Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH KEPEMIMPINAN ORGANISASI

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kepemimpinan Organisasi

Dibuat oleh:
Danung Trishadaniarty G0116039
Esti Fany Vidia N G0116046
Lola Aprilia G0116073
Pamela Rahmatika G0116092
Resta Maharani A.P G0116098

PRODI PSIKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2018
Dalam Jurnal “Pengaruh Dukungan Sosial dan Kepemimpinan Transformasional Terhadap
Komitmen Organisasi dengan Mediator Motivasi Kerja” oleh Miftahun Ni’mah Suseno dan
Sugiyanto, terbukti bahwa komitmen organisasi dapat dipengaruhi oleh dukungan sosial dan
kepemimpinan transformasional. Sebelum mengetahui bagaimana cara mengembangkan
komitmen organisasi, kita perlu mengerti terlebih dahulu pengertian dari komitmen organisasi.

A. Komitmen Organisasi
Steers & Porter (1983) memaparkan beberapa definisi komitmen organisasi yang
dikemukakan oleh para ahli antara lain:
a. Sheldon mendefinisikan komitmen sebagai suatu orientasi terhadap organisasi yang
menghubungkan atau melekatkan individu pada organisasi tersebut.
b. Kanter mendefinisikan komitmen organisasi sebagai keinginan dari pelaku‐pelaku
sosial untuk memberikan tenaga dan kesetiaannya pada sistem‐sistem sosial.
c. Hrebiniak & Alutto (1972) yaitu sebagai suatu gejala struktural yang terjadi sebagai
akibat dari suatu transaksi antara individu dan organisasi dalam investasi selama
beberapa waktu.
d. Salancik (1977) menyatakan bahwa komitmen organisasi adalah suatu tahap pada saat
individu menjadi terikat karena tindakan‐tindakannya dan dengan tindakan tersebut
tumbuh keyakinan untuk tetap mempertahankan aktivitas dan keterlibatannya.
e. Hall, Schneider, & Nygren (1970) merupakan proses agar tujuan organisasi dan tujuan
individu lebih terintegrasi dan kongruen.

Melalui berbagai definisi yang dikemukakan oleh para ahli tersebut,Steers & Porter (1983)
menyimpulkan bahwa terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan untuk menjelaskan konsep
komitmen karyawan terhadap organisasi, yaitu komitmen dalam kategori sikap dan komitmen
dalam kategori perilaku.
Komitmen terhadap organisasi terdiri dari tiga komponen yang berbeda yaitu komitmen
sebagai kelekatan afeksi kepada organisasi, komitmen dipandang sebagai biaya yang timbul jika
meninggalkan organisasi, dan komitmen sebagai kewajiban untuk tetap berada dalam organisasi,
sehingga dapat dikatakan bahwa komitmen organisasi mengandung elemen keinginan, kebutuhan,
dan kewajiban. Berdasarkan tiga komponen tersebut, Meyer et al. (1993) mengajukan konsep tiga
komponen komitmen organisasi, yaitu komitmen afektif, komitmen kontinuitas, dan komitmen
normatif. Komitmen afektif yang berkaitan dengan aspek emosional, identifikasi, dan keterlibatan
karyawan dalam organisasi.
Komitmen afektif merupakan proses sikap dimana seseorang berpikir tentang
hubungannya dengan organisasi dengan mempertimbangkan kesesuaian antara nilai dan tujuannya
dengan nilai dan tujuan organisasi. Komitmen kontinuitas yaitu persepsi karyawan tentang
kerugian yang akan dihadapinya jika ia meninggalkan perusahaan. Komitmen normatif yang
merupakan perasaan-perasaan seperti tanggungjawab, loyalitas, atau kewajiban moral terhadap
organisasi. Berdasarkan definisi komitmen organisasi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
komitmen organisasi bukan sekedar loyalitas karyawan yang pasif terhadap organisasi, tetapi juga
menggambarkan hubungan karyawan dengan organisasi secara aktif, yang ditunjukkan dengan
keterlibatannya dalam kegiatan organisasi dalam usaha mencapai tujuan organisasi.
Komitmen pada organisasi merupakan suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak
pada suatu organisasi dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam
organisasi itu. (Robbins,2001:140). Mengingat betapa pentingnya suatu komitmen dalam
berorganisasi maka tidaklah berlebihan jika komitmen tersebut harus dibangun dipelihara dan
ditingkatkan.

B. Kepemimpinan Transformasional

Menurut Bass (1985), pemimpin dikatakan transformasional apabila ia dapat meningkatkan


kesadaran dalam diri pengikut atau bawahan tentang apa yang benar, baik dan penting, membantu
pengikutnya untuk memiliki kebutuhan-kebutuhan bahkan mengembangkannya. Untuk dapat
menghasilkan produktivitas, kepemimpinan transformasional telah didefinisikan sebagai "4 I"
(Four I's) - pengaruh idealis (individualized influence), pemimpin menetapkan standar tinggi dari
tingkah laku moral dan etika, serta menggunakan kemampuan untuk menggerakkan individu
maupun kelompok terhadap pencapaian misi bersama, motivasi inspirasional (inspirational
motivation), pemimpin bertidak sebagai panutan bagi pengikut, mengkomunikasikan visim
komitmen pada tujuan organisasim dan mengarahkan upaya-upaya pengikut, stimulasi intelektual
(intellectual stimulation), pemimpin transformasional mencipatakan rangsangan bagi pengikut
untuk berpikir kreatif dan inovatif dengan memberikan asumsi-asumsi pertanyaan, merancang
kembali masalah yang pernah terjadi di masa lampau untuk diselesaikan oleh pengikut dengan
cara yang baru, dan konsiderasi individual (individualized consideration), pemimpin memberikan
perhatian secara pribadi kepada bawahannya, pemimpin memberikan pelayanan kepada bawahan
sebagai mentor, memeriksa kebutuhan bawahan untuk perkembangan dan peningkatan
keberhasilan.
Menurut Jurgensen (dalam Blum & Naylor, 1986) faktor lain yang mempengaruhi motivasi
kerja adalah atasan. Perilaku atasan akan mempengaruhi motivasi kerja karyawan, atasan atau
pimpinan yang baik adalah yang dapat dijadikan panutan, dapat membimbing, mengawasi dan
juga mengayomi bawahannya. Pemimpin transformasional merupakan pemimpin yang karismatik
yang memiliki pengaruh besar terhadap pengikutnya. Pemimpin karismatik adalah pemimpin yang
mampu menimbulkan emosi‐emosi yang kuat. Pemimpin diidentifikasikan sebagai panutan oleh
bawahannya, dipercaya, dihormati, dan mempunyai visi dan misi yang jelas, yang menurut
persepsi bawahannya dapat diwujudkan (Bass, 1985). Dengan kekuatan dan pengaruh yang
dimiliki, pemimpin mudah mengarahkan bawahan untuk mencurahkan seluruh tenaga dan
pikirannya bagi kepentingan organisasi.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan trasformasional mempengaruhi
motivasi kerja karyawan, semakin tinggi karyawan menilai bahwa atasannya melakukan
kepemimpinan transformasional maka akan meningkatkan motivasi kerjanya dan hal ini akan
membangun komitmen organisasi. Dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial dan kepemimpinan
transformasional secara bersama‐sama mempengaruhi tinggi rendahnya motivasi kerja karyawan,
artinya semakin tinggi dukungan sosial dan kepemimpinan transformasional maka motivasi kerja
karyawan akan semakin tinggi, dengan motivasi kerja yang tinggi maka komitmen organisasi akan
semakin tinggi.

C. Dukungan Sosial
Safarino (1990) mengungkapkan bahwa dukungan sosial mengacu pada kesenangan yang
dirasakan, penghargaan atau kepedulian, atau membantu orang menerima sesuatu dari orang lain
atau kelompok lain. Menurut Katz & Kahn (1979), komunikasi akan memberikan sifat positif
disertai rasa suka, rasa percaya, dan adanya penghormatan yang sangat berarti yang dirasakan bagi
orang yang mendapat dukungan sosial. Caplan (dalam Seers, Mc.Gee, Serey, & Graen, 1983)
mengungkapkan bahwa dukungan sosial adalah tindakan menolong orang lain dan ketenteraman
berkomunikasi dengan orang lain.
Perilaku menolong ini termanifestasi dalam tiga bentuk yaitu pertama, pemberian perhatian
afeksi dan pemeliharaan yang membantu mempertahankan harga diri dan mendukung keyakinan,
kedua adalah bantuan informasi dan bimbingan pemecahan masalah yang praktis, dan ketiga yaitu
dukungan dalam bentuk pemberian dorongan berupa penilaian atau umpan balik (Crider, 1983).
Berdasarkan beberapa pendapat mengenai dukungan sosial maka dapat disimpulkan bahwa
dukungan sosial adalah suatu bentuk hubungan interpersonal dengan orang‐orang yang ada di
sekitar, yang didalamnya terdapat pemberian bantuan yang dapat berupa empati yang diberikan
melalui proses komunikasi, kontak sosial yang pada akhirnya akan mendapatkan kesenangan,
penghargaan dari orang yang mendapatkan bantuan, serta perasaan diperhatikan dari orang yang
menerima bantuan atau dukungan.
Pemberian dukungan ini meliputi perhatian afeksi dan pemeliharaan yang membantu
mempertahankan harga diri dan mendukung keyakinan, kedua adalah bantuan informasi dan
bimbingan pemecahan masalah yang praktis, dan ketiga yaitu dukungan dalam bentuk pemberian
dorongan berupa penilaian atau umpan balik. Menurut Caplan (dalam Crider, 1983) dukungan
sosial mempunyai 3 komponen, yaitu perhatian emosional, informasi, dan penilaian. Perhatian
emosional yaitu individu merasa bahwa orang‐orang yang ada di sekitarnya memberikan perhatian
pribadi pada dirinya dan membantu memecahkan masalah, baik masalah yang dihadapi dalam
pekerjaan maupun masalah pribadi. Informasi yaitu individu mendapatkan informasi‐informasi
yang dibutuhkan dan juga dapat menyampaikan informasi kepada individu‐individu yang lain.
Pemberian dorongan dan penilaian (umpan balik) yaitu individu mendapatkan perhatian dorongan,
umpan balik atau penilaian yang mendukung atas pekerjaan yang dilakukannya.

D. Faktor Pendorong Kepuasan Kerja


Menurut Robbins (2002) faktor-faktor yang mendorong kepuasan kerja karyawan yaitu:
1. Pekerjaan yang menantang, karyawan cenderung lebih memilih pekerjaan-pekerjaan yang
memberikan mereka kesempatan untuk menggunakan ketrampilan, kemampuan, dan
menawarkan beragam tugas, kebebasan, dan seberapa baik mereka mengerjakan tanggung jawab
dalam menyelesaikan tugas.
2. Imbalan yang sesuai, banyak karyawan yang menginginkan sistem upah yang adil dan sesuai
dengan pengharapannya. Bila upah dilihat adil didasarkan pada beban pekerjaan, tingkat
keahlian individu dan standar pengupahan, kemungkinan besar akan menghasilkan kepuasan
karyawan.
3. Kondisi atau lingkungan kerja yang mendukung, karyawan sangat perhatian dengan
lingkungan kerja mereka untuk kenyamanan dan dukungan agar dapat bekerja dengan baik.
4. Rekan kerja yang mendukung, bagi kebanyakan karyawan pekerjaan itu perlu diisi dengan
interaksi sosial. Rekan kerja yang ramah dan saling membantu dapat meningkatkan kepuasan
karyawan.

E. Cara Meningkatkan Komitmen Organisasi


Komitmen pada organisasi merupakan suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak
pada suatu organisasi dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam
organisasi itu. (Robbins,2001:140).
Mengingat betapa pentingnya suatu komitmen dalam berorganisasi maka tidaklah
berlebihan jika komitmen tersebut harus dibangun dipelihara dan ditingkatkan. Upaya untuk
meningkatkan komitmen organisasi pada karyawan dapat melalui beberapa cara, yaitu
meningkatkan partisipasi karyawan dalam pengambilan keputusan, mengembangkan sistem
kompensasi yang adil, merumuskan kebutuhan dan harapan pegawai ke dalam tujuan organisasi,
menciptakan perilaku kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan dan tugas, meningkatkan
kejelasan peran karyawan dalam organisasi, mengurangi tuntutan kerja karyawan dan
meningkatkan kemampuan karyawan.

1. Meningkatkan partisipasi karyawan dalam pengambilan keputusan.


Partisipasi karyawan dalam pengambilan keputusan dapat menyebabkan timbulnya
beberapa faktor yang memengaruhi komitmen organisasi sehingga dapat menumbuhkan loyalitas
dalam diri karyawan yang akan berujung pada penurunan angka turnover. Faktor faktor yang
memengaruhi komitmen organisasi, yang dapat timbul melalui peningkatan partisipasi karyawan
dalam pengambilan keputusan, adalah keterlibatan karyawan dan perasaan dianggap penting oleh
organisasi. Mereka juga memiliki kesempatan untuk memengaruhi keputusan dalam berbagai
tingkat organisasi. Karyawan yang terlibat secara langsung dalam pengambilan keputusan akan
lebih baik dalam menjalankan hasil keputusan. Keterlibatan karyawan dapat menjadi hal yang
penting dalam pengambilan keputusan karena pengetahuan karyawan merupakan keunggulan
kompetitif bagi perusahaan. Karyawan kadang-kadang memiliki pengetahuan yang lebih banyak
tentang pekerjaan mereka dibandingkan para manajer sehingga keputusan yang dibuat bersama
para karyawan akan memberikan hasil yang lebih baik karena merupakan gabungan informasi
yang lebih lengkap. Dengan demikian, makin tinggi keterlibatan karyawan, makin tinggi pula
komitmen organisasi. Partisipasi dalam pengambilan keputusan merupakan suatu penerapan
manajemen sumber daya manusia yang memberikan tanda kepada karyawan bahwa mereka
dihargai atau dianggap penting oleh perusahaan. Partisipasi dalam pengambilan keputusan juga
dapat meningkatkan moral para karyawan, karena mereka mempersepsikan bahwa melalui
partisipasi berarti perusahaan memandang karyawan sebagai rekan yang berharga dan
berkompeten. Selain itu, partisipasi karyawan dalam pengambilan keputusan dapat mengurangi
outcome negatif politik organisasi, yaitu meningkatnya stres kerja, ketidakpuasan kerja, kinerja
yang rendah, dan menurunnya komitmen organisasi.

2. Mengembangkan sistem kompensasi yang adil.


Cara ini dapat menumbuhkan loyalitas karyawan kepada perusahaan melalui timbulnya
persepsi positif terhadap gaji serta rasa keadilan dan kepuasan kerja. Persepsi seseorang
dipengaruhi oleh kebutuhan, pengalaman, suasana emosional, kesiapan mental, dan latar belakang
budaya. Apabila karyawan mempunyai persepsi yang positif terhadap kompensasi dari perusahaan,
yaitu bila kompensasi dianggap adil karyawan akan lebih merasa puas dalam bekerja sehingga
motivasi dan produktivitas atau kinerja karyawan akan meningkat. Jadi, apabila kompensasi
diberikan secara adil dan layak dapat menyebabkan karyawan memiliki persepsi yang positif
terhadap kompensasi, hal ini akan menyebabkan peningkatan komitmen organisasi dan penurunan
angka turnover karyawan. Keadilan dalam pemberian kompensasi ada dua macam, yaitu:
1. Keadilan internal merupakan perbandingan antara hasil yang diperoleh dengan usaha
yang telah dilakukan untuk memperoleh hasil tersebut. Keadilan internal mencakup
apakah kompensasi yang diterima karyawan sudah sesuai dengan input yang diberikan
oleh karyawan, yaitu pengalaman, kinerja atau produktivitas, masa kerja, waktu, tenaga,
tingkat pendidikan, dan keahlian khusus.
2. Keadilan eksternal merupakan perbandingan hasil yang diperoleh karyawan lain yang
memiliki kualifikasi dan tugas yang sama. Keadilan eksternal mencakup apakah
kompensasi yang diterima karyawan sama atau setidaknya sesuai dengan kompensasi
yang diterima oleh karyawan lain yang mempunyai kualifikasi dan tugas yang sama
dalam suatu perusahaan atau dalam pasar tenaga kerja eksternal. Karyawan cenderung
menginginkan sistem kompensasi yang adil sesuai harapan dan kontribusi mereka pada
perusahaan. Kompensasi yang diterima bila dipersepsikan adil sesuai dengan harapan,
tingkat penggajian, dan keterampilan karyawan akan menimbulkan kepuasan kerja,
yang selanjutnya akan menyebabkan peningkatan loyalitas karyawan dan penurunan
angka turnover karyawan.

3. Merumuskan kebutuhan dan harapan pegawai ke dalam tujuan organisasi.


Faktor-faktor yang memengaruhi adalah kepercayaan karyawan, keandalan organisasi, dan
realisasi harapan. Penerimaan dan kepercayaan pegawai yang kuat terhadap nilai-nilai dan tujuan
organisasi dapat ditumbuhkan dengan turut dirumuskannya kebutuhan dan harapan-harapan
pegawai ke dalam tujuan organisasi agar terdapat kesesuaian antara nilai dan tujuan organisasi
dengan nilai dan tujuan pegawai. Dengan cara ini, pegawai dengan rela berusaha mencapai tujuan
organisasi karena secara tidak langsung kebutuhan dan tujuan pribadinya akan tercapai pula.
Identifikasi nilai-nilai dan tujuan organisasi itu merupakan salah satu aspek komitmen organisasi.
Makin tinggi identifikasi karyawan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi, makin tinggi pula
komitmen organisasi dan makin rendah angka turnover karyawan. Jika organisasi dianggap dapat
diandalkan dan peduli pada minat dan harapan anggota, yang berarti harapan anggota turut
dirumuskan dalam tujuan organisasi, individu akan merasa lebih bertanggung jawab dan ingin
membalas jasa organisasi. Karyawan juga akan memiliki anggapan atau keyakinan yang pasti akan
realisasi harapannya dalam organisasi, seperti adanya penghargaan, pengakuan, promosi jabatan,
partisipasi, rasa kebanggaan, dan kebersamaan dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan organisasi.
Dengan harapan dan keyakinan ini, karyawan akan memiliki komitmen yang tinggi pada
organisasi.

4. Menciptakan perilaku kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan dan tugas.


Faktor yang memengaruhi komitmen organisasi, yang dapat timbul melalui perilaku
kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan dan tugas, adalah persepsi positif terhadap
perilaku atasan. Pengaruh perilaku kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan dan tugas
terhadap komitmen organisasi telah diteliti. Berdasakan penelitian sebelumnya ditemukan bahwa
perilaku kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan, yang meliputi membangun kepercayaan,
memberikan inspirasi, visi, mendorong kreativitas dan menekankan pengembangan, berpengaruh
secara positif pada komitmen afektif karyawan. Sementara, perilaku kepemimpinan yang
berorientasi pada tugas juga berpengaruh terhadap komitmen afektif karyawan, meski tingkat
pengaruhnya lebih rendah.

5. Meningkatkan kejelasan peran karyawan dalam organisasi.


Sebab adanya kejelasan peran karyawan dalam organisasi dapat menyebabkan timbulnya
faktor yang memengaruhi komitmen organisasi. Penyebab munculnya ambiguitas (ketidakjelasan)
peran adalah komunikasi yang buruk antara karyawan dengan atasan dalam organisasi. Kejelasan
peran didefinisikan sebagai suatu tingkat ketika seseorang karyawan dapat memastikan dan
mengetahui dengan pasti bagaimana ia diharapkan oleh perusahaan dalam melakukan pekerjaan.
Indikator kejelasan peran adalah meliputi pekerjaan yang jelas dan direncanakan, mengetahui
tanggung jawabnya, mengetahui apa yang diharapkan perusahaan, kewenangan yang dimiliki, dan
mengetahui apa yang harus dilakukan. Karyawan yang tidak memperoleh kejelasan peran tentang
dukungan dan apa yang menjadi permintaan perusahaan maka akan merasakan kegelisahan dan
ketegangan kerja yang besar yang berakibat pada kepuasan kerja. Dalam penelitian lain,
disebutkan bahwa kejelasan peran akan berpengaruh positif terhadap minat bekerja, kesempatan
untuk promosi, keseluruhan kepuasan kerja dan akan berpengaruh negatif terhadap ketegangan
kerja dan pada kemungkinan untuk berhenti kerja.

6. Mengurangi Tuntutan Karyawan

 Menentukan Prioritas yang bertujuan mengurangi tuntutan kerja karyawan dengan


melakukan aktivitas yang berguna dan menunda atau menghilangkan aktivitas yang tidak
berguna.
 Menetapkan fokus, tuntutan karyawan dapat terlalu tinggi karena tidak terpusatkan, sebuah
perusahaan dapat melakukan dengan menerapkan beberapa aktivitas yang sangat penting
saja. Dalam hal ini fokus dengan menentukan tema bagi aktivitas perusahannya
 Melakukan rekayasa, rekayasa proses produksi dapat mengurangi tuntutan kerja karyawan,
rekayasa tersebut dapat berupa memperpendek jalur, otomatisasi, dan penyederhanaan
kerja.

7. Meningkatkan Kemampuan Karyawan

 Kontrol adalah memberikan karyawan kewenangan untuk mengontrol keputusan mengenai


bagaimana mengerjakan pekerjaan mereka
 Strategi atau visi yaitu menawarkan kepada karyawan visi dan arahan yang membuat
mereka memiliki komitmen untuk berkerja keras.
 Tantangan kerja yaitu memberi karyawan stimulasi kerja yang dapat mengembangkan
ketrampilan baru
 Kolaborsi dan team work adalah membentuk tim untuk melakukan pekerjaan
 Kultur kerja yaitu membangun suatu lingkungan dan susana keterbukaan,menarik,
menyenangkan dan penuh penghargaan
 Membagi keuntungan adalah memberikan kompensasi kepada karyawan karena
menyelesaikan pekerjaan dengan baik
 Komunikasi yaitu menyebarkan informasi sesering mungkin dan secara terbuka
 Perhatian adalah memastikan bahwa setiap karyawan diperlakukakn sesuai martabatnya.
 Teknologi yaitu memberikan karyawan teknologi yang membuat pekerjaan mereka
menjadi lebih mudah.
 Pelatihan dan pengembangan adalah memastikan karyawan memiliki keterampilam untuk
mengerjakan pekerjaan mereka dengan baik

F. TEORI DESSLER
Dalam teorinya Dessler mengidentifikasi bagaimana cara membangun komitmen melalui
pendekatan “ Roda Komitmen “ ( The Commitment Wheel ) sebagaimana digambarkan sebagai
berikut :

Gambar di atas secara umum menunjukkan cara bagaimana membangun komitmen


organisasional. Gambar di atas terdiri dari beberapa lingkaran yang menunjukkan darimana
seharusnya organisasi memulai membangun komitmen individu / karyawan. Menurut Dessler
lingkaran paling dalam atau disebut “ lingkaran inti “ merupakan awal mulainya suatu organisasi
membangun komitmen untuk kemudian diikuti lingkaran-lingkaran diluarnya, yang secara
lengkap dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Lingkaran Inti

Merupakan lingkaran paling dalam dari teori “ roda komitmen “ Dessler. Fokus pada
lingkaran ini adalah membangun komitmen dengan cara mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan
( People First Value ). Artinya jika suatu organisasi ingin membangun komitmen, yang pertama
yang harus dilakukan adalah organisasi harus mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan kepada
seluruh individu / karyawan yang ada di dalamnya, yaitu individu/ karyawan harus dipandang
sebagai manusia secara utuh bukan sekedar sebagai salah satu dari sekian banyak faktor produksi.
Disamping organisasi harus berkeyakinan bahawa sumber daya manusia merupakan asset penting
yang akan menentukan sukses atau tidaknya suatu organisasi dalam mencapai tujuannya serta
harus dijaga dan dipelihara dengan baik nilai-nilai kemanusiaannya. Agar organisasi dapat
mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan, maka organisasi harus melakukan langkah-langkah sebagi
berikut :

a. Memahami apa yang diinginkan .

Maksudnya hendaknya organisasi memahami apa yang menjadi orientasi dan tujuan
individu / karyawan masuk dalam organisasi tersebut, tetapi secara timbal balik, individu /
karyawan juga harus memahami apa orientasi dan tujuan yang hendak dicapai oleh organisasi.
Dengan demikian akan terjadi kesatuan langkah antara individu / karyawan dengan organisasi.

b. Menyatakan secara tertulis

Maksudnya langkah ini adalah untuk menyatakan bahwa bahwa baik organisasi maupun
individu / karyawan menuliskan hak-hak dan kewajibannya yang berkenaan dengan nilai-nilai
kemanusiaan untuk disepakati bersama, misalnya semboyan-semboyan, pedoman / peraturan,
kesepakatan-kesepakatan yang mampu mendorong komitmen keduabelah pihak.

c. Mempekerjakan / mengaktifkan dan mengindoktrinasi.

Maksudnya, organisasi mempekerjakan orang-orang yang mengutamakan nilai-nilai


kemanusiaan dan organisasi menanamkan nilai-nilai tersebut dalam diri individu orang-orang yang
ada di dalamnya.

d. Melaksanakan apa yang telah tertulis

Maksudnya, organisasi menjabarkan dan menterjemahkan apa yang telah ditulis dan
disepakati kedalam realitas kegiatan organisasi. Dalam hal ini organisasi memberikan hak-hak
individu/ karyawan yang berkenaan dengan kebutuhan kemanusiaannya. Sedangkan Individu /
karyawan melaksanakan kewajibannya kepada organisasi.

2. Lingkaran Lapis Kedua

Untuk lingkaran lapis kedua, menunjukkan prioritas yang akan dilakukan organisasi untuk
mewujudkan komitmen organisasional setelah organisasi mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan,
yaitu :
a. Komunikasi dua arah ( Double – Talk )

Yang dimaksud dalam hal ini komunikasi dari atasan kepada bawahan ( Top – down )
maupun dari bawahan kepada atasan ( Bottom – Up. Untuk terjadinya kominikasi dua arah
dibutuhkan suatu saluran dan mekanisme yang berfungsi sebagai sarana terjadinya kemunikasi
tersebut yang berupa rapat-rapat resmi, pertemuan-pertemuan informal, surat edaran, laporan
tertulis, maupun dengan menggunakan alat-alat audio visual. Dalam suatu organisasi, komunikasi
ii menjadi sangat penting agar kedua belah pihak saling percaya dan mengatuhi keinginan masing-
masing sehingga mampu meningkatkan kinerja organisasi dalam mencapai tujuan.

b. Kesatuan ( Communion )

Yang dimaksud dengan kesatuan ini adalah adanya kesatuan atau keserasian dan
keselarasan antara interest individu dengan interest organisasi. Pimpinan organisasi perlu
memperkuat rasa persatuan, rasa keterikatan, dan rasa memiliki serta rasa partisipasi seluruh
individu terhadap organisasi, sehingga seluruh individu akan merasa menjadi bagian yang utuh
dari organisasi.

c. Mediasi Transendental ( Trancendental Mediation )

Yang dimaksud dengan mediasi transendental ini adalah agar individu / karyawan memiliki
komitmen terhadap organisasi, maka organisasi harus menetapkan visi, misi dan nilai-nilai spesifik
yang dikembangkan organisasi secara jelas dan konsisten sehingga dapat dijadikan pegangan dan
pedoman bagi seluruh individu dalam mencapai tujuan bersama.

3. Lingkaran Lapis Ketiga

Lingkaran lapis ketiga ini menggambarkan prioritas ketiga bagi organisasi dalam
membangun komitmen organisasional para individu yang ada di dalamnya yaitu dengan cara :

a. Mempekerjakan individu berdasarkan nilai ( Value – Based Hiring ).

Dalam hal ini organisasi dalam mempekerjakan seorang individu / karyawan bukan
semata-mata mendasarkan pada ketrampilan dan kemampuan teknis tetapi juga
mempertimbangkan aspek nilai-nilai, sikap dan mental serta komitmen seseorang terhadap
pekerjaan dan organisasinya
b. Jaminan keamanan ( Securitizing ).

Dalam hal ini Organisasi harus dapat memberikan jaminan rasa aman dalam berkerja serta
harapan-harap kedepan yang dapat menjadikan individu terus ingin bergabung berada di dalam
organisasi seperti jaminan keselamtan dan kesehatan kerja, prospek karier yang jelas, jaminan hari
tua dan sebagainya.

c. Bentuk imbalan yang ketat ( Hard – size reward )

Dalam hal ini organisasi / perusahaan memberlakukan system imbalan yang ketat, tetapi
sekaligus menjamin kesejahteraan individu / karyawan. Sistem reward yang ketat memberikan
gambaran tentang besarnya reward yang diberikan kepada individu / karyawan akan
mencerminkan seberapa besar kontribusi individu tersebut dalam upaya pencapaian tujuan
organisasi.

4. Lingkaran Lapis Keempat

Lingkaran ini merupakan lapis yang terakhir, yaitu Aktualisasi ( Actualizing ), yang berarti
bahwa hal ini merupakan urutan prioritas terakhir dalam membangun komitmen organisasional,
yaitu organisasi harus mampu meyakinkan bahwa semua individu dalam organisasi memiliki
kesempatan yang sama untuk mengaktualisasikan kemampuannya dan ketrampilannya. Dalam hal
ini organisasi perlu membuat program-program pelatihan dan pendidikan dalam upaya
meningkatkan kualitas individu dalam organisasi seperti job enlargement dan job enrichment, dan
selanjutnya memberikan pekerjaan dan tugas yang menantang dirinya.
DAFTAR PUSTAKA

Halimsetiono, Elita. 2014. Peningkatan Komitmen Organisasi untuk Menurunkan Angka


Turnover Karyawan. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 8(8). Retrieved from
http://journal.fkm.ui.ac.id/kesmas/article/download/402/399
Suseno, M.N., & Sugiyanto. 2010. Pengaruh Dukungan Sosial dan Kepemimpinan
Transformasional Terhadap Komitmen Organisasi dengan Mediator Motivasi Kerja, 37(1), 94-109.
Retrieved from https://jurnal.ugm.ac.id/jpsi/article/download/7695/5961
Wahyudi, A. 2008. Membangun Komitmen Organisasional Untuk Meningkatkan Kinerja
dan Daya Saing Organisasi, 20(1). Retrieved from
http://ejurnal.unisri.ac.id/index.php/Joglo/article/download/113/85
Widodo.2008.Upaya peningkatan komitmen organisasi Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE),
September 2008, Hal. 149 – 162. Retrieved from
http://research.unissula.ac.id/file/publikasi/210499045/1556Upaya_Peningkatan_Komitmen_Org
anisasi.pdf

Anda mungkin juga menyukai