Anda di halaman 1dari 11

Sejak lahirnya Linux, kernel sebuah sistem operasi bebas, ia telah

berkembang dengan pesatnya dibangun oleh ribuan relawan programer sejagat. "Born
to be Free" hadir sejak limabelas tahun lampau dengan ketentuan lisensi bebas.
Dibesarkan penuh dengan kontroversi mulai dari pemberian nama sampai dengan
permasalahan keabsahan atas keberadaannya. Ia telah menawan hati ratusan juta
pendukungnya tapi tidak pernah bebas dari adanya pihak-pihak yang memusuhinya.

Artikel bersambung dari GMC ini berusaha menjelaskan sejarah dan latar belakang
segalanya seputar Linux secara kronologis tanpa mengklaim atas kelengkapannya.
Detil dan data tentang Linux dapat ditemukan dibagian lain situs ini dan situs-situs
penunjang GudangLinux yang senantiasa diperkini dan dibubuhi terusan (links) bila
perlu.
Prasejarah Linux
Pada tahun 1983 Richard M. Stallman mendirikan proyek GNU dengan tujuan
mengadakan sebuah sistem operasi mirip UNIX dan kompatibel dengan POSIX. Dua
tahun kemudian ia mendirikan yayasan Free Software Foundation (FSF) dan
menciptakan GNU General Public License (GPL) sebagai pondasi hukum guna
menjamin penyebaran software secara bebas.

Atas dasar pondasi hukum itu, Software GNU telah tersebar luas dan banyak
pengembang relawan dapat memberikan kontribusinya. Dalam waktu singkat telah
tersedia banyak paket program dan jumlahnya terus meningkat. Pada awal 1990an
pada prinsipnya telah tersedia cukup paket program bebas (GNU Software) yang
dapat digunakan sebagai komponen membangun sebuah sistem operasi. Untuk itu
ternyata masih tertinggal Kernel (Proyek GNU-Hurd) yang merupakan jantung dari
sebuah sistem operasi yang pengembangannya masih terhambat. Microkernel yang
dikembangkan untuk itu ternyata mengalami banyak hambatan, terutama dalam hal
melibas kecoa (bugs) dan sehubungan dengan arsitekturnya yang moderen tapi
dianggap cukup ribet.

Pada dasawarsa tahun 80an Universtas Berkeley juga mengembangkan sistem operasi
bebas dengan distribusi bernama Berkeley Software Distribution (BSD). Proyek
pengembangan BSD ini menggunakan versi Unix edisi 4 dari AT&T sebagai rujukan.
Karena sistem operasi BSD saat itu belum 100% halal dan masih mengandung Code
asal AT&Ts Unix, maka di tahun 1990an terjadi perselishan hukum antara AT&T dan
Universitas Berkeley, yang menurunkan stamina para pengembangnya dan secara
drastis menghambat pengembangannya.

Dengan terhambatnya pengembangan BSD, maka pada awal tahun 1990an


sebenarnya belum tersedia sistem operasi yang 100% bebas. Dan perselisihan hukum
dengan AT&T membuat masa depan proyek BSD jadi tak menentu, sementara
pengembangannya juga praktis dibekukan. Sementara itu, proyek GNU lainnya tetap
berjalan dan jumlah paket software yang dihasilkan terus meningkat.
Linux, Alternatif yang Andal

EDNA C PATTISINA DAN LUSIANA INDRIASARI

”Gratis? Jelek dong!” Begitu kira-kira pikiran pertama saat


mendengar nama Linux, sebuah sistem operasi komputer yang
disebarkan secara gratis. Padahal, di tengah tuntutan denda
yang tinggi dan razia terhadap para pembajak dan penggunanya,
Linux bisa menjadi alternatif yang andal.

Sama seperti sistem operasi MS-DOS, MacOS, IBM OS/2 Warp,


Windows NT, dan Windows 2000, Linux bertugas menghubungkan
perangkat keras dan perangkat lunak komputer.

”Perbedaan paling mendasar antara Linux dan sistem operasi


lainnya adalah masalah hak cipta,” kata pakar teknologi
informasi Onno W Purbo. Dibuat sebagai open source, Linux bisa
diperoleh di internet secara gratis, dapat dikopi, dan dapat
dipergunakan siapa saja tanpa membayar kepada siapa pun.

Oleh karena itu, Linux sangat menguntungkan bagi semua pihak.


Untuk rumah tangga, misalnya, selain bisa mengambil secara
gratis dari internet, program aplikasi Linux juga bisa
diperoleh di berbagai toko dalam bentuk CD-ROM dengan harga
sekitar Rp 50.000. Angka ini tentu sangat rendah bila
dibandingkan dengan harga program-program berhak cipta yang
harganya mencapai 300-500 dollar AS.

Keluhan yang biasa muncul adalah Linux tidak mudah digunakan.


Padahal, ini hanya masalah kebiasaan saja. Onno mencontohkan,
dulu orang terbiasa mengetik dengan program Wordstar, lalu
perlu sedikit usaha untuk pindah ke WordPerfect. Setelah nyaman
dengan WordPerfect, muncul program Microsoft Word (MSWord) yang
untuk menggunakannya perlu sedikit belajar lagi. Kini, tibalah
saatnya untuk kembali sedikit beradaptasi dengan Linux, demi
berbagai tujuan, seperti menghindari tuduhan pembajakan dan
penghematan uang.

Onno menyodorkan beberapa alternatif program dengan berbasis


sistem operasi Linux. Ia memfavoritkan AbiWord. Alasannya
adalah selain mudah membaca program-program yang dihasilkan
MSWord, banyak fasilitas editing, dan tampilan yang tidak jauh
berbeda dengan MSWord.

Selain AbiWord, juga ada StarOffice, Lyx, Maxwell, dan Ted


untuk pemrosesan kata. Untuk membantu perhitungan ada program
seperti Abacus, abs, dan Wings. Sementara untuk presentasi,
Impress dan Magic Point bisa digunakan.

Untuk penggunaan-penggunaan yang dasar, seperti mengetik,


membuat presentasi, menghitung, e-mail, web-browsing, dan
multimedia, Linux sudah lebih dari mampu memfasilitasinya.
Trias Adijaya, technical consultan di sebuah perusahaan
teknologi informasi, mengatakan, ia menggunakan aplikasi untuk
mengetik dan presentasi kira-kira 80 persen dari total
pekerjaannya sehari-hari.

”Jarang nge-hang dan enggak ada virus,” kata Trias.

Hal ini dibenarkan Rheza Sutedja, Direktur Trabas, sebuah


perusahaan perangkat lunak yang membuat program-program
aplikasi dengan basis Linux. Contoh yang disampaikan Rheza
adalah untuk mengetik, di mana program Open Office v 2.0 telah
memiliki fitur-fitur yang hampir sama dengan program office
yang memiliki hak cipta seperti Microsoft Office 2003.

Komunitas penggemarnya

Bagi mereka yang awam, komunitas penggemar Linux telah


menyediakan berbagai fasilitas yang siap pakai. Daripada
memilih satu per satu program untuk dipasang di komputer yang
kadang-kadang menimbulkan kebingungan tersendiri, telah
tersedia konfigurasi siap pakai (distro) dengan nama-nama
seperti Red Hat, Mandrake/Mandriva, dan SuSe. Harganya belasan
hing- ga puluhan dollar AS, tergantung kelengkapan dan
kekhususannya.

”Linux juga membuat kita bisa berkompetisi dengan posisi tawar


yang setara secara global,” kata Rheza. Pasalnya, dalam membuat
program-program aplikasi, kalau menggunakan program berhak
cipta, ada uang yang harus dibayarkan kepada perusahaan pembuat
program tersebut. Akibatnya, ongkos produksi menjadi tinggi.

Sedangkan dengan menggunakan Linux, biaya tersebut bisa


ditiadakan, dan akhirnya yang mengemuka adalah keandalan
program itu sendiri. ”Istilahnya, batas akhirnya hanya
kemampuan kita dan imajinasi,” kata Rheza, yang menggunakan
Linux sejak tahun 1995.

Walaupun tengah menjadi tren dan terus memperbaiki diri, para


pengguna Linux mengaku masih ada hal-hal yang perlu diperbaiki
dalam sistem operasi ini. Untungnya, sifatnya yang terbuka dan
dibuat oleh banyak komunitas membuat perbaikan Linux bisa
berlangsung dalam waktu singkat.

”Integritas kelompok pemrogram Linux yang mengeluarkan sebuah


program akan cepat-cepat memperbaiki kalau ternyata ada
bolongnya,” kata Rheza.

Beberapa kekurangan Linux yang dirasakan Trias antara lain


adalah saat mengonversi tulisan yang menggunakan huruf-huruf
dari program office lain. Jenis karakter yang khas muncul dalam
bentuk huruf yang standar pada Linux. Atau, pada saat chatting
dengan Gaim, masih ada fitur yang kurang lengkap, seperti
ketidakmampuan untuk melihat gambar pada profil orang yang kita
ajak ngobrol.

Dengan berbagai kekurangannya, Linux telah hadir sebagai sebuah


bentuk alternatif yang gratis sekaligus andal. Hati orang pun
boleh lega karena aman dari tuduhan dan denda membajak.

Apakah Linux

Linux pada dasarnya adalah sistem operasi seperti Windows maupun DOS yang
beroperasi pada PC. Seperti juga Windows yang mempunyai banyak versi ada
Windows 3.11, 3.12, 95, 98, Millennium Edition, NT, 2000. Maka, Linux mengenal
banyak sekali distribusi Linux dengan berbagai versinya ada Caldera, SuSE,
Mandrake, Best Linux, Easy Linux, dan RedHat http://www.redhat.com yang
merupakan distribusi Linux terbesar di Indonesia.

Secara hukum perbedaan fundamental antara Windows dan Linux ada pada hak
ciptanya. Adalah ilegal mengopi atau membajak CD Microsoft apalagi untuk
diperdagangkan. Sebaliknya, Linux bebas dan gratis bisa diperoleh di Internet, dapat
dikopi ke CD dengan bebas, tanpa ada konsekuensi pelanggaran terhadap hukum.
Karena Linux memang menggunakan hak cipta publik yang dikenal sebagai GNU
Public License (GPL) yang bisa dibaca di http://www.gnu.org.

Prinsip dasar GPL berbeda dengan hak cipta yang biasa digunakan oleh banyak orang,
termasuk pengguna Undang-Undang Hak Cipta Indonesia. GPL pada dasarnya
berusaha memberikan kebebasan seluas-luasnya bagi si pencipta perangkat lunak
untuk mengembangkan kreasi perangkatnya dan menyebarkannya secara bebas ke
publik.

Tentunya dalam penggunaan GPL ini masih diikat dengan norma, nilai dan etika,
misalnya tidak etis jika mengambil software GPL kemudian mengemasnya menjadi
sebuah software lain dan mengaku-aku software itu buatan kita.

Dengan menggunakan lisensi GPL Linux dapat digunakan secara gratis di seluruh
dunia, bahkan source code (listing program) Linux terbuka dan dapat diperoleh secara
gratis di Internet tanpa dikategorikan membajak.
Bagi sebagian besar orang Indonesia, mungkin mahal untuk mengambil Linux di
Internet karena biaya telkom yang mahal. CD Linux menjadi alternatif dan bisa
diperoleh di toko komputer dalam banyak versi yang dijual seharga Rp 20.000-Rp
30.000 per CD. Biasanya untuk instalasi minimal cukup menggunakan satu buah CD
saja. Akan tetapi, jika menginginkan bereksperimen dan mengembangkan banyak hal
dengan Linux, ada baiknya membeli beberapa CD Linux yang berlainan.

Berbeda dengan Windows atau DOS yang dibuat oleh Microsoft saja, berbagai
distribusi Linux dikembangkan oleh banyak kelompok orang atau perusahaan yang
saling tolong-menolong. Proses gotong royong menjadi mungkin karena semua
program atau source code Linux dapat dilihat secara terbuka (open source), sehingga
seorang pemrogram dapat mengembangkan atau memperbaiki Linux menjadi lebih
baik.

Akibatnya, pemrogram Linux akan lebih cepat pandai dan terbukti bahwa bangsa ini
berhasil dipandaikan oleh open source dengan keberhasilan pembuatan distribusi
Linux berbahasa Indonesia, Trustix Merdeka http://merdeka.trustix.co.id yang
dimotori I Made Wiryana dan kakaknya, Wayan.

Sebagian software berbasis Linux yang dikembangkan rekan-rekan Indonesia lainnya


dapat dilihat di http://i18n.linux.or.id. Gilanya, semua ini berhasil dilakukan tanpa
banyak campur tangan pemerintah dengan Inpres IT Berbahasa Indonesia-nya,
maupun tanpa utang Bank Dunia, ADB, maupun Dana Moneter Internasional (IMF).

Aplikasi di Linux

Windows cukup kalah telak diaplikasi server terutama untuk Internet, aplikasi web
server, proxy server, firewall, mail server, Samba, routing IPv6 dan lain-lain cukup
kompleks dan memosisikan Linux cukup maju dari Windows. Pada aplikasi server
umumnya X-Windows tidak lagi digunakan di Linux, oleh karena itu Linux biasanya
lebih hemat resources (memori dan hard disk) dibandingkan Windows. Hal ini sangat
masuk akal, karena basis Linux yang dari awalnya memang tumbuh di Internet.

Sialnya Linux kalah cukup telak dari Windows untuk aplikasi Office-nya, saya harus
mengakui bahwa Microsoft Office termasuk tool yang sangat enak untuk bekerja di
PC untuk menyiapkan presentasi, tulisan, laporan, agenda, dan lain-lain. Salah satu
tool produktivitas kantor yang paling beken di Linux adalah StarOffice dari Sun
Microsystem yang dapat berjalan bukan hanya di Linux, tetapi juga di Windows.

StarOffice mempunyai modul untuk pemrosesan kata, penghitungan maupun untuk


presentasi seperti Microsoft Office. Gilanya, StarOffice bisa diperoleh secara cuma-
cuma karena lisensi yang digunakan adalah GPL.

Tentunya masih banyak lagi tool yang bisa meningkatkan produktivitas kita di atas
Linux seperti Abiword, Lyx, Maxwell, Ted, tk_Brief & Papyrus untuk melakukan
pemrosesan kata. Untuk membantu penghitungan seperti yang dilakukan oleh
Microsoft Excel program seperti Abacus, abs, Wingz, Xess & xxl di Linux dapat
digunakan. Untuk presentasi maka Impress & Magic Point dapat digunakan.
Komunitas Linux di Indonesia

Salah satu kelebihan utama Linux adalah dukungan dari komunitas Linux yang
tersebar dalam berbagai mailing list atau tempat diskusi melalui e-mail di Internet.
Melalui mailing list tersebut seseorang yang mengalami kesulitan dalam
menggunakan Linux akan dapat dengan mudah memperoleh bantuan dari orang yang
lain. Prinsip gotong royong terasa sangat kuat pada komunitas pengguna Linux.

Tempat mangkal para pengguna Linux di Indonesia terletak di http://www.linux.or.id,


tentunya masih ada tempat mangkal lainnya adapun tempat diskusi mereka cukup
banyak dan dapat di-subscribe menggunakan e-mail seperti di linux-setup@linux.or.id
(tempat nongkrong newbie, membahas instalasi dan sebagainya), linux-
admin@linux.or.id (administrasi sistem, network, users, groups), linux-aktivis@
linux.or.id (diskusi mengenai keorganisasian Linux Indonesia dan pemasyarakatan
Linux) dan kursus-linux@ egroups.com (tempat kursus Linux virtual di Internet).
Komunitas Linux secara saweran juga menerbitkan majalah Infolinux
(http://www.infolinux.or. id) yang biasanya disertakan CD setiap penerbitannya yang
selalu laku keras.

Buku Linux gratisan

Informasi tentang berbagai teknik jaringan Internet merupakan komoditas yang sangat
langka bagi sebagian besar masyarakat teknologi informasi (IT) di Indonesia.
Memang harus diakui bahwa pada hari ini karena akses ke Internet masih sangat sulit,
terutama di daerah, maka buku cetak maupun majalah masih merupakan alternatif
solusi yang paling baik untuk penetrasi informasi dan pengetahuan ke berbagai
daerah. Karena ternyata informasi atau pengetahuan yang berharga sekitar Rp 12.000-
Rp 15.000 per buku ternyata masih dirasakan murah dan cukup wajar bagi sebagian
besar masyarakat Indonesia.

Bagi kita yang memiliki akses Internet, maka sebetulnya sebagian besar ilmu dan
pengetahuan tentang jaringan Internet dapat diperoleh secara cuma-cuma.
Alhamdulillah, pada saat ini banyak rekan-rekan open source yang menyebarkan
ilmunya secara gratis (cuma-cuma) di Internet.

Format yang digunakan umumnya PDF yang bisa dibaca menggunakan Acrobat
Reader yang juga bisa diambil gratis di Internet. Sebagian dari buku tersebut dapat
diperoleh juga di toko buku karena sebagian besar penulis open source tersebut juga
meminta kepada penerbit untuk menerbitkannya dalam bentuk buku cetak untuk
menembus masyarakat yang tidak memiliki akses yang terlalu baik ke Internet.

Bagi rekan-rekan yang memiliki akses ke Internet akan membutuhkan waktu minimal
dua sampai tiga jam untuk mengambil beberapa buku terpenting untuk mengerti
tentang Linux ini. Ada beberapa tempat yang dapat saya usulkan untuk mengambil
buku-buku tersebut. Tempat yang mungkin perlu dilihat paling awal adalah:

* http://pandu.dhs.org

* http://pandu.dhs.org/Buku-Online
* http://www.linux.or.id

Tim PANDU yang digerakkan I Made Wiryana harus diakui merupakan motor utama
pergerakan Linux di Indonesia. Beberapa buku Linux termasuk tutorial Linux-nya
yang sangat membantu dapat diambil secara cuma-cuma tanpa melanggar HaKI.
Buku-buku yang sifat tutorial sebagian merupakan bagian dari aktivitas Open Source
Campus Agreement (OSCA) untuk membuka wawasan siswa maupun mahasiswa
Indonesia akan Linux, seperti:

l 7 Tutorial Pelatihan Administrasi Jaringan Linux oleh Andi, Afri, dan Wisesa.

l 7 Tutorial Pelatihan Administrasi Sistem Linux oleh Andi, Afri, dan Wisesa.

l 7 Tutorial Pelatihan Linux Dasar oleh Andi, Afri, dan Wisesa.

l 7 SQL dengan Postgress oleh Owo Sugiana.

l 7 GnuPlot untuk Orang Lugu oleh Abe Susanto dan Wayan Wardana.

Dan masih banyak lagi.

Bagi pembaca yang masih penasaran, saya sangat sarankan untuk memasuki situs
Web dari berbagai aktivitas mendokumentasikan Linux, seperti:

l Linus Documentation Project http://www.linuxdoc.org/guides.html

l Open Network Architecture http://www.openna.com

l The Open Source Writer Guild http://www.oswg.org:8080/oswg

l RedHat Linux Documentation http://www.redhat.com/linux_docs.html

Beberapa buku menarik yang bisa di-download secara utuh dari Internet, antara lain
adalah:

l Linux From Scratch oleh Gerard Beekmans

l Linux Installation Strategies oleh Tobby Banerjee (bagi yang ingin memasang Linux
dan Windows pada komputer yang sama).

l Linux Kernel Internals oleh Tigran Aivazian.

l Securing and Optimizing Linux: RedHat Edition oleh Gerhard Mourani.

l The Linux Network Administrator's Guide: Second Edition oleh Olaf Kirch & Terry
Dawson (sekitar 500+ halaman).

l Linux Administrator's Security Guide oleh Kurt Seifried.


l Linux Sistem Administration Made Easy oleh Steven Framton.

l The Linux System Administrator's Guide oleh Lars Wirzenius & Joanna Oja.

Dan masih banyak sekali lainnya.

Rata-rata setiap buku lebih dari 200-an halaman dan semua menjelaskan berbagai hal
secara detail tentang Linux. Memang membutuhkan waktu lumayan untuk mengambil
buku-buku ini, tetapi dengan ketelatenan bisa mengambil beberapa buku yang penting
dalam waktu dua sampai tiga jam. Sebaiknya pengambilan buku dilakukan pada pukul
04.00-06.00, pada waktu seluruh Internet di Indonesia masih lelap tertidur sehingga
hubungan Internet sangat lancar.

Akhirnya, sebetulnya kita bisa bertanya kepada diri sendiri, mengapa harus
membajak? Kalau alternatif software yang ada sebetulnya cukup banyak bahkan dapat
diperoleh dengan murah tanpa perlu membajak dan bahkan menjadikan kita pandai
dan membangun industri software dalam negeri dengan open source-nya.

 Dr Onno W Purbo, penulis TI independen.

Linux and Windows

Ngomongin Linux vs Windows yuk. Karena gw bukan fans Linux, maka gw katakan
saja bahwa kesimpulan akhirnya, Windows adalah pemenangnya. Gw lebih baik
mengeluarkan $150 buat beli Windows original daripada kudu pake Mandriva atau
UBuntu atau RedHat! There.... kalo lo adalah fans Linux sejati, lebih baik skip this
blog!

Pengalaman gw dengan Linux sudah cukup lama. Sejak tahun 1995, sejak jamannya
Windows 95, dan RedHat masih pake X-Window gak pake Gnome atau KDE. O, ya,
karena gw gak ahli di Linux, sorry saja kalo ada salah-salah istilah.

Waktu gw install RedHat, gw puyeng juga, soalnya disitu ada Apache, PHP, MySQL,
dan program-program buat developer, padahal pas 1995 gw masih bego . Terus pas
booting ke RedHat, masuknya ke bash (command prompt) gak masuk ke GUI seperti
Windows. Bayangin, gw yang baru pertama pake Linux masuk ke bash, kayak lo
sekarang booting bukan masuk ke Windows tapi ke dos-prompt. Terus setelah baca
sana sini, akhirnya gw bisa masuk juga ke X-Window (startx). Beberapa minggu
kemudian, RedHat-nya gw buang karena gw butuh HDD buat Windows 95.
Terus pas jaman Windows 98, gw dapat distro Mandrake 7. Wah instalasi bagus
banget, mengalahkan Windows XP sekalipun, sangat mudah, dan gak seperti RedHat,
dia menanyakan keperluan gw, apakah sebagai desktop, developer atau server. Install
yang mudah dan interface GUI yang keren dengan Gnome/KDE-nya. Gw cukup lama
pake Mandrake 7, soalnya gw mulai membutuhkan Apache, PHP & MySQL. Tapi
gak nyampe setahun gw balik lagi ke Windows, soalnya bisnis gw beralih .

Nah udah lama gw gak pake Linux, gw dapat UBuntu dari majalah Chip! Gw coba,
dan enaknya Ubuntu adalah lo dapat coba Linux tanpa harus menginstal ke HDD,
cukup lewat CD, Live CD gitu. Interfacenya juga bagus, mirip Mac OS. Tapi ini juga
gak lama, soalnya gw harus ganti HDD gw.

RedHat? Mandrake? Mandriva? UBuntu?

Jangan dipusingkan dengan istilah RedHat Linux, Mandrake Linux, Ubuntu Linux,
dsb. Linux itu sendiri adalah intinya, enginenya. Sementara RedHat cs adalah
distributornya. Jadi RedHat Linux adalah Linux keluaran RedHat, Mandriva keluaran
Mandriva, dsb. Apa bedanya? Enginenya sama, cuma setiap distributor memiliki cara
distribusi, install, isi paket & cara pakai yang berbeda.

Misalnya Mandrake (sekarang Mandriva) lebih ditujukan pada newbie dengan segala
kemudahan instal & pemakaian. Sementara RedHat lebih teknis, biasa dipakai buat
server. Dan, yah, setiap distribusi memiliki tampilan GUI yang berbeda, GUI yang
biasa dipake itu KDE & Gnome. KDE memiliki tampilan yang mirip Windows,
sementara Gnome beda sendiri. Gw gak tau Ubuntu pake apa, tampilannya mirip Mac
OS/X.

Jadi lo bayangin saja kalo Windows XP pakai sistem distributor. Maka Windows XP
keluaran M$ punya tampilan A, sementara keluaran HP punya tampilan B, sementara
keluaran IBM punya tampilan C. Masing-masing punya program yang berbeda,
keluaran MS ada MS Office & MS Paint, keluaran HP punya StarOffice & Adobe
Photoshop, keluaran IBM punya Corel Office & Paintshop Pro.

Susahnya....

Pengalaman gw pake Linux sejak tahun 1995-2006 (biarpun kalo ditotal cuma 1
tahunan), gw ngerasa satu hal yang pasti dari Linux. SUSAH! Instal memang
gampang, tapi setiap kali instal selalu ada masalah. Di RedHat, printer, VGA & sound
card gak bisa kedetek. Di Mandrake mendingan, cuma VGA gw yang gak bisa
dipakai optimal (driver 3D gak jalan). Di Ubuntu, hampir semua hardware kedetek,
kecuali software modem gw yang murah meriah. Instalasi driver secara manual di
Linux itu cukup membingungkan, kalo jaman dos lo paling edit config.sys, kalo di
Linux, harus edit bermacam-macam file, compile ulang, dsb. I gave up!

Kemudian gak ada interface standar. Hampir semua distro Linux yang besar
menyertakan Gnome & KDE, sementara distro yang lebih kecil biasa pake X-Window
atau K-Lite. Yang parah, Gnome yang dipakai RedHat bisa beda ama Gnome yang
dipakai Mandriva. Jadi kalo lo beli buku Linux, harus liat dulu buat RedHat (versi
berapa) atau buat Mandriva (juga liat versinya).
Program yang tersedia buat Linux memang cukup banyak, dan mayoritas gratis, tapi
masalah instalasi.... bisa buat garuk-garuk kepala. Gak seperti Windows, lo cukup cari
setup.exe dan Next-Next-Next, maka di Linux tergantung ama paketnya. Kalo lo
dapat paket RPM, hampir semudah Windows tinggal klik, tapi kalo dapat paket
binary, siap-siap mengetik 10 baris perintah yang gak boleh salah satu karakter pun!
Itu juga kalo bisa langsung instal, dalam Linux ada yang namanya dependency, jadi
satu program hanya bisa berjalan kalo ada program lainnya. Nah lo, silahkan cari
program pendampingnya dan instal!

Malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih. Kalo elo sudah berhasil
menemukan program yang minati, dan berhasil menginstalnya, belum tentu bisa jalan
(biarpun hardwarenya sudah cukup). Ternyata program Linux juga pilih-pilih GUI.
Misalnya K-Office hanya bisa berjalan di KDE, sementara di Gnome dia bakal
mengeluh. Sebaliknya AbiWord lebih suka jalan di Gnome daripada di KDE.

Terus kalo lo gamer, mending lupakan Linux, game bagus buat Linux bisa dihitung
dengan jari. Mayoritas gamenya puzzle atau yang pake otak, macam Tic Tac Toe,
Stratego, Chess, dengan tampilan yang sederhana. Lupakan Half Life 2 atau Need for
Speed!

It's Not All Bad

Linux bukan o/s yang buruk. Setidaknya dia stabil, jarang bermasalah, dan ringan.
Bahkan bisa jalan dengan disket di PC 386 (baca: PC 15 tahun lalu) tapi lupakan soal
GUI!

Linux memang lebih cocok buat jadi server, daripada desktop. Bukannya gak
mungkin jadi desktop, tapi gw rasa untuk memakai Linux lo kudu cukup mengerti
komputer. Ngomong-ngomong, temen gw yang suka main RedHat, sempet kaget
waktu gw bilang gw 'berhasil' membuat RedHat hang (padahal gw login sebagai user,
bukan root). Soalnya Linux itu jarang banget amat sekali ngehang.

Harapan Kosong

Gw rasa masalah pada Linux bukan pada core-nya (kernel). Kernel Linux itu sendiri
sudah bagus & stabil. Yang masalah adalah tidak adanya standarisasi yang baku. Liat
saja setiap distro punya GUI, kelengkapan, dan aturan sendiri. Ini membingungkan
user awam, "pilih mana, yah? RedHat, Caldera, Mandriva, Ubuntu?" Sudah memilih
salah satu distro, mereka dibingungkan dengan buku yang harus dibeli, gak semua
distro ada bukunya, di Gramedia saja cuma ada buku untuk RedHat & Mandriva.
Berpindah dari satu distro ke distro lain memaksa lo untuk belajar lagi!

Coba bayangkan kalo Linux punya satu standar. GUI pake Gnome dengan theme ttt,
aplikasi office bawaan OpenOffice, instalasi semua pake RPM, media player pake
apagitu, dsb. Maka kita sudah gak usah bingung ambil distro yang mana, bahkan kalo
perlu hanya ada 1 distro, misalnya RedHat. Yang membedakan cuma edisinya, jadi
ada edisi Home, Proffesional, Developer & Server, seperti Windows lah. Sementara
sisanya, seperti KDE, StarOffice, K-Office itu menjadi 3rd party, optional,
downloadble.
Efeknya, user udah gak usah dibingungkan harus memilih distro mana. Gak usah
bingung cari buku Linux. Gak bingung cara instal. Developer gak bingung, KDE atau
Gnome yah. Dsb. Gw yakin kalo sudah ada standarisasi, Linux bakal berkembang
lebih cepat, dan bakal bisa bersaing dengan Windows (desktop).

Tapi semua ini hanya harapan kosong, soalnya kalo sudah ada standarisasi baku, ini
melanggar konsep open source yang mengijinkan semua orang membuat, mengubah
& mendistribusikan Linux dengan caranya masing-masing. Dan gw ragu kalo
Mandriva cs bakal menerima begitu saja (kalo RedHat jadi standar), walau gimana
distro gede justru menangguk duit dari paket mereka.

Akhirnya, MS yang paling diuntungkan, dan kita masih bakal tergantung pada
Windows sampai beberapa abad lagi (kecuali kalo PC gak butuh os, atau dunia
kiamat).

Anda mungkin juga menyukai