Anda di halaman 1dari 80

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit jantung koroner (PJK) atau penyakit kardiovaskuler
adalah salah satu akibat utama arteriosclerosis ( pengerasan pembuluh
darah nadi ) yang dikenal sebagai arterosklerosis. Pada keadaan pembuluh
darah nadi menyempit karena terjadi endapan-endapan lemak ( atheroma
dan plaques ) pada dindingnya. Penyakit jantung koroner (PJK) ialah
penyakit jantung yang terutama disebabkan akibat penyempitan artero
koronaria akibat proses aterosklerosis atau spasme atau kombinasi
keduanya (Saputra, 2014).
Penyakit jantung koroner (PJK) adalah keadaan dimana terjadi
ketidakseimbangan antara kebutuhan otot jantung atas oksigen dengan
penyediaan yang di berikan oleh pembuluh darah coroner (Mia, 2010).
Penyakit kardiovaskuler telah menjadi salah satu masalah penting
kesehatan masyarakat dunia, termasuk di Indonesia. Di negara
berkembang dari tahun 1990 sampai 2020 angka kematian akibat penyakit
jantung koroner akan meningkat 137 % pada laki-laki dan 120% pada
perempuan ( Smeltzer et al, 2012 ).
Data menunjukan pada tahun 2012 terdapat 17,5 juta orang di
dunia meninggal akibat penyakit kardiovaskuler atau 31% dari 56,5 juta
kematian diseluruh dunia. Lebih dari 3/4 kematian akibat penyakit
kardiovaskuler terjadi di negara berkembang yang berpenghasilan rendah
sampai sedang. Data seluruh kematian yang diakibatkan penyakit
kardiovaskuler sebanyak 7,4 juta (42,3%) dan 6,7 juta ( 38,3%)
disebabkan oleh stoke (WHO, 2012).
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, prevalensi penyakit
jantung koroner (PJK) berdasarkan diagnosis dokter di Indonesia tahun
2013 sebesar 0,5 % atau diperkirakan sekitar 884.447 orang, sedangkan

1
berdasarkan diagnosis dokter gejala sebesar 1,5% atau diperkirakan sekitar
2.650.340 orang. Berdasarkan diagnosis atau gejala estimasi jumlah
penderita penyakit jantung koroner di Provinsi Jawa Barat sebanyak
160.812 orang (0,5%). (Litbangkes Kementrian Kesehatan RI, 2013).
Menurut badan pusat statistik Kabupaten Cianjur (2014) dalam
hasil rekapitulasi 10 besar penyakit klinik jantung di RSUD Kelas B
Canjur, penyakit jantung koroner (PJK) menempati urutan kelima dengan
jumlah 173 (7,90%).
PJK dapat dikenali / didiagnosis dengan beberapa cara, mulai dari
teknik non invasif seperti elektrokardiografi (EKG) sampai pemeriksaan
invasif seperti koronografi / kateterisasi jantung (Guyton & Hall, 2007).
Tindakan kateterisasi jantung merupakan tindakan invasif yang
akan menimbulkan berbagai reaksi baik sebelum tindakan maupun setelah
dilakukan tindakan antara lain nyeri post tindakan, peningkatan tekanan
darah ,frekuensi pernafasan dan frekuensi nadi (Brunner & Suddarth,
2009)
Masih tingginya tingkat kematian akibat penyakit jantung koroner
ini menyebabkan tingginya tingkat pembedahan dengan Coronary Artery
Bypass Graft (CABG). Bedah CABG melibatkan pintas dari sumbatan
pada satu atau lebih arteri koroner dengan menggunakan vena safena,
arteri mamaria atau arteri radialis sebagai pengganti atau saluran pembuluh
darah ( Black & Hawks, 2014 ).
Perawatan pasien pasca CABG harus dilakukan diruang ICU
karena diperlukan monitoring hemodinamik dengan ketat dan memerlukan
alat bantu nafas mekani (ventilator). Pada pasien pasca CABG yang tidak
mengal ami komplikasi harus segera dilakukan penyapihan dari alat bantu
nafas ventilator (Hilary P, 2017). Setalah dilakukan ektubasi atau
pelepasan alat bantu nafas dari pasien, untuk mencegah terjadi hipoksemia
harus segera diberikan pemberian terapi oksigen sesuai dengan kondisi
pasien terutama pada 24 jam pertama pasca CABG ( Critical Rescue, 2009
).

2
Pada pasien pasca operasi jantung ada beberapa tanda dan gejala
yang mungkin akan terjadi yaitu nyeri pasca operasi, perubahan cairan,
perubahan tekanan darah, perdarahan pasca operasi, infeksi luka, disfungsi
neurologi dan penurunan curah jantung, nilai saturasi oksigen pasien pasca
CABG mengalami penurunan yaitu 80%.
Tindakan keperawatan yang diperlukan post kateterisasi jantung
antara lain mengevaluasi keluhan pasien mengenai rasa nyeri/
ketidaknyamanan, kebas atau kesemutan pada ekstrimitas yang dilakukan
intervensi (Brunner & Suddarth, 2009).
Manajemen nyeri merupakan bagian dari perawatan pasien yang
sangat penting. The Joint Commission on the Accreditation of Healthcare
Organization (JCAHO) tahun 2000, mengembangkan standar pengelolaan
nyeri bagi institusi kesehatan dengan menyatakan bahwa keluhan nyeri
harus dinilai pada semua pasien karena mereka mempunyai hak untuk
dikaji dan diberikan penatalaksanaan nyeri secara tepat. World Health
Organization (WHO) tahun 2002 menyatakan bahwa bebas dari nyeri
adalah bagian dari hak azazi manusia.
Penyebab timbulnya nyeri/ ketidaknyamanan pada pasien post
kateterisasi jantung antara lain: adanya luka bekas tindakan invasif, letak
area yang dilakukan tindakan dan respon pasien yang berbeda dalam
merasakan nyeri (Jong et al,2004). Setelah kateterisasi jantung pasien
dilakukan immobilisasi dengan pembebatan pada daerah tindakan untuk
mencegah perdarahan yang dilakukan selama 6 jam post tindakan (Hamel,
2009). Nyeri pada pasien kateterisasi jantung menjadi signifikan apabila
tidak mendapatkan penanganan yangmemadai, dapat menyebabkan
ketegangan, gelisah, dan kecemasan.
Penurunan nyeri pada pasien dapat diupayakan dengan
mendekatkan teman atau keluarga, memberikan informasi teoritis,
memberikan teknik relaksasi , memberikan terapi musik dan guided
imagery agar pasien bisa mengurangi nyeri (Buzatto, 2010, 2011).

3
Beberapa terapi non farmakologi yang bisa digunakan dalam
menurunkan intensitas nyeri pasien post tindakan invasif diatas, peneliti
memilih terapi musik dan relaksasi nafas dalam, hal ini didukung beberapa
penelitian tentang efektifitas dari kedua teknik tersebut antara lain terapi
musik efektif sebagai metode non farmakologi,murah,non invasif dan
memiliki efek untuk mengurangi intensitas nyeri pasca operasi (Margareta
et al, 2009; Jafari et al, 2012; Motahedian et al, 2012; Deivi, dkk. 2015)
Hal ini sesuai dengan jurnal Nanik Sri Khodriyati , Arlina Dewi,
Azizah Khoiriyati (2018). “Efektifitas Kombinasi Terapi Musik Dan
Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Penurunan Nyeri Pasien Post
Kateterisasi Jantung” menunjukkan bahwa rata-rata skala nyeri sebelum
diberikan kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas dalam pada
kelompok intervensi 5,26 sedangkan skala nyeri pre pada kelompok
kontrol 4,26. Analisis data selanjutnya menunjukkan tidak terdapat
perbedaan yang bermakna antara skala nyeri pre pada kelompok intervensi
dan kontrol (p value ˃ 0,05). Rata-rata skala nyeri sesudah diberikan
kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas dalam pada kelompok
intervensi 2,58 , sedangkan skala nyeri post pada kelompok kontrol 4,05.
Analisis data selanjutnya menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna
antara skala nyeri post pada kelompok intervensi dan kontrol (p value ˂
0,05).
Penelitian yang dilakukan oleh Utomo, et al (2015) yang meneliti
efektifitas antara terapi musik religi dan slow deep breathing relaxation
dengan slow deep breathing relaxation terhadap intensitas nyeri pada
pasien post operasi bedah mayor di RSUD Ungaran. Hasil penelitian pada
kelompok eksperimen setelah diberikan relaksasi nafas dalam dan musik
religi menjadi rata-rata 2,88, sedangkan pada kelompok yang diberikan
relaksasi nafas dalam setelah diberikan relaksasi nafas dalam turun
menjadi 3,41. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa musik religi
dan nafas dalam lebih efektif dalam menurunkan nyeri daripada relaksasi
nafas dalam saja.

4
Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai “Efektifitas Kombinasi Terapi Musik Dan
Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Penurunan Nyeri Pasien Post
Kateterisasi Jantung”

B. Rumusan Masalah
Bagaimana Aplikasi Teknik Kombinasi Terapi Musik Dan Teknik
Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pasien Post
Kateterisasi Jantung di RSUD Sayang Cianjur ?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Dapat Mengaplikasikan Tindakan Teknik Kombinasi Terapi Musik
Dan Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Penurunan Skala Nyeri
Pasien Post Kateterisasi Jantung di RSUD Sayang Cianjur
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada pasien post kateterisasi
jantung(CABG) dalam Penurunan Skala Nyeri di RSUD Sayang
Cianjur
b. Menetapkan diagnosis keperawatan pada pasien post kateterisasi
jantung(CABG) dalam Penurunan Skala Nyeri di RSUD Sayang
Cianjur
c. Menyusun perencanaan keperawatan pada pasien post kateterisasi
jantung(CABG) dalam Penurunan Skala Nyeri di RSUD Sayang
Cianjur
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien post kateterisasi
jantung(CABG) dalam Penurunan Skala Nyeri di RSUD Sayang
Cianjur
e. Melakukan evaluasi keperawatan pada pasien post kateterisasi
jantung(CABG) dalam Penurunan Skala Nyeri di RSUD Sayang
Cianjur

5
f. Menganalisis aplikasi tindakan keperawatan mampu menganalisis
penerapan Teknik Kombinasi Terapi Musik Dan Teknik Relaksasi
Nafas Dalam Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pasien Post
Kateterisasi Jantung(CABG) yang dilakukan Sayang Cianjur.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi berupa
pengembangan ilmu keperawatan serta informasi di bidang
keperawatan medikal bedah tentang asuhan keperawatan pada pasien
post op CABG(kateterisasi jantung) dengan penerapan Teknik
Kombinasi Terapi Musik Dan Teknik Relaksasi Nafas Dalam.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Perawat
Sebagai tambahan informasi bagi perawat dalam pemberian asuhan
keperawatan dalam upaya peurunan skala nyeri dengan
menerapkan tindakan Teknik Kombinasi Terapi Musik Dan Teknik
Relaksasi Nafas Dalam
b. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai tambahan informasi untuk pertimbangan institusi
pendidikan dalam menambah Pustaka dan wawasan kepada
mahasiswa tentang penerapan tindakan Teknik Kombinasi Terapi
Musik Dan Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Penurunan
Skala Nyeri Pasien Post Kateterisasi Jantung(CABG).
c. Bagi Klien dan Keluarga
Dapat membantu klien dan keluarga dalam menurunkan skala
nyeri. Serta memberikan wawasan dan pengetahuan mengenai post
op kateterisasi jantung(CABG)) dan cara penanganannya secara
tepat dan aman tanpa menimbulkan efek samping.
d. Bagi Peneliti Selanjutnya

6
Dapat membantu peneliti selanjutnya serta menambah referensi
mengenai penelitian tindakan Teknik Kombinasi Terapi Musik Dan
Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Penurunan Skala Nyeri
Pasien Post Kateterisasi Jantung(CABG).

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit
1. Pengertian Penyakit Jantung Koroner
American heart association (AHA), mendefinisikan penyakit
jantung koroner adalah istilah umum untuk penumpukan plak di ateri
jantung yang dapat menyebabkan serangan jantung, penumpukan plak
pada arteri koroner ini disebut dengan aterosklerosis. (AHA, 2012)
Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan keadaan dimana
terjadi penimbunan plak pembuluh darah koroner. Hal ini menyebabkan
arteri coroner menyempit atau tersumbat. Arteri coroner merupakan
arteri yang menyuplai darah otot jantung dengan membawa oksigen
yang banyak. Terdapat beberapa faktor memicu penyakit ini. Yaitu,
gaya hidup, faktor genetic, usia dan penyakit penyerta yang lain.
(Norhasimah, 2010)
PJK juga disebut penyakit arteri koroner (CAD), penyakit
jantung iskemik (HD), atau penyakit jantung aterosklerotik, adalah hasil
akhir dari akumulasi plak ateromatosa dalam dinding-dinding arteri
yang memasok darah ke miokardium (otot jantung) (Manitoba Centre
for Health Policy, 2013).
PJK adalah penyempitan atau tersumbat pembuluh darah arteri
jantung yang disebut pembuluh darah koroner. Sebagaiman halnya
organ tubuh lain, jantung pun memerlukan zat makanan dan oksigen
agar dapat memompa darah ke seluruh tubuh, jantung akan bekerja baik
jika terdapat keseimbangan anta pasokan dan pengeluaran. Jika
pembuluh darah koroner tersumbat atau menyempit, maka pasokan
darah ke jantung akan berkurang, sehingga terjadi ketidakseimbangan
antara kebutuhan dan pasokan zat makanan dan oksigen, makin besar
persentase penyempitan pembuluh koroner makin berkurang aliran

8
darah ke jantung, akibatnya timbul nyeri dada. (UPT- Balai Informasi
Teknologi lipi Pangan & Kesehatan, 2009)
2. Etiologi Penyakit Jantung Koroner
Etiologi penyakit jantung koroner adalah adanya penyempitan,
penyumbatan, atau kelainan pembuluh darah arteri coroner,
penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah tersebut dapat
mengehentikan aliran darah ke otot jantung yang sering ditandai dengan
nyeri. Dalam kondisi yang parah, kemampuan jantung memompa darah
dapat hilang. Hal ini dapat merusak system pengontrol irama jantung
dan berakhir dengan kematian. (Hermawatisa , 2014:hal 2)
Penyempitan dan penyumbatan arteri coroner disebabkan zat
lemak kolestrol dan trigliserida yang semakin lama semakin banyak dan
menumpuk dibawah lapisan terdalam endothelium dari dinding
pembuluh arteri. Hal ini dapat menyebabkan aliran darah ke otot
jantung menjadi berkurang atau berhenti, sehingga mengganggu kerja
jantung sebagai pemompa darah. Efek dominan dari jantung koroner
adalah kehilangan oksigen dan nutrient ke jantung karena aliaran darah
ke jantung berkurang. Pembentukan plak lemak dalam arteri
memengaruhi pembentukan bekuan aliran darah yang akan mendorong
terjadinya serangan jantung. Proses pembentukan plak yang
menyebabkan pergeseran arteri tersebut dinamakan arteriosclerosis.
(Hermatirisa, 2014:hal 2)
Awalnya penyakit jantung dimonopoli oleh orang tua. Namun
saat ini ada kecenderungan penyakit ini juga diderita oleh pasien di
bawah usia 40 tahun. Hal ini bisa terjadi karena adanya pergeseran gaya
hidup, kondisi lingkungan dan profesi masyarakat yang memunculkan
“tren penyakit” baru yang bersufat degenerative. Sejumlah prilaku dan
gaya hidup yang ditemui pada masyarakat perkotaan antara lain
mengkonsumsi makanan siap saji yang mengandung kadar lemak jenuh
tinggi, kebiasaan merokok, minuman beralkohol, kerja berlebihan,
kurang berolahraga, dan stress.(Hermawatirisa, 2014:hal 2)

9
3. Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner
Aterosklerosis atau pergeseran arteri adalah kondisi pada arteri
besar dan kecil yang ditandai penimbunan endapan lemak, trombosit,
neutrofil, monosit dan makrofag diseluruh kedalaman tunika intima
(lapisan sel endotel), dan akhirnya ke tunika media (lapisan otot polos).
Arteri yang paling sering terkena aldah arteri koroner, aorta dan arteri-
arteri serebral. (Ariesty, 2011:hal 6)
Langkah pertama dalam pembentukan aterosklerosis dimulai
dengan disfungsi lapisan endotel lumen arteri, kondisi ini dapat terjadi
setelah cedera pada sel endotel meningkatkan permeabelitas terhadap
berbagai komponen plasma, termasuk asam lemak dan triglesirida,
sehingga zat ini dapat masuk kedalam arteri, oksidasi asam lemak
menghasilkan oksigen radikal bebas yang selanjutnya dapat merusak
pembuluh darah. (Ariesty, 2011:hal 6)
Cedera pada sel endotel dapat mencetuskan reaksi inflamasi dan
imun, termasuk menarik sel darah putih, terutama neutrofil dan
monosit, serta trombosit ke area cedera, sel darah putih melepaskan
sitokin proinflamatori poten yang kemudian memperburuk situasi,
menarik lebih banyak sel darah putih dan trombosit ke area lesi,
menstimulasi proses pembekuan, mengaktifasi sel T dan B, dan
melepaskan senyawa kimia yang berperan sebagai chemoattractant
(penarik kimia) yang mengaktifkan siklus inflamasi, pembekuan dan
fibrosis. Pada saat ditarik ke area cedera, sel darah putih akan
menempel disana oleh aktivasi faktor adhesive endothelial yang bekerja
seperti velcro sehingga endotel lengket terutama terhadap sel darah
putih, pada saat menempel dilapisan endothelial, monosit dan netrofil
mulai berimigasi diantara sel-sel endotel kurang interstisial. Di ruang
interstesial, monosit yang matang menjadi makrofag dan bersama
neutrofil tetap melepaskan sitokin, yang meneruskan siklus inflamasi.
Sitokin proinflamatori juga merangsang ploriferasi sel otot polos yang

10
mengakibatkan sel otot polos tumbuh di tunika intima. (Ariesty,
2011:hal 6)
4. Manifestasi Klinis Penyakit Jantung Koroner
Menurut , Hermawatirisa 2014 : hal 3, Gejala penyakit jantung koroner
a. Timbulnya rasa nyeri di dada (Angina Pectoris )
b. Sesak nafas (Dispnea)
c. Keanehan pada irama denyut jantung
d. Pusing
e. Rasa lelah brkepanjangan
f. Sakit perut, mual dan muntah

Penyakit jantung koroner dapat memberikan manifestasi klinis


yang berbeda-beda. Untuk menentukan manifestasi klinisnya perlu
melakukan pemeriksaan yang seksama. Dengan memperhatikan klinis
penderita, riwayat perjalanan penyakit, pemeriksaan fisik,
elektrokardiogram saat istirahat, foto dada, pemeriksaan enzim jantung
dapat membedakan subset klinis PJK.

5. Klasifikasi Penyakit Jantung Koroner


Faktor risiko terjadinya penyakit jantung antara lain ;
hiperlipidemi,hipertensi,meroko,diabetes mellitus,kurang aktifitas
fisik,stress,jenis kelai,obesitas dan genetic.
Menurut (putra s,dkk,2013:hal 40) Klasifikasi PJK :
a. Angina pektoris stabil/stable angina pectoris
Penyakit iskemik disebabkan ketidakseimbangan antara
kebutuhan dan suplai oksigen miokard. Di tandai oleh rasa nyeri
yang terjadi jika kebuthan oksigen miokardion melebihi suplainya.
Iskemia Miokard dapat bersifat asimtomatis (iskemia sunyi/silent
ischemia), terutama pada pasien diabetes. 8 penyakit ini sindrom
klinis episodic karena Iskemia Miokard trainsien. Laki-laki
merupakan 70% dari pasien dengan angina pektoris dan bahkan

11
sebagian besar menyerang pada laki-laki kurang lebih 50 tahun dan
wanita 60 tahun.

b. Angina pektoris Tidak stabil/unstable Angina pectoris


Sindroma kelinis nyeri dada yang sebagian besar
disebabkan oleh disrupsi plak ateroskelrotik dan diikuti kaskade
proses patologis yang menurunkan aliran darah koloner, ditandai
dengan peningkatan frekuensi, intensitas atau lama nyeri, Angina
timbul pada saat melakukan aktivitas ringan atau istirahat, tanpa
terbukti adanya nekrosis miokard.
1) Terjadi saat istirahat (dengan tenaga minimal) biasanya
berlangsung >10 menit.
2) Sudah parah dan onset baru (dalam 4-6 minggu sebelumnya)
3) Terjadi dengan pola crescendo (jelas lebih berat,
berkepanjangan, atau sering dan sebelumnya)
c. Angina Varian Prinzmetal
Arteri koroner bisa menjadi kejang, yang mengganggu
aliran darah ke otot jantung (Iskemia). Ini terjadi pada orang tanpa
penyakit arteri koroner yang signifikan, namun dua pertiga dari
orang dengan angina varian mempunyai penyakit parah dalam
paling sedikit satu pembuluh, dan kekejangan pada tempat
penyumbatan. Tipe Angina ini tidak umum dan hampir selalu
terjadi bila seorang beristirahat sewaktu tidur. Andi mempunyai
risiko meningkat untuk kejang koroner jika anda mempunyai :
penyakit arteri koroner yang mendasari, merokok, atau
menggunakan obat perangsang atau obat terlarang (seperti kokain).
Jika kejang arteri menjadi parah dan terjadi untuk jangka waktu
panjang, serangan jantung bisa terjadi.

12
d. Infark Miokard Akut
Nekrosis miokard akut akibat gangguan aliran darah arteri
koronaria yang bermakna, sebagai akibat oklusi arteri koronaria
karena thrombus atau spasme hebat yang berlangsung lama. Infark
Miokard terbagi 2 :
a. Non ST Elevasi Miokardial Infark (NSTEMI)
b. ST Elevasi Miokardial Infark (STEMI)
6. Komplikasi Penyakit Jantung Koroner
Menurut, (Karikaturijo, 2010:hal 11) Komplikasi PJK Adapun
komplikasi PJK adalah :
a. Disfungsi ventricular
b. Aritmia pasca STEMI
c. Gangguan hemodinamik
d. Ekstrasistol ventrikel sindroma coroner akut elevasi ST tanpa
elevasi ST Infark miokard tak stabil
e. Takikardi dan fibrilasi atrium dan ventrikel
f. Syok kardiogenik
g. Gagal jantung kongesif
h. Perikarditis
i. Kematian mendadak (Karikaturijo, 2010: hal 11)
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan EKG
b. Foto dada thorak foto mungkin normal atau adanya atromegali
c. Pemeriksaan labolatorium
a. Perubahan jantung, dan troponin T
b. Kolestrol/trigeliserida serum, mungkin meningkat faktor CAD
c. Analisa gas darah dan luktar miolard
d. Elektrolit : kalium, kalsium, magnesium, natrium

13
d. Karakteristik jantung dengan angiografi
Diindikasikan pada pasien dengan istemia yang diketahui angin atau
nyeri dada tanpa aktivitas, pada pasien kolestrol dan penyakit
jantung keluarga yang mengalami nyeri dada, pasien dengan EKG
istirahat normal, prosedur ini akan menggambarkan penyempitan
sumbatan arteri koroner.
e. Echokardiografi
Digunakan volume sistolik dan distolik vertikel untuk mengkaji
troksi ejeksi, gerakan segmen dinding, volume sistolik dan distolik
ventikel, katup mitra karena disfungsi otot pupiler dan untuk
mendeteksi adanya trombus mural, vegetasi katup, atau cairan
pericardial.
8. Penatalaksanaan Medis
a. Istirahat total dalam waktu 24 jam pertama atau masih ada keluhan
nyeri atau keluhan lainnya hal ini dapat mengurangi beban kerja
jantung dan membantu membatasi luas permukaan infark.
b. oksigen 2-5 liter / menit untuk meningkatkan oksigenasi darah
sehingga beban kerja jantung berkurang dan fungsi sistematik
meningkat.
c. IV FD Dextrose 5% atau Nacl 0,9 % untuk persiapan pemberian
obat intravena.
d. pemberian morvin 2,5 – 5mg IV
e. sedatif seperti diamepam 3-4x,2mg per oral
f. Diet
Diet jantung 1 : makan siang
Diet jantung II : bubur
Diet jantung III : nasi tim
Diet jantung IV : nasi

14
9. Pathway

Perjalanan stress Latihan Makan-


Ateroskler terhadap dingin fisik makanan
osispasme berat
pembuluh Adrenalin
darah vosokontriksi meningkat Keb O2
Aliran O2
jantung
meningkat ke
meningkat
Aliran O2 koronia mesentrikus
menurun

Aliran O2 jantung
menurun

Jantung kekurangan
O2

Iskemia otot jantung

Kontraksi jantung
menurun Nyeri akut

Curah jantung
menurun
Nyeri b.d Takut Perlu menghindari
iskemia mati komplikasi

cemas Diperlukan
pengetahuan
tinggi
Cemas b.d
kematian

Kurang
pengetahuan b.d
devicit knowlage

15
B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Post Operatif
Coronary Artery Bypass Graft
1. Pengkajian
Setelah operasi selesai, pasien segera dipindahkan ke ruang
Intensive Care Unit. Segera setelah pasien tiba di ICU, perawat harus
segera melakukan pengkajian meliputi semua sistem organ untuk
menentukan status pascaoperasi dibandingkan dengan preoperasi dan
mengetahui perubahan yang mungkin terjadi selama pembedahan.
a. Status Neurologi
Tingkat responsifitas, ukuran pupil dan reaksi terhadap cahaya,
reflex, gerakan ekstremitas, dan kekuatan genggaman tangan.
b. Status jantung
Meliputi frekuensi dan irama jantung, suara jantung, tekanan darah
arteri, tekanan vena sentral (CVP), tekanan arteri paru, tekanan baji
paru (PCWP = pulmonary artery wdge pressure), tekanan atrium
kiri (LAP), bentuk gelombang pada tekanan darah invasive, curah
jantung dan cardiac index, tahanan pembuluh darah sistemikdan
paru, saturasi oksigen arteri paru (SvO2) bila ada, drainase rongga
dada, fungsi pacemaker.
c. Status Respirasi
Pengkajian terhadap status respirasi bertujuan untuk mengetahui
secara dini tanda dan gejala tidak adekuatnya ventilasi dan
oksigenasi. Perawat mengkaji status respirasi pasien selama
operasi, ukuran endotrakeal tube, masalah yang dihadapi selama
intubasi, lama penggunaan alat mesin jantung paru. Selanjutnya
kaji gerakan dada, suara nafas, setting ventilator (frekuensi,
volume tidal, konsentrasi oksigen, Mode, PEEP), kecepatan nafas,
tekanan ventilator, saturasi oksigen, analisa gas darah.
d. Status Pembuluh darah perifer
Denyut nadi perifer, warna kulit, dasar kuku, mukosa, bibir, cuping
telinga, suhu kulit, edema kondisi balutan dan pipa invasif.

16
e. Fungsi Ginjal
Haluaran urine, berat jenis urine, dan osmolalitas
f. Status Cairan dan elektrolit
Haluaran semua selang drainase, parameter curah jantung, dan
indikasi ketidakseimbangan elektrolit berikut :
Hipokalemia : intoksikasi digitalis, disritmia (gelombang U, AV
blok, gelombang T yang datar atau terbalik)
Hiperkalemia : konfusi mental, tidak tenang, mual, kelemahan,
paretesia ekstremitas, disritmia (tinggi, gelombang T puncak,
meningkatnya amplitude, pelebaran kompleks QRS; perpanjangan
interval QT)
Hiponatremia : kelemahan, kelelahan, kebingungan, kejang, koma.
Hipokalsemia parestesia, spasme tangan dan kaki, kram otot, tetani
Hiperkalsemia : intoksikasi digitalis, asistole.
g. Nyeri
Sifat, jenis, lokasi, durasi, (nyeri karena irisan harus dibedakan
dengan nyeri angina) respon terhadap analgesic
h. Status Gastrointestinal
Auskultasi bisisng usus, palpasi abdomen, nyeri pada saat palpasi.
i. Status Alat yang Dipakai
Kepatenan alat dan pipa untuk menentukan baik atau tidak
kondisinya meliputi, pipa endotrakeal, ventilator, monitor saturasi,
kateter arteri paru, infuse intravena, pacemaker, sistem drainase
dan urine.
Selanjutnya jika pasien sudah sadar dan mengalami perkembangan
yang baik, perawat harus mengembangkan pengkajian terhadap
status psikologis dan emosional pasien, kebutuhan keluarga, dan
risiko akan komplikasi.
Catatan : beberapa pasien yang telah menjalani CABG dengan
arteri mamaria interna akan mengalami parestesis nervus ulnaris
pada sisi yang sama dengan graft yang diambil. Parestesia tersebut

17
bisa sementara atau permanen. Pasien yang menjalani CABG
dengan arteri gastroepiploika juga akan mengalami ileus selama
beberapa waktu pasca operatif dan akan mengalami nyeri abdomen
pada tempat insisi selain nyeri dada.
1. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan fungsi
miokardium ( preload, afterload, kontraktilitas )
b. Risiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan trauma
pembedahan dada ekstensif
c. Risiko keseimbangan volume cairan dan elektrolit berhubungan
dengan gangguan volume darah
d. Nyeri berhubungan dengan trauma operasi dan iritasi pleura akibat
selang dada
e. Risiko pola nafas inefektif berhubungan dengan ketidakadekuatan
ventilasi
f. Risiko infeksi berhubungan dengan luka insisi
2. Rencana Asuhan Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan fungsi
miokardium ( preload, afterload, kontraktilitas )
Tujuan: Mengembalikan curah jantung untuk menjaga/mencapai
gaya hidup yang diinginkan
Kriteria Evaluasi:
1)      Parameter hemodinamik dalam batas normal
2)      Drainase dada melalui selang pada 4-6 jam pertama kurang
dari 300 ml/jam
3)      Tanda-tanda vital stabil
4)      Nyeri terbatas pada luka operasi
5)      EKG negative terhadap perubahan iskemik
Intervensi:
1)   Pantau status kardiovaskular, pembacaan parameter hemodinamik

18
Rasional: Efektifitas curah jantung ditentukan oleh pemantauan
hemodinamik
a) Lakukan observasi tekanan arteri setiap 15 menit sampai
stabil
b) Lakukan auskultasi suara dan irama jantung
c) Lakukan observasi denyut nadi perifer
d) Lakukan pengukuran tekanan atrium kiri, tekanan diastolic
arteri pulmonal dan PCWP untuk mengkaji curah jantung
e) Lakukan pemantauan PCWP, CO/CI, tekanan atrium kiri,
dan CVP untuk mengkaji volume darah, tonus vaskular dan
efektifitas pemompaan jantung
f) Pantau hasil EKG
g) Lakukan pengukuran haluaran urine
h) Lakukan observasi mukosa pipi,dasar kuku, cuping telinga,
dan ekstremitas
i) Lakukan pengkajian kulit, perhatikan suhu dan warnanya
2)    Observasi adanya perdarahan persisten drainase darah yang terus-
menurus dan menetap, hipotensi, CVP rendah, takikardi.
Persiapkan pemberian komponen darah dan larutan vena.
Rasional: Perdarahan dapat terjadi akibat insisi jantung, kerapuhan
jaringan, trauma jaringan, dan gangguan faktor pembekuan
3)     Observasi adanya tamponade jantung: hipotensi, peningkatan
PCWP, tekanan atrium kiri, CVP, bunyi jantung lemah, denyut
nadi lemah, distensi vena jugularis, penurunan haluran urine,
lakukan pengecekan berkurangnya darah pada selang drainase.
Kaji adanya pulsus paradoksus.
Rasional: tamponade jantung terjadi karena adanya perdarahan di
kantung pericardium yang akan menekan jantung dan menghambat
pengisian ventrikel secara adekuat. Penurunan drainase
menunjukkan bahwa darah cairan terkumpul di kantung
pericardium.

19
4)  Observasi gagal jantung: hipotensi, peninggian PCWP. CVP,
tekanan atrium kiri, takikardi, gelisah, asinosis, agitasi, distensi
vena, dispneu, ascites,. Persiapkan pemberian diuretic dan digitalis.
Rasional: Gagal jantung yang terjadi akibat penurunan aksi
pemompaan jantung, dapat mengakibatkan berkurangnya perfusi
ke organ vital.
5)   Melakukan observasi adanya infark miokardium. Lakukan
pemeriksaan EKG dan enzim berkala. Bedakan nyeri bekas luka
operasi dengan nyeri angina.
Rasional: Gejala bisa tertutup oleh tingkat kesadaran pasien dan
obat anti nyeri
b. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
sekret pada ETT
Tujuan: Bersihan jalan napas efektif
Kriteria Evaluasi:
1) Jalan nafas paten
2) Analisa gas darah dalam batas normal
3) Selang endotrakeal tetap pada tempatnya, seperti terlihat pada
rontgen
4) Suara nafas jernih
5) Ventilator sinkron dengan respirasi
6) Dasar kuku dan membrane mukosa tidak pucat
7) Ketajaman mental sesuai dengan sedative yang diberikan
8) Orientasi terhadap ruang dan waktu baik
Intervensi:
1)    Jaga ventilasi assist-controlled atau intermitten bila mungkin
sinkronus
Rasional: dukungan ventilasi digunakan pada 4-48 jam untuk
mengurangi kerja jantung, mempertahankan ventilasi yang efektif,
dan memberikan jalan nafas bila terjadi henti jantung
2)      Pantau analisa gas darah, volume tidal, parameter ekstubasi

20
Rasional: analisa gas darah dan volume tidal menunjukkan
efektifitas ventilator dan perubahan yang harus dilakukan untuk
memperbaiki pertukaran gas
3)      Auskultasi suara dada terhadap suara nafas
Rasional: krekel menunjukkan kongesti paru, penurunan atau
hilangnya suara nafas menunjukkan pneumothorax
4)      Tenangkan pasien dan pantau kedalaman respirasi bila ventilasi
tidak dalam
Rasional: sedasi membantu pasien untuk mentoleransi selang ETT
dan mengatasi sensasi ventilasi
5)      Lakukan fisioterapi dada
Rasional: membantu mencegah retensi sputum dan atelektasis
6)   Anjurkan untuk menarik nafas dalam, batuk efektif, mobilisasi.
Anjurkan untuk memakai spirometer dan latihan terapi nafas.
Anjurkan menggunakan tahanan didada untuk mengurangi
ketidaknyamanan saat batuk atau tarik nafas dalam
Rasional: membantu kepatenan jalan nafas dan mencegah
atelektasis dan membantu perkembangan paru
7)      Lakukan penghisapan lender trakheobronkial dan dengan
menggunakan teknik aseptic yang baik
Rasional: retensi sekresi dapat mengakibatkan hipoksia dan
kemungkinan henti jantung, retensi sekresi memudahkan
terjadinya infeksi.
c. Nyeri berhubungan dengan adanya luka insisi bedah, trauma syaraf
intraoperasi.
Tujuan : Nyeri hilang/berkurang.
Kriteria hasil :
1) Menyatakan nyeri hilang.
2) Menunjukkan postur tubuh rileks.
3) Kemampuan istirahat/tidur cukup.

21
4) Membedakan ketidaknyamanan bedah dari angina/nyeri jantung
pra operasi.
Intervensi :
1)   Dorong pasien untuk melaporkan tipe,lokasi serta intensitas
nyeri dan skala nyeri 0-10.Tanyakan pasien bagaimana
membandingkan dengan nyeri dada praoperasi.
Rasionalisasi : Penting untuk pasien membedakan nyeri insisi
dari tipe lain nyeri dada seperti angina.Beberapa pasien CABG
lebih sering mengeluh ketidaknyamanan pada sisi donor
dibandingkan pada sisi bedah. Nyeri berat pada area ini harus
diselidiki untuk kemungkinan komplikasi.
2)   Observasi cemas, mudah terangsang, menangis,
gelisah,gangguan tidur. Pantau tanda-tanda vital.
Rasionalisasi : Petunjuk non verbal ini menunjukkan adanya
derajat nyeri yang dialami.
3)  Identifikasi/ tingkatkanposisi nyaman menngunakan alat bantu
bila perlu.
Rasionalisasi : Bantal/gulungan selimut berguna untuk
menyokong extremitas,mempertahankan postur tubuh dan
penahanan insisi untuk menurunkan tegangan otot/
meningkatkan kenyamanan.
4)  Berikan tindakan nyaman seperti pijatan punggung atau
perubahan posisi.Bantu aktifitas perawatan diri dan dorong
aktifitas senggang sesuai indikasi.
Rasionalisasi : Dapat meningkatkan relaksasi/perhatian tak
langsung dan menurunkan frekuensi/kebutuhan dosis analgetic.
5)   Identifikasi/ dorong penggunaan perilaku seperti bimbingan
imajinasi, distraksi, visualisasi nafas dalam.
Rasionalisasi : Teknik relaksasi dan penanganan stress,
meningkatkan rasa sehat,mengurangi kebutuhan analgesic dan
meningkatkan penyembuhan.

22
6)  Selidiki laporan nyeri diarea yang tak biasanya(contoh betis
kaki,abdomen),atau keluhan tak jelas adanya ketidaknyamanan
khususnya bila disertai oleh perubahan mental,tanda vital dan
kecepatan pernafasan.
Rasionalisasi : Manifestasi dini terjadinya komplikasi seperti
trombopleibitis,infeksi, disfungsi gastrointestinal.
7)  Beri obat pada saat prosedur/ aktifitas sesuai indikasi.
Rasionalisasi : Kenyamanan/ kerjasama pasien pada
pengobatan, ambulasi, dan produser dipermudah oleh
pemberian analgesic.
d. Risiko gangguan keseimbangan volume cairan: kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan diuresis osmotic, perdarahan
Tujuan : Kebutuhan cairan dan hisrasi pasien terpebuhi
Kriteria hasil : Hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital
yang atabil, nadi perifer dapat diraba, capillary refill baik, haluaran
urine dan kadar elektrolit dalam batas normal
Intervensi :
1)      Monitor parameter hemodinamik sacara ketat
Rasional: Memberikan informasi mengenai keadaan hidrasi
2)   Monitor nadi perifer, capillary refill, turgor kulit, membrane
mukosa
Rasional: untuk mengetahui perfusi ke jaringan. Volume sirkulasi
darah yang adekuat penting untuk aktivitas selular yang optimal.
Perfusi ke jaringan yang baik menunjukkan keadekuatan cairan di
intravaskular
3)   Monitor intake dan output
Rasional: Menentukan kondisi pasien berhubungan dengan status
cairan dan rehidrasi yang akan dilakukan
4)   Observasi adanya edema, peningkatan BB, peningkatan tanda-
tanda vital

23
Rasional: Mengevaluasi intervensi untuk rehidrasi cairan.
Rehidrasi yang tidak terkontrol akan mengganggu keseimbangan
volume cairan di intravaskular
5)   Kolaborasi: berikan terapi cairan dan pantau pemeriksaan
laboratorium

e. Risiko pola nafas inefektif berhubungan dengan ketidakadekuatan


ventilasi.

Tujuan : Inefektif pola nafas tidak terjadi.


Kriteri hasil : Pasien menunjukan pola nafas adekuat.
Intervensi :
1)  Evaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman, catat upaya
pernafasan. Contoh adanya dyspnoe,penggunaan otot bantu
pernafasan
Rasionalisasi : Respon pasien bervariasi. Upaya dan kecepatan
nafas mungkin meningkat karena nyeri, takut, demam, penurunan
volume sirkulasi, akumulasi secret, hipoksia, atau distensi
gaster.Penekanan pernafasan dapat terjadi karena penggunaan
analgesic yang berlebihan.Pengenalan dini dan pengobatan
ventilasi dapat mencegah komplikasi.
2)  Auskultasi bunyi nafas. Catat area yang menurun/ tidak ada bunyi
nafas dan adanya bunyi nafas tambahan, kreakles atau ronchi.
Rasionalisasi : Bunyi nafas sering menurun pada dasar paru
selama periode waktu pembedahan sehubungan dengan terjadinya
atelekstasis.Kehilangan bunyi nafas aktif pada area ventilasi
sebelumnya dapat menunjukan kolaps segmen paru khususnya
bila drain dada telah dibuka.
3)  Observasi adanya penyimpangan gerakan dada. Observasi
penurunan ekspansi atau ketidaksemitrisan gerakan dada.
Rasionalisasi : Udara atau cairan pada pleura mencegah ekspansi
dada lengkap dan memerlukan pengkajian lanjut status ventilasi.

24
4)  Observasi karakter batuk dan produksi sputum.
Rasionalisasi : Batuk dapat menyebabkan iritasi selang ETT atau
dapat menunjukan kongesti paru. Sputum purulen dapat
menunjukan timbulnya infeksi paru. Mencegah kelemahan atau
kelelahan dan stress kardiovaskuler berlebihan.
5)  Lihat kulit dan membran mukosa sebagai tanda adanya stenosis.
Rasionalisasi : Sianosis menunjukan hipoksia berhubungan
dengan gagal jantung atau komplikasi paru. Pucat menunjukan
anemia karena kehilangan darah atau kegagalan penggantiaan
darah atau terjadinya kerusakan sel darah merah dari pompa
bypass kardiopulmonal.
6)  Tinggikan kepala tempat tidur, letakkan pada posisi duduk atau
semifowler. Bantu ambulasi dini atau peningkatan waktu tidur.
Rasionalisasi : Merangsang fungsi pernafasan atau ekspansi paru
efektif pada pencegahan dan perbaikan kongesti paru.
7)  Ajak pasien berpartisipasi selama nafas dalam gunakan alat bantu
dan batuk sesuai indikasi.
Rasionalisasi : Membantu reekspansi atau mempertahankan
patensi jalan nafas khususnya setelah melepaskan selang dada.
Batuk tidak diperlukan kecuali bila ada mengi atau ronchi
menunjukkan adanya retensi secret.
8)  Tekankan menahan dada dengan bantal selama nafas dalam dan
batuk.
Rasionalisasi : Menurunkan tegangan pada insisi dan
meningkatkan ekspansi paru.
9)  Jelaskan bahwa batuk atau pengobatan pernafasan tidak akan
menghilangkan atau merusak/ terbukanya insisi dada.
Rasionalisasi : Berikan kenyakinan bahwa cedera tidak akan
terjadi dan dpt meningkatkan kerjasama dalam program
teraupetik.

25
10) Dorong pemasukan cairan maksimal dalam perbaikan jantung.
Rasionalisasi : Hidrasi adekuat membantu pengenceran secret,
memudahkan ekspectoran.
11)  Beri obat analgesic sebelumsebelum pengobatan pernafasan sesuai
indikasi.
Rasionalisasi : Memungkinkan pergerakkan dada dan menurunkan
ketidaknyamanan berhubungan dengan insisi, memudahkan
kerjasama pasien dengan keefektifan pengobatan pernafasan.
12) Catat respon terhadap latihan nafas dalam atau pengobatan
pernafasan lain, catat bunyi nafas, batuk, atau produksi sputum.
Rasionalisasi : Catat keefektifan terapi, atau kebutuhan untuk
intervensi lebih agresif.
13) Monitor distress pernafasan, penurunan bunyi nafas, takikardi,
agitasi berat, penurunan TD.
Rasionalisasi : Hemothorax dan pneumothorax dapat terjadi
setelah pelepasan selang dada dan memerlukan upaya intervensi
untuk mempertahankan fungsi pernafasan.

f. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka op, terpasang alat di


tubuh, imunosupresi
Tujuan: tidak terjadi infeksi
Kriteria Evaluasi: tidak terjadi demam dan tercapai pemulihan luka
tepat pada waktunya
Intervensi:
1)   Lakukan prosedur mencuci tangan yang baik staf dan
pengunjung. Batasi pengunjung yang mengalami infeksi.
Rasional: lindungi pasien dari sumber-sumber infeksi
2)   Monitor tanda-tanda vital pasien terutama suhu
Rasional: peningkatan suhu terjadi akibat proses inflamasi.
Identifikasi dini memungkinkan terapi yang tepat

26
3)  Ubah posisi secara berkala, pertahankan linen kering dan bebas
kerutan
Rasional: menurunkan tekanan dan iritasi pada jaringan dan
mencegah kerusakan kulit (potensial pertumbuhan bakteri)
4)   Hindari/batasi prosedur invasive
Rasional: menurunkan risiko kontaminasi, membatasi entri portal
terhadap agen infeksius
5)   Patuhi teknik aseptik ketika melakukan tindakan yang
berhubungan dengan alat invasive
Rasional: Mencegah kontaminasi kuman pada alat-alat yang
melekat pada tubuh

3. Implementasi Keperawatan Stroke


Tahap implementasi dimulai setelah rencana intervensi disusun dan
ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan
yang diharapkan. Oleh karena itu rencana intervensi yang spesifik
dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
masalah kesehatan klien (Nursalam, 2013 p.127).
Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping.
Perencanaan asuhan keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik,
jika klien mempunyai keinginan untuk berpartisipasi dalam implementasi
asuhan keperawatan (Nursalam, 2013 p.127).
Jadi, implementasi adalah tahap pelaksanaan tindakan keperawatan
berupa serangkaian kegiatan berdasarkan perencanaan atau intervensi
yang sudah dibuat sebelumnya untuk mendapatkan hasil yang optimal,
serta mengumpulkan data yang diperoleh setelah melakukan tindakan
baik secara objektif maupun verbal.

27
4. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan,
rencana intervensi, dan implementasinya. Tahap evaluasi memungkinkan
perawat untuk memonitor “kealpaan” yang terjadi selama tahap
pengkajian, analisis, perencanaan, dan implementasi intervensi
(Ignatavicius dan Bayne, 1994 dalam Nursalam, 2013 p.135).
Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses keperawatan
tetapi tahap ini merupakan bagian integral pada setiap tahap proses
keperawatan. Pengumpulan data perlu direvisi untuk menentukan
kecukupan data yang telah dikumpulkan dan kesesuaian perilaku yang
diobservasi. Diagnosis juga perlu dievaluasi dalam hal keakuratan dan
kelengkapannya. Evaluasi juga diperlukan pada tahap intervensi untuk
menentukan apakah tujuan intervensi tersebut dapat dicapai secara efektif
(Nursalam, 2013 p.135).
Jadi, evaluasi keperawatan merupakan tahap terakhir dalam proses
keperawatan yakni menilai sejauhmana keberhasilan diagnosa
keperawatan, rencana tindakan, dan implementasinya terhadap klien
dengan meninjau perkembangan kondisi klien apakah sudah sesuai
dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditentukan pada tahap
intervensi.
Adapun evaluasi keperawatan pada klien dengan stroke diantaranya :
a. Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan
kemampuannya.
b. Nyeri hilang dan terkontrol.
c. nutrisi adekuat dan seimbang.
d. meningkatnya persepsi sensori.
e. Tidak mengalami kesulitan berbicara.
f. Mampu mempertahankan keutuhan kulit.

28
C. Konsep Nyeri
1. Pengertian nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang actual atau
potensial. Nyeri adalah alas an utama seseorang untuk mencari bantuan
perawatan kesehatan (smeltzer& bare, 2002)
Menurut the international association fot the study of pain/
IASP(1979) mendefinisikan nyeri sebagai sesuatu yang tidak
menyenangkan, bersifat subjektif dan berhubungan dengnan
pancaindera serta merupakan suatu pengalaman emosional yang
dikaitkan dengan kerusakan jaringan baik actual maupun potensial,
atau digambarkan sebagai suatu kerusakan/ cidera(potter&perry).

2. Etiologi
a. Agen cedera fisik adalah penyebab nyeri karena trauma fisik
b. Agen cendera biologi adalah penyebab nyeri karena kerusakan
fungsi organ atau jaringan tubuh
c. Agen cedera psikologi adalah penyebab nyeri yang bersifat
psikologi seperti kelainan organic neurosis traumatic,
skizofreniad.
d. Agen cedera kimia adalah penyebab nyeri karena bahan zat
kimia tidak hanya satu stimulus yang menghasilkan suatu yang
spesifik dan nyeri, tetapi nyeri memiliki suatu etiologi
multimodal. Nyeri biasanya dihubungkan dengan beberapa
proses patologis spesifik. Kelainan yang mengakibatkan rasa
nyeri, mencangkup: infeksi, keadaan inflamasi trauma,
kelainan degenerative keadaan toksik metabolic atau
neoplasma. Nyeri dapat juga timbul karena distorsi mekanis
ujung ujung saraf misalnya karena meningkatnya tekanan di
dinding viskus/ organ.

29
3. Manifestasi klinis
Menurut amin& hardhi(2013)
a. Klien melaporkan nyeri secara verbal atau non verbal
b. Tingkah laku ekspresi (gelisah, merintih, menangis, waspada
iritabel, nifas panjang, mengeluh)
c. Menunjukan kerusakan pada bagian tubuhnya
d. Perubahan posisis duduk untuk menghindari nyeri
e. Sikap tubuh untuk melindungi area nyeri
f. Perubahan tekanan darah
g. Tingkah laku berhati hati
h. Focus pada diri sendiri dan penurunan interaksi dengan
lingkungan
i. Perubahan dalam nafsu makan dan minum
j. Gangguan tidur

4. Klasifikasi
a. Berdasarkan durasi lamanya
Nyeri dikategoriksn dengan durasi atau lamanya nyeri berlangsung
(akut atau kronis), atau dengan kondisi patologis (contoh: kanker
atau neropatik)(potter&perry,2010)
1) Nyeri akut
Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan
yang muncul akibat kerusakan jaringan yang actual atau
potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian
rupa (international association for the study of pain); yang tiba
tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan
akhir yang dapat diantisipasi atau prediksi dan berlangsung <6
bulan (amin&hardi,2013)
2) Nyeri kronis
Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan
yang muncul akibat kerusakan jaringan yang actual atau

30
potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian
rupa (international association for the study of pain)
b. Berdasarkan intensitasnya( alat pengukurnyeri)
Terdiri dari nyeri berat, sedang, ringan. Masing masing diukur
berdasarkan skala dan bersifat subyektif. Macam macam skala
pengukuran nyeri:
1) Anak anak

sumber:
potter&perry (2010)

2) Dewasa
1. Skala intensitas nyeri deskritif

Sumber: smeltzer& bare (2002)

2. Skala identitas nyeri numeric

Sumber: smeltzer& bare (2002)

31
3. Skala analog visual

Sumber: smeltzer& bare (2002)


Keterangan:
0 : tidak nyeri
1-3: nyeri ringan, secara obyektif klien dapat berkomunikasi
4-6: nyeri sedang, secara obyektif klien mendesis, dapat menunjukan
lokasi
nyeri,dapat mengekspresikannya, dapat mengikuti perintah dengan
baik.
7-9: nyeri berat, secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti
perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukan
lokasi
nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan
alih
posisi nafas panjang dan distraksi
10: nyeri sangat berat, pasien sudah tidak mampu lagi.
e. factor factor yang mempengaruhi nyeri
menurut smeltzer& bare (2002) adalah sebagai berikut:
1) Usia
2) Jenis kelamin
3) Kultur
4) Ansietas
5) Efek placebo
6) Pengalaman masalalu
7) Pola kopping
8) Support keluarga dan sosial

32
a. Penanganan dalam perubahan skala nyeri
Managemen nyeri post operasi fraktur merupakan tindakan sangat
penting bagi dokter dan perawat, WHO (2015) telah merekomendasikan
menggunakan analgesik untuk mengurangi nyeri. Pemberian obat
analgesik dapat mengurangi nyeri karena analgesik dapat memblokade
rasa sakit di perifer dan sistem syaraf pusat, walaupun demikian
pemberian analgetik dapat mengiritasi lambung dan menyebabkan mual
(Kumagai, 2013).
Pasien yang mendapatkan obat analgesik jenis Ketorolac 30 mg
melalui intra vena menyampaikan masih merasakan nyeri berat (Novita,
2012). Terapi injeksi analgetik ketorolac 30 mg hanya mampu
menurunkan skala nyeri 1,5.
Pasien post operasi fraktur setelah mendapat analgetik tetap
merasakan nyeri dan skala nyeri semakin meningkat setelah 6 jam pasca
pembedahan (Novita, 2012). Paracetamol injeksi 100 ml khususnya di
RSUD Dr. Soediran Mangun Soemarso sering digunakan, namun laporan
dari pasien
Relaksasi nafas dalam adalah salah satu terapi non farmakologis
yang dapat dilakukan untuk merilekskan ketegangan otot sehingga dapat
mempengaruhi skala nyeri pada ibu pasca operasi seksio sesarea.
Relaksasi nafas dalam dapat dilakukan secara mandiri karena tidak
memiliki efek samping, mudah dalam pelaksanaannya serta tidak
memerlukan biaya dan waktu yang cukup banyak. Ketika melakukan
teknik relaksasi nafas dalam, ibu pasca operasi seksio sesarea hanya perlu
memposisikan badannya dengan senyaman mungkin, kemudian
melakukan relaksasi nafas dalam dengan frekuensi nafas yang lambat dan
berirama.

Relaksasi nafas dalam menciptakan sensasi melepaskan


ketidaknyamanan dan stress. Secara bertahap, klien dapat merileksasi otot
tanpa harus terlebih dahulu menegangkan otot-otot tersebut. Ketika
individu telah mencapai tingkat relaksasi penuh, maka persepsi nyeri akan

33
berkurang dan perasaan cemas terhadap pengalaman nyeri menjadi
berkurang (Hapsari, 2013).

Musik merupakan salah satu teknik distraksi yang efektif. Musik


dapat menurunkan nyeri fisiologis, stress, dan kecemasan dengan
mengalihkan perhatian seseorang dari nyeri. Musik terbukti menunjukkan
efek antara lain menurunkan frekuensi denyut jantung, mengurangi
kecemasan dan depresi, menghilangkan nyeri, menurunkan tekanan darah,
dan mengubah persepsi waktu.

Teknik distraksi adalah salah satu cara untuk mengurangi nyeri


dengan mengalihkan perhatian kepada sesuatu yang lain sehinga kesadaran
klien terhadap nyerinya berkurang. Salah satu distraksi yang efektif adalah
music karena terbukti menunjukkan efek yaitu mengurangi kecemasan dan
depresi, menghilangkan nyeri, menurunkan tekanan darah dan
menurunkan frekuensi denyut jantung (Potter, 2002) . music yang dipilih
pada umumnya music lembut dan teratur, seperti instrumentalia atau music
klasik Mozart (Erfandi, 2009 dalam Farida 2010).

Dalam penelitian ini menggunakan music klasik. Peningkatan


kadar PGE2 dan PGF2 alfa di dalam darah yang mengakibatkan terjadinya
peningkatan kontraksi dan disritmi uterus. Sehingga terjadi penurunan
aliran darah dan oksigen ke uterus yang menyebabkan terjadinya iskemia
serta peningkatan sensitisasi reseptor nyeri yang menimbulkan nyeri haid
(Chang, E 2006).

Music Mozart merupakan salah satu jenis music relaksasi yang


bertempo 60 ketukan per menit. Music yang memiliki tempo antara 60
sampai 80 ketukan per menit mampu membuat seseorang yang
mendengarkannya menjadi rileks (Oritz, 1998 dalam McCaffrey dan
Freeman 2003). Musik klasik mempunyai fungsi menenangkan pikiran
dan kartasis emosi, serta dapat mengoptimalkan tempo, ritme, melodi dan
harmoni yang teratur dan dapat menghasilkan gelombang alfa serta

34
gelombang beta dalam gendang telinga sehingga memberikan ketenangan
yang membuat otak siap menerima masukan baru, efek rileks, dan
menidurkan (Nurseha dan Djafar, 2002). Selain itu music klasik berfungsi
mengatur hormone-hormon yang berhubungan dengan stress antara lain
ACTH, prolaktin dan hormone pertumbuhan serta dapat meningkatkan
kadar endorphin sehingga dapat mengurangi nyeri (Champbell, 2001).
Hasil Penelitian Sari (2012) terapi music Mozart dapat menurunkan
intensitas nyeri sebelum dan sesudah terapi music klasik Mozart dan music
kesukaan. Tidak ada perbedaan antara terapi music Mozart dan music
kesukaan.

Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengaplikasikan hasil riset


tentang “Teknik Kombinasi Terapi Musik Dan Teknik Relaksasi Nafas
Dalam Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pasien Post Kateterisasi
Jantung(CABG) Di RSUD Sayang Cianjur”.

D. Konsep Tindakan
1. Pengertian relaksasi nafas dalam
Relaksasi nafas dalam adalah salah satu terapi non farmakologis
yang dapat dilakukan untuk merilekskan ketegangan otot sehingga
dapat mempengaruhi skala nyeri pada ibu pasca operasi seksio sesarea.
Relaksasi nafas dalam dapat dilakukan secara mandiri karena tidak
memiliki efek samping, mudah dalam pelaksanaannya serta tidak
memerlukan biaya dan waktu yang cukup banyak. Ketika melakukan
teknik relaksasi nafas dalam, ibu pasca operasi seksio sesarea hanya
perlu memposisikan badannya dengan senyaman mungkin, kemudian
melakukan relaksasi nafas dalam dengan frekuensi nafas yang lambat
dan berirama.
2. Pengertian mendegarkan music
Musik merupakan salah satu teknik distraksi yang efektif.
Musik dapat menurunkan nyeri fisiologis, stress, dan kecemasan
dengan mengalihkan perhatian seseorang dari nyeri. Musik terbukti

35
menunjukkan efek antara lain menurunkan frekuensi denyut jantung,
mengurangi kecemasan dan depresi, menghilangkan nyeri,
menurunkan tekanan darah, dan mengubah persepsi waktu.
3. Manfaat tekik relakasi nafas dalam dan mendengarkan music
Teknik distraksi adalah salah satu cara untuk mengurangi nyeri
dengan mengalihkan perhatian kepada sesuatu yang lain sehinga
kesadaran klien terhadap nyerinya berkurang. Salah satu distraksi yang
efektif adalah music karena terbukti menunjukkan efek yaitu
mengurangi kecemasan dan depresi, menghilangkan nyeri,
menurunkan tekanan darah dan menurunkan frekuensi denyut jantung
(Potter, 2002) . music yang dipilih pada umumnya music lembut dan
teratur, seperti instrumentalia atau music klasik Mozart (Erfandi, 2009
dalam Farida 2010).

Dengan melakukan kombinasi dari kedua terapi ini dapat


memberikan kondisi relaksasi yang lebih baik. Menurut Anderson, et
al.(2010) bahwa banyak proses dalam hidup kita berakar dari irama
sebagai contoh, napas kita detak jantung, dan pulsasi berulang dan
berirama. Hal inilah yang mendasari kita dalam merawat pasien
dengan terapi musik Dochterman & Bulechek (2004); Richman (2010)
dalam Sebastian (2014).

36
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode eksperimen
semu (Quasi Eksperimen). “Metode penelitian merupakan cara pemecahan
masalah penelitian yang dilaksanakan secara terencana dan cermat dengan
maksud mendapatkan fakta dan kesimpulan agar dapat memahami,
menjelaskan, meramalkan dan mengendalikan keadaan” Syamsuddin dan
Damayanti (2011:14). Dari pengertian diatas peneliti menggunakan
pendekatan penelitian kuantitatif dalam pelaksanaan penelitian ini.
Pendekatan kuantitatif biasanya dipakai untuk menguji satu teori, untuk
menyajikan suatu fakta atau mendeskripsikan statistik, untuk menunjukan
hubungan antar variabel, dan ada pula yang bersifat mengembangkan konsep.
Dalam penelitian kuantitatif terbagi lagi menjadi penelitian eksperimen,
deskriptif korelasional, evaluasi, dan lain sebagainya. Sunarti (2009:95)
“Metode eksperimen merupakan metode penelitian yang menguji hipotesis
berbentuk hubungan sebab-akibat melalui pemanipulasian variable
independen dan menguji perubahan yang diakibatkan oleh pemanipulasian
tersebut.” Maka metode eksperimen ini digunakan untuk mengukur
perubahan yang terjadi setelah dilakukannya pemnipulasian. Selain itu,
metode eksperimen ini dilaksanakan dengan tujuan agar hipotesis yang telah
dirumuskan pada bab I dapat terbukti. Metode eksperimen ini cocok dengan
54 penelitian yang sedang penulis laksanakan yakni, pembelajaran
menyunting teks negosiasi berfokus pada penggunaan kaidah struktur kalimat
efektif. Metode penelitian eksperimen terbagi dalam tiga kelompok besar,
yaitu praeksperimen, eksperimen, dan eksperimen semu (quasi experiment).
Dalam penelitian ini penulis menggunakan eksperimen semu (quasi
eksperiment) design jenis nonequivalent control group design. Menurut
Syamsudin dan Damayanti (2011:116) “bentuk desain eksperimen ini

37
merupakan pengembangan dari true eksperimental design, yang sulit
dilaksanakan. Desain ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat
berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang
mempengaruhi pelaksanaan eksperimen.” Quasi eksperimental design
digunakan karena pada kenyataannya sulit mendapatkan kelompok kontrol
yang digunakan dalam penelitian.Metode ini dipilih oleh peneliti untuk
mengaplikasikan tindakan Kombinasi Terapi Musik Dan Teknik Relaksasi
Nafas Dalam Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pasien Post Kateterisasi
Jantung(CABG) yang dilakukan Sayang Cianjur.

B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian yang diambil dalam penelitian ini adalah pasien post op
CABG yang mengalami nyeri di RSUD sayang cianjur. Teknik yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah pre - post test with control group
design. Menurut Arikunto (2002:78) “pretest posttest one group design adalah
penelitian yang dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum eksperimen
(pretest) dan sesudah eksperimen (posttest) dengan satu kelompok subjek.”

pada kelompok pertama diberikan perlakuan terapi musik dan relaksasi


nafas dalam serta terapi standar ruangan, kelompok kedua tidak diberikan
perlakuan (memakai protap rumah sakit/terapi standar ruangan). Kemudian
membandingkan hasil pengukuran kelompok satu dan kelompok dua.
Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan pasien yang telah dilakukan
tindakan kateterisasi jantung dengan atau tanpa PTCA di RSUD Sayang
Cianjur. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
non probability sampling dengan pendekatan consecutive sampling.
1. Kriteria Inkulsi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu
populasi target yang terjangkau dan akan diteliti. Pertimbangan ilmiah
harus menjadi pedoman saat menentukan kriteria inklusi. (Nursalam,
2016 p.172). Yang termasuk dalam kriteria inklusi dalam peneltian ini
diantaranya :

38
a. pasien yang telah dilakukan tindakan kateterisasi jantung dengan
atau tanpa intervensi PTCA
b. pasien telah kembali ke ruang rawat inap setelah dari ruang
kateterisasi jantung
c. skala nyeri dengan Numerik Rating Scale ≥ 2
d. pasien tidak mengalami gangguan pendengaran
e. pasien suka mendengarkan musik, umur 25-85 tahun.
2. Kriteria Eklusi
Kriteria eklusi adalah menghilangkan/mengeluarkan subjek yang
memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab, antara lain
terdapat keadaan atau penyakit yang mengganggu pengukuran maupun
interpretasi hasil, terdapat keadaan yang mengganggu kemampuan
pelaksanaan, hambatan etis, subjek menolak berpartisipasi (Nursalam,
2016 p.172). Yang termasuk dalam kriteria eklusi dalam penelitian ini
diantaranya :
a. Pasien dengan gangguan jiwa (misalnya gangguan mental organik,
skizoprenia, retardasi mental, dll)
b. sebelum 2 jam post kateterisasi jantung bebat untuk menekan arteri
radialis dan bantal pasir untuk penekanan arteri femoralis dilepas
c. pasien mengalami komplikasi berat post kateterisasi jantung.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian


1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Sayang Cianjur
dengan pertimbangan tempat tersebut merupakan salah satu Rumah
Sakit yang dekat dengan tempat tinggal peneliti serta memiliki pasien
penderita post op CABG.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dimulai dengan mengajukan judul pada bulan Januari
2020, lalu dilanjutkan dengan penyusunan proposal dan telah

39
melaksanakan seminar proposal, kemudian dilanjutkan dengan
pengambilan data selama tiga hari dan penyusunan hasil penelitian.

D. Setting Penelitian
Klien berada di RSUD Sayang Cianjur, tepatnya Jl. Pasirgede Raya No.19,
Bojongherang, Kec. Cianjur, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat,. Penelitian
dilaksanakan di rumah sakit tepatnya di ruang flamboyant dengan suasana
saat dilaksanakan penelitian yakni terasa tenang, nyaman dan tidak banyak
tamu maupun keluarga klien. Saat dilaksanakan penelitian hanya ada klien
dan satu anggota keluarganya (suaminya).

E. Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data merupakan cara yang dilakukan dalam
pengumpulan data penelitian. Cara pengumpulan data tersebut meliputi :
wawancara berstruktur, observasi, angket, pengukuran, atau melihat data
statistik (data sekunder) seperti dokumentasi (Hidayat, 2017 p.83). Metode
pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti antara lain :
1. Metode Wawancara
Wawancara merupakan metode dalam pengumpulan data dengan
cara mewawancarai secara langsung dari responden yang diteliti,
metode ini memberikan hasil secara langsung, dan dapat dilakukan
apabila ingin tahu hal-hal dari responden secara mendalam serta
jumlah responden sedikit. Dalam metode wawancara ini dapat
digunakan instrument berupa pedoman wawancara kemudian daftar
periksa atau checklist (Hidayat, 2017 p.83).
Dalam metode ini peneliti melakukan anamnesis dengan fokus
pertanyaan : pengkajian identitas pasien, keluhan utama, riwayat
kesehatan sekarang, riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan
keluarga, serta pola aktivitas sehari-hari dan lain-lain.

40
2. Observasi
Observasi merupakan cara pengumpulan data dengan observasi
secara langsung kepada responden yang dilakukan penelitian untuk
mencari perubahan atau hal-hal yang akan diteliti. Dalam metode
observasi ini, instrument yang dapat digunakan adalah observasi,
panduan pengamatan (observasi), atau lembar checklist (Hidayat,
2017 p.84).
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pemeriksaan fisik
dengan pendekatan IPPA: inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi pada
sistem tubuh klien. Peneliti juga menggunakan metode pengumpulan
data observasi, yang meninjau langsung keadaan responden. Dalam
hal ini peneliti dapat mengetahui kondisi tempat tinggal, status
kesehatan, dan keadaan psikologis responden.
3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan cara pengumpulan data penelitian
melalui dokumen (data sekunder) seperti statistik, status pemeriksaan
pasien, rekam medik, laporan, dan lain-lain (Hidayat, 2017 p.85).
Peneliti menggunakan pengumpulan data dengan metode studi
dokumen karena dokumen memberi informasi tentang situasi yang
tidak dapat diperoleh langsung melalui observasi langsung atau
wawancara. Sejumlah besar data yang tersimpan dalam bahan yang
berbentuk dokumentasi. Peneliti melakukan pendokumentasian asuhan
keperawatan berdasarkan pada lima pokok asuhan keperawatan yaitu,
pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, intervensi
keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan.

F. Metode Uji Keabsahan Data


Uji keabsahan data dimaksudkan untuk menguji kualitas
data/informasi yang diperoleh dalam penelitian sehingga menghasilkan
data dengan validitas tinggi. Disamping integritas peneliti (karena peneliti
menjadi instrument utama) maka uji kebasahan data dapat menggunakan

41
triangulasi sumber/ metode. Yaitu menggunakan klien, keluarga, dan
lingkungan klien sebagai sumber informasi, sumber dokumentasi, dan lain-
lain. Jika informasi yang didapatkan dari sumber klien, sama dengan yang
didapatkan dari perawat dan keluarga klien, maka informasi tersebut valid.
Dalam memenuhi keabsahan data penelitian ini akan dilakukan
triangulasi dengan sumber. Menurut (Sugiyono, 2017 p.330) teknik
triangulasi berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang
berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama yaitu teknik
observasi partisipatif, wawancara mendapatkan data dari sumber yang
sama yaitu teknik observasi partisipatif, wawancara mendalam.
Triangulasi juga dapat diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang
bersifat menggambungkan berbagi teknik pengumpulan data sari sumber
data yang ada.
Keabsahan hasil penelitian merupakan kredibilitas hasil riset dan
kekuatan ilmiah yang digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
dibahas dengan strategi yang disusun untuk meningkatkan validitas dan
reabilitas. Untuk itu digunakan :
1. Memperpanjang waktu pengamatan atau tindakan.
2. Sumber informasi menggunakan triangulasi sumber utama yakni
pasien, perawat, dan keluarga partisipan yang berhubungan dengan
masalah penurunan saturasi oksigen pada pasien post op CABG.
Menurut (Moleong, 2010 p.330), triangulasi sebagai gabungan atau
kombinasi berbagai metode yang dipakai untuk mengkaji fenomena yang
saling terkait dari sudut pandang dan perspektif yang berbeda.
1. Triangulasi
Dilakukan dengan cara membandingkan informasi atau data dengan
cara yang berbeda. Dalam penelitian kuantitatif peneliti menggunakan
metode wawancara, observasi dan survey. Triangulasi tahap ini
dilakukan jika data atau informasi yang diperoleh dari subjek atau
informan penelitian diragukan kebenarannya (pasien, perawat,
keluarga).

42
2. Triangulasi sumber data
Menggali kebenaran informal tertentu melalui berbagai metode dan
sumber perolehan data. Misalnya selain wawancara dan observasi,
peneliti bisa menggunakan observasi terlibat, catatan resmi, catatan
atau tulisan pribadi.
Peneliti melakukan uji keabsahan data menggunakan teknik triangulasi
dengan cara melakukan verifikasi ulang informasi yang didapat kepada
keluarga klien.

G. Metode Analisa Data


Metode Analisa data dalam penelitian kuantitatif, penulisan uji standar
gain sebagaimana yang dikemukakan oleh (Sugiyono, 2011:199) yang
menunjukan efektivitas perlakuan yang diberikan. Gain merupakan selisih
antara skor pretest dan postest.
ANALISIS PICOT
Format PICOT adalah suatu pendekatan yang sangat membantu dalam
meringkas pertanyaan penelitan yang mengungkap efek dari terapi :
P: Problem/pasien/populasi (seperti apa karakteristik pasien atau poin-
poin pentingnya saja, hal-hal yang berhubungan atau relevan).
Pasien yang menjadi kriteria merupakan 38 pasien post op CABG
dengan masalah nyeri pasca operasi .
I: Intervensi (berisikan hal berhubungan dengan intervensi yang
diberikan pada pasien). Intervensi tindakan yang dilakukan adalah
terapi kombinasi mendengarkan music dan relaksasi nafas dalam .
C: Comparison (perbandingan intervensi/hal yang dapat menjadi
alternatif intervensi yang digunakan/perbandingan tindakan yang
lain/korelasi hubungan dari intervensi). Pada penelitian ini
dilakukan tindakan tindakan kombinasi mendengarkan music dan
relaksasi nafas dalam pada 2 jam setelah kateterisasi jantung
menurut nanik(2018).

43
O: Outcome (hasil/harapan yang kita inginkan dari intervensi yang
diberikan). Yang diharapkan dari penelitian ini setelah dilakukan
intervensi mendengarkan music dan relaksasi nafas dalam terjadi
penurunan skala nyeri.
T: Timing (waktu)/Teori. Dalam penelitian ini dilakukan selama 2
hari, dan Menurut jurnal nanik (2018) “efektifitas kombinasi terapi
mendengarkan music dan relaksasi nafas dalam terhadap
penurunan skala nyeri post operasi kateterisasi jantung ”. Penelitian
ini dilakukan selama 2 hari karena masa rawat inap pasien yang
pendek bulan dengan hasil terdapat pengaruh yang signifikan
terhadap penurunan skala nyeri pasca operasi kateterisasi
jantung(CABG). Penelitian yang mendukung dari penelitian ini
adalah tentang pengaruh comfort technical intervention dengan
kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas dalam terhadap
penurunan intensitas nyeri pada pasien pasca operasi fraktur femur
(Susanti, 2014),

H. Etik Penelitian
Etik dalam penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam
pelaksanaan sebuah penelitian mengingat penelitian keperawatan akan
berhubungan langsung dengan manusia, maka segi etik penelitian harus
diperhatikan karena manusia mempunyai hak asasi dalam kegiatan
penelitian. Dalam penelitian ini sebelum peneliti mendatangi calon
partisipan untuk meminta kesediaan menjadi partisipan penelitian. Etik-
etik dalam melakukan penelitian yaitu (Hidayat, 2017 p.86).
Penelitian dilakukan setelah peneliti meminta izin kepada pihak
kampus Universita Muhammadiyah Sukabumi dan pengambilan data
penelitian dilakukan setelah peneliti mendapat izin dari pihak klien dan
keluarga. Setelah ada persetujuan barulah penelitian ini dilakukan dengan
menekankan pada masalah kesehatan yang meliputi :

44
1. Informed Consent (Lembar Persetujuan)
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti
dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.
Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan
dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadikan responden.
Tujuan informed consent adalah agar subjek mengerti maksud dan
tujuan penelitian, mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia, maka
subjek harus menandatangani lembar persetujuan. Jika partisipan tidak
bersedia, maka peneliti harus menghormati hak pasien. Beberapa
informasi yang harus ada dalam informed consent tersebut antara lain :
partisipasi pasien, tujuan dilakukannya tindakan, jenis data yang
dibutuhkan, komitmen, prosedur pelaksanaan, potensial masalah yang
akan terjadi, manfaat, kerahasiaan, informasi yang mudah dihubungi,
dan lain-lain (Hidayat, 2017 p.87).
Dalam penelitian ini peneliti memberikan lembar persetujuan
kepada partisipan yang akan diteliti, peneliti menjelaskan maksud dari
penelitian serta dampak yang mungkin terjadi selama dan sesudah
pengumpulan data. Jika responden bersedia, maka harus
menandatangani surat persetujuan penelitian, jika responden menolak
untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap
menghormati hak-haknya.
2. Anonimity (Tanpa Nama)
Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang
memberikan jaminan dalam penggunaan subjek peneliti dengan cara
tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar
alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan atau
harus penelitian yang akan disajikan (Hidayat, 2017 p.87).
Pada penelitian ini, untuk menjaga kerahasiaan identitas klien,
serta menjaga privasi yang dimiliki klien, peneliti tidak mencantumkan
nama dan lembar pengumpulan data, cukup dengan menggunakan
inisial dan telah disepakati oleh klien.

45
3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan
jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-
masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin
kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan
dilaporkan pada hasil riset (Hidayat, 2017 p.87).
Pada penelitian ini, peneliti menerapkan etik kerahasiaan ini
dengan tidak menyebarluaskan dokumentasi asuhan keperawatan
maupun dokumentasi berbentuk bukti penelitian diluar kepentingan
penelitian.
4. Benefisience (Manfaat Penelitian)
Masalah ini merupakan masalah etik dengan melakukan sesuatu
yang baik, kebaikan, memerlukan pencegahan dari kesalahan atau
kejahatan, penghapusan kesalahan dan peningkatan kebaikan oleh dari
dan orang lain (Hidayat, 2011 p.87).
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan tindakan terapi oksigen
dengan manfaat untuk klien yaitu meningkatkan saturasi oksigen dan
manfaat untuk peneliti sendiri yaitu menambah pengetahuan dan
pengalaman.
5. Non Malefisience (Meminimalkan Resiko)
Masalah ini merupakan masalah etik dengan tidak menimbulkan
bahaya atau cedera secara fisik atau psikologis pasien (Hidayat, 2011
p.87). Dalam penelitian ini, peneliti melakukan tindakan terapi
kombinasi terapi mendengarkan music dan relaksasi nafas dalam
dengan menggunakan media handphone, mp3, tidak menggunakan alat
berbahaya yang dapat menimbulkan cedera bagi klien. Peneliti juga
meminta bimbingan dari pembimbing untuk meminimalkan resiko atau
kerugian pada klien.

46
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 18 Januari 2021, pukul 09.00
WIB. Data diperoleh dengan cara wawancara dan observasi langsung.
Hasil pengkajian klien berinisial Ny. R berumur 49 tahun, berjenis
kelamin perempuan, beragama islam, dan berstatus menikah.
Pendidikan terakhir Ny. R tamat SMA, bekerja sebagai ibu rumah
tangga. Ny. R bersuku bangsa Sunda/Indonesia, beralamat di Jalan
Arianata Manggala, Jl.Sabandar Kidul kp.sabandar kidul rt004/004,
cianjur dengan diagnosa medis post op CABG.
Pada saat pengkajian klien mengeluh mengeluh demam sejak
semalam disertai keringat dingin suhu tubuh 39’C demam dirasakan
pada suhu tubuh demam dirasakan sejak kemarin
Klien mengatakan sebelumnya mempunyai riwayat penyakit
jantung coroner selama 2 tahun dan klien menjalani pengobatan
berjalan. Klien mengatakan sering kedokter untuk memeriksakan
keadaanya.
Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik klien tampak lemah
dengan kesadaran composmentis GCS 15 (eye: 4 verbal: 5 motoric: 6),
dengan hasil tanda-tanda vital: Tekanan Darah:100/70 MmHg, Nadi:
50x/Menit,Respirasi: 20x/Menit, Suhu: 39’CTB/BB : 160 / 63kg

. Hasil pemeriksaan head to toe didapatkan data kepala tidak ada


kelainan yang muncul, distribusi rambut merata,terdapat sedikit
uban,rambut sedikit rontok. Pada bagian mata, fungsi penglihatan
normal, tidak terjadi penurunan lapang pandang, konjungtiva anemis.
Sedangkan pada bagian hidung, telinga, tidak ada kelainan yang

47
muncul, pada bagian mulut terlihat lidah klien kotor,terdapat sedikit
karies gigi, nafas klien berbau tak sedap,pemeriksaan dilanjutkan
dengan pemeriksaan pada bagian dada terdapat luka insisi di bagian
kanan spanjang 3 cm, ekstremitas atas dan bawah. Dengan didapatkan
hasil kedua ekstremitas simetris, kekuatan otot ekstremitas atas kiri dan
kanan 5 (0-5) dengan reflek bisep (+) dan trisep (+). Hasil pemeriksaan
pada ekstremitas bawah didapatkan hasil kedua ekstremitas simetris,
pada bagian ekstremitas bawah kiri dan kanan kekuatan otot 5 (0-5)
dengan reflek patella (+) akral klien teraba dingin.
2. Diagnosa Keperawatan
Setelah peneliti melakukan pengkajian, peneliti menemukan
beberapa masalah pada Ny. R, berdasarkan rumusan masalah
keperawatan maka dapat diprioritaskan diagnosis keperawatan yang
muncul yakni :
a. Hipertemi berhubungan dengan proses infeksi ditandai dengandata
subjektif klien mengeluh demam, demam tidak turun turun sejak
semalam, demam dirasakan diseluruh tubuh, demam sejakn
kemarin dalam data objektif klien berkeringat dingin, akral dingin,
suhu tubuh 39’C, mukosa bibir kering
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik yang ditandai
dengan data subjektif klien mengeluh nyeri pada luka operasi serta
klien mengatakan lemas, dalam data objektif di dapatkan hasil klien
tampak meringis, skala nyeri 3 dari (1-10), dan terdapat luka
dibagian dada kiri sepanjang 3 cm.
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan nyeri yang di tandai
dengan data subjektif klien mengatakan lidahnya terasa pahit, klien
tidak nyaman pada mulutnya yang kotor, klien tidak bias
merasakan rasa manis, asin yang kuat semuanya tertutup oleh rasa
pahit, data objektif didapatkan hasil lidah klien kotor, nafas klien
berbau tak sedap, terdapat sisa sisa makanan pada gigi

48
d. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasive ditrandai
dengan data subjektif klien dan keluarga tidak mengetahui tanda
tanda infeksi, klein dan keluarga tidak bias mencuci tagan dengan
baik dan benar data objektif terdapat luka pasca operasi yang
belumkering sepanjang 3 cm
3. Intervensi keperawatan
a. Berdasarkan diagnose pertama yaitu hipertermi berhubungan
dengan proses infeksi. dengan tujuan jangka panjang setelah
dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam suhu tubuh normal 36-
37’C, tujuan jangka pendek setelah dilakukan tindakan
keperawatan 1x24 jam diharapkan suhu tubuh menurun , dengan
kriteria hasil tandatanda vital dalam batas normal yaitu TD : 120/80
mmHg, N : 60- 100x/menit R: 16-24x/menit, S : 36,5-37 oC,
peneliti menyusun perencanan antara lain: manajemen hipertermi
Identifikasi penyebab hipertermia, Monitor suhu tubuh,Ganti linen
setiap hari atau lebih sering jika mengalami hyperhidrosis,
Lakukan kompres hangat dalam penurunan suhu tubuh di daerah
lipatan(leher, axsilla,selangkangan) dan dahi, Anjurkan tirah
baring,Kolaborasi dalam pemberian cairan dan elektrolit atau obat,
b. Berdasarkan diagnosa kedua yaitu nyeri akut berhubungan dengan
agen cedera fisik, dengan tujuan jangka panjang setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri
berkurang/ hilang tujuan jangka pendek setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x24jam nyeri pasien berkurang dengan
kriteria hasil Klien dapat melaporkan nyeri terkontrol, Keluhan
nyeri menurun, klien mampu menggunakan teknik non-
farmakologi peneliti menyusun perencanaan antara lain:
manajemen nyeri dengan identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri juga dengan anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri, pemberian obat intravena dengan identifikasi
kemungkinan alergi dan lakukan prinsip enam benar, terapi

49
relaksasi dilakukan dengan terapi relaksasi kombinasi
mendengarkan music,Identifikasi kesediaan,kamampuan, dan
pengguanaan teknik sebelumnya,Ciptakan lingkungan yang tenang
dan tanpa gangguan dengan pencahayaan dan suhu ruang yang
nyaman,Gunakan pakaian longgar,Gunakan nada suara lembut
dengan irama lambat dan berirama(mendengarkan music/
murratal),Anjurkan rileks dan merasakan sensasi
relaksasi,Anjurkan sering mengulangi atau melatih teknik yang
dipilih

c. Berdasarkan diagnosa ketiga yaitu defisit perawatan diri


berhubungan dengan nyeri, dengan tujuan jangka panjang setelah
dilakukan tindakan keperawatan selam 3x24 jam diharapkan
melakukan perawatan diri klien meningkat. Tujuan jangka pendek
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan keadaan pasien bersih dan nyaman degan kriteria hasil
perawatan diri meningkat, tingkat kenyamanan meningkat, status
neurologi normal, peneliti menyusun perencanaan antara lain :
dukungan perawatan diri dengan monitor tingkat kemandirian dan
sediakan lingkungan yang terapetik, manajemen lingkungan
dengan identifikasi kenyaman dan keamanan, lakukan Perawatan
mulut:identifikasi kesadaran umum,Identifikasi kondisi
oral,Hindari merawat mulut dengan sikat gigi jika mengalami
trombositopenia,Posisikan semi fowler atau fowler ,Dekatkan alat
alat dalam jangkauan untuk melakukan perawatan mulut secara
mandiri,Anjurkan mengganti sikat gigi setiap 3-4bulan, anjurka
pemeriksaan gigi etiap 6 bulan
d. Berdasarkan diagnosa keempat yaitu resiko infeksi
berhubungandengan prosedur invasive dengan tujuan jangka
panjang setelah dilakukan tidakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan infeksi tidak terjaadi tujuan jangka pendek setelah

50
dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam klien dan
keluarga mampu mengetahui tanda tanda infeksi dengan kriteria
hasil mengidentifikasi factor risiko meningkat,Kemampuan strategi
kontrol resiko meningkat, Kemampuan menghindari factor risiko
meningkat
4. Implementasi Keperawatan
Berdasarkan masalah keperawatan tersebut, penulis melakukan
implementasi selama tiga hari sesuai dengan tujuan, kriteria hasil dan
intervensi yang telah dibuat.
a. Hari pertama
1) Diagnose: Hipertemi berhubungan dengan proses penyakit
Implementasi yang dilakukan pada tanggal 18 januari 2021 pada
jam 08.00WIB yaitu: Mengidentifikasi penyebab
hipertermi,Memonitor suhu tubuh pada axsilla dalam intervensi
ini didapatkan hasil suhu tubuh klien 39’C,Mengganti linen jika
mengalami hyperhidrosis,Melakukan tindakan kompres hangat
dalam penurunan suhu tubuh di area lipatan(leher dan axsilla)
dalam intervensi ini didapatkan respon klien dapat kooperatif
dan mengikuti perintah. Menganjurkan klien untuk tirah
baring,Berkolaborasi dalam pemberian cairan dan obat yaitu
paracetamol 500mg.
2) Diagnose: nyeri akut berhubungan dengan agem pencedera
fisiologis
Implementasi dilakukan pada tanggal 18 januari 2021 jam 09.00
yaitu: Memanajemen nyeri dengan karakteristik nyeri secara
komprehensif (Paliatif/Provokatif, Quality/Quantity, Regio,
Scale/Severity, Time). Dengan hasil nyeri dirasakan setiap saat
bergerak dan berkurang setelah beristirahat dan meminum obat,
nyeri dirasakan perih seperti disayat, nyeri dirasakan di bagian
luka operasi, skala nyeri 2(0-5), nyeri terus menerus.
mengajarkan teknik relaksasi menggunakan kombinasi terapi

51
mendengarkan music murratal surah ar-rahma selama 20 menit
dan setelah 5 menit mendegarkan music murratal diiringi
dengan relakasi nafas dalam dalam intervensi yang dilakukan
didapatkan respon klien kooperatif dan mengikuti perintah
dengan hasil klien mengatakan nyeri berkurangf dari3(0-5)
menjadi 2(0-5)Menganjurkan rileks dan merasakan sensasi
relaksasi dari intervensi yang telah dilakukan didapatkan hasil
klien terhilat rilek dan bisa kooperatif.Menganjurkan sering
mengulangi atau melatih teknik yang diplih,Memberikan obat
untuk mengurangi rasa nyeri pada klien dengan analgetikasam
mefenamat 500mg
3) Diagnose: Defisit perawatan diri berhubungan dengan
kelemahan
Implementasi dilakukan pada taggal18 januari 2021 jam 10.00
WIB yaitu: Mengidentiikasi kesadaran umum dari intervensi
yang telah dilakukan didapatkan hasil kesadaran klien baik
E4M5V6 ,Mengidentifikasi kondisi oral dalam intervensi yang
telah dilakukan didapatkan hasil kondisi mulut klien kotor,nafas
klien berbau tak sedap, Menghindari merawat mulut dengan
sikat gigi jika mengalami trombositopenia dalam intervesi yang
telah dilakukan didapatkan hasil klien tidak mengalami
tromoistopenia dibuktikan dengan pada saat dilakukan
pembersihan mulut klien tidak terlihat adanya perdarahan di
area rongga mulut sekitar gigi,Memposisikan semi fowler atau
fowler, membantu klien memposisikan semi fowler dalam
intervensi yang telah dilakukan didapatkan respon klien
mengatakan nyaman pada saat dilakukan posisi semi fowler
dibantu karena klien merasa lemas ,Mendekatkan alat alat dalam
jangkauan untuk melakukan perawatan mulut secara mandiri
dalam intervensi yang telah dilakukan didaptkan respon klien
dapat melakukan perawatan mulut secara mandiri,Menganjurkan

52
mengganti sikat gigi setiap 3-4 bulanMenganjurkan memeriksa
gigi setiap 6 bulan
4) Diagnose: resiko infeksi berhubungan dengan procedure
invasive
Implementasi dilakukan pada tanggal 18 januari 2021 pada
pukul 11.00WIB memonitor tanda dan gejala infeksi local dan
systemic dalam intervensi yang telah dilakukan didapatkan hasil
tidak ada tanda tanda infeksi pada area luka klien seperti
rubor,dolor,kalor, tumor,dan membatasi jumlah pengunjung
diruagan,memberikan perawatan luka,mencuci tangan sebelum
dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien,mempertahankan teknik aseptic pada perawatan
luka,menjelaskan tanda dan gejala infeksi dalam intervensi yang
telah dilakukan didapatkan respon klien dan keluarga
mengetahui tanda tanda infeksi seperti rubor,dolor,kalor,
tumor,dan mengajarkan cara 6 langkah untuk mencuci tangan
dalam intervensi yang telah dilakukandidapatkan hasil klien dan
keluarga mengetahui dan dapat mempraktekan kembali
bagaimana cara mencuci tangan yang baik dan benar dan 5
waktu yang tepat pada saat mencuci tangan,menganjurkan
meningkatkan asupan protein tidak lebih dan tidak kurang untuk
penyembuhan,menganjurkan meningkatkan asupan
cairan,berkolaborasi daalam pemberian antibiotic dengan obat
amoxilin 500mg 2x1hari dengan jarak 12 jam satu kali
a. Hari kedua
1) Diagnose: Hipertemi berhubungan dengan proses penyakit
Implementasi yang dilakukan pada tanggal 19 januari 2021 pada
jam 08.00WIB yaitu: Memonitor suhu tubuh pada axsilla dalam
intervensi ini didapatkan hasil suhu tubuh klien 37,5’C,
Mengganti linen jika mengalami hyperhidrosis,Melakukan
tindakan kompres hangat dalam penurunan suhu tubuh di area

53
lipatan(leher dan axsilla) dalam intervensi ini didapatkan respon
klien dapat kooperatif dan mengikuti perintah. Menganjurkan
klien untuk tirah baring, Berkolaborasi dalam pemberian cairan
dan obat yaitu paracetamol 500mg.
2) Diagnose: nyeri akut berhubungan dengan agem pencedera
fisiologis
Implementasi dilakukan pada tanggal 19 januari 2021 jam 09.00
yaitu: Memanajemen nyeri dengan karakteristik nyeri secara
komprehensif (Paliatif/Provokatif, Quality/Quantity, Regio,
Scale/Severity, Time). Dengan hasil nyeri dirasakan setiap saat
bergerak dan berkurang setelah beristirahat dan meminum obat,
nyeri dirasakan perih seperti disayat, nyeri dirasakan di bagian
luka operasi, skala nyeri 1(0-5), nyeri terus menerus.
mengajarkan teknik relaksasi menggunakan kombinasi terapi
mendengarkan music murratal surah al-waqiah selama 20 menit
dan setelah 5 menit mendegarkan music murratal diiringi
dengan relakasi nafas dalam dalam intervensi yang dilakukan
didapatkan respon klien kooperatif dan mengikuti perintah
dengan hasil klien mengatakan nyeri berkurangf dari3(0-5)
menjadi 2(0-5)Menganjurkan rileks dan merasakan sensasi
relaksasi dari intervensi yang telah dilakukan didapatkan hasil
klien terhilat rilek dan bisa kooperatif.Menganjurkan sering
mengulangi atau melatih teknik yang diplih,Memberikan obat
untuk mengurangi rasa nyeri pada klien dengan analgetikasam
mefenamat 500mg
3) Diagnose: Defisit perawatan diri berhubungan dengan
kelemahan
Implementasi dilakukan pada taggal 19 januari 2021 jam 10.00
WIB yaitu: Mengidentiikasi kesadaran umum dari intervensi
yang telah dilakukan didapatkan hasil kesadaran klien baik
E4M6V5 ,Mengidentifikasi kondisi oral dalam intervensi yang

54
telah dilakukan didapatkan hasil kondisi mulut klien bersih
nafas klien tidak berbau klien mengatakan sudah menggosok
giginya selepas sholat susbuh, menganjurkan kepada klien untuk
Menghindari merawat mulut dengan sikat gigi jika mengalami
trombositopenia dalam intervesi yang telah dilakukan
didapatkan respon klien mengatakan pada saat dilakukan
pembersihan mulut klien tidak ada perdarahan di area rongga
mulut sekitar gigi,menganjurkan untuk membebersihkan gigi 2x
sehari, Menganjurkan mengganti sikat gigi setiap 3-4
bulanMenganjurkan memeriksa gigi setiap 6 bulan
4) Diagnose: resiko infeksi berhubungan dengan procedure
invasive
Implementasi dilakukan pada tanggal 19 januari 2021 pada
pukul 11.00WIB memonitor tanda dan gejala infeksi local dan
systemic dalam intervensi yang telah dilakukan didapatkan hasil
tidak ada tanda tanda infeksi pada area luka klien seperti
rubor,dolor,kalor, tumor,dan luka perlahan mengering
membatasi jumlah pengunjung diruagan,memberikan perawatan
luka,mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
dan lingkungan pasien,mempertahankan teknik aseptic pada
perawatan luka, dan menganjurkan untuk mencuci tangan
dengan cara 6 langkah untuk dalam intervensi yang telah
dilakukan didapatkan respon klien dan keluarga dapat
mempraktekan kembali bagaimana cara mencuci tangan yang
baik dan benar dan 5 waktu yang tepat pada saat mencuci
tangan,menganjurkan meningkatkan asupan protein tidak lebih
dan tidak kurang untuk penyembuhan,menganjurkan
meningkatkan asupan cairan,berkolaborasi daalam pemberian
antibiotic dengan obat amoxilin 500mg 2x1hari dengan jarak 12
jam satu kali

55
b. Hari ketiga
1) Diagnose: Hipertemi berhubungan dengan proses penyakit
Implementasi yang dilakukan pada tanggal 20 januari 2021 pada
jam 08.00WIB yaitu: Memonitor suhu tubuh pada axsilla dalam
intervensi ini didapatkan hasil suhu tubuh klien
36,4’C,Mengganti linen jika mengalami
hyperhidrosis,Melakukan tindakan kompres hangat dalam
penurunan suhu tubuh di area lipatan(leher dan axsilla) dalam
intervensi ini didapatkan hasil klien mengatakan merasa demam
ny aturun . Menganjurkan klien untuk tirah baring,Berkolaborasi
dalam pemberian cairan dan obat yaitu paracetamol 500mg.
2) Diagnose: nyeri akut berhubungan dengan agem pencedera
fisiologis
Implementasi dilakukan pada tanggal 20 januari 2021 jam 09.00
yaitu: mengajarkan teknik relaksasi menggunakan kombinasi
terapi mendengarkan music murratal surah al-kahf selama 20
menit dan setelah 5 menit mendegarkan music murratal diiringi
dengan relakasi nafas dalam dalam intervensi yang dilakukan
didapatkan respon klien kooperatif dan mengikuti perintah
dengan hasil klien mengatakan nyeri hilang,Menganjurkan
rileks dan merasakan sensasi relaksasi dari intervensi yang telah
dilakukan didapatkan hasil klien terhilat rileks dan bisa
kooperatif.Menganjurkan sering mengulangi atau melatih teknik
yang diplih jika nyeri muncul kembali, menjadwalkan untuk
control jahitan pada tanggal 23 januari 2021.
3) Diagnose: Defisit perawatan diri berhubungan dengan
kelemahan
Implementasi dilakukan pada taggal 20 januari 2021 jam 10.00
WIB yaitu: Mengidentiikasi kesadaran umum dari intervensi
yang telah dilakukan didapatkan hasil kesadaran klien baik
E4M5V6 ,Mengidentifikasi kondisi oral dalam intervensi yang

56
telah dilakukan didapatkan hasil kondisi mulut klien bersih
nafas klien tidak berbau klien mengatakan sering menggosok
giginya Menghindari merawat mulut dengan sikat gigi jika
mengalami trombositopenia dalam intervesi yang telah
dilakukan didapatkan respon klien mengatakan pada saat
dilakukan pembersihan mulut klien tidak ada perdarahan di area
rongga mulut sekitar gigi,menganjurkan untuk membebersihkan
gigi 2x sehari dalam anjuran yang diberikan mendapatkan
respon bahwa klien sering memersihkan giginya 2x sehari pagi
dan malam, Menganjurkan mengganti sikat gigi setiap 3-4
bulanMenganjurkan memeriksa gigi setiap 6 bulan
4) Diagnose: resiko infeksi berhubungan dengan procedure
invasive
Implementasi dilakukan pada tanggal 18 januari 2021 pada
pukul 11.00WIB memonitor tanda dan gejala infeksi local dan
systemic dalam intervensi yang telah dilakukan didapatkan hasil
tidak ada tanda tanda infeksi pada area luka klien seperti
rubor,dolor,kalor, tumor,dan luka mengering memberikan
perawatan luka,mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien dan lingkungan pasien,mempertahankan teknik
aseptic pada perawatan luka, dan menganjurkan untuk mencuci
tangan dengan cara 6 langkah untuk dalam intervensi yang telah
dilakukan didapatkan respon klien dan keluarga selalu
mengaplikasikan mencuci tangan yang baik dan benar dan 5
waktu yang tepat pada saat mencuci tangan yaitu pada saat akan
memasuki ruangan, keluar dari ruangan, pada sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien dan pada saat akan
makan,menganjurkan meningkatkan asupan protein tidak lebih
dan tidak kurang untuk penyembuhan,menganjurkan
meningkatkan asupan cairan,berkolaborasi daalam pemberian

57
antibiotic dengan obat amoxilin 500mg 2x1hari dengan jarak 12
jam satu kali
5. Evaluasi
Berdasarkan tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien, peneliti
melakukan evaluasi tindakan dengan menggunakan metode SOAP, S :
Subjektif, O : Objektif, A : Assesment/Analisis, dan P :
Planning/Rencana.
a. Hipertemi berhubungan dengan proses penyakit
1) Evaluasi hari pertama tindakan dilakukan pada tanggal 18
Januari 2021 pukul 11.30 dengan data subjektif klien masih
mengeluh demam obejektif klien tampak menggigil, akral dingin
TD: 120/80mmhg R: 19x/menit N: 60x/menit S: 38,1’C masalah
belum teratasi .Planning pada evaluasi Monitor suhu tubuh, Ganti
linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hyperhidrosis,
Lakukan kompres hangat dalam penurunan suhu tubuh di daerah
lipatan(leher, axsilla,selangkangan) dan dahi,Anjurkan tirah
baring,Kolaborasi dalam pemberian cairan dan elektrolit atau
obat dengan paracetamol 500mg
2) Evaluasi hari kedua tindakan dilakukan pada tanggal 19
Januari 2021 pukul 11.30 dengan data subjektif klien mengatakan
merasa demam nya sedikit berkurang, klien mengatakan sudah
tidak merasakan keringat dingin objektif klien tampak lebih
rilexs mukosa bibir lembab TD: 130/90mmhg R: 21x/menit N:
78x/menit S: 37,5’C masalah teratasi sebagian. Planning pada
Monitor suhu tubuh, Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika
mengalami hyperhidrosis,Lakukan kompres hangat dalam
penurunan suhu tubuh di daerah lipatan(leher,
axsilla,selangkangan) dan dahi,Anjurkan tirah baring,Kolaborasi
dalam pemberian cairan dan elektrolit atau obat dengan
paracetamol 500mg

58
3) Evaluasi hari ketiga tindakan dilakukan pada tanggal 20
Januari 2021 pukul 11.30 dengan dara subjektif klien
mengatakan sudah tidak merasa demamlagi data objektif:
mukosa bibir lembab,Klien terlihat nyaman TD: 120/90mmhg R:
19x/menit N: 86x/menit S: 37’C
. Analysis/Assesment: Masalah teratasi dan planning intervensi
dihentikan.
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisiologis
1) Evaluasi hari pertama tindakan dilakukan pada tanggal 18
Januari 2021 pukul 09.30 dengan data subjektif klien masih
mengeluh nyeri dibagian luka operasi dan data obejektif klien
tampak meringis kesakitan dengan skala nyeri 2 dari (0-5),
masalah belum teratasi .Planning pada evaluasi anjurkan klien
diberikan obat oral asam mefenamat 500mg dan terapi non-
farmakologi menggunakan teknik kombinasi mendengarkan
music surat al-waqiah dan relaksasi nafas dalam.
2) Evaluasi hari kedua tindakan dilakukan pada tanggal 19 Januari
2021 pukul 09.30 dengan data subjektif pasien mengatakan
nyeri sedikit berkurang dari 2 menjadi 1(0-5) setelah dilakukan
tindakan terapi relaksasi dan setelah diberikan obat, dan data
objektif klien tampak lebih tenang dan terlihat kooperatif saat
dilakukan teknik relaksasi, pasien telah diberikan obat intravena,
masalah teratasi sebagian. Planning pada evaluasi berikan obat
oral asam mefenamat 500mg, lakukan terapi terapi non-
farmakologi menggunakan teknik kombinasi mendengarkan
music surat al-kahfi dan relaksasi nafas dalam .
3) Evaluasi hari ketiga tindakan dilakukan pada tanggal 20 Januari
2021 pukul 09.30 dengan dara subjektif klien mengatakan nyeri
sudah menghilang dan data objektif klien tampak tenang dan
kondisi luka operasi sudah kering . Analysis/Assesment:

59
Masalah teratasi dan planning intervensi dihentikan: jadwalkan
untuk control jahitan pada tanggal 23 januari 2021 .
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
1) Evaluasi hari pertama tindakan dilakukan pada tanggal 18
Januari 2021 pukul 10.30 dengan data subjektif klien
mengatakan sudah merasa lebih nyaman dilakukan tindakan
perawatan mulut, klien mengatakan rasa pahit dilidah klien
berkurang, klien sedikit bisa merasakan kembali rasa manis,
dan asin dari makanan, dan data objektif mulut klien bersih,
nafas klien tidak tercium bau, klien tampak lebih fresh masalah
teratasi sebagian. Planning: identifikasi kesadaran
umum,periksa keadaan mulut dan anjurkan klien untuk
menggosok giginya 2x sehar, mengganti sikat giginya selama
3-4 bulan sekali dan anjurkan untuk melakukan pemeriksaan
gigi setiap 6 bulan sekali,
2) Evaluasi hari kedua tindakan dilakukan pada tanggal 19 Januari
2021 pukul 10.30 dengan data subjektif klien mengatakan
sudah menggosok giginya sebelum sholat subuh, klien
mengatakan rasa pahit dimulut klien hilang, klien bisa
merasakan rasa manis, asin, gurih dengan kuat.objektif mulut
klien tampak bersih, tidak tecium bau nafas, tidak terdapat sisa
sisa makan di sela sela gigi klien Masalah teratasi sebagian.
Planning identifikasi kesadaran umum,periksa keadaan mulut
dan anjurkan klien untuk menggosok giginya 2x sehar,
mengganti sikat giginya selama 3-4 bulan sekali dan anjurkan
untuk melakukan pemeriksaan gigi setiap 6 bulan sekali,
3) Evaluasi hari ketiga tindakan dilakukan pada tanggal 20 Januari
2021 pukul 10.30 dengan data subjektif klien mengatakan
sering membersihkan mulutnya 2x sehari objektif mulut klien
tampak bersih masalah sudah teratasi. Planning pada evaluasi
dihentikan.

60
d. resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
1) Evaluasi hari pertama dilakukan pada tanggal 18 januri 2021
jam 11.40 WIB Subjective: klien dan keluarga mengatakan
mengetahui cara mencuci tangan yang baik dan benar dan
mengetahui kapan waktu yang tepat untuk mencuci tangan
Objectify : tidak ada tanda tanda infeksi seperti
rubor,dolor,kalor,tumor dan , luka klien belum kering klien dan
keluarga mampu mempraktekan kembali tentang cara mencuci
tangan yang baik dan benar dan di 5 waktu yang tepat
Analysis/Assesment: Masalah belum teratasi Planning:
Intervensi dilanjutkan memonitor tanda dan gejala infeksi local
dan systemic,membatasi jumlah pengunjung diruagan,
memberikan perawatan luka,mencuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien,mempertahankan teknik aseptic pada perawatan
luka,menganjurkan meningkatkan asupan protein tidak lebih
dan tidak kurang untuk penyembuhan luka,menganjurkan
meningkatkan asupan cairan berkolaborasi daalam pemberian
antibiotic amoxilin 500mg 2xsehari
2) Evaluasi hari kedua dilakukan pada tanggal 19 januari 2021
jam 11.40 WIB Subjective: klien dan keluarga mengatakan
selalu menerapkan 5 waktu yang tepat untuk mencuci tangan,
Objectify : tidak ada tanda tanda infeksi seperti
rubor,dolor,kalor,tumor dan , luka klien berangsur mengering
klien dan keluarga mampu menerapkan cara mencuci tangan
yang baik dan benar dan di 5 waktu yang tepat
Analysis/Assesment: Masalah belum teratasi Planning:
Intervensi dilanjutkan memonitor tanda dan gejala infeksi local
dan systemic,membatasi jumlah pengunjung diruagan,
memberikan perawatan luka,mencuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan

61
pasien,mempertahankan teknik aseptic pada perawatan
luka,menganjurkan meningkatkan asupan protein tidak lebih
dan tidak kurang untuk penyembuhan luka,menganjurkan
meningkatkan asupan cairan berkolaborasi daalam pemberian
antibiotic amoxilin 500mg 2xsehari
3) Evaluasi hari ketiga pada tanggal 20 januari 2021 jam 11.40
WIB Subjective: - Objectify : tidak ada tanda tanda infeksi
seperti rubor,dolor,kalor,tumor dan , luka klien mengering
Analysis/Assesment: Masalah teratasi Planning: Intervensi
dihentikan. Tetapkan jadwal untuk control jahitan pada tanggal
24 januari 2021
6. Aplikasi dari Tindakan Utama
Pada tanggal 18-20 Januari 2021 dilakukan intervensi pada klien
berinisial Ny.R dengan melakukan tindakan kombinasi terapi
mendengarkan music dan relaksasi nafas dalam terhadap penururnan
nyeri dengan Post Op CABG. Pada hari pertama, didapatkan data yaitu
klien mempunyai keluhan nyeri pada daerah luka pasca operasi
pemasangan kateter jantung, skala nyeri 3(0-5), TD 100/70, nadi
45x/menit, resfirasi 27x/menit, suhu 39’C.
Implementasi hari pertama tanggal 18 Januari 2021 di rumah sakit
dilakukan tindakan kombinasi terapi mendengarkan music murratal
surah ar-rahman dan relaksasi nafas dalam dan didapatkan hasil klien
mengatakan masih sedikit nyeri skala nyeri berangsur menurun
menjadi 2 dari 3 (0-5), TD: 120/80mmhg R: 19x/menit N: 60x/menitS:
38,1’C
Kemudian dilanjutkan pada hari kedua dilakukan tindakan
kombinasi terapi mendengarkan music murratal surah al-waqiah dan
relaksasi nafas dalam Pada tanggal 19 Januari 2021 di rumah sakit
didapatkan hasil klien tampak terlihat sedikit nyaman skala nyeri klien
berkuran menjadi 1 dari 2(0-5) dengan TD: 130/90mmhg R: 21x/menit
N: 78x/menit S: 37,5’C

62
Pada hari ketiga tindakan kombinasi terapi mendengarkan music
murratal surah al-kahf dan relaksasi nafas dalam. Pada tanggal 20
Januari 2021 setelah dilakukan tindakan terapi oksigen didapatkan
hasil klien merasa nyaman nyeri klien hilang dengan TD: 120/90mmhg
R: 19x/menit N: 86x/menit S: 37’C
Dari uraian diatas, terdapat kesenjangan antara teori dan kasus
yakni pada kasus klien dan teori menurut (Potter & Perry, 2011)., Hasil
penelitian ini didukung Purwanto (2011) yang menyatakan bahwa
terdapat perbedaan hasil perubahan intensitas nyeri pasien post operasi
sebelum dan sesudah diberikan terapi musik pada kedua kelompok di
ruang bedah RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

B. Pembahasan
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 18 Januari 2021, pukul 09.00
WIB. Data diperoleh dengan cara wawancara dan observasi langsung
dengan pendekatan IPPA (insfeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi)
yang sesuai dengan metode pengambilan data menurut Hidayat (2017
p.84). Pada saat pengkajian Ny. R didapatkan data bahwa klien
mengeluh lemah dan nyeri dibagian luka operasi karena adanya luka
yang diakibatkan oleh prosedur invasife. Hal tersebut sesuai dengan
teori pengkajian keperawatan pada klien dengan pasca CABG menurut
Mubarak et al, (2015 p.103) maka dari itu dilakukan tindakan
kombinasi terapi mendengarkan music dan relaksasi nafas dalam
menurut jurnal naniK(2018) selama 20 menit dilakukan pemutaran
music instrumentalia yang mempunyai karakteristik frekuensi 40-60 Hz
dan tempo 61-80 beat/menit memenuhi kriteria sebagai terapi musik
untuk relaksasi yang dapat digunakan untuk mengurangi nyeri minimal
satu hari satu kali (Perdana,A., 2016) .
Klien dengan post op CABG nyeri dirasakan 2-3 jam pasca operasi
(Hamel, 2009). Selain itu dapat pula terjadi resiko infeksi karena

63
adanya prosdur pembedahan pasca CABG (Critical Rescue, 2009).
Sesuai dengan teori tersebut Ny. R mengalami nyeri pada luka operasi
dan berisiko infeksi berhubungan dengan agen pencedera fisiologis,
prosedur invansif.
Dari uraian diatas, terdapat kesenjangan antara teori dan kasus
yakni pada kasus klien dan teori menurut (Buzatto, 2010, 2011),
Sebagaimana dikutif dalam jurnal (Nanik Sri Khodriyati , Arlina Dewi,
Azizah Khoiriyati. 2018) sama-sama terjadi penurunan skala nyeri pada
pasien post operasi setelah dilakukan tindakan kombinasi terapi music
dan nafas dalam terhadap penurunan skala nyeri.
2. Diagnosa
Berdasarkan data hasil pengkajian didapatkan diagnosa nyeri akut
berhubungan dengan agen pencedera fisiologis. Peneliti mengambil
diagnosa keperawatan nyeri post op kateterisasi jantung (CABG) .
Terdapat kesenjangan antara teori dan diagnosa yang muncul dari
kasus. Menurut SDKI (2018 p.274), bahwa terdapat 6 diagnosa
keperawatan yang muncul pada post op CABG, namun yang menjadi
dignosa keperawatan utama yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen
pencedera fisiologis dan risiko infeksi berhubungan dengan procedure
invasive, hipertemni berhubungan dengan proses infeksi. Pernyataan ini
mendukung masalah yang diangkat karena keadaan klien, yakni
mengalami nyeri pada pasca operasi kateterisasi jantung(CABG).
3. Intervensi
Dari permasalahan keperawatan yang ada, peneliti lebih
memfokuskan untuk mengatasi klien agar dapat melaksanakan terapi
penurunan skala nyeri sehingga perumusan perencanaan tindakan
keperawatan untuk meningkatkan Perencanaan tindakan keperawatan
disusun dengan menyesuaikan teori dengan keadaan nyata pada klien.
Tujuan dari pemberian tindakan keperawatan ini diharapkan skala nyeri
berkurang dengan menggunakan tindakan kombinasi mendengarkan
music dan relaksasi nafas dalam . Kriteria hasil harus SMART

64
(Specific, Measurable, Acheivable, Reasoanable, dan Time). Specific
adalah berfokus pada klien.
Measurable adalah dapat diukur. Achievable adalah tujuan yang
harus dicapai. Reasonable adalah tujuan yang harus
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Time adalah batas pencapaian
dalam rentang waktu tertentu, harus jelas batasan waktunya
(Dermawan, 2012 p.107). Rencana tindakan keperawatan meliputi kaji
skala nyeri dan tada-tanda vital dan memberi informasi mengenai
pemulihan. Demonstrasikan tindakan kombinasi mendengarkan music
dan terapi relaksasi nafas dalam (Menurut penelitian Nanik Sri
Khodriyati , Arlina Dewi, Azizah Khoiriyati. 2018), yang berjudul
(Efektifitas Kombinasi Terapi Musik Dan Relaksasi Nafas Dalam
Terhadap Penuruna Nyeri Pasien Post Kateterisasi Jantung ) dengan
rasional kombinasi terapi music dan relaksasi nafas dalam dapat
menurunkan tekanan darah Nurdiansyah (2015), kestabilan vital sign
(Susanti, 2014), terhadap tingkat nyeri dan kecemasan: Literatur review
oleh Dody Setiawan (2012).
Intervensi diatas sesuai dengan teori yang terdapat di
Doengoes(2000) dan terdapat kesenjangan antara intervensi yang
diberikan peneliti dengan intervensi yang dilakukan pada jurnal NaniK,
(2018) yaitu diberikan intervensi kombinasi terapi music dan relaksasi
nafas dalam terhadap penurunan skala nyeri.
4. Implementasi
Implementasi hari pertama tanggal 18 Januari 2021 dilakukan
pada pukul 09.30 WIB yaitu mengobservasi karakteristik nyeri dengan
hasil nyeri dirasakan pada saat terlalu banyak beraktifitas,nyeri
dirasakan di area luka pasca operasi, nyeri terasa perih seperti disayat
skala nyeri 3(0-5) nyeri diirasakan terus menerus. Mengaplikasikan
tindakan kombinasi terapi mendengarkan music dan relaksasi nafas
dalam (Menurut penelitian Nanik Sri Khodriyati , Arlina Dewi, Azizah
Khoiriyati (2018), yang berjudul efektifitas kombiasi terapi music dan

65
relakasi nafas dalam terhadap penururnan nyeri pasien pot operasi
kateterisasi jantung selama 20 menit. Memposisiskan posisi semi
fowler.
Implementasi hari kedua tanggal 19 Januari 2021 dilakukan
pada pukul 09.30 WIB yaitu mengobservasi karakteristik nyeri dengan
hasil nyeri dirasakan pada saat terlalu banyak beraktifitas,nyeri
dirasakan di area luka pasca operasi, nyeri terasa perih seperti disayat
skala nyeri 2(0-5) nyeri diirasakan terus menerus. Mengaplikasikan
tindakan kombinasi terapi mendengarkan music dan relaksasi nafas
dalam (Menurut penelitian Nanik Sri Khodriyati , Arlina Dewi, Azizah
Khoiriyati (2018), yang berjudul efektifitas kombiasi terapi music dan
relakasi nafas dalam terhadap penururnan nyeri pasien pot operasi
kateterisasi jantung selama 20 menit. Memposisikan posisi semi fowler.
Kemudian di hari ketiga implementasi dilakukan pada tanggal
20 Januari 2021 dilakukan pada pada pukul 09.30 WIB yaitu
mengobservasi karakteristik nyeri dengan hasil nyeri dirasakan pada
saat terlalu banyak beraktifitas,nyeri dirasakan di area luka pasca
operasi, nyeri terasa perih seperti disayat skala nyeri 2(0-5) nyeri
diirasakan terus menerus. Mengaplikasikan tindakan kombinasi terapi
mendengarkan music dan relaksasi nafas dalam (Menurut penelitian
Nanik Sri Khodriyati , Arlina Dewi, Azizah Khoiriyati (2018), yang
berjudul efektifitas kombiasi terapi music dan relakasi nafas dalam
terhadap penururnan nyeri pasien pot operasi kateterisasi jantung
selama 20 menit. Memposisiskan posisi semi fowler
Campell (2001), menyatakan bahwa mendengarkan musik dapat
memberikan efek nyaman, otot yang tegang menjadi rileks, nyeri juga
mengalami penurunan. Musik yang diberikan kepada responden dengan
nada lembut dan rendah akan memberikan respon positif kepada pasien,
sebagai contoh dalam penelitian ini, peneliti memilih musik gamelan
karena sebagian besar responden penelitian dari daerah jawa sehingga
responden sering terpapar musik tersebut sebelumnya dan music

66
gamelan juga memiliki tempo teratur, menenangkan dan sederhana,
sehingga orang yang mendengarkan musik gamelan menjadi nyaman,
tingkat nyeri berkurang dan otototot yang tegang menjadi rileks
(Jokomono,2010) sehingga ketika terjadi nyeri baik karena fraktur
maupun post operasi karena fraktur responden bisa mendistraksi dengan
mengalihkan sensasi nyeri ke musik gamelan sehingga tingkat nyeri
yang dirasakan berkurang Sumardi , Arlina Dewi , Sri Sumaryani.
(2019)
Jenis musik yang digunakan dalam penelitian ini adalah pain
relief maupun natural healing tentang suara alam dan instrumentalia
yang mempunyai karakteristik frekuensi 40-60 Hz dan tempo 61-80
beat/menit memenuhi kriteria sebagai terapi musik untuk relaksasi yang
dapat digunakan untuk mengurangi nyeri minimal satu hari satu kali
(Perdana,A., 2016).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok yang
mendapatkan perlakuan kombinasi terapi musik dan relaksasi nafas
dalam yang dilakukan 2 jam dan 3 jam setelah kateterisasi jantung
masing-masing dilaksanakan selama 20 menit dan evaluasi setelah 30
menit dari intervensi kedua atau 3,5 jam post kateterisasi jantung terjadi
penurunan lebih besar Nanik Sri Khodriyati , Arlina Dewi, Azizah
Khoiriyati (2018)
Pada kelompok kontrol disajikan musik instrument oleh Kitaro
dengan judul Koi durasi waktu selama 10 menit dengan bantuan
headphone.Intervensi kelompok kontrol diberikan sama dengan
kelompok intervensi yaitu dalam sehari diberikan tiga kali selama dua
hari. Sumardi , Arlina Dewi , Sri Sumaryani.(2019)
Dari uraian diatas Tidak terdapat kesenjangan antara
kasus,jurnal dan teori. Pada penelitian tindakan kombinasi
mendengarkan music dan teknik relaksasi nafas dalam yang dilakukan
selama 20 menit sesuai dengan penelitian Nanik Sri Khodriyati , Arlina
Dewi, Azizah Khoiriyati (2018) sedangkapada peelitia yang dilakukan

67
oleh Sumardi , Arlina Dewi , Sri Sumaryani.(2019) dengan jurnal
Pengaruh Nafas Dalam Dan Mendengarkan Musik Gamelan Terhadap
Tingkat Nyeri Pasien Post Operasi Fraktur Di RSUD Dr. Soediran
Mangun Sumarso Wonogiri dilakukan tindakan selama 10 menit.
5. Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan peneliti pada klien selama 3x24 jam
pada tanggal 18-20 Januari 2021 diagnosa nyeri akuterhuugadengan
agen pencedera fisiologis dega data ubjektifklie mengeluhka nyeri pada
area luka pasca operasi , data objektif klien meringis memegangi
dadanya, terdapat luka pasca operasi sepanjang 3 cm. Perencanaan
tindakan selanjutnya anjurkan klien untuk terus mengaplikasikan
tidakan kombinasi medengarkan music dan relaksasi nafas dalam jika
mengalami nyeri.
Hasil evalusi terdapat kesenjangan antara kasus dan teori menurut
Nanik Sri Khodriyati , Arlina Dewi, Azizah Khoiriyati (2018) yang
berjudul efektifitas komiasi terapi mendengarkan music dan
tekikrelakasi nafas dalam terhadap penurunan nyeri pasien post
kateterisasi jantung terdapatperubahan yang signifikan mengenai
penurunan nyeri pada pasien post op CABG, hal ini tentunya sejalan
dengan kasus klien yang terjadi penurunan skala nyeri dari hari pertama
sampai hari ketiga setelah di laksanakan evaluasi
6. Analisis Picot
UNSUR JURNAL KASUS PEMBAHASA
N
Problem/ Sample yang 1 Klien Terdapat
pasien diambil yakni 38 berinisial Ny. R kesesuaian
klien post op berusia 49 antara jurnal
CABG, dengan tahun, dengan yang diambil
masalah nyeri post op CABG dan kasus yang
pasca operasi dengan masalah ada. Yakni
CABG, Nanik Sri terjadi nyeri sama-sama

68
Khodriyati , dengan skala mengalami
Arlina Dewi, 3(0-5) . masalah nyeri
Azizah Khoiriyati pasca operasi
(2018) yang kateterisasi
berjudul jantung.
efektifitas
kombinasi terapi
mendengarkan
music dan tekik
relakasi nafas
dalam terhadap
penurunan nyeri
pasien post
kateterisasi
jantung
Intervensi Tindakan yang Tindakan yang Terdapat
dilakukan yakni dilakukan pada kesesuaian
kombinasi terapi Ny. R adalah antara jurnal
mendengarkan kombinasi yang diambil
music dan terapi music dan dengan kasus
tekikrelakasi nafas relaksasi nafas yang ada yakni
dalam terhadap dalam selama sama-sama
penurunan nyeri 20 menit dilakukan
selama 20 menit . tindakan
Nanik Sri kombinasi
Khodriyati , mendengarkan
Arlina Dewi, music dan
Azizah Khoiriyati relakasi nafas
(2018). dalam
Comparison/ Terapi kombinasi Terapi Tidak Terdapat
Perbandingan mendengarkan kombinasi kesenjangan

69
intervensi music dan mendengarkan antara jurnal
relaksasi nafas music dan yang diambil
dalam ini relaksasi nafas dan kasus yang
dilakukan selama dalam ini ada. Yaitu
2 hari karena dilakukan pada menurut jurnal
masa rawat inap tanggal 18-20 naniK(2018)
klien pendek januari 2021 dilakukan
penelitian ini selama 3 hari selama 2 hari
dilakukan pada karena masa
tahun 2018 rawat inap klien
yang pendek
sedangkan pada
kasus peneliti
memberikan
intervensi
selama 3 hari.
Outcome/Hasil Menurut jurnal Setelah Terdapat
Nanik Sri dilakukan kesesuaian
Khodriyati , tindakan terapi antara jurnal
Arlina Dewi, oksigen selama yang diambil
Azizah Khoiriyati 3 hari, hasil dan kasus yang
(2018) yang penelitian ada. Yakni
berjudul menunjukan tindakan
“efektifitas bahwa tindakan kombinasi terapi
komiasi terapi kombinasi mendengarkan
mendengarkan terapi music dan
music dan mendengarkan relaksasi nafas
tekikrelakasi nafas music dan dalam terhadap
dalam terhadap relaksasi nafas penurunan skala
penurunan nyeri dalam terhadap efektif untuk
pasien post penurunan nyeri efektif untuk

70
kateterisasi post oprasi menurunkan
jantung”. kateterisasi nyeri post oprasi
menunjukkan jantung kateterisasi
bahwa rata-rata (CABG) dimana jantung (CABG)
skala nyeri sebelumnya
sebelum diberikan skala nyeri yang
kombinasi terapi dirasakan pasien
musik dan 3(0-5) menjadi
relaksasi nafas hilang (0)
dalam adalah 5,26
dan sesudah 2,58.
Hal tersebut
membuktikan
bahwa terdapat
pengaruh yang
signifikan pada
kombinasi terapi
mendengarkan
music dan
relaksasi nafas
dalam..
Time/Teori TIME
Menurut jurnal
Nanik Sri
Khodriyati ,
Arlina Dewi,
Azizah Khoiriyati
(2018) yang
berjudul
“efektifitas
komiasi terapi

71
mendengarkan
music dan
tekikrelakasi nafas
dalam terhadap
penurunan nyeri
pasien post
kateterisasi
jantung”.
Penelitian ini
dilakukan selama
2 hari pada tahun
2018 di RSUP Dr.
Sardjito
Yogyakarta
dengan hasil
terdapat pengaruh
yang signifikan
terhadap
penuruunan skala
nyeri pasien post
op CABG, pada
penelitian ini
dilakukan
intervensi selama
20 menit
mendengarkan
music setelah 5
menit
mendengarkan
music dilanjutkan
dengan diiringi

72
teknik relaksasi
nafas dalam.
Menurut sumardi,
(2019) “Pengaruh
Nafas Dalam Dan
Mendengarkan
Musik Gamelan
Terhadap Tingkat
Nyeri Pasien Post
Operasi Fraktur
Di RSUD Dr.
Soediran Mangun
Sumarso
Wonogiri”.
Penelitian ini
dilakukan pada
bulan agustus-
september 2018
erjadi penurunan
tingkat nyeri
dengan nilai t
hitung hari
pertama sebesar
4.876 dan hari
kedua terjadi
perubahan tingkat
nyeri dengan nilai
t hitung sebesar
4.350.

73
TEORI
Musik dan nyeri
mempunyai
persamaan
penting yaitu
bahwa ketika
musik terdengar,
sinyal dikirim
keotak ketika rasa
sakit dirasakan.
Jika getaran
musik dapat
dibawa kedalam
resonansi dekat
dengan getaran
rasa sakit, maka
persepsi
psikologis rasa
sakit akan diubah
dan dihilangkan
(Journal of the
American
Association for
Musik Therapist,
2011). Penelitian
ini sejalan dengan
(Gonzales et al,
2010).

74
BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan yang meliputi
pengkajian, diagnose, intervensi, implementasi, evaluasi keperawatan dan
menerapkan pemberian tindakan terapi oksigen terhadap peningkatan
saturasi oksigen pada asuhan keperawatan kasus Ny. R dengan post op
CABG di RSUD Sayang Cianjur maka ditarik kesimpulan bahwa :
1. Pengkajian
Pada pengkajian keperawatan hasi yang didapatkan yakni terjadi
nyeri akut pada luka operasi, selain itu juga terjadi peningkatan suhu
tubuh (hipertermi).
2. Diagnosa
Diagnosa pada post op CABG memiliki enam diagnosa yakni
penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan fungsi
miokardium, bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
penumpukan secret pada ETT, risiko gangguan keseimbangan volume
cairan dan elektrolit berhubungan dengan gangguan volume darah,
nyeri berhubungan dengan trauma operasi dan iritasi pleura akibat
selang dada, risiko pola nafas tidak efektif berhubungan dengan
ketidakadekuatan ventilasi, risiko infeksi berhubungan dengan
procedure invasive,hipertrmi berhubungan dengan proses infeksi.
3. Intervensi
Intervensi keperawatan yang dapat di susun untuk mengatasi
diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera
fisiologi lakukan intervensi kombinasi terapi mendengarkan music
dan relaksasi nafas dalam

75
4. Implementasi
Implementasi keperawatan yang dapat di susun untuk mengatasi
diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera
fisiologi dilakukan tindakan kombinasi terapi mendengarkan music
dan relaksasi nafas dalam dilakukan selama 20 menit mendengarkan
music murrotal(al-kahf, al-waqiah,al-rahman) setelah 5 menit
berlangsung dilanjutkan dengan diiringi relaksasi nafas dalam
5. Evaluasi
Evaluasi untuk diagnose keperawatan nyeri akut berhubungan
dengan agen pencedera fisiologis didapatkan data subjektif klien
mnegatakan nyeri pada area luka post op, nyeri terasaterus menerus,
nyeri terasa perih seperti disayat sayat ,nyeri terasa jika klien
beraktifitas terlalu berlebihan skla 3(0-5)data objektif: klien terlihat
meringis memegangi dadanya, terdapat luka yang belum kering
dengan panjang 3 cm kemudian dilakukan intervensi terapi kombinasi
mendengrkan music dan relaksasi nafas dalam selama 3 hari
didapatkan hasil nyeri hilang
6. Penerapan Pemberian Tindakan Terapi Oksigen
Dalam penerapan tindakan kombinasi terapi mendengarkan
music dan relaksasi nafas dalam dari hasil Analisa PICOT didapatkan
setelah dilakukan tindakan terapi oksigen selama 3 hari, terdapat
kesamaan antar kasus dan teori dimana hasil penelitian menunjukan
bahwa tindakan terapi o kombinasi terapi mendengarkan music dan
relaksasi nafas dalam efektif untuk menurunkan skala nyeri pada
pasien dengan post op kateterisasi jantung (CABG).
B. Saran
Setelah peneliti melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan
post op CABG peneliti memberikan masukan positif, khususnya dibidang
Kesehatan antara lain :
1. Bagi Perawat

76
Diharapkan perawat dapat menerapkan tindakan terapi oksigen pada
klien post op CABG dalam menurunkan skala nyeri.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat menjadi referensi bagi institusi pendidikan dalam
ilmu keperawatan dan menambah kepustakaan serta dapat menjadi
bahan perbandingan oleh mahasiswa Universitas Muhammadiyah
Sukabumi untuk melakukan penelitian selanjutnya terkait penerapan
tindakan kombinasi terapi mendengarkan music dan relaksasi nafas
dalam terhadap penurunan skala nyeri pada klien post op CABG.
3. Bagi Klien dan Keluarga
Diharapkan klien dapat mengetahui untuk mengatasi penurunan skala
nyeri tersebut dengan cara mengaplikasikan tindakan terapi kombinasi
terapi mendengarkan music dan relaksasi nafas dalam dan diharapkan
keluarga dapat mendampingi serta membantu klien dalam
melaksanakan tindakan tersebut, karena tindakan efektif untuk klien,
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan dapat membantu peneliti selanjutnya dan menjadikan
bahan referensi dalam proses penelitian dan mengaplikasikan tindakan
kombinasi terapi mendengarkan music dan relaksasi nafas dalam
terhadap penuruna skala nyeri pada pasien post op CABG.

77
DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association (AHA). (2012). Heart disease and stroke


statistics-2012 update.
American Music Therapy Association.(2011). Music Therapy The New
York Times Company.Diakses 12 Desember 2015 dari
http://www.Musictherapy.org//about/quates.
Anderson DE, McNeely JD and Windham. (2010). Regular slow-breathing
axercise effects on blood pressure and breathing patterns at rest.
Journal of Human Hypertension 24, 807- 813, diakses 09
Desember 2015 dari http://Journal+of+ Human+Hypertension.
Arntz A., Claassens L.(2003). The Meaning of Pain Influences its
Experienced Intensity Pain 109:20-25. Diakses tanggal 10
september 2015 dari http:// www.science direct.com. Bally, K.,
Campbell, D., Chesnick, K., &Tranmer, J. E. (2010).Effects of
patientcontrolled music therapy during coronary angiography on
procedural pain and anxiety distress syndrome. Critical Care Nurse,
23(2), 50–51, 53–58, diakses 11 Desember 2015 dari
http://www.sagepub.com/upmdata/44175_2.pdf.
Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Black, M. J. & Hawks, H .J. (2009). Medical surgical nursing : clinical
management for continuity of care 8th ed. Philadephia : W.B.
Saunders Company.
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan medical Bedah.
Jakarta. EGC
Brunner & Suddarth. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah .Edisi 8 volume 2. Jakarta: EGC

78
Brunner and Suddarth's. (2009), Textbook of Medical-Surgical Nursing,
USA Buzzato. (2010). Anxiety Before Cardiac Catheterization,
Brazil.
Critical Rescue. (2009). Oxygenadelivery to patients after cardiac surgery.
Intensive Care Unit Austin Hospital: Melbourne
Grace, Pierce A & Borley Neil R. (2006). At a Glance Ilmu Bedah.
Surabaya: Erlangga
Haslindah. (2015). Faktora Resiko Penyakit Jantung Koroner.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Hilary P. Grocott, MD, FRCPC. (2017). The Journal of Thoracic and
Cardiovascular Surgery Early extubationaafter cardiac surgery
The evolution continues.
Kemenkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta:
Balitbang Kemenkes RI.
Kozier, B. Erb. (2012). Buku Ajar Fundamental Keperawatan;
Konsep,Proses dan Praktik.Ed 7, Vol 1. aJakarta: EGC.
Kusnanto. (2016). Modul Pembelajaran Pemenuhan Kebutuhan Oksigen.
Fakultas Keperawatan Universitasa Airlangga.
LeMone, P., Burke, K. M., & Bauldoff, G. (2016). Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah. (M. T. Iskandar, Ed.) (5th ed.).
Jakarta: EGC.
Matthews, Rachel .(2009). Surgical procedure and nursing care for
coronary heartadisease. London
Mc.wright, B. (2013). Panduan Bagi Penderita Diabetes. Jakarta: Prestasi
Pustaka
Susanti. (2014). Pengaruh Kombinasi Terapi Musik dan Relaksasi Nafas
Dalam dengan Penurunan Intensitas Nyeri Pasien Fraktur Femur.
Tesis. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta.
Sussanne M Cutshall; et.al. (2011). Effect of the Combination of Music
and nature Sounds on Pain and Anxiety in Cardiac surgical

79
Patients: A Randomized Study. Alternative Therapies Jul/Aug
2011, vol. 17. No. 4: 16-21.

80

Anda mungkin juga menyukai