Anda di halaman 1dari 16

Mempertimbangkan Program Saemaul Undong (Gerakan Desa Baru)

sebagai Rencana Strategis Basis-massa NU dalam Menghadapi Komunitas


ASEAN : Sebuah Analisis Historis & Strategis

Karya tulis ini dibuat untuk mengikuti Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional (LKTIN) yang
diadakan oleh Ikatan Santri Nahdlatul Ulama (ISNU) Banyumas

ANDI TRISWOYO

UNIVERSITAS GADJAH MADA

ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

2015
BAB I
PENDAHULUAN
Abstraksi
Deklarasi penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada akhir tahun 2015, sedikit banyak akan
mempengaruhi bagaimana warga negara Indonesia untuk dapat melangsungkan kehidupan sehari-harinya.
Warga pedesaan menjadi titik tolak pembahasan, yang mana mereka masih menempati wilayah yang terisolasi,
terutama dari arus modernitas. Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi massa islam yang memiliki basis
massa terbesar, yang berada di pedesaan, tentu saja harus bersiap diri, sembari merancang strategi yang
efektif dan tepat guna menghadapi arus lalu lintas barang, jasa dan tenaga kerja yang relatif bebas di era
MEA nanti. Karya tulis ini akan diarahkan pada analisis historis mengapa NU harus merancang strategi
khusus untuk mempersiapkan basis massa-nya menghadapi MEA 2015. Penulis berargumen bahwa program
Saemaul Undong (Gerakan Desa Baru), yang merupakan program andalan pemerintah Korea Selatan dalam
menggerakkan ekonomi pedesaan menjadi salah satu alternatif bagi NU untuk mendorong kemajuan ekonomi
pedesaan. Menggunakan metode penulisan kuantitatif, dengan riset online dan kajian pustaka, karya tulis ini
dapat memberikan gambaran, sekaligus rekomendasi mengenai urgensi NU untuk mengadopsi Saemaul
Undong sebagai strategi peningkatan ekonomi pedesaan.
Kata kunci : MEA 2015, Saemaul Undong, NU
Abstract
Declaration to exercise the ASEAN Economic Community (AEC) in the end of 2015, inevitably would
influence on how the Indonesia citizens can continue their daily lives. Rural citizens (villagers) became the
discussing focus one, who still place on isolated areas, chiefly from the modernity stream. Nahdlatul Ulama
(NU) as the Islamic-mass organization has the mass-based belongings, that was in rural areas, of course has to
self-prepared, as to design how the effective and efficient strategy to face the free-relative traffic of goods,
services, and labors in the upcoming AEC. This paper was purposed to historical analysis on why NU could be
design special strategy to prepare their mass-bases facing the AEC 2015. The Writer argued that Saemaul
Undong Program (New Village Movement), which was the successful program of South Korea Government to
mobilize the rural economy has been an alternative one for NU to puss on the rural economy improvement.
Using the quantitative research method by online research and literary studies, this paper would give some
illustrations, as well as the recommendations about NU’s urgency to adopt the Saemaul Undong as the rural
economic strategy to improve.
Keywords : AEC 2015, Saemaul Undong, NU

A. Latar Belakang
NU (Nahdlatul Ulama), yang berarti Kebangkitan Ulama merupakan salah satu organisasi
massa terbesar di Indonesia. Besarnya massa NU ini hidup di lingkungan pedesaan. Hal ini
tak terlepas dari sejarah berdirinya NU, dimana Kyai Hasyim Asy’ari merupakan warga desa
di Jombang, Jawa Timur yang berinisiasi membentuk dan mencetak muslim Indonesia yang
bertakwa, terutama yang hidup di pedesaan. Sebagai organisasi massa Islam yang berbasis di
pedesaan, NU membangun kader-kader militannya dari kalangan pedesaan, terutama yang
mondok di pesantren. Adapun fungsi pesantren disamping untuk membentuk kader-kader
pendakwah, juga difungsikan sebagai pusat penyebaran islam di pedesaan. Jika menilik
sejarahnya, peran pesantren sangat berarti, terutama untuk warga desa yang terisolasi akses
informasi, terutama keagamaan. Khittah 1926 mengamanatkan NU sebagai organisasi sosial-
keagamaan, yang berperan banyak di ranah akar rumput.
Sebagai organisasi agama yang berpengaruh, NU kemudian tak terlepas dari ranah politik
nasional. Perubahan NU dari organisasi sosial menjadi organisasi politik, menemui
realisasinya pada masa Orde lama, dengan Partai NU-nya. Hal ini tak terlepas dari
pertimbangan para ulama dan petinggi NU yang lain. Besarnya suara NU kemudian, menjadi
tantangan tersendiri bagi pemerintahan saat itu, untuk menekan kaum-kaum yang agamis,
terutama dengan penegakan ideologi Soekarno, Nasakom (Nasionalis Agama dan Komunis).
Memasuki Orde Baru, partai islam tidak diperkenankan untuk hadir. Melalui kebijakan
represifnya, Soeharto hanya mengijinkan tiga partai politik yang berperan dalam
pemerintahan, antara lain (1) Partai Golkar; (2) Partai Nasional Indonesia (PNI); dan (3)
Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Menyusul ketidakmungkinan tersebut, NU kemudian
kembali menjadi organisasi sosial-kemasyarakatan melalui Mukatamar Situbondo.
Demikianlah, dinamika singkat yang terjadi dalam kiprah NU di ranah nasional.
Memasuki era reformasi, yang diikuti dengan gelombang demokratisasi dan globalisasi
ekonomi yang sedemikian massif, NU perlu memikirkan strategi terbaru bagi
keberlangsungannya. Dengan mengemban amanah sebagai penjaga islam tradisional, mau
tidak mau NU harus terlibat dalam urusan konstituennya di daerah pedesaan. Meskipun
tuntutan NU sekarang ini, sering dialamatkan terhadap permasalahan sosial, seperti konflik
etnis-agama, hingga terorisme, NU perlu menjaga marwah-nya sebagai organisasi pedesaan
yang berorientasi pada penguatan ekonomi setempat. Hal ini tidak terlepas dengan agenda
MEA 2015 yang akan digulirkan. Implikasinya, warga pedesaan, yang mayoritas merupakan
konstituen NU akan merasakan dampaknya. Dampak inilah yang perlu diantisipasi oleh NU
sebagai pamong-nya. MEA 2015 yang akan ditandai dengan pertukaran/lalu lintas yang
relatif bebas diantara barang, jasa dan tenaga kerja sedikit banyak akan mempengaruhi warga
pedesaan. Saemaul Undong, sebagai resep sukses pembangunan desa di Korea dapat menjadi
alternatif bagi NU untuk memelopori pembangunan desa. Di titik inilah, NU perlu
memainkan perannya sebagai organisasi sosial-kemasyarakatan, terutama dalam menghadapi
tantangan yang berbeda dengan era kelahirannya. Dengan kepemilikan NU atas Nahdlatut
Tujjar (perkumpulan ekonomi), pemeloporan program Saemaul Undong dapat berjalan secara
maksimal.
B. Landasan Teori/Konsep
1. Gerakan Saemaul Undong (Gerakan Desa Baru)
Gerakan Saemaul Undong (GSU) merupakan sebuah kebijakan yang digulirkan oleh
Presiden Korea Selatan, Park Chung Hee pada 1970an sebagai program modernisasi desa
berbasis komunitas (community-based village modernization program).1 Program tersebut
dimaksudkan untuk mengatasi kemiskinan, menyediakan tanaman pangan mendasar, serta
melakukan revolusi hijau bagi kaum pedesaan. Gerakan yang diawali dari sebuah
kesukarelaan, kemudian meluas ketika sebuah insentif diberikan oleh Pemerintah Korea.
Akhirnya, Saemaul Undong menjadi program desa andalan di Korea Selatan.
2. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015
Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community) 2015 merupakan
program dari regionalisme ASEAN2, yang mana bertujuan untuk melakukan integrasi
kawasan di Asia tenggara, melalui bidang ekonomi. MEA sendiri memiliki beberapa
karakteristik, seperti (a) basis produksi dan pasar yang tunggal (a single market and
production base); (b) kawasan ekonomi yang kompetitif (a highly competitive economic
region); (c) kawasan pembangunan ekonomi yang setara (a region of equitable economic
development); dan (d) kawasan yang terintegrasi penuh dengan ekonomi global (a region
fully integrated into the global economy).3 Rencananya, MEA ini akan diaplikasikan
secara menyeluruh pada akhir 2015.
3. Teori Pembangunan Desa
Teori Pembangunan Desa (Rural Development Theory) merupakan sebuah teori yang
melihat upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan taraf kehidupan orang –orang
di daerah pedesaan, khususnya warga desa. Hassan Mirzai-Ahranjani, mengidentifikasi
beberapa aktivitas dalam pembangunan desa, seperti perluasan (extension), pendidikan
masyarakat (mass education), pendidikan fundamental (fundamental education),
rekonstruksi pedesaan (rural reconstruction), renovasi pedesaan (rural renovation), dan
pengembangan komunitas (community development). Perspektif yang dipakai dalam
karya tulis ini adalah perspektif negara berkembang, yang disesuaikan dengan kondisi
Indonesia sendiri.4
C. Rumusan Masalah

1
Douglass, Mike. 2013. “ The Saemaul Undong : South Korea’s Rural Development Miracle in Historical
Perspective”. Asia Research Institute(Working Paper Series No. 97), Februari 2013,
<http://www.ari.nus.edu.sg/docs/wps/wps13_197.pdf> diakses pada 23 Juni 2015 pukul 11:07. hal 3
2
ASEAN (Association of Southeast Asia), merupakan organisasi kawasan negara-negara di kawasan Asia
tenggara, pada 8 Agustus 1967, yang diprakarsai oleh lima negara, antara lain Indonesia, Singapura, Malaysia,
Thailand, dan Brunei Darussalam.
3
ASEAN (official website). ASEAN Economic Community. <http://www.asean.org/communities/asean-
economic-community> diakses pada 23 Juni 2015 pukul 11:16
4
Mirzai-Ahranjani, Hassan. 1976. “Rural Development in Theory and Practice “. Dissertation (Doctor of Public
Administration, University of Southern California), diunduh dari ProQuest LLC (2014) diakses pada 23 Juni
2015 pukul 11:30. hal 32-33
1. Mengapa NU perlu mengangkat perekonomian desa sebagai upaya untuk
mempersiapkan diri menghadapi MEA 2015?
2. Bagaimana NU dapat memfungsikan program ekonomi desa, yang diadopsi dari
Saemaul Undong sebagai upaya menghadapi MEA 2015?
D. Tujuan Penulisan
Dalam melakukan penulisan karya tulis ini, penulis mengidentifikasi beberapa tujuan,
antara lain
1. Memberikan rekomendasi bagi strategi NU kedepan
2. Memberikan argumen strategis NU untuk mengadopsi Program Saemaul Undong
3. Memenangkan lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional (LKTIN) yang diselenggarakan
panitia terkait, yaitu ISNU Banyumas dengan subtema : Membangun Peran Sosial,
Politik, Ekonomi, Budaya dan Keagamaan NU di Era Global
E. Manfaat Penulisan
Dalam melakukan penulisan karya tulis ini, penulis mengidentifikasi beberapa manfaat,
antara lain
1. Memberikan alternatif strategi bagi upaya NU untuk mensejahterakan para
“pengikutnya”
2. Memberikan pertimbangan secara umum, bagi pemangku kebijakan (stakeholders)
untuk lebih peka terhadap permasalahan ekonomi di daerah pedesaan
3. Menggugah kesadaran para petinggi NU, untuk melihat permasalahan ekonomi di
daerah pedesaan sebagai permasalahan yang mendesak dan penting, disamping juga
menjaga keberagaman tradisi keagamaan di daerah pedesaan, sebagai concern NU
F. Metode Penulisan
1. Metode Penulisan (Penelitian) Kuantitatif
MP Kuantitatif merupakan metode yang sering digunakan dalam melakukan sebuah
penelitian. Secara umum, MP Kuantitatif berkaitan dengan proses penerjemahan fakta-fakta
yang terhimpun dalam data menjadi parameter-parameter numerik. Penggunaan metode
kuantitatif juga didasarkan pada upaya mengkonfirmasi ulang berbagai data yang berkaitan
dengan NU dan basis massanya.
2. Teknik Penulisan
a. Kajian pustaka
Karya Tulis ini dilengkapi dengan data-data yang diperoleh dari kajian pustaka, seperti
buku, jurnal ataupun artikel yang mendukung.
b. Riset Online
Riset Online merupakan salah satu riset yang dilakukan dengan berselancar di dunia maya
atau internet. Riset Online yang digunakan penulis akan berkaitan dengan pencarian cepat
seputar informasi ke-NU-an yang mendukung penulisan karya tulis. Dokumen-dokumen
resmi serta produk hukum NU dapat diunduh secara cepat, sehingga memungkinkan proses
pemasukkan data berjalan lebih cepat.
G. Argumentasi Utama
NU perlu membangun ekonomi pedesaan yang kuat, sebagai fondasi bagi basis massanya
untuk terus percaya terhadap NU, sebagai pengemban ideologi Ahlussunnah Waljamaah,
sekaligus menghindarkan “pengikutnya” untuk jatuh dan menganut ideologi atau aliran islam
lain. Sedangkan, program Saemaul Undong dapat dijadikan role model bagi pembangunan
ekonomi pedesaan, menyusul Kondisi Pedesaan di Korea Selatan dan Indonesia memiliki
banyak kesamaan, baik sejarah maupun tradisi masyarakatnya.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Warga Pedesaan dalam Sejarah NU
NU merupakan sebuah organisasi massa yang berbasis di pedesaan. Hal ini tak terlepas
dari kesepakatan KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Ahmad Dahlan. Sepulang menuntut ilmu di
Arab Saudi. Hasyim Asy’ari memilih berdakwah di pedesaan, karena sesuai dengan tradisi
dan budaya kecilnya. Sedangkan, Ahmad Dahlan yang kelak mendirikan Muhammadiyah,
memilih berdakwah di perkotaan, yang menjadi tempat dia tinggal, yakni Yogyakarta.
Perbedaan lokasi dakwah kemudian, yang mengantarkan “friksi” diantara NU dan
Muhammadiyah kedepannya, terutama dalam menanggapi isu yang berkaitan dengan umat.
Peristiwa bersejarah itulah, yang kemudian mengantarkan NU memiliki basis massa di
pedesaan (rural), dan Muhammadiyah di perkotaan (urban).
Sebagai sebuah basis massa yang utama, warga pedesaan menjadi pusat perhatian dari
NU sendiri untuk bergerak. Sebagai organisasi yang kental dengan islam tradisional, NU
sudah semestinya merawat tradisi keislaman, yang berada di lingkungan pedesaan. Sebagai
upaya untuk merawat tradisi keislaman, pesantren-pesantren menjadi lembaga yang menjadi
corong bagi dakwah NU sendiri. Tanpa keberadaan pesantren sendiri, NU akan kesulitan
untuk terlibat secara langsung dalam kehidupan konstituennya. Oleh karenanya, NU perlu
mengedepankan pesantren sebagai lembaga otonom yang berperan dalam menyebarkan
gagasan islam Ahlussunnah wal-jamaah, yang menjadi pedoman NU bergerak.
B. MEA dan Implikasinya terhadap Warga Pedesaan
MEA merupakan sebuah komunitas dalam organisasi regional, ASEAN yang
diperkenalkan untuk melakukan integrasi kawasan. Sebagai sebuah regionalisme kawasan,
MEA bertujuan untuk menyatukan integrasi ekonomi se-Asia tenggara. MEA merupakan
salah satu tahapan lanjutan bagi integrasi negara-negara di Asia tenggara sebagai regional
yang kuat. Sekilas munculnya MEA ini, mengingatkan pada berdirinya Masyarakat Batu bara
dan Baja Eropa (European Coal and Steel Community) yang mengawali terbentuknya Uni
Eropa sebagai organisasi regional di Eropa.
MEA tidak lahir dari ruang hampa. Para pemimpin ASEAN sendiri sudah mengadakan
beberapa pertemuan terkait deklarasi MEA. Pertama, pemimpin ASEAN mengadakan
pertemuan tingkat tinggi (summit) di Kuala Lumpur pada Desember 1997, yang menentukan
mengubah ASEAN kedalam kawasan yang kompetitif, stabil dan makmur, yang mana
terlembaga dalam ASEAN Vision 2020. Kedua, pemimpin ASEAN juga mendeklarasikan
Komunitas ASEAN, yang terdiri dari ASEAN Economic Community (AEC); ASEAN
Security Community (ASC); dan ASEAN Sosio-cultural Community (AScC) melalui Bali
Summit pada Oktober 2003. Ketiga, pertemuan para Menteri Ekonomi ASEAN pada Agustus
2006 di Kuala Lumpur menyetujui untuk mengembangkan sebuah cetak biru koheren dan
tunggal (a single and coherent blueprint) untuk memajukan MEA. Dan keempat, pada 12 th
ASEAN Summit (Januari 2007), para pemimpin ASEAN menegaskan komitmen yang kuat
untuk mempercepat pendirian Komunitas ASEAN pada 2015, melalui ASEAN Vision 2020,
ASEAN Concord II, dan Deklarasi Cebu. Melalui serangkaian pertemuan tersebut, kemudian
MEA menjadi langkah yang syah untuk dilakukan.5
MEA sendiri, memiliki beberapa karakteristik utama, antara lain (1) basis produksi dan
pasar tunggal; (2) kawasan ekonomi yang kompetitif; (3) kawasan dengan pembangunan
ekonomi yang setara; (4) kawasan yang terintegrasi secara penuh kedalam ekonomi global.
Pertama, dalam rangka mencapai basis produksi dan pasar tunggal, MEA terdiri dari
beberapa unsur, yaitu (a) aliran bebas barang; (b) aliran bebas jasa; (c) aliran bebas investasi;
(d) aliran bebas modal; dan (e) aliran bebas tenaga kerja terampil. Kedua, kawasan ekonomi
yang kompetitif dilakukan dengan (a) kebijakan persaingan yang tepat dicapai melalui (i)
kerjasama transportasi melalui darat, maritim dan udara; (ii) kerjasama energi; (iii) kerjasama
pertambangan; dan (iv) proyek pendanaan infrastruktur; (b) perlindungan konsumen; dan (c)
hak kekayaan intelektual.. Ketiga, kawasan pembangunan ekonomi yang setara dicapai
melalui (a) pembangunan SME; (b) inisiatif terhadap integrasi ASEAN; dan (c) integrasi

5
ASEAN (official website). ASEAN ECONOMIC COMMUNITY BLUEPRINT.
<http://www.asean.org/archive/5187-10.pdf> diakses pada 24 Juni 2015 pukul 11:04. hal 5
kedalam ekonomi global, yakni melalui (i) pendekatan yang koheren terhadap hubungan
ekonomi eksternal; dan (ii) meningkatkan partisipasi kedalam jaringan penawaran global.6
Warga pedesaan merupakan salah satu elemen dari keterlibatan yang luas dalam bidang
perekonomian. MEA sebagai salah satu aspek dari Komunitas ASEAN, mau tidak mau akan
melibatkan warga pedesaan, yakni sebagai mitra usaha. MEA yang notabene merupakan
ajang persaingan yang kompetitif didalam regional Asia tenggara, akan berjalan menurut
hukum pasar. Hukum pasar, disini akan terkait dengan pihak-pihak mana yang berkuasa atas
modal dan tidak, serta bagaimana penawaran dan permintaan, baik barang, jasa maupun
tenaga kerja akan berlangsung. Disinilah, letak urgensi warga pedesaan dalam MEA nanti.
Dalam persaingan bebas di dalam MEA, warga pedesaan harus dianalisis terlebih dahulu,
bagaimana kesiapan mereka didalamnya. Kesiapan disini dapat diartikan kategori manakah
keberadaan mereka, diantara upaya mereka dalam menyiasati tingkat penawaran dan
permintaan diantara barang, jasa dan tenaga kerja. Oleh karenanya, diperlukan sebuah
elaborasi mendalam, tentang bagaimana peluang warga pedesaan dalam menyediakan barang
di pasar barang ASEAN; bagaimana kemampuan warga pedesaan dalam mengisi peluang
sektor jasa di ASEAN, serta bagaimana kapasitas mereka dalam memenuhi permintaan di
pasar tenaga kerja ASEAN. Paparan berikut akan mencoba menjelaskan bagaimana peluang
masing-masing item tersebut.
1. Peluang dalam sektor barang
Sektor barang merupakan salah satu sektor, yang sangat penting dalam roda
perekonomian di MEA. Barang merupakan komoditas umum, yang menjadi alat pemuas
kebutuhan manusia. Oleh karenanya, kemampuan untuk menguasai di sektor barang
merupakan salah satu keunggulan yang utama dalam menyiasati tingginya tingkat kompetisi
dalam MEA sendiri. Untuk melihat bagaimana peluang warga pedesaan, kita harus
mengetahui terlebih dahulu, bagaimana sebaran produksi warga pedesaan (komoditas
hortkultura). Komoditas hortikultura merupakan salah satu produk yang dihasilkan petani,
yang mayoritas tinggal di pedesaan. Menurut Ditjen Hortikultura, Kementerian Pertanian,
Republik Indonesia (2010), ketersediaan tanaman sayuran dan buah buahan, hasil produksi
dalam negeri, setiap tahun menunjukkan peningkatan. Pada tahun 2009, ketersediaan produk
tanaman sayuran Indonesia sudah mencapai 77,03 kg/kapita/tahun, dan tanaman buah buahan
sudah mencapai 42,26 kg/kapita/tahun. Artinya, kemampuan produksi petani hortikultura saat
ini mampu untuk memenuhi kebutuhan atau tingkat konsumsi sayuran dan buah masyarakat
Indonesia yang masih mengkonsumsi sayuran 40,66 kg/kapita/tahun dan buah-buahan
6
ibid, hal 6-22
sebesar 32,59 kg/kapita/tahun.7Hal tersebut menunjukkan bahwa warga pedesaan sebenarnya
mampu untuk memenuhi kebutuhan pasar, jika saja keran impor lebih dikelola, sehingga
produktivitas petani yang notabene merupakan warga pedesaan semakin meningkat.

2. Peluang dalam sektor jasa


Sektor jasa merupakan satu diantara sektor perdagangan, yang menjadi primadona bagi
perekonomian saat ini. jasa (service) terkait dengan kemampuan untuk memuaskan
kebutuhan manusia di tingkat psikis ataupun soft-ware.
Tenaga kerja merupakan aspek urgen dalam melihat bagaimana suatu negara dapat
berkembang dan maju. Sebuah negara yang berkeinginan untuk maju, tentu saja harus
diupayakan dengan terampilnya tenaga kerja yang ada, dan mampu bersaing dengan
kemampuang tenaga kerja di luar negeri. Di era MEA nanti, kapasitas seorang tenaga kerja
akan sangat menentukan bagi sebuah negara untuk menguasai sektor perekonomian secara
umum. Indonesia, dengan mayoritas penduduknya berada di daerah pedesaan menjadikan
tantangan MEA ini sebagai ajang untuk melatih dan mencetak tenaga kerja terampil. Untuk
melihat peluang tersebut, kita harus melihat data kependudukan, terutama warga pedesaan
berdasarkan tingkat pendidikan maupun sektor pekerjaannya. Hal ini akan sangat membantu
dalam upaya untuk memetakan peluang tenaga kerja yang kompetitif.
Menurut Biro Pusat Statistik (BPS), prosentase penduduk pedesaan yang berada dibawah
garis kemiskinan sebesar 15%, lebih tinggi dibanding rata-rata nasional yang sebesr 11,2% di
tahun 2013. Kemudian, tingkat kesenjangan pendapatan di pedesaan cenderung melebar,
yang terlihat dari koefisien gini rasio yang meningkat dari 0,29 (2002) menjad 0,32 (2013).
Selain itu, rendahnya pendidikan warga pedesaan dibanding perkotaan yang tercermin dari
prosentase penduduk berpendidikan tertinggi SD atau lebih rendah hingga 70% di tahun yang
sama. Kombinasi data statistik sedikit banyak menunjukkan bahwa pedesaan merupakan
lokus urgen yang perlu dibina dan diberikan perhatian yang jauh lebih serius.8
C. Sekilas mengenai Saemaul Undong di Korea Selatan
Korea selatan merupakan salah satu negara di Asia yang mengalami perkembangan
industrialisasi yang luar biasa. Bersama dengan Singapura, Hongkong, dan Taiwan, Korea
selatan disebut sebagai New Emerging Countries (NECs), yang berarti negara dengan

7
Fahrurozi. Meningkatkan Daya Saing Produk Hortikultura Indonesia. Universitas Bengkulu.
<http://repository.unib.ac.id/7559/1/Makalah%20IMMPERTI%20%2031%20maret%202013.pdf> diakses pada
31 Agustus 2015 pukul 13:35
8
CORE Indonesia. 2014. Tantangan & Peluang Pembangunan Pedesaan dengan Implementasi UU Desa. 19
September 2014. <http://www.coreindonesia.org/view/85/tantangan-peluang-pembangunan-pedesaan-dengan-
implementasi-uu-desa.html> diakses pada 31 Agustus 2015 pukul 13:22
perkembangan baru. Hal ini dapat dilihat sebagai sebuah kemajuan yang luar biasa bagi
Korea Selatan, mengingat pada tahun 1960an, Korea Selatan merupakan salah satu negara
miskin di dunia. Tak ayal, jika beberapa kalangan melihat Korea Selatan merupakan
keajaiban sungai Han (The Miracle of Han River).
Gerakan Saemaul Undong, secara objektif ditujukan untuk mendorong kualitas hidup
yang lebih baik di lingkungan pedesaan, yang difokuskan terhadap upaya untuk
memodernisasi infrastruktur, meningkatkan pendapatan rumah tangga, menghijaukan
kembali pegunungan, dan meningkatkan seluruh lingkungan pedesaan. Untuk mencapai hal
tersebut, diawali dengan melaksanakan beberapa proyek, seperti (1) memodernisasi
infrastruktur produksi, seperti jaringan jalan (modernizing production infrastructure such as
road networks); (2) memperbaharui infrastruktur pertanian (upgrading agricultural
infrastructure); (3) memperkenalkan elektrifikasi dan telekomunikasi pada basis massa
(introducing electrification and telecommunications on a mas basic); (4) meningkatkan
pendapatan desa melalui peningkatan produksi dan investasi (increasing rural incomes
through increased productivity and recursive investment); (5) penghijauan lahan untuk
keuntungan, meningkatkan serapan air, pengendalian erosi, dan penggantian bahan bakar
(forestation project for profits, raising the water table, erosion control and fuel replacement);
serta (5) proyek lingkungan dan kesejahteraan untuk meneguhkan perumahan miskin dan
kondisi sanitasi dan membangun fasilitas komunitas (welfare and environment projects to
address poor housing and sanitation conditions and build community facilities).9

BAB III
ANALISIS

A. Urgensi NU dalam Mendorong Ekonomi Warga Pedesaan


Nahdlatul Ulama (NU) merupakan organisasi massa islam besar di Indonesia. Sebagai
sebuah organisasi massa islam, NU tentu saja memiliki basis massa tertentu, yang menjadi
konstituennya. Dalam hal ini, NU berpijak pada kaum muslim pedesaan (rural-moslem
society), yang kebanyakan didominasi oleh penduduk yang berpendidikan relatif rendah,
mengandalkan sektor ekonomi berbasis agrarian, dan menjunjung tradisi (adat) yang turun-
temurun. Berlatar belakang kondisi sosio-ekonomi itulah, NU perlu mendorong kehidupan
ekonomi yang baik bagi warga pedesaan.

9
Asian Development Bank. 2012. The Saemaul Undong Movement in the Republic of Korea : Sharing
Knowledge on Community-Driven Development. Manila. hal 6
Saya memiliki beberapa alasan/argumen mengapa NU harus mendorong
perbaikan/kemajuan ekonomi bagi warga pedesaan, antara lain (1) faktor internal dan (2)
faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari internal NU, yang
memicu terjadinya gejolak untuk melakukan suatu hal. Sedangkan, faktor eksternal adalah
faktor yang berasal dari luar NU, yang berpotensi mengganggu keberlangsungan NU itu
sendiri.
Pertama, faktor internal NU sendiri yang mendorong urgensi untuk meningkatkan
ekonomi desa, antara lain (1) kepentingan untuk meyakinkan basis massanya dan (2)
kepentingan untuk menjaga keberlangsungan ajarannya. Meyakinkan basis massanya
merupakan salah satu sumber legitimasi NU sebagai organisasi masyarakat sipil. Sebagai
organisasi masyarakat sipil, NU tentu saja perlu menjaga keberlangsungan kepercayaan
konstituennya dengan terus mempertahankan apa yang menjadi kebutuhan utama mereka.
Dalam hal ini, ekonomi dipandang sebagai salah satu kebutuhan utama warga pedesaan.
Sedangkan, menjaga keberlangsungan ajarannya merupakan kepentingan utamanya,
didasarkan pada statusnya sebagai organisasi islam. Ajaran NU yang berpangkal pada
Ahlussunnah wal-jama’ah dapat terkendala, ketika masyarakat mulai acuh mengamalkannya,
dikarenakan tidak mampu memenuhi kebutuhan makan, sekolah ataupun berobat yang
menjadi indikator sektor ekonomi.
Kedua, faktor eksternal NU sendiri yang mendorong perlunya meningkatkan ekonomi
desa, antara lain (1) ekspansi gerakan organisasi islam lain yang semakin massif dan (2) arus
pasar bebas, baik barang, jasa dan tenaga kerja menjelang Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA) kedepannya. Harus diakui, bahwa NU bukanlah merupakan organisasi islam satu-
satunya di Indonesia. Sebagai organisasi islam yang terus memperjuangkan bersatunya
republik ini, NU menghadapi tantangan yang tidak mudah, terutama dari kalangan islam
sendiri. Berbagai organisasi islam yang berdiri di Indonesia dengan keberagaman tujuan,
termasuk mendirikan negara islam dengan menumbangkan ideologi Pancasila di republik ini,
dapat menjadi tantangan NU untuk terus memperluas dan menyebarkan dakwahnya ke
seantero Indonesia. Munculnya gerakan islam-transnasional, seperti yang diistilahkan oleh
Abdurrahman Wahid, mendesak NU untuk terus mengembangkan diri ditengah situasi yang
tidak menentu. Tentu saja, bukanlah hal yang mustahil terjadi, ketika Indonesia dikuasai
kelompok islam trans-nasional, kemudian melupakan ideologi Pancasila sebagai ideologi
negara. Dalam Ilusi Negara Islam, disebutkan bagaimana pola gerakan islam transnasional
yang muncul di Indonesia, yang mengancam paham Ahlussunnah waljamaah (ASWAJA)
seperti dalam kutipan berikut.10
“Selain terhadap Muhammadiyah, penyusupan juga terjadi secara sistematis terhadap NU.
Realitas fungsi strategis masjid mendorong kelompok-kelompok garis keras terus berusaha merebut
dan menguasai masjid dengan segala cara yang mungkin, termasuk yang tak pernah terpikirkan
kecuali oleh penyusup itu sendiri. KH Mu’adz Thahir, Ketua PCNU Pati, Jawa Tengah, menceritakan
tentang kelompok garis keras berhasil masuk ke masjid-masjid NU dengan memberikan “cleaning
service” gratis.”
Penguasaan ekonomi warga pedesaan dapat menjadi tahapan pertama untuk melindungi
konstituennya dari ekspansi kelompok islam tersebut. MEA merupakan salah satu hal yang
menjadi pertimbangan besar bagi NU untuk mengembangkan ekonomi desa. Hal ini
disebabkan mekanisme pasar akan terus-menerus mendorong persaingan yang kompetitif di
berbagai sektor. Warga pedesaan, yang tidak memiliki basis modal ekonomi yang kuat,
dikhawatirkan hanya menjadi ekspansi pasar MEA itu sendiri. Sehingga, NU sebagai
organisasi masyarakat sipil berbasis warga pedesaan harus mengambil peluang
(meningkatkan ekonomi desa) untuk kepentingan yang lebih luas, yaitu melindungi republik
Indonesia dengan meningkatkan daya saing warga negaranya dalam sektor ekonomi.
B. Pentingnya Saemaul Undong sebagai Role Model Gerakan Bangun Desa ala NU
Saemaul Undong ataupun Gerakan Desa Baru merupakan salah satu program
pembangunan desa yang digagas oleh Presiden Korea Selatan, Park Cung Hee yang mana
bertujuan untuk meningkatkan taraf kehidupan warga pedesaan di Korea Selatan yang tengah
terpuruk. Presiden Park menyesalkan kemunduran dan keterbelakangan yang dialami oleh
warga pedesaan di Korea saat itu. Merdeka dari penjajahan Jepang tidak serta merta membuat
kehidupan rakyat Korea berjalan baik. Hal itu terjadi karena konflik semenanjung Korea yang
tidak langsung membuat penderitaan bagi warga Korea, terutama berpisahnya saudara
mereka sebagai implikasi Perang Dingin yang tak berkesudahan antara Amerika Serikat dan
Uni Soviet yang membelah Korea menjadi Korea Selatan dan Korea Utara. Implikasi
terjadinya perang dingin, tidak saja membuat keterjalinan hubungan warga korea menjauh.
Lebih dari itu, mereka harus menanggung penderitaan dikarenakan negara mereka sebagai
lokasi perang dingin yang sangat sengit. Gagasan untuk memajukan negara bermula dari desa
menjadi awal bagi keberlanjutan program pembangunan di Korea Selatan. Presiden Park
mengetahui potensi akan hal tersebut. Akhirnya, program Saemaul Undong dibentuk.

10
Wahid, Abdurrahman. 2009. Ilusi Negara Islam : Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di Indonesia.
Jakarta. The Wahid Institute. hal 28
Merujuk pada teori pembangunan desa yang dikemukakan oleh Hassan Mirzai-Ahranjani,
yang berisi beberapa halseperti perluasan (extension). Dalam hal ini, Saemaul Undong dapat
dijadikan role model bagi meluasnya pembangunan fisik yang ada di masyarakat, seperti
jalan raya, jembatan, maupun sarana kesehatan.Kedua, pendidikan masyarakat (mass
education) dilembagakan melalui kegiatan untuk mengaktifkan partisipasi masyarakat dalam
kegiatan-kegiatan masyarakat, seperti gotong-royong membangun sesuatu. Ketiga, aspek
pendidikan fundamental (fundamental education) berkaitan dengan pendidikan yang
diarahkan pada upaya untuk mengokohkan apa yang menjadi struktur sosial-kemasyarakatan,
seperti fungsionalisasi peran ketua RT, RW maupun kepala adat. Keempat, rekonstruksi
pedesaan (rural reconstruction) berkaitan dengan upaya reboisasi lahan disertai pemanfaatan
yang arif terhadap kondisi keseimbangan ekologis di lingkungan pedesaan. Kelima, renovasi
pedesaan (rural renovation) berkaitan dengan upaya untuk mengadakan perbaikan-perbaikan
sarana-sarana fisik pedesaan publik. Dan pengembangan komunitas (community
development) berkaitan dengan optimalisasi modal sosial (social capital, meminjam istilah
Francis Fukuyama), seperti keramah-tamahan, keseganan untuk berbuat buruk, maupun
kepercayaan diantara sesama warga yang berimplikasi terhadap pengembangan komunitas
pedesaan yang semakin maju dan berkualitas.
C. Nahdlatut Tujjar sebagai Pelopor Program
Nahdlatut Tujjar (NT) merupakan salah satu badan otonom NU, yang bergerak dalam
bidang ekonomi. Sebagai salah satu badan yang mengurusi sektor perekonomian, NT memikul
peran penting, terutama dalam mengangkat taraf perekonomian umat, terutama warga
pedesaan. Kemudian, NT diharapkan mampu menjadi pelopor program pembangunan yang
terinspirasi Gerakan Saemaul Undong, yang menjadi perhatian NU kedepannya, terutama
dalam menghadapi MEA di akhir 2015 nanti.
Terdapat beberapa alasan mengapa NT diharapkan menjadi pelopor, sekaligus penggerak
program pembangunan desa NU kedepannya. Pertama, NT merupakan badan yang lahir dari
basis perjuangan NU secara historis. Oleh karenanya, dengan mengandalkan NT dalam
program tersebut dapat dilihat sebagai gerakan kebangkitan (revivalist) NT dalam memajukan
perekonomian rakyat pedesaan. Kedua, NT dapat menjadi semacam pembaharuan usaha
ditengah perhatian NU yang terlalu berfokus pada isu-isu sosial-keagamaan, seperti
pluralisme, radikalisme agama, maupun anti-kekerasan. Dengan bergairahnya kegiatan NT,
dapat menjadi awal yang baik bagi “ekspansi” NU dalam perekonomian. Dan ketiga, NT dapat
menarik simpati yang luas dari warga pedesaan, terutama dalam menghadapi isu-isu
perekonomian global. Hal pertama yang dapat dilakukan adalah memperkuat basis pertanian
warga pedesaan sebagai upaya untuk mempersiapkan terjadinya persaingan pasar yang relatif
bebas di dalam ranah MEA. Dengan melihat urgensi operasionalisasi NT itulah, maka gagasan
untuk menjadikan NT sebagai pelopor gerakan pembangunan desa NU kedepannya dapat
menjadi kenyataan.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gerakan Saemaul Undong (Desa Baru) yang diinisiasi pemerintah Korea Selatan telah
menjadi inspirasi yang nyata bagi model pembangunan di Dunia Ketiga. Tak salah, jika hal
tersebut berimplikasi terhadap kemajuan Korea Selatan sebagai negara industri maju terbaru
(New Emerging Countries) di Asia. Keberhasilan Gerakan Saemaul Undong sebagai gerakan
desa di negara berkembang sudah selayaknya menjadi contoh bagi model pembangunan di
Indonesia, yang nota bene memiliki kondisi serupa dengan permulaan Saemaul Undong itu
diberlakukan.
NU, sebagai sebuah organisasi sosial-kemasyarakatan yang memiliki basis massa
pedesaan perlu menaruh perhatian yang lebih terhadap sektor perekonomian. Beralihnya NU
terhadap sektor perekonomian tidak berarti NU harus meninggalkan fitrahnya sebagai
organisasi sosial-kemasyarakatan. Lebih dari itu, terjunnya NU dalam sektor perekonomian
dapat dipahami sebagai tindakan strategis dan historis. Secara strategis, perlunya NU untuk
terlibat dalam sektor perekonomian dapat dipahami sebagai langkah penjagaan, sekaligus
membentengi basis konstituennya, baik dari ancaman internal maupun eksternal. Sedangkan
secara historis, upaya NU dilatar belakangi oleh upaya untuk mengingat sejarah, dimana NU
tidak hanya berperan dalam kebangkitan sosial-keagamaan, melainkan kebangkitan
perekonomian bangsa ditengah situasi kolonialisme yang menggempur.
Oleh karena itu, sebuah upaya untuk membangun perekonomian desa, bertajuk program
pembangunan desa yang terinspirasi dari Gerakan Saemaul Undong dapat dinilai sebagai
tindakan yang rasional dan kritis ditengah situasi yang sedemikian mengglobal. Nahdlatut
Tujjar sebagai badan otonom NU yang bergerak dalam sektor perekonomian menjadi pilihan
yang tepat untuk menggerakkan program tersebut. Pada akhirnya, Saemaul Undong-inspired
rural development programperlu menjadi pertimbangan serius dalam arah gerak NU
kedepannya.
B. Rekomendasi
Dari pembahasan kata demi kata, terdapat beberapa rekomendasi yang dapat diambil dari
pembahasan karya tulis yang sedemikian singkat ini, antara lain
1. Sektor perekonomian, entah bagaimanapun sulitnya harus tetap menjadi fokus gerak
NU kedepannya.
2. Gerakan Saemaul Undong merupakan program percontohan paling rasional yang
dapat diadopsi dengan beberapa perubahan yang sesuai.
3. Nahdlatut Tujjar dapat didukung sedemikian maksimal, sehingga jerih payahnya tidak
hanya dirasakan oleh satu kalangan NU saja. Lebih dari itu, NT dapat menimbulkan
spillover-effects terhadap kemaslahatan suatu golongan yang sedemikian terisolasi
sekalipun.
C. Daftar Pustaka

ASEAN (official website). ASEAN ECONOMIC COMMUNITY BLUEPRINT.


<http://www.asean.org/archive/5187-10.pdf> diakses pada 24 Juni 2015 pukul 11:04. hal
5, 6 – 22
ASEAN (official website). ASEAN Economic Community.
<http://www.asean.org/communities/asean-economic-community> diakses pada 23 Juni
2015 pukul 11:16
Asian Development Bank. 2012. The Saemaul Undong Movement in the Republic of Korea :
Sharing Knowledge on Community-Driven Development. Manila.
<http://www.adb.org/sites/default/files/publication/29881/saemaul-undong-movement-
korea.pdf> diakses pada 25 Juni 2014 pukul 12:05. hal 6
CORE Indonesia. 2014. Tantangan & Peluang Pembangunan Pedesaan dengan
Implementasi UU Desa. 19 September 2014.
<http://www.coreindonesia.org/view/85/tantangan-peluang-pembangunan-pedesaan-
dengan-implementasi-uu-desa.html> diakses pada 31 Agustus 2015 pukul 13:22

Douglass, Mike. 2013. “ The Saemaul Undong : South Korea’s Rural Development Miracle
in Historical Perspective”. Asia Research Institute (Working Paper Series No. 97),
Februari 2013, <http://www.ari.nus.edu.sg/docs/wps/wps13_197.pdf> diakses pada 23
Juni 2015 pukul 11:07. hal 3

Fahrurozi. Meningkatkan Daya Saing Produk Hortikultura Indonesia. Universitas Bengkulu.


<http://repository.unib.ac.id/7559/1/Makalah%20IMMPERTI%20%2031%20maret
%202013.pdf> diakses pada 31 Agustus 2015 pukul 13:35
Mirzai-Ahranjani, Hassan. 1976. “Rural Development in Theory and Practice “. Dissertation
(Doctor of Public Administration, University of Southern California), diunduh dari
ProQuest LLC (2014) diakses pada 23 Juni 2015 pukul 11:30. hal 32-33
Wahid, Abdurrahman. 2009. Ilusi Negara Islam : Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di
Indonesia. Jakarta. The Wahid Institute. hal 28

Anda mungkin juga menyukai