Anda di halaman 1dari 23

PANDUAN PELAYANAN

HEMODIALISA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANTEN


JALAN SYEH NAWAWI AL BANTANI SERANG – BANTEN
TAHUN 2022
KEPUTUSAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANTEN
NOMOR : 188 / /Akre-RSUB/2022

TENTANG
PANDUAN PELAYANAN HEMODIALISA

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANTEN,

Menimban : 1. Bahwa kondisi pasien dengan gagal ginjal memerlukan


g pelayanan khusus yaitu pelayanan cuci darah atau
hemodialisa ;
2. Bahwa dalam rangka peningkatan mutu pelayanan dan
dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat yang setingi-tingginya, maka diperlukan
penyelenggaraan pelayanan Hemodialisa di Rumah Sakit
Umum Daerah Banten ;
3. Bahwa untuk pelaksanaan butir 1 (satu) dan 2 (dua)
tersebut di atas perlu ditetapkan dengan Keputusan
Direktur.
Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun
2004 tentang Praktik Kedokteran;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan;
3. Undang -Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit;
4. Undang-Undangan Republik Indonesia Nomor 36 Tahun
2014 tentang Tenaga Kesehatan;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691 Tahun 2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah
Sakit;
6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit;
7. Keputusan Gubernur Banten Nomor 821.2/KEP.237-
BKD/2019 Tentang Pemberian Tugas Tambahan Pegawai
Negeri Sipil Sebagai Direktur UPTD Rumah Sakit Umum
Daerah Banten pada Dinas Kesehatan Provinsi Banten;

MEMUTUSKAN

Menetapka : PANDUAN PELAYANAN PASIEN HEMODIALISA


n

KESATU : Memberlakukan Panduan Pelayanan Hemodialisa dan atau


di Rumah Sakit Umum Daerah Banten sebagaimana
terlampir dalam Surat Keputusan Direktur.
KEDUA : Apabila dikemudian hari terdapat kekurangan dan
kekeliruan dalam penetapan keputusan ini maka akan
diadakan perubahan dan perbaikan sebagaimana mestinya.
KETIGA : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditandatangani.

Ditetapkan di Serang
Pada tanggal 01 Januri 2022

DIREKTUR,
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANTEN

DANANG HAMSAH NUGROHO


Lampiran Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Banten
Nomor :
Tanggal :
Tentang : Panduan Pasien Hemodialisis

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peningkatan Pembangunan kesehatan di Indonesia seharusnya


diikuti secara seimbang oleh perbaikan mutu pelayanan kesehatan baik
disarana pelayanan kesehatan maupun praktek perorangan. Adanya
Globalisasi serta idustrialisasi yang cepat disektor kesehatan berdampak
pada cara melakukan tindakan, baik berupa terapi, pemakaian alat,
pemberian resep dan sebagainya sehingga tindakan tersebut sesuai
indikasi yang tepat.

Disamping itu dengan adanya Undang-undang Perlindungan


Konsumen serta terkaitnya praktek kedokteran terhadap aspek medis,
legal, etis, psikologis, sosial budaya serta finansial maka perlu dibuat
suatu pedoman pelayanan kesehatan yang bertujuan memberikan
pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat dan memberikan rasa
aman bagi dokter/tenaga medik dalam melakukan praktek kedokteran.
Hal ini juga berlaku pada pelayanan dialisis dimana pada umumnya
pasien dengan penyakit ginjal kronik membutuhkan pengobatan yang
berulang dan melibatkan peralatan/mesin dengan teknologi tinggi serta
kopentensi tenaga kesehatan yang memadai

B. Landasan dasar pelayanan Hemodialisis (HD)


1. Jumlah pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK) makin meningkat,
seperti di negara lain, prevalensi PGK meningkat dari tahun
ketahun. Penyakit ini bisa disebabkan oleh beberapa keadaan
seperti hipertensi, diabetes militus, glomerulonefritis kronik,
penyakit obstruksi-infeksi terutama oleh batu, dll. Data pola 50
penyakit utama dirawat jalan RS seIndonesia tahun 2004
menempatkan hipertensi pada peringkat ke 3 dengan 411.355
kunjungan dan diabetes mellitus pada peringkat ke 7 dengan
326.462 kunjungan

Penyakit ginjal kronik merupakan masalah besar di Indonesia. Hal


ini dapat dilihat dari jumlah tindakan Hemodialisa yang dilakukan
di rumah sakit milki kementerian kesehatan dan faktor -faktor
yang mendukung, sepanjang tahun 2005 sebanyak 125.441 kasus
penyakit ginjal kronik.
Saat ini unit hemodialisis di Indonesia yang terdata di PERNEFRI
sebanyak 4.000 unit, sementara Indonesia membutuhkan sekitar
6000 unit mesin hemodialysis.

2. Faktor-faktor yang mendukung disediakannya pedoman pelayanan


hemodialisis.
Dalam upaya meningkatkan pelayanan kepada masyarakat,
khususnya bagi pasien penyakit ginjal dan hipertensi, telah
tersedia beberapa faktor yang mendukung upaya tersebut antara
lain :
a. Komitmen profesi (PERNEFRI) untuk melakukan pengembangan
SDM (dokter,perawat,tekhnisi) baik secara kualitas maupun
kuantitas.
b. Konsensus Dialisis PERNEFRI
c. Konsensus Anemia PERNEFRI
d. Pedoman pengendalian infeksi virus hepatitis B, hepatitis C dan
HIV oleh PERNEFRI
e. Pembiayaan oleh asuransi dan pribadi/umum

C. Landasan Hukum
1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4431);
2. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
3. Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
4. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor:
1333/Menkes/SKXII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah
Sakit
5. Keputusan Gubernur Banten Nomor 821.2/KEP.237-BKD/2019
Tentang Pemberian Tugas Tambahan Pegawai Negeri Sipil
Sebagai Direktur UPTD Rumah Sakit Umum Daerah Banten
pada Dinas Kesehatan Provinsi Banten;

D. Perijinan
Perijinan Pendirian Unit Dialisis :
1. Ijin dari Dinas Kesehatan
2. Ijin Pendirian Unit Dialisis diajukan ke Dinas Kesehatan disertai
verifikasi dari PERNEFRI setelah unit tersebut memenuhi
persyaratan yang diperlukan.
3. Ijin berlaku selama 5 tahun dan diperbaharuhi setelah
memenuhi akreditasi yang dilakukan oleh tim dari Dinas
Kesehatan bersama dengan organisasi profesi (PERNEFRI)

E. Tujuan
Umum :
Meningkatkan kualitas pelayanan pasien gagal ginjal melalui
pedoman pelayanan hemodialisis yang berorientasi pada keselamatan
dan keamanan pasien
Khusus :
 Memberi acuan regulasi pelayanan hemodialisis
 Memberikan acuan managemen pelayanan hemodialisis
 Memberi acuan tugas pokok dan fungsi serta kompetensi masing-
masing tenaga yang terlibat dalam pelayanan hemodialisis
 Memberi acuan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam
pelayanan hemodialisis
 Memberi acuan sistem/pola pembiayaan yang berkaitan dengan
pelayanan hemodialisis
BAB II
PENGERTIAN PELAYANAN HEMODIALISIS

A. Definisi
1. Penyakit Ginjal kronic (PGK) adalah:
a. Suatu kondisi kerusakan ginjal yang terjadi selama 3 bulan
atau lebih, yang didefinisikan sebagai abnormal struktur atau
fungsional ginjal, dengan atau tanpa penurunan Laju Filtrasi
Glomerulus (LFG) yang bermanifestasi sebagai kelainan
patofisiologis atau kerusakan ginjal, termasuk
ketidakseimbangan komposisi zat didalam darah atau urin serta
ada atau tidaknya gangguan hasil pemeriksaan pencitraan.
b. LFG yang kurang dari 60 ml/mnt/1,73 m2 lebih dari 3 bulan
dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
Keterangan :
Disebut PGK apabila terdapat salah satu dari criteria
diatas.

2. Hemodialisis (HD) adalah salah satu terapi ginjal pengganti ginjal


yang menggunakan alat khusus dengan tujuan mengatasi gejala
dan tanda akibat laju filtrasi glomerulus yang rendah sehingga
diharapkan dapat memperpanjang usia dan meningkatkan kualitas
hidup pasien.
3. Unit Hemodialisis adalah tempat pelayanan hemodialisis yang
terdiri dari minimal 4 mesin dialisis, didukung dengan unit
pemurnian air (water treatment) dan peralatan pendukung serta
mempunyai tenaga medis, minimal terdiri dari 2 perawat mahir
HD, 1 dokter umum bersertifikat HD, yang diawasi oleh 1 dokter
internis bersertifikat HD dan disupervisi oleh 1 orang internis
Konsultan Ginjal Hipertensi (KGH)
4. UPHDIRS adalah upaya pelayanan hemodialisis didalam institusi
rumah sakit berada dibawah instalasi penyakit dalam.
B. Falsafah
 Pada keadaan gagal ginjal, pasien membutuhkan terapi pengganti
fungsi ginjal untuk memperpanjang dan mempertahankan kualitas
hidup yang optimal. Terapi gagal ginjal yang ideal adalah
transplantasi ginjal. Akan tetapi karena masih terdapat kendala
faktor biaya dan keterbatasan donor, maka di Indonesia dialisis
masih merupakan terapi pengganti (TPG) yang utama. Terapi
pengganti ginjal ini sebagian dari pengobatan pasien gagal ginjal.
Selain TPG masih dibutuhkan pengobatan lain seperti vitamin D,
eritropoitin, obat pengikat fosfor, dll.
 Pasien hemodialisis mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya
komplikasi kardiovaskuler. Oleh karena itu penangganannya harus
dilakukan oleh seorang dokter yang memiliki kompetensi dibidang
hemodialisis
 Tindakan dialisis (hemodialisis dan CAPD) merupakan prosedur
kedokteran yang memerlukan teknologi tinggi dan biaya tinggi
sehingga menjadi tanggung jawab bersama pemerintah dan
masyarakat. Dialisis potensial menimbulkan resiko, oleh karena itu
keselamatan pasien serta kualitas pelayanan harus selalu
diperhatikan.
BAB III
PENGORGANISASIAN

Untuk mencapai tujuan dan sarana yang optimal dari perorangan


pelayanan hemodialisis perlu ditata pengorganisasian pelayanan dengan
tugas dan wewenang yang jelas dan terinci secar administrasi maupun
teknis.

A. Struktur Organisasi
Struktur organisasi unit layanan hemodialisis didalam rumah sakit
adanya klasifikasi rumah sakit berdasarkan kemampuan layanan dilihat
dari aspek kompetensi, SDM, fasilitas sarana serta kepemilikan
menyebabkan bervariasinya pengelolaan layanan mulai dari organisasi
sampai dengan pembiayaan rumah sakit.
Bagan Struktur
Unit HD di Rumah Sakit Umum Tangerang

DIREKTUR UTAMA

WADIR PELAYANAN
WADIR PENUNJANG
WADIR KEUANGAN
NON MEDIK

KABID PELAYANAN

KASI PELAYANAN

INSTALASI RAWAT
INAP

PENAGGUNG JAWAB HD KABID KEPERAWATAN

KARU HEMODIALISA DOKTER PDPJP, DOKTER


PELAKSANA

PERAWAT PELAKSANA
TEKHNISI

B. Ketenagaan
Ketenagaan pelayanan hemodialisis terdiri dari :
1. Tenaga medis (supervisor, dokter SpPD bersertifikat HD, dokter
bersertifikat HD)
2. Perawat (perawat mahir dan perawat biasa)
3. Teknisi
4. Tenaga administrasi
5. Dan tenaga lainnya yang mendukung program

C. Kompetensi
1. Supervisor hemodialisis adalah dokter SpPD-KGH
2. Dokter penanggung jawab hemodialisis adalah dokter SpPD-KGH
dan atau dokter SpPD yang telah mempunyai sertifikat pelatihan
hemodialisis dipusat pendidikan yang diakreditasi dan disahkan
oleh PBPERNEFRI
3. Dokter pelaksana hemodialisis adalah dokter bersertifikat HD yang
telah dilatih dipusat pendidikan yang diakreditasi dan disahkan
oleh PBPERNEFRI
4. Perawat mahir hemodialisis adalah perawat yang bersertifikat
pelatihan HD dipusat pendidikan yang diakreditasi dan disahkan
oleh PBPERNEFRI
5. Perawat adalah lulusan akademi perawatan

D. Klasifikasi dan uraian tugas


1. Supervisor
Seorang dokter spisialis penyakit dalam konsultan ginjal hipertensi
yang diakui oleh pernefri, dan bertugas sebagai pengawas
supervisor.Disamping itu dapat juga bertugas sebagai penanggung
jawab unit dialysis dan/atau dokter pelaksana unit hemodialisis.
2. Penaggung jawab
Seorang dokter spesialis penyakit dalam yang telah mendapat
pelatihan dialysis dipusat pelatihan dialysis yang
diakui/diakreditasi oleh pernefri dan bertugas sebagai penanggung
jawab unit hemodialisis. Disamping itu dapat juga bertugas
sebagai dokter pelaksana unit hemodialisis.
3. Dokter pelaksana
Seorang dokter yang telah mendapat pelatihan dialysis dipusat
pelatihan dialysis yang terakreditasi oleh PERNEFRI dan bertugas
sebagai dokter pelaksana unit hemodialysis
4. Perawat mahir
Perawat yang telah menempuh pendidikan khusus dialysis dan
perawat ginjal intensuf dipusat pelatihan dialysis yang diakui
PERNEFRI
5. Perawat
Seorang lulusan akademi keperawatan yang memberikan asuhan
keperawatan dan membantu tugas perawat mahir HD
6. Teknisi
Minimal SMU/STM atau perawat dengan pelatihan khusu mesin
dialysis & perlengkapannya. Bertugas menyiapkan mesin &
perlengkapannya, menjalankan & merawat mesin dialysis dan
pengolahan air, bekerja sama dengan teknisi pabrik pembuatnya
(produsen/agen)

BAB IV
PELAYANAN HEMODIALISIS

A. Konsep pelayanan Hemodialisis


1. Dilakukan secara komprehensif
2. Pelayanan dilakukan sesuai standar
3. Peralatan yang tersedian harus memnuhi ketentuan
4. Semua tindakan harus terdokumentasi dengan baik
5. Harus ada system monitor dan evaluasi

B. Prosedur pelayanan hemodialisis


1. Tindakan inisiasi hemodilasis (HD pertama) dilakukan
setelah melalui pemeriksaan/konsultasi dengan konsultan
atau dokter spesialis penyakit dalam yang telah bersertifikat
HD
2. Setiap tindakan hemodialisis terdiri dari :
Persiapan pelaksanaan hemodialisis : 30 menit
Pelaksanaan hemodialisis : 5 jam
Evaluasi pasca hemodialisis : 30 menit
Sehingga untuk setiap pelaksanaan hemodialisis diperlukan
waktu mulai dari persiapan sampai denagn waktu pasca
hemodialsis minimal 6 jam
3. Alur pasien dalam pelayanan hemodialisis
Pasien hemodialisis RS dapat berasal dari :
a. Instalasi rawat jalan
b. Instalasi rawat inap (termasuk ruang rawat intensif)
c. Instalasi gawat darurat
d. Rujukan dari rumah sakit/institusi kesehatan lainnya

Kegiatan selanjutnya adalah:


1. Pemeriksaan/penilaian/assessment tim
2. Hemodialisis
3. Bisa dikembalikan ketempat semula/dokter pengirim

D. Persyaratan minimal obat dan alat kesehatan habis pakai

1. OBAT

N Nama Obat Satuan Kekuatan


o

1 Adrenalin ampul 1 mg

2 Dexamethason ampul 10 mg

3 Dopamin ampul 50 mg dan 200


mg

4 Heparin 5000 IU flakon 5000 unit/ml

5 Protamin sulfat ampul 50 mg/ml

6 Bicarbonat Natrikus 8,4 flakon 25 ml dan 100 ml


%
7 Anti histamine ampul

8 Clonidin tablet 0,15 mg

9 Dextrose 40% flakon 25 ml

10 Diazepam ampul 10 ampul

11 Lidocain HCL 2% ampul 20 mg/ml

12 Nacl 0,9 % kolf 500 ml

13 Dextro 5 % dan 10% kolf 500 ml

14 Nifedipin tablet 5 mg

15 Captopril tablet 12,5 mg

16 Isosorbit dinitrate tablet 5 mg

17 Paracetamol tablet 500 mg

18 H2O2 larutan 3%

19 Iodine povidone larutan 10 %

20 Antiseptik larutan
(savlon,hibiscrub)

21 Alkohol 70 % larutan

2. ALAT KESEHATAN

No Nama alat Kesehatan

1 Hollow fiber berbagai ukuran

2 Blood line

3 AV fistula

4 Disposible syringe

5 Kassa steril

6 Blood set

7 Masker disposable

8 Sarung tangan steril

9 Plester

10 Oksigen tabung
11 Havox/citrit acid (untuk desinfectan mesin sesuai dengan
petunjuk pabrik)

12 Campuran perasetic acid % H2O2 (untuk dialiser proses


ulang

13 Renalin cairan (untuk desinfectan dialiser reuse)

E. Persyaratan minimal bagunan dan prasarana


1. Unit hemodialisis mempunyai bangunan dan prasarana yang
sekurang-kurangnya terdiri dari :
a. Ruang hemodialisis
Sekurang-kurangnya mempunyai kapasitas untuk 4 mesin
hemodialisis
Rasio mesin hemodialisis dengan luas ruangan sekurang-
kurangnya sebesar 1:8 m2
b. Ruangan pemeriksaan/konsultasi
c. Ruangan dokter
d. Ruangan perawat (nurse station)
e. Ruangan reuse
f. Ruangan pengelolaan air (water treatment)
g. Ruangan sterilisasi alat
h. Ruangan penyimpanan obat
i. Ruangan pimpinan
j. Ruangan administrasi
k. Ruangan pendaftaran/penerimaan pasien dan rekam medic
l. Ruangan penunjang non medic yang sekurang-kurangnya
terdiri dari pantry, gudang peralatan, tempat cuci
m. Ruang tunggu pasien
n. Toilet yang masing-masing terdiri dari toilet untuk petugas dan
pasien juga penunggu pasien
o. Spoelhok
2. Seluruh ruangan harus memnuhi persyaratan minimal untuk
kebersihan, ventilasi, penerangan dan mempunyai system
keselamatan kerja dan kebakaran
3. Mesin hemodialisis yang dipergunakan untuk memberikan
pelayanan harus secara berkala dikalibrasi sesuai dengan
ketentuan yang berlaku
4. Mepunyai fasiklitas listrik dan penyediaan air bersih(water
treatment) yang mempunyai persyaratan kesehatan
5. Mempunyai sarana untuk mengolah limbah dan pembuangna
sampah sesuai peraturan yang berlaku(septic tank besar/rujukan
limbah padat infeksius)
6. Tiap unit hemodialisis sangat dianjurkan memilki fasilitas akses
internet untuk dapat mengirim laporan berkala ke supervisor dan
PERNEFRI pusat (Registrasi PERNEFRI)

F. Persyaratan minimal peralatan


Satu unit hemodialisis mempunyai peralatan meliputi
1. Sekurang-kurangnya 4 mesin hemodialisis yang siap pakai dan
jenis mesin hemodialisis tersebut harus terdaftar didepartemen
kesehatan
2. Tempat tidur/kursi untuk tempat pasien yang sedang menjalani
hemodialisis
3. Peralatan medic standar seperti stetoskop, tensimeter, timbangan
badan dan sebagainya, dengan jumlah sesuai kebutuhan.
4. Sebaiknya mempunyai peralatan yang diperlukan untuk resusitasi
kardiopulmoner yang sekurang-kurangnya terdiri dari dari ambu
viva
5. Peralatan reuse dialiser manual atau otomatik
6. Nurse call system
7. Peralatan pengolahan air sehingga air untuk dialysis memenuhi
standar AAMI (association for the advancement of medical
instrumentation)
8. Peralatan sterilisasi alat medis
9. Generator listrik berkapasitas sekurang-kurangnya sebesar
kebutuhan untuk menjalankan mesin hemodialisis yang ada
10. Peralatan pemadam kebakaran
11. Peralatan komunikasi ekternal (telpon dan faks)
12. Peralatan untuk kegiatan perkantoran
13. Peralatan untuk mengelola limbah dan sampah
14. Perlengkapan dan peraltan mesin lain sesuai dengan kebutuhan

G. Sistem pembiayaan
1. Sumber
a. Biaya sendiri
b. Asuransi
c. Perusahaan
d. Bpjs non pbi
e. Bpjs pbi
f. Gakin kabupaten
g. Dan lain-lain

2. Pola tariff terdiri dari


a. Jasa medic
b. Jasa rumah sakit
c. Bahan dan alat

H. Pengendalian limbah
Mengikuti pengendalian limbah rumah sakit

I. Kesehatan dan Keselamatan Kerja/k3


Harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Pelaksanaan kewaspadaan universal (universal precaution) yang
ketat (pasien, staf dan penggunaan alat medic/non medic)
termasuk hand hygiene sebelum dan sesudah melakukan
pekerjaan.
b. Piñata ruang, aksebelitas,penerangan dan pemilihan material
harus sesuai dengan ketentuan yang mengacu pada patient safety.
c. Isolasi mesin hemodialisis hanya diharuskan pada pengidap virus
hepatitis B dan HIV
d. Pemakaian dialiser proses ulang hanya diperkenankan pada pasien
pengidap virus hepatitis C dan HIV dengan kewaspadaan khusus,
akan tetapi dilarang pada pengidap Virus hepatitis B

J. Pencatatan dan pelaporan


a. Dalam rekam medic dicatat diagnosis rekammedik untuk
pelaporan ke dinas kesehatan yang kemudian diteruskan
kedepartemen kesehatan
b. Setiap unit hemodialisis dirumah sakit dan diluar ru,ah sakit
harus mengirim laporan kepusat registrasi PERNEFRI secara
berkala tiap bulan.

K. Evaluasi dan Pengendalian Mutu


Kegiatan evaluasi terdiri dari :
a. Evaluasi internal : dinilai dari SDM, saran prasarana hemodialisis
b. Evaluasi ekternal : dinilai dari kegiatan hemodialisis (jumlah
pasien, edukasi hemodialisis, morbiditas dan mortalitas, tarif
hemodialisis
BAB V
SISTEM RUJUKAN

A. Pengertian
Konsep rujukan adalah suatu upaya pelimpahan tanggung
jawab dan wewenang secara timbal balik dalam pelayanan kesehatan
untuk menciptakan suatu pelayanan kesehatan paripurna. Sistem
rujukan diperlukan senagai tempat konsultasi pasien hemodialisis
yang memiliki masalah medikakut atau kronik. Rujukan ini dapat
berlangsung vertical dan horizontal sesuai dengan fungsi koordinasi
dan jenis kemapuan yang dimilki.

Rujukan dapat terjadi dari unit dialisisi diluar rumah sakit


kerumah sakit, atau unit hemodialisis kerumah sakit laindenagan
kelas rujukan tertinggi.
Rumah sakit rujukan adalah rumah sakit yang mempunyai kerja
sama dengan unit hemodialisis (unit hemodialisis tersebut merupakan
satelit/jejaring dari unit hemodialisis rumah sakit).

Kegiatan rujukan mencakup:


a. Rujukan pasien (internal dan ekternal)
Rujukan internal adalah rujukan antar spesialis dalam satu rumah
sakit
Rujukan ekternal adalah rujukan antar spesialis keluar rumah
sakit dengan mengikuti system rujukan yang ada.
b. Rujukan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk peningkatan
kemapuan tenaga hemodialisis serta sumber daya kesehatan
lainnya (dana,alat,sarana)
c. Pembinaan managemen
B. Sistem pelayanan rujukan hemodialisis
Pada prinsipnya ruyjukan pasien hemodialisis rutin dapat
dilakukan diklinik hemodilaisis manapun rumah sakit,akan tetapi
tindakan hemodialisis pertama kali harus dilakukan dirumah sakit.

C. Pembinaan Dan Pengawasan Unit Hemodialisis


1. Tujuan pembinaan dan pengawasan
a. Meningkatkan mutu pelayanan
b. Pengembangan jangkauan pelayanan
c. Peningkatan kemapuan kemandirian pelayanan
Pembinaan dan pengawasan dilaksanakan secara berjenjang oleh
tim yang terdiri dari dinas kesehatan setempat dan PERNEFRI.
Pengawasan dan pembinaan dilakukan terhadap semua unit HD
didalam dan diluar RS. Dinas kesehatan mengawasi aspek legalitas
dan PERNEFRI mengawasi aspek medis/profesi.

2. Pembinaan
a. Setiap unit HD diwajibkan mebuat laporan secara berkala
setiap bulan kepada dinas kesehatan dan PERNEFRI. Cara
pelaporan sesuai dengan ketentuan/format yang berlaku
b. Pengawasan dilakukan dengan pertemuan berkala setiap
semester, apabila dipandang perlu maka dilakukan visitasi.

3. Pengembangan
Setiap SDM yang ada unit hemodialisis berkewajiban senatiasa
meningkatkan ilmu pengetahuan dan keterampilan baik secara
mandiri maupun mengikuti pendidikan dan pelatihan yang
diselenggarakan oleh lembaga-lembaga yang
berwenang/terakreditasi.
Referensi :

1. Pedoman pelayanan hemodialisis di sarana pelayanan kesehatan


2. Consensus PERNEFRI 2013
3. Raharjo JP, Susalit E, Suharjono, Hemodialisis dalam Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam, jilid 11, Ed 1V, Editor sudoyo AW, Setyohadi
B. dkk. Pusat Penerbitan IPD, FKUI.
4. NKF-K/DOQI clinical practice Guidelines for Hemodialisis
Adequacy Update 2000 hal s13-s43

Ditetapkan di Serang
Pada tanggal 18 September 2018

Plt. DIREKTUR,
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANTEN

SUSI BADRAYANTI

Anda mungkin juga menyukai