Prasasti yang tertera di tugu tersebut ditulis dalam huruf Arab ”gundul”
berbahasa Jawa kuno yang berbunyi ”Bismillah pget Ingkang Gusti/Diningsun
juput parenah kala Sabtu/Ping Gangsal Sapar Tahun Wau/Rengsena perang
netek Nangaran/Bungas wetan Cipamugas kilen Cidurian/Sakabeh Angraksa
Sitingsun Parahyang”. Yang berarti ”Dengan nama Allah Yang Maha
Kuasa/Dari Kami mengambil kesempatan pada hari Sabtu/Tanggal 5 Sapar
Tahun Wau/Sesudah perang kita memancangkan tugu/untuk
mempertahankan batas Timur Cipamungas (Cisadane) dan Barat
Cidurian/Semua menjaga tanah kaum Parahyang. Sebutan ”Tangeran” yang
berarti ”tanda” itu lama-kelamaan berubah sebutan menjadi Tangerang
sebagaimana yang dikenal sekarang ini.
Pada akhir 1943, jumlah kabupaten di Jawa Barat mengalami perubahan, dari
18 menjadi 19 kabupaten. Hal ini disebabkan, pemerintah Jepang telah
mengubah status Tangerang dari kewedanaan menjadi kabupaten.
Perubahan status ini didasarkan pada dua hal; pertama,
TARIAN :tari cukin (penggabungan 4 etnis : jawa, sunda cina dan betawi)
Pakian ADAT :
BUDAYA : kesenian : barongsai, cokek lenong, patngtung, jaipong, degung, calung, anklung
gubrak