3 Bullying
Bullying adalah situasi seseorang yang dijadikan subyek isolasi atau pengucilan sosial, pekerjaan
dan usaha yang dilakukan tidak dianggap, serta mendapat ancaman, sehingga ia merasa lelah dan
frustrasi (Kivimaki, Elovainio, dan Vahtera, 2000). Ini menunjukkan bahwa bullying sangat
berbahaya bagi kesehatan mental seseorang, bahkan bisa membahayakan kesehatan fisik
korbannya. Olweus (1999) menyatakan bahwa bullying memiliki 3 kriteria, yaitu secara sengaja
menyakiti atau berperilaku agresif, ketidakseimbangan kekuatan antara korban dan pelaku, serta
dilakukan berulang dalam jangka waktu tertentu.
Bullying tidak hanya bisa terjadi di sekolah saja, dapat juga bisa terjadi di tempat kerja.
Workplace bullying merupakan paparan agresi interpersonal secara terus menerus dan
penganiayaan dari rekan kerja, atasan, maupun bawahan (Einarsen, et al., 2019). Penelitian
tentang workplace bullying ini menunjukkan bahwa bullying ini tidak brupa fisik, melainkan
bullying mental (Einarsen, Raknes, dan Matthiesen, 1994).
Menurut Rayner dan Hoel (1997), bullying di tempat kerja terbagi dalam lima kategori perilaku.
Tindakan pertama adalah ancaman terhadap kedudukan profesional, yang meliputi komentar
menghina, rasa malu umum, dan tuduhan tidak berusaha cukup keras. Perilaku kedua merupakan
ancaman terhadap status seseorang. Perilaku ini termasuk gosip, panggilan telepon yang tidak
pantas, penghinaan dan sindiran. Tindakan ketiga adalah Karantina. Ini termasuk memblokir
akses ke peluang kerja, isolasi fisik dan sosial, dan menahan informasi penting. Tindakan
keempat dari adalah overhaul atau pekerjaan berlebihan. Hal ini biasanya disebabkan oleh
tekanan produktivitas karyawan, tenggat waktu yang tidak masuk akal, dan gangguan lainnya.
Tindakan terakhir di tempat kerja. Mobbing adalah destabilisasi. Destabilisasi biasanya
melibatkan tidak menunjukkan penghargaan, menetapkan tugas yang tidak berarti, mengurangi
tanggung jawab, mengubah tujuan, sering diingatkan akan kesalahan, dan dengan sengaja
menggagalkan pekerjaan seseorang.
Meskipun tidak dalam bentuk fisik, workplace bullying juga memiliki dampak negatif bagi
seseorang, seperti depresi, burnout, ketidakpuasan, kecemasan, stress, dan keinginan untuk
keluar (Kivimäki et al., 2000). Ketika salah satu karyawan mengalami bullying, efek negative
tidak hanya dialami oleh karyawan tersebut, namun juga karyawan-karyawan lain yang
menyaksikan bullying tersebut. Oleh karena itu, bullying sangat berbahaya bagi perusahaan,
karena karyawannya tidak akan mampu bekerja secara efektif.
Menurut Robins dalam (Nadeak, B, 2018), gaya kepemimpinan dapat dibagi menjadi empat
jenis:
PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Penelitian yang dilakukan oleh Fjriyanty dan Sari (2021) tentang pengaruh keadilan prosedural
dan keadilan interaksional terhadap komitmen afektif dengan kepemimpinan transformasional
sebagai variabel pemoderasian studi pada karyawan PT Gama Multi Usaha Mandiri, menyatakan
bahwa keadilan prosedural dan keadilan interaksional secara signifikan berpengaruh positif
terhadap komitmen afektif dan kepemimpinan transformasional mampu memoderasi pengaruh
positif keadilan prosedural dan keadilan interaksional terhadap komitmen afektif. Sehingga
muncul hipotesis berikut
H3: Diduga leadership style memoderasi hubungan antara interactional justice dengan
commitment afactive
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh M. Angeles Lopez at.al (2020) dengan judul The role
of bullying in the development of organizational citizenship behaviors, menyatakan output regresi
moderasi yg menganalisis hubungan antara keadilan interaksional & bullying di lingkungan kerja
terhadap komitmen afektif. Koefisien baku menerangkan bahwa ke 2 dampak utama menurut
variabel independen (keadilan interaksional) & dampak menurut variabel moderating
(perundungan pada lingkungan kerja) signifikan menggunakan perindikasi yg diharapkan. Ada
perubahan signifikan dalam R2di ke 2 langkah (0,150 & 0,075, masing-masing, p < .001). Hasil
penelitian menerangkan bahwa hubungan antara keadilan interaksional & bullying pada
lingkungan kerja terhadap komitmen afektif secara statistik signifikan (β=−0,081, p< .05) &
mengakibatkan perubahan signifikan dalam R2. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa
bullying ditempat kerja dapat memoderasi hubungan positif antara keadilan interaksional dan
komitmen afektif. Sehingga muncul hipotesis berikut
H4: Diduga bullying ditempat kerja memoderasi hubungan antara interactional justice dengan
organizational behavior
KERANGKA BERPIKIR
Bullying
Affective
commitment
H2
H3
H1
Interactional
OCB
Justice
H4
Transformasi
Leadership Style
TINPUS
Chaniago,A. 2017. Pemimpin dan Kepemimpinan (Pendekatan Teori dan Studi Kasus). Jakarta:
Lentera Ilmu Cendikia
Kivimaki M., Elovainio, M., dan Vahtera, J. 2000. Workplace Bullying and sickness absence in
hospital staff. Occoputional and Environmental Medicine. 57(10), 656-660
Einarsen, S., Raknes, B., dan Matthiese, S. B. 1994. Bullying and Harassment at work and their
relationships to work environment uality: an exploratory study. European Journal of Work and
Organiational Psychology. 4, 381—401
Einarsen, S. (1999). The nature and causes of bullying at work. International journal of
manpower, 20(1/2), 16-27.
Einarsen, S., Hoel, H., & Notelaers, G. (2009). Measuring exposure to bullying and harassment
at work: Validity, factor structure and psychometric properties of the Negative Acts
Questionnaire-Revised. Work & stress, 23(1), 24-44.
Rayner, C., & Ho¨el, H. (1997). A summary review of literature relating to workplace bullying.
Journal of Community and Applied Social Psychology, 7, 181 – 191.
Kivimäki, M., Elovainio, M., & Vahtera, J. (2000). Workplace bullying and sickness absence in
hospital staff. Occupational and Environmental Medicine, 57(10), 656-660.
Nadeak, B. 2018. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi Pendidikan di Era 4.0. Jakarta: UKI
Press
Fajriyanty Sylvia dan Sari Sitalaksmi. 2020. Pengaruh Keadilan Prosedural dan Keadilan
Interaksional Terhadap Komitmen Afektif Dengan Kepemimpinan Transformasional Sebagai
Variabel Pemoderasian Studi Pada Karyawan PT Gama Multi Usaha Mandiri.