Anda di halaman 1dari 40

PANDUAN

HAK PASIEN DAN KELUARGA


DALAM PELAYANAN

RUMAH SAKIT
CANDIMAS MEDICAL CENTER
Jalan Alamsyah Ratu Perwira Negara No.47 Keb.lampung utara
E-mail : rumahsakitcmc@gmail.com TELP. 082181549355
Kode Pos 34513
BAB I
PENDAHULUAN
A. DEFINISI
1. Hak adalah tuntutan seseorang terhadap sesuatu yang merupakan kebutuhan
pribadinya, sesuai dengan keadilan, moralitas dan legalitas.
2. Kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan dan tidak boleh bila tidak
dilaksanakan
3. General Consent atau Persetujuan Umum adalah pernyataan kesepakatan
yang diberikan oleh pasien terhadap peraturan rumah sakit yang bersifat
umum
4. Informed Consent : pernyataan setuju (consent) atau ijin dari seseorang
(pasien) yang diberikan secara bebas, rasional, tanpa paksaan (voluntary)
terhadap tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadapnya sesudah
mendapatkan informasi yang cukup tentang tindakan kedokteran yang
dimaksud.
5. Pasien adalah penerima jasa pelayanan kesehatan di Rumah Sakit baik dalam
keadaan sehat maupun sakit.
6. Dokter dan Dokter Gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter
gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran dan kedokteran gigi baik di
dalam maupun di luar negeri yang diakui Pemerintah Republik Indonesia
sesuai dengan peraturan perundang–undangan.
7. Keluarga adalah suami atau istri, ayah atau ibu kandung, anak–anak kandung,
saudara–saudara kandung atau pengampunya.
a. Ayah:
1) Ayah kandung
2) Termasuk ayah adalah ayah angkat yang ditetapkan berdasarkan
penetapan pengadilan atau berdasarkan hukum adat
b. Ibu:
1) Ibu kandung
2) Termasuk ibu adalah ibu angkat yang ditetapkan berdasarkan
penetapan pengadilan atau berdasarkan hukum adat.
c. Suami:
Seorang laki–laki yang dalam ikatan perkawinan dengan seorang
perempuan berdasarkan peraturan perundang–undangan yang berlaku
d. Istri:
Seorang perempuan yang dalam ikatan perkawinan dengan seorang laki–
laki berdasarkan peraturan perundang–undangan yang berlaku.
BAB II
HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN & KELUARGA

B. RUANG LINGKUP
Hak pasien selalu dihubungkan dengan pemeliharaan kesehatan yang
bertujuan agar pasien mendapatkan upaya kesehatan, sarana kesehatan, dan
bantuan dari tenaga kesehatan yang memenuhi standar pelayanan kesehatan yang
optimal sesuai dengan UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah sakit.
1. Hak Pasien dan Keluarga
Hak pasien adalah hak–hak pribadi yang dimiliki manusia sebagai
pasien,antara lain:
a) Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di
Rumah Sakit Candimas Medical Center
b) Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur tanpa diskriminasi
c) Memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai standar profesi dan
prosedur operasional
d) Memperoleh layanan efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari
kerugian fisik dan materi
e) Mengajukan pangaduan atas kualitas pelayanan yang di tetapkan
f) Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai keinginannya dan peraturan
yang berlaku di Rumah Sakit Candimas Medical Center
g) Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit termasuk data medis
h) Mendapatkan informasi mengenai diagnosis, tindakan medis, resiko dan
komplikasi yang mungkin terjadi, serta di deritanya
i) Di dampingi keluarganya jika dalam keadaan kritis
j) Menjalankan ibadah sesuai agama dan kepercayaanya
k) Memperoleh keamanan dan keselamatan selama dalam perawatan
l) Mengajukan kritik dan saran demi perbaikan pelayanan Rumah Sakit
Candimas Medical Center.
2. Kewajiban Pasien
a) Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah
kesehatannya
b) Mengetahui nasehat dan petunjuk dokter serta tenaga medis lainnya
c) Mematuhi ketentuan yang berlaku di Rumah Sakit Candimas Medical
Center meliputi:
1. Mematuhi jam besuk
*Pagi : Jam 10.00 s/d 12.00
*Sore : Jam 16.00 s/d 20.00
2. Mematuhi batasan penunggu
* 1 pasien 2 penunggu (penunggu wajib menggunakan kartu)
* Dilarang membawa anak dibawah usia 12 Tahun
3. Tidak berlebihan membawa barang perlengkapan pasien
4. Keluarga pasien menunggu diruang tunggu yang sudah di sediakan
5. Menjaga kebersihan, keamanan dan ketertiban di Rumah Sakit
Candimas Medical Center
d) Melunasi biaya pemeriksaan, keamanan dan ketertiban di Rumah Sakit
Candimas Medical Center
3. Hak Dokter
a) Dokter berhak mendapat perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas
sesuai dengan profesinya.
b) Dokter berhak untuk bekerja menurut standar pelayanan serta berdasarkan
hak otonomi.
c) Dokter berhak untuk menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan
peraturan perundang–undangan, profesi dan etika.
d) Dokter berhak menghentikan jasa profesionalnya kepada pasien apabila
misalnya hubungan dengan pasien sudah berkembang begitu buruk
sehingga kerja sama yang baik tidak mungkin diteruskan lagi, kecuali
untuk pasien gawat darurat dan wajib menyerahkan pasien kepada orang
lain.
e) Dokter berhak atas privasi.
f) Berhak menuntut apabila nama baiknya dicemarkan oleh pasien dengan
ucapan atau tindakan yang melecehkan atau memalukan.
g) Dokter berhak mendapat informasi lengkap dari pasien yang dirawatnya
atau dari keluarganya.
h) Dokter berhak atas informasi atau pemberitahuan pertama dalam
menghadapai pasien yang tidak puas terhadap pelayanan.
i) Dokter berhak untuk diperlakukan adil dan jujur, baik oleh Rumah Sakit
maupun oleh pasien.
j) Dokter berhak untuk mendapat imbalan atas jasa profesi yang
diberikannya berdasarkan perjanjian dan atau ketentuan/peraturan yang
berlaku di Rumah Sakit.
4. Kewajiban Dokter
a) Setiap dokter atau dokter gigi yang berpraktik wajib mengikuti
pendidikan dan pelatihan kedokteran atau kedokteran gigi berkelanjutan
yang diselenggarakan oleh organisasi profesi dan lembaga lain yang
diakreditasi oleh organisasi profesi dalam rangka penyerapan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran atau
kedokteran gigi.
b) Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di
Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi dokter dan surat tanda
registrasi dokter gigi.
c) Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di
Indonesia wajib memiliki surat izin praktik.
d) Dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran
wajib mengikuti standar pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi.
e) Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran
wajib membuat rekam medis.
f) Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran
wajib menyimpan rahasia kedokteran.
g) Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran
atau kedokteran gigi wajib menyelenggarakan kendali mutu dan kendali
biaya.
5. Hak Rumah Sakit
a) Rumah Sakit berhak menentukan jumlah, jenis dan kualifikasi sumber
daya manusia sesuai dengan klasifikasi Rumah Sakit.
b) Rumah Sakit berhak menrima imbalan jasa pelayanan serta menentukan
remunerasi, insentif dan penghargaan sesuai dengan ketentuan
perundang–undangan.
c) Rumah Sakit berhak melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam
rangka mengembangkan pelayanan..
d) Rumah Sakit berhak menerima bantuan dari pihak sesuai ketentuan
peraturan perundang–undangan yang berlaku.
e) Rumah Sakit berhak menggugat pihak yang mengakibatkan kerugian.
f) Rumah Sakit berhak mendapat perlindungan hukum dalam melaksanakan
pelayanan kesehatan.
g) Rumah Sakit berhak untuk mempromosikan layanan kesehatan yang ada
di Rumah Sakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang–undangan.
h) Rumah Sakit berhak untuk mendapatkan insentif pajak bagi Rumah Sakit
publik dan Rumah Sakit yang ditetapkan sebagai Rumah Sakit
pendidikan.
6. Kewajiban Rumah Sakit
a) Memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit
kepada masyarakat;
b) Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan
efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar
pelayanan Rumah Sakit;
c) Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan
kemampuan pelayanannya;
d) Berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana,
sesuai dengan kemampuan pelayanannya;
e) Menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau
miskin;
f) Melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas
pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa
uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar
biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan;
g) Membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan
di Rumah Sakit sebagai acuan dalam melayani pasien;
h) Menyelenggarakan rekam medis;
i) Menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak antara lain sarana
ibadah, parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita menyusui,
anak–anak, lanjut usia;
j) Melaksanakan sistem rujukan;
k) Menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan
etika serta peraturan perundang–undangan;
l) Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan
kewajiban pasien;
m) Menghormati dan melindungi hak–hak pasien;
n) Melaksanakan etika Rumah Sakit, Rumah Sakit wajib memiliki sistem
pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana;
o) Memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana;
p) Melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara
regional maupun nasional;
q) Membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran atau
kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya;
r) Menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit (hospital by
laws);
s) Melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas Rumah
Sakit dalam melaksanakan tugas; dan
t) Memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan tanpa
rokok.
7. Prinsip
a) Bahwa upaya kesehatan yang semula dititik beratkan pada upaya
penyembuhan penderita, secara berangsur–angsur berkembang kearah
keterpaduan upaya kesehatan yang menyeluruh.
b) Bahwa dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi
seluruh masyarakat perlu adanya perlindungan hak pasien dan keluarga.
c) Bahwa keberhasilan pembangunan di berbagai bidang dan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi telah meningkatkan taraf kesejahteraan
masyarakat dan kesadaran akan hidup sehat.
d) Bahwa meningkatnya kebutuhan pelayanan dan pemerataan yang
mencakup tenaga, sarana, prasarana baik jumlah maupun mutu.
e) Bahwa pelayanan kesehatan amat penting apabila dihadapkan pada pasien
yang sangat membutuhkan pelayanan kesehatan dengan baik dan dapat
memuaskan para pasien.
f) Perlindungan merupakan hal yang essensial dalam kehidupan karena
merupakan sifat yang melekat pada setiap hak yang dimiliki.
g) Bahwa seseorang dapat menuntut haknya apabila telah memenuhi
kewajibannya, oleh karena itu kewajiban menjadi hak yang paling utama
dilakukan.
h) Bahwa perlindungan bagi tenaga kesehatan maupun pasien merupakan hal
yang bersifat timbal balik artinya pihak–pihak tersebut dapat terlindungi
atas hak–haknya bila melakukan kewajibannya.
i) Bahwa dalam kondisi tertentu pasien tidak memiliki kemampuan untuk
mendapatkan informasi atau penjelasan mengenai haknya sehingga akan
disampaikan melalui keluarga.
j) Bahwa untuk mengatur pemenuhan perlindungan hak pasien dan keluarga
harus ada pedoman sebagai acuan bagi seluruh personil rumah sakit.
BAB III
TATA LAKSANA

A. PELAYANAN KESEHATAN
1. Informasi Tata Tertib dan Peraturan Rumah Sakit
Rumah Sakit memiliki serangkaian tata tertib dan peraturan yang
mengatur seluruh pelayanan yang berhubungan dengan hak pasien dan
keluarga yang diatur dalam Peraturan Direktur. Setiap pasien dan keluarga
akan mendapatkan informasi mengenai tata tertib dan peraturan selama
berada di Rumah Sakit oleh petugas saat pertama kali melakukan kunjungan
sesuai dengan unit terkait, serta Informasi Tata Tertib dan Peraturan Rumah
Sakit tersebut juga bisa dilihat dan dibaca pada benner–benner yang
terpampang diruangan rawat inap, termasuk pula di tempat–tempat tertentu
yang memungkinkan untuk mudah dibaca oleh pasien/keluarga dan
pengunjung.
Adapun beberapa tata tertib jam berkunjung pasien dan tata tertib ruangan
rawat inap meliputi:
a. Peraturan jam kunjung pasien di Rumah Sakit Candimas Medical Center
1) Pagi : Jam 10.00 – 12.00 WIB
2) Sore : Jam 16.00 – 20.00 WIB
b. Tata–Tertib Pengunjung Pasien :
1) Semua pengunjung yang akan mengunjungi pasien dilaksanakan pada
jam kunjung yang sudah ditentukan.
2) Anak–anak di bawah umur 12 tahun tidak diperkenankan masuk area
ruang perawatan/berkunjung.
3) Setiap pengunjung pasien yang datang di luar jam kunjung wajib
melewati skrening dari petugas keamanan rumah sakit.
4) Setiap pengunjung pasien di luar jam kunjung, diperbolehkan masuk
setelah mendapat ijin dari petugas keamanan dan mengisi buku
kunjungan.
5) Setiap pengunjung diluar jam kunjung, wajib menggunakan tanda
pengenal yang diberikan oleh petugas keamanan dan diserahkan
kembali setelah selesai kunjungan.
6) Pengunjung bagi pasien meninggal diperbolehkan masuk jika
mendapatkan ijin dari petugas keamanan rumah sakit maksimal 3
orang.
7) Tanpa kartu penunggu pasien, maka tidak diperbolehkan menunggu
pasien dirawat inap.
c. Tata tertib ruangan rawat inap :
1) Pasien/penunggu tidak dibenarkan membawa ;
a) Barang berharga (perhiasan)
b) Tikar/peralatan tempat tidur, bantal.
c) Ember, rak handuk dan sebagainya
d) Barang lain yang tidak dapat dimasukkan ke dalam lemari yang
tersedia di ruang rawat.
2) Bila terjadi kehilangan barang milik pasien/keluarga yang tidak dalam
perlindungan rumah sakit maka bukan menjadi tanggung jawab rumah
sakit.
3) Pasien/kelurga dilarang mencuci dan menjemur pakaian dilingkungan
rumah sakit.
4) Pasien/keluarga dilarang:
a) Merokok di lingkungan di Rumah Sakit Candimas Medical Center
dan ruang rawat inap.
b) Duduk dan tiduran ditempat tidur pasien
5) Penunggu dan pengunjung wajib menjaga ketenangan di ruang rawat.
6) Jagalah kebersihan dengan membuang sampah pada tempat yang
disediakan.
7) Penunggu pasien membawa bukti kartu tunggu, sesuai ketentuan
(penunggu max. 2 orang).
Tata tertib dan peraturan Rumah Sakit yang telah dibuat haruslah
dipatuhi dan dijalankan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Apabila staf
Rumah Sakit, pasien dan atau keluarga melanggarnya, maka siap diberikan
teguran dan atau sanksi sesuai dengan Kebijakan Direktur.

2. Informasi Hak dan Kewajiban Pasien


Setiap pasien dan keluarga pada saat datang untuk melakukan
pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Candimas Medical Center, akan
mendapatkan informasi secara lisan dan tertulis mengenai hak dan kewajiban
pasien berupa brosur/famflet, banner informasi, maupun penjelasan/edukasi
oleh bagian pendaftaran dan petugas unit terkait.
Adapun informasi Hak Pasien dan Keluarga sudah tertuang di dalam
General Consent untuk dibaca bila pasien/keluarga pasien berkompeten untuk
membaca, dan jika tidak mampu membaca maka petugas pendaftaran yang
akan membacakan Hak–Hak Pasien dan Keluarga tersebut, yang selanjutnya
General Consent tersebut harus ditandatangani oleh pasien/keluarga pasien
sebagai bukti telah diberi informasi.
3. Transparansi Pelayanan
Selama pasien melakukan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit,
pasien/keluarga akan mendapatkan informasi biaya pelayanan yang sudah
diberikan dari petugas administrasi unit terkait, dan pasien/keluarga juga akan
mendapatkan prosedur pelayanan yang sama di setiap kelas pelayanan tanpa
diskriminasi, artinya tidak ada perbedaan pelayanan dimanapun pasien
dirawat, hanya akomodasi kamar saja yang membedakan kelas pasien.
4. Standar Pelayanan Kesehatan
Setiap pasien berhak memperoleh layanan kesehatan yang bermutu
sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional
pelayanan/sesuai dengan standar pelayanan publik yang prosedur tersebut
dimiliki oleh masing–masing profesi kesehatan.Semua kebenaran tindakan
dapat diukur dari kesesuaian tindakan tersebut dengan Standart Pelayanan
Minimal, Panduan Praktek Klinik (PPK), Standart Asuhan Keperawatan, dan
Clinikal Pathway dari suatu penyakit.
Setiap staf unit terkait Rumah Sakit ikut mendukung dan mendorong
keterlibatan pasien dan keluarganya untuk berpartisipasi dalam pembuatan
keputusan terhadap proses pelayanan dan pengobatan yang diberikan secara
aktif. Hal ini diberitahukan oleh staff dimasing–masing unit diawal pasien
masuk untuk rawat inap, sekaligus pemberian orientasi pasien baru.
Staf Rumah Sakit memahami pengaruh pribadi, budaya dan sosial
pada hak pasien untuk melaporkan rasa nyeri, serta pemeriksaan dan
pengelolaan nyeri secara akurat. Rumah Sakit menghormati dan mendukung
hak pasien dengan cara asesmen managemen nyeri yang sesuai. Tatalaksana
managemen nyeri dibahas lebih rinci pada panduan managemen nyeri.
5. Efektivitas Pelayanan
Pelayanan dilakukan secara efektif dan seefisien mungkin sesuai
dengan Clinikal Pathwaynya. Hal ini untuk mencegah terjadinya
kemungkinan kerugian fisik dan materi dari pasien selama mendapat
pelayanan di Rumah Sakit.
6. Manajemen Komplain
Apabila pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit dirasa tidak
sesuai dengan harapan dari pasien, pasien dan atau keluarga berhak
mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan. Adapun tata
laksananya adalah sebagai berikut;
a. Proses Penyeleseian Komplain
Tata laksana atau proses penyelesaian setiap komplain yang diberikan,
oleh pasien terhadap Rumah Sakit Candimas Medical Center, selalu
ditanggapi dengan baik dan diselesaikan dengan cepat melalui Proses
penyampaian informasi tentang proses untuk menyampaikan komplain
atau keluhan kepada pasien/keluarga, proses investigasi terhadap
komplain, keluhan, konflik dan perbedaan pendapat, proses analisis dan
telaah terhadap hasil investigasi. Proses untuk menyertakan pasien dan
keluarga dalam penyelesaian komplain, keluhan, konflik dan perbedaan
pendapat yaitu dengan didukung oleh bukti pemberitahuan proses
komplain atau keluhan, bukti analisis dan telaah, Laporan penyelesaian
komplain, keluhan, konflik atau perbedaan pendapat.
b. Pasien Komplain di Jam kerja
1) Petugas terkait menerima komplain dari pasien.
2) Pasien akan mengisi form isian kritik dan saran tentang isi
komplainnya dan diberikan oleh Tim Pengaduan Publik untuk
mendapat tindakan.
3) Petugas melaporkan kepada Tim Pengaduan Publik
4) Tim Pengaduan Publik akan menyampaikan kepada manajemen
terkait dan pihak yang terkait atas komplain tersebut dan meminta
jawabannya pada hari itu.
5) Komplain yang bersifat medis, akan disampaikan kepada Bidang
pelayanan yang kemudian dirapatkan di komite medik (jika perlu)
untuk memberikan jawaban dan penjelasannya berdasarkan standar
Rumah Sakit Candimas Medical Center.
6) Komplain yang tidak bersifat medis, akan ditangani oleh Tim
Pengaduan Publik dengan pihak yang terkait berdasarkan standar
Rumah Sakit Candimas Medical Center.
7) Jika jawaban sudah diterima oleh Tim Pengaduan Publik, Tim
Pengaduan Publik akan menyampaikan jawabannya kepada pasien
secara langsung (yang bersifatnya non medis), dan ditemani oleh
bidang pelayanan (yang bersifatnya medis) sebagai jawaban resmi
dari pihak manajemen terkait . Dalam menyampaikan jawaban, Tim
Pengaduan Publik mengundang pasien/keluarga secara kekeluargaan
yang bertempat di ruang layanan komplain.
8) Bila pasien tidak puas dengan jawaban manajemen, Bila perlu
diskusikan solusi dengan Direktur Rumah Sakit Candimas Medical
Center.
9) Semua komplain yang terjadi akan dilaporkan oleh Tim Pengaduan
Publik untuk direkap menjadi laporan bulanan Tim Pengaduan Publik
kepada pihak manajemen.
10) Setiap komplain yang terjadi akan dijadikan acuan untuk perbaikan,
baik dan sisi SDM maupun Sistem pelayanan dan penyeleseian
komplain.
c. Pasien Komplain Diluar Jam Kerja
1) Petugas terkait menerima komplain dari pasien.
2) Minta bantuan kepada Supervisi keperawatan apabila pasien tidak
puas dengan jawaban petugas pada hari itu juga.
3) Bila pasien tidak puas dengan jawaban Supervisi Keperawatan, maka
pasien dipersilahkan mengisi formulir isian kritik dan saran untuk
disampaikan ke manajemen terkait.
4) Supervisi Keperawatan memberikan formulir isian kritik dan saran
tentang isi komplainnya kepada Tim Pengaduan Publik untuk
ditindaklanjuti keesokan harinya.
5) Tim Pengaduan Publik akan menyampaikan kepada manajemen
terkait dan pihak yang terkait atas komplain tersebut dan meminta
jawabannya.
6) Komplain yang bersifat medis, akan disampaikan kepada bidang
pelayanan yang kemudian dirapatkan di komite medik (jika perlu)
untuk memberikan jawaban dan penjelasannya berdasarkan standar
Rumah Sakit Candimas Medical Center.
7) Komplain yang tidak bersifat medis, akan ditangani oleh Tim
Pengaduan Publik dengan pihak yang terkait berdasarkan standar Tim
Pengaduan Publik Rumah Sakit Candimas Medical Center
8) Jika jawaban sudah diterima, Tim Pengaduan Publik akan
menyampaikan jawabannya kepada pasien secara langsung (yang
bersifatnya non medis), dan ditemani oleh bidang pelayanan (yang
bersifatnya medis) sebagai jawaban resmi dan pihak manajemen.
Dalam menyampaikan jawaban, Tim Pengaduan Publik mengundang
pasien/keluarga secara kekelurgaan yang bertempat di ruang tamu.
9) Bila pasien tidak puas dengan jawaban manajemen, Bila perlu
diskusikan solusi dengan Direktur Rumah Sakit Candimas Medical
Center.
10) Semua komplain yang terjadi akan di laporkan oleh Tim Pengaduan
Publik untuk direkap menjadi laporan bulanan Tim Pengaduan Publik
kepada pihak manajemen.
11) Setiap komplain yang terjadi akan dijadikan acuan untuk perbaikan,
baik dari sisi SDM maupun Sistem pelayanan dan penyelesaian
komplain.
d. Pasien Komplain Iangsung ke Tim Pengaduan Publik
1) Tim Pengaduan Publik terkait menerima komplain dari
pasien/keluarga dan mencatat komplain tersebut.
2) Tim Pengaduan Publik akan meminta waktu kepada pasien untuk
meminta jawaban dari unit terkait saat itu juga.
3) Tim Pengaduan Publik akan menyampaikan jawaban kepada pasien
sesuai dengan jawaban yang diberikan oleh unit terkait. Jika komplain
menyangkut medis maka Tim Pengaduan Publik akan ditemani oleh
dokter pemberi informasi medis.
4) Jika pasien tidak puas dengan jawaban dan unit terkait, maka Tim
Pengaduan Publik akan meminta waktu kepada pasien untuk
disampaikan ke pihak manajemen.
5) Tim Pengaduan Publik membuat laporan tertulis dengan lengkap
untuk disampaikan ke manajemen.
6) Pihak manajemen akan memberikan jawaban kepada Tim Pengaduan
Publik untuk disampaikan kepada pasien sebagai jawaban resmi dan
manajemen.
7) Komplain yang bersifat medis, akan disampaikan kepada bidang
pelayanan yang kemudian dirapatkan di komite medik (jika perlu)
untuk memberikan jawaban dan penjelasannya berdasarkan standar
Rumah Sakit Candimas Medical Center.
8) Komplain yang tidak bersifat medis, akan diatasi oleh Tim Pengaduan
Publik dengan pihak yang terkait berdasarkan standar Rumah Sakit
Candimas Medical Center.
9) Bila pasien tidak puas dengan jawaban manajemen, Bila perlu
diskusikan solusi dengan Direktur Rumah Sakit Candimas Medical
Center.
10) Semua komplain yang terjadi akan dilaporkan oleh Tim Pengaduan
Publik untuk direkap menjadi laporan bulanan Tim Pengaduan Publik
kepada pihak manajemen.
11) Setiap komplain yang terjadi akan dijadikan acuan untuk perbaikan,
baik dari sisi SDM maupun Sistem pelayanan.
e. Penyelesaian komplain melalui Kotak Saran.
1) Komplain/keluhan pelanggan melalui kotak saran.
2) Tim Pengaduan Publik mengambil formulir komplain/keluhan dikotak
saran.
3) Formulir komplain dicatat oleh tim pengaduan publik sebagai surat
masuk.
4) Tim pengaduan publik meneruskan komplain kepada bagian yang
mendapatkan komplain.
5) Komplain/Keluhan yang belum dapat terselesaikan setelah batas
waktu dilaporkan kepada Direktur Rumah Sakit melalui Tim
Pengaduan Publik.
6) Untuk keluhan yang sifatnya harus segera mendapat
penanganan/solusi, dapat dilaporkan langsung ke Direktur tanpa
menunggu saat rapat pimpinan.
7) Formulir komplain yang sudah diverifikasi oleh bagian yang
mendapat komplain dikembalikan kembali ke Tim Pengaduan Publik.
f. Penyelesaian komplain dari media masa.
1) Tim Pengaduan Publik menerima informasi keluhan pelanggan dari
Media Massa dan mencatat dalam Buku Keluhan Pelanggan.
2) Melaporkan melalui atasan untuk klarifikasi keluhan yang diterima.
3) Mengadakan koordinasi dengan bagian/bidang terkait untuk
penyelesaian keluhan pelanggan.
4) Menanggapi keluhan pelanggan baik melalui media atau menemui
langsung pelanggan yang bersangkutan untuk memberikan klarifikasi.
g. Penyelesaian komplain melalui Media lain (SMS, Email & Website)
1) Komplain dicatat dalam buku agenda keluhan pelanggan.
2) Ditangani seperti dengan keluhan melalui Kotak Saran.
3) Respon dan evaluasi keluhan pelanggan.
4) Tim Pengaduan Publik melakukan evaluasi terhadap keluhan
pelanggan yang tercatat dalam Buku Keluhan Pelanggan.
5) Jika ada keluhan yang belum diselesaikan, maka segera menghubungi
Bagian/Bidang yang terkait untuk menyelesaikan.
6) Jika ada keluhan yang sama terulang kembali, maka berkoordinasi
dengan Bidang/Bagian yang terkait dan Bidang/Bagian yang
bersangkutan atau langsung kepada Direktur Rumah Sakit .
7) Memberikan masukan kepada Bidang/Bagian terkait untuk lebih
meningkatkan pelayanan agar dapat mengurangi keluhan pelanggan.

h. Alur Proses
1) Alur Proses Komplain Di hari Kerja Dan Di luar Hari kerja

Pasien komplain pada unit


(Langsung & tak langsung (SMS,Kotak
Saran,email danWebsite )

Diluar hari kerja

Hari kerja

Supervisor Keperawatan

Pasien tidak puas Pasien Puas


tim pengaduan publik Unit Terkait

Pasien Puas Pasien Tidak Puas Tim pengaduan publik

Pasien Tidak Puas Pasien Puas

Manajemen
2) Alur Proses Komplain Iangsung ke tim pengaduan publik

Pasien komplain

Tim pengaduan publik Unit Terkait

Pasien Puas Pasien Tidak Puas

Manajemen

Adapun Setiap komplain yang masuk didikumentasikan dalam buku


komplain yang dikelola oleh tim pengaduan publik.
Buku komplain setidaknya memuat:
a) Perihal yang dikeluhkan, beserta kronologinya
b) Identitas penyampai komplain (bila teridentifikasi)
c) Kapan dan dimana unit yang dikeluhkan
d) Unit yang bertanggungjawab menyelesaikannya
e) Tindak lanjut komplain
f) Status tindak lanjut penyelesaian komplain.
Setiap komplain direkap, termasuk tindak lanjut penyelesainnya, serta
status penyelesainnya. Setiap tindakan penyelesaiannya di dokumentasikan dan
dicantumkan tanggal penyelesainnya.
Laporan komplain merupakan bagian dari laporan kinerja unit subbag
Tata Usaha. Analisa komplain dilakukan setiap 3 (tiga) bulan sekali. Komplain
di kelompokkan menurut:
a) Unit yang dikomplain
b) Kriteria komplain (pelayanan, SDM, fasilitas, sistem dan prosedur)
c) Media/saluran yang digunakan (langsung, kotak saran, SMS, media massa
dan lain–lain).
7. DPJP
Setiap pasien yang memerlukan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit
berhak memilih dokter penanggung jawab dan kelas perawatan sesuai dengan
keinginannya dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit. Pasien wajib
mengenal identitas para dokter dan praktisi yang lain yang bertanggung jawab
melayani mereka. Adapun pemilihan dokter penanggung jawab pelayanan
berdasarkan formulir pemilihan dokter yang telah diisi oleh pasien/keluarga.
Rumah Sakit merespon keinginan pasien terhadap permintaan tambahan
informasi tentang tanggung jawab praktisi untuk pelayanannya.
Adapun DPJP (Dokter Penanggung Jawab Pelayanan) : adalah
seorang dokter, sesuai dengan kewenangan klinisnya terkait penyakit pasien,
memberikan asuhan medis lengkap (paket) kepada satu pasien dengan satu
patologi/penyakit, dari awal sampai dengan akhir perawatan di rumah sakit,
pada semua lini rumah sakit. Asuhan medis lengkap artinya melakukan
asesmen medis sampai dengan implementasi rencana serta tindak lanjutnya
sesuai kebutuhan pasien..
Apabila ada Dokter yang memberikan pelayanan interpretatif,
misalnya memberikan uraian/data tentang hasil laboratorium atau radiologi,
patologi anatomi dan rehabilitasi medic, tidak dipakai istilah DPJP, karena
tidak memberikan asuhan medis yang lengkap. Misalkan pasien memerlukan
tindakan imaging dengan kontras.Maka pasien dialih kelolakan ke dokter
tersebut dan tanggung jawab ada pada dokter pelaksana selama tindakan,
setelah selesai tindakan maka tanggung jawab dikembalikan ke dokter
penanggung jawab pelayanan.
Dengan kata lain Asuhan pasien (patient care) diberikan dengan pola
Pelayanan Berfokus pada Pasien (Patient Centered Care), dan DPJP
merupakan Ketua (Team Leader) dari tim yang terdiri dari para professional
pemberi asuhan pasien/staf klinis dengan kompetensi dan kewenangan yang
memadai, yang antara lain terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi, apoteker,
fisioterapis dsb sebagai Tim interdisiplin. Dan ada pula seorang Case
manager : adalah profesional di rumah sakit yang melaksanakan manajemen
pelayanan pasien, yaitu proses kolaboratif mengenai asesmen, perencanaan,
fasilitasi, koordinasi asuhan, evaluasi dan advokasi untuk opsi dan pelayanan
bagi pemenuhan kebutuhan pasien dan keluarganya yang komprehensif,
melalui komunikasi dan sumber daya yang tersedia sehingga memberi hasil
(outcome) yang bermutu dengan biaya–efektif.
a. Asuhan Medis
Asuhan pasien yang dilakukan oleh masing–masing pemberi asuhan,
terdiri dari 2 blok kegiatan : Asesmen pasien dan Implementasi rencana.
1) Asesmen pasien terdiri dari 3 langkah :
a) Pengumpulan informasi, antara lain anamnesa, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang, dsb
b) Analisis informasi menghasilkan diagnosis, masalah atau kondisi,
untuk mengidentifikasi kebutuhan pelayanan pasien
c) Menyusun rencana (care plan) pelayanan dan pengobatan, untuk
memenuhi kebutuhan pelayanan pasien
2) Implementasi rencana dan monitor
Asuhan medis di rumah sakit diberikan oleh dokter spesialis,
disebut sebagai DPJP. Di Instalasi Gawat Darurat dokter jaga yang
telah menjalani pelatihan bersertifikat kegawat daruratan, antara lain
BTCLS, ACLS, PPGD, menjadi DPJP pada saat asuhan awal pasien
gawat darurat. Saat pasien dikonsul/rujuk ke dokter spesialis dan
memberikan asuhan medis, maka dokter spesialis tersebut menjadi
DPJP pasien tersebut menggantikan DPJP tersebut sebelumnya.
Pemberian asuhan medis di rumah sakit agar mengacu kepada Buku
Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik di Indonesia (Kep
KKI no 18/KKI/KEP/IX/2006).Penerapan panduan ini selain menjaga
mutu asuhan dan keselamatan pasien, juga dapat menghindari
pelanggaran disiplin.
Asas, Dasar, Kaidah dan Tujuan Praktik Kedokteran di Indonesia
intinya adalah sbb :
a) Asas: nilai ilmiah, manfaat, keadilan, kemanusiaan,
keseimbangan, serta perlindungan dan keselamatan pasien
b) Kaidah dasar moral:
i. Menghormati martabat manusia (respect for person)
ii. Berbuat baik (beneficence)
iii. Tidak berbuat yang merugikan (non–maleficence)
iv. Keadilan (justice).
c) Tujuan:
a. memberikan perlindungan kepada pasien
b. mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis.
c. memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter,
dan dokter gigi.
b. Kewenangan Klinis Dan Evaluasi Kinerja
1) Setiap dokter yang bekerja di rumah sakit yang melakukan asuhan
medis, termasuk pelayanan interpretatif harus memiliki SK dari
Direktur/Kepala Rumah Sakit berupa Surat Penugasan Klinis/SPK
(Clinical appointment), dengan lampiran Rincian Kewenangan
Klinis/RKK (Clinical Privilege). Penerbitan SPK dan RKK tsb harus
melalui proses kredensial dan rekredensial yang mengacu kepada
Permenkes 755/2011 tentang penyelenggaraan Komite Medik di
Rumah Sakit.
2) Regulasi tentang evaluasi kinerja profesional Dokter Penanggung
Jawab Pelayanan (DPJP) ditetapkan Direktur dengan mengacu ke
Permenkes 755/2011 tentang penyelenggaraan Komite Medik di
Rumah Sakit dan Standar Akreditasi Rumah Sakit versi 2012,
khususnya Bab KPS (Kualifikasi dan Pendidikan Staf).
c. Penunjukan DPJP
Kriteria penunjukan DPJP Utama untuk seorang pasien dapat digunakan
butir–butir sbb:
a) DPJP Utama dapat merupakan DPJP yang pertama kali mengelola
pasien pada awal perawatan
b) DPJP Utama dapat merupakan DPJP yang mengelola pasien dengan
penyakit dalam kondisi (relatif) terparah
c) DPJP Utama dapat ditentukan melalui kesepakatan antar para DPJP
terkait
d) DPJP Utama dapat merupakan pilihan dari pasien
d. Tata Laksana DPJP
1) Setiap pasien yang mendapat asuhan medis di rumah sakit baik rawat
jalan maupun rawat inap harus memiliki DPJP.
2) Di unit/instalasi gawat darurat dokter jaga menjadi DPJP pada
pemberian asuhan medis awal/penanganan kegawat–daruratan.
Kemudian selanjutnya saat dikonsul/rujuk ditempat (on side) atau
lisan ke dokter spesialis, dan dokter spesialis tsb memberikan asuhan
medis (termasuk instruksi secara lisan) maka dokter spesialis tsb telah
menjadi DPJP pasien, sehingga DPJP berganti.
3) Apabila pasien mendapat asuhan medis lebih dari satu DPJP, maka
harus ditunjuk DPJP Utama yang berasal dari para DPJP pasien
terkait. Kesemua DPJP tsb bekerja secara tim dalam tugas mandiri
maupun kolaboratif. Peran DPJP Utama adalah sebagai koordinator
proses pengelolaan asuhan medis bagi pasien (sebagai “Kapten Tim“),
dengan tugas menjaga terlaksananya asuhan medis komprehensif–
terpadu–efektif, keselamatan pasien, komunikasi efektif, membangun
sinergisme, mencegah duplikasi
4) Setiap penunjukan DPJP harus diberitahu kepada pasien dan atau
keluarga
5) Koordinasi dan transfer informasi antar DPJP dilakukan secara lisan
dan tertulis sesuai kebutuhan. Bila ada pergantian DPJP pencatatan di
rekam medis harus jelas tentang alih tanggung jawabnya.
6) Di unit pelayanan intensif, pelayanan anestesiologi dalam terapi
intensif adalah tindakan medis yang dilakukan melalui pendekatan tim
sesuai dengan kompetensi dan kewenangan yang dimiliki. Tim
pengelola pelayanan di pimpim oleh dokter spesialis anestesi dengan
anggota dan/atau dokter lain dan perawat anestesi/perawat.
7) Di kamar operasi DPJP Bedah adalah ketua dalam seluruh kegiatan
pada saat di kamar operasi.
8) Pada keadaan khusus misalnya seperti konsul saat di atas meja
operasi/sedang dioperasi, dokter yang dirujuk melakukan
tindakan/memberikan instruksi, maka otomatis menjadi DPJP juga
bagi pasien.
9) Dalam pelaksanaan pelayanan dan asuhan pasien, bila DPJP dibantu
oleh dokter lain (dokter ruangan, residen), maka DPJP yang
bersangkutan harus memberikan supervisi, dan melakukan validasi
berupa pemberian paraf/tandatangan pada setiap catatan kegiatan tsb
di rekam medis(dalam 1x24 jam pasien harus sudah dipegang oleh
dokter spesialis. Bila belum bisa dapat di kelola oleh DPJP dokter
spesialis yang setara)
10) Asuhan pasien dilaksanakan oleh para professional pemberi asuhan
yang bekerja secara tim interdisiplin sesuai konsep Pelayanan Fokus
pada Pasien (Patient Centered Care), DPJP sebagai ketua tim (Team
Leader) harus proaktif melakukan koordinasi dan mengintegrasikan
asuhan pasien, serta berkomunikasi intensif dan efektif dalam tim
11) DPJP harus aktif dan intensif dalam pemberian edukasi/informasi
kepada pasien karena merupakan elemen yang penting dalam konteks
Pelayanan Fokus pada Pasien (Patient Centered Care), selain juga
merupakan kompetensi dokter dalam area kompetensi ke 3 (Standar
Kompetensi Dokter Indonesia, KKI 2012; Penyelenggaraan Praktik
Kedokteran Yang Baik di Indonesia, KKI 2006))
12) Pendokumentasian yang dilakukan oleh DPJP di rekam medis harus
mencantumkan nama dan paraf/tandatangan. Pendokumentasian
dilakukan. di form asesmen awal medis, catatan perkembangan pasien
terintegrasi/CPPT (Integrated note), form asesmen pra anestesi/sedasi,
instruksi pasca bedah, form edukasi/informasi ke pasien. Termasuk
juga pendokumentasian keputusan hasil pembahasan tim medis, hasil
ronde bersama multi kelompok staf medis/departemen, dsb.
13) Pada kasus tertentu DPJP sebagai ketua tim dari para professional
pemberi asuhan bekerjasama erat dengan Manajer Pelayanan Pasien
(Hospital Case Manager), sesuai dengan Panduan Pelaksanaan
Manajer Pelayanan Pasien (dari KARS, edisi I 2013), agar terjaga
kontinuitas pelayanan.
14) Pada setiap rekam medis harus ada pencatatan tentang DPJP, dalam
satu formulir yang diisi secara periodik sesuai kebutuhan, yaitu nama
dan gelar setiap DPJP, tanggal mulai dan akhir penanganan pasien,
DPJP Utama nama dan gelar, tanggal mulai dan akhir sebagai DPJP
Utama. Daftar ini bukan berfungsi sebagai daftar hadir
15) Keterkaitan DPJP dengan Alur Perjalanan Klinis/Clinical Pathway,
setiap DPJP bertanggung jawab mengupayakan proses asuhan pasien
(baik asuhan medis maupun asuhan keperawatan atau asuhan lainnya)
yang diberikan kepada pasien patuh pada Alur Perjalanan
Klinis/Clinical Pathway yang telah ditetapkan oleh RS. Tingkat
kepatuhan pada Alur Perjalanan Klinis/Clinical Pathway ini akan
menjadi objek Audit Klinis dan Audit Medis.
8. Second Opinion
Rumah Sakit memberitahukan kepada pasien dan atau keluargannya
mengenai alternatif pelayanan dan pengobatan di Rumah Sakit. Pasien berhak
meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain
yang mempunyai kompetensi dan Surat Ijin Praktek (SIP) didalam maupun
diluar Rumah Sakit. Dan Rumah Sakit memberikan dukungan atas hak
pelayanan second opinion tersebut kepada pasien yang menghendaki
permintaan second opinion, sepanjang dokter yang diminta adalah dokter
Rumah Sakit dari dalam maupun dari luar. Hak pasien tentang second opinion
diwujudkan dalam bentuk pemberian formulir permintaan second opinion,
dan apabila diminta oleh pasien/keluarga maka rumah sakit hanya
menyediakan data–data yang dibutuhkan untuk pelaksanaan second opinion.
9. Kerahasiaan Informasi dan Privasi
a. Kerahasiaan Informasi
Perlindungan kerahasiaan informasi pasien adalah suatu usaha
perlindungan yang diberikan oleh pihak Rumah Sakit terhadap segala
kerahasiaan informasi dan data–data medis atas kondisi pasien selama
dirawat/mendapat pelayanan kesehatan. Semua pasien yang mendapat
pelayanan kesehatan di Rumah Sakit berhak atas perlindungan
kerahasiaan informasi dan data–data medis dari pihak–pihak yang tidak
berkompeten.
Perlindungan kerahasiaan informasi medis pasien dilaksanakan
dalam bentuk pelepasan informasi medis hanya bisa dilakukan sesuai
dengan identitas data yang tertulis dalam form kewenangan pemberian
informasi, yang data tersebut telah diisi oleh pasien/keluarga pasien.
Kemudian form tersebut ditindaklanjuti oleh pihak–pihak yang terkait.
Rumah Sakit menghormati hak pasien dalam beberapa situasi
untuk mendapatkan hak istimewa dalam menentukan informasi apa saja
yang berhubungan dengan pelayanan yang boleh disampaikan kepada
keluarga atau pihak lain dalam situasi tertentu. Apabila pasien telah
meninggal dunia saat dalam perawatan di Rumah Sakit, yang berhak
diberi tahu atas informasi tersebut adalah keluarga kandung terdekat dan
atau wali yang syah menurut undang–undang.
Adapun pembukaan atas kerahasiaan informasi mengenai pasien
dalam rekam medik diperbolehkan dalam UU No 29 tahun 2004, yaitu
sebagai berikut:
1) Diminta oleh aparat penegak hukum dalam rangka penegakan hukum
misalnya, visum et repertum.
2) Atas permintaan pasien sendiri.
3) Untuk kepentingan kesehatan pasien itu sendiri.
4) Berdasarkan ketentuan perundang–undangan yang berlaku, misalnya;
undang–undang wabah, undang–undang karantina, dan lain
sebagainya.
Kemudian Rumah Sakit menghormati kerahasiaan informasi
kesehatan pasien dengan membatasi akses ke ruang penyimpanan rekam
medik melalui pintu otomatis, yang hanya bisa dibuka oleh orang yang
memiliki akses ke ruang tersebut. Kemudian rekam medik juga tidak
diletakkan ditempat umum. Pihak yang mengakses kerahasiaan informasi
memiliki kewenangan dari rumah sakit atas seijin direktur rumah sakit
dan atau atas persetujuan pasien dan sudah disumpah mengenai
kerahasiaan informasi misalnya DPJP, Asuransi, lembaga pemerintah dan
lain sebagainya.
Seluruh staf Rumah Sakit diambil sumpahnya untuk dapat
menjaga kerahasiaan dalam melindungi hak pasien terhadap segala
informasi medis.
b. Privasi Pasien
Staf Rumah Sakit di setiap unit mengidentifikasi harapan dan
kebutuhan privasi pasien selama pelayanan dan pengobatan. Rumah Sakit
merespon keinginan pasien untuk dihormati privasinya pada setiap
wawancara klinis, pemeriksaan, prosedur/pengobatan dan transportasi,
dan bila diperlukan maka akan disediakan form permintaan privasi
terhadap sesuatu sesuai dengan permintaan tertulis pasien/keluarga.
10. Informasi Medis
Pasien berhak mendapatkan informasi yang meliputi diagnosis
penyakitnya dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis yang akan
dilakukan, alternatif tindakan, resiko tindakan dan komplikasi yang mungkin
terjadi atas tindakan tersebut dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan
serta perkiraan biaya pengobatan. Setiap hasil perkembangan penyakit, pasien
dan atau keluarganya akan diberi tahu tentang hasil dari pelayanan,
pengobatan dan hasil yang tidak diantisipasi dari pelayanan dan pengobatan
tersebut. Yang berwenang untuk memberikan informasi adalah dokter
penanggung jawab dan atau dokter yang diberikan kewenangan. Adapun yang
berhak menerima informasi medis adalah orang yang tertulis didalam form
Kewenangan Pemberian Informasi kemudian pemberian informasi tersebut
diberikan secara lisan dan tertulis dengan menggunakan form pemberian
informasi dan edukasi.
Adapun sesuai dengan Pasal 45 UU Praktik Kedokteran maka batasan
minimal informasi yang diberikan kepada pasien adalah sebagai berikut;
a. Diagnosis dan tata cara tindakan medis
b. Tujuan tindakan medis yang dilakukan
c. Alternatif tindakan lain dan risikonya
d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan
e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
11. Persetujuan dan Penolakan Tindakan
a. General Consent
Saat pertama kali melakukan pelayanan dan pengobatan di
Rumah Sakit, pasien dan keluaganya diberikan Persetujuan Umum
(General Consent) oleh bagian pendaftaran kemudian didokumentasikan
di dalam rekam medis pasien.
Di setiap akan melakukan tindakan medis yang beresiko tinggi,
pasien/keluarga akan diberi tahu dan berhak memberikan persetujuan
atau penolakan atas tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan
terhadap penyakit yang dideritanya setelah pasien mendapatkan
informasi atas tindakan tersebut, dengan mengisi form
persetujuan/penolakan dan informasi tindakan.
Adapun menurut PMK 290/2008 tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran, maka yang berhak memberikan persetujuan adalah pasien
dewasa atau bukan anak menurut perundang–undangan atau telah/pernah
menikah, tidak terganggu kesadaran fisiknya, mampu berkomunikasi
secara wajar, tidak mengalami kemunduran pekembangan (retardasi)
mental, dan tidak mengalami penyakit mental, sehingga mampu
membuat keputusan secara bebas. Dan menurut Landasan hukum anak :
1) Berdasarkan KUHP à umur >= 21 th atau telah menikah
dianggap sebagai orang dewasa
2) Berdasarkan UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak >
= 18 tahun dianggap sudah bukan anak–anak.
Akan tetapi Dalam hal pasien tidak cakap untuk memberikan
persetujuan sebagaimana dimaksud pada pernyataan diatas, persetujuan
dapat diberikan oleh keluarga terdekat atau pengampunya, hal ini sesuai
dengan Pasal 6 dari Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 36 Tahun 2012 Tentang Rahasia Kedokteran.
Segala akibat atas keputusannya tersebut, pasien telah
memahaminya dan tidak akan menyalahkan pihak Rumah Sakit atas
keputusan tersebut apabila terjadi sesuatu hal yang tidak diharapkan.
Informasi tersebut diberikan oleh dokter penanggung jawab
pelayanan pasien/dokter yang bertugas saat itu, dan didokumentasikan di
dalam form persetujuan/penolakan/penundaan/tidak melanjutkan
pelayanan dan pengobatan.
Sementara berkaitan dengan tindakan yang sudah tercantum di
dalam general konsen maka petugas kesehatan ketika akan melakukan
tindakan tersebut cukup memberitahukan ulang lewat lisan saja,
mengingat persetujuannyan sudah ada pada general konsen, kecuali
pasien/Keluarga menolak tindakan tersebut, maka diperlukan form
penolakan tindakan.
b. Pulang Atas Permintaan Sendiri/APS
Apabila pasien/keluarga menghendaki membawa pulang pasien
dikarenakan suatu hal, yang semua itu berlatar belakang keputusan
pasien/keluarga sendiri, maka rumah sakit berkewajiban menfasilitasi hal
itu dengan memberitahukan pasien dan keluarga bahwa :
1) Hal tersebut merupakan hak mereka untuk menolak atau tidak
melanjutkan pengobatan.
2) Pasien dan/keluarga memahami sepenuhnya penjelasan yang
diberikan dari pihak Rumah Sakit mengenai penyakit dan
kemungkinan/konsekuensi terbaik sampai dengan terburuk atas
keputusan yang ambil oleh pasien dan atau keluarga.
3) Hal tersebut yang berkaitan dengan putusan yang telah diambil,
maka itu menjadi tanggung jawab pasien dan atau keluarga
sepenuhnya.
4) Keputusan yang diambil pasien dan atau keluarga ini, terlebih dahulu
rumah sakit telah memberikan penjelasan mengenai alternatif
pelayanan dan pengobatan selanjutnya.

12. Do Not Resusitation /DNR


Kemudian pada saat pasien memberikan penolakan terhadap
pelayanan resusitasi dan membatalkan atau mundur dari pengobatan bantuan
hidup dasar, Rumah Sakit merespon permintaan tersebut dengan
memberikan formulir permintaan DNR untuk diisi oleh pasien dan
ditindaklanjuti oleh pihak terkait. Rumah Sakit memperlakukan pasien DNR
sesuai dengan norma agama dan budaya masyarakat, persyaratan hukum dan
peraturan yang berlaku.
Adapun prinsip–prinsip yang harus diperhatikan dalam DNR adalah:
a. Harus tetap ada anggapan untuk selalu melakukan resusitasi kecuali telah
dibuat keputusan secara lisan dan tertulis untuk tidak melakukan
resusitasi (DNR).
b. Keputusan tindakan DNR ini harus dicatat di rekam medis pasien.
c. Komunikasi yang baik sangatlah penting.
d. Dokter harus berdiskusi dengan pasien yang memiliki kemungkinan
henti napas/jantung mengenai tindakan apa yang pasien ingin tim medis
lakukan jika hal ini terjadi.
e. Pasien harus diberikan informasi selengkap–lengkapnya mengenai
kondisi dan penyakit pasien, prosedur RJP dan hasil yang mungkin
terjadi.
f. Tanggung jawab dalam mengambil keputusan DNR terletak pada dokter
penanggung jawab pelayanan pasien/dokter umum yang
bertanggungjawab atas pasien. Jika terdapat keraguan dalam mengambil
keputusan, dapat meminta saran dari dokter senior.
g. RJP sebaiknya tidak dilakukan pada kondisi–kondisi berikut ini:
1) RJP dinilai tidak dapat mengembalikan fungsi jantung dan
pernapasan pasien
2) Pasien dewasa, yang kompeten secara mental dan memiliki kapasitas
untuk mengambil keputusan, menolak untuk dilakukan usaha RJP
3) Terdapat alasan yang valid, kuat, dan dapat diterima mengenai
pengambilan keputusan untuk tidak melakukan tindakan RJP.
4) Terdapat perintah DNR sebelumnya yang valid, lengkap, dan dengan
alasan kuat.
5) Pada pasien–pasien yang berada dalam fase terminal
penyakitnya/sekarat, di mana tindakan RJP tidak dapat menunda fase
terminal/kodisi sekarat pasien dan tidak memberikan keuntungan
terapetik (risiko/bahayanya melebihi keuntungannya); Contoh: henti
jantung/napas yang dialami pasien merupakan kejadian alamiah
akibat penyakit terminal yang diderita. Pada kasus ini, RJP mungkin
dapat mengembalikan fungsi jantung–paru pasien secara sementara
tetapi kondisi keseluruhan pasien dapat memburuk dan henti
jantung /napas akan terjadi kembali, yang merupakan bagian dari
proses alamiah dan tidak dapat terhindarkan dari proses
sekarat/kematian pasien.
6) Melakukan RJP pada kasus di atas akan membahayakan/merugikan
pasien dan bertolak belakang dengan etika kedokteran (prinsip ‘do no
harm’).
h. Semua pasien harus menjalani asesmen secara personal.
i. Pengambilan keputusan DNR harus merupakan langkah terbaik untuk
pasien dan harus didiskusikan dengan pasien meskipun tidak ada
kewajiban secara etika untuk mendiskusikan DNR dengan pasien–pasien
yang menjalani perawatan paliatif (di mana usaha RJP adalah sia–sia).
j. Diskusi dengan pasien dan keluarga merupakan hal yang penting dan
tergantung dengan kapasitas mental dan harapan hidup pasien. Diskusi
dapat dilakukan oleh konsultan rumah sakit, dokter umum, atau perawat
yang bertugas. Staf harus memberitahukan hasil diskusi mereka dengan
pasien kepada dokter penanggung jawab pasien.
k. Jika, pada situasi tertentu, terdapat perbedaan pendapat antara dokter dan
pasien mengenai tindakan DNR, dokter harus menghargai keinginan
pasien (yang kompeten secara mental).
l. Hasil diskusi dengan pasien dan atau keluarganya harus dicatat di rekam
medis pasien.
m. Pada beberapa kasus, tidak terdapat batasan waktu pemberlakuan
instruksi DNR, Misalnya: Keganasan fase terminal.
n. Pada pasien asing (luar negeri) dan populasi etnis minoritas di mana
terdapat kesulitan pemahaman bahasa, harus terdapat layanan
penerjemah yang kompeten.
o. DNR hanya berarti tidak dilakukan tindakan RJP. Penanganan dan
tatalaksana pasien lainnya tetap dilakukan dengan optimal.
p. Tindakan DNR dapat dipertimbangkan dalam kondisi–kondisi sebagai
berikut:
1) Pasien berada dalam fase terminal penyakitnya atau kerugian
/penderitaan yang dirasakan pasien saat menjalani terapi melebihi
keuntungan dilakukannya terapi.
2) Pasien yang kompeten secara mental dan memiliki kapasitas untuk
mengambil keputusan, menolak untuk dilakukan usaha RJP.
3) RJP bertentangan dengan keputusan dini/awal yang dibuat oleh
pasien, yang bersifat valid dan matang, mengenai penolakan semua
tindakan untuk mempertahankan hidup pasien.
13. Pasien Kondisi Kritis
Saat pasien berada dalam kondisi kritis dan atau terminal, pasien berhak
mendapat perlakuan khusus didampingi oleh keluarga dekat atau wali yang
berkepentingan/yang dikehendaki pasien. Pasien dan atau keluarga dapat
menyampaikan harapannya kepada petugas unit terkait atas harapan tersebut
untuk diberikan kemudahan khusus saat keluarga yang berkepentingan
berkunjung.
Rumah Sakit memahami bahwa pasien yang menghadapi kematian
memiliki kebutuhan unik dan menghargai hak pasien yang sedang menghadapi
kematian. Oleh karena itu perlu diketahui tentang:
a. Tanda–tanda Klinis Menjelang Kematian:
1) Kehilangan Tonus Otot, ditandai:
a) Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi turun.
b) Kesulitan dalam berbicara, proses menelan dan hilangnya reflek
menelan.
c) Penurunan kegiatan traktus gastrointestinal, ditandai: nausea, muntah,
perut kembung, obstipasi, dan lainnya.
d) Penurunan kontrol spingter urinari dan rectal.
e) Gerakan tubuh yang terbatas.
2) Kelambatan dalam Sirkulasi, ditandai:
a) Kemunduran dalam sensasi.
b) Sianosis pada daerah ekstermitas.
c) Kulit dingin, pertama kali pada daerah kaki, kemudian tangan, telinga
dan hidung.
3) Perubahan–perubahan dalam tanda–tanda vital
a) Nadi lambat dan lemah.
b) Tekanan darah turun.
c) Pernafasan cepat, cepat dangkal dan tidak teratur.
4) Gangguan Sensori
a) Penglihatan kabur.
b) Gangguan penciuman dan perabaan.
Variasi–variasi tingkat kesadaran dapat dilihat sebelum kematian,
kadang–kadang pasien tetap sadar sampai meninggal. Pendengaran
merupakan sensori terakhir yang berfungsi sebelum meninggal.
b. Tanda–tanda klinis saat meninggal
1) Pupil mata melebar.
2) Tidak mampu untuk bergerak.
3) Kehilangan reflek.
4) Nadi cepat dan kecil.
5) Pernafasan chyene–stoke dan ngorok.
6) Tekanan darah sangat rendah
7) Mata dapat tertutup atau agak terbuka.
c. Tanda–tanda meninggal secara klinis
Secara tradisional, tanda–tanda klinis kematian dapat dilihat melalui
perubahan–perubahan nadi, respirasi dan tekanan darah. Pada tahun 1968,
World Medical Assembly, menetapkan beberapa petunjuk tentang indikasi
kematian, yaitu:
1) Tidak ada respon terhadap rangsangan dari luar secara total.
2) Tidak adanya gerak dari otot, khususnya pernafasan.
3) Tidak ada reflek.
4) Gambaran mendatar pada EKG.
d. Bantuan yang dapat Diberikan
1) Bantuan Emosional
a) Pada fase Denial/Menolak
Dokter/perawat perlu waspada terhadap isyarat pasien dengan denial
dengan cara mananyakan tentang kondisinya atau prognosisnya dan
pasien dapat mengekspresikan perasaan–perasaannya.
b) Pada Fase Marah
Biasanya pasien akan merasa berdosa telah mengekspresikan
perasaannya yang marah. Dokter/Perawat perlu membantunya agar
mengerti bahwa masih merupakan hal yang normal dalam merespon
perasaan kehilangan menjelang kamatian. Akan lebih baik bila
kemarahan ditujukan kepada perawat sebagai orang yang dapat
dipercaya, memberikan rasa aman dan akan menerima kemarahan
tersebut, serta meneruskan asuhan sehingga membantu pasien dalam
menumbuhkan rasa aman.
c) Pada Fase Menawar
Pada fase ini dokter/perawat perlu mendengarkan segala keluhannya
dan mendorong pasien untuk dapat berbicara karena akan
mengurangi rasa bersalah dan takut yang tidak masuk akal.
d) Pada Fase Depresi
Pada fase ini dokter/perawat selalu hadir di dekatnya dan
mendengarkan apa yang dikeluhkan oleh pasien. Akan lebih baik
jika berkomunikasi secara non verbal yaitu duduk dengan tenang
disampingnya dan mengamati reaksi–reaksi non verbal dari pasien
sehingga menumbuhkan rasa aman bagi pasien.
e) Pada Fase Penerimaan
Fase ini ditandai pasien dengan perasaan tenang, damai. Kepada
keluarga dan teman–temannya dibutuhkan pengertian bahwa pasien
telah menerima keadaanya dan perlu dilibatkan seoptimal mungkin
dalam program pengobatan dan mampu untuk menolong dirinya
sendiri sebatas kemampuannya.
2) Bantuan Memenuhi Kebutuhan Fisiologis
a) Kebersihan Diri
Pasien dilibatkan untuk mampu melakukan kerbersihan diri sebatas
kemampuannya dalam hal kebersihan kulit, rambut, mulut, badan,
dan sebagainya.
b) Mengontrol Rasa Sakit
Beberapa obat untuk mengurangi rasa sakit digunakan pada pasien
dengan sakit terminal, seperti morphin, heroin, dan lainya.
Pemberian obat ini diberikan sesuai dengan tingkat toleransi nyeri
yang dirasakan pasien. Obat–obatan lebih baik diberikan Intra Vena
dibandingkan melalui Intra Muskular/Subcutan, karena kondisi
sistem sirkulasi sudah menurun
c) Membebaskan Jalan Nafas
Untuk pasien dengan kesadaran penuh, posisi fowler akan lebih baik
dan pengeluaran sekresi lendir perlu dilakukan untuk membebaskan
jalan nafas, sedangkan bagi pasien yang tidak sadar, posisi yang
baik adalah dengan dipasang drainase dari mulut dan pemberian
oksigen.
d) Bergerak
Apabila kondisinya memungkinkan, pasien dapat dibantu untuk
bergerak, seperti: turun dari tempat tidur, ganti posisi tidur (miring
kiri, miring kanan) untuk mencegah decubitus dan dilakukan secara
periodik, jika diperlukan dapat digunakan alat untuk menyokong
tubuh pasien, karena tonus otot sudah menurun.

e) Nutrisi
Pasien seringkali anorexia, nausea karena adanya penurunan
peristaltik. Dapat diberikan anti emetik untuk mengurangi nausea
dan merangsang nafsu makan serta pemberian makanan tinggi
kalori dan protein serta vitamin. Karena terjadi tonus otot yang
berkurang, terjadi dysphagia, dokter perlu menguji reflek menelan
klien sebelum diberikan makanan, kalau perlu diberikan makanan
cair atau Intra Vena/Infus.
f) Eliminasi
Karena adanya penurunan atau kehilangan tonus otot dapat terjadi
konstipasi, inkontinensia urin dan feses. Obat laxant perlu diberikan
untuk mencegah konstipasi. Pasien dengan inkontinensia dapat
diberikan urinal, pispot secara teratur atau dipasang duk yang
diganti setiap saat atau dipasang kateter. Harus dijaga kebersihan
pada daerah sekitar perineum, apabila terjadi lecet, harus diberikan
salep.
g) Perubahan Sensori
Pasien dengan dying, penglihatan menjadi kabur, pasien biasanya
menolak/menghadapkan kepala ke arah lampu/tempat terang. Pasien
masih dapat mendengar, tetapi tidak dapat/mampu merespon,
perawat dan keluarga harus bicara dengan jelas dan tidak berbisik–
bisik.
3) Bantuan Memenuhi Kebutuhan Sosial
Pasien dengan dying akan ditempatkan diruang isolasi, dan untuk
memenuhi kebutuhan kontak sosialnya, perawat dapat melakukan:
a) Menanyakan siapa–siapa saja yang ingin didatangkan untuk bertemu
dengan pasien dan didiskusikan dengan keluarganya, misalnya:
teman–teman dekat, atau anggota keluarga lain.
b) Menggali perasaan–perasaan pasien sehubungan dengan sakitnya dan
perlu diisolasi.
c) Menjaga penampilan pasien pada saat–saat menerima kunjungan
teman–teman terdekatnya, yaitu dengan memberikan pasien untuk
membersihkan diri dan merapikan diri.
d) Meminta saudara/teman–temannya untuk sering mengunjungi dan
mengajak orang lain dan membawa buku–buku bacaan bagi pasien
apabila pasien mampu membacanya.
4) Bantuan Memenuhi Kebutuhan Spiritual.
a) Menanyakan kepada pasien tentang harapan–harapan hidupnya dan
rencana–rencana pasien selanjutnya menjelang kematian.
b) Menanyakan kepada pasien bila ingin mendapatkan pelayanan
bimbingan kerohanian untuk memenuhi kebutuhan spiritual sesuai
dengan keyakinannya.
c) Membantu dan mendorong pasien untuk melaksanakan kebutuhan
spiritual sebatas kemampuannya.
Keyakinan spiritual mencakup praktek ibadah sesuai dengan
keyakinanya/ritual harus diberi dukungan. Petugas kesehatan dan keluarga
harus mampu memberikan ketenangan melalui keyakinan–keyakinan
spiritualnya. Petugas kesehatan dan keluarga harus sensitive terhadap
kebutuhan ritual pasien yang akan menghadapi kematian, sehingga
kebutuhan spiritual klien menjelang kematian dapat terpenuhi.
14. Pasien berhak menajalankan ibadah sesuai agama dan kepercayaannya
Rumah Sakit memberikan kesempatan kepada pasien dan keluarga
untuk menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinannya sepanjang tidak
menggangu pasien lain. Adapun dalam pelaksanaan ibadahnya
pasien/keluarga pasien dibatasi dalam hal suara dan jumlah jamaah ibadah
yang sekiranya dapat menggangu pasien lain. Pemberian pembatas tirai juga
diperlukan dalam hal menjaga privasi pasien lain yang berdampingan.
15. Perlindungan
a. Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama
dalam pelayanan dan perawatan di Rumah Sakit. Lokasi yang terpencil
atau terisolasi di beri monitor/CCTV dan dipantau secara berkala oleh
petugas keamanan.
b. Pasien berhak mendapatkan perlindungan terhadap kekerasan fisik dari
pihak luar dan dari intern Rumah Sakit, selama berada dalam lingkungan
Rumah Sakit.
c. Rumah sakit melarang pasien/keluarga/pengunjung/karyawan membawa
barang–barang berharga dan barang terlarang (alkohol, minuman keras,
senjata api atau senjata tajam) di lingkungan rumah sakit, dan hanya
membawa barang penting saja.
d. Rumah sakit memberikan informasi dan tidak bertanggung jawab atas
harta benda yang tidak sedang dalam perlindungan. Kecuali barang yang
sedang dalam perlindungan rumah sakit, maka rumah sakit
memberlakukan perlindungan barang tersebut sesuai prosedur, yaitu
dengan mengisi formulir serah terima barang antara orang yang
menitipkan dengan petugas keamanan/security rumah sakit disaksikan
oleh 2 orang saksi. Setiap pasien/pengunjung/karyawan yang berada
dalam lingkungan rumah sakit wajib menjaga dan bertanggung jawab atas
harta benda pribadi.
e. Pasien yang termasuk dalam resiko tinggi yang tidak dapat melaksanakan
tanggung jawab, meliputi :
1) Pasien koma
2) Pasien dengan alat bantu hidup
3) Pasien dengan penyakit menular
4) Pasien immune–supressed
5) Pasien immune–suppressed dan penyakit menular
6) Pasien dialysis
7) Pasien dengan restraint atau dengan alat pengikat
8) Pasien Geriatri/manula
9) Pasien bayi dan anak
f. Setiap individu yang berada dilingkungan Rumah Sakit yang tidak
memiliki identitas diperiksa oleh petugas keamanan dan dicatat.
g. Pemasangan pintu otomatis pada tempat–tempat resiko tinggi yaitu ruang
bayi dan Peristi, Sekaligus hal ini diperketat dengan sistem keluar masuk
melalui seleksi dan pemeriksaan satpam/security di depan ruangan
tersebut. Sehingga segala sesuatu yang keluar dan masuk ke ruang Bayi
dan Peristi disamping terpantau dengan kamera CCTV juga terpantau oleh
penjaga/satpam, yang tentunya hal ini diatur melalui prosedur yang ada.
Termasuk untuk bayi yang sudah diperbolehkan pulang harus bisa
menunjukkan Formulir Serah Terima Bayi.
16. Memberi Saran dan Masukan
Demi peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit, pasien dan keluarga
berhak mengajukan usul, saran dan masukan/perbaikan atas perilaku Rumah
Sakit terhadap dirinya. Saran dan masukan dapat disampaikan melalui kotak
saran, atau menyampaikan melalui petugas unit terkait secarara langsung dan
juga bisa langsung melalui bagian Tim Pengaduan Publik.
17. Bimbingan Rohani
a) Setiap pasien mempunyai hak atas kebutuhan pelayanan kerohanian
b) Setiap pasien berhak menolak apabila ditawarkan/diberikan pelayanan
bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan kepercayaan yang
dianutnya.
c) Rumah Sakit dan seluruh stafnya memiliki proses untuk mengidentifikasi
dan menghormati nilai–nilai dan kepercayaan pasien dan atau keluarganya
dalam asuhan. Terdapat pula proses merespon permintaan yang berkenaan
dengan agama atau dukungan spiritual. Setiap pasien mempunyai hak atas
kebutuhan pelayanan kerohanian selama dalam perawatan di Rumah Sakit.
Pelayanan bimbingan kerohanian dilakukan oleh pihak internal Rumah
Sakit sendiri atau pihak luar yang bekerja sama dengan Rumah Sakit
melalui MOU yang telah disepakati bersama kedua belah pihak. Pelayanan
bimbingan kerohanian dapat dilaksanakan atas permintaan pasien/keluarga
pasien dengan mengisi formulir Permintaan Pelayanan Rohani yang telah
disediakan oleh rumah sakit. Segala beban biaya yang muncul atas
pelayanan ini dibebankan kepada pasien.
Adapun daftar nama Rohaniawan yang ditunjuk adalah sebagai berikut :
1) Rohaniawan islam :
2) Kerohanian Kristen, Katholik, Budha, Hindu dan Konghucu
berdasarkan MOU.
18. Hak Menuntut
Pasien berhak menggugat dan atau menuntut baik secara perdata
maupun pidana kepada pihak Rumah Sakit apabila Rumah Sakit secara benar
dan atau terbukti telah memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan
standar profesi dan standar pelayanan operasional sesuai dengan standar
pelayanan publik, sehingga dapat memperburuk keadaan atau mengancam
nyawa pasien.
19. Penyampaian Keluhan
Pasien berhak mengutarakan keluhan, konflik, atau perbedaan
pendapat terhadap pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar
pelayanan dan harapan pasien melalui tim pengaduan publik, unit terkait,
media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang–
undangan.
Rumah Sakit memiliki proses penyelidikan, telaah, penyelesaian,
klarifikasi terhadap keluhan, konflik, atau perbedaan pendapat mengenai
pelayanan Rumah Sakit. Lihat point no. 6 tentang Managemen Komplain.
BAB III
RUANG LINGKUP

A. Pada Saat Pendaftaran.


Pada saat pendaftaran, baik di rawat jalan maupun rawat inap, petugas
administrasi akan memberikan penjelasan kepada pasien/keluarga dengan bahasa
yang mudah dimengerti mengenai 18 butir hak pasien berdasarkan Undang–
Undang no 44 tentang Rumah Sakit kepada pasien/keluarga pada saat akan
dirawat di Rumah Sakit Candimas Medical Center Pasien/keluarga diberi
pemahaman bahwa pasien sesungguhnya adalah penentu keputusan tindakan
medis bagi dirinya sendiri. Seperti yang tertera pada Undang–Undang No. 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit, dimana Undang–Undang ini bertujuan untuk
“memberikan perlindungan kepada pasien”, “mempertahankan dan meningkatkan
mutu pelayanan medis”, dan “memberikan kepastian hukum bagi pasien maupun
dokter”.
Untuk pasien rawat jalan apabila pasien baru pertama kali datang
berkunjung ke Rumah Sakit Candimas Medical Center, pasien akan dipersilahkan
mengisi formulir General Consent yang dibubuhi tanda tangan dan nama terang.
Untuk pasien rawat inap setiap kali datang akan dipersilahkan mengisi formulir
General Consent yang dibubuhi tanda tangan dan nama terang.
Adanya hak pasien membantu meningkatkan kepercayaan pasien/keluarga
dengan memastikan bahwa sistem pelayanan di Rumah Sakit Candimas Medical
Center bersifat cukup adil, efisien dan responsif terhadap kebutuhan mereka,
memberitahukan kepada pasien mekanisme untuk memenuhi keinginan mereka,
dan mendorong pasien/keluarga untuk mengambil peran aktif serta kritis dalam
meningkatkan kesehatan mereka. Selain itu, hak dan kewajiban juga dibuat untuk
menegaskan pola hubungan yang kuat antara pasien dengan dokter.
B. Pada Saat Pengobatan.
Pada saat pasien berkunjung ke poliklinik, UGD atau sedang dirawat di
ruang perawatan, akan berlangsung tanya jawab antara pasien dan dokter
(anamnesis), pasien harus bertanya (berusaha mendapatkan hak pasien sebagai
konsumen). Bila  berhadapan dengan keraguan atas suatu keputusan dalam
pengobatan maupun pilihan tindakan medis yang akan dilakukan, itu saatnya
pasien mencari dokter lain atau mencari second opinion ditempat lain/dirumah
sakit lainnya dengan konsekuensi biaya ditanggung pasien/keluarga sendiri.
Pasien menjadikan dirinya sebagai ”partner” diskusi yang sejajar bagi
dokter. Ketika pasien memperoleh penjelasan tentang apapun, dari pihak
manapun, tentunya sedikit banyak harus mengetahui, apakah penjelasan tersebut
benar atau tidak. Semua profesi memiliki prosedur masing–masing, dan semua
kebenaran tindakan dapat diukur dari kesesuaian tindakan tersebut dengan
standar prosedur yang seharusnya. Begitu juga dengan dunia kedokteran. Ada
yang disebut dengan guideline atau Panduan Praktek Klinis dalam menangani
penyakit.
Dalam posisi sebagai pasien, tindakan medis apapun perlu disetujui oleh
pasien (informed consent) sebelum dilakukan setelah dokter memberikan
informasi yang cukup. Bila pasien tidak menghendaki, maka tindakan medis
seharusnya tidak dapat dilakukan. Pihak dokter atau Rumah Sakit seharusnya
memberikan kesempatan kepada pasien untuk menyatakan persetujuan atau
sebaliknya menyatakan penolakan. Persetujuan itu dapat dinyatakan secara
tulisan.
UU No. 29/2004 pada pasal 46 menyatakan dokter wajib mengisi rekam
medis untuk mencatat tindakan medis yang dilakukan terhadap pasien secara
clear, correct dan complete. Dalam pasal 47, dinyatakan rekam medis merupakan
milik rumah sakit yang wajib dijaga kerahasiannya, tetapi isinya merupakan milik
pasien. Artinya, pasien berhak mendapatkan salinan rekam medis dan pasien
berhak atas kerahasiaan dari isi rekam medis miliknya tersebut, sehingga rumah
sakit tidak bisa memberi informasi terkait data–data medis pasien kepada orang
pribadi/perusahaan asuransi atau ke media cetak /elektronik tanpa seizin dari
pasiennya.

C. Pada Saat Perawatan.


Selama dalam perawatan, pasien berhak mendapatkan privasi baik saat
wawancara klinis, saat dilakukan tindakan ataupun menentukan siapa yang boleh
mengunjunginya. Begitu pula untuk pelayanan rohani, pasien berhak
mendapatkan pelayanan rohani baik secara rutin maupun secara insidensial
manakala dibutuhkan. Pasien juga berhak mendapat keamanan terhadap barang
miliknya saat dalam kondisi khusus (tidak didampingi keluarga, penurunan
kesadaran, hilang kesadaran, tidak dapat bertanggung jawab atas dirinya sendiri).
Pasien berhak berperan aktif dalam proses pelayanan kesehatan selama dalam
perawatan. Pasien berhak mendapat perlindungan atas kekerasan yang dapat
menimbulkan perasaan intimidasi, cedera, atau penderitaan fisik lain atau
kerusakan tubuh oleh pengunjung, pasien dan staf rumah sakit. Semua pasien
yang dirawat berhak atas perlindungan kerahasiaan informasi medis dari pihak–
pihak yang tidak berkompeten.Bila  berhadapan dengan keraguan atas suatu
keputusan dalam pengobatan maupun pilihan tindakan medis yang akan
dilakukan, itu saatnya pasien mencari dokter lain atau mencari second opinion
ditempat lain/dirumah sakit lainnya.
Selama dalam masa perawatan pasien juga berhak mendapatkan asuhan
keperawatan yang mendukung hak pasien dalam proses pengobatan dan
penyembuhan.
D. Jam Berkunjung
Rumah Sakit memberlakukan jam berkunjung bagi keluarga atau
pengunjung demi kenyamanan dan kelancaran proses perawatan bagi pasien.
Namun setiap pasien diperbolehkan didampingi oleh dua orang pendamping yang
ditunjuk oleh pasien/keluarga selama dalam masa perawatan di Rumah Sakit
(diberikan kartu penunggu). Jam berkunjung yang diberlakukan di Rumah Sakit
Candimas Medical Center yaitu:

1. Pagi : Jam 08.00 – 12.00 WIB


2. Sore : Jam 16.00 – 21.00 WIB
BAB IV
DOKUMENTASI

A. Dokumentasi Perlindungan Hak Pasien dan keluarga adalah:


1. Formulir hak pasien dan keluarga
2. Formulir permintaan pelayanan rohaniawan
3. Formulir permintaan privasi
4. Formulir permintaan menyimpan dan mengambil harta benda
5. Formulir perlindungan terhadap kerahasiaan informasi pasien
6. Formulir pemberian edukasi
7. Formulir persetujuan/penolakan tindakan kedokteran
8. Formulir penolakan pengobatan
9. Formulir penolakan resusitasi ( DNR )
10. Formulir permintaan second opinion
11. Formulir perintah DNR
12. Formulir pemberian informasi
13. Formulir penetapan DPJP
14. Formulir persetujuan umum
15. Formulir pulang atas permintaan sendiri/APS

REFERENSI
1. Undang–undang RI No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
2. Undang–undang no. 29/2004 pada pasal 46 Tentang Praktik Kedokteran.
3. Kementerian Kesehatan RI. Standar Akreditasi Rumah Sakit. Tahun 2011.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2014 tentang
Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Paisen.
5. Kebijakan Direktur Rumah Sakit Candimas Medical Center No. 001/1-
HPK/RSCMC/02/2020 tentang Hak Pasien dan Keluarga.
6. Institute for Clinical Systems Improvement (ICSI). Health care guideline:
assessment and management of chronic pain. Edisi ke–5. ICSI; 2011.

Anda mungkin juga menyukai