Anda di halaman 1dari 4

NAMA : TEGAR TRI MAHARDIKA

ANGKATAN : XLIV
KELOMPOK/NO : 4/35
UPT : RUTAN KELAS IIB PONOROGO

Cerita Hasil Perkembangan Keseluruhan Agenda 2

Pembelajaran agenda 2 ini membahas mengenai materi BerAKHLAK ASN, materi


BerAKHLAK sendiri terdiri dari materi berorientasi pelayanan, akuntabel, kompeten, harmonis, loyal,
adaptif, dan kolaboratif. Selain menerima materi ada juga tugas individu dan kolektif yang diberikan
kepada peserta latsar CPNS untuk mengetahui dan mengasah kemampuan para peserta latsar CPNS.
Secara keseluruhan pembelajaran agenda 2 ini sangat menarik dan tidak membosankan, hal ini karena
Ibu Riani selaku pemateri menyampaikan materi dengan jelas dan menggunakan beberapa media
pendukung seperti power point dan video pembelajaran, selain itu Ibu Riani juga mengadakan sesi
diskusi mengenai tugas yang sudah dikerjakan para peserta latsar. Berikut saya sampaikan mengenai
materi dan ilmu yang saya dapat selama mengikuti pembelajaran agenda 2.
Berorientasi Pelayanan. Dalam materi ini ada beberapa pelajaran dan materi baru yang saya
peroleh diantaranya mengenai Pengertian Pelayanan Publik. Definisi dari pelayanan publik
sebagaimana tercantum dalam UU Pelayanan Publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam
rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap
warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan publik. Kemudian asas penyelenggaraan pelayanan publik seperti yang
tercantum dalam Pasal 4 UU Pelayanan Publik, yaitu kepentingan umum, kepastian hukum, kesamaan
hak, keseimbangan hak dan kewajiban, keprofesionalan, partisipatif, persamaan perlakuan/tidak
diskriminatif, keterbukaan, akuntabilitas, fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan,
ketepatan waktu dan kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan. Sebagaimana kita ketahui dalam Pasal
10 UU ASN, pegawai ASN berfungsi sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan publik, serta sebagai
perekat dan pemersatu bangsa. Core Values ASN yang diluncurkan yaitu ASN BerAKHLAK yang
merupakan akronim dari Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif,
Kolaboratif. Core Values tersebut seharusnya dapat dipahami dan dimaknai sepenuhnya oleh seluruh
ASN serta dapat diimplementasikan dalam pelaksanaan tugas dan kehidupan sehari-hari. Oleh karena
tugas pelayanan publik yang sangat erat kaitannya dengan pegawai ASN, sangatlah penting untuk
memastikan bahwa ASN mengedepankan nilai Berorientasi Pelayanan dalam pelaksanaan tugasnya,
dimaknai bahwa setiap ASN harus berkomitmen memberikan pelayanan prima demi kepuasan
masyarakat. Dari berbagai sumber, definisi nilai dasar sendiri adalah kondisi ideal atau kewajiban moral
tertentu yang diharapkan dari ASN untuk mewujudkan pelaksanaan tugas instansi atau unit kerjanya.
Sedangkan kode etik adalah pedoman mengenai kewajiban moral ASN yang ditunjukkan dalam sikap
atau perilaku terhadap apa yang dianggap/dinilai baik atau tidak baik, pantas atau tidak pantas baik
dalam melaksanakan tugas maupun dalam pergaulan hidup sehari-hari. Adapun kode perilaku adalah
pedoman mengenai sikap, tingkah laku, perbuatan, tulisan, dan ucapan ASN dalam melaksanakan
tugasnya dan pergaulan hidup sehari-hari yang merujuk pada kode etik.
Kemudian materi yang ke dua yaitu akuntabilitas merujuk pada kewajiban setiap individu,
kelompok atau institusi untuk memenuhi tanggung jawab dari amanah yang dipercayakan kepadanya.
Dalam konteks Akuntabilitas, perilaku tersebut adalah Kemampuan melaksanaan tugas dengan jujur,
bertanggung jawab, cermat, disiplin dan berintegritas tinggi, Kemampuan menggunakan kekayaan dan
barang milik negara secara bertanggung jawab, efektif, dan efisien, Kemampuan menggunakan
Kewenangan jabatannya dengan berintegritas tinggi. Akuntabilitas adalah sebuah hubungan
(Accountability is a relationship), Akuntabilitas berorientasi pada hasil (Accountability is results-
oriented), Akuntabilitas membutuhkan adanya laporan (Accountability requiers reporting),
Akuntabilitas memerlukan konsekuensi (Accountability is meaningless without consequences),
Akuntabilitas memperbaiki kinerja (Accountability improves performance). Akuntabilitas adalah
prinsip dasar bagi organisasi yang berlaku pada setiap level/unit organisasi sebagai suatu kewajiban
jabatan dalam memberikan pertanggungjawaban laporan kegiatan kepada atasannya. Akuntabilitas
merupakan kontrak antara pemerintah dengan aparat birokrasi, serta antara pemerintah yang diwakili
oleh PNS dengan masyarakat. Kontrak antara kedua belah pihak tersebut memiliki ciri antara lain:
Pertama, akuntabilitas eksternal yaitu tindakan pengendalian yang bukan bagian dari tanggung
jawabnya. Kedua, akuntabilitas interaksi merupakan pertukaran sosial dua arah antara yang menuntut
dan yang menjadi bertanggung jawabnya (dalam memberi jawaban, respon, rectification, dan
sebagainya). Ketiga, hubungan akuntabilitas merupakan hubungan kekuasaan struktural (pemerintah
dan publik) yang dapat dilakukan secara asimetri sebagai haknya untuk menuntut jawaban.
Akuntabilitas memiliki 5 tingkatan yang berbeda yaitu akuntabilitas personal, akuntabilitas individu,
akuntabilitas kelompok, akuntabilitas organisasi, dan akuntabilitas stakeholder. Gratifikasi merupakan
salah satu bentuk tindak pidana korupsi. Di mana penerima gratifikasi tidak diharuskan memberi
imbalan pada saat itu juga, tetapi bisa kemudian hari sampai waktu yang tidak ditentukan. Dalam
konteks nilai barang dan uang, ataupun konteks pegawai/pejabat negara, gratifikasi bisa dikategorikan
sebagai gratifikasi netral dan ilegal, sehingga harus memutuskan, dilaporkan atau tidak dilaporkan.
Pengelolaan konflik kepentingan dan kebijakan gratifikasi dapat membantu pembangunan budaya
akuntabel dan integritas di lingkungan kerja. Akuntabilias dan integritas dapat menjadi faktor yang kuat
dalam membangun pola pikir dan budaya antikorupsi.
Kemudian materi yang ke tiga kompetensi. Kompetensi menurut Kamus Kompetensi Loma
(1998) dan standar kompetensi dari International Labor Organization (ILO), memiliki tiga aspek
penting berkaitan dengan perilaku kompetensi meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap, yang
diperlukan dalam pelaksanaan pekerjaan. Sesuai Peraturan Menteri PANRB Nomor 38 Tahun 2017
tentang Standar Kompetensi ASN, kompetensi meliputi: 1) Kompetensi Teknis adalah pengetahuan,
keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur dan dikembangkan yang spesifik berkaitan
dengan bidang teknis jabatan; 2) Kompetensi Manajerial adalah pengetahuan, keterampilan, dan
sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dikembangkan untuk memimpin dan/atau mengelola unit
organisasi; dan 3) Kompetensi Sosial Kultural adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku
yang dapat diamati, diukur, dan dikembangkan terkait dengan pengalaman berinteraksi dengan
masyarakat majemuk dalam hal agama, suku dan budaya, perilaku, wawasan kebangsaan, etika, nilai-
nilai, moral, emosi dan prinsip, yang harus dipenuhi oleh setiap pemegang Jabatan untuk memperoleh
hasil kerja sesuai dengan peran, fungsi dan Jabatan.
Ada juga materi menganai harmoni. Harmoni sendiri mempunyai arti kerja sama antara
berbagai faktor dengan sedemikian rupa hingga faktor-faktor tersebut dapat menghasilkan suatu
kesatuan yang luhur. Suasana harmoni dalam lingkungan bekerja akan membuatkan kita secara individu
tenang, menciptakan kondisi yang memungkinkan untuk saling kolaborasi dan bekerja sama,
meningkatkan produktifitas bekerja dan kualitas layanan kepada pelanggan. Tiga hal yang dapat
menjadi acuan untuk membangun budaya tempat kerja nyaman dan berenergi positif yaitu Membuat
tempat kerja yang berenergi, Memberikan keleluasaan untuk belajar dan memberikan kontribusi,
Berbagi kebahagiaan bersama seluruh anggota organisasi. Penerapan sikap bertika yang menunjukkan
ciri-ciri sikap harmonis. Tidak hanya saja berlaku untuk sesama ASN (lingkup kerja) namun juga
berlaku bagi stakeholders eksternal. Sikap perilaku ini bisa ditunjukkan dengan Toleransi, Empati,
Keterbukaan terhadap perbedaan.
Kemudian loyal. Secara harfiah loyal berarti setia, atau suatu kesetiaan. Kesetiaan ini timbul
tanpa adanya paksaan, tetapi timbul dari kesadaran diri sendiri. Bagi seorang Pegawai Negeri Sipil, kata
loyal dapat dimaknai sebagai kesetiaan, paling tidak terhadap cita-cita organisasi, dan lebih-lebih
kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Loyalitas merupakan suatu hal yang bersifat
emosional. Untuk bisa mendapatkan sikap loyal seseorang, terdapat banyak faktor yang akan
memengaruhinya. Core Values ASN yang diluncurkan yaitu ASN BerAKHLAK yang merupakan
akronim dari Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, Kolaboratif.
Core Values tersebut harus diimplementasikan oleh seluruh ASN di Instansi Pemerintah sebagaimana
diamanatkan dalam Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Nomor 20 Tahun 2021 tentang Implementasi Core Values dan Employer Branding Aparatus Sipil
Negara. Loyal, merupakan salah satu nilai yang terdapat dalam Core Values ASN yang dimaknai bahwa
setiap ASN harus berdedikasi dan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara. Terdapat beberapa
ciri/karakteristik yang dapat digunakan oleh organisasi untuk mengukur loyalitas pegawainya, antara
lain Taat pada Peraturan, Bekerja dengan Integritas, Tanggung Jawab pada Organisasi, Kemauan untuk
Bekerja Sama, Rasa Memiliki yang Tinggi, Hubungan Antar Pribadi, Kesukaan Terhadap Pekerjaan,
Keberanian Mengutarakan Ketidaksetujuan, Menjadi teladan bagi Pegawai lain. Memegang Teguh
ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Setia kepada NKRI
serta Pemerintahan yang Sah. Menjaga Nama Baik Sesama ASN, Pimpinan Instansi dan Negara.
Kemudian Adaptif. Adaptif merupakan salah satu karakter penting yang dibutuhkan oleh
individu maupun organisasi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Terdapat alasan mengapa
nilai-nilai adaptif perlu diaktualisasikan dalam pelaksanaan tugas-tugas jabatan di sektor publik, seperti
di antaranya perubahan lingkungan strategis, kompetisi yang terjadi antar instansi pemerintahan,
perubahan iklim, perkembangan teknologi dan lain sebagainya. Adaptif adalah karakteristik alami yang
dimiliki makhluk hidup untuk bertahan hidup dan menghadapi segala perubahan lingkungan atau
ancaman yang timbul. Dengan demikian adaptasi merupakan kemampuan mengubah diri sesuai dengan
keadaan lingkungan tetapi juga mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan (keinginan diri). Di sektor
publik, budaya adaptif dalam pemerintahan ini dapat diaplikasikan dengan tujuan untuk memastikan
serta meningkatkan kinerja pelayanan publik. Penerapan budaya adaptif dalam organisasi pemerintahan
akan membawa konsekuensi adanya perubahan dalam cara pandang, cara berpikir, mentalitas dan
tradisi pelayanan publik yang lebih mampu mengimbangi perubahan atau tuntutan zaman.
Kemudian ada juga kolaboratif. Kolaboratif merupakan nilai dasar yang harus dimiliki oleh
CPNS. Sekat-sekat birokrasi yang mengkungkung birokrasi pemerintah saat ini dapat dihilangkan.
Calon ASN muda diharapkan nantinya menjadi agen perubahan yang dapat mewujudkan harapan
tersebut. Semua ASN Kementerian/Lembaga /Pemerintah Daerah kemudian akan bekerja dengan satu
tujuan yaitu kemajuan bangsa dan negara Indonesia. WoG adalah sebuah pendekatan penyelenggaraan
pemerintahan yang menyatukan upaya-upaya kolaboratif pemerintahan dari keseluruhan sektor dalam
ruang lingkup koordinasi yang lebih luas guna mencapai tujuan- tujuan pembangunan kebijakan,
manajemen program dan pelayanan publik. Oleh karenanya WoG juga dikenal sebagai pendekatan
interagency, yaitu pendekatan yang melibatkan sejumlah kelembagaan yang terkait dengan urusan-
urusan yang relevan. Pendekatan WoG di beberapa negara ini dipandang sebagai bagian dari respon
terhadap ilusi paradigma New Publik Management (NPM) yang banyak menekankan aspek efisiensi
dan cenderung mendorong ego sektoral dibandingkan perspektif integrasi sektor. Pada dasarnya
pendekatan WoG mencoba menjawab pertanyaan klasik mengenai koordinasi yang sulit terjadi di antara
sektor atau kelembagaan sebagai akibat dari adanya fragmentasi sektor maupun eskalasi regulasi di
tingkat sektor. Sehingga WoG sering kali dipandang sebagai perspektif baru dalam menerapkan dan
memahami koordinasi antar sektor. Dalam pengertian ini WoG dipandang menunjukkan atau
menjelaskan bagaimana instansi pelayanan publik bekerja lintas batas atau lintas sektor guna mencapai
tujuan bersama dan sebagai respon terpadu pemerintah terhadap isu-isu tertentu.

Anda mungkin juga menyukai