibat kegiatan jalan melalui
penyusunan studi lingkungan dan implementasinya.

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA 73
Bab 5 – Kebijakan dan Strategi

Untuk itu, strategi mitigasi dalam rangka menghadapi perubahan iklim adalah sebagaimana
berikut:

1. Penerapan Undang-Undang Tata Ruang dan Undang-Undang Jalan dalam


pembangunan jalan.
2. Untuk menjamin pengurangan/meminimalisasikan dampak negatif akibat proses
pembangunan dan pemanfaatan jalan :
3. Melakukan perbaikan ruas-ruas jalan yang boros energi.
4. Melakukan penghijauan pada rumija (ruang milik jalan) & ruwasja (ruang pengawasan
jalan) yang dilengkapi dengan drainase, landscape, reservoar air pada boundary gate
dan exit gate serta membuat buffer zone.
5. Penyiapan gardu pandang untuk lokasi yang mempunyai nilai estetika.
6. Mengurangi kemacetan lalu lintas di perkotaan melalui pelebaran jalan, pembangunan
jalan baru dan Fly Over (FO).
7. Mendorong pemanfaatan angkutan umum massal termasuk busway yang hemat
energi.

Sedangkan strategi adaptasinya adalah:

1. Mengidentifikasi jalan dan jembatan yang rawan terkena dampak banjir, longsor dan
ancaman gelombang laut/abrasi.
2. Melakukan perbaikan infrastruktur berupa penguatan tebing jalan pada lokasi rawan
longsor dan konstruksi penguatan terhadap abrasi.
3. Meningkatkan tipe sistem drainase dan perbaikan kondisi sistem drainase pada lokasi
rawan banjir.
4. Merencanakan jaringan jalan sesuai dengan tata ruang dan memenuhi standar
geometri yang hemat energi serta berwawasan lingkungan, dengan memperhatikan:
a. Perencanaan jalan yang mempertahankan kondisi fungsi tanah sebagai
resapan air/sensitive area.
b. Pengurangan pencemaran udara di areal basecamp maupun di areal konstruksi
pada pelaksanaan pekerjaan konstruksi jalan.
c. Penyusunan studi lingkungan untuk setiap pembangunan jalan dan melakukan
penerapan/rekomendasinya di dalam implementasinya.
5. Pemanfaatan material jalan dengan teknologi daur ulang (recycling)
6. Membatasi penggunaan peralatan konstruksi dan konstruksi dari kayu.

74
Bab 6 – Kegiatan dan Output

76
Rencana Strategis 2010-2014

BAB 6
KEGIATAN DAN OUTPUT

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA 77
Bab 6 – Kegiatan dan Output

6.1 STRUKTUR ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI DIREKTORAT JENDERAL


BINA MARGA

XI

Direktorat Jenderal Bina Marga terdiri atas:

1. Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Marga;


2. Direktorat Bina Program;
3. Direktorat Bina Teknik;
4. Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah I;
5. Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah II
6. Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah III;
7. Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional I s/d XI.

Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Marga


Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Marga mempunyai tugas memberikan pelayanan teknis dan
administratif kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Marga.Dalam
melaksanakan tugas tersebut, Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Marga menyelenggarakan
fungsi:

78
Rencana Strategis 2010-2014

1. pengelolaan pegawai meliputi perencanaan, pembinaan, dan pengembangan,


pembinaan jabatan fungsional bidang jalan dan, koordinasi perijinan keluar negeri,
serta evaluasi dan penyusunan organisasi dan tata laksana;
2. penyusunan rencana pengelolaan, pelaporan keuangan, dan pembinaan administrasi
keuangan;
3. pengelolaan prasarana dan sarana perkantoran serta pelaksanaan urusan tata usaha
dan rumah tangga Direktorat Jenderal Bina Marga;
4. penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan, pembinaan hukum dan
pemberian bantuan hukum; dan
5. pengelolaan administrasi dan akuntansi barang milik negara Direktorat Jenderal Bina
Marga, dan leger jalan nasional.

Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Marga terdiri atas :

1. Bagian Kepegawaian, Organisasi dan Tatalaksana;


2. Bagian Keuangan dan Umum;
3. Bagian Hukum dan Perundang-undangan;
4. Bagian Pengelolaan Barang Milik Negara; dan
5. Kelompok Jabatan Fungsional.

Direktorat Bina Program


Direktorat Bina Program mempunyai tugas menyusun kebijakan dan strategi, menyusun
program dan anggaran, menyusun sistem pembiayaan dan pola investasi, melakukan
pengembangan sistem dan melaksanakan evaluasi kinerja di bidang Bina Marga, serta
melaksanakan pengelolaan informasi dan komunikasi. Dalam melaksanakan tugas tersebut,
Direktorat Bina Program menyelenggarakan fungsi :

1. penyusunan kebijakan dan strategi penyelenggaraan jalan;


2. penyusunan rencana umum sistem penyelenggaraan jalan;
3. penyusunan program dan anggaran penyelenggaraan jalan;
4. penyusunan sistem pembiayaan jalan dan pola investasi serta pengelolaan kerjasama
luar negeri;
5. pengembangan sistem, pengolahan data dan evaluasi kinerja penyelenggaraan jalan;
6. pengelolaan informasi dan komunikasi; dan
7. pelaksanaan tata usaha Direktorat Bina Program
8. Kelompok Jabatan Fungsional.

Direktorat Bina Teknik


Direktorat Bina Teknik mempunyai tugas melaksanakan pembinaan teknis jalan dan jembatan,
teknis lingkungan serta perencanaan teknik dan pengadaan tanah jalan bebas hambatan.

Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina Teknik menyelenggarakan fungsi:

1. penyusunan norma, standar, pedoman, prosedur, kriteria teknik jalan, dan jembatan;

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA 79
Bab 6 – Kegiatan dan Output

2. pembinaan teknik jalan dan jembatan;


3. pembinaan pengelolaan dan analisis lingkungan jalan dan jembatan termasuk mitigasi
bencana alam serta keselamatan jalan;
4. penyusunan perencanaan teknis jalan bebas hambatan dan pembinaan teknis jalan
perkotaan;
5. pengadaan tanah; dan
6. pelaksanaan tata usaha Direktorat Bina Teknik.

Direktorat Bina Teknik terdiri atas:

1. Subdirektorat Teknik Jalan;


2. Subdirektorat Teknik Jembatan;
3. Subdirektorat Teknik Lingkungan dan Keselamatan Jalan;
4. Subdirektorat Teknik Jalan Bebas Hambatan dan Jalan Perkotaan;
5. Subdirektorat Pengadaan Tanah;
6. Subbagian Tata Usaha; dan
7. Kelompok Jabatan Fungsional.

Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah I


Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah I mempunyai tugas melaksanakan penyelenggaraan jalan
nasional dan pembinaan teknik jalan provinsi, kabupaten, kota, dan desa di wilayah Pulau
Sumatera. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah I
menyelenggarakan fungsi:

1. penyiapan rencana kegiatan penyelenggaraan jalan nasional dan pembinaan teknik


termasuk bimbingan teknis penyelenggaraan jalan provinsi, kabupaten, kota, dan desa;
2. pembinaan pengadaan tanah jalan nasional;
3. penyiapan rekomendasi laik fungsi jalan nasional;
4. pembinaan penanggulangan darurat dan perbaikan kerusakan jalan akibat bencana
alam;
5. pembinaan pelaksanaan konstruksi dan penggunaan bahan dan peralatan;
6. penilaian usulan program penanganan jalan nasional dari Balai Besar Pelaksanaan Jalan
Nasional;
7. penilaian usulan program penanganan jalan provinsi, kabupaten, kota, dan desa yang
dibiayai oleh Dana Alokasi Khusus dan dana pusat lainnya;
8. pembinaan manajemen kontrak termasuk fasilitasi perubahan dokumen anggaran;
9. pelaksanaan bimbingan teknis pelaksanaan jalan nasional termasuk jalan bebas
hambatan;
10. pelaksanaan fasilitasi penyelenggaraan jalan provinsi, kabupaten, kota, dan desa
termasuk pengaturan, pembinaan, dan pengendalian fungsi dan manfaat jalan; dan
11. pelaksanaan tata usaha Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah I.

Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah I terdiri atas :

80
Rencana Strategis 2010-2014

1. Subdirektorat Sistem Pengendalian Wilayah I;


2. Subdirektorat Wilayah I A (Provinsi Aceh dan Riau);
3. Subdirektorat Wilayah I B (Provinsi Sumatera Utara dan Kepulauan Riau);
4. Subdirektorat Wilayah I C (Provinsi Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung);
5. Subdirektorat Wilayah I D (Provinsi Sumatera Selatan, Jambi, Bangka Belitung);
6. Subbagian Tata Usaha; dan
7. Kelompok Jabatan Fungsional.

Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah II


Direktorat Bina pelaksanaan Wilayah II mempunyai tugas melaksanakan penyelenggaraan jalan
nasional dan pembinaan teknik jalan provinsi, kabupaten, kota, dan desa di wilayah Pulau Jawa,
Bali, Kepulauan Nusa Tenggara, dan Kalimantan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat
Bina Pelaksanaan Wilayah II menyelenggarakan fungsi:

1. penyiapan rencana kegiatan penyelenggaraan jalan nasional dan pembinaan teknik


termasuk bimbingan teknis penyelenggaraan jalan provinsi, kabupaten, kota, dan desa;
2. pembinaan pengadaan tanah jalan nasional;
3. penyiapan rekomendasi laik fungsi jalan nasional;
4. pembinaan penanggulangan darurat dan perbaikan kerusakan jalan akibat bencana
alam;
5. pembinaan pelaksanaan konstruksi dan penggunaan bahan dan peralatan;
6. penilaian usulan program penanganan jalan nasional dari Balai Besar Pelaksanaan Jalan
Nasional;
7. penilaian usulan program penanganan jalan provinsi, kabupaten, kota, dan desa yang
dibiayai oleh Dana Alokasi Khusus dan dana pusat lainnya;
8. pembinaan manajemen kontrak termasuk fasilitasi perubahan dokumen anggaran;
9. pelaksanaan bimbingan teknis pelaksanaan jalan nasional termasuk jalan bebas
hambatan;
10. pelaksanaan fasilitasi penyelenggaraan jalan provinsi, kabupaten, kota, dan desa
termasuk pengaturan, pembinaan, dan pengendalian fungsi dan manfaat jalan; dan
11. pelaksanaan tata usaha Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah II.

Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah II terdiri atas :

1. Subdirektorat Sistem Pengendalian Wilayah II;


2. Subdirektorat Wilayah II A (Provinsi: Banten, Jabodetabek);
3. Subdirektorat Wilayah II B (ProvinsiJawa Barat, Jawa Tengah, DIY);
4. Subdirektorat Wilayah II C (ProvinsiJawa Timur, Bali, NTB, NTT);
5. Subdirektorat Wilayah II D (ProvinsiKalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan
Timur, Kalimantan Selatan)
6. Subbagian Tata Usaha; dan
7. Kelompok Jabatan Fungsional.

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA 81
Bab 6 – Kegiatan dan Output

Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah III


Direktorat Bina pelaksanaan Wilayah III mempunyai tugas melaksanakan penyelenggaraan jalan
nasional dan pembinaan teknik jalan provinsi, kabupaten, kota, dan desa di wilayah Pulau
Sulawesi, Kepulauan Maluku, dan Papua. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina
Pelaksanaan Wilayah III menyelenggarakan fungsi:

1. penyiapan rencana kegiatan penyelenggaraan jalan nasional dan pembinaan teknik


termasuk bimbingan teknis penyelenggaraan jalan provinsi, kabupaten, kota, dan desa;
2. pembinaan pengadaan tanah jalan nasional;
3. penyiapan rekomendasi laik fungsi jalan nasional;
4. pembinaan penanggulangan darurat dan perbaikan kerusakan jalan akibat bencana
alam;
5. pembinaan pelaksanaan konstruksi dan penggunaan bahan dan peralatan;
6. penilaian usulan program penanganan jalan nasional dari balai besar pelaksanaan jalan
nasional;
7. penilaian usulan program penanganan jalan provinsi, kabupaten, kota, dan desa yang
dibiayai oleh Dana Alokasi Khusus dan dana pusat lainnya;
8. pembinaan manajemen kontrak termasuk fasilitasi perubahan dokumen anggaran;
9. pelaksanaan bimbingan teknis pelaksanaan jalan nasional termasuk jalan bebas
hambatan;
10. pelaksanaan fasilitasi penyelenggaraan jalan provinsi, kabupaten, kota, dan desa
termasuk pengaturan, pembinaan, dan pengendalian fungsi dan manfaat jalan; dan
11. pelaksanaan tata usaha Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah III.

Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah III terdiri atas:

1. Subdirektorat Sistem Pengendalian Wilayah III;


2. Subdirektorat Wilayah III A (Provinsi Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah);
3. Subdirektorat Wilayah III B (Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi
Tenggara);
4. Subdirektorat Wilayah III C (Provinsi Maluku, Maluku Utara)
5. Subdirektorat Wilayah III D (Provinsi Papua, Papua Barat)
6. Subbagian Tata Usaha; dan
7. Kelompok Jabatan Fungsional.

Kelompok Jabatan Fungsional


Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan
fungsional masing–masing berdasarkan peraturan perundang–undangan yang berlaku.
Kelompok Jabatan Fungsional terdiri dari sejumlah tenaga fungsional yang terbagi dalam
berbagai kelompok jabatan fungsional sesuai dengan bidang keahliannya. Masing-masing
Kelompok Jabatan Fungsional tersebut dikoordinasikan oleh seorang tenaga fungsional senior
yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal. Jumlah tenaga fungsional tersebut ditentukan berdasarkan

82
Rencana Strategis 2010-2014

kebutuhan dan beban kerja. Jenis dan jenjang jabatan fungsional tersebut diatur berdasarkan
peraturan perundang–undangan yang berlaku.

Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional


Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional mempunyai tugas melaksanakan dan mengendalikan
jalan nasional dalam penyusunan program, perencanaan teknis, pelaksanaan dan pengawasan
konstruksi, pengendalian mutu, pelayanan dan penyediaan bahan dan peralatan. Dalam
melaksanakan tugas tersebut, Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional menyelenggarakan fungsi:

1. Penyiapan data dan informasi, penyiapan bahan penyusunan program penanganan,


pelaksanaan dan pengendalian perencanaan teknik jalan dan jembatan, persetujuan
justifikasi/pertimbangan teknis;
2. Pelaksanaan audit keselamatan jalan;
3. Pelaksanaan analisis mengenai dampak lingkungan;
4. Pemantauan dan evaluasi standar pelayanan minimal jalan;
5. Pelaksanaan dan pengawasan konstruksi jalan nasional termasuk jalan bebas
hambatan;
6. Pengendalian fungsi dan manfaat jalan nasional;
7. Pelaksanaan pengadaan tanah jalan nasional;
8. Pelaksanaan pengamanan fisik dan sertifikasi hasil pengadaan tanah jalan nasional;
9. Pelaksanaan pencegahan dan penanggulangan bencana yang berdampak pada jalan;
10. Penyediaan saran teknis penyelenggaraan jalan provinsi, kabupaten, kota, dan desa;
11. Pelaksanaan penerapan sistem manajemen mutu pada kegiatan balai besar
pelaksanaan jalan nasional;
12. Pengadaan, pemanfaatan, penyimpanan, pemeliharaan dan pelayanan bahan dan
peralatan jalan dan jembatan, serta pengujian mutu konstruksi;
13. Penyusunan Laporan akuntansi keuangan dan akuntansi Barang Milik Negara sebagai
Unit Akuntansi Wilayah; dan
14. Penatausahaan administrasi kepegawaian, keuangan, organisasi dan tatalaksana kerja
balai dan urusan rumah tangga serta pelaksanaan koordinasi dengan instansi terkait.

Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional terdiri dari:

1. Bagian Tata Usaha; Struktur Organisasi


2. Bidang Perencanaan; Balai Besar
Pelaksanaan Jalan
3. Bidang Pelaksanaan; Nasional
4. Bidang Sistem
Manajemen Mutu;
5. Bidang Pengujian dan
Peralatan; dan
6. Kelompok Jabatan
Fungsional;

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA 83
Bab 6 – Kegiatan dan Output

6.2 KEGIATAN
Dalam rangka melaksanakan kebijakan dan strategi yang ditetapkan, Program Penyelenggaraan
Jalan terdiri dari kegiatan-kegiatan sebagaimana berikut:

1. Dukungan manajemen, koordinasi, pengaturan, pembinaan, dan pengawasan


2. Pengaturan, pembinaan, perencanaan, pemrograman, dan pembiayaan
penyelenggaraan jalan
3. Pengaturan dan pembinaan teknik preservasi, peningkatan kapasitas jalan
4. Pembinaan pelaksanaan preservasi dan peningkatan kapasitas jalan nasional dan
fasilitasi jalan daerah
5. Pelaksanaan preservasi dan peningkatan kapasitas jalan nasional
6. Pengaturan, pengusahaan, pengawasan Jalan Tol.

6.3 OUTPUT
Kegiatan: Dukungan Manajemen, Koordinasi, Pengaturan, Pembinaan, dan
Pengawasan
Kegiatan ini dilaksanakan oleh Unit Kerja Sekretariat Direktorat Jenderal dengan Output
sebagaimana berikut:

1. Dokumen administrasi dan pengelolaan kepegawaian / ortala


2. Dokumen laporan administrasi keuangan dan akuntansi
3. Dokumen Sistem Akuntansi Barang Milik Negara
4. Dokumen laporan penyelenggaraan kegiatan bantuan hukum
5. Bulan layanan publik (PNBP)
6. Prasarana dan sarana pemenuhan kebutuhan perkantoran
7. Bulan layanan perkantoran
8. Dokumen draft materi kebijakan / peraturan perundang-undangan yang diproses dan
dilegalisasi
9. Lokasi pembinaan penanggulangan penanganan tanggap darurat / pekerjaan
mendesak.

Kegiatan: Pengaturan, Pembinaan, Perencanaan, Pemrograman, dan


Pembiayaan Penyelenggaraan Jalan
Kegiatan ini dilaksanakan oleh Unit Kerja Direktorat Bina Program dengan output sebagaimana
berikut:

1. Dokumen Pengaturan dan Penyiapan Pembiayaan Jalan Daerah dan Dana Masyarakat
2. Dokumen Program dan Anggaran Tahunan
3. Dokumen Penyiapan PHLN dan Administrasi Kerjasama Luar Negeri
4. Dokumen Pengembangan Sistem Manajemen Jalan dan Jembatan
5. Dokumen Evaluasi Kinerja Penyelenggara Jalan

84
Rencana Strategis 2010-2014

6. Dokumen Kebijakan dan Strategi Penyelenggaraan Jalan


7. Dokumen Penyiapan keputusan menteri tentang fungsi dan status jalan
8. Dokumen Pengendalian Pelaksanaan PHLN
9. Dokumen Informasi, Dokumentasi, Komunikasi, dan Publikasi Penyelenggaraan Jalan
10. Dokumen Laporan Monitoring dan Evaluasi Perencanaan, Pemrograman dan
Pembiayaan Penyelenggaraan Jalan
11. Prasarana dan sarana pemenuhan kebutuhan perkantoran
12. Bulan Layanan Perkantoran.

Kegiatan: Pengaturan dan Pembinaan Teknis Preservasi, Peningkatan


Kapasitas Jalan
Kegiatan ini dilaksanakan oleh Unit Kerja Direktorat Bina Teknik dengan output sebagaimana
berikut:

1. Dokumen lingkungan Jalan dan Jembatan yang bersifat khusus


2. Dokumen Perencanaan dan Pengawasan Teknis Jalan dan Jembatan Khusus Serta
Perencanaan Teknis Jalan Bebas Hambatan
3. Dokumen Penyusunan dan pengesahan NSPK Jalan dan Jembatan termasuk Jalan
Daerah
4. Dokumen rekomendasi teknis penanganan lokasi rawan kecelakaan dan rawan
bencana jalan dan jembatan
5. Laporan Pembinaan teknik jalan dan jembatan
6. Laporan Pembinaan Jalan Bebas Hambatan
7. Luas Pengadaan tanah jalan bebas hambatan
8. Dokumen Kebijakan Investasi jalan bebas hambatan
9. Dokumen Monitoring dan evaluasi pembinaan teknik jalan dan jembatan
10. Prasarana dan sarana pemenuhan kebutuhan perkantoran
11. Bulan Layanan Perkantoran.

Kegiatan: Pembinaan Pelaksanaan Preservasi dan Peningkatan Kapasitas


Jalan Nasional dan Fasilitasi Jalan Daerah
Kegiatan ini dilaksanakan oleh Unit Kerja Direktorat Jalan dan Jembatan Wilayah I, II, dan III
dengan output sebagaimana berikut:

1. Laporan Perencanaan pembinaan, penyiapan produk pembinaan, dan pembinaan


pelaksanaan jalan dan jembatan
2. Dokumen Pembinaan dan penilaian bahan usulan program 5 tahunan dan tahunan
3. Dokumen Penyelesaian permasalahan administrasi, teknis pelaksanaan dan aspek
hukum
4. Laporan Pembinaan teknis, pengendalian kepatuhan pelaksanaan, dan rekomendasi
laik fungsi jalan nasional
5. Prasarana dan sarana pemenuhan kebutuhan perkantoran

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA 85
Bab 6 – Kegiatan dan Output

6. Bulan Layanan Perkantoran


7. Laporan Pembinaan teknis, fasilitasi perencanaan, program pembiayaan, pelaksanaan
dan evaluasi kinerja jalan daerah
8. Dokumen Monitoring dan evaluasi kinerja pembinaan dan pelaksanaan jalan dan
jembatan termasuk jalan daerah.

Kegiatan: Pelaksanaan Preservasi dan Peningkatan Kapasitas Jalan


Nasional
Kegiatan ini dilaksanakan oleh Unit Kerja Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional dengan output
sebagaimana berikut:

1. Panjang Pemeliharaan rutin jalan


2. Panjang Pemeliharaan rutin jembatan
3. Panjang Pemeliharaan berkala / rehabilitasi jalan
4. Panjang Pemeliharaan berkala / rehabilitasi jembatan
5. Panjang Rekonstruksi / Peningkatan Struktur Jalan
6. Panjang Penggantian jembatan
7. Panjang Pembangunan jalan baru
8. Panjang Pembangunan jembatan baru
9. Panjang Pelebaran jalan
10. Panjang Pembangunan Fly Over / Underpass / terowongan
11. Panjang Pembangunan jalan bebas hambatan
12. Dokumen hasil pengumpulan data jalan dan jembatan
13. Dokumen Perencanaan dan pengawasan teknis jalan dan jembatan
14. Dokumen lingkungan jalan dan jembatan
15. Dokumen Pengujian / Manajemen Mutu
16. Panjang Pembangunan / pelebaran jalan di kawasan strategis, perbatasan, wilayah
terluar dan terdepan
17. Panjang Pembangunan / duplikasi jembatan di kawasan strategis, perbatasan, wilayah
terluar dan terdepan
18. Dokumen Monitoring dan evaluasi pelaksanaan jalan dan jembatan
19. Dokumen bahan usulan program tahunan dan 5 tahunan
20. Bahan jalan dan jembatan
21. Bahan dan peralatan jalan dan jembatan
22. Bulan Layanan Publik (PNBP)
23. Prasarana dan sarana pemenuhan kebutuhan perkantoran
24. Bulan Layanan perkantoran.

Kegiatan: Pengaturan, Pengusahaan, Pengawasan Jalan Tol


Kegiatan ini dilaksanakan oleh Unit Kerja Badan Pengatur Jalan Tol dengan output berikut:

1. Laporan Kajian dan evaluasi penyiapan pengusahaan Jalan Tol dan data informasi Jalan
Tol

86
Rencana Strategis 2010-2014

2. Dokumen pengaturan, penyiapan, pelayanan dan pengendalian pengusahaan Jalan Tol


3. Laporan pengawasan dan pemantauan perjanjian pengusahaan Jalan Tol
4. Dokumen perjanjian layanan dana bergulir untuk pengadaan tanah Jalan Tol (BLU)
5. Laporan monitoring dan evaluasi layanan dana bergulir untuk pengadaan tanah Jalan
Tol (BLU)
6. Laporan pengelolaan dana hasil pengusahaan Jalan Tol (BLU)
7. Prasarana dan sarana pemenuhan kebutuhan perkantoran
8. Bulan Layanan Perkantoran
9. Bulan Layanan perkantoran (PNBP).

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA 87

Anda mungkin juga menyukai