Anda di halaman 1dari 11

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Es Krim
Menurut Susilorini dan Sawitri (2006), es krim adalah produk olahan susu
yang dibuat melalui proses pembekuan dan agitasi dengan prinsip pembentukan
rongga udara pada campuran bahan es krim. Es krim secara umum digunakan
untuk menyebut makanan beku yang dibuat dari adonan atau campuran produk
susu (lemak susu dan padatan susu bukan lemak) pada presentase tertentu
bersama gula, perisa, pewarna, dan stabilizer, dengan atau tanpa telur, buah,
kacang-kacangan, dan selalu dibuat lembut dengan cara pengembangan dan
pengadukan selama proses pembekuan.
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3713-1995), es krim adalah
makanan semi padat yang dibuat dengan cara pembekuan tepung es krim atau
campuran susu, lemak hewani atau lemak nabati, gula, dan dengan atau tanpa
bahan makanan lain dan bahan makanan yang diizinkan.

Tabel 2.1. Pembagian Jenis Es Krim di Pasaran


No Karakteristik Economy Standard Premium Super premium
1 Kandungan Min. 10% 10-12% 12-15% 15-18%
lemak
2 Total padatan Min. 36% 36-38% 38-40% >40%
3 Overrun Maks. 100-120% 60-90% 25-50%
120%
4 Biaya Rendah Menengah Mahal Tinggi
Sumber: Goff (2013)
Menurut Goff (2013) es krim dapat pula dibagi berdasarkan jenis yang
terdapat secara umum di pasaran. Pembagian ini biasanya digunakan bagi
kalangan industri. Jenis-jenis tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Es krim termasuk dalam golongan pangan fungsional. Pangan fungsional
merupakan pangan yang memiliki efek kesehatan lain disamping efek zat
gizinya. Nilai gizi es krim sangat tergantung pada nilai gizi bahan bakunya. Oleh
karena itu untuk membuat es krim yang bermutu tinggi, nilai gizi bahan baku

1
perlu diketahui dengan pasti. Nilai gizi terbesar pada bahan baku es krim adalah
susu (Astawan, 2005).

2.2. Kualitas Es Krim


Menurut Goff (2013), kualitas es krim yang baik harus kaya akan lemak,
rasa manis, teksturnya halus dan tertutup. Gula, bahan penstabil dan bahan
kering tanpa lemak berperan dalam mempengaruhi mutu dan rasa es krim.
Kualitas es krim meliputi overrun, kecepatan leleh, total padatan, kandungan
lemak, rasa, aroma, warna, dan tekstur. Syarat mutu es krim SNI dan SII dapat
dilihat pada Tabel 2.2 dan Tabel 2.3.
Tabel 2.2. Syarat Mutu Es Krim

No. Kriteria Uji Unit Standart


1 Keadaan: -
Penampakan Normal
Rasa Normal
Bau Normal
2 Lemak % (b/b) Min 5,0
3 Gula dihitung sebagai sakarosa % (b/b) Min 8,0
4 Protein % (b/b) Min 2,7
5 Jumlah padatan % (b/b) Min 3,4
6 Bahan tambahan Makanan:
Pemanis Buatan Negatif
Pewarna Tambahan sesuai SNI 01-0222-1987
Pemantap dan Pengemulsi
7 Cemaran logam mg/kg
Timbal (Pb) Maks 1,0
Tembaga (Cu) Maks 20,0
8 Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks 0,5
9 Cemaran Mikroba:
Angka Lempeng Total Koloni/g Maks 105
Koliform APM/g <3
Salmonella Koloni/25g Negatif
Listeria SPP Koloni/25g Negatif
Sumber: SNI No. 01-3713-1995

2
Tabel 2.3. Syarat Es Krim Menurut Standar Industri Indonesia (SII) No. 1617
Tahun 1985

No. Bahan Satuan Persyaratan


1 Lemak % Min 8,0

2 Padatan susu tanpa lemak % Min 6-15


3 Jumlah padatan % Min 12
4 Bahan tambahan
a. Pengemulsi - Sesuai SK Depkes
b. Zat warna - Sesuai SK Depkes
c. Zat pemanis - Sesuai SK Depkes
5 Jumlah bakteri koloni/ml
a. E.coli Negatif
6 Logam-logam berbahaya
a. Cu, Zn, Pb, Hg - Tidak nyata
b. Arsen - Tidak nyata
Sumber: SII No. 1617 tahun 1985

2.2.1. Overrun
Overrun adalah jumlah peningkatan volume yang disebabkan karena
masuknya udara ke dalam bahan. Gelembung udara yang terbentuk
keberadaannya dapat dipertahankan karena diselubingi oleh lapisan-lapisan
globula lemak dalam sistem emulsi (Winarno, 2002). Menurut Destrosier dan
Tessler (2007) overrun yang rendah akan menghasilkan tekstur es krim seperti
gumpalan massa yang berat sehingga tidak disukai konsumen. Overrun yang
tinggi akan memberikan tekstur es krim seperti salju yang diinginkan oleh
konsumen.
Winarno (2002) menyatakan bahwa fungsi utama dari rongga udara es
krim, yaitu membuat es krim menjadi ringan dan tidak terlalu padat, menjadi
lembut, dan mengurangi rasa dingin yang berlebihan. Kekentalan campuran

3
bahan es krim berpengaruh terhadap overrun. Kekentalan bahan yang tinggi
memiliki overrun yang rendah karena bahan sulit mengembang.
Overrun dapat dihasilkan dari pengocokan/foaming yang dilakukan saat
homogenisasi dan saat proses pembekuan berlangsung. Udara yang masuk ke
dalam adonan akan meningkatkan volume es krim. Tanpa adanya overrun, es
krim akan memiliki tekstur seperti gumpalan massa yang kuat. Semakin tinggi
nilai overrun, es krim akan bertekstur seperti salju. Semakin rendah nilai overrun,
es krim yang dihasilkan semakin padat (Destrosier dan Tessler, 2007).
Karakteristik overrun dipengaruhi oleh faktor-faktor proses pembuatan
dan komposisi es krim seperti kadar lemak, jumlah bahan penstabil dan total
bahan kering. Es krim yang baik secara umum memiliki overrun 40-100%. Dalam
skala industri rumahan, overrun berkisar antara 30-50% (Destrosier dan Tessler,
2007).

2.2.2. Kecepatan Leleh


Foaming memberi pengaruh terhadap kecepatan leleh bahan.
Pembentukan buih bersamaan dengan pendinginan dapat menghasilkan buih
yang stabil. Jika buih terlalu sedikit produknya akan tampak basah, keras dan
sangat dingin. Sedang jika buihnya terlalu banyak maka produknya akan tampak
kering. Sel-sel udara pada es krim harus berukuran sekitar 100 mikron. Jika sel
udaranya terlalu besar, es krimnya akan meleleh dengan cepat. Sedang jika sel
udaranya terlalu kecil maka buihnya akan terlalu stabil dan akan meninggalkan
suatu ‘head’ ketika meleleh (Anonim, 2015).
Kecepatan meleleh es krim dipengaruhi oleh bahan-bahan yang
digunakan. Penstabil dalam pembuatan es krim berfungsi untuk
mempertahankan stabilitas emulsi, memperbaiki tekstur, mencegah
pembentukan kristal es yang besar, memberikan keseragaman produk, dan
menurunkan kecepatan leleh produk (Marshall dan Arbuckle, 2011).

2.2.3. Kadar Lemak


Menurut Goff (2013), bertambahnya kandungan lemak menyebabkan es
krim menjadi semakin tahan terhadap pelelehan. Es krim yang keras dapat
mempertahankan bentuknya setelah diletakkan pada suhu kamar. Es krim yang
berkualitas tinggi tampak tidak cepat meleleh pada saat dihidangkan pada suhu
kamar.

4
2.2.4. Tekstur
Tekstur adalah jumlah ukuran, bentuk dan susunan dari kristal es dan
partikel lain dalam es krim. Tekstur yang diinginkan dalam es krim adalah lembut
seperti bludru dan creamy (kaya akan lemak). Tekstur lembut pada es krim
sangat dipengaruhi oleh campuran, pengolahan, dan penyimpanan. Cacat
tekstur pada es krim adalah sebagai berikut:
1. Spongy (seperti spons). Hal ini terjadi akibat gelembung udara yang terlalu
besar dalam es yang kerap terjadi pada es krim dengan overrun tinggi.
2. Kasar. Hal ini disebabkan karena partikel beku es yang relatif besar akibat
proses pembekuan yang lambat (Barraquia, 2001).

2.2.5. Rasa
Rasa merupakan penilaian paling besar dalam pembuatan es krim. Es
krim yang memiliki bau dan rasa yang enak diminati oleh konsumen (Judkins dan
Kener, 2000).
Menurut Nelson dan Trout (2001), cacat rasa pada es krim disebabkan
karena beberapa hal yaitu:
1. Bahan yang digunakan dari produk susu sudah kadaluarsa.
2. Bahan penambah rasa kurang atau terlalu tajam.
3. Bahan pemanis kurang, terlalu banyak, atau ada bahan pemanis buatan yang
menciptakan aftertaste yang kurang enak.
4. Bahan lain seperti stabilizer yang tidak tepat digunakan dalam pembuatan es
krim.
5. Adanya pertumbuhan mikroorganisme dalam adonan.
6. Suhu es krim yang tidak tepat. Bila es krim sudah mencair rasanya akan
cenderung lebih manis dibandingkan es krim yang masih beku.

2.3. Es Krim Susu Kental Manis


Es krim memiliki beragam komposisi dan proses pembuatan. Es krim
tidak hanya bisa dibuat dari susu cair atau krim kental, tetapi juga bisa dibuat dari
susu kental manis. Es krim berbahan baku susu kental manis belum banyak
dijumpai di pasaran. Kebanyakan hanya skala rumahan karena bahan bakunya
cukup murah dan mudah ditemui.

2.4. Bahan Baku Es Krim Susu Kental Manis

5
2.4.1. Susu Kental Manis
Susu kental manis merupakan salah satu cara pengawetan susu. Prinsip
pembuatan susu kental manis yaitu menguapkan sebagian air pada susu sapi
segar hingga kadar air yang dikehendaki menggunakan evaporator, kemudian
diberi tambahan gula/sukrosa. Gula yang ditambahkan harus dapat mencegah
pembusukan. Produk dikemas secara kedap (hermetis) dan dipasteurisasi. Susu
jenis ini kadar lemak susunya tidak kurang dari 8% (Fellow, 2000).
Tabel 2.4. Spesifikasi Persyaratan Mutu Susu Kental Manis Menurut SNI 01-
2971-1998

No Jenis Uji Satuan Persyaratan


. I II
1. Keadaaan:
Bau - normal normal
Rasa - normal normal
Warna - putih sampai sesuai ganda rasa
kekuningan yang ditambahkan
kental dan
Konsistensi - kental dan homogen homogen
2. Air (b/b) % 20-30 20-30
3. Abu (b/b) % 1,4-2,2 1,4-2,2
4. Protein (N x 6,37), (b/b) % 7-10 Min 6,5
5. Lemak (b/b) % Min. 8,0 Min. 8,0
6. Laktosa (b/b) % Min 10 Min 10
7. Sakarosa (b/b) % 43-48 43-48
8. Bahan tambahan
makanan:
Pewarna buatan: sesuai SNI 01-0222- sesuai SNI 01-
1995 0222-1995
- Sakarin tidak boleh ada tidak boleh ada
- Siklamat tidak boleh ada tidak boleh ada
9. Pati tidak ternyata -
10. Cemaran logam **
Timbal (Pb) mg/kg maks. 0,3 maks. 0,3
Tembaga (Cu) mg/kg maks. 20,0 maks. 20,0
Seng (Zn) mg/kg maks. 40,0 maks. 40,0
Timah (Sn) mg/kg maks. 40,0/250,0* maks. 40,0/250,0*
maks. 0,03 maks. 0,03
Raksa (Hg) mg/kg
11. Cemaran Arsen (As) mg/kg maks. 0,1 maks. 0,1
12. Cemaran mikroba:
Angka lempeng total koloni/g maks. 1,0 x 104 maks. 1,0 x 104
Bakteri koliform APM/g maks. 10 maks. 10
E. Coli APM/g <3 <3
Salmonella per 100 negatif negatif
g
Staphylococcus aureus koloni/g maks. 1,0 x 102 maks. 1,0 x 102
Kapang dan khamir koloni/g maks. 1,0 x 102 maks. 1,0 x 102

6
* Untuk yang dikemas dalam kaleng
** Dihitung terhadap susu yang siap dikonsumsi
I Susu kental manis tanpa ganda rasa
II Susu kental manis dengan ganda rasa

Pembuatan susu kental dimulai dengan pencampuran susu segar, susu


bubuk, gula, air dan bahan tambahan lainnya. Bahan-bahan dicampurkan
sampai tercampur sempurna, kemudian dilakukan penyaringan. Tahap
selanjutnya adalah homogenisasi yang bertujuan untuk menghancurkan globula
lemak, sehingga memiliki ukuran yang kecil dan seragam. Tekanan
homogenisasi yang tepat perlu dioptimasi untuk menghasilkan dispersi lemak
yang baik, tetapi juga cukup rendah untuk mencegah terjadinya resiko koagulasi
karena kerusakan stabilitas protein (Saleh, 2004).
Pasteurisasi merupakan tahap setelah homogenisasi pada kisaran suhu
85-90C. Tahap selanjutnya adalah vacuum cooling yang bertujuan menguapkan
air yang terkandung dalam susu pada kondisi vacuum sehingga air dapat
menguap pada suhu rendah. Tujuan proses pada kondisi vacuum adalah agar
nutrisi yang terkandung pada produk susu dapat diminimalisir kerusakannya.
Tahap selanjutnya adalah penyimpanan dan pengemasan (Saleh, 2004).

2.4.2. Maizena
Di Indonesia, jagung merupakan komoditi tanaman pangan kedua
terpenting setelah padi. Jagung banyak dimanfaatkan sebagai makanan pokok.
Budaya mengonsumsi tepung pada masyarakat Indonesia perlu ditindaklanjuti
dengan mengembangkan aneka tepung lokal untuk mengurangi penggunaan
terigu. Jagung dapat diolah menjadi tepung jagung yaitu maizena. Rasio amilosa
: amilopektin pada maizena sebesar 28 : 72. Kekuatan gel pati jagung lebih baik
daripada pati-pati lainnya sehingga pembentukan matriks gel dapat lebih kokoh
(Syamsir, 2009).
Maizena atau corn starch adalah sebutan populer untuk pati jagung. Kata
"maizena" sendiri awalnya adalah brand atau merk dari suatu produk tepung
jagung yang ada di Meksiko. Tetapi, di Indonesia, akhirnya penyebutan maizena
lebih populer dan mudah dikenali daripada tepung pati jagung itu sendiri. Tekstur
maizena halus dan lembut seperti tepung terigu, namun warnanya lebih pucat
dan keruh daripada tepung terigu. Maizena sering menjadi bahan tambahan dan
atau bahan pengganti terigu dalam pembuatan makanan. Misalnya dalam
pembuatan cake, kue kering, bubur, puding, dan saus. Karena terbuat dari

7
jagung, maka maizena adalah jenis tepung yang bebas gluten. Maizena
mengandung karbohidrat, protein, fosfor, kalsium, dan zat besi. Maizena
cenderung tidak mengandung lemak (Winarno, 2002).
Menurut Winarno (2002), gelatinisasi adalah perubahan yang terjadi pada
granula pati pada waktu mengalami pembengkakan yang luar biasa dan tidak
dapat kembali ke bentuk semula. Gelatinisasi disebut juga sebagai peristiwa
koagulasi koloid yang mengakibatkan terperangkapnya air. Gelatinasi tidak dapat
kembali kebentuk semula karena terjadinya perubahan struktur granula pada
suhu tertentu.

Sumber: http://ilmupangan.blogspot.co.id/
Gambar 2.1. Proses gelatinisasi pada pati
Pada Gambar 2.1. dijelaskan gambaran proses gelatinisasi pada pati.
Menurut Winarno (2002), Gambar 1 merupakan pati mentah kering (tanpa
penambahan air) tidak mengalami gelatinisasi. Artinya, gelatinisasi adalah
fenomena yang terjadi dengan keberadaan air dan panas. Pati mentah kering,
akan mengalami dekstrinisasi jika dipanaskan. Proses ini akan mempengaruhi
viskositas pasta pati dan kekuatan gel pati. Viskositas pasta dan kekuatan gel
pati akan menurun. Jika air ditambahkan kedalam pati mentah dalam jumlah
terbatas, akan terjadi gelatinisasi parsial. Kondisi ini terjadi pada produk-produk
bakery.
Gambar 2 merupakan gambar pati jagung konsentrasi 5% di dalam 95%
air. Pati mengalami sedikit perubahan pada awal pemanasan. Sejumlah kecil air
mungkin akan di adsorbsi pada permukaan granula. Inisiasi adsorpsi pada
granula pati terjadi pada suhu ruang (27°C) (Winarno, 2002).

8
Jika dispersi pati jagung sebesar 5% dipanaskan sampai 40°C, akan lebih
banyak air yang diadsorbsi pada permukaan granula. Hal tersebut digambarkan
pada Gambar 3. Ikatan hidrogen antar polimer-polimer pati dalam granula
mungkin mulai melemah. Pada beberapa jenis pati, air mungkin sudah di
absorbsi kedalam granula (Winarno, 2002).
Gambar 4 merupakan gambar dispersi pati jagung konsentrasi 5% yang
dipanaskan sampai 50°C. Lebih banyak air yang diadsorbsi di permukaan
granula dan ikatan hidrogen antar polimer-polimer pati didalam granula mulai
hilang. Kondisi ini memungkinkan air berpenetrasi kedalam granula dan
diabsorbsi oleh granula. Beberapa amilosa mulai lepas dan berada di permukaan
granula sehingga struktur granula menjadi lebih terbuka (Winarno, 2002).
Pada gambar 5, jika dispersi pati jagung sebesar 5% ini dipanaskan
sampai 60 - 65°C, akan lebih banyak air diadsorbsi di permukaan granula, ikatan
hidrogen antar polimer-polimer pati dalam granula menghilang. Kondisi ini
menyebabkan air yang berpenetrasi kedalam granula akan diabsorbsi oleh
granula. Beberapa amilosa mulai lepas dan berada di permukaan granula
sehingga struktur granula menjadi lebih terbuka. Kondisi ini menyebabkan lebih
banyak air yang terabsorbsi dan makin banyak amilosa yang keluar dan
membentuk dispersi koloid diluar granula (Winarno, 2002).
Gambar 6 adalah kondisi intermediet pada 60 - 70°C. Perubahan yang
terjadi dipengaruhi oleh kecepatan pemanasan, kondisi pati dan faktor lainnya.
Sedangkan pada Gambar 7, jika dispersi pati jagung sebesar 5% dipanaskan
sampai 60 - 90°C, maka proses adsorbsi, absorbsi dan keluarnya amilosa akan
lebih intensif. Pada beberapa titik akan terjadi gelatinisasi yang terlihat sebagai
hilangnya birefringence, meningkatnya viskositas, kejernihan dan kepekaan
terhadap aktivitas enzim, serta perubahan difraksi sinar-x. Pada kondisi ini,
granula pati akan mengembang sebesar mungkin dan terbentuk sol pati
(Winarno, 2002).
Pada beberapa kasus, granula pati yang dipanaskan sampai 90°C akan
mencapai gelatinisasi optimum dan granula membengkak maksimal (Gambar 8).
Pada kasus yang lain menyebabkan rusaknya granula sehingga isinya keluar.
Kondisi ini disebabkan oleh ketidakmampuan struktur dan ikatan hidrogen untuk
mem-pertahankan polimer pati untuk tetap bersama-sama. Kondisi ini terjadi
pada pemasakan pasta pati yang berlebihan, sehingga viskositas sol pasta
menurun (Winarno, 2002).

9
Granula pati mengembang disebabkan oleh penetrasi molekul pati yang
dilalui air akan terperangkap dalam molekul–molekul amilosa atau amilopektin.
Bila suspensi pati dalam air dipanaskan, beberapa perubahan selama terjadinya
gelatinisasi dapat diamati. Mula-mula suspensi pati yang keruh seperti susu tiba-
tiba mulai menjadi jernih pada suhu tertentu, tergantung jenis pati yang
digunakan. Terjadinya translusi larutan pati tersebut diikuti pembengkakkan
granula. Bila energi kinetik molekul-molekul air menjadi lebih kuat daripada daya
tarik-menarik antara molekul besar menyebabkan kemampuan pati menyerap air
(Winarno, 2002).

2.4.3. SP
SP adalah emulsifier yang mengandung gliserin yang berguna untuk
menstabilkan adonan pada waktu pengocokan agar tidak mudah turun. Bahan ini
mampu mengikat udara dengan sempurna sehingga dapat menghasilkan serat-
serat yang halus dan padat. Kandungan kimia SP adalah ester yang mana
esternya adalah asam lemak seperti asam stearat, palmitic, dan oleic. Bentuknya
pasta seperti ovalet. Biasanya dijual dengan merek dagang SP cap Koepoe-
Koepoe, SP Baker Cream, SP-Nova atau Sponge-28 (Anonymous, 2017).

2.5. Pembuatan Es Krim Susu Kental Manis


Bahan yang digunakan adalah tepung maizena, air, air es, susu cair,
susu kental manis, es batu dan SP. Alat yang digunakan dalam proses
pembuatan es krim adalah mangkuk, kompor, panci, spatula, balloon whisk,
mixer, plastic wrap, freezer, dan wadah tertutup. Proses pembuatan es krim susu
kental manis adalah sebagai berikut (modifikasi resep es krim FPTC):
a. Larutkan maizena ke dalam air, kemudian dimasak pada suhu 90°C hingga
maizena tergelatinisasi.
b. Setelah larutan maizena tergelatinisasi, matikan api. Sisihkan.
c. Masak SP dengan 2 sendok makan air. Sisihkan.
c. Ke dalam mangkuk masukkan maizena yang telah tergelatinisasi, susu kental
manis, air es, susu cair dan SP.
d. Aduk bahan tersebut dengan mixer berkecepatan tinggi (skala 3) diatas
mangkuk berisi es batu.
e. Masukkan adonan es krim ke dalam wadah, lapisi bagian atas adonan es krim
dengan plastic wrap terlebih dahulu kemudian tutup rapat.

10
f. Bekukan adonan es krim ke dalam freezer.
Maizena yang dicampurkan ke dalam adonan es krim harus dimasak
terlebih dahulu. Hal ini disebabkan karena maizena akan memberikan aftertaste
yang kurang baik bila dicampur dalam keadaan berupa tepung. Selain itu,
maizena berfungsi sebagai pengikat air dalam adonan es krim. Begitu pula
dengan SP. SP harus dimasak terlebih dahulu agar pembentukan gel terjadi
(Winarno, 2002).

11

Anda mungkin juga menyukai