Anda di halaman 1dari 4

2.1.

Perilaku Kewarganegaraan Organisasi (Organizational Citizenship Behavior/OCB)


a. Definisi
Menurut (Kloutsiniotis, Panagiotis dan Dimitrios M. Mihail, 2020) OCB
didefinisikan sebagai dalam perilaku individu yang bebas, tidak secara langsung atau
eksplisit diakui oleh sistem penghargaan formal dan yang secara agregat mendorong
berfungsinya organisasi secara efektif.
Organizational Citizenship Behavior (OCB) perilaku bebas dalam menentukan
yang bukan bagian dari persyaratan pekerjaan formal tetapi pada lingkungan
psikologis dan sosial tempat kerja, organisasi yang sukses membutuhkan pekerja yang
melakukan pekerjaan lebiih dari tanggung jawab yang dimana akan memberikan
kinerja diatas harapan (Robbins dan Judge, 2015 dalam Hidayah Nur, 2022) yang
artinya bahwa jika karyawan mengembangkan perilaku peran ekstra dan melampui
tugas yang dibutuhkan, mereka dengan memberikan dukungan terhadap organisasi,
maka akan memunculkan perilaku suka rela menolong, perilaku yang melampaui
kewajiban hukum mengenai posisi pekerjaan seperti membantu rekan kerja yang
kelebihan beban, memberikan jam tambahan, serta mengembangkan keterampilan
tambahan yang dapat bermanfaat bagi organisasi atau membela organisasi di depan
umum (Cabarcos, M. Ngeles Lopez, et al., 2020).
b. Dimensi Organizational Citizenship Behavior
Organ (1988) dalam Yuniarto, Prayogo (2018) mengembangkan dimensi OCB
menjadi 5 dimensi antara lain :
1) Altriusm yaitu perilaku individu untuk menolong rekan kerja secara sukarela
2) Courtesy yaitu suatu perilaku yang menjaga hubungan baik dengan rekan kerja
agar terhindar dari perselisihan antar anggota
3) Sportsmanship yaitu kesediaan individu untuk mentolerir situasi yang tidak
sewajarnya dalam lingkungan kerja
4) Conscientiousness yaitu pengabdian atau dedikasi yang tinggi pada pekerjaan
5) Civic Virtue yaitu perilaku individu yang memiliki tanggung jawab untuk
berpartisipasi dalam berbagai aktivitas yang menunjang kelangsungan hidup
organisasi.

2.2. Keadilan Interaksional


Keadilan interaksional yaitu perlakuan interpersonal dan komunikasi oleh otoritas
organisasi yang khususnya pada rasa hormat, kejujuran dan kesopanan yang denganya
supervisor memperlakukan karyawan (Dijke, Marius Van et al., 2019). Keadilan
Interaksional mengacu pada bagian paling manusiawi dari praktik organisasi karena
berfokus pada kualitas perawatan interpersonal di antara individu dan transparansi
dalam komunikasi tentang pengambilan keputusan dan pelaksanaan prosedur
(Cabarcos, M. Ngeles Lopez, et al., 2020). Keadilan interaksional yang rendah
dianggap ancaman bagi karyawan karena perlakuan yang tidak hormat dan tidak jujur
sebagai devaluasi kontribusi organisasi mereka sehingga merasa terputus secara
sosial, keadilan interaksional yang rendah menurunkan kesejahteraan karyawan
seperti pengaruh negative atau stress, memicu ketidakpuasan kerja, membatasi
perilaku kewargaan organisasional (OCB) dan kinerja dalam peran, dan memprediksi
respon destruktif seperti penarikan, pembalasan, atau keluar dari organisasi (Dijke,
Marius Van et al., 2019).
2.3. Komitmen Afektif
a. Definisi
Menurut Allen & Meyer (1997) dalam Muzakki, M. Husin Nur (2019)
komitmen afektif adalah suatu proses dimana tujuan organisasi dan karyawan yang
bekerja di dalamnya menjadi terintegrasi. Komitmen afektif mengacu pada hubungan
emosional, identifikasi dan keterlibatan individu dengan organisasi. Karyawan yang
mengembangkan ikatan emosional dengan organisasi cenderung melampaui
panggilan tugas, menunjukan tingkat OCB yang lebih besar karena mereka cenderung
merakasan kewajiban relasional untuk terlibat dalam perilaku yang memiliki
konsekuensi positif bagi kedua belah pihak (Cabarcos, M. Ngeles Lopez, et al.,
2020). Komitmen afektif menjelaskan terkait tentang keterkaitan emosional seorang
karyawan mengenai apa yang dirasakannya (Kusluvan, 2003 dalam Muzakki, M.
Husin Nur).
b. Faktor yang mempengaruhi komitmen afektif
Menurut Qi, Shen & Dou (2013) dalam Muzakki, M. Husin Nur (2019) ada 3 faktor
yang mempengaruhi komitmen afektif antara lain :
a. Faktor Individual
Faktor individual diantaranya meliputi factor demografis, perbedaan antar
individu, pengalaman bekerja, peluang dalam organisasi, jenis kelamin, usia,
tingkat Pendidikan, status perkawinan, jenis pekerjaan, promosi jabatan, masa
kerja dalam organisasi, dan tingkatan status.
b. Faktor Pekerjaan
Faktor pekerjaan meliputi tantangan dalam bekerja, kepuasan kerja, kecekatan
dalam bekerja, ambiguitas peran, keadilan distributive, konflik peran, beban kerja,
ketegangan peran, pretasi kerja, hubungan dengan pimpinan, keterlibatan kerja
dan kepuasan dalam berkarir.
c. Faktor Organisasi
Faktor organisasi diantaranya dukungan dari organisasi, perasaan keadilan atas
kebijakan dari organisasi, keyakinan pada organisasi, iklim organisasi, praktik
manajemen, budaya organisasi serta hubungan dengan rekan kerja dan pimpinan

2.7. Pengembangan Hipotesis

Hipotesis adalah hubungan yang diperkirakan secara logis diantara dua variabel atau
lebih yang diungkapkan dalam bentuk pernyataan yang dapat di uji (Sekaran, 2017 dalam
Hidayah, Nur 2022).

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh M. Angeles Lopez Carbanoz et al. (2020)
dengan judul The Role Bullying in The Development Of Organizational Citizenship
Behaviors menyatakan bahwa hubungan antara keadilan interaksional dan OCB signifikan
dalam efek langsung. Bedasarkan Masterson, dkk. (2000) menjelaskan bahwa supervisor
yang memperlakukan karyawannya secara setara, penuh hormat, dan bermartabat
memungkinkan besar akan menghasilkan hubungan pertukaran pemimpin-anggota yang
berkualitas tinggi. Hubungan ini menghasilkan tingkat kepercayaan yang tinggi di antara
mereka, yang dapat mengarah pada kinerja di luar kewajiban mereka untuk saling membantu.
Sebaliknya, dalam situasi ketidakadilan interaksional, hubungan pertukaran pemimpin-
anggota memburuk karena karyawan merasa bahwa harga dirinya diserang, yang dapat
memiliki efek yang lebih besar pada OCB-nya daripada prosedur yang tidak adil (Fournier,
2008). Keadilan interaksional sebagai prekditor penting dari perilaku ekstra peran (OCB)
(Byrne, 2005; Chan & Lai, 2017) yang dimana karyawan harus dilibatkan daam proses
pengambilan keputusan, sehingga menunjukan bahwa karyawan diperhatikan dan
menghasilkan hubungan pertukaran sosial tang berkualitas tinggi (Chai & Lai, 2007). Dengan
demikian hubungan positif dan langsung antara keadilan interaksional dan OCB tampak jelas.
H1. Interactional Justice berpengaruh postif dan signifikan terhadap Organizational
Citizenship Behavior

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh M. Angeles Lopez Carbanoz et al. (2020)
dengan judul The Role Bullying in The Development Of Organizational Citizenship
Behaviors menyatakan bahwa komitmen afektif memediasi sebagian hubungan antara
keadilan interaksional dan OCB, dengan hasil jalur struktural antara keadilan interaksional
dan komitmen afektif, komitmen afektif dan OCB dan keadilan interaksional dan OCB
signifikan. Hubungan antara keadilan interaksional dan OCB signifikan dalam efek langsung
dan tetap signifikan bahkan ketika komitmen afektif dipertimbangkan. Jalan dari keadilan
interaksional ke komitmen afektif dan dari komitmen afektif ke OCB signifikan di mediasi
parsial dan penuh. Selain itu melakukan tes Sobel (1982) untuk menilai signifikansi efek
tidak langsung dari keadilan interaksional pada OCB melalui komitmen afektif. Tes
mendukung efek mediasi parsial komitmen afektif . Oleh karena itu, dapat disimpulkan
bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara keadilan interaksional, komitmen
afektif, dan OCB.

H2. Di duga Affective Commitment memediasi hubungan antara Interactional Justice dan
OCB.

Anda mungkin juga menyukai