Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

ORGANIZATION CITIZENSHIP BEHAVIOR

Oleh:

1. Eli Sumitro Sebayang ( 2115300077)

2. Herianto L Tobing ( 2115300134)

3. Milasari Eka Dewi ( 2115300079)

4. Muhammad Iqbal ( 2115300075)


ORGANIZATION CITIZENSHIP BEHAVIOR
A. Pengertian Organization Citizenship Behavior

Organizational citizenship behavior (OCB) adalah perilaku individu yang ekstra, yang tidak
secara langsung atau eksplisit dapat dikenali dalam suatu sistem kerja yang formal, dan yang
secara agregat mampu meningkatkan efektivitas fungsi organisasi (Organ, 1988). Organizational
Citizenship Behavior (OCB) merupakan bagian dari ilmu perilaku organisasi, OCB merupakan
bentuk perilaku kerja yang biasanya tidak terlihat atau diperhitungkan. Jika diartikan secara
sederhana, OCB merupakan perilaku karyawan yang secara sukarela mengerjakan pekerjaan
yang melebihi dari standar tugas yang diberikan kepadanya, demi membantu keberlangsungan
perusahaan dalam mencapai tujuannya. Organisasi pada umumnya percaya bahwa untuk
mencapai keunggulan harus mengusahakan kinerja individual yang setinggi-tingginya, karena
pada dasarnya kinerja individual mempengaruhi kinerja tim atau kelompok kerja dan pada
akhirnya mempengaruhi kinerja organisasi secara keseluruhan.
Terdapat dua pedekatan terhadap konsep OCB yaitu OCB merupakan kinerja extra role
yang terpisah dari kinerja in-role atau kinerja yang sesuai deskripsi kerja. Pendekatan kedua
adalah memandang OCB dari prinsip atau filosofi politik.Pendekatan ini mengindentifikasi
perilaku anggota organisasi dengan perilaku kewarganegaraan. Keberadaan OCB
merupakan dampak dari keyakinan dan persepsiindividu dalam organisasi terhadap
pemenuhan hubungan perjanjian dan kontrak psikologis. Perilaku ini muncul karena
perasaan individu sebagai anggota organisasiyang memiliki rasa puas apabila dapat melakukan
sesuatu yang lebih dari organisasi(Wulani,2005).

B. Bentuk-Bentuk Organization Citizenship Behavior


Bentuk OCB merupakan perwujudan dari terciptanya OCB yang dapat dilihat dari perilaku-
perilaku yang ditujukan oleh pegawai yang berupa kepatuhan, loyalitas, dan partisipasi yang
nyata
ditujukan oleh pegawai, hal tersebut selaras dengan pendapat Organ (Wijaya dan Djati, 2007)
terdapat tiga bentuk utama organization citizenship behavior yaitu Kepatuhan (obedience),
Loyalitas (Loyality), dan Partisipasi (Participation), yang dijelaskan sebagai berikut:
1. kepatuhan (obedience), merupakan sikap yang menunjukkan rasa hormat, patuh pada
seluruh peraturan organisasi, termasuk di dalamnya adalah struktur organisasi, deskripsi
pekerjaan, kebijakan-kebijakan personalia dan proses perilaku yang mencerminkan
kepatuhan dalam organisasi, dapat pula ditunjukkan oleh ketepatan waktu masuk kerja
dan penyelesaian tugas dan tindakan penyusutan terhadap sumber atau asset organisasi.
2. loyalitas (loyality), adalah kesetiaan, ketaatan, kepatuhan (Kamus Besar Bahasa
Indonesia, 2008). Sedangkan loyalitas disini menunjukkan kesetiaan kepada organisasi
secara menyeluruh, termasuk usaha mempertahankan organisasi, memperluas fungsi
kemakmuran yang sempit, yaitu dengan melakukan pelayanan terhadap kepentingan dari
suatu komunitas.
3. partisipasi (Participation), merupakan turut serta secara penuh dan bertanggung jawab
terhadap keterlibatannya dalam keseluruhan proses organisasi. partisipasi merupakan
kepentingan dalam hubungan keorganisasian berdasarkan standar ideal dari suatu
kebajikan, ditunjukan oleh adanya karyawan yang secara penuh bertanggung jawab
terlibat dalam keseluruhan proses keorganisasian. Contoh perilaku yang menunjukkan
adanya partisipasi dalam organisasi adalah menghadiri pertemuan atau rapat yang tidak
diwajibkan, mengisi informasi mengenai opini dan ide-ide yang baru kepada orang lain,
kemauan menyampaikan berita-berita buruk atau mendukung pandangan-pandangan
yang kurang popular untuk melawan terjadinya “groupthink”.

C. Dimensi-Dimensi Organization Citizenship Behavior


Menurut Podsakoff et.al. (2000), terdapat tujuh dimensi Organizational Citizenship
Behavior, yaitu:
1. Sportmanship, merupakan kemauan atau keinginan untuk bertoleransi terhadap
ketidaknyamanan yang muncul dan penentuan kerja tanpa komplain.
2. Civic virtue/kualitas sosial, merupakan komitmen karyawan terhadap perusahaan
secara keseluruhan seperti menghadiri rapat, menyampaikan pendapat, atau berpartisipasi aktif
dalam kegiatan perusahaan.
3. Helping behavior/Perilaku Membantu, merupakan perilaku sukarela karyawan untuk
menolong rekan kerja atau mencegah terjadinya permasalahan terkait dengan pekerjaan.
4. Organizational loyalty/Loyalitas terhadap organisasi, merupakan bentuk perilaku
kesetiaan karyawan terhadap perusahaan seperti menampilakan image positif mengenai
perusahaan, membela perusahaan dari ancaman eksternal, dan mendukung serta membela tujuan
organisasi.
5. Organizational compliance/kepatuhan terhadap organisasi, merupakan perilaku
individu yang mematuhi segala peraturan, prosedur, dan regulasi organisasi meskipun tidak ada
pihak yang mengawasi.
6. Individual initiative/inisiatif individual, merupakan bentuk dorongan dari dalam diri
individu untuk melaksanakan tugas secara lebih baik atau melampaui standar yang telah
ditetapkan.
7. Self development/perkembangan diri, merupakan perilaku individu secara sukarela
untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan sendiri, seperti mengikuti
kursus, pelatihan, seminar, atau mengikuti perkembangan terbaru dari bidang yang dikuasai.
Sedangkan menurut Graham (1991), terdapat tiga dimensi Organizational Citizenship
Behavior, yaitu:
1. Obedience, yaitu kemauan karyawan untuk menerima dan mematuhi peraturan dan
prosedur organisasi.
2. Loyalty, yaitu kemauan karyawan untuk menempatkan kepentingan pribadi mereka
untuk keuntungan dan kelangsungan organisasi.
3. Participation, yaitu kemauan karyawan untuk secara aktif mengembangkan seluruh
aspek kehidupan organisasi.

D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Organizational Citizenship Behavior


Faktor-faktor yang mempengaruhi OCB cukup kompleks dan saling terkait satu sama lain.
Diantaranya adalah:
1. Budaya dan iklim organisasi
Iklim organisasi dan budaya organisasi dapat menjadi penyebab kualitas
berkembangnya OCB dalam suatu organisasi. Didalam iklim organisasi yang
positif, karyawan merasa lebih ingin melakukan pekerjaannya melebihi apa yang telah
disyaratkan dalam uraian pekerjaan, dan akan selalu mendukung tujuan
organisasi jika mereka diperlakukan oleh para atasan dengan sportif dan dengan penuh
kesadaran serta percaya bahwa mereka diperlakukan secara adil oleh
organisasinya.
Sloat (dalam Noliadi 2007) berpendapat bahwa keryawan cenderung
melakukan tindakan yang melampaui tanggung jawab kerja mereka
apabilamereka;
• Merasa puas dengan pekerjaannya
• Menerima perlakuan yang sportif dan penuh perhatian dari pengawas
• Percaya bahwa mereka diperlakukan adil oleh organisasi.
2. Kepribadian dan suasana hati (mood)
George dan Brief (1992) dalam Soegandhi dkk. (2013) berpendapat bahwa
kemauan seseorang untuk membantu orang lain juga dipengaruhi oleh mood. Meskipun
suasana hati sebagian dipengaruhi oleh kepribadian, ia juga dipengaruhi oleh situasi,
misalnya iklim kelompok kerja dan faktor-faktor keorganisasian. Jadi jika organisasi
menghargai karyawannya dan memperlakukan mereka secara adil serta iklim kelompok
kerja berjalan positif, maka karyawan cenderung berada dalam suasana hati yang bagus.
Konsekuensinya, mereka akan secara sukarela memberikan bantuan kepada orang lain.
3. Persepsi terhadap dukungan organisasional
Studi Shore dan Wayne (dalam Novliadi, 2007) menemukan bahwa
persepsi terhadap dukungan organisasional ( Perceived Organizational
Support/POS) dapat menjadi faktor untuk memprediksi OCB. Pekerja
yangmerasa bahwa mereka didukung oleh organisasi akan memberikan timbal
baliknya (feed back) dan menurunkan ketidakseimbangan dalam hubungan
tersebut dengan terlibat dalam perilaku cityzhenship.
4. Persepsi terhadap kualitas interaksi atasan-bawahan
Miner (1988) dalam Soegandhi dkk. (2013) mengemukakan bahwa interaksi
atasan bawahan yang berkualitas akan berdampak pada meningkatnya kepuasan kerja,
produktifitas, dan kinerja karyawan. Hal ini meningkatkan rasa percaya dan hormat
bawahan pada atasannya sehingga mereka akan termotivasi untuk melakukan lebih dari
yang diharapkan oleh atasan mereka.
5. Masa kerja
Sommers et al. (1996) dalam Soegandhi dkk. (2013) Masa kerja dapat berfungsi
sebagai prediktor OCB karena variabel-variabel tersebut mewakili “ pengukuran”
terhadap “ investasi” karyawan di organisasi. Penelitian- penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa masa kerja berkorelasi dengan OCB. Karyawan yang telah lama
bekerja akan memiliki kedekatan dan keterikatan yang kuat dengan organisasi tersebut.
Masa kerja yang lama juga akan meningkatkan rasa percaya diri dan kompetensi
karyawan dalam melakukan pekerjaannya, serta menimbulkan perasaan dan perilaku
positif terhadap organisasi yang mempekerjakannya.
6. jenis kelamin (gender)
Komrad (dalam Novliadi, 2007) mengemukakan bahwa perilaku-perilaku kerja
seperti menolong orang lain, bersahabat dan bekerja sama dengan orang lain lebih
menonjol dilakukan oleh wanita dari pada pria. Beberapa penelitian juga
menunjukkan bahwa wanita cenderung lebih mengutamakan pembentukan relasi dari
pada pria (Gabriel dan Gardner, 1999 dalam Novliadi, 2007) dan lebih
menunjukkan perilaku menolong dari pada pria. Temuan-temuan tersebut
menunjukkan bahwa ada perbedaan yang cukup mencolok antar pria dan Wanita dalam
perilaku menolong dan interaksi social di tempat mereka bekerja.

E. Motif-Motif yang Mendasari Organization Citizeship Behavior


Seperti halnya sebagian besar perilaku yang lain, OCB ditentukan oleh banyak hal
artinya tidak ada penyebab tunggal dalam OCB. Sesuatu yang masuk akal bila kita menerapkan
OCB secara rasional. Salah satu pendekatan motif dalam perilaku organisasi.
Menurut Mc Clelland (Hardaningtyas, 2005, p14) manusia memiliki 3 tingkatan motif,
yaitu :
1. Motif berprestasi, mendorong orang untuk menunjukkan suatu standart istimewa
(excellence), mencari prestasi dari tugas, kesempatan atau kompetisi.
2. Motif afiliasi, mendorong orang untuk mewujudkan, memelihara dan memperbaiki
hubungan dengan orang lain.
3. Motif kekuasaan mendrong orang untuk mencari status dan situasi dimana mereka dapat
mengontrol pekerjaan atau tindakan orang lain.

F. Manfaat Organization Citizeship Behavior bagi Organisasi


Organisasi akan berfungsi lebih efektif jika setiap karyawan nya memberikan kinerja yang
baik dan banyak berkontribusi pada setiap pekerjaannya. Banyak organisasi yang masih
kebingungan menanggapi sebuah perubahan dari faktor eksternal organisasi—dan ruang lingkup
lingkungan yang berbeda. Dan dalam hal ini OCB dapat meningkatkan kinerja organisasi,
karena perilaku OCB diumpamakan seperti “minyak” dari mesin sosial organisasi. Dengan hal
ini akan meminimalisir sebuah perselisihan dan meningkatkan efisensi organisasi. Karyawan
yang melakukan perilaku OCB jelas akan memberikan manfaat yang tersirat bagi sebuah
perusahaan, karena hal ini akan menguntungkan serta memberikan citra yang bagus bagi orang-
orang luar organisasi atau organisasi lain sekalipun.
Beberapa manfaat yang diberikan OCB terhadap organisasi adalah:
1. Meningkatkan Produktivitas rekan kerja
Jika beberapa rekan kerja belum bisa memberikan perilaku OCB—maka hal ini
akan memacu karyawan lainnya untuk bertanggung jawab juga memberikan yang terbaik
untuk organisasi nya. Hal ini akan meningkatkan produktivitas karyawan dalam bekerja.
2. Menghemat sumber daya yang dimiliki
Karena loyalitas nya dalam pekerjaan—maka hal ini akan meminimalisir
pengeluaran untuk tenaga-tenaga baru, maksudnya hal ini akan meminimalisir sumber
daya yang ada di sebuah organisasi, baik itu sumber daya manajemen ataupun sumber
daya organisasi.
3. Menjadi fasilitas yang efektif untuk kordinasi kelompok
OCB sangat membuat efektif segala hal yang berhubungan dengan pekerjaan—
apalagi perihal koordinasi yang memang agak sulit untuk dilakukan. Tetapi dengan
perilaku OCB ini akan menjadi sebuah sarana yang efektif untuk saling berkoordinasi
dengan pihak-pihak yang terkait.
Menampilkan perilaku civic virtue akan membantu koordinasi diantara
kelompok, yang pada akhirnya dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi kelompok.
Menampilkan perilaku courtessy akan menghindari munculnya masalah yang
membutuhkan waktu dan tenaga untuk diselesaikan.
4. meningkatkan organisasi dengan menambah atau mempertahankan karyawan terbaik.
Karena salah satu nyawa yang dimiliki oleh sebuah perusahaan adalah karyawan.
Maka ketika memilih karyawan memang mesti yang memiliki pandangan serta tujuan
yang sama dengan perusahaan yang bisa menjadikan mereka karyawan terbaik untuk
organisasi. Dan ketika telah merasa dan memiliki karyawan terbaik maka hal itu dapat
meningkatkan kinerja sebuah organisasi. Perilaku menolong akan meningkatkan moril
dan keeratan serta perasaan saling memiliki diantara anggota kelompok, sehingga akan
meningkatkan kinerja organisasi dan membantu organisasi menarik dan
mempertahankan karyawan yang baik. Memberi contoh kepada karyawan lain dengan
menampilkan perilaku sportmanship, akan menumbuhkan loyalitas dan komitmen pada
organisasi.
5. meningkatkan kemampuan organisasi untuk menyesuaikan perubahan lingkungan.
Sebuah organisasi akan sedikit sulit jika harus masuk ke lingkungan yang baru.
Namun Karyawan yang mempunyai hubungan yang dekat dengan pasar dengan sukarela
memberi informasi tentang perubahan yang terjadi di lingkungan dan memberi saran
tentang bagaimana merespon perubahan tersebut, sehingga organisasi dapat beradaptasi
dengan cepat. Karyawan yang secara aktif hadir dan berpartisipasi pada pertemuan-
pertemuan di organisasi akan membantu menyebarkan informasi yang penting dan harus
diketahui oleh organisasi. Karyawan yang menampilkan perilaku conscientiousness akan
meningkatkan kemampuan organisasi untuk beradaptasi dengan perubahan yang terjadi
di lingkungannya.

G. Implikasi Organization Citizeship Behavior


Implikasi OCB pada dasarnya telah dilakukan disetiap organisasi atau lembaga, baik
disadari maupun tidak disadari, namun hal tersebut terkadang tidak disadari secara nyata
khususnya di Indonesia yang sangat menunjang suasana dan iklim kekeluargaan dalam bekerja,
sebagian sifat dalam kekurangan tersebut merupakan dasar dari penerapan OCB. Seperti yang
dikemukakan oleh Novliadi (2007) bahwa para ahli mengemukakan beberapa penelitian yang
dilakukan dengan menghubungkan antara OCB dengan beberapa aspek dalam organisasi, yaitu:
1. Keterkaitan OCB dengan Kualitas Pelayanan, organisasi yang tinggi tingkat OCB
dikalangan karyawannya, tergolong rendah dalam menerima complain dari konsumen.
2. Keterkaitan OCB dengan kinerja kelompok, Adanya perilaku altruistik
memungkinkan sebuah kelompok bekerja secara kompak dan efektif untuk saling
menutupi kelemahan masing-masing. Keterkaitan erat terutama terjadi antara OCB
dengan tingginya hasil kerja kelompok secara kuantitas, sementara kualitas hasil kerja
tidak ditemukan keterkaitan erat.
3. Keterkaitan OCB dengan turnover, terdapat hubungan terbalik antara OCB
dengan turnover karyawan. Karyawan yang memiliki OCB rendah memiliki
kecenderungan untuk meninggalkan organisasi (keluar) dibandingkan dengan karyawan
yang memiliki OCB yang tinggi.

Anda mungkin juga menyukai