Oleh :
RAHMANDA IBADILLAH
NIM : 19313330051
2022
LEMBAR PERSETUJUAN
RAHMANDA IBADILLAH
NIM. 1931330051
Disetujui Oleh:
Dosen Pembimbing
Mengetahui
Ketua Jurusan Teknik Sipil Ketua Program Studi DIII Teknik Sipil
i
LEMBAR PENGESAHAN
RAHMANDA IBADILLAH
NIM. 1931330051
Dewan Penguji
ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
LAPORAN AKHIR
NIM : 1931330051
Malang, ……………2022
Mahasiswa,
MATERAI
TEMPEL
Rahmanda Ibadillah
NIM. 1931330051
iii
ABSTRAK
iv
ABSTRACT
v
KATA PENGANTAR
Penulis
vi
DAFTAR ISI
LAPORAN AKHIR
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
ABSTRAK
ABSTRACT
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR NOTASI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Batasan Masalah
1.4. Tujuan
1.5. Manfaat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Uraian Umum
2.2. Simpang
2.3. Simpang Bersinyal
2.3.1. Karakteristik sinyal lalu lintas
2.3.2. Prinsip Analisis Simpang
2.4. Data Masukan
2.4.1. Geometrik
2.4.2. Kondisi Arus Lalu lintas
2.5. Penggunaan Sinyal
2.5.1. Penentuan Fase Sinyal
2.5.2. Waktu Antar Hijau dan Waktu Hilang
vii
2.6. Penentuan Waktu sinyal
2.6.1. Tipe Pendekat
2.6.2. Lebar Pendekat Efektif
2.6.3. Arus Jenuh Dasar
2.6.4. Faktor Penyesuaian
2.6.5. Rasio Arus / Rasio Arus Jenuh
2.6.6. Waktu Siklus dan Waktu Hijau
2.7. Kapasitas
2.7.1. Kapasitas simpang
2.7.2. Keperluan untuk perubahan
2.8. Perilaku Lalu lintas
2.8.1. Persiapan
2.8.2. Panjang Antrian
2.8.3. Kendaraan Terhenti
2.8.4. Tundaan
2.9. Prosedur Perhitungan Berdasarkan MKJI
2.10. Tingkat Pelayanan pada Persimpangan (LoS)
BAB III METODOLOGI
3.1. Diagran Alur Penelitian
3.2. Prosedur Perhitungan
3.3. Lokasi Survey
3.4. Macam – Macam Data
3.4.1. Data Primer
3.4.2. Data Sekunder
3.5. Pengambilan Data
BAB IV PEMBAHASAN
4.1. Data Geometri Simpang
4.2. Pergerakan Lalu Lintas
4.3. Data Volume Lalu Lintas
4.4. Waktu Siklus
4.5. Perhitungan Kinerja Simpang
viii
4.5.1. Perhitungan Formulir SIG I
4.5.2. Perhitungan Formulir SIG II
4.5.3. Perhitungan Formulir SIG III
4.5.4. Perhitungan Formulir SIG IV
4.5.5. Perhitungan Formulir SIG V
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR NOTASI
xii
PRT : Rasio untuk lalu lintas yang belok kekanan. (Rasio Belok Kanan)
Q : Jumlah unsur lalu lintas yang melalui titik tak terganggu dihulu,
pendekat per satuan atau Arus Lalu Lintas.
QO : Arus lalu lintas dalam pendekat yang berlawanan, yang berangkat
dalam fase antar hijau yang sama. (Arus Melawan)
QRTO : Arus dari lalu lintas belok kanan dari pendekat yang berlawanan
(kend/jam; smp/jam), atau Arus Melawan Belok Kanan
S : Besarnya keberangkatan antrian di yang ditentukan (smp/jam hijau),
atau Arus Jenuh
SO : Besarnya keberangkatan antrian di dalam pendekat selama kondisi
ideal (smp/jam hijau). Atau Arus Jenuh Dasar
DS : Rasio dari arus lalu lintas terhadap kapasitas untuk suatu pendekat.
(Derajat Kejenuhan)
FR : Rasio arus terhadap arus jenuh dari suatu pendekat. (Rasio Arus)
IFR : Jumlah dari rasio arus kritis (=tertinggi) untuk semua fase sinyal yang
berurutan dalam suatu siklus. (Rasio Arus Simpang)
PR : Rasio arus kritis dibagi dengan rasio arus bersimpang. (Rasio Fase)
C : Arus lalu lintas maksimum yang dapat dipertahankan. (Kapasitas)
F : Faktor koreksi untuk penyelesaian dari nilai ideal ke nilai sebenarnya
dari suatu variabel. (Faktor Penyesuaian)
D : Waktu tempuh tambahan yang diperlukan untuk melalui simpang
apabila dibandingkan lintasan tanpa melalui simpang. (Tundaan)
QL : Panjang antrian kendaraan dalam suatu pendekat (m)
NQ : Jumlah kendaraan yang antri dalam suatu pendekat (kend;smp).
NS : Jumlah rata-rata berhenti per kendaraan (terberhenti berulang-ulang
dalam antrian), atau disebut Angka Henti.
PSV : Rasio dari arus lalu lintas yang terpaksa berhenti sebelum melewati
garis henti akibat pengendalian sinyal. (Rasio Kendaraan Terhenti)
WA : Lebar dari bagian pendekat yang diperkeras, diukur dibagian tersempit
disebelah hulu (m), atau disebut Lebar Pendekat.
xiii
WMASUK : Lebar dari bagian pendekat yang perkeras, diukur pada garis henti
(m) , atau disebut Lebar Masuk
WKELUAR : Lebar dari bagian pendekat yang diperkeras, yang digunakan oleh
lalu lintas buangan setelah melewati persimpangan jalan (m) , atau
disebut Lebar Keluar
We : Lebar dari bagian pendekat yang diperkeras, yang digunakan dalam
perhitungan kapasitas atau (Lebar Efektif)
L : Panjang jarak segmen jalan (m).
GRAD : Kemiringan dari suatu segmen jalan dalam arah perjalanan (+/-%).
(Landai Jalan)
COM : Tata guna lahan komersial (contoh: toko restoran, kantor) dengan jalan
masuk langsung bagi perjalan kaki dan kendaraan. (Komersial)
RES : Tata guna lahan tempat tinggal dengan jalan masuk langsung bagi
perjalan kaki dan kendaraan. (Permukiman)
RA : Jalan masuk langsung terbatas atau tidak ada sama sekali (contoh:
karena adanya hambatan fisik, jalan samping,dsb), (Akses Terbatas)
CS : Jumlah penduduk dalam suatu daerah perkotaan. (Ukuran Kota)
SF : Interaksi antara arus lalu lintas dan kegiatan disamping jalan yang
menyebabkan pengurangan terhadap arus jenuh di dalam pendekat.
i : Bagian dari siklus sinyal dengan lampu hijau disediakan bagi
kombinasi tertentu dari gerakkan lalu lintas (i = indek untuk nomor fase).
c : Waktu untuk urutan lengkap dari indikasi sinyal (contoh: diantara dua
saat permulaan hijau yang berurutan didalam pendekat yang sama; m),
atau (Waktu siklus)
g : Waktu nyala hijau dalam pendekat (det).
M : Daerah yang memisahkan arah lalu lintas pada suatu segmen jalan.
(Median)
V : Kecepatan kendaraan yang ditempuh (km/jam atau m/det).
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
1
Kabupaten Jombang dan di samping kiri dan kanan jalan terdapat Sekolahan,
Universitas dan pertokoan. Jalan Pattimura dan Jalan Kusuma Bangsa juga
termasuk dengan jalan intensitas padat karena merupakan akses jalan untuk
menuju ke sekolah dan kantor-kantor lainnya di Kabupaten Jombang.
Keadaan ini menyebabkan kemacetan dan antrian kendaraan pada
persimpangan Jalan Dokter Wahidin Sudirohusodo – Jalan Kusuma Bangsa –
Jalan Dokter Sutomo – Jalan Pattimura Kabupaten Jombang. Untuk mengetahui
bagaimana kinerja pengaruh pergerakan lalu lintas baru terhadap sistem jaringan
jalan yang sudah ada dan mencari solusi terhadap permasalahan tersebut maka
perlu dilakukan evaluasi kinerja lalu lintas pada kawasan tersebut.
2
1. Lokasi survey lalu lintas adalah persimpangan Jalan Dokter Wahidin
Sudirohusodo (sisi barat) – Jalan Pattimura (sisi selatan) – Jalan Dokter
Sutomo (sisi timur) – Jalan Kusuma Bangsa (sisi utara).
2. Kinerja Simpang yang ditinjau meliputi Kapasitas simpang (C) Derajat
kejenuhan (DS), Waktu Siklus (c), Tundaan Simpang (D), dan Tingkat
Pelayanan (LoS).
3. Metode yang digunakan untuk perhitungan kinerja jalan menggunakan
pedoman MKJI (Manual Kapasitas Jalan Indonesia) 1997.
4. Data studi diambil dari survey di lapangan yang mencakup survey lalu lintas
dan survey geometrik jalan, lingkungan dan waktu siklus sinyal di
persimpangan .
5. Tidak menghitung rencana anggaran biaya.
1.4. Tujuan
Tujuan dari penulisan laporan akhir sesuai topik yang sudah diambil adalah
sebagai berikut :
1. Mengetahui berapa besar volume kendaraan pada jam puncak simpang
bersinyal Jalan Dokter Wahidin Sudirohusodo – Jalan Kusuma Bangsa –
Jalan Dokter Sutomo – Jalan Pattimura Kabupaten Jombang.
2. Mengetahui kinerja simpang bersinyal Jalan Dokter Wahidin Sudirohusodo
– Jalan Kusuma Bangsa – Jalan Dokter Sutomo – Jalan Pattimura
Kabupaten Jombang.
3. Mengetahui alternatif yang dapat dibuat untuk memperbaiki kondisi
simpang bersinyal Jalan Dokter Wahidin Sudirohusodo – Jalan Kusuma
Bangsa – Jalan Dokter Sutomo – Jalan Pattimura Kabupaten Jombang.
3
1.5. Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari laporan akhir ini adalah sebagai berikut :
1. Mendapatkan solusi untuk meningkatkan kapasitas simpang bersinyal,
sehingga arus lalu lintas dapat lebih lancar guna meminimalisir
permasalahan lalu lintas yang terjadi pada persimpangan.
2. Dapat mengetahui prosedur perencanaan waktu sinyal (lampu lalu lintas)
pada ruas simpang secara baik dan benar.
3. Menambah wawasan terhadap evaluasi simpang bersinyal, sehingga ilmu
yang didapat diperkuliahan dapat diaplikasikan di lapangan.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2. Simpang
Simpang jalan adalah simpul jalan yang terbentuk dari beberapa pendekat,
dimana arus kendaraan dari berbagai pendekat tersebut bertemu dan memencar
meningalkan simpang. Pada jalan raya dikenal tiga macam pertemuan jalan yaitu
pertemuan sebidang (at grade intersection), pertemuan tidak sebidang
(interchange), persimpangan jalan (grade separation without ramps). Sementara
itu simpang jalan dapat dibedakan menjadi :
5
1. Simpang Bersinyal, adalah jenis simpang jalan yang dikendalikan oleh sinyal
lalu lintas. Sinyal lalu lintas adalah semua peralatan pengatur lalu lintas yang
menggunakan tenaga listrik, rambu dan marka jalan untuk mengarahkan atau
memperingatkan pengemudi kendaraan bermotor, pengendara sepeda, atau
pejalan kaki. (Oglesby dan Hick, 1982).
2. Simpang Tak bersinyal, adalah jenis simpang yang dikendalikan oleh aturan
dasar lalu lintas Indonesia yaitu memberikan jalan kepada kendaraan kanan
dan kiri. Ukuran-ukuran yang menjadi dasar kinerja simpang tak bersinyal
adalah kapasitas, derajat kejenuhan, tundaan dan peluang antrian (MKJI,
1997).
6
yang dapat bekerja secara otomatis. Pengendalian tersebut dapat digunakan alat
pemberi isyarat lalu lintas (trafficlight) atau sinyal lalu lintas. Adapun tipe
simpang berdasarkan jumlah lengan terdiri dari simpang 3 lengan, 4 lengan, dan
banyak lengan.
7
2.3.2. Prinsip Analisis Simpang
Metode untuk Analisa simpang bersinyal menurut (MKJI, 1997)
mempunyai prinsip-prinsip utama sebagai berikut :
1. Kondisi Geometri Jalan
Kondisi geometri digambarkan dalam bentuk gambar sketsa yang
memberikan informasi lebar jalan, lebar bahu dan lebar median serta petunjuk
arah untuk tiap lengan simpang
Perhitungan dikerjakan secara terpisah untuk setiap pendekat. Satu lengan
simpang dapat terdiri lebih dari satu pendekat, yaitu dipisahkan menjadi dua atau
lebih sub-pendekat. Hal ini terjadi jika gerakan belok-kanan dan/atau belok-kiri
mendapat sinyal hijau pada fase yang berlainan dengan lalu-lintas yang lurus, atau
jika dipisahkan secara fisik dengan pulau-pulau lalu lintas dalam pendekat.
2. Arus Lalu Lintas
Arus lalu lintas (traffic low) adalah jumlah kendaraan yang melintasi suatu
titik pada penggal jalan tertentu pada interval waktu tertentu dan diukur dalam
satuan kendaraan persatuan waktu tertentu.
Perhitungan dilakukan per satuan jam untuk satu atau lebih periode,
misalnya didasarkan pada kondisi arus lalu lintas rencana jam puncak pagi, siang,
atau sore. Arus lalu lintas (Q) untuk setiap gerakan (belok-kiri Q LT, lurus QST dan
belok-kanan QRT) dikonversi dari kendaraan per-jam menjadi satuan mobil
penumpang (smp) per-jam dengan menggunakan ekivalen kendaraan penumpang
(emp) untuk masing-masing pendekat terlindung dan terlawan. Nilai ekivalen
kendaraan penumpang dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
8
Sepeda Motor 0.2 0.4
(Sumber : MKJI 1997)
Keterangan :
C = Kapasitas (smp/jam)
S = Arus Jenuh, yaitu arus berangkat rata-rata dari antrian dalam pendekat
selama sinyal hijau (smp/jam hijau = smp/perjam hijau)
g = Waktu Hijau (det)
c = Waktu Siklus Sinyal (det)
Waktu siklus sinyal merupakan selang waktu untuk urutan perubahan sinyal
yang lengkap (yaitu antara dua awal hijau yang berurutan pada fase yang sama).
Oleh karena itu perlu diketahui atau ditentukan waktu sinyal dari simpang agar
dapat menghitung kapasitas dan ukuran perilaku lalu lintas lainnya. Pada rumus
2.2 diatas, arus jenuh dianggap tetap selama waktu hijau. Meskipun demikian
dalam kenyataanya, arus berangkat mulai dari 0 pada awal waktu hijau dan
mencapai nilai puncaknya setelah 10-15 detik.
9
(Sumber : MKJI 1997)
Gambar 2. 2 Grafik Arus Jenuh
Permulaan arus berangkat menyebabkan terjadinya apa yang disebut
sebagai “Kehilangan awal” dari waktu hijau efektif, arus berangkat setelah akhir
waktu hijau menyebabkan suatu “Tambahan akhir” dari waktu hijau efektif.
Jadi besarnya waktu hijau efektif, yaitu lamanya waktu hijau dimana arus
berangkat terjadi dengan besaran tetap sebesar S, dapat kemudian dihitung sebagai
:
Waktu hijau efektif = Tampilan waktu hijau – kehilangan awal + Tambahan
akhir
10
Gambar 2. 3 Model Dasar Untuk Arus Jenuh
Arus jenuh (S) dapat dinyatakan sebagai hasil perkalian dari arus jenuh
dasar (S0) yaitu arus jenuh pada kendaraan standar, dengan faktor penyusun (F)
untuk penyimpangan dari kondisi sebenarnya, dari kumpulan kondisi-kondisi
(ideal) yang telah ditetapkan sebelumnya.
11
( 1,5 x LTI +5)
c= ... (2. 5)
( 1−∑ FRcrit )
Keterangan :
c = Waktu siklus sinyal (det)
LTI = Jumlah waktu hilang per siklus (det)
FR = Arus dibagi dengan arus jenuh (Q/S)
FRCRIT = Nilai FR tertinggi dari semua pendekat yang berangkat pada
suatu fase sinyal
∑FRCRIT = Rasio arus simpang = jumlah FRCRIT dari semua fase pada
siklus tersebut
Jika waktu siklus tersebut lebih kecil dari nilai ini maka ada resiko serius
akan terjadinya lewat jenuh pada simpang tersebut. Waktu siklus yang terlalu
panjang akan menyebabkan meningkatnya tundaan rata-rata. Jika nilai ∑FRCRIT
mendekati atau lebih dari 1 maka simpang tersebut disebut lewat jenuh dan rumus
tersebut akan menghasilkan nilai waktu siklus yang sangat tinggi atau negatif.
b. Waktu Hijau
12
ditentukan rumus (2.5) dan (2.6) diatas menghasilkan bertambahnya tingginya
tundaan rata-rata pada simpang tersebut.
5. Derajat kejenuhan
Derajat Kejenuhan (DS) didefenisikan sebagai rasio arus lalu lintas terjadap
kapasitas, yang digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja
simpang dan segmen jalan.
Derajat kejenuhan diperoleh sebagai berikut :
13
Menggunakan kotak-kotak dibawah judul Formulir SIG – I untuk
mengambar diagram-diagram fase yang ada (jika ada). Masukkan waktu
hijau (g) dan waktu antara hijau (IG) yang ada pada setiap kotak dan
masukan waktu siklus dan waktu hilang total (LTI = ∑ IG ) untuk kasus yang
ditinjau (jika ada).
d. Belok Kiri Langsung
Menyatakan dalam diagram-diagram fase pendekat-pendekat mana gerakan
belok kiri langsung diijinkan (gerakan tersebut dapat dilakukan dalam
semua fase tanpa memperhatikan sinyal lampu lalu lintas)
e. Kode Pendekat
Gunakan Utara, Selatan, Timur, Barat (arah mata angin) atau tanda lainnya
yang jelas untuk menamakan pendekat-pendekat tersebut
f. Tipe Lingkungan Jalan (kolom 2)
Memasukkan tipe lingkungan jalan untuk setiap pendekat
COM= Komersial
RES = Pemukiman
RA = Akses terbatas
g. Tingkat Hambatan Samping
Mengisi tingkat hambatan samping antara lain sebagai berikut :
Tinggi : Besar arus berangkat pada tempat masuk dan keluar berkurang
oleh karena aktifitas disamping jalan pada pendekat seperti angkutan
umum berhenti, pejalan kaki berjalan sepanjang atau melintas pendekat,
keluar-masuk kendaraan disamping jalan dan sebagainya.
Rendah : Besar arus berangkat pada tempat masuk dan keluar tidak
berkurang oleh hambatan samping dari jenis-jenis yang telah disebut
diatas.
h. Median (kolom 4)
Dimasukkan jika terdapat median pada bagian kanan dari garis henti dalam
pendekat (Ya/Tidak)
14
i. Kelandaian (kolom 5)
Dimasukkan kelandaian dalam % (naik = + %; turun = – %).
15
terlindung dan terlawan (yang sesuai tergantung pada fase sinyal dan
gerakan belok kanan yang diijinkan). Memasukkan hasilnya pada kolom
(12) – (14).
d. Menghitung masing-masing pendekat rasio kendaraan belok kiri PLT, dan
rasio belok kanan PRT, dan memasukkan hasilnya kedalam kolom (15) dan
(16) pada baris yang sesuai untuk arus LT dan RT :
16
b. Menentukan waktu hilang (LTI) sebagai jumlah dari waktu antar hijau per
siklus, dan memasukkan hasilnya kedalam bagian bawah kolom 4 Formulir
SIG – IV.
c. Untuk analisa operasional dan perencanaan, disarankan untuk membuat
suatu perhitungan rinci waktu antar hijau untuk waktu pengosongan dan
waktu hilang dengan Formulir SIG – III seperti diuraikan dibawah. Pada
Analisa yang dilakukan bagi keperluan perancangan, waktu antar hijau
berikut (kuning + merah semua) dapat dianggap sebagai nilai normal.
Waktu antar hijau dapat diasumsikan berdasarkan tabel dibawah ini :
Nilai Normal
Ukuran Lebar Jalan
waktu antar
Simpang Rata-Rata
Hijau
Kecil 6-9m 4 detik/fase
Sedang 10 - 14 m 5 detik/fase
Besar > 15 m > 6 detik/fase
(Sumber : MKJI 1997)
17
(Sumber : MKJI 1997)
Gambar 2. 4 Penentuan Tipe Pendekat
d. Membuat sketsa yang menunjukkan arus-arus dengan arahnya (Formulir
SIG – II kolom 13 – 14) dalam smp/jam pada kotak sudut kiri atas Formulir
SIG – IV (pilih hasil yang sesuai untuk kondisi terlindung (tipe P) atau
terlawan (tipe O) sebagaimana tercatat pada kolom 3.
e. Memasukkan rasio kendaraan berbelok (PLTOR atau PLT, PRT) untuk setiap
pendekat (dari Formulir SIG – II kolom 15 – 16) pada kolom 4 -6.
18
f. Memasukkan dari sketsa arus kendaraan belok kanan dalam smp/jam, dalam
arahnya sendiri (QRT) pada kolom 7 untuk masing-masing pendekat (dari
Formulir SIG – II kolom 14).
19
2.6.3. Arus Jenuh Dasar
a. Menentukan arus jenuh dasar (So) untuk pendekat dan memasukkan
hasilnya pada kolom 10.
b. Untuk pendekat tipe P (arus terlindung) :
Keterangan :
So = Arus jenuh dasar
We = Lebar efektif pendekat
c. Untuk pendekat tipe O (arus berangkat terlawan)
So ditentukan dari Gambar 2.6 (untuk pendekat tanpa lajur belok kanan
terpisah) dan dari gambar 2.7 (untuk pendekat dengan lajur belok kanan
terpisah) sebagai fungsi dari We, QRT dan QRTO.
20
(Sumber : MKJI 1997)
Gambar 2. 6 Untuk Pendekat Tipe O tanpa Lajur Belok Kanan Terpisah
21
(Sumber : MKJI 1997)
Gambar 2. 7 Untuk Pendekat Tipe O dengan Lajur Belok Kanan Terpisah
22
2.6.4. Faktor Penyesuaian
a. Menentukan faktor penyesuaian ukuran kota (Fcs) ditentukan dari tabel 2.3
sebagai fungsi dari ukuran kota yang tercatat pada Formulir SIG – I,
Hasilnya dimasukkan kedalam kolom 11. Faktor penyesuaian ukuran kota
dapat dilihat pada tabel berikut :
23
Tabel 2. 5 Faktor Penyesuaian untuk Tipe Lingkungan Jalan Hambatan Samping
dan Kendaraan Tak Bermotor (Fsf)
Lingkungan Hambatan Rasio kendaraan tak bermotor
Tipe fase
jalan samping 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25
Komersial Tinggi Terlawan 0 93 0,88 0,84 0,79 0,74 0,7
Terlindun
(COM) 0,93 0,91 0,88 0,87 0,85 0,81
g
Sedang Terlawan 0,94 0,89 0,85 0,8 0,75 0,71
Terlindun
" 0,94 0,92 0,89 0,88 0,86 0,82
g
Rendah Terlawan 0,95 0,9 0,86 0,81 0,76 0,72
Terlindun
" 0,95 0,93 0,9 0,89 0,87 0,83
g
Permukiman Tinggi Terlawan 0,96 0,91 0,86 0,81 0,78 0,72
Terlindun
(RES) " 0,96 0,94 0,92 0,99 0,86 0,84
g
Sedang Terlawan 0,97 0,92 0,87 0,82 0,79 0,73
Terlindun
" 0,97 0,95 0,93 0,9 0,87 0,85
g
Rendah Terlawan 0,98 0,93 0,88 0,83 0,8 0,74
Terlindun
" 0,98 0,96 0,94 0,91 0,88 0,86
g
Tinggi/ Terlawan 1 0,95 0,9 0,85 0,8 0,75
Akses
Sedang/ Terlindun
terbatas (RA) 1 0,98 0,95 0,93 0,9 0,88
Rendah " g
(Sumber : MKJI 1997)
Tabel 2. 6 Faktor Penyesuaian Kelas Hambatan Samping
Jumlah berbobot
Kelas hambatan
Kode kejadian per 200 m Kondisi Khusus
samping (SFC)
per jam (dua sisi)
Daerah pemukiman;jalan
Sangat rendah VL < 100
dengan jalan samping.
Daerah permukiman;beberapa
Rendah L 100 – 299
kendaraan umum dsb.
Daerah industri, beberapa toko
Sedang M 300 – 499
di sisi jalan.
Daerah komersial, aktivitas
Tinggi H 500 – 899
sisi jalan tinggi
Daerah komersial dengan
Sangat Tinggi VH > 900
aktivitas pasar disamping jalan
(Sumber : MKJI 1997)
c. Faktor penyesuaian untuk kelandaian sesuai dengan Gambar 2.8 sebagai
fungsi dari kelandaian yang tercatat pada Formulir SIG – I dan hasilnya
dimasukkan ke dalam kolom 13 pada Formulir SIG – IV.
24
(Sumber : MKJI 1997)
Gambar 2. 8 Grafik Faktor Penyesuaian untuk Kelandaian
d. Faktor penyesuaian parkir sebagai fungsi jarak dari garis henti sampai
kendaraan yang diparkir pertama (kolom 7 pada Formulir SIG – I) dan lebar
pendekat (WA, kolom 9 pada Formulir SIG – IV). Hasilnya dimasukkan ke
dalam kolom 14. Faktor ini dapat juga diterapkan untuk kasus-kasus dengan
panjang lajur belok kiri terbatas. Ini tidak perlu diterapkan jika lebar efektif
ditentukan oleh lebar keluar.
25
(Sumber : MKJI 1997)
Gambar 2. 9 Grafik Faktor Penyesuaian Untuk Pengaruh Parkir dan Belok Kiri
e. Faktor penyesuaian belok kanan (FRT) ditentukan sebagai fungsi dari rasio
kendaraan belok kanan (PRT), Perlu diperhatikan bahwa penggunaan faktor
ini hanya untuk pendekat tipe P, tanpa median, jalan dua arah dan lebar
efektif ditentukan oleh lebar masuk dan hasilnya dimasukkan ke dalam
kolom 15.
Keterangan :
Cua = Waktu siklus sebelum penyesuaian sinyal
LTI = Waktu hilang total per siklus
IFR = Rasio arus simpang ∑(FRCRIT)
28
Tabel dibawah ini memberikan waktu siklus yang disarankan untuk
keadaan yang berbeda
Nilai – nilai yang lebih rendah dipakai untuk simpang dengan lebar
jalan <10 m, nilai yang lebih tinggi untuk jalan yang lebih lebar. Waktu
siklus lebih rendah dari nilai disarankan akan menyebabkan kesulitan bagi
para pejalan kaki untuk menyeberang jalan. Waktu siklus yang melebihi 130
detik harus dihindari kecuali pada kasus sangat besar (simpang sangat besar)
dikarenakan hal ini sering menyebabkan kerugian terhadap kapasitas secara
keseluruhan.
b. Waktu Hijau
Waktu hijau adalah fase untuk kendali lalu lintas aktuasi kendaraan
yang dinyatakan dalam satuan detik.
Perhitungan waktu hijau untuk masing-masing simpang dapat menggunakan
persamaan sebagai berikut :
Keterangan :
gi = Tampilan waktu hijau pada fase I (det)
Cua = Waktu siklus sebelum penyesuaian (det)
LTI = Waktu hilang total per siklus
PRi = Rasio fase FRCRIT / ∑(FRCRIT)
29
Waktu hijau yang lebih pendek dari 10 detik harus dihindari karena
dapat menyebabkan pelanggaran lampu merah secara berlebihan dan
kesulitan bagi pejalan kaki untuk menyeberang jalan.
c. Waktu siklus yang disesuaikan
Waktu siklus yang disesuaikan didapatkan dari penjumlahan total
waktu hijau yang didapat dengan jumlah waktu hilang per siklus yang
selebihnya dijelaskan pada rumus sebagai berikut :
c = ∑g + LTI ... (2. 20)
Keterangan :
c = Waktu siklus yang disesuaikan (det)
g = Tampilan waktu hijau (det)
LTI = Waktu hilang per total siklus (det)
2.7. Kapasitas
2.7.1. Kapasitas simpang
a. Menghitung kapasitas masing-masing pendekat dan memasukkan hasilnya
pada kolom 22.
C = S x g/c ... (2. 21)
Dimana nilai – nilai S didapat dari kolom 17, g dan c dari kolom 11
(bagian terbawah).
b. Menghitung derajat kejenuhan masing-masing pendekat dan memasukkan
hasilnya ke dalam kolom 23.
30
pada kondisi lalu lintas jam puncak. Untuk menambah kapasitas simpang dapat
melalui salah satu dari tindakan-tindakan berikut ini :
a. Penambahan Lebar Pendekat
Jika mungkin untuk menambah lebar pendekat, pengaruh terbaik dari
tindakan seperti ini akan diperoleh jika pelebaran dilakukan pada pendekat-
pendekat dengan nilai FR kritis tertinggi (Kolom 19).
b. Perubahan Fase Sinyal
Jika simpang dioperasikan dalam empat fase dengan arus berangkat terpisah
dari masing-masing pendekat, karena rencana fase yang hanya dengan dua
fase mungkin memberikan kapasitas lebih tinggi, asalkan gerakan-gerakan
belok kanan tidak terlalu tinggi (< 200 smp/jam).
c. Pelarangan Gerakan-Gerakan Belok Kanan
Pelarangan bagi satu atau lebih gerakan belok-kanan biasanya menaikkan
kapasitas, terutama jika hal itu menyebabkan pengurangan jumlah fase yang
diperlukan. Walaupun demikian perancangan manajemen lalu-lintas yang
tepat, perlu untuk memastikan agar perjalanan oleh gerakan belok kanan
yang akan dilarang tersebut dapat diselesaikan tanpa jalan pengalih yang
terlalu panjang dan mengganggu simpang yang berdekatan.
31
d. Memasukkan derajat kejenuhan (DS) masing-masing pendekat pada kolom
4 (dari Formulir SIG – IV kolom 23).
e. Menghitung rasio hijau (GR = g/c) masing-masing pendekat dari hasil
penyesuaian pada Formulir SIG – IV (Kolom 11 terbawah dan Kolom 21),
dan masukkan hasilnya pada kolom 5.
f. Memasukkan arus total dari seluruh gerakan LTOR dalam smp/jam yang
diperoleh sebagai jumlah dari seluruh gerakan LTOR pada Formulir SIG –
II, Kolom 13 (terlindung), dan masukkan hasilnya pada Kolom 2 pada baris
untuk gerakan LTOR pada Formulir SIG – V.
g. Memasukkan dalam kotak dibawah kolom 2, perbedaan antara arus masuk
dan keluar (Qadj) pendekat yang lebar keluarnya telah menentukan lebar
efektif pendekat.
√
NQ1 = 0,25 × C x [ ( DS−1 ) +
8 ×( DS−0,5)
C
¿ ... (2. 23)
32
1−GR Q
NQ2 = c × × ... (2. 25)
1−GRxDS 3600
Keterangan :
NQ2 = Jumlah smp yang datang selama fase merah
DS = Derajat kejenuhan
GR = Rasio hijau
c = Waktu siklus (det)
Qmasuk = Arus lalu lintas pada tempat masuk diluar LTOR (smp/jam)
c. Untuk jumlah antrian NQ
20
QL = NQ MAX × ... (2. 27)
Wmasuk
Keterangan :
QL = Panjang antrian
NQMAX = Jumlah antrian
WMASUK = Lebar masuk
Nilai NQMAX diperoleh dari Gambar 2.13., dengan anggapan peluang
untuk pembebanan (POL) sebesar 5% untuk langkah perancangan.
33
(Sumber : MKJI 1997)
Gambar 2. 13 Grafik Perhitungan Jumlah antrian (NQMAX) dalam smp
2.8.3. Kendaraan Terhenti
a. Menghitung angka henti (NS) masing-masing pendekat yang didefinisikan
sebagai jumlah rata-rata berhenti per smp (termasuk berhenti berulang
dalam antrian) dengan rumus berikut :
NQ
NS = 0,9 × × 3600 ... (2. 28)
Q× c
Keterangan :
c = Waktu siklus (det)
Q = Arus lalu-lintas (smp/jam)
b. Menghitung jumlah kendaraan terhenti (NSV) masing-masing pendekat dan
memasukkan hasilnya pada kolom 12.
∑ Nsv
NStot = ... (2. 30)
Qtot
34
2.8.4. Tundaan
a. Hitung tundaan lalu-lintas rata-rata setiap pendekat (DT) akibat pengaruh
timbal balik dengan gerakan-gerakan lainnya pada simpang dan masukkan
hasilnya pada kolom 13.
NQ 1× 3600
DT = c × A × ... (2. 31)
C
Keterangan :
DT = Tundaan lalu lintas rata-rata (det/smp)
c = Waktu siklus yang disesuaikan (det) dari Formulir SIG – IV
35
simpang dan/atau ketika dihentikan oleh lampu merah serta memasukkan
hasil pada kolom 14.
∑(Q × D)
D1 = ... (2. 33)
Qtot
Kemudian memasukkan nilai tersebut ke dalam kolom paling bawah pada
kolom 16.
36
Formulir mulai dari Formulir SIG – I sampai dengan Formulir SIG – V. Adapun
penjelasasn dari formulir – formulir tersebut adalah sebagai berikut :
Formulir SIG – I untuk Geometri
Digunakan untuk pengaturan lalu lintas dan kondisi lingkungan.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengisian Formulir SIG – I adalah :
a. Pada bagian atas formulir ini dimasukkan data umum (tanggal, kota,
simpang, waktu dan judul formulir), diagram fase yang ada, data waktu
sinyal (waktu hijau, waktu antar hijau dan waktu hilang) dan identitas
pendekat (tunjukkan dalam diagram fase pendekat-pendekat mana yang
terdapat gerakan belok kiri langsung, belok kiri, belok kanan dan lurus)
b. Pada bagian bawah formulir ini dimasukkan kode pendekat (Utara,
Timur, Barat, dan Selatan), dan tipe lingkungan jalan untuk setiap
pendekat (komersial, pemukiman, akses terbatas), tingkatan hambatan
samping (tinggi atau rendah), median (terdapat atau tidak), kelandaian,
belok kiri langsung (ada atau tidak), jarak kendaraaan parkir (ada atau
tidak), data pendekat, (lebar pendekat, lebar masuk, lebar keluar dan
lebar LTOR) dan lajur belok kanan terpisah (ada atau tidak).
Formulir SIG – II untuk kondisi lalu lintas
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengisisan formulir SIG – II
adalah dengan memasukkan data arus lalu lintas masing-masing pendekat
sesuai arah pergerakannya (kendaraan ringan, kendaraan berat, sepeda
motor, dan kendaraan tak bermotor).
Formulir SIG – III untuk waktu antar hijau dan waktu hilang
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengisian formulir SIG – III
adalah sebagai berikut :
37
c. Masukkan ukuran kendaraan yang berangkat (lev).
Formulir SIG – IV untuk penentuan fase
Formulir ini memperlihatkan hasil analisis dari data yang telah
dimasukkan dalam formulir sebelumnya. Pada formulir ini didapat besarnya
waktu sinyal (waktu siklus dan alokasi waktu hijau), kapasitas dari masing-
masing pendekat dan pembahasan mengenai perubahan-perubahan yang
apabila kapasitas simpang tidak mencukupi (meliputi : perubahan fase
sinyal dan pelarangan pergerakan belok kanan).
38
3. Tingkat Pelayanan C, dengan kondisi tundaan lebih dari 15 detik sampai 25
detik perkendaraan.
4. Tingkat Pelayanan D, dengan kondisi tundaan lebih dari 25 detik sampai 40
detik perkendaraan.
5. Tingkat Pelayanan E, dengan kondisi tundaan lebih dari 40 detik sampai 60
detik perkendaraan.
6. Tingkat Pelayanan F, dengan kondisi tundaan lebih dari 60 detik
perkendaraan.
Tingkat Tundaan
Keterangan
Pelayanan (det/smp)
A <5 Baik Sekali
B 5,1 – 15 Baik Sekali
C 15,1 – 25 Sedang
D 25,1 – 40 Kurang
E 40,1 – 60 Buruk
F >60 Buruk Sekali
(Sumber : MKJI 1997)
BAB III
METODOLOGI
MULAI
STUDI PUSTAKA
PENGAMBILAN
DATA
Pengolahan Data
3.2. Prosedur Perhitungan
41
3.4. Macam – Macam Data
Data – data yang diperlukan dalam evaluasi ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh melalui survey dan pengukuran
secara langsung dilapangan.
Sedangkan data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung
dari lapangan atau didapat dari instansi yang bersangkutan.
42
Menghitung jumlah kendaraan menurut jenis kendaraan (sepeda motor/MC,
kendaraan berat/HV, kendaraan ringan/LV, dan kendaraan tidak
bermotor/UM) dan arah pergerakan kendaraan melalui titik – titik
pengamatan selama jam puncak dengan interval waktu 15 menit.
3. Data Hambatan Samping
Hambatan samping ditinjau untuk menghitung hambatan apa saja yang
mempengaruhi pergerakan kendaraan disekitar simpang.
43
3.5. Pengambilan Data
Adapun langkah – langkah dalam memperoleh data yang dibutuhkan dalam
evaluasi sebagai berikut :
1. Menentukan lokasi pengamatan
Lokasi pengamatan yang diambil yaitu dipertemuan ruas Jalan Dokter
Wahidin Sudirohusodo – Jalan Kusuma Bangsa – Jalan Dokter Sutomo –
Jalan Pattimura yang merupakan simpang bersinyal dengan jumlah
kendaraan keluar masuk pada tiap – tiap lengan.
2. Mempersiapkan formulir survey
Menyiapkan formulir survey volume kendaraan dan hambatan samping.
3. Mempersiapkan alat yang dibutuhkan
Alat – alat yang dibutuhkan pada saat survey sebagai berikut :
a. Alat tulis (buku dan bulpoint)
b. Roll meter untuk pengukuran geometrik jalan
c. Stopwatch untuk menghitung waktu sinyal
d. Traffict counter untuk menghitung LHR kendaraan yang lewat
e. Kamera untuk dokumentasi , merekam, menyimpan jalannya lalu lintas
simpang
4. Menentukan waktu pengambilan data
Pengambilan data dilakukan dalam waktu 6 jam yaitu pagi pada pukul 06.00
– 09.00 WIB, siang 11.00 – 13.00 WIB, dan sore pada pukul 16.00 – 17.00
WIB.
5. Menentukan jumlah tenaga survey
Tenaga survey yang dibutuhkan setiap simpang adalah 4 kelompok dengan
masing – masing 3 orang.
44
BAB IV
PEMBAHASAN
45
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
46
DAFTAR PUSTAKA
47