Anda di halaman 1dari 7

KLINIK PRATMA JUHAERIAH (JMC)

KEPUTUSAN KEPALA KLINIK PRATAMA JUHAERIAH


NOMOR :...............................

TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN KLINIS

KEPALA KLINIK PRATAMA JUHAERIAH (JMC) 2022

Menimbang : a. bahwa dalam rangka peningkatan mutu dan kinerja, Klinik dituntut
untuk memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu khususnya
Pelayanan Kesehatan Perorangan (PKP)
b. bahwa pelayanan klinis klinik perlu memperhatikan mutu dan
keselamatan pasien dan petugas kesehatan
c. bahwa perkembangan teknologi, ilmu pengetahuan, serta perubahan
lingkungan dapat mempengaruhi perubahan pola penyakit yang
menimbulkan wabah sehingga membahayakan masyarakat dan
menimbulkan perubahan dalam pelayanan kesehatan di Klinik.
d. bahwa dalam rangka memberikan acuan dalam menjamin pelayanan
klinis dilaksanakan sesuai kebutuhan pasien, bermutu dan
memperhatikan keselamatan pasien dan petugas kesehatan, maka perlu
di susun kebijakan pelayanan klinis di Klinik.

Mengingat 1. Undang – Undang nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit


Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor
: 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3237);
2. Undang – Undang nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 nomor 144
tambahan lembaran Negara Republik Indonesia nomor 5063);
3. Undang – Undang nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20018 nomor
128 tambahan lembaran Negara Republik Indonesia nomor 5072);
4. Peraturan Pemerintah nomor 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan
Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1991 nomor 49 Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3447);
5. Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 11 tahun 2020 tentang
Kedaruratan Masyarakat Akibat Covid-19;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rujukan
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 nomor 122);
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269 Tahun
2008 tentang Rekam Medis;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.9 tahun 2014
tentang Klinik.
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 Tahun 2014 tentang
Penanggulangan Penyakit Menular (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 nomor 1755);
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 tahun 2015 tentang Akreditasi
Puskesmas, Klinik Pratama , Tempat Praktik Mandiri Dokter dan
Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 nomor 1049);
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 11 tahun 2017 tentang
Keselamatan Pasien (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2017 nomor 308);
12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 27 tahun 2017 tentang Pedoman
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 nomor 857);
13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 47 tahun 2018 tentang Pelayanan
Kegawatdaruratan (Berita Negara RepublikIndonesia Tahun 2018
nomor 1799);
14. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 14 tahun 2021
tentang standar kegiatan usaha dan produk pada penyelenggaraan
Perizinan berusaha berbasis resiko sektor kesehatan
15. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 27 tahun 2019 tentang Perubahan
Kedua atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun 2015
tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama , Tempat Praktik
Mandiri Dokter dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi;
16. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014
Tentang Panduan Praktik Klinik Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer;
17. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 514 Tahun
2015 tentang Panduan Praktis klinis bagi Dokter di fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer;
18. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor.HK.02.02/Menkes/62/2015 tentang Panduan Praktik Klinik
Bagi Dokter Gigi ;
19. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 382 Tahun
2020 tentang Protokol Kesehatan Bagi Masyarakat di Tempat dan
Fasilitas Umum Dalam Rangka Pencegahan dan Pengendalian Corona
Virus Disease 2019;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA KLINIK TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN


KLINIS YANG MENJAMIN KESINAMBUNGAN PELAYANAN
KLINIK TAHUN 2022
Kesatu : Kebijakan pelayanan klinis di KLINIK sebagaimana tercantum dalam
lampiran merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari surat keputusan ini
;
Kedua
: Kebijakan pelayanan klinis sebagaimana tercantum dalam Diktum KESATU
menjadi acuan bagi petugas kesehatan dalam melakukan pelayanan klinis
terkait adanya wabah penyakit serta mencegah dan mengendalikan
Ketiga penyebaran wabah penyakit;
: Segala kegiatan pelayanan klinis wajib mematuhi protokol kesehatan yang
telah ditetapkan untuk mencegah penyebaran wabah penyakit;
Keempat
Kelima : Surat keputusan ini berlaku mulai tanggal ditetapkan;
: Segala biaya yang di keluarkan sebagai akibat pelaksanaan surat keputusan
ini dibebankan pada anggaran KLINIK;
Keenam
: Apabila dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan surat
keputusan ini, akan ditinjau dan diadakan perubahan seperlunya.
Ditetapkan di :
Pada Tanggal :
KEPALA KLINIK PRATAMA JUHAERIAH (JMC)

dr. Juhaeriah
LAMPIRAN KEP KEPALA KLINIK
KLINIK PRATAMA JUHAERIAH (JMC) NOMOR :
TANGGAL:

A. PENDAFTARAN PASIEN
1. Pendaftaran pasien harus dipandu dengan prosedur yang jelas dengan menanyakan keluhan
pasien yang berhubungan dengan gejala wabah penyakit secara singkat dan skrining suhu
tubuh oleh petugas skrining untuk membantu triase pasien.
2. Pendaftaran pasien memperhatikan keselamatan pasien dan petugas kesehatan seperti
dengan melakukan imbauan agar pasien menggunakan masker dan cuci tangan terlebih
dahulu sebelum masuk kedalam klinik.
3. Pendaftaran dilakukan oleh petugas yang kompeten yang memenuhi kriteria sebagai
petugas pendaftaran.
4. Identitas pasien harus dipastikan minimal dengan dua cara dari cara identifikasi yang
relative tidak berubah sebagai berikut : nama lengkap pasien, tanggal lahir/umur
,nomor rekam medis , dan alamat menggunakan kartu berobat/kartu identitas/kartu
keluarga.
5. Informasi tentang jenis pelayanan klinis yang tersedia dan informasi lain yang dibutuhkan
masyarakat yang meliputi : tarif, jenis pelayanan, rujukan, dan informasi tentang kerjasama
dengan fasilitas kesehatan lain harus dapat disediakan di tempat pendaftaran
6. Penyampaian hak dan kewajiban pasien dilakukan di pendaftaran dengan memperhatikan
jaga jarak fisik.
7. Seluruh proses pendaftaran memperhatikan jaga jarak fisik minimal 1 meter.
8. Petugas pendaftaran harus memperhatikan hak – hak pasien / keluarga pasien .
9. Koordinasi antara petugas pendaftaran dengan unit lain wajib dilakukan agar
pasien/keluarga pasien memperoleh pelayanan terutama pasien yang membutuhkan
pertolongan dengan segera dengan memperhatikan keselamatan pasien, keluarga pasien dan
petugas kesehatan.
10. Tahapan pelayanan klinis diinformasikan kepada pasien untuk menjamin kesinambungan
layanan.
11. Kendala fisik, bahasa, budaya dan penghalang lain dalam pelayanan didentifiksi dan
dilakukan upaya tindak lanjut untuk mengatasi dan mengurangi hal tersebut .

B. PENGKAJIAN, KEPUTUSAN, RENCANA LAYANAN


1. Kajian awal dilakukan secara paripurna dilakukan oleh tenaga yang kompeten melakukan
pengkajian.
2. Kajian awal meliputi kajian medis, kajian keperawatan, dan kajian lain oleh tenaga profesi
kesehatan sesuai dengan kebutuhan.
3. Pengkajian awal meliputi anamnesis/alloanamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang, dan kajian sosial.
4. Proses kajian dilakukan mengacu standar pasien dan standar asuhan mengacu pada SOP
pelayanan dengan menerapkan prinsip triase, PPI (program pencegahan infeksi) dan
physical distancing atau jaga jarak aman minimal 1 meter
5. Praktisi klinis wajib menjamin pengulangan tidak perlu baik pemeriksaan penunjang
maupun terapi melalui penulisan lengkap dalam rekam medis dan melakukan integrasi
antara pelayanan klinis dan penunjang.
6. Informasi kajian baik medis, keperawatan, kebidanan, dan profesi kesehatan lain wajib
diidentifikasi dan dicatat dalam rekam medis.
7. Proses kajian diperlukan koordinasi dan komunikasi antara praktisi klinis untuk menjamin
perolehan dan pemanfaatan informasi secara tepat waktu.
8. Pasien dengan kondisi gawat atau darurat harus diprioritaskan dalam asesmen dan
pengobatan.
9. Petugas layanan klinis wajib melaksanakan triase untuk memprioritaskan pasien dengan
kebutuhan emergensi
10. Petugas layanan klinis wajib melakukan stabilisasi pasien dan komunikasi kepada fasilitas
kesehatan rujukan dalam melakukan rujukan.
11. Kajian dan perencanaan asuhan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan
profesional yang kompeten.
12. Rencana layanan disusun untuk tiap pasien, dan melibatkan pasien.
13. Proses kajian, perencanaan, dan pelaksanaan layanan dilakukan dengan
peralatan dan tempat yang memadai.
14. Peralatan dan tempat pelayanan wajib menjamin keamanan pasien dan petugas.
15. Rencana layanan dan pelaksanaan layanan dipandu oleh prosedur klinis yang
dibakukan.
16. Jika dibutuhkan rencana layanan terpadu, maka kajian awal, rencana layanan, dan
pelaksanaan layanan disusun secara kolaboratif dalam tim layanan terpadu.
17. Penyusunan rencana layanan mempertimbangkan kebutuhan biologis, psikologis, sosial,
spiritual, dan memperhatikan tata nilai budaya pasien.
18. Risiko yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan layanan harus diidentifikasi seperti
risiko jatuh, risiko alergi obat.
19. Efek samping dan risiko pelaksanaan layanan dan pengobatan harus
diinformasikan kepada pasien.
20. Rencana layanan harus didokumentasikan dalam rekam medis
21. Rencana layanan harus memuat pendidikan dan penyuluhan pasien

C. PELAKSANAAN LAYANAN
1. Pelaksanaan layanan dipandu dengan pedoman dan prosedur pelayanan klinis.
2. Pelaksanaan layanan dilakukan sesuai rencana pelayanan.
3. Tindakan medis/pengobatan yang berisiko wajib diinformasikan pada pasien sebelum
mendapatkan persetujuan
4. Jika dilakukan perubahan rencana layanan harus dicatat dalam rekam medis.
5. Pemberian informasi dan persetujuan pasien (informed consent) wajib didokumentasikan.
6. Pelaksanaan layanan klinis harus dimonitoring, dievaluasi dan ditindak lanjut.
7. Pembatasan pelayanan gigi dan mulut, dimana pelayanan yang dapat diberikan meliputi
pelayanan pada keadaan darurat seperti nyeri yang tidak tertahan, gusi yang bengkak dan
berpotensi mengganggu jalan nafas, perdarahan yang tidak terkontrol dan trauma pada gigi
dan tulang wajah yang berpotensi mengganggu jalan nafas.
8. Petugas melakukan penanganan pasien resiko tinggi dengan menerapkan prinsip PPI
seperti penggunaan APD dan lain-lain.
9. Pelayanan gawat darurat tetap diprioritaskan sesuai standar pelayanan yang berlaku dengan
memperketat proses triase dan memperhatikan prinsip PPI apabila tidak dapat ditentukan
bahwa pasien mempunyai potensi COVID 19 maka pasien diperlakukan sebagai kasus
COVID 19.
10. Kasus – kasus gawat darurat yang dapat ditangani di klinik dan kasus berisiko tinggi
penularan yang memerlukan penanganan meliputi: Colic Abdomen, syok anafilaksis,
kejang demam, asma akut, keracunan makanan, dehidrasi ringan, luka bakar derajat I dan
II, cedera kepala ringan, kegawatan jantung, syok hipovolemik, Benda Asing (corpus
alienum) pada Mata/ Telinga/Hidung, Trauma ringan, TB, Demam berdarah, HIV-AIDS,
diare, COVID-19, demam tyfoid.
11. Pemberian obat/cairan intravena harus dilaksanakan dengan prosedur pemberian
obat/cairan intravena yang baku dan mengikuti prosedur aseptik.
12. Kinerja pelayanan klinis harus dimonitor dan dievaluasi dengan indikator yang jelas.
13. Hak dan kebutuhan pasien harus diperhatikan pada saat pemberian layanan.
14. Keluhan pasien/keluarga pasien wajib diidentifikasi, didokumentasikan danditindak lanjut.
15. Kewajiban untuk mengulangi pengulangan tidak perlu yaitu dengan menuliskan rekam
medis secara lengkap termasuk pemeriksaan penunjang diagnostik, tindakan dan
pengobatan dan mengingatkan sesama petugas kesehatan.
16. Pelayanan pasien dimulai dari pelayanan klinis, pemeriksaan penunjang, pengobatan,
tindakan dan rujukan harus dijamin kesinambungan.
17. Penolakan untuk melanjutkan pengobatan maupun untuk rujukan dipandu oleh prosedur
yang baku.
18. Jika pasien menolak untuk pengobatan atau rujukan, wajib diberikan informasi tentang hak
pasien untuk membuat keputusan, akibat dari keputusan, dan tanggung jawab, mereka
berkenaan dengan keputusan tersebut dan alternative penanganan dan pengobatan.
19. Pelayanan anastesi dan pembedahan harus dipandu dengan prosedur baku.
20. Pelayanan anastesi dan pembedahan harus dilaksanakan oleh petugas yang kompeten,
dalam hal ini petugas kesehatan yang mempunyai kewenangan melakukan anastesi
yang dimaksud yaitu dokter, perawat/bidan yang mendapat delegasi wewenang dari
dokter
21. Jenis anastesi yang dapat dilakukan di klinik meliputi :
 anastesi infiltrasi dengan lidocain 2% ampul
 blok anastesi dengan lidocain 2% ampul
 topical anastesi dengan chlorethyl.
22. Sebelum melakukan anastesi dan pembedahan harus mendapatkan informed consent.
23. Pasien wajib dimonitor sebelum, saat dan setelah dilakukan anastesi dan
pembedahan.
24. Jenis tindakan pembedahan yang dapat dilakukan di klinik meliputi :
 pencabutan kuku
 penjahitan luka
 pembersihan dan perawatan luka
 insisi abses
 pengambilan corpus alienum superficial
25. Pendidikan / penyuluhan kesehatan pada pasien dilaksanakan sesuai dengan rencana
layanan meliputi penyakit, penggunaan obat, peralatan medik, aspek etika dan PHBS.

D. RENCANA RUJUKAN
1. Klinik merujuk ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) sesuai dengan
kasus dan sistem rujukan yang telah ditetapkan oleh dinas kesehatan daerah kabupaten/kota
sesuai peraturan yang berlaku.
2. Sebelum melakukan rujukan, petugas kesehatan wajib mendapatkan persetujuan dari pasien
dan/atau keluarganya.
3. Sebelum melakukan rujukan, petugas kesehatan wajib melakukan pertolongan pertama atau
stabilisasi pra rujukan.
4. Sebelum melakukan rujukan, petugas kesehatan wajib membuat surat pengantar rujukan
dan resume klinis rangkap dua berisi kondisi pasien, tindakan yang telah dilakukan dan
kebutuhan pasien akan tindakan lanjut.
5. Transportasi untuk rujukan sesuai dengan kondisi pasien dan ketersediaan sarana
transportasi.
6. Pasien yang memerlukan asuhan medis terus menerus didampingi oleh tenaga Kesehatan
yang kompeten dan membawa formulir monitoring khusus utuk kasus COVID-19 sesuai
dengan Pedoman.
7. Rujukan dilaksanakan dengan menerapkan PPI, termasuk desinfeksi ambulan.
8. Rujukan sesuai kebutuhan pasien ke sarana pelayanan lain diatur dengan prosedur yang
jelas.
9. Informasi tentang rencana rujukan meliputi sarana rujukan, sarana tujuan rujukan, dan
kapan rujukan harus dilakukan disampaikan dengan cara yang mudah dipahami oleh
pasien/keluarga pasien.
10. Selama proses rujukan, petugas yang kompeten wajib melakukan monitoring kondisi
pasien.
11. Umpan balik dari fasilitas rujukan wajib ditindak lanjut oleh dokter yang menangani.
12. Jika pasien tidak mungkin dirujuk, Klinik wajib memberikan alternatif pelayanan.
13. Pasien diberikan informasi tentang hak untuk memilih tempat rujukan.
14. Kriteria rujukan pasien meliputi
a. Kompetensi dan kewenangan faskes rujukan lebih baik dalam menangani pasien
tersebut
b. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien
karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan dan / atauketenagaan
c. Pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau subspesialistik
15. Klinik melakukan koordinasi dengan gugus tugas COVID-19 kabupaten/kota dan RS
rujukan COVID-19 terdekat untuk pemulasaraan dan pemakaman.
Ditetapkan di :
Pada Tanggal :
KEPALA KLINIK PRATAMA JUHAERIAH (JMC)

dr. Juhaeriah

Anda mungkin juga menyukai