Anda di halaman 1dari 14

KEBIJAKAN

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI


RUMAH SAKIT UMUM KARTINI

A. ORGANISASI PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI

1. Dalam rangka melindungi pasien, pengunjung dan petugas terhadap


penularan infeksi, maka Rumah Sakit Umum Kartini Mojokerto
melaksanakan Pencegahan dan pengendalian Infeksi(PPI).
2. Agar pelaksanaan PPI terkoordinasi dengan baik, Direktur Rumah Sakit
membentuk Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (KPPI) serta Tim
Pencegahan dan Pengendalian Infeski (TPPI). Komite PPI Rumah Sakit
Umum Krtini Mojokerto bertanggung jawab langsung kepada Direktur
Rumah Sakit. Tim PPI bertanggung jawab langsung kepada Komite PPI.
3. Komite dan Tim PPI me mpunyai tugas, fungsi dan kewenangan yang jelas
sesuai dengan Pedoman Managerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
di Rumah Sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang dikeluarkan oleh
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2011.
4. Pelaksanaan PPI dikelola dan diintegrasikan antara struktural dan
fungsional di semua unit dan menjadi tanggung jawab seluruh staf dan
karyawan.
5. Agar kegiatan dan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi berjalan
lancar,maka Rumah Sakit Umum Kartini Mojokerto memiliki 1 IPCLN
(Infection Prevention and Control Nurse) purna waktu yang bertugas
mengawasi seluruh kegiatan pencegahan pengendalian infeksi yang meliputi
Unit perawatan (Rawat Inap Lantai 2, HCU, Kamar Operasi), dan
pemeliharaan sarana, Farmasi, Gizi, Laboratorium.
6. Semua Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi wajib memiliki sertifikat
Pelatihan PPI.

Kebijakan PPI RSUK 1


7. Dalam melaksanakan tugasnya IPCN dibantu oleh IPCLN (Infection
Prevention and Control Link Nurse) sebagai pelaksana harian/ penghubung
di unit masing-masing.
8. Kegiatan PPI diitergrasikan dengan Komite Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Paien (PMKP)

B. KEWASPADAAN STANDAR

1. Kewaspadaan Standar meliput kebersihan tangan, pemakaian alat pelindung


diri, disinfeksi dan sterilisasi, tatalaksana linen, penatalaksanaan limbah dan
benda tajam, pengendalian lingkungan, praktik menyuntik yang aman,
kenersihan pernafasan/etika batuk, perawatan peralatan pasien,
pentalaksanaan linen, program kesehatan kaeyawan, penempatan pasien.
2. Kewaspadaan standar diterapkan secara menyeluruh di semua di semua area
RS dengan mengukur resiko yang dihadapi pada setiap situasi dan aktivitas
pelayanan sesuai Panduan PPI Rumah Sakit Umum Kartini.

C. KEBERSIHAN TANGAN
1. Kebersihan tangan dilakukan oleh seluruh petugas klinis maupun non klinis
di seluruh lingkungan Rumah Sakit Umum Kartini dan dilakukan monitoring
compliance secara berkala.
2. Kebersihan tangan dilakukan dengan 6 langkah dan 5 momen Kebersihan
Tangan (menurut WHO), yaitu sebelum kontak dengan pasien, sebelum
tindakan aseptik, setelah terkena cairan tubuh pasien, setelah kontak dengan
pasien, setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien.
3. Jenis kebersihan tangan untuk seluruh ruangan / bagian (klinis & non-klinis)
di Rumah Sakit Umum Kartini, yaitu :
a. Kebersihan tangan dengan air mengalir dan sabun cair
b. Kebersihan tangan dengan air mengalir dan sabun antiseptik chlorhexidine
2% (aseptik)
c. Kebersihan tangan dengan larutan berbahan dasar alkohol (handrub)

Kebijakan PPI RSUK 2


d. Kebersihan tangan sebelum pembedahan dengan larutan antiseptik
chlorhexidine 2% (surgical)
4. Melaukan program edukasi kebersihan tangan pada petugas, pasien, keluarga
dan pengunjung yang merupakan salah satu baguan dari proses penerimaan
pasien baru.
5. Setiap petugas di Rumah Sakit Umum Kartini wajib mengikuti pelatihan
kebersihan tangan yang diadakan oleh Rumah Sakit secara berkesinambungan
mengenai prosedur kebersihan tangan melalui orientasi dan pendidikan
berkelanjutan.
6. Dilakukan monitoring kepatuhan kebersihan tangan petugas (dokter, perawat,
gizi) setiap 3 bulan sekali.

D. ALAT PELINDUNG DIRI (APD)


1. APD digunakan berdasarkan prinsip kewaspadaan standar dengan selalu
mengukur potensi resiko spesifik pada setiap aktivitas pelayanan/tindakan
medik sehingga tepat, efektif dan efisien.
2. APD sekali pakai disediakan melalui instalasi farmasi.
3. Adanya ceklist tindakan yang menggunakan APD dan kebersihan tangan,
APD yang lain disediakan melalui unit Tim K3RS.
4. Tim K3RS dan Tim PPI melakukan monitoring dan audit ketepatan
penggunaan APD sebagai bahan dalam evaluasi dan rekomendasi
peningkatan efektivitasnya.

E. SURVEILANS INFEKSI RUMAH SAKIT


1. Pelaksanaan Surveilans PPI di Rumah Sakit Umum Kartini dilakukan
secara sistematik oleh IPCN (Infection Prevention Control Nurse-perawat
pengendali infeksi purna waktu) dan IPCLN (Infectin Prevention Control
Link Nurse).
2. Melakukan Analisis, evaluasi dan rekomendasi tindak lanjut dan infeksi
dilakukan Komite PPIRS. Dokter Penanggung jawab PPI (IPCO) untuk

Kebijakan PPI RSUK 3


tujuan pengendalian, manajemen resiko dan kewaspadaan terhadap kejiadn
luar biasa (KLB).
3. Pengendalian angka infeksi Rumah Sakit menggunakan target sasaran
semua program PPI. Sasaran angka infeksi rumah sakit dievaluasi setiap 3
bulan sekali.
4. Kejadian luar biasa Infeksi Rumah Sakit ditetapkan oleh Direktur Rumah
Sakit berdasarkan pertimbangan Komite PPI RS pada hasil evaluasi
epidemiologik kecenderungan angka Infeksi Rumah Sakit melalui
surveilans. Kecenderungan kejadian IRS yang terus menerus meningkat
signifikan selama 3 bulan berturut-turut atau peningkatan signifikan angka
kejadian pada suatu waktu pengamatan tertentu diwaspadai sebagai KLB.
Pencegahan dan pengendalian resiko penyebaran kejadian yang berpotensi
menjadi KLB dilakukan segera secara sinergi melalui kerjasama lintas
unit/satuan kerja oleh Komite PPIRS.
5. Laporan Infeksi RS disampaikan Komite PPI RS kepada Direktur Rumah
Sakit dan Keperawatan setiap 3 bulan.
6. Pemantauan penerapam bundles Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
(ILO, ISK, Phlebitis) adalah sebgai salah satu tolak ukur keberhasilan
surveilans infeksi RS. Kultur mikrobiologi dilakukan pada setiap kasus
yang diduga infeksi rumah sakit (HAIs).

F. PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIBIOTIKA


1. Pemilihan terapi antibiotik secara rasional kepada pasien didasarkan tujuan
dan indikasi (profilaksis atau terapi) sesuai hasil pemeriksaan kultur dan
resistensi mikroba, sehingga untuk penderita penyakit infeksi perlu dilakukan
pemeriksaan mikrobiologi tersebut bekerja sama dengan KFT (Komite
Farmasi Terapan).
2. Ketepatan pemberian antibiotika agar aman bagi pasien meliputi :\
a. Tepat indikasi, obat benar-benar dibutuhkan,
b. Tepat pemilihan obat dengan perbandingan biaya efektivitas yang baik
c. Tepat pasien, tidak ada kontra indikasi, efek samping minimal,

Kebijakan PPI RSUK 4


d. Tepat dosis, tepat cara pemberian, tepat durasi pemakaian,
e. Tepat informasi, kepada pasien dan keluarganya.
3. Pasien wajib diberi informasi tentang pengobatan yang diberikan dan efek
yang ditimbulkan.

G. STERILISASI ALAT/ INSTRUMEN KESEHATAN


1. Di Rumah Sakit Umum Kartini dilakukan dengan 2 cara yaitu secara fisika
atau kimia, melalui tahapan pencucian (termasuk perendaman dan
pembilasan), pengeringan, pengemasan, labeling, indikatorisasi, sterilisasi,
penyimpanan, distribusi diikuti dengan pemantauan dan evaluasi proses
serta kualitas/ mutu hasil sterilisasi secra terpusat melalui Instalasi Pusat
Pelayan Strelisisasi (CSSD) yang saat ini berada dibawah Unit Kmara
Operasi.
2. Pemrosesan alat/ instrumen paska pakai dipilih berdasarkan kriteria alat.
Sterilisasi atasu desinfeksi tingkat tinggi (DTT) dilakukan untuk alat
meliputi : Instrumen, Instrumen rawat luka. Kriteia pemilihan desinfektan
didasari telah secara cermat terkait spectrum luas dengan daya bunuh kuman
yang tinggi dengan toksisitas rendah, waktu desinfeksi singkat, aman dan
efisien dalam penyimpanan, dan tidak merusak bahan. Unit kerja
bertanggung jawab terhadap penyediaan desinfektan dan antiseptik sesuai
rekomendasi Komite PPI Rumah Sakit Umum Kartini melalui instalasi
farmasi.
3. Instalasi Pusat Pelayanan Sterilisasi (CSSD) bertanggung jawab menyusun
panduan dan prosedur tetap, mengkoordinasasikan serta melakukan
monitoring dan evaluasi proses serta kualitas / mutu hasil sterilisasi dengan
persetujuan Komite PPI RS.

Kebijakan PPI RSUK 5


G. PEMAKAIAN ULANG PERALATAN & MATERIAL SEKALI PAKAI
(Single Use yang dire-use)
1. Alat Medis Sekali Pakai (AMSP) dapat diproses secara benar / tepat dan
hasil sterilisasi masih efektif dan efisien baik secra fisik / fungsi, kualitas
serta aman digunakan bagi pasien.
2. Alat Medis Sekali Pakai (AMSP) yang non steril dilakukan pengawasan
mutu dengan melihat secra visual dan fungsi dari alat / bahan.
3. Pemrosesan AMSP yang disterilkan dan digunakan kembali harus melalui
proses pencatatan dan pengawasan mutu di bagian CSSD.

H. PENGENDALIAN LINGKUNGAN RUMAH SAKIT


1. Pengelolaan limbah harus memperhatikan prinsip sebagai berikut :
a. Semua limbah berisiko tinggi harus diberi label / tanda yang jelas.
b. Wadah / container diberi alas kantong plastik dengan warna : kuning
untuk limbah medis, hitam untuk limbah non medis.
c. Limbah tidak boleh dibiarkan atau disimpan >24 jam di ruang TPS
d. Kantong plastik tempat limbah tidak diisi terlalu penuh (cukup ¾)
e. Wadah / container harus tertutup, tahan bocor, tidak berkarat, mudah
dikosongkan atau diangkat, ,udah dibersihkan dan berada ditempat yang
terlindungi bintang atau serangga.
2. Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah anti bocor dan
tahan tusukan (safety box).
3. Jarum dan syringe harus dimasukkan ke dalam “safety box”.
4. pengangkutan limbah harus menggunakan troli yang tertutup. Pengangkutan
dilakukan 2 kali dalam 1 hari.
5. Pembuangan atau pemusnahan limbah medis padat harus dilakukan
ditempat pengelolaan sampah medis dalam hal ini Rumah Sakit Umum
Kartini bekerjasama dengan pihak ketiga.
6. Petugas yang menangani limbah harus menggunakan APD seperti sarung
tangan khusus, masker, sepatu boot, apron atau pelindung mata.

Kebijakan PPI RSUK 6


7. Prinsip metode pembersihan ruang perawatan dan lingkungan, pemilihan
bahan desinfektan, cara penyiapan dan penggunaannya dilaksanakan
berdasarkan telaah Tim PPI RS untuk mencapai efektivitas yang tinggi.

I. PENGELOLAAN LINEN
1. Jenis linen di Rumah Sakit Umum Kartini dikualifikasikan menjadi linen
bersih, linen kotor infeksius, linen kotor non infeksius
2. Untuk mencegah kontaminsi, pengangkutran linen menggunakan kantong
linen yang berbeda, linen lotor dengan kantong linen berwarna hitam dan
linen kotor infeksius dengan kantong linen kuning.
3. Pencegahan kontaminasi lingkungan maupun pada petugas dilakukan
dengan desinfeksi kereta linen, pengepelan / desinfeksi lantai, implementasi
praktik kebersihan tangan, penggunaan alat pelindung diri (APD) sesuai
potensi resiko selama bekerja.

J. PENGELOLAAN MAKANAN
1. Pengelolaan makanan di instalasi gizi memperhatikan standar sanitasi
makanan minuman, alat, lingkungan produksi dan hygiene perorangan
penjamah makanan.
2. Semua bahan mkanan yang disiapkan sampai dengan disajikan kepada
pasien, pegawai atau pengunjung dikelola sesuai pedoman standar prosedur
pelayanan Unit Gizi agar terhindar dari pencemaran dan penularan infeksi
melalui makanan.
3. Penyimpanan bahan makanan harus selalu terpelihara dan dalam keadaan
bersih, terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya dan hewan lain serta
suhu penyimpanan disesuaikan dengan jenis makanan.
4. Penjamah makanan yang kontak langsung dengan makanan mulai dari
proses penyiapan bahan sampai dengan penyajiannya dilakukan surveilans
hygiene pribadi berupa monitoring kultur mikrobiologi swab rektal,
dikoordinasikan dan dibawah tanggung jawab Tim K3RS.

Kebijakan PPI RSUK 7


5. Petugas unit harus dalam kondisi sehat dan dilakukan pemeriksaan berkala
selama 6 (enam) bulan sekali.

K. PENDIDIKAN, PELATIHAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN


INFEKSI RUMAH SAKIT
1. Seluruh SDM baru d RS wajib mengikuti program orientasi, termasuk materi
PPIRS
2. Montoring dan evaluasi hasil pendidikan dan pelatihan dilakukan oleh bagian
SDM bersama Komite RS sesuai ketentuan yang berlaku sebagai dasar
perencanaan program selanjutnya
3. Seluruh staf didik tentang pengelolaan pasien infeksius.

L. PENDIDIKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI


DIBERIKAN UNTUK SETIAP PASIEN
1. Untuk pasien rawat inap disampaikan oleh perawat saat orientasi pasien
baru masuk, meliputi kebersihan tangan, dan etika batuk.

M. PENGKAJIAN RESIKO INEKSI PADA KONSTRUKSI DAN RENOVASI


DI RUMAH SAKIT
1. Sebelum melakukan konstruksi atau renovasi bangunan dilakukan analisis
terhadap kualitas udara, persyaratan utilisasi, kebisingan, getaran dan
prosedur emergensi.
2. Setiap konstruksi maupun renovasi bangunan yang dilakukan di RS harus
mengutamakan keselamtan pasien, pengunjung dan petugas berdasarkan
prinsip-prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi.
3. Pengkajian resiko infeksi terkait konstruksi dan renovasi dibuat berdasarkan
dari panduan Infection Control Risk Assasment (ICRA)
4. Komitre Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (KPPI RS)
melakukan pengkajian resiko infeksi dan tindak lanjut berkolaborasi dengan
Unit Teknik dan Pemeliharaan Sarana dan Tim K3RS.

Kebijakan PPI RSUK 8


N. PENGGUNAAN CAIRAN DESINFEKTAN
1. Proses desinfektan dapat dikategorikan menjadi :
a. Peralatan Kritis / resiko tinggi : adalah peralatan medis yang masuk
kedalam jaringan tubuh steril atau sirkulasi darah, contoh instrumen bedah,
kateter intravena, pengelolaannya dengan cara sterilisasi.
b. Peralatan semikritis / resiko sedang : adalah peralatan yang kontak dengan
membran mukosa tubuh. Pada peralatan semikritis, proses sterilisasi
disarankan namun tidak mutlak, jadi bisa dilakukan Desinfeksi Tingkat
Tinggi dengan desinfektan Chlorine 0,5%.
c. Peralatan Nonkritis / resiko rendah : adalah peralatan yang kontak dengan
permukaan kulit utuh, contoh : tensimeter, stetoskop, linen, alat makan,
lantai, perabot, tempat tidur menggunakan Chlorine 0,5%.
2. Desinfeksi lingkungan Rumah Sakit
a. Permukaan lingkungan : lantai, dinding, dan permukaan meja, trolly
didesinfeksi dengan larutan presept.
3. Penggunaan desinfektan di ruang Perawatan dan Area kritis
a. Unit Kamar Operasi, VK menggunakan presept
b. Unit Perawatan : MPC (Multi Purpose Clean)
c. Area Kamar Mandi : Karbol

O. PRAKTIK MENYUNTIK YANG AMAN


1. Pakai jarum yang steril, sekali pakai, pada tiap suntikan untuk mencegah
kontaminasi pada peralatan injeksi dan terapi
2. Vial / ampul / botol infus untuk single use harus dapat digunakan dengan cara
yang dapat menjaga syarat aseptik.
3. Multi Dose Vial digunakan :
a. Hanya digunakan untuk satu orang pasien
b. Setiap mengakses via multi dose harus menggunakan jarum dan spuit
yang steril
c. Tidak disimpan atau dibawa ke kamar pasien atau ruang tindakan kecuali
vial tersebut hanya diperuntukkan untuk satu orang pasien tertentu.

Kebijakan PPI RSUK 9


d. Setelah digunakn untuk pertama kali, harus dicantumkan tanggal pertama
kali vial dibuka dan tanggal beyond use date pada etiket obat.

P. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI UNTUK PASIEN,


KELUARGA DAN PENGUNJUNG
1. Salah satu Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit adalah
kepedulian terhadap pasien, ekluarga dan pengunjung rumah sakit
2. Pasien, keluarga dan pengunjyng harus diberikan edukasi tentang PPIRS
3. Pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit di Rumah Sakit Umum
Kartini dikoordinasi oleh Tim PPIRS dalam hal ini IPCLN yang tergabung
dalam unit Rawat Jalan dan Rawat Inap.
4. Masing-masing dari tenaga kesehatan (Dokter, Perawat, Gizi, Farmasi dll)
maupun non kesehatan (Petugas kebersihan, Kasir, Sekretaris, Unit
Keuangan dll), pasien, keluarga, dan pengunjung turut ambil bagian dalam
kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.
5. Pasien, keluarga, dan pengunjung yang dirawat di Rumah Sakit Umum
Kartini harus mentaati peraturan yang ada di Rumah Sakit Umum Kartini
sesuai dengan peraturan tata tertib pasien.
6. Pasien dapat mengingatkan petugas kesehatan (Dokter, Perawat, Gizi, dll)
bila tidak melakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah menyentuh
pasien dan lingkungan pasien.
7. Pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit adalah tanggung jawab
pasien, keluarga dan pengunjung
8. Pasien, keluarga dan pengunjung berperan penting di dalam penvegahan dan
pengendalian infeksi di rumah sakit. Setiap ruangan / unit harus
menyediakan fasilitas wastafel, tempat sampah non medis (kantong hitam),
sabun cair (handsoap), masker bagi pasien, keluarga dan pengunjung.

Q. PENANGANAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)


1. Rumah Sakit Umum Kartini perlu mempunyai sistem pengendalian dan
penanganan KLB

Kebijakan PPI RSUK 10


2. Untuk mendeteksi secara dini adanya KLB, dilakukan surveilans secara
aktif juga bertujuan untuk mencegah supaya KLB tidak terulang lagi.
3. Kejadian Luar Biasa Rumah Sakit Umum ditetapkan oleh Direktur Rumah
Sakit berasarkan pertimbangan Komite PPI Rumah Sakit Umum Kartini
pada hasil evaluasi epidemiologik kecenderungan peningkatan angka Infeksi
Rumah Sakit secara signifikan selama 3 bulan berturut-turut.
4. Penanganan KLB Infeksi Rumah Sakit harus dilakukan dengan segera dan
secara terpadu oleh seluruh unsur yang terkait, dikoordinasikan oleh Komite
PPIRS.
5. Apabila hasil investigasi menyimpulkan telah terjadi KLB, maka Komite
PPIRS menetapkan status siaga berencana KLB dan melaporkan kepada
pimpinan RS.
6. Untuk menanggulangi KLB Komite PPIRS berkoordinasi dengan Wadir
Pelayanan Medik, Panitia K3RS, Laboratorium, Farmsi, Sanitasi, Gizi, dan
Unit terkait lainnya sesuai kebutuhan.
7. Apabila diperlukan pasien kasus KLB dirujuk ke rumah sakit rujukan
infeksi yang telah ditetapkan oleh dinas kesehatan.
8. Komite PPIRS melakukan dokumentasi tentang kejadian dan tindakan yang
telah diambil terhadap data atau informasi KLB.
9. Komite PPIRS terus melakukan monitoring dan evaluasi sampai KLB
berhasil diatasi
10. Status KLB wajib dilaporkan ke dinas keehatan setempat.
11. Komite PPI menyatakan KLB selesai jika dua kali masa inkubasi terpanjang
tidak ditemukan kasus baru.

R. PEMERIKSAAN KULTUR dan SWAB MIKROBIOLOGI DI


LINGKUNGAN RUMAH SAKIT
1. Swab dilakukan 2 kali setahun untuk area kritis (zona resiko tinggi dan
sangat tinggi)
2. Area lain bila diperlukan sewaktu-waktu atau bila terjadi wabah/KLB

Kebijakan PPI RSUK 11


3. Persiapan pemakaian ruangan baru pasien paska renovasi atau konstruksi
rumah sakit
4. Dilakukan pemeriksaan pada pasien yang menderita infeksi yang terjadi
ILO
5. Kultur dilakukan jika ada curiga kasus dan ILO

S. PENANGANAN PASIEN IMMUNOSUPPRESED


1. Penanganan pasien immunocompromised hanya dilakukan kestabilan
keadaan umum, bila sudah stabil rumah sakit merujuk ke dasilitas kesehatan
yang lain.
2. Rumah Sakit Umum Kartini tidak melakukan perawatan pasien
immunocompromised. Apabila terdapat immunocompromised, maka ke
fasilitas kesehatan yang lainnya.

T. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI


PEMULASARAAN JENAZAH
1. Pemindahan jenazah dari ruang perawatan :
a. Proses pemindahan harus sesuai dengan prinsip-prinsip Kewaspadaan
Standar
b. Aspek budaya dan agama harus diperhatikan. Keluarga pasien yang
ingin melihat jenazah setelah dipindahkan dari ruang perawatan juga
harus menerapkan Kewaspadaan Standar.
c. Penanganan semua jenazah petugas harus menggunakan APD yang
sesuai.
2. Perawatan jenazah di kamar jenazah :
a. Petugas kamar jenazah harus melakukan Kewaspadaan Standar,
melakukan kebersihan tangan yang benar dan menggunakan APD yang
sesuai dengan resiko pajanan sekret / cairan tubuh pasien.
b. Setelah selesai perawatan jenazah temapat sdan ruangan wajib
dilakukan dekontaminasi.

Kebijakan PPI RSUK 12


3. Pembersihan dan desinfeksi kamar jenazah sesuai dengan ketentuan
pandauan Pengelolaan Kamar Jenazah
4. Pentalaksanaan limbah dan linen kamar jenazah sesuai dengan ketentuan
panduan Pengelolaan Kamar Jenazah.
5. Pemulasaraan jenazah harus dilakukan sesegera mungkin, tidak melebihi
batas waktu 4 jam, dan sebagai transit.

U. PERSIAPAN PEMAKAIAN RUANGAN BARU PASKA KONSTRUKSI /


RENOVASI RUMAH SAKIT
1. Melakukan analisis dampak renovasi dan konstruksi terhadap kualitas udara,
tingkat kebisingan.
2. Melakukan edukasi (pemasangan rambu-rambu atau gambar di area
renovasi) kepada petugas, pengunjung dan pasien.
3. Melakukan pembersihan menyeluruh dan dekontaminasi semua permukaan,
termasuk dinding, langit-langit, jendela dan sistem ventilasi beresiko tinggi.
4. Melakukan swab ruangan dan uji kualitas udara, khususnya di are berisiko
tinggi sebelum ruangan digunakan.

V. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI)


1. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di area Klinis Rumah Sakit yang
meliputi Kamar Bayi, Kamar Bersalin, HCU, dan Unit Kamar Operasi
diterapkan sesuai panduan yang berlaku.

W. PERBANDINGAN DATA DASAR INFEKSI (BENCHMARKING)


1. Perbandingan data dasar infeksi dilakukan secara internal (antar unit)
maupun eksternal dengan Rumah Sakit lain yang se-tipe atau dengan praktik
terbaik / bukti ilmiah yang diakui
2. Perbandingan data dasar infeksi dilakukan oleh tim Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi setiap bulan (brencmarking internal) dan setahun
sekali (brencmarking external)

Kebijakan PPI RSUK 13


3. Rumah sakit yang menjadi mitra dalam brencmarking external adalah
rumah sakit lokal / nasional yang setara maupun organisasi kesehatan
internasional yang terbukti memiliki praktik terbaik secara ilmiah.
4. Hasil perbandingan dianalisa, ditindaklanjuti dan dilaporkan kepada Direksi
secara tertulis dalam bentuk laporan bulanan PPI (brencmarking internal)
dan laporan surveilans tahunan (brencmarking external)
5. Hasil perbandingan data dasar infeksi internal maupun eksternal
dikoordinasikan dalam rapat tim pokja PPI setiap 3 bulan sekali.

X. INFECTION CONTROL RISK ASSESMENT (ICRA) PPI


1. Setiap Unit Pelayanan melaukan pengkajian resiko terkait PPI
2. IPCN dan Tim PPI mengidentifikasi dan menyusun daftar resiko dari unit
pelayanan terkait rseiko infeksi Rumah Sakit (Hospital Acquired Infections /
HAIs)
3. Dilakukan analisis Infection Control Risk Assesment (ICRA) PPI oleh
IPCN bersama Komite PPI.
4. Komite PPI menetapkan hasil analisis ICRA untuk dijadikan program kerja
PPI Rumah Sakit Umum Kartini.

Ditetapkan di : Mojokerto
Pada tanggal : 10 Agustus 2018
Direktur

dr. Singgih Pudjirahardjo, M.Kes


Direktur Rumah Sakit Umum Kartini

Kebijakan PPI RSUK 14

Anda mungkin juga menyukai