Anda di halaman 1dari 13

HUBUNGAN KONFLIK PERAN GANDA TERHADAP WORKPLACE

WELL BEING PADA POLISI WANITA BERKELUARGA DI

POLRESTABES PALEMBANG

Skripsi

Oleh:

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS BINA DARMA

PALEMBANG

2022

1
2

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang Masalah

Kesetaraan gender di Indonesia memberikan dampak yang positi dimana

wanita memiliki status yang sama dengan laki-laki seperti dalam hal pekerjaan.

Keterlibatan wanita dalam pekerjaan dalam peran publik khususnya anggota polisi

semakin tahun semakin meningkat. Ditunjukan oleh data dari website Polri pada

tahun 2020 yakni jumlah polisi wanita tercatat ada 24.506 personel yang terdiri

dari tiga perwira tinggi, 1.567 perwira menengah, 355 perwira pertama dan

19.581 bintara.

Hal ini menunjukkan bahwa wanita mampu menyetarakan perannya

seperti kaum pria, dengan hak dan kewajiban sama yang diperoleh kaum pria

dalam pekerjaannya. Keberadaan polisi dalam suatu negara sangat dibutuhkan

karena tanpa polisi, hukum yang ada hanya berupa ayat-ayat saja. Melihat tugas

polisi yang sangat menentukan tersebut, maka polisi sebagai penegak hukum

dituntut untuk dapat berbuat terbaik dalam pelaksanaan tugasnya. Polwan dituntut

untuk memiliki tingkat kepuasan kerja yang tinggi, maka hal yang seharusnya

dimiliki oleh polwan agar memiliki sikap positif terhadap pekerjaannya, polwan

harus mengacu pada aturan-aturan yang ada dalam instansinya (Gitoyo, 2012).

Workplace well-being sebagai kesejahteraan yang dirasakan oleh pegawai

yang dipengaruhi oleh adanya kepuasan terhadap aspek-aspek dalam

pekerjaannya. workplace well-being tersebut terdiri dari kepuasan kerja (job

satisfaction) dan perasaan pekerja secara umum (core affect), serta Work Values
3

atau aspek-aspek penting yang ada di dalam pekerjaannya (Brunette, 2013).

Workplace well-being atau kesejahteraan ditempat kerja adalah perasaan sejahtera

yang dirasakan oleh para pekerja terhadap tempat kerjanya (Acas, 2012). Menurut

Warr (2010) workplace well-being merupakan suatu kewajiban, banyak orang

percaya bahwa memperbaiki workplace well-being akan memberikan dampak

yang positif bagi performa polisi wanita yang memiliki peran ganda secara

keseluruhan. Menurut Hasibuan (2016) Pemberian kesejahteraan akan

menciptakan ketenangan, semangat kerja, dedikasi, disiplin dan sikap loyal

terhadap perusahaan sehingga labour turnover relative rendah. Dengan tingkat

kesejahteraan yang cukup, maka mereka akan lebih tenang dalam melaksanakan

tugas-tugasnya. Dengan ketenangan tersebut diharapkan para karyawan akan lebih

berdisiplin.

Setiap profesi yang di geluti seeorang, pasti mempunyai tuntutan masing-

masing. Tuntutan kerja antara lain seperti beban kerja yang sulit berlebihan,

tekanan dan sikap kepemimpinan yang kurang adil dan tidak wajar, waktu kerja

yang terbaatas, dan peralatan yang kurang, konflik antara pribadi dengan

pimpinan atau kelompok kerja, balas jasa yang terlalu rendah, dan adanya

masalah-masalah keluarga. Tuntutan kerja yang seperti inilah yang dapat

menimbulkan stres kerja pada karyawan. Dengan demikian bahwa stres kerja

timbu lkarena tuntutan lingkungan dan tanggapan setiap individu dalam

menghadapinya.

Well-being yang tinggi pada polisi wanita yang berada dalam kondisi

emosi positif sehingga dalam bekerja menjadi lebih bahagia dan lebih produktif
4

meskipun memiliki peran ganda. Namun sebaliknya, pada polisi wanita yang

berada pada lingkungan kerja yang tidak sehat dan tidak menyejahterakan pekerja

maka polisi wanita bisa menjadi kurang produktif, kurang mampu mengambil

keputusan yang baik dan memiliki kemungkinan untuk mangkir dari pekerjaannya

(Fisher, 2014). Setiap anggota polwan diharapkan dapat menjadi teladan dengan

menjalankan aturan-aturan yang berlaku menjaga ketentraman dan penegakkan

hukum sesuai dengan tugasnya, Polwan sudah seharusnya bekerja secara

profesional, dalam pekerjaan polwan dituntut mempunyai moral yang baik,

menjaga citra dan selalu mengembangkan diri sesuai dengan perubahan

lingkungan (Sutanto, 2013).

Beberapa faktor yang mempengaruhi workplace well being antara lain

lingkungan birokrasi, ketidaksesuaian kerja ideal-real, tuntutan yang saling

bertentangan, beban klien, fleksibilitas yang tidak memadai dalam mengatur jam

kerja, ketidakpastian peran, iklim organisasi (Coates and Howe, 2014). Workplace

juga dipengaruhi oleh beban kerja, gaya kepemimpinan/manajemen, konflik

profesional dan biaya perawatan emosional, kurangnya penghargaan, dan kerja

shift (McVicar, 2003). Selain itu stresor termasuk dokumen yang berlebihan,

memenuhi tenggat waktu, sering interupsi personel yang tidak cukup untuk

menangani tugas, waktu pribadi yang tidak mencukupi, tekanan pekerjaan, dan

kurangnya dukungan terlibat dalam mempengaruhi workplace well being

(Salmond & Ropis, 2005).

Beberapa faktor yang mempangaruhi workplace well being peneliti

berpendapat bahwa konflik peran yang terjadi sehinga mempengaruhi kepada


5

workplace well-being ialah seoarang wanita yang memiliki keluarga dan memiliki

naluri bertanggung jawab mengurus rumah tangga harus melaksanakan tugas

untuk negara yang terkadang waktu bertugasnya di jam saat dengan keluarga.

Penelitian yang dilakukan oleh Hurlock (2011) mengatakan peran ganda yang ada

pada seorang ibu rumah tangga mengakibatkan salah satu yang menjadi prioritas

menjadi tidak efektif karena terganggu oleh prioritas yang lain. Hal tersebut

menjadi suatu pilihan oleh polisi wanita sehingga saat bekerja pikiran akan

keluarga memberi dampak bekerja tidak efektif dan tingkat kesejahteraan

menurun

Perempuan dengan peran ganda, yaitu sebagai perempuan yang bekerja

secara fisik dan psikis di pemerintahan, swasta, dan wirausaha, berperan sebagai

ibu dan / atau istri yang memajukan karier dan mengurus keluarga. sekaligus

berperan juga sebagai ibu dan atau istri yang bertanggung jawab mengurus rumah

tangga (Amir, 2011). konflik pekerjaan-keluarga merupakansalah satu faktor

internal yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja seseorang. Konflik keluarga-

pekerjaan timbul karena adanya ketidakseimbangan antara peran sebagai pekerja

dengan peran sebagai anggota keluarga, keluarga dapat diartikan sebagai suatu

kesatuan keluarga yang kecil, yang terdiri dari seorang ayah, ibu dan anak-anak.

Konflik kerja-keluarga dapat menyebabkan rendahnya kualitas hubungan suami

istri, munculnya masalah dalam hubungan antara ibu dan anak, serta timbulnya

gangguan tingkah laku pada anak (Connor, 2014).

Konflik peran sebagai hasil dari ketidak sesuaian antara harapan-harapan

yang disosialisasikan dengan beberapa posisi yang dimiliki seseorang (konflik


6

antarperan) (Larsen, 2010). Konflik pekerjaan-keluarga timbul karena adanya

ketidakseimbangan antara peran sebagai pekerja dengan peran sebagai anggota

keluarga. Keluarga dapat diartikan sebagai suatu kesatuan keluarga yang kecil,

yang terdiri dari seorang ayah, ibu dan anak-anak. Konflik kerja-keluarga dapat

menyebabkan rendahnya kualitas hubungan suami istri, munculnya masalah

dalam hubungan antara ibu dan anak, serta timbulnya gangguan tingkah laku pada

anak (Amir, 2011). Dalam menghadapi konflik diperlukan keputusan yang

bijaksana, apabila mungkin secara kompromistis (Walgito, 2011). konflik

pekerjaan-keluarga berkorelasi negatif dengan kepuasan kerja, yaitu pekerja yang

mengalami konflik tingkat tinggi cenderung memiliki tingkat kepuasan kerja yang

rendah. Menurut Gitoyo (2012) Polisi wanita yang tidak puas akan lebih sering

izin meninggalkan tugas, minta cuti, bahkan membolos sehingga mempengaruhi

kinerja organisasi kepolisian.

Penelitian yang dilakukan oleh Hapsari, (2020) menggambarkan hasil

amalisis menunjukkan korelasi r = -0.518 (p < 0.01) yang mengindikasikan bahwa

terdapat hubungan negatif yang sangat signifikan antara konflik peran ganda

dengan kesejahteraan pada pekerja yang menjalani work from home pasca

pandemi covid-19. Arah hubungan adalah negatif yang mengartikan bahwa

semakin rendah konflik peran ganda yang dialami pada pekerja maka semakin

tinggi kesejahteraan pekerja dalam menjalani work from home. Hasil penelitian

lainnya oleh Fauzia (2018) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara konflik peran ganda dan well-being ditempat kerja pada wanita
7

yang bekerja sebagai teller Bank Nagari dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar

-0,660, p= 0,000 (p<0,01).

Berdasarkan permasalahan dan uraian singkat keterkaitan antara kedua

variabel dan hasil dari studi lapangan yang peneliti lakukan, maka muncullah

pertanyaan penelitian, apakah ada hubungan antara konflik peran ganda terhadap

workplace wellbeing pada polisi Wanita berkeluarga di Polrestabes Palembang.

Untuk menjawab pertanyaan penelitian, maka peneliti menggunakan

pendekatan kuantitatif. Dengan menguji korelasi antara konflik peran ganda

terhadap workplace wellbeing pada polisi Wanita berkeluarga di Polrestabes

Palembang.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hubungan

antara konflik peran ganda terhadap workplace wellbeing pada polisi Wanita

berkeluarga di Polrestabes Palembang.

C. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah

memberikan sumbangan informasi dan literatur tambahan berkaitan dengan

konflik peran ganda maupun workplace wellbeing terhadap kemajuan ilmu

pengetahuan secara umum dan secara khusus kemajuan ilmu psikologi.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis yang diperoleh dari penelitian ini adalah dapat

memberikan pengetahuan dan sebagai rujukan kepada polisi wanita yang


8

sudah berkeluarga maupun akademisi untuk mengetahui aspek konflik peran

ganda dan workplace well being serta faktor yang mempengaruhi workplace

well being dan dapat memberikan gambaran dari hasil penelitian ini untuk

dapat menemukan solusi dalam meningkatkan workplace well being.

D. Keaslian Penelitian

Penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan peneliti lainnya,

diantaranya adalah Penelitian yang dilakukan oleh Marpaung dan Simarmata

(2020) dengan judul Gambaran Workplace Well-Being Di Pt.X Medan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran Workplace Well-being di

PT. X di kota Medan. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sejumlah 121

orang karyawan di PT.X. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif

dengan pendekatan kuantitatif yang menggunakan skala Workplace Well-

Being yang dikemukakan oleh Page (2005). Reliabilitas dari alat ukur ini

adalah sebesar 0.837. Analisis dilakukan secara deskriptif dengan

menggunakan program SPSS 24. Hasil penelitian menunjukkan Workplace

Well-Being pegawai di PT. X berada pada kategori sedang mengarah ke

tinggi.

Penelitian yang dilakukan oleh Arwansyah, Salendu, & Radikun (2012)

dengan judul Hubungan Antara Job demands Dengan Workplace Well-being

Pada Pekerja Shift. Penelitian ini difokuskan pada hubungan antara tuntutan

pekerjaan dengan kesejahteraan kerja pada pekerja shift di perusahaan yang

bergerak di bidang manufaktur produksi kemasan plastik. Sampel dalam

penelitian ini adalah 155 pekerja shift dengan metode accidental sampling.
9

Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan

antara tuntutan pekerjaan dengan kesejahteraan kerja pada pekerja shift (r = -

0221, p<0,05, one tailed). Dari penelitian tersebut, perusahaan disarankan

untuk mengkaji ulang jumlah pekerja saat ini dengan target produksi yang

harus dihasilkan, apresiasi terhadap kinerja pekerja dan upah.

Penelitian yang dilakukan oleh Agustin dan Maryam (2022) dengan

judul Workplace Well-Being Pada Karyawan Pt X Di Sidoarjo. Tujuan dari

penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kesejahteraan kerja dan

faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan kerja pada karyawan PT X

secara deskriptif kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan PT

X Sidoarjo sebanyak 920 karyawan. Sampel yang digunakan adalah 255

karyawan, berdasarkan tingkat kesalahan 5% pada tabel yang dikembangkan

oleh Isaac dan Michael. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini

adalah proportional random sampling. Teknik pengumpulan data dalam

penelitian ini menggunakan skala psikologis yaitu skala kesejahteraan tempat

kerja berupa skala yang digunakan. Hasil uji validitas diperoleh sebanyak 50

item valid dari 52 item yang disusun. Uji reliabilitas menunjukkan sebesar

0,938. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa kesejahteraan kerja

pada kategori tinggi yaitu 58,4%, sedang 41,6% dan rendah 0% artinya

kesejahteraan karyawan PT X Sidoarjo di perusahaan tergolong baik. Faktor-

faktor yang mempengaruhi pencapaian kesejahteraan kerja (27,84%), evaluasi

diri (23,5%), perasaan senang ketika mendapat dukungan dari orang lain

(21,18%), mendapatkan pengakuan dari orang lain (16,47%), dan yang


10

terakhir adalah kepuasan dalam melakukan pekerjaan (11%). Kata Kunci -

Kesejahteraan Tempat Kerja, Karyawan.

Dari beberapa penelitian yang dipaparkan diatas dapat diambil kesimpulan

bahwa penelitian ini memliki:

1. Keaslian Topik

Topik penelitian yang akan dilakukan memiliki perbedaan dengan

penelitian sebelumnya. Dalam penelitian ini kedua penelitian sebelumnya

menggunakan pendekatan kualitatif sedangkan penelitian yang satunya

mendekatakn kuantitatif sama dengan penelitian yang akan dilakukan

namun berbeda variable bebas dengan penelitian yang akan dilakukan.

Penelitian yang akan dilakukan mengangkat variable konflik peran ganda

sebagai variable bebas dan workplace wellbeing sebagai variable

tergantung.

2. Keaslian Teori

Adapun teori workplace wellbeing dalam penelitian ini

menggunakan teori dari Fisher, (2014) dan teori konflik peran dalam

penelitian ini dari teori Larsen (2010)

3. Keaslian Alat Ukur

Skala penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala

workplace wellbeing dari Fisher, (2014) untuk mengukur tingkat

workplace wellbeing. Alat ukur konflik peran yang digunakan dalam

penelitian ini menggunakan alat ukur Larsen (2010)). untuk mengukur

tingkat konflik peran subjek.


11

4. Keaslian Responden Penelitian

Pada penelitian ini, responden yang akan dijadikan sebagai

responden penelitian yaitu polisi wanita yang sudah berkeluarga di

Polrestabes Palembang.

DAFTAR PUSTAKA

Acas. (2012). Health, Work And Well-Being. Advisory, Conciliation And


Arbitration Service
Agustin, I., & Maryam, E. W. (2022). Workplace Well-Being Pada Karyawan Pt
X Di Sidoarjo. Academia Open, 6. 1-11. DOI:
10.21070/acopen.6.2022.2195
Amir, S. (2010). Hubungan Antara Konflik Peran Ganda Dengan Kesejahteraan
Kerja Pada Karyawan PT Nusa Dua. Jurnal Psikohumanika Vol. III No.
1.Universitas Islam Indonesia
Arwansyah, W.I., Salendu, A., & Radikun, T.B.S. (2012). Hubungan Antara Job
demands Dengan Workplace Well-being Pada Pekerja Shift. Jurnal
Psikologi Pitutur 1(1), 32-44
Bruenette, M And Countere, S. (2013). Risk Management Behaviour Of A
Fourest Owner To Address Growth Risk. Agricultural And Resources
Economics Review 42/2. Agustus 2013 : 394-396
Coates, D & Howe, D. (2014). The Design and Development of Staff Wellbeing
Initiatives: Staff Stressors, Burnout and Emotional Exhaustion at
Children and Young People’s Mental Health in Australia. Administration
and policy in mental health. 42. 10.1007/s10488-014-0599-4.
Evelyn C. (2002). Anatomi Fisiologi Paramedis. Penerbit Gramedia: Jakarta
Fauzia. (2018). Konflik Peran Ganda Dengan SUBJECTIVE WELL- BEING
Wanita Bekerja Teller Bank Nagari.  Jurnal Riset Psikologi, 2018 (1).
DOI: http://dx.doi.org/10.24036/jrp.v2018i1.3874
Fisher, C. D. (2014). Conceptualizing And Measuring Well-Being At Work. In
P.Y Chen , & C. L. Cooper (Eds), Well-Being: A Complete Reference
Guide, Work And Well-Being, Vol. III, (Pp.9-33)
Gitoyo, Y. 2012. Mengenal Sejarah Polisi Wanita (Polwan) Di Indonesia. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama.
12

Hapsari, I. (2020). Konflik peran ganda dan kesejahteraan psikologis pekerja yang
menjalani work from home selama pandemi covid-19. Jurnal Psikologi,
13(1), 37-45. https://doi.org/10.35760/psi.2020.v13i1.2623
Hasibuan, M. (2016). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Penerbit Bumi
Aksara.
Hurlock, E. B. (2011). Psikologi perkembangan : Suatu pendekatan sepanjang
rentang kehidupan. Jakarta : Erlangga
Larsen, R.J. (2010). The Satisfaction Of Life Scale. Journal Of Personality
Assesment, 49, 71- 75
Marpaung, J., & Simarmata, N.I.P. (2020). Gambaran Workplace Well-Being Di
Pt.X Medan. Jurnal Psychomutiara, 3(2), hal. 1-9
McVicar, A. (2003) Workplace Stress in Nursing: A Literature Review. Journal of
Advanced Nursing, 44, 633-642. http://dx.doi.org/10.1046/j.0309-
2402.2003.02853.x
Salmond, S., & Ropis, P. E. (2005). Job stress and general well being: A
comparative study of medical-surgical and home care nurses. Medical
Surgery Nursing, 14(5). 301-309
Sutanto, Jenderal Polisi Drs. (2006). Polmas: Paradigma Baru Polri. Jakarta:
YPKIK.
Walgito, B. (2011). Teori-Teori Psikologi Sosial. Yogyakarta : ANDI.
13

Anda mungkin juga menyukai